55
EDISI II / 2007 EDISI 2/2007 www.thelightmagz.com FREE

TheLight Photography Magazine #2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

please enjoy.....

Citation preview

Page 1: TheLight Photography Magazine #2

EDISI II / 2007 �

EDIS

I 2/2

007

www.thelightmagz.com

FREE

Page 2: TheLight Photography Magazine #2

� EDISI II/ 2007 EDISI II / 2007 �

PT Imajinasia Indonesia, Jl. Pelitur no. 33A Jakarta, 47866725, www.thelightmagz.com, Pemimpin Perusahaan: Ignatius Untung, Technical Advisor: Gerard Adi, Pemimpin Redaksi: Ignatius Untung, [email protected], Contributor: C Production, Public relation: Prana Pramudya, Marketing: Maria Fransisca Pricilia, [email protected], Sirkulasi: [email protected], Graphic Design: ImagineAsia, Webmaster: Gatot Suryanto

Table of contents Editorial

“Hak cipta foto dalam majalah ini milik fotografer yang bersangkutan, dan dilindungi oleh Undang-undang. Dilarang menggunakan foto dalam majalah

ini dalam bentuk / keperluan apapun tanpa seijin fotografer.”

Edisi perdana sudah diluncurkan dengan sukses. Di luar dugaan, sambutan yang datang cukup menggembirakan. Edisi perdana kami berhasil didistribusikan ke lebih

dari 9000 pehobi fotografer. Angka yang fantastis untuk sebuah majalah kategori baru. Angka ini pun akan meningkat hingga lebih dari dua setengah kali lipatnya di edisi kedua ini. Artinya kami akan menembus angka 20.000 lebih, angka yang fantastis

untuk sebuah majalah fotografi. Terima kasih kepada para distribution partner dan pick up point yang membantu terdistribusikannya majalah ini ke lebih banyak orang lagi.

Edisi kedua ini kami hadir lebih matang tetap dengan komitmen untuk memberikan resouce dan referensi terbaik untuk dunia fotografi Indonesia. Nara sumber yang tidak

kalah berkualitas dari edisi perdana pun kami hadrikan. Rubrik-rubrik baru kami luncur-kan semuanya untuk memberikan yang terbaik untuk fotografi Indonesia.

Beberapa komentar dan permintaan untuk dibuatnya rubrik tutorial yang menampilkan step by step kami terima. Namun kami menyadari bahwa fotografi bukanlah untuk

dihapalkan, melainkan untuk dimengerti. Untuk itu kami lebih memilih untuk menyajikan segala infromasi dan knowledge mengenai fotografi dalam bentuk cerita pengalaman dari fotografer-fotografer terkenal yang kaya akan informasi dan inspirasi ketimbang

tutorial step by step serta lighting diagram yang cenderung membuat orang malas dan manja. Agar anda semua menjadi fotografer bukan tukang foto.

Salam,Ignatius Untung

Sport photographyChandra Amin

Architectural photographySonny Sandjaya

The ProfileAyofoto

Liputan UtamaKomunitas fotografi online

manfaat dan jebakannyaThe Pro Comments

Fashion photographyBambang Santoso

The Gerard’sLepasan

William Hung on PhotographyTravel Photography

Tigor SiahaanDigital Process

Input bagus = output maksimalCommercial photography

Sam Nugroho

520333751556871748486

ABOUT THE COVERMODEL: MARIANA RENATAPHOTOGRAPHER: SAM NUGROHO

Page 3: TheLight Photography Magazine #2

� EDISI II/ 2007 EDISI II / 2007 �

SPORTPHOTOGRAPHY

SIAPA BILANG FOTOGRAFI SPORT NGGAK ARTISTIK?Jika anda ditanya, siapakah fotografer jurnalistik yang bagus yang anda tau, mungkin hanya ada

segelintir nama yang keluar. Nama Arbain Rambey & Oscar Motuloh sudah pasti mendominasi.

Memang dua nama tersebut sudah terbukti kepiawaiannya dalam dunia fotografi jurnalistik.

Namun apa benar hanya dua orang itu saja yang karyanya bagus? Untungnya tidak. Adalah

Chandra Amin, seorang fotografer jurnalistik yang bekerja untuk tabloid Bola yang masuk dalam

hitungan kami. Chandra Amin memang tidak setenar nama-nama besar di atas, namun jika

AN INTERVIEW WITH M. CHANDRA AMIN

Page 4: TheLight Photography Magazine #2

� EDISI II/ 2007

SPORTPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 �

SPORTPHOTOGRAPHYanda melihat hasil karyanya, kami berani ber-

taruh anda pun akan geleng-geleng kepala.

Kami pun mendapat kehormatan untuk bisa

bertemu dan berbincang-bincang dengan

Chandra amin di rumahnya di bilangan

Jakarta pusat.

Chandra Amin adalah seorang fotografer jur-

nalistik khususnya olahraga yang sederhana,

rendah hati namun karya-karyanya tidak

sesederhana pembawaannya. Ia menganggap

fotografi sebagai salah satu yang universal,

tidak ada pengkotak-kotakan secara kaku.

Jika pada akhirnya ia memilih untuk menjadi

fotografer olahraga, tentunya itu hanya pilihan

profesi semata. Dalam menekuni fotografi,

ia memilih untuk mengkombinasikan segala

macam spesialisasi dalam fotografi tersebut.

“gue bisa belajar fashion, belajar human

interest, belajar sport, dan ketika di combine

hasilnya bisa sangat memuaskan.” Begitu

ungkapnya. Kemampuan ini yang membuat-

nya dipercaya untuk melakukan pemotretan

untuk profil Marshanda dengan treatment

fashion walaupun latar belakang profesinya

adalah fotografer olahraga. Chandra Amin

mengaku mempelajari lighting justru bukan

dari fotografer, melainkan dari Monot, seorang

kamera person yang bekerja sama dengan

“gue bisa belajar fashion, belajar human interest, belajar sport, dan ketika di com-bine hasilnya bisa sangat memuaskan.”

Page 5: TheLight Photography Magazine #2

� EDISI II/ 2007

SPORTPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 �

SPORTPHOTOGRAPHYhari awal ia hanya melakukan pendekatan.

“karena udah seminggu pendekatan, mereka

udah nggak kaget dan canggung lagi liat

kamera gue, gue potret aja. Dan dapetnya

alami.” Terang fotografer yang pernah menjadi

atlet taekwondo ini.

Hal lain yang juga sesekali dilakukan oleh

Chandra Amin adalah memotret wedding, wa-

laupun baru sebatas teman-teman dekatnya

saja. Untuk memotret wedding pun Chandra

Amin mengkombinasikan pakem-pakem yang

biasa diaplikasikan pada pemotretan wedding

dengan pakem-pakem jurnalistik, sehingga

gasil yang didapat lebih segar. Sebagian

besar pemotretan yang ia lakukan pun hanya

bergantung pada peralatan sederhana. Lampu

yang digunakan pun sebagian besar hanya

flash yang biasa dipasangkan di body camera.

Berbicara mengenai fotografi olahraga, ia ber-

pendapat bahwa foto olahraga tidak melulu

harus menangkap momen, ekspresi dari si

pemani juga tentunya bisa menjadi sesuatu

yang menarik baik ekspresi kemenangan,

kekalahan, kesedihan, kesenangan dan lain

sebagainya. Hal yang membuat fotografi olah-

raga makin menarik baginya adalah karena

momen dalam olahraga hanya berlangsung

sesaat, berbeda dengan memotret di studio

Garin Nugroho di film Daun di atas

Bantal. Tidak heran jika ia pun memilih

melakukan pemotretan Marshanda

dengan continuous light seperti yang

sering dipakai oleh orang-orang broad-

casting.

Selain melakukan pekerjaannya seb-

agai fotografer olahraga, Chandra Amin

juga sering melakukan proyek idealis.

“Seorang fotografer olahraga juga

dituntut untuk punya proyek idealis.

Keuntungannya bukan untuk sekarang,

tapi nanti, supaya karya lo bisa bertah-

an di tempat kerja lo.” Begitu jelasnya.

Proyek-proyek idealis di luar pekerjaan

kantornya ini pun dipercaya menjadi

inspirasi sekaligus menjadi penyeman-

gatnya untuk berkarya lebih baik lagi.

“ketika liat sesuatu yang menyentuh,

gue tergerak untuk motret. Misalnya

liat anak jalanan.” Tambahnya. Untuk

melakukan pemotretan terhadap anak

jalanan, Chandra Amin melakukan pendeka-

tan yang mendalam terhadap anak-anak

jalanan tersebut. Walaupun setiap harinya

ketika bertemu anak-anak ini ia selalu mem-

bawa kamera, tapi baru hari-hari terakhir saja

ia mengeluarkannya dan menggunakannya

untuk memotret mereka. Sementara hari-

dimana kita bisa mengulang pose dan adegan

yang kita inginkan. Oleh karena itu konsen-

trasi dan kesiapan amat sangat dibutuhkan.

Page 6: TheLight Photography Magazine #2

�0 EDISI II/ 2007

SPORTPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

SPORTPHOTOGRAPHY

Selanjutnya, Chandra Amin juga mengin-

gatkan akan tata krama waktu memotret

olahraga. Misalnya pada pertandingan golf.

Fotografer yang ada hanya diperbolehkan

memotret ketika pegolf sedang dalam posisi

mengukur dan mengamati letak bola sebelum

bersiap memukul dan mengayunkan stick

ke arah bola sampai setelahnya. Sementara

sewaktu pegolf sedang melakukan konsentra-

si akhir sesaat sebelum mengayunkan stick,

disarankan untuk tidak memotret, karena

akan mengganggu konsentrasi atlet tersebut.

Hal yang sama juga berlaku pada olahraga

tenis. Pada olahraga tenis, fotografer dilarang

memotret ketika petanis sedang melakukan

konsentrasi akhir sebelum memukul.

Untuk golf, Chandra melihat ada banyak

ruang untuk eksplorasi komposisi dalam

memotret mengingat kontur lapangan yang

bergelombang dengan warna-warna saturasi

yang menarik seperti rumput, langit, pasir, dll.

Permainan komposisi juga sering dilakukan

Chandra Amin dalam memotret olahraga

atletik.

Untuk memotretn tinju, Chandra Amin selalu

membawa 2 camera, satu dengan lensa wide,

satu lagi medium. Kamera dengan lensa

medium digunakan untuk menangkap detail

momen seperti muka yang terpukul, semen-

tara wide untuk mendapatkan cerita secara

keseluruhan, misalnya ketika petinju sudah

terpukul jatuh. Tips lain untuk mendapatkan

foto dari olahraga tinju yang menarik adalah

memperhatikan posisi yang menarik. Misalnya

Page 7: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

SPORTPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

SPORTPHOTOGRAPHY

a collection of Femalography exhibition. Model: Tatyana

ketika petinju sudah menang, maka Chandra

Amin justru akan berpindah ke bangku pe-

nonton yang atas, sehingga didapatkan angle

yang lebih menarik.

Selain etika, seorang fotografer olahraga juga

dituntut untuk mengetahui aturan dan cara

berhitung dari olahraga yang akan dipotret.

Dengan begitu ia tahu kapan pertandingan

akan berakhir, kapan pertandingan akan

memasuki titik-titik kritis dimana momen dan

ekspresi menarik akan banyak terlihat.

Sementara untuk memotret multi event

seperti pada sea games, Chandra Amin

mengingatkan untuk selalu memperhatikan

jadwal. Jadwal yang dimaksud pun terinci

hingga pertandingan apa, jam berapa babak

ke berapa. Karena tanpa tahu babak ke

berapa, kita bisa melewatkan pertandingan

penting. Hal penting selanjutnya yang perlu

dikuasai oleh fotografer olahraga adalah

penguasaan lokasi pertandingan. Seperti pada

waktu memotret pertandingan bulu tangkis

di Istora Senayan. Chandra Amin mengetahui

bahwa di atas lapangan, tepat di atas posisi

pemain melakukan servis, ada sebuah palang

tempat lampu-lampu stadion bergantung. Ia

pun naik ke sana untuk mendapatkan angle

yang ekstrim. Hal ini membuktikan bahwa

dengan mengetahui lokasi pertandingan, kita

bisa mendapatkan angle-angle yang menarik

dan unik.

Page 8: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

SPORTPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

SPORTPHOTOGRAPHY

Untuk mendapatkan foto olahraga yang men-

arik, Chandra Amin juga tidak mengharamkan

untuk melakukan pemotretan pada saat atlet

sedang melakukan latihan. Seperti pada foto

atlet tolak pelurunya. Ia menemukan keterba-

tasan untu bisa berada pada posisi yang baik

untuk memotret. Untuk itu ia datang pada hari

latihan dan melakukan pemotretan, karena

pada hari latihan aturan bagi fotografer relatif

lebih longgar.

Penggabungan obyek lain yang ditemui di

pertandingan yang kontras dengan kondisi

atlet juga bisa memperkaya foto olahraga.

Misalnya ketika sedang memotret balap

sepeda, Chandra Amin memadukan dengan

petani-petani yang dilewati atlet balap sepeda

tersebut.

Dalam menghadap keterbatasan dan masalah

di lapangan, Chandra Amin juga selalu

mengedepankan kreatifitas dalam pemecahan

masalah tersebut. Seperti pada saat memotret

motor cross, melihat kondisi track motor cross

yang banyak sekali umbul-umbulnya, Chandra

Amin menggunakan teknik panning untuk

mengatasinya dan bahkan membuat umbul-

umbul yang tadinya adalah masalah menjadi

elemen yang memperindah foto. Contoh

“Orang suka terlalu sibuk motret se-hingga lupa mikirin konsepnya. Akhirnya hasilnya jadi kurang kuat.”

Page 9: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

SPORTPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

SPORTPHOTOGRAPHYlain adalah ketika ia memotret pertandingan

basket di sebuah hall. Sejak sebelum pertand-

ingan dimulai ia sudah melihat ada lubang

yang membuat adanya bias cahaya ke tengah

lapangan. Kreatifitasnya pun berjalan. Ia

segera mengambil posisi dan mengukur me-

tering di titik dimana cahayanya paling terang.

Dan ketika pemain basket melewati cahaya

terobosan itu, ia langsung menjepretnya. Dan

karena meteringnya adalah pada titik paling

terang, maka titik lain menjadi gelap sehingga

yang terlihat hanya pemain basket dan cahaya

tadi. Sementara background dimana terdapat

banyak penonton terlihat gelap.

Untuk pemotretan olahraga di mana ada bola,

pemotretan tidak harus selalu menyertakan

bola. Artinya ekspresi dari atlet yang sedang

menendang atau memukul bola atau bahkan

ekspresi setelah menendang atau memukul

bola pun bisa jadi obyek yang menarik.

Hal yang paling penting dalam memotret

diakui oleh Chandra Amin adalah konsep.

“Orang suka terlalu sibuk motret sehingga

lupa mikirin konsepnya. Akhirnya hasilnya jadi

kurang kuat.” Begitu ungkapnya. Aturan ini ia

anggap sebagai suatu yang universal berlaku

pada setiap spesialisasi dalam fotografi.

“sebelum memotretn seharusnya kita sudah

punya bayangan seperti apa jadinya nanti.”

Tambahnya. Pengkopsepan sejak awal bisa

bermula dari pemanfaatan lokasi pemotretan,

pemanfaatan waktu (sunset/sunrise) dalam

hubungannya dengan pemanfaatan warna

langit, siluet, dll.

Di akhir perbincangan kami Chandra Amin

berbagi cerita bahwa sikap totalnya ter-

hadap pencarian kualitas foto yang bagus

tanpa memperhitungkan materi mungkin

juga telah membantunya menjadi fotografer

olahraga dengan kualitas seperti sekarang

ini. “gue dulu waktu freelance di kompas

“sebelum memotretn seharusnya kita sudah punya bayan-gan seperti apa jadinya nanti.”

Page 10: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

SPORTPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

SPORTPHOTOGRAPHY

nggak pernah ambil honor gue. Karena

orientasi gue bukan uang, tapi gue udah

cukup senang kalau bisa bikin foto yang

bagus.” Ungkapnya. Namun begitu, hal ini

terjadi bukan karena Chandra Amin berasal

dari keluarga kaya. Sebaliknya Chandra Amin

mengaku ia berasal dari keluarga orang tak

punya. Bahkan waktu awal mula mendalami

fotografi ia sempat mendapat tentangan dari

orang tuanya. “dulu waktu gue sibuk belajar

fotografi, bokap nyokap gue malah bilang

ngapain main kamera, ngabisin duit aja lo, itu

mainan orang kaya.” Kenangnya. Tapi niatnya

yang bulat tidak menyurutkan langkahnya

untuk mendalami fotografi dan bahkan telah

berhasil menjadikannya fotografer olahraga

yang terpandang.

Page 11: TheLight Photography Magazine #2

�0 EDISI II/ 2007

ARCHITECTURALPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

ARCHITECTURALPHOTOGRAPHY

ARCHITECTURAL PHOTOGRAPHY BUKAN SEKEDAR PHOTOGRAPHYAN INTERVIEW WITH SONNY SANDJAYA

Menggunakan gaya advertising; Glamourous. Walaupun objeknya arstektur, foto ini hasil

manipulasi digital dari tiga foto berbeda : awan, gedung dan rumput.(Photo Credit : Saatchi & Saatchi Singapore untuk Toyota)

Page 12: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

ARCHITECTURALPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

ARCHITECTURALPHOTOGRAPHYArchitectural photography atau fotografi arsitektur memang belum menjadi sebuah spesialisasi

dalam fotografi yang banyak peminatnya di Indonesia. Mungkin karena pengetahuan yang harus

dimiliki bukan sekedar pengetahuan fotografi tapi juga pengetahuan arsitektur. Kali ini kami

mendapat kesempatan untuk berbincang dengan Sonny Sandjaya, seorang fotografer arsitektur

yang bersama istrinya sudah menerbitkan lebih dari 30 judul buku arsitektur dan interior.

Bagaimana anda bisa terjun ke spesialisasi fotografi arsitektural dan interior?Dulu waktu saya kerja di femina, saya merasa

saya tidak bisa menghadapi model dengan

baik. Saya cenderung kaku menghadapi

model. Mungkin karena memang saya nggak

bakat untuk berhadapan dengan model. Kalau

kata orang, kalau kamu naik pesawat dari

mulai naik sampai turun lagi tidak ngobrol

dan akrab dengan orang lain di samping

kamu, maka kamu tidak cocok untuk menjadi

fotografer fashion atau model. Nah saya tipe

orang yang seperti itu. Saya kalau motret lebih

konsentrasi sama hal-hal seperti lightingnya,

komposisinya, jadi nggak bisa kalau disuruh

ngarahin model maka dari itu saya lebih

senang memotret interior dan arsitekturalnya.

Nah setelah menerbitkan beberapa buku

bareng istri saya yang juga kerja di femina,

saya memutuskan untuk kuliah lagi di RMIT,

Australia.

Sudah jadi fotografer tapi malah kuliah lagi?Nah waktu itu, saya bawa buku-buku arsitek-

tur hasil foto saya ke ketua jurusan di RMIT

saya ditanya hal yang sama, “ngapain lagi

kamu sekolah di sini, kamu kan sudah jadi

fotografer?” dan saya jawab karena waktu itu

saya berpikir, beberapa tahun lagi akan ada

Globalisasi. Jadi saya pikir kalau bisa upgrade

knowledge saya kan lebih bagus. Pokoknya

pada akhirnya dia bilang “gimana kalau kamu

saya masukkan ke tahun ke tiga?” Kalau

anda lulus semua ya bagus, kalau gagal ya

ngulang. Nah di tahun ketiga itu namanya

professional practice. Jadi saya dikasih 10

orang nama fotografer lulusan RMIT yang

sudah sukses jadi fotografer dan saya harus

minta salah satu dari mereka untuk jadi men-

tor saya. Nah dari 10 nama itu ada satu yang

bersedia, itupun ketika saya tunjukin buku-

buku saya, dia malah bilang “ini sih bukan

arsitektur, ini interior semua.”.

Setelah beberapa lama saya akhirnya belajar

banyak dari mentor saya itu. Satu hal yang

jelas beda dengan di Indonesia adalah, kalau

di sana kalau ada biro arsitek baru selesai

Bangun rumah atau mal atau perkantoran

pasti mereka panggil fotografer arsitektur

professional, bukan pre wedding fotografer

“kalau kamu naik pesawat

dari mulai naik sampai turun lagi ti-dak ngobrol

dan akrab dengan

orang lain di samping

kamu, maka kamu tidak

cocok un-tuk menjadi

fotografer fashion atau

model.”

atau part time fotografer kayak di sini.

Apa bedanya fotografi arsitektural dengan interior?Sebetulnya ada satu pemisah yang jelas di

antara keduanya. Kalau kita motret di dalam

ruangan, tapi sisi yang diangkat adalah sisi

tiga dimensi dari ruangan itu bukan elemen

interiornya maka itulah fotografi arsitektural.

Sementara kalau yang diangkat elemen

interiornya maka jadi fotografi interior. Tapi

kalau motret dari luar bangunan, kebanyakan

jadinya fotografi arsitektural. Nah kalau foto-

foto hotel, resort, kebanyakan interior. Lain

halnya dengan foto Museum atau bangunan

seperti gedung dua delapan, itu elemen inte-

riornya nggak ada, yang ada rangka-rangka

bangunan dan bidang tiga dimensi jadinya

fotonya foto arsitektural. Jadi intinya pada

fotografi arsitektural ada dimensi ruang, skala

proporsi, sementara interior hanya elemen

interiornya yang diangkat.

Mana yang anda tekuni, arsitek-tural atau interior?Saya dua-duanya.

Page 13: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

ARCHITECTURALPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

ARCHITECTURALPHOTOGRAPHY

Siapa saja sih yang pakai jasa foto-grafi arsitektural dan interior?Yang pertama penggunaannya bisa untuk

editorial. Fotografi arsitektural biasa dipakai

majalah-majalah arsitektural, kalau di luar

negeri ada majalah architecture review. Selain

itu biro-biro arsitek juga menggunakan jasa

fotografi arsitektural untuk memotret hasil

bangunan yang baru saja selesai dibangun

untuk jadi portfolio mereka. Selanjutnya

bidang yang biasa pakai jasa kita ini adalah

property, building material, resort, hotel,

sanitair, keramik, cat. Nah kalau fotografi

interior yang commercial pasti motret hal-hal

semacam itu. Yang terakhir adalah corpo-

rate. Jadi pemotretannya untuk keperluan

perusahaan.

Apakah sudah cukup besar market dari spesialisasi ini?Kebanyakan sih masih kerja di media, karena

memang pasarnya baru mulai tumbuh. Jadi

kalau di Indonesia beberapa tahun yang lalu

ada biro arsitek baru selesai bangun rumah

mereka nggak panggil fotografer arsitektural,

tapi panggil aja media. Karena lebih enak,

mereka dapat fotonya, dapat publikasi, gratis

pula. Ada juga biro arsitek yang memper-

cayakan pemotretan hasil kerjaan mereka

kepada pegawainya yang hobby fotografi.

Nah masalahnya baru muncul ketika mau

pameran, begitu digedein gambarnya pecah,

karena kameranya belum professional. Tapi,

sekarang sudah mulai tumbuh kesadaran itu.

Banyak arsitek yang muda-muda sudah sadar

akan hal ini. Jadi setelah selesai Bangun

rumah, mereka panggil fotografer arsitektural

profesional. Saya selalu bilang, fee untuk

bayar fotografer arsitektural nggak seberapa

dibanding nilai bangunan yang dibangun dan

fee arsiteknya kok. Yang paling penting buat

para arsitek, fotolah bangunan yang baru se-

lesai dibuat, jangan setelah ditempati karena

takutnya nanti sudah ada yang berubah, ada

yang bergeser, ditambahi macam-macam

lagi. Akhirnya jadi nggak bisa dipakai untuk

portfolio.

Kalau saya lihat, sebagian besar atau bisa dibilang semua foto arsitektur memang dibuat dengan

Kalau untuk pe-hobi yang men-arik karena ba-gus permainan warnanya, pat-ternnya, miring-miringnya. Jadi bagusnya seb-agai obyek foto-grafi tapi konsep dari arsiteknya nggak kelihatan di fotonya.

Kalau di arsi-tektur, prinsip dasar light-ingnya adalah menyeimbang-kan. Fotografi arsitektur itu kebutuhannya adalah sebagai pengganti mata artinya. Fotonya harus sedekat mungkin dengan seperti dilihat oleh mata.

(e-X Plaza) Tanpa komunikasi dengan arsitek, foto-grafer tidak akan tahu bahwa bentuk e-X

Plaza yang miring merupakan manifestasi gaya sentrifugal kendaraan yang berputar di

Bundaran HI. (Photo Credit : DCM Indonesia)

Page 14: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

ARCHITECTURALPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

ARCHITECTURALPHOTOGRAPHYobyek bangunan yang memang sudah bagus, nah bagaimana kalau yang mau difoto rumah yang biasa-biasa saja?Setidaknya kita bisa menolong dari komposisi

atau lightingnya. Mungkin ambilnya sore-sore

supaya lebih dramatis. Dan harus diingat

juga, hal ini mungkin ada hubungan dengan

siapa yang memotretnya. Artinya kalau foto-

grafernya sudah terkenal pasti dia akan dapet

kerjaan bangunan-bangunan yang bagus

karena bayarannya pasti sudah lebih mahal.

Jadi agak jarang fotografer arsitektural yang

bagus motret rumah yang biasa-biasa saja.

Apa kemampuan utama yang harus dimiliki oleh seorang fotografer arsitektur?Yang paling utama jelas komposisi. Selain itu,

kita juga harus tau apa yang mau di highlight.

Misalnya EX Plaza. Kalau untuk pehobi yang

menarik karena bagus permainan warnanya,

patternnya, miring-miringnya. Jadi bagusnya

sebagai obyek fotografi tapi konsep dari

arsiteknya nggak kelihatan di fotonya. Padahal

setelah saya ngomong dengan yang buat,

ternyata arsitektur luarnya dibikin miring-

miring karena konsep gaya sentrifugal dari

putaran jadi seperti terlempar dari pusaran.

Nah setelah tau konsep arsitekturnya, baru

saya foto supaya bisa kelihatan konsepnya itu.

Maka dari itu banyak fotografer arsitektural

yang memang background pendidikannya

arsitektur, bukan fotografi.

Kenapa bisa begitu?

Mungkin memang karena kebutuhannya me-

mang sedikit beda. Dan juga pengetahuannya

beda. Kalau arsitek bisa tau hubungan antar

ruang. Jadi kalau dikasih gambar arsitek-

turalnya bisa tau. Sementara fotografer awam

mana tau hubungan antar ruang. Makanya

fotografer awam nggak akan ngerti gambar

arsitektural, mereka lebih ngerti kalau dikasih

maket.

Masih mengenai komposisi, apakah beda komposisi untuk foto-grafi arsitektural dengan fotografi

lainnya?Prinsipnya sama saja. Ada rule sepertiga dan

sebagainya.

Bagaimana dengan lighting?Lighting di fotografi arsitektural masih banyak

bergantung pada matahari. Artificial lighting

nggak begitu bisa diandalkan karena bidang

yang difoto besar sekali, sehingga susah

untuk pakai artificial lighting. Kecuali kalau

pakai continuous light yang bisa sampai

12.000 watt.

Nah lain halnya dengan interior. Interior justru

banyak pakai artificial lighting, bisa sampai 20

buah spot. Jadi bagus memang biarpun ng-

gak alami. Dan mungkin ini terpengaruh sama

commercial, yaitu bagaimana bikin foto yang

lebih nyaman dilihat walaupun nggak alami.

Artinya, untuk jadi fotografer arsi-tektural professional investasi di peralatan lebih minim dong?Betul, karena hanya bergantung pada kamera.

Untuk keperluan arsitek, fotografi arsitektur tak lain adalah representasi hasil karyanya,

fotografer seharusnya merekamnya dengan keter-ampilan fotografis yang dimilikinya.(Photo Credit : Bias Tekno Architect)

Page 15: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

ARCHITECTURALPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

ARCHITECTURALPHOTOGRAPHYArtificial lighting nggak begitu banyak pakai.

Kalau soal teknikal lighting, kalau di fotografi lain kan ada main light ada fill in, dan lain sebagainya, bagaimana dengan di arsitektur?Kalau di arsitektur, prinsip dasar lightingnya

adalah menyeimbangkan. Fotografi arsitektur

itu kebutuhannya adalah sebagai pengganti

mata artinya. Fotonya harus sedekat mungkin

dengan seperti dilihat oleh mata. Jadi sebatas

nggak ada bagian gelap yang kelewat gelap

sampai hilang detailnya, begitu juga dengan

bagian terangnya, ya nggak masalah. Jadi

gunanya lighting adalah untuk membantu

supaya sama terlihat dengan mata, selain

sebagai pe-

nyeimbang.

Nah di sini

kelemahan

arsitektur yang

mau jadi foto-

grafer. Keban-

yakan mereka

nggak begitu

menguasai

lighting se-

hingga waktu

dilihat dengan

mata bagus, tapi waktu di foto kok ada yang

gelap, ada yang terlalu terang. Padahal hal ini

bisa dibantu dengan lighting supaya seimbang

itu tadi.

Yang nggak kalah penting juga adalah color

correction dan white balance. Makanya saya

kalau motret masih selalu pakai grey card.

Ada tips nggak yang bisa dibagikan untuk yang sedang belajar fotografi arsitektural?Yang pertama, kalau motret bangunan dari

luar cari momen terbaiknya. Misalnya sore

hari. Nah supaya ada dimensinya, cari waktu

dimana cahaya di luar (langit) seimbang

dengan di dalam bangunan tersebut. Biasanya

10 menit sebelum sampai sesudah itu golden

timenya untuk motret bangunan seperti ini.

Nah hal lain yang harus diingat adalah

fotografi arsitektural dan interior ini bisa jadi

Saya selalu melihat pekerjaan dari 3 sisi, pertama bayarannya,

kedua kliennya, ketiga projectnya. Kalau mini-mal salah satu dari tiga itu menarik, akan saya

kerjakan. Kalau tidak ada yang menarik dari ketig-anya, mendingan nggak

diambil.Untuk keperluan iklannya, sebuah lighting fixture

menginginkan foto penerapan penerangan(lampu) pada Esplanade teater, singapura. Memotret

pada saat matahari tenggelam adalahsalah satu cara paling mudah untuk mendapatkan

kontras cahaya seimbang.(Photo Credit : Lumiscape Lighting)

Ada 2 lampu tambahan untuk menyeimbangkan kontras cahaya pada foto ini, namun diatur

sedemikian rupa, sehingga hasilnya seakan terlihat natural. (Photo Credit : Prodak Design)

Page 16: TheLight Photography Magazine #2

�0 EDISI II/ 2007

ARCHITECTURALPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

ARCHITECTURALPHOTOGRAPHYberbeda antara yang professional (artinya se-

bagai profesi) dan yang masih sebagai hobby.

Kalau yang hobby yang diambil biasanya lebih

sebagai elemen fotografi seperti sudut-sudut

ekstrem, lengkung, kontras, warna, pattern,

shadow dan hal ini nggak akan kepakai untuk

professional, biarpun secara fotografi cukup

bagus.

Dan hal yang nggak kalah pentingnya adalah

perbanyak referensi. Lihat majalah arsitek-

tur, lihat website, lihat buku-buku arsitektur.

Karena dari situ kita bisa belajar banyak

tentang arsitektur tanpa harus sekolah

arsitektur. Paling tidak dengan membaca

referensi arsitektural kita jadi tau apa yang

disukai dan diperlukan arsitek. Kalau mau

serius jadi fotografer arsitektural professional,

referensinya ya dari majalah dan buku-buku

arsitektural, jangan dari buku-buku dan maja-

lah fotografi amatir. Karena seperti sudah saya

jelaskan tadi keperluannya beda, sehingga

cara pemotretannya juga beda.

Ada satu lagi pesan saya, kalau ini untuk foto-

grafi apapun ya. Banyak orang yang dikenal

orang sebagai pengajar fotografi padahal dia

mau dikenal sebagai fotografer professional.

Nah kalau gitu kan salah. Artinya jangan

sampai apa yang kita mau berbeda dengan

apa yang diketahui orang. Makanya dulu ada

teman saya yang bilang, kalau baru lulus

kuliah jangan ngajar dulu. Mendingan kerja

dulu, cari portfolio yang banyak dan bagus-

bagus, sampai sudah dikenal sebagai profes-

sional fotografer baru mulai ngajar. Supaya

nggak dikenal sebagai pengajar. Kecuali kalau

memang maunya dikenal sebagai pengajar

fotografi sih.

Pertanyaan terakhir, pernah nggak anda menolak kerjaan?Saya selalu melihat pekerjaan dari 3 sisi,

pertama bayarannya, kedua kliennya, ketiga

projectnya. Kalau minimal salah satu dari tiga

itu menarik, akan saya kerjakan. Kalau tidak

ada yang menarik dari ketiganya, mendingan

nggak diambil.

Menciptakan mood/atmosfer mengundang untuk tinggal di hotel, salah satu keterampilan

arsitektur fotografi untuk keperluan hospitality indus-try. (Photo Credit : Villa Ali Agung, Bali)

Page 17: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007 EDISI II / 2007 ��

THEPROFILEAyofoto diluncurkan pada 9 September

2005, masih tergolong muda. Namun di

usianya yang belum sampai 2 tahun ini

Ayofoto sudah memiliki jumlah anggota

terdaftar sebanyak 8000 orang lebih.

Angka ini tergolong fantastis walaupun Ayofoto bukan situs komunitas fotografi terbesar di

Indonesia. Namun pertumbuhan anggotanya tergolong sangat cepat. Kami pun tertarik untuk

mengetahui lebih dalam mengenai hal-hal yang mungkin menyebabkan pertumbuhannya

secepat itu.

Dibya Pradana mengakui bahwa Ayofoto dibentuk atas dasar keinginannya untuk memiliki

sebuah situs komunitas fotografi sebagai wadahnya dalam memperdalam fotografi. Saat itu

Dibya sudah tergabung dalam Fotografer.net dan Forumkamera.com. Namun melihat banyaknya

kemungkinan pengembangan dari sisi teknologi yang seharusnya bisa dilakukan oleh situs-situs

semacam itu, Dibya pun memutuskan untuk membuatnya sendiri. Dibya berpendapat bahwa

foto yang bagus akan lebih optimal jika didukung dengan kemasan yang juga mendukung.

Beberapa keunggulan yang menarik perhatian kami tentang Ayofoto adalah visi dan pemikiran-

nya terhadap pengembangan fotografi sendiri. Yang pertama adalah tidak adanya sistem donasi

seperti yang dilakukan situs sejenis untuk membantu membayar biaya operasional, walaupun

Dibya mengaku untuk hal ini ia harus mengocek kantong pribadi. Hal ini dilakukan karena

sistem donasi pada umumnya memberikan privileges lebih kepada sang donator, seperti ba-

tasan jumlah foto yang boleh diupload yang lebih banyak. “saya nggak mau batasan jumlah foto

bergantung pada uangnya. Tapi mereka harus usaha sendiri untuk mendapatkannya.” Terang

Dibya. Untuk itu Dibya menerapkan system prestasi untuk mendapatkan jumlah foto yang lebih

banyak. Caranya adalah ketika foto yang diupload mendapatkan penghargaan foto terbaik,

maka pengirimnya akan mendapatkan poin reward, dan ketika poin reward dikumpulkan pada

jumlah tertentu maka batasan jumlah foto yang boleh diupload akan semakin banyak.

Keunggulan lain adalah dengan penerapan system penilaian rata-rata bukan penjumlahan. Hal

Page 18: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

THEPROFILE

EDISI II / 2007 ��

THEPROFILEini membuat nilai dari foto yang diupload tidak bergantung kepada banyaknya kenalan yang

dimiliki fotografer yang bersangkutan di Ayofoto. Pada situs sejenis, ketika seorang fotografer

memiliki kenalan

yang banyak, maka

kemungkinan untuk

mendapatkan komen-

tar dan penilaian lebih

banyak pada fotonya

akan lebih besar.

Untuk itu Ayofoto

menerapkan system

rata-rata. Artinya nilai

yang didapat bukan

karena penjumlahan

dari penilaian yang

masuk, tapi memang

berdasarkan rata-rata

nilai yang masuk.

Fitur unik yang kami

jumpai pada Ayofoto

adalah adanya fasili-

tas histogram dari

foto yang dilihat serta

fasilitas EXIF recog-

nizer. Dengan begitu

sebelum foto diberi

nilai oleh pengunjung,

pengunjung bisa me-

lihat kualitas distribusi tonal pada histogram

yang ada.

Tapi dari semua keunggulan yang menarik

namun sangat mudah dicopy oleh situs se-

jenis, kami menemukan sebuah visi menarik

dari Ayofoto. Visi tersebutlah yang membuat

kami memutuskan untuk meminta Ayofoto

untuk mengisi rubric ini. Visi tersebut adalah

adanya penerapan standar terhadap foto yang

diupload. Misalnya, Ayofoto berhak untuk

menghapus foto yang ada jika tidak memiliki

konsep yang jelas. Dengan begitu standar foto

yang ada di Ayofoto tetap terjaga standarnya.

Penggunaan elemen grafis seperti border pun

dibatasi. Lagi-lagi pemikiran yang menarik

yang melatarbelakangi penerapan aturan

ini. “Ini kan fotografi, bukan desain grafis,

jadi sebisa mungkin elemen grafis yang non

fotografi diminimize.” Jelas Dibya.

Dibya memiliki keinginan untuk menjadikan

Ayofoto sebagai web photo gallery yang

memiliki standar bukan photo blogger dimana

pembuat foto berhak untuk memutuskan foto

mana yang akan diupload seperti yang terjadi

pada situs sejenis. Ayofoto juga sangat berha-

ti-hati terhadap fasilitas suspend yang dimiliki

moderator. Hal ini dilakukan bukan karena ia

takut kehilangan anggota, namun lebih karena

visinya untuk membuat komunitas yang

dewasa dimana kontrol dipegang oleh semua

anggota. Dengan begitu ketika ada anggota

yang menyeleweng, maka moderator tidak

perlu menindak tegas karena secara otomatis

akan dikoreksi oleh anggota lain.

Pada akhirnya, adalah visi dan pemikiran

idealis Ayofoto yang membuat kami tertarik

dan menaruh hormat kepadanya. Dan semoga

Ayofoto bisa memberi inspirasi bagi situs se-

jenis selain juga terinspirasi dari situs sejenis.

“Ini kan foto-grafi, bukan de-sain grafis, jadi sebisa mungkin

elemen grafis yang non foto-

grafi dimini-mize.”

Page 19: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007 EDISI II / 2007 ��

LIPUTANUTAMA

KOMUNITAS FOTOGRAFI

ONLINE, MANFAAT

DAN JEBAKANNYA

Bertahun-tahun lalu sejak kamera digital diperkenalkan di dunia ini sebuah evolusi kehidupan

manusia pun terjadi. Evolusi yang menyebabkan banyak perubahan pada kebiasaan manusia

dalam fotografi. Media rekam fotografi dari film analog bergeser menjadi kepingan-kepingan

memory card. Proses paska produksi dalam fotografi berubah dari laboratorium kamar gelap

menjadi proses yang cenderung lebih mudah dan lebih memungkinkan hasil yang sebelumnya

tidak pernah terpikir oleh manusia pada software pengolah gambar seperti Adobe Photoshop.

Proses pencetakannya sendiri juga berubah dari proses analog yang menggunakan film menjadi

proses digital melalui mesin cetak foto dan printer foto digital. Media penyimpanan foto pun

perlahan tapi pasti mulai bergeser dari penyimpanan dalam bentuk album foto dan pigura

konvensional menjadi penyimpanan digital pada media storage pada hard disk, memory card

hingga pigura digital yang bisa secara otomatis berubah-ubah fotonya. Cara pehobi fotografi

Page 20: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

LIPUTANUTAMA

EDISI II / 2007 ��

LIPUTANUTAMAmendapatkan informasi juga ikut bergeser.

Jika dulu pehobi fotografi hanya mendapatkan

informasi dari majalah yang dicetak secara

berkala, kini anda pun sudah menikmati ke-

hebatan teknologi dengan hadirnya berbagai

macam majalah digital berbentuk website

maupun berformat pdf seperti majalah ini.

Dari klub konvensional yang terbentuk pada

kesamaan domisili dan lembaga pendidikan

hingga menjadi komunitas fotografi online

yang memanfaatkan kecanggihan teknologi

internet.

Penetrasi teknologi digital ke dalam pasar

yang sudah teredukasi dan terbiasa oleh

teknologi analog rupanya juga tidak mudah.

Beberapa tahun yang lalu ketika kamera

digital masuk Indonesia, berapa banyak orang

yang langsung tertarik memilikinya. Alasannya

klise “lebih enak lihat hasil cetaknya daripada

lihat di computer.”. Sama persis seperti alasan

segelintir orang yang kami temui mengenai

majalah berfotmat pdf ini. Namun apa yang

terjadi saat ini? Berapa banyak foto yang

hanya dinikmati di layar computer dibanding-

kan yang cetak? Jelas jauh lebih banyak yang

hanya dinikmati di computer. Dan mudah-

mudahan hal yang sama terjadi pada majalah

berfotmat pdf ini.

Beberapa tahun yang lalu ketika digital back

pertama diperkenalkan di Indonesia, berapa

banyak fotografer komersil yang mau meng-

gunakannya? Berapa banyak pula advertis-

ing company yang mau mempercayakan

pekerjaan pemotretannya kepada fotografer

yang menggunakan digital back. Tidak lebih

dari 5%nya. Tapi apa yang terjadi saat ini?

Berapa banyak fotografer komersil yang ma-

sih menggunakan film analog untuk pekerjaan

komersilnya? Dan berapa banyak advertising

company yang mau mempercayakan peker-

jaan pemotretan iklan mereka pada fotografer

yang menggunakan film analog bahkan den-

gan format besar sekalipun? Mungkin tidak

lebih dari 5%, kondisi yang terbalik bagaikan

angka 6 dan 9.

Teknologi memang mampu mengubah

kebiasaan dan cara hidup manusia. Adalah,

kemudahan, kemurahan, kecepatan dan juga

kontrol yang relative hampir tak terbatas pada

pekerjaan dan hobi fotografi mereka yang

membuat teknologi digital meraja saat ini.

Bayangkan betapa dengan mudahnya kini kita

memencet shutter release tanpa memikirkan

bahwa itu akan mengurangi “amunisi” pada

memory card pada kamera kita. Hal ini karena

dengan mudah pula kita menghapus foto

yang tidak menarik untuk menambah “amu-

nisi” untuk foto yang lebih menarik. Betapa

mudahnya pula memotret model ketika anda

berapa banyak advertising com-pany yang mau mempercay-akan pekerjaan pemotretan iklan mereka pada fotografer yang menggunakan film analog bah-kan dengan for-mat besar seka-lipun? Mungkin tidak lebih dari �%

Bayangkan betapa dengan mudahnya

kini kita memencet shutter release tanpa

memikirkan bahwa itu akan mengurangi

“amunisi” pada mem-ory card pada kamera

kita

bisa langsung melihat hasilnya. Kekurang

pas-an ekspresi hingga pose yang ada pun

bisa diatasi langsung tanpa harus menunggu

hasilnya dicetak. Namun apa yang terjadi

dengan komunitas fotografi di internet?

Komunitas fotografi di internet terbagi menjadi

2 jenis. Mailing list dan web gallery/photo

blogger. Peningkatan jumlah anggotanya pun

relative super cepat. Bayangkan saja, dalam

Page 21: TheLight Photography Magazine #2

�0 EDISI II/ 2007

LIPUTANUTAMA

EDISI II / 2007 ��

LIPUTANUTAMAwaktu 1 bulannya sebuah mailing list bisa

menambah 30 orang anggota baru. Yang

terjadi pada web gallery/photo blogger pun

lebih dahsyat. Web gallery/photo blogger yang

berbasis di Indonesia bisa mencatat angka

di atas 1000 anggota baru tiap bulannya.

Jumlah anggota yang terdaftar pun fantas-

tis. Bisa mencapai 1000 orang lebih untuk

mailing list hingga 100.000 orang lebih untuk

web gallery/photo blogger. Kami mencatat

tidak kurang dari 141 mailing list berbasis di

Indonesia dengan fotografi sebagai subject-

nya. Jumlah anggotanya tidak kurang dari 54

ribu orang lebih. Sementara jumlah web gal-

lery/photo blogger yang berbasis di Indonesia

sebanyak 7 buah dengan jumlah anggota

terdaftar tak kurang dari 130 ribu orang.

Angka yang sampai kapanpun tak akan bisa

disamakan oleh komunitas konvensional.

Lagi-lagi, adalah kemudahan, kemurahan, ke-

cepatan dan akses relative hampir tak terba-

tas pula yang membuat komunitas ini tumbuh

begitu cepat. Dengan bergabung di komunitas

fotografi di internet anda bisa setiap hari,

atau bahkan setiap jamnya berhubungan dan

berkomunikasi dengan sesama anggota tanpa

harus meninggalkan pekerjaan anda, keluarga

anda, dan kehidupan anda. Bayangkan apa

yang akan terjadi dengan kehidupan pribadi

anggota komunitas konvensional jika mereka

harus berhubungan dan berkomunikasi den-

gan “bertemu” setiap jamnya.

Dengan bergabung dengan sebuah komunitas

fotografi online, siapapun dapat dengan mu-

dah dan cepat mendapatkan informasi serta

jawaban atas pertanyaan mereka. Perbedaan

yang mendasar antara mailing list dengan

web gallery/photo blogger adalah spesifiknya

minat yang menjadi cakupan. Mailing list

biasanya bersifat lebih spesifik, misalnya ter-

tidak kurang dari ��� mailing list berbasis di Indonesia den-gan fotografi sebagai subjectnya. Jumlah anggotanya tidak kurang dari �� ribu orang lebih. Sementara jumlah web gal-

lery/photo blogger yang berbasis di Indonesia sebanyak � buah dengan jumlah anggota terdaftar tak kurang dari ��0

ribu orang. Angka yang sampai kapanpun tak akan bisa disa-makan oleh komunitas konvensional.

bentuk atas sesama pengguna merk kamera

tertentu seperti mailing list Nikon, Canon,

Pentax, Olympus, dll. Atau bisa juga terbentuk

atas dasar kesamaan domisili seperti fotogrfer

Jakarta, fotografer semarang, dll. Namun

pada pertumbuhannya tidak sedikit peruba-

han yang terjadi mengenai cakupan bahsan

dalam mailing list tersebut. Seperti diutara-

kan Tumpal, seorang anggota mailing list

Indonikon. Pada awalnya mailing list Indoni-

kon dibuat hanya untuk membahas seputar

kamera Nikon dan perbandingan merk saja.

Namun seiring waktu, pembahasan pun dirasa

makin membosankan. Akhirnya bahasan yang

muncul bisa lebih luas, seperti bahasan lain

dalam fotografi secara umum. Bisa mengenai

teknik fotografi tertentu, lokasi pemotretan

yang menarik, hingga pengadaan event-event

fotografi bersama. Bahkan setelah beberapa

kali bertemu langsung, anggota mailing list

Indonikon pun sepakat untuk membentuk klub

konvensional yang diberi nama Klub Fotografi

Indonikon. Memang tidak semua anggota

mailing list secara otomatis menjadi anggota

klub fotografi Indonikon.

Jenis komunitas yang kedua adalah web gal-

lery/photo blogger. Di Indonesia sendiri web

gallery/photo blogger yang tergolong banyak

anggotanya adalah Fotografer.net, Forum-

kamera.com, Ayofoto.com Indophoto.org,

jakartaphotoclub.com, dll. Jenis komunitas

yang satu ini menawarkan cakupan yang lebih

Page 22: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

LIPUTANUTAMA

EDISI II / 2007 ��

LIPUTANUTAMA

(c) Majalah Gadis - Feminagroup

luas. Mulai dari web gallery yang memung-

kinkan anggotanya untuk mengupload foto

untuk dikomentari dan dinilai oleh sesama

anggota, hingga penyediaan forum diskusi

untuk berbagai spesifik topic. Mulai dari

fotografi secara umum hingga tempat hunting

yang menarik. Mulai dari minat khusus pada

fotografi (Fashion, macro, human interest,

dll) hingga pada diskusi peralatan. Mulai dari

forum diskusi umum hingga bursa peralatan

fotografi. Aturan dan keistimewaan yang di-

berikan pun berbeda-beda, karena tentu saja

tujuan pendiriannya pun bisa berbeda juga.

Forumkamera misalnya yang memang didiri-

kan sebagai forum diskusi, walaupun saat

ini berkembang menjadi web gallery/photo

blogger forum kamera tetap mempertahankan

ciri khasnya dengan menampilkan forum-fo-

rum diskusi mengenai fotografi yang bermutu.

Untuk itu tak segan-segan forumkamera

memilih featured photo, featured photoghra-

pher dan featured guest yang tidak sekedar

memilih foto/fotografer bulan ini, tapi juga

menambahkan nilai tambah dengan adanya

artikel dan tulisan di belakangnya. Hal ini yang

membuat proses pembelajaran tidak berhenti

hanya pada tahap mengetahui foto yang baik

dan fotografer yang baik saja. Namun juga

mengapa foto itu baik, bagaimana membuat

foto yang baik, dan sebagainya.

Keisitimewaan yang berbeda juga ditawarkan

oleh Ayofoto, web gallery yang didirikan oleh

Dibya Pradana. Ayofoto memang didirikan

sebagai web gallery, dan ini membuat setiap

anggotanya harus mengejar prestasi untuk

mendapatkan fasilitas lebih seperti kuota

upload foto yang lebih banyak dengan point

reward yang didapat. Ayofoto juga tidak

segan-segan menghapus foto anggotanya jika

foto yang ditampilkan tidak menarik dan tidak

memiliki konsep yang jelas. Hal ini semata-

mata untuk menjaga standar kualitas foto-foto

yang ditampilkan.

Sebagian besar dari komunitas ini menawar-

kan fasilitas utama yang sama yaitu sebagai

wadah untuk belajar dengan melihat foto

orang lain, kemudian menerima masukan dari

foto yang dibuat. Noer, salah seorang anggota

komunitas fotografi di internet pun bercerita

bahwa ia mengetahui komunitas semacam

ini dari temannya yang juga hobby fotografi.

Selanjutnya ketika pertama kali bergabung ia

terkesima dengan foto-foto yang ada. Perla-

han-lahan ia pun mulai mempelajari foto yang

ada. Setidaknya standar penilaiannya terha-

dap foto yang menarik baginya pun meningkat

tak segan-segan forumkamera memilih featured photo, featured photoghrapher dan featured guest yang tidak sekedar memilih foto/fotografer bulan ini, tapi juga menam-bahkan nilai tambah dengan adanya artikel dan tulisan di belakangnya. Hal ini yang mem-buat proses pembelajaran tidak berhenti hanya pada ta-hap mengetahui foto yang baik dan fotografer yang baik saja.

dengan banyaknya referensi yang ia lihat

sehari-hari. Manfaat lain didapat oleh Very

Wirawan. Ia mengaku mendapatkan manfaat

tambahan berupa bertambahnya teman dari

seluruh pelosok dunia tanpa harus bepergian

jauh ke pelosok. Pertemanan ini pun berawal

dari mulai saling memberi komentar pada foto

masing-masing dan berlanjut kepada diskusi

mengenai topic fotografi lainnya. Memang ko-

munitas di internet memberikan keuntungan

komunikasi dua arah secara cepat sehingga

semua pihak yang tergabung di dalamnya

bisa saling berbagi informasi walaupun tidak

saling kenal sebelumnya.

Komunitas seperti ini juga sering dimanfaat-

kan oleh para pehobi fotografi yang terlanjur

tidak memiliki pendidikan formal fotografi

untuk memperdalam fotografi. Seperti dike-

mukakan Anton Tarigan yang mengaku sama

sekali tidak pernah mengenyam pendidikan

formal ataupun informal (kursus) fotografi.

Namun dengan bergabung dengan komunitas

online ini seolah-olah Anton mendapatkan

pendidikan fotografi yang jelas aplikatif karena

bersumber dari pengalaman sesama anggota.

Mengenai hal ini Dian, seorang anggota mail-

ing list Indonikon berpendapat bahwa belajar

melalui komunitas fotografi online bisa lebih

Page 23: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

LIPUTANUTAMA

EDISI II / 2007 ��

LIPUTANUTAMAcepat dibandingkan mengikuti kursus.

Keunggulan untuk mendapatkan kritik dan

masukan langsung dari sesama pehobi foto-

grafer pun menjadi satu alasan yang menarik

bagi mereka. “dengan mendapat masukan

dari orang lain, saya jadi tahu dimana kurang-

nya foto saya.” Ujar Andi salah seorang ang-

gota komunitas fotografi online. Hal senada

juga diutarakan Bambang Santoso, seorang

fotografer fashion professional. Bambang

mengutarakan bahwa dalam memperdalam

kemampuan fotografi, menunjukkan foto ke

sebanyak-banyaknya orang adalah cara yang

baik. Dengan menunjukkan foto ke orang lain,

kita akan mendapatkan masukkan yang akan

memperkaya kemampuan dan foto kita di

masa yang akan datang.

Selain sebagai wadah untuk belajar, komuni-

tas fotografi online juga sangat berguna untuk

menjadi referensi yang nantinya bisa menjadi

acuan atau inspirasi akan karya-karya kita.

Seperti yang diutarakan Gatot, seorang ang-

gota komunitas fotografi baik melalui mailing

list maupun web gallery/photo blogger. “dari

setiap komunitas online, punya tendency

sendiri terhadap art. Dari sini saya bisa

menggali lagi kemana saya akan berlabuh.”

Artinya dengan menambah referensi anggota

komunitas online bisa memiliki lebih banyak

perbendaharaan pilihan style dalam fotonya.

Selain berbagai manfaat yang berhubungan

dengan masalah teknis dalam fotografi, man-

faat non teknis dari komunitas fotografi online

juga dirasakan oleh para anggotanya, seperti

manfaat untuk membeli dan menjual barang

baik dalam kondisi baru maupun bekas. Tidak

terhitung berapa banyak peralatan fotografi

yang berpindah tangan di komunitas ini tiap

bulannya. Lebih jauh lagi, bahkan peluang

untuk mendapatkan pekerjaan dan uang

dari komunitas ini pun cukup besar. Seperti

mendapatkan pekerjaan pemotretan pre wed-

ding melalui sesama fotografer yang mem-

butuhkan tambahan tenaga untuk melakukan

“dengan mendapat ma-

sukan dari orang lain, saya jadi tahu dimana

kurangnya foto saya.”

pemotretan pre wedding serta dengan

dibelinya foto-foto yang ada untuk berbagai

macam keperluan seperti kalender, company

profile hingga elemen interior rumah.

Hampir semua orang yang kami tanyai

mengenai manfaat komunitas fotografi online

merasa bahwa komunitas fotografi online

memberikan banyak manfaat bagi mereka.

Kalaupun ada yang sudah tidak mendapat

manfaat lagi, adalah karena target yang

ditetapkan sudah berbeda akibat perkemban-

gan kemampuan dan tuntutan informasi yang

lebih tinggi dari yang biasa disupply komu-

nitas fotografi online. “sayangnya komunitas

fotografi online kebanyakan berisi fotografer

amatir sehingga hanya ideal untuk pehobi

fotografi hingga tingkat amatir. Sementara

untuk mengembangkan diri menjadi pro-

fessional harus mencari dari komunitas

professional sendiri.” Ungkap Willy (bukan

nama sebenarnya) salah seorang fotografer

professional yang tidak ingin disebutkan na-

manya. Willy beranggapan komunitas fotografi

online yang ada saat ini sangat baik untuk

membantu orang yang tertarik pada fotografi

untuk menjadi pehobi fotografi yang serius,

namun untuk menjadi professional sayangnya

belum ada komunitas fotografi online yang

ideal. Hal ini disebabkan karena dua hal, yang

pertama fotografer professional yang bagus

sudah pasti memiliki pekerjaan yang menyita

“sayangnya ko-munitas foto-grafi online ke-banyakan berisi fotografer amatir sehingga hanya ideal untuk pe-hobi fotografi hingga tingkat amatir. Se-mentara untuk mengembangkan diri menjadi pro-fessional harus mencari dari ko-munitas profes-sional sendiri.”

Page 24: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

LIPUTANUTAMA

EDISI II / 2007 ��

LIPUTANUTAMA

(c) Majalah Gadis - Feminagroup

waktu dari fotografi, sehingga tidak memiliki

waktu untuk bergabung dengan komunitas

semacam ini. Alasan kedua adalah fotografer

professional yang baik memiliki level kemam-

puan fotografi yang lebih tinggi. Pada akhirnya

referensi yang didapat dari komunitas yang

mayoritas berisi fotografer amatir realtif tidak

memberikan inspirasi apapun baginya karena

sudah pernah ia lalui ketika masih dalam

tahap amatir.

Hal senada juga diungkapkan oleh Chris,

seorang fotografer professional asal Brazil.

Chris melihat adanya keengganan fotografer

professional untuk mempublikasikan karyanya

di komunitas online karena memang sebagian

besar anggotanya adalah fotografer amatir.

“Dengan menampilkan fotonya untuk diko-

mentari oleh fotografer amatir yang jelas lebih

junior dari dirinya, seorang fotografer profes-

sional tidak akan mendapat banyak masukkan

berarti untuk kemampuan fotografinya.” Dan

hal ini yang menyebabkan fotografer amatir

untuk lebih berhati-hati. “ketika seorang

fotografer amatir yang telah cukup disegani

di kalangan komunitas fotografi online yang

notabene sebagian besar anggotanya adalah

fotografer amatir tidak berarti ia sudah cukup

untuk menyandang status sebagai fotografer

professional yang matang” Tambahnya. Hal

ini disebabkan standar yang jelas berbeda

antara keduanya. Fotografer amatir kurang

mengetahui tuntutan standar kebutuhan

industri sementara untuk menjadi fotografer

professional harus mengetahui standar itu.

Salah satu yang paling sering dilanggar oleh

fotografer amatir dalam memenuhi standar

industri adalah penggunaan olah digital yang

berlebihan. “Standar indsutri relative sensi-

tive terhadap penggunaan olah digital yang

berlebihan, karena mereka mencari fotografer

bukan photoshoper.” Ujar fotografer yang

memulai hobinya melalui komunitas fotografi

“ketika seorang fotografer amatir yang telah cukup disegani di kalangan komuni-tas fotografi online yang notabene seba-gian besar anggotanya adalah fotografer amatir tidak berarti ia sudah cukup untuk menyandang status sebagai fotografer professional yang matang”

online ini. Chris berpendapat bahwa komu-

nitas fotografi online terutama yang menye-

diakan web gallery/photo blogger terlalu per-

misif terhadap penggunaan piranti pengolah

foto secara berlebihan. Padahal penggunaan

piranti pengolah foto yang berlebihan akan

menyebabkan hilangnya detail foto.

Kekurangan lain yang bisa didapatkan para

anggota komunitas fotografi online adalah

terpolanya style dan ciri khas foto anggot-

anya. “Hampir semua komunitas fotografi

online memiliki style tertentu. Sayangnya

itu membuat sebagian besar anggotanya

untuk secara langsung mengkopi utuh-utuh

style tersebut. Pada akhirnya tidak ada yang

memiliki keunikan karena semuanya memiliki

style yang sama uniknya.” Ujar Djaja (bukan

nama sebenarnya) seorang fotografer komer-

sil yang berkeberatan disebutkan namanya.

“Ketika semua fotografer memiliki style yang

sama uniknya, maka jadi tidak ada yang unik

lagi karena unik berarti tidak ada copynya.”

Tambahnya. Djaja berpendapat bahwa seha-

rusnya foto-foto yang ditemui pada komunitas

fotografi online hanya menjadi referensi

bukan contoh yang harus ditiru. Selanjutnya

setiap fotografer dituntut untuk menciptakan

gayanya sendiri.

Mengenai upaya untuk melompat ke quadran

fotografer professional Djaja melihat ban-

yak kesempatan yang bisa dimanfaatkan.

Djaja mengingatkan bahwa sebagian besar

fotografer professional yang memiliki kualitas

yang baik tidak bisa ditemui di komunitas

apapun. Untuk itu Djaja menyarankan foto-

“Standar indsutri relative sensitive terhadap penggu-naan olah digital yang berlebihan, karena mereka mencari fotografer bukan photoshoper.”

Page 25: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

LIPUTANUTAMA

EDISI II / 2007 ��

LIPUTANUTAMA

“Hampir semua komunitas foto-

grafi online memi-liki style tertentu.

Sayangnya itu membuat sebagian

besar anggotanya untuk secara lang-

sung mengkopi utuh-utuh style tersebut. Pada akhirnya tidak

ada yang memiliki keunikan karena

semuanya memiliki style yang sama

uniknya.”

“Ketika semua fotografer memiliki

style yang sama uniknya, maka jadi

tidak ada yang unik lagi karena

unik berarti tidak ada copynya.”

grafer amatir untuk memanfaatkan jalur-jalur

komunikasi dengan fotografer professional.

“di majalah-majalah fotografi kan suka ada

tulisan fotografer professional, foto-foto

fotografer professional, website fotografer

professional, workshop fotografer profession-

al, manfaatkan semuanya karena memang

hanya dengan cara itu kita bisa tau standar

fotografer professional.” Selain itu Djaja juga

melihat manfaat komunitas fotografi online

sebagai salah satu kendaraan untuk mem-

buka akses kepada fotografer professional.

Hal ini terjadi karena informasi yang beredar

di komunitas fotografi online lebih deras,

sehingga informasi-informasi mengenai

workshop, seminar, pameran, majalah, buku

dan segala hal yang berhubungan dengan

fotografer professional bisa dengan mudah

didapatkan.

Mengenai hal ini Chris pun berpendapat

senada. “fotografer harus terus berkembang.

Jangan selalu puas jadi fotografer berstandar

amatir. Upgrade dong ke standar professional,

dan caranya adalah dengan mencari referensi

dari fotografer professional, jangan amatir

terus.”. Bahkan untuk orang-orang yang

mendalami fotografi hanya sebatas hobby

pun Chris menganggap tetap perlu upgrade.

“Profesional sebagai profesi adalah pilihan.

Tapi professional sebagai standar adalah

sesuatu yang harus diperjuangkan. Bahkan

seorang pehobi sekalipun sebaiknya memiliki

standar kualitas seorang fotografer profes-

sional.” Tambahnya.

Namun begitu baik Djaja maupun Chris

berpendapat bahwa komunitas fotografi online

tetap sangat berperan besar sebagai batu

pijakan awal pehobi fotografer untuk lebih

menekuni fotografi lebih serius. Hanya saja

ketika sudah mencapai level tertentu seorang

fotografer dituntut untuk “lulus” dari standar

komunitas fotografi online menuju standar

fotografi professional tanpa harus meninggal-

kan keanggotaan di komunitas fotografi on-

line, sehingga suatu saat komunitas fotografi

online tidak lagi berisi fotografer-fotografer

yang amatir melulu, namun mulai bermun-

culan fotografer-fotografer professional yang

tetap mau berbagi dengan juniornya.

“Profesional sebagai pro-fesi adalah pilihan. Tapi profes-sional seb-agai stan-dar adalah sesuatu yang harus diperjuang-kan. Bahkan seorang pe-hobi seka-lipun se-baiknya memiliki standar kualitas seorang foto-grafer pro-fessional.”

Page 26: TheLight Photography Magazine #2

�0 EDISI II/ 2007 EDISI II / 2007 ��

PROCOMMENTRubrik ini mencoba mempertemukan fotografer amatir dengan profesional. Caranya adalah

dengan menunjukkan foto-foto yang dibuat oleh fotografer amatir untuk dikomentari fotografer

profesional. Fotografer profesional yang memberi komentar tiap edisinya bisa berbeda-beda.

TEMA EDISI INI: MODEl & FASHION FOTOGRAFER: MERU BRAMANTYA

GERARD ADI:

Komposisinya sudah bagus, asymmetrical. Mungkin jika penempatan model tidak menumpuk

dengan tiang akan lebih bagus. Misalnya di posisi antara dua tiang. Lighting pada model kalau

di kasih fill in lebih kuat pasti akan lebih bagus, supaya modelnya menjadi lebih vokal diband-

ingkan background.

BAMBANG SANTOSO:

permainan anglenya cukup menarik, membuat semuanya menyatu dan tidak saling tarik2kan

antara object dan background, walaupun disini yang lebih dominan pada akhirnya adalah

architecturalnya dibanding si modelnya..... but it’s ok, imagenya sangat polos dan jujur, dengan

mengandalkan available light dan clothing seadanya pun semuanya jadi menarik terutama

karena pemanfaatan negative dan positive space yang harmonis dan cropping yang mungkin

cukup diperhitungkan.

Page 27: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

PROCOMMENT

EDISI II / 2007 ��

PROCOMMENT

GERARD ADI:

Posing modelnya sudah bagus,

fashion stylenya juga sudah men-

arik dengan pemilihan tempat lebih

tinggi supaya kebaya yang lebih

panjang bisa terlihat enak jatuhnya.

Lightingnya juga sudah bagus. Tapi

komposisinya akan lebih enak dilihat

jika pohon dan kereta tidak terlalu

numpuk.

BAMBANG SANTOSO:

kebaya dan locomotive ? ......hmmm,

saya nggak terlalu yakin yang satu

lemah lembut sementara yg satunya

terbuat dari besi dan yang jelas keras.

point of interestnya terlalu fifty-fifty

walaupun tidak terjadi konflik....

as the whole image yang pasti image ini “ stunning “ , cukup tradisional alias tidak menge-

sankan sesuatu yang modern sama sekali, pemakaian warna2 harmonis dan dodging +

burning secukupnya membuat suasana menjadi manis dan hidup... yang saya sayangkan hanya

penempatan watermark di sudut bawah kanan agak merusak [ it s not part of the image so put

it somewhere else !!! ]

FOTOGRAFER: GITO NOVIANTO

GERARD ADI:

anglenya sudah cukup berani, tapi sayangnya untuk kasus ini posisi tangan dan kakinya jadi

kurang enak dilihat. Komposisinya jadi agak kagok. Mungkin bisa dicari alternative posing model

supaya bentuk kaki dan tangan bisa lebih enak. Kecuali kalau memang akan dibikin ekstrim

sekalian. Lightingnya juga bisa lebih dirapihkan lagi. Setidaknya akan lebih bagus jika lighting-

nya bisa membantu memisahkan antara rambut dengan background.

BAMBANG SANTOSO:

simple and quiet striking, detail attention bisa lebih dilatih : tekukan kaki dan tekukan geng-

gaman tangan kiri, pencil effect yg dihasilkan oleh sudut pengambilan dari atas dan peng-

gunaan wide angle lens membuat si model 2 - 3 kg lbh berat dari aslinya, hilangnya detail dari

bagian2 yang overexpose [ baik sengaja maupun tidak ] bisa dihindari dengan menggunakan

aksesoris lighting yg membuat light source jadi lebih soft [ diffuser / honeycomb dll ] , now it

doesn’t have to be perfect but someday SOON i am sure you ll be there.... keep practicing

FOTOGRAFER: CHRISTIAN PIESCHEL

RUBRIK INI TERBUKA UNTUK UMUM. JIKA ANDA BERMINAT IKUT SERTA, SILAKAN KIRIMKAN FOTO ANDA SESUAI TEMA YANG DITENTUKAN KE [email protected] DENGAN SUBJECT “PRO

COMMENT”. FILE SIZE TIDAK MELEBIHI �00KB. TEMA RUBRIK PRO COMMENT EDISI MENDATANG ADALAH : MODEL (NON HUMAN INTEREST). DEADLINE TANGGAL �0 APRIL �00�.

ANDA JUGA BISA MENGIRIMKAN FOTO MELALUI FORUMKAMERA.COM DAN AYOFOTO.COM UNTUK DETAIL SELANJUTNYA, SILAKAN HUBUNGI ADMIN YANG BERSANGKUTAN.

Page 28: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007 EDISI II / 2007 ��

FASHIONPHOTOGRAPHY

MENJUAL FANTASI MELALUI FOTOGRAFI FASHIONAN INTERVIEW WITH BAMBANG SANTOSO

Fotografi fashion adalah salah satu spesialisasi yang paling banyak peminatnya tidak hanya

di republic ini tapi juga di manapun fotografi dikenal. Dari banyak sekali orang yang menekuni

dan hidup dari fotografi fashion muncul sebuah nama yang pasti dikenal orang-orang yang

menekuni fotografi fashion. Ia adalah Bambang Santoso. Bambang adalah photography director

majalah A+. Bambang bergabung dengan majalah A+ beberapa saat setelah majalh ini berdiri.

Ia mengaku cukup beruntung karena bisa bergabung dengan majalah A+ tak lepas dari peran

teman-temannya yang juga para pendiri A+. Namun sejak awal bergabung sampai detik ini

Bambang tidak pernah menyia-nyiakan kepercayaan teman-temannya itu.

Page 29: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

FASHIONPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

FASHIONPHOTOGRAPHYPada awal perkenalannya dengan dunia foto-

grafi, Bambang lebih tertarik untuk memotret

still life. Alasan yang dikemukakan pun klasik,

yaitu ketidak pintarannya menghadapi model.

Untuk itu ia lebih memilih menekuni still life

yang obyeknya adalah benda mati. Namun

setelah bertahun-tahun menekuni fotografi

still life, Bambang merasa bosan juga.

Akhirnya ia pun memutuskan untuk mulai

menekuni fotografi fashion.

Selain bekerja untuk majalah A+, Bambang

juga diijinkan untuk melakukan pemotretan

di luar kepentingan A+ asalkan tidak ada

konflik dengan majalah tempatnya bekerja itu.

Untuk itu sesekali ia juga menerima pekerjaan

fotografi commercial. Beberapa desainer,

perusahaan garmen, produk pelangsing tubuh

dan produk-produk komersil lain sudah mulai

memanfaatkan jasa Bambang untuk melaku-

kan pemotretan untuk keperluan iklan. Hanya

saja hingga saat ini Bambang lebih memilih

untuk menerima pekerjaan hanya yang lang-

sung dari produsen tanpa melewati advertis-

ing company. Mengenai hal ini Bambang

mengungkapkan ketidakcocokan tentang

system pembayaran yang dilakukan agency.

“Memang order dari agency bisa lebih besar

angkanya, tapi pembayarannya bikin nggak

“Tugas fotografer fashion adalah membuat sebuah paket yang menarik, paket yang terdiri dari ekspresi, Gerak tubuh, pakaian yang dike-nakan, asesoris, mood, lighting dan lain sebagainya.”

Model: Nadya HutagalungMake up: Agus Oma

Wardrobe: FJL

Page 30: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

FASHIONPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

FASHIONPHOTOGRAPHYtrend treatment fotografinya juga harus up to

date.” Tambahnya.

Mengenai style, Bambang percaya bahwa

fotografer fashion memiliki ruang yang sangat

luas untuk melakukan eksplorasi. Selain bisa

membuat style baru, kita bisa dan sangat

diperbolehkan untuk mengadopsi style yang

sudah lewat seperti style tahun 50an, 60 an

atau 80an untuk dimodifikasi menjadi sebuah

style baru yang lebih segar. Eksplorasi ini

justru menjadi tahap paling menyenangkan

bagi seorang fotografer fashion. Namun ia

mengakui bahwa style adalah sesuatu yang

subyektif, artinya bisa jadi foto yang kita

hasilkan ternyata tidak disukai orang lain atau

sebaliknya. Untuk itu,

Bambang berpesan

kepada fotogafer

fashion yang masih

muda untuk lebih

sering menunjukkan

foto-fotonya kepada

orang lain. “tunjukin

aja, sering-sering

minta komentar orang

lain. Kalau ada kritik

harus berbesar hati,

karena waktu dikritik

sebenarnya kita lagi

diajarin.” Ucapnya. Bambang yakin dengan

seringnya seorang fotografer fashion menun-

jukkan fotonya kepada orang lain, semakin

sabar.” Ungkapnya. Sistem pembayaran dari

advertising company yang bisa mencapai

masa waktu 2, 3, 6 bulan atau bahkan lebih

tidak begitu menarik baginya. Untuk itu ia

memilih untuk hanya menerima langsung dari

produsen. Sementara

ketika ditanya mengenai

masalah supervisi art

director dari advertising

company yang cenderung

lebih demanding ternyata

tidak menjadi hitungan

mengapa ia tidak me-

nyukai memotret untuk

advertising. “Menghadapi

art director yang bawel

itu sudah resiko peker-

jaan dan seharusnya itu

bukan masalah besar.”

Begitu terangnya.

Berbicara mengenai fotografi fashion, Bam-

bang bercerita bahwa fotografi fashion se-

benarnya menjual mimpi dan fantasi, artinya

kita harus mencoba menyampaikan sesuatu

yang indah dan menjadi impian banyak orang.

Hanya saja yang sering dilupakan banyak

orang adalah bahwa dalam paket fantasi itu

ada detailnya, sehingga banyak orang yang

mencoba berfantasi macam-macam tapi

justru mengabaikan kualitas detailnya.

Tantangan yang harus dilakukan fotografer

fashion adalah membuat orang yang sudah

menarik menjadi lebih menarik lagi. Seti-

daknya lebih enak dilihat orang. Kesalahan

seorang fotografer fashion adalah ketika

model yang difoto terlihat lebih jelek dari

sebelum difoto. “Tugas fotografer fashion

adalah membuat sebuah paket yang menarik,

paket yang terdiri dari ekspresi, Gerak tubuh,

pakaian yang dikenakan, asesoris, mood,

lighting dan lain sebagainya.” Jelasnya. Satu

hal yang paling utama dari fotografi fashion

adalah style. “fotografi fashion itu adalah style,

jadi selain bajunya nggak boleh ketinggan

“fotografi fashion itu adalah style, jadi selain bajunya nggak boleh ket-inggan trend treat-ment fotografinya juga harus up to date.”

Model: Mariana RenataMake up: Agus Oma

Wardrobe: Andrea Sutisno

Page 31: TheLight Photography Magazine #2

�0 EDISI II/ 2007

FASHIONPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

FASHIONPHOTOGRAPHYia mengerti style yang disukai orang-orang

dan pada akhirnya ia bisa memilih mana

style yang nyaman untuk ia adopsi ke dalam

fotonya dan mana yang tidak.

Adalah sesuatu yang sangat membantu jika

fotografer fashion mau mengerti dan tau lebih

dalam lagi mengenai hal-hal yang berhubun-

gan dengan fotografi fashion, misalnya make

up, hair do, dll. “lebih bagus lagi kalau foto-

grafernya ngerti tentang jenis make up dan

hair do supaya komunikasinya dengan stylist

dan make up artist bisa lebih jalan.” Ungkap-

nya. Mengenai hal ini, ia melihat maih terlalu

banyak fotografer fashion yang gengsi untuk

belajar tentang make up, hair do dan hal-hal

yang terkait dengan fashion. Memperkaya ref-

erensi dengan melihat-lihat majalah fashion,

website, buku-buku juga menjadi satu jalan

untuk lebih meningkatkan pengetahuan men-

genai fashion trend. TV musik seperti MTV,

V Channel dan fashion TV juga bisa menjadi

sumber informasi yang upto date.

Mengenai kemampuan teknis, Bambang

menggaris bawahi bahwa kemampuan control

lighting sudah tidak perlu dibicarakan lagi

karena itu sudah menjadi syarat mutlak untuk

menjadi fotografer fashion. Namun begitu

“tunjukin aja, sering-sering min-ta komentar orang lain. Kalau ada kri-tik harus berbesar hati, karena waktu dikritik sebenarnya

kita lagi diajarin.”

fotografer seharusnya

tidak terlalu bergantung

pada lighting yang itu-itu

saja. “Di fashion itu sangat

terbuka, bahkan kalau

dengan lighting 2 lilin

kita bisa bikin foto yang

bagus ya nggak masalah.”

Tegasnya. Bambang mengakui bahwa dalam

dunia fashion lighting memang bukan hal

yang utama, namun tetap harus mendapat

perhatian serius. “asal lightingnya nggak

ngaco, tapi stylenya menarik udah cukup

buat gue.” Jelasnya. Ia sendiri mengakui

bahwa ia tidak begitu detail masalah lighting.

Hal ini juga disebabkan oleh penitikberatan

fotografi fashion yang lebih ke arah style,

berbeda dengan fotografi komersil yang lebih

detail termasuk masalah lighting. Selain itu,

Bambang merasa kemampuan olah digital

dengan software seperti photoshop juga bisa

menjadi kelebihan. “akan lebih baik lagi kalau

fotografer juga bisa Digital imaging, walaupun

masih tahap ringan.” Ungkapnya. Namun ia

tetap merasa bahwa dalam hal digital imag-

ing fotografer harus tahu batasnya. Artinya

jangan sampai lebih dominan photoshopnya

daripada fotonya. “photoshop itu adalah tool

untuk membantu, jadi jangan dipakai untuk

‘motret’.” Begitu ungkapnya menyikapi ban-

yak peminat fotografi yang melakukan olah

digital berlebihan.

Kemampuan lain yang harus dimiliki seorang

fotografer fashion adalah kemampuan meng-

hadapi orang. Hal ini diperlukan mengingat

dalam setiap pemotretan fashion banyak

orang yang terlibat dalam pemotretan terse-

but, mulai dari stylist, make up artist, hingga

model. “yang susah adalah fotografer harus

“lebih bagus lagi kalau fotografernya ngerti tentang jenis make up dan hair do supaya komu-nikasinya dengan stylist dan make up artist bisa lebih jalan.”

Model: AmeliaMake up: Willy Wahyudi W2

Wardrobe: Deddy Iriawan

Page 32: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

FASHIONPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

FASHIONPHOTOGRAPHY

“photoshop itu adalah tool untuk mem-bantu, jadi jangan dipakai untuk motret.”

menjaga mood pada level yang sama pada

tiap orang yang terlibat.” Terangnya. Artinya

mood dari setiap orang yang ada tidak boleh

terlalu exciting namun juga tidak boleh terlalu

pasif. Untuk menjaga mood tersebut diperlu-

kan kemampuan komunikasi yang baik. Selain

itu etikat untuk menghargai dan menghormati

rekan sesama team juga dituntut. Menghar-

gai rekan kerja bisa dengan memilih waktu

pemotretan yang tepat untuk semua pihak

yang terlibat. “Jangan modelnya baru pulang

kerja langsung diajak foto sampai jam 2 pagi,

padahal besok paginya dia harus kerja lagi.”

Terangnya.

Rasa percaya diri juga bisa membantu untuk

menghadapi rekan-rekan sesama team. Wa-

laupun ia menyadari bahwa percaya diri bisa

muncul berjalan dengan jam terbang yang

terus bertambah. Namun ketika jam terbang

sudah cukup tinggi, Bambang berpesan untuk

tidak menjadi over confident. Karena sikap

seperti itu juga bisa merusak mood anggota

team.

Bagi para pemula yang ingin belajar

pemotretan fashion dan sedang mengum-

pulkan portfolio, Bambang menyarankan

untuk memilih model yang sama-sama dalam

tahap belajar. Hal ini supaya rasa percaya diri

yang ada di antara keduanya berada di level

yang sama, sehingga bisa bersama-sama

melakukan eksplorasi. Memang akan lebih

sulit rasanya jika kita yang masih belajar

harus memotret model kelas atas yang sudah

melanglang buana di seluruh dunia. Tentu

saja, kecenderungannya sang fotografer akan

minder dan ngalah, begitu juga sebaliknya.

Bagi pehobi fotografer yang ingin mendalami

fotografi fashion, Bambang membagikan

beberapa tips. Start dari hal yang paling

sederhana, Bambang berpesan agar ketika

melakukan latihan untuk eksplorasi lighting

kita mau mencoba satu persatu dari lighting

yang ada. “mulai dengan satu lampu, coba

beberapa alternative posisi & asesoris, lalu

boleh nambah lampu, coba kombinasikan

lagi, begitu seterusnya.” Terangnya. Proses

pemotretan pun juga harus lebih teliti “motret

satu dulu sampai benar, baru improvisasi.”

Tambahnya.

Bambang tidak mengharamkan upaya untuk

menjiplak foto orang lain asalkan hanya

untuk keperluan latihan. Bahkan Bambang

menyarankan metode itu untuk berlatih.

Namun yang penting, eksplorasinya harus

terus berkembang hingga pada akhirnya

bisa bikin foto sendiri tanpa mencontek foto

orang lain. Mengenai ide & konsep, Bambang

menyarankan fotografer muda untuk selalu

“yang susah adalah fotografer

harus menjaga mood pada level yang sama pada tiap orang yang

terlibat.”

Page 33: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

FASHIONPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

FASHIONPHOTOGRAPHY

memperkaya referensi agar konsep dan

ide-ide baru bermunculan walaupun dengan

terinspirasi karya orang lain. Untuk hal ini

Bambang mengaku selalu membawa catatan

kemanapun pergi. “ide datangnya kan nggak

pernah direncanain, jadi daripada ide bagus

hilang begitu aja karena lupa, mending dicatat

setiap kali muncul.” Jelasnya.

Sebelum pemotretan, Bambang juga me-

nyarankan untuk mengkomunikasikan segala

hal mengenai pemotretan ke model yang

akan difoto. “Bisa beberapa hari sebelumnya

bisa beberapa jam sebelumnya, yang penting

semuanya harus diceritain ke model, dari kon-

sepnya, wardrobe yang mau dipakai, posenya,

dan sebagainya. Supaya modelnya nggak

kaget dan bisa bekerjasama.” Ujarnya.

Berbicara mengenai hal-hal yang sering

dilupakan fotografer muda, Bambang meng-

garis bawahi bahwa hal pertama yang sering

dilupakan oleh fotografer pemula adalah

atensi terhadap detail. Detail yang dimaksud

Bambang adalah detail secara keseluruhan.

Seringkali fotografer merasa cepat puas akan

hasil yang didapat, padahal jika diperhatikan

satu persatu masih ada hal-hal yang masih

bisa diperbaiki, Mulai dari hal kecil seperti

cropping, ekspresi, posing, wardrobe, make

up dan lain sebagainya. Seharusnya diper-

hatikan betul-betul satu per satu dari kepala

hingga kaki, apakah sudah benar? Sebaliknya

tidak baik juga menjadi terlalu creative.

“Fashion itu harus pas, jangan berlebihan.

Jangan sudah bagus pakai 2 pieces malah

ditambahkan scarf, ditambahkan kalung,

gelang, topi, dll.” Tegasnya. Perilaku semacam

ini sering terjadi akibat referensi trend fashion

yang kurang. Untuk itu Bambang menekankan

pentingnya selalu menambah referensi, baik

dari internet, majalah, buku, acara di TV,

bahkan dari senior-senior yang sudah lebih

dulu terjun di fashion.

Masalah lain yang benar-benar menggangu

Bambang adalah penamaan file. “Kalau nggak

tau mau dikasih nama apa, mending dinomo-

“Bisa beberapa hari se-belumnya bisa beberapa

jam sebelumnya, yang penting semuanya harus diceritain ke model, dari

konsepnya, wardrobe yang mau dipakai, po-

senya, dan sebagainya. Supaya modelnya nggak

kaget dan bisa beker-jasama.”

“Fashion itu harus pas, jangan berlebihan. Jan-

gan sudah bagus pakai 2 pieces malah ditambah-kan scarf, ditambahkan

kalung, gelang, topi, dll.”

Model: DominiqueMake up: QQ Frankie

Wardrobe: Andrea Sutisno

Page 34: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

FASHIONPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

FASHIONPHOTOGRAPHYrin saja. Jangan kasih nama asal-asalan, itu

sama saja dengan tidak menghargai karya

kita sendiri. Gimana orang mau menghargai

karya kita kalau kita tidak menghargai karya

kita sendiri.” Tegasnya.

Mengenai peralatan fotografi yang mendu-

kung untuk pemotretan fashion, Bambang

tidak punya suatu standar baku. “tergantung

kebutuhannya, apapun alatnya bisa jadi me-

narik, yang penting kita tahu what to expect.”

Jelasnya.

Terakhir, Bambang menyarankan setiap foto-

grafer yang baru belajar untuk sering melihat

foto-foto yang sudah pernah dihasilkan. Hal

ini untuk melihat apakah ada perkembangan

dari foto-foto kita yang dulu hingga sekarang.

Kalau tidak ada perkembangan artinya perlu

perhatian lebih. Namun Bambang juga mener-

apkan aturan yang berbeda untuk dirinya.

Bambang tidak pernah memajang fotonya

dimanapun. “Foto yang kemarin gue buat

adalah foto yang gue sudah bisa. Yang gue

mau lihat adalah foto gue 10 tahun lagi tapi

yang gue hasilkan sekarang. Gue udah nggak

sabar lagi untuk bikin.”

“Kalau nggak tau mau dikasih nama apa, mending dinomorin saja. Jangan kasih nama asal-asalan, itu sama saja dengan tidak menghargai karya kita sendiri.

“tergantung kebutuhannya, apapun alatnya bisa jadi menarik, yang penting kita tahu what to expect.”

“Foto yang kemarin gue buat adalah foto yang gue sudah bisa. Yang gue mau li-hat adalah foto gue 10 tahun lagi tapi yang gue hasilkan sekarang. Gue udah nggak sabar lagi untuk bikin.”

Page 35: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

THEGERARD’S

EDISI II / 2007 ��

THEGERARD’SRUBRIK INI BERISI TANYA JAWAB SEPUTAR MASALAH FOTOGRAFI YANG DITANGANI

OLEH GERARD ADI, SEORANG FOTOGRAFER KOMERSIAL YANG BANYAK MELAKUKAN

PEMOTRETAN BEAUTY. JIKA ANDA TERTARIK UNTUK MENGIRIMKAN PERTANYAAN, SILAKAN

KIRIMKAN KE [email protected] DENGAN SUBJECT “THE GERARD’S”

Megapixel vs bukaan lensaMas Gerard yth,

Dengan populernya penggunaan kamera

digital saat ini, mana yang lebih berperan atau

bermanfaat bagi fotografer;

1. Besaran megapixel pada kamera (lebih

besar lebih baik) ?

2. Besaran angka fokus lensa pada kamera

(lebih kecil lebih baik) ?

Willy Ar.

Mas willy Ar.,

Besaran megapixel tergantung penggunaan

outputnya. Seberapa besar output yang

dibutuhkan, selain juga karakter medianya.

Misalnya untuk billboard, biarpun ukurannya

besar, tapi karena jarak pandangnya jauh,

maka ukuran megapixelnya tidak membutuh-

kan terlalu besar. Lain halnya dengan output

media promosi seperti giant poster yang akan

dipergunakan sebagai ornament interior (mis-

alnya POP material), walaupun jauh lebih kecil

dibanding dengan billboard, tapi karena jarak

pandangnya dekat maka ukuran megapixel

yang dibutuhkan bisa lebih besar.

Hal yang harus diperhatikan juga adalah, kual-

itas CCD. Misalnya jika kita membandingkan

kualitas CCD digital back dengan DSLR atau

pocket camera. Dengan megapixel yang sama

sudah pasti CCD digital back lebih bagus dari

DSLR, apalagi dengan pocket camera. Bahkan

CCD digital back dengan megapixel yang lebih

kecil pun bisa lebih bagus dari CCD DSLR

yang lebih besar megapixelnya.

Sementara besaran angka focus lensa pada

kamera memang akan lebih bagus jika

angkanya semakin kecil (bukaannya semakin

besar), tapi harganya juga pasti lebih mahal.

Tapi pada akhirnya kembali ke kebutuhannya.

Tidak semua kasus dalam pemotretan

membutuhkan bukaan lensa yang besar (nilai

kecil), misalnya untuk pemotretan di dalam

studio dengan artificial lighting.

Jadi intinya di dunia fotografi tidak ada yang

baku. Semuanya sesuai kebutuhan masing-

masing dan juga budget yang dimiliki.

Flash vs Continuous LightDear Om Gerard,

Apa perbedaan karakter lampu flash dengan

continuous light. Mana yang lebih sering

digunakan dalam pemotretan commercial,

dan apa keuntungan dan kerugian masing-

masing.

Ngatini

Mbak Ngatini,

Perbedaan karakter yang utama adalah, den-

gan flash obyek yang difoto bisa dapat lebih

freeze dibandingkan dengan continuous light.

Saya pribadi selalu pakai flash, minimal untuk

fill in. Jadi kalau harus menggunakan mix light

pun minimal ada flash untuk fill in supaya

lebih freeze. Kerugian pakai continuos light,

biasanya konsumsi listriknya lebih besar, dan

panas yang dihasilkan juga jauh lebih panas

dibandingkan flash. Selain itu asesoris yang

tersedia tidak begitu banyak terutama untuk

keperluan fotografi. Namun keuntungan-

nya, menggunakan continuous light adalah

what you see is what you get. Artinya hasil

yang diharapkan sudah bisa terlihat bahkan

sebelum difoto.

Beauty Commercial photographyPak Gerard,

Saya mo nanya, apa beda nya beauty com-

mercial photo dengan photo lainnya? Dimana

point of interstnya ?

ruzy

Ruzy,

Pada dasarnya standar kerapihan dan

kesempurnaan detail fotografi untuk keper-

luan komersial sudah sangat tinggi, bahkan

bisa dibilang paling tinggi. Apalagi ketika

obyek fotonya close up seperti pada kategori

“beauty” (sekitar wajah). Sudah pasti tingkat

kesulitan untuk mendapatkan kera[ihan

detail lebih susah jika dibandingkan anda

memotret seluruh badan. Untuk itu di samping

pengetahuan fotografi yang sudah harus di

luar kepala, pengetahuan di luar masalah

teknis fotografi juga harus dikuasai. Misal-

nya karakter tiap jenis make up dari lipstick

hingga blush on, dari alas bedak hingga

mascara. Semakin banyak anda tahu semakin

baik. Misalnya ketika ingin mendapatkan

distribusi lighting yang pas di muka, belum

tentu bergantung pada lightingnya saja,

namun bisa saja justru bergantung pada jenis

make up yang digunakan termasuk memberi

highlight dengan make up untuk membantu

memperkuat garis wajah dan struktur muka.

Gimana, tertarik untuk jadi fotografer beauty

komersial juga?

Page 36: TheLight Photography Magazine #2

�0 EDISI II/ 2007 EDISI II / 2007 ��

THELEPASAN

WILLIAM HUNG ON PHOTOGRAPHY

Kata-kata yang terinspirasi dari kata-kata Gus Dur ini memang kontroversial namun menarik

untuk digali lebih dalam.

Siapa tidak mengenal William Hung? William Hung berhasil menjadi lebih terkenal bukan

karena kehebatannya dalam bernyanyi pada ajang American Idol, bukan pula karena warna

suaranya yang membuat dunia ini terkesima. William Hung sangat buruk dalam bernyanyi dan

karena kekurangannya itu pula ia menjadi lebih dikenal. William disebut sebagai pahlawan

kaum yang tersisih, tulis sebuah surat kabar di US. Sejak saat itu, banyak orang yang sama

buruknya atau bahkan lebih buruk dalam bernyanyi daripada William yang tetap dengan percaya

diri tinggi mendatangi audisi American Idol sama seperti William Hung.

Adalah penilaian terhadap diri sendiri yang saya maksudkan. Kita senang sekali menertawakan

kontestan-kontestan “nekat” tersebut pada tiap episode kontes pencari bakat itu. Namun

“Fotografer yang baik adalah fotografer yang bisa

menertawakan dirinya sendiri.”

Page 37: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

THELEPASAN

EDISI II / 2007 ��

THELEPASAN

jangan-jangan kita juga pernah menjadi

kontestan “nekat” tersebut pada bidang kita

sendiri. Ketika kita belajar fotografi banyak

pesan dari senior bahwa kita tidak perlu malu

untuk menunjukkan foto kita kepada orang

lain untuk dikomentari. Mereka selalu berpe-

san bahwa tidak perlu malu atas kritik yang

diterima dari kesalahan dan kekurang ahlian

kita dalam memotret. Saya pun setuju dengan

perkataan itu. Namun pada kadar seberapa?

Ketika kita ingin menunjukkan foto kita

kepada orang lain untuk dikomentari, hal yang

mungkin perlu dipikirkan adalah “apakah

dengan menunjukkan foto ini saya akan

terlihat seperti William hung?” Apakah foto

ini sudah layak untuk ditunjukkan atau malah

hanya akan jadi bahan tertawaan orang lain

(walaupun dalam hati).

Lalu muncul pertanyaan lanjutan, “bagaimana

jika menurut saya foto ini sudah sangat

bagus dan layak ditunjukkan pada orang tapi

ternyata menurut orang lain sangat buruk dan

menjadi bahan celaan orang lain.”. Memang

benar, mungkin hal ini pula yang terjadi pada

William Hung. Mungkin sekali ia merasa suar-

anya sudah menyerupai atau bahkan menga-

lahkan Ricky Martin ketika di audisi American

Idol ia menyanyikan lagu She Bang. Tapi saya

yakin bahwa hal ini tidak akan terjadi jika kita

memperbanyak referensi terhadap standar

kualitas fotografi yang baik, setidaknya baik

untuk lingkup anda.

Setahun yang lalu, seorang fotografer muda

datang kepada saya dan memperkenalkan

dirinya kepada saya “Mas, saya Dicky (bukan

nama sebenarnya) saya diberi tahu oleh Ibu

Ine yang merupakan klien anda bahwa anda

sedang mencari fotografer untuk pemotretan

iklan Ibu Ine yang anda tangani.”. Singkat

cerita, atas hal veto sang pemiliki perusahaan

saya pun harus menuruti keputusan mereka

untuk memberi kesempatan bagi Dicky untuk

melakukan pemotretan untuk iklan tersebut

walaupun sebenarnya saya tidak merekomen-

dasikannya.

Dicky tidak sabar lagi untuk menjadi foto-

grafer komersil. Sayangnya filter quality

control terhadap dirinya sendiri sepertinya

tidak berjalan dengan baik, atau mungkin

referensinya terhadap standar foto yang baik

terlalu minim. Saya dan klien yang memberi

kesempatan kepadanya tidak puas pada

pekerjaanya, dan kami memutuskan untuk

tidak pernah memberi kesempatannya lagi,

walaupun mungkin saja suatu saat dia memi-

liki kapabilitas untuk melakukaannya dengan

jauh lebih baik.

Filter quality control dan referensi yang

bagus ini lah yang sebaiknya dimiliki seorang

fotografer dari sejak memulai hobi fotografi-

nya bahkan hingga pada tahap sudah layak

menyandang title “fotografer” sekalipun.

Pada akhirnya ketika anda sudah bisa

menertawakan foto anda sendiri, artinya filter

quality control dan referensi anda mengenai

standar foto yang baik sudah jauh lebih baik

dari kemampuan anda memotret. Dan hal

ini tentunya yang akan membawa anda ke

kemampuan fotografi yang lebih baik lagi.

Mana yang anda pilih, menertawakan foto

sendiri sebelum dilihat orang, atau membang-

gakan foto sendiri namun justru ditertawakan

oleh orang lain?

Kita senang sekali menertawakan kontestan-kon-testan “nekat”

tersebut, namun jangan-jangan

kita juga pernah menjadi kontestan

“nekat” tersebut pada bidang kita

sendiri.

Page 38: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

TRAVELPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

TRAVELPHOTOGRAPHY

MEMOTRET PERJALANAN ATAU PERJALANAN MEMOTRET?AN INTERVIEW WITH EDWARD TIGOR SIAHAAN

Edward Tigor Siahaan memotret sejak tahun 1985. Tigor mengaku menceburkan diri ke dalam

dunia fotografi karena dia melihat kemungkinan bahwa di masa depan fotografi akan menjadi

bagian dari kehidupan kita. Dan memang terbukti saat ini semua sisi kehidupan kita tak bisa

lepas dari hubungannya dengan foto. Kesempatan untuk terjun lebih serius di fotografi didapat-

kan Tigor ketika bekerja di sebuah majalah bisnis. Di majalah bisnis ini Tigor mengaku banyak

bertemu dengan pelaku bisnis. Mulai dari pemilik bank, pegawai pabrik, dan sebagainya. Dari

kesempatannya bisa mengenal orang-orang semacam itu, Tigor mendapat keuntungan untuk

dipercaya dalam memotret korporat. Mulai dari portratiture atau profil dari pemilik dan karyawan

korporat yang bersangkutan, hingga pabrik dan aktifitas di sekitar perusahaan yang bersang-

kutan pun menjadi obyek fotonya. Sesekali Tigor pun mendapat kesempatan untuk memotret

pre wedding dan makanan untuk restoran. Namun tetap order memotretnya yang paling banyak

adalah dari korporat, terutama profil. Ia pun

mengaku bahwa dari situ ia mulai lebih

focus lagi pada bidang fotografi dan mulai

bisa memotret dengan benar tanpa dipikir

lagi. “semuanya mengalir begitu saja” begitu

tegasnya.

Di sisi lain Tigor mengakui bahwa ia mera-

sakan kenyamanan ketika berada di tempat

yang tidak hangar bingar. “pedesaan misal-

nya, saya melihat alam, mendengar suara air

sungai, cicit burung, suara anak-anak yang

berlari-lari, ibu yang memasak di dapur, itu

sangat menggugah perasaaan saya.” Ungkap-

nya. “awalnya menggugah perasaan saya, lalu

“awalnya meng-gugah perasaan saya, lalu dengan mata saya pindah-kan ke kamera. Dan ketika kita menekan tombol shutter release, jari dan kamera kita pun dialiri per-asaan yang mem-buat foto itu men-jadi bagus.”

Page 39: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

TRAVELPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

TRAVELPHOTOGRAPHYdengan mata saya pindahkan ke kamera. Dan

ketika kita menekan tombol shutter release,

jari dan kamera kita pun dialiri perasaan

yang membuat foto itu menjadi bagus.”

Sambungnya. Kesenangannya bepergian ke

tempat di mana dia tidak biasa menghabis-

kan rutinitas sehari-harinya membuatnya

menekuni fotografi travel sebagai hobi. Tigor

meluangkan waktu untuk melakukan travel

2 sampai 3 kali dalam setahun. Dan pada

kesempatan itulah ia semakin memperkaya

portfolio travel fotografinya. Kesempatan

untuk bisa bepergian biasa dilakukan ketika

baru saja menyelesaikan pekerjaan dan

belum ada pekerjaan lagi. “travel itu saya

lakukan di masa paceklik. Setelah panen dan

sambil menunggu hujan untuk musim tanam

selanjutnya.” Ungkapnya. Perjalanan Tigor

melakukan travel untuk keperluan hunting pun

berkembang. Sempat mengalami masa-masa

dimana ia sering melakukan perjalanan ke

daerah terpencil sendirian, berkemah dan

membakar api unggun sendirian, hingga

kini setelah ia merasa umurnya sudah tidak

muda lagi ia pun tetap melakukan perjalanan

hunting walaupun sekarang ia lebih memilih

untuk melakukannya bersama-sama. “kalau

dulu kan kalau terjadi apa-apa dengan saya

di perjalanan nggak ada yang nangisin, tapi

sekarang setelah umur tidak muda lagi, kalau

ada apa-apa siapa yang nolong saya. Selain

itu hunting berbarengan juga bisa menambah

perbendaharaan lokasi dan spot pengambilan

yang baru.” Ungkap tigor.

Dari perjalanannya bertahun-tahun melakukan

travel fotografi, ia sangat berkesan dengan

sebuah tempat di kalimantan. “dari Kutai

Timur menyusuri sungai Mahakam selama 8

jam naik speed boat. Yang tadinya sungainya

besar, lama-lama mengecil, di kiri kanannya

banyak pohon lebat yang seolah-olah mem-

bentuk pohon. Hening sekali. Yang kita dengar

hanya suara binatang.” Jelasnya. Ketika

mencapai daerah itu pun ia menyempatkan

berhenti sejenak dan meminta pendamping-

nya untuk mematikan speed boatnya untuk

lebih merasakan suasana yang tidak biasa ia

jumpai itu.

Berdasarkan pengamatan kami terhadap

beberapa karya Tigor, kami melihat bahwa

Tigor memiliki ciri khas tersendiri diband-

ingkan fotografer travel atau landscape lain.

Sebagian foto Tigor yang kami lihat memiliki

kekayaan tertentu. Kekayaan itu muncul dari

adanya unsur kehidupan yang ditampilkan

dalam orang-orang pada aktifitasnya di ten-

gah pemandangan yang terlalu indah untuk

tidak direkam dengan kamera. Tigor pun men-

gakui, bahwa aktifitas orang-orang dan juga

binatang di tengah alam yang indah menarik

perhatiannya dan bisa memperkaya peman-

dangan alam yang sudah terlanjur indah itu.

“bagi saya, alam yang indah tanpa manusia

atau binatang jadi tidak ada rohnya. Karena

pada dasarnya manusia senang melihat

manusia. Manusia juga senang melihat dirinya

sendiri.” Jelasnya.

Mengenai karakteristik karyanya itu pun ia

menganggap sebagai sesuatu yang harus

dianggap memperkaya tanpa harus diband-

ingkan mana yang lebih baik mana yang lebih

jelek. “itulah bisanya saya, bayangkan kalau

semua orang motretnya seperti Jerry Aurum,

semua orang motretnya seperti Darwis

Triadi, bagaikan pot bunga isinya semuanya

berwarna sama.” Jelasnya. Ia pun menilai

setiap fotografer harus mempunyai warnanya

sendiri. Tigor mengakui ada banyak fotografer

yang lebih tertarik pada pemandangan saja

“bayangkan ka-lau semua orang motretnya sep-erti Jerry Aurum, semua orang motretnya sep-erti Darwis Triadi, bagaikan pot bun-ga isinya semuan-ya berwarna sama.”

Page 40: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

TRAVELPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

TRAVELPHOTOGRAPHYtanpa memasukkan unsur manusia. Namun

ia memilih hatinya yang berbicara. “Apa

yang menyentuh perasaan saya, saya foto”

ungkapnya. Bahkan kalau memang ia merasa

dengan adanya orang atau binatang di tengah

pemandangan yang begitu indah pun ia tidak

berkeberatan orang atau binatang tadi mem-

beri warna tersendiri tanpa mengorbankan

keindahan pemandangan di sekelilingnya.

Namun begitu, ia tidak memaksakan diri

ketika obyek yang ia foto terasa lebih menarik

jika tanpa adanya manusia atau binatang.

Mengenai peluang fotografi travel untuk

dijadikan mata pencaharian, Tigor melihat ada

perkembangan jaman yang membawa pe-

rubahan-perubahan. Misalnya dulu foto untuk

keperluan advertising didominasi oleh foto-

foto yang diambil di studio dengan artificial

lighting. Namun ia melihat saat ini kebutu-

hannya sudah meningkat. Artinya banyak iklan

yang membutuhkan foto-foto outdoor dan foto

travel sebagai

visual devi-

cenya. Selain

untuk keperluan

iklan, Tigor juga

melihat keper-

luan-keperluan

media lain sep-

erti pembuatan

company

profile, an-

nual report dan

semacamnya

juga sangat

membutuhkan

foto travel & landscape.

Untuk itu ia yakin foto-

grafi travel akan makin

mendapat porsi yang

lebih dari sebelumnya di

masa yang akan datang.

Untuk anda yang tertarik

untuk mendalami fotografi travel, Tigor

mengingatkan 2 syarat dasar yaitu uang

dan kesehatan. Karena tanpa kedua syarat

itu anda tidak bisa melakukan traveling.

Tigor biasa memutuskan tujuan travelingnya

dengan cara yang unik. “Biasanya saya ambil

peta, saya buka lebar-lebar. Lalu saya ambil

gundu (kelereng) dan saya jatuhkan dari atas.

Dimana gundu itu jatuh, ke situ saya datangi.”

Jelasnya. Mengenai peta yang dipilih, ia

menyerahkan pada kondisi keuangan masing-

masing. “Kalau uangnya banyak ya petanya

bisa peta dunia atau

peta asia, kalau uangnya

nggak terlalu besar bisa

peta indonesia. Kalau

uangnya sangat-sangat

terbatas, petanya ya peta

local saja.” Tambahnya.

Setelah mendapatkan

tujuan, Tigor selalu

“Biasanya saya ambil peta, saya buka lebar-lebar. Lalu saya ambil gundu (kelereng) dan saya jatuhkan dari atas. Dimana gundu itu jatuh, ke situ saya datangi.”

Page 41: TheLight Photography Magazine #2

�0 EDISI II/ 2007

TRAVELPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

TRAVELPHOTOGRAPHYmencari informasi tentang daerah itu. Ia

bersyukur bahwa saat ini informasi semakin

mudah didapat, seperti melalui internet. Tahap

selanjutnya, adalah penentuan tema. “bisa

kebudayaannya, daily lifenya kah, keindahan

alamnya kah, benda-benda di daerah itu kah,

atau apanya.” Setelah memiliki tema foto

yang akan diambil, Tigor pun menganjurkan

untuk membuat list foto. Kalau tema yang

dipilih alam, daftar fotonya bisa berisi danau

A, telaga B, Gunung C, dan seterusnya. Dari

peta anda juga bisa melihat posisi terbit dan

tenggelamnya matahari. Dan dari situ anda

bisa memprediksi kapan waktu terbaik untuk

memotret. Apakah pagi atau sore, disesuaikan

dengan posisi matahari terhadap obyek yang

akan didatangi.

Sementara kalau yang dipilih adalah kebuday-

aan, Tigor juga menganjurkan untuk mencari

kalender kebudayaan. Carilah acara apa yang

bisa menjadi obyek yang menarik untuk di

foto.

Tahap selanjutnya, akan baik sekali jika anda

mencari referensi foto dari tempat tersebut.

Hal ini untuk memperkaya referensi dan

menajamkan ide visual yang mungkin muncul

selanjutnya. Dari melihat referensi pula kita

bisa mencari angle-angle yang menarik. Bisa

dengan memotret dari angle yang sama den-

gan yang ada di referensi, bisa juga dengan

mencari angle yang berbeda jika angle yang

terdapat pada referensi kurang menarik. Atau

bisa juga anda melakukan pemotretan dari

angle yang sama namun anda tambahkan or-

namen yang bisa memperkaya foto tersebut.

Bisa dengan penambahan foreground.

Bagi anda yang memiliki uang lebih, disa-

rankan untuk menggunakan jasa pemandu.

Karena dengan adanya pemandu anda bisa

menghemat waktu dan mencari spot-spot

yang unik, karena tentunya pemandu lebih tau

tentang lokasi yang akan didatangi.

Mengenai fotografi travel di Indonesia saat

ini, Tigor menyayangkan minimnya foto travel

yang menarik tentang Indonesia. “banyak

yang bisa dilakukan dari sabang sampai

merauke, namun apa yang terjadi, hanya

Borobudur dan tari Kecak yang menjadi ikon

Indonesia.” Ungkapnya. Tigor beranggapan

dengan kekayaan dan keindahan alam Indo-

nesia ini seharusnya fotografer indonesia pun

bisa membantu mempromosikan Indonesia

melalui foto-foto travel yang baik. “kalau kita

fotografer, marilah kita selesaikan persoalan

bangsa ini melalui fotografi.” Tambahnya.

Tigor berpendapat banyaknya tempat menarik

di Indonesia seharusnya tidak akan habis

dieksplorasi oleh fotografer Indonesia untuk

dijadikan obyek foto. “Jangankan Indonesia,

saya dari tahun 91 sudah mulai motret Danau

Toba tapi sampai sekarang tidak pernah

merasa beres.” Ungkapnya. Artinya bahkan

dari satu tempat yang sama kita bisa mem-

buat foto yang berbeda dengan daya tariknya

masing-masing.

Sedikitnya foto travel indonesia yang ada

diakui Tigor terjadi karena beberapa hal.

Bisa karena kurangnya niat memperkaya diri

dengan referensi foto travel. Sehingga foto

yang dihasilkan begitu-begitu saja. Padahal ia

percaya dengan memperkaya referensi foto-

“kalau kita fotografer,

marilah kita selesaikan per-soalan bangsa

ini melalui fotografi.”

Page 42: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

TRAVELPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

grafer travel Indonesia bisa membuat foto-foto

yang jauh lebih kaya. Karena dengan kayanya

referensi yang kita punyai “rasa” yang kita

punyai akan semakin berkembang. Tigor

menganggap “rasa” sebagai salah satu yang

lebih utama dibandingkan kemampuan teknis

fotografi dalam menciptakan foto yang bagus.

“Belajar fotografi sama dengan belajar musik.

Saya bisa mengajarkan bagaimana membaca

not dan partitur tapi saya tidak bisa mengajar-

kan anda membuat lagu. Karena ketika saya

mengajarkan kamu menciptakan lagu, itu

bukan lagumu lagi tapi lagiku.” Tegasnya.

Untuk memperkaya foto yang dihasilkan,

terutama jika anda ingin memotret kebuday-

aan atau kehidupan sehari-harinya, Tigor juga

menyarankan untuk berempati terhadap pen-

duduk lokal. Tigor menyebutkan, akan sangat

baik jika kita bisa berbaur dengan penduduk

lokal karena dengan begitu kita bisa melihat

kehidupan sehari-hari mereka secara alami.

Bagi orang awam yang memotret hanya

ketika melakukan traveling, Tigor memberikan

pesan sederhana. “Bacalah manual book

kameranya. Di manual book sebenarnya

panduan memotret sudah sangat lengkap.”

Tegasnya.

Page 43: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

DIGITALPROCESS

EDISI II / 2007 ��

DIGITALPROCESS

INPUT BAGUS = MAKSIMAL OUTPUTgampang nanti di DI! (digital imaging; red),

kalimat ini rasanya makin popular di telinga

saya, meluncur ringan dari beberapa mulut

fotografer professional ataupun non profes-

sional yang saya temui di beberapa sesi foto.

Entah sekedar gurauan atau ketidakpahaman

mereka tapi yang pasti cukup mengusik saya

untuk membahas pentingnya bahwa hasil foto

sangat mempengaruhi proses dan hasil dari

digital imaging.

1. Digital Imaging berfungsi untuk menyem-

purnakan hasil foto

Kegiatan DI pada dasarnya sama dengan

kegiatan dark room untuk proses film,

perbedaannya hanya pada teknologi yang

membantunya untuk lebih maksimal. DI ialah

rangkaian proses dalam rangka menciptakan

hasil karya fotografi, tugasnya menyempur-

nakan apa yang tidak bisa dicapai ketika foto

yang dikarenakan oleh faktor2 diluar teknik

fotografi. Karena DI sebuah rangkaian proses

maka dia memiliki keterbatasan dari apa yang

dihasilkan proses sebelumnya.

2. Penguasaan teknik fotografi adalah mutlak

bagi fotografer

Fotografi itu menghadirkan sebuah visual

yang direkam oleh kamera, yang dimana

kamera tersebut memerlukan pemahaman

dan perlakuan khusus supaya beroperasi

secara maksimal. Teknologi digital hadir untuk

membuat performanya lebih, tidak untuk

dan tak akan bisa menggantikan pakem dari

teknik-teknik fotografi itu sendiri.

3. Pemotretan yang benar merupakan suatu

keharusan untuk menghasilkan input yang

baik.

Mengerti dengan benar apa yang akan di foto

itu suatu kewajiban bagi seorang fotografer.

Langkah-langkah serta treatment fotografi

yang benar sangat membantu untuk proses DI

menjadi minimal resiko juga membantu kerja

digital artist (sebutan ut pekerja DI; red)

Seperti contoh :

Untuk menghasilkan image no.5 yang meru-

pakan hasil akhir (foto yang telah di-DI), foto-

grafer memberikan 4 foto dengan kegunaan

yang berbeda-beda.

Foto no.1 adalah bentukan visual utama yang

akan digunakan

Foto no.2 lebih difokuskan untuk hilight dan

shadow object

Foto no.3 berfungsi sebagai material tamba-

han untuk penambahan bentukan object

Foto no.4 difokuskan hanya pada tulisan

brand pada object

Yang tentunya keempat foto tersebut direkam

oleh fotografer dengan teknik dan treatment

yang berbeda masing-masingnya, ditambah

treatment khusus pada objectnya sebelum di

foto. Dan saya amat yakin pasti

masih banyak fotografer yang

kurang memperhatikan hal-hal

tersebut.

4. Pengetahuan mengenai

digital imaging adalah nilai

tambah untuk fotografer

Karena DI itu adalah darkroom

era digital maka fotografer

sedikit banyak harus memiliki

pengetahuan dan wawasan

mengenai DI itu sendiri. Bila di

era analog seorang fotografer

baru bisa dibilang seorang foto-

grafer yang baik kalau dia mengerti tentang

darkroom, maka di era digital ini seorang

fotografer alangkah baiknya bila memiliki

wawasan DI.

Bukankah sudah menjadi satu ketentuan

umum di dunia ini bahwa semakin bagus

asal-usulnya maka akan semakin bagus juga

hasilnya? Jepret yang bener oom… nanti

DI-nya semakin dahsyat!!! Bukan untuk suatu

yang percuma, untuk kita juga….. (pp)

Page 44: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

HOW SENSITIVE ARE YOU?AN INTERVIEW WITH SAM NUGROHO

Dari beberapa nama fotografer muda yang memiliki kemampuan dan hasil karya fotografi yang

baik muncul beberapa nama seperti Anton Ismael, Heret, Henky, Irawati Sarah. Begitu ban-

yak pehobi fotografi terinspirasi dengan karya-karya mereka. Pada kesempatan kali ini, kami

mendapat kehormatan untuk menimba ilmu lebih dalam lagi tidak saja tentang nama-nama

besar di atas. Namun lebih hebat lagi kami mendapat kesempatan untuk bertemu dan berbin-

cang dengan Sam Nugroho, seorang fotografer yang bisa dikatakan sebagai guru dari nama-

nama besar di atas. Di dunia fotografi komersil, Nama Sam Nugroho termasuk dalam golongan

papan atas. Hal ini terjadi tidak bukan karena kemampuannya di bidang fotografi komersil yang

begitu mumpuni. Bahkan dengan harga service yang termasuk paling tinggi di kategori fotografi

komersil pun jadwal pemotretan Sam Nugroho pun masih sangat penuh. Berikut cuplikan

pembicaraan kami dengannya.

Apa yang memberdakan commer-cial photography dengan spesial-isasi lain di photography?Kalau kita berbicara tentang commercial

itu lebih teamwork. Fotografernya boleh aja

satu orang, tapi end resultnya adalah hasil

kerjasama bareng art director, producer

dan bahkan klien yang punya keterlibatan

yang cukup banyak. Yang kedua, di advertis-

ing fungsi dari fotografer mirip seperti film

director. Kita harus bisa memberi treatment,

concept, enhancement, karena tujuannya

adalah enhanching image sebuah produk.

Jadi yang kita lakukan adalah creative brand

enhancing. Jadi cara mikirnya tidak boleh

sekedar ngambil foto, tapi bagaimana kita

bisa menjual brand itu lebih bagus, secara

visual tentunya. Art director di advertising

company memang tugasnya lebih ke arah

concept, sementara fotografer hanya ekseku-

tor. Tapi sebagai eksekutor kita boleh memberi

input sehingga brand itu bisa lebih maju lagi.

Nah itu responsibility dari seorang commercial

photographer.

Jadi bisa dibilang keunggulan (kalau boleh dibilang keunggulan fotografer) adalah bukan sekedar bikin foto yang bagus?Betul, karena kita jualan. Foto yang kita

Page 45: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

COMMERCIALPHOTOGRAPHYhasilkan bagusnya luar biasa tapi kalau nggak

bisa membantu jualan artinya kita gagal. Re-

sponsibility seorang commercial photographer

itu ada dua yaitu creative dan yang kedua

adalah menjual produk. Kreatif kalau tidak

bisa menjual, klien juga nggak akan pakai,

sebagus-bagusnya kreatif, itu akan gagal

kalau tidak bisa menjual. Istilahnya it’s a part

of advertising.

Anda kan juga sering mengamati fotografer muda yang sedang be-lajar menjadi commercial photogra-pher. Kes-alahan apa yang sering dibuat oleh para foto-grafer muda tersebut dalam upay-anya untuk menjadi

commercial photographer?Pertama, mereka kalau ngomongin fotografi,

they don’t understand the basic essence

dari fotografinya. Mereka kebanyakan terlalu

terpaku pada object yang mereka inginkan.

Misalnya banyak yang ingin belajar fotografi

fashion, padahal mereka tertarik bukan

karena fashionnya tapi mereka tertarik

dengan photographing women. Nah itu salah.

Tapi sayangnya rata-rata tuh begitu. Makanya

kenapa banyak yang suka fotografi fashion,

karena mereka suka foto perempuan cantik.

Kalau ditanya, fotografi art bukan sih? Foto-

grafi itu science, bukan art. Kitanya yang art.

Fotografi hanya tool, itu hanya perlengkapan

kita aja. Jadi kitanya yang harus creative. Jadi

kalau yang difoto hanya orang atau object

yang kita suka, kita gagal. Apalagi di com-

mercial photography, dimana kita harus bisa

menintrepretasikan banyak hal. Tidak hanya

mereka kalau ngo-mongin fotografi, they don’t under-

stand the basic essence dari foto-grafinya. Mereka

kebanyakan terlalu terpaku pada ob-ject yang mereka

inginkan. Misalnya banyak yang ingin

belajar fotografi fashion, padahal

mereka tertarik bu-kan karena fash-

ionnya tapi mereka tertarik dengan photographing

women.

Page 46: TheLight Photography Magazine #2

�0 EDISI II/ 2007

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

COMMERCIALPHOTOGRAPHYmodel, tidak hanya product tapi semua hal,

dalam situasi apapun juga. Sebagai fotografer

yang bagus, harus sensitive dalam banyak

hal. Misalnya kalau klien anda adalah sebuah

produsen baja, maka anda harus mengerti

tentang baja sebelum melakukan foto itu.

Sedalam kamu mau mendalaminya. The more

you understand the better you are. In every

job, itu yang harus dipelajarin oleh commercial

photographer. Klien akan senang kalau kamu

bisa bicara dengan bahasanya dia, ngerti apa

yang dia bicarakan. Jangan menganggap

karena kita fotografer kita adalah seniman. Itu

salah banget! Saya paling tidak setuju dengan

hal itu. “Saya artis kok, suka-suka gue deh.”

Kita tuh profes-

sional, artinya

menjalankan pro-

fesi. Seorang dok-

ter kalau merasa

dirinya seniman

di bisa bilang “oh

gue lagi nggak

kepingin operasi

nih orang.” Mati

kan tuh orang. Nah

kita itu sama den-

gan dokter itu tadi.

Kita harus secara

konsisten menjalankan pekerjaan, suka nggak

suka pada standarnya kapanpun. Itulah men-

jadi seorang professional, menjadi seorang

commercial photographer. Dan standar ini

harus terus dipegang walaupun kita sedang

dalam kondisi jenuh, tapi pekerjaan yang kita

hasilkan harus tetap memenuhi standar kita.

Nggak bisa kita bilang, “wah gue nggak suka,

sorry gue nggak akan ambil job nya.”

Anda bilang, menjadi commer-cial photographer harus sensitive terhadap banyak hal, apa maksud-nya?Sebagai seorang fotografer, atau seorang

yang kreatif kita harus sensitive. Without

sensitivity you’re dead. Istilahnya, in every day

you see thing, it’s part of your responsibil-

ity. Even seeing this (menunjuk satu gelas

yang ada di meja) your sensitivity has to be

able to create many things, images, lighting,

condition. So basically the underlining word

is sensitivity. Dari sensitivity ini kamu bisa

nyebarin ke macam-macam. Kita harus peka

melihat apapun, menyentuh dan merasakan.

Itu responsibility sebagai seorang kreatif, mau

itu seorang fotografer, atau apapun.

Kedua you have to have the heart. It’s in your

heart, the passion to do things. You have to

“The more you under-stand the better you are. In every job, itu yang harus dipelajarin oleh commercial pho-tographer. Klien akan senang kalau kamu bisa bicara dengan ba-hasanya dia, ngerti apa yang dia bicarakan. Jangan menganggap karena kita fotografer kita adalah seniman. Itu salah banget!”

Seorang dokter kalau merasa dir-

inya seniman di bisa bilang “oh gue

lagi nggak kepin-gin operasi nih

orang.” Mati kan tuh orang.

Page 47: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

COMMERCIALPHOTOGRAPHYbe passionate about your work. You have to have a mission what you want to do with your work.

Itu semua harus ada. Kalau kita hanya berdasarkan mood kita, … yeah you might be talented.

Banyak fotografer berbakat di dunia. Tapi saya berani bertaruh orang yang bakatnya nggak

begitu besar tapi kemauannya besar sekali itu akan lebih sukses. With talent, without any moti-

vation, without any determination and without being sensitive, is nothing. Ini yang sering disebut

orang dulu sebagai The Renaissance man.

Jadi kita harus mengerti banyak hal.

Masih tentang peka, bisa jelaskan atau kasih contoh kepekaan itu seperti apa sih?Misalnya kita jalan di luar, lalu kita melihat

puntung rokok yang jatuhnya sedemikian

rupa sehingga membentuk suatu relationship

yang bagus dengan benda di sekitarnya jadi

menarik. If you don’t understand kepekaan

itu, it will never say anything to you back.

Semuanya jadi nothing. Padahal setiap

benda yang kita temui setiap hari di jalan,

relationship dengan shadows dan benda lain

di sekitarnya… all means a lot. If you try to

understand. Contoh lain, kita bisa aja sedang

jalan ketemu kaleng yang karatan di jalan.

Dan mungkin kita lebih memilih tendang aja,

it’s no use. Tapi buat orang bisa aja diambil,

dilihat dan bilang “it’s very artistic.” Kenapa

bisa gitu? Karena kaleng itu sebenarnya

punya jiwa, punya nyawa. Maksud saya,

kaleng itu pasti udah punya pengalaman yang

Kita harus secara kon-sisten menjalankan

pekerjaan, suka nggak suka pada standarnya

kapanpun. Itulah menjadi seorang professional,

menjadi seorang com-mercial photographer. Dan standar ini harus

terus dipegang walaupun kita sedang dalam kon-

disi jenuh,

Sebagai seorang fotografer, atau seorang yang kreatif kita harus sensitive. Without sensitivity you’re dead. Istilahn-ya, in every day you see thing, it’s part of your responsibility.

Page 48: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

COMMERCIALPHOTOGRAPHYbanyak kalau mau ngomong lebih filosofi.

Nah seberapa banyak sih kita mau peka gitu.

Kalau jadi fotografer, kita harus peka terhadap

cahaya, understanding of shape, understand-

ing of colors, relationship of colors, mood, dan

juga orang yang kita foto. Kalau kita motret

orang, apakah kita mencoba mengerti orang

itu atau kita hanya memotret saja? Kalau kita

coba mengerti orang itu, kita bisa bikin orang

itu nangis dalam waktu 5 menit. Tapi keban-

yak fotografer hanya liat segi beautynya saja.

Jadi kekurangan mana yang paling ditemui pada fotografer muda yang sedang belajar?Kepekaannya kurang, determinasinya kurang

dan juga short cut. Banyak banget fotografer

yang bilang “gue mau jadi fotografer” dan

setelah dua bulan belajar, berani bilang “gue

udah jadi fotografer”. Banyak orang yang ke-

tika pegang kamera berani ngaku fotografer.

Itu banyak banget dan menurut saya itu

sangat-sangat salah. Kebanyakan orang suka

disebut fotografer. Saya sendiri paling tidak

suka disebut fotografer. Makanya saya suka

Tanya sama mereka, passion kamu di foto-

grafi apa sih? Karena status? Apa karena bisa

sering ketemu dan motret perempuan cantik?

Atau karena kamu menikmati pekerjaan itu?

Kalau kita motret orang, apakah kita mencoba mengerti orang itu atau kita

hanya memotret saja? Kalau kita

coba mengerti orang itu, kita bisa bikin orang itu nangis

dalam waktu 5 me-nit. Tapi kebanyak

fotografer hanya liat segi beautynya saja.

“the best way to be-come a pho-tographer is to become a writer.”

Page 49: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

atau karena kamu menyukai pekerjaan itu? Nah kalau menurut saya, the best way to become

a photographer is to become a writer. Kenapa? Karena penulis bisa create images in their mind

tanpa ada visual. Dia bisa seperti itu karena dia sensitive sekali. Kalau penulis menceritakan

tentang hujan, apa yang dia omongin? Sampai titik-titik cipratan kecil-kecil diomongin sama dia.

Itu bisa datang dari mana? Ya kepekaan tadi. Arsitek juga sama seperti penulis. Mereka bisa

membuat gambaran dalam benak mereka tanpa ada visual di depannya. You understand how

light works, you understand the basic of light.

Apa artinya semua orang yang mau jadi fotografer harus jadi penulis dulu?Bukan begitu, ambil value si penulis tadi. Be and think like one. Baru kamu bisa visualize things

in your head. Nah karena tidak peka, akhirnya banyak fotografer yang fotonya mirip. Yang bagus

adalah ketika kita lihat foto kita tahu ini foto siapa tanpa dia kasih tau bahwa itu foto dia. Artinya

kamu sudah membuat sesuatu yang bagus.

Kamu sudah punya style. Saya kalau harus

motret iklan, saya bisa pake flash yang me-

mang sudah umum dipake untuk motret iklan.

Tapi kalau berbicara tentang yang saya suka,

saya lebih suka pakai continuous light.

Masih soal kepekaan, apapun yang ada

di tanganmu harus ngomong di hatimu.

Sehingga waktu kita motret waktu kita mencet

shutter release, itu harus ngomong di hatimu.

Contoh lagi, ketika kita diminta menggambar

sebuah garis, kita bisa menggambar dengan

menarik bolpen dari sisi kertas yang satu ke

sisi yang lain begitu saja, tapi bisa juga kita

gambar dengan perasaan, kalau dengan per-

asaan marah penekanan garisnya lebih tebal,

kalau sedih garisnya agak tipis

dan macam-macam. Artinya

dengan pensil yang sama,

kertas yang sama, tangan yang

sama kita bisa membuat dua

garis yang berbeda. Bedanya

kita melakukannya dengan

perasaan nggak.

Semua orang punya ke-pekaan dan bisa melatih kepekaan nggak?Semua orang punya dan bisa

apapun yang ada di tanganmu ha-rus ngomong di hatimu. Sehingga waktu kita motret waktu kita mencet shutter release, itu harus ngomong di hatimu.

Page 50: TheLight Photography Magazine #2

�� EDISI II/ 2007

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 ��

COMMERCIALPHOTOGRAPHYmelatih kepekaan. It’s in you. Cuma per-

masalahannya kita tidak peka terhadap diri

sendiri. To be honnest, I’m not a talented

photographer.

Kenapa anda merasa seperti itu?To be talented, you have to have a major ego.

I don’t have an ego, maksudnya ego yang

sombong banget. Saya tidak mempunyai jiwa

yang mau begitu. Saya nggak rela kalau saya

harus maki-maki orang. Karena itu berhubun-

gan dengan feeling kamu. That whatever

you feel is the right thing. Dan saya merasa,

mungkin kita tidak perlu menjadi sebegitunya.

Makanya kenapa saya suka di commercial,

karena saya suka teamwork. I feel that

everything is because of everybody else. Yes

you are in control because in commercial

photography you are the director. Tapi biarpun

anda directornya, kalau tanpa orang-orang itu

nothing happen. Itu commercial photography.

Kadang kita harus keras di satu sisi, misalnya

kalau mendung ya jangan motret. Kadang

klien tetap minta kita untuk motret walaupun

mendung, terus kita bilang “OK gue foto tapi

kalau jadinya nggak bagus bukan salah gue

ya.” That’s mistake. Karena klien akan tetap

ambil itu dan hasilnya jelek, tetap kamu yang

akan disalahkan. Itu berdasarkan pengala-

man. Maksud saya, kita harus bisa menetap-

kan yes dan no nya. Tapi lebih jauh lagi kita

harus tau alasannya kenapa.

Kalau bisa dirumuskan, apakah hal yang paling penting untuk menjadi commercial photographer yang baik?The key to become a good commercial pho-

“To be honnest, I’m

not a talented

photographer”

kita harus bisa menetapkan yes dan no nya. Tapi lebih jauh lagi kita harus tau alasan-nya kenapa.

Page 51: TheLight Photography Magazine #2

�00 EDISI II/ 2007

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 �0�

COMMERCIALPHOTOGRAPHYtographer is kepekaan itu tadi.

Anda bilang lighting itu gampang, padahal banyak orang bilang “pho-tography is all about lighting.”?True, but it’s not. It’s about feeling, about

kepekaan kamu lagi. Kadang saya motret

pakai 1 lampu saja. Lalu selanjutnya saya

bisa motret dengan jumlah lampu yang jauh

lebih banyak. Buat saya, saya melakukan-

nya sebagai satu kesenangan saja. Tapi dari

semuanya saya bisa menunjukkan bahwa

dengan lighting yang berbeda-beda ada

sesuatu yang something it’s me. And that’s

my signature. Jadi masalahnya bukan di

lighting. Tapi di diri kamu. Photography is just

a science, I can teach you. I can not teach you

to be sensitive. I can teach you how to take

picture. Tapi pada akhirnya it’s within your

heart, within your eyes, and how you feel…

itu yang membuat hasil karyamu itu bisa lebih

bagus. Jadi kalau masalah ngajarin lighting

aja, gampang abis

Bagaimana dengan passion & feel-ing?Saya dulu suka nongkrongin painter atau

sculpture yang udah tua selama berjam-jam.

Saya mau tau, umur segitu masih ngerjain

hal itu tuh passionnya dari mana sih? Dan

jelas mereka melakukan hal itu bukan karena

butuh uang tapi karena passion, where is the

passion in you.

Nah dulu saya pernah Tanya ke seorang pelu-

kis yang sering saya tongkrongin karena dia

gambar banyak sekali warna di pinggir kan-

vasnya bisa ada sekitar 40 warna. Saya Tanya

“buat apa warna-warna itu?” Lalu dia balik

nanya “tell me, what this blue means to you?

Every color everything you see translate it.”

Biru menurut saya sama menurut kamu beda.

Setelah kamu translate it becomes your color.

Jadi ketika kamu memotret, warna itu bisa

jadi vocabulary of your feeling. Misalnya kalau

saya merasa biru artinya tenang, enak, relax,

damai, maka suatu saat motret mau ngelu-

arin mood tenang, relax, damai, ya warna biru

ini bisa dipakai. Because it’s becomes your

vocabulary.

Anda tadi bilang bahwa anda tidak suka disebut fotografer, kenapa?

Karena sekarang ini fotografer sudah dikono-

tasikan berbeda. Jadi semacam selebriti gitu,

dan saya nggak suka dan nggak kepingin

jadi selebriti. Walaupun banyak orang yang

mungkin tertarik jadi fotografer karena itu,

karena kepingin diperlakukan seperti selebriti

seperti seniman.

Dulu ada yang pernah minta saya untuk

pemeran. Saya bilang saya nggak punya

apa-apa untuk dipamerin. Lalu dia bilang lagi

wah kamu punya banyak sekali kamu kan

seniman. Nah itu udah salah. Saya adalah

professional commercial photographer. Artinya

saya dibayar untuk bekerja menghasilkan foto,

itu commercial bukan art. Nah fotografi juga

“Jadi ketika kamu memotret, warna itu bisa jadi vocabulary of your feeling.”

Page 52: TheLight Photography Magazine #2

�0� EDISI II/ 2007

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 �0�

COMMERCIALPHOTOGRAPHYbukan art. Sama kayak bolpen, it’s a tool. The

art is in you. Makanya menurut saya, saya

nggak perlu pegang kamera untuk jadi artistic

person. Menurut saya kamera hanya media

yang saya pakai sekarang. Nah businessman

itu seniman bukan? Jelas seniman. Kenapa?

Balik lagi ke kepekaan. Orang bisnis itu punya

kepekaan yang tinggi sekali.

Maka dari itu saya lebih suka disebut sebagai

creative person, hanya kebetulan saya me-

makai fotografi sebagai cara untuk mengek-

spresikan kreatifitas saya. Bahkan foto tidak

pernah menjadi hobby saya. Banyak orang

memulai jadi fotografer karena hobby, tapi

saya tidak hobby fotografi.

Jadi mengapa anda mau jadi foto-grafer?Honestly, karena money. Dan boleh saja untuk

menjadi seorang professional commercial

photographer karena alasan itu. Tapi pada

akhirnya orang yang menjadi professional

commercial photographer karena alasan itu

pasti mempelajari dan mencari tau, bagaima-

na caranya untuk bisa make money dari com-

mercial photography, dan tidak ada pilihan

lain selain membuat foto yang bagus dan

menjual. Itu menunjukkan bahwa terkadang

justru karena money kita bisa berkembang.

Karena kita berpikir bagaimana caranya to

make money, dan kita mencari tahu terus dan

akhirnya kita berkembang.

Banyak commercial photogra-pher yang menjalankan usah-anya sebagai sebuah perusahaan perorangan dengan nama mereka sendiri. Namun anda justru mem-buat perusahaan dengan nama THE LOOOP yang tidak ada unsur nama

anda, apa alasannya?Saya percaya, dalam bisnis anda harus

membuat sesuatu yang baru, jangan nyamain

orang. Jadi sejak sebelum krismon saya

sudah mencari tempat dimana saya bisa

membuat perusahaan bukan hanya foto-

grafi tapi semua yang mendukung fotografi

seperti digital imaging dan lain-lain. Saya

juga percaya networking, membuat system ke

seluruh dunia, tidak hanya local. Saya percaya

bahwa untuk bisa sukses di bisnis ini saya ha-

rus mempunyai jaringan internasional. Kalau

kamu hanya di Indonesia, kamu berantemnya

sama orang-orang itu doang, buat apa, nggak

ada tantangannya. Jadi kalau disimpulkan

kenapa saya bikin THE LOOOP, pertama saya

percaya bahwa suatu saat saya akan pensiun,

suatu saat saya nggak

bisa foto lagi. Tapi

bagaimana supaya

perusahaan saya,

pekerjaan saya bisa

terus. Yang kedua

saya percaya system

manajemen yang bisa

jalan sendiri tanpa

kita ada di situ setiap

harinya, kita tinggal

control aja. Dalam

bisnis kita harus berpikir 5 tahun ke depan,

10 tahun, 15 tahun bahkan 20 tahun ke

depan. Kita harus punya visi, punya misi, tau

bagaimana mewujudkannya, dan focus. Itu

yang sedang saya jalankan sekarang ini. Dan

saya sedang membuat system dimana dalam

setahun sampai 2 tahun semoa fotografer

saya jadi fotografer internasional. Sekarang ini

kita punya link ke Jerman, Jepang, Australia,

Shanghai, Hongkong, Singapore, dll.

Yang belum dimiliki fotografer lain untuk go international apa sih?Kemauan! Artinya mau dan mau usaha.

Kembali lagi ke fotografi, banyak commercial photographer yang

Banyak orang memulai jadi foto-grafer karena hob-by, tapi saya tidak

hobby fotografi.

terkadang justru karena money kita bisa berkembang. Karena kita ber-pikir bagaimana caranya to make money, dan kita mencari tahu terus dan akhirnya kita berkembang.

Page 53: TheLight Photography Magazine #2

�0� EDISI II/ 2007

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

EDISI II / 2007 �0�

COMMERCIALPHOTOGRAPHYmenspesialisasikan diri pada satu superspesialisasi tertentu, misal-nya otomotif commercial photog-rapher, beauty commercial photog-rapher, dan lain-lain, tapi Anda sepertinya tidak memi-liki spesial-isasi itu apa karena begi-tu dalamnya penger-tian anda tentang fotografi dan lighting sehingga apapun nggak jadi masalah atau apa?Secara teknikal pengertian tentang lighting

itu penting banget. Kalau bisa create your

own light. Jadi balik lagi ke hal-hal yang

bisa dikontrol, termasuk lighting. Lighting itu

pelajaran SMA. Kita belajar lighting dari SMA,

pantulannya, sudutnya, dan lain sebagainya.

Sekarang kita hanya perlu memperdalamnya.

Saya sudah bisa melihat di muka kamu itu

ada lighting dari mana saja. Nah pelajari hal

seperti itu. Kalkulasikan, maka semuanya jadi

beres. Nah kadang orang jadi nggak tau mau

taruh lighting dimana karena nggak punya

konsep lighting. Padahal itu perlu banget.

Jadi apa yang harus diperhatikan menge-nai lighting?Mood, how you feel, terha-

dap sekitarnya, terhadap

orang yang difoto. Saya

bisa saja punya satu standar lighting yang

selalu oke-oke saja. Tapi saya tidak pernah

menggunakan lighting setup saya dua kali.

Saya selalu cari lighting setup yang baru. Nah

kalau untuk advertising memang butuh waktu,

lightingnya harus benar, detailnya apalagi, dan

itu nggak gampang. Dan yang nggak kalah

penting adalah balik lagi ke kepekaan tadi.

Misalnya kalau mau motret ruangan, kamu

mau ruangan itu seperti apa jadinya? Banyak

orang stuck dengan lighting karena nggak tau

mau bikin apa? Nah mengenai lighting me-

mang susah diomongin karena harus dialami

dulu. Tapi intinya, ketika kita melihat foto yang

bagus mata kita akan berjalan kesana kemari.

Jadi kalau saya foto ruangan, kita bisa ren-

canakan, kita mau yang liat foto ini nantinya

harus lihat kemana aja dan dengan lighting

itulah alat untuk menarik orang kearah yang

kita inginkan. Artinya apa yang mau ditonjol-

kan itulah yang harus kita kasih lighting. Dulu

saya pernah diajarin lighting oleh pelukis yang

sering saya tongkrongin tadi. Suatu saat dia

minta saya untuk motret orang tapi speednya

1/8 detik. Setelah saya foto, saya tunjukin

ke dia dan dia Tanya “apa yang kamu dapat

dari situ”. Yang saya dapat adalah bahwa

dalam setiap gerakan, ada titik-titik yang tidak

bergerak, yaitu joint, seperti siku, lutut, dll.

Dan semua joint itu bisa dijadikan anchoring

point kita. Nah sekarang saya sering menggu-

nakan highlight sebagai anchoring point saya.

Terakhir, kalau boleh digaris bawahi apa yang

harus dimiliki orang yang ingin jadi fotografer

yang sukses?

Pertama harus punya passion, lalu punya

kemauan yang besar. Dan juga mental yang

bahkan ketika jatuh, naik, turun, mundur,

tetap jalan aja terus. Dan di atas semuanya

itu, be humble. Karena bagaimanapun pasti

ada yang lebih bagus daripada kamu. Kalau

enggak abis deh semuanya.

“Lighting itu pelajaran SMA. Kita belajar lighting dari SMA”

Page 54: TheLight Photography Magazine #2

�0� EDISI II/ 2007

WHERETOFIND

EDISI II / 2007 �0�

WHERETOFINDJABOTABEKSeasons ImagingJl Senopati no 37

Kebayoran Baru

Jakarta selatan

Focus NusantaraKH Hasyim Azhari No 18

Jakarta

5804848

Susan Photo AlbumKemang raya no.15, LT 3

Jakarta Selatan

12730

E-studioWisma Starpage

Jl Salemba tengah no 5

3928440

Vogue Photo StudioRuko Sentra Bisnis Blok

B16-17

Tanjung Duren raya 1-38

Jakarta

5647873-75

Shoot & PrintJl. Bulevard Raya Blok FV-1

No. 4

Kelapa Gading Permai

Jakarta

TELP: 021-4530670

QFotoJl. Balai Pustaka Timur No 17

Rawamangun, Jakarta

4706022

Digital Studio CollegeJl. Cideng Barat No. 21A

Jakarta Pusat

Tel/Fax : 021-633 0950

Darwis Triadi School of PhotographyeK-gadgets Centre

Roxy Square Lt. 1 Blok B2

28-29

Jakarta

Lubang Mata Jln. Pondok Cipta Raya B2/28

.Bekasi Barat 17134

TELP: 8847105

CONTACT PERSON: Rafi Indra

Telefikom FotografiUniversitas Prof. Dr. Moestopo (B).Jln. Hang Lekir I Jak-pus.

Indonesia Photographer Organization (IPO)Studio 35

Rumah Samsara

Jl. Bunga Mawar, no. 27

Jakarta Selatan 12410

T/F.: +6221 769 3630

Unit Seni Fotografi IPEBI (USF-IPEBI) Komplek Perkantoran Bank

Indonesia ,

Menara Sjafruddin Prawi-

ranegara lantai 4,

Jl. MH.Thamrin No.2,

Jakarta

UKM mahasiswa IBII Fotografi Institut Bis-nis Indonesia (FOBI)Kampus STIE-IBII

Jl Yos Sudarso Kav 87,

Sunter, Jakarta Utara

Perhimpunan Penggemar Fotografi Garuda Indonesia (PPFGA),PPFGA, Gedung Garuda

Indonesia Lt.18

Jl. Medan Merdeka Selatan

No.13

Jakarta

Komunitas Fotografi Psikologi Atma Jaya JakartaUNIKA Atma Jaya Jakarta Jl

Jendral sudirman 51

Sekretariat Bersama Fakultas

Psikologi Atma Jaya Ruang G.

100

Kelompok Pelajar Pe-minat fotografi SMU 28 (KPPF28)Jl Raya Ragunan (depan RS

Pasar Minggu)

Jakarta

XL PhotographGrha XL, Jl. Mega Kuningan

Kav. E 4 – 7 no. 1

Jakarta Selatan

HSBC Photo Club Menara Mulia Lantai 22,

Jl Jend Gatot Subroto Kav

9-11,

Jakarta Selatan 12930

LFCN (Lembaga Foto-grafi Candra Naya)Komplek Green Ville – AW /

58-59

Jakarta Barat 11510

Klub Fotografi PT Kom-atsuJl. Raya Cakung CIlincing Km.4

Jakarta Utara 14140

Style Photo

Jl Gaya Motor Raya No. 8

Gedung AMDI-B,

Sunter Jakarta Utara 14330

Contact Person: Hasan Supriadi

Perhimpunan Fotografi TarumanagaraKampus I UNTAR Blok M lt. 7

Ruang PFT

Jl. Letjen S. Parman I Jakarta

Barat

sekretariat : (021) 9107842

Studio 51Universitas Atma Jaya JakartaCP PERFILMA (Film dan Fotografi Hukum UI)Freephot (Freeport Jakarta Photography Community)PT Freeport Indonesia

Plaza 89, 6th floor

Jl. HR Rasuna Said Kav X-7

No.6

BANDUNG & JAWA BARATPadupadankan Photog-raphyJl. Lombok No 9s

Bandung

4232521

Laboratorium Teknologi Proses MaterialJl. Ganesha 10 Labtek VI

Lt.dasar Bandung

contact person : dwi karsa

agung r. (+6281572174602)

STUDIO INTERMODELFashion Design and Photogra-

phy Course

Jl. Cihampelas 57 A - Band-

ung 40116

Phone : 022 - 420.8808

- 426.6640

Perhimpunan Amatir Foto (PAF-Bandung)Kompleks Banceuy Permai

Kav A-17, Bandung 40111

JepretSekeretariat Jepret Lt Base-

ment Labtek IXB Arsitektur ITB

Jl. Ganesa 10 Bandung

FSRD ITBContact: Genoveva Hega

EcoAdventure Com-munityJl. Margasari No. 34 RT 2 RW

8 Rajapolah

Tasikmalaya 46155

Page 55: TheLight Photography Magazine #2

�0� EDISI II/ 2007

WHERETOFIND

EDISI II / 2007 �0�

WHERETOFINDSEMARANGDigimage Studio IJl Setyabudi 86a

Semarang

7461151

Digimage Studio IIJl Pleburan VIII No 2

Semarang

8413991

Ady Photo Studiod/a Kanwil BRI

Jl. Teuku Umar 24

Semarang

Contact Person: Ady

Agustian

Prisma UNDIPPKM (Pusat Kegiatan Maha-

siswa) Joglo

Jl. Imam Bardjo SH No. 1

Semarang 50243

YOGYAKARTAAtmajaya Photogra-phy clubGedung PUSGIWA kampus

3 UAJY,

jl. babarsari no. 007 yogya-

karta INDONESIA

“UKM MATA” Akademi Seni Rupa

dan Desain MSD (Modern SchooL of DEsign)

Jalan Taman Siswa 164 Yogya-

karta 55151,

Phone (0274)414277

UFO (Unit Fotografi UGM)Gelanggang Mahasiswa UGM,

Bulaksumur

Yogyakarta

Fotografi Jurnalistik KlubKampus 4 FISIP UAJY

Jl. Babarsari

Yogyakarta

ADVY YogyakartaContact person: Sdr. Toddy

FOTKOMUniversitas Pembanungan

Nasional (UPN)

Yogyakarta

SURABAYA & JAWA TIMURHot Shot Photo StudioPloso Baru 101

Surabaya

3817950

Toko DigitalAmbengan Plasa B2

031-5313366

031-70990972

Himpunan Mahasiswa Penggemar Fotografi (HIMMARFI)Jl. Rungkut Harapan K / 4,

Surabaya

UFO (united fotografer club) perum mastrip y-8 jember,

jawatimur

JUFOC (Jurnalistik Foto-grafi Club)Universitas Muhammadiah

Malang

VANDA Gardenia Hotel & VillaJl Raya Trawas, Jawa Timur

Contact Person : Roy

SUMATRABatam Photo ClubPerumahan Muka kuning indah

Blok C-3

Batam 29435

Medan Photo ClubJl. Dolok Sanggul Ujung No.4

Samping Kolam Paradiso Med-

an, 20213 Sumatera Utara.

Telp : 061-77071061

CCC Caltex Camera ClubPT. Chevron Pacific Indonesia, SCM-

Planning,

Main Office 229, Rumbai Pekanbaru

28271

SULAWESIBadak Photographer Club (BPC)ICS Department

System Support Section

PT BADAK NGL

Bontang, KALTIM

75324

Sorowako Photographers SocietyGeneral Facilities & Serv. Dept - DP. 27

(Town Maintenance) - Jl. Sumantri

Brojonegoro

SOROWAKO 91984 - LUWU TIMUR

SULAWESI SELATAN

Masyarakat Fotografi Goron-taloGraha Permai Blok B-18, Jl. Rambutan,

Huangobotu, Dungingi, Kota Gorontalo

KPC Click Club/PT Kaltim Prima CoalSupply Department (M7 Buliding), PT

Kaltim Prima Coal, Sangatta

MAILING [email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

WEBSITEwww.thelightmagz.com

www.ayofoto.com

www.forumkamera.com

www.estudio.co.id

http://charly.silaban.net