39
Laporan Kasus Tumor Tonsil Oleh : Sanjaya Soebagio I1A010017 Muzalipah I1A010005 Novita Ningtyas I1A010004 Pembimbing dr. Achmad Rofi’I, Sp.THT-KL

Tht Siap Tempur

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mantap

Citation preview

Laporan Kasus

Tumor Tonsil

Oleh :

Sanjaya SoebagioI1A010017MuzalipahI1A010005Novita NingtyasI1A010004

Pembimbing

dr. Achmad RofiI, Sp.THT-KL

SMF ILMU THTFK UNLAM-RSUD ULINBANJARMASIN

Mei, 2015ii

DAFTAR ISI

HalamanHalaman Judul ....iDaftar Isi.iiBAB I. PENDAHULUAN1BAB IILAPORAN KASUS2BAB III. TINJAUAN PUSTAKA...9BAB IV.PEMBAHASAN...25BAB V.PENUTUP27DAFTAR PUSTAKA

BAB IPENDAHULUAN

Tumor tonsil muncul di orofaring ( daerah di belakang mulut ) merupakan tumor yang jarang terjadi, hanya terjadi 1% dari semua jenis tumor yang terjadi dalam setiap tahun. Walaupun jarang terjadi, angka mortaliti dari tumor tonsil sangat tinggi. Dari sekitar 8000 kasus tumor tonsil yang terjadi setiap tahun di Amerika Serikat, sekitar 3000 (sekitar 40%) terbukti fatal.Faktor resiko paling sering dari tumor tonsil adalah tembakau, biasa dari mengkonsumsi rokok maupun mengkonsumsi tembakau secara langsung. Angka kejadian tumor tonsil meningkat pada pasien yang mengkonsumsi tembakau. Penatalaksanaan tumor tonsil bergantung pada ukuran dan stage dari tumor.Penatalaksanaan yang umumnya diberikan pada tumor tonsil adalah melalui kemoterapi, radioterapi serta tindakan pembedahan.

BAB IILAPORAN KASUS

I. IDENTITASNama: Tn. SUmur: 37 tahun Jenis kelamin: Laki-lakiSuku: JawaPekerjaan : SwastaAlamat : Seruyan Tengah, Kalimantan TengahMRS : 21 Mei 2015II. ANAMNESISKeluhan Utama : Nyeri MenelanRiwayat Penyakit Sekarang :Pasien mengeluhkan nyeri menelan sejak 3 minggu yang lalu, muncul perlahan, terus menerus. Lokasi di seluruh leher, baik kanan maupun kiri. Saat pasien mencoba melihat ke dalam mulutnya melalui cermin, pasien mendapati benjolan di daerah belakang mulut, lokasi kanan dan kiri. Di sekitar benjolan terdapat selaput putih, tidak mudah berdarah. 1 minggu kemudian muncul benjolan di leher sebelah kiri, tidak nyeri. Ukuran awalnya sebesar kelereng, makin membesar. 5 hari terakhir pasien mengeluh suaranya menjadi sengau, muncul tiba-tiba, hingga sekarang. Sukar menelan (-). Discharge (-). Trismus (-). Hoarness (-). Batuk (-). Muntah (-). Riwayat merokok (-). Pasien suka makan makanan yang pedas dan berlemak. Keluhan tidak disertai demamRiwayat Penyakit Dahulu :Penderita tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis dan penyakit keturunan lainnya. Tidak ada riwayat penyakit saluran pernapasan seperti asma dan alergi. Riwayat Penyakit Keluarga :Riwayat keluarga dengan penyakit tekanan darah tinggi, kencing manis, penyakit saluran pernapasan seperti asma dan alergi tidak ada. Tidak ada riwayat kelainan maupun kanker pada daerah kepala dan leher dalam keluarga.

III. Pemeriksaan FisikKeadaan Umum : BaikKesadaran: Compos mentisTanda vital: TD = 120/70 mmHgRR = 20 x/menit Nadi = 84 x/menit T = 36.6 oCKepala dan leherKepala: Bentuk normal, simetrisWajah:Dalam batas normalMata:Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokorLeher: Pembesaran KGB (-/-), JVP tidak meningkat, nyeri tekan submandibularis (+/-) THT: Lihat status lokalisThoraxJantung: S1S2 tunggal, murmur tidak ada, batas jantung normalParu: Simetris, sonor, vesikuler, ronkhi tidak adaAbdomen : Datar, hepar / lien tidak teraba, timpani, bising usus normalEkstremitas: Dalam batas normal, edema dan parese tidak adaStatus LokalisTelingaKananKiriAurikulaBentukdbndbnHematom - -Tragus pain - -Canalis auditorius eksternusSerumen - -Othorrea - -Edema - -Hiperemi - -Polip/masa - -Membran timpaniRetraksi - -Bombans - -Conus of light + +Perforasi - -Tes PendengaranRinne + +Weber tidak ada lateralisasi Schwabach sama sama Rhinoskopi AnteriorKananKiriCavum nasidbndbnDasar kavum nasidbndbnMukosa edem+-Konka hipertrofi+-Konkha pucat++Septum nasideviasi--Sekret--Perdarahan --Kesan massadi anterior--Rinoskopi PosteriorKananKiriNasofaring tdl tdlNyeri tekan sinus maksillaris - -Transiluminasi tdl tdl

TenggorokRongga mulutBibir: bentuk normal, warna merahMulut : mukosa merah muda, tidak ada radangGinggiva: mukosa merah mudaLidah: tidak hiperemis, tidak kotor, tidak ada deviasi lidahPalatum : dbnNasofaring: tidak tampak massaUvula: Deviasi ke kanan, hipertrofi (+), hiperemis (-)Refleks muntah: -TonsilKananKiriUkuran T3T2Warnahiperemis hiperemisKriptatidak melebartidak melebarDetritus++Permukaantidak rata tidak rata

FaringHiperemis (-), pseudomembran (-), edema (-)Kelenjar getah bening : -Leher : Massa (+) di coli anterior sinistra, ukuran 3x5 cm, permukaan licin, konsistensi lunak, nyeri tekan (-)

IV. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium :

Tanggal 21 Mei 2015Hb: 11.9 gr/dlLeukosit: 7.3 ribu/ulEritrosit: 4.13 juta/UlHematokrit: 36 vol%Trombosit : 223 ribu/ulGDS: 97 mg/dlSGOT: 15 U/lSGPT: 27 U/lUreum: 34 mg/dlKreatinin: 0.9 mg/dl

V. Diagnosis Banding 1. Tumor Tonsil 2. Limfoma non Hodgkin3. Limfoma Hodgkin

VI. Diagnosis Kerja Tumor Tonsil

VII. Penatalaksanaan IVFD RL 20 tpm Ampicilin 3x1 gr IV Antarain 3x1 amp IV Ranitidin 2x1 amp IV Pro Biopsi tonsil

VIIl. Follow UpLihat dilampiran.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI TONSILTonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tuba Eustachius.

A. Tonsil PalatinaTonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh: Lateral muskulus konstriktor faring superior Anterior muskulus palatoglosus Posterior muskulus palatofaringeus Superior palatum mole Inferior tonsil lingual Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat dan tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik. Noduli sering saling menyatu dan umumnya memperlihatkan pusat germinal.

Fosa TonsilFosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Berlawanan dengan dinding otot yang tipis ini, pada bagian luar dinding faring terdapat nervus ke IX yaitu nervus glosofaringeal.

PendarahanTonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu 1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden; 2) arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal.

Aliran getah beningAliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.

PersarafanTonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.

Imunologi TonsilTonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan pusat germinal pada folikel ilmfoid. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.B. Tonsil Faringeal (Adenoid)Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.C. Tonsil LingualTonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata.

II.2 PERITONSIL ABSESA. DEFINISIAbses peritonsil merupakan kumpulan/timbunan (accumulation) pus (nanah) yang terlokalisir/terbatas (localized) pada jaringan peritonsillar yang terbentuk sebagai hasil dari suppurative tonsillitis.

B. ETIOLOGIAbses peritonsil terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebabnya sama dengan kuman penyebab tonsilitis. Biasanya unilateral dan lebih sering pada anak-anak yang lebih tua dan dewasa muda.Abses peritonsiler disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob maupun yang bersifat anaerob. Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses peritonsiler adalah Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus), Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenzae. Sedangkan organisme anaerob yang berperan adalah Fusobacterium. Prevotella, Porphyromonas, Fusobacterium, dan Peptostreptococcus spp. Untuk kebanyakan abses peritonsiler diduga disebabkan karena kombinasi antara organisme aerobik dan anaerobic.

C. PATOFISIOLOGIPatofisiologi PTA belum diketahui sepenuhnya. Namun, teori yang paling banyak diterima adalah kemajuan (progression) episode tonsillitis eksudatif pertama menjadi peritonsillitis dan kemudian terjadi pembentukan abses yang sebenarnya (frank abscess formation).Bakteri dan virus masuk masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui sistem limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar masuknya udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam tinggi bau mulut serta otalgia.Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah ini, sehingga tampak palatum mole membengkak. Abses peritonsil juga dapat terbentuk di bagian inferior, namun jarang.Pada stadium permulaan, (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak juga permukaan yang hiperemis. Bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunak dan berwarna kekuning-kuningan. Tonsil terdorong ke tengah, depan, dan bawah, uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral.Bila proses terus berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada m.pterigoid interna, sehingga timbul trismus. Abses dapat pecah spontan, sehingga dapat terjadi aspirasi ke paru.Selain itu, PTA terbukti dapat timbul de novo tanpa ada riwayat tonsillitis kronis atau berulang (recurrent) sebelumnya. PTA dapat juga merupakan suatu gambaran (presentation) dari infeksi virus Epstein-Barr (yaitu: mononucleosis).

D. MANIFESTASI KLINISSelain gejala dan tanda tonsilitis akut, terdapat juga odinofagia (nyeri menelan) yang hebat, biasanya pada sisi yang sama juga dan nyeri telinga (otalgia), muntah (regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), banyak ludah (hipersalivasi), suara sengau (rinolalia), dan kadang-kadang sukar membuka mulut (trismus), serta pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan.Bila ada nyeri di leher (neck pain) dan atau terbatasnya gerakan leher (limitation in neck mobility), maka ini dikarenakan lymphadenopathy dan peradangan otot tengkuk (cervical muscle inflammation).Prosedur diagnosis dengan melakukan Aspirasi jarum (needle aspiration). Tempat aspiration dibius / dianestesi menggunakan lidocaine dengan epinephrine dan jarum besar (berukuran 1618) yang biasa menempel pada syringe berukuran 10cc. Aspirasi material yang bernanah (purulent) merupakan tanda khas, dan material dapat dikirim untuk dibiakkan.

Gambar 2. tonsillitis akut (sebelah kiri) dan abses peritonsil (sebelah kanan).Pada penderita PTA perlu dilakukan pemeriksaan:a. Hitung darah rutinb. Throat culture atau throat swab and culture: diperlukan untuk identifikasi organisme yang infeksius. Hasilnya dapat digunakan untuk pemilihan antibiotik yang tepat dan efektif, untuk mencegah timbulnya resistensi antibiotik. c. Plain radiography: pandangan jaringan lunak lateral (Lateral soft tissue views) dari nasopharynx dan oropharynx dapat membantu dokter dalam menyingkirkan diagnosis abses retropharyngeal. E. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosa tonsilitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi : Leukosit : terjadi peningkatan Hemoglobin : terjadi penurunan Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obatF. KOMPLIKASI Komplikasi yang mungkin terjadi ialah:1. Abses pecah spontan, mengakibatkan perdarahan aspirasi paru, atau piema.2. Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses parafaring. Kemudian dapat terjadi penjalaran ke mediastinum menimbulkan mediastinitis.3. Bila terjadi penjalaran ke daerah intracranial, dapat mengakibatkan thrombus sinus kavernosus, meningitis, dan abses otak.G. PENATALAKSANAANPada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika dosis tinggi dan obat simtomatik. Juga perlu kumur-kumur dengan air hangat dan kompres dingin pada leher. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin 600.000-1.200.000 unit atau ampisilin/amoksisilin 3-4 x 250-500 mg atau sefalosporin 3-4 x 250-500 mg, metronidazol 3-4 x 250-500 mg.Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah yang paling menonjol dan lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan geraham atas terakhir. Intraoral incision dan drainase dilakukan dengan mengiris mukosa overlying abses, biasanya diletakkan di lipatan supratonsillar. Drainase atau aspirate yang sukses menyebabkan perbaikan segera gejala-gejala pasien.Bila terdapat trismus, maka untuk mengatasi nyeri, diberikan analgesia lokal di ganglion sfenopalatum.Kemudian pasien dinjurkan untuk operasi tonsilektomi a chaud. Bila tonsilektomi dilakukan 3-4 hari setelah drainase abses disebut tonsilektomi a tiede, dan bila tonsilektomi 4-6 minggu sesudah drainase abses disebut tonsilektomi a froid. Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah drainase abses.Tonsilektomi merupakan indikasi absolut pada orang yang menderita abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya. Abses peritonsil mempunyai kecenderungan besar untuk kambuh. Sampai saat ini belum ada kesepakatan kapan tonsilektomi dilakukan pada abses peritonsil. Sebagian penulis menganjurkan tonsilektomi 68 minggu kemudian mengingat kemungkinan terjadi perdarahan atau sepsis, sedangkan sebagian lagi menganjurkan tonsilektomi segera. Gambar 3. tonsilektomiII.3 INDIKASI TONSILEKTOMIIndikasi Absolut a) Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner b) Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase c) Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam d) Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi Indikasi Relatif a) Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat b) Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis c) Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik -laktamase resisten d) Hipertrofi tonsil unilateral yang dicurigai merupakan suatu keganasan H. PROGNOSISAbses peritonsil hampir selalu berulang bila tidak diikuti dengan tonsilektomi, maka ditunda sampai 6 minggu berikutnya. Pada saat tersebut peradangan telah mereda, biasanya terdapat jaringan fibrosa dan granulasi pada saat operasi.

BAB IVPEMBAHASAN

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan nyeri menelan 3 minggu disertai suarau sengau demam tidak ada, dan terdapat benjolan pada leher kiri. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa gejala klinis dari tumor tonsil dan Limfoma non Hodgkin mempunyai keluhan sulit menelan dan adanya pembengkakan pada kelenjar limfe sekunder seperti cincin Waldeyer unilateral yang menandakan adanya respon imunologik terhadap antigen yang ada.Pasien berjenis kelamin laki-laki dan berusia 37 tahun, hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa faktor resiko tumor tonsil meningkat pada pria. Pada penatalaksanaan pasien diatas diberikan antibiotik berupa ampicilin untuk mengatasi infeksi yang terjadi di tonsil. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa penatalaksanaan dari tumor tonsil dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu kemoterapi, radioterapi maupun tindakan, akan tetapi karena pasien menolak maka diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Untuk mendapatkan diagnosis pasti dari jenis tumor tonsil harus dilihat gambaran histologi dari jaringan yang diambil sehingga pada pasien ini sebaiknya dilakukan pemeriksaan Patologi Anatomi untuk mendapatkan diagnosis pasti yang dapat dilakukan dengan pengambilan langsung jaringan tonsilnya ataupun dapat melakukan tindakan pembedahan tonsilektomi dahulu kemudian hasilnya diperiksa ke Patologi anatomi untuk mendapatkan diagnosis pasti dari pasien ini.

BAB VPENUTUP

Telah dilaporkan penderita Tn.S umur 37 tahun dengan diagnosis susp. tumor tonsil yang dirawat di bangsal THT RSUD Ulin Banjarmasin. Keluhan utama nyeri menelan. Dari anamnesis diketahui nyeri menelan, suara sengau, dan benjolan di leher kiri. Dari pemeriksaan didapat pembesaran tonsil dengan ukuran T3/T4, detritus (+/+), hiperemis (+/+), permukaan tidak rata, deviasi uvula, reflex muntah (-), massa di coli anterior sinistra, kenyal, immobile, ukuran 3x5 cm, tidak nyeri. Berdasarkan hasil-hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang (pemeriksaan darah) maka diagnosis kasus ini adalah susp. tumor tonsil. Rencana terapi pasien dengan pemberian antibiotik dan analgetik, serta dilakukan biopsi tonsil.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anil KL. Otolaryngology head and neck surgery in Current Diagnosis & Treatment. Management of adenotonsillar disease. 2nd edition. New York: McGrawHill; 2007.

2. Tonsil and adenoid anatomy. Edisi Juni 2011. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1899367-overview, 23 Mei 2015.

3. The fauces. Edisi 2009. Diunduh dari http://education.yahoo.com/reference/gray/subjects/subject/243, 23 Mei 2015.

4. Tonsil cancer : Sign, Symptoms and Treatment. Diunduh dari www.canceranswer.com/Tongue.Base.Tonsil.htm , 23 Mei 2015.

5. Charles W. Cummings, M.D, john M. Fredrickson, M.D, Lee A. Harker, M.D. Otolaryngology Head and Neck Surgery. Third Edition. 1993. Mosby

6. P.van den broek, L. Feenstra. Buku saku ilmu kesehatan Tenggorokan, Hidung, Telinga edisi 12. Editor ; Prof. Dr. Nurbaiti iskandar, SpTHT. EGC

7. Tonsil Cancer. Diunduh dari www.cancerresearhuk.com/tonsilcancer.com ,23 Mei 2015.

27