33
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. M DENGAN SYOK HIPOVOLEMIK e.c GI Loss DAN PERITONITIS DIFUS e.c SEPSIS INTRA AMBDOMEN POST KISTATEKTOMI BILATERAL a.i KISTA OVARIUM SINISTRA, ABSES TUBAOVARIAL DEKSTRA POD VI dengan MODS (AKI stage III dengan ASIDOSIS METABOLIK TERKONTAMINASI) DIRUANG GICU RSHS BANDUNG DISUSUN OLEH: 1. Fanny Indah S 220112140109 2. Ratih Fatma A 220112140005 3. Aditya Bayu K 220112140051 4. Rasi Akbar B 220112140087 5. Ina Islamia 220112140011 6. Herti Pardede 220112140033 7. Dhea Dezhita 220112140042 8. Dini Fathania 220112140060 9. Sisca Damayanti 220112140070 10. Sri Hardiyani 220112140079 11. Danita Suci L 220112140092 PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXVII STASE ANAK

TIC GICU

Embed Size (px)

DESCRIPTION

keperawatan

Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. M DENGAN SYOK HIPOVOLEMIK e.c GI Loss DAN PERITONITIS DIFUS e.c SEPSIS INTRA AMBDOMEN POST KISTATEKTOMI BILATERAL a.i KISTA OVARIUM SINISTRA, ABSES TUBAOVARIAL DEKSTRA POD VI dengan MODS (AKI stage III dengan ASIDOSIS METABOLIK TERKONTAMINASI) DIRUANG GICU RSHS BANDUNG

DISUSUN OLEH:1. Fanny Indah S2201121401092. Ratih Fatma A2201121400053. Aditya Bayu K2201121400514. Rasi Akbar B2201121400875. Ina Islamia2201121400116. Herti Pardede2201121400337. Dhea Dezhita2201121400428. Dini Fathania2201121400609. Sisca Damayanti22011214007010. Sri Hardiyani22011214007911. Danita Suci L220112140092

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXVII STASE ANAKUNIVERSITAS PADJADJARANFAKULTAS KEPERAWATANBANDUNG2014KASUSNy. M, usia 27 tahun, datang ke RSHS pada tanggal 2 Maret 2015 dengan keluhan utama nyeri perut. 5 hari SMRS, penderita merasakan nyeri perut di seluruh perut seperti diremas-remas. Nyeri dirasakan terus menerus dan bertambah jika penderita bergerak. Nyeri dirasakan tidak menjalar ke area tubuh lainnya. Keluhan disertai dengan rasa mual, adanya muntah, dan demam. Klien mengalami kesulitan BAK.Sebelumnya klien pernah menjalani operasi pengangkatan kista ovarium di RSHS dan dirawat dari tanggal 20 Februari 2015-24 Maret 2015Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 6 Maret 2015 di ruang GICU RSHS, kesadaran klien mengalami penurunan sehingga sulit dilakukan komunikasi mengenai apa yang dirasakan klien saat ini. Terpasang ventilator, NGT dengan warna cairan lambung hijau, terpasang DC, dan drain dari abdomen kiri pasien.Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD 90/ 60 mmHg, nadi 100 x/ menit, RR 20 x/ menit,suhu 360 C. Sklera ikterik, konjungtiva anemis, PCH (-), JVP 5+2 cmH2O, KGB tidak teraba, bentuk dan gerak thoraks simetris, bunyi jantung normal, suara napas normal, abdomen cembung tegang, hepar dan lien tidak teraba, defanse muscular (+), ekstremitas atas bawah akral teraba dingin, CRT < 2 detik, edema -/-, sianosis -/-, clubbing finger -/-Hasil pemeriksaan laboratorium : Hb 7,6 ; Ht 24 ; leukosit 11.800 ; trombosit 220.000 ; PT 13,5 ; INR 1,22 ; Aptt 37,5 ; fibrinogen 589,2 ; albumin 2,4 ; protein 5,3 ; ureum 182 ; kreatinin 8,37 ; natrium 146 ; kalium 2,7 Hasil pemeriksaan AGD : pH 7,268 ; pCO2 15,8 ; pO2 116,0 ; HCO3 6,8 ; saturasi oksigen 97,6 %Diagnosa Medis : 1. Syok hipovolemik e.c GI Loss2. Peritonitis difus e.c sepsis intra abdomen post kistektomi bilateral a.i kista ovarium sinistra, abses tubaovarial dekstra POD VI dengan MODS (AKI stage III dengan asidosis metabolikterkompensasi)

Step 11. KGB?2. MOSD?3. Peritonitis difus?Jawab1. MODS: Multiple organ disfunction syndrome 2. Peritonitis difus: peradangan peritonitis yang sudah menyebar3. KGB : kelenjar getah beningStep 21. Kenapa cairan yang keluar warna hijau?2. Mengapa bisa terjadi peritonitis?3. Kaitan penyakit awal klien dengan gi loss sampai syok hipovolemik?4. Masalah keperawatan yang timbul?5. Penanganan syok hipovolemik?6. Bagaimana proses defence muscular?Step 31. Terjadi karena adanya peradangan di rongga peritoneum yang disebabkan oleh bakteri maupun virus. Atau karena perawatan luka pos op yang tidak baik. Bisa juga terjadi karena adanya penyebaran infeksi dari tempat lain. Seperti di kasus kemungkinan dari abses tubaovarial. (soal no 2)2. Resiko penyebaran infeksi dan kekurangan volume cairan dan elektrolit. (soal no 4)3. Penanganan syok hivopolemik tergantung klasifikasinya, contoh nya kalau sudah di kelas 2 harus dikasih resusitasi cairan seperti cairan kristaloid ditambah transfusi darah. (soal no 5)4. Terjadi karena adanya rangsangan pada m.rektus abdominis. (soal no 6)

Proses penyakit / patofisiologiStep 4

Peritonitis difusePenanganan syok hipovolemikpenatalaksanaanMasalah keperawatan

Konsep penyakit

Step 5 (LO)1. Kenapa cairan yang keluar warna hijau? (soal no 1)2. Kaitan penyakit awal klien dengan gi loss sampai syok hipovolemik? (soal no 3)

KONSEP1. DEFINISIPeritonitis adalah inflamasi peritoneum-lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis atau kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Pasien dengan peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit berat dan sistemik dengan syok sepsis.2. ETIOLOGIInfeksi peritonitis terbagi atas penyebab primer (peritonitis spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ visceral), atau penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat). Infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi pertitonitis infeksi (umum) dan abses abdomen (local infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari penyakit yang mendasarinya. Penyebab peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. Penyebab lain peritonitis sekunder ialah perforasi apendisitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat diverdikulitis, volvulus dan kanker, dan strangulasi kolon asendens. Penyebab iatrogenic umumnya berasal dari trauma saluran cerna bagian atas termasuk pancreas, saluran empedu dan kolon kadang juga dapat terjadi dari trauma endoskopi. Jahitan oprasi yang bocor (dehisensi) merupakan penyebab tersering terjadinya peritonitis. Sesudah operasi, abdomen efektif untuk etiologi noninfeksi, insiden peritonitis sekunder (akibat pecahnya jahitan operasi seharusnya kurang dari 2%. Operasi untuk penyakit inflamasi (misalnya apendisitis, divetikulitis, kolesistitis) tanpa perforasi berisiko kurang dari 10% terjadinya peritonitis sekunder dan abses peritoneal. Risiko terjadinya peritonitis sekunder dan abses makin tinggi dengan adanya kterlibatan duodenum, pancreas perforasi kolon, kontaminasi peritoneal, syok perioperatif, dan transfuse yang pasif.

3. MANIFESTASI KLINISGejala peritonitis tergantung pada jenis dan penyebaran infeksinya.Biasanya penderita muntah, demam tinggi dan merasakan nyeri tumpul di perutnya. Bisa terbentuk satu atau beberapa abses. Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pita jaringan (perlengketan,adhesi) yang akhirnya bisa menyumbat usus. Bila peritonitis tidak diobati dengan seksama, komplikasi bisa berkembang dengan cepat. Gerakanper is taltikusus akan menghilang dan cairan tertahan di usus halus dan usus besar. Cairan juga akan merembes dari peredaran darah ke dalam rongga peritoneum. Manifestasi lainnya adalah:a. Perut (abdomen) sangat sakit, kembung dan kadang lembek. Rasa sakit akan semakin memburuk ketika perut disentuh atau bergerak. b. Ketidakmampuan mengeluarkan gas atau kentut dari tubuh. c. Demam dan menggigil. d. Terdapat cairan di perut. e. Susah buang air besar. f. Kelelahan berlebihan. g. Hanya sedikit buang air kecil.h. Mual dan muntah

4. KLASIFIKASIBerdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:a. Peritonitis bakterial primerMerupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua yaitu spesifik seperti tuberculosis dan bon spesifik seperti pneumonia non tuberculosis dan tonsilitis. Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.b. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum peritoneal. Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus. Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis.c. Peritonitis tersierPeritonitis tersier yaitu peritonitis yang disebabkan oleh jamur. Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.d. Peritonitis Bentuk lain dari peritonitisAseptik atau steril peritonitis, granulomatous peritonitis, hiperlipidemik peritonitis.5. KOMPLIKASIa. Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu :Komplikasi dini Septikemia dan syok septic Syok hipovolemik Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi system Abses residual intraperitoneal Portal Pyemia (misal abses hepar)

Komplikasi lanjut Adhesi Obstruksi intestinal rekuren

b. Komplikasi pasca operasi paling umum adalah eviserasi luka dan pembentukan abses. Secara bedah dapat terjadi trauma di peritoneum, fistula enterokutan, kematian di meja operasi, atau peritonitis berulang jika pembersihan kuman tidak adekuat. Namun secara medis, penderita yang mengalami pembedahan laparotomi eksplorasi membutuhkan narkose dan perawatan intensif yang lebih lama. Perawatan inilah yang sering menimbulkan komplikasi, bisa berupa pneumonia akibat pemasangan ventilator, sepsis, hingga kegagalan reanimasi dari status narkose penderita pascaoperasi.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Test laboratorium LeukositosisPada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit, basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat. Hematokrit meningkat Asidosis metabolic GDA : alkaliosis respiratori dan asidosis mungkin ada Protein / albumin serum : mungkin menurun karena penumpukkan cairan (di intra abdomen) Amilase serum : biasanya meningkat Elektrolit serum : hipokalemia mungkin ada

b. X. RayDari tes X Ray didapat:Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan: Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis. Usus halus dan usus besar dilatasi. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.c. Gambaran RadiologisPemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu : Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar dari arah horizontal proyeksi anteroposterior. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal proyeksi anteroposterior.Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran 35x43 cm. Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara lain: Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone appearance). Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air fluid level dan step ladder appearance.

7. PENATALAKSANAANPrinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.a. KonservatifIndikasi terapi konservatif, antara lain: Infeksi terlokalisisr, mis: massa appendiks Penyebab peritonitis tidak memerlukan pembedahan (pankreatitis akut) Penderita tidak cukup baik untuk dilakukan general anestesi; pada orang tua dan komorbid Fasilitas tidak memungkinkan dilakukannya terapi pembedahan.Prinsip terapinya meliputi rehidrasi dan pemberian antibiotik broad spectrum. Terapi suportif harus diberikan termasuk pemberian nutrisi parenteral pada penderita dengan sepsis abdomen di ICU. Terapi konservatif meliputi: Cairan intravenaPada peritonitisterjadi pindahnya CIS ke dalam rongga peritoneum, jumlah cairan ini harus diganti dengan jumlah yan sesuai. Jika ditemukan toksisitas sistemik atau pada penderita dengan usia tua dan keadaan umum yang buruk, CVP (central venous pressure) dan kateter perlu dilakukan, balans cairan harus diperhatikan, pengukuran berat badan serial diperlukan untuk memonitoring kebutuhan cairan. Cairan yang dipakai biasanya Ringer Laktat dan harus diinfuskan dengan cepat untuk mengoreksi hipovolemia mengembalikan tekanan darah dan urin output yang memuaskan. AntibiotikTerapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian diubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi. OksigenasiSangat diperlukan pada penderita dengan syok. Hipoksia dapat dimonitor dengan pulse oximetry atau dengan pemeriksaan BGA. Pemasangan NGTAkan mengurangi muntah dan mengurangi resiko terjadinya pneumonia aspirasi Nutrisi Parenteral Pemberian analgetik, biasanya golongan opiat (i.v.) dan juga anti muntah.

b. Definitif atau Pembedahan Tindakan PreoperatifApabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus mempersiapkan pasien untuk tindakan bedah antara lain : Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin Pemberian terapi cairan melalui I.V Pemberian antibioticc. Tindakan OperatifTerapi bedah pada peritonitis antara lain: Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan luas dari pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan infeksinya Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning, kain kassa, lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan pus, darah, dan jaringan yang nekrosis Debridemen yaitu mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin Irigasi kontinyu pasca operasi

LaparotomiPembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi. Pemberian antibiotik diteruskan samapai dengan 5 hari post operasi terutama pada peritonitis generalisata.Re-laparotomi sangat penting terutama pada penderita dengan SP yang parah yang dengan dilakukan laparotomi pertamaterus mengalami perburukan atau jatuh ke dalam keadaan sepsis. LaparoskopiLaparoskopi terbukti efektif dalam manajemen appendisitis akut dan perforasi ulkus duodenal. Dan dapat juga dilakukan pada kasus perforasi kolon, tetapi lebih sering dilakukan laparotomi. Kontraindikasi pada penderita dengan syok dan ileus Lavase peritoneum dan DrainaseLavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan larutan kristaloid (saline). Pemberian antiseptik maupun antibiotik (tetrasiklin, povidone iodine) tidak dianjurkan karena akan menyebabkan terjadinya adesi. Antibioik diberikan secara parenteral akan mencapai level bakterisidal dalam cairan peritoneum.Setelah lavase selsai dilakukan dilakukan aspirasi seluruh cairan dalam rongga abdomen karena akan menghambat mekanisme defens lokal. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.d. Terapi post-operatifTercapainya stabilitas hemodinamik dan perfusi organ yang baik dalam hal ini perlu diperhatikan pemberian cairan dan suplai darah. Pemberian antibiotik dilanjutkan 10 14 hari post operasi, tergantung pada tingkat keparahan peritonitis. (LNG)Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus pulih, dan tidak ada distensi abdomen.

8. PATOFISIOLOGI

peradangan iskemia, trauma atau perforasi tumor, peritoneal diawali terkontaminasi material (mikroorganisme)kebocoran isi rongga abdomen ke dalam rongga abdomenPeritonitiskeluarnya eksudat fibrinosakantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosaResiko perluasan infeksiakumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoranpermeabilitas kapiler meningkatpengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemiaKekurangan volume cairan dan elektrolitterjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekanan intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulitpenurunan perfusi tergangguPENGKAJIAN

1. Identitas PasienIdentitas KlienNama: Ny. MTTL: 21 Agustus 1987Umur: 28 TahunAlamat: Kp. Panghegar RT 05/ 02, LembangAgama: IslamStatus Marital: Menikah Pekerjaan: Ibu Rumah TanggaSuku Bangsa: SundaPendidikan: SLTATanggal Masuk RS: 2 Maret 2015 Tanggal Pengkajian: 6 Maret 2015No. Medrek: 0001402514Diagnosa Medis: Peritonitis difus e.c sepsis intra abdomen post kistektomi bilateral a.i kista ovarium sinistra, abses tubaovarial dekstra POD VI dengan MODS (AKI stage III dengan asidosis metabolik terkompensasi)Identitas Penanggung JawabNama: Tn. MUmur: 36 TahunHubungan: Suami Klien

2. Riwayat Kesehatana. Keluhan UtamaTidak dapat dikaji karena klien mengalami penurunan kesadaran dan terpasang ventilatorb. Riwayat Kesehatan SekarangSejak 5 hari SMRS, penderita merasakan nyeri perut di seluruh perut seperti diremas-remas. Nyeri dirasakan terus menerus dan bertambah jika penderita bergerak. Nyeri dirasakan tidak menjalar ke area tubuh lainnya. Keluhan disertai dengan rasa mual, adanya muntah, dan demam. Klien mengalami kesulitan BAK.Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 6 Maret 2015 di ruang GICU RSHS, kesadaran klien mengalami penurunan sehingga sulit dilakukan komunikasi mengenai apa yang dirasakan klien saat ini. Terpasang ventilator, NGT dengan warna cairan lambung hijau, terpasang DC, dan drain dari abdomen kiri pasien.c. Riwayat Kesehatan DahuluKlien sebelumnya pernah menjalani operasi pengangkatan kista ovarium di RSHS dan dirawat dari tanggal 20 Februari 2015-24 Maret 2015 d. Riwayat Kesehatan KeluargaTidak dapat dikajie. Data PsikososialPsikososial klien tidak terkaji. Sedangkan keluarga klien menyatakan berserah diri atas kondisi klien namun tetap berdoa dan berusaha untuk kesembuhan klien. f. Data SpiritualTidak dapat dikajig. Data ADLSelama dirawat di Ruang GICU RSHS, pemenuhan ADL (seperti pemenuhan nutrisi dan personal hygiene) klien dibantu total oleh tenaga kesehatan di ruangan tersebut terutama oleh perawat. Untuk aktivitas sendiri klien tidak bisa bergerak sama sekali karena penurunan kesadaran.

3. Pemeriksaan FisikKeadaan umum: stuporTTV: Tekanan Darah = 90/ 60 mmHgNadi = 100 x/ menitSuhu = 360 CRespirasi = 20 x/ menita. KepalaSklera ikterik, konjungtiva anemis, PCH (-), tidak terdapat luka di area kepala, tidak terdapat benjolan dan krepitasi di area tulang kepala.b. LeherJVP 5+2 cmH2O, KGB tidak teraba, tidak terdapat deviasi trakea, tidak terdapat luka dan benjolan.c. DadaGerak thoraks simetris, tidak terdapat luka, tidak terdapat krepitasi, suara napas normal, tidak terdapat suara napas tambahan.d. Abdomenabdomen cembung tegang, hepar dan lien tidak teraba, defanse muscular (+).e. GenitaliaTidak terdapat kelainan di area genitaliaf. Ekstremitas Ekstremitas atas bawah akral teraba dingin, CRT < 2 detik, edema -/-, sianosis -/-, clubbing finger -/-.

4. Pemeriksaan Diagnostika. HematologiJenisHasilNilai RujukanSatuan

PT13,511,2-15,2Detik

APTT37,522,2-42,2Detik

Hemoglobin7,611,5-13,5gr/ dL

Hematokrit2434-40%

Leukosit118005500-15500gr/ dL

Trombosit220000150000-450000m3

Monosit112-10%

b. Kimia KlinikJenisHasilNilai RujukanSatuan

Albumin2,43,5-5g/dL

Protein Total5,36,6-8,7g/dL

Ureum18215-50mg/dL

Kreatinin8,370,24-0,41mg/dL

Natrium146135-14mEq/ L

Kalium2,73,6-5,5mEq/ L

c. AGDHasil pemeriksaan AGD : pH 7,268 ; pCO2 15,8 ; pO2 116,0 ; HCO3 6,8 ; saturasi oksigen 97,6 %

5. Terapi Meropenem 3 x 1 gram Metronidazole 3 x 500 mg Furosemid 5 mg/ jam sampai target urin 1 cc/ Kg BB Target Hb 10 mg/ dL Rencana dilakukan kultur bulyon

ANALISA DATANODATAETIOLOGIMASALAH

1DS:

DO: - Hb=7,6; - Akral dingin- Sklera ikterik

Peritonitis difus

Dilakukan laparatomi ekplorasi

Resiko perdarahan saat operasi

HB menurun

Perfusi jaringan terganggu

Gangguan perfusi jaringan

2DS:

DO: -TD: 90/60 mmHg-HR= 100x/menit

Peradangan area abdomen

Kompensasi berupa retensi cairan dan elektrolit

Fungsi ginjal terganggu

Produk sisa tertumpuk

Peritonitis difus

Dilakukan pembedahan

Kehilangan cairan tubuh

Kekurangan volume cairan dan elektrolit

DS:

DO:-Terdapat luka bedah di bagian abdomen (+)-Peritonitis difus (+)Laparatomi ekplorasi

Terdapat luka terbuka

Port de entry

Resiko perluasan infeksiResiko perluasan infeksi

RENCANA ASUHAN KEPERAWATANNama Pasien: Ny.MRuangan: GICUNo. Medrek: 0001402514Nama Perawat: Kelompok 1NoDiagnosaPerencanaan

TujuanIntervensiRasional

1Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan konsentrasi hemoglobin di dalam darah ditandai denganDS: -DO: Hb=7,6; Akral dinginSetelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam tidak ada gangguan pada sirkulasi pasien dengan kriteria: Rata-rata tekanan darah dalam batas normal Pengisian kapiler < 2 detik Suhu kulit hangat Hb= 8 1. Elevasi ekstremitas 20 atau lebih di atas jantung

2. Monitor sirkulasi perifer (nadi perifer, edema, capilarry refill, warna dan suhu ekstremitas

3. Monitor hasil Laboratorium (Hb)1. Peninggian ekstremitas untuk meningkatkan venous return

2. Untuk mengetahui gambaran sirkulasi perifer

3. Hb berfungsi untuk mengikat oksigen sehingga, jika nilai Hb masih di bawah normal maka perfusi ke jaringan perifer juga akan terganggu

2Kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan akibat pembedahan pada area abdomen ditandai denganDS: -DO: TD: 90/60 mmHg; HR= 100x/menitSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam defisit volume cairan teratasi dengan kriteria hasil :1. Mempertahankan urine output dalam batas normal1. Tanda- tanda vital dalam batas normal1. Tidak ada tanda- tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab dan tidak ada rasa haus yang berlebihan1. Elektrolit, Hb, Ht dalam batas normalIntake oral dan intravena adekuat1. Observasi intake dan output setiap 8 jam

2. Monitor status hidrasi seperti kelembaban membran mukosa

3. Berikan cairan intravena NaCl 0,9%

4. Monitor tanda- tanda vital setiap 1 jam

3. Untuk mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan dan sebagai evaluasi penting untuk menentukan intervensi selanjutnya3. Sebagai parameter dalam menentukan intervensi kedaruratan3. Untuk mencegah terjadinya kehilangan cairan berkelanjutan dan mencegah terjadinya syok4. Untuk mengetahui adanyatanda- tanda perubahan yang terjadi pada status hemodinamik yang mengarah

3Resiko penyebaran infeksi b.d peningkatan port de entry ditandai dengan:DS: -DO: terdapat luka bedah di bagian abdomen (+)Peritonitis difus (+)Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien tidak mengalami infeksi dengan kriteria :1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi1. TTV dalam batas normal T = 36,5 -37,5 C; HR= 60-100x/menit;

5. Mandikan klien dengan tissue basah, lakukan oral hygiene, perawatan kulit dengan cermat, massage dengan pelembab, ganti linen dan pakaian klien dan pertahankan linen tersebut tetap bersih dan bebas dari kerutan5. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium jika terlihat tanda-tanda infeksi5. Berikan antibiotik meropenem 3x 1 gram IV dan metronidazole 3x 500 gram IV5. Batasi jumlah pengunjung5. Ajarkan keluarga atau pengunjung untuk mencuci tangan 6 lengkah dengan benar sebelum kontak dengan pasien

1. Mempertahankan tubuh klien tetap bersih dan meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit

2. Pemeriksaan laboratorium diperlukan sebagai data penunjang

3. Pemberian antibiotik dapat mengurangi resiko terjadinya infeksi tambahan4. Jumlah pengunjung yang banyak dapat menjadi sumber infeksi bagi klien

5. Cuci tangan dapat meminimalkan kontaminasi silang antara pengunjung dan pasien

CATATAN TINDAKAN KEPERAWATAN

TanggalDxImplementasiResponParaf

6 Maret 2015

11. Mengelevasikan ekstremitas 20 atau lebih di atas jantung

2. Memonitor sirkulasi perifer (nadi perifer, edema, capilarry refill, warna dan suhu.

3. Memonitor hasil Laboratorium (Hb)

1. Posisi tidur klien semi fowler

2. Nadi : 92 x/menit, tidak terdapat edema, CRT < 2 detik, akral hangat, suhu : 36,5

3. Hemoglobin 7,6 gr/dL

7 Maret 2015

25. Mengobservasi intake dan output setiap jam

6. Memonitor status hidrasi seperti kelembaban membran mukosa

7. Memberikan cairan intravena NaCl 0,9%

8. Monitor tanda- tanda vital setiap 1 jam

1. IntakeInfus :Nutrisi enteral :Obat-obatan :OutputUrine :IWL

2. Membran mukosa lembab

3. Cairan infus diberikan sesuai kebutuhan klien Nacl 0,9 %

4. TD : 95/70 mmHg, HR : 92x/mnt, RR : 20x/mnt, Suhu :36,5

9 Maret 2015

3

5. Memandikan klien dengan tissue basah, melakukan oral hygiene, merawat kulit dengan cermat, massage dengan pelembab, ganti linen dan pakaian klien dan pertahankan linen tersebut tetap bersih dan bebas dari kerutan5. Melakukan kolaborasi pemeriksaan laboratorium jika terlihat tanda-tanda infeksi5. Memberikan antibiotik meropenem 3x 1 gram IV dan metronidazole 3x 500 gram IV5. Membatasi jumlah pengunjung

5. Mengajarkan keluarga atau pengunjung untuk mencuci tangan 6 langkah dengan benar sebelum kontak dengan pasien

1. Klien bersih setelah diseka , linen bersih

2. Belum dilakukan pemeriksaan darah lagi

3. Antibiotik diberikan sesuai prinsip pemberian obat yang benar

4. Klien hanya ditunggui 1 orang yang boleh masuk ke dalam ruangan.

5. Keluarga menegtahui dan mampu mendemonstrasikan cara mencuci tangan 6 langkah dengan benar sebelum kontak dengan pasien

CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN

No Tanggal/JamDxCatatan Perkembangan

19 Maret 20151S : -O: TD : 95/70 mmHg, akral hangat, CRT < 2 detikA : Masalah teratasi sebagianP : Lanjutkan intervensi no 2 dan 3

29 Maret 20152S : - O : TD : 95/70 mmHg, RR : 20x/mnt, HR: 92x/mnt, Suhu : 36,5 Mukosa lembab, urine output :..... cc/jamA: Masalah teratasi sebagianP : Lanjutkzn intervensi no 1 dan 4

3

9 Maret 20153S : - O : Terdapat luka operasi, leukosit 11.800 m3 A : Masalah teratasi sebagian P : Lanjutkan intervensi no 1 dan 3