44
The transmission mechanisms of monetary policy in Indonesia Miranda S Goeltom 1 1. The objective of monetary policy Suatu perubahan yang utama di dalam perilaku dari kebijakan moneter di Indonesia sebagai akibatnya dari 1997-2000 krisis adalah Act no 23/1999 dan revisi nya di Act no 3/2004 bahwa memberi Bank Indonesia otonomi penuh di dalam merumuskan dan menerapkan kebijakan-kebijakan. Pertama-tama, sasaran dari bank sentral memusat di meraih dan pemeliharaan, stabilitas mata uang Indonesia (uang kartal) nilai, inflasi maksud(arti dan pertukaran rate2 Ke dua, bank sentral sudah diberi kemerdekaan di dalam melaksanakan kebijakan moneter nya (dengan kata lain menentukan instrumen yang moneter yang digunakan di dalam manajemen yang moneter), selagi pemerintah di dalam koordinasi dengan bank sentral itu akan di-set target inflasi. Ketiga, keputusan di kebijakan moneter terletak di tangan Dewan Governors Bank Indonesia itu, tanpa intervensi dari pemerintah atau para pihak lain. Dan keempat, suatu mekanisme yang jelas bersih untuk akuntabilitas dan transparansi dari kebijakan moneter adalah yang diuraikan Dalam [Aksi/ Perbuatan], antara lain dengan memerlukan Bank Indonesia untuk mengumumkan target inflasi nya dan rencana dari kebijakan moneter pada awal tahun itu dan untuk menyediakan suatu laporan yang triwulanan kepada Parliament untuk perilaku dari nya kebijakan moneter. Melawan terhadap latar belakang, kita membantah bahwa kerangka paling pantas dari kebijakan moneter yang masa depan untuk Indonesia adalah inflasi mengarahkan. Dua prasyarat pokok untuk inflasi yang mengarahkan - dengan kata lain, kemampuan itu untuk melakukan kebijakan moneter dengan kemerdekaan dan ketidakhadiran dari bertikai dengan target- target nominal lain atau sasaran hasil kebijakan -dipenuhi. Dengan perintah dari Act yang baru, Indonesia bank yang dimulai untuk mengumumkan target inflasi nya yang tahunan dan rencana dari kebijakan moneter pada awal 2000. Suatu bulanan Dewan pertemuan Governors yang telah pula diselenggarakan untuk meninjau ulang dan di-set cara berpendirian kebijakan moneter dan direction3 To mendukung pengambilan keputusan, staf riset sudah [didakwa/ dipenuhi] menyediakan analisa dan peramalan-peramalan lebih baik inflasi, ekonomi, dan trend keuangan seperti juga skenario kebijakan untuk kebijakan moneter. Hasil-hasil dari pertemuan telah secara luas dikomunikasikan kepada publik melalui berbagai media, termasuk siaran pers, konferensi pers, seminar-seminar dengan akademisi-akademisi dan stakeholders lain, 1

The transmission mechanisms of monetary policy …wsilfi.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9522/The... · Web viewMiranda S Goeltom1 1. The objective of monetary policy Suatu

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

The transmission mechanisms of monetary policy in Indonesia

Miranda S Goeltom1

1. The objective of monetary policySuatu perubahan yang utama di dalam perilaku dari kebijakan moneter di Indonesia sebagai akibatnya dari 1997-2000 krisis adalah Act no 23/1999 dan revisi nya di Act no 3/2004 bahwa memberi Bank Indonesia otonomi penuh di dalam merumuskan dan menerapkan kebijakan-kebijakan. Pertama-tama, sasaran dari bank sentral memusat di meraih dan pemeliharaan, stabilitas mata uang Indonesia (uang kartal) nilai, inflasi maksud(arti dan pertukaran rate2 Ke dua, bank sentral sudah diberi kemerdekaan di dalam melaksanakan kebijakan moneter nya (dengan kata lain menentukan instrumen yang moneter yang digunakan di dalam manajemen yang moneter), selagi pemerintah di dalam koordinasi dengan bank sentral itu akan di-set target inflasi. Ketiga, keputusan di kebijakan moneter terletak di tangan Dewan Governors Bank Indonesia itu, tanpa intervensi dari pemerintah atau para pihak lain. Dan keempat, suatu mekanisme yang jelas bersih untuk akuntabilitas dan transparansi dari kebijakan moneter adalah yang diuraikan Dalam [Aksi/ Perbuatan], antara lain dengan memerlukan Bank Indonesia untuk mengumumkan target inflasi nya dan rencana dari kebijakan moneter pada awal tahun itu dan untuk menyediakan suatu laporan yang triwulanan kepada Parliament untuk perilaku dari nya kebijakan moneter. Melawan terhadap latar belakang, kita membantah bahwa kerangka paling pantas dari kebijakan moneter yang masa depan untuk Indonesia adalah inflasi mengarahkan. Dua prasyarat pokok untuk inflasi yang mengarahkan -dengan kata lain, kemampuan itu untuk melakukan kebijakan moneter dengan kemerdekaan dan ketidakhadiran dari bertikai dengan target-target nominal lain atau sasaran hasil kebijakan -dipenuhi.

Dengan perintah dari Act yang baru, Indonesia bank yang dimulai untuk mengumumkan target inflasi nya yang tahunan dan rencana dari kebijakan moneter pada awal 2000. Suatu bulanan Dewan pertemuan Governors yang telah pula diselenggarakan untuk meninjau ulang dan di-set cara berpendirian kebijakan moneter dan direction3 To mendukung pengambilan keputusan, staf riset sudah [didakwa/ dipenuhi] menyediakan analisa dan peramalan-peramalan lebih baik inflasi, ekonomi, dan trend keuangan seperti juga skenario kebijakan untuk kebijakan moneter. Hasil-hasil dari pertemuan telah secara luas dikomunikasikan kepada publik melalui berbagai media, termasuk siaran pers, konferensi pers, seminar-seminar dengan akademisi-akademisi dan stakeholders lain, seperti halnya pada situs web Bank itu. Untuk memenuhi akuntabilitas nya kepada Parliament, laporan-laporan triwulanan telah disediakan untuk termasuk tidak hanya tinjauan ulang dari kebijakan moneter, hanya juga tugas-tugas lain dari Bank Indonesia di perbankan dan sistem bayar.

Haruslah ditekankan di sini, bagaimanapun, bahwa kerangka yang ada bukan suatu kerangka yang formal inflasi yang mengarahkan seperti yang diadopsi oleh beberapa negara-negara seperti UK dan Selandia Baru. Agak, itu hanyalah suatu kebijakan moneter dengan satu target inflasi. Tetapi adopsi inflasi yang berbulu seluruhnya yang mengarahkan kerangka yang dimulai pada Juli 2005.

Indonesia sudah mengalami sejumlah struktural yang berjangkauan luas penyesuaian ke dalam semua sektor yang ekonomi karena awal 1970s. Seperti di banyak yang lainnya negara-negara, penyesuaian-penyesuaian itu diperkuat oleh globalisasi yang lebih cepat dan mempunyai keterlibatan-keterlibatan utama untuk manajemen yang moneter dan mekanisme transmisi dari kebijakan moneter. Surat hutang ini akan mendiskusikan pengalaman Indonesia itu mengenai sasaran lingkungan dan kebijakan yang macroeconomic, bagaimana mekanisme transmisi kebijakan moneter memasukkan Indonesia, dan dampak dari globalisasi keuangan di pasar keuangan dan kurs.

1

2. Macroeconomic environment and policy objectivesItu dipahami bahwa lingkungan yang macroeconomic dan perubahan-perubahan struktural mempunyai keterlibatan-keterlibatan untuk sasaran hasil kebijakan dari kebijakan moneter. Sasaran hasil kebijakan moneter atau kerangka mengadopsi di suatu negeri bersifat berhubungan erat kepada derajat tingkat dari pengembangan keuangan, penyesuaian struktural, dan pengaturan yang macroeconomic di mana kebijakan moneter itu diterapkan. Di Indonesia, hubungan di antara lingkungan yang macroeconomic, struktural berubah, dan sasaran hasil dari kebijakan moneter di suatu perasaan(pengertian yang luas/lebar dapat dibagi menjadi tiga periode, yakni, di hadapan, selama, dan setelah 1997-2000 krisis keuangan, terutama mulai dari Juli yang pertengahan 2005, ketika Bank Indonesia yang diputuskan untuk menerapkan satu inflasi mengarahkan kerangka.

Pertama-tama adalah periode di hadapan krisis yang keuangan (1969-1996). Selama periode ini, lingkungan Indonesia ekonomi ditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang dipelihara; dipertahankan di yang layak tingkat di sekitar 6% tiap-tiap tahun, kecuali selama periode-periode 1969-1978 dan 1989-1993 ketika Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi nyaring/besar dari 7-8% per tahun. Para pengemudi utama pertumbuhan ekonomi itu adalah pertanian, pabrikasi, dan pekerjaan tambang. Pertumbuhan ekonomi yang stabil yang diperpanjang di dalam periode ini didukung oleh komitmen yang tinggi dari pemerintah Order Baru ke satu filsafat manajemen dan sasaran hasil yang ekonomi mempersiapkan dalam deretan dari lima rencana-rencana pengembangan tahun, yang dimulai pada 1969/1970.

pemerintah Order Baru sudah merasa terikat dengan trilogi dari pengembangan: pertumbuhan, ekuitas, dan stabilitas. Untuk masa lampau 30 tahun, pemerintah sudah mencari untuk memperbaiki ekuitas selagi mempromosikan pertumbuhan. Ini sudah memimpin ke(pada suatu penyusutan yang substansiil di dalam kemiskinan dan suatu gerakan yang umum terhadap satu derajat tingkat yang ditingkatkan dari persamaan hasil. Lebih dari itu, untuk mencapai pertumbuhan dan ekuitas, pemerintah sudah menempatkan suatu penekanan yang kuat di mengembangkan manusia, seperti juga secara fisik, modal.

Mengenai pengembangan harga, di hadapan inflasi krisis yang keuangan bisa dipelihara; dipertahankan di dalam digit-digit yang tunggal (di bawah 10% tiap-tiap tahun), terkecuali periode dari 1974-1978 ketika inflasi adalah sungguh ketinggian, di sekitar 15%. Inflasi di Indonesia ditandai oleh inflasi yang tinggi di harga yang diatur, terutama di harga makanan, transportasi, dan harga lain yang diatur oleh pemerintah. Di sisi yang eksternal, keseimbangan pembayaran-pembayaran, terutama rekening Koran, secara umum menunjukkan suatu defisit dari di sekitar 2-3% dari GDP. Defisit itu adalah hasil dari pajak impor yang tinggi tidak hanya di bahan baku, hanya juga di mesin-mesin dan peralatan mekanis lain untuk produksi. Untuk selanjutnya, rekening modal menunjukkan suatu figur surplus untuk kedua-duanya pemerintah dan sektor swasta.

Kurs itu yang relatif stabil karena adopsi suatu sistim kurs mengambang yang diatur dengan suatu regu yang tertentu. Selama sebelum periode krisis, ada benar-benar devalusai yang besar mata uang Indonesia sebagai jawaban atas tekanan secara relatif penting di kurs. Devalusai terjadi dalam 1978, 1983 (38% kehilangan nilai), dan 1986. Di sisi fiskal, pemerintah menerapkan prinsip anggaran berimbang. Oleh menerapkan prinsip ini ada selalu menyeimbangkan antara pendapatan pemerintah dan pengeluaran. Jika suatu defisit terjadi, karena pengeluaran pemerintah menjadi lebih besar dari hasil nya, pertentangan-pertentangan itu akan dicakup?ditutup dengan dari luar negeri peminjaman (utang negara) atau dengan mengeluarkan obligasi pemerintah domestik.

Selama periode dana stabilisasi ada beberapa perubahan-perubahan dan struktural berubah. Perubahan yang penting di dalam kebijakan moneter memulai ketika pagu/langit-langit kredit

2

diterapkan dan satu rezim suku bunga diatur. Kebijakan pagu/langit-langit kredit membatasi pinjaman-pinjaman dari tiap lembaga; institusi kredit, untuk mengendalikan permintaan domestik, menahan inflasi domestik, dan untuk menyerang defisit dalam pertimbangan dari pembayaran-pembayaran. Lalu, dalam 1970, pemerintah menyatakan; mengumumkan mata uang Indonesia untuk secara penuh suatu mata uang tertukarkan (rezim pertukaran valuta asing cuma-cuma), tanpa adanya pembatasan-pembatasan di alir pertukaran valuta asing ke dalam atau ke luar dari Indonesia. Gerakan ini radikal pada waktu dan akan menjadi keheningan mempertimbangkan hari ini radikal oleh beberapa ahli ekonomi. Perubahan peruntunan ini terutama ditujukan pada menarik modal asing, terutama investasi asing langsung, dan menimbulkan penghargaan mata uang Indonesia.

Mulai ubah kredit dalam 1983, ketika pembatasan-pembatasan yang tiruan di alokasi pembebanan kredit bank dan suku bunga bank negara bagian dihapuskan. Indonesia bank juga mengurangi peran nya yang penting di dalam pinjaman bank dana tarik dan memperkenalkan Bank Indonesia Certificates (SBI) dan sekuritas pasar uang mengeluarkan dan menguasakan oleh bank-bank (SBPU). Setelah itu, Indonesia bank mengadopsi kebijakan moneter yang tidak langsung untuk mengurangi penawaran dari cadangan uang. Di bawah kebijakan moneter yang tidak langsung, transmisi kebijakan moneter dipandang untuk menjalankan dari dasar yang moneter (target operasi) melalui kumpulan yang moneter (target intermediate/antara) kepada keluaran dan inflasi (target terakhir).

Satu hasil yang segera perubahan-perubahan ini untuk meningkat pada hakekatnya tingkat bunga membayar dalam deposito dan tuntutan untuk pinjaman-pinjaman, dengan satu perbaikan di dalam alokasi sumber daya, meskipun bank-bank yang milik pemerintah tetap mendominasi sistim.

Perubahan sektor keuangan diambil satu langkah lebih lanjut Pada Bulam Oktober 1988 dengan apa [yang] dikenal sebagai Pakto 88. Di Bawah Pakto 88, pembatasan di operasi bank asing ditenangkan, prosedur-prosedur untuk menetapkan bank-bank cabang disederhanakan, dan persyaratan-persyaratan untuk menjadi suatu bank pertukaran valuta asing diperlonggar. Pakto 88 juga mengurangi kehormatan-kehormatan dan tanggung-jawab yang khusus dari lembaga keuangan yang milik pemerintah dan membatasi perawatan pajak yang diferensial mempengaruhi berbagai instrumen finansial. Persyaratan cadangan bank diturunkan dari 15% ke 2% dari semua deposito, dengan sukses mengurangi sebaran antara peminjaman dan meminjamkan daftar biaya pengiriman barang-barang. Pemanfaatan yang ulang cadangan wajib sebagai satu instrumen yang tidak langsung dari kebijakan moneter adalah yang diharapkan untuk mengendalikan kredit bank dipandang dari sudut gelombang di dalam inflow-inflow modal. Sebagai tambahan, penyisihan yang baru akan memperkuat kuasa(tenaga dari kebijakan moneter untuk mempengaruhi neraca bank itu.

Periode krisis keuangan (1997-2000). Krisis keuangan dan ekonomi di Indonesia, yang dimulai pada mid-1997, mempunyai lebih parah; sulit; keras; berat, yang diperpanjang, dan sulit untuk memutuskan dibanding di dalam negeri yang dipengaruhi lain manapun di dalam daerah. Krisis, yang dicetuskan oleh satu depresiasi yang berlebihan mata uang Indonesia, resesi yang terburuk yang yang diakibatkan, ekonomi sudah berpengalaman. Ekonomi menyusutkan 1368% selama 1998 dan tingkat inflasi yang tahunan mencapai suatu figur yang sangat tinggi, 776% dalam 1998 (tahun di dasar tahun). Inilah juga diikuti oleh beberapa bank dan kegagalan bisnis yang besar-besaran dan suatu peningkatan yang sangat besar di dalam tingkat pengangguran.

Sementara itu, keseimbangan pembayaran-pembayaran dalam suasana yang baik, dengan suatu surplus rekening Koran sebagai hasil depresiasi yang tinggi mata uang Indonesia, dan suatu surplus rekening modal, sebagian besar karena bayar kembali yang tinggi dari hutang-hutang pribadi. Sentimen pasar yang kurang baik menyebabkan labil kurs berlebihan dan membuat nya sulit karena kebijakan moneter untuk memelihara stabilitas mata uang Indonesia, yang mempunyai suatu dampak yang negatif di menyeluruh situasi macroeconomic. Mata uang

3

Indonesia perlemahan merugikan stabilitas macroeconomic melalui menerobos dampak di inflasi, yang yang dipimpin kepada tingkat bunga yang lebih tinggi dibanding optimal untuk mendukung stabilitas keuangan dan ekonomi. Depresiasi juga mempengaruhi defisit fiskal, dengan peningkatan ongkos hutang eksternal melayani seperti(ketika nilai mata uang Indonesia dari saham hutang diletus/marah.

Untuk mengatasi mata uang Indonesia yang digempur, pemerintah melebarkan regu perdagangan di mata uang Indonesia, dan juga turutcampur baik dalam forward dan pasar spot. Bagaimanapun, menyadari bahwa mempertahankan uang kartal itu sia-sia di bawah tekanan yang kuat seperti di mata uang Indonesia, pemerintah akhirnya menyilahkan kurs mengambang di dalam Agustus yang pertengahan 1997. Segera setelah mengapung uang kartal, pemerintah mengadopsi satu sangat kebijaksanaan uang ketat dengan tingkat bunga peningkatan tajam, sebagai tambahan terhadap menggantungkan/ menghukum beberapa instrumen-instrumen yang moneter yang mempunyai expansionary barang kepunyaan seperti lelang SBPUs, fasilitas-fasilitas dikon, dan pembelian dari SBIs yang menggunakan repo-repo.

Yang tingkat tinggi dari tingkat bunga dan depresiasi yang besar sungguh mempengaruhi perbankan yang rapuh dan sektor-sektor riil dengan kualitas aset pemburukan bank itu dan mendukung kegagalan-kegagalan [perseroan/perusahaan]. Untuk mencegah lari bank dan suatu ambruk dari seluruh sistem perbankan, Indonesia bank memperluas dukungan likuiditas sangat besar kepada bank komersial. Sebagai hasilnya, uang uang palsu dan dasar kedua-duanya tumbuh di sekitar 30% dari Desember 1997 ke Maret 1998. Seperti keyakinan orang-orang di dalam mata uang Indonesia dikikis, suatu siklus tentang uang kartal perlemahan, harga peluncuran, dan kembangkan pasokan uang yang ter;diancam untuk terjadi tiba-tiba di dalam hiperinflasi. tujuan utama Bank Indonesia kemudian untuk memulihkan keyakinan di dalam uang kartal yang nasional. Hiperinflasi sudah harus dicegah dan inflasi dingurangi. Indonesia bank lebih lanjut percaya bahwa jika harga distabilkan, ini akan pada gilirannya memperkuat nilai dari mata uang Indonesia melawan terhadap uang kartal yang lain.

Untuk mencapai tujuan-tujuan ini, perluasan moneter perlu pertama untuk berhenti dan Bank Indonesia yang diperlukan untuk memperoleh kembali kendali (di) atas neraca yang sendiri. Semua sumber dari ciptaan uang bank sentral perlu di bawah kendali dan Bank Indonesia yang diperlukan untuk menyerap kembali kelebihan likuiditas di dalam sistem perbankan. Indonesia bank, dengan dukungan dari IMF, mengejar suatu cara berpendirian kebijaksanaan uang ketat dengan uang dasar sebagai suatu target. Target-target kwantitatif disiapkan di tingkat neraca milik bank sentral itu. Indonesia bank tidak mengizinkan[membiarkan aktiva-aktiva domestik untuk memperluas -secara umum bisa dikatakan, menjaring aktiva-aktiva domestik akan juga adalah rumah susun. Untuk melindungi posisi aktiva yang asing, suatu lantai bursa dibentuk/mapan karena cadangan yang internasional yang netto (NIR).

Untuk mencegah lebih lanjut perluasan-perluasan dukungan likuiditas, Pada Bulan April 1998 Bank Indonesia memaksakan suatu denda yang tinggi di fasilitas jendela diskonto dan keseimbangan bank komersial yang negatif pada Bank Indonesia. Lebih lanjut, Pada Bulan Mei 1998 Bank Indonesia menempatkan suatu daftar biaya pengiriman barang-barang dalam deposito pagu/langit-langit dan tingkat interbank yang dijamin oleh pemerintah. Kebijakan mengarah pada mencegah bank-bank dari mengadopsi kurang ingat mengukur bahwa bisa menjurus kepada perluasan penguatan diri sendiri dukungan likuiditas.

Karena nomor dari batasan-batasan di dalam instrumen pasar uang seperti pasar sepi dari SBIs, operasi pasar terbuka tidaklah mampu secara penuh menyerap semua kelebihan likuiditas di dalam ekonomi. Untuk mencapai target yang kwantitatif, usaha-usaha dibuat untuk memperbaiki tempat terbuka menjual operasi. Di 29 Juli 1998, Indonesia bank mengubah sistim lelang dari SBIs, bergeser dari satu target suku bunga sampai suatu target yang kwantitatif. Lebih lanjut, peserta-peserta lelang, tadinya/dahulu yang terbatas kepada dealer primer, diperluas untuk termasuk bankir-bankir, pialang uang, pasar modal, dan kalayak ramai. Perubahan-perubahan ini diharapkan untuk mengizinkan[membiarkan kompetisi lebih besar

4

antar peserta-peserta lelang, karenanya tingkat SBI diharapkan untuk lebih baik mencerminkan interaksi antara permintaan dan penawaran.

Inovasi lain di dalam tingkatkan operasi kebijakan moneter adalah "intervensi mata uang Indonesia". Itu di-set untuk mendukung pengekangan moneter dan labil suku bunga lembut di dalam pasar uang interbank. Secara setimpal, intervensi mata uang Indonesia tidak hanya bertindak sebagai suatu instrumen contractionary hanya juga sebagai satu nya expansionary. Usaha-usaha untuk mengendalikan perluasan moneter permulaan dukungan likuiditas dari pengeluaran pemerintah adalah juga didukung oleh sterilisasi di dalam pasar pertukaran valuta asing, yang secara serempak meningkat penawaran dari pertukaran valuta asing, dengan demikian membantu untuk menstabilkan uang kartal yang domestik.

Meski kerangka dari kebijakan moneter yang menggunakan uang dasar seperti(ketika target kebijakan sepertinya akan telah efektif di dalam 1980s dan awal 1990s, pendekatan yang sama dengan berat ditantang di dalam periode-periode sesudah itu. Di sana telah perhatian-perhatian bahwa sulit karena penentu kebijaksanaan untuk mengendalikan M0 growth4 Three faktor-faktor penting menurut dugaan orang bertanggung jawab untuk masalah ini. Pertama-tama, pasar uang untuk SBIs dan SBPUs secara relatif kurus dan terbagi-bagi. Sebagai hasilnya, bank sentral menemukan nya sulit untuk mengendalikan likuiditas ekonomi yang menggunakan instrumen-instrumen secara tidak langsung. Ke dua, di dalam periode-periode yang tertentu, M0 adalah endogin berkenaan dengan keluaran. Sebagai contoh, selama periode-periode "ayunan pukulan" di dalam ekonomi, pertumbuhan dari M0 sebagian besar disebabkan oleh permintaan kumpulan yang dicerminkan oleh pertumbuhan di dalam peminjaman dan likuidasi yang asing SBIs. Meski ini tidak perlu berarti bahwa pertumbuhan dari M0 tidak bisa dengan sepenuhnya terkendali, itu adalah suatu memberi pekerjaan sulit bahwa kadang-kadang diperlukan satu peningkatan sangat tinggi di dalam tingkat bunga untuk melambat permintaan kumpulan menurun/jatuh. Ketiga, hubungan antara pendapatan nominal dan uang menjadi terus meningkat tidak stabil. Inovasi dan deregulasi keuangan global juga telah menyebabkan masalah ini. Hal ini pada gilirannya membuat kebijakan moneter dengan target-target kuantitas lebih sedikit yang dapat dipercaya.

Menghadapi tantangan ini, Indonesia bank pada awalnya mengikuti suatu agak pragmatis (berwawasan luas) pendekatan. Tanpa sisa-sisa pendekatan kuantitas, lebih banyak perhatian diberikan kepada pengembangan dari tingkat bunga. Lebih dari itu, regu-regu intervensi di bawah rezim kurs yang diatur dilebarkan beberapa kali agar supaya mengizinkan[membiarkan beberapa fleksibilitas dan kesenangan sebagian dari beban di kebijakan moneter. Pendekatan pragmatis ini adalah, bagaimanapun, dianggap sebagai yang fana sebelum kebijakan moneter mengarah ke suatu pendekatan yang baru, dengan kata lain harga (suku bunga) mengarahkan. Bagaimanapun, sebelum pendekatan yang kedua secara penuh pada tempatnya, krisis keuangan terbaru memaksa otoritas moneter Indonesia untuk menunda implementasi nya dan meninjau ulang pendekatan kuantitas untuk pertimbangan menggambarkan di bawah.

Periode menerapkan kerangka kebijakan moneter yang baru. Suatu perubahan yang utama di dalam perilaku dari kebijakan moneter sebagai akibatnya dari krisis itu adalah Bank Indonesia Act yang baru bahwa memberi otonomi Bank penuh di dalam merumuskan dan menerapkan kebijakan-kebijakan. Pertama-tama, sasaran dari bank sentral memusat di meraih dan pemeliharaan, stabilitas mata uang Indonesia (uang kartal) nilai, inflasi maksud(arti dan pertukaran rate5 Ke dua, bank sentral sudah diberi kemerdekaan di dalam kedua-duanya pengaturan, target inflasi (kemerdekaan gol) dan melaksanakan kebijakan moneter nya (instrumen independence)6 Third, keputusan-keputusan di kebijakan moneter mempercayai pada; bersandarkan Dewan Governors Bank Indonesia, tanpa intervensi dari pemerintah dan para pihak lain. Dan keempat, suatu mekanisme yang jelas bersih untuk akuntabilitas dan transparansi dari kebijakan moneter adalah yang diuraikan Dalam [Aksi/ Perbuatan], memerlukan, antara lain, Indonesia bank untuk mengumumkan target inflasi nya dan rencana dari kebijakan moneter pada awal tahun itu dan untuk menyediakan suatu laporan yang triwulanan kepada Parliament di atasnya perilaku dari kebijakan moneter. Melawan terhadap

5

latar belakang ini, kerangka paling pantas untuk kebijakan moneter yang masa depan di Indonesia adalah inflasi mengarahkan. Dua prasyarat pokok untuk inflasi yang mengarahkan -dengan kata lain, kemampuan itu untuk melakukan kebijakan moneter dengan kemerdekaan dan ketidakhadiran dari bertikai dengan target-target nominal lain atau sasaran hasil kebijakan -dipenuhi.

Dengan perintah dari Act yang baru, Indonesia bank yang dimulai untuk mengumumkan target inflasi nya yang tahunan dan rencana dari kebijakan moneter pada awal 2000. Suatu bulanan Dewan pertemuan Governors yang telah pula diselenggarakan untuk meninjau ulang dan di-set cara berpendirian kebijakan moneter dan direction7 To mendukung pengambilan keputusan, staf riset telah [didakwa/ dipenuhi] menyediakan analisa dan peramalan-peramalan lebih baik inflasi, ekonomi, dan trend keuangan seperti juga skenario kebijakan untuk kebijakan moneter. Hasil-hasil dari pertemuan telah secara luas dikomunikasikan kepada publik melalui berbagai media, termasuk siaran pers, konferensi pers, seminar-seminar dengan akademisi-akademisi dan stakeholders lain, seperti halnya pada situs web Bank itu. Untuk temu akuntabilitas Bank Indonesia kepada Parliament, laporan-laporan triwulanan telah disediakan untuk termasuk tidak hanya suatu tinjauan ulang dari kebijakan moneter, hanya juga tugas-tugas lain dari Bank Indonesia di perbankan dan sistem bayar.

Haruslah ditekankan di sini, bagaimanapun, bahwa selama periode dana stabilisasi di bawah IMF memprogram Bank Indonesia uang dasar yang diadopsi sama target yang operasional seperti juga satu jangkar untuk mencapai target yang terakhir. Bank juga memonitor berbagai kumpulan-kumpulan seperti juga tingkat bunga. (di) atas peningkatan cepat yang panjang(lama, bagaimanapun, kita mencatat sejumlah kekurangan-kekurangan di dalam pemakaian uang dasar seperti(ketika target operasi, seperti berbagai kesulitan dalam mencapai target dan isyarat yang lemah(miskin yang memancarkan kepada pasar. Isyarat lemah(miskin dari seperti itu yang arah kebijakan moneter dan target-target sungguh-sungguh kegagalan-kegagalan untuk memenuhi kebutuhan untuk memelihara harapan-harapan pasar di gerakan-gerakan kurs yang masa depan. Mengingat bahwa faktor-faktor ini, Indonesia bank mengadopsi suatu inflasi secara penuh penuh ditumbuhi bulu mengarahkan kerangka (ITF) Pada Bulan Juli 2005.

Kerangka mempunyai tiga karakteristik yang utama, Pertama-tama, kebijakan moneter diarahkan untuk meraih satu target inflasi yang dengan tegas diumumkan kepada publik untuk suatu kaki langit waktu yang ditetapkan. Mengenai ini, di bawah Bank Sentral yang baru Hukum - sebagai tersebut di atas -target inflasi disimpan pemerintah setelah koordinasi dengan Bank Indonesia. Ke dua, kebijakan moneter yang harus diterapkan di suatu dasar yang memandang ke depan, menanggapi pengembangan-pengembangan masa depan di dalam inflasi. Di tingkat operasional, Indonesia bank menggunakan BI menempatkan ke klas khusus tingkat kebijakan untuk bereaksi terhadap tren yang masa depan di dalam inflasi. tingkat BI diterapkan melalui operasi pasar terbuka untuk nya bulan SBIs, sebagian besar karena mereka telah digunakan sebagai suatu acuan oleh pemain-pemain bank-bank dan pasar di Indonesia, mereka menguatkan pemberian isyarat tanggapan kebijakan moneter, dan mereka memainkan satu peran yang penting di dalam mekanisme transmisi yang moneter.

Di dalam merumuskan kebijakan moneter, aturan Taylor-type digunakan sebagai suatu acuan. Jadi; Dengan demikian, pada pokoknya, tingkat bunga menggunakan sebagai instrumen-instrumen kebijakan moneter disesuaikan agar supaya bereaksi terhadap penyimpangan di dalam kesenjangan; celah; jurang inflasi dan kesenjangan; celah; jurang keluaran. Sungguh-sungguh, aturan-aturan seperti ini tidak untuk bersifat diterapkan dengan mesin. Suatu keseimbangan antara aturan-aturan dan pertimbangan, atau membatasi pertimbangan, terutama perlu ketika kebijakan moneter yang harus dikejar di dalam satu terus meningkat globalized dan lingkungan keuangan kompleks.

Karakteristik yang ketiga dari ITF adalah bahwa/karena kebijakan moneter diterapkan di suatu dasar yang transparan dengan akuntabilitas yang di/terukur. Inflasi yang mengarahkan lebih

6

dari suatu semata-mata kerangka untuk kebijakan moneter. Inflasi yang mengarahkan mempromosikan penguasaan yang baik suatu bank sentral. Oleh mengumumkan target inflasi kepada publik, bank sentral melakukan diri sendiri kepada prestasi nya. Ketidak-pastian (di) atas inflasi yang masa depan akan kesenangan karena harapan-harapan yang publik mempunyai suatu poin dari referensi integritas, biaya ekonomi seperti itu timbul dari ketidak-pastian akan juga dikurangi. Komunikasi kepada publik di arah kebijakan moneter yang masa depan adalah hal penting sehingga publik itu dapat mengantisipasi kebijakan moneter bank sentral dan untuk menghindari kejutan-kejutan bahwa bisa mencetuskan pasar dalam keadaan untung labil. Komunikasi-komunikasi kepada pemain-pemain pasar adalah juga perlu, terutama ketika pasar keuangan sedang mengalami pergolakan. Di dalam pasar keuangan penuh dengan informasi tidak simetris, kekayaan informasi berpegang kepada bank sentral itu adalah sering dari manfaat yang besar di dalam mengurangi isu ini dan seperti itu mencegah panik dan menggembalakan oleh pemodal-pemodal. Mengenai ini, kredibilitas bank sentral itu adalah yang penting.

3. Monetary policy transmission mechanism

3.1 General framework of transmission channel

Mengingat bahwa perintah Bank Indonesia untuk mencapai stabilitas di dalam mata uang Indonesia, atau dalam hal ini untuk mengendalikan inflasi, itu adalah hal penting untuk Bank Indonesia untuk memiliki suatu genggaman di bagaimana kebijakan moneter mempengaruhi inflasi. Proses kebijakan moneter bahwa mempengaruhi ekonomi dan inflasi yang lebih luas khususnya dikenal sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter. Setiap saluran-saluran dengan mana kebijakan moneter operasikan dikenal sebagai kanal transmisi. Di dalam teori, ada enam kanal transmisi, yang berturut-turut kurs, harga aktiva, suku bunga, neraca [perseroan/perusahaan], kredit, dan harapan-harapan menggali. Masing-masing saluran adalah yang digambarkan ini dengan singkat di bawah.

Scheme 1

Summary of transmission mechanism of monetary policy

3.2 Exchange rate channel

7

Di dalam ekonomi terbuka kecil, kurs menjadi satu saluran yang penting di dalam memancarkan kebijakan moneter, di gerakan-gerakan kurs tersebut dengan mantap mempengaruhi pengembangan dari kumpulan menuntut dan penawaran kumpulan, dan seperti itu keluaran dan harga. Kekuatan relatif nya, tentu saja, bergantung pada pengaturan kurs dari negeri. Di bawah suatu sistim kurs mengambang, sebagai contoh, satu menenangkan kebijakan moneter akan jatuh harga uang kartal yang domestik, dan meningkatkan harga dari barang impor, seperti itu mengangkat harga domestik bahkan ketika tidak ada perluasan di dalam permintaan kumpulan. Sementara itu, dalam beberapa negara-negara dengan suatu rezim apung yang diatur, kanal transmisi yang moneter dibanding kurs itu lain akan memiliki suatu pengaruh secara relatif lebih besar di keluaran dan harga riil. Meskipun demikian, ada kasus-kasus di mana kurs mempunyai ruang; kamar untuk berubah-ubah, terutama ketika ada suatu secara relatif pita lebar di suatu sistim kurs yang diatur atau jika ada satu subtitusi yang tidak sempurna antara aktiva-aktiva asing dan yang domestik. Di dalam kasus-kasus ini, saluran kurs dari kebijakan moneter masih mempunyai satu pengaruh di keluaran dan harga sama dengan suatu pengaruh yang lebih kecil dan penyimpangan waktu lebih panjang.

Bagian ini menyajikan studi dari Siswanto, et al (2001) dan Astiyah (2006), di saluran kurs dari transmisi yang moneter di Indonesia. Saluran itu adalah decomposed ke dalam dua blok. Blok yang pertama mencari untuk mengukur apakah suatu goncangan kebijakan moneter mempunyai suatu pengaruh yang dominan di gerakan-gerakan kurs yang dibandingkan dengan suatu faktor resiko. Kekuasaan dari goncangan variabel kebijakan menentukan apakah kebijakan moneter itu bisa dipancarkan kepada inflasi melalui saluran kurs. Blok yang kedua ditujukan pada pendeteksian transmisi kurs mengubah kepada laju inflasi kedua-duanya secara langsung, melalui harga (arahkan passthrough pengaruh), dan secara tidak langsung, melalui keluaran (tak langsung menerobos pengaruh). Studi itu dilaksanakan dengan suatu autoregresi vektor yang struktural (SVAR) pendekatan. Pembusukan-pembusukan ragam mengukur dampak kebijakan moneter di kurs dan inflasi, dan fungsi tanggapan dorongan untuk meneliti struktur-struktur tertinggal.

Figure 1

Exchange rate channel framework

Penemuan dari analisa SVAR mengungkapkan bahwa selama sebelum periode krisis, transmisi kebijakan moneter melalui saluran kurs adalah sangat lemah. tindakan Moneter authoriy untuk memelihara keragaman kurs di dalam suatu regu yang tertentu telah menjaga kurs dapat diprediksi dan yang relatif stabil. Di bawah kondisi-kondisi seperti itu, suku bunga di instrumen SBI tidak mempunyai suatu dampak yang penting di kurs, dan kurs itu bukan satu faktor penentu yang penting inflasi.

Pre-crisis period8

Studi di langsung menerobos di dalam periode ini mengungkapkan bahwa suatu singkatan sebagai suatu kebijakan moneter diikuti oleh suatu peningkatan perbedaan tingkat bunga setelah dua bulan, yang kemudian diikuti oleh satu penghargaan kurs itu ke(pada suatu derajat tingkat yang lebih kecil. Tanggapan-tanggapan ini dengan segera diikuti dengan mengurangi tradable harga barang-barang dan laju inflasi dan mencapai suatu puncak pada kelajuan 8 sebelum pengaruh nya mengurangi dan memudar setelah 25 bulan. Tanggapan yang ter/dikumpulkan dari kurs dan laju inflasi ke(pada suatu kejut tarif BI sangat kecil. Hal ini mengusulkan bahwa di dalam periode yang diatur mengapung, agen-agen ekonomi menemukan depresiasi yang diharapkan mudah untuk meramalkan, sehingga dampak dari goncangan itu kepada inflasi relatif kecil.

Graph 1

Impulse response to policy rate (SBI) shock

Pembusukan-pembusukan ragam juga menunjukkan suatu sumbangan yang sangat kecil goncangan-goncangan suku bunga kepada kurs (kurang dari 1%) dan keragaman laju inflasi (tentang 9% dalam 12 bulan). Keragaman laju inflasi itu dipengaruhi lebih dengan mantap oleh perubahan harga barang-barang tradable. Hal ini membuktikan (bahwa) bahwa selama sebelum periode krisis di bawah sistim apung yang diatur, saluran kurs dari transmisi kebijakan moneter kepada laju inflasi itu adalah sangat lemah. Analisa dari tak langsung menerobos memberi suatu hasil yang serupa. Perubahan dari kebijakan moneter melalui tingkat SBI tidak mempengaruhi kurs. Pada gilirannya, barang ekspor netto dan GDP pertumbuhan, seperti juga laju inflasi, adalah juga tidak dengan mantap mempengaruhi sebagai tanggapan yang ter/dikumpulkan mereka kepada satu kejut tarif SBI sangat kecil. Pembusukan ragam menaksir juga menyarankan suatu sumbangan secara relatif lemah goncangan SBI kepada keragaman kurs. Pada gilirannya, dampak dari suatu kejut tarif SBI kepada laju inflasi melalui permintaan kumpulan adalah sangat lemah. Untuk sementara waktu, satu goncangan SBI hanya 05% yang disokong kepada laju inflasi, selagi di dalam yang lebih panjang menjalankan sumbangan relatif dari suatu kejut tarif SBI ditingkatkan, tetapi hanya ke(pada 10%. Hal ini menunjukkan bahwa di bawah suatu sistim apung yang diatur, transmisi moneter melalui tak langsung menerobos adalah juga sangat lemah, bahkan yang lebih lemah dibanding melalui langsung menerobos.

Post-crisis period and recent development

SVAR penilaian membentak periode krisis pos?tiang, dan pengembangan-pengembangan terbaru, mengungkapkan bahwa langsung menerobos pengaruh dari kurs itu kepada harga konsumen adalah lebih besar dari tak langsung menerobos. Menerobos pengaruh dari kurs kepada inflasi memberi variasi dari 005 sampai 014 (Meja 1). Bagaimanapun, tak langsung

9

menerobos barang kepunyaan bersifat hal negatif, tetapi bersifat menurunkan di dalam nilai mutlak dibanding langsung yang positif menerobos barang kepunyaan. Ketika langsung menerobos mempunyai suatu besaran yang lebih tinggi dibanding tak langsung menerobos, suatu depresiasi (penghargaan) kurs itu akan mengurangi (peningkatan) GDP. Secara relatif ketinggian menerobos pengaruh dari kurs di ekonomi yang domestik dihubungkan dengan isi impor yang tinggi dari barang modal dan bahan baku di dalam aktivitas investasi dan produksi, seperti juga kepada jumlah yang pantas dipertimbangkan dari hutang eksternal (pengaruh neraca). Oleh karena itu, pada seat ini satu penghargaan kurs itu lebih baik untuk ekonomi Indonesia itu untuk menaikkan tegangan GDP pertumbuhan dan untuk mengurangi/ berkurang tekanan inflasi. Penghargaan kurs akan membawa inflasi turun ke langsung nya menerobos pengaruh di biaya produksi. Sebagai tambahan, penghargaan kurs itu bisa menghasilkan pertumbuhan GDP yang lebih tinggi melalui tak langsung menerobos, seperti(ketika penghargaan itu akan mendorong konsumsi dan investasi. Sungguh, pada suatu tingkatan yang tertentu, penghargaan kurs akan mendukung barang ekspor tentang produk-produk pabrikasi dengan isi impor yang tinggi.

Table 1

Exchange rate pass-through coefficients Model Estimation period

Pass-through coefficient

Direct Indirect Total

1. Quarterly Small Macro (SSM) 1987:Q1–2001:Q3 0.1695 –0.0570 0.1122

2. Quarterly Modified Small Macro(SSM-Mod) 1991:Q4–2001:Q4 0.0960 –0.0127 0.0833

3. Quarterly Medium Scale Macro(SOFIE) 1983:Q1–2000:Q4 0.1567 –0.0186 0.1380

4. Yearly Medium Scale Macro(MODBI) 1970–1997 0.3458 –0.2164 0.1294

5. Quarterly Single Equation 1996:Q1–2000:Q2 0.1405

6. Monthly Single Equation 1990:M8–2002:M7 0.0564

Average 0.110

Lebih banyak pemahaman perilaku dari semakin banyak rezim nilai tukar fleksibel mengadopsi sejak Agustus 1997 oleh agen-agen yang ekonomi sudah membantu menstabilkan kurs. Pasar-pasar sedang mulai menetapkan a "regu" kepada bantal bergeraknya fluktuasi kurs mata uang Indonesia di dalam aktivitas harian mereka. Labil kurs sudah menunjukkan suatu tren yang menurun untuk dua tahun yang terakhir.

Graph 2

Exchange rate and volatility

R p / U S D V o l a t i l i t a s , %

1 1 , 0 0 0

1 0 , 5 0 0

1 0 , 0 0 0

K u r s H a r ia n V o la t ilit a s

R a t a - r a t a V o la t ilit a s

2 0 . 0

1 7 . 5

1 5 . 0

9 , 5 0 0 1 2 . 5

9 , 0 0 0 1 0 . 0

8 , 5 0 0 7 . 5

8 , 0 0 0

7 , 5 0 0

4 . 0 4 3 . 9 5

5 . 0

2 . 5

10

-7 , 0 0 0

Dengan pengalaman, ini adalah juga dilihat pada pertentangan antara gerakan-gerakan di dalam indeks harga perdagangan besar, indeks harga pasar, dan kurs mata uang Indonesia (Grafik-grafik 3 dan 4). Bertentangan dengan data nya yang historis, gerakan kurs tidak dipancarkan sama penilaian koefisien besar nya seperti kepada laju inflasi. Sebagai contoh, hanya bagian dari depresiasi kurs mata uang Indonesia dalam 2005 dipancarkan kepada inflasi. Perjalanan kaki di dalam inflasi sebagian besar dijelaskan oleh peningkatan di dalam harga bahan bakar yang domestik dan bukan depresiasi uang kartal.

Graph 3 Graph 4

CPI, WPI and exchange rate CPI, imported good inflation and exchange rate

25 %, yoy %, yoy 2.0 15 %, yoy %, yoy

20Depreciation

15

1.810

1.6

Depreciation

51.410

1.2

05

1.0

0

-51 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0.8

2003 2004 2005 2006-5

-10

-15Appreciation

CPI (LHS)

WPI (LHS)

0.6

0.4

0.2

-10

-15

AppreciationDepreciation/Appreciation IDR/USD (LHS)Imported goods inflationTraded Core InflationCPI

-20

Depreciation/Appreciation Rp/USD (LHS)

Trading partner's inflation0.0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

2003 2004 2005 2006

Mempertimbangkan dampak dari gerakan kurs di mekanisme formasi harga (-inflasi), Indonesia bank sudah mengembangkan satu model kurs menggunakan Behavioral Equilibrium Exchange Rate (BIR) dekati karena 1999. Hal ini meniru memusat alur yang aktual dari alur kurs dan peramalan-peramalan yang riil ini untuk nya tahun di depan. Ada lima variabel di dalam model ini: tiga yang jangka panjang (pokok) variabel-variabel, yakni terminologi dari perdagangan

(-ANAK KECIL), sanak keluarga harga berdagang kepada barang-barang yang diperdagangkan (TNT), dan menjaring aktiva-aktiva asing (NFA), dan dua variabel yang jangka pendek, yakni premi risiko dan perbedaan tingkat bunga. Semua variabel mempunyai suatu hubungan yang positif dengan kurs yang riil, seperti bahwa satu peningkatan kepada mereka variabel-variabel akan diikuti oleh suatu penghargaan kurs yang riil dan suatu kemunduran kepada mereka variabel-variabel akan menghasilkan suatu depresiasi kurs yang riil.

Riset terbaru di BEER model (Budiman, Hendarsah, Nugroho, Sylviani (2002)) menunjukkan bahwa [dari] antara mereka variabel-variabel bahwa dengan mantap mempengaruhi kurs, premi risiko mempunyai koefisien yang paling tinggi. Hasil ini yang berbeda dari riset yang sebelumnya

(-Kurniati, Hardiyanto (1999)) yang, menggunakan pendekatan yang sama, yang ditemukan bahwa variabel yang jangka panjang, TNT, yang dikuasai bergeraknya kurs yang riil. Seperti premi risiko sudah menjadi satu faktor yang penting di dalam gerakan kurs, penilaian atas indikator premi risiko diperbaiki dengan pelaksanaan suatu survei harapan-harapan pasar untuk membentuk suatu indeks gabungan resiko, seperti itu mencerminkan persepsi pasar di resiko negeri Indonesia.

Di sisi yang mikro, Indonesia bank sudah berkembang dan menerapkan satu sistim pemantauan dalam-talian dari pertukaran valuta asing untuk melengkapi model yang makro dari kurs. Pertama-tama, satu International Transaction Reporting System (LLD) dikembangkan dalam 2000 untuk memperbaiki pemahaman sifat dan besaran dari transaksi-transaksi pertukaran valuta asing yang yang disertai bank-bank, lembaga keuangan bukan bank, perusahaan, dan individu. Ke dua, pemrosesan dalam-talian analitis (OLAP) sistim dibuat dalam 2002 untuk memonitor transaksi-transaksi pertukaran valuta asing sehari-hari di dalam pasar yang domestik. Sistem menolong Bank Indonesia untuk mengidentifikasi sumber dari fluktuasi kurs dan mengambil yang sesuai membatasi menghindari lebih lanjut fluktuasi-fluktuasi di dalam kurs.

3.3 Asset price channelseperti Terkenal, aktiva menghargai gerakan-gerakan berisi beberapa informasi tentang kondisi-kondisi masa depan ekonomi seperti juga alur yang masa depan inflasi. Sementara kekayaan ini adalah benar untuk beberapa negara-negara, mereka tidak perlu tahan untuk yang lain. Di hadapan krisis, peran dari harga aktiva di dalam mekanisme transmisi di Indonesia tidak terutama sekali kuat atau jelas bersih. Sebenarnya, tidak ada hubungan antara harga aktiva dan ekonomi. Meskipun demikian, kecurigaan; keingin-tahuan sekitar peran dari harga aktiva di dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter melanjutkan untuk bertumbuh. Indonesia bank, seperti(ketika otoritas di dalam melaksanakan kebijakan moneter, penekanan tempat-tempat khusus di mekanisme transmisi ini dan itu tinjauan ulang secara reguler.

Perubahan-perubahan cepat di dalam struktur yang ekonomi setelah krisis menyerang memimpin kepada pemeriksaan kembali yang berkelanjutan mekanisme transmisi.

Figure 2

Assets price channel

Suatu studi oleh Idris, et al mempekerjakan VAR model dengan beberapa pembatasan struktural. Sementara perumahan atau harga tanah akan telah kuasa terbaik untuk aktiva menghargai data, batasan-batasan membisikkan pemakaian Jakarta Composite Stock Price Index (JSX). Untuk sebelum periode krisis studi menyimpulkan bahwa ada tanpa bukti yang kuat di keberadaan dari saluran harga aktiva dari transmisi yang moneter di Indonesia. Karena periode krisis pos?tiang sampai ke baru-baru ini, studi menunjukkan bahwa saluran harga aktiva betul-betul memancarkan kebijakan moneter melalui dampak nya di investasi.

Estimate and variance decomposition of investment path

Studi mengungkapkan bahwa masing-masing parameter mempunyai tanda yang benar seperti yang diramalkan oleh teori ekonomi, tetapi secara statistik bukan yang penting. Koefisien di tingkat SBI di dalam penyamaan JSX mencerminkan dampak kebijakan moneter di indeks JSX. Ketika Indonesia bank menaikkan tingkat SBI, tingkat burlga deposito itu akan kenaikan dan orang-orang lebih suka menaruh uang mereka di dalam bank. Jadi; Dengan demikian, menuntut untuk JSX sebagai satu alternatif untuk orang untuk tahan kekayaan mereka berkurang dan indeks JSX turun. Lebih dari itu, itu menandai (adanya) keberadaan dari suatu pengaruh subtitusi. Hasil ini juga tahan karena periode-periode contoh yang lain, kecuali periode krisis pos?tiang. Meski

koefisien-koefisien ini tidak dengan mantap yang berbeda dari kosong, mereka menyatakan bahwa kebijakan moneter mempengaruhi bergeraknya indeks JSX.

Koefisien di SBI di dalam penyamaan investasi untuk periode-periode krisis pos?tiang preand mempunyai suatu tanda yang negatif dan secara statistik penting karena pos?tiang. krisis. Hasil ini adalah konsisten dengan teori ekonomi. Meningkatkan tingkat SBI menyiratkan suatu yang lebih tinggi ongkos investasi, oleh karena itu menakut-nakuti investasi. Sebaliknya, ketika tingkat kebijakan dikurangi, bahwa akan aktivitas desakan di pasar modal. Perkiraan-perkiraan dari penyamaan investasi mengungkapkan bahwa peningkatan di dalam indeks JSX memimpin ke arah investasi yang lebih tinggi. Hasil kita(kami menunjukkan bahwa indeks JSX adalah secara positif dihubungkan dengan investasi di dalam semua periode contoh, seperti dihipotesakan. Bagaimanapun, hubungan itu adalah penting di dalam menjelaskan saluran harga aktiva.

Menaksir model menunjukkan bahwa satu peningkatan di dalam investasi akan menyebabkan inflasi, mewakili(menggambarkan tekanan inflasi potensial. Peristiwa ini tidak muncul di dalam periode krisis pos?tiang, ketika investasi adalah secara negatif dihubungkan dengan inflasi dan ini adalah secara statistik penting. Bagaimanapun, di dalam contoh yang penuh dan sebelum periode krisis kita menemukan bahwa investasi bisa menyebabkan inflasi, hanya tidak jelas karena hubungan investasi kepada inflasi adalah secara statistik tidak penting. Itu muncul bahwa parameter menaksir bukanlah tegar untuk menjelaskan keberadaan dari saluran harga aktiva. Kita menaruh variabel-variabel inflasi ke dalam penyamaan indeks JSX untuk menguraikan peristiwa di mana orang-orang lebih suka tahan kekayaan mereka di dalam aktiva-aktiva kadang-kadang dari inflasi yang lebih tinggi, dan sebaliknya. Inflasi yang lebih tinggi menyiratkan bahwa lebih menguntungkan untuk tahan aktiva-aktiva dibanding tunai atau deposito-deposito.

Pembusukan-pembusukan ragam untuk investasi, yang mengukur sumbangan persentase dari tiap goncangan kepada penyimpangan pada setiap variabel, mengungkapkan bahwa ragam-ragam kebanyakan ditentukan oleh goncangan-goncangan mereka sendiri. Keragaman indeks JSX karena goncangan di SBI meningkatkan ke(pada 34% pada

36 bulan setelah goncangan di dalam sebelum periode krisis. Sementara itu, di dalam periode krisis pos?tiang, sumbangan SBI menetes jatuh kepada kurang dari 25%. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan moneter menjadi lebih sedikit dominan di dalam menentukan keragaman indeks JSX di dalam periode krisis pos?tiang. Itu muncul bahwa bergeraknya JSX bukanlah hanya yang dipengaruhi oleh tingkat kebijakan tetapi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor tidak ekonomi yang lain, seperti kelebihan likuiditas global dan kondisi-kondisi sosial dan politis melingkupi Indonesia, peran-peran investasi spekulatif lebih penting yang di dalam semua aktivitas, meskipun sebagian orang berbagai kemungkinan bagi tidak termasuk relevan variabel-variabel dari model.

Dorongan menanggapi untuk alur investasi ke(pada JSX hanya kebutuhan lima bulan untuk sebelum periode krisis dan bersifat lebih cepat di dalam periode krisis pos?tiang. Hasil-hasil ini menyatakan bahwa kebijakan moneter dapat mempengaruhi indeks JSX di dalam pertama lima bulan, setelah yang mana dampak mulai untuk mengurangi. Dorongan menanggapi dari periode yang utuh 1 dan 2 juga muncul untuk memiliki hasil-hasil yang serupa.

Graph 5 Graph 6

JSX and policy rate (BI rate) JSX and IDR/USD

Sementara itu, investasi tidak menanggapi dengan segera kepada goncangan kebijakan moneter. Dibutuhkan kira-kira 10 bulan sebelum goncangan mempengaruhi investasi di dalam arah yang benar di dalam sebelum periode krisis. Suatu hasil yang serupa muncul di dalam periode krisis pos?tiang, hanya dengan suatu tanggapan lebih yang lebih kuat dan cepat. Dibutuhkan hanya lima bulan sebelum goncangan kebijakan moneter mempunyai dampak nya. Setelah itu pengaruh itu dilemahkan. Di dalam. umum, goncangan tertentu ini mengerjakan mempengaruhi investasi di dalam arah yang benar di dalam semua periode contoh, kecuali sebelum periode krisis.

Tanggapan inflasi kepada kebijakan moneter yang lebih ketat terjadi dengan suatu kelajuan. Dampak yang penuh mengambil

15-20 bulan setelah singkatan yang moneter. Hasil itu adalah sejalan dengan riset yang sebelumnya mengenai kelajuan dari tanggapan inflasi kepada kebijakan moneter, yang adalah antara 18 dan

24 bulan. Bagaimanapun, tanggapan yang utama kepada goncangan itu untuk meningkatkan inflasi. Jadi; Dengan demikian, kita dapat dengan susah berkata bahwa SBI dapat menurunkan inflasi melalui alur yang tertentu ini.

Estimate and variance decomposition of consumption pathEstimate for consumption path.Koefisien di tingkat SBI di dalam penyamaan konsumsi mempunyai satu tanda negatif yang tidak penting, menunjukkan bahwa pengaruh subtitusi yang serentak/seumur mendominasi pengaruh hasil. Dengan kata lain, secara relatif yang lebih tinggi kembali dari deposito-deposito bisa menakut-nakuti belanjaan untuk konsumsi. Bagaimanapun, di dalam periode krisis pos?tiang, hasil yang kebalikan muncul. Selama krisis, konsumsi yang lebih tinggi sebagian besar datang dari hasil rejeki nomplok sebagai hasil meningkatkan kembalian-kembalian menyimpan dan perluasan fiskal. Lebih dari itu, selama periode krisis, pertumbuhan dipimpin oleh konsumsi.

Koefisien di JSX di dalam penyamaan konsumsi menunjukkan bahwa satu peningkatan di dalam indeks JSX memimpin ke arah konsumsi yang lebih tinggi. Bagaimanapun, hubungan itu adalah secara statistik tidak penting. Sementara itu, koefisien di konsumsi menunjukkan bahwa meningkatkan konsumsi memimpin ke arah inflasi yang lebih tinggi. Peristiwa ini muncul di dalam periode krisis pos?tiang, tetapi di dalam periode-periode contoh yang lain, membalikkan ditemukan. Seperti sebelumnya yang dinyatakan, konsumsi adalah mesin induk dari pertumbuhan selama krisis, selagi investasi meneteskan?jatuh sungguh. Hasil yang netto adalah suatu kesenjangan;

celah; jurang keluaran pembatasan, yang yang dipimpin kepada satu peningkatan di dalam harga umum mengukur.

Pembusukan ragam di dalam alur tertentu ini menunjukkan bahwa keragaman dari tiap variabel adalah juga sebagian besar bisa dihubungkan dengan goncangan yang sendiri. Sumbangan suatu goncangan di keragaman SBI di dalam inflasi adalah 8% di dalam sebelum periode krisis, dan lompatan-lompatan kepada hampir 40% setelah krisis. Di dalam periode precrisis, saham dari goncangan SBI memegang buku untuk lebih dari (sekedar) 40% dari keragaman indeks JSX. Bagaimanapun, karena periode-periode contoh yang lain, saham dari goncangan SBI adalah kurang dari 11%. Substansiil meneteskan ke dalam sumbangan SBI adalah karena fakta bahwa indeks JSX berubah-ubah hampir dengan bebas dari asas-asas yang ekonomi. Dengan kata lain, pengambilan keputusan bisnis ditentukan lebih oleh faktor-faktor yang tidak ekonomi seperti sentimen pasar yang negatif, pergolakan politis, ketidak-pastian-ketidak-pastian karena perkawinan penyelenggaraan, dll.

Tanggapan dorongan dari JSX kepada satu goncangan SBI adalah sungguh serupa dengan bahwa sebagai hasil alur investasi. Satu goncangan SBI memimpin ke arah masuk dalam barisan indeks JSX dan mencapai dampak nya yang maksimum di dalam enam bulan di dalam sebelum periode krisis. Sementara itu, di dalam periode krisis pos?tiang, dampak dari suatu goncangan SBI bukanlah yang dibandingkan penting dengan periode contoh yang sebelumnya. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, itu faktor-faktor yang tidak ekonomi memainkan satu peran yang penting di dalam periode krisis pos?tiang di dalam menentukan fluktuasi indeks JSX. Hal ini menyatakan bahwa kebijakan moneter adalah lebih sedikit dominan di dalam mempengaruhi indeks JSX.

Di dalam sebelum periode krisis, satu goncangan SBI mengakibatkan satu peningkatan yang segera di dalam konsumsi. Tetapi setelah tiga bulan, konsumsi mulai untuk berkurang seperti diharapkan, dan lalu dampak itu adalah secara penuh dibalikkan setelah 14 bulan. Pola ini tidak tahan karena periode-periode contoh yang lain. Daripada mengalami satu peningkatan, konsumsi menetes jatuh segera setelah goncangan dan secara penuh dibalikkan setelah kira-kira 25 bulan. Lebih banyak waktu diperlukan untuk secara penuh membalikkan dampak dari suatu goncangan SBI. Hal ini menandai (adanya) dampak yang lebih panjang dari kebijakan moneter tetap hidup di dalam mempengaruhi pola konsumsi. Lebih lanjut, suatu goncangan yang positif di dalam kebijakan moneter adalah dengan tak diduga-duga diikuti oleh satu peningkatan di dalam inflasi, dan secara penuh membalikkan setelah 15 bulan. Pola ini tahan karena semua periode contoh. Itu mencerminkan sekali lagi bahwa kebijakan moneter tidak bisa mempengaruhi inflasi ketika teori dingusulkan.

Evidence from surveyHousehold Assets Survey menunjukkan bahwa (di) atas 33% dari responden-responden memilih deposit bank sebagai prioritas pertama mereka untuk menempatkan jo dana mereka. Deposit bank dihormati sebagai kebanyakan harta lancar, namun keheningan menyediakan imbal hasil sungguh menarik. Alternatif-alternatif investasi lain di dalam lahan dan perumahan; 29% dan 28% dari responden-responden berturut-turut memilih itu aktiva-aktiva sebagai prioritas pertama mereka. Meskipun menjadi tidak seperti(ketika likuid, perumahan dan lahan mempunyai suatu sejarah yang panjang(lama menjadi tempat berlindung yang aman untuk investasi jangka panjang. Sebaliknya, hanya 1% dari responden-responden rumah tangga menempatkan jo dana mereka dalam persediaan sebagai prioritas pertama mereka.

Sejalan dengan hasil ini, perlu responden-responden mempunyai jo dana tambahan, order(pesanan dari prioritas adalah sebangun, kecuali mereka yang lahan dan perumahan. Deposit bank lebih disukai oleh 38% dari responden-responden, selagi 36% dan 18% dari responden-responden memilih perumahan dan lahan berturut-turut. Sementara itu, saham-saham di/terpilih sebagai prioritas yang utama hanya oleh 3% dari responden-responden. Bukti ini membentengi hasil-hasil kita(kami yang empiris bahwa saham-saham bukan suatu kuasa yang baik untuk kekayaan rumah tangga di Indonesia.

Menurut survei, mayoritas responden-responden (83%) bukanlah mau mendengarkan ke(pada suatu penurunan daftar biaya pengiriman barang-barang deposit bank. (di) atas 80% dari responden-responden tidak akan menarik deposito-deposito mereka kecuali jika tingkat burlga deposito berkurang pada hakekatnya. Lebih lanjut, 60% dari responden-responden tidak akan menarik deposito mereka sekali pun suku bunga mulai makan 10%. Kita mencurigai hal ini terjadi karena mayoritas responden-responden membelanjakan suatu jumlah keseluruhan dari Rp 1 juta ke(pada Rp 3 juta masing-masing bulan. Sebagai konsekwensi, mereka secara relatif tidak dapat merasakan untuk berubah di dalam daftar biaya pengiriman barang-barang deposit bank. Mengenai alternatif-alternatif untuk penempatan dana, survei menyatakan bahwa (di) atas 37% dari responden-responden menempatkan mereka menarik mundur uang di dalam barang-barang investasi, 24% lebih suka tahan tunai, dan 18% lebih suka membeli pertukaran valuta asing. Di dalam kontras, hanya 10% dari responden-responden menggunakan menarik mundur uang untuk konsumsi bermaksud. Karena responden-responden 37% bahwa menempatkan uang mereka di dalam barang-barang investasi, 51% menanam modal dalam lahan, 26% di dalam perumahan, dan hanya 7% dalam persediaan.

Mengurangi tingkat bunga di deposit bank menurunkan biaya kembali dari deposito-deposito yang dibandingkan dengan harta lain. Jadi; Dengan demikian, mayoritas responden-responden bereaksi dengan mencari alternatif-alternatif investasi dengan imbal hasil yang lebih tinggi. Figur di bawah mengidentifikasi bahwa lahan adalah alternatif yang lebih disukai untuk responden-responden untuk tahan aktiva-aktiva mereka. Hal ini sampai taraf tertentu mencerminkan keberadaan dari suatu pengaruh subtitusi. Sementara itu, jika tingkat burlga deposito meningkat, 74% dari responden-responden meningkatkan jumlah dari uang di dalam deposit bank, selagi meja kasir 8% dengan investasi-investasi penambahan mereka, dan hanya 6% menanggapi dengan mengurangi pembelian-pembelian dari mereka barang-barang investasi.

Mayoritas responden-responden (72%) akan juga ditaruh hasil diturunkan dari satu peningkatan di dalam tingkat burlga deposito ke dalam deposit bank. 15% dari responden-responden menggunakan hasil mereka untuk konsumsi bermaksud, dan hanya 8% menggunakan hasil mereka yang tambahan untuk membeli lahan dan perumahan. Ini menunjukkan bahwa pengaruh hasil tidak ada di dalam kelompok contoh tertentu ini. Lebih lanjut, responden-responden memerlukan suatu peningkatan yang substansiil di dalam tingkat deposit bank sebelum mereka menempatkan jo dana tambahan. Hampir 80% dari responden-responden memerlukan satu peningkatan di dalam tingkat burlga deposito dari lebih dari (sekedar) 4%. Semua penemuan ini siratkan bahwa rumah tangga tidak menanggapi kebanyakan suatu perubahan di dalam tingkat deposit bank. Perlukah mereka menarik jo dana mereka, mereka menaruh uang

mereka di dalam alternatif-alternatif investasi tradisional, dengan kata lain lahan dan perumahan.

3.4 Interest rate channelMekanisme transmisi yang moneter melalui saluran suku bunga mulai dari suatu perubahan di dalam suku bunga yang jangka pendek, yang akan lalu dipancarkan kepada semua tingkat bunga mediumand jangka panjang melalui mekanisme penyeimbangan dari permintaan dan penawaran di dalam pasar keuangan. Perubahan di dalam tingkat bunga nowinal yang jangka pendek menyimpan bank sentral itu dapat mempengaruhi perubahan-perubahan di dalam tingkat bunga shortand jangka panjang riil. Jika harga bersifat lengket, satu kebijakan moneter expansionary akan pergi naik mobil suku bunga efektif yang jangka pendek. Sesudah itu, dengan hipotesis harapan-harapan dari struktur istilah, suku bunga efektif negara jangka panjang bahwa yang adalah rerata harapan-harapan tingkat bunga masa depan jangka pendek, suku bunga efektif jangka pendek lebih rendah akan menyebabkan suatu penurunan suku bunga efektif yang jangka panjang. Semua gerakan ini diharapkan untuk mempengaruhi variabel-variabel harga di dalam pasar keuangan, variabel-variabel sektor riil, dan akhirnya, inflasi.

Kusmiarso, et al (2001) dan Astiyah (2005) analisis yang diselenggarakan untuk melihat bagaimana biaya modal, barang kepunyaan subtitusi, dan barang kepunyaan hasil memancarkan perubahan di dalam suku bunga sebagai hasil kebijakan moneter. Hubungan tingkat kebijakan dan variabel-variabel sektor riil diselidiki dengan ujian Granger dan VAR analisa. Lebih lanjut, untuk memiliki suatu pemahaman yang lebih dalam perilaku bank di dalam menanggapi tingkat kebijakan, beberapa persamaan struktural adalah juga diperkenalkan, menyertakan beberapa faktor-faktor yang mikro di bank-bank, dengan kata lain tingkat bunga semalam bank antar, tingkat burlga deposito, dan tingkat kredit.

Pre-crisis periodKeterangan empires dari analisa VAR mengungkapkan bahwa di hadapan krisis, tingkat kredit tingkat burlga deposito dan investasi riil yang riil betul-betul dipengaruhi oleh tarif antar bank. Pertumbuhan investasi, bagaimanapun, dipengaruhi lebih oleh akses yang tinggi kepada peminjaman yang asing dibanding tingkat kredit investasi riil. Dengan cara yang sama, pertumbuhan konsumsi tidak dengan mantap dipengaruhi oleh perubahan-perubahan di dalam tingkat burlga deposito yang riil, seperti(ketika tingkat burlga deposito yang riil rendah dan yang relatif stabil.

Model-model yang struktural menyediakan lebih lanjut bukti di perilaku dari daftar biaya pengiriman barang-barang bunga bank, terutama tarif antar bank, tingkat deposito berjangka, dan tingkat kredit modal kerja. Untuk suku bunga interbank, sertifikat bank sentral (SBI) likuiditas tingkat dan bank telah faktor-faktor yang dominan di dalam kedua-duanya preand [menempatkan/ poskan] periode-periode krisis, dengan suatu dampak yang lebih kuat oleh tingkat SBI di dalam periode krisis pos?tiang. Likuiditas bank menjadi relevan di dalam menentukan tingkat bunga bank antar untuk bank-bank pertukaran valuta asing pribadi nasional, bank pertukaran valuta pribadi tidak asing nasional, dan bank pembangunan regional. Bagaimanapun, likuiditas bukan suatu faktor yang penting untuk bank-bank yang milik pemerintah, maupun untuk yang asing dan bank-bank usaha patungan, ketika mereka mempunyai lebih akses untuk membiayai.

Studi mengungkapkan bahwa dampak dari tingkat kebijakan lebih cepat di dalam mempengaruhi tingkat pinjaman (- di dalam tiga bulan) dibanding tingkat burlga deposito (di dalam enam bulan). Perilaku itu dihubungkan dengan fakta bahwa tingkat burlga deposito mewakili; menunjukkan biaya bank selagi tingkat pinjaman mewakili; menunjukkan pendapatan bank. Tanggapan dan arah nya dari tiap variabel di dalam sistim VAR menunjukkan bahwa selama sebelum periode krisis, biaya modal bekerja sumur di dalam memancarkan kebijakan moneter menggunakan suku bunga. Ini adalah dapat dijelaskan ketika selama periode itu, perbankan dan sektor-sektor riil masih di dalam keadaan normal, karenanya mereka bisa memberi tanggapan-tanggapan sebanding kepada kebijakan moneter bank sentral.

Investasi riil meminjamkan tingkat adalah juga mau mendengarkan selama sebelum periode krisis seperti(ketika ekonomi itu ledakan dan lebih banyak jo dana diperlukan oleh sektor bisnis. Tanggapan-tanggapan yang lebih lemah dari tingkat pinjaman investasi riil setelah krisis disebabkan oleh imbal hasil yang negatif ketika inflasi yang dilompati ke(pada suatu tingkatan yang jauh lebih tinggi, dan perhatian-perhatian bank tentang debitur lalai. Itu faktor-faktor membuat faktor-faktor yang tidak harga menjadi yang lebih kuat di dalam mempengaruhi peminjaman bank.

Post-crisis periodSetelah krisis, tanggapan tingkat kredit tingkat burlga deposito dan investasi riil yang riil kepada tingkat interbank lebih lemah dibandingkan dengan sebelum periode krisis. Peningkatan dari tarif antar bank yang mengikuti goncangan yang moneter diikuti oleh satu peningkatan di dalam nya bulan menyimpan suku bunga efektif dengan suatu besaran yang lebih kecil sampai bulan yang kedua. Sementara itu, peningkatan dari tarif antar bank itu pada awalnya diikuti oleh suatu pertumbuhan yang negatif konsumsi untuk periode yang sama. Tingkat kredit investasi riil, bagaimanapun, tidak bersesuaian dengan sebanding;seimbang untuk berubah di dalam tingkat burlga deposito yang riil oleh karena perhatian bank bahwa suatu suku bunga yang lebih tinggi akan menjurus kepada cidera janji debitur yang lebih tinggi dan pinjaman-pinjaman tidak melaksanakan. Pertumbuhan investasi mempunyai dengan mantap dipengaruhi oleh tingkat kredit investasi riil. Demikian juga, pertumbuhan konsumsi mempunyai dengan mantap disetir oleh tingkat burlga deposito yang riil.

Sektor yang riil sudah menjawab dengan mantap kepada suku bunga perbankan setelah periode krisis. Pertumbuhan investasi sudah menjawab lebih betul-betul dibandingkan dengan sebelum periode krisis kepada investasi riil meminjamkan tingkat karena pemodal-pemodal sudah membatasi akses kepada sumber yang lain tentang pembiayaan dari pembiayaan yang domestik, dengan kata lain kredit dari bank-bank, dari peminjaman lepas pantai dan dari sumber lainnya seperti surat hutang resiko yang tinggi. Imbal hasil yang negatif memimpin ke arah keseganan/hambatan sektor perbankan untuk membayar kredit baru. Kredit yang ada dibayar atas dasar hubungan-hubungan yang jangka panjang, karena setelah krisis kebanyakan sektor-sektor membawa resiko yang lebih tinggi. Sementara itu, di dalam sebelum periode krisis, pemodal-pemodal mempunyai akses tinggi kepada peminjaman lepas pantai. Sebagai konsekwensi, pertumbuhan investasi dengan lemah dipengaruhi oleh perubahan di dalam tingkat pinjaman investasi riil.

Pertumbuhan konsumsi sudah dipengaruhi dengan mantap oleh perubahan-perubahan di dalam tingkat bunga bank antar di dalam periode krisis pos?tiang. Peningkatan dari tingkat bunga bank antar pada awalnya diikuti oleh pertumbuhan yang negatif di dalam

konsumsi, mempertunjukkan kehadiran dari suatu pengaruh subtitusi. Bagaimanapun, ketika tingkat deposito riil yang dimulai untuk berkurang, konsumsi rumah tangga yang juga dikurangi dengan suatu kelajuan menandakan kehadiran dari barang kepunyaan hasil.

Tarif antar bank, likuiditas dan kelajuan nya menentukan tingkat deposito berjangka. Tingkat deposito berjangka bereaksi terhadap bergeraknya tarif antar bank, dengan peran dari tarif antar bank yang meningkatkan setelah krisis. Karena krisis, bank-bank telah secara relatif likuid. Pinjaman itu untuk menyimpan rasio (suatu kuasa untuk likuiditas) tidak dengan mantap mempengaruhi tingkat burlga deposito, seperti(ketika semua kelompok bank enggan untuk meminjam[kan uang.

Tingkat deposito berjangka dan kondisi likuiditas dua faktor penentu dari perilaku bank di dalam menentukan tingkat kredit modal kerja. Likuiditas sudah menjadi suatu relevan faktor untuk tingkat pinjaman di dalam periode krisis pos?tiang sebagai bank-bank sudah membatasi akses untuk membiayai. Karena bank swasta pertukaran domestik yang tidak asing, bagaimanapun, likuiditas mempunyai penting di dalam semua periode, oleh karena mereka dibatasi akses kepada dana asing dan ukuran aktiva mereka yang relatif kecil. Sebaliknya, likuiditas tidak pernah menjadi suatu masalah untuk yang asing dan bank-bank usaha patungan di dalam penentuan pinjaman menempatkan ke klas khusus mereka mempunyai mobilitas modal sempurna.

Evidence from surveySuatu survei dari bank-bank, rumah tangga, dan perusahaan diselenggarakan untuk menyelidiki tanggapan dari perbankan dan sektor-sektor riil untuk berubah di dalam suku bunga. Penemuan menetapkan hasil-hasil yang terdahulu. Secara khusus, selama periode krisis pos?tiang suatu perubahan di dalam tingkat kebijakan dipancarkan kepada berbagai daftar biaya pengiriman barang-barang bank pasar dan untuk sektor yang riil. Tingkat pinjaman ditentukan oleh tingkat burlga deposito, peminjam-peminjam's resiko dan tingkat SBI. Ada suatu tanggapan bank yang penting kepada perubahan-perubahan substansiil di dalam daftar biaya pengiriman barang-barang kebijakan. Ketika tingkat SBI merosot, bank-bank mengurangi saham tingkat burlga deposito dan kepemilikan mereka SBI, dan lalu meningkatkan kepemilikan-kepemilikan pinjaman mereka terutama karena modal kerja meminjamkan. Sebagai tambahan, bank-bank cenderung untuk menaikkan daftar biaya pengiriman barang-barang pinjaman mereka dan mengurangi kepemilikan-kepemilikan pinjaman mereka di dalam kasus dari likuiditas yang ketat atau suatu peningkatan yang penting di dalam tingkat SBI.

Survei juga mengungkapkan bahwa keputusan rumah tangga untuk selamatkan dipengaruhi oleh suku bunga. Bagaimanapun, sedikit yang berbeda dari temuan empiris, rumah tangga memelihara angka tabungan mereka sekali pun ada suatu kemunduran di dalam suku bunga deposito, oleh karena kehadiran dari suatu dalam deposito rencana jaminan pemerintah. Dengan cara yang sama, rumah tangga memelihara angka tabungan mereka ketika suku bunga naik seperti(ketika mereka lebih suka menambah deposito mereka daripada membelanjakan untuk konsumsi. Akhirnya, suatu survei tingkatan yang dipastikan mengkonfirmasikan temuan yang empiris yang pertumbuhan dari investasi tidak betul-betul dihubungkan dengan gerakan-gerakan di dalam tingkat kredit. Dalam hal suatu tingkat kebijakan peningkatan, kebanyakan perusahaan memilih untuk menempatkan jo dana mereka ke dalam deposito-deposito mereka dengan bank-bank dan mengurangi permintaan pinjaman mereka. Ini adalah dapat diterangkan oleh fakta bahwa kebanyakan responden-responden akan putaran untuk memiliki jo dana

untuk membiayai aktivitas bisnis mereka sedangkan yang lainnya menunda rencana-rencana mereka untuk perluasan. Tanggapan menjadi lebih dilafalkan jika perusahaan merasa bahwa calon pembeli bisnis sudah menjadi tak menguntungkan dan pucat.

3.5 Bank lending channelAda persetujuan tersebar luas antar ahli ekonomi bahwa bank-bank atau perantara keuangan sudah secara umum memainkan satu peran yang penting di dalam memancarkan kebijakan moneter kepada ekonomi yang riil. Tetapi peran yang tepat dari bank-bank masih diperdebatkan. Di dalam pandangan patokan, yang dikenal sebagai saluran uang atau suku bunga, bank-bank memainkan suatu peran yang khusus di sisi kewajiban, dengan kata lain, sistem perbankan menciptakan uang (likuiditas) dengan mengeluarkan deposito-deposito dan investasi spekulatif tanpa peran di sisi aktiva-aktiva. Di suatu singkatan yang moneter, pengurangan cadangan bank dan, karena cadangan wajib, kemampuan bank-bank untuk mengeluarkan menyimpan dibatasi. Sebagai hasilnya, penyimpan-penyimpan tahan lebih sedikit uang (deposit bank) di dalam kepemilikan-kepemilikan mereka. Jika harga bersifat lengket, uang riil menyeimbangkan akan [musim] gugur dan kedua-duanya shortterm dan (melalui barang kepunyaan harapan) tingkat bunga jangka panjang akan kenaikan. Secara setimpal, permintaan untuk pinjaman-pinjaman, belanjaan investasi-investasi dan bunga(minat yang sensitip seperti perumahan semua [musim] gugur. Maka, tiga kondisi-kondisi yang penting bahwa harus dicukupi untuk keberadaan dari suatu saluran uang adalah: (1) harga harus lengket sehingga kebijakan moneter dapat mempengaruhi uang riil menyeimbangkan; (2) tingkat bunga jangka pendek harus mempengaruhi tingkat bunga jangka panjang; dan (3) tingkat bunga jangka panjang harus mempengaruhi pengeluaran investasi riil.

Studi menggunakan suatu baterai uji untuk meneliti saluran peminjaman bank. Itu mempekerjakan suatu autoregresi vektor VAR pendekatan yang menggunakan kumpulan dan data yang dipisahkan untuk melihat barang kepunyaan dari kebijakan moneter pada lembar;seprai-lembar;seprai saldo bank. Dengan data yang dipisahkan, dasar hipotesis saluran peminjaman bank dapat dianalisa. Komplementer kepada analisa VAR, penyamaan-penyamaan permintaan-permintaan dan penawaran jangka panjang pasar kredit Indonesia itu diperkirakan, memperoleh dari suatu koreksi kesalahan vektor model (VECM) untuk mengidentifikasi apakah penyesuaian ke arah keseimbangan di dalam pasar kredit dikuasai oleh penawaran, seperti yang diusulkan oleh saluran peminjaman. Menyeluruh, studi menyediakan suatu penyelidikan yang menyeluruh di keberadaan dari saluran peminjaman bank dari transmisi yang moneter di Indonesia di hadapan dan setelah krisis. Dengan keberadaan dari "peminjam-peminjam bank tergantung" seperti(ketika yang sekunder syarat saluran peminjaman bank (dengan) jelas mencukupi, studi terutama sekali memusat di kondisi yang pertama untuk keberadaan dari saluran peminjaman bank; yang ,apakah kebijakan moneter mempengaruhi kuantitas peminjaman bank.

Menurut "peminjaman bank" (Bernanke dan Blinder (1988)) mekanisme transmisi moneter, bank-bank's aktiva-aktiva seperti juga kewajiban mereka memainkan satu peran yang penting. Di suatu singkatan yang moneter, bank-bank's pengurangan cadangan dan memberi cadangan wajib, deposito-deposito mereka jatuh. Jika penurunan deposito-deposito bukanlah kompensasi oleh jo dana yang lain yang bukanlah tunduk kepada cadangan wajib, atau oleh suatu penurunan sekuritas, ini akan

mengakibatkan suatu penurunan pinjaman bank. Jika [musim] gugur pinjaman bank dan peminjam-peminjam bank tergantung bersifat dominan di dalam ekonomi, pengeluaran investasi riil akan mengurangi. Karena pinjaman bank di dalam banyak negara-negara, terutama negara berkembang, tinggal sumber utama dari keuangan eksternal untuk perusahaan?usaha-perusahaan?usaha bisnis, suatu gangguan penawaran pinjaman bank dapat mengurangi kegiatan ekonomi. Syarat perlu untuk keberadaan dari saluran ini adalah: (1) bank sentral harus mampu menghambat penawaran dari pinjaman bank; dan (2) pinjaman bank dan sekuritas harus taksempurna sebagai gantinya untuk beberapa peminjam.

Agung (1998) gunakan suku bunga pasar uang (interbank pasar uang) ketika variabel kebijakan moneter dengan membantah Bank Indonesia itu sering kali secara tidak langsung target-target interbank tingkat bunga. Satu alternatif adalah daftar biaya pengiriman barang-barang SBI yang telah secara luas digunakan sebagai acuan oleh pasar, khususnya karena saham bank SBIs meningkat secara dramatis. Yang menjadi masalah dengan menggunakan daftar biaya pengiriman barang-barang SBI adalah bahwa/karena sistim lelang sudah diubah tiga kali. Di hadapan 1993, Indonesia bank menargetkan kuantitas SBIs di dalam lelang (tingkat pancung), tetapi karena 1993 sistim itu diubah kepada tingkat keluar berhenti, di mana otoritas moneter menetapkan tingkat bunga di SBIs dan pasar menentukan kuantitas SBIs. Sistim tingkat keluar berhenti diubah lagi; kembali ke dalam tingkat penggalan dalam 1998. Dalam praktek, bagaimanapun, suatu campuran dari target-target harga dan kuantitas mempunyai sering dieksekusi. Alternatif lain adalah uang dasar, yang mempunyai secara formal digunakan oleh Bank Indonesia seperti(ketika target operasi karena 1998.

Pre-crisis periodDi hadapan krisis, peminjaman bank hampir tidak yang dipengaruhi oleh kebijakan moneter yang ketat. Hasil ini adalah konsisten dengan penemuan oleh Agung (1998) yang juga menggunakan sebelum data krisis. Satu penjelasan yang layak kepekaan yang rendah peminjaman ke(pada suatu goncangan yang moneter adalah bahwa/karena di hadapan krisis, terutama sejak permulaan 1990s, akses dari bank komersial yang domestik kepada sumber yang internasional dari jo dana secara relatif gampang. Karenanya, kendati uang ketat, bank-bank bisa masih menyediakan pinjaman-pinjaman kepada peminjam-peminjam mereka. Suatu survei yang diselenggarakan oleh Hadad (1996) juga menemukan suatu peristiwa yang serupa. Selama periode uang ketat (misalnya sebagai akibatnya dari yang disebut Gebrakan Sumarlin), pertumbuhan pinjaman dari bank negara bagian dan bank swasta yang besar yang lebih tinggi dibanding pertumbuhan deposito mereka. Sebenarnya, bank-bank domestik penerbit efek utama dari lem lak di dalam pasar-pasar yang internasional selama periode. Bank-bank yang besar sungguh-sungguh mempunyai pemeringkatan kredit lebih baik dibanding beberapa yang lebih kecil dan seperti itu mampu menaikkan jo dana lebih sedikit dengan mahal. Perilaku diferensial dari ini status(negara dan bank swasta adalah (dengan) jelas dicerminkan di dalam fakta bahwa pinjaman-pinjaman dari bank negara bagian dengan sepenuhnya tidak dapat merasakan ke(pada suatu goncangan yang moneter, selagi mereka yang bank swasta lebih sensitip.

Post-crisis periodKepekaan tinggi secara relatif peminjaman bank komersial untuk keseluruhan contoh adalah sebagian dipengaruhi oleh perilaku dari peminjaman bank selama dan setelah krisis. Dengan perlemahan neraca perusahaan di tengah-tengah calon pembeli ekonomi yang rendah, suatu yang moneter mengencangkan bertambah buruk posisi keuangan perusahaan dan menaikkan kemungkinan cidera janji, dan karenanya mengurangi kesediaan bank-bank untuk meminjam[kan. Ini adalah konsisten dengan suatu studi yang terbaru oleh Agung et al (2001), yang menemukan keberadaan dari "penyebab krisis kredit" sebagai akibatnya dari krisis. Di bawah keadaan seperti itu, mereka membantah, uang ketat memperburuk keengganan bank-bank untuk meminjam[kan. Ini adalah juga ditetapkan oleh suatu studi pada sisanya saluran lembar;seprai bahwa menyimpulkan bahwa ada suatu pengaruh pedal kecepatan yang keuangan dari kebijakan moneter, terutama setelah krisis. Dorongan yang serupa menanggapi diperoleh jika kita menggunakan PUAB menempatkan ke klas khusus variabel kebijakan, meski pengaruh dari suatu perubahan di dalam tingkat SBI sepertinya lebih dilafalkan dibanding suatu perubahan di dalam tingkat PUAB.

Kelajuan dari peminjaman bank ke(pada suatu goncangan dapat melekat pada pinjaman bank fakta itu itu ( terutama investasi meminjamkan) kebanyakan disediakan di suatu dasar komitmen pinjaman, sebagai ganti di suatu proyek atau menetapkan?memperbaiki istilah dasar. Di bawah komitmen seperti itu, bank-bank mengizinkan[membiarkan peminjam-peminjam untuk menarik ke bawah satu baris dari kredit pada pertimbangan mereka, dan peminjam-peminjam membayar suatu imbalan untuk fasilitas kredit dan upah menarik perhatian di pinjaman-pinjaman yang aktual yang telah digambar/ditarik. Sebagai hasil sistim ini, bank-bank tidak bisa mencegah peminjam-peminjam dari kredit gambar?penarikan bahkan ketika kondisi-kondisi yang moneter dipererat. Bank-bank hanya dapat mengurangi penawaran dari pinjaman-pinjaman yang baru, yang kiranya tidak dengan segera menjurus kepada suatu yang substansiil masuk dalam barisan peminjaman kumpulan.

Suatu disaggregation pinjaman bank total ke dalam peminjaman [perseroan/perusahaan] dan individu (rumah tangga) peminjaman, bagaimanapun, menyatakan bahwa tanggapan yang tidak penting dari peminjaman kumpulan berasal dari pinjaman-pinjaman itu kepada perusahaan. Sebagai pembanding, meminjamkan karena kejatuhan individu dengan mantap sebagai akibatnya dari suatu goncangan yang moneter. Ini bisa dijelaskan oleh yang disebut "penerbangan kepada mutu" peristiwa. Yang ,di suatu singkatan yang moneter, untuk mengganti kerugian karena kemunduran secara tunai arus, peminjam-peminjam laik credit mempunyai akses kepada pinjaman jangka pendek, selagi pinjaman-pinjaman kepada lebih sedikit peminjam-peminjam yang laik credit seperti individu atau perusahaan kecil akan dijatah.

Evidence from surveyKepekaan tinggi secara relatif peminjaman bank komersial untuk keseluruhan contoh adalah sebagian dipengaruhi oleh perilaku dari peminjaman bank selama dan setelah krisis. Dengan perlemahan neraca perusahaan di tengah-tengah calon pembeli ekonomi yang rendah, suatu yang moneter mengencangkan bertambah buruk posisi keuangan perusahaan dan menaikkan kemungkinan cidera janji, dan karenanya mengurangi kesediaan bank-bank untuk meminjam[kan. Ini adalah konsisten dengan suatu studi yang terbaru oleh Agung et al (2001), yang menemukan keberadaan dari "penyebab krisis kredit" sebagai akibatnya dari krisis. Di bawah keadaan seperti itu, mereka membantah, uang ketat memperburuk keengganan bank-bank untuk meminjam[kan. Ini

adalah juga ditetapkan oleh suatu studi pada sisanya saluran lembar;seprai bahwa menyimpulkan bahwa ada suatu pengaruh pedal kecepatan yang keuangan dari kebijakan moneter, terutama setelah krisis. Dorongan yang serupa menanggapi diperoleh jika kita menggunakan PUAB menempatkan ke klas khusus variabel kebijakan, meski pengaruh dari suatu perubahan di dalam tingkat SBI sepertinya lebih dilafalkan dibanding suatu perubahan di dalam tingkat PUAB.

Bagian ini menyajikan satu analisa berdasar pada suatu survei dari bank-bank dan perusahaan. Survei itu dirancang untuk menghasilkan jawaban atas beberapa pertanyaan-pertanyaan yang penting di perilaku dari bank-bank dan perusahaan sebagai akibatnya dari suatu krisis yang moneter. Dari survei perbankan, masalah pokok diuji adalah apakah bank-bank mengurangi penawaran pinjaman mereka setelah suatu krisis yang moneter, seperti yang diharapkan oleh peminjaman bank menggali hipotesis. Bagaimana cara mereka mengurangi penawaran pinjaman, oleh harga atau mekanisme-mekanisme tidak harga? Jika mereka mengurangi penawaran pinjaman mereka dengan suatu kelajuan, bagaimana cara mereka memelihara pembiayaan mereka? Dari survei yang dipastikan, isu-isu diuji adalah: apakah sumber dari jo dana, dan apa yang merupakan kepekaan permintaan untuk peminjaman bank setelah suatu yang moneter mengencangkan? Adalah mereka menjatah selama periode-periode uang ketat?

Seperti yang diuraikan sebelumnya, keberadaan dari saluran peminjaman bank dari transmisi yang moneter bergantung pada apakah peminjaman bank adalah suatu sumber yang dominan dari dana luar. Survei menunjukkan bahwa di dalam melaksanakan aktivitas bisnis mereka, perusahaan menggunakan jo dana yang internal seperti(ketika sumber utama tentang pembiayaan (6071%). Sementara itu, kredit bank masih sumber utama dari dana luar. Tentang 2071% dari perusahaan menggunakan kredit bank seperti(ketika sumber dana utama. Seperti yang ditemukan di dalam banyak studi menggunakan sebelum data krisis, bank-bank adalah sumber dana utama untuk sedikitnya 40% dari pembiayaan perusahaan.

jo dana Yang menggunakan perusahaan yang internal seperti(ketika sumber utama tentang pembiayaan mempercayakan sebagian besar di kelompok head/business (46%) dan laba ditahan (44%). Hasil dari bunga(minat deposito dan pertukaran valuta asing beruntung hanyalah di sekitar 4%. Mengacu pada survei penyebab krisis kredit, alasan utama untuk menggunakan jo dana yang internal adalah tingkat pinjaman secara relatif tinggi, underutilisasi modal mereka sendiri, keketatan dari prosedur kredit, dan keberadaan dari penjatahan kredit bank.

Perusahaan yang menggunakan pinjaman bank sebagai suatu sumber utama tentang pembiayaan datang dari sektor manufactur (- 379% berbagi). Perdagangan dan property/construction masing-masing mempunyai tentang 207%, selagi sektor pertanian hanya mempunyai 138%. Digolongkan menurut skala bisnis, saham-saham yang masing-masing dari pembiayaan bank adalah: perusahaan yang besar 552%, perusahaan media 414% dan perusahaan kecil saja 34%. Sektor pertanian dan kredit bank perolehan kesukaran pengalaman bisnis skala kecil. Rintangan-rintangan untuk memperoleh kredit bank adalah keketatan dari kondisi sejalan, arus kas kemerosotan, dan penjatahan kredit.

Lending behavior after a monetary shock:

Keberadaan dari saluran peminjaman bank ditentukan oleh ya atau tidaknya kebijakan moneter mempengaruhi penawaran pinjaman. Survei menunjukkan bahwa di dalam kasus dari uang ketat, mayoritas bank-bank (77%) akan mengurangi penawaran pinjaman mereka. Seperti yang ditandai oleh studi yang kwantitatif, asing dan bank-bank usaha patungan bersifat lebih sedikit yang dipengaruhi oleh uang ketat dibanding rekan pendamping mereka yang domestik. Survei menyatakan bahwa 50% dari yang asing dan bank-bank usaha patungan akan mengurangi pinjaman-pinjaman mereka sebagai akibatnya dari kebijaksanaan uang ketat. Sementara itu, semua bank pertukaran valuta pribadi dan bank regional tidak asing mengurangi penawaran pinjaman mereka. Ini mendukung penemuan empiris sebelumnya (misalnya Agung (1998)) dalam deposito kepercayaan kecil bank itu seperti(ketika sumber dana membuat peminjaman mereka lebih sensitip ke(pada suatu yang moneter mengencangkan. Sebagai pembanding, bank asing dan bank-bank lebih besar seperti bank-bank pertukaran valuta asing bank negara bagian dan pribadi bahwa mempunyai akses untuk jo dana tidak menyimpan (misalnya dana asing) mampu melindungi penawaran peminjaman mereka dari goncangan. Lebih lanjut, saham bank itu sekuritas memungkinkan mereka untuk melindungi peminjaman mereka, sedikitnya untuk sementara waktu.

Di dalam kasus dari yang moneter mengencangkan yang dicerminkan dalam satu peningkatan di dalam tingkat SBI, bank-bank mengurangi penawaran peminjaman bank yang manapun oleh mekanisme harga, melalui meningkatkan tingkat pinjaman atau mengencangkan kondisi-kondisi kredit, dan mekanisme-mekanisme tidak menghargai, melalui mengurangi pinjaman-pinjaman baru. Mayoritas bank-bank (71%) naikkan tingkat pinjaman sebagai akibatnya dari uang ketat dan di sekitar 214% dari bank-bank mengurangi penawaran pinjaman. Suatu hasil lebih yang menarik adalah bahwa/karena pribadi dan bank regional mengurangi meminjamkan dengan kredit penjatahan dibanding dengan peningkatan suku bunga pinjaman. Sementara itu, bank negara bagian dan bank asing menaikkan suku bunga untuk mengurangi pinjaman-pinjaman. Suatu hasil yang serupa ditemukan di dalam kasus dari yang moneter menenangkan (suatu masuk dalam barisan tingkat SBI); yang ,di sekitar 72% dari bank-bank mengurangi daftar biaya pengiriman barang-barang pinjaman dan di sekitar 20% menaikkan penawaran pinjaman.

Kelajuan dari peminjaman bank ke(pada suatu goncangan dapat melekat pada pinjaman bank fakta itu itu ( terutama investasi meminjamkan) kebanyakan disediakan di suatu dasar komitmen pinjaman, sebagai ganti di suatu proyek atau menetapkan?memperbaiki istilah dasar. Di bawah komitmen seperti itu, bank-bank mengizinkan[membiarkan peminjam-peminjam untuk menarik ke bawah satu baris dari kredit pada pertimbangan mereka, dan peminjam-peminjam membayar suatu imbalan untuk fasilitas kredit dan upah menarik perhatian di pinjaman-pinjaman yang aktual yang telah digambar/ditarik. Sebagai hasil sistim ini, bank-bank tidak bisa mencegah peminjam-peminjam dari kredit gambar?penarikan bahkan ketika kondisi-kondisi yang moneter dipererat. Bank-bank hanya dapat mengurangi penawaran dari pinjaman-pinjaman yang baru, yang kiranya tidak dengan segera menjurus kepada suatu yang substansiil masuk dalam barisan peminjaman kumpulan.

Suatu disaggregation pinjaman bank total ke dalam peminjaman [perseroan/perusahaan] dan individu (rumah tangga) peminjaman, bagaimanapun, menyatakan bahwa tanggapan yang tidak penting dari peminjaman kumpulan berasal dari pinjaman-pinjaman itu kepada perusahaan. Sebagai pembanding, meminjamkan karena kejatuhan individu dengan mantap sebagai akibatnya dari suatu goncangan yang

moneter. Ini bisa dijelaskan oleh yang disebut "penerbangan kepada mutu" peristiwa. Yang ,di suatu singkatan yang moneter, untuk mengganti kerugian karena kemunduran secara tunai arus, peminjam-peminjam laik credit mempunyai akses kepada pinjaman jangka pendek, selagi pinjaman-pinjaman kepada lebih sedikit peminjam-peminjam yang laik credit seperti individu atau perusahaan kecil akan dijatah.

3.6 Expectations channel

Kepekaan tinggi secara relatif peminjaman bank komersial untuk keseluruhan contoh adalah sebagian dipengaruhi oleh perilaku dari peminjaman bank selama dan setelah krisis. Dengan perlemahan neraca perusahaan di tengah-tengah calon pembeli ekonomi yang rendah, suatu yang moneter mengencangkan bertambah buruk posisi keuangan perusahaan dan menaikkan kemungkinan cidera janji, dan karenanya mengurangi kesediaan bank-bank untuk meminjam[kan. Ini adalah konsisten dengan suatu studi yang terbaru oleh Agung et al (2001), yang menemukan keberadaan dari "penyebab krisis kredit" sebagai akibatnya dari krisis. Di bawah keadaan seperti itu, mereka membantah, uang ketat memperburuk keengganan bank-bank untuk meminjam[kan. Ini adalah juga ditetapkan oleh suatu studi pada sisanya saluran lembar;seprai bahwa menyimpulkan bahwa ada suatu pengaruh pedal kecepatan yang keuangan dari kebijakan moneter, terutama setelah krisis. Dorongan yang serupa menanggapi diperoleh jika kita menggunakan PUAB menempatkan ke klas khusus variabel kebijakan, meski pengaruh dari suatu perubahan di dalam tingkat SBI sepertinya lebih dilafalkan dibanding suatu perubahan di dalam tingkat PUAB.

Bagian ini menyajikan satu analisa berdasar pada suatu survei dari bank-bank dan perusahaan. Survei itu dirancang untuk menghasilkan jawaban atas beberapa pertanyaan-pertanyaan yang penting di perilaku dari bank-bank dan perusahaan sebagai akibatnya dari suatu krisis yang moneter. Dari survei perbankan, masalah pokok diuji adalah apakah bank-bank mengurangi penawaran pinjaman mereka setelah suatu krisis yang moneter, seperti yang diharapkan oleh peminjaman bank menggali hipotesis. Bagaimana cara mereka mengurangi penawaran pinjaman, oleh harga atau mekanisme-mekanisme tidak harga? Jika mereka mengurangi penawaran pinjaman mereka dengan suatu kelajuan, bagaimana cara mereka memelihara pembiayaan mereka? Dari survei yang dipastikan, isu-isu diuji adalah: apakah sumber dari jo dana, dan apa yang merupakan kepekaan permintaan untuk peminjaman bank setelah suatu yang moneter mengencangkan? Adalah mereka menjatah selama periode-periode uang ketat?

Seperti yang diuraikan sebelumnya, keberadaan dari saluran peminjaman bank dari transmisi yang moneter bergantung pada apakah peminjaman bank adalah suatu sumber yang dominan dari dana luar. Survei menunjukkan bahwa di dalam melaksanakan aktivitas bisnis mereka, perusahaan menggunakan jo dana yang internal seperti(ketika sumber utama tentang pembiayaan (6071%). Sementara itu, kredit bank masih sumber utama dari dana luar. Tentang 2071% dari perusahaan menggunakan kredit bank seperti(ketika sumber dana utama. Seperti yang ditemukan di dalam banyak studi menggunakan sebelum data krisis, bank-bank adalah sumber dana utama untuk sedikitnya 40% dari pembiayaan perusahaan.

jo dana Yang menggunakan perusahaan yang internal seperti(ketika sumber utama tentang pembiayaan mempercayakan sebagian besar di kelompok head/business (46%) dan laba ditahan (44%). Hasil dari bunga(minat deposito dan pertukaran valuta asing

beruntung hanyalah di sekitar 4%. Mengacu pada survei penyebab krisis kredit, alasan utama untuk menggunakan jo dana yang internal adalah tingkat pinjaman secara relatif tinggi, underutilisasi modal mereka sendiri, keketatan dari prosedur kredit, dan keberadaan dari penjatahan kredit bank.

Perusahaan yang menggunakan pinjaman bank sebagai suatu sumber utama tentang pembiayaan datang dari sektor manufactur

(- 379% berbagi). Perdagangan dan property/construction masing-masing mempunyai tentang 207%, selagi sektor pertanian hanya mempunyai 138%. Digolongkan menurut skala bisnis, saham-saham yang masing-masing dari pembiayaan bank adalah: perusahaan yang besar 552%, perusahaan media 414% dan perusahaan kecil saja

34%. Sektor pertanian dan kredit bank perolehan kesukaran pengalaman bisnis skala kecil. Rintangan-rintangan untuk memperoleh kredit bank adalah keketatan dari kondisi sejalan, arus kas kemerosotan, dan penjatahan kredit.

Meminjamkan perilaku setelah suatu goncangan yang moneter: Keberadaan dari saluran peminjaman bank ditentukan oleh ya atau tidaknya kebijakan moneter mempengaruhi penawaran pinjaman. Survei menunjukkan bahwa di dalam kasus dari uang ketat, mayoritas bank-bank (77%) akan mengurangi penawaran pinjaman mereka. Seperti yang ditandai oleh studi yang kwantitatif, asing dan bank-bank usaha patungan bersifat lebih sedikit yang dipengaruhi oleh uang ketat dibanding rekan pendamping mereka yang domestik. Survei menyatakan bahwa 50% dari yang asing dan bank-bank usaha patungan akan mengurangi pinjaman-pinjaman mereka sebagai akibatnya dari kebijaksanaan uang ketat. Sementara itu, semua bank pertukaran valuta pribadi dan bank regional tidak asing mengurangi penawaran pinjaman mereka. Ini mendukung penemuan empiris sebelumnya (misalnya Agung (1998)) dalam deposito kepercayaan kecil bank itu seperti(ketika sumber dana membuat peminjaman mereka lebih sensitip ke(pada suatu yang moneter mengencangkan. Sebagai pembanding, bank asing dan bank-bank lebih besar seperti bank-bank pertukaran valuta asing bank negara bagian dan pribadi bahwa mempunyai akses untuk jo dana tidak menyimpan (misalnya dana asing) mampu melindungi penawaran peminjaman mereka dari goncangan. Lebih lanjut, saham bank itu sekuritas memungkinkan mereka untuk melindungi peminjaman mereka, sedikitnya untuk sementara waktu.

Di dalam kasus dari yang moneter mengencangkan yang dicerminkan dalam satu peningkatan di dalam tingkat SBI, bank-bank mengurangi penawaran peminjaman bank yang manapun oleh mekanisme harga, melalui meningkatkan tingkat pinjaman atau mengencangkan kondisi-kondisi kredit, dan mekanisme-mekanisme tidak menghargai, melalui mengurangi pinjaman-pinjaman baru. Mayoritas bank-bank (71%) naikkan tingkat pinjaman sebagai akibatnya dari uang ketat dan di sekitar 214% dari bank-bank mengurangi penawaran pinjaman. Suatu hasil lebih yang menarik adalah bahwa/karena pribadi dan bank regional mengurangi meminjamkan dengan kredit penjatahan dibanding dengan peningkatan suku bunga pinjaman. Sementara itu, bank negara bagian dan bank asing menaikkan suku bunga untuk mengurangi pinjaman-pinjaman. Suatu hasil yang serupa ditemukan di dalam kasus dari yang moneter menenangkan (suatu masuk dalam barisan tingkat SBI); yang ,di sekitar 72% dari bank-bank mengurangi daftar biaya pengiriman barang-barang pinjaman dan di sekitar 20% menaikkan penawaran pinjaman.

Kelajuan dari peminjaman bank ke(pada suatu goncangan dapat melekat pada pinjaman bank fakta itu itu ( terutama investasi meminjamkan) kebanyakan disediakan di suatu dasar komitmen pinjaman, sebagai ganti di suatu proyek atau menetapkan?memperbaiki istilah dasar. Di bawah komitmen seperti itu, bank-bank mengizinkan[membiarkan peminjam-peminjam untuk menarik ke bawah satu baris dari kredit pada pertimbangan mereka, dan peminjam-peminjam membayar suatu imbalan untuk fasilitas kredit dan upah menarik perhatian di pinjaman-pinjaman yang aktual yang telah digambar/ditarik. Sebagai hasil sistim ini, bank-bank tidak bisa mencegah peminjam-peminjam dari kredit gambar?penarikan bahkan ketika kondisi-kondisi yang moneter dipererat. Bank-bank hanya dapat mengurangi penawaran dari pinjaman-pinjaman yang baru, yang kiranya tidak dengan segera menjurus kepada suatu yang substansiil masuk dalam barisan peminjaman kumpulan.

Suatu disaggregation pinjaman bank total ke dalam peminjaman [perseroan/perusahaan] dan individu (rumah tangga) peminjaman, bagaimanapun, menyatakan bahwa tanggapan yang tidak penting dari peminjaman kumpulan berasal dari pinjaman-pinjaman itu kepada perusahaan. Sebagai pembanding, meminjamkan karena kejatuhan individu dengan mantap sebagai akibatnya dari suatu goncangan yang moneter. Ini bisa dijelaskan oleh yang disebut "penerbangan kepada mutu" peristiwa. Yang ,di suatu singkatan yang moneter, untuk mengganti kerugian karena kemunduran secara tunai arus, peminjam-peminjam laik credit mempunyai akses kepada pinjaman jangka pendek, selagi pinjaman-pinjaman kepada lebih sedikit peminjam-peminjam yang laik credit seperti individu atau perusahaan kecil akan dijatah.

Menurut hasil dari dorongan yang ter/dikumpulkan menanggapi, tanggapan yang awal dari inflasi yang diharapkan kepada satu goncangan SBI adalah penting. Sementara itu, tanggapan yang ter/dikumpulkan dari inflasi yang diharapkan di kelesuan lebih penting dibanding di SBI. Hasil ini mengungkapkan bahwa pasar masih pemandangan mundur di dalam membentuk inflasi yang diharapkan. Tanggapan dorongan yang ter/dikumpulkan dari goncangan SBI adalah sangat penting di dalam periode yang 12th. Bagaimanapun, tanggapan dari kelesuan lebih penting dibanding goncangan SBI (di) atas kaki langit waktu yang sama. Tanggapan struktur yang tertinggal menunjukkan bahwa pengaruh yang maksimum dari SBI dan kelesuan di formasi inflasi yang diharapkan adalah secara relatif mengarahkan selama empat periode. Barang kepunyaan yang maksimum dari SBI dan kelesuan di inflasi mempunyai a

22 periode dan 18 penyimpangan waktu periode berturut-turut. Dorongan menanggapi analisa mendukung pembusukan ragam muncul.

Evidence from surveySurvei juga pertunjukan-pertunjukan bahwa mengharapkan formasi inflasi dan inflasi ditentukan sebagian besar oleh kurs, inflasi yang lampau (kelesuan), dan suku bunga. Meskipun begitu, tanggapan pasar kepada itu faktor-faktor tidak selalu symmetric. Ada suatu kekakuan yang mengarah ke bawah di dalam pengaturan harga perusahaan, dengan mengabaikan depresiasi atau penghargaan di dalam kurs. Sebaliknya, rumah tangga bereaksi secara tidak setangkup kepada gerakan-gerakan kurs. Satu yang menarik diakibatkan oleh survei adalah bahwa/karena pasar mengharapkan inflasi untuk meningkatkan seperti(ketika suku bunga meningkat. Penjelasan untuk hasil ini adalah bahwa/karena pasar belajar dalam 1998 bahwa ketika suku bunga ditingkatkan, inflasi juga meningkat; kebalikannya terjadi dalam 1999. Dalam hal ini, pasar itu tidak mempertimbangkan penyimpangan waktu dari kebijakan moneter. Di dalam

memproyeksikan inflasi masa depan, pasar menggunakan inflasi yang lampau sebagai acuan.

4. Conclusion

Krisis yang keuangan 1997 yang disempurnakan perubahan-perubahan penting di dalam ekonomi Indonesia itu, termasuk mekanisme transmisi kebijakan moneter. Di hadapan krisis, ekonomi Indonesia itu di a "yang terkenal" periode dengan modal asing yang besar mengalirkan. Di bawah keadaan ini, suku bunga menggali dikerjakan sungguh sumur di dalam memancarkan kebijakan moneter ke dalam deposito dan meminjamkan daftar biaya pengiriman barang-barang. Meskipun demikian, efektivitas nya di dalam mempengaruhi ekonomi yang riil dilarang oleh fakta bahwa kedua-duanya konsumsi dan investasi tidaklah mau mendengarkan untuk berubah di dalam tingkat bunga oleh karena ekonomi yang nyaring/besar dan dana asing besar. Ini ditetapkan oleh temuan bahwa tidak mempengaruhi peminjaman bank sebelum krisis karena kemampuan bank untuk mengakses jo dana dari sumber yang internasional. Dalam waktu itu, saluran kurs bukan sangat relevan di hadapan krisis karena sistim kurs dasar diatur mengapung. Dengan demikian, gerakan kurs kukuh stabil di dalam regu dengan benar-benar tarif penyusutan yang dapat diprediksi, dan seperti itu tidak mempengaruhi penting menerobos barang kepunyaan kepada ekonomi dan harga yang riil.

Setelah krisis, bagaimanapun, ekonomi dan sistem keuangan sudah mengalami perubahan-perubahan struktural dan negeri sudah gerak ke suatu sistim kurs mengambang. Hal ini niscaya mempunyai keterlibatan-keterlibatan pokok untuk berfungsi mekanisme transmisi yang moneter. Gerakan-gerakan kurs yang menjadi lebih dilafalkan di dalam mempengaruhi ekonomi dan harga yang riil, selagi efektivitas dari kebijakan moneter untuk mempengaruhi kurs sudah digangsir?digerogoti oleh fakta bahwa gerakan-gerakan kurs telah disetir lebih oleh faktor-faktor yang tidak ekonomi. Demikian juga, harapan-harapan mempunyai menjadi lebih penting di dalam mempengaruhi inflasi, tetapi perilaku harapan-harapan inflasi sudah disetir kebanyakan oleh kelesuan harga dan kurs. Saluran suku bunga masih bekerja sungguh sumur di dalam memancarkan kebijakan moneter, meskipun besaran nya sudah dipengaruhi oleh kondisi-kondisi di dalam sistem perbankan dan menyeluruh faktor-faktor ketidakpastian dan risiko yang lebih tinggi. Temuan itu adalah juga ditetapkan dari saluran peminjaman bank, di data kumpulan tersebut tunjukkan suatu goncangan yang moneter adalah mampu mempengaruhi peminjaman bank dengan suatu kelajuan karena kemampuan bank-bank untuk membatasi penurunan deposito-deposito dengan pembubaran, saham sekuritas mereka. Lebih lanjut, penemuan empiris dari data yang dipisahkan menunjukkan bahwa peminjaman bank lebih sensitip kepada goncangan-goncangan yang moneter untuk bank-bank pribadi domestik, bank-bank dengan modal yang rendah, dan karena peminjaman individu.

Appendix 1:Summary of transmission mechanism in Indonesia