147
TESIS – TL142501 KARAKTERISASI DOSIMETER DARI BATU AGATE SEBAGAI DOSIMETER DOSIS TINGGI RIDHWAN HALIQ NRP. 2713 201 908 Dosen Pembimbing Diah Susanti, ST., MT., Ph.D PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2015 i

TESIS – TL142501 KARAKTERISASI DOSIMETER DARI BATU AGATE

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

TESIS – TL142501

KARAKTERISASI DOSIMETER DARI BATU AGATE SEBAGAI DOSIMETER DOSIS TINGGI RIDHWAN HALIQ NRP. 2713 201 908 Dosen Pembimbing Diah Susanti, ST., MT., Ph.D PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2015

i

~ halaman ini sengaja dikosongkan ~

ii

Thesis – TL142501

DOSIMETRIC CHARACTERISTICS OF AGATE STONES FOR HIGH DOSE DOSIMETERS RIDHWAN HALIQ NRP. 2713 201 908 Advisor Diah Susanti, ST., MT., Ph.D MASTER PROGRAM MATERIALS AND METALLURGICALS ENGINEERING Faculty of Industrial Technology Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya 2015

iii

~ halaman ini sengaja dikosongkan ~

iv

KARAKTERISTIK DOSIMTER DARI BATU AGATE UNTUK

DOSIMETER DOSIS TINGGI

Nama : Ridhwan Haliq NRP : 2713 201 908 Jurusan : Program Studi Magister Teknik Material dan Metalurgi, ITS Dosen Pembimbing : Diah Susanti, ST., MT., Ph.D

ABSTRAK

Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki potensial kekayaan alam yang melimpah termasuk batu mulia. Salah satu batu mulia itu adalah agate, yang sering digunakan sebagai perhiasan. Seperti batu mulia lainnya, seperti jesper, amethyst, topaz, jade and onyx, Agate pada umumnya memiliki komposisi kimia SiO2. Batuan yang telah disebutkan sering digunakan sebagai material dosimeter dosis tinggi. Namun begitu penelitian menggunakan batu agate sebagai material untuk dosimeter dosis tinggi jarang digunakan. Untuk itu pada penelitian ini perbedaan warna pada batu agate yang berasal dari Kalimantan Timur dijadikan serbuk dan dicampur dengan polytetrafluoroethylene (PTFE/teflon) yang diaplikasikan sebagai dosimeter dosis tinggi. Agate coklat, Agate Kuning Tua, Agate Abu-abu, dan Agate Abu-abu Tua digunakan sebagai material dosimeter. Hasil pencampuran kemudian di kompaksi menjadi pellet dengan diameter 4mm dan di annealing pada temperatur 200°C, 300°C dan 400°Cselama 1 jam. Kemudian pellet di ditembak oleh dosis radiasi tinggi 0.1 kGy, 1 kGy, dan 10 kGy dengan menggunakan sumber radiasi 60CO. material tersebut sudah dilakukan karakterisasi oleh XRD, SEM, FTIR, EDXS, dan NAA. Dikorelasikan antara struktur material dan karakterisasi material dosimeter yang kemudian dianalisis.

Berdasarkan hasil data XRD dan EDAX menunjukan komposisi kimia dari batu agate adalah SiO2. NAA mengidentifikasi kandungan unsur radioaktif (pada level ppm) didalam batuan agate, seperti Uranium (U), Stibium (Sb), Cesium (Cs) dan Hafnium (Hf). Elemen radioaktif berdampak terhadap performan dari dosimeter. Agate abu-abu gelap memiliki kandungan radioaktif yang besar diantara empat material lainnya. Untuk itu, agate tersebut memiliki sensitifitas dan respon terhadap radiasi yang paling tinggi. Disamping itu juga menunjukan hasil yang rendah pada Coefficient Variation (CV) dan Residual value sesuai untuk thermoluminescene dosimeter (TLD).

Kata kunci: Thermoluminescene, Agate, dan Dosimeter.

v

~ halaman ini sengaja dikosongkan ~

vi

DOSIMETRIC CHARACTERISTICS OF AGATE STONE FOR HIGH

DOSE DOSIMETRY

Name : Ridhwan Haliq ID Number : 2713 201 908 Department : Master Program of Materials and Metallurgical Engineering Advisor : Diah Susanti, ST., MT., Ph.D

ABSTRACT

Indonesia is a countrist having abundant potential natural resources

including precious stones. One’s of the precious stones is agate, that is often used as jewelry .As any other precious stones, such as jasper, amethyst, topaz, jade and onyx, agate mainly consists of SiO2 chemical compound. The formerly mentioned stones have been reported as high dose dosimeter. however experiment using agate stone as a material for dosimeter was rarely reported. Therefore in this research different colored agate stones from Borneo mines were powdered and mixed with polytetrafluoroethylene (PTFE/teflon) to be applied as a high dose dosimeter. Brown agate, dark yellow agate, grey agate, and dark grey agate were used as dosimeter materials. The mixture was then compacted into pellets with a diameter of 4 mm and annealed at 200°C, 300°C and 400°C for 1 hour. The pellets were then exposed to high dose radiation of 0.1 kGy, 1 kGy, and 10 kGy using 60Co radiation source. These Dosimeter materials have been characterized by XRD, SEM, FTIR, EDXS, and NAA. The correlations between material structures and dosimetric characteristics were then analyzed.

Based on the resulted data XRD and EDAX confirmed the chemical content of agate stones was SiO2. The NAA could detect the presences of small amount of radioactive elements (in level of ppm) in the agate stones, such as Uranium (U), Stibium (Sb), Cesium (Cs) and Hafnium (Hf). The radioactive elements were responsible for the dosimetric performance of the dosimeter. Dark grey agate had the highest radioactive contents among the four samples. Therefore, it showed the highest sensitivity and response towards radiation. Besides it also showed the smallest coefficient variation (CV) and residual value making it suitable for thermoluminescent dosimeter (TLD). Key Words: Thermoluminescent, Agate , Dosimeter.

vii

~ halaman ini sengaja dikosongkan ~

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah hirobbil alamien...

Atas limpahan rahmat dan karunia Allah SWT, sehingga penulis dapat

menyelesaikan Tesis serta menyusun Laporan Tesis yang berjudul :

Karakteristik Dosimeter Dari Batu Agate untuk Dosimeter Dosis Tinggi.

Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan laporan Tesis ini banyak

melibatkan banyak pihak yang sangat membantu. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Allah SWT atas rahmat, hidayah dan berbagai kemudahan dalam

penyelesaian tugas akhir ini.

2. Ibu dan Bapak serta keluarga atas segala doa, dukungan dan pengertian

yang telah diberikan selama ini.

3. Dosen Pembimbing Tesis Ibu Diah Susanti, ST., MT., P.hD atas waktu,

kritik, saran dan kesabarannya dalam memotivasi dan membimbing

penulis.

4. Bapak Hasnel Sofyan selaku pembimbing yang telah bersedia memberikan

bimbingan dan pengarahannya mengenai TLD selama di PTKMR

BATAN.

5. Bapak Dr Eng Hosta Ardhyananta, ST, M.Sc selaku Ketua Program Studi

S2 Teknik Material dan Metalurgi ITS, yang telah memperjuangkan saya

untuk lulus 1/5 tahun.

6. Bapak Sungging Pintowantoro, ST., MT., P.hD selaku Ketua Jurusan

Teknik Material dan Metalurgi ITS.

7. Pihak Pasca Sarjana ITS yang telah memberikan Beasiswa Fast Track

Mandiri kepada penulis selama 1 tahun, yang membuat penulis mampu

menempuh jenjang Magister dengan cuma-cuma.

8. Teman-teman S2, MT 12, Member Lab Kimia Material, Ikasada, yang

telah menemani penulis dan menjadi teman perjuangan penulis.

9. Seluruh dosen dan karyawan Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-

ITS.

xi

Laporan Tesis

Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

10. Seluruh karyawan PTKMR BATAN beserta jajaran staff.

Penyusun menyadari adanya keterbatasan di dalam penyusunan laporan ini.

Besar harapan penyusun akan saran, dan kritik yang sifatnya membangun.

Selanjutnya semoga tulisan ini dapat selalu bermanfaat. Amin.

Surabaya, Januari 2015

penulis

xii

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................... iii

ABSTRAK ....................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xvii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 2

1.3 Batasan Masalah ........................................................................................ 3

1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3

1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Radiasi ...................................................................................................... 5

2.1.1 Definisi Radiasi ................................................................................... 5

2.2 Jenis-Jenis Radiasi ..................................................................................... 6

2.2.1 Radiasi Elektromagnetik ...................................................................... 6

2.3 Mekanisme Pendeteksi Radiasi .................................................................. 7

2.3.1 Proses Ionisasi ..................................................................................... 7

2.3.2 Proses Sintilasi ..................................................................................... 8

2.3.3 Sinar Gama .......................................................................................... 9

2.3.4 Dosis Serap (D) ................................................................................. 10

2.4 Dosimeter ................................................................................................ 10

2.4.1 Aplikasi Dosimeter ............................................................................ 10

2.5 Dosimeter Termoluminisensi (TLD) ........................................................ 11

2.5.1 Standarisasi Thermoluminiscene Dosimeter (TLD) ............................ 12

xiii

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

2.5.2 Fenomena Thermoluminesence .......................................................... 12

2.5.3 Prinsip Kerja TLD-Reader ................................................................. 14

2.5.4 Sensitivitas Bahan .............................................................................. 15

2.5.5 Pemakaian Kembali (Cycle Life) ....................................................... 15

2.5.6 Residual TL pada Bahan .................................................................... 16

2.5.7 Reproduksibilitas Bahan pada Data TL .............................................. 16

2.6 Pengaruh Polytetrafluoroethylene (PTFE) pada Pelet ............................... 16

2.7 Analisis Aktivasi Neutron (AAN) ............................................................ 17

2.8 Radioaktivitas .......................................................................................... 18

2.8.1 Waktu Paruh ...................................................................................... 19

2.8.2 Peluruhan Radioaktif Alam dan Radioaktif Buatan ............................. 20

2.8.3 Waktu Paruh Pendek, Sedang, dan Panjang ........................................ 21

2.9 Penambahan batuan Berbasis Silika (Agate)............................................. 21

2.9.1 Karakteristik Batu Agate .................................................................... 22

2.9.1.1 Sifat Fisik dan Kimia Batu Agate ................................................. 22

2.9.1.2 Komposisi Batu Agate .................................................................. 23

2.10 Thermoluminescene ............................................................................... 24

2.11 Hasil Penelitian Sebelumnya .................................................................. 24

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Peralatan dan Bahan ................................................................................ 29

3.1.1 Peralatan Proses Penelitian................................................................. 29

3.1.2 Bahan Percobaan ............................................................................... 31

3.2 Diagram Alir Penelitian ........................................................................... 32

3.3 Metode penelitian .................................................................................... 33

3.3.1 Preparasi Sampel ............................................................................... 33

3.3.2 Pengujian Pra Eksperimen SEM/EDX, XRD, dan FTIR ..................... 33

3.3.3 Pengujian Pra Eksperimen Analisis Aktivasi Neutron (AAN) ............ 33

3.3.4 Pengujian Respon Dosis Radiasi ........................................................ 33

3.3.5 Proses Pembuatan Pelet ..................................................................... 34

xiv Daftar Isi

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

3.3.6 Pengujian Perlakuan Panas ................................................................ 36

3.4 Pengujian ................................................................................................ 37

3.4.1 Scanning Electron Microscope (SEM) ............................................... 37

3.4.2 X-ray Diffraction (XRD).................................................................... 38

3.4.3 Fourier Transforms Infrared Spectrometer (FTIR) ................................. 40

3.4.4 Analisis Aktivasi Neutron (AAN) ...................................................... 41

3.5 Pengujian Dosis Radiasi .......................................................................... 44

3.6 Rancangan Penelitian .............................................................................. 52

3.7 Jadwal Kegiatan Penelitian ...................................................................... 53

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemilihan Material Batuan Alam Sebagai Bahan Dosimeter ................... 55

4.1.1 Analisa Xray-Diffraction Material Batuan Alam ................................ 55

4.1.2 Analisis Aktivitas Neutron (AAN) ..................................................... 56

4.1.3 Perbandingan Pengujian Analisis Aktivitas Neutron (AAN) dengan

penelitian Andromeda D. L. pada tahun 2013 .................................................. 58

4.2 Karakterisasi Struktur & Morfologi dari Batu Agate Sebagai Bahan

Dosimeter ...................................................................................................... 60

4.2.1 Analisa Xray-Diffraction Dosimeter .................................................. 60

4.2.2 Analisa Morfologi dan unsur dengan Menggunakan SEM (Scanning

Electron Microscop) dan EDAX (Energy Dispersive X-ray Spectroscopy). 63

4.2.3 Struktur Morfologi Permukaan Dosimeter Thermoluminescence ....... 67

4.2.3.1 Pengaruh Teflon (Polytetrafluoroethylene) Pada Permukan

Dosimeter ................................................................................................... 68

4.2.4 Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) ............................... 69

4.2.5 Analisa Pengujian XRD Brown Agate, Dark Yellow Agate, Dark

Yellow Agate, dan Dark Grey Agate .......................................................... 73

4.3 Karakterisasi Respon Dosis Batu Agate Sebagai Bahan Dosimeter .......... 74

4.3.1 Pengaruh Temperatur Sintering Terhadap Dosis Radiasi .................... 75

4.3.1.1 Analisa Variasi Sintering Pada Thermoluminesence Dosimeter ....... 76

Daftar Isi xv

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

4.3.2 Reproduksibilitas respon TL .............................................................. 78

4.3.3 Kemampuan Pengulangan (Repeatability) .................................... 80

4.3.4 Hasil Sinyal Residu (Post Irradiation Background) Pada Batu Agte ... 82

4.3.5 Mengukur Tingkat Sensitivitas Batu Agate ........................................ 84

4.4 Peran Impurities Pada Reproduksibilitas Dosimeter Dari

Radiasi Radioaktif ......................................................................................... 87

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ......................................................... .................................... 89

5.2 Saran .................................................................. .................................... 90

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 91

LAMPIRAN ................................................................................................... 93

BIOGRAFI

xvi Daftar Isi

Lporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Propertis Sinar Gama ......................................................................... 9

Tebel 2.2 Persyaratan Dosimetrik Pada Area Aplikasi Utama ......................... 12

Tabel 2.3 Deret Radioaktif Alam.................................................................. 19

Tabel 2.4 Contoh Isotop Stabil dan Isotop Tidak Stabil (Fundametal of Nuclear

Physics) .......................................................................................... 20

Tabel 2.5 Penelitian sebelumnya tentang Termoluminisensi Dosimeter (TLD)

dengan menggunakan material batuan alam .................................... 25

Tabel 2.6 Pengujian AAN yang dilakukan Teixeir, dkk terhadap sampel Jasper 26

Tabel 2.7 Hasil Analisis AAN untuk Elemen U, Hf, Sb, dan Cs ................ 26

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian ......................................................................... 52

Tabel 3.2 Jangka Waktu Pelaksanaan Kegiatan .................................................. 53

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Analisis Aktivitas Neutron (AAN) ........................... 57

Tabel 4.2 Hasil perbandingan dengan penelitian sebelumnya............................ 59

Tabel 4.3 Ukuran kristal Variasi Batu Agate Terhadap Temperatur Heat treatment

400°C Sebelum Iradiation ............................................................... 62

Tabel 4.4 Ukuran kristal Variasi Batu Agate Terhadap Temperatur Heat treatment

400°C Setelah Iradiation ................................................................. 63

Tabel 4.5 Silica (Handbook Of Infrared and Raman Characteristic Group ........ 71

Tabel 4.6 Nilai CV (%) hasil pembacaan Keempat Jenis Pelet pada dosis 10 kGy

heat treatment ................................................................................. 81

Tabel 4.7 Hasil Sinyal Residu Keempat Sampel dari Post-Irradiation Reading .. 83

Tabel 4.8 Data hasil perhitungan sensitivitas saat temperatur heat treatment

200°C, 300°C, 400°C ......................................................................... 84

Tabel 4.9 Nilai keempat jenis pellet dari kecocokan standar dosimeter ............... 86

xxi

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

~ halaman ini sengaja dikosongkan ~

xxii Daftar Tabel

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 konstruksi alat ukur radiasi .............................................................. 6

Gambar 2.2 Spektrum Panjang Gelombang ......................................................... 7

Gambar 2.3 Peristiwa terlepasnya elektron kulit terluar ketika dikenai

radiasi (ionisasi langsung) ............................................................... 7

Gambar 2.4 Penyerapan Energi radiasi (kiri) berakibat perpindahan electron, dan

menimbulkan percikan cahaya (kanan) ............................................ 9

Gambar 2.5 Contoh TLD Berbahan LiF ............................................................. 11

Gambar 2.6 Mekanisme Thermoluminisensi ..................................................... 13

Gambar 2.7 Mekanisme TLD-Reader ................................................................ 14

Gambar 2.8 Prinsip pengujian AAN ................................................................ 17

Gambar 2.9 Struktur Tetrahedron Quartz (SiO2) ................................................ 23

Gambar 3.1 Sistem Spektrometer Gamma yang Dirangkai

dengan HPGe ................................................................................. 29

Gambar 3.2 Manual TLD Reader Model 3500 .................................................. 30

Gambar 3.3 Mesin Uji FTIR .............................................................................. 30

Gambar 3.4 Mesin Uji X-ray Diffraction ........................................................... 31

Gambar 3.5 Mesin Uji Scaning Electron Machine .............................................. 31

Gambar 3.6 Diagram Alir Peneltian ................................................................... 32

Gambar 3.7 Sampel Batu Agate (a) Brown Agate, (b) Dark Yellow Agate, (c)

Grey Agate, (d) Dark Grey Agate ................................................. 34

Gambar 3.8 Sampel batu agate dan Teflon setelah dikompaksi (a) Brown Agate,

(b) Dark Yellow Agate, (c) Grey Agate, (d) Dark Grey Agate ....... 36

Gambar 3.9 Mekanisme Kerja SEM ................................................................... 38

Gambar 3.10 Skema Kerja XRD ........................................................................ 39

Gambar 3.11 Skema Alat Pengujian FTIR ......................................................... 40

Gambar 3.12 Iradiasi Cuplikan NAA Berumur Paro Panjang ............................. 42

Gambar 3.13 Iradiasi Cuplikan NAA Berumur Paro Pendek .............................. 43

Gambar 3.14 Skema Proses Analisis Aktivasi Neutron ...................................... 44

xvii

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Gambar 3.15 Diagram Tingkat Energi Menunjukkan Perangkap yang Berbeda dan

Pusat-Pusat Rekombinasi ............................................................. 46

Gambar 3.16 a) Irpasena (Iradiator Panorama Serbaguna), b) Ruang Irradiator .. 46

Gambar 3.17 Sistem TLD Reader yang Digunakan untuk Membaca TLD .......... 47

Gambar 3.18 Skema Pembacaan Background TL ............................................... 49

Gambar 3.19 Siklus Uji Pemakaian Berulang Suatu Dosimeter .......................... 51

Gambar 4.1 Pola XRD pada masing-masing sampel batuan alam a) Brown Agate,

b) Dark yellow Agate, c) Dark Brown Agate, d) Cream Agate, e)

Crystal Agate, f) Black Agate, g) Grey Agate, h) Dark Grey Agate, i)

Kelud Mountain Sand .................................................................... 55

Gambar 4.2 Kurva perbandingan dengan penelitian sebelumnya ........................ 59

Gambar 4.3 Perbandingan hasil pengujian XRD pada material pellet sebelum dan

sesudah dilakukan irradiasi (a) Brown Agate, (b) Dark Yellow Agate,

(c) Grey Agate, (d) Dark Grey Agate. .............................................. 62

Gambar 4.4 Hasil Uji SEM Berbagai Jenis Batuan Agate Perbesaran 5000X (a)

Brown Agate, (b) Dark Yellow Agate, (c) Grey Agate, (d) Dark Grey

Agate. ............................................................................................ 64

Gambar 4.5 Hasil Uji EDAX dan Maping Berbagai Jenis Batuan Alam Diambil

dari Perbesaran 5000 x (a) Brown Agate, (b) Dark Yellow Agate, (c)

Grey Agate, (d) Dark Grey Agate .................................................... 66

Gambar 4.6 Bentuk Permukaan pellet dari material (Dark Grey Agate + Teflon)

sebelum dilakukan Heat-treatment .................................................. 67

Gambar 4.7 Bentuk Permukaan pellet dari material Dark Grey Agate + Teflon

setelah dilakukan Heatreatment (a) 100°C, (b) 200°C, (c) 300°C,dan

(d) 400°C ....................................................................................... 68

Gambar 4.8 Pola hasil FTIR pada material sebelum diberikan perlakuan panas (a)

Brown Agate, (b) Dark Yellow Agate, (c) Grey Agate, (d) Dark Grey

Agate .............................................................................................. 70

Gambar 4.9 Pola ikatan kimia pada Polytetrafluoroethylene............................... 70

xviii Daftar Gambar

Proposal Tugas Akhir Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Gambar 4.10 Spektra FTIR dari material Dosimeter setelah di heat treatment

dengan variasi 200°C, 300°C, dan 400°C (a) Brown Agate, (b) Dark

Yellow Agate, (c) Grey Agate, dan (d) Dark Grey Agate. ............. 73

Gambar 4.11 Hasil XRD dari batu Brown agate, Dark yellow agate, Grey agate,

dan Dark grey agate ..................................................................... 73

Gambar 4.12 Lebar band gap dari material a) SiO2 dan b) Na(Al Si3 O8) ......... 74

Gambar 4.13 Pengaruh temperatur heat treatment terhadap variasi dosis radiasi

(a) Brown Agate, (b) Dark Yellow Agate, (c) Grey Agate, (d) dark

Grey Agate. .................................................................................. 76

Gambar 4.14 Pola grafik pengaruh heat treatment dari material dosimeter ......... 77

Gambar 4.15 Variasi Batu Agate terhadap variasi dosis radiasi (a) temperatur heat

treatment 200°C, (b) temperatur heat treatment 300°C, (c)

temperatur heat treatment 400°C .................................................. 79

Gambar 4.16 Kemampuan suatu Dosimeter dalam 3X pemakaian dengan

kondisi heat treatment yang berbeda-beda (a) Temepratur heat

treatment 200°C, (b) Temperatur heat treatment 300°C, (c)

Temperatur heat treatment 400°C ................................................ 80

Gambar 4.17 Perbandingan hasil sensitivitas (a) Temperatur Heat treatment

200°C, (b) Temperatue Heat treatment 300°C, (c) Temperatur Heat

treatment 400°C ........................................................................... 86

xix Daftar Gambar

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

~ halaman ini sengaja dikosongkan ~

xx Daftar Gambar

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

~ halaman ini sengaja dikosongkan ~

126 Biografi

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Radiasi dapat diartikan sebagai energi yang dipancarkan dalam bentuk partikel

atau gelombang. Radiasi terdiri dari beberapa jenis, dan setiap jenis radiasi

tersebut memiliki panjang gelombang masing-masing. (Indonesia, BATAN,

2005). Radiasi memiliki dua sifat yang khas, yaitu tidak dapat dirasakan secara

langsung oleh panca indra dan beberapa jenis radiasi yang dapat menembus

benda. Sehingga, dibutuhkan peralatan untuk mendeteksi dan mengukur radiasi

baik kuantitas, energy atau dosisnya. Di dalam dosis radiasi yang menggambarkan

tingkat perubahan atau kerusakan yang ditimbulkan oleh radiasi. Nilai dosis ini

sangat ditentukan oleh kuantitas radiasi, jenis radiasi dan bahan material yang

berfungsi sebagai penyerap. Jumlah energy radiasi yang diserap oleh suatu

material dinamakan Dosis radiasi (Andromeda,2013)

Setiap pekerja radiasi diwajibkan memenuhi standar keselamatan radiasi agar

dosis paparan radiasi pengionannya dapat dikontrol dan tidak melampaui batas

dosis (NBD). Dengan menggunakan dosimeter thermoluminescence sebagai

detector pasif yang digunakan untuk linier energy transfer (LET).

Unsur silika atau dikenal dengan silikon dioksida (SiO2) merupakan senyawa

yang banyak ditemui dalam bahan galian yang disebut batu kuarsa, terdiri atas

kristal-kristal silika (SiO2) dan mengandung senyawa pengotor yang terbawa

selama proses pengendapan. Batuan kuarsa juga dikenal dengan nama pasir putih

merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama seperti

kuarsa dan feldsfar. Batu Kuarsa mempunyai komposisi dasar yaitu SiO2

berwarna putih bening atau warna lain bergantung pada senyawa pengotornya.

Pada industri reaktor nuklir, pemakaian dosimeter sudah menjadi harga mati

bagi para pekerja. Harga yang mahal dari pembuatan Dosimeter mengakibatkan

sedikit perusahaan yang menggunakannya. Industri non nuklir juga menuntut

keselamatan para pekerja dan masyarakat serta keselamatan lingkungan dengan

mengenakan dosimeter karena produk sampingan NORM (Natural Occuring

Radioactive Material). NORM menyebabkan terjadi peningkatan paparan radiasi

1

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

alam di sekitarnya hasil dari kegiatan tambang timah, granit, minyak-gas ataupun

fosfat dan papan gypsum dan lain-lain. Selain itu, kategori NORM termasuk

limbah radioaktif yang perlu mendapatkan perhatian dan penanganan yang serius.

(Sofyan, Suyati, dan Yuliati 2005). Khusus pada pekerjaan yang berinteraksi

dengan dosis radiasi tinggi, alat dosimeter biasanya dibuang setelah digunakan.

Sedangkan material yang sudah diuji dalam pembuatan dosimeter berbasis silica

(Quartz) diantaranya silikat gelas, jasper, amethyst, topaz, batu giok, bioglass dan

watch glass merupakan material yang tergolong mahal. (Teixera, Souza, dan

Caldas 2011)

Penelitian ini dilakukan dengan dosimeter personal yang digunakan dalam

pemantauan dosis radiasi eksternal adalah dosimeter film dan

thermoluminescence dosimeter (TLD). TLD adalah system yang mudah di

fabrikasi akan tetapi untuk membentuk detector ini masih tergolong mahal

sehingga dibutuhkan pengganti material yang memiliki fungsi yang sama seperti

dosimeter film badge dengan memanfaatkan material berbasis silika yang terdapat

dialam secara bebas. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh saudara

Andromeda didapatkan Pasir silika memiliki nilai CV (Coefficient Variation)

5,21% dikarenakan memiliki keseragaman yang paling baik dibandingkan dengan

sampel andesit-teflon dan onyx-teflon.

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian ini memiliki beberapa perumusan masalah antara lain :

1. Bagaimana karakteristik material batuan alam sebagai bahan dosimeter

berbasis silika?

2. Bagaimana pengaruh karakterisasi dari material dosimeter berbasis silika

terhadap sifat thermoluminescence?

3. Bagaimana menentukan material dosimeter berbasis Silika dari

karakterisasi respon dosis batu agate untuk diaplikasikan sebagai

dosimeter?

2 BAB I Pendahuluan

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

1.3 Batasan Masalah

Agar diperoleh hasil akhir yang baik dan sesuai dengan yang diinginkan serta

tidak menyimpang dari permasalahan yang ditinjau, maka batasan masalah pada

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Temperatur di dalam furnace dianggap sama.

2. Penyinaran iradiasi dianggap homogen.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

a. Studi material batuan alam yang dapat digunakan sebagai bahan dosimeter

berbasis silika Menganalisa pengaruh karakterisasi dari material dosimeter

berbasis silika terhadap sifat thermoluminescence.

b. Menganalisas pengaruh karakterisasi dari material dosimeter berbasis

silika terhadap sifat thermoluminescence

c. Menganalisa material dosimeter berbasis silika yang paling baik untuk

diaplikasikan sebagai material Dosimeter.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat:

a. Bagi Perusahaan

Sebagai salah satu alternatif pengembangan material TLD yang

memanfaatkan hasil penelitian ini.

b. Bagi Peneliti

Sebagai bahan rujukan untuk penelitian lanjutan yang berkaitan dengan

materi dalam penelitian ini

c. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini apabila dijadikan suatu produk yang diperlukan

masyarakat banyak khususnya pekerja radiasi, harganya akan dapat

terjangkau masyarakat mengingat bahan dasarnya relatif murah dan mudah

didapat.

BAB I Pendahuluan 3

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

~ halaman ini sengaja dikosongkan ~

4 BAB I Pendahuluan

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Radiasi

2.1.1 Definisi Radiasi

Radiasi dapat diartikan sebagai energi yang dipancarkan dalam bentuk

partikel atau gelombang (Badan Tenaga Nuklir Nasional,2005). Secara definisi,

energi radiasi merupakan salah satu cara perambatan energi dari suatu sumber

energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium atau bahan penghantar

tertentu. Salah satu bentuk energi yang dipancarkan secara radiasi adalah energi

nuklir. Dibutuhkan alat pengukur radiasi yang merupakan suatu susunan peralatan

untuk mendeteksi dan mengukur radiasi baik kuantitas, energi, atau dosisnya.

Energi radiasi merupakan ‘kekuatan’ dari setiap radiasi yang dipancarkan oleh

sumber radiasi. Setiap radiasi memiliki laju dosis masing-masing sehingga dosis

radiasi akan mempengaruhi dalam proses dosimeter. Diketahui bahwa Dosis

radiasi menggambarkan tingkat perubahan atau kerusakan yang dapat ditimbulkan

oleh radiasi.

Setiap alat ukur radiasi terdiri atas dua bagian utama yaitu detektor dan

peralatan penunjang. Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi,

yang jadi bila dikenai radiasi akan menghasilkan suatu tanggapan (response)

tertentu yang lebih mudah diamati sedangkan peralatan penunjang, biasanya

merupakan peralatan elektronik, berfungsi untuk mengubah tanggapan detektor

tersebut menjadi suatu informasi yang dapat diamati oleh panca indera manusia

atau dapat diolah lebih lanjut menjadi informasi yang berarti. Gambar 2.1.

menunjukkan bagian utama deteksi radiasi.

(2.1)

Keterangan :

• 1 kGy Dosis radiasi = 1000 Gray

• 1000 Gray = setiap 1 Kg berat menghasilkan energy sebesar 1

joule

5

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Dari rumus di atas maka dapat diketahui bahwa material akan menyerap

energi radiasi sebesar 1 joule per 1 kg berat.

Gambar 2.1. konstruksi alat ukur radiasi (Kenneth S, 1988)

2.2 Jenis-Jenis Radiasi

Ditinjau dari massanya, radiasi dapat dibagi menjadi radiasi elektromagnetik

dan radiasi partikel. Radiasi elektromagnetik adalah radiasi yang tidak memiliki

massa. Radiasi ini terdiri dari gelombang radio, gelombang mikro, inframerah,

cahaya tampak, sinar-X, sinar gamma dan sinar kosmik. Radiasi partikel adalah

radiasi berupa partikel yang memiliki massa, misalnya partikel beta, alfa dan

neutron. Jika ditinjau dari "muatan listrik"nya, radiasi dapat dibagi menjadi radiasi

pengion dan radiasi non-pengion. Radiasi pengion adalah radiasi yang apabila

menumbuk atau menabrak sesuatu, akan muncul partikel bermuatan listrik yang

disebut ion. Peristiwa terjadinya ion ini disebut ionisasi. Ion ini kemudian akan

menimbulkan efek atau pengaruh pada bahan, termasuk benda hidup. Radiasi

pengion disebut juga radiasi atom atau radiasi nuklir. Termasuk ke dalam radiasi

pengion adalah sinar-X, sinar gamma, sinar kosmik, serta partikel beta, alfa dan

neutron. Radiasi non-pengion adalah radiasi yang tidak dapat menimbulkan

ionisasi. Termasuk ke dalam radiasi non-pengion adalah gelombang radio,

gelombang mikro, inframerah, cahaya tampak dan ultraviolet. (Indonesia,

BATAN, 2005)Berikut adalah gambar dari panjang gelombang terhadap frekuensi

6 BAB II Tinjauan Pustaka

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Gambar 2.2 Spektrum Panjang Gelombang (K. Debertin. dkk, 1988)

2.3 Mekanisme Pendeteksi Radiasi

Detektor radiasi bekerja dengan cara mengukur perubahan yang terjadi di

dalam medium karena adanya penyerapan energi radiasi oleh medium tersebut.

mekanisme atau interaksi yang terjadi di dalam detektor yang terjadi adalah

proses ionisasi dan proses sintilasi.

2.3.1 Proses ionisasi

Ionisasi adalah peristiwa terlepasnya elektron dari ikatannya di dalam

atom (Kation). Peristiwa ini dapat terjadi secara langsung oleh radiasi alpha atau

beta dan secara tidak langsung oleh radiasi sinar-X, gamma dan neutron.

Gambar 2.3 Peristiwa terlepasnya elektron kulit terluar ketika dikenai

radiasi (ionisasi langsung). ( Tsoulfanidi, 1995)

Jumlah pasangan ion, elektron yang bermuatan negatif dan sisa atomnya

yang bermuatan positif sebanding dengan jumlah energi yang terserap.

BAB II Tinjauan Pustaka 7

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

(2.2)

N adalah jumlah pasangan ion, E adalah energi radiasi yang terserap dan w adalah

daya ionisasi bahan penyerap, yaitu energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan

sebuah proses ionisasi. Jadi dalam proses ionisasi ini, energi radiasi diubah

menjadi pelepasan sejumlah elektron (energi listrik). Bila diberi medan listrik

maka electron yang dihasilkan dalam peristiwa ionisasi tersebut akan bergerak

menuju ke kutub positif. Pergerakan elektron-elektron tersebut dapat

menginduksikan arus atau tegangan listrik yang dapat diukur oleh peralatan

penunjang misalnya Amperemeter ataupun Voltmeter. Semakin banyak radiasi

yang mengenai bahan penyerap atau semakin besar energi radiasinya maka akan

dihasilkan arus atau tegangan listrik yang semakin besar pula.

2.3.2 Proses Sintilasi

Proses sintilasi adalah terpencarnya sinar tampak ketika terjadi transisi

elektron dari tingkat energi (orbit) yang lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih

rendah di dalam bahan penyerap. Dalam proses ini, sebenarnya, yang dipancarkan

adalah radiasi sinar-X tetapi karena bahan penyerapnya (detektor) dicampuri

dengan unsur aktivator, yang berfungsi sebagai penggeser panjang gelombang,

maka radiasi yang dipancarkannya berupa sinar tampak.

Proses sintilasi ini akan terjadi bila terdapat kekosongan elektron pada

orbit yang lebih dalam. Kekosongan elektron tersebut dapat disebabkan karena

lepasnya elektron dari ikatannya (proses ionisasi) atau loncatnya elektron ke

lintasan yang lebih tinggi bila dikenai radiasi (proses eksitasi). Jadi dalam proses

sintilasi ini, energi radiasi diubah menjadi pancaran cahaya tampak. Semakin

besar energi radiasi yang diserap maka semakin banyak kekosongan elektron di

orbit sebelah dalam sehingga semakin banyak percikan cahayanya.

8 BAB II Tinjauan Pustaka

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Gambar 2.4 Penyerapan Energi radiasi (kiri) berakibat perpindahan electron, dan

menimbulkan percikan cahaya (kanan). (E-learning Pusdiklat Batan, 2005, 2005)

2.3.3 Sinar Gama

Sinar gamma (seringkali dinotasikan dengan huruf Yunani gamma, γ )

adalah sebuah bentuk berenergi dari radiasi elektromagnetik yang diproduksi oleh

radioaktivitas atau proses nuklir atau subatomik lainnya seperti penghancuran

elektron-positron.

Tabel 2.1 Propertis Sinar Gama

Karakteristik Sinar Gama : Sifat sinar Gama :

Sumber: radio isotop, reaksi nuklir, inti atom yang tidak stabil

Daya tembus sangat besar

Deskripsi: radiasi elektromagnetik Tidak dapat dibelokkan oleh medan listrik dan magnet

Energi: sampai beberapa MeV Memiliki panjang gelombang terpendek

Daya tembus: sangat besar Energi sangat besar dan sangat merusak

Panjang Gelombang: 10-11 sampai 10-14 Kurang mengionisasi

BAB II Tinjauan Pustaka 9

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

2.3.4 Dosis Serap (D)

Dosis Serap adalah energi rata-rata yang diserap bahan/massa bahan.

Radiasi dapat mengakibatkan pengionan pada jaringan atau medium yang

dilaluinya. Untuk mengetahui jumlah energi yang diserap oleh medium ini

digunakan besaran dosis serap. Dosis serap didefinisikan sebagai jumlah energi

yang diserahkan oleh radiasi atau banyaknya energi yang diserap oleh bahan

persatuan massa bahan itu. Jadi dosis serap merupakan ukuran banyaknya energi

yang diberikan oleh radiasi pengion kepada medium. Meskipun dosis serap

semula didifinisikan untuk penggunaan pada suatu titik tertentu, namun untuk

tujuan proteksi radiasi digunakan pula untuk menyatakan dosis rata-rata pada

suatu jaringan.

1. Satuan

- Satuan Lama = joule/kg atau gray (Gy)

- SI = rad

- 1 gray = 100 rad (radiation absorbed dose)

2. Rumus : (2.3)

E = Energi yang diserap

m = Massa bahan

2.4 Dosimeter

2.4.1 Aplikasi Dosimeter Radiasi pengion seperti sinar-X, sinar alfa, sinar beta, dan sinar gamma,

tidak terdeteksi oleh indera manusia. Maka dari itu diperlukan alat ukur yang

digunakan untuk mendeteksi, mengukur dan mencatat sinar-sinar tersebut. Dalam

beberapa kasus, alat ini memberikan alarm ketika tingkat presetnya terlampaui.

Ionisasi kerusakan radiasi pada tubuh sifatnya kumulatif dan berhubungan dengan

total dosis yang diterima. Oleh karena itu, pekerja yang terpapar radiasi seperti

radiografer, pekerja pembangkit listrik tenaga nuklir, dokter yang menggunakan

radioterapi, dan yang menggunakan radionuklida di laboratorium.

10 BAB II Tinjauan Pustaka

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

2.5 Dosimeter Termoluminisensi (TLD)

Dosimeter ini sangat menyerupai dosimeter film badge, hanya detektor yang

digunakan ini adalah kristal anorganik thermoluminisensi, misalnya bahan LiF

seperti pada Gambar 2.5. Proses yang terjadi pada bahan ini bila dikenai radiasi

adalah proses termoluminisensi. Senyawa lain yang sering digunakan untuk TLD

adalah CaSO4.

Gambar 2.5 Contoh TLD Berbahan LiF (Hendriyanto, 2006)

Pemrosesan dilakukan dengan memanaskan kristal TLD sampai temperatur

tertentu, kemudian mendeteksi percikan-percikan cahaya yang dipancarkannya.

Alat yang digunakan untuk memproses dosimeter ini adalah TLD reader.

Dosimeter TLD dapat digunakan berulang kali kira-kira 100 kali pemakaian dan

setelah itu akan mengalami penurunan sensitivitas karena adanya efek dari

thermal quenching.

Keunggulan TLD dibandingkan dengan film badge adalah terletak pada

ketelitiannya. Selain itu, ukuran kristal TLD relatif lebih kecil dan setelah

diproses kristal TLD tersebut dapat digunakan lagi. (Hendriyanto, 2006).

Sedangkan kelemahannya tidak dapat dibaca secara langsung. Selain itu,

informasi dosis akan hilang setelah proses pembacaan (setelah menerima

stimulasi panas).

BAB II Tinjauan Pustaka 11

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

2.5.1 Standarisasi Thermoluminiscene Dosimeter (TLD)

Tabel 2.2 Persyaratan Dosimetrik Pada Area Aplikasi Utama (Sumber: Bos 2001)

No Application Area Dose Range (Gy)

Uncertainty, 1 S.D. (%)

Tissue Equivalencya

1 Personel 10-5-5x10-1 -30, +50 + 2 Environmental 10-6-10-2 ±30 -

3 Clicnical - - - Radiotherapy 10-1-102 ±3.5 ++ Diagnostic Radiology 10-6-10 ±3.5 +

4 Radiation Processing 101-106 ±15 -

Keterangan : aSemakin banyak +, semakin sering digunakan bMelibatkan sterilisasi, pengolahan makanan,

pengujian material, dan lain-lain

Fenomena TL dapat diamati pada banyak bahan. Namun, hanya pada

beberapa bahan menunjukkan sifat yang diperlukan untuk dosimetri . Persyaratan

ini tergantung pada aplikasi dosimetrik. Banyak TLD diterapkan di berbagai

bidang masing-masing berdasarkan tuntutan dan kendala tersendiri (Tabel 2.2).

2.5.2 Fenomena Thermoluminesence

Material yang dapat menunjukan fenomena TL antara lain adalah material

yang memiliki energy band gap. Sehingga, konsep rencana dasar untuk

menjelaskan fenomena TL adalah konsep pita energy electron. Pada model ini

digambarkan model tingkat energy tertentu yang dipisahkan oleh suatu pita

larangan.

Dalam TLD, radiasi ionisasi akan dapat memberikan energy kepada

electron, sehingga elektron akan bergerak dari pita valensi ke pita konduksi (tahap

-1) dan pada pita konduksi elektro akan bergerak dengan bebas. Oleh karena itu,

hole (h) tetap pada pita valensi dengan kondisi tanpa electron yang juga dapat

bergerak didalam Kristal. Karena pengotor dan doping dari Kristal, traps elektron

(e-) dan h terbentuk di dalam energi band gap antara pita valensi dan pita

konduksi. Elektron dan hole yang yang baik adalah elektron yang bergabung atau

12 BAB II Tinjauan Pustaka

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

terperangkap dalam kondisi metastabil (tahap-2 dan 2’). Sehingga e- dan h

terperangkap pada pengotor. Jika traps ini berada lebih dalam, elektron dan hole

tidak akan memiliki cukup energi untuk melepaskan diri.

Selama material disimpan pada kondisi temperatur diatas nol maka

terdapat kemungkinan probabilitas bahwa elektron akan mendapatkan energy

tambahan yang cukup untuk kembali ke daerah pita konduksi (tahap-2).

Probabilitas ini akan meningkat seiiring dengan meningkatnya temperatur.

Pemanasan material akan meningkatkan energi yang dimiliki oleh elektron dan

hole. Setelah kembali ke pita konduksi, elektron dapat kembali bergabung dengan

hole (tahap-4) dan kembali lagi ke kondisi alaminya (ground state), yang diiringi

dengan pelepasan energi melalui emisi foton atau cahaya, yang disebut dengan

lusen (Cameron et al., 1968)

Gambar 2.6 Mekanisme Thermoluminisensi (A. Scharmann, 1995)

Sebuah TLD dapat dikatakan sebagai detector integrasi, ketika jumlah e-

dan h, yang terperangkap, adalah jumlah pasangan e-/h yang dihasilkan selama

proses paparan. Setiap pasangan e-/h yang terperangkap akan memancarkan satu

foton. Jumlah foton yang dipancarkan akan sebanding dengan jumlah pasangan

muatan yang bergabung, yang juga sebanding dengan dosis yang diserap material.

BAB II Tinjauan Pustaka 13

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Dengan meningkatnya temperatur, laju keluarnya elektron dari hole akan

meningkat dan mengakibatkan waktu paruh rata-rata e-/h akan berkurang. Kondisi

ini akan mencapai maksimum pada saat temperatur spesifik dan kemudian akan

berkurang dengan cepat. Puncak yang terdapat dalam grafik intensitas terhadap

temperature dapat disebut dengan puncak pancar (glow peak).

2.5.3 Prinsip Kerja TLD-Reader

Pada proses pembacaan Dosimeter dengan menggunakan Thermo

Scientific Harshaw Model 3500 Manual TLD Reader. Di dalam proses

pembacaan terjadi proses termoluminisensi, cahaya yang diemisikan dan

kemudian melewati filter optic dan light filter, setelah itu ditangkap oleh PMT

melalui pandu cahaya dan akhirnya cahaya tersebut diukur. Berikut adalah skema

dari TLD-Reader

Gambar 2.7 Mekanisme TLD-Reader (Ariono Verdianto, 2012)

Pemanasan pada dosimeter menyebabkan dosimeter memancarkan cahaya

tampak yang kemudian di tangkap fotokatoda , setelah melewati filter cahaya

inframerah dan filter cahaya luminesiense PMT terdiri dari Fotokatoda yang akan

mengubah cahaya yang diserap menjadi arus listrik. Kemudian didalam PMT arus

listrik telah diperkuat sehingga memudahkan saat pengukuran. Diperlukan

14 BAB II Tinjauan Pustaka

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

material fosfor yang tepat untuk sensitifitas yang pada fotokatoda. Keluaran dari

PMT sebanding dengan jumlah foton yang dihasilkan. Hasil keluaran dari PMT

dikonversi menjadi pulsa yang akan dicacah, sehingga diperoleh data hasil

cacahan radiasi dari TLD dalam bentuk intensitas thermoluminisensi (intensitas

TL). Hasil cacahan radiasi dinyatakan dalam satuan arus listrik nanocoloumb (nC)

(Ariono Verdianto, 2012 ).

2.5.4 Sensitivitas Bahan

Sensitivitas dari bahan TLD tertentu didefinisikan sebagai sinyal TL

(tinggi puncak atau intensitas TL terintegrasi melalui daerah suhu tertentu) unit

dosis serap dan per satuan massa. Sensitivitas (S) sebagai perbandingan antara

intensitas TL yang dihasilkan (ITL) dan dosis radiasi (D) yang diterima

sebelumnya, atau secara perhitungan dapat digambarkan melalui persamaan (2.4).

(2.4)

Masing-masing sensitivitas dari suatu material sangat bervariasi, meskipun

semua dosimeter tersebut memiliki spesifikasi bantuk dan bahan yang sama (M.

Thoyib Thamrin, dkk., 1999). Variasi akan semakin bertambah besar seiiring

bertambahnya waktu pemakaian dosimeter, hal ini terjadi akibat berkurangnya

fosfor dan perubahan sifat optik bahan dosimeter. Variasi sensitivitas ini

merupakan salah satu sumber penyebab terjadinya kesalahan dalam evaluasi

dosis. Tinggi rendahnya kesalahan bergantung pada tinggi-rendahnya variasi

sensitivitas tersebut

2.5.5 Pemakaian Kembali (Cycle Life)

Salah satu poin menarik dari TLD adalah kemungkinan untuk

digunakannya kembali bahan TL setelah berkali-kali dipakai. Untuk memastikan

bahwa pada pemakaian kembali bahan TL yaitu tepat memiliki sifat yang sama

sebelum prosedur pemanasan anil. Prosedur anil dimaksudkan untuk beberapa

tujuan, yaitu untuk mengosongkan semua perangkap yang sejauh ini belum terjadi

BAB II Tinjauan Pustaka 15

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

selama pembacaan pada TLD Reader. Tidak lain yakni me-reset sinyal TL ke

angka nol. Kedua, membangun kembali keseimbangan cacat termodinamika yang

ada di bahan sebelum iradiasi dan pembacaan (Bos., 2001).

2.5.6 Residual TL pada Bahan

Sinyal TL residu terutama tergantung pada bahan TL, besarnya paparan

sebelumnya dan sejarah iradiasi detektor individu. Untuk mengetahui pengaruh

iradiasi sebelumnya pada sinyal TL sisa, bahan yang diiradisi dengan dosis

tertentu akan dianalisis dengan TLD Reader. Pada bahan yang sama segera

dianalisa ulang setelah pembacaan pertama. Residu setidaknya diperoleh sekecil-

sekecilnya, misalnya sebesar 6% dari pembacaan pertama (Espinosa dkk 2008).

2.5.7 Reproduksibilitas bahan pada Data TL

Pada bahan TL seharusnya memiliki ukuran yang hampir mendekati sama

dari pembacaan setelah diiradiasi dengan dosis tertentu. Bahan yang digunakan

dan perlakuan pada bahan juga sama. Tujuannya untuk mendapatkan ukuran yang

lebih tepat dalam reproduksibilitas dalam respon. Nilai standar deviasi dibagi rata-

rata pengukuran dalam presentase pada bahan setidaknya tidak kurang dari 8%

(Teixeira 2011). Pada detektor jenis apapun sangat penting untuk mengetahui

apakah pembacaan detector berbanding lurus dengan dosis yang diukur, yaitu

dosis untuk bahan detektor tersebut. Artinya semakin tinggi dosis yang diberikan

pada bahan maka pembacaan akan semakin meningkat dan kenaikan digambarkan

dalam garis lurus (linier).

2.6 Pengaruh Polytetrafluoroethylene (PTFE) Pada Pelet

Teflon adalah material yang dapat diaplikasikan untuk berbagai macam

aplikasi. Teflon memiliki karakteristik yang mampu bertahan pada temoperatur

>150oC , dan juga Teflon atau Polytetrafluoroethylene (PTFE) termasuk material

yang inert dan stabil sehingga, material ini sulit untuk bereaksi dengan unsur yang

lain. PTFE sering di gunakan sebagai Aglutinator dosimeter (TLD) dari material

CaSO4. Material polimer pada umumnya memiliki struktur Kristal yang amorfus

tetapi, Polytetrafluoroethylene (PTFE) memiliki struktur kritalin (crystallites).

16 BAB II Tinjauan Pustaka

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Teflon berdasarkan hasil dari DSC-TGA didapatkan memiliki temperature melting

sebesar 340oC. Teflon berperan sebagai agglutinator memberikan penambahan

kekuatan pada pellet terhadap serat-serat fiber selama proses sintering (R.A.P.O.

d’Amorim, dkk, 2013)

Dari karakterisasi tersebut dengan penambahan Teflon pada pellet

kemampuan pellet menyerap radiasi semakin besar seiiring dengan bertambahnya respon

dosis.

2.7 Analisis Aktivasi Neutron (AAN)

Analisis Aktivasi Neutron (AAN) adalah salah satu teknik nuklir yang

digunakan untuk mengkuantifikasi unsur-unsur kimia yang terkandung dalam

suatu materi. Menggunkaan system pencacahan spectrometer gamma yang

merupakan salah satu alat ukur relative pengukuran radioaktivitas radionuklida

yang artinya aktivitas radionuklida ditentukan dengan cara membandingkan hasil

cacahan cuplikan radionuklida dengan hasil cacahan sumber standar radionuklida.

Analisa yang digunakan dalam metode spektrometri gamma berdasarkan

interpretasi spectrum gamma hasil pengukuran. Sebelum dilakukan pengukuran

radioaktivitas radionuklida menggunakan system pencacah spectrometer gamma,

system pencacahan tersebut harus dikalibrasi terlebih dahulu, karena dengan

metode ini keteliltian hasil pengukuran bergantung pada kondisi peralatan.

Berikut adalah prinsip kerja AAN terhadap suatu material gambar 2.8.

Gambar 2.8 Prinsip pengujian AAN (Andrey Berlizov, 2006)

BAB II Tinjauan Pustaka 17

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Teknik ini mempunyai berbagai keunggulan, yaitu pengujian yang bersifat

tidak merusak, sensitivitas pengukuran yang relatif tinggi sampai nanogram (10-12

g). Berdasarkan dua penelitian dari Teixeira, elemen-elemen kimia yang

bertanggung jawab dengan kehadiran sinyal thermoluminesensi yaitu:

1. Ba (Barium)

2. Ce (Serium)

3. Cr (Krom)

4. Hf (Hafnium)

5. Na (Natrium)

6. Nd (Neodimium)

7. Th (Torium)

8. Zn (Seng)

9. Fe (Besi)

10. Ca (Kalsium)

11. Cs (Sesium)

12. Sb (Antimon)

13. U (Uranium)

2.8 Radioaktivitas

Radioaktivitas adalah kemampuan inti atom yang tak-stabil untuk

memancarkan radiasi menjadi inti yang stabil. Materi yang mengandung inti tak-

stabil yang memancarkan radiasi, disebut zat radioaktif. Besarnya radioaktivitas

suatu unsur radioaktif (radionuklida) ditentukan oleh konstanta peluruhan (λ),

yang menyatakan laju peluruhan tiap detik, dan waktu paro (t½). Peluruhan ialah

perubahan inti atom yang tak-stabil menjadi inti atom yang lain, atau berubahnya

suatu unsur radioaktif menjadi unsur yang lain. Pada tahun 1898 H. Becquerel

dan Marie Curie mengumumkan bahwa ada unsur radioaktif yang sifatnya mirip

dengan barium. Unsur baru ini dinamakan radium (Ra), yang artinya benda yang

memancarkan radiasi. Detail dari penemuan ini dapat dilihat pada pokok bahasan

tentang Penemuan Radioaktivitas Alam.

18 BAB II Tinjauan Pustaka

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Tabel 2.3 Deret Radioaktif Alam (H. Becquerel dkk, 1898)

Deret Inti Induk Waktu Paro (Tahun)

Rumus Deret Inti Stabil Akhir

Thorium

1,39 x 1010 4n

Neptunium

2,25 x 106 4n+1

Uranium

4,51 x 109 4n+2

Aktinium

7,07 x 108 4n+3

2.8.1 Waktu Paruh

Waktu paruh (t½) adalah waktu yang diperlukan oleh suatu radionuklida

untuk meluruh sehingga jumlahnya tinggal setengahnya. Waktu paruh dari suatu

zat radioaktif selalu sama dan tidak bergantung pada jumlah zat mula-mula, suhu,

kombinasi kimianya atau kondisi lainnya. Walaupun begitu, setiap zat radioaktif

berbeda beda waktu paruhnya. (Batan, 2012). Radiasi radionuklida mempunyai

sifat yang khas (unik) untuk masing-masing inti dan Peristiwa pemancaran radiasi

suatu radionuklida sulit untuk ditentukan kebolehjadian peluruhannya dapat

diperkirakan. Waktu paro bersifat khas terhadap setiap jenis inti. Laju pancaran

radiasi dalam satuan waktu disebut konstanta peluruhan (λ) dan secara matematik

hubungan antara l dan t½ dinyatakan dengan

(2.5)

Nuklida adalah suatu inti atom yang ditandai dengan jumlah proton (p) dan

neutron (n) tertentu, dituliskan: zXA

Dimana :

X = lambang unsur

Z = nomor atom = jumlah proton (= p)

A = bilangan massa = jumlah proton dan neutron (= p + n)

BAB II Tinjauan Pustaka 19

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Tabel 2.4 Contoh Isotop Stabil dan Isotop Tidak Stabil (Fundametal of Nuclear Physics) (Fundamental of Nuclear Physics,1966)

Unsur Isotop Stabil Isotop Tidak Stabil

H H1, H2 H3

K K39, K41 K38, K40, K42, K44

Co Co59 Co57, Co58, Co60, Co61

Pb Pb206, Pb208 Pb205, Pb207, Pb209

2.8.2 Peluruhan Radioaktif Alam dan Radioaktif Buatan

i. Radioaktif Alam

Unsur/nuklida radioaktif alam yaitu unsur/nuklida radioaktif yang dapat

ditemukan di alam, umumnya ditemukan dalam kerak bumi. Semua unsur/nuklida

radioaktif alam yang bernomor atom tinggi akan termasuk salah satu dari deret

radioaktif berikut:

1. Deret uranium, dimulai dari 92U238 berakhir pada 82Pb206.

92U238 82Pb206 + 8 2a4 + 6 -1β0

2. Deret thorium, dimulai dari 90Th232 berakhir pada 82Pb208.

90Th232 82Pb208 + 6 2a4 + 4-1β0

3. Deret aktinium, dimulai dari 92U235 berakhir pada 82Pb207.

92U235 82Pb206 + 7 2a4 + 4-1β0

Unsur radioaktif bernomor atom rendah jarang ditemui. Contohnya: 19K40

19K40 20Ca40 + -1β0

ii. Radioaktif Buatan

Unsur/nuklida radioaktif buatan adalah unsur/nuklida radioaktif yang tidak

terdapat di alam, tetapi dapat dibuat dari unsur/nuklida alam. Isotop buatan

pertama kali dibuat Rutherford (1919), adalah 8O17 yang tidak radioaktif.

7N14 + 2He4 8O17 + 1H1

Isotop radioaktif buatan pertama adalah 15P30 (1934)

13Al27 + 2He4 15P30 + 0n1

15P30 14Si30 + +1e0

Unsur buatan yang pertama adalah neptunium (Np)

20 BAB II Tinjauan Pustaka

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

92U238 + 0n1 92U239

92U239 93Np239 + -1e0

Deret radioaktif buatan dimulai dari 93Np235 berakhir pada 83Bi209 (Romdhoni

2008).

2.8.3 Waktu Paruh Pendek, Sedang, dan Panjang Unsur digolongkan ke dalam unsur waktu paruh pendek jika aktivitas

radioaktifnya menurun setengah dari awal dalam waktu sampai kurang dari tiga

hari. Contoh unsur yang termasuk ke dalam waktu paruh pendek yaitu Al, Ca, Cl,

Cu, Dy, I, Mg, Mn, Ti, U, V.

Unsur digolongkan ke dalam unsur waktu paruh sedang jika aktivitas

radioaktifnya menurun setengah dari awal dalam waktu sampai dengan tiga hari.

Contoh unsur yang termasuk ke dalam waktu paruh sedang yaitu Au, Br, Cd, Ga,

Ge, Ho, K, La, Mo, Na, Pd, Sb, Sm, W.

Unsur diglongkan ke dalam golongan unsur waktu paruh panjang jika

aktivitas radioaktifnya menurun setengah dari awal dalam waktu lebih dari tiga

hari. Contoh unsur yang termasuk ke dalam waktu paruh panjang yaitu Ag, Ce,

Cs, Co, Eu, Fe, Hf, Hg, Lu, Nd, Rb, Sc, Se, Sn, Sr, Ta, Tb, Th, Tm, Yb, Zn, Zr,

He, As.

2.9 Penambahan batuan berbasis Silika (Agate)

Silika atau SiO2 merupakan nama yang diberikan untuk kelompok mineral

yang terdiri dari silikon dan oksigen. Silikon dan oksigen banyak terdapat

ditemukan di area bumi ini. Kedua komponen ini diantaranya silika merupakan

komponen yang dapat ditemukan di dalam lapisan perut bumi. Begitu halnya

oksigen yang merupakan komponen terpenting ketiga dalam kehidupan juga dapat

kita rasakan dalam aktifitas bernafas sehari-hari, dapat ditemukan melimpah

dalam kandungan perut bumi. Dua komponen ini umumnya ditemukan dalam

bentuk kristal dan amorf silika yang terdiri dari satu atom silikon dan dua atom

oksigen yang dapat dirumuskan dalam formulasi kimia SiO2 (Silika 2013).

BAB II Tinjauan Pustaka 21

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Batu Agate merupakan pasir sintetis atau pasir buatan dan yang paling banyak

digunakan karena jumlahnya yang sangat banyak dan juga harga yang murah.

Kadar SiO2 yaitu 95%. Kualitas pasir tinggi dengan sedikit impuritis.

2.9.1 Karakteristik Batu Agate

2.9.1.1 Sifat Fisika dan Kimia Batu Agate

Pada Batu Agate terdapat tiga bentuk kristalin silika utama meliputi

silika, tridimit dan kirbolite yang sangat stabil dan tidak mengalami perubahan

meskipun selama berada dalam temperatur yang berbeda-beda. Disamping itu

ketiga bahan ini yakni silika, tridimit dan kribolite memiliki sub bagian. Para ahli

geologi (geologist) membedakan yang merupakan bentuk kristalin silika antara

silika alpha dan beta. Ketika berada pada temperatur rendah, silika alpha terpukul

pada tekanan atmosfir. Hal ini memberikan pengaruh pada silika beta sehingga

silika beta mengalami perubahan pada pada suhu 573oC. Sedangkan jika

memperhatikan perubahan pada bentuk kristalin tridimite, bentuk itu akan

tersusun pada temperatur suhu 870oC. Berbeda halnya dengan bentuk kristalin

krisbolite yang akan tersusun pada suhu 1470oC. Titik peleburan pada silika

adalah 1610oC, hal ini menunjukkan titik peleburan silika yang lebih tinggi dari

pada titik peleburan baja/besi, tembaga dan alumunium.

Struktur kristalin silika dari silika berdasar pada empat atom oksigen

yang terhubung bersama ke dalam bentuk sebuah three-dimensional (3 dimensi).

Bentuk ini disebut sebagai tetrahedron dengan satu silikon atom di bagian

tengahnya seperti pada Gambar 2.9. Bila dihitung, jumlahnya sangat banyak

hingga beribu-ribu tetradron yang tergabung bersama, dengan membagikan satu

ujung ke ujung atom oksigen lainnya menuju kristal silika.

22 BAB II Tinjauan Pustaka

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Gambar 2.9 Struktur Tetrahedron Quartz (SiO2)

Silika biasanya memiliki warna bervariasi atau putih tetapi secara teratur

dan terstruktur memiliki warna yang murni seperti besi dan dapat pula warna

lainnya. Silika dapat menjadi transparan bahkan tembus cahaya.

Tergantung pada bagaimana silika disimpan kemudian dibentuk, butiran

silika dapat menjadi tajam dan kaku, agak-kaku, agak-bundar ataupun bundar.

Aplikasi pengecoran dan penyaringan menuntut butiran silika yang agak bundar

atau butiran bundar sekalipun agar mendapatkan performa terbaik dalam

penerapan filtrasi dengan menggunakan Batu Agate/silika (Ariffin 2004).

2.9.1.2 Komposisi Batu Agate

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai sampel batuan

agate, telah ditemukan batuan agate dengan senyawa sebagai berikut :

- SiO2 : 81,4-92,4%

- Al2O3 : 3,94-8,84%

- FeO, Fe2O3 : 0,5-2,91%

- TiO2 : 0,12-0,43%

- CaO : 0,12-2,82%

- MgO : 0,16-1,56%

- Na2O, K2O : 1,7-4,37%

- Less on Ignition : 0,9-5%

(Sumber: Ariosuku 2008)

BAB II Tinjauan Pustaka 23

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

2.10 Thermoluminescene (TL)

Termoluminesensi (TL) adalah fenomena emisi cahaya dari sebuah insulator

atau semikonduktor dimana ketika substansi dilepas, energi telah disimpan

melalui penyerapan radiasi alami atau buatan. Pengertian lain mengatakan bahwa

termoluminesensi adalah bentuk pendaran pada bahan kristal tertentu seperti pada

beberapa mineral. Bila sebelumnya diserap energi dari radiasi elektromagnetik

atau radiasi pengion lainnya dipancarkan kembali sebagai cahaya pada pemanasan

material.

TLD, apabila menerima paparan radiasi dengan dosis tertentu dapat

menyebabkan sebagian elektronnya terperangkap. Kemudian apabila TLD itu

menerima stimulasi panas, elektron yg terperangkap tersebut kembali ke posisi

semula dan pada saat itu dia akan berpendar (luminesensi). Intensitas luminesence

ini sebanding/setara dengan nilai dosis yang diterimanya. Kemungkinan elektron

yang masih tersisa pada TLD dapat dibersihkan dengan proses annealing. Setelah

itu TLD yang diperkirakan sudah bersih, siap digunakan untuk proses pengukuran

dosis selanjutnya. TLD sebelum digunakan, harus di-annealing pada temperatur

tertentu dahulu, kemudian disinari, lalu dibaca dengan alat baca TLD (TLD

reader), dan di-annealing lagi. Hal ini merupakan satu siklus penggunaan TLD

dan biasanya memerlukan waktu 1 – 2 hari. Karena TLD yang dipapari radiasi

harus didiamkan dahulu sekitar 24 jam untuk membersihkan elektron pada

perangkap dangkal.

Sebuah pertumbuhan linier TL dengan dosis radiasi yang diserap merupakan

kriteria penting dalam penggunaan TL dalam berbagai aplikasi, seperti:

i. TLD (Thermoluminescene Dosimeter) – personal dosimetri.

ii. Aplikasi medis.

iii. Studi geologi – TL meteorit, TL dari lunar material, dating, deteksi shock,

geothermometri (Mckeever 1985).

2.11 Hasil Penelitian Sebelumnya

Banyak penelitian material alternatif respon TL berdosis tinggi sudah dilakukan

mengenai berbagai jenis batu seperti batuan permata, topaz, jadem, jasper, dan silika.

24 BAB II Tinjauan Pustaka

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Hasil penelitian menunjukkan bahwa batuan-batuan dari alam tersebut dapat

diaplikasikan sebagai detektor radiasi dosis tinggi. Salah satunya penelitian yang

dilakukan oleh (Teixeira, dkk 2011) bertujuan untuk menganalisa kemampuan batu onyx

berbasis silika dengan variasi warna putih, hitam, dan stripped dalam merespon dosis

radiasi yang tinggi. Variasi dosis yang diberikan yaitu 0,1 kGy, 1 kGy, 5 kGy, 10 kGy.

Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh respon dosis terhadap variasi tersebut maka

dilakukan analisa thermoluminescent menggunakan TL Reader (Harshaw Chemical Co.,

model 2000 A/B) dengan kecepatan pemanasan 10oC/detik.

Tabel 2.5 Penelitian sebelumnya tentang Termoluminisensi Dosimeter (TLD) dengan

menggunakan material batuan alam.

Tahun Peneliti Material Cvmax (%) Keterangan Variasi

Dosis

2011 Teixeira, dkk

Onyx-Putih 5,4 Sensitivitas radiasi tertinggi

pada (Onyx-Putih)

0,1 kGy, 1 kGy, 5 kGy, 10

kGy

Onyx-Hitam 5,8

Onyx-stripped 6,5

2012 Teixeira, dkk

Gasper-Teflon (Green) 4,4

Sensisitivitas radiasi tertinggi pada Gasper-teflon (Green)

Gasper-Teflon (Striped) 4,7

5 kGy dan 10 kGy

Gasper-Teflon (Ocean) 5,3

Gasper-Teflon (Brown) 4,6

Gasper-Teflon (Red) 4,5

2013

Amorim R.A.P.O.

d dkk

Polytetrafluoroethylene (PTFE) -

Semakin Tinggi irradiation heat-

treatment semakin tinggi

intensitasnya, maka semakin

sensitive, Teflon lebih murah dan

mudah di preparasi

5 Gy, 1 kGy, 5 kGy, 10 kGy, dan 30 kGy

Androme Andesit-Teflon 10,4- Sensitivitas radiasi 1 kGy, 3

BAB II Tinjauan Pustaka 25

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

da Dwi laksono

18,89 tertinggi dan sifat residunya yang paling sedikit

adalah (pasir silica – Teflon)

kGy, dan 10 kGy

Onyx-Teflon 4,1-17,21

Batu Agate-Teflon 2,21-52,86

Berikut adalah hasil dari penilitian Andromeda dan Teixeir mengenai pengujian Anylze Activity neutron (AAN) dengan menggunakan batuan alam. Seperti table dibawah ini :

Tabel 2.6 Pengujian AAN yang dilakukan Teixeir, dkk terhadap sampel Jasper

Element (mg/kg)

Green Jasper

Red Jasper Brown Jasper

Ocean Jasper

Striped Jasper

Ba 76 ± 8 468 ± 23 695 ± 79 5,2 ± 0,6 - Ce 54 ± 4 23 ± 3 1,5 ± 0,1 0,74 ± 0,05 2,0 ± 0,2 Cr 75 ± 5 4,42 ± 0,02 - 0,16 ± 0,02 0,66 ± 0,02 Hf 3,4 ± 0,3 4,17 ± 0,05 0,02 ± 0,002 0,95 ± 0,05 - Na 4,4 ± 0,2 - 63 ± 3 572 ± 26 155 ± 10 Nd 24 ± 3 11,7 ± 0,6 2,0 ± 0,2 - 0,8 ± 0,02 Th 8,9 ± 0,6 12,5 ± 0,3 - - 0,087 ± 0,006 Zn 139 ± 6 9,3 ± 0,3 6,1 ± 0,4 2,4 ± 0,3 4,0 ± 0,3 Fe 4 ± 0,2 5477 ± 74 4707 ± 175 556 ± 21 138 ± 2

(Teixeir dkk, 2012)

Tabel 2.7 Hasil Analisis AAN untuk Elemen U, Hf, Sb, dan Cs (Andromeda, 2013)

No Sampel Parameter Hasil Uji (mg/kg)

1 Batu Andesit Hitam dari Tulungagung

U - Hf 3,172±0,350 Sb 0,903±0,064 Cs 0,677±0,020

2 Batu Kalsit Putih dari Desa Kramat

U 1,038±0,102 Hf 0,239±0,040 Sb - Cs 0,471±0,040

3 Batu Onyx Hijau dari Trenggalek

U 8,928±0,800 Hf 2,915±0,800 Sb 1,166±0,101 Cs 2,766±0,110

4 Batu Kalsit Hitam dari Panggul

U 1,425±0,120 Hf 0,502±0,060 Sb 0,381±0,084 Cs 0,388±0,060

5 Batu Agate dari PT. Varia Usaha

U 0,538±0,030 Hf 1,547±0,160

26 BAB II Tinjauan Pustaka

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Sb - Cs 0,275±0,030

6 Batu Kalsit Bening dari Bawean

U 0,328±0,030 Hf 0,069±0,006 Sb - Cs 0,225±0,010

7 Batu Kalsit Hitam Putih dari Bojonegoro

U - Hf 0,271±0,030 Sb 0,132±0,020 Cs 0,374±0,020

8 Batu Kalsit Kuning dari Bawean

U 0,177±0,023 Hf - Sb 0,072±0,010 Cs 0,228±0,020

Dapat dilihat dari table hasil pengujian AAN dari Teixeir, dkk dan Andromeda

didapatkan bahwa unsur Uranium, Hafnium, Siberium, dan Cesium adalah unsur

yang radioaktif sehingga berpotensi meningkatkan respon dosis dari suatu

material, dan pada hasil pengujian Andromeda didapatkan yang memiliki

sensitivitas yang paling baik adalah pasir silika dan batu onyx menurut

Andromeda sehingga diperlukan penelitian terhadap material-material yang

berbasis silika dan berasal dari alam sebagai aplikasi dosis radiasi tinggi .

BAB II Tinjauan Pustaka 27

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

~ halaman ini sengaja dikosongkan ~

28 BAB II Tinjauan Pustaka

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Peralatan dan Bahan

3.1.1 Peralatan Proses Penelitian

Proses penelitian yang dilakukan menggunakan alat-alat sebagai berikut :

1. Sieve Shaker,

digunakan untuk menyaring ukuran serbuk yang diinginkan.

2. Timbangan (Digital),

digunakan untuk mengukur massa spesimen

3. Seperangkat Spektrometer Gamma dengan detektor Germanium kemurnian

tinggi HPGe (ε =15 %, FWHM=1,89 keV pada 1,33 MeV), untuk pengujian

Analisis Aktivasi Neutron (AAN). Gambar 3.1 menunjukkan sistem

spektrometer gamma yang dirangkai dengan detektor HPGe.

Gambar 3.1 Sistem Spektrometer Gamma yang Dirangkai

dengan HPGe. (Puspitek, Batan)

4. Ayakan karl kalb 100 mesh

5. Penumbuk dan lumpang penumbuk yang terbuat dari bahan stailess steel

grinder agath blander.

Digunakan untuk peremukan batuan agate

6. Dosimeter termoluminesensi (TLD-3500) buatan Thermo Scientific Harshaw

Chemical Company, USA dari Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi

29

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Radiasi – Badan Tenaga Nuklir Nasional digunakan untuk menguji respon

dosis radiasi ionisasi pada sampel.

Gambar 3.2 Manual TLD Reader Model 3500

7. Mesin kompaksi hidrolik, berfungsi untuk memadatkan campuran serbuk

Teflon dengan serbuk bahan uji.

8. Mesin uji FTIR Nicolet I S10,

digunakan untuk melihat komposisi kimia yang terdapat pada spesimen.

Gambar 3.3 Mesin Uji FTIR

9. Mesin uji XRD PW 3040/60 X’Pert PRO Instrumen Enclosure, digunakan

untuk melihat perubahan fasa yang terjadi pada spesimen.

30 BAB III Metodologi Penelitian

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Gambar 3.4 Mesin Uji X-ray Diffraction

10. Mesin uji SEM FEI INSPECT S50, digunakan untuk melihat struktur mikro

dan struktur kristal pada spesimen yang lebih detail.

Gambar 3.5 Mesin Uji Scaning Electron Machine

11. Furnace, berfungsi untuk mengeringkan spesimen setelah proses pencucian

dan memberi perlakuan panas.

3.1.2 Bahan Percobaan

Bahan dosimeter yang digunakan merupakan batuan agate dari beberapa jenis yang

memiliki kualifikasi tertentu, yang diantaranya yaitu:

a. Brown Agate

b. Dark Yellow Agate

c. Grey Agate

d. Dark Grey Agate

BAB III Metodologi Penelitian 31

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

3.2 Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.6 Diagram Alir Peneltian

32 BAB III Metodologi Penelitian

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Preparasi Sampel

Batu yang berasal dari Banjarmasin ini sikenal dengan nama batu hias atau

batu sungai yang sering digunakan untuk bahan cincin, giok maupun kerajinan

lainnya. Namun, ada beberapa masyarakat berpendapat bahwa ada beberapa

batuan tersebut disebut batuan Agate. Maka, dari itu diperlukan pembuktian

apakah benar kandungan batuan-batuan tersebut seperti pada kandungan Agate

dengan SiO2 yang besar dengan cara menguji morfologi dan komposisi kimia

dengan pengujian SEM-EDX, XRD, FTIR, dan AAN.

3.3.2 Pengujian Pra Eksperimen SEM/EDX, XRD, dan FTIR.

Awalnya, sampel-sampel batuan yang masih dalam bentuk bijih batuan

dipecah dengan menggunakan palu pemecah batu sehingga menjadi bagian yang

lebih kecil. Kemudian dilakukan pengujian karakterisasi berupa SEM/EDX,

XRD, dan FTIR.

3.3.3 Pengujian Pra Eksperimen Analisis Aktivasi Neutron (AAN)

Untuk pengujian nuklir, sampel yang digunakan harus baru dan belum

terkontaminasi dari pengujian-pengujian lainnya. Sebelum menuju proses

iradiasi, sampel harus berukuran sangat kecil, yaitu 100 mesh. Maka dari itu,

perlu dilakukan proses milling dengan penumbukkan hingga sampel menjadi

serbuk. Setelah itu dilakukan proses pengayakan hingga sampel yang berupa

serbuk tadi lolos 100 mesh. Selain itu, sampel yang berupa serbuk harus

homogen sehingga setelah memenuhi syarat dapat melakukan pengujian Analisis

Aktivasi Neutron (AAN) di PTAPB (Pusat Tenaga Akselerator dan Proses

Bahan) BATAN.

3.3.4 Pengujian Respon Dosis Radiasi

Setelah mendapatkan sampel berbasis Silika dari hasil Pengujian,

dilakukan pengujian respon dosis radiasi. Tahapan-tahapan preparasi sampel

ialah sebagai berikut:

BAB III Metodologi Penelitian 33

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

i. Dalam proses pembersihan khususnya batu, spesimen

dihancurkan hingga berbentuk lebih kecil kira-kira hingga 2-3

gram.

ii. Lalu proses pencucian specimen dengan 1 % HCl solution selama

2 menit dan kemudian dengan aquades. Tujuannya yaitu untuk

menghilangkan berbagai material organik pada spesimen (volatil).

iii. Kemudian dikeringkan di Muffle furnace dengan temperatur 135 oC selama 2 jam.

iv. Setelah itu dilakukan milling dan pengayakan hingga

mendapatkan 100 mesh.

v. Proses penghilangan partikel magnet menggunakan magnet

(Ramaswamy.dkk, 2012).

3.3.5 Proses Pembuatan Pelet

Penelitian ini berawal dimana raw material masih dalam bentuk batuan

yang berukuran (4-8 cm). tahap selanjutnya adalah, peremukan batuan dengan

menggunakan alat peremuk yang memiliki kekerasan diatas kekerasan batuan

yang akan diremukan.

Gambar 3.7. Sampel Batu Agate (a) Brown Agate, (b) Dark Yellow Agate,

(c) Grey Agate, (d) Dark Grey Agate.

34 BAB III Metodologi Penelitian

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Keempat sampel ditumbuk hingga halus dengan ukuran butirnya

berdiameter antara 0,074-0,177mm (Teixeira dkk 2011). Proses penghalusan

sampel dengan menggunakan penumbuk dan lumpang seperti yang dilakukan

dalam penelitian (Ramaswamy, 2012) dan (d’Amorim, 2011). Keempat sampel

yang merupakan jenis material keramik yang keras mampu dihancurkan dengan

penumbuk dan lumpang yang sifat mekaniknya lebih keras dan kuat. Setelah

keempat sampel ditumbuk, proses selanjutnya yaitu sieving. Pada penelitian kali

ini, ukuran yang diambil yaitu 140 µm atau 0,14 mm setara dengan 100 mesh.

Hal ini dilakukan guna menghilangkan impurities yang tidak diinginkan

karena pengambilan bahan kedua sampel tersebut langsung dari tambang sehingga

perlu perlakuan khusus. Tujuan dilakukannya pembersihan ini adalah untuk

menghilangkan berbagai material organik dan karbonat serta setiap fluorida yang

mungkin telah diendapkan selama proses etsa sebelumnya pada spesimen yang

tidak diharapkan pada fenomena thermoluminescence (Preusser dkk 2009).

Untuk menghilangkan kandungan air pada batu agate dilakukan proses

drying dengan menggunakan horizontal furnace pada temperatur 135 oC selama 2

jam dengan kecepatan pemanasan 10 oC/menit. Selanjutnya kepingan-kepingan

sampel dijadikan serbuk dengan ukuran 100 mesh Langkah berikutnya adalah

menghilangkan partikel magnet dengan menggunakan magnet batang.

Tahap berikutnya adalah proses pembentukan pellet dengan cara

pencampuran masing-masing bahan (Brown Agate, Dark Yellow Agate, Grey

Agate, dan Dark Grey Agate) yang sudah berbentuk serbuk dengan Teflon jenis

PTFE (Polytetrafluoroethylene). Proses pencampuran dilakukan dengan

menggunakan dry mixing. Digunakan Teflon jenis PTFE karena sangat cocok

sebagai agglutinator untuk menghindari kerapuhan dan sifat higroskopisitas pada

pellet. Selain itu Teflon memiliki kelebihan inert, stabil, tidak merusak, dan

sebagai pengikat yang baik (d’Amorim. dkk, 2011). Campuran digunakan dengan

perbandingan ukuran antara batu agate dengan Teflon yakni 1:2.

Proses penghalusan Teflon hingga menjadi lebih kecil tidak dapat

dilakukan dengan ball milling ataupun penumbukkan karena sifat Teflon yang

mudah menempel membuat permukaan Teflon menjadi bertambah luas. Oleh

karena itu metode pemotongan Teflon menggunakan pisau blender menjadi

BAB III Metodologi Penelitian 35

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

langkah yang tepat untuk menghaluskannya. Di sisi lain, Teflon memiliki sifat

yang lengket dan menggumpal antar ikatan Teflon sehingga pengadukan dengan

magnetic stirrer tidak cukup untuk membuat campuran menjadi homogen. Maka

dari itu, untuk homogenisasi dilakukan alternatif metode dengan menggunakan

ultrasonic cleaner untuk menghomogenisasi campuran Teflon dengan sampel.

Waktu yang dibutuhkan yaitu 30 menit. Hasil campuran terlihat pada Gambar 3.8.

`````

Gambar 3.8. Sampel batu agate dan Teflon setelah dikompaksi (a) Brown Agate,

(b) Dark Yellow Agate, (c) Grey Agate, (d) Dark Grey Agate.

3.3.6 Pengujian Perlakuan Panas

Perlakuan panas dilakukan sebelum dilakukan iradiasi pada pellet.

Perlakuan panas yang dilakukan yaitu annealing. Berdasarkan penelitian dari

Teixera dan kawan-kawan tahun 2011, perlakuan panas pada pellet dilakukan

sebesar 300oC selama 1 jam untuk annealing dan 130oC selama 5 menit pada

post annealing. Kecepatan pemanasan saat pembacaan menggunakan TLD

Reader yaitu 10oC/detik pada atmosfer nitrogen (95% Nitrogen dan 5%

Hidrogen) dengan constant flow 4L/menit dengan tekanan 20 psi. Tujuannya

dialiri nitrogen yaitu untuk mengurangi sinyal TL yang berasal dari radiasi bukan

36 BAB III Metodologi Penelitian

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

pengion. Hal yang sama dilakukan pada penelitian Teixeira dan Caldas tahun

2012.

Penentuan annealing mempengaruhi respon dan sensitivitas dosimeter.

Dalam proses perlakuan panas ini bertujuan untuk mengembalikan elektron yang

sebelumnya terperangkap ke posisi semula. TLD yang apabila menerima paparan

radiasi dengan dosis tertentu dapat menyebabkan sebagian elektronnya

terperangkap. Kemudian apabila TLD menerima stimulasi panas, elektron yang

terperangkap tersebut kembali ke posisi semula dan pada saat itu akan berpendar

(luminesensi). Intensitas luminesensi ini sebanding/setara dengan dengan nilai

dosis yang diterimanya. Untuk tujuan post annealing yaitu untuk dapat

melakukan proses pembacaan secara langsung tanpa menunggu waktu beberapa

jam. (Hasnel. Dkk, 2005)

Pemberian stimulasi panas yang cukup tinggi pada TLD dapat

menyebabkan thermal quenching dimana akan berdampak pada kerusakan bahan

TLD. Untuk menghindari kemungkinan ini, maka dilakukan annealing TLD pada

temperatur yang lebih rendah dari temperatur yang direkomendasikan (Hasnel

dan Diah 2012). Pada penelitian kali ini, temperatur yang digunakan ialah 200oC,

300oC, dan 400oC selama 1 jam mengingat temperatur didih Teflon pada

spesifikasi bahan untuk penelitian kali ini yaitu 327oC.

3.4 Pengujian

3.4.1 Scanning Electron Microscope (SEM)

Scanning Electron Microscope adalah jenis mikroskop elektron yang

menampilkan gambar morfologi sampel dengan memanfaatkan sinar elektron

berenergi tinggi dalam pola raster scan. Cara kerja SEM adalah dengan

menembakkan elektron dari electron gun lalu melewati condencing lenses dan

pancaran elektron akan diperkuat dengan sebuah kumparan, setelah itu elektron

akan difokuskan ke sampel oleh lensa objektif yang ada dibagian bawah. Pantulan

elektron yang mengenai permukaan sampel akan ditangkap oleh backscattered

electron detector (BSE) dan secondary electron detector yang kemudian

diterjemahkan dalam bentuk gambar pada display. Berikut gambar mekanisme

kerja SEM:

BAB III Metodologi Penelitian 37

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Gambar 3.9 Mekanisme Kerja SEM (Martinus. D, 2013)

Pengujian dilakukan pada sampel yaitu saat sampel dalam keadaan pure

(belum bercampur dengan material lain), saat sampel berukuran 100 mesh dan

saat sampel dalam keadaan dicampur dengan serbuk Teflon. Pengujian ini

menggunakan mesin SEM Inspect S50 dengan preparasi, Sampel yang digunakan

pasir agate dalam bentuk serbuk dengan ukuran 10 mesh. Sebelumnya dilakukan

coating pada sampel. Sampel ditempelkan pada holder kemudian dimasukkan ke

dalam mesin SEM. Permukaan sampel diamati dengan berbagai perbesaran. Dari

hasil uji SEM dapat diketahui topografi dan morfologi permukaan sampel. Ukuran

partikel dan persebarannya dicari saat mendapatkan sampel berbasis silika

sebelum dan sesudah dicampur serbuk Teflon.

3.4.2 X-ray Diffraction (XRD)

XRD merupakan salah satu alat pengujian material yang biasanya

digunakan untuk identifikasi unsur atau senyawa (analisis kualitatif) dan

penentuan komposisi (analisis kuantitatif). Analisis yang dilakukan berhubungan

dengan alat ukur yang lain misalnya SEM ataupun TEM. Pengamatan dengan

mikroskop akan menjelaskan bagaimana distribusi fasa yang teridentifikasi

berdasarkan hasil XRD.

38 BAB III Metodologi Penelitian

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Pengujian XRD memanfaatkan difraksi dari sinar-X. Secara umum prinsip

kerja XRD dapat dilihat pada gambar 3.10. Generator tegangan tinggi berfungsi

sebagai pembangkit daya sumber sinar-X pada bagian x-ray tube. Sampel

berbentuk serbuk yang telah dimampatkan diletakkan diatas wadah yang dapat

diatur posisinya. Lalu berkas sinar-X ditembak ke sampel dan didifraksikan oleh

sampel, masuk ke alat pencacah. Intensitas difraksi sinar-X ditangkap oleh

detektor dan diterjemahkan dalam bentuk kurva.

Gambar 3.10 Skema Kerja XRD (clevelandanalytical Co., Ltd 2011)

Sampel batuan dan pasir dianalisa menggunakan XRD. Setelah mendapatkan

sampel berbasis silika dari hasil uji, dilakukan pengujian XRD, yaitu sesudah

sampel dicampur dengan serbuk Teflon. Data dan grafik hasil pengujian XRD

selanjutnya dicocokkan dengan JCPDS (Joint Committee of Powder Diffraction

Standard) untuk mengetahui struktur kristal yang sesuai.

Dari data hasil pengujian XRD juga dapat ditentukan ukuran kristal sampel

yaitu dengan menggunakan persamaan Scherrer:

(3.1)

Dimana D adalah ukuran kristal (Ǻ), λ adalah panjang gelombang radiasi (Ǻ), B

adalah Full Width at Half Maximum (rad) dan ө adalah sudut Bragg (o).

BAB III Metodologi Penelitian 39

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

3.4.3 Fourier Transforms Infrared Spectrometer (FTIR)

Pengujian FTIR dengan menggunakan alat FTIR Nicolet I S10 yang

berada di Laboratorium Karakterisasi Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS.

Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared) merupakan spektroskopi

inframerah yang dilengkapi dengan transformasi Fourier untuk deteksi dan

analisis hasil spektrumnya.

Metode spektroskopi yang digunakan adalah metode absorbs, yaitu metode

yang yang didasarkan atas perbedaan penyerapan radiasi inframerah. Inti

spektroskopi FTIR adalah interferometer Michelson yaitu alat untuk menganalisis

frekuensi dalam sinyal gabungan. Spektrum inframerah tersebut dihasilkan dari

pentrasmisian cahaya yang melewati sampel, pengukuran intensitas cahaya

dengan detektor dan dibandingkan dengan intensitas tanpa sampel sebagai fungsi

panjang gelombang. Spektrum inframerah yang diperoleh kemudian diplot

sebagai intensitas fungsi energi, panjang gelombang (mm) atau bilangan

gelombang (cm-1) (Anam, Sirojudin, dan Firdausi 2007).

Skema alat spektroskopi FTIR secara sederhana ditunjukkan pada gambar di

bawah ini

Gambar 3.11 Skema Alat Pengujian FTIR (Anam C. dkk, 2007)

Gambar 3.11 menunjukkan skema alat spektroskopi FTIR dengan

keterangan sebagai berikut: Pada gambar dengan angka 1 menunjukkan sumber

infra merah, pada gambar dengan angka 2 menunjukkan pembagi berkas (beam

spliter), pada gambar dengan angka 3 menunjukkan kaca pemantul, pada gambar

dengan angka 4 menunjukkan sensor infra merah, pada gambar dengan angka 5

40 BAB III Metodologi Penelitian

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

menunjukkan posisi sampel, dan pada gambar dengan angka 6 menunjukkan

layar.

Penggunaan spektroskopi FTIR untuk analisa banyak digunakan untuk

identifikasi suatu senyawa. Hal ini disebabkan Spektro FTIR suatu senyawa

(missal senyawa organik) bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan

mempunyai spektrum yang berbeda pula. Vibrasi ikatan kimia pada suatu molekul

menyebabkan pita serapan hampir seluruhnya di daerah spektrum IR yakni 4000 –

400 cm-1.

Formulasi bahan polimer komersial dengan kandungan aktif bervariasi

sebagai kandungan pemplastis, pemantap dan anti oksidan, memberikan kekhasan

pada spektrum IRnya. Analisis IR memberikan informasi tentang kandungan

aditif, panjang rantai, dan struktur rantai polimer. Disamping itu, analisi IR dapat

digunakan untuk karakterisasi bahan polimer yang terdegradasi oksidatif dengan

munculnya gugus karbonil dan pembentukan ikatan rangkap pada rantai polimer.

Gugus lain yang menunjukkan terjadinya degradasi oksidatif adalah gugus

hidroksidasi dan karboksilat.

Langkah operasi pengujian FTIR ini adalah:

1. FTIR dinyalakan selama 30-60 menit untuk warming up.

2. Komputer dinyalakan berikut mengaktifkan software Grams/IR sampai

inisialisasi instrument selesai.

3. Mengoperasikan software Grams/IR dengan mengeklik Instrument –

Adjust parameter dan mengisikan data-data yang sesuai parameter.

4. Kemudian menjalankan tools “Instrument – Scan”.

5. Setelah selesai, dijalankan tools “arithmetic-Transmission”. Ditunggu

sampai keluar grafik.

Akan keluar Spektrum yang terakhir, ini adalah data sampel yang benar.

3.4.4 Analisis Aktivasi Neutron (AAN)

Analisis Aktivasi Neutron (AAN) adalah salah satu teknik nuklir yang

digunakan untuk mengkuantifikasi unsur-unsur kimia yang terkandung dalam

suatu materi. Pengujian AAN merupakan pengujian yang dapat mencari unsur

tertentu yang sulit dideteksi oleh alat-alat pengujian konvensional seperti

BAB III Metodologi Penelitian 41

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

pengujian EDX. Teknik ini didasarkan pada reaksi penangkapan neutron termal

oleh inti atom yang terkandung dalam materi uji. Reaksi inti ini berlangsung di

fasiltas iradiasi yang menyediakan sumber neutron. Hasil interaksi tersebut

menghasilkan spesi atom baru yang kelebihan satu buah neutron dan dalam

keadaan tidak stabil.

Untuk mencapai ke keadaan stabil, spesi tidak stabil tersebut melepaskan

partikel beta yang umumnya diikuti oleh emisi sinar gamma. Sinar gamma yang

diemisikan adalah bersifat khas untuk setiap radionuklida, dan umumnya akan

membentuk suatu spektrum yang disebut sebagai spektrum gamma. Dengan

menggunakan detektor HPGe resolusi tinggi, spektrum yang terbentuk dapat

dipilah dan radionuklida yang terkandung dalam materi dapat diidentifikasi dan

selanjutnya dikuantifikasi.

Gambar 3.12 Iradiasi Cuplikan NAA Berumur Paro Panjang

(PTKMR, Batan)

Teknik ini mempunyai berbagai keunggulan, yaitu pengujian yang bersifat

tidak merusak, sensitivitas pengukuran yang relatif tinggi sampai nanogram (10-

12 g), selektivitas yang tinggi dengan kemampuan identifikasi unsur secara

simultan. Dengan demikian evaluasi unsur-unsur yang terdapat dalam materi

dapat ditentukan secara serempak dalam jumlah cuplikan yang relatif sedikit (50 -

100 mg).

42 BAB III Metodologi Penelitian

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Gambar 3.13 Iradiasi Cuplikan NAA Berumur Paro Pendek

- Iradiasi dan Pencacahan

1. Sampel dalam kelongsong dimasukkan dalam teras iradiasi untuk

proses iradiasi pada daya 100 KW selama 12 jam pada fasilitas

LazySuzan. Iradiasi pertama dilakukan padea tanggal 4 Agustus 2013.

2. Setelah selesai iradiasi didiamkan selama kurang lebih 2 hari.

3. Dilakukan penggantian plastic klip dengan yang baru.

4. Setiap sampel baik batuan dan pasir dicari 4 unsur yang berkaitan

dengan sinyal thermoluminescence (TL), yaitu Cs, Hf, Sb, dan U yang

masing-masing memiliki waktu paruh panjang (seperti pada Gambar

3.20), panjang, sedang dan pendek (seperti pada Gambar 3.14)

5. Didiamkan dengan waktu tunda. Untuk waktu paruh menengah selama

2 hari. Sedangkan waktu paruh panjang selama 1-2 minggu. Kemudian

dilakukan pencacahan sampel dan standar pertama.

6. Dilakukan perhitungan konsentrasi atau kadar sampel yang pertama,

perhitungan dilakukan dengan metoda komparatif.

7. Dilakukan pencacahan kedua dengan waktu tunda yang berbeda dan

dilakukan perhitungan seperti langkah (5).

BAB III Metodologi Penelitian 43

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Gambar 3.14 Skema Proses Analisis Aktivasi Neutron

3.5 Pengujian Dosis Radiasi

Pembacaan dosis radiasi menggunakan alat TL Reader merk Harshaw jenis

3500 seperti pada Gambar 3.14. Konsep dasar untuk menjelaskan fenomena TL

adalah konsep pita energi elektron (model pita). Dalam model ini digambarkan

bahwa pada kristal terdapat tingkat-tingkat energy tertentu yang dipisahkan oleh

suatu pita larangan. Model pita energi terdiri atas pita valensi, daerah perangkap

dan daerah konduksi. Mekanisme termoluminesensi dapat dijelaskan seperti pada

Gambar 2.6.

Berdasarkan review mengenai silika sebagai natural luminescence dosimeter,

terdapat model pita energi yang tampak pada silika. Model ini diwakili oleh

diagram tingkat energi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6. Radiasi

pengion mengeluarkan elektron dari pita valensi dan sebagian besar elektron

diusir dan bergabung kembali dalam kisi dengan energi yang dibebaskan sebagai

Pencacahan ketiga 6-12 jam

Pencacahan pertama 300 detik

Peluruhan 120 detik

Peluruhan 120 menit

Al, U, Mg, Cl, Cu

Na, K, Mn

16 jam 2,7x103ncm-

2det-1

As, Mo, Cd, La, Sm, Au

Cd, As

Sc, Cr, Fe, Co, Zn, Se, Rb, Ag, Sb, Cs, Th

Cs, Hf

90 detik 2,7x1013 n.cm-2.det

Iradiasi Pertama

Pencacahan kedua 600 detik

Peluruhan 20-30 hari

Peluruhan 5-7 hari

Peluruhan 30-50 hari

Iradiasi Kedua

Pencacahan dan Compton

suppressed 6-12 Pencacahan

keempat 12 jam

Pemisahan radionuklida

Peluruhan < 12 hari

44 BAB III Metodologi Penelitian

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

foton. Namun, beberapa elektron terjebak pada cacat dalam kisi kristal, ini

ditampilkan sebagai perangkap elektron dalam celah energi terlarang. Dalam

Gambar 3.15, lima perangkap elektron (i = 1 sampai 5) akan ditampilkan pada

kedalaman yang berbeda di bawah dasar pita konduksi.

Elektron dapat tetap berada dalam perangkap termal stabil (i = 2 sampai 5)

untuk jangka waktu yang lama, asalkan mineral tidak terkena energi yang cukup

untuk melepaskan elektron. Energi yang dimaksudkan berupa termal, optik atau

mekanis (yaitu tekanan, tegangan, getaran). Penghapusan elektron dari posisi

semula meninggalkan defisit lokal muatan negatif dalam kisi-kisi. Dalam hal

tingkat diagram energi (Gambar 3.16), ini disebut sebagai lubang. Lubang

diproduksi di pita valensi. Lubang ini dapat menjadi terperangkap pada cacat

dengan muatan negatif dan kemudian bertindak sebagai pusat rekombinasi;

Penataan ulang ini kemudian menjadi menarik bagi elektron bebas.

Dalam Gambar 3.20, empat pusat rekombinasi (j = 6 sampai 9) akan

ditampilkan. Ketika elektron bergabung dengan sebuah lubang, energi dilepaskan,

hal ini mungkin akan dilepaskan nonradiatively sebagai fonon, atau jika ada cacat

yang sesuai, energi ini mungkin akan dilepas sebagai foton, dalam hal ini pusat

rekombinasi dikatakan radiasi. Pusat-pusat radiasi disebut sebagai

pusat luminescence (pusat L, j = 8 in Gambar 3.20), yang menimbulkan TL atau

Sinyal OSL ketika elektron telah dibebaskan dari perangkap akibat perlakuan

panas atau cahaya. Nonradiative termal stabil pusat rekombinasi (j = 9)

diidentifikasi secara terpisah sebagai ' killer center ' ( K ) yang bersaing dengan

pusat L untuk lubang. Pusat K memainkan peran penting dalam perubahan

pemodelan sensitivitas luminescence. Dua perangkap lubang (j = 6 dan j =7)

dimana termalnya tidak stabil, pusat rekombinasi non – radiasi (' lubang waduk '

R1 dan R2). Penjelasan serupa perangkap elektron dan pusat luminescence dapat

diterapkan untuk setiap kristal material. (Preusser dkk 2009)

BAB III Metodologi Penelitian 45

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Gambar 3.15 Diagram Tingkat Energi Menunjukkan Perangkap yang Berbeda

dan Pusat-Pusat Rekombinasi (Preusser dkk 2009)

Penyinaran dosis iradiasi dosis tinggi dilakukan di PTKMR BATAN Jakarta

Selatan menggunakan Iradiator Panorama Serbaguna (Irpasena) seperti pada

Gambar 3.16 (a) dan (b). Spesifikasi mesin berupa aktivitas Co-60 dengan jarak

tembak dari sumber sepanjang 20 cm dan laju dosisnya 4.651,65 Gy/jam. Untuk

dosis rendah menggunakan sumber standar seperti pada Gambar 3.16 (c).

Spesifikasi dari alat ini sangat cocok untuk pengujian dosimeter personal dimana

mesin ini dapat menghasilkan dosis sebesar 3,8 mGy setiap 17 putaran.

Gambar 3.16 a) Irpasena (Iradiator Panorama Serbaguna), b) Ruang Irradiator

Pada hasil yang berupa TL Glow Curve, intensitas TL yang lebih besar

menunjukkan jumlah energi radiasi yang dikeluarkan oleh material TLD tersebut

sebagai hasil penyerapan energi radiasi. Kemungkinan karena pada material itu,

cacat kristal lebih banyak dikandung yang dapat menjadi trap atau jebakan bagi

pembawa muatan pada kisi. (Puspitasari dan Syarif 2011). Selain itu kenaikan

(a

(b

46 BAB III Metodologi Penelitian

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

intensitas dengan kenaikan dosis membuktikkan bahwa jumlah elektron pada

lokasi tertentu meningkat. (Ramaswamy dan Kalaiarasi 2012)

Gambar 3.17 Sistem TLD Reader yang Digunakan untuk Membaca TLD

(PTKMR, Batan)

Pada sampel yang sudah berupa pelet, pelet dibungkus alumunium foil.

(Teixeira dan Caldas 2012). Proses iradiasi dilakukan dalam temperatur kamar

dengan menggunakan Gamma-Cell 220 System (60Co) pada kisaran dosis antara 1

Gy-10 kGy dengan jarak tembak 20 cm dari sumber. Semua pengukuran TL

diambil dari temperatur ambien hingga 300oC menggunakan constant flow N2

dengan tekanan 10 psi. Dalam pemantauan dosis radiasi personal secara rutin,

fading merupakan parameter yang dapat mempengaruhi perkiraan dosis.

Fenomena fading dapat menyebabkan TLD kehilangan sensitivitas bahan yang

terjadi sebelum TLD diiradiasi dan atau kehilangan sinyal setelah TLD diiradiasi.

Fading pada setiap dosimeter tidak sama yang bergantung pada bahan TLD,

mekanisme pembacaan, proses annealing, parameter tempat dan lamanya waktu

untuk penyimpanan, serta puncak kurva.

Prinsip kerja TLD terlihat seperti pada Gambar 3.19. Alat yang digunakan

untuk pembacaan TL yaitu TLD Reader Harshaw TLD 3500 Thermo Scientific

milik PTKMR BATAN yang terletak di Ruang baca TLD lantai 3 gedung B

PTKMR BATAN Jakarta Selatan. Temperatur ruang baca TLD yaitu 19,1 oC dan

dijaga kebersihan serta kelembaban ruangannya. Penggunaan nitrogen saat

BAB III Metodologi Penelitian 47

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

pembacaan dimaksudkan untuk menghindari efek thermal fading dari respon TL

(Teixeira dkk 2011).

Variasi dosis yang diberikan yaitu 0.1 kGy, 1 kGy dan 10 kGy. Pengulangan

dilakukan sebanyak 2 kali untuk masing-masing pelet lalu dihitung nilai variation

coefficient (CV). Menurut Teixeira dkk (2011), nilai deviasi standar yang baik

pada sampel tidak melebihi 8%. Satu siklus pemakaian TLD seperti yang

dijabarkan di bawah ini:

Pemberian stimulasi panas yang cukup tinggi pada TLD dapat menyebabkan

terjadinya efek thermal quenching yang akan berdampak pada kerusakan bahan

TLD. Efek yang menyebabkan terjadinya penurunan efisiensi luminesensi bahan

dan peningkatan kerapatan medan radiasi pengion, dapat menimbulkan kesalahan

mengestimasi dosis radiasi. Dalam fenomena TL, hubungan antara laju

pemanasan dengan puncak kurva pancar dan intensitas TL merupakan bagian

penting untuk menentukan berbagai parameter kinetik kurva pancar termasuk

menetapkan waktu yang dibutuhkan untuk merekam kurva pancar. Adanya

ketergantungan puncak kurva pancar dengan laju pemanasan dan hubungannya

dengan efek thermal quenching membahas korelasi distribusi temperatur yang

tidak seragam dalam oven pada saat proses annealing, menyebabkan setiap

dosimeter memberikan respon yang relatif tidak sama dan terjadi kehilangan

sensitivitas. Ketergantungan intensitas TL atau tinggi puncak kurva pancar

terhadap laju pemanasan, dapat dinyatakan dalam persamaan (3.2),

−= ∫ dTkTEsx

kTEnI

Tm

Tom

om β

β )/exp(.exp.2 (3.2)

Dimana, Im adalah intensitas maksimum pada temperature Tm, no adalah jumlah

kerapatan elektron terjebak, E adalah energi aktivasi (eV), s adalah faktor

frekuensi (Hz), T = To + β t adalah profil pemanasan linier dengan To sebagai

Sintering Penyinaran dengan dosis tertentu Pembacaan TLD Annealing Penyinaran dengan dosis tertentu Pembacaan TLD Annealing Penyinaran dengan dosis tertentu Pembacaan TLD.

48 BAB III Metodologi Penelitian

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

suhu awal, β = dT/dt adalah laju pemanasan (K/sec) dan k adalah konstanta

Boltzman (eV/K). Dari Persamaan 1, jika paparan radiasi berbanding terbalik

dengan laju pemanasan (n0∝1/β), maka kurva pancar yang dihasilkan tidak

menunjukkan ketinggian puncak yang sama, tetapi akan terjadi penurunan tinggi

puncak dengan peningkatan laju pemanasan (Sofyan 2012)

Adapun tahapan pengujian respon dosis dalam penelitian ini pada sampel berbasis

silika yang berbentuk, yaitu:

i. Pembacaan Background Signal dan Penentuan Tipe Dosimeter

- Langkah pertama, pembacaan sebelum iradiasi atau dikenal pre-

irradiation background signal dilakukan pada ketiga sampel.

- Langkah kedua, pemberian sinar low doses dengan sumber standar

Reference Dose Irradiator 6527 B tahun 1981. Percobaan kali ini yaitu

menggunakan dosis sebesar 38 mGy dengan kecepatan 1,17 mGy/menit

selama 34 menit. Satu jam setelah diiradiasi, ketiga sampel langsung

dibaca di ruang baca TLD.

- Langkah ketiga, post-irradiation background dimana dibaca setelah

pembacaan penyinaran iradiasi. Layaknya dosimeter, pembacaan setelah

pembacaan glow curve seharusnya habis tak tersisa dari sinyal TL.

Pembacaan ini dilakukan setelah pembacaan dari penyinaran 10 kGy

dengan tujuan melihat sinyal residu yang masih melekat pada sampel.

Skemanya seperti pada Gambar 3.18.

1. Penyinaran Gamma

2. Pembacaan TL

3.Pembacaan Background TL

Gambar 3.18 Skema Pembacaan Background TL

ii. Analisis TL Glow Curves

Analisis ini yaitu memperlihatkan semua hasil TL Glow Curves

1kGy, 3kGy, dan 10kGy dengan diwakili tiga buah kurva untuk tiap dosis

(1

(2

(3

BAB III Metodologi Penelitian 49

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

radiasi. Hal yang dianalisis yaitu intensitas total dari sejumlah sampel.

Jumlah pelet yang diuji yaitu sebanyak 27 buah pelet dimana terdapat 9

buah untuk masing-masing sampel. Total intensitas memperlihatkan

sensitivitas pada bahan dosimetri tertentu. Sampel berbasis silika yang

berupa pelet akan dihitung rata-ratanya. Setelah itu diurutkan intensitas

totalnya dimana semakin tinggi intensitas total maka sensitivitasnya

semakin tinggi pula (Teixeira 2011).

iii. Tes Keseragaman TL Glow Curves

Keseragaman TL Glow Curves diamati dari puncak yang terbentuk

dari daerah temperatur tertentu. Terdapat total 27 buah sampel yang akan

diuji yang diantaranya 9 buah untuk masing-masing sampel. Tiap sampel

akan dilihat puncaknya dari berbagai tiga variasi dosis, yaitu 0.1 kGy, 1

kGy, dan 10 kGy. Sehingga masing-masing dosis pada sampel tertentu

terdapat 3 buah puncak yang akan dianalisis posisi temperatur pada

puncaknya. Kemudian ketiga sampel akan dihitung koefisien variasinya

(CV). CV adalah standar deviasi dibagi rata-rata. Nilai CV diperoleh

sesuai dengan persamaan di bawah:

(3.3)

Dimana: σ = standar deviasi

µ = rata-rata pengukuran

Rumus standar deviasi diturunkan seperti pada persamaan (3.4)

(3.4)

Dimana: n = jumlah sampel

Y = nilai sampel

iv. Pengulangan (Repeatability)

Pengulangan dilakukan sebanyak dua kali dengan tiga kali

pembacaan. Pengukuran TL diambil dari interval 50oC hingga 300oC.

1

)( 22

−=∑ ∑

nny

50 BAB III Metodologi Penelitian

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Temperatur annealing yang digunakan yaitu 200oC selama 1 jam. Pelet

campuran sampel berbasis silika dan Teflon diiradiasi lalu didiamkan

selama 4 jam dengan post annealing 130oC selama 5 menit sebelum

dibaca. Perlakuan ini sama dengan pendiaman 20 jam. Perbedaannya yaitu

perlakuan post annealing dengan tujuan dapat langsung dibaca oleh TLD

Reader. Semua pengulangan dilakukan selama 4 hari dimana tiap satu

pengulangan atau satu siklus dilakukan selama 2 hari. Jumlah pelet yang

diuji yaitu sebanyak 9 pelet dimana tiap sampel diwakili 3 pelet kemudian

dicari nilai CV nya. Berikut adalah siklus yang digunakan gambar 3.19.

Gambar 3.19. Siklus Uji Pemakaian Berulang Suatu Dosimeter

v. Reproduksibilitas Respon TL

Pengukuran TL diambil dari interval 50oC hingga 300oC.

Temperatur annealing yang digunakan yaitu 200oC selama 1 jam. Jumlah

pelet yang diuji yaitu sebanyak 36 pelet. Setiap sampel dianalisis

reproduksibilitasnya pada pemakaian pertama dengan tiga variasi dosis,

yaitu 0.1 kGy, 1 kGy, dan 10 kGy. Lalu, tiap dosis pada sampel tertentu

dihitung koefisien variasi (CV) kemudian dicari CV maksimumnya

(Teixeira 2011).

BAB III Metodologi Penelitian 51

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

vi. Kurva Respon Dosis

Kurva respon dosis didapatkan dari penarikan garis linier dari

berbagai variasi dosis (Safitri 2010). Perlakuan panas pada penelitian ini

yaitu annealing 200oC selama 1 jam. Dalam penelitian kali ini, variasi

dosis yang diperlukan yaitu 1.00, 1.000, dan 10.000 Gy dengan

menggunakan radiasi gamma (60Co). Setiap dosis dilakukan percobaan

sebanyak tiga kali kemudian dibuat rata-rata untuk dibuat satu-titik.

Sehingga terdapat 6 titik pada pada grafik. Setelah itu, dihubungkan titik

satu dengan lainnya sehingga membentuk suatu garis. Analisis dilakukan

dengan menghitung regresi linier dari ketiga sampel.

3.6 Rancangan Penelitian

Untuk memperoleh data yang sistematis, maka dari penelitian ini akan

dibuat rancangan seperti pada tabel 3.1 di bawah.

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian

Raw Material

Uji SEM/EDX

XRD, FTIR, AAN

Sampel Berbasis

Pasir Silika

Pembuatan Pelet

Uji SEM

& XRD

Dosis (kGy)

Uji Respon Dosis*

Batu Agate Coklat dengan corak kuning

V Sampel 1 V V

1 V 3 V

10 V

Batu Agate Kuning Tua

V Sampel 2 V V

1 V 3 V

10 V Batu Agate Abu-abu dengan corak hijau

V Sampel 3 V V

1 V 3 V

10 V

Batu Agate Abu-abu Tua

V Sampel 4 V V

1 V 3 V

10 v

52 BAB III Metodologi Penelitian

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Keterangan:

* Siklus pengujian respon dosis dilakukan sebanyak 2 kali pengulangan pada

dosimeter yang sama, sehingga terdapat 3 siklus

3.7 Jadwal Kegiatan Penelitian

Jangka waktu kegiatan selama 5 bulan ditunjukkan pada tabel 3.2

Tabel 3.2 Jangka Waktu Pelaksanaan Kegiatan

No

. Proses Kegiatan

Bulan

I II III IV V

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Studi Literatur

2. Preparasi Spesimen

3.

Pengujian

SEM/EDX, XRD,

dan FTIR

4. Pengujian AAN

5. Pengujian Respon

Dosis

6. Analisa Data

BAB III Metodologi Penelitian 53

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

~ halaman ini sengaja dikosongkan ~

54 BAB III Metodologi Penelitian

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemilihan Material Batuan Alam Sebagai Bahan Dosimeter

4.1.1 Analisa Xray-Diffraction Material Batuan Alam

Grafik hasil pengujian XRD digunakan untuk menganalisa struktur kristal

dan fasa. serta digunakan untuk mengidentifikasi unsur atau senyawa (analisis

kualitatif) dan penentuan komposisi (analisis kuantitatif) pada material batuan

alam untuk dijadikan bahan dosimeter.

Pengujian XRD dilakukan dengan menggunakan alat Philips Analytical,

terhadap sampel batu dan pelet dengan diameter 4 mm dan ketebalan 0,8 - 1 mm.

Pengujian dilakukan dengan sinar X menggunakan range sudut yang tergolong

panjang, yakni 10o-90o dan menggunakan panjang gelombang sebesar 1.54056 Å.

Hasil pengujian terlihat seperti pada gambar 4.1.

Gambar 4.1. Pola XRD pada masing-masing sampel batuan alam a) Brown

55

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Agate, b) Dark yellow Agate, c) Dark Brown Agate, d) Cream Agate, e) Crystal

Agate, f) Black Agate, g) Grey Agate, h) Dark Grey Agate, i) Kelud Mountain

Sand

Gambar 4.1 di atas menunjukan pola XRD dari berbagai jenis batuan dari daerah

Kalimantan & Pasir gunung kelud. Dari puncak-puncak difraksi terlihat ada

kesamaan grafik pada a, b, c, d, f, g, dan h yaitu memiliki sudut yang sejenis, dan

dari material pasir gunung kelud memiliki kandungan yang masih bercampur

dengan senyawa yang lain, sehingga tidak memiliki senyawa yang dominan untuk

dijadikan material TLD. Dan untuk material Jasper yang memiliki sudut 2θ =

29.44º tidak dapat dijadikan bahan untuk pembuatan dosimeter, berdasarkan peak

yang didapat sangat berbeda dengan material SiO2 yang lain, dan presentasi

kandungan yang dimiliki kurang mendekati hasil yang diinginkan. Dari seluruh

material Dosimeter dengan kandungan batu agate terdapat empat material yang

memiliki SiO2 yang besar seperti pada brown agate pada sudut 2θ = 26.7518º,

Dark yellow agate pada sudut 26.80318°, Grey agate pada sudut 26,87003°, Dark

grey agate terjadi pada sudut 26.75305°. Dari keempat material ini dipilih sebagai

bahan TLD, karena memiliki posisi 2θ yang mendekati PDF Card (PCPDF card

no. 85-0335) kita dapat melihat kisi Kristal dan arah bidang kristal dari material

batu agate yang berbasis silika (SiO2). Dari semua material batuan yang diuji

XRD hanya material Kelud Mountain Sand yang tidak menunjukan intensitas, hal

ini dikarenakan banyak material yang terkandung dari batu tersebut dan tidak

memiliki kandungan unsur yang spesifik. SiO2 memiliki material yang memiliki

struktur Kristal Heksagonal. Diperlukan analisa AAN untuk mengetahui

kandungan unsur radioaktif yang ada pada batuan alam sebagai bahan dosimeter

4.1.2 Analisis Aktivitas Neutron (AAN)

Pada pengujian ini, digunakan teknik analisis aktivasi neutron dengan

metode menganalisa elemen-elemen kimia dengan kuantitas ppm (part per

million) yang bertanggung jawab dengan kehadiran sinyal thermoluminesensi.

Terdapat empat elemen kimia yang dapat dicari yaitu U, Hf, Sb, dan Cs. Untuk

mengetahui dari suatu unsur digunakan standar handbook (AEA-TECDOC-564)

56 BAB IV Hasil dan Pembahasan

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

sebagai pedoman nilai energy yang akan dipancarkan oleh masing-masing

unsur. spektrometri gamma ini terdapat di Pustek Bahan dan Industri Nuklir

(PTBIN) – BATAN Kawasan Puspiptek, Serpong,. Hasil AAN seperti pada

Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Analisis Aktivitas Neutron (AAN)

No Sampel Parameter Hasil Uji (mg/kg)

1 Brown Agate

Cs 0,51 ± 0,04 Hf 2,16 ± 0,08 Sb 0,37 ± 0,03 U 0,09

2 Dark Yellow Agate

Cs 0,31 Hf 0,21 ± 0,02 Sb 2,95 ± 0,08 U 1,97 ± 0,06

3 Dark Brown Agate

Cs 0,31 Hf 0,08 Sb 0,41 ± 0,02 U 1,83 ± 0,06

4 Cream Agate

Cs 0,47 ± 0,04 Hf 0,24 ± 0,02 Sb 0,08 U 0,11 ± 0,01

5 Crystal Jasper

Cs 0,31 Hf 0,08 Sb 0,24 ± 0,01 U 0,09

6 Black Agate

Cs - Hf 0,41 ± 0,02 Sb 0,31 ± 0,01 U 0,09

7 Grey Agate

Cs 0,86 ± 0,03 Hf 1,10 ± 0,07 Sb 0,28 ± 0,01 U 0,84 ± 0,07

8 Dark Grey Agate

Cs 0,31 Hf 4,29 ± 0,39 Sb 0,66 ± 0,05 U 1,37 ± 0,09

9 Kelud Mountain Sand

Cs 0,31 Hf 1,40 ± 0,08 Sb 0,20 ± 0,01 U 0,09

BAB IV Hasil dan Pembahasan 57

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Menurut standar (AEA-TECDOC-564) diketahui bahwa untuk material

Uranium memiliki halftime medium atau waktu paruh yang medium, sedangkan

untuk unsur Hafnium memiliki halftime high atau waktu paruh yang panjang.

Pada analisa AAN bagian yang diambil untuk dianalisa saat material terkena

peluruhan gamma dan selanjutnya akan dibaca oleh spektrometri gamma.

Melalui 4 unsur radioaktif yang didapatkan dari pengujian AAN, yaitu

Uranium, Hafnium, Stibium/Antimon, dan Cesium dapat diklasifikasikan

sebagai kandungan unsur suatu material yang tepat digunakan sebagai bahan

pembuatan dosimeter. Batu tersebut adalah Brown Agate, Dark Yellow Agate,

Grey Agate, dan Dark Grey Agate. Berdasarkan table 4.1, Keempat sampel ini

diambil berdasarkan kandungan radioaktif (ppm) yang besar dan ketersediaan

jumlah sampel yang besar. Sehingga, memungkinkan dilakukan pengujian

berulang untuk mendapatkan nilai yang optimal dari suatu dosimeter.

4.1.3 Perbandingan Pengujian Analisis Aktivitas Neutron (AAN) dengan

penelitian Andromeda D. L. pada tahun 2013

Diperlukan untuk melakukan perbandingan dengan pengujian

sebelumnya untuk sebagai acuan korelasi pengujian ini dengan pengujian

dosimeter yang menggunakan batuan alam sebagai dosimeter. Melalui tabel 4.1

dan tabel 2.8 dilakukan perbandingan dengan penelitian yang telah dilakukan

Andromeda pada tahun 2013. Berdasarkan penelitian Andromeda didapatkan

material pasir silika dan onyx sebagai material yang memiliki sensitivitas yang

paling baik, material Onyx dan Pasir silika tersebut memiliki kandungan

Uranium dan Hafnium yang besar dibandingkan dengan material yang lain,

melalui hal tersebut dapat dilakukan pebandingan material terhadap kandungan

uranium dan hafnium.

58 BAB IV Hasil dan Pembahasan

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Tabel 4.2. Hasil perbandingan dengan penelitian sebelumnya. Nama Material Uranium Hafnium Stibium Cesium

Andromeda

Dwi

laksono

Andesit - 3,172 0,903 0,677

Onyx 8,928 2,915 1,66 2,766

Pasir Silika 0,538 1,547 - 0,275

Ridhwan

Haliq

Brown Agate - 2.,16 0,37 0,51

Dark Yellow Agate 1,97 0,21 2,95 -

Grey Agate 0,84 1,1 0,28 0,86

Dark grey Agate 1,37 4,29 0,66 -

Berdasarkan table diatas didapatkan grafik perbandingan 2 sampel terbaik dari

masing-masing penelitian dan kemudian didapatkan nilai respon dari masing

masing material. Untuk material Onyx memiliki 424,166 nC dan untuk material

Pasir Silika 5066,66 nC. Pada material Agate terdapat 2 yang memiliki nilai

respon tertinggi yaitu, Brown Agate 369,533 nC dan Dark Grey Agate 3143,666

nC. Sehingga dapat dijadikan grafik sebagai berikut :

Gambar 4.2. Kurva perbandingan dengan penelitian sebelumnya.

Dari gambar 4.2 perbandingan diatas dapat diketahui nilai respon

berbanding lurus dengan komposisi uranium dan hafnium pada suatu material,

semakin besar kandungan uranium dan hafnium pada material maka semakin

BAB IV Hasil dan Pembahasan 59

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

besar respon yang dapat dilakukan oleh material tersebut. Dapat dinyatakan

bahwa batuan alam yang memeiliki uranium dan hafnium yang besar memiliki

potensi sebagai material dosimeter.

4.2 Karakterisasi Struktur & Morfologi dari Batu Agate Sebagai Bahan

Dosimeter

4.2.1 Analisa Xray-Diffraction Dosimeter

Pengujian XRD untuk pelet dilakukan pada keempat sampel yang

memiliki kualifikasi untuk dijadikan bahan dosimeter berbasis silika, yaitu brown

Agate, dark yellow Agate, grey Agate, dan dark grey Agate. Keempat sampel

tersebut dijadikan dicampurkan dengan Teflon ( Polytetrafluoroethylene ) dengan

perbandingan 1:2, dan kemudian dibentuk pellet lalu diuji XRD yang hasilnya

seperti pada Gambar 4.3.

60 BAB IV Hasil dan Pembahasan

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

BAB IV Hasil dan Pembahasan 61

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Gambar 4.3. Perbandingan hasil pengujian XRD pada material pellet sebelum

dan sesudah dilakukan irradiasi (a) Brown Agate, (b) Dark Yellow Agate, (c)

Grey Agate, (d) Dark Grey Agate.

Pada Gambar 4.3, pola grafik hasil XRD sampel pelet menunjukkan

bahwa keempat sampel pelet memiliki struktur yang kristalin. Karena, pada pola

grafik terlihat puncak yang sangat tinggi. Dari keempat sampel yaitu, grey agate,

dark yellow agate, grey agate, dan dark grey agate mengalami penurunan derajat

kristalinitas dari sebelum dan sesudah pemakaian. Terdapat puncak baru pada

keempat sampel grafik yang merupakan puncak dari Poly(tetrafluoroethylene)

pada sudut 2θ = 18.08º sesuai dengan kartu (PCPDF card no. 47-2217).

Pada puncak-puncak selain PTFE, terjadi penambahan puncak-puncak

baru yang terbentuk dari material asal. Pada seluruh batu agate, setelah dilakukan

penambahan polimer PTFE timbul puncak-puncak kecil baru pada peak dengan

rentang 40 s/d 80. Perhitungan ukuran kristal batu agate dari hasil pengujian

XRD dengan menggunakan persamaan Scherrer (3.1), sehingga didapatkan

ukuran Kristal seperti pada table dibawah ini :

Tabel 4.3. Ukuran kristal Variasi Batu Agate Terhadap Temperatur Heat treatment 400°C Sebelum Iradiation.

Sampel λ (Ǻ) B(rad) θ (o) Cos θ D (Ǻ) Brown Agate 1.54060 0.00233 13.3139 0.973 613.5132

Dark Yellow Agate

1.54060 0.00177 13.3156 0.973 801.468

Grey Agate 1.54060 0.00175 13.3201 0.973 815.611

Dark Grey Agate 1.54060 0.00175 13.3187 0.973 815.611

Berdasarkan table 4.3 diatas maka didapatkan material Grey agate dan

Dark grey agate memiliki ukuran Kristal yang sama dan ukuran Kristal yang

paling besar. Untuk melihat dampak dari perubahan yang terjadi pada seluruh

material batu agate, yang seluruhnya mengalami penurunan intensitas. Diperlukan

62 BAB IV Hasil dan Pembahasan

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

analisa perubahan ukuran Kristal setelah di iradiasi dan dilakukan pemakaian

sebanyak 3X. berikut table dibawah ini :

Tabel 4.4. Ukuran kristal Variasi Batu Agate Terhadap Temperatur Heat treatment 400°C Setelah Iradiation.

Sampel λ (Ǻ) B(rad) θ (o) Cos θ D (Ǻ) Brown Agate 1.54060 0.00175 13.3139 0.973 815.6117

Dark Yellow Agate

1.54060 0.00177 13.3326 0.973 805.1916

Grey Agate 1.54060 0.00150 13.3186 0.973 956.234

Dark Grey Agate 1.54060 0.00145 13.323 0.973 983.36

Berdasarkan table 4.4 terjadi perubahan ukuran Kristal pada saat sebelum dan

sesudah, akibat dari perlakuan panas yang diterima dosimeter mengakibatkan,

ukuran Kristal semakin besar. Terdapat material yang mengalami perubahan

ukuran kristal yang paling besar yaitu, material Dark Grey Agate dan Brown

Agate. Dark Grey Agate dari 815.611(Ǻ) menjadi 983.36(Ǻ), sedangkan untuk

material Brown Agate dari 613.5132(Ǻ) menjadi 815.6117(Ǻ).

4.2.2 Analisa Morfologi dan unsur dengan Menggunakan SEM (Scanning

Electron Microscop) dan EDAX (Energy Dispersive X-ray

Spectroscopy).

Micrograph ditujukan untuk mengambil gambar baik sampel dalam bentuk

serbuk atau pellet dengan menggunakan sekala mikro (1 x 10-6). Pengujian awal

dilakukan pada batu agate yang didapat dari daerah Borneo ini bertujuan untuk

melihat morfologinya dengan pengujian Scanning Electron Microscop (SEM).

Bentuk batuan yang sudah menjadi serbuk atau butiran dapat diamati dengan

pengujian SEM-EDAX. Sebelum semua sampel dimasukkan ke mesin SEM

Inspect S50, terlebih dahulu dilakukan proses coating Pd-Au karena sampel SiO2

termasuk material semi-konduktor. Diperlukan untuk memperjelas gambar yang

diambil. Hasil dari pengujian SEM dapat dilihat pada Gambar 4.4.

BAB IV Hasil dan Pembahasan 63

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Gambar 4.4. Hasil Uji SEM Berbagai Jenis Batuan Agate Perbesaran 5000X

(a) Brown Agate, (b) Dark Yellow Agate, (c) Grey Agate, (d) Dark Grey

Agate.

Hasil SEM pada Gambar 4.4, sampel batuan Brown Agate, Dark Yellow

Agate, Grey Agate, dan Dark Grey Agate. Dari Gambar hasil pengujian SEM

maka bisa dilihat morfologi dari persebaran partikel terhadap jenis batuan serta

morfologi dari jenis-jenis batuan.Hasil SEM dengan perbesaran 5000X terlihat

bahwa semua sampel batuan memiliki topografi yang tidak beraturan. Untuk Pasir

Silika Gambar (4.4, d) tampak berbeda dibandingkan dengan sampel lainnya. Hal

ini disebabkan pada material dark grey agate tidak terlalu lengket dari material

batuan yang lain. Pada hasil EDAX teridentifikasi adanya elemen kimia kualitatif

dari semua sampel Gambar 4.5.

Pada seluruh sampel batu agate dapat dianalisis bahwa, keseluruhan

memiliki elemen utama yaitu ion Si dan O dimana ion O merupakan elemen

64 BAB IV Hasil dan Pembahasan

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

terbesar dari keempat sampel. Hal ini menunjukkan adanya kesamaan sifat dari

keempat sampel secara komposisi kimia. Dalam pengujian EDAX dapat diperoleh

maping untuk menentukan posisi unsur dari Micrograph yang diambil dengan

perbesaran 5000X. berikut data hasil pengujian EDAX dan maping pada material

Brown Agate, Dark Yellow Agate, Grey Agate, dan Dark Grey Agate

BAB IV Hasil dan Pembahasan 65

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Gambar 4.5. Hasil Uji EDAX dan Maping Berbagai Jenis Batuan Alam

Diambil dari Perbesaran 5000 x (a) Brown Agate, (b) Dark Yellow Agate, (c)

Grey Agate, (d) Dark Grey Agate.

Melalui data yang didapatkan dari pengujian EDAX didapatkan perbandingan

masa jenis unsur silicon dan oksigen yang tergantung pada sampel batu agate.

Pada maping unsur gambar SEM yang digunakan pada Gambar 4.5 dengan

perbesaran 5000X Hasil persebaran Silikon ditandai dengan warna hijau dan

untuk persebaran Oksigen ditandai dengan warna merah. Batu agate memiliki

66 BAB IV Hasil dan Pembahasan

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

kandungan tambahan selain Si dan O yang akan mempengaruhi dosimeter.

Pengaruh impuritis akan dibahas pada sub bab`(4.2.5 dan 4.4)

4.2.3 Struktur Morfologi Permukaan Dosimeter Thermoluminescence

Berdasarkan proses pembuatan TLD, material batu agate yang telah

diremukan hingga <100 mesh, kemudian dilakukan pencampuran dengan material

Teflon dengan perbandingan 1:2, 1 untuk batu agate, dan 2 untuk Teflon.

didapatkan pellet yang yang belum dilakukan heat-treatment (Post-heat treatment)

dan setelah dilakukan heat-treatment (Pra-heat treatment). Gambar 4.6 adalah

hasil micrograph Post-Heat treatment.

Gambar 4.6. Bentuk Permukaan pellet dari material (Dark Grey Agate + Teflon)

sebelum dilakukan Heat-treatment.

Dari gambar diatas dapat dilihat persebaran partikel pada permukaan pellet

tidak rata. Hal ini disebabkan karakterisasi dari material Teflon dan batu agate

berbeda. Sehingga kemampuan Teflon sebagai pengikat material SiO2 tidak akan

berbeda dengan pellet yang telah melalu perlakuan panas. Bentuk permukaan

yang tidak rata akan mempengaruhi kekuatan pellet tersebut. Berikut ditunjukan

perbandingan pellet yang Post-Heat treatment dan pellet yang telah di Pra-

heatreatment. Dengan memvariasikan perlakuan panas pada masing-masing pellet

dengan bahan dasar Brown Agate, Dark Yellow Agate, Grey Agate, dan Dark

Grey Agate. Berikut diambil sampel micrograph pada material pellet (dark grey

BAB IV Hasil dan Pembahasan 67

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

agate + Teflon) dengan perbesaran 1000X untuk variasi temperatur heatreatment

(100°C, 200°C, 300°C,dan 400°C).

Gambar 4.7. Bentuk Permukaan pellet dari material Dark Grey Agate + Teflon

setelah dilakukan Heatreatment (a) 100°C, (b) 200°C, (c) 300°C,dan (d) 400°C

Morfologi sampel yang telah ditunjukan melalui gambar 4.7 dapat

diketahui Teflon sangat berpengaruh terhadap dosimeter yang telah dilakukan

heat treatment. Diperlukan analisa pengaruh Teflon terhadap material dosimeter.

4.2.3.1 Pengaruh Teflon (Polytetrafluoroethylene) Pada Permukan Dosimeter

Penambahan Teflon (Polytetrafluoroethylene) pada umumnya

ditambahkan pada setiap jenis dosimeter. Teflon memiliki fungsi sebagai pengikat

(bender) terhadap material semikonduktor yang akan digunakan sebagai bahan

dosimeter. Kemampuan suatu Teflon dipengaruhi heat treatment yang diberikan

pada material dosimeter tersebut. Berdasarkan gambar 4.7 bahwa pada sampel

68 BAB IV Hasil dan Pembahasan

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

dark grey agate dengan perlakuan panas 100°C masih memiliki permukaan yang

tidak teratur hampir menyerupai sampel Post-Heat treatment, hal ini dapat

diketahui fungsi Teflon pada kondisi ini masih sebagai bender dari dosimeter.

Sampel yang memiliki permukaan yang rata dan hampir tidak terdapat timbunan

Teflon yang berlebihan, ditunjukan pada sampel dark grey agate dengan

perlakuan panas 400°C gambar (4.7). sampel dengan perlakuan panas 200°C lebih

baik susunan morfologinya, dibandingkan dengan sampel dark grey agate dengan

perlakuan panas 300°C. Pada sampel 300°C terjadi 2 kondisi Teflon yaitu, sebagai

bender dan agglutinator. Ketika pembacaan dengan menggunakan TLD-reader

diberikan energi panas yang akan mempengaruhi Teflon yang mengalami awal

perubahan fase dari fungsi menjadi bender menjadi agglutinator terhadap

perpindahan elektron. Perubahan fase Teflon akan mempengaruhi nilai intensitas

TL dari suatu dosimeter. Pengaruh perubahan fase Teflon terhadap intensitas TL

akan dibahas pada sub bab (4.3). Teflon memiliki band gap lebih dari >7 ev, yang

akan mempengaruhi perpindahan elektron dari pita valensi menuju pita konduksi

(J. Thomas Dickinson, 2014). Perubahan fasa Teflon berawal dari temperatur

glass yang dimiliki Teflon. sehingga, nilai dari respon akan berpengaruh terhadap

nilai respon TL dari dosimeter.

4.2.4 Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)

Spektroskopi FTIR merupakan suatu metode analisis yang dipakai untuk

karakterisasi bahan polimer dan analisis gugus fungsi yang ada pada material

TLD. Dengan cara menentukan dan merekam hasil spektra residu dengan serapan

energi oleh molekul organik dalam sinar infra merah. Dengan infra merah

didefinisikan sebagai daerah yang memiliki panjang gelombang dari 1-500 cm-

1.berikut adalah hasil pengujian TLD sebelum diberikan perlakuan panas untuk

dipakai sebagai dosimeter.

BAB IV Hasil dan Pembahasan 69

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Gambar 4.8. Pola hasil FTIR pada material sebelum diberikan perlakuan panas (a) Brown Agate, (b) Dark Yellow Agate, (c) Grey Agate, (d) Dark Grey Agate.

Untuk mengetahui gugus dari wavenumber yang ada pada gambar 4.8

dibutuhkan data gugus dari material yang telah diuji. Diketahu material terdiri dari

Teflon ( Polytetrafluoroethylene ) dan SiO2 sehingga diketahui gugus fungsi dari

material Teflon adalah :

Gambar 4.9. Pola ikatan kimia pada Polytetrafluoroethylene

Teflon memiliki penyerapan yang sangat besar yang terletak pada region 1250-

1100 cm-1(~8.00-9.09 µm). dan untuk material silika dapat ditentukan melalui

table dibawah ini.

70 BAB IV Hasil dan Pembahasan

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Tabel 4.5. Silica (Handbook Of Infrared and Raman Characteristic Group Frequencies. 2001)

Gugus Fungsi

Region Intensity/IR Comments cm-1 µm

Silica

1225-1200 8.16-8.33 m - w

Sharp

1175-1150 8.51-8.70 m – w

1100-1075 9.09-9.30 Vs

805-785 12.42-12.74 m

795-775 12.58-12.90 m

725-700 13.95-14.29 m

Berikut adalah perbandingan dari masing-masing material batu agate+Teflon

dengan heat treatment 200°C, 300°C, dan 400°C berdasarkan pengujian FTIR

untuk mengetahui daerah serapan dan gugus fungsi.

BAB IV Hasil dan Pembahasan 71

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

72 BAB IV Hasil dan Pembahasan

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Gambar 4.10. Spektra FTIR dari material Dosimeter setelah di heat treatment

dengan variasi 200°C, 300°C, dan 400°C (a) Brown Agate, (b) Dark Yellow

Agate, (c) Grey Agate, dan (d) Dark Grey Agate.

Berdasarkan gambar 4.10 diketahui bahwa luasan absorbsi akan semakin

berkurang seiiring dengan kenaikan temperature. Kenaikan temperature heat

treatment membuat gugus kimia menjadi semakin sedikit, hal ini ditunjang

dengan kondisi Teflon yang kehilangan wightnya seiiring dengan heat flownya.

4.2.5 Analisa Pengujian XRD Brown Agate, Dark Yellow Agate, Dark

Yellow Agate, dan Dark Grey Agate.

Berdasarkan hasil Pengujian EDAX pada gambar 4.5 terdapat unsur selain

Silikon dan Oksigen yang akan mempengaruhi nilai respon dari suatu material

TLD. Berikut adalah bahan material yang digunakan sebagai dosimeter yang

dipilih berdasarkan kandungan unsur radioaktif yang dimiliki masing-masing

batuan agate, kemudian dilakukan analisa hasil XRD gambar (4.11)

Gambar 4.11. Hasil XRD dari batu Brown agate, Dark yellow agate, Grey

agate, dan Dark grey agate.

BAB IV Hasil dan Pembahasan 73

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Berdasarkan gambar 4.11 diketahui bahwa SiO2 memiliki kisi Kristal

masing-masing, yaitu pada (100), (011), (112), dan (121). SiO2 befungsi sebagai

material utama dari dosimeter. SiO2 memiliki struktur Kristal heksagonal dan

temperature melting yang tinggi sehingga, lebih baik dalam menyerap radiasi dan

sulit dipengaruhi unsur lain. Pada material dark grey agate terdapat peak yang

berbeda dari material yang lain, sehingga dilakukan analisa peak dengan

menggunakan Highscore XRD. Didapatkan bahwa pada peak 24.3406 (2θ), dan

798.08 (2θ) adalah senyawa Sodium Aluminium Silicate ( Na(Al Si3 O8) ). Batu

Dark Grey Agate memiliki kandungan SiO2 dan Na(Al Si3 O8). Berdasarkan

senyawa Sodium Aluminium Silicate terdapat unsur aluminium yang merupakan

salah satu unsur radioaktif yang memiliki waktu paruh medium. waktu paruh

medium akan sangat berpengaruh bila dalam jumlah besar. SiO2 dan Na(Al Si3

O8) memiliki band gap yang berbeda berikut gambar 4.12.

Gambar 4.12. Lebar band gap dari material a) SiO2 dan b) Na(Al Si3 O8)

(A E R Malins. dkk,2004 )

Batu dark grey agate memiliki dua senyawa dalam satu batu sehingga, akan

mempengaruhi kemampuan elektron berpindah dari pita valensi menuju pita

konduksi. Elektron pada dosimeter akan mengalami dua jenis perpindahan pada

masing-masing senyawa. Elektron akan lebih mudah untuk berpindah setelah di

papar radiasi pada senyawa Na(Al Si3 O8) dari pada senyawa SiO2. Hal ini

mengakibatkan elektron yang terperangkap pada daerah pita konduksi semakin

besar pada Na(Al Si3 O8). Semakin besar jumlah elektron yang terperangkap,

semakin tinggi nilai respon dari suatu dosimeter.

74 BAB IV Hasil dan Pembahasan

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

4.3 Karakterisasi Respon Dosis Batu Agate Sebagai Bahan Dosimeter

Pengujian respon dosis bertujuan untuk memperoleh berbagai informasi

yang diterima oleh material berdasarkan fenomena TL (thermoluminescence).

Prinsip dasar dalam pemanfaatan fenomena TL untuk dosimeter radiasi adalah

bahwa akumulasi dosis radiasi yang diterima bahan akan sebanding dengan

intensitas pancaran TL dari bahan tersebut (Safitri 2010). Hasilnya luminesensi ini

sebanding dengan nilai dosis yang diterimanya. Berikut adalah hasil pengujian

karakterisasi untuk mendapatkan dosimeter terbaik dari 4 sampel batu agate.

4.3.1 Pengaruh Temperatur Heat Treatment Terhadap Dosis Radiasi

Pada tahapan setelah pellet dicampur dengan batu agate dan Teflon

kemudian dilanjutkan dengan pengkompaksian. Pellet kemudian dilakukan

penyinaran dengan menggunakan alat Gamma-Cell 220 System (60Co) dan

kemudian di berikan waktu paruh selama 20 jam untuk menstabilkan elektron

yang berada di permukaan pellet. Kemudian, dilakukan pembacaan dengan

menggunakan TLD-reader. berikut adalah hasil dari variasi temperatur heat

treatment pada pellet terhadap dosis radiasi.

BAB IV Hasil dan Pembahasan 75

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Gambar 4.13. Pengaruh temperatur heat treatment terhadap variasi dosis radiasi

(a) Brown Agate, (b) Dark Yellow Agate, (c) Grey Agate, (d) dark Grey Agate.

Berdasarkan gambar 4.13 dapat diketahui bahwa heat treatment pada

material dosimeter dapat mempengaruhi nilai respon dan akan berbanding lurus

dengan kenaikan dosis yang diberikan. Diketahu bahwa dari masing-masing agate

pada kondisi temperatur heat treatment 400°C memiliki nilai respon yang paling

besar dibandingkan temperatur 200°C dan 300°C. Diperlukan pembahasan

mengenai gambar 4.13, dimana terjadi grafik anomaly dari pengaruh temperatur

heat treatment terhadap variasi dosis radiasi.

4.3.1.1 Analisa Variasi Heat Treatment Pada Thermoluminesence Dosimeter

Berdasarkan gambar 4.13 terjadi anomaly kurva pada kondisi heat

treatment 300°C. keempat jenis dosimeter terjadi penurunan intensitas pada

kondisi 300°C, dibutuhkan pengambilan sampel pada temperatur sebelum 200°C

untuk melihat pola kenaikan intensitas TL terhadap heat treatment.

76 BAB IV Hasil dan Pembahasan

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Gambar 4.14. Pola grafik pengaruh heat treatment dari material dosimeter.

Berdasarkan gambar 4.14, dapat diketetahui bahwa terjadi perbedaan

intensitas dari masing-masing heat treatment. Hal ini dipengaruhi oleh perubahan

fase pada material Polytetrafluoroethylene yang memiliki temperatur melting

327°C, sehingga hal ini mempengaruhi nilai respon dari batu agate. Teflon

memiliki dua fungsi pada dosimeter yaitu, sebagai pengikat (Bender) &

Penggumpalan (Agglutinator) menurut (Teixeira ,2012). Pada temperatur 200°C

teflon masih berperan sebagai pengikat (Bender) terhadap material serbuk batuan

agate. Binder mengakibatkan tempat untuk elektron terjebak semakin banyak dan

residual TL semakin sedikit.

Kondisi 300°C adalah kondisi yang paling dekat dengan temperatur

melting Teflon (Polytetrafluoroethylene). Fenomena transisi dari solid menjadi

liquid terjadi pada temperatur 300°C sehingga, sebagian Teflon mulai mengalami

perubahan fase. Dua fungsi dalam satu material dosimeter terjadi pada saat

temperatur 300°C yaitu fungsi Teflon sebagai binder dan fungsi sebagai

agglutinator. Heat energy yang diberikan akan terbagi menajdi dua fungsi yaitu,

sebagai pelelehan bagian permukaan dosimeter, dan energy panas yang diberikan

mampu mengurangi nilai residual TL.

BAB IV Hasil dan Pembahasan 77

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Kondisi 400°C adalah kondisi sesudah temperatur melting (Tm)

darmaterial Teflon (Polytetrafluoroethylene). Pada tahapan ini Teflon berfungsi

menjadi menggumpal (agglutinating). Bedasarkan penelitian yang dilakukan

(R.A.P.O d’Amorim, 2012) menggunakan Teflon sebagai bahan dosimeter

menghasilkan, bahwa Teflon bukan hanya sebagai agglutinator. Pengaruh Teflon

mampu menaikan kekuatan dari pellet (dosimeter), dan juga mampu

mempengaruhi intensitas TL dari material dosimeter. Intensitas TL mengalami

peningkatan bila menggunakan Teflon sebagai aglutinataor yang berakibat

sensitivitas meningkat.

4.3.2 Reproduksibilitas respon TL

Pada Gambar 4.15 menunjukkan peningkatan intensitas TL untuk

pelet jenis Brown Agate-Teflon, Dark Yellow Agate-Teflon, Grey Agate-Teflon,

dan Dark Grey Agate-Teflon terhadap kenaikan dosis radiasi. Jumlah pelet yang

diuji yaitu sebanyak 36 pelet pada masing-masing variasi temperatur heat

treatment.

78 BAB IV Hasil dan Pembahasan

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Gambar 4.15. Variasi Batu Agate terhadap variasi dosis radiasi (a) temperatur

heat treatment 200°C, (b) temperatur heat treatment 300°C, (c) temperatur heat

treatment 400°C.

Dengan menganalisa dari gambar diatas menunjukan bahwa pada setiap

kenaikan dosis radiasi maka akan semakin meningkat nilai respon dari suatu

material. Pada gambar bagian (c) Dark grey agate adalah material yang memiliki

nilai respon atau intensitas paling besar hingga mencapai 3143,66 nC pada saat

kondisi 10 kGy, sedangkan untuk material grey agate adalah material yang

memiliki intensitas terkecil diantara keempat batu agate yang lain sebesar 369,533

nC pada konsisi 10 kGy.

Dari keempat hasil TL Glow Curves, semua jenis pelet menunjukkan

bahwa seiring meningkatnya dosis radiasi, menyebabkan terjadi peningkatan

intensitas pula pada hasil bacaan. Hal itu menunjukkan bahwa kenaikan intensitas

dengan kenaikan dosis membuktikan bahwa jumlah elektron pada lokasi tertentu

meningkat (Ramaswamy.dkk, 2012). Berdasarkan analisa XRD, banyaknya

puncak intens setelah penambahan agglutinator Teflon, mempengaruhi bentuk

kurva pada sampel pelet (d’Amorim 2012). Pada puncak yang lebih intens, bentuk

glow curve akan lebih besar dan hal ini mempengaruhi intensitas TL. Dengan kata

lain, sensitivitas juga terpengaruh dalam hal ini.

BAB IV Hasil dan Pembahasan 79

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

4.3.3 Kemampuan Pengulangan (Repeatability)

Kemampuan suatu material Dosimeter bukan hanya diukur dari daya serap

terhadap energy radiasi dalam sekali pakai. Diperlukan menganalisa suatu

dosimeter dalam kemampuan penggunaanya yang dilihat dari seberapa banyak

pemakaian Dosimeter itu dilakukan dan pengaruh yang terjadi akibat pengulangan

tersebut terhadap karakteristik material TLD. Pada proses analisa tahap ini

dilakuakan tiga kali pemakaian dengan menggunakan material yang sama dan

kondisi dosis sebesar 10 kGy. Grafik dibawah ini menunjukan masing-masing

material batu agate dalam kondisi tertentu dan diulang sebanyak tiga kali.

Gambar 4.16. Kemampuan suatu Dosimeter dalam 3X pemakaian dengan

kondisi heat treatment yang berbeda-beda (a) Temepratur heat treatment 200°C,

(b) Temperatur heat treatment 300°C, (c) Temperatur heat treatment 400°C.

Pada gambar 4.16 dapat diketahui kemampuan dari setiap material batu

agate yang dijadikan sebagai dosimeter mengalami kondisi penurunan respon

pada setiap pengulangannya. Pada gambar (C) diketahui bahwa hanya Dark grey

80 BAB IV Hasil dan Pembahasan

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

agate yang memiliki nilai intensitas antara 3143-2704 nC. dikarenakan pada

kondisi temperatur 400°C hanya material dark grey agate yang memiliki nilai

respon yang sangat tinggi. Berbeda dengan material agate yang lainnya meskipun

dalam kondisi yang sama. Setelah dilakukan pembacaan kemudian material akan

di heat treatment 200°C sebelum digunakan kembali. Hal itu dilakukan sehingga

untuk menghilangkan sisa elektron yang masih terperangkap pada dosimeter.

Elektron yang terperangkap di dalam Dosimeter, yang dapat membuat hasil

pembacaan tidak maksimal.

Hasil nilai koefisien variasi (CV) keempat sampel ditunjukkan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Nilai CV (%) hasil pembacaan Keempat Jenis Pelet pada dosis 10 kGy heat treatment( 200°C, 300°C,dan 400°C)

Heat treatment Sampel Rata-rata CV (%) Respon

200°C

Brown Agate 0.46

Dark Yellow Agate 0.65

Grey Agate 0.31

Dark Grey Agate 0.16

300°C

Brown Agate 0.21 Dark Yellow Agate 0.79 Grey Agate 0.33 Dark Grey Agate 0.19

400°C

Brown Agate 0.41 Dark Yellow Agate 0.29 Grey Agate 0.31 Dark Grey Agate 0.10

Hasil pemakaian berulang, menunjukkan bahwa nilai CV terkecil didapat

pada Dark Grey Agate. Maka dapat disimpulkan bahwa Dark Grey Agate

memiliki kestabilan pembacaan dari tiga kali siklus pembacaan. Namun, hal ini

bertolak belakang dengan Brown Agate yang dimana nilai CV dalam presentase

BAB IV Hasil dan Pembahasan 81

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

menunjukkan pada masing-masing variasi temperatur heat treatment yang

cendrung tidak stabil dibandingkan material yang lain, seperti pada temperatur

200°C sebesar 0,46% lebih besar dibandingkan material Grey Agate. Pada kondisi

temperatur 300°C sebesar 0,21% lebih besar sati tingkat dari material Dark grey

Agate. Pada kondisi temperatur heat treatment 400°C material Brown Agate

memiliki 0,41% lebih besar dari keempat material yang lain. Hal yang diharapkan

dari material brown agate adalah kondisi CV% harus berada satu tingkat diatas

material Dark Grey Agate. Hal ini bisa diakibatkan dari kondisi sampel sebelum

dan sesudah diiradiasi.

Pengaruh dari peluruhan radioaktif berdampak pada keempat jenis sampel

pelet (Debenham 1993). Berdasarkan hasil AAN (Analisis Aktivasi Neutron),

sampel Dark grey agate memiliki Uranium yang tidak sebesar penelitian

sebelumnya akan tetapi memiliki kandungan Hafnium yang besar, yaitu 4,29 ppm

dibandingkan dengan material batu agate yang lain. Uranium merupakan unsur

waktu paruh pendek dimana aktivitas radioaktifnya menurun setengah dari awal

dalam waktu kurang dari tiga hari. Jadi dalam kurun waktu yang singkat, Uranium

semakin lama semakin sedikit sehingga pada saat tertentu habis (Indonesia,

BATAN, 2010). Dalam hal ini Uranium sangat berpengaruh pada keakurasian

data karena aktivitas radioaktifnya cepat menurun seiring berjalannya waktu.

Melalui penelitian ini saya berasumsi bahwa, berdasarkan hasil pengujian AAN

hasil dari material yang mengandung Hafnium dan Uranium yang besar sangat

mempengaruhi nilai respon atau intensitas respon yang digunakan sebagai

material dosimeter.

4.3.4 Hasil Sinyal Residu (Post Irradiation Background) Pada Batu Agte

Post-irradiation background. Untulk mendapatkan hasil sinyal residu yang

paling kecil sehingga dapat dijadikan Dosimeter dengan respon yang tinggi, maka

dipilih dosis yang sangat besar, yaitu 10 kGy. Situasi ini menunjukkan bahwa

adanya retrapping secara dominan pada keempat sampel yang artinya elektron

terperangkap lagi setelah dibaca sehingga masih ada sisa-sisa sinyal TL pada

material tersebut. (Basun dkk 2003).

82 BAB IV Hasil dan Pembahasan

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Residu terkecil terletak pada material dark grey agate dimana hampir

keseluruhan dosis terserap habis setelah pembacaan dari penyinaran 10 kGy dan

hal ini menunjang kemampuan dari dosimeter. Sedangkan grey agate belum

terserap sepenuhnya, sehingga hasil residunya lebih besar dibandingkan material

yang lain. Hal ini bisa disebabkan oleh posisi planset TLD reader yang tidak

sejajar sehingga pembacaan terjadi hanya sebagian dari material. Untuk hasil glow

curve untuk masing-masing variasi heat treatment memiliki pola kurva yang

hampir sama antara keempat kurva batu agate. Dimana keempat kurva

menunjukkan setengah penuh. Ditemukan setelah pembacaan Dosimeter bahwa,

pemanasan saat pembacaan masih kurang efectif sehingga, kurva yang dihasilkan

kurang lengkap dan menjadi setengah kurva. Dalam hal ini, dosis background

dapat diabaikan mengingat jenis yang digunakan merupakan high delivered dose.

(El-Hafez dan Maghraby 2011).

Tabel 4.7. Hasil Sinyal Residu Keempat Sampel dari Post-Irradiation Reading

No Bahan Dosimetri

Background (nC)

Tmax (oC) Imax (nA) Total

(nC)

Persentase Residu

(%) 1 Brown

Agate 14,05 300 3,008 690,2 2,035

2 Dark Yellow Agate

3,237 300 0,720 124,9 2,591

3 Grey Agate 4,830 300 0,836 89,51 5,396

4 Dark Grey Agate

16,11 300 43,883 3588 0,448

Dari hasil table 4.7 dapat dikatakan bahwa pelet Dark Grey Agate-Teflon

memiliki stabilitas dari titik nol (zero point) yang terbaik dibandingkan Grey

Agate – Teflon, Brown Agate-Teflon, dan Dark Yellow Agate. Dalam hal ini,

terkait dengan sifat sensitivitas bahwa semakin sedikit residunya maka

sensitivitasnya semakin meningkat (Preusser, 2009).

BAB IV Hasil dan Pembahasan 83

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

4.3.5 Mengukur Tingkat Sensitivitas Batu Agate

Pengukuran tngkat dari sensitivitas suatu batu agate dilakukan dengan

penyinaran radiasi dengan menggunakan alat Gamma-Cell 220 (60Co) dengan

kondisi sampel dosis 10 kGy. Hasil dari pencampuran Teflon dan batu agate pada

setiap pellet TLD bervariasi dari 19 mg hingga 26 mg. untuk mendapatkan

sampel dengan komposisi 2:1 dan kondisi berat yang tepat seperti yang

diharapkan ternyata sangat sulit. Oleh sebab itu, untuk setiap sampel dilakukan

penimbangan ulang, sehingga berat sampel yang sebenarnya dapat diketahui.

Untuk satu variasi diambil tiga sampel yang setelah di dapatkan sensitivitasnya

kemudia kita mendapatkan rata-rata sensitivitas. Seperti table 4.8.

Tabel 4.8. Data hasil perhitungan sensitivitas saat temperatur heat treatment

200°C, 300°C, 400°C.

Temperatur Heat treatment Material Berat

(mg) Sensitivitas Rata - rata Sensitivitas

200'C

20.4 0.94

1.46 Brown Agate 25.6 0.82

17.3 2.63

24.4 0.25

0.38 Dark Yellow Agate 20.8 0.77 28 0.13 23.5 0.24

0.13 Grey Agate 26.3 0.08 26 0.08 23 1.75

1.77 Dark Grey Agate 21 2.17 19 1.39

300'C

19.8 0.67 1.16 Brown Agate 18 1.04

20 1.76 20 0.22

0.28 Dark Yellow Agate 19.1 0.23 31.9 0.37 17.9 0.12

0.22 Grey Agate 12.3 0.36 18.8 0.16 20 1.64 1.49

Dark Grey Agate 22 1.48

84 BAB IV Hasil dan Pembahasan

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

19.4 1.33 11.7 1.67 Brown Agate 13 1.71 2.31 19.5 3.54 13 0.96 Dark Yellow Agate 16.4 0.62 0.73

400'C 9.4 0.61 26.3 0.23 Grey Agate 11.8 0.75 0.43 20.9 0.29 20.5 15.30 Dark Grey Agate 22.5 15.94 13.95 25.5 10.60

Perbedaan berat jenis dari masing-masing material dosimeter memiliki kondisi

yang paling baik untuk memperoleh hasil intensitas atau respon TLD yang besar.

Berdasarkan hasil tabel diatas dapat diubah menjadi kurva perbandingan nilai

sensitivitas pada gambar dibawah ini.

BAB IV Hasil dan Pembahasan 85

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Gambar 4.17. Perbandingan hasil sensitivitas (a) Temperatur Heat treatment

200°C, (b) Temperatue Heat treatment 300°C, (c) Temperatur Heat treatment

400°C.

Kurva respon dosis dari keempat sampel jenis pellet yang telah dilakukan

tiga jenis variasi perlakuan panas kemudian, dilakukan klasifikasi standar

dosimeter. Untuk menentukan material yang memiliki sifat dosimeter yang

paling baik.

Tabel 4.9 Nilai keempat jenis pellet dari kecocokan standar dosimeter

Standar

Sampel

Brown Agate

Dark Yellow Agate

Grey Agate

Dark Grey Agate

Reproduksibilitas *** ** * ****

Repeatability *** ** * **** Stabilitas dari titik nol (Residu)

*** ** * ****

Sensitivitas

200 °C *** ** * ****

300 °C *** ** * ****

400 °C *** ** * ****

Jumlah 18 12 6 24

Keterangan : Semakin banyak jumlah * artinya semakin baik sifat standar suatu

dosimeter tersebut.

dari keseluruhan pengujian dan pengelompokan dosimeter berbasis silika dengan

menggunakan batuan agate serta dikelompokan berdasarkan standar suatu

dosimeter didapatkan, bahwa material batuan Dark Gray Agate yang memiliki

sifat dosimeter yang paling baik dibandingkan batuan agate yang lain.

86 BAB IV Hasil dan Pembahasan

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

4.4 Peran Impurities Pada Reproduksibilitas Dosimeter Dari Radiasi

Radioaktif

Dari unsur radioaktif yang terdapat pada bahan material dosimeter seperti

uranium, hafnium, stibium/antimony, cesium dapat mempengaruhi Respon TL

dosimeter. Pada material dark grey agate memiliki kandungan senyawa selain

SiO2 yaitu, Na(Al Si3 O8) dimana unsur aluminium pada sodium aluminium

silikat termasuk usnur radioaktif. aluminium yang memiliki waktu paruh medium

tetapi, presentasi jumlah aluminium lebih besar dibandingkan 4 unsur radioaktif

yang lain. Komponen pengotor atau impuritis pada material dark grey agate lebih

banyak dibandingkan keempat material lainnya. Semakin banyak jumlah

impuritisnya akan mengubah kemurnian dan memperkecil jarak antara pita

konduksi dan pita valensi. Semakin kecil jarak antara pita valensi dan pita

konduksi, semakin mudah elektron itu untuk berpindah.

Material dark grey agate memiliki reproduksibilitas yang paling besar pada

gambar 4.14. Hal ini dikarenakan impuritas radioaktif yang ada pada material

tersebut lebih banyak dibandingkan material yang lain gambar 4.4. Sehingga,

mempengaruhi perpindahan elektron dari pita valensi menuju pita konduksi.

BAB IV Hasil dan Pembahasan 87

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

~ halamn ini sengaja dikosongkan ~

88 BAB IV Hasil dan Pembahasan

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Dari kesembilan material yang dijadikan sampel didapatkan 4 material

yang memiliki kualifikasi untuk dijadikan material Dosimeter berdasarkan

pengujian awal AAN (Analisa Aktifitas Neutron) untuk mengetahui unsur

radioaktif yang tergandung pada keempat material tersebut. Material

tersebut adalah brown agate, dark yellow agate, grey agate, dan dark grey

agate. Dark grey agate dan Brown agate mengandung unsur radioaktif

(Hafnium) yang paling besar yaitu, 4,29 ppm dan 2,16 ppm.

2. Berat jenis dari masing-masing material dosimeter mempengaruhi nilai

sensitivitas. Berdasarkan hasil perhitungan sensitivitas saat temperatur

sintering 200°C material brown agate memiliki sensitivitas terbesar ketika

memiliki berat 17,3 mg. material dark yellow agate memiliki sensitivitas

terbesar ketika memiliki berat 20,8 mg. material grey agate memiliki

sensitivitas terbesar ketika memiliki berat 23,5 mg. material dark grey

agate memiliki sensitivitas terbesar ketika memiliki berat 21 mg.

3. Berdasarkan hasil perhitungan sensitivitas saat temperatur sintering 300°C

material brown agate memiliki sensitivitas terbesar ketika memiliki berat

20 mg. material dark yellow agate memiliki sensitivitas terbesar ketika

memiliki berat 31,9 mg. material grey agate memiliki sensitivitas terbesar

ketika memiliki berat 12,3 mg. material dark grey agate memiliki

sensitivitas terbesar ketika memiliki berat 20 mg.

4. Berdasarkan hasil perhitungan sensitivitas saat temperatur sintering 400°C

material brown agate memiliki sensitivitas terbesar ketika memiliki berat

19,5 mg. material dark yellow agate memiliki sensitivitas terbesar

5. ketika memiliki berat 13 mg. material grey agate memiliki sensitivitas

terbesar ketika memiliki berat 11,8 mg. material dark grey agate memiliki

sensitivitas terbesar ketika memiliki berat 22,5 mg.

89

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

6. Dari keempat standar dosimeter yang diujikan, terbukti bahwa keempat

sampel dapat dijadikan sebagai material TLD alternative dan dapat

dipersiapkan untuk pembuatan aplikasi TLD.

7. Material dosimeter (Dark grey agate+Teflon) memiliki standar dosimeter

paling tinggi, dan dapat digunkaan sebagai dosimeter saat kecelakaan

radiasi pada suatu lingkungan.

5.2 Saran

1. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut pada analisa temperature sintering

300°C yang mengalami penurunan nilai respon.

2. Diperlukan pengujian UV untuk mengetahui perubahan band gap terhadap

perlakuan heat treatment yang diberikan pada dosimeter.

3. Menggunakan serbuk Teflon sebagai agglitinator dosimeter, sehingga

perbandingan 1:2 lebih presisi pada setiap pellet.

4. Masih banyak batuan alam di Indonesia yang dapat digunakan sebagai

bahan dosimeter.

90 BAB V Kesimpulan dan Saran

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

DAFTAR PUSTAKA .

Ben Bettaieb, Nasreddine., dkk. (2014) “Gamma radiation influences

pasting,thermal and structural properties of cornstarch”.Radiation Physics

and Chemistry. 1031–8.

Bos, A.J.J., dkk .(2001). “High sensitivity thermoluminescence dosimetry.

Nuclear Instruments and Methods in Physics”. B 184 3-28.

Candra,H, Pujadi, dan Wuriyanto G. 2010. ”Pengaruh Efek Geometri Pada

Kalibrasi efesiensi Detektor Semikonduktor HPGe menggunakan

Spektrometer Gamma”. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jateng &

DIY, Semarang

D’Amorim, R.A.P.O., Teixeira, M.I., Souza S.O., Sasaki J.M., and Caldas, L.V.E.

(2013).Physical, morphological and dosimetric characterization of the Teflon

agglutinator to thermoluminescent dosimtery. Journal of Luminescence 136

186–190

D’Amorim, R.A.P.O., Teixeira, M.I., Souza S.O., and Caldas, L.V.E. (2012).

“Influence of Teflons agglutinator onTLD spodumene pellets”. Journal of

Luminescence 132 266–269.

DELGADO, A., 1995, Basic Concepts of Thermoluminescence, Personal

Thermoluminescence Dosimetry (Ed. : M. Oberhofer), Report EUR 16 277

EN, Luxembourg ) pp. 47-69.

El-Hafez, Abd A.I., and Maghraby A. “Impact of reading pre irradiation

background signal on the post-irradiation glow curves of

thermoluminescence dosimeters”. Applied Radiation and Isotopes 69 (2011)

1533-1539.

Jain. M., Duller G.A.T., Wintle A.G., (2007). “Dose response, thermal stability

and optical bleaching of the 310 ◦C isothermal TL signal in quartz”.

Radiation Measurements 42 1285 – 1293.

91

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Laksono D.A, 2013 .“Analisa Pengaruh Jenis Material Dosimeter Alam Berbasis

Kuarsa dan Dosis Radiasi Terhadap Respon Dosis”, Tugas Akhir Jurusan

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS.

Ramaswamy, V, I. Kalaiarasi. 2012.”TL Glow Curve and Effect of Annealing

Analysis on Natural Barite Collected from Mangampeta”, India. Department

of Physics, Annamalainagar, Tamilnadu. India.

Sofyan, H., Suyati, dan Yuliati, H. (2005). “Pengembangan TLD-900 Kapiler

untuk Pemantauan Radiasi Lingkungan”. : P3KRBIN BATAN.

Safitri, R. 2010. “Pengujian Respon Dosis Radiasi Ionisasi dai Nd Silika Terdop

Sebagai Material Thermoluminisense Dosimeter”. Seminar Nasional

Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI. Jakarta

Sofyan, H. 2012.”Keunggulan dan Kelemahan Dosimeter Luminesensi Sebagai

Dosimeter Personal Dalam Pemantauan Dosis Radiasi Eksternal”. Seminar

Nasional Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan VIII. Jakarta

Teixeira, M. I., Divanizia N., Souza and Caldas, L.V.E. “Onyx as Radiation

Detector for High Doses: Instituto de Pesquisas Energeticas e Nucleares”,

Sao Paulo. Brazil (2011).

Teixeira, M.I., Caldas L.V.E. (2012) “Dosimetric characteristic of jasper samples

for high dose dosimetry”: Applied Radiation and Isotopes 70 1417–1419.

Thamrin, T,M dan Akhadi, M. 1999. ”Karakteristik Thermoluminesensi

Dosimeter SiO2”. PUSPITEK BATAN.

Verdianto, A., 2012, “Peningkatan Akurasi Proses Pembacaan Detektor TL Pada

TLD Reader Harsaw Model 3500”, Skripsi Program Studi Fisika, FMIPA-

Universitas Indonesia.

92 Daftar Pustaka

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama lengkap Ridhwan Haliq, dilahirkan

di kota Balikpapan, 7 Maret 1992, merupakan putra

Kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak H.

Burahim dan Ibu hj Sumiaty skm. Penulis menempuh

pendidikan formal di Balikpapan dan Samarinda

yakni TK Tunas Harapan II Balikpapan, SD Patra

Dharma 3 Balikpapan, SMPN 1 Balikpapan dan

SMAN 10 Melati Samarinda, dan melanjutkan kuliah

di Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS melalui jalur kemitraan.

Semasa perkuliahan, penulis aktif berorganisasi, dan kepemanduan di FTI-

ITS, serta pernah menjadi asisten praktikum. Selama semester 5 dan 6 penulis

menjadi asisten laboratorium Metalurgi I dan Praktikum Kimia Analitik di

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi. Dalam bidang organisasi berawal dari

Ketua Biro Administrasi BPM-JMMI Periode (2011-2012) dan Wakil Ketua

Kaderisasi Ash-habul Kahfi periode (2012-2013). Penulis pernah mengikuti

beberapa PKM. Mahasiswa ini mengikuti program fastrack mandiri untuk tingkat

master pada saat semester ke-tujuh di S1 dan terdaftar secara administrasi dengan

NRP.2713 201 908.

Penulis menyelesaikan program studi magister dengan Tesis berjudul

“KARAKTERISTIK DOSIMETER DARI BATU AGATE SEBAGAI

DOSIMETER DOSIS TINGGI”.

Email : [email protected]

125

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

LAMPIRAN

1. Hasil Pengujian XRD (X-ray Diffraction)

a. Brown Agate

Position [°2Theta] (Copper (Cu))20 30 40 50 60 70 80

Counts

0

2000

4000

BATU II (23-agt-2014)SiliconQuartz

Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%]

10.2346 11.02 0.5353 8.64325 0.20

21.0408 854.60 0.1338 4.22233 15.61 26.8282 5473.93 0.1673 3.32318 100.00 33.3295 13.77 0.1171 2.68833 0.25

35.1949 15.27 0.6691 2.55001 0.28 36.6819 383.24 0.1338 2.44998 7.00

39.6436 469.20 0.0836 2.27351 8.57 40.4364 227.09 0.0836 2.23074 4.15 42.5965 318.71 0.1004 2.12249 5.82

45.9632 222.53 0.1171 1.97456 4.07 50.2888 740.66 0.1428 1.81289 13.53 50.4441 440.11 0.1224 1.81217 8.04

55.0420 232.51 0.1020 1.66705 4.25 55.2073 123.48 0.0816 1.66658 2.26

55.4781 106.91 0.1632 1.65497 1.95 57.4137 11.32 0.4896 1.60369 0.21 60.1009 538.90 0.1428 1.53825 9.84

60.2509 369.55 0.1020 1.53859 6.75 64.1743 100.01 0.1632 1.45009 1.83 65.9252 18.42 0.2040 1.41575 0.34

67.8739 293.01 0.1836 1.37977 5.35 68.2847 452.38 0.0816 1.37247 8.26

68.4758 422.84 0.1020 1.36910 7.72 73.6100 118.77 0.1020 1.28577 2.17 75.8065 150.86 0.2040 1.25388 2.76

76.0297 88.16 0.1020 1.25387 1.61

93

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

77.7777 57.74 0.2448 1.22696 1.05 79.9823 159.65 0.0612 1.19859 2.92

81.3086 124.18 0.1632 1.18236 2.27 81.5933 166.88 0.1632 1.17895 3.05

83.9754 68.77 0.2448 1.15147 1.26 87.5632 12.89 0.2040 1.11329 0.24

b. Dark Yellow Agate

Position [°2Theta] (Copper (Cu))20 30 40 50 60 70 80

Counts

0

2000

4000

6000

BATU III (23-agt-2014)SiliconSilicon Oxide

Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 10.4957 16.44 0.8029 8.42883 0.25 21.0210 987.87 0.1338 4.22626 14.81 26.7977 6668.23 0.1506 3.32690 100.00 36.6492 335.79 0.1506 2.45209 5.04 39.6359 493.67 0.1004 2.27393 7.40 40.4152 160.70 0.0836 2.23186 2.41 42.5662 272.42 0.0669 2.12393 4.09 45.9443 185.79 0.1506 1.97533 2.79 50.3005 780.55 0.1632 1.81250 11.71 50.4348 432.38 0.0816 1.81248 6.48 55.0013 211.03 0.1224 1.66818 3.16 55.4678 94.88 0.1632 1.65525 1.42 57.4267 12.47 0.4080 1.60336 0.19 60.1021 477.86 0.0816 1.53822 7.17 64.1451 95.11 0.2040 1.45068 1.43 65.8561 13.92 0.4896 1.41707 0.21 67.8620 318.69 0.0816 1.37998 4.78 68.2821 488.35 0.1020 1.37251 7.32 68.4665 420.06 0.1224 1.36927 6.30 73.5815 100.88 0.1632 1.28620 1.51 75.7804 142.47 0.1428 1.25425 2.14 77.7686 60.18 0.2448 1.22708 0.90 80.0152 144.02 0.1020 1.19818 2.16 81.2940 146.52 0.1020 1.18253 2.20 81.5668 156.39 0.1632 1.17927 2.35 83.9490 63.95 0.1632 1.15176 0.96 87.5928 13.68 0.2856 1.11299 0.21

94 Lampiran

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

c. Grey Agate

Position [°2Theta] (Copper (Cu))20 30 40 50 60 70 80

Counts

0

2000

4000

6000

BATU VIII (28-agt-2014)SiliconQuartz low, syn

Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 12.6993 141.43 0.1171 6.97075 2.17 18.9689 29.13 0.2007 4.67858 0.45 19.9975 32.51 0.2007 4.44020 0.50 21.1156 1664.02 0.0669 4.20754 25.51 25.3568 99.71 0.1171 3.51259 1.53 26.8860 6523.99 0.1840 3.31617 100.00 30.0852 20.71 0.1338 2.97043 0.32 30.8258 74.15 0.1338 2.90073 1.14 32.3428 17.78 0.2007 2.76806 0.27 34.5342 215.82 0.0669 2.59727 3.31 35.2186 46.90 0.2676 2.54835 0.72 36.7668 450.20 0.0836 2.44452 6.90 37.8258 70.88 0.1673 2.37848 1.09 39.6515 370.21 0.1171 2.27307 5.67 40.4567 235.12 0.1004 2.22967 3.60 42.6933 1062.04 0.0612 2.11615 16.28 42.8126 490.79 0.0612 2.11577 7.52 45.2830 31.79 0.4080 2.00096 0.49 45.9958 194.73 0.1428 1.97160 2.98 48.1992 43.65 0.3264 1.88649 0.67 50.3210 577.65 0.1224 1.81181 8.85 55.0708 205.67 0.1428 1.66625 3.15 55.5524 72.02 0.1632 1.65294 1.10 56.9133 35.45 0.1224 1.61660 0.54 59.2887 92.19 0.2040 1.55737 1.41 60.1008 396.92 0.1224 1.53826 6.08 64.1969 67.10 0.1224 1.44963 1.03 66.0071 129.36 0.0816 1.41420 1.98 67.9071 218.51 0.1428 1.37918 3.35 68.3059 390.68 0.1224 1.37209 5.99 68.4892 304.00 0.1020 1.37227 4.66 73.6116 58.12 0.1632 1.28575 0.89 75.7991 134.03 0.0612 1.25399 2.05 77.8314 61.27 0.1632 1.22625 0.94 80.0099 139.83 0.1020 1.19825 2.14 80.2587 94.32 0.1224 1.19516 1.45 81.2727 61.24 0.2040 1.18279 0.94 81.6024 145.68 0.1224 1.17884 2.23 83.9405 66.71 0.1224 1.15186 1.02

Lampiran 95

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

d. Dark Grey Agate

Position [°2Theta] (Copper (Cu))20 30 40 50 60 70 80

Counts

0

1000

2000

BATU X (29-agt-2014)SiliconQuartz

Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 12.5958 77.41 0.2676 7.02783 3.25 13.9798 84.92 0.1004 6.33504 3.56 19.1619 18.28 0.2007 4.63190 0.77 20.9814 487.59 0.1004 4.23416 20.45 22.1752 418.32 0.1506 4.00884 17.54 23.1428 62.23 0.1338 3.84336 2.61 23.7223 147.63 0.1171 3.75078 6.19 24.3406 302.30 0.0836 3.65688 12.68 25.1782 40.08 0.1338 3.53710 1.68 25.5023 64.82 0.1004 3.49288 2.72 26.7530 2384.43 0.1338 3.33236 100.00 27.8322 392.45 0.0669 3.20555 16.46 28.0594 798.08 0.1338 3.18011 33.47 28.3367 267.98 0.1338 3.14962 11.24 30.1981 97.49 0.2342 2.95958 4.09 30.6166 135.63 0.1338 2.92008 5.69 31.4166 57.01 0.2676 2.84752 2.39 34.0546 42.47 0.2007 2.63274 1.78 35.1986 71.81 0.1673 2.54975 3.01 36.6791 239.54 0.0669 2.45016 10.05 37.6555 31.27 0.4015 2.38884 1.31 38.9913 35.50 0.2676 2.31002 1.49 39.5924 174.83 0.1338 2.27633 7.33 40.3908 79.85 0.2007 2.23316 3.35 41.3962 13.25 0.4015 2.18122 0.56 42.5369 172.72 0.0612 2.12357 7.24 43.5559 30.46 0.2676 2.07794 1.28 45.9118 88.59 0.1171 1.97665 3.72 48.3098 29.36 0.5353 1.88399 1.23 49.3336 49.85 0.2007 1.84726 2.09 50.1926 289.16 0.1428 1.81614 12.13 50.3829 162.88 0.1020 1.81422 6.83 51.2834 77.78 0.2040 1.78004 3.26 53.3113 30.42 0.4896 1.71701 1.28 54.9602 83.60 0.1428 1.66933 3.51 59.6415 33.25 0.2856 1.54900 1.39 60.0239 170.26 0.1428 1.54004 7.14 61.8572 11.09 0.9792 1.49873 0.47 64.1593 34.71 0.3264 1.45039 1.46 65.4315 23.99 0.4896 1.42523 1.01 67.8038 113.82 0.1224 1.38103 4.77 68.1918 137.44 0.2448 1.37411 5.76 69.6851 26.85 0.6528 1.34827 1.13 71.2940 12.08 0.9792 1.32174 0.51 73.5902 32.73 0.4080 1.28607 1.37

96 Lampiran

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

75.7105 46.64 0.2040 1.25524 1.96 77.8558 28.00 0.4896 1.22592 1.17 79.9712 47.92 0.4080 1.19873 2.01 81.2225 41.47 0.3264 1.18339 1.74 83.9475 20.01 0.4896 1.15178 0.84

e. Brown Agate ( Pellet sebelum di Heatreatment )

Position [°2Theta] (Copper (Cu))20 30 40 50 60 70 80

Counts

0

1000

2000

Brown Agate (Sebelum)

Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 18.0851 1963.59 0.1171 4.90519 67.85 20.8693 456.43 0.1171 4.25665 15.77 26.6278 2893.96 0.1338 3.34774 100.00 31.6054 84.10 0.1338 2.83094 2.91 36.4982 184.48 0.1171 2.46188 6.37 39.4502 196.38 0.0669 2.28420 6.79 40.2796 114.75 0.1338 2.23907 3.97 41.3131 55.31 0.2007 2.18541 1.91 42.4420 167.82 0.0836 2.12986 5.80 45.7794 101.69 0.2007 1.98205 3.51 50.1008 305.33 0.1004 1.82076 10.55 54.8621 93.91 0.2007 1.67347 3.24 55.3002 52.30 0.2007 1.66125 1.81 56.2754 25.52 0.2676 1.63475 0.88 59.9208 179.52 0.1171 1.54372 6.20 64.0388 26.03 0.4015 1.45403 0.90 65.9641 13.56 0.6691 1.41618 0.47 67.7050 109.96 0.1004 1.38395 3.80 68.1240 168.81 0.1338 1.37645 5.83 73.4692 53.99 0.1004 1.28896 1.87 75.6530 53.11 0.2342 1.25709 1.84 77.8087 19.68 0.8029 1.22756 0.68 79.9581 41.02 0.3346 1.19989 1.42 81.4792 50.85 0.2007 1.18129 1.76 83.7869 37.53 0.2676 1.15453 1.30

Lampiran 97

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

f. Brown Agate (berbentuk Pellet sesudah di Heatreatment 400°C; 10 kGy)

Position [°2Theta] (Copper (Cu))20 30 40 50 60 70 80

Counts

0

1000

2000

Brown AGATE 400'C10kGy

Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 10.2960 23.61 0.8029 8.59186 1.11 18.0885 1980.99 0.1171 4.90426 93.02 20.8828 376.48 0.1171 4.25391 17.68 23.9487 14.17 0.1673 3.71583 0.67 26.6389 2129.54 0.1004 3.34637 100.00 31.6095 71.40 0.2007 2.83058 3.35 36.5390 171.43 0.0502 2.45923 8.05 37.1606 67.23 0.1338 2.41951 3.16 39.4546 143.81 0.0836 2.28396 6.75 40.3300 82.76 0.1673 2.23638 3.89 41.2865 96.90 0.1004 2.18676 4.55 42.4468 144.87 0.0669 2.12963 6.80 45.7801 57.15 0.1004 1.98203 2.68 49.1980 22.86 0.2007 1.85203 1.07 50.1378 212.37 0.0669 1.81950 9.97 54.8543 69.88 0.0816 1.67231 3.28 59.9566 149.93 0.1673 1.54289 7.04 64.0548 34.12 0.2676 1.45371 1.60 67.7021 79.05 0.1004 1.38400 3.71 68.2382 132.18 0.3346 1.37443 6.21 73.5587 26.45 0.2676 1.28761 1.24 75.6420 68.55 0.1338 1.25724 3.22 77.6627 25.02 0.3346 1.22951 1.17 79.9901 38.08 0.4015 1.19949 1.79 81.3120 51.01 0.4015 1.18330 2.40 83.9638 22.85 0.4015 1.15255 1.07

98 Lampiran

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

g. Dark Yellow Agate ( Pellet sebelum di Heatreatment )

Position [°2Theta] (Copper (Cu))20 30 40 50 60 70 80

Counts

0

1000

2000

3000

Dark Yellow Agate (Sebelum)

Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 18.0998 2438.97 0.1338 4.90122 70.99 20.8680 614.57 0.0836 4.25690 17.89 26.6312 3435.76 0.1020 3.34455 100.00 26.7164 1724.45 0.0408 3.34236 50.19 31.6112 91.92 0.2448 2.82809 2.68 36.5292 266.50 0.0612 2.45783 7.76 37.1668 41.20 0.2448 2.41712 1.20 39.4632 374.70 0.0612 2.28160 10.91 40.3234 73.85 0.2448 2.23489 2.15 41.3379 57.31 0.2448 2.18235 1.67 42.4559 298.39 0.0612 2.12743 8.68 42.5714 146.10 0.0612 2.12720 4.25 45.7735 142.77 0.0816 1.98066 4.16 50.1436 742.10 0.0816 1.81780 21.60 50.2850 374.92 0.0612 1.81752 10.91 54.8818 98.08 0.0816 1.67153 2.85 59.9559 470.29 0.0816 1.54162 13.69 60.1270 248.76 0.0816 1.54147 7.24 64.0349 67.72 0.1224 1.45291 1.97 65.9652 17.21 0.6528 1.41499 0.50 67.7299 249.55 0.0816 1.38235 7.26 67.9315 134.65 0.0816 1.38217 3.92 68.1370 212.99 0.0612 1.37508 6.20 68.3250 297.06 0.0816 1.37176 8.65 68.5224 112.77 0.0612 1.37169 3.28 69.1486 22.08 0.4896 1.35742 0.64 73.4746 16.33 0.9792 1.28781 0.48 75.6557 94.15 0.1224 1.25601 2.74 77.7692 28.49 0.4896 1.22707 0.83 79.8893 179.11 0.0816 1.19975 5.21 81.4778 60.15 0.1632 1.18033 1.75 83.8871 30.87 0.4896 1.15246 0.90 86.2687 19.35 0.2448 1.12664 0.56

Lampiran 99

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

h. Dark Yellow Agate (berbentuk Pellet sesudah di Heatreatment 400°C; 10 kGy)

Position [°2Theta] (Copper (Cu))20 30 40 50 60 70 80

Counts

0

1000

2000

3000

Dark Yellow AGATE ; 400'C;10kGy

Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 18.1000 1758.64 0.1338 4.90118 54.68 20.6673 126.51 0.0502 4.29779 3.93 20.8719 461.48 0.1004 4.25612 14.35 26.6652 3216.34 0.1020 3.34036 100.00 26.7501 1475.31 0.0408 3.33823 45.87 31.6454 68.77 0.2040 2.82512 2.14 36.5763 405.44 0.0612 2.45478 12.61 37.1616 61.11 0.1632 2.41745 1.90 39.4906 150.83 0.0612 2.28007 4.69 40.3057 98.23 0.1020 2.23583 3.05 41.3437 63.16 0.2448 2.18206 1.96 42.4714 134.84 0.0612 2.12669 4.19 45.7896 69.28 0.1632 1.98000 2.15 49.1668 20.35 0.4896 1.85160 0.63 50.1561 365.10 0.0816 1.81738 11.35 50.2977 206.78 0.0612 1.81709 6.43 54.8941 114.20 0.0816 1.67119 3.55 59.9649 371.54 0.0816 1.54142 11.55 60.1248 196.87 0.1224 1.53770 6.12 64.0428 55.53 0.1020 1.45275 1.73 65.9661 19.78 0.4896 1.41497 0.62 67.7488 125.81 0.1224 1.38201 3.91 68.1561 169.42 0.0816 1.37474 5.27 68.3496 209.51 0.0816 1.37132 6.51 73.4586 60.86 0.1224 1.28805 1.89 75.6552 44.33 0.2040 1.25602 1.38 77.6979 85.93 0.0816 1.22802 2.67 79.8999 89.60 0.0612 1.19962 2.79 81.1446 66.17 0.1224 1.18433 2.06 81.4503 128.39 0.1632 1.18066 3.99 81.7344 57.75 0.1224 1.18020 1.80 83.9409 24.39 0.4896 1.15185 0.76

100 Lampiran

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

i. Grey Agate ( Pellet sebelum di Heatreatment )

Position [°2Theta] (Copper (Cu))20 30 40 50 60 70 80

Counts

0

1000

2000

Grey Agate (Sebelum) (Versi 2)

Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 10.3213 42.16 0.3346 8.57086 1.76 12.4130 53.43 0.1004 7.13088 2.23 17.9661 2393.23 0.1338 4.93739 100.00 20.7429 303.57 0.1004 4.28230 12.68 25.0653 47.99 0.1673 3.55277 2.01 26.5330 2241.57 0.0836 3.35948 93.66 31.5274 110.57 0.2007 2.83777 4.62 34.1861 60.00 0.1338 2.62291 2.51 36.4284 215.18 0.0669 2.46644 8.99 39.3668 148.89 0.1673 2.28885 6.22 40.1973 118.90 0.1673 2.24346 4.97 41.2129 81.22 0.3346 2.19049 3.39 42.3561 208.07 0.0612 2.13221 8.69 42.8201 94.64 0.2007 2.11192 3.95 45.6817 93.25 0.1673 1.98607 3.90 50.0480 246.91 0.0612 1.82105 10.32 54.7563 56.00 0.1338 1.67645 2.34 59.0393 22.27 0.4015 1.56465 0.93 59.8598 174.88 0.1020 1.54387 7.31 60.0301 118.89 0.0816 1.54372 4.97 65.8823 18.21 0.6528 1.41657 0.76 67.6547 107.54 0.1428 1.38371 4.49 68.0642 211.33 0.1020 1.37638 8.83 68.2495 188.76 0.0816 1.37650 7.89 73.3747 47.96 0.1224 1.28932 2.00 75.5892 51.28 0.1224 1.25695 2.14 77.6655 15.78 0.9792 1.22845 0.66 79.8253 38.96 0.2448 1.20056 1.63 81.0969 62.11 0.1224 1.18491 2.60 81.3835 73.59 0.1224 1.18146 3.07 83.7519 32.79 0.3264 1.15397 1.37

Lampiran 101

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

j. Grey Agate (berbentuk Pellet sesudah di Heatreatment 400°C; 10 kGy)

Position [°2Theta] (Copper (Cu))20 30 40 50 60 70 80

Counts

0

1000

2000

3000

Grey AGATE ; 400'C;10kGy

\

Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 12.4951 70.14 0.0836 7.08425 2.17 18.0979 3225.45 0.1004 4.90173 100.00 20.8641 234.53 0.0836 4.25768 7.27 25.1687 33.66 0.1338 3.53841 1.04 26.6373 1772.51 0.0816 3.34380 54.95 26.7233 816.83 0.0408 3.34152 25.32 31.5714 70.01 0.1224 2.83156 2.17 34.3325 21.93 0.2040 2.60990 0.68 36.5342 126.61 0.0612 2.45751 3.93 37.1763 119.77 0.2040 2.41652 3.71 39.4733 141.43 0.0816 2.28103 4.38 40.3063 72.61 0.1632 2.23579 2.25 41.2958 129.99 0.2856 2.18447 4.03 42.4934 77.28 0.0816 2.12564 2.40 45.8020 34.17 0.3264 1.97949 1.06 49.2406 37.45 0.2448 1.84900 1.16 50.1375 223.20 0.0816 1.81801 6.92 54.8654 57.22 0.1224 1.67200 1.77 56.2962 30.87 0.2448 1.63285 0.96 59.9415 79.82 0.1224 1.54196 2.47 67.7534 75.65 0.1224 1.38193 2.35 68.1460 143.34 0.1020 1.37492 4.44 72.6774 39.95 0.3264 1.29996 1.24 75.6396 42.64 0.4896 1.25624 1.32 79.8091 25.50 0.4896 1.20076 0.79 81.2924 28.04 0.8160 1.18255 0.87

102 Lampiran

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

k. Dark Grey Agate ( Pellet sebelum di Heatreatment )

Position [°2Theta] (Copper (Cu))20 30 40 50 60 70 80

Counts

0

1000

2000

Dark Grey Agate (Sebelum) (Versi 2)

Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 12.4411 28.19 0.2676 7.11487 1.29 18.1202 2184.54 0.1506 4.89576 100.00 20.8716 254.84 0.1004 4.25618 11.67 22.0772 114.18 0.1171 4.02640 5.23 23.5949 37.26 0.1004 3.77074 1.71 24.2488 76.57 0.1673 3.67051 3.51 25.1018 25.32 0.2007 3.54769 1.16 26.6478 1470.41 0.1171 3.34528 67.31 27.7477 113.62 0.1004 3.21512 5.20 27.9499 276.33 0.0836 3.19232 12.65 28.2252 86.22 0.1004 3.16180 3.95 30.1984 19.14 0.5353 2.95955 0.88 30.4895 46.67 0.1338 2.93196 2.14 31.6021 107.40 0.1004 2.83123 4.92 35.1507 20.94 0.4015 2.55311 0.96 36.5610 176.35 0.0502 2.45780 8.07 39.4751 99.27 0.1673 2.28282 4.54 40.3255 67.41 0.1004 2.23662 3.09 41.2576 42.82 0.5353 2.18822 1.96 42.4597 99.67 0.1004 2.12901 4.56 45.7912 53.36 0.1338 1.98157 2.44 49.1580 35.87 0.2007 1.85345 1.64 50.1468 160.62 0.0836 1.81920 7.35 54.8872 41.07 0.2007 1.67277 1.88 59.9453 86.30 0.1004 1.54315 3.95 62.6377 28.83 0.1004 1.48314 1.32 65.8471 9.96 0.8029 1.41842 0.46 67.7442 73.57 0.1338 1.38324 3.37 68.2417 62.20 0.3346 1.37436 2.85 75.6244 23.37 0.4015 1.25749 1.07 79.8870 24.83 0.4015 1.20078 1.14 81.3637 23.78 0.6691 1.18268 1.09

Lampiran 103

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

l. Dark Grey Agate (berbentuk Pellet sesudah di Heatreatment 400°C; 10 kGy)

Position [°2Theta] (Copper (Cu))20 30 40 50 60 70 80

Counts

0

1000

2000

3000

Dark Grey AGATE ; 400'C;10kGy Versi 2

Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 12.5412 14.90 0.4015 7.05830 0.46 18.1118 3228.39 0.1171 4.89802 100.00 20.8789 234.19 0.0836 4.25470 7.25 22.0872 96.25 0.0836 4.02460 2.98 23.5590 41.31 0.1004 3.77640 1.28 24.2772 66.42 0.1673 3.66629 2.06 26.6461 1304.21 0.0836 3.34548 40.40 27.9705 234.28 0.0836 3.19001 7.26 28.2522 75.78 0.1004 3.15884 2.35 30.4786 35.07 0.2676 2.93298 1.09 31.5989 134.99 0.1171 2.83151 4.18 36.5592 157.24 0.0669 2.45792 4.87 37.1291 176.82 0.0669 2.42149 5.48 39.4804 87.05 0.2007 2.28253 2.70 41.3103 169.73 0.1338 2.18555 5.26 42.4313 97.24 0.1004 2.13037 3.01 45.8433 32.74 0.2676 1.97944 1.01 49.1714 44.96 0.2007 1.85297 1.39 50.1363 160.44 0.0669 1.81955 4.97 54.9210 30.77 0.2007 1.67182 0.95 56.2652 20.00 0.4015 1.63503 0.62 59.9406 82.65 0.1338 1.54326 2.56 67.7934 44.23 0.2007 1.38236 1.37 68.2374 65.58 0.2676 1.37444 2.03 72.6848 20.53 0.4015 1.30092 0.64 75.6603 27.92 0.4015 1.25698 0.86 77.8019 16.88 0.8029 1.22765 0.52 81.3069 15.43 0.6691 1.18336 0.48

104 Lampiran

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

2.PCPDF card no. 85-0335 : SiO2 struktur kristal hexagonal

3. Hasil Pengujian FTIR

a. Brown Agate

b. Dark Yellow Agate

Lampiran 105

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

c. Grey Agate

d. Dark Grey Agate

4. Hasil Standar Deviasi dan Coefisien Variasi

a. Dosis 0.1 kGy

Temperatur Kondisi Material Dosimter

Nilai Respon (nC)

Rata–rata Nilai Respon

Standar Deviasi Respon

CV (%) Respon

200°C Pemakaian ke-1

Agate Coklat 6.019

8,766 3.240942 36.971 Agate Coklat 7.939

Agate Coklat 12.34

Agate Kuning Tua 15.52

7.36966 7.060278 95.8019 Agate Kuning Tua 3.457

Agate Kuning 3.132

106 Lampiran

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Tua Agate abu-abu 7.353

5.27666 2.572397 48.75 Agate abu-abu 2.399 Agate abu-abu 6.078 Agate abu-abu

Tua 9.853

7.95966 1.903623 23.91 Agate abu-abu Tua 7.980

Agate abu-abu Tua 6.046

Temperatur Kondisi Material Dosimter

Nilai Respon (nC)

Rata–rata Nilai Respon

Standar Deviasi Respon

CV (%) Respon

300°C Pemakaian ke-1

Agate Coklat 9.22

7.94 1.447657 18.23245 Agate Coklat 6.369

Agate Coklat 8.231

Agate Kuning Tua 3.000

3.23066 0.201739 6.2396 Agate Kuning Tua 3.373

Agate Kuning Tua 3.319

Agate abu-abu 3.744 3.562 1.705299 47.87476 Agate abu-abu 5.169

Agate abu-abu 1.773 Agate abu-abu

Tua 10.84

8.27033 2.238372 27.06508 Agate abu-abu Tua 7.226

Agate abu-abu Tua 6.745

Temperatur Kondisi Material Dosimter

Nilai Respon (nC)

Rata–rata Nilai Respon

Standar Deviasi Respon

CV (%) Respon

400°C Pemakaian ke-1

Agate Coklat 6.888

8.33166 1.605045 19.2644 Agate Coklat 10.06

Agate Coklat 8.047

Agate Kuning Tua 7.269

6.84666 0.4225 6.1709 Agate Kuning Tua 6.847

Agate Kuning Tua 6.424

Agate abu-abu 3.163 3.636 1.097906 30.19543 Agate abu-abu 4.891

Agate abu-abu 2.854 Agate abu-abu

Tua 70.34

66.1666 29.64139 44.79811 Agate abu-abu Tua 93.50

Agate abu-abu Tua 34.66

b. Dosis 1 kGy

Temperatur Kondisi Material Nilai Respon Rata–rata Standar CV (%)

Lampiran 107

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Dosimter (nC) Nilai Respon Deviasi Respon

Respon

200°C Pemakaian ke-1

Agate Coklat 33.23

82.70666 84.00441 101.5691 Agate Coklat 179.7

Agate Coklat 35.19

Agate Kuning Tua 16.25

13.57566 3.783303 27.86828 Agate Kuning Tua 15.23

Agate Kuning Tua 9.247

Agate abu-abu 26.96 17.61333 8.417624 47.79121 Agate abu-abu 15.25

Agate abu-abu 10.63 Agate abu-abu

Tua 76.13

132.82666 105.89625 79.725147 Agate abu-abu Tua 255

Agate abu-abu Tua 67.35

Temperatur Kondisi Material Dosimter

Nilai Respon (nC)

Rata–rata Nilai Respon

Standar Deviasi Respon

CV (%) Respon

300°C Pemakaian ke-1

Agate Coklat 51.41

42.59666 8.607982 20.20811 Agate Coklat 42.17

Agate Coklat 34.21

Agate Kuning Tua 11.54

13.47333 2.727722 20.4016 Agate Kuning Tua 16.62

Agate Kuning Tua 12.26

Agate abu-abu 12.27 8.22066 3.947293 48.0168 Agate abu-abu 4.384

Agate abu-abu 8.008 Agate abu-abu

Tua 70.4

73.18 5.495361 7.509376 Agate abu-abu Tua 79.51

Agate abu-abu Tua 69.63

Temperatur Kondisi Material Dosimter

Nilai Respon (nC)

Rata–rata Nilai Respon

Standar Deviasi Respon

CV (%) Respon

400°C Pemakaian ke-1

Agate Coklat 60.66

73.16333 19.83218 27.10673 Agate Coklat 96.03

Agate Coklat 62.80

Agate Kuning Tua 78.35

46.65 27.94114 59.89526 Agate Kuning Tua 25.60

Agate Kuning Tua 36.00

108 Lampiran

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Agate abu-abu 16.11 17.20333 9.56697 55.61115 Agate abu-abu 8.230

Agate abu-abu 27.27 Agate abu-abu

Tua 993.5

734.8333 303.520 41.304 Agate abu-abu Tua 810.3

Agate abu-abu Tua 400.7

c. Dosis 10 kGy

Temperatur Kondisi Material Dosimter

Nilai Respon (nC)

Rata–rata Nilai Respon

Standar Deviasi Respon

CV (%) Respon

200°C Pemakaian ke-1

Agate Coklat 193.1

286.1666 145.9689807 0.510084 Agate Coklat 211.0

Agate Coklat 454.4

Agate Kuning Tua 61.55

86.33333 66.05895725 0.765162 Agate Kuning Tua 161.2

Agate Kuning Tua 36.25

Agate abu-abu 55.97 32.77333 20.09203905 0.613061 Agate abu-abu 21.53

Agate abu-abu 20.82 Agate abu-abu

Tua 402.7

374.1666 98.93560195 0.264416 Agate abu-abu Tua 455.7

Agate abu-abu Tua 264.1

Temperatur Kondisi Material Dosimter

Nilai Respon (nC)

Rata–rata Nilai Respon

Standar Deviasi Respon

CV (%) Respon

300°C Pemakaian ke-1

Agate Coklat 133.3

224.8 114.2834634 0.508378 Agate Coklat 188.2

Agate Coklat 352.9

Agate Kuning Tua 44.90

69.86333 43.0733216 0.616537 Agate Kuning Tua 45.09

Agate Kuning Tua 119.6

Agate abu-abu 22.88 32.95666 10.99897419 0.33374 Agate abu-abu 44.69

Agate abu-abu 31.30 Agate abu-abu

Tua 329.6

305.3 40.45454239 0.132508 Agate abu-abu Tua 327.7

Agate abu-abu Tua 258.6

Temperatur Kondisi Material Dosimter

Nilai Respon (nC)

Rata–rata Nilai Respon

Standar Deviasi

CV (%) Respon

Lampiran 109

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Respon

400°C Pemakaian ke-1

Agate Coklat 195.7

369.5333 278.0334213 0.752391 Agate Coklat 222.7

Agate Coklat 690.2

Agate Kuning Tua 124.9

94.67333 34.0914085 0.360095 Agate Kuning Tua 101.4

Agate Kuning Tua 57.72

Agate abu-abu 60.88 70.69333 16.30074334 0.230584 Agate abu-abu 89.51

Agate abu-abu 61.69 Agate abu-abu

Tua 3138

3143.666 441.5272736 0.14045 Agate abu-abu Tua 3588

Agate abu-abu Tua 2705

d. Dosis 10 kGy Pemakaian ke-2

Temperatur Kondisi Material Dosimter

Nilai Respon (nC)

Rata–rata Nilai Respon

Standar Deviasi Respon

CV (%) Respon

200°C Pemakaian ke-2

Agate Coklat 306.1

307.5 146.9050033 0.47774 Agate Coklat 161.3

Agate Coklat 455.1

Agate Kuning Tua 126.4

88.56666 47.31838966 0.533465 Agate Kuning Tua 104.1

Agate Kuning Tua 35.60

Agate abu-abu 24.56 22.62333 2.273594804 0.100498 Agate abu-abu 20.12

Agate abu-abu 23.19 Agate abu-abu

Tua 308.8

309.9 41.66089293 0.134433 Agate abu-abu Tua 352.1

Agate abu-abu Tua 268.8

Temperatur Kondisi Material Dosimter

Nilai Respon (nC)

Rata–rata Nilai Respon

Standar Deviasi Respon

CV (%) Respon

300°C Pemakaian ke-2

Agate Coklat 180.1

181.1333 5.819221025 0.032127 Agate Coklat 187.4

Agate Coklat 175.9

Agate Kuning Tua 45.63 79.07 67.71513346 0.856395

Agate Kuning 34.58

110 Lampiran

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Tua Agate Kuning

Tua 157.0

Agate abu-abu 36.83 36.67 0.664605146 0.018124 Agate abu-abu 37.24

Agate abu-abu 35.94 Agate abu-abu

Tua 247.5

259.7333 41.52424994 0.159873 Agate abu-abu Tua 306.0

Agate abu-abu Tua 225.7

Temperatur Kondisi Material Dosimter

Nilai Respon (nC)

Rata–rata Nilai Respon

Standar Deviasi Respon

CV (%) Respon

400°C Pemakaian ke-2

Agate Coklat 193.3

252.1 59.8776252 0.237515 Agate Coklat 250.0

Agate Coklat 313.0

Agate Kuning Tua 82.10

73.89 17.28505424 0.23393 Agate Kuning Tua 85.54

Agate Kuning Tua 54.03

Agate abu-abu 60.12 72.36 19.46874675 0.269054 Agate abu-abu 94.81

Agate abu-abu 62.15 Agate abu-abu

Tua 3021

2954.333 269.2625732 0.091142 Agate abu-abu Tua 3184

Agate abu-abu Tua 2658

e. Dosis 10 kGy Pemakaian ke-3

Temperatur Kondisi Material Dosimter

Nilai Respon (nC)

Rata–rata Nilai Respon

Standar Deviasi Respon

CV (%) Respon

200°C Pemakaian ke-3

Agate Coklat 326.8

282.366 113.4738002 0.401867 Agate Coklat 153.4

Agate Coklat 366.9

Agate Kuning Tua 145.8

112.75 71.73268084 0.63621 Agate Kuning Tua 162.0

Agate Kuning Tua 30.45

Agate abu-abu 27.5 22.0066 5.093616921 0.231458 Agate abu-abu 17.44

Agate abu-abu 21.08 Agate abu-abu

Tua 292.9

293.9 22.41673482 0.076273 Agate abu-abu Tua 316.8

Agate abu-abu Tua 272.0

Lampiran 111

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Temperatur Kondisi Material Dosimter

Nilai Respon (nC)

Rata–rata Nilai Respon

Standar Deviasi Respon

CV (%) Respon

300°C Pemakaian ke-3

Agate Coklat 161.6

167.0333 15.86390032 0.094974 Agate Coklat 154.6

Agate Coklat 184.9

Agate Kuning Tua 33.32

69.08 62.63223451 0.906662 Agate Kuning Tua 32.52

Agate Kuning Tua 141.4

Agate abu-abu 26.07 32.60333 20.80417586 0.6381 Agate abu-abu 15.85

Agate abu-abu 55.89 Agate abu-abu

Tua 206.8

200.4333 57.71397866 0.287946 Agate abu-abu Tua 254.7

Agate abu-abu Tua 139.8

Temperatur Kondisi Material Dosimter

Nilai Respon (nC)

Rata–rata Nilai Respon

Standar Deviasi Respon

CV (%) Respon

400°C Pemakaian ke-3

Agate Coklat 210.1

165 39.09693083 0.236951 Agate Coklat 144.2

Agate Coklat 140.7

Agate Kuning Tua 104.8

94.33 28.67625673 0.303999 Agate Kuning Tua 116.3

Agate Kuning Tua 61.89

Agate abu-abu 33.43 54.42 24.12729367 0.44254 Agate abu-abu 49.3

Agate abu-abu 80.83 Agate abu-abu

Tua 2607

2704.666 213.0125192 0.078757 Agate abu-abu Tua 2949

Agate abu-abu Tua 2558

5. Nilai CV (%) hasil pembacaan Keempat Jenis Pelet pada dosis 10 kGy

(Annealing 200°C).

Annealing Sampel Dosis 10 kGy Rata-rata

CV (%) Respon Pemakaian-1 Pemakaian-2 Pemakaian-3

200°C

Brown Agate 0.510084 0.47774 0.401867 0.463230

Dark Yellow Agate 0.765162 0.533465 0.63621 0.644945

Grey Agate 0.613061 0.100498 0.231458 0.315005

Dark Grey Agate 0.264416 0.134433 0.076273 0.158374

112 Lampiran

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

6. Nilai CV (%) hasil pembacaan Keempat Jenis Pelet pada dosis 10 kGy (Annealing 300°C).

Annealing Sampel Dosis 10 kGy Rata-rata

CV (%) Respon Pemakaian-1 Pemakaian-2 Pemakaian-3

300°C

Brown Agate 0.508378 0.032127 0.094974 0.211826 Dark Yellow Agate 0.616537 0.856395 0.906662 0.793198 Grey Agate 0.33374 0.018124 0.6381 0.329988 Dark Grey Agate 0.132508 0.159873 0.287946 0.193442

7. Nilai CV (%) hasil pembacaan Keempat Jenis Pelet pada dosis 10 kGy

(Annealing 400°C).

Annealing Sampel Dosis 10 kGy Rata-rata

CV (%) Respon Pemakaian-1 Pemakaian-2 Pemakaian-3

400°C

Brown Agate 0.752391 0.237515 0.236951 0.408952 Dark Yellow Agate 0.360095 0.23393 0.303999 0.299341 Grey Agate 0.230584 0.269054 0.44254 0.314059 Dark Grey Agate 0.14045 0.091142 0.078757 0.103449

8. Data hasil perhitungan sensitivitas saat temperatur annealing 200°C.

Temperatur Sintering Material Berat

(mg) InTensitas

TL Intensitas TL/Berat Sensitivitas Rata - rata

Sensitivitas

200'C

Brown Agate 20.4 193.1 9.46 0.946568627 1.465792324 Brown Agate 25.6 211 8.24 0.82421875

Brown Agate 17.3 454.4 26.26 2.626589595

Dark Yellow Agate 24.4 61.55 2.52 0.252254098 0.385572795 Dark Yellow Agate 20.8 161.2 7.75 0.775

Dark Yellow Agate 28 36.25 1.29 0.129464286

Grey Agate 23.5 55.97 2.38 0.238170213 0.133370085 Grey Agate 26.3 21.53 0.81 0.081863118

Grey Agate 26 20.82 0.80 0.080076923

Dark Grey Agate 23 402.7 17.50 1.750869565 1.770289855 Dark Grey Agate 21 455.7 21.7 2.17

Dark Grey Agate 19 264.1 13.9 1.39

9. Data hasil perhitungan sensitivitas saat temperatur annealing 300°C.

Temperatur Sintering Material Berat

(mg) InTensitas

TL Intensitas TL/Berat Sensitivitas Rata - rata

Sensitivitas

300'C Brown Agate 19.8 133.3 6.73 0.67 1.16109596 Brown Agate 18 188.2 10.45 1.04

Lampiran 113

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Brown Agate 20 352.9 17.64 1.76

Dark Yellow Agate 20 44.9 2.24 0.22 0.27849831 Dark Yellow Agate 19.1 45.09 2.36 0.23

Dark Yellow Agate 31.9 119.6 3.74 0.37

Grey Agate 17.9 22.88 1.27 0.12 0.219214641 Grey Agate 12.3 44.69 3.63 0.36

Grey Agate 18.8 31.3 1.66 0.16

Dark Grey Agate 20 329.6 16.48 1.64 1.490178382 Dark Grey Agate 22 327.7 14.89 1.48

Dark Grey Agate 19.4 258.6 13.32 1.33

10. Data hasil perhitungan sensitivitas saat temperatur annealing 400°C.

Temperatur Sintering Material Berat

(mg) InTensitas

TL Intensitas TL/Berat Sensitivitas Rata - rata

Sensitivitas

400'C

Brown Agate 11.7 195.7 16.72649573 1.672649573

2.308404558 Brown Agate 13 222.7 17.13076923 1.713076923

Brown Agate 19.5 690.2 35.39487179 3.539487179

Dark Yellow Agate 13 124.9 9.607692308 0.960769231

0.731034822 Dark Yellow Agate 16.4 101.4 6.182926829 0.618292683

Dark Yellow Agate 9.4 57.72 6.140425532 0.614042553

Grey Agate 26.3 60.88 2.314828897 0.23148289

0.428403225 Grey Agate 11.8 89.51 7.58559322 0.758559322

Grey Agate 20.9 61.69 2.951674641 0.295167464

Dark Grey Agate 20.5 3138 153.0731707 15.30731707

13.95394229 Dark Grey Agate 22.5 3588 159.4666667 15.94666667

Dark Grey Agate 25.5 2705 106.0784314 10.60784314

11. Hasil DSC-TGA Teflon ( Polytetrafluoroethylene ) a. Berat Sampel Devirative

114 Lampiran

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

b. Cristalinity

c. Entalphy (Kuantitas Thermodinamik yang setara dengan total kandungan panas )

d. Heat flow and Sampel Weight

Lampiran 115

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

12. Dosis 10 kGy Pemakaian ke-1

a. DarkGrey Agate (400°C)

b. Grey Agate (400°C)

c. Dark Yellow Agate (400°C)

116 Lampiran

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

d. Brown Agate (400°C)

e. Dark Grey Agate (300°C)

f. Grey Agate (300°C)

Lampiran 117

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

g. Dark Yellow Agate (300°C)

h. Brown Agate (300°C)

i. Dark Grey Agate (200°C)

118 Lampiran

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

j. Grey Agate (200°C)

k. Dark Yellow Agate (200°C)

l. Brown Agate (200°C)

Lampiran 119

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

13. Dosis 10 kGy Pemakaian ke-2

a. Dark Grey Agate (400°C)

b. Grey Agate (400°C)

c. Dark Yellow Agate (400°C)

120 Lampiran

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

d. Brown Agate (400°C)

e. Dark Grey Agate (300°C)

Lampiran 121

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

f. Grey Agate (300°C)

g. Dark Yellow Agate (300°C)

h. Brown Agate (300°C)

122 Lampiran

Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

i. Dark Grey Agate (200°C)

j. Grey Agate (200°C)

k. Dark Yellow Agate (200°C)

Lampiran 123

Laporan Tesis Program Studi S-2

Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

l. Brown Agate (200°C)

124 Lampiran