9
Patoogenesis C.tetani memerlukan tekanan oksigen yang rendah untuk berkembang biak dan bermultiplikasi. Pada keaadaan dimana jaringan sehat kaya oksigen, pertumbuhan dan multiplikasi tidak terjadi dan spora dihilangkan oleh fagosit. C.tetani memproduksi 2 toksin, tetanospamin dan tetanolisisn. Tetanolisin tidak berhubngan dengan pathogenesis penyakit tetanospamin adalah neurotoksin yang mengakibatkan manifestasi dari penyakit tersebut. Tetanospamin adalah protein tunggal dengan berat molekul 150 kDa, yang terbagi menjadi 2 rantai, rantai berat (100 kDa) dan rantai ringan (50 kDa), dihubungkan oleh ikatan disulfida. Toksin ini ditransportasikan secara intra axonal menuju nuclei motoric dari saraf pusat. Sekuensi asam amino dari tetanospamin ini identic dengan toksin yang dihasilkan Clostridium botulism, namun pada C.botulism, toksin tidak ditransportasikan ke susuan saraf pusat sehingga memiliki gejala klini yang berbeda. Tetanospamin masuk ke susunan saraf pusat melalui otot dimana terdapat terdapat suasan anaerobic yang memungkinkan C.tetani untuk hidup dan memproduksi toksin. Lalu, setelah masuk ke susunan saraf perifer, toksin akan

Tetanus Tinjauan Pustaka

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tetanus Tinjauan Pustaka

Citation preview

Page 1: Tetanus Tinjauan Pustaka

Patoogenesis

C.tetani memerlukan tekanan oksigen yang rendah untuk berkembang biak

dan bermultiplikasi. Pada keaadaan dimana jaringan sehat kaya oksigen, pertumbuhan

dan multiplikasi tidak terjadi dan spora dihilangkan oleh fagosit.

C.tetani memproduksi 2 toksin, tetanospamin dan tetanolisisn. Tetanolisin

tidak berhubngan dengan pathogenesis penyakit tetanospamin adalah neurotoksin

yang mengakibatkan manifestasi dari penyakit tersebut.

Tetanospamin adalah protein tunggal dengan berat molekul 150 kDa, yang

terbagi menjadi 2 rantai, rantai berat (100 kDa) dan rantai ringan (50 kDa),

dihubungkan oleh ikatan disulfida. Toksin ini ditransportasikan secara intra axonal

menuju nuclei motoric dari saraf pusat. Sekuensi asam amino dari tetanospamin ini

identic dengan toksin yang dihasilkan Clostridium botulism, namun pada C.botulism,

toksin tidak ditransportasikan ke susuan saraf pusat sehingga memiliki gejala klini

yang berbeda.

Tetanospamin masuk ke susunan saraf pusat melalui otot dimana terdapat

terdapat suasan anaerobic yang memungkinkan C.tetani untuk hidup dan

memproduksi toksin. Lalu, setelah masuk ke susunan saraf perifer, toksin akan

ditransportasikan secra retrograde menuju saraf presinaptik dimana toksin tersebut

bekerja.

Toksin tersebut akan menghambat pelepasan transmitter inhibisi dan secara

efektif menghambat inhibisi sinyal interneuron. Tapi khususnya toksin tersbut

menghambat pengeluaran Gamma Amino Butyric Acid (GABA) yang spesifik

menginhibisi neuron motoric. Hal tersebut akan mengakibatkan aktivasi tidak

teregulasi dari system saraf motoric. Selain system saraf motoric, system saraf

otonomik juga terganggu. Peningkatan katekolamin mengakibatkan komplikasi

kardiovaskular.

Page 2: Tetanus Tinjauan Pustaka

Gambaran dan Tanda Klinis

Setelah luka terkontaminasi dengan C.tetani, terdapat masa inkubasi selama

beberapa hari (7-10 hari) sebelum gejala pertama muncul. Gejala yang pertama kali

muncul adalah trismus atau rahang yang terkunci.

Tetanus memiliki gejala klinik yang luas dan beragam, namun dapat dibagi

menjadi 4 tipe secara klinik yaitu tetanus generalized, localized, cephalic dan

neonatal. Tetanus generalized adalah yang paling sering dijumpai. Gejalanya adalah

trismus, kekakuan otot maseter, punggung serta bahu. Gejalan lain juga bias

didapatkan antara lain opistotonus, posisi deortikasi, seta ekstensi dari ekstremitas

bawah. Tetanus localized gejalanya meliputi kekakuan dari daerah dimana terdapat

luka, biasanya ringan dan bertahan beberapa bulan. Tetanus cephalic meliputi

gangguan otot yang diperantarai oleh susunan saraf perifer bagian bawah, biasanya

terjadi setelah kecelakaan pada daerah wajah dan leher. Sering gejalanya agak

membingungkan seperti disfagia, trismus dan focal cranial neuropathy. Namun

dengan perjalanan penyakit dapat timbul parese wajah, disfagia disertai gangguan

pada otot ekstraokular. Tetanus neonatal disebabkan oleh kurangnya hygiene selama

proses bersalin. Biasa teradi pada minggu kedua kehidupan, ditandai oleh kelemahan

dan ketidakmampuan untuk menyusu, kadang disertai opistotonus.

Tetanus juga diklasifikasikan oleh Ablett, yaitu sebaga berikut:

a. Derajat I (ringan) : trismus ringan sampai sedang, spasitas generalisata, tanpa

gangguan pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia.

b. Derajat II (sedang) : trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme

singkat ringan sampai sedang, gangguan pernafasan sedang dengan frekuensi

pernafasan lebih dari 30, disfagia ringan.

c. Derajat III (berat) : trismus berat, spasitas generalisata, spasme reflex

berkepanjangan, frekuensi pernafasan lebih dari 40, serangan apnea, disfagia

berat dan takikardia lebih dari 120.

Page 3: Tetanus Tinjauan Pustaka

d. Derajat IV (sangat berat) : derajat tiga dengan gangguan otonimik berat

melibatkan system kardiovaskuler, hipertensi berat dan takikardia terjadi

berselingan dengan hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat menetap.

Diagnosis

Diagnosis tetanus sudah cukup kuat hanya dengan berdasarkan anamnesis

serta pemeriksaan fisik. Pemeriksaan kultur C.tetani pada luka, hanya merupakan

penunjang diagnosis. Menurut WHO, adanya trismus, atau risus sardonikus atau

spasme otot yang nyeri serta biasanya didahului oleh riwayat trauma sudah cukup

untuk menegakkan diagnosis.

Penatalaksanaan

Manajemen penanganan tetanus secara umum adalah suportif. Strategi

utamanya adalah menghambat pelepasan toksin, untuk menetralkan toksi yang belum

terikat, meminimlakan efek dari toksin dengan mempertahankan jalan napas yang

adekuat.

Imunoterapi : jika memungkinkan berikan tetanus immunoglobulin manusia

(TIG) 500 unit secara IM atau IV sesegera mungkin. Pemberian 10.000-20.000 U

equine antitoksin dosis tunggal secara intramuscular sudah cukup, namun hati-hati

erhadap reaksi anafilaktik.

Pilihan antibiotic adalah metronidazole 500 mg setiap 6 jam (IV maupun oral)

selama 7 hari. Alternative lain adalah Penicillin G 100.000-200.000 IU/kgBB/hari

secara IV, terbagi 2-4 dosis.

Untuk mengontrol spasme otot, golongan benzodiazepine dapat digunakan.

Diazepam dapat ditingkatkan dititrasi perlahan 5 mg atau lorazepam 2 mg, sampai

tercapai control spasme tanpa sedasi maupun depresi napas yang berlebihan

(maksimal 600mg/hari). Pada anak dosis dapat dimulai dari 0,1-0,2 mg/kgBB,

Page 4: Tetanus Tinjauan Pustaka

ditinngkatkan sampai tercapai control spasme yang baik. Magnesium sulfat dapar

digabung dengan benzodiazepine dengan dosis loading 5 gram (75mg/kgBB) secara

IV, dilanjutkan dengan dosis 2-3gram/jam sampai spasme terkontrol. Jika reflex

patellar menghilang, maka dosis perlu diturunkan. Dapat juga digunakan

klorpromasin (50-150mg IM tiap 4-6jam pada dewasa, atau 4-12mg IM, tiap 4-6jam

pada anak).

Pada tetanus kita harus mengontrol jalan napas karena obat-obatan dapat

menyebabkan depresi jalan napas. Dapat digunakan ventilator atau trakeostomi pada

saat spasme. Pemberian cairan dan nutrisi juga perlu untuk mempercepat proses

penyembuhan.

Pencegahan

Rekomendasi WHO adalah dilakukan imunisasi 3 dosis awal saat infan,

booster pertama saat umur 4-7 serta 12-15 tahun dan booster terakhir pada saat

dewasa. CDC merekomendasikan booster tambahan saat umur 14-16 bulan disertai

booster setiap 10 tahun. Pada orang dewasa yang menerima imunisasi saat masih

anak-anak, namun tidak mendapat booster, direkomendasikan menerima dosis

imunisasi 2 kali dengan selang 4 minggu.

Prognosis

Faktor-Faktor Prognosis yang Menunjukkan Perburukan Penyakit Tetanus

Tetanus Dewasa Neonatal Tetanus

Umur lebih dari 70 tahun Kejadian umur yang muda, kelahiran

premature

Periode inkubasi < 7 hari Periode inkubasi < 6 hari

Waktu saat awal gejala wal muncul

sampai penanganan di rumah sakit

Keterlambatan penanganan di rumah

sakit

Adanya luka bakar, luka bekas operasi Hygiene yang buruk saat proses kelahiran

Page 5: Tetanus Tinjauan Pustaka

yang kotor

Onset periode < 48 jam

Frekuensi jantung > 140x/menit

Tekanan darah sistolik > 140mmHg

Spasme yang berat

Temperature > 38,5 derajat celcius

Komplikasi

Komplikasi yang berbahaya dari tetanus adalah hambatan jalan napas,

sehingga pada tetanus yang berat terkadang memerlukan ventilator. Kejang yang

berlangsung terus menerus dapat mengakibatkan fraktur dari tulang spinal seta

rhabdomiolisis yang sering diikuto gagal ginjal akut. Salah satu komplikasi yang agak

sulit ditangani adalah gangguan otonom, karena pelepasan katekolamin yang tidak

terkontrol. Gangguan otonom ini meliputi hipertensi dan takikardi yang kadang

berubah menjadi hipotensi dan bradikardia. Pasien dengan tetanus juga berisiko

terkena infeksi nosocomial dikarenakan perawatan memerlukan waktu yang lama.

Komplikasi Tetanus

Sistem Komplikasi

Jalan nafas Aspirasi

Laringospasme

Respirasi Apnea

Hipoksia

Gagal nafas tipe 1 (atelectasis, aspirasi, pneumonia)

Gagal nafas tipe 2 (spasme laryngeal, sedasi berlebihan)

ARDS

Komplikasi trakeostomi (seperti stenosis trakea)

Kardiovaskular Takikardia, hipertensi, iskemia, hipotensi, bradikardia, takiritmia,

Page 6: Tetanus Tinjauan Pustaka

bradiritmia, asistol, gagal jantung.

Ginjal Stasis urin dan infeksi

Gastrointestinal Stasis gaster

Ileus

Diare

Perdarahan

Lain-lain Penurunan berat badan

Tromboembolus

Sepsis dengan gagal organ multiple

Fraktur vertebra

Rupture tendon