147
TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM PIDANA INDONESIA DAN HUKUM PIDANA ISLAM Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh : BEBEN MISHBAH NIM: 103045128137 Di Bawah Bimbingan Pembimbing I Pembimbing II Asmawi, M.Ag Dedy Nursyamsi, SH, M.Hum., KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/ 2008 M

TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

  • Upload
    dangque

  • View
    241

  • Download
    7

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM

PIDANA INDONESIA DAN HUKUM PIDANA ISLAM

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh :

BEBEN MISHBAH NIM: 103045128137

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Asmawi, M.Ag Dedy Nursyamsi, SH, M.Hum.,

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H/ 2008 M

Page 2: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM PIDANA INDONESIA DAN HUKUM PIDANA ISLAM telah diajukan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 27 Maret 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Jinayah Siyasah (Pidana Islam).

Jakarta, 27 Maret 2008 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum

Prof.DR.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP. 150 210 422

PANITIA UJIAN 1. Ketua : Asmawi, M.Ag. (………...……)

NIP. 150 282 394

2. Sekretaris : Sri Hidayati, M.Ag (…………..….) NIP. 150 282 403

3. Pembimbing I : Asmawi, M.Ag. (…………..….)

NIP. 150 282 394

4. Pembimbing II : Dedy Nursyamsi, SH, M.Hum. (………..…….) NIP. 150 264 001

5. Penguji I : Prof.DRH. Muhammad Amin Suma,SH,MA,MM(..…..………...)

NIP. 150 210 422

6. Penguji II : H. Zubir Laini, SH (……………...) NIP.

Page 3: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

KATA PENGANTAR

بسم اهللا الـرحمن الـرحيم وهدانا, وجعلنا من أحسن المخلوقات, الحمد هللا رب العـالمين خالق السماوات واألرض وما بينهما

, شيرة وأستاذ اإلنسانية صلى اهللا عليه وسلموالصالة والسالم على سيد الب. بهدايته وعلومه الواسعة)أما بعد. (وعلى آله وأصحابه هداة األنام

Tiada untaian kata yang paling indah selain puja serta puji syukur kehadirat Allah

Swt, atas taufiq, hidayah dan inayahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw, dan kepada keluarganya, sahabat serta para pengikutnya sampai akhir zaman. Amien.

Sebagai manusia yang tak luput dari kekhilafan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Dalam menyelesaikan skripsi ini tidak sedikit kesulitan serta hambatan yang dialami oleh penulis. Dan berkat kesungguhan hati, dengan penuh harapan, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Hal ini berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan ribuan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Asmawi, M.Ag., dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag., selaku Ketua dan Sekretaris

Jurusan Jinayah Siyasah Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Asmawi, M.Ag., dan Bapak Dedy Nursyamsi, M.Hum., selaku dosen

pembimbing Skripsi, yang dengan penuh kesabaran membimbing penulis serta telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

4. Pimpinan dan Staf Perpustakaan PemDa Jakarta Selatan, dan Perpustakaan Nasional

Salemba, Jakarta. Pimpinan dan Staf Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kesehatan Jakarta yang telah membantu penulis mengadakan riset, serta Pimpinan dan Staf Lembaga Pelayanan Masyarakat (LPM) Dompet Dhuafa yang telah memberikan bantuan dana demi terselesaikannya Skripsi ini.

5. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama, dan Perpustakaan Fakultas Syari’ah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, atas pelayanannya yang sangat membantu penulis dalam memperoleh referensi selama menyusun Skripsi ini.

6. Yang Mulia Bapak KH. Jaemi Sukma Wijaya Kusuma, selaku pengasuh Pon-Pes

Minhajut Tholibin, ) عسي اهللا يطول عمورآم و يصحه أجسدآم و يدخلكم من بين مخلصين)الـصالحين

7. Yang tercinta dan tersayang kedua orang tua penulis, Bapak H. Uci Sanusi dan

Ibunda Sartunah (Almh), yang dengan penuh curahan kasih sayang dan doa sehingga

Page 4: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Skripsi ini dapat penulis selesaikan. Kakak dan adikku Kusnadi, Yayah, Faruqi, Tuti, Alan, Nurbaiti, Hafidz, dan si kecil Sandi.

8. Kawan-kawan seperjuangan di Pidana Islam, Iwan, Jabier, Asep, Ma’ruf, Wildan,

Uboey, Onel, Adien, Ramboel, Suwardy, dan Ajon yang sudah sama-sama mengalami pahitnya kehidupan (semangat trus ‘Jon!). Para akhwat PI, Anita, Didi, Lexa, Manse, i2k, Lina, Iyam, Iroh, Dewi, Elga dan untuk saudaraku Anna yang sudah banyak membantu penulis, serta teman-teman Pidana Islam angkatan 2003 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu “Kalian adalah mata rantai yang takan pernah terputus”.

9. Seseorang yang berhati lembut dan penuh kasih sayang “Nopianti Herlis“ dengan

ketulusan hati memberi motivasi dan mengisi hari-hari penulis menjadi indah. (Hatur nuhun nya’ Neng..!).

10. Orang-orang yang secara tidak langsung membatu penulis, Mas Nano, teman-teman

Cibodas Bikers Club (CBC), Rivald, Agoes Rahman, Jay, Alumni Pon-Pes Mathla’ul Huda (Pandeglang, Banten), Ade, Fitri, Luthfi dan lainnya, Ummi, Umah, Wulan, Tiwi, Yarnah, lia, Dhila, dan Lenny.

Dengan untaian do’a, semoga semua kebaikan dan bantuan mereka yang telah banyak

memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis, mendapat balasan pahala yang berlipat ganda dari Allah Swt. Dan semoga Skripsi ini, dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca. Amien...!

Jakarta, 27 Maret 2008 M 19 Rabi’ul Awwal 1429 H

Penulis

Page 5: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM

PIDANA INDONESIA DAN HUKUM PIDANA ISLAM

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh :

Beben Mishbah

NIM : 103045128137

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

Page 6: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H/ 2008 M DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………… i

DAFTAR ISI …………………………………………………………... iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ………………………………… 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah …………………… 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………….. 7

D. Tinjauan Pustaka …………………………………………. 8

E. Metode Penelitian ………………………………………... 10

F. Sistematika Penulisan ……………………………………. 11

BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM PIDANA INDONESIA DAN HUKUM

PIDANA ISLAM TENTANG TINDAK PIDANA

A. Tindak Pidana Menurut Hukum Pidana Indonesia ………… 13

1. Pengertian Tindak Pidana ……………………………….. 13

2. Unsur-unsur Tindak Pidana …………….……………….. 15

3. Klasifikasi Tindak Pidana ………………………………. 18

B. Tindak Menurut Hukum Pidana Islam …………. ………… 23

1. Pengertian Tindak Pidana (Jarimah) ……………………. 23

2. Unsur-unsur Tindak Pidana ……………………………... 25

3. Klasifikasi Tindak Pidana ……………………………….. 27

BAB III PROFESI KEDOKTERAN DALAM PANDANGAN HUKUM

INDONESIA DAN HUKUM ISLAM

Page 7: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

A. Pengertian, Sejarah dan Jenis Profesi Kedokteran …………… 32

1. Pengertian Profesi Kedokteran …………………………….. 32

2. Praktek Kedokteran Dalam Lintas Sejarah ………………… 36

3. Jenis-jenis Profesi Kedokteran …………………………….. 49

B. Hak dan Kewajiban Profesi Kedokteran …………………….. 51

C. Tanggung Jawab Profesi Kedokteran ………………………… 56

1. Tanggung Jawab Etik Profesi ……………………………… 57

2. Tanggung Jawab Hukum …………………………………... 64

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA INDONESIA DAN HUKUM

PIDANA ISLAM TENTANG TINDAK PIDANA PROFESI

KEDOKTERAN

A. Tindak Pidana Profesi Kedokteran Dalam Pandangan

Hukum Pidana Indonesia ……………………………………. 67

1. Ancaman Pidana Penyelenggaraan Praktik Kedokteran

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)…. 71

2. Ancaman Pidana Dalam Undang-undang

No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran ……… 81

B. Tindak Pidana Profesi Kedokteran Dalam Pandangan

Hukum Pidana Islam…………………………………………. 92

C. Analisa Perbandingan Hukum Pidana Indonesia

dan Hukum Pidana Islam ……………………………………. 117

D. Contoh Kasus Seputar Tindak Pidana

Profesi Kedokteran …………………………………………. 133

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ………………………………………………… 140

B. Saran-saran ………………………………………………… 150

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 152

Page 8: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

LAMPIRAN

Page 9: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebutuhan manusia terhadap pertolongan pengobatan untuk menyelamatkan

nyawanya merupakan hal yang mendasar yang diperlukan oleh setiap makhluk hidup

insani. Oleh karena itu, diperlukan pihak yang mempunyai keahlian untuk memberikan

pertolongan kepadanya agar terbebas dari penyakit yang dideritanya tersebut. Dokter

merupakan ilmuan yang telah dididik secara profesional untuk memberikan pertolongan

kepada seseorang yang membutuhkan pelayanan medisnya.1

Dokter sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan kepada

masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting karena terkait langsung dengan

pemberian pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan yang diberikan. Landasan utama

bagi dokter untuk dapat melakukan tindakan medik terhadap orang lain adalah ilmu

pengetahuan, teknologi, dan kompetensi yang dimilikinya yang diperoleh melalui

pendidikan dan pelatihan.2

Dalam era globalisasi seperti yang terjadi saat ini profesi kesehatan merupakan salah

satu profesi yang banyak mendapat sorotan dari masyarakat, karena sifat pengabdiannya

1 Anny Isfandyarie dan Fachrizal Afandi, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter Buku II, (Jakarta, Prestasi Pustaka, 2006), h. v

2 Hendorojono Soewono, Perlindungan Hak-hak Pasien dalm Transaksi Terapeutik, (Surabaya,

Srikandi, Cet I, 2006), h. 4

Page 10: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

kepada masyarakat yang sangat komplek. Etika profesi yang semula mampu menjaga

citra tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas profesinya kelihatannya makin

memudar sehingga perlu didukung oleh peraturan perundang-undangan yang lebih

meningkat bagi para tenaga kesehatan dan lebih memperdayakan pasien dan keluarganya

sebagai pengguna pelayanan kesehatan.

Meningkatnya sorotan masyarakat terhadap profesi kesehatan disebabkan oleh

berbagai perubahan antara lain adanya kemajuan di bidang ilmu dan teknologi kesehatan,

perubahan karakteristik masyarakat tenaga kesehatan sebagai pemberi jasa, dan juga

perubahan masyarakat pengguna jasa kesehatan yang lebih sadar akan hak-haknya.

Sorotan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan merupakan suatu kritik yang baik

terhadap profesi kesehatan, agar para tenaga kesehatan dapat meningkatkan pelayanan

profesi kesehatannya terhadap masyarakat.

Sebenarnya sorotan masyarakat terhadap profesi kesehatan merupakan suatu pertanda

bahwa pada saat ini sebagian masyarakat belum puas terhadap pelayanan kesehatan dan

pengabdian profesi tenaga kesehatan terhadap masyarakat pada umumnya dan pasien

pada khususnya. Berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap dokter, maraknya

tuntutan yang diajukan masyarakat dewasa ini sering kali diidentikan dengan kegagalan

upaya penyembuhan yang dilakukan oleh dokter. Sebaliknya, apabila tindakan yang

dilakukan dapat berhasil dianggap berlebihan, padahal dokter dengan ilmu pengetahuan

dan teknologi yang dimilikinya hanya untuk

penyembuhan, dan kegagalan penerapan ilmu kedokteran tidak selalu identik dengan

kegagalan dalam tindakan.3

3 Hendrojono Soewono, Perlindungan Hak-hak Pasien dalam Transaksi Terapeutik, h. 5

Page 11: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Namun hasrat memberikan pertolongan kepada sesama tersebut tidaklah semulus

yang dicita-citakan oleh para pengemban profesi kesehatan ini. Ancaman pidana

menghantui harapan mulianya tersebut, sehingga beberapa di antaranya lebih memilih

untuk tidak melanjutkan pengabdiannya sebagai seorang dokter.4 Deretan ancaman

pidana yang dapat dikenakan bagi profesi ini makin hari makin bertambah yang tersebut

dalam beberapa undang-undang, yaitu kitab undang-undang hukum pidana (KUHP),

Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-undang No. 29 tahun

2004 tentang Praktek Kedokteran. Di dalam undang-undang tersebut ada beberapa pasal

yang berisi tentang ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan

yang dapat dipidana yang dapat diancamkan dalam pelaksanaan praktik kedokteran.

Munculnya kasus-kasus dalam tindakan medik merupakan indikasi bahwa kesadaran

hukum masyarakat semakin meningkat. Semakin sadar masyarakat akan aturan hukum,

semakin mengetahui mereka akan hak dan kewajibannya dan semakin luas pula suara-

suara yang menuntut agar hukum memainkan peranannya di bidang kesehatan.5 Pada

dasarnya kesalahan dan kelalaian dokter dalam melaksanakan profesi medis, merupakan

suatu hal yang penting untuk dibicarakan, hal ini disebabkan karena akibat kesalahan atau

kelalaian tersebut mempunyai dampak yang sangat merugikan. Selain merusak atau

mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap profesi kedokteran juga menimbulkan

kerugian pada pasien. Untuk itu dalam memahami ada atau tidak adanya kesalahan atau

kelalaian tersebut, terlebih dahulu kesalahan atau kelalaian pelaksanaan profesi harus

4 Anny Isfandyarie dan Fachrizal A, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter, h. v 5 Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan, Pertanggung Jawaban Dokter, (Jakarta, PT Rineka

Cipta, 2005), Cet I, hlm 4

Page 12: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

diletakkan berhadapan dengan kewajiban profesi, di samping itu pula diperhatikan aspek

hukum yang mendasarinya.6

Pada hakekatnya pembangunan dalam bidang kesehatan ditunjukan untuk

meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat hidup sehat bagi setiap

orang untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur

kesejahteraan. Hal ini sebagaimana diamanatkan oleh pembukaan Undang-undang Dasar

Republik Indonesia 1945.

Begitu pula dalam ajaran Islam, Islam sangat menghargai jiwa lebih-lebih terhadap

jiwa manusia. Cukup banyak ayat al-Qur’an maupun Hadits yang mengharuskan kita

untuk menghormati dan memelihara jiwa manusia (hifdz al-nafs). Jiwa, meskipun

merupakan hak asasi manusia tetapi ia adalah anugerah dari Allah SWT.7 Oleh

karenanya, seseorang sama sekali tidak berwenang dan tidak boleh melenyapkan tanpa

kehendak dan aturan Allah sendiri. Di antara firman Allah yang menyinggung soal jiwa

atau nafs adalah:

Surat al-Hijr ayat 2 ﴾٢: ﴿الحجر ونو إنا لنحن نحي ونميت ونحن الـوارث

Artinya: “Dan sesungguhnya benar-benar kamilah yang menghidupkan dan mematikan,

dan kami (pulalah) yang mewarisi” (QS. al-Hijr: 2).

Surat al-Najm ayat 44 ﴾٤٤: ﴿النجم و إنه هو أمات و أحيا

Artinya: “Dan bahwasanya dialah yang mematikan dan menghidupkan” (QS. al-Najm:

44).

6 Ibid., h. 5 7 Chuzaimah Tahido Yanggo dan Hafidz Anshory, Problematika Hukum Islam Kontemporer IV,

(Jakarta, PT Pustaka Firdaus, 2002), cet ke III, h. 69

Page 13: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Agar supaya manusia tidak memandang murah terhadap jiwa manusia, maka Allah

memberikan ancaman bagi mereka yang meremehkannya. Tindakan merusak atau

menghilangkan jiwa milik orang lain maupun jiwa milik sendiri adalah perbuatan

melawan hukum Allah. Tindakan menghilangkan jiwa hanya diberikan kepada lembaga

peradilan (Pemerintah Islam) sesuai dengan aturan pidana Islam. Ini pun dilakukan dalam

rangka memelihara dan melindungi jiwa manusia secara keseluruhann. Sebagaimana

tergambar dalam firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 179:

﴾١٧٩: ﴿البقرة أللبب لعلكم تتقوانولكم في القصاص حيوة يآؤلي ا Artinya: “Dan dalam Qishash itu terdapat (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai

orang-orang yang berakal supaya kamu bertakwa” (QS. al-Baqarah: 179)

Begitu besarnya penghargaan Islam terhadap jiwa, sehingga segala perbuatan yang

merusak atau menghilangkan jiwa manusia diancam dengan hukuman yang setimpal

(Qishas atau Diyat).

Dari latar belakang di atas penelitian ini diberi judul : ”Tindak Pidana Profesi

Kedokteran Menurut Hukum Pidana Indonesia Dan Hukum Pidana Islam”.

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

Mengingat permasalahan di bidang kedokteran amat luas untuk dibahas maka dalam

skripsi ini dibatasi pada aspek pidana yang berkaitan dalam dunia kedokteran, khususnya

mengenai sanksi pidananya. Sedangkan yang dimaksud dengan hukum pidana Indonesia

adalah hukum pidana yang berlaku di Indonesia yaitu, ketentuan-ketentuan pidana dalam

Kitab undang-undang hukum pidana (KUHP), dan Undang-undang Nomor. 29 tahun

2004 tentang Praktek Kedokteran.

Page 14: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Agar penelitian ini lebih terpokus dan terarah maka penulis membatasi tulisan ini

hanya pada ketentuan sanksi pidana profesi kedokteran menurut hukum pidana Indonesia

dan Hukum Pidana Islam.

Adapun rumusan masalah dalam skripsi ini adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan profesi kedokteran dalam hukum Indonesia dan hukum

Islam?

2. Bagaimana hak dan kewajiban profesi kedokteran dalam pandangan hukum

Indonesia dan hukum Islam ?

3. Bagaimana pandangan hukum pidana Indonesia dan hukum pidana Islam mengenai

tindak pidana profesi kedokteran, dan bagaimana ketentuan sanksi pidananya ?

4. Bagaimana persamaan dan perbedaan antara hukum pidana Indonesia dan hukum

pidana Islam mengenai tindak pidana profesi kedokteran ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui hak dan kewajiban profesi kedokteran dalam hukum

Indonesia dan hukum Islam.

b. Untuk mengetahui dan mengidentipikasi tindakan-tindakan profesi kedokteran

yang terkena ancaman pidana.

c. Untuk mengetahui gambaran pandangan hukum pidana Indonesia dan hukum

pidana Islam mengenai tindak pidana profesi kedokteran.

d. Untuk mengetahui persaman dan perbedaan antara hukum pidana Indonesia

dan hukum pidana Islam mengenai tindak pidana profesi kedokteran.

Page 15: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

2. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat luas pada umunya

dan dokter atau pelayan kesehatan pada khususnya dalam rangka memahami ketentuan

sanksi pidana dalam bidang medik, sehingga para pemberi pelayanan kesehatan berhati-

hati dalam menjalankan profesinya yang amat mulia itu. Juga hasil penelitian ini dapat

memberikan khazanah pengetahuan di bidang hukum Islam khususnya hukum pidana

Islam di bidang medik (kesehatan).

D. Tinjauan Pustaka

Dari beberapa hasil penelitian yang ada di Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta belum terdapat penelitian yang secara

spesifik membahas tentang tindak pidana tenaga medik, sejauh yang penulis temui hanya

terdapat penelitian yang mambicarakan tentang Euthanasia atau yang sering disebut

dengan Mercy Killing (mati dengan tenang).8

Namun terdapat suatu penelitian yang kiranya senada dengan judul tindak pidana

profesi kedokteran, yaitu hasil penelitian yang disusun oleh dr. Anny Isfandriyari, Sp.

An., SH dari fakultas Hukum Universitas Brawijaya dengan judul “Resiko Medik dan

Malpraktek Dalam Kajian Hukum Pidana”. Akan tetapi hasil dari penelitiannya hanya

murni dalam kajian hukum pidana Indonesia, sedangkan dalam penelitian tindak pidana

profesi kedokteran tidak hanya dalam perspektif hukum pidana Indonesia semata

melainkan termasuk juga hukum pidana Islam.

8 Ibid., h. 64

Page 16: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Juga terdapat Tesis yang sekiranya serupa membahas permasalah dalam dunia Medik,

yaitu Tesis yang disusun oleh Khairurrahman,9 dengan judul “Masalah-Masalah

Kedokteran Dalam Fatwa-Fatwa Yusuf Al-Qaradhawi”, yang membahas seputar

masalah-masalah kedokteran yang terdapat dalam fatwa-fatwa Al-Qaradhawi meliputi

persoalan yang berkenaan dengan masalah Euthanasia, transplansi organ tubuh, aborsi,

bank susu, kloning pada manusia, dan inseminasi buatan. Dan membicarakan tentang

Istinbath hukum yang berkenaan dengan masalah-masalah kedokteran dengan

menggunakan metode (maslahah mursalah).

Di antara bahan-bahan pustaka yang menjadi rujukan dalam penelitian ini ialah

Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, Kitab Undang-undang

hukum pidana (KUHP). Buku yang berjudul “Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi

Dokter buku I dan II” yang membicarakan segala ancaman pidana yang terdapat dalam

KUHP, UU No. 23 tahun 1992, dan UU No. 29 tahun 2004. Dan buku yang berjudul

“Perlindungan Hak-Hak Pasien Dalam Transaksi Terapeutik”, pembahasannya meliputi

hak-hak pasien dan seputar tindak pidana, perdata dalam dunia medik. Serta buku

“Hukum Kesehatan (Pertanggung jawaban Dokter)”, membahs tentang pertanggung

jawaban dokter yang menyangkut dengan segi hukum dan etika kedokteran dalam

menjalankan profesinya10. Di samping itu dalam kajian Islam terdapat pula buku-buku

yang menjadi rujukan dalam penelitian ini diantaranya kitab “At-Tasyri’ Al-Jinaiy Al-

Islamiy” karangan Abdul Qadir Audah yang secara spesifik membicarakan segala macam

9 Mahasiswa Program Pasca Sarjana, Konsentarsi Syari’ah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 10 Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan, Pertanggung jawaban Dokter, h. vi

Page 17: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

tindak pidana (Jarimah), klasifikasi, dan sanksinya dalam pandangan hukum Islam. Dan

bahan-bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan hukum pidana Islam (Fiqh Jinayah).

E. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan

dan menjelaskan suatu variable penelitian. Sedangkan dari segi tipe penelitian ini

merupakan penelitian hukum-doktrinal (penelitian hukum normatif) yaitu penelitian

hukum berupa norma-norma dan doktrin yang dalam penelitian ini ialah Undang-undang

nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, KUHP, dan aturan dalam hukum

pidana Islam.

Teknik pengumpulan data berupa studi dokumentasi (kepustakaan) yaitu

mengumpulkan data-data dan dokumen-dokumen atau bahan tertulis yang terdapat dalam

UU No. 29 tahun 2004, KUHP, dan hukum Islam berupa segala ketentuan-ketentuan

pidananya, buku-buku, media cetak dan elektonik yang berkaitan dengan penelitian ini.

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan-bahan dokumen.

Adanya bahan hukum primer yaitu Undang-undang tentang Praktik Kedokteran, KUHP,

dan Yurisprudensi. Sedangkan data skunder ialah bahan-bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengeanai bahan hukum primer yaitu buku-buku hukum, majalah, koran,

maupun internet (website) yang ada korelasinya dengan materi yang menjadi pokok

masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini.

Page 18: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Sedangkan teknik analisis data adalah analisis isi secara kualitatif (Qualitative

Content Analysis), juga diterapkan metode perbandingan hukum. Kemudian menganalisis

ketentuan pidana dalam UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, KUHP dan

diperbandingkan antara pandangan hukum pidana Islam dan hukum pidana Indonesia.

Teknik penulisan skripsi ini menggunakan “Buku Pedoman Penulisan Skripsi

Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta 2007” dengan beberapa pengecualian, yaitu terjemahan ayat-ayat Al-Qur’an dan

Hadits ditulis tanpa memandang sedikit baris dan banyaknya baris, penulisan ayat-ayat

Al-Qur’an dan Hadits tidak dicantumkan catatan kaki karena ditulis dari ayat pada akhir

ayat tersebut.

F. Sistematika Penelitian

Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang perinciannya sebagai berikut:

Bab Pertama, yaitu Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan

dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, serta metode

penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab Kedua, yaitu Tinjauan umum hukum pidana Indonesia dan hukum pidana Islam

tentang tindak pidana, meliputi Pengertiaan tindak pidana, klasifikasi, dan sanksi pidana

dalam hukum pidana Indonesia dan hukum pidana Islam.

Bab Ketiga, yaitu Profesi kedokteran dalam pandangan hukum Indonesia dan hukum

Islam, yaitu meliputi Pengertian, sejarah dan macam-macam profesi kedokteran. Hak dan

kewajiban profesi kedokteran dalam hukum Indonesia dan hukum Islam, dan Tanggung

jawab profesi kedokteran.

Page 19: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Bab Keempat, yaitu Tinjauan hukum pidana Indonesia dan hukum pidana Islam

mengenai tindak pidana profesi kedokteran, analisis tentang perbandingan (komparasi)

hukum pidana Indonesia dan hukum pidana Islam tentang tindak pidana profesi

kedokteran, dan contoh kasus seputar tindak pidana profesi kedokteran.

Bab Kelima, Bab ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Di

akhir penulisan ini dilampirkan daftar pustaka yang menjadi acuan dalam menyusun

skripsi.

Page 20: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

BAB II

TINJAUAN UMUM HUKUM PIDANA INDONESIA DAN HUKUM PIDANA

ISLAM TENTANG TINDAK PIDANA

A. Tindak Pidana Menurut Hukum Pidana Indonesia.

1. Pengertian Tindak Pidana.

Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana

Belanda yaitu “strafbaar feit11 Secara etimologis (bahasa) pengertian tindak pidana

adalah suatu tindakan kejahatan, jika dilihat dari segi hukum mengenai perbuatan-

perbuatan dan pelanggaran-pelanggaran terhadap penguasa.12 Perkataan “feit” itu sendiri

dalam bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu kenyataan” atau (Een Gedelte Van De

Werkelijkheid), sehingga secara harfiah perkataan “strafbaar feit” itu dapat diterjemahkan

sebagai “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum”, sudah barang tentu tidak

tepat, oleh karena kelak kita akan ketahui bahwa yang dapat dihukum itu sebenarnya

adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan atau pun tindakan.13

Sedangkan menurut pengetian terminologis (istilah), kata tindak pidana memiliki

banyak pengertian sebagaimana yang dikemukakan oleh beberapa pakar hukum sebagai

berikut :

11 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I: Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori

Pemidanaan dan Batas-batas Berlakunya Hukum Pidana, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2002), Cet ke I, h. 67

12 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1999), h. 750 13 P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung, PT Citra Aditya Bakti,

1997), cet ke III, h. 181

Page 21: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

a. Menurut Prof. Moeljatno, SH, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan

perbuatan (tindak) pidana atau delik adalah perbuatan yang oleh hukum pidana

dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar

laranga-larangan tersebut).14

b. Profesor Simons, merumuskan bahwa “Een strafbaar feit” adalah handeling

(tindakan atau perbuatan) yang diancam dengan pidana oleh undang-undang,

bertentangan dengan hukum (onrechtmatig) dilakukan dengan kesalahan (schuld)

oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab.15 Kemudian beliau membaginya

dalam dua golongan unsur yaitu unsur-unsur objektif yang berupa tindakan yang

dilarang atau diharuskan, akibat keadaan atau masalah tertentu, dan unsur

subjektif yang berupa kesalahan (schuld) dan kemampuan bertanggung jawab

(teorekenings vatbar) dari petindak.

c. Sedangkan menurut R. Tresna, merumuskan atau memberikan definisi perihal

peristiwa (tindak) pidana menyatakan bahwa, “Peristiwa (tindak) pidana itu

adalah sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan

dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya, terhadap

perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman”.16

Dari pengertian di atas selanjutnya Tresna menyatakan bahwa dalam peristiwa

(tindak) pidana itu mempunyai beberapa syarat, yaitu:

a. Harus ada suatu perbuatan manusia

14 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta, PT Rineka Cipta, 2002), cet ke VII, h. 2 15 E.Y. Kanter, dan S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya,

(Jakarta, Storia Grafika, 2002), cet ke III, 2002 16 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, h. 72

Page 22: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

b. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan di dalam ketentuan hukum

c. Harus terbukti adanya “dosa” pada orang yang berbuat, yaitu orangnya harus

dapat dipertanggungjawabkan

d. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum

e. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumannya dalam undang-

undang.

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana.

Di dalam perbuatan yang dapat dipidana dikenal adanya dua unsur yang melekat,

yaitu Criminal Act (unsur yang melekat pada perbuatannya) dan Criminal Responsibility

atau Criminal Liability (unsur yang melekat pada orang yang melakukan tindak pidana)

yang dalam istilah hukum disebut sebagai pertanggungjawaban dalam hukum pidana.17

Membicarakan mengenai unsur-unsur tindak pidana, dapat dibedakan setidak-

tidaknya dari dua sudut pandang, yakni18:

a. Unsur tindak pidana menurut beberapa teoritis

b. Unsur rumusan tindak pidana dalam undang-undang

1). Unsur tindak pidana menurut beberapa teoritis

Unsur tindak pidana menurut beberapa teoritis adalah unsur-unsur apa yang ada

dalam tindak pidana melihat bagaimana bunyi rumusan-rumusan berdasarkan para ahli

hukum. Beberapa contoh menurut pendapat atau teori para ahli hukum ialah:

Menurut Moeljatno, unsur-unsur tindak pidana adalah:

17 Anny Isfandyarie dan Fachrizal Afandi, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter Buku

ke II, (Jakarta, Prestasi Pustaka, 2006), Cet I, h. 26 18 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, h. 78

Page 23: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

a. Perbuatan;

b. Yang dilarang (oleh aturan hukum);

c. Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan).

Menurut Jonkers, unsur-unsur tindak pidana adalah:

a. Perbuatan (yang);

b. Melawan hukum (yang berhubungan dengan);

c. Kesalahan (yang dilakukan oleh orang yang dapat);

d. Dipertanggungjawabkan.

2). Unsur rumusan tindak pidana dalam undang-undang

Unsur rumusan tindak pidana dalam undang-undang adalah unsur-unsur lain baik

sekitar atau mengenai objek kejahatan maupun perbuatan secara khusus untuk rumusan

tertentu dalam pasal-pasal peraturan perundang-undangan. Dari rumusan-rumusan tindak

pidana tertentu dalam KUHP itu, maka dapat diketahui adanya delapan unsur tindak

pidana, yaitu:

a. Unsur tingkah laku

b. Unsur melawan hukum

c. Unsur kesalahan

d. Unsur akibat konstitutif

e. Unsur akibat keadaan yang menyertainya

f. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana

g. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana

h. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana.

Page 24: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Menurut Lamintang bahwa setiap tindak pidana yang terdapat dalam kitab undang-

undang hukum pidana itu pada umumnya dapat dijabarkan dan dibagi menjadi dua

macam unsur, yakni unsur-unsur subjektif dan unsur-unsur objektif.19

Unsur-unsur subjektif, adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang

berhubungan dengan diri si pelaku, termasuk kedalamnya yaitu segala sesuatu yang

terkandung dalam hatinya.

Sedangkan unsur-unsur objektif, itu ialah unsur-unsur yang berhubungan dengan

keadaan-keadaan, yaitu di mana keadaan tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus

dilakukan.

3. Klasifikasi Tindak Pidana.

Perbuatan (tindak) pidana berdasarkan sifatnya secara kualitatif, Moeljatno

menyebutkan di dalam KUHP dikenal adanya dua jenis perbuatan pidana, yang terdiri

dari:

a. Kejahatan (misdrijven), misalnya pencurian (pasal 362 KUHP), penggelapan

(pasal 378 KUHP), penganiayaan (pasal 351 KUHP), pembunuhan (pasal 338

KUHP), dan sebagainya.

b. Pelanggaran (overtredingen), misalnya: kenakalan (pasal 486 KUHP), mengemis

di tempat umum (pasal 504 KUHP), mengadakan pesta atau keramaian umum

tanpa izin pejabat yang berwenang (pasal 510 KUHP), dan sebagainya.20

Menurut M.v.T, menjelaskan pembagian atas kedua bagian di atas didasarkan pada

perbedaan prinsipil. Dikatakan bahwa kejahatan adalah “rechtsdeliten” yaitu perbuatan-

19 P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana, h. 193 20 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, h. 2

Page 25: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam undang-undang sebagai perbuatan

pidana, telah dirasakan sebagai onrecht sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata

hukum.21

Pelanggaran sebaliknya adalah “wetsdeliktern” yaitu perbuatan-perbuatan yang sifat

melawan hukumnya baru dapat diketahui setelah ada wet yang menentukan demikian.

Perbuatan-perbuatan pidana ini oleh Moeljatno dikatakan sebagai perbuatan yang

menurut wujud dan atau sifatnya adalah bertentangan dengan tata atau ketertiban yang

dikehendaki oleh hukum dan merupakan perbuatan melawan hukum yang merugikan

masyarakat.

Selain membedakan antara kejahatan dan pelanggaran, menurut Moeljatno biasanya

dalam teori dan praktek dibedakan pula antara lain dalam22 :

1. Delik dolus dan Delik culpa (tindak pidana sengaja dan kealpaan)

Delik dolus merupakan delik (perbuatan pidana) yaitu dilakukan dengan sengaja,

sebagai contoh pasal 338 KUHP yang merumuskan:

“Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, …”.23

Sedangkan delik culpa merupakan perbuatan pidana yang tidak disengaja atau

merupakan kealpaan dan kelalaian, sebagaimana disebutkan dalam pasal 359 KUHP:

“Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati…”.

2. Delik commissionis dan Delikta commissionis

21 Ibid., h. 71 22 Ibid, h. 75 23 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta, PT Renika Cipta, 2005), cet ke 12, h. 134

Page 26: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Delik commissionis merupakan perbuatan pidana yang terjadi karena seseorang

berbuat sesuatu (melakukan sesuatu) perbuatan yang dilarang oleh aturan-aturan pidana,

misalnya mencuri (pasal 362 KUHP), menggelapkan (pasal 372 KUHP), atau menipu

(pasal 378 KUHP), dan sebagainya. Yang termasuk di dalam delik commissionis bagi

praktik kedokteran misalnnya: melakukan praktik kedokteran tanpa mimiliki SIP (pasal

76 Undang-undang Praktik Kedokteran), melakukan praktik kedokteran tanpa membuat

rekam medis (pasal 79 huruf b Undang-undang Praktik Kedokteran).24

Sedang delikta commissionis adalah perbuatan yang dikualifikasikan sebagai tindak

pidana karena seseorang tidak berbuat atau melakukan sesuatau yang seharusnya ia

lakukan. E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, memberikan istilah lain dari delikta ommissionis

yaitu delik omisi atau tindakan pasif (passive handeling) yang diharuskan, yang jika tidak

melakukannya diancam dengan pidana.25 Misalnya, (pasal 224 KUHP) keharusan

menjadi saksi, (pasal 164 KUHP) mewajibkan untuk melaporkan kepada pejabat yang

berwenang atau kepada orang yang terancam oleh kejahatan, tatkala ia mengetahui

adanya permufakatan jahat, maka orang yang tidak melaporkan permufakatan kejahatan

yang oleh undang-undang diwajibkan lapor tersebut dianggap telah melakukan delikta

commissionois. Dokter atau dokter gigi dapat juga terkena bentuk delikta commissionis

ini berdasarkan (pasal 79 huruf c UU Praktik Kedokteran), misalnya tidak memberikan

pertolongan darurat atas dasar perikemanusian, padahal ia mengetahui tidak ada orang

24 Anny Isfandyari dan Fachrizal Afandi, Tanggungjawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter Buku ke

II, h. 33 25 E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia dan Penerapannya, h.

237

Page 27: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

lain yang bertugas dan mampu melakukannya sebagiamana dimaksud dalam (pasal 51

huruf a, b, c, d, dan e UU Praktik Kedokteran)26.

3. Delik biasa dan Delik yang dikualifisir (dikhususkan)

Pengertian delik biasa adalah perbuatan pidana yang sederhana, misalnya pencurian

biasa (pasal 362 KUHP), pembunuhan biasa dalam bentuk pokok (pasal 338 KUHP).

Sedangkan delik yang dikualifisir adalah delik biasa yang ditambah dengan unsur-unsur

lain yang memperberat ancaman pidananya yang oleh Moeljatno tambahan unsur-unsur

tersebutkan antara lain:

a. Unsur yang khas dalam melakukan delik biasa, misalnya pencurian dengan jalan

membongkar rumah atau dilakukan dengan beberapa orang (pasal 363 KUHP)

b. Bersamaan dengan peristiwa lain, misalnya pencurian pada waktu terjadi

kecelakaan, atau kebakaran.

c. Dilakukan pada waktu tertentu, misalnya pencurian di malam hari.

4. Delik menerus dan Tidak menerus

Dalam delik menerus, ialah perbuatan yang dilarang minimbulkan keadaan yang

berlangsung terus, misalnya (Pasal 221 KUHP) tentang orang yang sengaja

menyembunyikan orang yang telah melakukan kejahatan. Walaupun orang yang

menyembunyikan sudah ditangkap, tetapi perbuatan yang dilarang masih dapat

berlangsung terus, selama waktu persembunyiannya tersebut.

26 Undang-undang No. 29 tahun 2004, Tentang Praktik Kedokteran, (Surabaya, Kesindo Utama,

2007), h. 32 .

Page 28: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Delik tidak menerus artinya perbuatan yang dilarang telah selesai atau habis pada saat

pelaku sudah tidak melakukan perbuatan lagi, misalnya pencurian. Pencurian akan

berhenti bila si pencuri sudah ditangkap dan tidak melakukan perbuatan lagi.

Agak sedikit berbeda dengan Moeljatno, Rubai membedakan dan memberikan

tambahan lain mengenai jenis-jenis tindak pidana adalah sebagi berikut27:

1. Tndak pidana formil dan Tindak pidana materil

Tindak pidan formil adalah tindak pidana yang perumusannya lebih dititik beratkan

kepada larangan terhadap perbuatannya. Contohnya (pasal 263 KUHP) tentang perbuatan

memalsukan surat, (pasal 267 KUHP) tentang dokter yang dengan sengaja memberikan

surat keterangan palsu.

Sedangkan tindak pidana materil adalah tindak pidana yang perumusannya lebih

dititik beratkan kepada akibat yang dilarang. Misalnya (pasal 359 KUHP) yang menitik

beratkan kepada terjadinya kematian sebagai akibat kekhilafan atau kelalaian dan

kealpaan yang pasal ini sering dikaitkan keapada tuntutan malpraktik terhadap dokter

atau dokter gigi.

2. Tindak pidana aduan dan Tindak pidana bukan aduan

Tindak pidana aduan adalah tindak pidana yang tidak dapat dituntut apabila tidak ada

pengaduan dari korban, atau dengan perkataan lain, dasar penuntutan dari tindak pidana

adalah pengaduan korban. Tindak pidana aduan terbagi menjadi dua yaitu:

27 Anny Isfandyari dan Fachrizal Afandi, Tanggungjawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter Buku ke

II, h. 37

Page 29: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Tindak pidana aduan bersifat absolut, adalah pengaduan korban merupakan syarat

mutlak yang harus dipenuhi agar tindak pidana ini dapat dilakukan penuntutan, misalnya

perzinahan (pasal 284 KUHP).

Tindak pidana aduan yang bersifat relatif, yang artinya tindak pidana yang

sebenarnya termasuk di dalam tindak pidana bukan aduan, karena adanya hubungan

khusus antara pelaku dengan korban, misalnya pencurian di kalangan keluarga (pasal 367

KUHP).

Sedangkan tindak pidana bukan aduan adalah semua tindak pidana yang

penuntutannya tidak perlu adanya pengaduan dari korban yang dirugikan seperti dalam

tindak pidana pembunuhan.

B. Tindak Pidana Menurut Hukum Pidana Islam.

1. Pengertian Tindak Pidana (Jarimah).

Asal kata )جريمة( jarimah berakar dari kata )جرم( yang maknanya ialah )آسب وقطع(

mendapatkan atau mengerjakan dan memutuskan sesuatu. Menurut Imam Muhammad

Abu Zahra, kata jarimah dahulu dikhususkan untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan

yang dibenci (keji) selain perbuatan-perbuatan yang baik. Oleh karena itu kata (جرم ,

jarama) mempunyai makna pekerjaan yang memikul dosa.28 Sebagaimana dalam Firman

Allah:

د أو قوم صالح وما قوم لوط ويا قوم ال يجرمنكم شقاقي أن يصيبكم مثل ما أصاب قوم نوح أو قوم هو﴾٨٩: ببعد ﴿الهودمنكم

Artinya: “Hai kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku dengan kamu

menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang

28 Imam Abu Zahra, Al-Jarimah Wal ‘Uqubah Fil Fiqh Islamiy, (Kairo, Daar Al-Fikr Al-‘Araby,

1997), h. 19

Page 30: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

menimpa kaum Nuh atau kaum Huud atau kaum Shaleh, sedang kamu Luth tidak pula jauh tempatnya dari kamu”. (Q.S: Al-Huud: 89).

Kata jarimah )جريمة( dapat juga diartikan sebagai larangan-larangan syara’ yang

diancamkan oleh Allah dengan hukuman had atau ta’zir.29

Sedangkan menurut Imam Al-Mawardi memberikan definisi tentang jarimah ialah

sebagai berikut.

30جرائم محظورات زجر اهللا تعالى عنها بحد أو تعزير الArtinya: Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Syara’ yang

diancam oleh Allah dengan hukuman had atau ta’zir. Para fuqaha sering memakai kata-kata jinayah جناية ( , jinayah) untuk jarimah. Semula

jinayah pada awalnya bermakna hasil perbuatan seseorang, yakni perbuatan-perbuatan

yang dilarang.

Dalam istilah lain jarimah disebut juga dengan jinayah. Menurut Abdul Qadir ‘Audah

pengertian jinayah sebagai berikut :

31 كال ذري غو أال مو أسفى نل علعلف اعق واءوس, اعر شمرح ملعف لمس إةاينجا لف Artinya: Jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang oleh syara’

baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta, atau lainnya.

Larangan-larangan tersebut adakalanya berupa mengerjakan perbuatan yang dilarang

atau meninggalkan perbuatan yang diperintahkan. Dengan kata-kata syara’ pada

pengertian tersebut di atas, yang dimaksud ialah bahwa sesuatu perbuatan baru dianggap

,lihat Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam ,محظورات شرعية زجراهللا عنها بحد أو تعزير 29

(Jakarta, Bulan Bintang, 2005), cet VI, h. 3 30 Abu Hasan Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyah, (Mesir, Musthafa Al-Baby Al-Halaby,

1975), cet ke III, h. 219 31 Abdul Qadir ‘Audah, At-Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islamiy, (Beirut, Muassasah Risalah, 1992 M/

1412 H), cet ke II, h. 67

Page 31: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

jarimah apabila dilarang oleh syara’, juga berbuat atau tidak berbuat tidak dianggap

sebagai jarimah, kecuali apabila diancamkan hukuman kepadanya.

Sebagaimana disebutkan di atas, pengertian jarimah ialah larangan-larangan syara’

yang diancamkan hukuman had atau hukuman ta’zir. Larangan tersebut adakalanya

berupa perbuatan yang dicegah, atau meninggalkan yang disuruh. Juga bahwa dengan

penyebutan kata-kata syara’ dimaksudkan bahwa larangan-larangan harus datang dari

ketentuan-ketentuan (nash-nash) syara’, dan berbuat atau tidak berbuat baru dianggap

sebagai jarimah apabila diancamkan hukuman terhadapnya.

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana.

Setiap perintah dan larangan yang datang dari syara’ itu hanya ditunjukan kepada

orang yang berakal sehat dan dapat memahami pembebanan تكليف( , taklif), sebab

pembebanan itu merupakan panggilan خطاب( , khitab), dan orang yang tidak dapat

memahami seperti hewan dan benda-benda mati tidak mungkin menjadi objek panggilan

tersebut.

Dari pembicaraan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tiap-tiap jarimah harus

mempunnyai unsur-unsur umum yang harus dipenuhi, yaitu32:

a) Secara yuridis normatif, di satu aspek harus didasari oleh suatu dalil yang

menentukan larangan terhadap perilaku tertentu dan diancam dengan hukuman.33

Nash yang melarang perbuatan dan mengancamkan hukuman tersebut dapat

disebut juga dengan “unsur formal” ( رعى شرآن , rukun syari’).

32 Ahmad hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, h. 6 33 Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta, Sinar Grafika, 2007), cet ke I, h. 22

Page 32: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

b) Secara yuridis normatif mempunyai unsur materil, yaitu sikap yang dapat dinilai

sebagai suatu pelanggaran terhadap sesuatu yang diperintahkan oleh Allah atau

adanya tingkah laku yang membentuk jarimah, baik berupa perbuatan-perbuatan

nyata atau pun sikap tidak berbuat, dan unsur ini biasa disebut “unsur materil”

)مادى .(rukun maddi ,رآن

c) Pembuat adalah orang mukalaf, yaitu kesanggupan seseorang untuk menerima

sesuatu yang secara nyata mempunyai nilai yang dapat dipertanggungjawabkan,

dan unsur ini bias disebut “unsur moral” رآن أدبي( , rukun adabi).

Ketiga unsur tersebut harus terdapat pada sesuatu perbuatan untuk digolongkan

kepada suatu “jarimah”. Di samping unsur umum pada tiap-tiap jarimah juga terdapat

unsur-unsur khusus untuk dapat dikenakan hukuman, seperti unsur “pengambilan dengan

diam-diam” bagi jarimah pencurian. Perbedaan antara unsur-unsur umum dengan unsur-

unsur khusus ialah kalau untuk unsur-unsur umum satu macamnya pada semua jarimah,

maka unsur-unsur khusus dapat berbeda-beda bilangan dan macamnya menurut

perbedaan jarimah.

3. Klasifikasi Tindak Pidana.

Dalam hukum pidana Islam tindak pidana (jarimah) dapat berbeda penggolongannya,

sesuai dengan sudut tinjauannya34:

a. Dilihat dari segi berat ringannya hukuman, jarimah dibadi menjadi tiga yaitu:

jarimah hudud جريمة حدود( ), jarimah qishas diyat دية أوجريمة قصاص ( ), dan jarimah

ta’zir جريمة تعزير( ).

34 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana, h. 7

Page 33: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

b. Dilihat dari segi niat si pembuat, jarimah dibagi dua yaitu: jarimah sengaja dan

jarimah tidak sengaja.

c. Dilihat dari segi cara mengerjakannya, jarimah dibagi menjadi jarimah positif dan

jarimah negatif.

d. Dilihat dari segi orang yang menjadi korban (yang terkena) akibat perbuatan,

jarimah dibagi menjadi jarimah perseorangan dan jarimah masyarakat.

e. Dilihat dari segi tabiatnya yang khusus, jarimah dibagi menjadi jarimah biasa

dan jarimah politik.

Sedangkan menurut Abdul Qadir ‘Audah, tindak pidana dapat diklasifikasikan dalam

beberapa macam kriteria tertentu:

Tindak pidana (jarimah) jika dilihat dari segi berat ringannya hukuman terbagi

menjadi35:

1. Kejahatan hudud, )جرائم الحدود(

Kejahatan hudud meliputi tujuh macam jarimah, ialah jarimah perzinahan,

menuduh zina (Qadzaf), menkonsumsi khamar, pencurian, perampokan, murtad,

dan pemberontakan.

2. Kejahatan qishas dan diyat )جرائم القصاص والدية(

Kejahatan qishas diyat meliputi lima macam jarimah, ialah pembunuhan sengaja,

pembunuhan semi sengaja, pembunuhan karena kesalahan, pelukaan serupa

sengaja, pelukaan karena kesalahan.

3. Kejahatan Ta’zir, )زيرجرائم التع(

35 Abdul Qadir ‘Audah, At-Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islamiy, h. 79

Page 34: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Sedangkan dalam kejahatan ta’zir ialah tindak pidana yang tidak tergolong ke dalam

dua jenis kejahatan di atas. Jarimah ta’zir terbagi menjadi tiga bagian36:

a) Jarimah hudud atau qishas diyat yang terdapat unsur syubhat atau tidak memenuhi

syarat, namun sudah merupakan maksiat, misalnya percobaan pembunuhan,

percobaan pencurian di kalangan keluarga.

b) Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh nash Al-Qur’an dan Hadits, namun tidak

ditentukan sanksinya, misalnya penghinaan, saksi palsu, dan menghina agama.

c) Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh Ulil Amri untuk kemaslahatan umum,

dalam hal ini ajaran Islam dijadikan pertimbangan penentuan kemaslahatan

umum.

Dilihat dari sisi maksud atau tujuan pelaku tindak pidana (jarimah) dibagi ke dalam:

1. Tindak pidana sengaja/ delik dolus, )جرائم عمدية(

Ialah tindakan atau perbuatan seseorang dengan sengaja untuk melakukan

perbuatan yang dilarang, seperti pembunuhan yang direncanakan sebelumnya.

2. Tindak pidana tidak sengaja atau karena kesalahan (delik culpa), )جرائم غيرعمدية(

Jika si pelaku dengan sengaja atau tidak sengaja berbuat sesuatau dengan tidak

menghendaki akibat-akibat perbuatannya atau karena kurang hati-hati, contohnya

penganiayaan yang membawa kematian.

Ditinjau dari sisi mengerjakannya, suatu tindak pidana (jarimah) tergolong ke dalam:

1. Kejahatan positif atau Delict commissionis, )جريمة اإليجابية(

Yaitu kejahatan dengan melanggar larangan yang berupa perbuatan aktif,

contohnya seperti mencuri, merampok, membunuh, dan lainnya.

36 Ahmad Djazuli, Fiqh Jinayah, Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam, (Jakarta,

Rajawali Pers, 2000), h. 13

Page 35: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

2. Kejahatan negative atau Delict ommissionis, )جريمة السلبية(

Adalah kejahatan yang melanggar perintah, seperti tidak melaksanakan amanah,

tidak membayar zakat bagi orang-orang yang telah wajib membayarnya dan

lainnya.

3. Omisi tidak murni, )جريمة اإليجابية تقع بطريقا(

Contoh dari kejahatan omisi tidak murni ialah seperti seorang ibu yang tidak

memberikan air susu pada anaknya dengan maksud untuk membunuhnya.

Dan tindak pidana (jarimah) jika dilihat dari aspek kerugian (korban) akibat jarimah

tersebut, terbagi menjadi:

1. Jarimah masyarakat, )جريمة ضد الجمعة (

Adalah suatu jarimah dimana hukuman dijatuhkan untuk menjaga kepentingan

masyarakat dan keamanannya, menurut para fuqaha penjatuhan hukuman atas

perbuatan tersebut menjadi hak Allah.

2. Jarimah perseorangan, )جريمة ضد األفراد(

Suatu jarimah yang mana penjatuhan hukumannya untuk melindungi kepentingan

individu, contohnya pada jarimah diyat seperti hutang dan gadai. Pemaafan dari

korban dapat memringankan hukuman bahkan menghapus hukuman-hukuman

pokok akan tetapi tidak berarti ia bebas dan tetap dikenakan ta’zir37.

Akan tetapi Ibn Rusyd memberikan penjelasan lain mengenai pembagian tindak

pidana (jarimah). Menurutnya ada lima kejahatan yang dikenai hukuman tertentu dari

syara’, yaitu38:

37 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana, h. 9

Page 36: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

a) Kejahatan atas badan, jiwa, adan anggota-anggota badan, yaitu yang disebut

pembunuhan (al-qatl) dan pelukaan (al-jarh).

b) Kejahatan kelamin, yaitu yang disebut zina dan pelacuran (sifah).

c) Kejahatan atas harta, seperti perampokan (hirabah), pencurian (sariqah),

perampasan (ghashb), dan lainya.

d) Kejahatan atas kehormatan, seperti contohnya tuduhan melakukan zina (qadzaf).

e) Kejahatan berupa pelanggaran dengan membolehkan makanan dan minuman yang

diharamkan oleh syara’. Hanya saja dalam syariat Islam yang dikenal dari

kejahatan tersebut hanya minuman keras saja, yang hukumannya telah disepakati

sepeninggalnya pembawa syari’at, Muhammad Saw.

38 Ibn Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, (Beirut, Dar Al-Jiil 1989), cet ke I, h. 503

Page 37: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

BAB III

PROFESI KEDOKTERAN DALAM PANDANGAN HUKUM INDONESIA DAN

HUKUM ISLAM

A. Pengertian, Sejarah dan Jenis Profesi Kedokteran.

1. Pengertian Profesi Kedokteran.

Di dalam peraturan perundang-undangan tentang kesehatan di Indonesia tidak

terdapat dengan jelas perumusan mengenai profesi dokter. Secara bahasa (etimologis)

pengertian dokter dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai “Lulusan

pendidikan kedokteran yang ahli dalam hal penyakit dan pengobatannya”39 Akan tetapi

jika dilihat dari kedudukan dokter sebagai tenaga kesehatan yang merupakan salah satu

sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan untuk mendukung terselenggaranya upaya

kesehatan, maka di dalam Bab I (Ketentuan Umum) pasal 1 butir 11 Undang-undang

Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (UU Praktik Kedokteran), memberikan

rumusan tentang profesi kedokteran, yaitu:

“Profesi kedokteran atau kedokteran gigi adalah suatu pekerjaan kedokteran atau kedokteran gigi yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, dan kode etik yang bersifat melayani masyarakat”.40

Dapat disimpulkan bahwa dokter sebagai pengemban profesi adalah orang yang

mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan

39 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka,

2005), cet ke III, h 272 40 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004, Tentang Praktik Kedokteran, (Surabaya, Kesindo

Utama, 2007), h 3

Page 38: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

melalui pendidikan di bidang kedokteran yang memerlukan kewenangan untuk

melakukan upaya kesehatan.

Dari rumusan yang tercantum di dalam Undang-undang Praktik Kedokteran tersebut,

jelaslah bahwa dokter merupakan pengemban profesi kedokteran yang tentunya juga

memiliki ciri-ciri profesi sebagaimana pengemban profesi pada umumnya.

Menurut Komalawati memberikan kesimpulan bahwa hakikat profesi adalah

panggilan hidup untuk mengabdikan diri pada kemanusiaan yang didasarkan pada

pendidikan yang harus dilaksanakan dengan kesungguhan niat dan tanggung jawab

penuh. Beberapa ciri profesi antara lain:41

a) Merupakan suatu pekerjaan yang berkedudukan tinggi dari para ahli yang

terampil dalam menerapkan pengetahuan secara sistematis;

b) Mempunyai kompetensi secara eksklusif terhadap pengetahuan dan keterampilan

tertentu;

c) Didasarkan pada pendidikan yang intensif dan disiplin tertentu;

d) Mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan pengetahuan dan

keterampilan, serta mempertahankan kehormatan;

e) Mempunyai etika tersendiri sebagai pedoman untuk menilai pekerjaan;

f) Cenderung mengabaikan pengendalian dari masyarakat dan individu; dan

g) Pelaksanaannya dipengaruhi oleh masyarakat, kelompok kepentingan tertentu,

organisasi profesional lainnya, terutama dari segi pengakuan terhadap

kemandiriannya.

41 Anny Isfandyarie, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter Buku I, (Jakarta, Prestasi

Pustaka, 2006), cet pertama, h 23

Page 39: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Pendapat lain mengenai ciri-ciri profesi yang dikemukakn oleh Sidharta, ialah dimana

dikatakan ada beberapa ciri khusus profesi yaitu42:

a) Tidak mengacu pada pamrih;

b) Rasionalitas, yaitu melakukan usaha mencari yang terbaik dengan bertumpu pada

pertimbangan yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah;

c) Spesivitas fungsional, maksudnya bahwa di dalamnya para profesional itu

menjalankan atau memiliki kewibawaan atau otoritas dan otoritas profesional ini

memiliki sosiologikal yang khas;

d) Universalitas, yaitu dalam pengambilan keputusan didasarkan pada “apa yang

menjadi masalahnya, dan tidak ada siapanya, atau pada keuntungan pribadi yang

diperolehnya”.

Melihat kedua pendapat mengenai ciri-ciri profesi yang dikemukakan di atas, pada

prinsipnya bahwa profesi menunjukan pada sifat-sifat tidak adanya pamrih untuk

kepentingan pribadi, rasional, berdasarkan kepada suatu keahlian tertentu yang diperoleh

melalui pendidikan yang lama, sehingga setiap profesi memiliki hak monopoli atas

keahliannya, dan selalu dapat mengatur serta mengontrol diri sendiri melalui nilai etik

dan moral.

Dalam berbagai literatur Islam tentang pengertian dari perofesi kedokteran, dijelaskan

bahwa kata dokter )الطبيب( , berasal dari akar kata )ا وطبيب- طبا- يطب-طب( merupakan bentuk

transitif yang maknanya mengobati. Yang bentuk jamaknya adalah )أطبة و أطباء( , dan

bentuk muannasnya adalah )طبيبة( . Kemudian asal kata )الطبيب( oleh Ibn al-Manzur

diartikan sebagai :

42 Hedrojono Soewono, Perlindungan Hak-hak Pasien Dalam Transaksi Terapeutik, (Surabaya,

Srikandi, 2006), cet pertama, h 18

Page 40: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

43.ي الطبيب الذى يعالج المرضىوبه سم, العارف بها, ألحادق باألمورالطبيب فى األصل هو Artinya: “Asal kata dokter bermakna: orang yang cakap atau ahli dalam segala

permasalahan, dan mengethaui tentang segala sesuatu, dan dikatakan dokter ialah orang yang ahli dalam mengobati orang saki.”

Menurut Luwis Ma’luf, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan dokter )الطبيب(

adalah:

44. بعمله ماهر حادق صاحب علم الطبيب أو آل Artinya: “Dokter adalah seseorang yang memiliki keahlian dalam bidang

pengobatan (medis), dapat juga diartikan sebagai orang yang mahir dan cakap dalam pekerjaannya.”

Yusuf Syaikh Muhammad Al-Baqaiy, memberikan depinisi dari dokter )الطبيب( adalah

sebagai berikut45 :

. ألماهر الحادق بعملهألطبيب هو Artinya: “Dokter adalah orang yang mahir (ahli) dan cakap dalam pekerjaannya.”

2. Praktik Kedokteran Dalam Lintas Sejarah.

Metode penyembuhan dalam praktik kedokteran telah dikenal jauh pada zaman

sebelum masehi, yaitu sejak abad ke-40 SM dalam masyarakat Yunani kuno.

Hippocrates atau Hipokratus (460-377 SM), yang dalam lafal Arab dikenal dengan nama

Hibukuratun atau Hifukuratun, adalah dokter yang pertama kali meletakan dasar-dasar

etika kedokteran yang merupakan landasan bagi perumusan etika kedokteran di masa

43 Ibn al-Manzur, Lisanul ‘Arabi, (Kairo, Dar al-Hadits, 1423 H- 2003 M), juz IV, h 556

44 Luwais Ma’luf, Al-Munjid Fi al-Lughah wa al-‘A’lam, (Beirut, Dar el-Masyriq, 1975), h 459 45 Yusuf Syaikh Muhammad al-Baqaiy, Al-Qamush Al-Muhith, (Beirut, Dar al-Fikr, 1415 H-

1995 M), h 101

Page 41: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

modern.46 Di antara bahan tulisannya adalah Afurimah (Aphorisma), berisi tentang

metode kedokteran dan berbagai arakan peramuan herbal dan mineral.

Hippocrates meletakan landasan tersebut dalam bentuk sumpah, isi sumpahnya antara

lain:

1) Mengajarkan ilmu kedokteran hanya kepada yang berhak dan mempraktekannya

untuk memberi manfaat bagi kemanusiaan;

2) Tidak melakukan sesuatu yang membahayakan pasien;

3) Tidak melakukan kejahatan seperti mengugurkan kandungan;

4) Tidak mempergunakan kesempatan untuk melakukan kejahatan yang mungkin

timbul dalam praktik kedokteran;

5) Memelihara kesucian diri lahir dan batin dan memelihara rahasia jabatan.

Dari isi sumpahnya Hippocrates ini, terdapat tiga hal yang pokok yang terkandung

dalam etika kedokteran, yaitu: keharusan menjaga kehormatan diri dan profesi, berusaha

semaksimal mungkin untuk menolong orang lain dan tidak memperlakukan orang lain

sebagaimana ia tidak ingin diperlakukan.

Untuk lingkungan masyarakat Indonesia, yang keanggotaannya dalam Word Medical

Assosiation (WMA = Ikatan Dokter se-Dunia) diwakili oleh Ikatan Dokter Indonesia

(IDI) pada tahun 1953, rumusan etika kedokteran dihasilkan oleh Musyawarah Nasional

Etika Kedokteran ke-2 pada Desember 1989.47 Kode Etik Kedokteran Indonesia

(KODEKI) ini terdiri dari 4 Bab dan 18 Pasal. Dari seluruh pasal dalam KODEKI

46 Abdul Azis Dahlan (edt), Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996),

cet ke I, h 880 47 Ibid., h. 881

Page 42: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

terdapat empat prinsip etik yang harus diperhatikan dan dijunjung tinggi oleh setiap

deokter.

Pertama, setiap dokter harus menjalankan profesinya dengan niat yang benar sesuai

dengan hakikat profesi dokter sebagai pengabdi kemanusiaan. Di samping itu, setiap

dokter tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi (pasal 3), harus

konsisten pada kewajibannya melindungi hidup makhluk insani (pasal 10), dan

memberikan kesempatan pada pasiennya untuk berhubungan dengan keluarganya dan

beribadah sesuai dengan agamanya (pasal 12).

Kedua, profesi kedokteran harus dilaksanakan dengan cara yang benar. KODEKI

mengatur bahwa dokter harus melakukan profesinya secara maksimal (pasal 2), memberi

obat atau nasihat yang mungkin dapat melemahkan daya tahan pasien hanya untuk

kepentingan pasien sendiri (pasal 5), mengutamakan kepentingan masyarakat dan

menjadi pengabdi kemanusian serta memelihara saling pengertian dan kerja sama dengan

pihak-pihak yang terkait dengan profesinya (pasal 8 dan 9), dan secara ikhlas

mempergunakan ilmu dan keahliaannya untuk kepentingan penderita. Kalau ia tidak

mampu menangani suatu penyakit pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter lain

yang lebih ahli dalam pengobatan tersebu (pasal 11).

Ketiga, dokter harus selalu menjaga citra profesinya. Dalam hal ini seorang dokter

dilarang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan etika seperti memuji diri

sendiri, menyelewengkan profesi kedokteran, baik secara pribadi maupun bersama-sama,

untuk kepentingan sendiri, tidak menerima imbalan jasa yang tidak layak (pasal 4).

Seorang dokter juga harus memberi keterangan yang dapat dipertanggung jawabkan

Page 43: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

kebenarannya (pasal 7), merahasiakan sesuatu yang diketahuinya tentang penderita (pasal

13), dan memberi pertolongan darurat (pasal 14).

Prinsip etik keempat, adalah hal yang berhubungan dengan pelestarian profesi

kedokteran. Dalam hal ini setiap dokter harus berhati-hati dalam mengumumkan dan

menerapkan penemuannya yang belum teruji kebenarannya (pasal 6), memperlakukan

teman sejawat seperti ia sendiri ingin diperlakukan, tidak mengambil alih penderita dari

temannya, memelihara kesehatannya dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, khusus tentang masalah kedokteran yang digelutinya (pasal 15-18).

Dalam sejarah keilmuan Islam, terdapat banyak para Ulama atau tokoh Cendekiawan-

cendikiawan muslim yang ahli dalam bidang kedokteran diantaranya adalah:

Abu Ali Al-Hussain bin Abdullah bin Sina, atau lebih dikenal denan sebutan Ibn

Sina. Lahir di Afshana dekat kota Bukhara, Uzbeskistan pada tahun 981 M. di usia ke 10

Ibn Sina sudah menguasai Al-Qur’an dan ilmu-ilmu lainnya.48

Kontribusi terbesar Ibn Sina dalam bidang kedokteran terutama dilihat dari bukunya

yang terkenal adalah “Al-Qanun Fi Ath-Thibb”, kitab itu dibarat lebih dikenal sebagai

“The Canon of Medicine”. Tidak ada satu rujukan pun dalam ilmu kedokteran yang

tidak mengambil rujukan Ibn Sina. Di masa mudanya dia telah memperlihatkan bakat

yang luar biasa dalam bidang kedokteran, dan ketika itu dia cukup kondang di

kampungnya sebagai tabib muda.

Ibn Zuhr (1091-1162) atau Abumeron, dikenal pula dengan nama Avenzoar yang lahir

di Seville, adalah seorang ahli fisika dan kedokteran. Beliau menulis buku “The Method

of Preparing Medicines and Diet” yang diterjemahkan kedalam bahasa Yahudi (1280)

48 Heri Sucipto, Ensiklopedia Tokoh Islam, (Jakarta, PT Mizan Publika, 2003), cet I, h 13

Page 44: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

dan bahasa Latin (1490) yang merupakan sebuah karya yang mampu mempengaruhi

Eropa dalam bidang kedokteran setelah karya-karya Ibn Sina “Qanun Fit Thibb atau

Canon of Medicine” yang terdiri dari delapan belas jilid.49

Ibn Rusyd (1126-1198), lahir di Cordova lidah barat menyebutnya Averroes. Ibn

Rusyd adalah seorang ahli hukum, ilmu hisab (arithmetic), kedokteran, dan ahli filsafat

terbesar, dalam sejarah Islam dimana ia sempat berguru kepada Ibn Zuhr, Ibn Thufail,

Abu Ja’far Harun dari Trixillo. Karena kepiawaiannya dalam bidang kedokteran Ibn

Rusyd diangkat menjadi dokter istana pada tahun 1182.50

Itulah keunikan para ulama atau Cendikiawan-cendikiawan tempo dulu yang bukan

saja mengusai satu satu bidang ilmu pengetahua namun mereka menguasai berbagai ilmu

pengetahuan yang disegani dan tanpa pamrih, hingga nama mereka dikenang oleh setiap

insan.

Namun ditinjau dari segi historisnya bahwa praktik kedokteran sudah dikenal

manusia di berbagai belahan dunia yang terbagi kedalam dua fase perkembangannya,

yaitu fase perkembang praktik kedokteran pada masa sebulum nabi Muhammad Saw dan

fase pada masa Islam.

Yang pertama, fase perkembangan praktik kedokteran pada masa sebelum nabi

Muhammad Saw. Istilah praktik kedokteran sudah berkembang di beberapa Negara dan

dinasti, diantaranya yang terjadi di negeri Sumeria dan Akadia, bangsa babilonia, di

negeri Mesir, Hindustan, kerajaan Romawi dan Yunani, dan negeri China, ialah sebagai

berikut :

49 Diakses pada 4 Oktober 2007 dari http:// Media. Isnet. Org/ Islam/ Etc/ Andalusia. 50 Ibid.,

Page 45: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Negeri Sumeria termasuk wilayah tanah Irak, yaitu negeri yang diairi sungai Furat

(Eufrat) dan sungai Dajlah (Tigris). Menurut data-data yang terungkap, sekitar 4000

tahun sebelum masehi, tabib-tabib bangsa Sumeria telah mengenal cara mengobati patah

tulang dengan cara lasah yang diberi balutan berbidai, selain itu mereka juga telah

mengenal cara mengobati gigitan serigala gila dengan di-Kayy (bakar) searah dengan

gigitannya, lalu si penderita diberi minum ramuan sambil dikubur sampai pinggang

dalam lubang berlumpur selama sehari semalam.51 Di negeri Sumeria terdapat dua cara

pengobatan. Pertama, pengobatan alami menurut cara pengobatan dukun. Biasannya si

penderita diberi berbagai macam ramuan, dipijit, lalu dijampi dengan meminta bantuan

jin. Kedua, pengobatan yang boleh disebut alamiah pada saat itu, yaitu pengobatan yang

dilakukan oleh tabib-tabib kota menggunakan ramuan-ramuan herba, madu, ramuan

serbuk tanduk, al-kayy (bakar), dan lain-lainnya.

Sedangkan di negeri Akadia, yaitu yang terletak di wilayah utara Irak bagian tengah,

tepatnya di tempat pertemuan sungai Dajlah dan Furat, sekitar 2300 tahun sebelum

masehi, diceritakan ada seorang yang bernama Sargon. Ia adalah bekas khadam (pelayan)

raja Zababa dari negeri Ur, pusat kebudayaan Arab purba, kemudian hari Sargon menjadi

raja Akadia dan Sumeria yang memilih kota Aqad menjadi ibu kota negeri itu.

Pada masa Sargon itulah terjadi kebangkitan ilmu kedokteran Samiah. Bahkan di kota

Aqad telah berdiri semacam lembaga pengkajian kedokteran yang berkembang sampai

awal pemerintahan raja Namruz dari Babilonia. Kemudian raja Namruz memindahkan

lembaga itu ke Namiruz, kota yang didirikannya. Tersebut di dalam cerita rakyat Akadia

51 Ja’far Khadem Yamani, Mukhtasar Tarikh Tharikat Ath-Thibb (Ilmu Kedokteran Islam, Sejarah

dan Perkembangannya). Penerjemah A.D. el-Marzdedeq, Dlm, Av, (Bandung, PT Syaamil Cipta Media, 2005), cer pertama, h 9

Page 46: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

bahwa Anhiduana, putri raja Sargon selain menjadi pendeta juga merangkap sebagai

pengakaji berbagi jenis pengobatan.

Bangsa Babiluniyah (Babilon) serumpun dengan bangsa Akadia, keduannya termasuk

bangsa Arab purba yang telah berkebudayaan tinggi. Pada masa pemerintahan Hamurrabi

telah ditemukan undang-undang kenegaraan yang boleh dikatakan cukup lengkap.

Undang-undang itu dipahatkan pada altar batu, berisikan 300 pasal dan 4000 baris.52 Di

dalam batu surat (prasasti) Hamurrabi itu terdapat pasal yang berhubungan dengan bab

kesehatan penduduk.

Bidang kedokteran yang terkenal pada masa itu antara lain ilmu lasah (fisioterapi),

ilmu bedah dan beberapa cabangnnya, ilmu terapi air (hidroterapi), dan beberapa

cabangnya, al-kayy (bakar), ilmu ashaf, ilmu peramuan obat (farmakologi), bahkan

konon telah ada obat-obatan Babilonia yang telah berbentuk pil.

Pada masa itu orang-orang Babilonia telah mengenal perbedaan antara tabib dengan

dukun (kahin). Ada dua hal yang membedakan keduanya. Pertama, tabib adalah seorang

ahli pengobatan yang jauh dari ketahayulan sedangkan kahin menganggap bahwa

penyakit itu ditimbulkan oleh ganguan atau rasukan makhluk halus jahat, karena hari sial,

karena salah memberi nama, dan semacam Takahyul atau Khurafat lainnya. Kedua, tabib

mengobati dengan menggunakan alat-alat kedokteran semacam pisau bedah, alat

pecucuk, alat-alat al-Kayy (bakar) dan lainnya, sedangkan Kahin melakukan pengobatan

dengan jampi-jampi, azimat-azimat penangkal, dan sesuatu yang tidak masuk akal.

Sedangkan Mesir pada masa kekuasaan Fir’aun telah memiliki kebudayaan yang

tinggi. Bidang ilmu kedokteran telah mengungguli ilmu kedokteran di negeri lain. Pada

52 Ibid., h 11

Page 47: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

masa kekuasaan Fir’aun Ramses II, lebih kurang 1200 tahun sebelum masehi, di ibu kota

negaranya di Ramses lalu di kota Thebe dan Memphis telah ditemukan lembaga-lembaga

pusat pengkajian ilmu kedokteran.

Di Mesir telah ditemukan dua macam pengobatan; Pertama, pengobatan kekahinan,

yaitu dengan mengalap (meminta) bantuan jin berupa sihir-sihir. Kedua, pengobatan

ilimiah. Pengobatan ini berpusat di lembaga-lembaga kedokteran yang di biayai negara.

Perkembangan ilmu kedokteran di Mesir pada saat itu memang sangat menakjubkan.

Secara garis besarnya ada beberapa macam metode kedokteran yang dilakukan di

Mesir, yaitu Al-kayy (bakar), fisioterapi, bedah, peramuan, terapi air (hidroterapi), terapi

dengan pernafasan yang di namakan Dudl, dan terapi berpantang salah satu makanan dan

minuman tertentu yang dinamakan Dawit (diet).53 Pada masa nabi Yusuf a.s, di Mesir

terdapat orang-orang Israil. Di antara mereka terkenal pula ahli-ahli kedokterannya.

Mereka mengembangkan kedokteran Mesir hingga mereka menemukan metode

kedokteran yang lebih maju. Pada masa Fir’aun dinasti Ramses, tabib-tabib Bani Israil ini

sangat terkenal, tetapi hanya orang-orang tertentu yang berobat kepadanya karena bertarif

tinggi.

Di Hindustan menurut tarikh ketabiban mengenai ilmu kedokteran yang berkembang

di negeri itu banyak dimonopoli kaum Brahmana atau beberapa orang kasta Kesatria. Di

Hindustan banyak terdapat lembaga pengkajian kedokteran, diataranya terdapat di

Mathura, Pataliputra dan Indraprahasta. Ilmu kedokteran Hindustan berpangkal pada ilmu

kedokteran Aria, Sumeria, Yunani dan Persia.

53 Ibid., h 15

Page 48: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Disebutkan bahwa di Hindustan berkembang beberapa macam metode kedokteran,

anta lain; Pertama, metode berdasarkan agama, di antara ilmunya berpangkal pada

Atharwaweda atau Ayuwerda. Kedua, metode yang tidak berdasarkan agama melainkan

berdasarkan ilmu kedokteran murni. Ketiga, metode campuran yaitu metode kedokteran

yang dicampurkan dengan sihir.54

Juga di Hindustan sendiri dikenal adanya beberapa metode pengobatan atau

penyembuhan, antara lain: pengobatan melalui pernapasan yang disebut Yoga,

penyembuhan melalui terapi Upawasa dan tapa, penyenbuhan melalui terapi-terapi

Dahtayana hingga ditemukan penyembuhan dengan perabaan renggang dan perabaan

jarak jauh. Tetapi pada umunya adalah dengan pijatan dan tepukan, yaitu pijatan seluruh

tubuh dan pijatan khas kaki. Terdapat juga pengobatan melalui terapi air, pengobatan atau

penyembuhan melalui senam dan lasah, serta pengobatan atau penyembuhan melalui

cucukan dan bedah.

Dikisahkan bahwa di Romawi dan Yunani pada 500 tahun sebelum masehi telah ada

beberapa orang tabib yang terkenal. Namun tabib-tabib di Romawi dan Yunani biasanya

merangkap sebagai seorang Kahin (dukun) atau sebaliknya. Di samping itu ada juga

kahin-kahin yang dianggap orang sebagai perantara bagi dewa-dewa Olympus.55

Pada umumnya kedokteran Yunani dan Romawi purba terikat dengan penyembahan

pada dewa-dewa, terutama pada dewa-dewa Olympus. Pada zaman kemajuan, serta

zaman modern seperti sekarang ini, di mana pengkajian dan penelitian serba ilmiah, ahli-

ahli kedokteran masih tetap mempertahankan istilah-istilah dan lambang-lambang yang

54 Ja’far Khadem Yamani, Mukhtashar Tarikh Tharikat Ath-Thibb, h 25 55 Ibid., h 29

Page 49: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

diambil dari nama-nama dan lambang-lambang keagamaan Yunani dan Romawi purba.

Seperti misalnya pengambilan kata-kata Genius (dewa-dewi pilindung dari roh jahat),

Hipnose (dewa tidur nyenyak), Hygeia (dewi kesehatan) dan lainnya. Adapun lambang

piala dan ular juga tongkat dan ular adalah lambang Aesculapus, yang digunakan sebagai

lambang apotek. Tanda “R”, Recipe-recipere, asalnya dari lambang Altar Jupiter atau

Zeus Pater.56

Dalam hal ini nabi Muhammad saw sangat membenci istilah-istilah jahiliyah dan

mengkhawatirkan umat Islam akan kembali menghidupkan sunnah (tata cara) Jahiliyah,

sabda nabi saw:

سالم فى اإلومبتغ, حد فى الحراممل: أبغض الناس إلى اهللا ثالثةعن ابن عباس أن النبى صلعم قال 57)ىررواه البخا( ليهريق دمه بغير حقامرئم ومطلب د, الجاهليةسنة

Artinya: Dari Ibn Abbas r.a., bahwa nabi Saw bersabda: “Orang yang sangat

dibenci Allah ada tiga golongan: 1.Orang yang berterus terang mengerjakan yang haram, 2.Orang yang memasukan ke dalam Islam kebiasaan (adat) jahiliyah, 3.Orang yang menuntut menumpahkan darah orang lain, tidak menurut kebenaran (hukum).” (HR. Bukhari).

Diantara cabang-cabang ilmu kedokteran yang berkembang di Yunani dan Romawai,

antara lain58:

a) Pengobatan Herba, yaitu ilmu ramuan tumbuh-tumbuhan basah, kering dan

tumbuh-tumbuhan laut;

b) Pengobatan Xaphon, yaitu ilmu ramuan serbuk tulang, abir, batu-batuan,

serangga, madu, darah, dan semacamnya;

56 Ibid., 57 Zainudin Hamidy dkk, Tarjamah Shahih Bukhari, (Jakarta, Wijaya, 1992), cet ketiga belas, h

105 58 Ja’far Khadem Yamani, Mukhtashar Tarikh Tharikat Ath-Thibb, h 33

Page 50: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

c) Pengobatan Fisioterapi, yaitu ilmu lasah patah tulang, ilmu senam pengobatan,

ilmu lasah otot dan saraf;

d) Pengobatan Umum, yaitu ilmu pengobatan untuk penyakit kulit, ilmu kebidanan,

dan ilmu penyakit kepala (mulut, mata, hidung, tilunga serta otak); dan

e) Ilmu Bedah, orang yang akan dibedah biasanya diasapi dengan asap dan candu

kering yang dibakar.

Adapun perkemgangan praktik kedokteran di negeri China, sesungguhnya ilmu

pengibatan China boleh dikatakan maju sejak 2500 tahun sebelum masehi, sebelum

berkuasa kaisar Yao. Kitab pengobatan China yang tertua berasal dari zaman dinasti

Hsia. Sedangkan kitab pengobatan China yang lengkap ditulis pada zaman Ts’in Shih

Huang Tie (221-210 SM).

Pengobatan China terbagi atas dua bagian. Pertama, pengobatan anak negeri dan

kedua, pengobatan Sinse (dokter).59 Pengobatan anak negeri dilakukan oleh orang yang

belajar sendiri atau berguru kepada orang yang terbilang pandai atau berpedoman kepada

kitab-kitab pusaka. Di antara jenis pengobatan anak negeri yaitu:

a) Pijatan dengan tangan, tongkat, biji-bijian dan sebagainya;

b) Jamu, jenis jamu anak negeri berbeda dengan jamu sinse;

c) Sihir, pengobatan China pun mengenal sihir pengobatan, pengobatan jarak jauh

dan jarak dekat dengan meminta bantuan roh-roh;

d) Pengobatan dengan arak, darah ular, empedu, cacing, sarang burung layang-

layang laut, dan lainnya.

59 Ibid., h 37

Page 51: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Mengenai ramuan Sinse, ilmu ramuan China terbagi dua bagian yaitu ramuan basah

dan ramuan kering. Ramuan basah berupa minuman, akar-akaran, umbi-umbian

seumpama kolesom, kinshan (gingseng) dan sejenisnya. Sedangkan ramuan kering

berupa berbagai macam rumput-rumputan, kulit pohon, akar-akaran, benalu, bunga

kering, buah-buahan kering, serbuk tanduk rusa, serangga kering, dan lain sebagainya.

Kedua, fase perkembangan praktik kedokteran pada masa Islam. Sesungguhnya nabi

Muhammad Saw tidak diutus ke muka bumi ini untuk menjadi seorang tabib, melainkan

untuk menjadi seorang rasul (utusan) Allah. Beliau adalah seorang nabi dan rasul yang

terakhir, tiada nabi dan rasul sesudahnya. Tetapi dalam syari’ah Islam yang dibawanya

terkandung nilai-hilai Ath-Thibb (kedokteran) yang murni dan tinggi.

Beberapa ajaran dan tuntutan Rasulallah Saw yang mengandung kajian dan nilai-nilai

Ath-Thibb (kedokteran), antara lain60:

a) Cara bersuci yang diajarkan Rasulallah Saw;

b) Sunnah untuk berkhitan, yaitu memotong kulup bagi laki-laki dan memotong

sebagian (Labia Minora) yang memanjangkan bagi perempuan;

c) Perintah memotong kuku, membersihkan bulu ketiak, dan kemaluan;

d) Keharusan memcuci tangan sebelum dan sesudah makan;

e) Diharamkan bangkai, darah, babi, sembelihan berhala, dam khamr, baik basah

maupun kering;

f) Larangan memasuki atau keluar dari sebuah negeri ketika berjangkit penyakit

menular;

g) Larangan menyatukan hewan sakit dan hewan sehat;

60 Ibid., h 41

Page 52: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

h) Larangan berobat dengan barang haram;

i) Anjuran memberi harapan pada seorang penderita;

j) Disebutkannya madu sebagai obat dalam Al-Qur’an dan hadits;

k) Disebutkannya kurma yang tumbuh di tanah berbatu hitam sebagai obat dalam

hadits nabi saw.

Semua tuntunan mengenai kesehatan pasti sejalan dan bersumber dari hadits-hadits

nabi Saw. Imam Bukhari adalah seorang ‘alim ahli hadits yang pertama yang menyusun

kitab Ath-Thibb-unn-Nabiy. Dalam kitab shahihnya terdapat lebih kurang 80 (delapan

puluh) hadits yang berkaitan dengan ilmu kedokteran. Sedangkan hadits-hadits mengenai

kedokteran lainnya tersebar luas dalam kitab-kitab shahih Muslim, sunan Abu Dawud, at-

Tirmidzi, al-Baihaqiy, Ahmad, dan lainnya.

3. Jenis-jenis Profesi Kedokteran.

Menurut Sri Praptianingsih, bahwa berdasarkan undang-undang Nomor. 32 tahun

1992 tentang Kesehatan mengenai jenis-jenis tenaga kesehatan atau kedokteran tergolong

ke dalam:

a. Tenaga medis;

b. Tenaga keperawatan;

c. Tenaga kefarmasian;

d. Tenaga kesehatan masyarakat;

e. Tenaga gizi;

f. Tenaga keterapian fisik; dan

g. Tenaga keteknisian medis. 61

Page 53: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Selanjutnya Sri, menjelaskan bahwa dokter merupakan tokoh sentaral di antara tujuh

kategori tenaga kdokteran. Konsekuensinya, dalam upaya kesehatan dokter mempunyai

hubungan langsung dengan pasien. Hubungan antara dokter dengan pasien ini berawal

dari pola hubungan vertical paternalistic seperti bapak dengan anak yang bertolak dari

prinsip (Father Know Best) yang melahirkan hubungan yang bersifat paternalistik.62

Dalam hubungan ini kedudukan dokter dengan pasien tidak sederajat, yaitu

kedudukan dokter lebih tinggi daripada pasien karena dokter dianggap mengetahui

tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit dan penyembuhannya.

Sedangkan pasien tidak tahu apa-apa tentang hal itu sehingga pasien menyerahkan

nasibnya sepenuhnya di tangan dokter.

Sedangkan perawat, dan juga tenaga kedokteran lainnya menjalankan tugasnya sesuai

dengan perannya, karena perawat dan juga tenaga kedoktean lain adalah bagian dari

pegawai rumah sakit. Hubungan hukum antara dokter dengan tenaga keperawatan dan

tenaga kedokteran lainnya dapat terjadi karena rujukan atau pendelegasian yang diberikan

oleh dokter kepada para tenaga kedokteran. Dalam hubungan rujukan, tenaga kesehatan

(selain dokter) dapat melakukan tindakan sesuai dengan keputusannya sendiri.63

B. Hak Dan Kewajiban Profesi Kedokteran.

Dengan memperhatikan ciri-ciri khusus dari profesi seperti yang telah dikemukan

diatas, maka konsekuensinya menimbulkan hak dan kewajiban yang diembannya. Hak,

61 Sri Praptianingsih, Kedudukan Hukum Perawat Dalam Upaya Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2006), h 15

62 Legality, Jurnal Ilmiah Hukum, (Malang, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang,

2005), vol 13, h 142 63 Y.A. Triana Ohoiwutun, Bunga Rampai Hukum Kedokteran, (Malang, Banyu Media, 2007), cet

pertama, h 84

Page 54: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

artinya di sini masyarakat memberikan kekuasaan, kebebasan, dan status. Sedangkan

kewajiban, maksudnya adalah dokter wajib memberikan pelayanan kepada masyarakat

dengan tidak menyalahgunakan wewenang yang dimilikinya dan menjaga citra dan mutu

yang dimilikinya terhadap sesama anggotanya.

Dengan berlakunya undang-undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran, mengenai hak dan kewajiban profesi kedokteran semakin diperjelas di dalam

pasal 50 dan 51 yang berbunyi:

Pasal 50 Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak:

a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;

b. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasianal;

c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan d. Menerima imbalan jasa.

Sedangkan menurut Triana Ohoiwutun, bahwa hak-hak dokter yang timbul karena

adanya perjanjian terapeutik64 adalah sebagai berikut:

a) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai

dengan profesinya.

b) Hak untuk menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan peraturan

perundangan, profesi, dan etika.

c) Hak atas informasi yang lengkap dan jujur dari pasien tentang keluhan yang

dideritanya.

d) Hak atas imbalan jasa dari pelayanan kesehatan yang telah diberikan.

64 Perjanjian Terapeutik adalah perjanjian antara dokter dengan pasien, berupa hubungan hukum

yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Lihat bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan, Pertanggung jawaban Dokter, (Jakarta, PT Rineka Cipta, 2005), cet pertama, h 11

Page 55: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

e) Hak untuk mengakhiri hubungan dengan pasien, jika tidak mau menuruti nasihat

yang diberikannya atau berkembangnya hubungan yang tidak baik dengan pasien.

f) Hak atas itikad baik dari pasien dalam pelaksanaan perjajian terapeutik.

g) Hak untuk diperlakukan adil dan jujur.

h) Hak atas privacy dokter.

Pasal 51 Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban:

a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;

b. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;

c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;

d. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusian, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan

e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.

Disamping kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam Undang-undang Praktik

Kedokteran tersebut, jika diperhatikan Kode Etik Kedokteran Indonesia yang tertuang

dalam surat keputusan Menteri Kesehatan R.I. No. 34 tahun 1983. Di dalam surat

keputusan MenKes tersebut terkandung beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan

oleh dokter Indonesia. Kewajiban-kewajiban tersebut meliputi65:

a) Kewajiban umum;

b) Kewajiban terhadap penderita;

c) Kewajiban terhadap teman sejawatnya; dan

d) Kewajiban terhadap diri sendiri.

65 Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan, Pertanggung Jawaban Dokter, h 35

Page 56: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Berpedoman pada isi rumusan kode etik tersebut, secara pokok kewajiban profesi

kedokteran dapat dirumuskan sebagai berikut:

a) Bahwa ia wajib merawat pasiennya dengan cara keilmuan yang ia miliki secara

akurat

b) Tenaga kedokteran wajib menjalankan tugasnya sendiri (dalam arti secara pribadi

dan bukan oleh orang lain) sesuai dengan yang telah diperjanjikan, kecuali apabila

pasien menyetujui perlu adanya seseorang yang mewakilinya (karena dokter

dalam lafal sumpahnya juga wajib menjaga kesehatannya sendiri).

c) Dokter wajib memberikan informasi kepada pasiennya mengenai segala sesuatu

yang berhubungan dengan penyakit atau penderitaannya.

Menurut ajaran Islam, seorang dokter dan para tenaga kedokteran muslim harus

mempunyai tujuan hidup yaitu ketentaraman di dunia dan kebahagian di akhirat

)نة فى اآلخرةحسنة فى الدنيا وحس( . Ia semata-mata mengabdi kepada Allah dengan cara

menjauhi semua larangan. Sebagaimana firman Allah:

﴿أل ...,تنهون عن المنكر وتؤمنون باهللاف واس تأمرون بالمعروآنتم خير امة اخرجت للن ﴾١١٠:عمران

Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh

kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah ...,” (Q.S. Ali ‘Imran: 110)

Dan mematuhi semua perintah Allah, Rasulnya dan Ulil Amri, selain itu ia juga harus

mampu mengobati penyakit jasmani, penyakit rohani, penyakit sosial serta gangguan

pada Iman dan Islam paseinnya.

Para tenaga kedokteran muslim juga harus memiliki pengetahuan yang luas tentang

ilmu kedokteran, sekaligus juga tentang ajaran Islam agar dapat menerapkan ajaran Islam

tersebut dalam tugasnya sehari-hari.

Page 57: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Menurut ajaran Islam secara garis besar kewajiban-kewajiban tenaga kedokteran

muslim adalah:

1) Kewajiban dokter muslim yang terberat adalah beribadah dan beramal sebanyak-

banyaknya, sesuai dengan firman Allah tentang tujuan hidup dan tantangan

hidup:

﴾٥٦:ت الجن واإلنس إال ليعبدون ﴿الذارياتوما خلق Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

menyembah kepada-Ku.” (Q.S. Adz-Dzariyaat: 56).

Dengan jalan merawat dan mengobati segala macam ganguan dan penyakit

pasienya, agar si muslim dapat kembali berada dalam keadaan sehat walafiat

untuk melakukan tugas hidupnya, beribadah dan beramal66.

2) Senantiasa mempelajari dan menerapkan pengetahuan kedokteran serta

pengetahuan agama secara berimbang dalam kehidupanya sehari-hari. Islam tidak

membenarkan seseorang yang tidak mengkaji ilmu kedokteran turun mengobati

pasien, sehingga jika terjadi bahaya ia harus bertanggungjawab sepenuhnya.67

Sebagaimana hadits Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Bukhari, Nabi bersabda

“Jika suatu perkara diserahkan bukan pada ahalinya, tunggulah

kehancurannya”.

3) Pendekatan kepada pasiennya selalu bersifat holistik, yang memandang

pasiennya sebagai bagian dari diri pasien itu sendiri, bagian dari manusia lain,

dari lingkungan hidupnya serta sebagai hamba Allah Swt.

66 Ali Akbar, Etika Kedokteran Dalam Islam, (Jakarta, Pustaka Antara, 1988), cet I, h 62 67 Ja’far Khadem Yamani, Mukhtashar Tarikh Tharikat Ath-Thibb, h 45

Page 58: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

4) Menghormati dan memulyakan orang sakit, sebagaiman Allah menghormati dan

memulyakan manusia.

﴾٧٠:﴿اإلسراء... ولقد آرمنا بنى آدم Artinya: “Dan sesungguhnya telah kami mulyakan anak cucu Adam ...” (Q.S. Al-

Isra: 70).

5) Senantiasa menunjukan kasih sayang kepada orang sakit, seperti perintah nabi

Muhammad Saw:

)رواه الترمذى(رض يرحمكم من فى السماء إرحموا من فى األ Artinya: “Kasihanilah orang yang di bumi, niscaya kamu akan dikasihani

oleh yang di langit.” (H.R. Tirmidzi).

6) Senantiasa menggembirakan dan memberikan harapan hidup, guna

menumbuhkan kekuatan dan harapan dalam hati penderita, karena setiap orang

yang sakit, pasti jiwanya akan gelisah karena adanya perasaan takut mati. Seperti

sabda nabi Muhammad Saw:

رواه . (و يطيب نفسهإذا دخلتم على مريض فنفسوا له فى أجله فإن ذالك اليرد شيأ وه) الترمذى

Artinya: “Bila kamu mengunjungi orang sakit, hilangkanlah kecemasan

hatinya tentang ajalnya. Sesungguhnya yang demikian itu tidak akan merobah sesuatu tetapi akan dapat menenangkan jiwanya.” (H.R. Tirmidzi).

)رواه الترمذى. (طهور إن شأ اهللا: ا دخل على من يعوده قال إذ

Artinya: “Adalah nabi Muhammad Saw, di kala mengunjungi orang sakit

berkata, “Tidak apa-apa, Suci, Insya Allah”. (H.R. Tirmidzi).

C. Tanggung Jawab Profesi Kedokteran.

Dalam pengertian hukum, tanggung jawab berarti “keterkaitan”. Setiap manusia dari

saat ia dilahirkan sampai saat ia meninggal dunia mempunyai hak dan kewajiban dan

Page 59: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

disebut sebagai subjek hukum. Demikian juga dokter dalam melakukan suatu tindakan

harus bertanggung jawab sebagai subjek hukum pengemban hak dan kewajiban.

Dalam pertanggung jawaban tindakan dan perbuatan profesi kedokteran sebagai

subjek hukum dalam praktiknya dapat ditinjau dari dua aspek, ialah sebagai berikut:

1. Tanggung jawab Etik Profesi.

Kode etik kedokteran menyangkut dua hal yang harus diperhatikan oleh para

pengenban profesi kedokteran, yaitu68:

a. Etik jabatan kedokteran (medical ethics), yaitu menyangkut masalah yang

berkaitan dengan sikap dokter terhadap teman sejawat, para pembantunya,

masyarakat, dan pemerintah.

b. Etik asuhan kedokteran (ethics of medical care), merupakan etik kedokteran

untuk pedoman kehidupan sehari-hari, yaitu mengenai sikap tindakan seorang

dokter terhadap penderita yang menjadi tanggung jawabnya.

Mengenai tanggung jawab etik profesi kedokteran diatur di dalam KODEKI yang

dirumuskan dalam pasal-pasal adalah sebagai berikut69:

Pasal 1. Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan sumpah dokter.

Pasal 2. Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai

dengan standar profesi yang tertinggi.

Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter terhadap pasiennya harus dapat

dipertanggung jawabkan baik kepada sesama manusia maupun kepada Tuhan yang maha

esa yang telah memberikan kemampuan kepada dirinya untuk memberikan pertolongan

68 Y.T. Triana Ohoiwutun, Bunga Rampai Hukum Kedokteran, h 57 69 Anny Isfandyarie, Tanggung jawab Hukum dan Sanksi bgi Dokter Buku I, h 31

Page 60: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

kepada pasien. Upaya penyembuhan yang dilakukan dokter hendaklah merupakan upaya

yang sesuai standar dan dilakukan dengan bersunguh-sungguh oleh dokter.

Dalam hal ini Nabi Saw mewajibkan kepada setiap ahli untuk bertanggung jawab

terhadap tugasnya, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abdullah

bin Umar r.a. :

عن رعيته يقول آلكم راع و آلكم مسئول. م.أن عبدا اهللا بن عمر يقول سمعت رسول اهللا صرى﴾﴿رواه البخا...

Artinya: Abdullah bin Umar r.a. mengabarkan, bahwa Rasulallah Saw bersabda:

“setiap kamu adalah pemimpin. Dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari)

Pasal 3.Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnnya kebebasan dan kemandirian profesi.

Pengertian pasal 3 ini mengandung makna bahwa kedokteran harus selalu dijaga

seluhurnya dengan perilaku dokter yang senantiasa berorientasi kapada pengabdian,

mengutamakan kepada kebebasan dan kemandirian profesi, tidak berorientasi kepada jasa

semata. Beberapa contoh perbuatan yang tidak terpuji dari profesi kedokteran antara lain:

a) Tarif dokter yang tidak wajar dan tidak melihat kemampuan pasien;

b) Memberikan resep kepada pasein berdasarkan sponsor dari pabrik obat, dan

sebagainya

Nabi membolehkan bagi para tenaga kedokteran muslim menerima imbalan dari

pasiennya atas jasa atau perbuatannya, selagi tidak melampaui batas. Sebagaimana hadits

dari Ibn ‘Abbas r.a.:

وأعطى الحجام أجره ولو علم آراهية لم . م.إحتجم النبي ص: عن ابن عباس رضي اهللا عنهما قال﴿رواه البخارى﴾. يعطه

Page 61: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Artinya: Diriwayatkan dari Abdullah ibn Abbas, bahwa ia berkata: “Nabi Saw pernah berbekam dan membayar upah bekam itu kepada pembekam, dan kalau kiranya Nabi menganggapnya (pembayaran itu) makruh tahrim, tentu tidak akan dilakukan beliau”. (HR. Bukhari).

Pasal 4. Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

Seorang dokter yang mempromosikan dirinya sebagai dokter yang lebih kompeten

dari teman sejawatnya yang lain, merupakan salah satu bentuk perbuatan yang besifat

memuji diri yang tidak patut dilakukan. Dokter hendaknya sadar bahwa pengetahuan dan

keterampilan yang dimilikinya adalah sebagai karunia dari Tuhan yang Maha esa.

Allah Swt tidak menyukai perbuatan menyombongkan diri yang dilakukan oleh

seseorang, sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an:

﴾١٨:إن اهللا اليحب آل مختل فخور ﴿لقمان. مرحاتمش فى األرضوال تصعر خذك للناس وال Artinya: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karean sombong)

dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Q.S. Luqman: 18).

﴾٢٣: كيال تأسوا على مافاتكم والتفرحوا بما أتكم واهللا اليحب آل مختال فخور ﴿الـحديدل Artinya: “… dan supaya kamu tidak terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya

kepada mu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Q.S. Luqman: 23).

Pasal 5. Tiap perbuatan atau nasihat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis

maupun fisik, hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.

Dalam memberikan nasihat kepada pasien, dokter harus melakukan pendekatan

secara holistik. Dokter harus mampu memberikan keyakinan kepada pasien bahwa

Page 62: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

dirinya akan sembuh, dengan mengalihkan kecemasan pasein kearah optimisme,

walaupun penyakit pasien menurut pengetahuan kedokteran tidak ada harapan untuk bisa

disembuhkan. Dokter juga harus selalu ingat bahwa yang menyembuhkan adalah Tuhan

yang maha penyembuh, bukan dokter.

Pasal 6.Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Dalam memberikan pengobatan kepada pasien, dokter harus berhati-hati bila akan

menggunakan obat-obatan yang baru ditemukan. Karena apabila salah dalam pemberian

suatu obat, maka akan berakibat patal terhadap pasein.

Pasal 7. Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.

Sebagai ahli di bidang kesehatan, kadang-kadang keterangan dokter juga diperlukan

di dalam proses peradilan sebagai alat bukti keterangan ahli. Bila ini dialami oleh dokter-

dokter yang bersangkutan harus benar-benar objektif dalam memberikan keterangan

keahlian terutama pada saat memberi keterangan keahlian yang berkaitan dengan tuduhan

tindak pidana malpraktik.

Pasal 7a. Seorang dokter harus, dalam praktik mediknya memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknik dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabatnya.

Memberikan pelayanan medis merupakan amanah yang harus dilakukan oleh seorang

dokter yang harus dipertanggung jawabkan kepada Tuhan yang mengaruniai ilmu kepada

dirinya. Allah Swt yang telah mengaruniai ilmu kepada manusia menjanjikan balasan

yang kekal kepada manusia. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:

﴾٣٢: والذين هم ألمنتهم وعهدهم راعون ﴿الـمعارج

Page 63: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Artinya: “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (Q.S. Al-Ma’arij: 32).

Pasal 7b.Seorang dokter bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan

sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani medis.

Pasal 7c. Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan

hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.

Ketentuan dalam pasal 7c ini, juga perlu dicermati oleh seorang dokter, terutama, hak

pasien dalam menentukan dirinya sendiri, dalam bentuk melakukan persetujuan tindakan

medik. Tindakan dokter yang dilakukan terhadap diri pasien, haruslah sepengetahuan dan

mendapatkan persetujuan dari pasien yang paling berhak atas tubuhnya.

Pasal 7d. Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.

Kewajiban melindungi hidup makhluk insani tercantum di dalam lafal sumpah dokter,

bahkan perlindungan terhadap hidup makhluk insani harus dilakukan oleh dokter sejak

saat pembuahan. Oleh karena itu, pengakhiran kehamilan pada usia kehamilan kapan pun

tanpa indikasi medis yang jelas, merupakan pelanggaran KODEKI dan lafal sumpah

dokter. Walaupun perbuatan dokter selamat dari sanksi pidana, tetapi seorang dokter

yang mempunyai hati nurani dan setia kepada profesi luhur kedokteran, tentu tidak akan

berani melakukan aborsi dan sejenisnya yang akan mengakibatkan berakhirnya hidup

seorang calon manusia.

Secara tegas Allah Swt melarang manusia untuk melakukan aborsi. Sebagaimana

tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat 31:

﴾٣١:اإلسراءدآم خشية إمالق نحن نرزقهم وإياآم إن قتلهم آان خطئا آبيرا ﴿وال تقتلوآ أوال Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.

Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu.

Page 64: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar,” (Q.S. Al-Isra’: 31).

Pasal 8. Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus mengutamakan/

mendahulukan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotof, preventif, kuratif, dan rehabilitatif), serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya.

Pembangunan kesehatan ditunjukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat bagi semua orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan

yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam

pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Sebagai tenaga profesional di bedang kesehatan, dokter diharapkan mampu untuk

mengerahkan potensi yang ada bagi terwujudnya tujuan pembangunan kesehatan tersebut

melalui semua aspek pelayanan kesehatan dalam upaya peningkatan derajat kesehatan

masyarakat.

Pasal 9. Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

Pemecahan masalah di bidang kesehatan, tidak mungkin bias berhasil bila hanya

ditangani oleh satu displin ilmu saja. Oleh karena itu dalam menyehatkan masyarakat,

dokter harus bisa menididik masyarakat dengan menjalin kerjasama dengan tokoh-tokoh

masyarakat maupun pejabat yang dapat memberikan bantuan dalam mengubah

paradigma yang terkait dengan faktor-faktor non medis tersebut. Sepertinya suksesnya

program Keluarga Berencana, menurunya angka kematian Ibu, banyak dipengaruhi oleh

faktor-faktor non medis, terutama faktor sosial, ekonomi, dan budaya.

Kalau pasal-pasal di dalam KODEKI tersebut kita cermati akan kita lihat bahwa

pasal-pasal tersebut sesuai dengan perintah Allah Swt yang tercantum dalam Al-Qur’an:

Page 65: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

لـوالدين إحسانا وبذى القربى والـيتامى والمساآين والـجارذى الـقربى واعبد اهللا والتشرآوابه شيئا وبا مختاال اهللا اليحب من آانإن , والـجارالـجنب والصاحب بالـجنب وابن السبيل وما ملكت أيمنكم

﴾٣٦: ﴿الـنساء. فجورا Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu

pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang tua ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (Q.S. An-Nisa: 36).

2. Tanggung Jawab Hukum

Tanggungjawab hukum dokter adalah suatu “keterikatan” dokter terhadap ketentuan-

ketentuan hukum dalam menjalankan profesinya.70 “Keterikatan” dokter terhadap

ketentuan-ketentuan hukum dalam menjalankan profesinya merupakan tanggung jawab

hukum yang harus dipenuhi dokter yang pada dasarnya meliputi 2 bentuk pertanggung

jawaban71, yaitu:

1. Bidang hukum administarsi dimuat dalam Undang-undang Nomor. 29 tahun 2004

tentang Praktik Kedokteran.

2. Bidang hukum pidana, terdiri dari:

a. Undang-undang Hukum Pidana (UU Nomor, 01 tahun 1946), antara lain:

pasal 48-51, 224, 267, 268, 322, 344-361, 531 KUHP;

b. Ketentuan pidana dalam Undang-undang Nomor. 23 tahun 1992 tentang

Kesehatan;

c. Ketentuan pidana dalam Undang-undang Nomor. 29 tahun 2004 tentang

Praktik Kedokteran.

70 Legality, Jurnal Ilmiah Hukum, h 150 71 Anny Isfandyarie, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter Buku I, h 5

Page 66: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Dalam persfektip Islam mengenai masalah tanggung jawab terdapat beberapa hadits

Nabi Saw yang berkenaan dengan tangung jawab profersi terutama profesi kedokteran,

diantaranya adalah:

مام عن رعيته اإلول لكم راع وآلكم مسئيقول آ. م.أن عبداهللا بن عمر يقول سمعت رسول اهللا صول عن رعيته والمرأة راعية فى بيته راع فى أهله وهو مسئول عن رعيته والـرجل راع ومسئ

ول عن رعيته قال وحسبت أن قد قال سئع فى مال سيده ومولة عن رعيتها والخادم رازوجها ومسئ 72﴾ىاررواه البخ﴿ رعيته وآلكم راع و مسئول عن رعيتةول عناع فى مال أبيه ومسئوالرجل ر

Artinya: Abdullah bin Umar r.a. mengabarkan, bahwa Rasullah Saw bersabda:

“Setiap kamu adalah pimimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Imam itu pemimpin dalam keluarganya, bertanggung jawab tentang kepemimpinannya. Laki-laki itu pemimpin, bertanggung jawab tentang kepemimpinannya. Wanita itu pemimpin dalam rumah tangga, dan bertanggung jawab tentang kepemimpinannya. Khadam itu pemimpin bagi harta majikannya, bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya. Kata Abdullah, agaknya nabi Saw jua bersabda: “Laki-laki itu pemimpin bagi harta-harta ayahnya dan bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya. Kamu seluruhnya adalah pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya”. (H.R. Bukhari)

Dalam sunan Ibn Majjah, dikatakan bahwa orang yang tidak memiliki ilmu

kedokteran atau tidak berpengalaman atau dokter yang dangkal ilmunya, maka ia

bertanggung jawab terhadap kesalahannya, sebab ia dianggap tubuh seseorang dengan

kebodohannya.

طبب و ال من ت: قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم : عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده قال ة﴾ ﴿رواه إبن ماجك فهو ضامن قبل ذاليعلم منه طبيب

Artinya: Dari ‘Amr bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya ia berkata, Rasulallah

Saw bersada: “Barang siapa yang memberi pengobatan dengan tidak berdasarkan ilmunya, mak ia harus bertanggung jawab.” (H.R. Ibn Majjah)

Menurut Al-Khattabi, berkenaan masalah tanggung jawab profesi kedokteran yang

mengatakan:

72 Zainuddin Hamidy dkk, Tarjamah Shahih Bukhari, jilid I, h 264

Page 67: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

تعاطى على علما والم,تعدى فتلف المريض آان ضامناالاعلم خالفا فى ان المعالج اذا : ل الخطابىقا دون بد بذالكتالدية وسقط عنه القود ألنه اليس فإذا تولد من فعله التلف ضمن ,مال اليعرفه متعدوع 73هل العلم على عاقتلهيض وجناية الـطبيب على قول عامة أذن المرإ

Artinya: “Aku tidak melihat adanya perselisihan pendapat tentang dikenainya

tanggung jawab bagi seorang yang melakukan pengobatan kemudian menimbulkan korban. Bagi orang yang menguasai teori maupun praktek namun begitu berpengalamn (ia melakukan terapi dan jatuhlah korban) maka ia dikenai tanggung jawab berupa membayar diyat dan ia terlepas dari hukum qishash, lantaran praktek pengobatannya itu bukan atas inisiatif sendiri, melainkan atas dasar persetujuan dari si pasien. Menurut kebanyakan ahli ilmu, tanggung jawab dokter (berupa diyat) dibebankan kepada keluarganya.”

73 Ibn Hajar Al-Kanany Al-Astqalany, Subul As-Salam, (Bandung, Dakhlan t,th), juz III, h 250

Page 68: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

BAB IV

TINJAUAN HUKUM PIDANA INDONESIA DAN HUKUM PIDANA ISLAM

TENTANG TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN

A. Tindak Pidana Profesi Kedokteran Dalam Pandangan Hukum Pidana

Indonesia.

Istilah tindak pidana dalam profesi kedokteran sebenarnya merupakan istilah yang

asing dalam berbagai disiplin ilmu hukum. Tindak pidana profesi kedokteran merupakan

gabungan dua istilah yaitu tindak pidana yang berarti perbuatan atau tindakan dan

praktik. Sedangkan profesi kedokteran yang dalam Undang-undang No. 29 tahun 2004

(UU Praktik Kedokteran) diartikan sebagai suatu pekerjaan kedokteran yang

dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan dan kompetensi. Dapat disimpulkan bahwa

tindak pidana profesi kedokteran tidak lain adalah tindakan (medik) yang salah atau

kekeliruan yang dilakukan oleh profesi kedokteran yang buruk dan berakibat hukum atas

perbuatan tersebut.

Akan tetapi kebanyakan para pakar menggunakan beberapa istilah lain dalam tindak

pidana profesi kedokteran yaitu “Medical Malpractice” yang dalam bahasa Indonesia

disebut dengan “Kelalaian Medik”.74 Sedangkan Gonzales, dalam bukunya “Legal

Medicine Pathology and Toxilogy” menggunakan istilah Criminal Malpractice dan Civil

Malpractice.

74Hendrojono Soewono, Perlindungan Hak-hak Pasien Dalam Transaksi Terapeutik, (Jakarta, Srikandi, 2006), h. 86

Page 69: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Menurut Hermein Hadiati Koeswadji, memberikan dipinisi malpraktik adalah suatu

bentuk kesalahan professional yang dapat menimbulkan luka-luka pada pasien sebagai

akibat langsung dari suatu perbuatan atau kelalaian dokter.75

Sedangkan Berkhouwer dan Vorstman mengemukakan istilah malpraktik adalah

setiap kesalahan professional yang diperbuat oleh dokter karena pada waktu melakukan

pekerjaan professionalnya, tidak memeriksa, tidak menilai, tidak berbuat atau

meninggalkan hal-hal yang akan diperiksa, dinilai dan diperbuat di dalam situasi dan

kondisi yang sama.76

Dengan mengesampingkan perbedaan istilah-istilah di kalangan para ahli tersebut

dapat dikatakan bahwa tindak pidana tersebut dilakukan oleh para pengemban profesi

kedokteran baik berupa kelalaian atau kesalahan yang berakibat kerugian pada pasien dan

diancamkan hukuman atasnya.

Terdapat perbedaan yang mendasar antara tindak pidana biasa yang fokusnya adalah

akibat dari tindak pidana tersebut. Tindak pidana dalam profesi kedokteran fokusnya

adalah kausa atau sebab dan bukan akibat. Tindakan dapat dikatakan sebagai tindak

pidana, apabila secara teorotis memenuhi setidaknya tiga unsur yaitu:

a) Melanggar norma hukum yang tertulis;

b) Bertentangan dengan hukum atau melanggar hukum;

c) Berdasarkan suatu kelalaian atau kesalahan besar.

Hukum pidana adalah bagian dari hukum publik, oleh karena itu yang merupakan

tekanan utama di sini adalah kepentingan umum atau masyarakat. Para ahli hukum

75 Y.A. Triana Ohoiwutun, Bunga Rampai Hukum Kedokteran, (Malang, Banyu Media, 2007), h.

48 76 Hendrojono, Perlindungan hak-hak Pasien, h. 85

Page 70: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

pidana mengemukakan untuk adanya suatu pertanggung jawaban harus dipenuhi tiga

unsur persyaratan yaitu77 :

a) Harus ada perbuatan yang dapat dipidana, termasuk dalam rumusan delik undang-

undang;

b) Perbuatan yang dapat dipidana itu harus bertentangan dengan hukum

(wederrechteliijk); dan

c) Harus ada kesalahan pada pelaku.

Sedang unsur-unsur kesalahan (schuld) dalam pengertian pidana itu adalah suatu

perbuatan itu:

a) Bersifat bertentangan dengan hukum;

b) Akibatnya dapat dibayangkan atau ada penduga-duga;

c) Akibat itu sebenarnya dapat dihindarkan atau ada unsur penghati-hatian; dan;

d) Dapat dipertangung jawabkan atau dipersalahkan kepadanya.

Ukuran kesalahan atau kelalaian dalam hukum pidana adalah kelalaian atau kesalah

besar (culpa lata) bukan kelalaian ringan (culpa levis atau levissima). Mengenai kealpaan

dikenal dua bentuk, yaitu kealpaan yang disadari dan kealpaan yang tidak disadari. Jika

kesengajaan dan kealpaan kedua-duanya disebut kesalahan, maka kita akan melihat lebih

jauh bentuk-bentuk kesalahan yang dimulai dari kesengajaan sebagai maksud sampai

kealpaan yang tidak disadari. Seperti suatu tindakan yang diangkat dari KUHP dan tidak

selalu harus dapat dihukum, misalnya larangan untuk melukai seseorang dengan pisau.

Padahal dalam klinik bedah hal tersebut terjadi sehari-hari (secara materil tidak

bertentangan dengan hukum).

77 Ibid., h. 81

Page 71: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Menurut Leenen dalam (bunga Rampai Medical Malpractice), suatu tindakan dalam

profesi kedokteran (medik) tidak bertentangan dengan hukum apabila dipenuhi syarat-

syarat sebagai berikut78 :

a) Tindakan itu mempunyai indikasi atau petunjuk medik yang berdasarkan pada

tujuan tindakan medik atau perawatan yang konkrit;

b) Tindakan itu dilakukan sesuai dengan ketentuan terapi pengobatan (seni

pengobatan); dan

c) Tindakan itu dilakukan dengan persetujuan atau izin yang bersangkutan (pasien).

Beberapa perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana dan sanksi

pidananya dalam profesi kedokteran tertuang dalam beberapa ketentuan perundang-

undangan. Dalam penelitian ini bahan hukum yang digunakan ialah beberapa ketentuan

yang terdapat dalam KUHP dan Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 (UU Praktik

Kedokteran), maka penulis hanya merujuk kepada kedua undang-undang tersebut, ialah

sebagai berikut:

1. Ancaman pidana penyelenggaraan praktik kedokteran dalam Kitab

Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Ada beberapa pasal di dalam KUHP yang dapat dikenakan kepada dokter atau dokter

gigi yang memenuhi unsur-unsur rumusan tindak pidana dalam KUHP, antara lain yang

berkaitan dengan masalah pelanggaran kewajiban dokter atau dokter gigi, kejahatan

terhadap nama baik seseorang, kejahatan terhadap kesusilaan, kejahatan terhadap

pemalsuan, kejahatan terhadap tubuh dan nyawa karena kesengajaan, dan kejahatan

terhadap tubuh dan nyawa karena kelalaian.

78 Ibid., h. 82

Page 72: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

a. Pelanggaran kewajiban dokter atau dokter gigi

Beberapa pasal yang dapat dikenakan terhadap dokter atau dokter gigi yang

melakukan pelanggaran kewajiban yang diatur dalam KUHP antara lain:

1) Pelanggaran terhadap kewajiban menyimpan rahasia yang berkaitan dengan jabatan

atau pekerjaan dokter atau dokter gigi yang diatur dalam pasal 322 KUHP. Di dalam

melakukan pekerjaannya, dokter diwajibkan untuk menyimpan segala sesuatu yang

diketahui tentang pasiennya, sebagaimana yang diatur dalam pasal 322 KUHP:

Pasal 322 1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena

jabatan atau pencahariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak enam ratus rupiah.

2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seseorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu79.

2) Pelanggaran terhadap kewajiban memberikan pertolongan kepada orang yang perlu

ditolong yang tercantum di dalam pasal 304 KUHP dan 531 KUHP. Menurut

hukum, dokter diwajibkan memberikan pertolongan kepada seseorang yang terancam

bahaya maut karena menderita sakit. Bila kewajiban ini tidak dilakukan, maka dokter

dapat terkena sanksi berdasarkan pasal 304 KUHP atau pasal 531 KUHP sebagai

berikut :

Pasal 304 Barangsiapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan, dia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.

79 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta, PT Rineka Cipta, 2005), Cet ke 12, h. 128

Page 73: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Walaupun dokter atau dokter gigi tidak disebutkan di dalam penjelasan pasal 304

KUHP ini, tetapi pasal 304 mungkin juga bisa dikenakan kepada dokter atau dokter gigi

dengan alasan80:

a) KUHP tidak menjelaskan lebih lanjut tentang apa yang dimaksud dengan

membiarkan orang dalam kesengsaraan, sehingga mungkin saja seseorang yang

mengalami sakit mendadak atau mengalami kecelakaan lalu lintas termasuk di

dalam orang yang mengalami kesengsaraan.

b) Dokter termasuk di dalam kategori orang yang wajib memberikan kehidupan dan

perawatan karena hukum yang berlaku atau karena perjanjian, sehingga bila

dokter melihat seseorang menderita sakit sedangkan hukum mewajibkannya untuk

memberi kehidupan dan perawatan.

Seandainya dokter yang tidak menolong orang tersebut bisa terhindar dari pasal 304

KUHP, masih mungkin dokter akan terkena pasal 531 KUHP yang berbunyi:

Pasal 531 Barangsiapa ketika menyaksikan bahwa ada orang yang sedang menghadapi maut, tidak memberikan pertolongan yang dapat diberikan kepadanya tanpa selayaknya menimbulkan bahaya bagi dirinya atau orang lain, diancam, jika kemudian orang itu meninggal, dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.

b. Kejahatan terhadap nama baik seseorang.

Seorang dokter yang memberitahukan kepada rumah sakit melalui surat untuk

melarang teman sejawatnya bekerja di rumah sakit yang bersangkutan, dapat diancam

dengan pidana penjara karena penghinaan atau karena telah memfitnah. Ancaman pidana

bagi perbuatan penghinaan tersebut tercantum di dalam pasal 310 KUHP yang berbunyi:

80 Anny Isfandyarie dan Fachrizal Afandi, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter Buku

ke II, (Jakarta, Prestasi Pustaka, 2006), Cet I, h. 117

Page 74: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Pasal 310 1) Barangsiapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seorang dengan

menuduh sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam, karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.

2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukan atau ditempelkan di muka umum, maka yang bersalah, karena pencemaran tertulis, diancam pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.

3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan terang dilakukan demi kepetingan umum atau karena terpaksa untuk bela diri.

Sedangkan mengenai perbuatan memfitnah tercantum di dalam pasal 311 KUHP yang

berbunyi:

Pasal 311 1) Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis, dalam hal

dibolehkan untuk membuktikan bahwa apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam karena melakukan fitnah, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

2) Pencabutan hak-hak tersebut dalam pasal 35 No. 1-3 dapat dijatuhkan.

c. Kejahatan terhadap kesusilaan.

Pasal-pasal tentang pelanggaran kesusilaan yang dapat dituduhkan oleh pasien atau

keluarganya terhadap seseorang antara lain:

Pasal 289 Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Sebagai ilustrasi terjadinya kemungkinan tuduhan berdasar pasal 289 KUHP ini,

misalnya seorang dokter pria memeriksa pasien wanita tanpa didampingi oleh perawat,

sehingga di kamar periksa hanya ada dokter pria dan pasien wanita tersebut. Tanpa

diduga dokter, pasien mendadak menjerit, dan ada seorang pria yang masuk mengaku

suami dari pasien wanita termaksud. Pasien mengatakan kepada suaminya kalau dokter

Page 75: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

memaksa untuk mencium atau memeluk si pasien dan pasien akan menuntut dokter

karena perlakuan yang tidak sebagaimana mestinya yang dialami oleh pasien81. Untuk

menghindari kejadian semacam ini, maka sebaiknya dokter pria tidak memeriksa pasien

wanita sendiri di kamar periksa tanpa didampingi oleh orang ketiga, baik suami dari

pasein maupun perawat.

Atau dapat juga dokter mengalami tuduhan berdasar pasal 290 ayat (1) KUHP dalam

latar belakang kasus yang hampir sama dengan di atas, yang berbunyi:

Pasal 290 Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: 1) Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahui, bahwa

orang itu pingsan atau tidak berdaya.

Bisa saja hal itu terjadi, pasien dianggap sebagai seorang yang tidak berdaya sehingga

tuntutan dapat diajukan dengan pasal 290 ayat (1) KUHP ini. Sugandhi menjelaskan

perbedaan antara “pingsan” dengan “tidak berdaya” sebagai berikut82:

a) Pingsan artinya hilang ingatan atau tidak sadar akan dirinya, sehingga ia tidak

mengetahui lagi apa yang terjadi pada dirinya, misalnya orang yang mengalami

trauma pada kepala, dan sebagainya.

b) Tidak berdaya berarti tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali,

sehingga tidak mampu melakukan perlawanan sedikit pun. Misalnya, pasien yang

sudah sakit kronis (menahun) yang memeriksakan diri kepada dokter dengan kursi

roda karena tidak mampu berjalan sendiri termasuk di dalam golongan tidak

berdaya ini.

81 Anny Isfandyarie dan Fachrizal Afandi, Tanggung Jawab Hukum, h. 121 82 Ibid., h. 122

Page 76: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Dokter dalam mengajukan program Keluarga Berencana, hendaknya berhati-hati di

dalam memberikan penyuluhan maupun penjelasan kepada pasien, karena ada

kemungkinan dokter bisa dituntut berdasarkan pasal 299 KUHP yang berbunyi:

Pasal 299 1) Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya

diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.

2) Jika yang tersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan, atau dia seorang dokter, bidan, atau juru obat, pidanya ditambah sepertiga.

3) Jika yang tersalah, melakukan kejahatan tersebut. Dalam menjalankan pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pekerjaan itu.

Sugandhi menjelasakan bahwa pembuktian untuk pasal ini cukup dengan wanita

termaksud benar-benar hamil, sedangakan pelaku yang dituduh telah melakukan

pengobatan atau melakukan perbuatan terhadap wanita tersebut dengan keterangan atau

cara yang dapat menimbulkan harapan bahwa perbuatan yang dilakukan pelaku dapat

mengakibatkan gugurnya kandungan wanita tersebut.

d. Kejahatan terhadap pemalsuan.

Di dalam praktik sehari-hari, terkadang dokter diminta tolong oleh temannya untuk

memberikan surat keterangan sakit kepada anaknya yang tidak dapat masuk kerja. Bila

ternyata surat keterangan sakit tersebut tidak terbukti yang artinya orang yang diberi surat

keterangan sakit tersebut ternyata tidak sakit, maka dokter dapat terkena ancaman pidana

yang tercantum di dalam pasal 267 KUHP, sebagai berikut:

Pasal 267 1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada

atau tidaknya penyakit, kelemahan, atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Page 77: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

2) Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukan seseorang ke dalam rumah sakit jiwa atau menahan di situ, dijatuhkan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun 6 (enam) bulan.

3) Dipidana dengan pidana yang sama, barangsiapa yang dengan sengaja memakai surat palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.

Terdapat tiga pengertian yang terkandung di dalam seorang dokter memberikan surat

keterangan, yang terdiri dari83 :

a) Keterangan tersebut diberikan secara tertulis (berbentuk surat);

b) Yang membuat surat dan bertanggung jawab terhadap surat itu adalah seorang

dokter (tidak berlaku bila yang menandatangani bukan dokter);

c) Surat tersebut diperuntukan dan diserahkan kepada seseorang yang telah

memintanya.

Agar rumusan dalam pasal 267 KUHP ini bisa dikenakan kepada dokter, unsur

sengaja harus terpenuhi, karena bisa saja terjadi dokter salah dalam menentukan

diagnosa, sehingga terjadi kesalahan pula dalam menerbitkan surat keterangan yang

dibuatnya.

e. Kejahatan terhadap tubuh dan nyawa.

Terhadap tindakan dokter yang selalu berkaitan dengan tubuh seseorang,

kemungkinan tuduhan atau penuntutan yang dilakukan penegak hukum kepada dokter

pada umumnya berupa tuduhan penyerangan terhadap kepentingan hukum atas tubuh dan

nyawa manusia yang di dalam KUHP tercantum di dalam:

83 Ibid., h. 126

Page 78: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

1. Bab XX KUHP tentang kejahatan terhadap tubuh yang dilakukan dengan sengaja,

dan Bab XXI KUHP (khususnya pasal 360 KUHP) merupakan bentuk kejahatan

terhadap tubuh yang terjadi karena kelalaian (tanpa kesengajaan).

Pasal 360 1) Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mendapat

luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

2) Barangsiapa karena kesalahan (kealpannya) menyebabkan orang lain luka-luka sedimikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana kurungan paling empat ribu lima ratus rupiah.

2. Bab XIX KUHP untuk kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja,

dan Bab XXI KUHP (khususnya pasal 359) yang dilakukan tanpa sengaja (karena

kelalaian).

Pasal 359 Barangsiapa kerena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. f. Kejahatan terhadap tubuh dan nyawa karena kesengajaan.

Kejahatan terhadap tubuh dan nyawa yang dapat diancamkan kepada dokter dengan

kualifikasi kesengajaan antara lain:

Pasal 335 1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak

empat ribu lima ratus rupiah84 : 1. Barangsiapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan,

tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.

84 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h, 133

Page 79: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Di dalam penjelasan terhadap pasal 335 KUHP ini R. Sugandhi menjelaskan untuk

penerapan pasal ini ada dua hal yang harus dibuktikan, yaitu:

a) Bahwa ada seseorang yang dengan melawan hak dipaksa untuk melakukan sesuatu,

tidak melakukan sesuatu, atau membiarkan sesuatu;

b) Bahwa paksaan itu dilakukan dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain atau

suatu perbuatan yang tidak menyenangkan, atau ancaman kekerasan, ancaman

perbuatan lain, atau ancaman perbuatan yang tidak menyenangkan, baik terhadap

orang itu, maupun terhadap orang lain.85

Perbuatan yang dilakukan dokter sebagai kesengajaan diantaranya termasuk juga

mengenai masalah Euthansia, adalah merupakan tindakan yang dapat dikenakan ancaman

pidana berdasarkan pasal 344 dan 345 KUHP yang berbunyi:

Pasal 344 Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

Pasal 345 Barangsiapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.

Adapun yang dimaksud dengan permintaan dalam pasal 344 KUHP, dijelaskan oleh

Adami Chazawi sebagai peryataan kehendak yang ditunjukan pada orang lain, agar orang

lain itu melakukan perbuatan tertentu bagi kepentingan orang yang meminta. Orang yang

diminta, dalam keadaan bebas untuk bisa memutuskan kehendaknya untuk mengabulkan

atau menolak permintaan orang yang meminta.

85 Anny Isfandyari dan Fachrizal A, Tanggung Jawab Hukum, h, 130

Page 80: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Kejahatan yang tercantum di dalam pasal 349 KUHP merupakan kejahatan yang

subjek hukumnya sudah ditentukan sebagai kualitas pribadi yang melekat yaitu dokter,

bidan, dan juru obat.

Pasal 349 Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.

Pasal 347 dan 348 KUHP berisi tentang pengguguran kandungan dengan atau tanpa

persetujuan wanita yang digugurkan kandungannya yang berbunyi :

Pasal 347 1) Barangsiapa dengan sengaja mengugurkan atau mematiakn kandungan seorang

wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun,

Pasal 348

1) Barangsiapa dengan sengaja mengugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

g. Kejahatan terhadap tubuh dan nyawa karena kelalaian.

Walaupun tindakan dokter telah mendapatkan persetujuan dari pasien, namun bila

tindakan tersebut mengakibatkan kematian, maka terhadap dokter masih tetap dapat

dituntut dengan pasal 359 KUHP.

Pasal 359 Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.

Page 81: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Demikian juga bila tindakan dokter mengakibatkan luka berat atau cacat pada

pasiennya, maka terhadap dokter juga dapat dituntut dengan pasal 360 jo. pasal 361

KUHP.

Pasal 361 Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencaharian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim memerintahkan supaya putusannya diumumkan.

Di dalam penjelasan dari pasal 361 KUHP ini, R. Sugandhi menjelaskan bahwa yang

dikenakan pasal ini misalnya: dokter, bidan serta ahli obat yang dianggap harus berhati-

hati dalam melakukan pekerjannya. Apabila mereka melakukan kelalaian dalam

menjalankan pekerjaannya sehingga mengakibatkan orang lain mati atau cacat, maka

hukumannya dapat diperberat dengan ditambah sepertiganya dari pasal 359 atau pasal

360 KUHP86. Selain itu terhadap petindak dapat ditambah dengan dicabut haknya

melakukan pekerjaan tersebut serta hakim dapat mengumumkan keputusannya.

2. Ancaman pidana dalam Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran.

Untuk terciptanya penyelenggaraan paraktik kedokteran yang bermutu tinggi, maka

undang-undang praktik kedokteran (UU Paradok) yang mulai berlaku pada tanggal 6

oktober 2005 tersebut mencantumkan beberapa ketentuan pidana yang khusus berlaku

bagi dokter dan dokter gigi yang terdapat pada pasal 75 sampai 80 Undang-undang

Praktik Kedokteran.

86 Ibid., h. 154

Page 82: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Ancaman pidana tersebut dapat dikenakan bagi dokter atau dokter gigi yang

melakukan praktik kedokteran, yang melanggar beberapa kewajiban atau melanggar hal-

hal yang dilarang oleh Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,

antara lain: Pelanggaran terhadap kewajiban Administrasi, Pelanggaran yang

berhubungan dengan kewajiban terhadap pasien, Pelanggaran yang berhubungan dengan

perkembangan ilmu kedokteran, Pelanggaran yang dilakukan orang lain, dan Pelanggaran

yang dilakukan oleh pimpinan sarana kesehatan atau badan hukum (korporasi).

a. Pelanggaran terhadap kewajiban Administrasi.

1. Setiap dokter atau dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran atau

kedokteran gigi wajib memiliki Surat Tanda Registrasi (STR), sebagaimana

dijelaskan dalam pasal 29 ayat 1 (UU Praktik Kedokteran), menerangkan bahwa

“setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia

wajib memiliki surat tanda registrasi dan surat tanda registrasi dokter gigi”.

Sedangkan bagi dokter warga Negara asing yang melakukan praktik kegiatan

dalam rangka pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pelayanan di bidang

kedokteran atau kedokteran gigi yang bersifat sementara di Indonesia dapat

diberikan surat tanda registrasi sementara, ketentuan ini berdasarkan bunyi pasal

31 ayat 2 (UU Praktik Kedokteran). Adapun surat tanda registrasi bersyarat

diberikan kepada peserta program pendidikan dokter spesialis atau dokter gigi

spesialis warga Negara asing (pasal 32 ayat 1 UU Praktik Kedokteran).

Maka apabila dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melanggar segala

ketentuan yang terdapat dalam pasal 29 ayat 1, pasal 31 ayat 1, dan pasal 32 ayat

Page 83: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

1 di atas, dikenakan ancaman pidana yang terdapat dalam 75 ayat (1), (2), dan (3)

UU Praktik Kedokteran, yang berbunyi :

Pasal 75 1) Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik

kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).

2) Setiap dokter atau dokter gigi warga Negara asing yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sementara sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).

3) Setiap dokter atau dokter gigi warga Negara asing yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda tanda registrasi bersyarat sebagimana dimaksud dalam pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).87

2. Kewajiban yang lain bagi setiap dokter atau dokter gigi dalam melakukan praktik

kedokterannya harus memiliki Surat Izin Praktik (SIP), hal ini berdasarkan atas

ketentuan pasal 36 (UU Praktik Kedokteran). Sehingga apabila dokter atau dokter

gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin

praktik, dapat dipidana sebagaimana tercantum dalam pasal 76 (UU Praktik

Kedokteran), sebagai berikut:

Pasal 76 Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).

3. Dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam pasal

41 ayat (1) UU Praktik Kedokteran yang berbunyi :

Pasal 41

87 Undang-undang Nomor. 29 tahun 2004, Tentang Praktik Kedokteran, (Surabaya, Kesindo

Utama, 2007), h. 31

Page 84: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

1) Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan menyelenggarakan praktik kedokteran sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 wajib memasang papan nama praktik kedokteran.

Dan apabila melanggar ketentuan yang ada dalam pasal 41 ayat (1) tersebut

diancam pidana dalam pasal 79 poin a, ialah:

Pasal 79 Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang: a. Dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam

pasal 41 ayat (1); b. Pelanggaran yang berhubungan dengan kewajiban terhadap pasien.

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai

kewajiban memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar

prosedur operasional serta kebutuhan paseinnya, hal ini sebagaimana disebutkan oleh

(pasal 51 hurup a UU Praktik Kedokteran). Akan tetapi apabila dokter atau dokter gigi

dengan sengaja menyelenggarakan praktik kedokterannya tanpa memperhatikan

ketentuan yang terdapat dalam pasal 51 hurup a, dapat dikenakan sanksi pidana

sebagaimana ketentuan yang ada dalam pasal 79 huruf c UU Praktik Kedokteran yang

berbunyi:

Pasal 79 Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang: c. Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 51

huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e.

Page 85: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Setiap dokter atau dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran dengan sengaja

tidak membuat rekam medis.88 Sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 ayat (1) yang

berbunyi:

Pasal 46 1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat

rekam medis.

Jika dokter atau dokter gigi tidak mengindahkan ketentuan yang tersebut dalam pasal

46 ayat (1) di atas dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda

paling banyak lima puluh juta rupiah, hal ini sebagaimana di sebutkan dalam pasal 79

huruf b :

Pasal 79 Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang: a. Dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 41

ayat (1).

Kewajiban menyimpan rahasia atas segala sesuatu yang diketahui tentang pasien,

bahkan setelah pasien itu meninggal dunia, merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh

dokter dan dokter gigi. Kewajiban dokter dalam menyimpan rahasia kedokteran

tercantum dua kali dalam UU Praktik Kedokteran, yaitu pasal 48 ayat (1) samapai ayat

(3) dan pasal 51 huruf c UU Praktik Kedokteran.

Kewajiban ini boleh disimpangi berdasarkan pasal 48 ayat (2) UU Praktik

Kedokteran yang mengizinkan rahasia kedokteran di buka untuk hal-hal sebagai berikut89

:

88 Rekam Medis menurut penjelasan resmi atas pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, Rekam

Medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Lihat Y.A. Triana Ohoiwutun, Bunga Rampai Hukum Kedokteran, h. 21

89 Anny Isfandyarie dan Fachrizal A, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter, h. 183

Page 86: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

a) Untuk kepentingan kesehatan pasien, misalnya pasien menderita kanker stadium

lanjut yang kemungkinan harapan sembuh sangat tipis. Bila hal ini diketahui oleh

pasien, akan membuat cemas, sehingga akan menggangu kestabilan jiwanya.

Biasanya dokter dalam hal ini mengatakan kepada keluarganya, tidak mengatakan

kepada pasien sendiri. Hal ini dizinkan berdasarkan pasal 48 ayat (2) UU Praktik

Kedokteran, sehingga perbuatan dokter dalam hal ini tidak dapat dipidana.

b) Untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan

hukum, misalnya dokter terkena tuntutan pasal 360 KHUP, kemudian disidik oleh

polisi. Maka penjelasan dokter kepada polisi tentang penyakit pasien yang kemudian

menimbulkan cacat atau luka tersebut dibenarkan oleh pasal 48 ayat (2).

c) Berdasarkan kebutuhan perundang-undangan, misalnya adanya penyakit yang bisa

membahayakan kepentingan orang banyak, yang harus dilindungi dari penyebaran

penyakit tersebut. Dalam hal terjadi demikian, maka undang-undang memerintahkan

dokter untuk membuka rahasia jabatannya agar masyarakat dapat terlindunngi atau

mengadakan pencegahan terhadap penyakit yang berbahaya tersebut, seperti: demam

berdarah, flu burung, dan sebagainya.

Perbuatan dokter yang membuka rahasia jabatannya di luar alasan-alasan tersebut,

dapat dikenakan ancaman pidana 1 (satu) tahun kurungan atau denda paling banyak Rp.

50.000.000 (lima puluh juta rupiah) berdasarkan pasal 79 huruf UU praktik kedokteran.

Dalam melaksanakan praktik kedokterannya setiap dokter atau dokter gigi

mempunyai kewajiban merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai

keahlian yang lebih baik apabila dokter yang bersangkutan tidak mampu melakukan

suatu pemeriksaan (pasal 51 huruf b UU Praktik Kedokteran). Apabila dokter yang

Page 87: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

bersangkutan dengan sengaja tidak merujuk pasiennya kepada dokter atau dokter gigi

yang lain yang memiliki keahlian atau kemampuan yang lebih baik, maka dapat terkena

ancaman pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.

50.000.000 (lima puluh juta rupiah) yang tercantum dalam pasal 79 huruf c UU Praktik

kedokteran.

Demikian juga dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak melakukan

pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, padahal ia mengetahui kalau tidak ada

orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya (pasal 51 huruf d UU Praktik

Kedokteran) dipidana berdasarkan pada pasal 79 huruf c UU Praktik Kedokteran dengan

pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000

(lima puluh juta rupiah).

c. Pelanggaran kewajiban yang berhubungan dengan perkembangan ilmu kedokteran.

Kewajiban dokter atau dokter gigi diantaranya adalah untuk selalu menambah ilmu

pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.

Sebagaimana tertuang dalam pasal 51 huruf e, yang menerangkan “dokter atau dokter

gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban menambah ilmu

pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi”. Dan

ketentuan yang terdapat dalam (pasal 28 ayat 1 UU Praktik Kedokteran), sebagai berikut:

Pasal 28 1) Setiap dokter atau dokter gigi yang berpraktik wajib mengikuti pendidikan dan

pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi yang berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi dalam rangka penyerapan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dan kedokteran gigi.

Page 88: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Apabila kewajiban ini tidak dilaksanakan oleh dokter atau dokter gigi, maka dapat

terkena ancaman pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak

Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) sebagaimana tertuang dalam pasal 79 huruf e UU

Praktik Kedokteran.

d. Pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain. .

Terdapat dua larangan yang tercantum dalam pasal 73 ayat (1) dan ayat (2) UU

Praktik Kedokteran, yaitu:

1. Larangan menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang

menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah

dokter. Hal ini tertuang dalam pasal 73 ayat (1) yang berbunyi :

Pasal 73 1) Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain

yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan atau surat izin praktik.

Kalau larangan ini dilakukan oleh orang yang bersangkutan, maka berlaku

ketentuan yang terdapat di dalam pasal 77 UU Praktik Kedokteran yang berbunyi:

Pasal 77 Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi dan atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah).

Page 89: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Menurut Anny Isfandyarie, menjelaskan bahwa berlakunya pasal 77 UU Praktik

Kedokteran ini ada dua kemungkinan ialah sebagai berikut90 :

a) Pasal 77 ini tidak berlaku bagi dokter atau dokter gigi, tetapi berlaku bagi

orang yang dengan sengaja menggunakan gelar atau bentuk lain seolah-olah

yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki STR

dan SIP.

b) Pasal 77 ini juga berlaku bagi dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki

STR dan SIP yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran. Karena

dokter atau dokter gigi yang telah memiliki STR dan SIP merupakan satu

kalimat yang tidak dapat dipisahkan. Juga pengecualian yang tercantum di

dalam pasal 73 ayat (3) UU Praktik Kedokteran :

Pasal 73 1) Ketentuan sebagimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku

bagi tenaga kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undang.

2. Larangan menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan

kepada masyarakat, tertuang pada pasal 73 ayat (2), sebagai berikut:

Pasal 73 2) Setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan atau surat izin praktik.

Maka apabila melanggar larangan ini dapat dikenakan sanksi berdasarkan pasal

78 UU Praktik Kedokteran yang berbunyi:

Pasal 78

90 Ibid., h. 186

Page 90: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah).

e. Pelanggaran yang dilakukan oleh pimpinan sarana kesehatan atau badan hukum

(korporasi).

Sanksi bagi sarana pelayanan kesehatan hanya yang berakitan dengan larangan yang

tercantum di dalam pasal 42 UU Praktik Kedokteran yang berbunyi:

Pasal 42 Pimpinan sarana kesehatan dilarang mengizinkan dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki surat izin praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan tersebut.

Adapun ketentuan sanksi terhadap pelanggaran larangan di dalam pasal 42 UU

Praktik Kedokteran ini tercantum di dalam pasal 80 ayat (1) dan ayat (2) yang berbunyi:

Pasal 80 1) Setiap orang yang dengan sengaja memperkerjakan dokter atau dokter gigi

sebagaimana dimaksud dalam pasal 42, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).

2) Dalam hal tindak pidana sebagimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah sepertiga atau dijatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak91.

Dari bunyi pasal 80 ayat (1) dan (2) UU Praktik Kedokteran tersebut dapat diartikan

bahwa sanksi pidana yang tercantum di dalam pasal 80 UU Praktik Kedokteran dapat

dikenakan kepada:

1. Perorangan yang memiliki sarana pelayanan kesehatan yang memperkerjakan

dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki SIP.

91 Undang-undang No. 24 tahun 2004, Tentang Praktik Kedokteran, h. 32

Page 91: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

2. Korporasi yang memiliki sarana pelanan kesehatan yang memperkerjakan dokter

atau dokter gigi yang tidak memiliki SIP, dipidana dengan 2 (dua) bentuk pidana

yaitu :

a. Denda Rp.400.000.000 (empat ratus juta rupiah) atau

b. Denda Rp.400.000.000 (empat ratus juta rupiah), ditambah dengan

pencabutan izin92.

Ketentuan-ketentuan pidana pada Undang-undang Praktik Kedokteran ini pada

umumnya menganut sistem alternatif yang memberikan kebebasan kepada hakim untuk

memilih salah satu jenis pidana yang tercantum dalam rumusan tindak pidana yang

bersangkutan.

B. Tindak Pidana Profesi Kedokteran Dalam Pandangan hukum Pidana Islam.

Dalam pandangan hukum pidana Islam bahwa pembahasan mengenai tindak pidana

profesi kedokteran tergolong ke dalam dua kategori tindak pidana. Apabila dalam tindak

pidana profesi kedokteran didasarkan atas berat ringannya akibat yang menimpa sasaran

atau obyek dari tindak pidana tersebut, maka dapat dikategorikan kepada tindak pidana

atas selain jiwa )جناية على ما دون النفس ( . Sedangkan apabila tindak pidana profesi

kedokteran didasarkan kepada niat pelakunya dan mengakibatkan matinya korban,

dikategorikan ke dalam pembunuhan karena kesalahan )قتل الخطأ( .

Tindak pidana profesi kedokteran yang didasarkan atas berat ringannya akibat yang

ditimbulkan oleh perbuatan tergolong ke dalam tindak pidana atas selain jiwa.

92 Anny Isfandyarie, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter, h. 188

Page 92: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Sedangakan yang dimaksud dengan tindak pidana atas selain jiwa seperti yang

dikemukakan oleh Abdul Qadir ‘Audah adalah:

93 عن آل أذى يقع على جسم اإلنسان من غيره فال يؤدى بحياتهجناية على ما دون النفس Artinya: “Setiap perbuatan menyakiti orang lain yang mengenai badannya, tetapi

tidak sampai menghilangkan nyawanya”. Pengertian ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Wahbah Zuhaili,

bahwa tindak pidana selain jiwa adalah setiap tindakan melawan hukum atas badan

manusia, maupun pemukulan, sedangakan jiwa atau nyawa dan hidupnya masih tetap

tidak tergangu.94

Inti dari unsur tindak pidana atas selain jiwa, seperti yang dikemukakan dalam

definisi di atas adalah perbuatan menyakiti. Dengan demikian yang termasuk dalam

pengertian perbuatan menyakiti, setiap pelanggaran yang bersifat menyakiti atau merusak

anggota badan manusia, seperti pelukaan, pemukulan, pencekikan, pemotongan, dan

penempelengan. Oleh karenanya yang menjadi sasaran tindak pidana ini adalah badan

atau jasmani manusia, maka perbuatan yang menyakiti perasaan orang tidak termasuk

dalam definisi di atas, karena perasaan bukan jasmani dan sifatnya abstrak, tidak konkret.

Dalam menentukan pembagian tindak pidana selain jiwa ada dua klasifikasi, yaitu:

1) Ditinjau dari segi niatnya

ditinjau dari segi niat pelaku, tindak pidana atas selain jiwa dapat dibagi kepada dua

bagian.

a. Tindak pidana atas selain jiwa dengan sengaja.

93 Abdul Qadir ‘Audah, At-Tasyri Al-Jinaiy Al-Islamiy, (Beirit, Muassasah Risalah, 1984), Cet ke

V, Juz II, h. 204

94 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, (Damaskus, Dar Al-Fikr, 1989), Juz ke VI, h. 331

Page 93: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

b. Tindak pidana atas selain jiwa dengan tidak sengaja.

Pengertian tindak pidana atas selain jiwa dengan sengaja, seperti dikemukakan oleh

Abdul Qadir ‘Audah adalah:

فالعمد هو ماتعمد فيه الجانى الفعل بقصد العدوان Artinya: “Perbuatan sengaja adalah setiap perbuatan di mana pelaku sengaja

melakukan perbuatan dengan maksud melawan hukum”. Dari definisi tersebut dapat diambil suatu asumsi bahwa dalam tindak pidana atas

selain jiwa dengan sengaja, pelaku sengaja melakukan perbuatan yang dilarang dengan

maksud supaya perbuatannya itu mengenai dan menyakiti orang lain sebagai contoh,

seseorang yang dengan sengaja melempar orang lain dengan batu, dengan maksud supaya

batu itu mengenai badan atau kepalanya.

Sedangkan pengertian tindak pidana atas selain jiwa dengan tidak sengaja atau karena

kesalahan adalah:

والخطأ هو ماتعمد فيه الجانى الفعل دون قصد العدوان Artinya: “Perbuatan karena kesalahan adalah suatu perbuatan di mana pelaku

sengaja melakukan suatu perbuatan, tetapi tidak ada maksud untuk melawan hukum”. Pembagian sengaja dan tidak sengaja (al-khata’) dalam tindak pidana atas selain jiwa,

masih diperselisihkan oleh para ulama. Seperti dalam tindak pidana atas jiwa, Syafi’iyah

dan Hanabilah berpendapat bahwa dalam tindak pidana atas selain jiwa juga ada

pembagian yang ketiga, yaitu syibhul‘amdi atau menyerupai sengaja. Contohnya, seperti

seseorang yang menempeleng muka orang lain dengan tempelengan yang ringan, tetapi

kemudian terjadi pelukaan dan pendarahan. Contoh kasus semacam ini menurut mereka

tidak termasuk sengaja, melainkan menyerupai sengaja, karena alat yang digunakan yaitu

Page 94: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

tempelengan ringan, pada galibnya tidak akan menimbulkan pelukaan atau pendarahan.

Namun dari segi hukumnya mereka menyamakan dengan tidak sengaja.95

2) Ditinjau dari segi objek (sasarannya).

Ditinjau dari objek atau sasarannya, tindak pidana atas selain jiwa baik sengaja

maupun tidak sengaja dapat dibagi ke dalam lima bagian, yaitu:

a. Penganiayaan atas anggota badan dan semacamnya.

Yang dimaksud dengan penganiayaan atas anggota badan dan semacamnya adalah

tindakan perusakan terhadap anggota badan dan anggota lain yang disetarakan dengan

anggota badan, baik berupa pemotongan maupun pelukaan. Dalam kelompok ini

termasuk pemotongan tangan, kaki, jari, kuku, hidung, zakar (kemaluan), biji pelir,

telinga, bibir, pencongkelan mata, merontokan gigi, pemotongan rambut, alis, bulu mata,

jenggot, kumis, bibir kemaluan perempuan, dan lidah.

b. Menghilangkan manfaat anggota badan sedangkan jenisnya masih tetap utuh.

Maksud dari jenis yang kedua ini adalah tindakan yang merusak manfaat dari anggota

badan, sedangkan jenis anggota badannya masih utuh. Dengan demikian apabila anggota

badannya hilang atau rusak, sehingga manfaatnya juga ikut hilang maka perbuatannya

termasuk kelompok pertama, yaitu perusakan anggota badan. Yang termasuk dalam

kelompok ini adalah menghilangkan daya pendengaran, penglihatan, penciuman,

perasaan lidah, kemampuan berbicara, bersetubuh, dan lain-lain.

c. Asy-Syajjaj

Yang dimaksud dengan Asy-Syajjaj adalah pelukaan khusus pada bagian muka dan

kepala, tetapi khusus bagian-bagian tulang saja, seperti dahi. Sedangkan pipi yang banyak

95 Abdul Qadir ‘Audah, At-Tasri Al-Jinaiy Al-Islamiy, h. 332

Page 95: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

dagingnya tidak termasuk syajjaj, tetapi ulama lain berpendapat bahwa syajjaj adalah

pelukaan pada bagian muka dan kepala secara mutlak.96 Adapun organ-organ tubuh yang

termasuk kelompok anggota badan meskipun ada pada bagian muka seperti mata, telinga,

dan lain-lain tidak termasuk syajjaj.

d. Al-Jirah.

Al-Jirah adalah pelukaan pada anggota badan selain wajah, kepala, dan athraf.

Anggota badan yang pelukaannya termasuk jirah ini meliputi leher, dada, perut, sampai

batas pinggul. al-jirah terdapat dua macam, yaitu :

1) Al-Jaifah, yaitu pelukaan sampai ke bagian dalam dari dada dan perut, baik

pelukaannya dari depan, belakang, maupun samping.

2) Ghairu Jaifah, yaitu pelukaan yang tidak sampai ke bagian dalam dari dada

atau perut, melainkan hanya pada bagian luarnya saja.

e. Tindakan selain yang telah disebutkan di atas.

Adapun yang termasuk ke dalam kelompok tindakan selain yang telah disebutkan di

atas adalah setiap tindakan pelanggaran atau menyakiti yang tidak sampai merusak athraf

atau menghilangkan manfaatnya, dan tidak pula menimbulkan syajjaj atau jirah. Sebagai

contoh dapat dikemukakan, seperti pemukulan pada bagian muka, tangan, kaki, atau

badan, tetapi tidak sampai menimbulkan atau mengakibatkan luka, melainkan hanya

memar, muka merah, atau terasa sakit.

Hukuman untuk tindak pidana atas selain jiwa dapat dibagi ke dalam tiga bagian,

yaitu hukuman untuk tindak pidana atas selain jiwa dengan sengaja, menyerupai sengaja

96 Ibid., h. 206

Page 96: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

dan karena kesalahan. Pengelompokan hukuman untuk sengaja, menyerupai sengaja dan

kesalahan dalam tindak pidana atas selain jiwa, sebenarnya tidak begitu dipermasalahkan.

Karena dalam tindak pidana atas selain jiwa realisasinya dan penerapan hukuman

didasarkan atas berat ringannya akibat yang menimpa sasaran atau objek tindak pidana,

bukan kepada niat pelaku. Sebagaimana telah dikemukakan di atas, ditinjau dari segi

objek atau sasarannya, tindak pidana atas selain jiwa dibagi kepada lima bagian, yaitu

perusakan anggota badan atau sejenisnya, menghilangkan manfaatnya, syajjaj, jirah, dan

tindakan yang tidak termasuk keempat jenis tersebut. Hukuman untuk tindak pidana atas

selain jiwa tergantung kepada akibat yang timbul atas beberapa jenis tindak pidana

tersebut, baik perbuatannya dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja.

Dalam penelitian ini penulis hanya membatasi kepada dua bagian dari tindak pidana

atas selain jiwa, yaitu perusakan anggota badan atau semacamnya dan menghilangkan

manfaatnya. Karena sangat terkait hubungannya dalam pembahasan tindak pidana profesi

kedokteran, juga pada umumnya kedua bagian tersebut merupakan tindakan yang sering

terjadi dalam dunia kedokteran. Di bawah ini penulis akan menguraikan secara rinci

hukuman untuk tindak pidana atas selain jiwa, yang dikaitkan dengan sasaran atau

objeknya atas kedua bagian tersebut, adalah:

1. Hukuman untuk Ibanah (perusakan) Athraf dan semacamnya.

Athraf menurut para fuqaha adalah tangan dan kaki.97 Pengertian tersebut kemudian

diperluas kepada anggota badan yang lain sejenis athraf, yaitu jari, kuku, bulu mata, gigi,

97 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, h. 333

Page 97: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

rambut jenggot, alis, kumis, hidung, zakar (kemalun), biji pelir, telinga, bibir, mata, dan

bibir kemaluan perempuan.

Hukuman pokok untuk perusakan athraf dengan sengaja adalah qishash, sedangkan

hukuman penggantinya adala Diyat dan Ta’zir. Adapun hukuman pokok untuk perusakan

athraf yang menyerupai sengaja dan kesalahan adalah diyat, sedangkan hukuman

penggantinya adalah ta’zir.

a. Hukuman Qishash.

Hukuman qishash merupakan hukuman pokok untuk tindak pidana atas selain jiwa

dengan sengaja, sedangkan diat dan ta’zir merupakan hukuman pengganti yang

menempati tempat qishash. Sehubungan dengan hal tersebut, pada prinsipnya hukuman

pokok (qishash) dan hukuman pengganti (diyat dan ta’zir) tidak dapat dijatuhkan

bersama-sama dalam satu jenis tindak pidana, karena penggabungan hukuman dapat

menafikan karakter penggantian. Konsekuensinya lebih lanjut dari karakter penggantian

ini adalah bahwa hukuman pengganti tidak dapat dilaksanakan kecuali apabila hukuman

pokok tidak bisa dilaksanakan.

Menurut pendapat Imam Malik, Abu Hanifah dan sebagian fuqaha Hanabilah,

hukuman pokok (qishash) tidak mungkin dijatuhkan bersama-sama dengan hukuman

penganti (diyat) dalam satu jenis pelukaan. Dengan demikian apabila si pelaku sudah di-

qishash untuk sebagian pelukaan, tidak ada hukuman diyat untuk sisanya (sebagian

pelukaan lainnya). Oleh karena itu dalam kasus semacam ini, korban diwajibkan untuk

memilih antara qishash tanpa diyat atau langsung mengambil diyat.98

98 Abdul Qadir ‘Audah, At-tasyri’ Al-jinaiy Al-Islamiy, h. 212

Page 98: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Hukuman pokok yaitu qishash tidak dapat dilaksanakan atau gugur karena ada

beberapa sebab. Sebab-sebab ini ada yang bersifat umum dan ada pula yang bersifat

khusus yang berkaitan dengan tindak pidana atas selain jiwa, antara lain:

1) Sebab-sebab terhalangnya Qishsah yang bersifat umum.

a. Korban merupakan bagian dari pelaku.

Apabila korban (orang yang dilukai) merupakan bagian dari pelaku (yang melukai)

maka hukuman qishash tidak dapat dilaksanakan. Yang dimaksud dengan bagian di sini

adalah bahwa orang yang menjadi korban tindak pidana itu adalah anaknya atau cucunya.

Dengan demikian, apabila seorang ayah atau ibu melukai anaknya, ia tidak dikenakan

hukuman qishash. Hal ini didasarkan kepada hadits Nabi Saw yang diriwayatkan oleh

Imam Ahmad, Turmudzi, Ibn Majjah, dan Baihaqi dari Umar ibn Khattab, bahwa ia

mendengar Rasullah Saw bersabda:

ال يقد : سمعت رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم يقول: وعن عمر بن الخطاب رضى اهللا عنه قال99 ).رواه أحمد والترمذى وابن ماجه وصححه ابن الجارود والبيهقى(الوالد بالولد

Artinya: “Dari Umar ibn Khattab r.a. berkata, saya mendengar Rasulullah Saw

bersabda: Tidaklah diqishash orang tua karena membunuh anaknya” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibn Majah, dan disahihkan oleh Ibn Jarud dan Baihaqi).

b. Tidak ada keseimbangan antara korban dan pelaku.

Apabila korban tidak seimbang dengan pelaku, pelaku tidak dikenakan hukuman

qishash. Ukuran keseimbangan ini dilihat dari sisi korban bukan pelaku. Dasar

keseimbangan menurut Imam Malik, Syafi’I dan Ahmad adalah merdeka dan Islam,

sedangkan menurut Abu Hanifah adalah merdeka dan jenis kelamin.100

99 Muhammad ibn Ismail Al-Kahlani, Subulussalam, (Mesir, Syarikah Musthafa Al-Baby Al-

Halaby, 1960), Juz III, h. 233 100 Abdul Qadir ‘Audah, At-Tasyri.Al-Jinaiy, h. 214

Page 99: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

c. Perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan yang menyerupai sengaja

(Syibhul ‘Amdi).

Seperti telah dikemukakan di atas, menurut Imam Syafi’I dan Ahmad tindak pidana

atas selain jiwa dapat terjadi dengan sengaja dan dapat pula menyerupai sengaja. Apabila

perbuatan terjadi dengan sengaja maka berlaku hukuman qishash. Akan tetapi perbuatan

menyerupai sengaja hukuman qishash tidak dapat dilaksanakan. Sedangakan menurut

Imam Malik dan Abu Hanifah, tidak ada perbuatan menyerupai sengaja dalam tindak

pidana atas selain jiwa yang ada hanya sengaja dan kesalahan. Dengan demikian dalam

tindak pidana atas selain jiwa dalam keadaan bagaimana pun tetap berlaku qishash,

selama perbuatannya dilakukan dengan sengaja dan kondisinya memungkinkan.

d. Tindak pidana terjadi di Dar Al-Harb.

Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa apabila tindak pidana atas selain jiwa terjadi

di Dar Al-Harb (Negara non-Islam), pelaku tidak dapat dikenakan hukuman qishash dan

tidak dapat dilaksanakan. Akan tetapi jumhur ulama berpendapat di mana pun terjadinya

tindak pidana tersebut, pelaku tetap harus dikenakan hukuman qishash.

e. Qishash tidak mungkin dilaksanakan.

Sebagai ilustrasi dalam masalah ini misalnya, korban sendi ibu jarinya yang sebelah

atas sudah tidak ada, kemudian datang pelaku memotong sendi kedua (sebelah bawah)

dari ibu jari tersebut. Dalam hal ini qishash tidak mungkin dilaksanakan, apabila ibu jari

pelaku tersebut sempurna (tidak cacat). Karena apabila qishash dilaksanakan berarti ada

dua sendi yang dipotong, padahal pelaku hanya memotong satu sendi, karena sendi

pertama memang sudah tidak ada.

Page 100: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

2) Sebab-sebab terhalangnya Qishash yang khusus.

a. Qishash tidak dapat dilaksanakan tanpa kelebihan.

Salah satu syarat untuk dapat dilaksanakannya hukuman qishash adalah bahwa

hukuman qishash harus dilaksanakan secara tepat tanpa ada kelebihan. Dalam masalah

athraf (anggota badan) misalnya, hukuman qishash mungkin dilaksanakan dengan tepat

tanpa kelebihan, apabila pemotongannya pada persendian atau pada anggota badan yang

ada batas tertentu (ujungnya) seperti daun telinga. Apabila pemotongannya bukan pada

persendian, seperti pemotongan tangan antara pergelengan dan siku para fuqaha berbeda

pendapat. Menurut Imam Abu Hanifah dan sebagian fuqaha Hanabilah tidak berlaku

hukuman qishash, karena sulit untuk melaksanakan qishash dengan tepat tanpa ada

kelebihan. Sedangkan menurut Imam Syafi’I dan sebagian fuqaha Hanabilah dapat

dilaksanakan qishash dari persendian pertama yang termasuk objek tindak pidana, yaitu

pergelangan tangan dan sisanya dibayar dengan hukumah (ganti rugi). Menurut Imam

Malik apabila memungkinkan dapat dilaksanakan hukuman qishash, akan tetapi apabila

tidak memungkinkan maka hukuman qishash tidak dilaksanakan dan hukumannya

diganti dengan diyat.

b. Tidak ada kesepadanan (mumatsalah) dalam objek Qishash.

Salah satu syarat yang lain untuk dapat diterapkan hukuman qishash adalah adanya

kesepadanan atau persamaan di dalam objek qishash. Tangan misalnya, hanya dapat di-

qishash dengan tangan, dan kaki hanya dapat di-qishash dengan kaki. Demikian pula

anggota badan yang lainnya. Apabila tidak ada kesepadanan atau persamaan antara

anggota badan yang akan di-qishash dengan anggota badan yang dirusak oleh tindak

Page 101: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

pidana, hukuman qishash tidak dapat dilaksanakan, misalnya tangan tidak dapat di-

qishash untuk menggantikan kaki yang dipotong.

c. Tidak sama dalam kesehatan (kualitas) dan kesempurnaan.

Syarat yang lain untuk dapat dilaksanakannya hukuman qishash adalah kedua

anggota badan yang akan di-qishash dan yang menjadi korban tindak pidana harus sama

(seimbang) baik dalam kesehatan atau kesempurnaannya. Apabila kedua anggota badan

tersebut tidak sama kesehatan atau kesempurnaannya, maka hukuman qishash tidak dapat

dilaksanakan. Sebagai contoh, tangan yang sehat tidak dapat di-qishash untuk mengganti

tangan yang lumpuh, demikian pula kaki yang sehat tidak dapat di-qishash untuk

menggantikan kaki yang lumpuh.

3) Gugurnya hukuman Qishash.

Di samping terhalang oleh beberapa sebab yang telah dikemukakan di atas, hukuman

qishash juga dapat gugur karena beberapa sebab. Sebab-sebab tersebut adalah sebagai

berikut:

a) Tidak adanya tempat (objek) qishash.

b) Pengampunan.

c) Perdamaian (shulh)

b. Hukuman Diyat.

Hukuman diyat merupakan hukuman pengganti untuk qishash apabila hukuman

qishash terhalang karena suatu sebab, atau gugur karena sebab-sebab yang telah

dibicarakan di atas. Diyat sebagai hukuman pengganti dalam tindak pidana atas selain

jiwa dengan sengaja. Di samping itu diyat juga merupakan hukuman pokok apabila

jinayahnya menyerupai sengaja atau kesalahan.

Page 102: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Diyat baik sebagai hukuman pokok maupun sebagai hukuman pengganti, digunakan

untuk pengertian diyat penuh (kamilah) yaitu seratus ekor unta. Adapun untuk hukuman

yang kurang dari diyat yang penuh (kamilah) maka digunakan untuk hukuman dari diyat

yang penuh (kamilah) maka digunakan istilah irsy )إرش ( . terdapat dua macam diyat

dalam tindak pidana atas selain jiwa, yaitu diyat kamilah dan diyat ghair kamilah. Diyat

kamilah atau diyat sempurna berlaku apabila manfaat jenis anggota badan dan

keindahannya hilang sama sekali. Hal ini terjadi dengan perusakan seluruh anggota badan

yang sejenis atau dengan menghilangkan manfaatnya tanpa merusak atau menghilangkan

bentuk atau jenis anggota badan. Adapun anggota badan yang berlaku diyat sempurna

adalah:

1) Anggota badan tanpa pasangan yaitu, hidung, lidah, kemaluan, tulang belakang

(ash-shulb), lubang kencing dan dubur, kulit, rambut, dan jenggot.

2) Anggota badan yang berpasangan yaitu, tangan, kaki, mata, telinga, alis, bibir,

payudara, telur kemaluan laki-laki, bibir kemaluan perempuan, pinggul, dan

tulang rahang.

3) Anggota badan yang terdiri dari dua pasang yaitu, kelopak mata dan bulu mata.

4) Anggota badan yang terdiri lima pasang atau lebih, yaitu jari tangan, jari kaki, dan

gigi.

Sedangkan untuk diyat ghair kamilah berlaku dalam ibanah al-athraf apabila jenis

anggota badan atau manfaatnya hilang sebagian, sedangkan sebagian lagi masih utuh.

Diyat ghair kamilah atau irsy ini berlaku untuk semua jenis anggota badan, baik tunggal

(tanpa pasangan) mapun yang berpasangan. Seperti misalnya, pada pemotongan satu jari

Page 103: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

berlaku irsy muqaddar yaitu sepuluh ekor unta, dua jari dua puluh ekor unta dan

seterusnya.101

2. Hukuman untuk menghilangkan manfaat anggota badan.

Menghilangkan manfaat anggota badan tidak berarti menghilangkan jenis anggota

badan itu sendiri, yaitu yang hilang hanya manfaatnya saja, sedangkan jenis anggota

badannya masih tetap ada. Dengan demikian apabila di samping manfaatnya, anggota

badannya juga turut hilang atau rusak maka perbuatan tersebut termasuk anggota badan

(ibanah al-athraf), karena manfatnya mengikuti anggota badan.

Hukuman untuk tindak pidana menghilangkan manfaat anggota badan ini adalah

sebagai berikut:

a. Hukuman Qishash.

Meskipun faktor kesulitan untuk melaksanakan qishash dalam tindak pidana

menghilangkan manfaat ini sangat besar, namun menurut jumhur fuqaha selama hal itu

memungkinkan, tetap diupayakan untuk melaksanakannya. Apabila qishash betul-betul

tidak memungkinkan untuk dilaksanakan maka pelaku dibebani hukuman diyat.

b. Hukuman Diyat.

Dalam hal manfaat yang menyatu dengan angota badannya maka apabila anggota

badannya hilang atau rusak, dan dengan sendirinya mengakibatkan lenyapnya manfaat,

hukuman yang dijatuhkan hanya satu diyat, yaitu diyat anggota badan. Apabila

manfaatnya lenyap, sedangkan anggota badanya masih tetap utuh barulah berlaku diyat

manfaat. Adapun dalam hal manfaat yang terpisah dari anggota badannya, apabila

101 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta, Sinar Grafika, 2005), Cet II, h. 198

Page 104: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

anggota badan hilang atau rusak karena satu tindak pidana dan manfaatnya juga turut

lenyap maka dalam kasus ini pelaku dikenakan dua diyat, yaitu diyat anggota badan dan

diyat manfaat.102 Contohnya apabila seseorang memukul bagian telinga orang lain,

sehingga mengakibatkan hilangnya daun telinga dan daya pendengarannya maka ia

dikenakan dua diyat, yaitu diyat telinga dan diyat pendengaran.

Berikut ini diyat atau ganti rugi untuk sebagian manfaat anggota badan yang dianggap

sangat penting, antara lain:

1) Diyat akal.

Apabila seseorang melakukan tindak pidana yang mengakibatkan hilangnya akal, ia

dapat dikenakan hukuman diyat. Karena pada hakekatnya akal menyebabkan manusia

berbeda dengan binatang, sehingga manusia dibebani taklif. Oleh karena itu wajarlah

apabila seseorang melakukan tindak pidana yang menyebabkan hilangnya akal dikenakan

hukuman diyat, yaitu seratus ekor unta. Ketentuan ini didasarkan kepada hadits Nabi

yang diriwayatkan oleh Amr ibn Hazm yang di dalamnya disebutkan:

103)رواه البيهقى(وفى العقل مائة من اإلبل ... Artinya: “…dalam perusakan akal berlaku hukuman diyat yaitu seratur ekor unta”

(HR. Baihaqi) 2) Diyat pendengaran.

Apabila terjadi suatu tindak pidana yang mengkibatkan rusak atau lenyapnya daya

pendengaran, maka pelakunya dapat dikenakan hukuman diyat.

Sebagaimana hadits Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Mu’adz bahwa Nabi Saw

bersabda:

102 Ibid., h. 209 103 Muhammad ibn Ismail Al-Kahlani, Subulussalam, Juz III, h. 247

Page 105: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

) رواه البيهقى... (وفى السمع الدية... Artinya: “…Dalam melenyapkan daya pendengaran berlaku hukuman diyat…” (HR.

Baihaqi) Di samping hadits tersebut juga ada atsar sahabat yang diriwayatkan dari Abi

Qabilah, bahwa seseorang melempar orang lain dengan batu pada kepalanya sehingga

hilanglah pendengarannya, akalnya, pembicaraannya, dan kejantanannya, sedang

orangnya masih hidup. Maka Sayyidina Umar memutuskan dengan memberikan

hukuman empat macam diyat atau empat ratus ekor unta.

3) Diyat daya penglihatan.

Dalam menghilangkan daya penglihatan berlaku hukuman diyat, karena penglihatan

merupakan manfaat kedua mata. Apabila hilangnnya anggota badan mewajibkan

hukuman diyat, maka demikian pula menghilangkan manafaatnya. Apabila manfaat yang

hilang itu sebelah maka diyatnya adalah separuh, yaitu lima puluh ekor unta.104 Akan

tetapi apabila manfaat itu hilang bersama-sama dengan hilangnya kedua mata maka

hukumannya hanya satu diyat, yaitu diyat mata.

4) Diyat penciuman.

Menghilangkan daya penciuman dapat dikenakan hukuman diyat. Ketentuan ini

berdasarkan kepada hadits Nabi Saw dalam suratnya kepada Amr ibn Hazm, yang di

dalamnya disebutkan:

فى المشام الدية Artinya: “…Pada perusakan atau pelenyapan daya penciuman berlaku hukuman

diyat…”

104 Abdul Qadir ‘Audah, At-Tasyri Al-Jinaiy Al-Islamiy, h. 275

Page 106: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Apabila seseorang memotong hidung orang lain yang mengakibatkan hilangnnya

daya penciuman hukumannya adalah dua diyat, karena penciuman terpisah dari hidung.

Apabila daya penciuman hilang sebelah lubang maka berlaku separuh diyat, yaitu lima

puluh ekor unta.

5) Diyat perasaan (Dzauq).

Menurut Imam Malik dan Abu Hanifah, dalam melenyapkan perasaan lidah (Dzauq)

berlaku hukuman diyat. Alasannya adalah mengkiaskan perasaan lidah kepada panca

indra yang lain, seperti penciuman. Di kalangan mazhab Hambali berkembang dua

pendapat. Pendapat pertama berlaku hukuman diyat, sedangkan menurut pendapat yang

ke dua tidak berlaku hukuman diyat.105

Hukuman diyat penuh ini berlaku apabila perasaan lidah hilang secara total. Akan

tetapi apabila rasa yang hilang itu hanya sebagian saja maka berlaku hukumah. Menurut

Imam Nawawi, indra perasa ini dapat mengetahui rasa manis, asam, pahit, asin, dan

sedap yang hukuman diyatnya dibagi-bagi sesuai dengan hilangnya rasa tersebut.106

6) Diyat kemampuan berbicara.

Apabila seseorang memotong lidah orang lain sehingga mengakibatkan hilangnya

kemampuan berbicara dan perasaan lidahnya maka untuk semua akibat tersebut pelaku

hanya dikenakan satu diyat, karena diyat kalam (berbicara) dan diyat rasa (dzauq) sudah

termasuk ke dalam diyat lidah. Akan tetapi apabila seseorang melakukan tindak pidana

sehingga mengakibatkan hilangnya kemampuan berbicara dan perasaan lidahnya

105 Ibid., 106 Haliman, Hukum Pidana Syari’at Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1990), Cet IV, h. 361

Page 107: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

sedangkan lidahnya masih utuh, pelaku dikenakan dua diyat. Sedangkan menurut

sebagian fuqaha Hanabilah dalam kasus terakhir ini hanya berlaku satu diyat.107

Namun apabila dalam tindak pidana profesi kedokteran didasarkan atas niat pelaku

dan menyebabkan matinya korban, dalam hukum pidana Islam ia termasuk ke dalam

jarimah pembunuhan karena kesalahan )قتل الخطأ ( . Sebagaiamana firman Allah di

dalam Al-Qur’an :

﴾٩٢:﴿الـنساء... وماآان لمؤمن أن يقتل مؤمنا إال خطأ Artinya: “Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang

lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)…” (Q.S. An-Nisa: 92)

Menurut Haliman, dalam pengertian etimologi istilah al-khata’ berarti kesalahan,

keliru, tidak sengaja, salah, tersalah, dan dosa.108 Sedangkan Abdul Qadir ‘Audah

memberikan depinisi lain dari al-khata’ ialah sebagai berikut:

109.ولكنه أخطأ فى ظنه, هو ما قصد فيه الجانى الفعل دون الشخص: الخطأ Artinya :“Al-Khata’ ialah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan tidak

mempunyai maksud untuk berbuat maksiat, tetapi terjadi karena kesalahannya baik kesalahan dalam perbuatan maupun kesalahan dalam persangkaan”.

Dari depinisi di atas dapat disimpulkan bahwa jarimah al-khata’ adalah suatu

perbuatan (tindak pidana) di mana pelaku tidak bermaksud melakukan tindak kejahatan

tersebut atau tidak sadar atas akibat yang terjadi karena tindakannya itu.

Terdapat tiga unsur dalam jarimah al-khata’ (pembunuhan tersalah), ialah110 :

107 Abdul Qadir ‘Audah, At-Tasri’ Al-Jinaiy Al-Islamiy, h. 276 108 Haliman, Hukum Pidana Syari’at Islam, h. 152 109 Abdul Qadir ‘Audah, At-Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islamiy, h 104 110 Ahmad Dzajuli, Fiqh Jinayah, Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, (Jakarta,

Rajawali Pers, 2000) h. 134

Page 108: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

1) Adanya perbuatan yang menyebabkan kematian;

2) Terjadinya perbuatan itu karena kesalahan;

3) Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan kesalahan dengan kematian

korban.

Dalam hukum pidana Islam mengenai sanksi pidana bagi pembunuhan karena

kesalahan dikenal adanya hukuman pokok (asli) yaitu Diyat dan Kafarat, dan hukuman

pengganti yaitu berpuasa )الصوم ( , juga adanya hukuman tambahan (mengikuti) ialah

pencabutan hak waris dan pencabutan hak wasiat. Berikut ini penjelasan secara singkat

dari ketiga hukuman tersebut:

1. Hukuman pokok )العقوبة األصلية(

a. Denda atau Diyat )الدية(

Diyat merupakan hukuman pokok dan bukan hukuman pengganti dari hukuman-

hukuman yang lain, karena terhadap perbuatan yang melawan hukum dalam pembunuha

karena kesalahan telah ditentukan hukumannya, dan cukup atasnya dikenakan diyat.

Adapun kadar diyatnya adalah tersendiri dari pembunuhan dengan sengaja (‘amdi) dan

pembunuhan semi sengaja (syibhul ‘amdi) yaitu seratus unta.111

Diwajibkannya diyat atas pembunuhan karena kesalahan (al-khata’) dapat terbagi

kedalam lima bagian (seperlima), yaitu 20 ekor unta yang sedang bunting (di dalamnya

ada anak betina), 20 ekor unta yang bunting (di dalamnya ada anak jantan), 20 ekor anak

unta betina yang berumur tiga tahun, 20 ekor unta yang layak, dan 20 ekor unta yang

masih muda. Pendapat ini disepakati oleh jumhur ulama (mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’I,

dan Hambali) yang menjadi dalil mereka adalah berdasarkan riwayat Abdullah Ibn

111 Abdul Qadir ‘Audah, At-Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islamiy, h. 201

Page 109: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Mas’ud yang mengatakan, bahwa Rasulallah Saw bersabda: “Diyat bagi jarimah

pembunuhan karena kesalahan (al-khata’) ialah 20 ekor unta yang layak, 20 ekor unta

yang muda, 20 ekor unta yang bunting (di dalamnya ada anak betina), 20 ekor unta betina

berumur tiga tahun, dan 20 ekor unta yang bunting (di dalamnya ada anak jantan).

Mengenai tindakan seorang dokter yang mengakibatkan kematian, menurut pendapat

Abu Hanifah, As-Syatibi, dan An-Nakhai’ tidak adanya qishash, berdasarkan hadits yang

diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari Nu’man Basyir yang disambung riwayatnya hingga

Rasulallah Saw, (beliau bersabda): “Setiap cara pembunuhan itu dianggap tanpa sengaja,

kecuali pembunuhan dengan pedang (senjata tajam), dan setiap pembunhan tanpa sengaja

itu hanya wajib denda.112 Dalam susunan matan lain Rasullah saw bersabda:

)أخرجه البيهاقى (آل شئ خطأ إال السيف ولكل خطاء أرش Artinya: “Setiap suatu pembunuhan selain dengan senjata tajam dianggap tanpa

sengaja dan setiap pembunuhan tanpa sengaja itu hanya wajib denda”. (Diriwayatkan oleh Baihaqi)

Karena tindakan dokter yang mengakibatkan kematian itu tidak termasuk

menggunakan alat berat seperti yang diungkapkan hadits di atas, maka termasuk ke

dalam tanpa sengaja dan tidak wajib qishash melainkan denda. Akan tetapi menurut Al-

Hadawiyah dan Imam Malik, apabila pembunuhan dengan alat semacam itu biasanya

seperti tongkat, cambuk, serta tamparan maka wajib qishash. Sedangkan menurut Imam

Syafi’I, Abu Hanifah dan mayoritas ulama sahabat dan tabi’in, tidak wajib qishash dalam

pembunuhan semacam itu, karena itu menyerupai sengaja, pada pembunuhan yang

menyerupai sengaja itu wajib denda seratus ekor unta. Sebagai pemberatan denda, maka

di anatara seratus ekor unta tersebut harus ada 40 ekor unta yang sedang bunting. Hal ini

112 As-Shan’ani, Subulussalam, (Surabaya, Al-Ikhlash, 1995), Juz III, cet 1, h. 851

Page 110: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan ulama pemilik kitab sunan selain

At-Tirmidzi dari Abdullah bin Amru:

إال وإن فى قتل الخطأ وشبح العمد ماآان باالسوط والعصا مائة من اإلبل فيها أربعون فى بطونها ) أخرجه أحمد وأهل السنن إال الترمذى (أوالدها

Artinya: “Ketahuilah sesungguhnya pada pembunuhan tanpa sengaja dan

menyerupai sengaja seperti pembunuhan dengan cambuk dan tongkat, seratus ekor unta dendanya, dalam seratus ekor unta ada empat puluh ekor unta yang dalam perutnya ada anaknya (yang sedang bunting)”.(diriwayatkan oleh Ahmad dan Ahlu sunan selain At-Tirmidzi).

b. Kafarat )الكفارة (

Landasan ditetapkannya hukuman kafarat ialah berdasarkan firman Allah dalam Al-

Qur’an surat An-Nisa ayat 92:

آان من قوم ومن قتل مؤمنا خطأ فتحرير رقبة مؤمنة ودية مسلمة إلى أهله إال أن يصدقوا فإن... عدو لكم وهو مؤمن فتحرير رقبة مؤمنة وإن آان من قوم بينكم وبينهم ميثاق فدية مسلمة إلى أهله

﴾٩٢:﴿ النساء... تابعين توبة من اهللا وتحرير رقبة مؤمنة فمن لم يجد فصيام شهرين مت Artinya: “…Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah hendaklah ia

memerdekakan hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mukmin maka hendaklah (si pembunuh) memerdekakan hamba sahaya yang mukmin, dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu maka hendaklah (si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara bertaubat kepada Allah…” (Q.S. An-Nisa: 92)

Kafarat merupakan hukuamn pokok (asli), yaitu memerdekakan hamba sahaya

(budak) yang mukmin, dan jika tidak mendapatkannya maka hendaklah berpuasa dua

bulan berturut-turut, sedangkan berpuasa merupakan hukuman pengganti, maka tidak

dapat dikenakan apabila sudah dikenakan hukuman pokok (asli).

Page 111: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Secara literal Nash Al-Qur’an di atas menerangkan bahwa kafarat telah disyari’atkan

terhadap pembunuhan karena kesalahan. Jumhur ulama telah sepakat bahwa kafarat wajib

atas pembunuhan karena kesalahan, dan begitu juga atas pembunuhan semi sengaja

(syibhul ‘amdi), karena menyerupai jarimah tersalah. Akan tetapi terdapat perbedaan

pendapat di kalangan ulama tentang wajib tidaknya dikenakan kafarat pada setiap

pembunuhan. Menurut Imam Syafi’I kafarat itu wajib dikenakan atas pembunuhan

sengaja, karena apabila diwajibkan atas pembunuhan tersalah dengan tanpa

penyempurnaan dari jarimah tersebut, maka diwajibkan atas pembunuhan sengaja dan

semi sengaja, dan dikuatkan atas kejahatan yang pertama113. Pendapat ini berdasarkan

riwayat Ibn Asqa’I yang berkata: “Kami datang menemui Rasullah Saw untuk menemani

kami, dan telah mewajibkan pada setiap pembunuhan, Rasulallah Saw bersabda:

“Merdekakanlah hamba sahaya (budak) niscaya Allah merdekakan setiap anggota tubuh

atas anggota tubuh pada setiap pembunuhan dari api neraka”.

Sedangkan Imam Ahmad sependapat dengan Syafi’I, akan tetapi yang terkenal di

kalangan mazhabnya bahwa tidak ada kafarat atas pembunuhan sengaja. Mereka

berpendapat bahwa tidak ada kafarat pada pembunuhan sengaja, karena Nash Al-Qur’an

tersebut khusus diperuntukan bagi setiap pembunuhan dan tidak ditentukan kafarat, dan

sesungguhnya Allah memberikan balasan (hukuman) bagi pembunuhan sengaja itu ialah

qishash dari si pembunuh, berdasarkan kepada bahwa Suwaid Ibn Shamit membunuh

seorang laki-laki pada masa Nabi Saw, dan mewajibkan atasnya ukuran yang setimpal

dan tidak mewajibkan kafarat.

2. Hukuman pengganti )العقوبة البدلية (

113 Abdul Qadir ‘Audah, At-tasyri’ Al-Jinay Al-Islamiy, h. 172

Page 112: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Hukuman pengganti dalam pembunuhan karena kesalahan, yaitu berpuasa. Berpuasa

merupakan hukuman pengganti untuk hukuman kafarat yaitu memerdekakan hamba

sahaya (budak), tidak diwajibkan berpuasa apabila sudah memerdekakan hamba sahaya,

dan apabila tidak memperoleh hamba sahaya maka diwajibkan kepadanya berpuasa.

Adapun lamanya berpuasa ialah dua bulan, dan disyaratkan berpuasa berturut-turut.

Apabila dalam berpuasa itu terbagi-bagi pelaksanaanya, maka dihitung waktu yang layak

(patut). Apabila berpuasa dari awal bulan meskipun salah satu dari bulan tersebut

berkurang harinya, dan jika berpuasa pada pertengahan bulan maka dihitung jumlah

harinya, dengan perumpamaan jumlah bulan 30 (tiga puluh) hari.114

3. Hukuman tambahan atau mengikuti )العقوبة التبعية (

a. Pencabutan hak waris ) الحرمان من الميراث(

Dasar hukum yang menjadi pijakan bagi hukuman pencabutan hak waris dalam

pembunuhan karena kesalahan adalah hadist dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya yang

disambung sanadnya hingga Rasulullah Saw:

رواه مالك فى الموطأ (سمعت النبى صلى اهللا عليه وسلم يقول ليس للقاتل ميراث : عن عمر قال ) وأحمد وابن ماجه

Artinya: Dari umar berkata aku pernah mendengar Rasulallah Saw bersabda

“pembunuh tidak ada hak waris” (HR. Malik dalam Muwath-tha, Ahmad dan Ibn Majah).

b. Pencabutan hak wasiat ) الحرمان من الوصية(

Sedangkan dalil yang menjadi sandaran mengenai sanksi (hukuman) pencabutan hak

wasiat ialah seperti hadits Nabi Saw:

114 Ibid., 184

Page 113: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

رواه (رث القاتل شيأ الي: عن عمر بن شعيب عن أبيه عن جده عن النبى صلى اهللا عليه وسلم قال ) أبوداود

Artinya: Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya dari Nabi Saw, ia

bersada “seorang pembunh tidak dapat hak waris sama sekali” (HR. Abu Daud). Kata sesuatu )شئ( dalam hadits tersebut diartikan sebagai warisan dan termasuk juga

di dalamnya wasiat. Nash hadits di atas dijadikan dalil oleh para ulama yang berpendapat

bahwa secara mutlak pembunuh tidak mendapat hak waris, baik pembunuhanya dengan

sengaja atau pun karena keliru, diantara ulama yang berpendapat demikian adalah Imam

Syafi’I, Abu Hanifah dan kebanyakan ahli ilmu. Mereka juga mengatakan bahwa

pembunuh tidak mendapatkan hak waris, baik dari harta orang yang terbunuh itu sendiri

maupun harta yang berasal dari diyat.115

C. Analisa Perbandingan Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Pidana Islam.

Secara garis besar penulis mencoba menganalisa dengan cara menarik perbandingan

antara hukum pidana Indonesia dan hukum pidana Islam mengenai permasalahan tindak

pidana profesi kedokteran yang menjadi objek kajian penulis dalam skripsi ini, dan telah

di uraikan secara ringkas pada bagian-bagian terdahulu dalam beberapa bab.

1. Persamaan

a. Ditinjau dari niat pelaku kejahatan.

Dari uraian sebelumnya bahwa yang dimaksud dengan tindak pidana profesi

kedokteran adalah tindakan (medik) yang salah atau kekeliruan yang dilakukan oleh

profesi kedokteran yang buruk dan berakibat hukum atas perbuatan tersebut.

115 Mu’ammal Hamidy dkk, Terjemah Nailul Authar, (Surabaya, PT Bina Ilmu, 2001), h. 2089

Page 114: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Begitu pula dalam perspektif hukum pidana Islam, ditinjau dari segi niat pelaku

tindak pidan atas selain jiwa dapat digolongkan kepada tindak pidana atas selain jiwa

dengan tidak sengaja atau karena kesalahan. Sedangkan yang dimaksud dengan tindak

pidana atas selain jiwa dengan tidak sengaja atau karena kesalahan adalah:

والخطأ هو ماتعمد فيه الجانى الفعل دون قصد العدوان Artinya: “Perbuatan karena kesalahan adalah suatu perbuatan di mana pelaku

sengaja melakukan suatu perbuatan, tetapi tidak ada maksud untuk melawan hukum”. Jelaslah bahwa dalam hukum pidan Indonesia dan hukum Pidana Islam adanya

persamaan, yaitu kejahatan (tindakan) itu dilakukan karena kesalahan (tidak sengaja) dan

tidak didasari oleh faktor-faktor kesengajaan dari diri si pembuat.

b. Ditinjau dari unsur-unsur tindak pidana profesi kedokteran

Dalam hukum pidana Indonesia, suatu tindakan dapat dikatakan sebagai tindak

pidana apabila secara teoritis memenuhi unsur-unsur yaitu:

1) melanggar hukum yang tertulis

2) bertentangan dengan hukum atau melanggar hukum

3) berdasarkan kelalaian atau kesalahan yang besar.

Sedangkan unsur-unsur kesalahan (schuld) dalam pengertian pidana dalam suatu

perbuatan itu adalah:

1) bersifat betentangan dengan hukum

2) akibatnya dapat dibayangkan atau ada penduga-dugaan

3) akibatnya itu sebenarnya dapat dihindarkan atau ada unsur penghati-hatian

4) dapat dipertanggung jawabkan atau dipersalahkan kepadanya.

Page 115: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Dalam hukum pidana Islam, unsur-unsur dalam Jarimah Al-Khata’ (pembunuhan

tersalah) ialah:

1) adanya perbuatan yang menyebabkan kematian bagi korban

2) perbuatan itu terjadi karena kesalahan si pembuat

3) adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan kesalahan dengan kematian

korban.

Akan tetapi ada sedikit perbedaan di antara keduanya, dalam hukum pidana Indonesia

mengenai tindak pidana profesi kedokteran yaitu fokusnya kausa atau sebab bukan

akibat. Namun secara garis besar adanya persamaan antara hukum pidana Indonesia dan

hukum Islam, yaitu dilihat dari unsur perbuatan melawan hukum dan unsur kesalah atau

kelalaian yang dilakukan oleh para tenaga kedokteran.

2. Perbedaan dari segi sanksi pidananya

Mengenai bentuk sanksi bagi profesi kedokteran yang melakukan tindak pidana

dalam hukum pidana Indonesia terdapat di beberapa pasal dari KUHP dan UU No. 29

tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

1. Sanksi pidana yang terdapat dalam KUHP, antara lain:

a. Sanksi bagi pelanggaran terhadap kewajiban menyimpan rahasia, diancam dengan

pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak enam ratus

rupiah. (pasal 322 ayat (1) KUHP).

b. Sanksi pelanggaran kewajiban memberikan pertolongan, diancam dengan pidana

penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus

rupiah. (pasal 304 KUHP).

Page 116: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

c. Sanksi bagi kejahatan nama baik seseorang, misalnya seorang dokter

memberitahukan kepada rumah sakit melalui surat untuk melarang temannya

bekerja di rumah sakit yang bersangkutan. Maka ancaman pidana atas perbuatan

penghinaan tersebut tercantum dalam (pasal 310 KUHP), dengan ancaman pidana

penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.

d. Sanksi untuk kejahatan terhadap kesusilaan, seperti ilustrasi kasus seorang dokter

yang memeriksa seorang wanita tanpa didampingi oleh seorang perawat pun, tiba-

tiba si wanita tesebut menjerit, kemudian datanglah seorang laki-laki yang

mengaku sebagai suami dari wanita itu, pasien mengatakan kepada suaminya

kalau dokter memaksa untuk mencium atau memeluk si pasien, dan pasien akan

menuntut dokter karena perlakukan yang tidak sebagaimana mestinya yang

dialami oleh pasien. Maka seorang dokter diancam karena melakukan perbuatan

yang menyerang kehormatan kesusilaan dengan pidana penjara paling lama

sembilan tahun (pasal 289 KUHP).

e. Hukuman atas kejahatan terhadap pemalsuan, yaitu seorang dokter yang

memberikan surat keterangan sakit palsu, dapat terkena ancaman pidana dengan

pidana penjara paling lama empat tahun (pasal 267 ayat (1) KUHP). Dan apabila

surat keterangan yang diberikan dengan maksud untuk memasukan seseorang ke

dalam rumah sakit jiwa atau menahannya di situ, maka dijatuhkan pidana penjara

paling lama delapan tahun enam bulan (pasal 267 ayat (2) KUHP).

f. Sanksi bagi kejahatan terhadap tubuh dan nyawa karena kesengajaan, seorang

dokter dincam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling

banyak empat ribu lima ratus rupiah, jika secara melawan hukum memaksa orang

Page 117: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

lain, supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan

memakai kekerasan (pasal 355 ayat (1) poin 1 KUHP). Perbuatan seorang dokter

sebagai kesengajaan di antaranya termasuk juga mengenai masalah Euthanasia,

dan merupakan tindakan yang dapat dikenakan ancaman pidana penjara paling

lama dua belas tahun (pasal 344 KUHP), dan diancam dengan pidana penjara

paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri (pasal 345 KUHP). juga

para tenaga kedokteran yang menggugurkan kandungan dengan atau tanpa

persetujuan seorang wanita yang bersangkutan, diancam dengan pidana penjara

paling lama dua belas tahun (pasal 347 ayat (1) KUHP), dan jika perbuatan itu

mengakibatkan matinya wanita tersebut, maka dikenakan pidana penjara paling

lama lima belas tahun (KUHP pasal 347 ayat 2). Serta para tenaga kedokteran

yang mengugurkan kandungan atas persetujuan seorang wanita, dapat diancam

dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan, dan apabila perbuatan

itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dincam dengan pidana penjara paling

lama tujuh tahun (pasal 348 ayat 1 dan 2 KUHP).

g. Sanksi bagi kejahatan terhadap tubuh dan nyawa karena kelalain (kealpaan),

walaupun tindakan dokter telah mendapat persetujuan dari pasien, namun bila

tindakan tersebut mengakibatkan kematian, maka terhadap dokter diancam

dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama

satu tahun (pasal 359 KUHP).

2. Sanksi pidana dalam Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,

antara lain:

Page 118: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

a. Sanksi bagi pelanggaran terhadap kewajiban administrasi, yaitu dokter atau dokter

gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat

tanda registrasi (STR), dapat diancam dengan pidana penjara paling lama tiga

tahun atau denda paling banyak Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah) terdapat

dalam (pasal 75 ayat 1. UU Praktik Kedokteran). Dan seorang dokter atau dokter

gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa

memiliki surat tanda registrasi sementara, dapat terkena ancaman pidana penjara

paling lama tiga tahun atau denda paling banyak seratus juta rupiah (pasal 75 ayat

2 UU Praktik Kedokteran). juga dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja

melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik (SIP), maka dapat

terkena ancaman pidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda

paling banyak seratus juta rupiah (pasal 76 UU Praktik Kedokteran). Seorang

dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan

melaksanakan praktik kedokteran wajib memasang papan nama praktik

kedokteran, apabila hal ini diindahkan dapat terkena ancaman pidana kurungan

paling lama satu tahun atau denda paling banyak lima puluh juta rupiah (pasal 79

poin a UU Praktik Kedokteran).

b. Sanksi bagi pelanggaran yang berhubungan dengan kewajiban terhadap pasien,

seperti misalnya dokter atau dokter gigi dengan sengaja menyelenggarakan

praktik kedokteran tidak mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran

gigi, dapat dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda

paling banyak lima puluh juta rupiah (pasal 79 poin c UU Praktik Kedokteran).

Dan dalam hal dokter atau dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran dengan

Page 119: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

sengaja tidak membuat rekam medis, maka apabila mengindahkan ketentuan

tersebut dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun atau

denda paling banyak lima puluh juta rupiah (pasal 79 poin b UU Praktik

Kedokteran). Serta dokter atau dokter gigi yang tidak dapat menyimpan rahasia

kedokteran, dapat terkena ancaman pidana dengan pidana kurungan paling lama

satu tahun atau denda paling banyak lima puluh juta rupiah, ketentuan tersebut

terdapat dalam (pasal 79 poin c UU Praktik Kedokteran).

c. Sanksi bagi pelanggaran kewajiban yang berhubungan dengan perkembangan

ilmu pengetahuan. Kewajiban seorang dokter atau dokter gigi adalah untuk selalu

menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran,

apabila kewajiban ini tidak dilaksanakan oleh dokter atau dokter gigi, maka akan

terkena ancaman pidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun atau

denda paling banyak lima puluh juta rupiah. Hal ini sebagaimana tertuang dalam

(pasal 79 poin c UU Praktik Kedokteran).

d. Sanksi bagi pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain. Yang pertama yaitu

setiap orang yang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang

menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah

dokter, maka orang yang bersangkutan dapat terkena ancaman pidana dengan

pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak seratus lima

puluh juta rupiah (pasal 77 UU Praktik Kedokteran). Dan setiap orang yang

dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan

pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah

yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang memiliki surat tanda

Page 120: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

registrasi atau surat izin praktik, maka dapat dipidana dengan pidana penjara

paling lama lima tahun atau denda paling banyak seratus lima puluh juta rupiah,

berdasarkan (pasal 78 UU Praktik Kedokteran).

e. Sanksi pelanggaran yang ditunjukan bagi pimpinan atau sarana kesehatan

(korporasi), apabila mengizinkan dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki

surat izin praktik kedokteran untuk melakukan praktik kedokteran di sarana

pelayanan kesehatannya, maka orang atau badan hukum (korporasi) yang

memberikan izin tersebut terkena ancaman pidana dengan pidana penjara paling

lama sepuluh tahun atau denda paling banyak tiga ratus juta rupiah. Akan tetapi

apabila dilakukan oleh badan hukum (korporasi), maka pidana yang dijatuhkan

adalah denda dengan ditambah sepertiga atau dujatuhkan hukuman tambahan

berupa pencabutan hak, ketentuan di atas berdasarkan (pasal 80 ayat 1 dan 2 UU

Praktik Kedokteran).

Sedangkan dalam Islam, apabila dalam tindak pidana profesi kedokteran didasarkan

atas berat ringannya akibat yang menimpa sasaran atau obyek dari tindak pidana tersebut,

dapat dikategorikan kepada tindak pidana atas selain jiwa, yang hukumannya dikaitkan

kepada akibat yang timbul dari tindak pidana atas selain jiwa. Ditinjau dari segi objek

atau sasarannya, tindak pidana atas selain jiwa dibagi kepada lima bagian, yaitu

perusakan anggota badan atau sejenisnya, menghilangkan manfaatnya, syajjaj, jirah, dan

tindakan yang tidak termasuk keempat jenis tersebut. Hukuman untuk tindak pidana atas

selain jiwa tergantung kepada akibat yang timbul atas beberapa jenis tindak pidana

tersebut, baik perbuatannya dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja.

Page 121: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Dalam penelitian ini penulis hanya membatasi kepada dua bagian dari tindak pidana

atas selain jiwa, yaitu perusakan anggota badan atau sejenisnya dan menghilangkan

manfaatnya.

1) Hukuman untuk Ibanah (perusakan) Athraf dan semacamnya.

Hukuman pokok untuk perusakan athraf dengan sengaja adalah qishash, sedangkan

hukuman penggantinya adalah Diyat dan Ta’zir. Adapun hukuman pokok untuk

perusakan athraf yang menyerupai sengaja dan kesalahan adalah diat, sedangkan

hukuman penggantinya adalah ta’zir.

c. Hukuman Qishash.

Hukuman qishash merupakan hukuman pokok untuk tindak pidana atas selain jiwa

dengan sengaja, sedangkan diat dan ta’zir merupakan hukuman pengganti yang

menempati tempat qishash. Menurut pendapat Imam Malik, Abu Hanifah dan sebagian

fuqaha Hanabilah, hukuman pokok (qishash) tidak mungkin dijatuhkan bersama-sama

dengan hukuman pengganti (diyat) dalam satu jenis pelukaan. Dengan demikian apabila

si pelaku sudah di-qishash untuk sebagian pelukaan, tidak ada hukuman diyat untuk

sisanya (sebagian pelukaan lainnya). Oleh karena itu dalam kasus semacam ini, korban

diwajibkan untuk memilih antara qishash tanpa diyat atau langsung mengambil diyat.

d. Hukuman Diyat.

Hukuman diyat merupakan hukuman pengganti untuk qishash apabila hukuman

qishash terhalang karena suatu sebab atau gugur karena sebab-sebab yang tidak dapat

dikenakan qishash.

Diyat baik sebagai hukuman pokok maupun sebagai hukuman pengganti, digunakan

untuk pengertian diyat penuh (kamilah) yaitu seratus ekor unta. Adapun untuk hukuman

Page 122: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

yang kurang dari diyat yang penuh (kamilah), maka digunakan untuk hukuman dari diyat

yang penuh (kamilah) dengan istilah irsy )إرش ( . Terdapat dua macam diyat dalam

tindak pidana atas selain jiwa, yaitu diyat kamilah dan diyat ghair kamilah. Diyat

kamilah atau diyat sempurna berlaku apabila manfaat jenis anggota badan dan

keindahannya hilang sama sekali. Hal ini terjadi dengan perusakan seluruh anggota badan

yang sejenis atau dengan menghilangkan manfaatnya tanpa merusak atau menghilangkan

bentuk atau jenis anggota badan. Adapun anggota badan yang berlaku diyat sempurna

adalah:

1) Anggota badan tanpa pasangan yaitu, hidung, lidah, kemaluan, tulang belakang

(ash-shulb), lubang kencing dan dubur, kulit, rambut, dan jenggot.

2) Anggota badan yang berpasangan yaitu, tangan, kaki, mata, telinga, alis, bibir,

payudara, telur kemaluan laki-laki, bibir kemaluan perempuan, pinggul, dan

tulang rahang.

3) Anggota badan yang terdiri dari dua pasang yaitu, kelopak mata dan bulu mata.

4) Anggota badan yang terdiri lima pasang atau lebih yaitu, jari tangan, jari kaki, dan

gigi.

Sedangkan untuk diyat ghair kamilah berlaku dalam ibanah al-athraf apabila jenis

anggota badan atau manfaatnya hilang sebagian, sedangkan sebagian lagi masih utuh.

Diyat ghair kamilah atau irsy ini berlaku untuk semua jenis anggota badan, baik tunggal

(tanpa pasangn) mapun yang berpasangan. Seperti misalnya, pada pemotongan satu jari

berlaku irsy muqaddar yaitu sepuluh ekor unta, dua jari dua puluh ekor unta dan

seterusnya.

Page 123: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

2) Hukuman untuk menghilangkan manfaat anggota badan.

Hukuman untuk tindak pidana menghilangkan manfaat anggota badan ini adalah

sebagai berikut:

a. Hukuman Qishash.

Meskipun faktor kesulitan untuk melaksanakan qishash dalam tindak pidana

menghilangkan manfaat ini sangat besar, namun menurut jumhur fuqaha selama hal itu

memungkinkan, tetap diupayakan untuk melaksanakannya. Apabila qishash betul-betul

tidak memungkinkan untuk dilaksanakan maka pelaku dibebani hukuman diyat.

b. Hukuman Diyat.

Hukuman diyat dikenakan apabila manfaat dari anggota badan hilang atau rusak

karena suatu tindak pidana, baik manfaat itu menyatu maupun terpisah dari anggota

badan. Berikut ini diyat atau ganti rugi untuk sebagian manfaat anggota badan yang

dianggap sangat penting, antara lain:

1. Diyat akal.

Apabila seseorang melakukan tindak pidana yang mengakibatkan hilangnya akal, ia

dapat dikenakan hukuman diyat, yaitu seratus ekor unta. Ketentuan ini didasarkan kepada

hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Amr ibn Hazm yang di dalamnya disebutkan:

)رواه البيهقى(وفى العقل مائة من اإلبل ... Artinya: “…dalam perusakan akal berlaku hukuman diyat yaitu seratur ekor unta”

(HR. Baihaqi) 2. Diyat pendengaran.

Apabila terjadi suatu tindak pidana yang mengkibatkan rusak atau lenyapnya daya

pendengaran, maka pelakunya dapat dikenakan hukuman diyat. Dalam hal diyat bagi

pendengaran Sayyidina Umar memutuskan dengan memberikan hukuman empat macam

Page 124: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

diyat atau empat ratus ekor unta. Sebagaimana hadits Nabi Saw yang diriwayatkan oleh

Mu’adz bahwa Nabi Saw bersabda:

) رواه البيهقى... (وفى السمع الدية... Artinya: “…Dalam melenyapkan daya pendengaran berlaku hukuman diyat…” (HR.

Baihaqi) 3. Diyat daya penglihatan.

Hukuman bagi tindak pidana yang menghilangkan daya penglihatan adalah separuh

diyat, yaitu lima puluh ekor unta. Karena penglihatan merupakan manfaat kedua mata.

Apabila hilangnnya anggota badan mewajibkan hukuman diyat, maka demikian pula

menghilangkan manafaatnya. Akan tetapi apabila manfaat itu hilang bersama-sama

dengan hilangnya kedua mata maka hukumannya hanya satu diyat, yaitu diyat mata.

4. Diyat penciuman.

Tindakan yang dapat menghilangkan daya penciuman bagi pelakunya dapat

dikenakan hukuman diyat. Apabila seseorang memotong hidung orang lain yang

mengakibatkan hilangnnya daya penciuman hukumannya adalah dua diyat, karena

penciuman terpisah dari hidung. Apabila daya penciuman hilang sebelah lubang maka

berlaku separuh diyat, yaitu lima puluh ekor unta.

5. Diyat perasaan (Dzauq).

Para ulama fuqaha berbeda pendapat tentang berlakunya hukuman diyat bagi tindakan

yang menghilangkan daya perasaan. Menurut Imam Malik dan Abu Hanifah, dalam

melenyapkan perasaan lidah (dzauq) berlaku hukuman diyat. Alasannya adalah

mengkiaskan perasaan lidah kepada panca indra yang lain, seperti penciuman. Di

Page 125: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

kalangan mazhab Hambali berkembang dua pendapat. Pendapat pertama berlaku

hukuman diyat, sedangkan menurut pendapat yang kedua tidak berlaku hukuman diyat

6. Diyat kemampuan berbicara.

Apabila seseorang memotong lidah orang lain, sehingga mengakibatkan hilangnya

kemampuan berbicara dan perasaan lidahnya maka untuk semua akibat tersebut pelaku

hanya dikenakan satu diyat, karena diyat kalam (berbicara) dan diyat rasa (dzauq) sudah

termasuk ke dalam diyat lidah. Akan tetapi apabila seseorang melakukan tindak pidana

sehingga mengakibatkan hilangnya kemampuan berbicara dan perasaan lidahnya

sedangkan lidahnya masih utuh, pelaku dikenakan dua diyat.

Sedangkan apabila dalam tindak pidana kedokteran didasarkan atas niat pelaku dan

mengakibatkan meninggalnya korban, dalam hukum pidan Islam termasuk kepada

jarimah pembunuhan karena kesalahan yang sanksi pidananya meliputi , )قتل الخطأ(

hukuman pokok (asli). Pertama yaitu denda atau diyat. Adapun kadar diyatnya adalah

seratus ekor unta, yang dalam seratus unta tersebut harus ada 40 ekor unta yang bunting,

20 ekor unta betina berumur tiga tahun, 20 ekor unta yang layak, dan 20 ekor unta yang

masih muda. Kedua dari hukuman asli bagi jarimah pembunuhan karena kesalahan (al-

hata’) adalah Kafarat, yang berupa memerdekakan hamba sahaya (budak) yang Muslim.

Akan tetapi apabila tidak menemukan atau mempunyai maka hendaklah berpuasa.

Selain hukuman asli bagi jarimah pembunuhan karena kesalahan (al-khata’) dalam

hukum pidana Islam dikenal juga adanya hukuman pengganti yaitu berpuasa. Dalam

menjalankan hukuman berpuasa disyaratkan berpuasa dua bulan berturut-turut.

Sedangkan berpuasa adalah hukuman pengganti dari hukuman kafarat yaitu

memerdekakan hamba sahaya, maka tidak diwajibkan berpuasa apabila sudah

Page 126: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

memerdekakan hamba sahaya, dan apabila tidak menemukan maka hendaklah berpuasa.

Dan yang terakhir yaitu hukuman tambahan (mengikuti) bagi jarimah pembunuhan

karena kesalahan (al-khata’), yaitu berupa pencabutan hak waris dan pencabutan hak

wasiat. Hal ini sebagaimana yang tersirat dalam hadits Nabi Muhammad Saw :

رواه (عن عمر بن شعيب عن أبيه عن جده عن النبى صلى اهللا عليه وسلم قال ال يرث القاتل شيأ ) أبوداود

Artinya: Dari ‘Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya dari Nabi Saw, ia

bersabda “seorang pembunuh tidak bisa mendapat hak waris sama sekali” (HR. Abu Daud).

Ada sedikit persamaan antara sanksi pidana atau hukuman dalam hukum pidana

Indonesia dan hukum pidana Islam, yaitu dalam hukum pidana Indonesia dikenal adanya

hukuman denda seperti yang tertera pada beberapa pasal dalam KUHP dan Undang-

undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran di atas, sedangkan istilah denda

merupakan prinsif dasar (konsep) dari hukuman-hukuman yang terdapat dalam hukum

pidana Islam yang dikenal dengan istilah Diyat. Akan tetapi yang membedakan antara

keduanya hanyalah dari segi kadar besaran dendanya yang dibebankan kepada pelaku

tindak pidana.

Jika ditinjau dari segi teori pemidanaan atas penjatuhan suatu hukuman. Hukuman-

hukuman yang terdapat dalam syari’at Islam sangatlah komprehensif. Karena di

dalamnya mengakomodasi beberapa aspek, diantaranya aspek yang bersinggungan

dengan hubungan sesama manusia yaitu berupa pemberlakuan sanksi qishash yang

sepenuhnya diserahakan kepada korban dan merupakan hak baginya. Dan adanya

pemberlakukan Diyat dan Kafarat yang merupakan suatu keharusan untuk ditunaikan

oleh pembuat suatu jarimah. Serta adanya aspek Rububiyah yaitu hubungannya langsung

dengan Allah Swt, seperti ditetapkannya hukuman berpuasa. Sementara sanksi dalam

Page 127: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

hukum yang berlaku di Indonesia lebih bersifat pertalian antara pelaku kejahatan dengan

korban dari suatu tindak pidana. Hal ini dikarenakan sanksi pidana dalam syari’at Islam

tidak sama dengan hukum buatan manusia yang aturan-aturannya ada setelah terjadinya

suatu kejadian yang dikiranya perlu dibuat suatu aturan dan sanksi, jika perbuatan

tersebut termasuk ke dalam tindak pidana ataupun kriminal.

Di samping itu syari’at Islam dalam menjatuhkan hukuman mempunyai tujuan untuk

membentuk masyarakat yang baik dan yang kuasai oleh rasa saling menghormati dan

mencintai antara sesama anggotanya dengan mengetahui batas-batas hak dan

kewajibannya. Karena suatu jarimah pada hakekatnya adalah perbuatan yang tidak

disenangi dan menginjak-injak keadilan serta mengakibatkan kemarahan masyarakat

terhadap pembuatnya, di samping menimbulkan rasa kasih sayang terhadap korbannya,

maka hukuman yang dijatuhkan atas diri pembuat tidak lain merupakan salah satu cara

menyatakan reaksi dan balasan dari masyarakat terhadap perbuatan atau pembuat yang

telah melanggar kehormatannya dan merupakan usaha penenangan terhadap diri korban.

Dengan hukuman itu dimaksudkan untuk memberikan rasa derita yang harus dialami oleh

pembuat dan semata-mata memohon pengampunan dari sang Khaliq Allah Swt. Dengan

demikian maka terwujudlah rasa keadilan dan ketentraman dalam kehidupan manusia.

D. Contoh Kasus Seputar Tindak Pidana Profesi Kedokteran.

Istilah tindak pidana profesi kedokteran merupakan istilah yang asing dan merupakan

istilah yang baru dalam disiplin ilmu hukum. Kebanyakan para fakar menggunakan

istlah “Medical Malpractice” atau dikenal dengan istilah “kelalaian medik” bagi tindak

Page 128: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

pidana profesi kedokteran. Maka dalam sus bab ini kasus-kasus yang penulis angkat ke

permukaan ialah seputar masalah malpraktik medik.

Menurut dr. Kartono Muhammad yang merupakan mantan ketua umum IDI,

mengatakan bahwa “malpraktik merupakan kasus yang amat jarang terjadi, dan jika jatuh

vonis pun biasanya terkena pasal perdata, yang paling banter cuma mengganti kerugian

yang diderita pasien atau pihaknya”.116 Sedangkan Ikatan Dokter Indonesia tidak bisa

berbuat apa-apa sebelum adanya kepastian hukum dari pengadilan. Sanksi pencabutan

izin praktik misalnya, baru bisa dilakukan setelah adanya kejelasan hukum tersangaka

oleh pengadilan. Oleh karena itu dalam hal ini penulis hanya menggambarakan kasus-

kasus yang terindikasi sebagai tindakan malpraktik yang dilakukan oleh para pengemban

profesi kedokteran.

Kehilangan orang yang kita cintai akibat kematian selalu menorehkan luka hati yang

cukup dalam. Namun, jika kematian itu terjadi karena kesalahan yang sebetulnya dapat

dihindari tentunya akan membuat penyesalan dan kesedihan yang jauh lebih

menyakitkan.

Gambaran itulah yang umumnya dialami oleh keluarga korban kesalahan praktik

kedokteran atau malpraktik. Kepergian anak, orang tua, kerabat dan sahabat akibat

kesalahan diagnosa, terapi atau obat terkadang membuat kegeraman dan rasa kehilangan

yang sangat mendalam. Terlebih lagi, jika kematian itu sebenarnya dapat dihindari

senadainya dokter atau tenaga medis bersikap hati-hati dan waspada.

Hal tersebut sebagaimana yang dialami oleh sepasang suami-isteri, Lilin Tri

Murwani, 34 tahun dan Hasanudin Harahap, 30 tahun. Kasus ini berawal ketika Tri

116 Luthfi Assyaukanie, Politik, Ham, dan Isu-isu Teknologi dalam Fikih Kontemporer, (Bandung, Pustaka Hidayah, 1998), cet pertama, h. 187

Page 129: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

melahirkan bayinya, Aldi Nusafitra di RS Islam Jakarta, 7 September 2006 lau.117 Proses

persalinan dilakukan oleh dr. Susilowati melalui operasi sesar. Perawatan bayi yang

diduga mengidap penyakit kuning di bawah pengawasan dr. Omi, sepesialis anak.

Setelah persalinan, Tri dan bayinya dirawat selama 4 hari di rumah sakit itu. Karena

penyakitnya, Aldi disarankan untuk dirawat dua hari lagi. Menurut Tri “Tapi baru dua

hari, anak saya diperbolehkan pulang”.

Sesampainya di rumah, Aldi mengalami kejang-kejang. Karenanya Tri membawa

bayinya ke RS tempat Aldi dilahirkan. Di sana, Aldi hanya dimasukan ke instalasi gawat

darurat. “Anak saya hanya dikasih oksigen dan tidak ada dokter yang menjaga, padahal

ia kejang-kejang”. Kata Tri, warga Cempaka Baru IV, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Dengan alasan ruang Intensif Care Unit (ICU) penuh, seorang suster menyarankan

untuk mencari runah sakit lain agar bisa dirawat dalam ICU. Lalu Aldi dirujuk ke RSAB

Harapan Kita. Untuk bisa masuk ke RS Harapan Kita, keluarga pasien harus membayar

lebih dahulu uang muka Rp. 7,5 juta. Dari hasil pemeriksaan, dokter menyatakan Aldi

mengalami pendarahan di otak. Menurut Hasanudin ayahnya Aldi “Padahal di RS Islam,

Aldi dinyatakan kena penyakit kuning”.

Selama 24 hari dirawat di RSAB, kondisi Aldi makin memprihatinkan. Bayi malang

itu akhirnya meninggal 7 Oktober 2006 lalu. “Akibat kesalah diagnosa, anak saya

meninggal. Saya merasa dipermainkan”. Kata Hasanudin.

Hal senada juga dialami oleh (almh) Sita Darwati Darmoko, kasus ini bermula saat

almarhumah Sita Dewi melakukan operasi tumor di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI)

117 Muchamad Nafi, “Dokter RS Islam Jakarta dilaporkan Malparaktek”, artikel diakses pada 4

Oktober 2007 dari http:// www. tempointeraktif. com/hg

Page 130: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

pada 12 Febuari 2005 lalu.118 Tim dokter yang melakukan operasi itu di pimpin Prof DR.

Ichramsyah A. Rachman, dimana saat itu berdasarkan hasil uji Pathology Anatomi (PA)

bahwa tumor yang menjangkit di tubuh Sita dinyatakan tidak ganas. Setelah tumor itu

diangkat, sampelnya dikirim untuk dites lagi. Hasilnya, pada 16 Februari 2005, PA justru

menunjukkan fakta yang sebaliknya. Tumor yang ada di ovarium Sita ternyata ganas.

Namun PA ini tidak pernah dikabarkan ke Sita maupun keluarganya.

Setelah setahun berlalu. Tepatnya pada 16 Februari 2006, Sita mengeluhkan adanya

benjolan di sekitar perutnya. Saat berkonsultasi dengan dokter dari RSPI, baru pada saat

itulah Sita diberitahu hasil PA-nya yang menyatakan bahwa tumor ganaslah yang

menggerogoti tubuhnya. Disitulah emosi Sita membuncah. Ia menilai tidak adanya

koordinasi dan pertanggung jawaban antara dokter dan manajemen rumah sakit untuk

menyampaikan hasil PA yang sebenarnya. Karenanya, Sita merasa telah kehilangan

waktu selama satu tahun untuk menyembuhkan tumor yang ternyata ganas itu. Dan benar

saja. Ketika baru menjalani beberapa kali terapi, nyawa Sita tidak tertolong lagi. Dan

akhinya ia pun menghembuskan napas yang terakhir.

Merasa adanya faktor keteledoran dokter dan RSPI, Pitra Azmirla dan Damitra

Almira, anak (almh) Sita Dewi kemudian menuntut pertanggung jawaban. Pihak RSPI

juga bukannya tidak mau bertanggung jawab. Kepada Pitra dan Damitra, RSPI

menawarkan uang sejumlah Rp. 400 juta. Belakangan, RSPI menaikkannya hingga Rp1

miliar. Namun Pitra dan Damitra tidak mau menerimanya. Karena buntu, keduanya

kemudian mengajukan gugatan perdata ke PN Jakarta Selatan.

118 Diakses pada 4 Oktober 2007 dari http: //hukumonline. com/detail.asp?id=17505&cl=Berita

Page 131: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Kejadian serupa juga dialmi oleh Mesdiwanda Sitepu, seorang ibu rumah tangga,

yang bertempat tinggal di Kelurahan Cipayung, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.

Peristiwa itu bermula ketika Mesdiwanda melahirkan bayinya yang bernama Andreas

Paska Vinindo di rumah Sakit Pasar Rebo Jakarta Timur.119 Saat Mesdiwanda

dinyatakan positif hamil, proses kehamilannya ditangani dan diperiksa kesehatanya oleh

bidan Herawati di RS Pasar Rebo, dan sewaktu umur kandungannya berusia 7-8 bulan,

kondisi janin dinyatakan sehat sesuai dengan hasil USG. Demikian juga dengan

pertumbuhan janinnya dan diperkirakan lahir pada tanggal 19 April 2001.

Pada tanggal 21 April 2001, sekitar pukul 00:45 Wib, Mesdiwanda melalui proses

Vacum hingga 3 (tiga) kali melahirkan bayi laki-laki, Andreas Paska Vinindo, dengan

berat badan 300 gram dan panjang badan 51 cm. Dan saat proses kelahiran tersebut

Andreas tidak menangis dan langsung dibawa ke ruang perawatan anak.

Kemudian dokter anak yang merawat Andreas menyatakan kepada ibunya, bahwa di

kepala Andreas banyak cairan dan terjadi pendarahan pada otak yang diakibatkan luka

sewaktu dilakukan Vacum. Dan pada tanggal 23 April 2001 dokter yang merawat

Andreas mengatakan kepada Mesdiwanda dan suaminya bahwa Andreas dalam keadaan

“kritis”.

Dengan alasan di RS Pasar Rebo tidak mempunyai spesialis syaraf, seorang dokter

spesialis anak menganjurkan agar Andreas dirujuk ke rumah sakit Cipto Mangunkusumo,

akan tetapi sesampainya di RS Cipto Mangunkusumo, suami Mesdiwanda tidak

menemukan dokter syaraf, karena sedang mengikuti pendidikan ke luar Negeri.

Kemudian pihak RS Cipto Mangunkusumo merujuk kembali Andreas ke rumah sakit

119 Riset kasus Malpraktik di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kesehatan, Jl. Manggarai Utara IV

No. D-8, Jakarta Selatan, pada tanggal 26 September 2007

Page 132: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Gatot Sobroto untuk menjalankan operasi, agar dapat melakukan operasi keluarga pasien

harus lebih dahulu membayar uang muka sebesar Rp. 10.000.000

Karena ketidak mampuan biaya, maka Mesdiwanda dan suaminya membawa kembali

Andreas ke RS Pasar Rebo. Kemudian pihak RS Pasar Rebo merujuk kembali Andreas ke

rumah sakit Harapan Bunda untuk melakukan CT Scan. Berdasarkan hasil CT Scan dari

RS Harapan Bunda, bahwa terjadi pendarahan di luar tengkorak syaraf otak Andreas.

Setelah itu dokter di RS Pasar Rebo menyarankan Andreas untuk dilakukan penyedotan

pada bagian kepala, dan kepada Mesdiwanda disuruh untuk membeli alat sedot dan resep

untuk menyedot cairan di kepala anaknya, namun dokter tersebut tidak mempergunakan

alat yang telah dibeli oleh Mesdiwanda. Dan pada tanggal 10 Mei 2001, Mesdiwanda

membawa anaknya pulang ke rumah dengan tetap mengalami pendarahan di luar

tengkorak syaraf otak yang menyebabkan Andreas cacat seumur hidup.

Merasa adanya kejanggalan dalam pelayanan medis terhadap anaknya, maka

Mesdiwanda melalui kuasa hukumnya, Danco Tohanes, SH, A. Nazara, SH, dkk dari

(LBH Kesehatan) memperkarakan kasus ini ke pengadilan Negeri Jakarta Timur. Dengan

melakukan gugatan perdata kepada bidan Herawati, pihak rumah sakit Pasar Rebo, dan

Pemerintah Republik Indonesia cq Menteri Kesehatan Republik Indonesia, yang telah

melakukan perbuatan melawan hukum pada saat dan pasca melakukan tindakan medik

dan pengobatan terhadap Andreas yang merupakan anak dari Mesdiwanda, di mana

akibat tindakan medik yang dilakukan tersebut mengakibatkan Andreas mengalami

pendarahan di luar tengkorak syaraf otak yang menyebabkan cacat seumur hidup.

Setelah melihat contoh-contoh kasus dugaan malpraktik medik diatas, kita

sepenuhnya menyadari bahwa begitu besar dampak yang ditimbulkan akibat kasus

Page 133: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

malpraktik medik, terlebih lagi sulit membuktikan di pengadilan bahwa kasus yang

diduga malpraktik medik menjadi kategori kasus malpraktik medik.

Terlepas dari faktor ajal yang menjadi hak preogratif Tuhan, namun kasus malpraktik

telah banyak menelan korban. Kematian dan kecacatan adalah harga yang harus dibayar

pasien karena keteledoran tenaga-tenaga kedokteran. pasien di Indonesia pada umumnya

pasrah terhadap kesalahan atau kelalaian dokter. Biasanya para pasien itu tidak menuntut

dokter yang telah merugikan mereka.

Page 134: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan.

Berdasarkan uraian di atas pada bab-bab sebelumnya terhadap permasalahan yang

diangkat dalam skripsi ini, penulis mengambil beberapa kesimpulan:

1. Yang dimaksud dengan profesi kedokteran dalam hukum Indonesia adalah, Secara

bahasa (etimologis) pengertian dokter dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan

sebagai “Lulusan pendidikan kedokteran yang ahli dalam hal penyakit dan

pengobatannya”. Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Bab I (Ketentuan

Umum) pasal 1 butir 11 Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran (UU Praktik Kedokteran), dapat disimpulkan bahwa dokter sebagai

pengemban profesi adalah orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta

memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kedokteran

yang memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Sedangkan dalam literatur Islam, pengertian dari perofesi kedokteran dijelaskan

bahwa kata dokter )الطبيب( , berasal dari akar kata )وطبيبا- طبا- يطب-طب ( merupakan

bentuk transitif yang maknanya mengobati. Yang bentuk jamaknya adalah ) أطبة و

)أطباء , dan bentuk muannasnya adalah )طبيبة( . Kemudian asal kata )الطبيب( oleh Ibn al-

Manzur diartikan sebagai :

وبه سمي الطبيب الذى يعالج المرضى, العارف بها, الطبيب فى األصل هو ألحادق باألمور

Page 135: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Artinya: “Asal kata dokter bermakna: orang yang cakap atau ahli dalam segala permasalahan, dan mengethaui tentang segala sesuatu, dan dikatakan dokter ialah orang yang ahli dalam mengobati orang saki.”

2. Mengenai hak profesi kedokteran dalam pandangan hukum Indonesia tertuang dalam

pasal 50 Undang-undang Nomor. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,

menjelaskan bahwa dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran

mempunyai hak memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas

sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional, memberikan

pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasianal,

memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya, dan

menerima imbalan jasa.

Sedangkan kewajiban profesi kedokteran terdapat dalam pasal 51 undang-undang

praktik kedokteran, yang menerangkan bahwa dokter atau dokter gigi dalam

melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban memberikan pelayanan

medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan

medis pasien, merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai

keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu

pemeriksaan atau pengobatan, merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang

pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia, melakukan pertolongan

darurat atas dasar perikemanusian, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas

dan mampu melakukannya, dan menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti

perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.

Dalam ajaran Islam, secara garis besar kewajiban-kewajiban tenaga kedokteran

muslim adalah:

Page 136: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

7) Kewajiban dokter muslim yang terberat adalah beribadah dan beramal sebanyak-

banyaknya.

8) Senantiasa mempelajari dan menerapkan pengetahuan kedokteran serta

pengetahuan agama secara berimbang dalam kehidupanya sehari-hari.

9) Pendekatan kepada pasiennya selalu bersifat holistik.

10) Menghormati dan memulyakan orang sakit.

11) Senantiasa menunjukan kasih sayang kepada orang sakit.

12) Senantiasa menggembirakan dan memberikan harapan hidup, guna menumbuhkan

kekuatan dan harapan dalam hati penderita.

3. Dalam pandangan hukum pidana Indonesia bahwa yang dimaksud dengan tindak

pidana profesi kedokteran adalah tindakan (medik) yang salah atau kekeliruan yang

dilakukan oleh profesi kedokteran yang buruk dan berakibat hukum atas perbuatan

tersebut.

Suatu perbuatan atau tindakan dapat dikatakan sebagai tindak pidana, apabila secara

teorotis memenuhi setidaknya tiga unsur yaitu, melanggar norma hukum yang tertulis,

bertentangan dengan hukum atau melanggar hukum dan berdasarkan suatu kelalaian

atau kesalahan besar.

Di dalam KUHP terdapat ketentuan yang dikenakan kepada dokter atau dokter gigi

yang memenuhi unsur-unsur rumusan tindak pidana dalam KUHP, antara lain yang

berkaitan dengan masalah pelanggaran kewajiban dokter atau dokter gigi, kejahatan

terhadap nama baik seseorang, kejahatan terhadap kesusilaan, kejahatan terhadap

pemalsuan, kejahatan terhadap tubuh dan nyawa karena kesengajaan, dan kejahatan

terhadap tubuh dan nyawa karena kelalaian.

Page 137: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Adapun bentuk hukuman yang terberat dalam KUHP adalah pidana penjara paling

lama lima belas tahun (KUHP pasal 347 ayat 2), atas kejahatan terhadap tubuh dan

nyawa karena kesengajaan, yaitu dalam hal tindakan dokter yang menggugurkan

kandungan tanpa persetujuan dari wanita dan mengakibatkan matinya wanita tersebut.

Dan hukuman yang terendah adalah pidana penjara paling lama sembilan bulan atau

denda paling banyak tiga ratus rupiah (pasal 310 KUHP), yaitu dalam hal dokter yang

melakukan kejahatan nama baik seseorang berupa perbuatan penghinaan.

Sedangakan ketentuan di luar KUHP diatur dalam Undang-undang Nomor 29 tahun

2004 tentang Praktik Kedokteran, diantanya yang mengatur tentang Pelanggaran

terhadap kewajiban Administrasi, Pelanggaran yang berhubungan dengan kewajiban

terhadap pasien, Pelanggaran yang berhubungan dengan perkembangan ilmu

kedokteran, Pelanggaran yang dilakukan orang lain, dan Pelanggaran yang dilakukan

oleh pimpinan sarana kesehatan atau badan hukum (korporasi).

Sanksi pidana yang terberat dalam Undang-undang No. 29 tahun 2004 (UU Praktik

Kedokteran) adalah pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau denda paling

banyak Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah), dalam pelanggaran yang dilakukan

oleh pimpinan saran kesehatan atau badan hukum (korporasi), yaitu pimpinan saran

kesehatan yang mengizinkan dokter yang tidak mempunyai surat izin praktik untuk

melakukan praktik kedokteran di sarana kesehatannya, apabila hal itu dilakukan oleh

badan hukum (korporasi) maka pidana yang dijatuhkan adalah denda dengan

ditambah sepertiga atau ditambah hukuman tambahan berupa pencabutan hak (pasal

80 ayat 1 dan 2 UU Praktik Kedokteran). Adapun hukuman yang rendah dalam

Undang-undang Praktik kedokteran yaitu mengenai pelanggaran yang berhubungan

Page 138: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

dengan kewajiban terhadap pasien, yang sanksi pidananya berupa pidana kurungan

paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta

rupiah) apabila dokter dalam melakukan praktik kedokterannya tidak membuat rekam

medis (pasal 79 pon b UU Praktik Kedokteran).

Dalam pandangan hukum pidana Islam, apabila tindak pidana profesi kedokteran

didasarkan atas berat ringannya akibat yang menimpa sasaran atau obyek dari tindak

pidana tersebut, dapat dikategorikan kepada tindak pidana atas selain jiwa ) جناية على

)ما دون النفس .

Ditinjau dari objek atau sasaranya, tindak pidana atas selain jiwa baik sengaja

maupun tidak sengaja dapat dibagi ke dalam lima bagian, yaitu penganiayaan atas

anggota badan dan semacamnya, menghilangkan manfaat anggota badan sedangkan

jenisnya masih tetap utuh, asy-syajjaj atau pelukaan khusus pada bagian muka dan

kepala, al-jirah atau pelukaan pada anggota badan selain wajah, dan kepala, dan

tindakan selain dari keempat bagian tersebut.

Adapun hukuman untuk tindak pidana atas selain jiwa tergantung kepada akibat yang

timbul atas beberapa jenis tindak pidana tersebut, baik perbuatannya dilakukan

dengan sengaja maupun tidak sengaja. Dalam hal ini penulis hanya membatasi kepada

dua bagian dari tindak pidana atas selain jiwa, yaitu perusakan anggota badan atau

semacamnya dan menghilangkan manfaatnya.

3) Hukuman untuk Ibanah (perusakan) Athraf dan semacamnya.

Hukuman qishash merupakan hukuman pokok untuk tindak pidana atas selain jiwa

dengan sengaja, sedangkan diat dan ta’zir merupakan hukuman pengganti yang

menempati tempat qishash, apabila hukuman qishash terhalang karena suatu sebab

Page 139: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

atau gugur karena sebab-sebab yang tidak dapat dikenakan qishash. Anggota-anggota

badan yang berlaku diyat sempurna adalah:

5) Anggota badan tanpa pasangan yaitu, hidung, lidah, kemaluan, tulang

belakang (ash-shulb), lubang kencing dan dubur, kulit, rambut, dan jenggot.

6) Anggota badan yang berpasangan yaitu, tangan, kaki, mata, telinga, alis, bibir,

payudara, telur kemaluan laki-laki, bibir kemaluan perempuan, pinggul, dan

tulang rahang.

7) Anggota badan yang terdiri dari dua pasang yaitu, kelopak mata dan bulu

mata.

8) Anggota badan yang terdiri lima pasang atau lebih yaitu, jari tangan, jari kaki,

dan gigi.

4) Hukuman untuk menghilangkan manfaat anggota badan.

Hukuman untuk tindak pidana menghilangkan manfaat anggota badan ini adalah

hukuman Qishash. Apabila qishash betul-betul tidak memungkinkan untuk

dilaksanakan maka pelaku dibebani hukuman diyat.

Hukuman diyat dikenakan apabila manfaat dari anggota badan hilang atau rusak

karena suatu tindak pidana, baik manfaat itu menyatu maupun terpisah dari anggota

badan. Diyat atau ganti rugi untuk sebagian manfaat anggota badan yang dianggap

sangat penting, antara lain: (1). Diyat menghilangkan akal yaitu seratus ekor unta, (2).

Diyat pendengaran, dalam hal diyat bagi pendengaran Sayyidina Umar memutuskan

dengan memberikan hukuman empat macam diyat atau empat ratus ekor unta, (3).

Diyat daya penglihatan. Hukumannya adalah separuh diyat, yaitu lima puluh ekor

unta, (4). Diyat penciuman, apabila daya penciuman hilang sebelah lubang maka

Page 140: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

berlaku separuh diyat, yaitu lima puluh ekor unta, (5). Diyat perasaan (Dzauq).

Menurut Imam Malik dan Abu Hanifah, dalam melenyapkan perasaan lidah (dzauq)

berlaku hukuman diyat. Alasannya adalah mengkiaskan perasaan lidah kepada panca

indra yang lain, seperti penciuman, (6). Diyat kemampuan berbicara, apabila

seseorang melakukan tindak pidana sehingga mengakibatkan hilangnya kemampuan

berbicara dan perasaan lidahnya sedangkan lidahnya masih utuh, pelaku dikenakan

dua diyat.

Sedangkan apabila dalam tindak pidana profesi kedokteran didasarkan atas niat

pelaku dan mengakibatkan meninggalnya korban, dalam hukum pidana Islam

termasuk kepada jarimah pembunuhan karena kesalahan yang sanksi , )قتل الخطأ(

pidananya meliputi hukuman pokok (asli), pertama yaitu denda atau diyat. Adapun

kadar diyatnya adalah seratus ekor unta, kedua yaitu kafarat, yang berupa

memerdekakan hamba sahaya (budak) yang Muslim.

Selain hukuman asli bagi jarimah pembunuhan karena kesalahan (al-khata’) dalam

hukum pidana Islam dikenal juga adanya hukuman pengganti yaitu berpuasa. Dalam

menjalankan hukuman berpuasa disyaratkan berpuasa dua bulan berturut-turut. Dan

yang terakhir hukuman tambahan (mengikuti) bagi jarimah pembunuhan karena

kesalahan (al-khata’), yaitu berupa pencabutan hak waris dan pencabutan hak wasiat.

4. Persamaan pandangan antara hukum pidana Indonesia dan hukum pidana Islam

mengenai tindak pidana profesi kedokteran terdiri dari dua aspek tinjauan, yaitu

ditinjau dari niat pelakunya dan ditinjau dari unsur-unsur tindak pidana profesi

kedokteran.

a. Ditinjau dari niat pelaku kejahatan.

Page 141: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Ditinjau dari niat pelaku kejahatan dalam hukum pidana Indonesia dan hukum Pidana

Islam adanya persamaan, ialah kejahatan (tindakan) itu dilakukan karena kesalahan

atau tidak sengaja dan tidak didasari oleh faktor-faktor kesengajaan dari diri si

pembuat.

b. Ditinjau dari unsur-unsur tindak pidana profesi kedokteran.

Secara garis besar antara hukum pidana Indonesia dan hukum Islam adanya

persamaan, yaitu dilihat dari unsur perbuatan melawan hukum dan unsur kesalahan

atau kelalaian yang dilakukan oleh para tenaga kedokteran. Akan tetapi ada sedikit

perbedaan di antara keduanya, dalam hukum pidana Indonesia mengenai tindak

pidana profesi kedokteran yaitu fokusnya kausa atau sebab bukan akibat.

Adapun perbedaan pandangan antara hukum pidana Indonesia dan hukum pidana

Islam mengenai tindak pidana profesi kedokteran adalah hanya ditinjau dari segi

hukumannya.

Bentuk hukuman yang terberat dalam KUHP diantaranya adalah pidana penjara

paling lama lima belas tahun (KUHP pasal 347 ayat 2), atas kejahatan terhadap tubuh

dan nyawa karena kesengajaan, yaitu dalam hal tindakan dokter yang menggugurkan

kandungan tanpa persetujuan dari wanita dan mengakibatkan matinya wanita tersebut.

Sedangakan ketentuan di luar KUHP diatur dalam Undang-undang Nomor 29 tahun

2004 tentang Praktik Kedokteran, yang diantara sanksi pidanya adalah pidana penjara

paling lama sepuluh tahun atau denda paling banyak Rp.300.000.000 (tiga ratus juta

rupiah), dalam pelanggaran yang dilakukan oleh pimpinan saran kesehatan atau badan

hukum (korporasi), yaitu pimpinan saran kesehatan yang mengizinkan dokter yang

tidak mempunyai surat izin praktik untuk melakukan praktik kedokteran di sarana

Page 142: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

kesehatannya, apabila hal itu dilakukan oleh badan hukum (korporasi) maka pidana

yang dijatuhkan adalah denda dengan ditambah sepertiga atau ditambah hukuman

tambahan berupa pencabutan hak (pasal 80 ayat 1 dan 2 UU Praktik Kedokteran).

Dalam hukum pidana Islam, apabila tindak pidana profesi kedokteran didasarkan atas

berat ringannya akibat yang menimpa sasaran atau obyek dari tindak pidana tersebut,

dikategorikan kepada tindak pidana atas selain jiwa )جناية على ما دون النفس( Adapun

hukuman untuk tindak pidana atas selain jiwa tergantung kepada akibat yang timbul

atas beberapa jenis tindak pidana tersebut. Dalam penilitian ini hanya membatasi

kepada dua bagian dari tindak pidana atas selain jiwa, yaitu perusakan anggota badan

atau semacamnya dan menghilangkan manfaatnya.

1. Hukuman untuk Ibanah (perusakan) Athraf dan semacamnya.

Hukuman qishash merupakan hukuman pokok untuk tindak pidana atas selain jiwa

dengan sengaja, sedangkan diat dan ta’zir merupakan hukuman pengganti yang

menempati tempat qishash.

2. Hukuman untuk menghilangkan manfaat anggota badan.

Hukuman untuk tindak pidana menghilangkan manfaat anggota badan ini adalah

hukuman Qishash. Apabila qishash betul-betul tidak memungkinkan untuk

dilaksanakan maka pelaku dibebani hukuman diyat.

Hukuman diyat dikenakan apabila manfaat dari anggota badan hilang atau rusak

karena suatu tindak pidana, baik manfaat itu menyatu maupun terpisah dari anggota

badan. Diyat atau ganti rugi untuk sebagian manfaat anggota badan yang dianggap

sangat penting, antara lain diyat menghilangkan akal, diyat pendengaran, diyat daya

Page 143: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

penglihatan, diyat penciuman, diyat perasaan (Dzauq). Dan diyat menghilangkan

kemampuan berbicara.

Sedangkan apabila dalam tindak pidana profesi kedokteran didasarkan atas niat

pelaku dan mengakibatkan meninggalnya korban, dalam hukum pidana Islam

termasuk kepada jarimah pembunuhan karena kesalahan yang sanksi , )قتل الخطأ(

pidananya meliputi hukuman pokok (asli), pertama yaitu denda atau diyat. Adapun

kadar diyatnya adalah seratus ekor unta, kedua yaitu kafarat, yang berupa

memerdekakan hamba sahaya (budak) yang Muslim. Dan hukuman pengganti yaitu

berpuasa. Dalam menjalankan hukuman berpuasa disyaratkan berpuasa dua bulan

berturut-turut. Juga adanya hukuman tambahan (mengikuti) yaitu berupa pencabutan

hak waris dan pencabutan hak wasiat.

Ada sedikit persamaan antara sanksi pidana atau hukuman dalam hukum pidana

Indonesia dan hukum pidana Islam, yaitu dalam hukum pidana Indonesia dikenal

adanya hukuman denda seperti yang tertera pada beberapa pasal dalam KUHP dan

Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran di atas, sedangkan

istilah denda merupakan prinsif dasar (konsep) dari hukuman-hukuman yang terdapat

dalam hukum pidana Islam yang dikenal dengan istilah Diyat. Akan tetapi yang

membedakan antara keduanya hanyalah dari segi kadar besarannya. Bagi diyat

kompensasinya deserahkan kepada korban sedangakan denda diberikan kepada

Negara.

B. Saran-saran.

Page 144: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

1. Hendaknya para tenaga kedokteran meningkatkan ilmunya sesuai dengan kemajuan

di bidang teknologi kedokteran dan lebih berhati-hati lagi, serta berusaha semaksimal

mungkin sesuai dengan tingkat keahlian dan kemampuan yang dimilikinya.

2. Adanya pengetatan seseorang untuk menjadi seorang dokter atau tenaga kedokteran

yang berkualitas, sehingga tidak timbul lagi kasus-kasus malpraktek medik di

masyarakat luas.

3. Perlu dibuatnya peraturan perundang-undangan yang mengakomodasi hak-hak atau

kepentingan bagi pasien, oleh Dewan Perawakilan Rakyat yang melibatkan pihak-

pihak seperti unsur dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kesehatan, atau unsur lain

yang sekiranya kompeten. Karena pada kenyataannya setiap kejahatan atau tindak

pidana tidak terlepas dari adanya unsur pelaku, perbuatan dan korban dari tindak

pidana tersebut.

4. Hendaknya wacana-wacana seperti tindak pidana profesi kedokteran, tindak pidana di

bidang pendidikan dan lainnya dijadikan sub bahasan dalam wacana hukum pidana

Islam. Misalnya, pada mata kuliah kapita selekta hukum pidana Islam ) مسائل الفقهية

) فى الجناية . Dengan demikian hukum Islam dapat menjawab dan memecahkan segala

permasalahan yang berkembang dalam masyarakat, sehingga hukum Islam lebih

bersifat fleksibel dan dinamis sesuai dengan perkembangan zaman )مطابق لكل زمان ( .

Page 145: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-karim. Abu Zahrah, Imam. Al-Jarimah wal ‘Uqubah Fil Fiqh Islamy. Kairo: Daar Al-Fikr Al-

‘Araby, 1997. Ali Akbar, Etika Kedokteran Dalam Islam. Jakarta: Pustaka Antara, 1988, Cet. ke 1. Abu Hasan Al-Mawardi. Al-Ahkam As-Sulthaniyah. Mesir: Musthofa Al-Baby Al-

Halaby, 1975, Cet ke-III. Abdul Qadir ‘Audah. At-Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islamiy. Beirut: Muassasah Risalah, 1983,

Juz II. Abu Luwis Ma’luf. Al-Munjid Fi Al-Lughahah Wa Al-‘A’lam. Beirut: Dar El-Masyriq,

1975. Adami Chazawi. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Stelsel Pidana, Tindak Pidana,

Teori-teori Pemidaan, dan Batas Berlakunya Hukum Pidana. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet ke-I.

Ahmad Dzajuli. Fiqh Jinayah, Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam. Jakarta:

Rajawali Pers, 2000. Ahmad Hanafi. Asas-asas Hukum Pidana Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 2005, Cet ke-

VI. Ahmad Wardi Muslich. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2005, Cet ke-II. Abdul Azis Dahlan (edt). Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,

1996, Cet. ke-I. Anny Isfandyarie dan Fachrizal Afandi. Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter

Buku ke II- II. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2006, Cet ke-I. Andi Hamzah. KUHP dan KUHAP. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005, Cet ke- XII. Bahder Johan Nasution. Hukum Kesehatan, Pertanggung Jawaban Dokter. Jakarta: PT

Renika Cipta, 2005, Cet ke-I.

Page 146: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Chuzaimah Tahido Yanggo. Problematika Hukum Islam Kontemporer. Jakarta: PT

Pustaka Firdaus, Buku ke IV, 2002, Cet ke-III. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka, 2005, Cet. ke-III. Hamidy, Mu’ammal dkk. Terjemah Nailul Authar. Surabaya: PT Bina Ilmu, 2001. Haliman. Hukum Pidana Syari’at Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1970. Hendojono Soewono. Perlindungan Hak-hak Pasien Dalam Transaksi Terapeutik.

Jakarta: Srikandi, 2006. http: //hukumonline. com/detail.asp?id=17505&cl=Berita. Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Beirut: Dar Al-Jiil, 1989, Cet

ke-I. Ibn Hajar Al-Kanany Al-Atsqalany. Subul As-Salam. Bandung: Dahlan, t.th, Juz III. Ibn Manzur. Lisanul ‘Arabi. Cairo: Darul Hadits, 1423 H- 2003 M, Juz III. Kanter, E.Y. dan Sianturi S.R. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya.

Jakarta: Storia Grafika, 2002, Cet ke-III. Luthfi Assyaukanie. Politik, Ham, dan Isu-isu Teknologi dalam Fikih Kontemporer.

Bandung: Pustaka Hidayah, 1998, Cet ke-I. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kesehatan. Jakarta: Riset Kasus Malpraktik. pada

tanggal 26 September 2007. Legality, Jurnal Ilmiah Hukum, Malang: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah

Malang, 2005, Vol ke-13. Lamintang, P.AF. Dasas-dasar Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditiya

Bakti, 1997, Cet ke-III. Meoljatno, Prof. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: PT Renika Cipta, 2002, Cet ke-VII. Mu’ammal Hamidy dkk. Terjemah Nailul Authar. Surabaya: PT Bina Ilmu, 2001. Muchamad Nafi. “Artikel Dokter RS Islam Jakarta dilaporkan Malparaktek”. Diakses

pada 4 Oktober 2007 dari http:// www. tempointeraktif.com/hg Poerwardamita, W.JS. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1999.

Page 147: TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN MENURUT HUKUM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7461/1/BEBEN... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PROFESI

Sri Praptiningsih. Kedudukan Hukum Perawat Dalam Upaya Pelayanan Kesehatan di

Rumah Sakit. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005. Triana Ohoiwutun Y.A. Bunga Rampai Hukum Kedokteran. Malang: Banyu Media,

2007, Cet. ke-I. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004, Tentang Praktik Kedokteran, Surabaya:

Kesindo Utama, 2007. Yusuf Syaikh Muhammad Al-Baqaiy. Al-Qomush Al-Muhith. Beirut: Dar Al-Fikr, 1415

H-1995 M. Zainudin Ali. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2007, Cet ke-I. Zainuddin Hamidy dkk. Tarjamah Hadits Shahih Bukhari, Jakarta: Wijaya, 1992, Cet.

ke-XIII.