Upload
doankien
View
222
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
TINGKAT KECEMASAN KELUARGA PASIEN STROKE
YANG DI RAWAT DI RUANG ICU RS. PANTI WALUYO
SURAKARTA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh:
JokoRaharjo
NIM. ST 13042
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
ii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Joko Raharjo
NIM : ST. 13042
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1) Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan
gelar akademik (Sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada Surakarta maupun di
perguruan tinggi lain.
2) Karya tulis ini murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak
lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukkan Tim Penguji.
3) Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan
dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat
penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima
sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta
sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Surakarta, Juli 2015
Yang membuat pernyataan,
(Joko Raharjo)
NIM ST. 13042
iii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,
atas segala kasih dan karunia-Nya yang dilimpahkan kepada penulis
sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi dengan judul Tingat Kecemasan
Keluarga Pasien Stroke Yang Dirawat di Ruang ICU RS. PANTI WALUYO
SURAKARTA.
Dalam penyusunan skripsi ini b a n ya k pihak yang telah membantu. Untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Wahyu Rima Agustin S.Kep.,Ns., M.Kep selaku Ketua Prodi S-1
Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Wahyu Rima Agustin S.Kep.,Ns., M.Kep selaku Pembimbing utama yang
telah menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan selama
proses pengajuan judul sampai dengan selesainya pembuatan skripsi.
4. Ika Subekti Wulandari S.Kep.,Ns.,M.Kep. Selaku Pembimbing Pendamping
yang telah menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan
selama proses pengajuan judul sampai dengan selesainya pembuatan skripsi
ini.
5. Dr. T. Soebroto, M.Kes selaku Direktur Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta
6. Bambang Kamiwarno, S.Kep selaku Kepala Bidang Keperawatan yang telah
mendukung dan memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
iv
7. Seluruh Staff Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta yang telah banyak
membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.
8. Seluruh Civitas Akademi Prodi S-1 Keperawatan STIKES Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan pelayanan yang baik kepada penulis.
9. Seluruh teman-teman ICU yang selalu memberikan doa dan semangat kepada
penulis dalam meyelesaikan Skripsi ini.
10. Keluargaku yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam
menyelesaikan Skripsi ini.
11. Seluruh keluarga pasien stroke yang dirawat di Ruang ICU yang sudah
bersedia menjadi responden dalam menyelesaikan Skripsi ini
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal
ini mengingat keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang penulis miliki.
Oleh sebab itu atas kekurangan tersebut dengan senang hati penulis menerima
saran- saran serta kritikan yang sifatnya membangun.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
kita semua. Amin.
Surakarta, 10 Januari 2015
Penulis
(Joko Raharjo)
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................... iv
DAFTAR ISI.................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL…………………………………………………………… viii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… .. ix
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… x
ABSTRAK…………………………………………………………………... xi
ABSTRAK....................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................. 6
1.3 Tujuan Penelitian............................................................... 6
BAB II
1.4 Manfaat Penelitian.............................................................
TINJAUAN PUSTAKA
6
2.1 Konsep Kecemasan............................................................ 8
2.2 Konsep Keluarga............................................................... 19
2.3 Konsep Stroke................................................................... 22
2.4 Konsep ICU....................................................................... 31
2.5 Keaslian Penelitian……………………………………… 35
2.6 Kerangka Teori………………………………………….. 36
BAB III
2.7 Kerangka konsep………………………………………...
METODE PENELITIAN
37
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian......................................... 39
3.2 Populasi dan Sampel.......................................................... 39
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian............................................ 40
3.4 Definisi operasional............................................................ 41
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data..................... 42
3.6 Tekhnik Pengolahan dan Analisa Data............................... 43
3.7 Etika Penelitian................................................................... 44
vi
BAB IV HASIL
4.1
PENELITIAN
Identitas Sampel............................................................ 46
4.2.1 Karakter Responden..................................................... 47
4.2.2 Analisa Univariat.......................................................... 49
BAB V
BAB VI
PEMBAHASAN......................................................................
PENUTUP
52
Kesimpulan.............................................................................. 57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Tabel Halaman
2.1. Tabel keaslian penelitian 35
3.1. Tabel definisi operasional 41
4.1 Tabel responden berdasarkan kelompok umur 47
4.2 Tabel responden berdasarkan jenis kelamin 48
4.3 . Tabel responden berdasarkan tingkat pendidikan 48
4.4 Tabel responden tingkat kecemasan 49
4.5 Tabel responden tingkat kecemasan berdasarkan
kelompok umur 50
4.6 Tabel responden tingkat kecemasan berdasarkan
kelompok jenis kelamin 50
4.7 Tabel responden tingkat kecemasan berdasarkan
tingkat pendidikan 51
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Judul Gambar Halaman
2.1 Kerangka Teori 36
2.2 Kerangka Konsep 37
ix
Nomor Lampiran Keterangan
1 Surat studi pendahuluan.
2 Surat ijin penelitian.
3 Surat balasan studi pendahuluan
4 Surat balasan ijin penelitian dari Rumah Sakit.
5 Permohonan menjadi responden.
6 Persetujuan menjadi responden.
7 Lembar kuisioner.
8 Lembar konsultsai.
9 Jadwal penelitian.
x
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
Joko Raharjo
Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien Stroke Yang di Rawat di Ruang ICU
Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta
Abstak
Kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan
merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan,
pengalaman baru atau yang belum pernah terjadi. Keluarga pasien stroke yang
dirawat di ruang ICU tentu akan mengalami kecemasan. Tujuan penelitian ini
adalah untuk melihat gambaran tingkat kecemasan keluarga pasien stroke yang
dirawat di ruang ICU RS. Panti Waluyo surakarta.
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
diskritif analitik. Populasi yang digunakan adalah seluruh keluarga pasien stroke
yang dirawat di ruang ruang ICU RS. Panti Waluyo Surakarta dengan sampel
penelitian 30 keluarga pasien stroke yang di rawat di ruang ICU, penentuan
sampel dengan menggunakan porpusive sampling. Instrumen yang digunakan
untuk mengumpulkan data berupa kueisioner. Alat pengukur kecemasan yang
digunakan adalah Hamilton Rating Scale for Axiety (HRS-A), terdiri dari 14
kelompok gejala. Variabel yang diteliti adalah tingkat kecemasan keluarga. Hasil
penelitian menunjukan bahwa tingkat kecemasan keluarga pasien stroke yang
dirawat di ruang ICU RS. Panti Waluyo mengalami tingkat kecemasan berat
dengan hasil 73.3%. Diharapkan bagi perawat di ruang ICU dapat memberikan
dukungan mental bagi keluarga pasien stroke yang dirawat di ruang ICU.
Kata kunci : Tingkat kecemasan, keluarga pasien stroke, ICU.
Daftar pustaka : 34 (2004-2011)
xi
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE
KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
Joko Raharjo
Anxiety Level of the Families of Hospitalized Stroke Patients at the ICU
Room of Panti Waluyo Hospital of Surakarta
ABSTRACT
Anxuiety is a response to particular situations that threaten. It is a normal
thing that accompanies development, alteration, new or unprecedented experience.
Families of hospitalized stroke patients at ICU room will experience the anxiety.
The objective of this research is to investigate the anxiety level of the families of
hospitalized stroke patients at the ICU room of Panti Waluyo hospital of
Surakarta.
This research used the descriptive analytical method. Its population was all
of the families of hospitalized stroke patients as many as 30 families at the ICU
room of Panti Waluyo hospital of Surakarta. The samples of research consisted of
30 families and were taken by using the purposive sampling technique. The data
of research were collected through questionnaire. This resarch used the Hamilton
Rating Scale for Anxiety (HRS-A) as anxiety measuring tool, consisting of 14
groups of symtomps. The research variable was family’s anxiety level. The result
of research shows that the family anxiety level of hospitalized stroke patients at
the ICU room of Panti Waluyo hospital was very high ( 73.3%). Therefore, the
nurses employed at the ICU room can provide mental supports to the family of
hospitalized stroke patients in ICU room.
Keywords : Anxiety level, family of stroke patients, ICU.
References: 34 (2004-2011)
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan fungsi otak
dikarenakan suplai darah ke otak mengalami masalah yang terjadi secara tiba-
tiba (cepat), dan berlangsung selama 24 jam sehingga terjadi reaksi biokimia
yang menyebabkan sel dalam otak menjadi mati (Wiwit, 2010). Menurut
definisi World Health Organisation (WHO), stroke adalah suatu tanda klinis
yang berkembang secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global)
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler
(Harsono,2005)
Berdasarkan jenisnya stroke dibagi menjadi 2, yaitu stroke iskemik atau
non Hemoragik dan Stroke Hemoragik. Stroke non Hemoragik terjadi karena
aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang
telah menyumbat pembuluh darah. Stroke Hemoragik terjadi karena pecahnya
pembuluh darah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah
merembes kesuatu daerah di otak dan merusaknya. (Fatimah Dety N, 2009).
Tanda dan gejala stroke yang sering terjadi adalah : pusing, kesemutan,
kejang, gangguan penglihatan, Gangguan bicara yang bersifat semaentara
atau menetap, lumpuh pada satu sisi tubuh. Gejala sisa yang diderita pasien
pasca stroke yaitu: defisit motorik, defisit sensori, gangguan keseimbangan,
afasia, nyeri, gaangguan kognitif. Gejala pasca stroke akan mempengaruhi
kehidupan sehari-hari penderita. Menurut sebuah penelitihan penderita stroke
memerlukan bantuan orang lain untuk melakukan ADL/activity daily living
(Duncan,1994; Patelet, et al. (2006). Salah satu gejala sisa yang sering
dijumpai pada penderita pasca stroke yaitu gangguan kognitif.
Stroke termasuk penyakit neurologi yang serius, Stroke merupakan
salah satu penyebab utama kematian ke tiga di Amerika Serikat setelah
penyakit jantung dan kanker. Di Amerika Serikat setiap tahunnya 500.000
orang terserang Stroke. 400.000 orang terkena Stroke Iskemik dan 100.000
orang terserang Stroke Hemoragik (termasuk perdarahan intraserebral dan
subaraknoid) dengan 175.000 di antaranya mengalami kematian (Bustami, et
al., 2007).
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di
Asia, penyebabnya karena penyakit degeneratif, dan penyebab terbanyak
diakibatkan karena stres. Stroke merupakan penyakit nomer tiga yang
mematikan setelah jantung dan kanker. Bahkan, menurut survey tahun 2004,
stroke merupakan pembunuh nomer satu di RS Pemerintah di seluruh penjuru
Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan angka kejadian stroke yang
relatif tinggi yang merupakan pembunuh utama di Instalasi Gawat Darurat di
rumah sakit. Penderita stroke diperkirakan 500.000 dari jumlah tersebut
sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan
fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya mengalami gangguan
fungsional berat yang harus mengharuskan penderita terus menerus berbaring
dikasur, dan harus dilayani untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, makan,
minum, mandi, buang air besar dan buang air kecil, dan kadang harus masih
dengan alat medis yaitu selang makan ataupun selang untuk kencing
(Bustami, et al., 2007).
Penderita stroke yang di rawat di Ruang ICU (Intensive Care Unit) RS
Panti Waluyo tahun 2013 sebanyak 152 pasien, bulan Januari-oktober 2014
sebanyak 160 pasien (Rekam Medik RS Panti Waluyo). Kondisi sakit tidak
dapat dipisahkan dari peristiwa kehidupan. Klien dan keluarganya harus
menghadapi berbagai perubahan yang terjadi akibat kondisi sakit dan
pengobatan yang dilaksanakan. Keluarga umumnya akan mengalami
perubahan perilaku dan emosional, orang mempunyai reaksi yang berbeda-
beda terhadap kondisi yang dialami. Penyakit yang berat, terutama yang dapat
mengancam kehidupan, dapat menimbulkan perubahan perilaku yang lebih
luas, ansietas, syok, penolakan, marah. Hal tersebut merupakan respon umum
yang disebabkan oleh stres (Hawari, 2006)
ICU (Intensive Care Unit) adalah salah satu unit di Rumah Sakit yang
berfungsi untuk perawatan pasien kritis. Unit ini berbeda dengan unit lainnya
karena semua pasien yang dirawat di ruang ini dirawat oleh petugas atau tim
medis yang terlatih, serta kegiatan dilakukan selama 24 jam, serta
menggunakan alat-alat canggih yang asing untuk keluarga atau pasien. Selain
itu peraturan di ICU (Intensive Care Unit) sangat ketat karena keluarga tidak
boleh menunggu secara terus-menerus sehingga hal ini akan menimbulkan
kecemasan tersendiri bagi keluarga (bagaimana kondisi perkembangan
keluarganya saat ini) bahkan trauma bagi anggota keluarganya yang di rawat
di ICU (Intensive Care Unit) menurut Mc Adam dan Puntillo dalam Bailey
(2009).
Fenomena kecemasan yang terjadi pada keluarga pasien stroke yang
dirawat di Ruang ICU (Intensive Care Unit) RS Panti Waluyo. Ditunjukan
dengan perilaku keluarga yang selalu bertanya tentang kondisi anggota
keluarganya yang dirawat, bertanya dengan pertanyaan yang di ulang-ulang,
berkunjung diluar jam kunjung, keluarga takut kehilangan (meninggal dunia)
keluarga mengatakan susah tidur, takut anggota keluarga sembuh tapi
mengalami kecacatan, takut tidak bisa membayar biaya perawatan di ICU
(Intensive Care Unit) takut akan kondisi pasien yang lain, takut melihat alat-
alat yang terpasang di tubuh pasien.
Sebuah keluarga adalah merupakan unit dasar dari masyarakat dimana
anggotanya mempunyai suatu komitmen untuk memelihara satu sama lain
baik secara emosi maupun fisik dan keluarga dapat dipandang sebagai sistem
terbuka, suatu perubahan atau gangguan pada salah satu bagian dari sistem
dapat mengakibatkan perubahan atau gangguan dari seluruh sistem. Jadi
fungsi afektif keluarga merupakan dukungan psikososial keluarga kepada
anggotanya sehingga anggota keluarga tersebut merasa nyaman dan dicintai.
Stres atau cemas yang dihadapi dan dialami oleh salah satu anggota keluarga
mempengaruhi seluruh keluarga.
Menurut Kelter (1995) dalam Sibuea (2010), Cemas merupakan
perasaan internal yang sumbernya sering kali tidak spesifik dan mengancam
keamanan seseorang dan kelompok. Cemas disebabkan oleh karena krisis
situasi, tidak terpenuhinya kebutuhan, perasaan tidak berdaya dan kurang
kontrol pada situasi kehidupan. Kecemasan keluarga akan bertambah bila
mengetahui salah satu anggota keluarganya dirawat di Ruang ICU. Adapun
faktor - faktor yang mempengaruhi kecemasan keluarga akibat perawatan
salah satu anggota keluarga di rumah sakit diantaranya adalah keluarga takut
pasien akan mengalami kecacatan, takut akan kehilangan, masalah sosial
ekonomi, kurangnya pemberian informasi dari tenaga kesehatan (Geraw,
1998 dalam Kumala sari, 2010). Dampak kecemasan keluarga pasien stroke
yang terjadi di Ruang ICU RS Panti Waluyo yaitu keluarga sulit tidur, di
tandai tengah malam keluarga menanyakan kondisi keluarganya yang di
rawat di ICU, keluarga binggung saat diinformasikan total biaya, keluarga
sangat kaget bila terjadi suara secara tiba-tiba, tidak ada nafsu makan karena
memikirkan kondisi keluraganya yang di rawat. Fenomena yang terjadi di RS.
Panti Waluyo yaitu dukungan konseling pastoral sudah ada, tetapi masih
bersifat umum artinya belum fokus pada pasien di ICU.
Berdasarkan fenomena yang terjadi di Rumah Sakit Panti Waluyo
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang tingkat kecemasan
keluarga pasien stroke yang di rawat di Ruang ICU Panti waluyo. Apabila
kecemasan tidak diatasi akan menjadi maladaptive dimana individu sudah
tidak mampu lagi berespon terhadap cemas yang dihadapi sehingga bisa
mengalami gangguan fisik, perilaku maupun gangguan kognitif dan apabila
kecemasan teratasi artinya individu bisa beradaptasi dengan cemas yang
muncul.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang tersebut, maka rumusan masalah,
sejauh mana tingkat kecemasan keluarga pasien stroke yang dirawat di
ruang ICU?
1.3 Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran tingkat kecemasan keluarga pasien stroke yang
dirawat di ruang ICU RS. Panti Waluyo.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik kecemasan berhubungan dengan
umur.
b. Mengidentifikasi karakteristik kecemasan berhubungan dengan
jenis kelamin.
c. Mengidentifikasi karakteristik kecemasan berhubungan dengan
tingkat pendidikan.
d. Mengidentifikasi tingkat kecemasan keluarga pasien stroke.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dalam rangka peningkatan program
pelayanan kesehatan bukan saja kepada pasien yang di rawat di ICU
tetapi juga pelayanan kepada keluarga pasien terlebih yang mengalami
kecemasan sehingga Rumah Sakit bisa menyediakan petugas khusus
untuk konseling bagi keluarga yang mengalami kecemasn.
2. Manfaat bagi instusi pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi yang
berguna bagi para pembaca untuk menambah wawasan, pengetahuan,
dan juga sebagai acuan pembelajaran tentang penerapan asuhan
keperawatan terkait dengan kecemasan, khususnya kecemasan keluarga
pasien Stroke dalam menghadapi perawatan salah satu anggota
keluarganya di ruangan ICU.
3. Manfaat bagi peneliti lain
Sebagai salah satu rujukan dan pembanding untuk penelitian
selanjutnya.
4. Manfaat bagi peneliti
Merupakan pengalaman dalam penelitian sehingga peneliti bisa
mengetahui tingkat tingkat kecemasan keluarga pasien stroke yang di
rawat di ICU RS Panti Waluyo.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kecemasan.
2.1.1 Pengertian.
Cemas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung
oleh situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau
takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia
tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi
(Murwani, 2008). Sedangkan menurut Struart (2007) cemas adalah
kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar yang berkaitan dengan
perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Tidak ada objek yang dapat
diidentifikasi sebagai stimulus cemas.
Kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam,
dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan,
perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta
dalam menemukan identitas diri dan arti hidup (Nevid, at al 2005).
Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan
mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan
mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak
menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan
menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan psikologis (Kholil Lur
Rochman, 2010)
Namora Lumongga Lubis (2009) menjelaskan bahwa kecemasan
adalah tanggapan dari sebuah ancaman nyata ataupun khayal. Individu
mengalami kecemasan karena adanya ketidakpastian dimasa mendatang.
Kecemasan dialami ketika berfikir tentang sesuatu tidak menyenangkan
yang akan terjadi. Sedangkan Siti Sundari (2004) memahami kecemasan
sebagai suatu keadaan yang menggoncangkan karena adanya ancaman
terhadap kesehatan. Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa
pendapat diatas bahwa kecemasan adalah rasa takut atau khawatir pada
situasi tertentu yang sangat mengancam yang dapat menyebabkan
kegelisahan serta ketakutan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi.
2.1.2 Teori Kecemasan
Beberapa teori penyebab kecemasan pada individu antara lain
(Stuart,2007)
1. Teori Psikoanalitik
Menurut pandangan psikoanalitik kecemasan terjadi karena
adanya konflik yang terjadi antara emosional elemen kepribadian,
yaitu id dan super ego. Id adalah satu-satunya komponen yang ada
sejak lahir, id merupakan komponen kepribadian. Id didorong oleh
prinsip kesenangan atau kepuasan,jika kesenangan tidak terpenuhi
akan menimbulakan kecemasan. Ego adalah komponen
kepribadian yang bertanggung jawab untuk menangani dengan
realita. Super ego adalah aspek kepribadian yang menampung
semua setandar internalisasi moral memberikan pedoman
penilaian.
2 Teori Interpersonal
Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari
perasaan takut terhadap adanya penolakan dan tidak adanya
penerimaan interpersonal. Cemas juga berhubungan dengan
perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan yang
menimbulkan kelemahan fisik.
3 Teori Perilaku (Behavior)
Teori bihavior adalah teori tentang perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman. Pandangan teori perilaku terhadap
kecemasan adalah sesuatu yang mengganggu kemampuan individu
untuk mencapai tujuan yang diingginkan.
4 Teori Prespektif Keluarga
Kajian keluarga menunjukkan pola interaksi yang terjadi
dalam keluarga. Kecemasan menunjukan adanya pola interaksi
yang mal adaptif dalam system keluarga. Keluarga bisa menjadi
penyebab kecemasan yang nyata bila keadaan keluarga dengan
kondisi yang penuh dengan pertengkaran serta adanya
ketidakpedulian orang tua terhadap anggota keluarga
5 Teori Perspektif Biologis
Kajian biologis menunjukan bahwa otak mengandung
reseptor khususnya yang mengatur ansietas, antara lain :
benzodiazepines, penghambat asam amino butirik-gamma
neroregulator serta endofirin. Kesehatan umum seseorang sebagai
predisposisi terhadap ansietas.
2.1.3 Tanda dan Gejala Kecemasan di ICU
Tanda dan gejala kecemasan yang ditunjukkan atau dikemukakan
oleh seseorang bervariasi yaitu: perilaku keluarga yang sering bertanya
tentang kondisi anggota keluarganya, bertanya dengan pertanyaan yang
diulang-ulang, berkunjung diluar jam kunjung, keluarga takut kehilangan,
tergantung dari beratnya atau tingkatan yang dirasakan oleh individu
tersebut . Keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang saat
mengalami kecemasan secara umum menurut Hawari (2006), antara lain
adalah sebagai berikut :
1. Gejala psikologis : pernyataan cemas/khawatir, firasat buruk, takut
akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak
tenang, gelisah, mudah terkejut.
2. Gangguan pola tidur (pemenuhan akan kebutuhan istirahat terganggu
karena dampak dari cemas) mimpi-mimpi yang menegangkan, tidur
tidak nyenyak, terbanggun pada malam hari, sukar tidur.
3. Gangguan konsentrasi daya ingat.
4. Gejala somatik : rasa sakit pada otot dan tulang, berdebar-debar, sesak
nafas, gangguan pencernaan, sakit kepala, gangguan perkemihan,
tangan terasa dingin dan lembab, dan lain sebagainya.
2.1.4 Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart (2007), ada empat tingkat kecemasan yang dialami
oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
1. Kecemasan Ringan
Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari, individu
masih waspada serta lapang presepsinya meluas, menajamkan indra. Dapat
memotivasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah
secara efektif dan menghasilkan pertumbuhan.
2. Kecemasan Sedang
Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Ansietas ini mempersempit lapang presepsi
individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian yang
selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk
melakukannya
3 Kecemasan Berat
Lapangan presepsi individu sangat sempit. Individu cenderung
berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang
hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu
tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain.
4 Panik
Berhubungan dengan ketakutan dan teror. Hal yang rinci terpecah
dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali, individu yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan
arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan
peningkatan aktifitas motorik, menurunnya kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan
kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat ansietas ini tidak sejalan
dengan kehidupan, jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat
terjadi kelelahan dan kematian.
2.1.5 Pengukuran kecemasan
Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan baik kecemasan
ringan, sedang, berat dan panik digunakan alat ukur kecemasan. Menurut
Hawari (2006), tingkat kecemasan dapat diukur dengan menggunakan alat
ukur (instrument) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale for
Axiety (HRS-A), yang terdiri dari 14 kelompok gejala, antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Perasaan cemas : cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri dan
mudah tersinggung.
2. Ketegangan : merasa tegang, lesu, tidak dapat beristirahat dengan
tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar dan gelisah.
3. Ketakutan : pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada
binatang besar, pada keramaian lalu lintas dan pada kerumunan orang
banyak
4. Gangguan tidur : sukar untuk tidur, terbangun pada malam hari, tidur
tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi, mimpi buruk dan
mimpi yang menakutkan.
5. Gangguan kecerdasan : sukar berkonsentrasi, daya ingat menurun dan
daya ingat buruk.
6. Perasaan depresri (murung): hilangnya minat, berkurangnya
kesenangan pada hobi, sedih, terbangun pada saat dini hari dan
perasaan berubah-ubah sepanjang hari.
7. Gejala somatik/ fisik (otot) : sakit dan nyeri di otot, kaku, kedutan otot,
gigi gemerutuk dan suara tidak stabil.
8. Gejala somatik/ fisik (sensorik) : tinnitus (telinga berdenging),
penglihatan kabur, muka merah atau pucat, merasa lemas dan perasaan
ditusuk-tusuk.
9. Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) : takikardi
(denyut jantung cepat), berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi
mengeras, rasa lesu/ lemas seperti mau pingsan dan detak jantung
menghilang/ berhenti sekejap
10. Gejala respiratori (pernafasan) : rasa tertekan atau sempit di dada, rasa
tercekik, sering menarik nafas pendek/ sesak.
11. Gejala gastrointestinal (pencernaan) : sulit menelan, perut melilit,
gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan
terbakar di perut, rasa penuh atau kembung, mual, muntah, BAB
konsistensinya lembek, sukar BAB (konstipasi) dan kehilangan berat
badan.
12. Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin) : sering buang air kecil,
tidak dapat menahan BAK, tidak datang bulan (tidak dapat haid), darah
haid berlebihan, darah haid sangat sedikit, masa haid berkepanjangan,
masa haid sangat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi
dingin,ejakulasi dini, ereksi melemah, ereksi hilang dan impotensi
13. Gejala autonom : mulut kering, muka merah, mudah berkeringat,
kepala pusing, kepala terasa berat, kepala terasa sakit dan bulu-bulu
berdiri.
14. Tingkah laku/ sikap : gelisah, tidak tenang, jari gemetar, kening/ dahi
berkerut, wajah tegang/ mengeras, nafas pendek dan cepat serta wajah
merah.
Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara
0-4,dengan penilaian sebagai berikut:
Nilai 0 = Tidak ada gejala(keluhan)
Nilai 1 = Gejala ringan.
Nilai 2 = Gejala sedang.
Nilai 3 = Gejala berat.
Nilai 4 = Gejala panik
Masing-masing nilai dari 14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan
dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui tingkat kecemasan yaitu
kurang dari 14 = tidak ada kecemasan, 14-20 = kecemasan ringan, 21-27 =
kecemasan sedang, 28-41= kecemasan berat, 42-56= kecemasan berat
sekali/panik.
2.1.6 Rentang Respon Kecemasan
Menurut Stuart (2007), rentang respon individu terhadap cemas
berfluktuasi antara respon adaptif dan maladaptive. Rentang respon yang
paling adaptif adalah antisipasi dimana individu siap siaga untuk
beradaptasi dengan cemas yang mungkin muncul. Sedangkan rentang yang
paling maladaptive adalah panik dimana individu sudah tidak mampu lagi
berespon terhadap cemas yang dihadapi sehingga mengalami gangguan
fisik, perilaku maupun kognitif.
2.1.7 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan.
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kecemasan
(Stuart, 2007). Faktor-faktor tersebut antara lain :
a. Teori Psikoanalitik
Menurut teori psikoanalitik Sigmund Freud, kecemasan
timbul karena konflik antara elemen kepribadian yaitu id (insting)
dan super ego (nurani). Id mewakili dorongan insting dan imlus
primitive seseorang dan dikendalikan norma budayanya. Ego
berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan
dan fungsi kecemasan adalah meningkatkan ego bahwa ada
bahaya.
b. Teori Interpersonal
Menurut teori ini kecemasan timbul dari perasaan takut
terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal.
Kecemasan juga berhubungan dengan perpisahan dan kehilangan
yang menimbulkan kelemahan spesifik.
c Teori Behavior.
Kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu
yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan
yang diinginkan.
d Teori Perspektif Keluarga.
Kecemasan dapat timbul karena pola interaksi yang tidak
adaptif dalam keluarga.
e Teori Perspektif Biologi.
Fungsi biologis menunjukan bahwa otak mengandung
reseptor khusus Benzodiapine. Reseptor ini mungkin membantu
mengatur kecemasan.
2. Faktor Prespitasi
Faktor prespitasi adalah faktor-faktor yang dapat menjadi
pencetus kecemasan (Stuart, 2007). Faktor pencetus tersebut adalah :
1. Ancaman terhadap integritas seseorang yang meliputi
ketidakmampuan fisiologis atau menurunnya kemampuan
untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
2. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan
identitas harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi dari
seseorang.
2.1.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Keluarga.
1. Umur.
Menurut Lukman (2009), umur usia individu yang terhitung
mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Umur berkorelasi
dengan pengalaman, pengalaman berkorelasi dengan pengetahuan, dan
pemahaman terhadap suatu penyakit atau kejadian sehingga akan
membentuk persepsi dan sikap. Kematangan dalam proses berfikir
pada individu yang berumur dewasa lebih memungkinkan dalam
menggunakan mekanisme koping yang baik dibanding kelompok umur
anak-anak. Umur dipandang sebagai suatu keadaan yang menjadi dasar
kematangan dan perkembangan seseorang.
2 Jenis Kelamin.
Berkaitan kecemasan pada pria dan wanita, bahwa perempuan
lebih cemas akan ketidakmampuanya dibanding dengan laki-laki, laki-
laki lebih aktif, ekploratif, sedangkan perempuan lebih sensitif.
Penelitihan lain menunjukan bahwa laki-laki lebih rileks dibanding
perempuan (Power dan Myers,1983) (Creasof,2008).
Sunaryo (2004), menulis dalam bukunya bahwa pada umumnya
seorang laki-laki dewasa mempunyai mental yang kuat terhadap
sesuatu hal yang dianggap mengancam dirinya dibanding perempuan.
Laki-laki lebih mempunyai pengetahuan dan wawasan lebih luas
dibanding perempuan, karena laki-laki lebih banyak berinteraksi
dengan lingkungan luar, sedangkan sebagian besar perempuan hanya
tinggal dirumah menjalani aktivitasnya sebagai ibu rumah
tangga,sehingga tingkat pengetahuan ilmu atau tranfer informasi yang
didapatkan terbatas tentang pencegahan penyakit.
3 Pendidikan
Pendidikan tinggi lebih mampu dalam menggunakan
pemahaman mereka dalam merespon kejadian cemas secara adaptif di
banding dengan responden yang berpendidikan rendah (Lukman,
2009). Kondisi ini menunjukan respon cemas berat cenderung dapat
ditemukan pada responden yang berpendidikan rendah karena
rendahnya mereka dalam pemahaman tentang penyakit sehingga
membentuk persepsi yang menakutkan bagi mereka dalam merespon
kejadian suatu penyakit.
4 Pengalaman
Roby (2009) pengalaman masa lalu terhadap penyakit baik yang
positif atau negatif dapat mempengaruhi perkembangan ketrampilan
menggunakan koping. Keberhasilan seseorang dapat membantu
individu untuk mengembangkan kekuatan coping, sebaliknya
kegagalan atau reaksi emosional menyebabkan seseorang
menggunakan coping yang maladaptif terhadap stresor tertentu
2.2 Konsep Keluarga
2.2.1 Pengertian
Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan
melalui pertalian darah, adobsi, atau perkawinan ( WHO, 1969 dalam
setiadi,2013). Keluarga adalah unit terkecil dalam manyarakat yang terdiri
dari suami istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya
(BKKBN, 1992 dalam Murwani dan Setyowati, 2010).
2.2.2. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga menurut (Jhonson L & Leny R, 2010)
1. Fungsi Pendidikan.
Dilihat dari bagaimana keluarga mendidik dan menyekolahkan
anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak.
2. Fungsi sosialisasi
Sosialisasi dimulai sejak lahir, keberhasilan perkembangan
individu dan keluarga di capai melalui interaksi atau hubungan
antar anggota. Anggota keluarga belajar disiplin, belajar norma,
budaya dan perilaku melalui hubungan interaksi dalam keluarga
dan keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat
yang baik.
3. Fungsi perlindungan.
Yaitu keluarga melindungi anak sehingga anggota keluarga merasa
terlindungi dan aman.
4. Fungsi perasaan
Yaitu keluarga secara instuitif merasakan perasaan dan suasana
anak dan anggota yang lain dan berkomunikasi dan berinteraksi
antar sesama anggota keluarga.
5. Fungsi agama.
Yaitu bagaimana keluarga memperkenalkan dan mengajak anak
dan anggota keluarga lain melalui kepala keluarga menanamkan
keyakinan yang mengatur kehidupan kini.
6. Fungsi ekonomi.
Yaitu bagaimana keluarga mencari penghasilan, mengatur
penghasilan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan
keluarga.
7. Fungsi rekreatif.
Yaitu bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan
dalam dalam keluarga, seperti acara nonton TV bersama
keluarga, bercerita tentang pengalaman masing-masing.
8. Fungsi biologis.
Yaitu bagaimana keluarga meneruskan keturunan sebagai generasi
selanjutnya. Memberikan kasih sayang, perhatian, dan rasa aman
diantara keluarga, serta membina pendewasaan kepribadian
anggota keluarga.
2.2.3 Struktur keluarga
Friedman (1988), dalam buku Mubarak, (2006) menggambarkan struktur
keluarga terdiri dari :
1. Struktur komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila : jujur,
terbuka, melibatkan emosi, konflik selesai dan ada hirarki kekuatan,
komunikasi keluarga bagi pengirim: mengemukakan pesan, jelas dan
berkualitas, meminta dan menerima umpan balik. Penerima :
mendengarkan pesan, memberikan umpan balik dan valid.
2. Struktur peran
Yang dimaksud struktur peran adalah serangkaian perilaku yang
diharapkan sesuai posisi sosial yang diberikan. Jadi pada struktur peran
bias bersifat formal atau informal.
3. Struktur kekuatan
Yang dimaksud adalah kemampuan dari individu untuk
mengontrol atau mempengaruhi atau merubah perilaku orang lain.
4. Struktur nilai dan normal
Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat
anggota keluarga dalam budaya tertentu, sedangkan norma adalah pola
perilaku yang diterima pada lingkungan sosial tertentu berarti disini
adalah lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar
keluarga (Suprajitno, 2004).
2.3 Konsep Stroke
2.3.1 Pengertian:
Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal
maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan
peredaran darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau
pecahnya pembuluh darah di otak. Otak yang seharusnya mendapat
pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Kekurangan
pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel saraf (neuron).
Gangguan fungsi otak ini akan memunculkan gejala stroke (Junaidi,
2011).
Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika sebagian sel-sel otak mengalami
kematian akibat gangguan aliran darah karena sumbatan atau pecahnya
pembuluh darah di otak. Aliran darah yang terhenti membuat suplai
oksigen dan zat makanan ke otak juga terhenti, sehingga sebagian otak
tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya ( Utami P, 2009 ).
Kesimpulan dari teori stroke diatas adalah gangguan distribusi
oksigen ke otak yang disebabkan karena gangguan aliran darah pada
pembuluh darah.
2.3.2. Klasifikasi Stroke.
Stroke dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu, stroke iskemik
dan stroke hemorhagic. Kedua kategori ini merupakan suatu kondisi yang
berbeda, pada stroke hemorhagic terdapat timbunan darah di
subarahchnoid atau intraserebral, sedangkan stroke iskemik terjadi karena
kurangnya suplai darah ke otak sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi
kurang mencukupi. Klasifikasi stroke menurut Wardhana (2011), antara
lain sebagai berikut :
2.3.2.1 Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi pada otak yang mengalami gangguan pasokan
yang disebabkan karena penyumbatan pada pembuluh darah otak.
penyumbatnya adalah plak atau timbunan lemak yang mengandung
kolesterol yang ada dalam darah. Penyumbatan bisa terjadi pada pembuluh
darah besar (arteri karotis), atau pembuluh darah sedang (arteri serebri)
atau pembuluh darah kecil. Penyumbatan pembuluh darah bisa terjadi
karena dinding bagian dalam pembuluh darah (arteri) menebal dan kasar,
sehingga aliran darah tidak lancar dan tertahan. Oleh karena darah berupa
cairan kental, maka ada kemungkinan akan terjadi gumpalan darah
(trombosis), sehingga aliran darah makin lambat dan lama-lama menjadi
sumbatan pembuluh darah. Akibatnya, otak mengalami kekurangan
pasokan darah yang membawah nutrisi dan oksigen yang diperlukan oleh
darah. Sekitar 85 % kasus stroke disebabkan oleh stroke iskemik atau
infark, stroke infark pada dasarnya terjadi akibat kurangnya aliran darah ke
otak. Penurunan aliran darah yang semakin parah dapat menyebabkan
kematian jaringan otak. Penggolongan stroke iskemik atau infark menurut
Junaidi (2011) dikelompokkan sebagai berikut
a) Transient Ischemic Attack (TIA)
Suatu gangguan akut dari fungsi lokal serebral yang gejalanya
berlangsung kurang dari 24 jam atau serangan sementara dan
disebabkan oleh thrombus atau emboli. Satu sampai dua jam biasanya
TIA dapat ditangani, namun apabila sampai tiga jam juga belum bisa
teratasi sekitar 50 % pasien sudah terkena infark.
b) Reversible Ischemic Nerurological Defisit(RIND)
Gejala neurologis dari RIND akan menghilang kurang lebih 24
jam, biasanya RIND akan membaik dalam waktu 24–48 jam.
c) Stroke In Evolution (SIE)
Pada keadaan ini gejala atau tanda neurologis fokal terus
berkembang dimana terlihat semakin berat dan memburuk setelah 48
jam. Defisit neurologis yang timbul berlangsung bertahap dari ringan
sampai menjadi berat.
d) Complete Stroke Non Hemorage
Kelainan neurologis yang sudah lengkap menetap atau permanen
tidak berkembang lagi bergantung daerah bagian otak mana yang
mengalami infark.
2.3.2.2. Stroke Hemorage
Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran
atau pecahnya pembuluh darah di dalam otak, sehingga darah
menggenangi atau menutupi ruang-ruang jaringan sel otak. Adanya
darah yang mengenangi atau menutupi ruang-ruang jaringan sel otak
akan menyebabkan kerusakan jaringan sel otak dan menyebabkan
kerusakan fungsi kontrol otak. Genangan darah bisa terjadi pada otak
sekitar pembuluh darah yang pecah (intracerebral hemorage) atau
dapat juga genangan darah masuk kedalam ruang sekitar otak
(subarachnoid hemorage) bila ini terjadi stroke bisa sangat luas dan fatal
bahkan sampai pada kematian. Stroke hemoragik pada umumnya terjadi
pada lanjut usia, karena penyumbatan terjadi pada dinding pembuluh
darah yang sudah rapuh (aneurisma). Pembuluh darah yang sudah
rapuh ini, disebabkan karena faktor usia (degeneratif), akan tetapi bisa
juga disebabkan karena faktor keturunan (genetik). Keadaan yang
sering terjadi adalah kerapuhan karena mengerasnya dinding pembuluh
darah akibat tertimbun plak atau arteriosklerosis akan lebih parah lagi
apabila disertai dengan gejala tekanan darah tinggi.Beberapa jenis
stroke hemoragik menurut Feigin (2007), yaitu:
1. Hemoragi ekstradural (hemoragi epidural).
yaitu kedaruratan bedah neuro yang memerlukan
perawatan segera. Stroke ini biasanya diikuti dengan fraktur
tengkorak dengan robekan arteri tengah atauarteri meningens
lainnya. Pasien harus diatasi beberapa jamsetelah mengalami
cedera untuk dapat mempertahankanhidup.
2. Hemoragi subdural (termasuk subdural akut).
yaitu hematoma subdural yang robek adalah bagian vena
sehingga pembentukan hematomanya lebih lama dan
menyebabkan tekanan pada otak.
3. Hemoragi subaraknoid
Hemoragi yang terjadi di ruang subaraknoid dapat
terjadi sebagai akibat dari trauma atau hipertensi tetapi
penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisma.
4. Hemoragi interaserebral
Perdarahan di substansi dalam otak yang paling umum
terjadi pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis
serebral karena perubahan degeneratif karena penyakit ini
biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah.
2.3.3 Etiologi
Stroke menurut Smeltzer & Bare (2006), biasanya diakibatkan dari
salah satu dari empat kejadian, yaitu:
1. Trombosit (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak
atau leher).
2. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang
dibawah ke otak dari bagian tubuh yang lain.
3. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak).
4. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral
dengan perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang
sekitar otak). Akibatnya adalah penghentian suplai darah
ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau
permanen gerakan, berpikir memori, bicara atau sensasi.
2.3.4 Manisfestasi klinis
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Manifestasi klinis stroke menurut Smeltzer & Bare (2006), antara lain:
defisit lapang pandang, defisit motorik, defisit sensorik, defisit verbal,
defisit kognitif dan defisit emosional
1. Defisit lapang pandang.
a. Tidak menyadari orang atau obyek di tempat kehilangan
penglihatan.
b. Kesulitan menilai jarak yaitu tidak dapat membedakan antara
jarak dekat dengan jarak jauh.
c. Diplopia yaitu; gangguan penglihatan yang mana obyek
terlihat dobel.
2. Defisit Motorik.
a. wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama Hemiparesis
(kelemahan).
b. Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang
sama).
c. Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak mampu
menyatukan kaki.
d. Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara
yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot
yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
e. Disfagia (Kesulitan dalam menelan)
3. Defisit Sensorik : kesemutan pada bagian tubuh.
4. Defisit Verbal
a. Afasia ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat
dipahami).
b. Afasia reseptif (Tidak mampu memahami kata yang
dibicarakan) .
c. Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif).
5. Defisit Kognitif
a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang.
b. Penurunan lapang perhatian.
c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi.
d. Perubahan penilaian.
6. Defisit Emosional
a. Kehilangan kontrol diri.
b. Labilitas emosional.
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres.
d. Depresi.
e. Menarik diri.
f. Rasa takut, bermusuhan dan marah.
g. isolasi
2.3.5 Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Smeltzer & Bare (2006) meliputi:
1. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi
darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada
ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian
oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta
hemotokrit pada tingkat dapat diterimaakan membantu dalam
mempertahankan oksigenasi jaringan.
2 Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah
jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi
adekuat (cairan intravena) harus menjamin penurunan
vesikositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral.
Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu perlu dihindari untuk
mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi
meluasnya area cedera.
3 Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau
fibrilasi atrium atau dari katup jantung prostetik. Embolisme
akan menurunkan aliran darah keotak dan selanjutnya
menurunkan aliran darah serebral.
2.4 Konsep ICU
2.4.1 Pengertian
Ruang perawatan Intensif (ICU) adalah unit perawatan khusus yang
dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cedera dengan
penyulit yang mengancam nyawa dengan melibatkan tenaga kesehatan
terlatih,serta didukung dengan kelengkapan peralatan khusus. (Depkes RI,
2006)
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan ICU di Rumah sakit, ICU adalah suatu bagian dari rumah sakit
yang mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan), dengan staf yang
khusus dan perlengkapan yang khusus yang di tujukan untuk observasi,
perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau
penyuli-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam
nyawa dengan prognosis dubia.
2.4.2 Klasifikasi pelayanan ICU
Pelayanan ICU dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu:
1. ICU Primer
Ruang Perawatan Intensif Primer memberi pelayanan pada
pasien yang memerlukan perawatan ketat(high care). Ruang perawatan
Intensif mampu melakukan resusitasi jantung paru dan memberi
ventilasi bantu 24-28 jam.
2. ICU Sekunder
Pelayanan ICU sekunder pelayanan yang khusus dan mampu
memberi ventilasi bantu lebih lama, mampu melakukan bantuan hidup
lain tetapi tidak terlalu komplek .
3. ICU Tersier
Ruang perawatan ini mampu melaksanakan semua aspek
perawatan intensif, mampu memberi pelayanan yang tertinggi
termasuk dukungan bantuan hidup multi sistem yang kompleks dalam
jangka waktu yang tidak terbatas serta mampu melakukan bantuan
renal ekstrakoporal dan pemantauan kardiovasculer invasif dalam
jangka waktu yang terbatas
2.4.3 Kriteria pasien masuk dan keluar ICU
Suatu ICU mampu menggabungkan teknologi tinggi dan keahlian
khusus dalam bidang kedokteran dan keperawatan gawat darurat yang
dibutuhkan untuk nmerawat pasien sakit kritis. Keadaan ini memaksa
diperlukannya mekanisme untuk membuat prioritas pada sarana yang
terbatas ini apabila kebutuhan ternyata melebihi jumlah tempat tidur yang
tersedia di ICU (Standar Pelayanan ICU, 2006)
Prioritas masuk ICU sebagai berikut:
1. Pasien Prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang
memerlukan perawatan intensif dengan bantuan alat-alat ventilasi,
monitoring dan obat-obatan vasoaktif kontinyu dan lain-lain misal pasien
bedah kardiotoraksik, atau pasien shock septic.
2. Pasien Prioritas 2
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU. Jenis
pasien ini berisiko sehingga memerlukan terapi intensif segera, karenanya
pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial
catheter sangat menolong, misalnya pada penyakit dasar jantung, paru atau
ginjal akut dan berat atau yang telah mengalami pembedahan mayor.
Pasien prioritas 2 umumnya tidak terbatas macam terapi yang diterimanya,
menginggat kondisi medisnya senantiasa berubah.
3. Pasien Prioritas 3.
Pasien jenis ini pasien sakit kritis dan tidak stabil dimana status
kesehatan sebelumnya penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya,
baik masing –masing atau kombinasinya, sangat mengurangi kemungkinan
kesembuhan dan atau mendapat manfaat dari terapi di ICU. Contoh-contoh
pasien ini antara lain pasien dengan keganasan metatastik disertai penyulit
infeksi perikardial tamponade, atau sumbatan jalan nafas, atau pasien
menderita penyakit jantung atau paru terminal disertai komplikasi akut
penyakit berat. Pasien prioritas 3 mungkin mendapat terapi intensif untuk
mengatasi penyakit akut, tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai
melakukan intubasi dan resusitasi kardiopulmuner.
2.4.3 Indikasi Pasien Keluar ICU
Kriteria pasien keluar dari ICU mempunyai 3 prioritas:
1. Pasien prioritas 1
Pasien dipindahkan apabila pasien tersebut tidak membutuhkan lagi
perawatan intensif, atau jika terapi mengalami kegagalan, prognose jangka
pendek buruk, sedikit kemungkinan bila perawatan intensif
diteruskan.Contoh: pasien dengan tiga atau lebih gagal sistem organ yang
tidak berespon terhadap pengelolaan agresif.
2. Pasien prioritas 2
Pasien dipindahkan apabila hasil pemantauan intensif menunjukan
bahwa perawatan intensif tidak dibutuhkan dan pemantauan intensif
selanjutnya tidak diperlukan lagi.
3. Pasien prioritas 3
Pasien dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif
telah tidak ada lagi, tetapi mereka mungkin dikeluarkan lebih dini bila
kemungkinan kesembuhannya atau manfaat dari terapi intensif kontinyu
diketahui kemungkinan untuk pulih kembali sangat kecil, keuntungan dari
terapi selanjutnya sangat sedikit. Contoh pasien dengan penyakit lanjut
(penyakit paru kronis, penyakit jantung atau liver terminal, karsinoma
yang telah menyebar luas dan lain-lainnya) yang tidak berespon dengan
terapi ICU untuk penyakit akut lainya
No Nama Judul Metode Hasil
1 Heti Sutansi Tingkat kecemasan keluarga
klien Post Craniotomi di ICU
RS. Siloam Lippo Karawaci
Tahun 2007
Diskriptif Cemas ringan 0%
Cemas sedang 18
responden 60%
Cemas berat 12
responden 40%
Panik 0%
2 Isni Nurlhuda
Rahmawati
Faktor-faktor yang
mempengaaruhi tingkat
kecemasan keluarga pasien
yang di rawat di ruang ICU
RSUD DR, MM Dunda
Limboto Tahun 2013
Diskriptif
analitik dengan
pendekatan cross
sectional study
data yang
menyatakan
variabel bebas
dan variabel
terikat
diobservasi pada
waktu bersamaan
Faktor informasi
mempengaruhi tingkat
kecemasan keluarga
pasien yang dirawat
diruang ICU RSUD
DR, MM Dunda
Limboto
2.5 Keaslian Penelitian
Tabel 2.1 Tabel Keaslian Penelitian
2.6 Kerangka Teori
Faktor predisposisi kecemasan
1. Konflik id dan super ego
2. Penolakan interpersonal
3. Frustasi
4. Interaksi maladaptive
5. Gangguan kesehatan
Faktor presipitasi kecemasan :
1.Ancaman integritas fisiologis
yaitu penurunan aktifitas sehari-hari
2.Ancaman sistem diri dan fungsi sosial
.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
kecemasan keluarga
1.Umur
2.Jenis kelamin
3.Pendidikan
Tingkat Kecemasan:
1.Ringan
2.Sedang
3.Berat.
4.Berat sekali/ panik
Gambar 2.1 Kerangka teori
2.7 Kerangka Konsep
Umur
2. Jenis kelamin.
3. Pendidikan.
Tingkat Kecemasan
1.Ringan.
2.Sedang.
3.Berat.
4.Berat sekali/ panik
Keterangan
= Variabel Independen
= Variabel dependen ( yang diteliti)
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
2.8 Hipotesis Penelitian
Untuk penelitian ini tidak ada hipotesa yang ditegakkan karena
hanya satu variabel, karena hipotesa adalah jawaban sementara terhadap
masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan
kebenarannya.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian.
Jenis penelitian yang digunakan adalah diskriptif analitik dengan dengan
pendekatan cross sectional study dimana data yang menyangkut variabel
independen dan dependen di observasi pada waktu yang bersamaan
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Setiadi, 2013).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua keluarga pasien stroke yang
dirawat di Ruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta.
3.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Setiadi, 2013). Pengambilan sampel
untuk keluarga pasien stroke yang dirawat di ruang ICU RS Panti Waluyo
Surakarta pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengambil
responden yang ada dan bersedia sebagai responden di tempat penilitian
kurang lebih selama penelitian dilakukan. Pada penelitian ini di dapatkan
30 sampel.
Kriteria Insklusi
1 Salah satu keluarga inti pasien (Ayah,ibu, anak,dan saudara kandung)
2 Keluarga inti pasien yang berusia minimal 20-60 tahun.
3 Keluarga inti pasien yang bersedia diteliti.
4 Keluarga inti pasien yang dapat membaca dan menulis.
5 Keluarga inti pasien yang dapat berkomunikasi dengan baik
6 Jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Kriteria Esklusi
1. Anggota keluarga inti yang mengalami gangguan mental.
2. Anggota keluarga inti yang mengundurkan diri secara tiba-tiba.
3.2.3 Teknik pengambilan sampel.
Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive
sampling yaitu suatu tehnik penetapan sampel dengan cara memilih
sampel sesuai yang dikehendaki peneliti (Sugiyono,2006)
3.3 Tempat dan waktu penelitian.
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta di
Ruang ICU. Waktu penelitian dilakukan bulan Februari-April 2015.
3.4 Definisi operasional
Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional
NO Variabel Definisioperasional
Alat ukur Parameter Skaladata
Skor
1
Tingkat
kecemasan
Tingkatkecemasan
keluarga pasien
adalah suatu
perasaan takut
atau cemas yang
dirasakan oleh
keluarga yang
disebabkan oleh
proses
keperawatan
Kuisioner
Cemasringan
Cemas
sedang.
Cemas berat
Cemas berat
sekali/panik
Ordinal
<14 tidak adakecemasan.
14-20
kecemasan
ringan.
21-27
kecemasan
sedang.
28-41
kecemasan
berat
42-56
kecemasan
berat
sekali/panik
2
Umur
Menunjukkanukuran waktu
pertumbuhan
dan
perkembangan
seorang individu
Kuisioner
Minimal20 -30 th
31 -40 th
41- 50 th
51- 60 th
Ordinal 20-60th
3
Jenis kelamin
Sunaryo, 2004menulis dalam
bukunya bahwa
pada umumnya
seorang laki-laki
dewasa
mempunyai
mental yang
kuat terhadap
sesuatu hal
yang dianggap
mengancam
dirinya
dibanding
perempuan.
Kuisioner 1.Laki-laki.
2.Perempuan
Nominal Laki &
perempuan
3
Pendidikan
Jenjangpendidikan
terakhir yang
telah
Kuisioner Pendidikan
SD-PT/S1
Nominal SD
SMP
diselesaikankeluarga pasien
dalam sekolah
formal yakni
sekolah umum
atau sekolah
yang disamakan.
SMAPT/S1
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
Peneliti menyusun instrumen untuk mengumpulkan data berupa
kuisioner, Alat pengukur kecemasan yang digunakan adalah Hamilton
Rating Scale for Axiety (HRS-A), terdiri dari 14 kelompok gejala yaitu ;
perasaan cemas, ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan
kecerdasan, perasaan depresi atau murung, gejala somatik fisik (otot), gejala
somatik fisik (sensori), gejala kardiovaskuler, gejala respiratori, gejala
gastrointestinal, gejala urogenetal, gejala autonom, tingkah laku sikap.
Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0-4,
dengan penilaian sebagai berikut:
Nilai 0 = Tidak ada gejala(keluhan)
Nilai 1 = Gejala ringan.
Nilai 2 = Gejala sedang.
Nilai 3 = Gejala berat.
Nilai 4 = Gejala berat sekali/panik
Masing-masing nilai dari 14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan
dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui tingkat kecemasan yaitu
kurang dari 14 = tidak ada kecemasan, 14-20 = kecemasan ringan, 21-27 =
kecemasan sedang, 28-41= kecemasan berat, 42-56= kecemasan berat
sekali/panik
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data.
3.6.1 Pengolahan data
Setelah data terkumpul, dilakukan pengolahan data secara manual
sebelum data di analisa, terlebih dahulu dilakukan:
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data
yang diperoleh atau dikumpulkan (Hidayat, 2011). Pengecekan
lembar kuesioner dari responden apakah jawaban sudah lengkap,
jelas, relevan, dan konsisten.
2. Koding
Koding merupakan kegiatan pemberian kode numerik terhadap
data yang terdiri atas beberapa kategori (Hidayat, 2011).
3. Entri data
Data entri adalah kegiatan memasukan data yang telah
dikumpulkan kedalam master tabel atau data base komputer
kemudian membuat distribusi frekwensi sederhana.
4. Tabulating
Untuk memudahkan analisa data maka data dikelempokkan
kedalam tabel kerja, kemudian data dianalisa secara statistik deskriptif
melalui perhitungan presentasi dan hasil perhitungan jumlah.
3.6.2 Analisa Data
1. Analisa Univariat
Analisa Univariat dilakukan secara diskriptif yaitu menampilkan
tabel frekwensi tentang tingkat kecemasan sebagai variabel dependen.
3.7 Etika penelitihan
Menurut Hidayat (2007) Masalah etika penelitian keperawatan
merupakan masalah yang penting dalam penelitihan, mengingat
penelitihan keperawatan berhubungan langsung dengan manusia maka
segi etika yang harus diperhatikan adalah:
1. Informed consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dengan responden dengan memberi lembar persetujuan. Informed
consent diberikan sebelum penelitian untuk menjadi responden. Tujuan
informed consent adalah agar subyek mengerti maksud dan tujuan
penelitian mengetahuai dampaknya, jika subyek bersedia mereka harus
menandatangani lembar persetujuan, jika responden tidak bersedia
maka peneliti harus mengormati hak responden. Beberapa informasi
yang harus ada di informed consent tersebut antara lain: partisipasi
responden, tujuan dilakukan tindakan, jenis data yang dibutuhkan,
komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi,
manfaat kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi dll.
2. Anonimity (tanpa nama)
Masalah keperawatan merupakan masalah yang memberi jaminan
dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak memberikan
atau mencantumkan nama responden pada lembar atau alat ukur dan
hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil
penelitian yang disajikan.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan
jaminan kerahasiaan hasil penelitihan baik informasi atau masalah-
masalah lainnya. Semua informasi yang sudah dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan
dilaporkan dalam hasil riset. (Hidayat,2007).
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Identitas sampel.
Secara umum jumlah pasien yang di rawat diRuang ICU Rumah Sakit
Panti Waluyo Surakarta sampai selesai dilakukan penelitian berjumlah 30
orang, setiap pasien didampingi oleh keluarga. Rata – rata usia dari keluarga
pasien 20-30 tahun ada 5 responden, 31-40 tahun ada 9 responden, 41-50
tahun ada 10 responden, 51-60 tahun ada 6 responden. Dari 30 keluarga
pasien yang berjenis kelamin laki-laki ada 12 responden, sedangkan
perempuan ada 18 responden.Untuk tingkat pendidikan SD sebanyak 2
responden, SMP sebanyak 3 responden, SMA sebanyak 15 responden, PT/
S1 sebanyak 10 responden.Dalam analisa ini menjelaskan secara deskriptif
mengenai variabel – variabel penelitian yang terdiri dari karakter responden
dan mengenai penggumpulan data sesuai dengan variabel penelitian. Data
ini terdiri dari jenis kelamin, umur, pendidikan. Data akan disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi.
46
47
4.2 Hasil penelitian.
4.2.1 Karakter responden.
a. Gambaran responden berdasarkan kelompok umur.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Panti
Waluyo Surakarta di Ruang ICU berdasarkan kelompok umur, dimana
masing-masing memiliki umur yang berbeda- beda Distribusi kelompok
umur dapat dilihat di tabel berikut ini:
Tabel 4.1 Responden berdasarkan kelompok umur keluarga pasien
stroke yang dirawat di ruang ICU RS Panti Waluyo tahun 2015
Umur Frekuensi presentase
20 -30 5 16,7%
31- 40 9 30%
41-50 10 33,3%
51-60 6 20%
Total 30 100%
Tabel 4.1 Menunjukkan distribusi responden keluarga pasien stroke
berdasarkan kelompok umur yang paling banyak yaitu umur 41-50 tahun
sebanyak 10 responden (33,3%).
b. Gambaran responden berdasarkan jenis kelamin.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Panti
Waluyo Surakarta di Ruang ICU berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat
ditabel berikut ini:
48
Tabel 4.2 Responden berdasarkan jenis kelamin keluarga pasien stroke
yang dirawat di ruang ICU RS Panti Waluyo tahun 2015
Jenis kelamin Frekuensi Presentase
Laki-laki 12 40%
Perempuan 18 60%
Total 30 100%
Tabel 4.2 Menunjukkan distribusi responden berdasarkan jenis kelamin
keluarga pasien stroke yang paling banyak adalah perempuan sebanyak 18
responden (60%), sedangkan laki-laki sebanyak 12 responden,(40%)
c. Gambaran responden berdasarkan tingkat pendidikan
Berdasarkan hasil penelitihan yang dilakukan di Rumah Sakit Panti
Waluyo Surakarta di ruang ICU berdasarkan tingkat pendidikan keluarga
pasien stroke dapat dilihat di tabel berikut ini:
Tabel 4.3 Responden berdasarkan tingkat pendidikan keluarga pasien
stroke yang dirawat di ruang ICU RS Panti Waluyo tahun 2015.
Pendidikan Frekuensi presentase
SD 2 6,7%
SMP 3 10%
SMA 15 50%
Perguruan Tinggi/S1 10 33,37%
Total 30 100%
Tabel 4.3 Menunjukan responden berdasarkan tinggkat pendidikan paling
banyak terdapat pada tingkat pendidikan SMA sebanyak 15 responden (50%).
49
4.2.2 Analisa Univariat
Gambaran responden tingkat kecemasan keluarga pasien.
Berdasarkan hasil penelitian tingkat kecemasan keluarga pasien stroke
yang di rawat di Ruang ICU RS Panti Waluyo, dapat dilihat di tabel berikut
ini:
Tabel 4.4 Responden tingkat kecemasan keluarga pasien stroke yang di
rawat di Ruang ICU RS Panti Waluyo tahun 2015.
Tingkat kecemasan Frekuensi Presentase
Tidak ada kecemasan 4 13,3%
Kecemasan ringan 2 6,7%
Kecemasan sedang 2 6,7%
Kecemasan berat 22 73,3%
Kecemasan berat
sekali/ panik
0 0
Total 30 100%
Tabel 4.4 Menunjukan gambaran responden tingakat kecemasan keluarga
pasien stroke yang di rawat di Ruang ICU RS Panti Waluyo dengan tingkat
kecemasan berat sebanyak 22 responden (73,3%).
50
Tabel 4.5 Responden tingkat kecemasan berdasarkan kelompok Umur.
Tingkat kecemasan 20 - 30 31- 40 41- 50 51-60
Tidak ada kecemasan 20% 22,2% 20% 50%
Kecemasan ringan 20% 11,1% 10% _
Kecemasan sedang 20% 33,3% _ 16,7%
Kecemasan berat 40% 33,3% 70% 33,3%
Kecemasan berat sekali _ _ _ _
Total 100% 100% 100% 100%
Tabel 4.5 Menunjukan kelompok umur 41-50 mengalami tingkat kecemasan berat
70%.
Tabel 4.6 Responden tingkat kecemasan berdasarkan kelompok jenis
kelamin
Tingkat kecemasan Laki –Laki Perempuan
Tidak ada kecemasan 41,7% 16,7%
Kecemasan ringan - 16,7%
Kecemasan sedang 16,7% 16,7%
Kecemasan berat
Kecemasan berat sekali
41,7%
-
50%
-
Total 100% 100%
Tabel 4,6 Menunjukan kelompok perempuan mengalami kecemasan berat 50%
51
Tabel 4.7 Responden tingkat kecemasan berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat kecemasan SD SMP SMA SI
Tidak ada kecemasan 50% 33,3% 33,3% 10%
Kecemasan ringan 50% 33,3% 6,7% -
Kecemasan sedang - - 20% 20%
Kecemasan berat
Kecemasan berat sekali
-
-
33,3%
-
40%
-
70%
-
Total 100% 100% 100% 100%
Tabel 4.7 mrnggambarkan kelompok pendidikan SMA mengalami kecemasan
berat 40%
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Umur
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Ruang ICU RS Panti Waluyo
didapatkan 30 responden,kelompok umur yang paling banyak pada umur
41-50 tahun sebanyak 10 respondenkecemasan berat 7responden
(70%)Menurut beberapa penelitian umur merupakan salah satu faktor yang
berkontribusi terhadap timbulnya kecemasan pada keluarga pasien.
Bahkan ada yang berpendapat bahwa faktor usia muda lebih rentan
mengalami kecemasan dari pada usia tua, tetapi ada yang berpendapat
sebaliknya (kaplan dan sadock, 1997 : Kurniawan 2008).Berdasarkan
kelompok umur ini,responden berstatus sebagai istri dan anak dan tinggal
serumah sehingga mereka yang tinggal serumah akan mengalami
kecemasan, dan kecemasan dapat timbul pada siapa saja baik usia muda,
dewasa, dan tua.
5.1.1 Jenis kelamin.
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Ruang ICU RS Panti
Waluyo, responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 12
responden, kecemasan berat 5 responden (41,7%).
Responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 18
responden, kecemasan berat 9 responden ( 50%). Myers (1983) dalam
Trismiati (2006) mengatakan bahwa perempuan lebih cemas akan
52
53
ketidakmampuannya dibanding dengan laki-laki, laki-laki lebih aktif
sedangkan perempuan lebih sensitif. Jadi dalam penelitian ini perempuan
lebih cemas dari pada laki-laki.
5.1.2 Pendidikan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Ruang ICU RS Panti Waluyo
kelompok tingkat pendidikan yang paling banyak pada kelompok
pendidikan SMA sebanyak 15 respondenkecemasan berat 6 responden
(40%). Tingkat pendidikan seseorang atau individu akan berpengaruh
terhadap kemampuan berfikir, semakin tinggi tingkat pendidikan akan
semakin mudah berfikir secara rasional dan menangkap informasi baru
termasuk dalam menguraikan masalah yang baru (Stuart, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan semakin tinggi
pendidikan semakin tinggi tingkat kecemasananya. Menurut peneliti hal ini
dikarenakan kondisi dari pasien sendiri saat dirawat di Ruang ICU kondisi
tidak sadar, pasien mengalami perdarahan otak, serta rata – rata responden
berstatus sebagai anak dan istri yang tinggal serumah, maka mereka yang
mempunyai hubungan anak dan orang tua akan lebih cemas tanpa melihat
pendidikan tinggi atau rendah.
5.1.3 Tingkat kecemasan
Kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam,
dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan,
perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah terjadi (Nevid, at al
54
2005). Menurut pandangan interpersonal, cemas timbul dari perasaan
takut terhadap adanya penolakan dan tidak adanya penerimaan
interpersonal. Cemas juga berhubungan dengan perkembangan trauma,
seperti perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan kelemahan fisik.
Tanda dan gejala kecemasan yang ditunjukkan atau dikemukakan oleh
seseorang bervariasi yaitu: perilaku keluarga yang sering bertanya tentang
kondisi anggota keluarganya, bertanya dengan pertanyaan yang diulang-
ulang, berkunjung diluar jam kunjung, keluarga takut kehilangan.
Dari hasil penelitian di Ruang ICU RS Panti Waluyo dari bulan
Februari – April 2015 didapatkan 30 responden keluarga pasien stroke
yang di rawat di ruang ICU. Untuk tingkat kecemasan keluarga pasien
stroke yang di rawat di Ruang ICU tidak ada kecemasan 4 responden
(13,3%), kecemasan ringan 2 responden (6,7%), kecemasan sedang 2
responden (6,7%), kecemasan berat 22 responden ( 73,3%).
Gejala kecemasan yang muncul bervariasi. Gejala kecemasan berat
muncul pada kelompok perasaan depresi dan kelompok gangguan tidur.
Kelompok perasaan depresi meliputi : hilangnya minat, berkurangnya
kesenangan pada hobi, sedih, bangun dini hari, perasaan berubah- ubah
tiap hari. Sedangkan kelompok gangguan tidur meliputi : sukar untuk
tidur, terbangun malam hari, tidur tidak nyenyak, mimpi buruk, mimpi
menakutkan.
Analisa lebih lanjut menunjukan bahwa gejala yang paling sering
muncul pada respon kecemasan adalah munculnya perasaan depresi yang
55
diiringi dengan gangguan tidur dan ketegangan. Semua gejala tersebut
merupakan respon psikologis dan fisiologis dari kecemasan yang timbul
akibat adanya stresor dan ancaman integritas biologis dan konsep diri (Ann
Isac, 1996 : Nurkholis 2008).Faktor –faktor yang mempengarui tingkat
kecemasan : jenis kelamin, umur, lingkungan dan situasi, tipe kepribadian,
keadaan fisik, pendidikan dan status ekonomi (stuart 2006).
Dari kelompok gejala yang muncul kemudian dikelompokan menjadi
empat kategori yaitu, cemas ringan, cemas sedang, cemas berat, cemas
berat sekali/ panik. Penelitian menunjukan responden mengalami
kecemasan yang bervariasi seperti terlihat pada tabel 4.
Penelitian lain pernah dilakukan oleh Isni Nurulhuda Rahmawati di
Ruang ICU RSUD DR.M.M Dunda Limboto kab. Gorontalo tahun 2013
dengan judul faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan
keluarga pasien yang di rawat di Ruang ICU dengan hasil tidak cemas 4
responden (12,1%), cemas ringan 5 responden ( 15,2%), cemas sedang 10
responden ( 30,3%) cemas berat 14 responden ( 42,2%) . Faktor informasi
mempengaruhi tingkat kecemasan keluarga pasien yang dirawat diruang
ICU RSUD DR, MM Dunda Limboto.
Peneliti selanjutnya Heti Sutanti di Ruang ICU RS Siloam Lippo
Karawaci tahun 2006 dengan judul Tingkat Kecemasan Klien Post
Craniotomi dengan hasil cemas sedang 18 responden ( 60%), cemas berat
12 responden ( 40%). Namun demikian penelitian ini lebih di khususkan
pada tingkat kecemasan keluarga pasien stroke yang di rawat di Ruang
56
ICU dengan hasil data menunjukkan tingkat kecemasan berat (73,3%).
Hal ini dipengarui beberapa faktor antara lain : responden rata –rata
bersataus sebagai anak, responden berstatus sebagai istri, kondisi saat
pasien masuk Ruang ICU dalam kondisi tidak sadar, semua pasien stroke
yang diteliti mengalami perdarahan otak, pasien belum pernah mengalami
penyakit stroke, saat berkunjung keluarga lebih banyak menangis di depan
pasien.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan judul Tingkat
Kecemasan Keluarga Pasien Stroke yang di Rawat di Ruang ICU RS Panti
Waluyo Suarakarta. maka dapat di simpulkan :
6.1.1 Umur 41-50 tahun sebanyak 10 responden (33,3%) dengan kecemasan berat
7 responden (70%).
6.1.2 Perempuan 18 responden (60%) dengan kecemasan berat 9 responden
(50%).
6.1.3 Pendidikan SMA 15 responden (50%) dengan kecemasan berat 6 responden
(40%).
6.1.4 Gambaran tingkat kecemasan keluarga pasien stroke yang dirawat di Ruang
ICU RS Panti Waluyo kecemasan berat 22 responden ( 73,3%)
6.2 Saran
1. Rumah Sakit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kecemasan
keluarga pasien stroke yang dirawat di Ruang ICU RS Panti Waluyo
termasuk kecemasan berat. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan
kualitas pelayanan dimana tidak hanya berfokus pada masalah fisik
57
58
saja melainkan mencakup masalah psikososial pasien dan keluarga,
sehingga pastoral care dapat dilibatkan dalam memberikan konseling
pada keluarga pasien yang mengalami kecemasan
2. Instusi Pendidikan
Diharapkan dapat menjadi pengembangan Ilmu Pengetahuan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada keluarga pasien yang
mengalami kecemasan dan pengembangan ilmu keperawatan
keluarga.
3. Bagi peneliti lain
Peneliti lanjut tentang kecemasan perlu dilakukan dengan
penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan
keluarga pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Bailey, J.J., Melanie, S., Carmen,G.L., Johanne, B., & Lynne, M. (2009).
Supporting families in the ICU: A descriptive correlational study of
informationalsupport, anxiety, and satisfaction with care. Intensive and
criticalcare nursing vol 26, 114-121. http: www.elsevier.com/iccn,
diperoleh 25 Januari 2015.
Bustami, M., Ahmad, A., Mayza, A., Mulyatsih, E., Rasyid, A., et al. (2007).
Manajemen Komprehensif Stroke. Yogyakarta : Pustaka Cedekia Press
Creasoft. (2008). Konsep Penyembuhan Luka. Jakarta : EGC
Fatimah, Detty N. (2009). Mencegah dan Mengatasi Stroke. Yogyakarta : Kujang
Press
Feigin, V. ( 2006). Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan Dan
Pemulihan Stroke. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer
Firdaus, Lukman. (2009). Kecemasan menghadapi dunia kerja, Jakarta:
(http://www jurnal psikologi.com)
Fitri Fauziah & Julianty Widuri. (2007). Psikologi Abnormal Klinis Dewasa.
Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press)
Harsono, (2005). Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press
Hawari, Dadang. (2008). Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta : FK
Universitas Indonesia
Hidayat. A.A.A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisa
Data. Jakarta: Salemba Medika
Hidayat, Syarifudin. (2011). Metodologi Penelitian. Bandung : Mandar Maju
Junaidi, I. (2011). Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta : Penerbit Andi
Kumalasari, Intan dan Adhyantoro, Iwan. (2012). Kesehatan Reproduksi. Jakarta :
Salemba Medika
Kurniawan, Arif. (2008). Faktor- factor yang berhubungan dengan tingkat
kecemasan orang tua terhadap hospitalisai anak usia toodler di BRSD
RAA Soewondo Pati. Semarang: Program Studi Ilmu Keperawatan,
Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Unimus (tidak
dipublikasikan). Skripsi
Kholil Rochman Lur. (2010). Kesehatan Mental. Purwokerto : Fajar Media Press
Mubarak, W. H. (2006). Pengantar Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: Sagung
Seto
Murwani, A. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Cetakan
Pertama.Yogyakarta: Penerbit Fitramaya
Namora Lumongga Lubis .(2009) . Depresi, Tinjauan Psikologis. Jakarta :
Kencana
Nevid, J. S., et al. (2005). Psikologi Abnormal (Edisi Kelima). Jakarta: Erlangga
Nurcholis. (2008). Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan
Kecemasan Pasien Gangguan Kardiovaskuler Yang Pertama Kali
Dirawat Di Intensive Coronary Care Unit RSU Tugurejo Semarang.
Semarang: Universitas Diponegoro
Setiadi. (2013). Konsep dan penulisan riset keperawatan. Yogyakarta : Graha
Ilmu
Setyowati dan Murwani. (2008). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta :
Mitra Cendika Press
Sibuea, W. Heidin. (2005). Ilmu Penyakit Dalam. Rineka Cipta: Jakarta
Siti Sundari. (2004). Kearah Memahami Kesehatan Mental. Yogyakarta:
PPB FIP UNY
Smeltzer, SC. (2006). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Brunner
dan sudarth, Ed. 8. Jakarta, EGC
.
Standart Pelayanan Keperawatan ICU. Depkes RI. (2006).
Sugiyono, (2006). Statistika Untuk Penelitian, Cetakan Ketujuh. Bandung : CV
Alfabeta
Sunaryo. (2004). Psikologi untuk keperawatan. Jakarta : EGC
Sundari, Siti. (2005). Kesehatan Mental Dalam Kehidupan. Jakarta: PT Asdi
Mahasatya
Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga: Aplikasi Dalam Praktik.
Jakarta: EGC
Stuart, W.G & Sundeen, J.S. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa (Pocket
Guideto Psychiatric Nursing). Jakarta : EGC
Stuart, G.W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta : EGC
Wardhana, W.A. (2011). Strategi mengatasi & bangkit dari stroke. Yogyakarta :
Penerbit Pustaka Pelajar.
Wiwit. (2010). Stroke dan Penangananya.Yogyakarta: Kata Hati