Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN LAJU PERTUMBUHAN Enhalus acoroides YANG
DITRANSPLANTASI DENGAN METODE STAPLE PADA APO (Alat Pemecah Ombak) DAN TANPA APO
DI KABUPATEN PANGKEP
SKRIPSI
Oleh:
JUMNIATY. S
JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2013
ii
TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN LAJU PERTUMBUHAN Enhalus acoroides YANG
DITRANSPLANTASI DENGAN METODE STAPLE PADA APO (Alat Pemecah Ombak) DAN TANPA APO
DI KABUPATEN PANGKEP
Oleh:
JUMNIATY. S
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Hasanuddin
JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2013
iii
ABSTRAK
Jumniaty S. L111 09 263. Tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan Enhalus acoroides yang ditransplantasi dengan metode staple APO (alat pemecah ombak) dan tanpa APO di kabupaten Pangkep. Di bawah bimbingan Mahatma Lanuru sebagai pembimbing utama dan Rohani AR selaku pembimbing anggota.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektifitas APO bambu dalam mengurangi energi gelombang yang tiba di area penanaman lamun (area transplantasi) dan pengaruh APO dalam meningkatkan keberhasilan dari lamun yang ditransplantasi dengan metode staple dan Ruang lingkup penelitian ini adalah tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan lamun (pertambahan panjang daun lamun) dan penambahan jumlah daun baru. Parameter oseanografi yang diukur adalah suhu, salinitas, kekeruhan, Total Suspended Solid (TSS), sedimen, laju akresi/erosi sedimen, arah dan kecepatan arus, dan gelombang, Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan September sampai awal Desember 2012. Pengambilan data laju pertumbuhan daun lamun Enhalus acoroides baik pada daun tua maupun daun muda untuk tiap lokasi penelitian yaitu APO dan tanpa APO dilakukan setiap minggu selama 4 minggu. Untuk tingkat kelangsungan hidup lamun diukur dari awal penelitian sampai akhir penelitian. Dan penambahan jumlah daun baru diukur setiap minggu selama 6 minggu. Berdasarkan uji t-student didapatkan bahwa APO bambu efektif meredam gelombang. Untuk pengaruh APO terhadap tingkat keberhasilan lamun yang ditransplantasi dengan metode staple tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata. Parameter oseanografi meliputi suhu, salinitas, kekeruhan, TSS, sediman, laju akresi/erosi sedimen, arah dan kecepatan arus, dan gelombang di kedua lokasi masih dalam untuk rentang pertumbuhan lamun Enhalus acoroides. Kata kunci : Lamun Enhalus acoroides, tingkat kelangsungan hidup, laju
pertumbuhan, APO (alat pemecah ombak), APO bambu.
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi : Tingkat Kelangsungan Hidup dan Laju Pertumbuhan Enhalus acoroides yang Ditransplantasi dengan Metode Staple pada APO (Alat Pemecah Ombak) dan Tanpa APO Di Kabupaten Pangkep.
Nama Mahasiswa : Jumniaty. S
Nomor Pokok : L111 09 263
Jurusan : Ilmu Kelautan
Skripsi telah diperiksa dan disetujui oleh :
Pembimbing Utama,
Dr. Mahatma Lanuru, ST, M. Sc NIP. 197010291995031001
Pembimbing Anggota,
Dr. Ir. Rohani Ambo Rappe, M.Si NIP. 19690913 199303 2004
Mengetahui :
Dekan Ketua Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Prof. Dr. Ir. Andi Niartiningsih, MP Dr.Ir. Amir Hamzah Muhiddin, M.Si NIP. 196112011987032002 NIP. 196311201993031002
Tanggal Lulus: Mei 2013
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis, lahir pada tanggal 16 Juni 1990 di Benteng,
Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan,
merupakan anak ke 7 dari 9 bersaudara dari pasangan
Sunusi dan Bau. Sebelum masuk ketingkat Universitas
penulis telah menempuh berbagai pendidikan formal
yakni pada tahun 2002 lulus Madrasah Ibtidaiyah Negeri
Benteng, tahun 2005 lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Benteng,
dan tahun 2008 lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Benteng Kab.
Kepulauan Selayar.
Pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan di fakultas Ilmu Kelautan
dan Perikanan, jurusan Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin Makassar melalui
jalur SNMPTN. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten
dibeberapa mata kuliah, pengurus Mushallah Bahrul Ulum (MBU), bergabung di
Marine Science Diving Club (MSDC), dan mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN)
Gelombang 82 di Desa Wiring Tasi Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang.
Selain itu, penulis juga melakukan Praktek Kerja Mandiri (PKM) di Desa Wiring
Tasi dengan judul Identifikasi Jenis dan Tingkat Kerapatan Padang Lamun
di Perairan Desa Wiring Tasi, Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang.
Penulis kemudian melakukan penelitian untuk menyelesaikan tugas akhir di
jurusan Ilmu Kelautan dengan judul Tingkat Kelangsungan Hidup dan Laju
Pertumbuhan Enhalus acoroides yang Ditransplantasi dengan Metode
Staple pada APO (Alat Pemecah Ombak) dan tanpa APO di Kabupaten
Pangkep.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum Wr.Wb
Alahmdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Salawat dan salam tak lupa penulis
persembahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing dan
mengarahkan manusia menuju keselamatan dan kesejahteraan dunia dan
akhirat.
Dalam penyusunan skripsi ini banyak kendala dan hambatan yang penulis
hadapi, namun berkat adanya, saran, kritik, koreksi dan motivasi dari berbagai
pihak, maka skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibunda dan Ayahanda yang tercinta, atas segala do’a restu, nasehat,
bimbingan dan kasih sayangnya yang begitu berlimpah kepada penulis.
2. Bapak Dr. Mahatma Lanuru, ST, M. Sc dan Dr. Ir. Rohani AR., M.Si, selaku
pembimbing penulis dalam kegiatan penelitian ini, atas seluruh bantuan,
petunjuk, saran, dan motivasi dan bimbingan yang telah diberikan baik dari
awal penelitian hingga selesainya skripsi ini.
3. Tim penguji Prof. Dr. Ir. Ambo Tuwo, DEA., Prof. Dr. Ir. Chair Rani, M.Si,
Dr. Inayah Yasir, M. Sc, dan Dr. Ir. Muh. Hatta, M.Si atas saran dan
masukan dalam penulisan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Muhammad Lukman, ST. M. Sc selaku pembimbing akademik
yang senang hati membantu serta membimbing saya.
vii
5. Prof.Dr. Ir. A Niartiningsih, MP selaku Dekan Fakultas Ilmu Kelautan Dan
Perikanan.
6. Dr. Ir. Amir Hamzah Muhiddin, M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Kelautan.
7. Terima kasih kepada bapak Dr. Supriadi, ST. M. Si, Dr. Khaerul amri, ST. M.
Stud. Dan Prof. Dr. Amran Saru, ST. M.Si Atas arahan yang telah diberikan
selama penelitian.
8. Terima kasih kepada seluruh dosen pengajar di jurusan ilmu kelautan yang
telah memberikan dan membagi pengetahuannya kepada penulis.
9. Terima kasih kepada teman-teman (Nurwahidah, Eko yunianto, Tarsan,
Chudo, dan Steven) yang telah membantu saya selama di lapangan atau
telah menjadi teman dalam bertukar pikiran dengan saya dalam proses
penulisan Skripsi ini.
10. Teman-teman mahasiswa ilmu kelautan Universitas Hasanuddin khususnya
angkatan 2009 yaitu Trie, Lisda, Upik, Arnie, Novi, Jesy, Dillah, Imma, Ifha,
Cana, Mayang, dan teman-teman saya yang lain tanpa terkecuali yang telah
membantu dan menyemangati saya.
11. Seluruh rekan, sahabat serta pihak-pihak yang tidak sempat disebutkan satu
persatu atas segala bantuannya dalam hal moril maupun materil, semoga kita
selalu dalam ridho Allah SWT.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis
sangat berterima kasih bila ada kritikan, dan masukan yang bersifat membangun
guna perbaikannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu alaikum Wr. Wb.
Makassar,
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiii
I. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Tujuan dan Kegunaan ............................................................................... 2
C. Ruang Lingkup .......................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 3
A. Lamun ....................................................................................................... 3
1. Deskripsi Lamun .................................................................................... 3
2. Fungsi Lamun ........................................................................................ 3
B. Enhalus acoroides ..................................................................................... 4
C. Transplantasi Lamun ................................................................................. 6
1. Pembibitan/pembenihan (Seed/ Seeding) .............................................. 6
2. Metode sprig dengan jangkar atau tanpa jangkar .................................. 7
3. Metode plug ........................................................................................... 7
D. Pertumbuhan Lamun ................................................................................. 7
E. Alat Pemecah Ombak (APO)..................................................................... 8
F. Parameter Penunjang Kehidupan Lamun .................................................. 8
1. Suhu ...................................................................................................... 8
2. Salinitas ................................................................................................. 9
3. Kekeruhan ............................................................................................. 9
4. Sedimen ................................................................................................ 9
5. Sedimentasi ......................................................................................... 10
6. TSS (Total Suspended Solid) .............................................................. 11
7. Arus ..................................................................................................... 11
8. Gelombang .......................................................................................... 12
III. METODE PENELITIAN ................................................................................. 13
A. Waktu Dan Tempat ................................................................................. 13
B. Alat dan Bahan........................................................................................ 13
1. Di Lapangan ........................................................................................ 13
2. Di laboratorium .................................................................................... 14
ix
C. Prosedur Kerja ........................................................................................ 15
1. Penentuan Lokasi Penelitian ............................................................... 15
2. Pemasangan APO ............................................................................... 15
3. Pengambilan Material Lamun (transplant) ........................................... 15
4. Transplantasi Lamun ........................................................................... 16
D. Pengolahan Data .................................................................................... 20
1. Tingkat Kelangsungan Hidup Lamun yang Ditransplantasi .................. 20
2. Laju Pertumbuhan Daun Lamun .......................................................... 20
3. Gelombang .......................................................................................... 21
4. Efektivitas APO .................................................................................... 21
5. Kecepatan Arus ................................................................................... 22
E. Analisis Statistik ...................................................................................... 22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 23
A. Parameter Oseanografi ........................................................................... 23
1. Suhu dan Salinitas ............................................................................... 23
2. Kekeruhan ........................................................................................... 23
3. TSS ..................................................................................................... 24
4. Sedimen .............................................................................................. 25
5. Laju Erosi Sedimen .............................................................................. 26
6. Arah dan Kecepatan Arus .................................................................... 28
7. Gelombang .......................................................................................... 29
B. Keberhasilan lamun yang diTransplantasi ............................................... 31
1. Tingkat Kelangsungan Hidup ............................................................... 31
2. Laju Pertumbuhan Panjang Daun Enhalus acoroides .......................... 32
3. Jumlah Daun Baru ............................................................................... 38
C. Pengaruh APO (Alat Pemecah Ombak) Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Enhalus acoroides ............................................................ 40
1. Lebar APO ........................................................................................... 40
2. Desain APO ......................................................................................... 40
V. PENUTUP ..................................................................................................... 42
A. Simpulan ................................................................................................. 42
B. Saran ...................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 43
x
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Skala Wentworth untuk mengklasifikasikan partikel-partikel sedimen (Hutabarat dan Evans, 2000). ........................................................................ 10
2. Kategori Tingkat Efektifitas APO yang didasarkan pada Nilai Efisiensi .......... 22
3. Hasil pengukuran arah dan arus selama seminggu........................................ 28
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Morfologi tegakan lamun jenis Enhalus acoroides (Waycott et al. 2004). ........ 5
2. Peta Lokasi Penelitian ................................................................................... 13
3. Rata-rata nilai suhu dan salinitas pada APO dan tanpa APO ........................ 23
4. Rata-rata nilai kekeruhan pada APO dan tanpa APO ................................... 24
5. Rata-rata nilai TSS pada APO dan tanpa APO .............................................. 25
6. Nilai diameter sedimen pada APO dan tanpa APO ........................................ 26
7. Laju sedimentasi yang ada di belakang APO dan tanpa APO ........................ 27
8. Grafik rata-rata nilai gelombang signifikan yang diukur selama seminggu berturut-turut (Hasil uji t-test menunjukkan perbedaan nyata antara yang dilindungi APO dan tanpa APO ..................................................................... 29
9. Tingkat kelangsungan hidup lamun yang ditransplantasi dengan metode
Staple (Hasil uji t-test menunjukkan tingkat kelangsungan hidup tidak berbeda nyata antara APO dan tanpa APO) ............................................................... 31
10.Rata-rata perubahan panjang daun tua Enhalus acoroides yang
ditransplantasi dengan metode Staple antara APO dan tanpa APO) ............. 33 11.Rata-rata perubahan panjang daun muda Enhalus acoroides yang
ditransplantasi dengan metode Staple antara APO dan tanpa APO .............. 33 12.Rata-rata perubahan panjang daun tua yang dibandingkan dengan daun
muda Enhalus acoroides yang ditransplantasi dengan metode Staple pada APO .............................................................................................................. 34
13.Rata-rata perubahan panjang daun tua yang dibandingkan dengan daun
muda Enhalus acoroides yang ditransplantasi dengan metode Staple pada APO .............................................................................................................. 35
14.Rata-rata laju pertumbahan panjang daun tua Enhalus acoroides yang
ditransplantasi dengan metode Staple antara APO dan tanpa APO. ............. 36 15.Rata-rata laju pertumbahan panjang daun muda Enhalus acoroides yang
ditransplantasi dengan metode Staple antara APO dan tanpa APO. ............. 37
xii
16.Rata-rata laju pertumbuhan panjang daun tua dan muda Enhalus acoroides
yang ditransplantasi dengan metode staple (Hasil uji t-test menunjukkan laju pertumbuhan panjang daun Enhalus acoroides tidak berbeda nyata antara APO dan tanpa APO). ................................................................................... 38
17.Rata-rata pertambahan daun baru pada lamun yang ditransplantasi
dengan metode Staple (Hasil uji t-student menunjukkan pertambahan daun baru tidak berbeda nyata antara APO dan tanpa APO) ........................ 39
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Tingkat kelangsungan hidup diakhir pengamatan (%) .................................... 47
2. Data pertumbuhan lamun pada APO dan tanpa APO .................................... 48
3. Penambahan daun baru berdasarkan pengamatan (lembar) ......................... 53
4. Rata-rata pengukuran tinggi gelombang signifikan (H/3) seminggu ............... 54
5. Sedimen ........................................................................................................ 55
6. Suhu, salinitas, kekeruhan, TSS, dan laju Akresi/Erosi sedimen .................... 56
7. Hasil uji t tingkat kelangsungan hidup Enhalus acoroides dengan metode staple pada APO dan tanpa APO staple pada APO dan tanpa APO ............. 57
8. Hasil uji t perubahan panjang daun baik tua maupun muda antara APO dan
tanpa APO .................................................................................................... 58 9. Hasil uji t perubahan panjang daun tua yang dibandingkan dengan daun muda
APO dan tanpa APO pada minggu ke 4 (cm/minggu) .................................... 62 10.Hasil uji t rata-rata laju pertumbuhan panjang daun tua Enhalus acoroides
pada APO dan tanpa APO ............................................................................ 64 11.Hasil uji t rata-rata laju pertumbuhan panjang daun muda Enhalus acoroides
pada APO dan tanpa APO ............................................................................ 65 12.Hasil uji t pertambahan jumlah daun baru Enhalus acooides yang muncul
pada pada APO dan tanpa APO (Lembar) .................................................... 66 13. Hasil uji t untuk pengukuran tinggi gelombang signifikan (H/3)..................... 67 14. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ................................................................ 71
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lamun adalah tumbuhan berbunga yang sepenuhnya menyesuaikan diri
untuk hidup terbenam di bawah permukaan air laut. Tumbuhan ini kadang-
kadang membentuk komunitas yang lebat yang disebut padang lamun. Padang
lamun ini merupakan ekosistem yang sangat tinggi produktfitasnya dan
merupakan sumber daya laut yang penting baik secara ekologi maupun ekonomi
(Nontji, 2002).
Beberapa fungsi ekologi padang lamun adalah sebagai penghasil bahan
organik, mengikat sedimen dan menstabilkan substrat, daerah pemijahan,
daerah asuhan, daerah mencari makan, sebagai daerah perlindungan berbagai
jenis biota, dan sebagai peredam ombak. Sedangkan secara ekonomi padang
lamun dapat dimanfaatkan sebagai tempat budidaya, sumber bahan aktif untuk
obat-obatan, dan lain-lain (Den Hartog, 1977, Nontji , 2010 dalam Tuwo, 2011).
Keberadaan ekosistem lamun tidak terlepas dari gangguan atau
ancaman. Ancaman-ancaman ini baik berupa ancaman alami seperti badai
maupun aktivitas manusia seperti pengerukan, reklamasi, dan pencemaran yang
dapat merusak ekosistem lamun (Tuwo, 2011). Selain itu adanya dampak
perubahan iklim seperti kenaikan permukaan air laut akan menimbulkan efek
negativ terhadap padang lamun karena akan terjadi peningkatan kedalaman
yang mengakibatkan kurangnya cahaya yang masuk ke perairan, meningkatnya
energi gelombang dan terjadinya perubahan arus yang mengakibatkan terjadinya
erosi, peningkatan kekeruhan, dan lain-lain juga merusak ekosistem lamun
(Short dan Neckles, 1998). Rusak atau hilangnya padang lamun dapat
mengakibatkan terjadinya pengikisan di pantai oleh ombak dan arus yang
meningkat.
2
Karena hal tersebut di atas maka perlu dilakukan pengelolaan lamun
yang efektif dan berkelanjutan. Salah satu strategi pengelolaan yang efektif dan
berkelanjutan untuk membantu pemulihan kerusakan lamun adalah restorasi.
Jenis restorasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah transplantasi lamun
dengan menggunakan metode staple. Alasan dipilihnya metode transplantasi ini
karena menurut Davis dan Short (1997) metode staple memiliki tingkat
kelangsungan hidup lamun yang ditransplantasi tinggi.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin membandingkan metode staple tanpa
APO (Alat Pemecah Ombak) dengan metode staple yang dikombinasikan
dengan APO terhadap kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan lamun yang
ditransplantasi.
B. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Efektivitas APO dalam mengurangi energi gelombang yang tiba di area
penanaman lamun (area transplantasi).
2. Pengaruh APO dalam meningkatkan keberhasilan dari lamun yang
ditransplantasi dengan metode staple
Data dan informasi yang diperoleh dari penelitian ini nantinya dapat
digunakan untuk upaya restorasi padang lamun yang telah mengalami kerusakan
melalui transplantasi.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah mengukur tingkat kelangsungan
hidup dan pertumbuhan lamun (pertambahan panjang daun lamun). Parameter
oseanografi yang diukur adalah suhu, salinitas, kekeruhan, TSS, sedimen, laju
akresi/erosi sedimen, arah dan kecepatan arus, dan gelombang.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Lamun
1. Deskripsi Lamun
Lamun merupakan kelompok tumbuh-tumbuhan berbunga yang terdapat
di lingkungan laut dan hidup pada habitat perairan dangkal. Lamun memiliki
tunas berdaun tegak dan tangkai-tangkai yang merayap serta memiliki bunga,
buah dan biji. Selain itu lamun juga memiliki akar dan sistem internal untuk
mengangkut gas dan za-zat hara (Romimohtarto dan Juwana, 2000).
Lamun hidup di perairan yang agak berpasir namun sering pula dijumpai
di terumbu karang. Kadang-kadang lamun membentuk komunitas yang cukup
lebat yang disebut padang lamun. Padang lamun merupakan ekosistem penting
tetapi pemanfaatan secara langsung tumbuhan ini belum banyak dilakukan untuk
kebutuhan manusia. Berbeda dengan tumbuhan berbunga di darat yang jenisnya
banyak, tumbuhan berbunga di laut jenisnya sedikit. Terdapat 12 jenis lamun di
perairan Indonesia yang tergolong kedalam 7 marga, yaitu tiga marga dari suku
Hydrocharitaceae (Enhalus, Thalassia, dan Halophila) dan empat marga dari
suku Potamogetonaceae (Halodule, Cymodocea, Syrongodium dan
Thalassodendron) (Nontji, 2002).
2. Fungsi Lamun
Menurut Philips dan Menez (1988); Fortes (1990) dalam Tangke (2010)
fungsi dari komunitas lamun pada ekosistem perairan dangkal yang telah
dikemukakan oleh peneliti dari berbagai belahan bumi antar lain:
1. Stabilisator perairan dengan fungsi system perakarannya sebagai
perangkap dan penstabil sedimen dasar sehingga perairan menjadi
lebih jernih.
4
2. Lamun menjadi sumber makanan langsung untuk berbagai jenis biota
laut (ikan dan non ikan).
3. Lamun sebagai produser primer.
4. Komunitas lamun menyediakan tempat hidup dan perlindungan untuk
spesies hewan.
5. Lamun memegang fungsi utama dalam daur zat hara, khususnya yang
dibutuhkan oleh algae epifit.
B. Enhalus acoroides
Enhalus acroides adalah jenis lamun terbesar di daerah tropis yang
memiliki daun berbentuk pita yang panjang serta apabila air surut rendah maka
akan terekspos. Enhalus memiliki bunga jantan yang berwarna putih dengan
tangkai yang pendek sedangkan bunga betina mempunyai tangkai yang panjang
dengan kelopak kemerah-merahan dan mahkota yang putih serta mempunyai
buah yang berambut. Biji pada Enhalus di manfaatkan oleh penduduk Pulau
Seribu sebagai bahan makanan dengan cara dikumpulkan dan dimasak seperti
kita menanak nasi (Nontji, 2002).
Menurut Den Hartog (1977) Enhalus acroides dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Regnum: Plantae
Divisio : Angiospermae
Classis : Liliopsida
Ordo : Hydrocharitales
Familia : Hydrocharitaceae
Genus: Enhalus
Species : Enhalus acoroides (Linnaeus f.) Royle
5
Gambar 1. Morfologi tegakan lamun jenis Enhalus acoroides (Waycott et al. 2004).
Enhalus acoroides memiliki akar rimpang yang berdiameter 13,15-17,20
mm yang tertutup dengan rambut-rambut kaku dan keras. Lamun ini mempunyai
akar seperti tali, berjumlah banyak, tidak bercabang, dan panjangnya antara
18,50-157,65 mm serta diameternya antara 3-5 mm. Bentuk daunnya seperti
sabuk, tepinya rata, dan ujungnya tumpul, panjang daun 65-160 cm dan lebar
antara 1,2-2 cm. Enhalus acoroides tumbuh di perairan dangkal sampai
kedalaman 4 meter pada substrat berpasir, pasir lumpur atau lumpur. Lamun
jenis ini mempunyai kecenderung untuk selalu membentuk vegetasi murni dan
kelimpahannya rendah bila tumbuh di daerah pasang surut (Kiswara, 1992).
Enhalus acoroides memiliki akar yang kuat yang berfungsi untuk
menahan sedimen dari arus, ombak, dan badai. Akar ini juga dapat mengikat dan
menembus sedimen akan tetapi jika ombak menyapu dengan sangat kuat maka
akar ini tidak akan mampu bertahan dan akan terlepas hingga akhirnya
terdampar di pinggir pantai. Selain itu, akar lamun juga berfungsi sebagai
penyerap nutrien yang terdapat dalam sedimen. Kondisi seperti ini dapat
memberikan keuntungan bagi vegetasi lamun pada massa air yang memiliki
kandungan unsur-unsur nutrien yang rendah (Susetiono, 2004 dalam Badria,
2007).
6
C. Transplantasi Lamun
Restorasi adalah membuat kembali padang lamun pada suatu lokasi
yang direkomendasikan untuk mendukung padang lamun yang pernah ada.
Transplantasi adalah memindahkan dan menanam di tempat lain; mencabut dan
memasang pada tanah lain atau situasi lain (Bethel, 1961 dalam Azkab, 1999).
Transplantasi merupakan salah satu cara untuk memperbaiki atau
mengembalikan habitat yang telah mengalami kerusakan. Menurut Azkab (1999),
beberapa ahli dari luar negeri yang pernah melakukan metode transplantasi
adalah Addy tahun 1947 pada jenis Zostera marina, Fuss dan Kelly pada jenis
Thalassia testudinum dan Halodule wrightii, dan Thorhaug pada tahun 1974 pada
jenis Thalassia testudium .
Metode-metode transplantasi lamun yaitu transplantasi melalui
pembibitan/ pembenihan (Seed/Seeding), transplantasi dengan metode tanpa
sedimen (sprig) dengan jangkar atau tanpa jangkar (Sprigs anchored and
unanchored) dan metode dengan sedimen (plug) (Azkab, 1999).
1. Pembibitan/pembenihan (Seed/ Seeding)
Biji umumnya diambil dari buah yang sudah tua. Buah dipotong dari
tangkainya dan dibuka maka akan terlihat 4 atau 5 biji. Biji ini segera ditanam di
lapangan atau di laboratorium dan disiram dengan air laut yang mengalir
(Thorhaug, 1974).
Kelebihan dari metode dengan bibit adalah jika telah ditemukan bibit
yang cocok maka dapat dengan mudah dan cepat untuk ditebar pada area yang
luas sedangkan kekurangannya jumlah bibit yang banyak ini akan lebih mudah
dimangsa oleh predator pemakan bibit lamun dan hanya sedikit bibit lamun yang
ditebar dapat tumbuh menjadi dewasa (Olesen, 1999).
7
2. Metode sprig dengan jangkar atau tanpa jangkar
Pada metode transplantasi sprig (jangkar atau tanpa jangkar)
pengambilan bibit tanaman dengan pisau dan ditransplantasi tanpa substrat.
Contoh metode tranplantasi lamun tanpa substrat dengan menggunakan jangkar
adalah metode staple yang telah banyak digunakan secara luas dan
menghasilkan tingkat kelangsungan hidup lamun yang ditranplantasi tinggi. Pada
metode ini tegakan lamun dipasangi jangkar secara satu persatu dan
penanaman pada daerah subtidal (daerah yang selalu tergenang air laut
meskipun surut terendah) (Davis dan Short, 1997).
3. Metode plug
Untuk metode plug, pengambilan bibit tanaman dengan menggunakan
patok paralon (diameter 10 cm untuk jenis Halodule, Zostera dan Thalassia serta
Syringodium dengan diameter 15-20 cm) lalu dipindahkan dengan substratnya.
Pada metode ini tanaman bersama substratnya ditransplantasi pada lubang yang
sama dengan kedalaman 15-20 cm (Azkab, 1999).
D. Pertumbuhan Lamun
Pertumbuhan daun lamun yang berbeda-beda antara lokasi terjadi
karena kecepatan atau laju pertumbuhan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
internal seperti fisiologi dan metabolisme dan faktor eksternal seperti zat-zat
hara, tingkat kesuburan substrat dan parameter lainnya (Supriadi dkk, 2006).
Pertumbuhan daun lamun dapat dilihat pada pertambahan panjang
bagian-bagian tertentu seperti daun dan rhizoma. Untuk pertumbuhan rhizoma
lebih sulit diukur karena umumnya rhizoma berada dibawah substrat. Sedangkan
untuk pertumbuhan daun relatif lebih mudah diamati karena daun lamun berada
diatas substrat (Brouns, 1985 dalam Irwanto, 2010).
Di Indonesia, penelitian tentang laju pertumbuhan dan tingkat
kelangsungan hidup Enhalus acoroides yang ditransplantasi dengan metode plug
8
pernah dilakukan oleh Irwanto (2010) di Pulau Barrang Lompo Provinsi Sulawesi
Selatan. Dari hasil penelitian tersebut di dapatkan laju pertumbuhan daun muda
pada lamun yang ditransplantasi yaitu 0,78 cm/hari dan pada daun tua yaitu 0,56
cm/hari. Selain itu, Azkab (1988) di Pulau Pari dengan jenis yang sama juga
menemukan laju pertumbuhan panjang daun muda lebih cepat dibandingkan
dengan daun tua yaitu daun muda 0,78 cm/hari sedangkan daun tua 0,56
cm/hari.
E. Alat Pemecah Ombak (APO)
APO adalah singkatan dari Alat Peredam/Pemecah Ombak yang terbuat
dari bambu. APO merupakan salah satu instrumen yang digunakan dalam upaya
rehabilitasi daerah pesisir dan lautan. Disamping itu APO juga berfungsi sebagai
penahan sedimen. Hasil sedimentasi yang terbentuk menyebabkan pantai dapat
bertambah lebar ke arah laut, sehingga pantai tersebut dapat berfungsi sebagai
media penanaman mangrove (Bappedal, 1999 dalam Dewi, 2004).
Alat pemecah ombak (APO) pada mangrove berfungsi melindungi bibit
mangrove dari serangan gelombang semasa pertumbuhannya. APO ini
diletakkan di depan tanaman bakau yang akan dilindungi. Gelombang yang
datang dari laut lepas akan mengalami difraksi dan refleksi setelah mengenai
APO. Untuk gelombang terdifraksi memungkinkan adanya sedimen yang terbawa
ke daerah yang terlindungi sedangkan terjadinya gelombang refleksi dapat
menyebabkan berkurangnya energi gelombang jika mengenai APO. Maka bibit
mangrove yang ditanam dapat terlindungi dari gelombang yang relatif besar
(Yulistiyanto, 2009).
F. Parameter Penunjang Kehidupan Lamun
1. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses
kehidupan dan penyebaran organisme. Kisaran temperatur suhu yang optimal
9
untuk spesies lamun adalah 28-300C. Pengaruh suhu di perairan sangat besar,
yaitu mempengaruhi proses-proses fisiologi seperti proses fotosintesis, laju
respirasi pertumbuhan dan reproduksi. Proses-proses fisiologi ini akan menurun
tajam apabila temperatur perairan berada diluar kisaran optimum tersebut
(Nyabakken, 1992).
2. Salinitas
Setiap lamun mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam
mentolerir salinitas tergantung jenisnya akan tetapi umumnya dapat mentolerir
salinitas kisaran 10-40%0. Kisaran optimum toleransi terhadap salinitas air laut
adalah 35%0. Jika terjadi penurunan salinitas maka akan mengakibatkan
menurunnya kemampuan spesies lamun untuk melakukan proses fotosintesis
(Dahuri dkk, 2001).
3. Kekeruhan
Suatu ukuran bias cahaya di dalam air yang disebabkan oleh adanya
partikel koloid dan suspensi dari suatu polutan yang terkandung dalam air
disebut kekeruhan air. Kekeruhan dapat menggambarkan sifat optik air yang
ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh
bahan-bahan yang terdapat dalam air. Penyebab kekeruhan adalah adanya
bahan organik dan anorganik yang tersuspensi serta larut baik berupa lumpur
dan pasir halus maupun plankton dan mikroorganisme lain (Effendi, 2003).
Menurut Bengen (2004) Enhalus acroides tumbuh pada substrat
berlumpur dan perairan yang keruh.
4. Sedimen
Pada umumnya hampir semua tipe substrat dapat ditumbuhi lamun,
mulai dari substrat berlumpur sampai sampai dengan berbatu. Namun padang
lamun yang luas lebih sering ditemukan di substrat lumpur sampai berpasir yang
berada diantara hutan mangrove dan terumbu karang (Bengen, 2004).
10
Untuk lamun jenis Enhalus acoroides dapat hidup pada substrat pasir
berlumpur sampai pasir kasar di daerah perairan dangkal sampai estuaria
(Tomascik et al., 1997 ). Dalam menentukan jenis sedimen atau substrat
digunakan skala Wentworth untuk mengklasifikasikannya (Tabel 1).
Tabel 1. Skala Wentworth untuk mengklasifikasikan partikel-partikel sedimen (Hutabarat dan Evan, 2000).
Keterangan Ukuran (mm) Boulders Gravel (kerikil) Very coarse sand (Pasir sangat kasar) Coarse sand (Pasir Kasar) Medium sand (Pasir Sedang) Fine sand ( Pasir Halus) Very fine sand (Pasir Sangat Halus) Silt (Lanau) Clay (Lempung) Dissolved material
>256 2 - 256 1 - 2
0.5 - 1 0.25 - 0.5
0.125 - 0.25 0.0625 - 0.125 0.002 - 0.0625 0.0005 - 0.002
<0.0005
5. Sedimentasi
Di wilayah pesisir/pantai terjadinya banyak erosi disebabkan oleh
konstruksi yang dibangun di pantai, seperti jetti pelabuhan atau pemecah
gelombang. Umumnya konstruksi tersebut akan mengahadang aliran litoral alami
di wilayah pantai tersebut, maka pemasukan pasir ke pantai di bagian hilir aliran
litoral tersebut akan terganggu. Kondisi seperti ini akan memicu proses erosi di
wilayah pantai tersebut. Terjadinya proses erosi di suatu tempat maka akan terjai
proses sedimentasi di tempat lain. Karena materi yang tergerus oleh aktivitas
gelombang akan diangkut oleh aliran litoral dan dideposito di daerah lain. Arti
aliran litoral ini adalah gerakan pasir yang terdapat di daerah litoral (kawasan
pantai yang dipengaruhi oleh pasut). Selain itu, beberapa parameter lingkungan
yang mempengaruhi proses sedimentasi dan erosi yaitu gelombang, arus
menyusur pantai dan arus meretas pantai, pasut, angin, dan lain-lain (Dahuri dkk,
2001).
11
Menurut Goudie (1981) sedimentasi merupakan salah satu faktor alami
yang mengakibatkan terjadinya akresi selain yang diakibatkan oleh pemadatan
sedimen pantai. Dimana, akresi adalah majunya garis pantai ke arah laut atau
peristiwa majunya daratan (Hadisumarno, 1981 dalam Hermanto dan Suwartana,
1986).
6. Total Suspended Solid (TSS)
Salah satu parameter yang digunakan dalam pengukuran kualitas air
adalah Total Suspended Solid (TSS). Pengukuran TSS didasarkan pada berat
kering partikel yang terperangkap oleh filter yang umumnya memiliki ukuran pori
tertentu. Biasanya digunakan filter yang berukuran pori 0,45 μm (Clescerl, 1905).
Kandungan TSS mempunyai hubungan erat dengan kecerahan
perairan. Hal ini terjadi karena keberadaan padatan tersuspensi akan
menghalangi penetrasi cahaya yang masuk ke perairan sehingga hubungan TSS
dan kecerahan menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik (Blom, 1994).
Umumnya semakin kearah laut nilai TSS semakin rendah. Hal ini terjadi
karena padatan tersuspensi ini disuplay oleh daratan melalui sungai. Keberadaan
padatan tersuspensi dapat berdampak posistif jika tidak melebihi standar yang
telah ditentukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup tentang toleransi sebaran
suspense baku mutu kualitas air yaitu 70 mg/l (Herfinalis, 2005).
Keberadaan partikel tersuspensi didalam kolom air menyebabkan
perairan menjadi keruh yang dapat menghalangi cahaya masuk ke perairan
sehingga proses fotosintesis lamun dapat terganggu.
7. Arus
Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat
disebabkan oleh tiupan angin karena perbedaan dalam densitas air laut atau
disebabkan oleh gerakan bergelombang panjang (pasut) (Nontji, 1993). Menurut
Romomohtarto dan Juwana (2001) bahwa arus laut permukaan merupakan
12
pencerminan langsung dari pola angin yang bertiup pada waktu itu, jadi arus
permukaan ini digerakkan oleh angin.
Kaharuddin (1994), menyatakan arus sebagai media transportasi
sedimen yang dapat ditemukan di daerah pantai sebagai hasil dari pada
bentukan gelombang, pasang surut atau pecahan arus dari lepas pantai yang
energinya sudah berkurang. Arus-arus tersebut menyebarkan material sedimen
sepanjang pantai, bahkan dapat mengangkut sedimen lebih jauh yang tidak
behubungan dengan pembentukan delta.
Arus perairan menjadi salah satu faktor pembatas bagi produktivitas
padang lamun. Lamun berproduktivitas maksimal menghasilkan standing crop
pada saat kecepatan arus 0,5 m/s (Dahuri dkk, 2001).
8. Gelombang
Gelombang selalu menimbulkan ayunan air yang melakukan pergerakan
tanpa henti-hentinya pada lapisan permukaan air laut dan jarang dalam keadaan
diam sama sekali. Selain itu, pada cuaca yang tenang sekalipun sudah akan
menimbulkan adanya riak gelombang dan sebaliknya jika terjadi badai yang
besar dapat menimbulkan gelombang besar yang mengakibatkan kerusakan
yang hebat (Hutabarat dan Evans, 2000).
Gelombang yang ada dipermukaan laut umumnya terbentuk karena
adanya alih energi dari angin kepermukaaan laut atau pada saat terjadinya
gempa di dasar laut. Gelombang ini merambat ke segala arah membawa energy
yang kemudian dilepaskan ke pantai dalam bentuk hempasan ombak (Dahuri
dkk, 2001).
13
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu Dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September – Desember 2012 di
pesisir Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep, Propinsi Sulawesi Selatan.
Analisis Total Suspended Solid (TSS) dilakukan pada laboratorium Oseanografi
Kimia, dan analisis sedimen dilakukan pada Laboratorium Geomorfologi Pantai,
Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
B. Alat dan Bahan
1. Di Lapangan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat selam dasar
berfungsi sebagai alat bantu saat melakukan pengamatan, GPS berfungsi untuk
14
menentukan koordinat lokasi pengambilan data, layang-layang arus berfungsi
untuk mengukur arus, tiang skala berfungsi untuk mengukur gelombang,
Stopwatch berfungsi untuk mengukur kecepatan arus, kompas bidik berfungsi
untuk mengukur sudut layang-layang arus terhadap arus, sabak berfungsi alat
menulis dalam air laut agar tidak mudah terhapus di dalam air laut, ember
berfungsi untuk menyimpan sampel, water quality checker sebagai alat untuk
mengukur suhu, dan kekeruhan, Handrefraktometer berfungsi untuk mengukur
salinitas, underwater camera berfungsi untuk mendokumentasikan kegiatan
penelitian, kantong sampel digunakan untuk menyimpan sampel sedimen, pipa
berfungsi sebagai penanda (plot) yang memudahkan dalam pengamatan, bambu
berfungsi sebagai bahan dasar pembuatan APO, patok yang terbuat dari bambu
berfungsi sebagai alat yang memudahkan dalam melakukan pengamatan
pertumbuhan lamun, tegel berfungsi sebagai alat untuk mengukur laju
akresi/erosi sedimen, dan botol sampel untuk menyimpan sampel air.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah lem berfungsi untuk
melekatkan pipa yang dijadikan sebagai plot, aquades berfungsi untuk
mensterilkan alat yang digunakan, dan lamun.
2. Di laboratorium
Untuk pengukuran TSS dilakukan di laboratorium Oseanografi Kimia
dan untuk pengukuran sedimen di lakukan di laboratorium Geomorfologi dan
Manajemen Pantai.
Alat yang digunakan adalah spektrofotometer, erlenmeyer 100 ml, gelas
ukur 50 ml, gelas piala 100 ml, karet Bulp, cawan Goch atau alat penyaring lain
yang dilengkapi pengisap atau penekan (Filtering Flash), tempat khusus untuk
menaruh kertas saring yang terbuat dari baja nir karat atau aluminium foil, oven
untuk pemanasan pada suhu 103-105 oC, desikator, neraca analitik dengan
15
kapasitas 200 gram dan ketelitian 0,1 mg, penjepit/pinset, serta ayakan sedimen
untuk mengukur butiran sedimen.
Sedangkan bahan yang digunakan pada laboratorium adalah kertas
saring Wathman yang berpori 0,45 μm.
C. Prosedur Kerja
Berikut ini adalah prosedur kerja dalam penelitian ini :
1. Penentuan Lokasi Penelitian
Daerah donor (daerah lamun induk) yang dipilih adalah daerah yang
mempunyai lamun Enhalus acoroides dengan tingkat kerapatan yang tinggi
sedangkan untuk daerah transplantasi dicari lokasi yang tidak ada lamun.
2. Pemasangan APO
APO yang digunakan dalam penelitian ini, berada di depan area
penanaman yang berfungsi untuk melindungi lamun yang ditransplantasi dari
gelombang yang besar (mengurangi kekuatan gelombang). Tipe APO yang
digunakan adalah awalnya APO pancang yang telah dikembangkan oleh Thaha
et al (2009) yaitu serangkaian bambu diikat berdiri dan dipancang dalam tanah
atau sedimen dasar serta mempertimbangkan stabilitas dan arah datangnya
gelombang. Akan tetapi APO pancang ini tidak mampu menahan hempasan
gelombang maka diganti dengan APO yang ditancapkan satu persatu kedalam
tanah. Lebar APO yang digunakan adalah 10 m dan tingginya 1,5 m.
3. Pengambilan Material Lamun (transplant)
Dalam penelitian ini jenis lamun yang ditransplantasi adalah Enhalus
acoroides karena jenis lamun ini mendominasi lokasi penelitian. Selain itu jenis
ini juga memiliki sistem perakaran yang kuat dan merupakan lamun terbesar
sehingga mudah untuk diamati.
Material lamun diambil dari lamun donor yang sehat dan berlokasi di
sekitar lokasi penelitian. Material lamun diambil satu persatu dengan tangan
16
untuk mengurangi atau meminimalisir kerusakan yang terjadi pada lamun
induknya. Setiap tegakan material lamun yang akan ditransplantasi mempunyai
daun sehat 3 atau 4. Material lamun yang sudah diambil disimpan dalam ember
besar yang diisi dengan air laut untuk menghindari kekeringan selama
pengangkutan ke lokasi transplantasi dan harus ditanam secepat mungkin (tidak
lebih dari 24 jam dari pengambilan).
4. Transplantasi Lamun
Jenis transplantasi lamun yang digunakan pada penelitian ini adalah
transplantasi dengan menggunakan metode staple dan metode staple yang
dikombinasikan dengan APO (Alat Pemecah Ombak).
a. Metode Staple
Pada metode ini, material lamun ditransplantasi tanpa substratnya. Satu
unit material transplant terdiri dari dua tegakan lamun dewasa yang ditempatkan
dalam sebuah lubang kecil pada substrat (dalamnya kira-kira 8 cm) lalu ditutup
dengan substrat yang sama. Agar tidak terbawa arus atau gelombang, setiap unit
material lamun dipasangi jangkar yang terbuat dari bambu yang dibengkokkan
sampai berbentuk “U” dan dibenamkan ke dalam sedimen. Alasan bambu yang
dijadikan jangkar karena bambu merupakan material “biodegrable” sehingga
tidak mencemari lingkungan perairan. Selain itu bambu juga relatif lebih murah
dan tidak berbahaya bagi manusia. Bambu ini, sebaiknya direndam selama 48
jam agar bambu penuh/jenuh dengan air dan untuk mengurangi daya apung
sebelum digunakan. Dan setiap plot ditanam 10 unit material transplant dan
jumlah plot yang ditanami yaitu 4 plot dibelakang APO dan 4 plot yang tidak
terdapat APO.
17
b. Metode Staple yang Dikombinasikan dengan APO (Alat Pemecah Ombak)
Metode pengambilan material lamun (transplant) dan metode
penanaman lamun sama persis dengan metode staple yang dijelaskan
sebelumnya yang membedakannya adalah pemakaian dua APO yang
ditempatkan didepan area penanaman untuk melindungi lamun yang
ditransplantasi. Jarak antara lokasi yang ada APO dengan yang tidak ada APO
adalah ± 6 meter dan jarak antara APO dengan plot yang ada dibelakang APO
adalah ± 1 meter.
c. Monitoring Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Lamun yang Ditransplantasi
Tingkat kelangsungan hidup lamun yang ditransplantasi dihitung
sebagai persentase lamun yang masih hidup sampai dengan akhir penelitian.
Jumlah daun dihitung jika ada daun baru yang muncul saat penelitian
berlangsung. Sedangkan untuk pengukuran pertumbuhan panjang daun lamun
digunakan metode Zieman (1974) dalam Kiswara (1997). Pada setiap plot yang
telah ditentukan dipilih pilih 5 tegakan lamun secara acak. Kemudian, patok
sepanjang 30cm ditancapkan ke substrat sebagai standar awal pengukuran
pertumbuhan daun lamun dan batas ujung patok sejajar dengan jarak referensi
yang telah ditentukan pada masing-masing tegakan. Untuk masing-masing
tegakan lamun dipilih satu helaian daun (daun tua dibagian luar dan daun muda
dibagian dalam). Setelah itu di setiap tegakannya dilubangi sejajar dengan ujung
patok. Penandaan dilakukan setelah enam minggu penanaman dan dilakukan
untuk mengukur pertumbuhan daun lamun. Pengukuran pertama untuk
pertumbuhan daun lamun dilakukan satu minggu setelah penandaan.
Pengukuran kedua dan seterusnya dilakukan setiap minggu setelah pengukuran
pertama.
18
d. Monitoring Kondisi Oseanografi Perairan
Untuk monitoring kondisi oseanografi perairan pada lokasi penelitian
dilakukan bersamaan dengan pengamatan tingkat kelangsungan hidup, jumlah
daun, dan pertumbuhan daun lamun yang ditransplantasi. Berikut ini parameter
oseanografi yang diukur adalah:
1) Suhu dan kekeruhan
Pengukuran parameter suhu dan kekeruhan menggunakan water
quality cheker.
2) Salinitas
Cara pengukuran parameter ini yaitu dengan mengambil air lalu
dengan tangan teteskan air laut pada kaca handrefraktometer kemudian tutup
kaca handrefraktometer. Setelah itu, arahnya ke cahaya matahari dan catat hasil
pembacaan.
3) Arah dan kecepatan arus
Penentuan kecepatan arus menggunakan layang-layang arus.
Untuk pengukurannya dilakukan dengan menetapkan jarak tempuh layang-
layang arus sejauh 5 meter, kemudian mengukur waktu tempuh layang-layang
arus tersebut dengan menggunakan stopwatch atau alat penghitung waktu
sejenisnya. Dan pengukuran arah arus dilakukan dengan menggunakan kompas
bidik, yakni dengan menentukan posisi awal layang-layang arus saat dilepas
sampai layang-layang arus tersebut berhenti.
4) Gelombang
Pengukuran gelombang dilakukan dengan menggunakan tiang
skala dan pengukuran dilakukan di belakang APO dan daerah tanpa APO
selama seminggu dengan tiga kali pengukuran sehari dilakukan saat menjelang
pasang. Untuk pengamatan gelombang dilakukan dengan mencatat puncak dan
19
lembah gelombang yang datang pada tiang skala selama masing-masing 17 kali
dan mengukur waktu pengamatan dengan menggunakan stopwatch.
5) Sedimen
Pengambilan substrat (sedimen) di lapangan menggukanan skop
pada setiap stasiun. Adapun sampel substrat tersebut kemudian disimpan dalam
kantong sampel yang telah diberi label.
Penentuan tipe substrat dilakukan dengan cara substrat yang
diambil dikeringkan terlebih dahulu dan kemudian diayak dengan sieve net yang
berdiameter. Hasil ayakan ditimbang dengan timbangan elektrik dan datanya
digunakan untuk menentukan besar butir berdasarkan skala wenworth.
6) Laju Akresi/Erosi
Laju akresi/erosi diukur dengan menggunakan plat tegel yang
diletakkan pada dasar perairan. Plat ini diletakkan dengan cara dikubur dengan
kedalaman yang telah ditentukan. Setelah itu, dibiarkan selama seminggu
kemudian diukur ketebalan sedimen yang ada diatas plat tegel dengan
menggunakan penggaris besi sebanyak 3 kali pengukuran dengan titik-titik yang
berbeda per tegelnya.
7) Total Suspended Solid (TSS)
Prosedur pengambilan sampel air laut pada TSS yaitu cara
pengambilan sampel air laut yaitu bagian air yang berada diantara permukaan
dan dasar perairan dengan menggunakan botol 100 ml pada lokasi transplantasi.
Setelah itu botol yang berisi sampel air laut dibawa ke Laboratorium Oseanografi
Kimia untuk dilakukan analisis kandungan TSSnya.
Setelah di laboratorium, kertas saring yang akan digunakan
ditimbang terlebih dahulu sebelum digunakan. Kertas saring yang telah ditimbang
berat kosongnya dipasang pada alat penyaring lalu dituang air sampel sebanyak
250 ml. Air sampel yang telah dituang diukur kembali dengan menggunakan
20
tabung ukur sedangkan kertas saring disimpan ke dalam cawan yang telah
diketahui beratnya. Cawan yang berisi kertas saring ini dikeringkan dalam oven
dengan suhu 103-105 oC selama 1 jam lalu dinginkan dalam desikator selama 15
menit kemudian ditimbang dengan neraca analitik.
D. Pengolahan Data
1. Tingkat Kelangsungan Hidup Lamun yang Ditransplantasi
Untuk menghitung tingkat kelangsungan hidup yang ditransplantasi
digunakan rumus yang dikemukakan oleh Effendie (1978) dalam Widiastuti
(2009) yaitu :
Keterangan :
SR = tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt = jumlah tegakan lamun yang masih hidup pada akhir penelitian
N0 = jumlah tegakan lamun yang ditransplantasi pada awal penelitian
2. Laju Pertumbuhan Daun Lamun
Laju pertumbuhan daun lamun yang ditransplantasi digunakan rumus
(Supriadi, 2003 ) sebagai berikut :
Keterangan :
P = Laju pertumbuhan panjang daun (mm)
Lt = Panjang daun setelah waktu t (mm)
Lo = Panjang daun pada pengukuran awal (mm)
t = Selang waktu pengukuran (hari)
P : tLo -Lt
SR = t × 100%
21
3. Gelombang
Tinggi gelombang signifikan dihitung dengan cara menghitung tinggi
gelombang rata-rata dari 1/3 tinggi gelombang yang terbesar setelah diurutkan
dari seluruh gelombang yang terjadi dalam periode tertentu. Atau rumus yang
digunakan adalah :
H 1/3 = nilai rata-rata dari 1/3 jumlah gelombang terbesar.
Keterangan :
H1/3= Tinggi ombak signifikan
4. Efektivitas APO
Efektivitas APO diketahui dari nilai efesiensi energi ombak yang
melewati APO. Rumus yang digunakan sebagai berikut (Sumadji, 1980 dalam
Dewi, 2004):
%1001 xEE
ssAPO
sAPO
Keterangan :
: Efesiensi APO
ESAPO : energi ombak setelah melewati APO
EssAPO : energi ombak sebelum melewati APO
Berdasarkan hasil perhitungan efisiensi diatas, maka kategori tingkat
efektivitas APO di bagi menjadi 4 (Tabel 2) dengan asumsi bahwa niai lebih
besar dari 0% menunjukkan bahwa APO telah efektif meredam energi ombak
(Dewi, 2004).
22
Tabel 2. Kategori Tingkat Efektifitas APO yang didasarkan pada Nilai Efisiensi (Dewi, 2004)
Nilai Efisiensi (%) Kategori
0,01 – 24,99 Kurang Efektif 25,00 – 49,99 Cukup Efektif 50,00 – 74,99 Efektif
> 75,00 Sangat Efektif
5. Kecepatan Arus
Keterangan :
V= Kecepatan arus (m/detik)
S = Panjang lintasan layang – layang arus (m)
t = Waktu tempuh layang – layang arus (detik)
E. Analisis Statistik
Data tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan lamun yang diperoleh
dianalisis dengan menggunakan uji t (t-test) dengan tingkat kepercayaan 95% (
= 0,05). Untuk melihat efektivitas APO bambu yang digunakan, maka akan
dilakukan uji t terhadap tinggi gelombang yang melewati APO dan gelombang
tanpa APO.
23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Parameter Oseanografi
1. Suhu dan Salinitas
Rata-rata kisaran suhu di lokasi APO dan tanpa APO relatif sama
karena jarak lokasi yang saling berdekatan. Suhu di lokasi penelitian berkisar
antara 31-32,12 0C (Gambar 3) dan tergolong suhu yang masih memperbolehkan
lamun untuk tumbuh. Menurut Phillips dan Menez (1988) lamun dapat mentolerir
suhu perairan antara 26-36 0C, akan tetapi suhu optimum untuk fotosintesis
lamun berkisar 28-30 0C.
Gambar 3. Rata-rata nilai suhu dan salinitas pada APO (A) dan tanpa APO (T.A)
Berdasarkan gambar diatas rata-rata nilai salinitas di lokasi penelitian
antara APO dan tanpa APO berkisar 33,4 ‰ dan tergolong salinitas yang
mendukung pertumbuhan lamun. Menurut Dahuri dkk (2001) lamun memiliki
kemampuan yang berbeda-beda dalam mentolerir salinitas tergantung jenisnya
akan tetapi umumnya dapat mentolerir salinitas kisaran suhu 10-40 ‰.
2. Kekeruhan
Hasil pengukuran kekeruhan selama 4 kali (Lampiran 6) didapatkan
rata-rata nilai yang di lindungi APO memiliki tingkat kekeruhan sebesar 4,75
29.5030.0030.5031.0031.5032.0032.5033.0033.5034.0034.50
A T.A A T.A
SUHU SALINITAS(0 C) (‰)
24
NTU sedangkan tanpa APO sebesar 8,25 NTU (Gambar 4). Perbedaan rata-rata
kekeruhan ini terjadi karena dengan adanya APO, gelombang dan arus yang
menjadi penyebab partikel sedimen melayang di kolom air mengalami peredam
sedangkan tanpa APO tidak. Nilai kekeruhan yang didapatkan tidak
mempengaruhi pertumbuhan lamun karena masih berada dalam ambang batas
toleransi terhadap pertumbuhan lamun dan cahaya matahari yang diterima oleh
lamun masih cukup baik untuk melakukan proses fotosintesis. Menurut
KEPMEN-LH (1998) tentang standar baku mutu kekeruhan air laut untuk biota
laut dan tumbuhan lamun adalah 5-30 NTU.
Gambar 4. Rata-rata nilai kekeruhan pada APO (A) dan tanpa APO (T.A)
Kekeruhan terjadi akibat partikel sedimen yang melayang di kolom air
yang disebabkan oleh ukuran partikel yang terlalu kecil. Menurut Wibisono (2005)
ukuran partikel yang kecil dan halus akan susah mengendap oleh karena itu
semakin tinggi kekeruhan akan menyebabkan rendahnya laju sedimentasi yang
terjadi di suatu perairan.
3. TSS
Hasil pengukuran TSS selama 2 kali (Lampiran 6) diperoleh rata-rata
nilai TSS pada APO sebesar 51,1 mg/L dan tanpa APO sebesar 56,6 mg/L
(Gambar 5). Hasil yang diperoleh ini memang lebih tinggi dari standar baku mutu
yang diperbolehkan untuk biota laut yang ditetapkan oleh peraturan Gubernur
0
2
4
6
8
10
A T.A
Keke
ruha
n (N
TU)
25
Sulawesi Selatan Nomor 69 (2010) yaitu untuk lamun sebesar 20 mg/L, akan
tetapi nyatanya lamun Enhalus acoroides masih dapat tumbuh di lokasi
penelitian. Hal ini disebabkan oleh kedalaman perairan yang dangkal pada saat
surut terendah sehingga cahaya matahari yang masuk keperairan masih cukup
untuk proses fotosintesis.
`
Gambar 5. Rata-rata nilai TSS pada APO (A) dan tanpa APO (T.A)
4. Sedimen
Berdasarkan pengukuran diameter sedimen dengan menggunakan
metode ayakan didapatkan bahwa rata-rata nilai diameter sedimen yang
mendominasi kedua lokasi yaitu pada APO didominasi oleh ukuran diameter
partikel sedimen 0,125 mm dengan persen berat 81,331 % sedangkan tanpa
APO juga didominasi oleh ukuran diameter sedimen 0,125 mm dengan persen
berat 52,507 % (Gambar 6). Menurut skala Wentworth dalam Hutabarat dan
Evans (2000) ukuran diameter sedimen 0,125-0,25 mm termasuk kedalam pasir
halus (find sand).
0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
A T.A
TSS
(mg/
L)
26
Gambar 6. Nilai diameter sedimen pada APO dan tanpa APO
Enhalus acoroides mampu tumbuh pada daerah yang didominasi oleh
pasir halus. Menurut Dahuri (2003), bahwa E. acoroides merupakan jenis lamun
yang paling umum ditemukan pada sedimen halus hingga berlumpur tetapi pada
sedimen kasar E. acoroides masih tetap dapat tumbuh sebab akar-akarnya
panjang dan kuat hingga mampu menyerap makanan dengan baik dan dapat
berdiri dengan kokoh.
5. Laju Akresi/Erosi Sedimen
Pada Gambar 7 dan Lampiran 6 terlihat bahwa sedimen mengendap
(Akresi) pada minggu 1 baik pada lokasi APO maupun tanpa APO. Pada minggu
ke-2 terjadi erosi sedimen dasar. Sedangkan minggu ke-3, pada APO sedimen
terlihat stabil dan tanpa APO mengalami erosi sedimen dasar. Terjadinya
perbedaan laju akresi/erosi sedimen mungkin disebabkan oleh waktu
pengambilan data yang berbeda-beda.
0.000
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
2 1 0,5 0,25 0,125 0,063 < 0,063
% B
erat
Ukuran Sieve Net (mm)
APO
T.APO
27
Gambar 7. Laju Akresi/Erosi yang ada di belakang APO dan tanpa APO
Pengambilan data untuk minggu 1 dilakukan saat terjadinya surut,
dimana perairan relatif tenang sehingga pergerakan sedimen tidak terlalu tinggi.
Pada minggu ke-2 dan ke-3, pengambilan data dilakukan saat peralihan surut
menuju pasang, dimana mulai adanya kekuatan arus dan gelombang. Untuk
minggu ke-2, terjadi erosi sedimen dasar pada kedua lokasi karena APO
mengalami kerusakan sehingga energi gelombang dan arus dapat masuk ke
area penanaman. Pada minggu ke-3, yang dilindungi APO, sedimen terlihat stabil
karena gelombang dan arus yang melewati APO mengalami peredaman
sehingga pergerakan sedimen berkurang. Sedangkan untuk daerah tanpa APO
pada minggu ke-3 mengalami erosi sedimen dasar karena tidak ada pelindung
sehingga kekuatan gelombang dan arus bebas masuk ke daerah transplantasi
yang menyebabkan sedimen menjadi tidak stabil.
Lokasi penelitian termasuk kedalam lokasi yang dipengaruhi oleh
pasang surut sehingga salah satu arus yang berperan adalah arus pasang surut
dan sedimen yang mendominasi di lokasi tergolong pasir halus sehingga
sedimen ini susah mengendap dan mudah untuk tererosi. Menurut Triatmodjo
(1999) bahwa pada waktu titik balik yaitu di sekitar air pasang dan air surut
terendah, kecepatan aliran kecil sehingga sebagian sedimen mengendap,
-0.1
-0.05
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3Laju
Akr
esi/
Eros
i Sed
imen
(c
m/h
ari)
APO
T.APO
28
sebaliknya di sekitar periode air surut dan air pasang, kecepatan aliran besar
sehingga sedimen yang tadinya mengendap akan tererosi kembali
6. Arah dan Kecepatan Arus
Pengukuran arah dan kecepatan arus diukur selama seminggu berturut-
turut dengan satu kali pengukuran disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Hasil pengukuran arah dan arus selama satu minggu
TANGGAL ARAH DAN KECEPATAN ARUS
KECEPATAN (m/det) ARAH
A T.A A TA
11-Nov 0.035 0.043 40°NE 20°NE
12-Nov 0.042 0.068 40°NE 30° NE
13-Nov 0.042 0.069 40°NE 50°NE
14-Nov 0.038 0.059 80°NE 100°SE
15-Nov 0.041 0.057 80°NE 90°NE
16-Nov 0.023 0.054 40°NE 70°NE
17-Nov 0.029 0.070 80°NE 100°SE
18-Nov 0.030 0.091 40°NE 100°SE
Hasil diatas menunjukkan bahwa kecepatan arus yang didapatkan pada
APO lebih rendah, berkisar antara 0,023 sampai 0,042 m/detik dari pada tanpa
APO yang berkisar antara 0,043-0,091 m/det. Perbedaan ini terjadi karena
gelombang yang melewati APO mengalami peredaman sedangkan tanpa APO
tidak, sehingga hal ini dapat mempengaruhi pergerakan massa air yang melewati
APO. Menurut Hutabarat dan Evans (1986), arus pantai timbul karena adanya
pergerakan massa air yang terjadi sepanjang perairan pantai seperti ombak,
pasang surut, arus sungai dan pengaruh arus laut atau arus musiman yang
keadaannya sudah terpecah-pecah.
Kisaran kecapatan arus APO dan tanpa APO termasuk kisaran arus
yang sangat lambat. Hal ini berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh
Mason (1981) bahwa berdasarkan kecepatan arusnya maka perairan dapat
29
dikelompokkan menjadi berarus sangat cepat (>1 m/detik), cepat (0,5-1 m/det),
sedang (0,25-0,50), lambat (0,1-0,25 m/det), dan sangat lambat (<0,1 m/det).
Untuk pertumbuhan lamun masih termasuk kisaran kecepatan arus yang masih
dapat ditoleransi untuk lamun tumbuh. Menurut Dahuri dkk (2001) lamun
mempunyai kemampuan maksimal pada saat kecepatan arus sekitar 0,5 m/detik.
Perbedaan rata-rata tingkat kecepatan arus yang APO dan tanpa APO
tidak mempengaruhi pertumbuhan lamun secara signifikan karena kecepatan
arus yang bisa diredam oleh APO masih dapat menggerakkan sedimen
walaupun pergerakannya tidak seperti pergerakan sedimen yang tidak dilindungi
APO. Hal ini terjadi karena ukuran sedimen yang mendominasi yang dilindungi
APO tergolong pasir halus sehingga untuk mengendap atau stabil membutuhkan
waktu.
7. Gelombang
Hasil pengukuran gelombang signifikan yang diukur setiap hari selama
seminggu dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 8. Grafik rata-rata nilai gelombang signifikan yang diukur selama seminggu berturut-turut (Hasil uji t-test menunjukkan perbedaan nyata antara yang dilindungi APO dan tanpa APO
0
5
10
15
20
25
1 2 3Ting
gi g
elom
bang
sign
ifika
n (c
m)
Pengukuran
APO
T.APO
30
Hasil uji t-student yang telah dilakukan, menunjukkan tidak terdapat
perbedaan nyata antara tinggi gelombang yang melewati APO dan tanpa APO
pada setiap pengukuran selama seminggu berturut-turut dengan 3 pengukuran
dalam sehari akan tetapi jika hasil pengukuran dengan 3 kali pengukuran ini
digabungkan menunjukkan adanya perbedaan secara nyata.
Rata-rata tinggi gelombang signifikan dengan 3 kali pengukuran
didapatkan yang melewati APO antara 9-19 cm sedangkan tanpa APO antara
11-25 cm dengan efek peredaman sebesar 20,43 %. Pengukuran ini dilakukan
saat menuju pasang dengan selang waktu antara pengukuran 1 dengan ke-2
selama ±1 jam begitu pula antara pengukuran kedua dengan ke-3. Hasil yang
didapatkan ini membuktikan bahwa APO bambu yang digunakan ternyata
mampu meredam gelombang karena gelombang yang mengenai APO
mengalami refleksi, sehingga gelombang yang melewati APO mengalami
peredaman yang menyebabkan sedimen di daerah yang terlindungi terlihat stabil.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Yulistiayanto (2009) bahwa terjadinya refleksi
gelombang oleh APO menyebabkan berkurangnya energi gelombang menuju
pantai.
Peletakan APO di depan area penanaman lamun selain menyebabkan
terjadinya refleksi (pemantulan) gelombang juga menyebabkan terjadinya difraksi
gelombang. Difraksi gelombang (pembelokan gelombang) ini terjadi setelah
gelombang mengenai APO. Hal ini sesuai dengan pendapat Triatmodjo (1999)
bahwa fenomena difraksi terjadi apabila gelombang yang datang terhalang oleh
suatu rintangan seperti pemecah gelombang atau pulau, maka akan
menyebabkan gelombang tersebut membelok disekitar ujung rintangan dan akan
masuk di daerah yang terlindungi di belakangnya.
31
B. Keberhasilan lamun yang diTransplantasi
1. Tingkat Kelangsungan Hidup
Jenis transplantasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
staple. Metode staple adalah metode transplantasi lamun tanpa menggunakan
substrat, dimana metode ini menggunakan jangkar yang berfungsi sebagai
penahan transplant agar tidak terbawa oleh arus dan gelombang. Selain itu,
dalam penelitian ini dilakukan uji coba penggunaan APO (Alat Pemecah Ombak)
yang salah salah satu tujuannya untuk meningkatkan tingkat kelangsungan hidup
lamun transplant. Tingkat kelangsungan hidup diukur dari jumlah unit
transplantasi waktu penanaman awal dan penanaman akhir pada interval waktu
yang telah ditentukan. Dari Lampiran 1 dapat dilihat bahwa rata-rata tingkat
kelangsungan hidup transplantasi lamun di APO 60% sedangkan tanpa APO
65%.
Gambar 9. Tingkat kelangsungan hidup lamun yang ditransplantasi dengan metode Staple (Hasil uji t-test menunjukkan tingkat kelangsungan hidup tidak berbeda nyata antara APO dan tanpa APO)
Hasil uji t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata
tingkat kelangsungan hidup Enhalus acoroides yang ditransplantasi dengan
metode Staple selama 3 bulan penanaman antara APO dan tanpa APO (Gambar
9). Hal ini disebabkan oleh APO bambu yang digunakan hanya mampu meredam
gelombang yang berasal dari arah barat sedangkan di lokasi penelitian arah
01020304050607080
APO T.APO
Rata
-rat
a Ti
ngka
t Ke
lang
sung
an H
idup
(%)
32
gelombang berasal dari tiga arah yaitu arah barat, barat daya, dan barat laut
sehingga gelombang dapat masuk ke area transplantasi. Arah ini berdasarkan
hasil pengamatan langsung di lapangan dan hasil pengukuran arah arus pada
daerah dengan APO dan tanpa APO yang arahnya antara 200NE
(Northeas/Timur laut) sampai 1000SE (Southeast/Tenggara) (Tabel.3). Arah ini
berasal dari barat daya dan barat laut. Menurut Lanuru dkk (2012) lebar APO
bambu 10 m hanya mampu melindungi gelombang yang datang dari arah barat
sedangkan gelombang yang berasal dari arah barat daya dan barat laut tetap
dapat merambat ke dalam area penanaman. Selain itu, dalam penelitian ini
terlihat bahwa metode staple sudah cukup kuat menahan lamun dari hempasan
gelombang dan arus yang terlihat dari tingkat kelangsungan hidup lamun yang
tinggi meskipun di area tanpa APO.
2. Laju Pertumbuhan Panjang Daun Enhalus acoroides
a. Pola Perubahan Panjang Daun Enhalus acoroides pada APO dan Tanpa APO
Rata-rata pola perubahan panjang daun tua antara APO dan tanpa APO
selama 4 minggu dengan 4 ulangan (Gambar 10) didapatkan bahwa daun tua
pada APO perubahan panjang daunnya lebih tinggi daripada tanpa APO yang
terlihat pada minggu 2 sampai 4.
33
Gambar 10. Rata-rata perubahan panjang daun tua Enhalus acoroides yang ditransplantasi dengan metode Staple antara APO dan tanpa APO.
Sedangkan rata-rata perubahan panjang daun muda yang
ditransplantasi pada APO dan tanpa APO didapatkan bahwa pada minggu 1, 2,
dan 3 terlihat perubahan panjang daunnya sama akan tetapi pada minggu ke-4
APO telah menunjukkan adanya perbedaan (Gambar 11), dimana pada APO
pertambahan panjang daunnya melebihi tanpa APO.
Gambar 11. Rata-rata perubahan panjang daun muda Enhalus acoroides yang ditransplantasi dengan metode Staple antara APO dan tanpa APO
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
1 2 3 4
Peru
baha
n Pa
njan
g Da
un T
ua(c
m/m
ingg
u)
Minggu
APO
T.APO
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
1 2 3 4
Peru
baha
n Pa
njan
g Da
un M
uda
(cm
/min
ggu)
Minggu
APO
T.APO
34
Perbedaan pola perubahan panjang daun baik daun tua maupun daun
muda antara APO yang dibandingkan dengan tanpa APO tidak menunjukkan
perbedaan secara signifikan berdasarkan uji t-test sehingga pola perubahan ini
dianggap sama antara APO dan tanpa APO. Hal ini sesuai dengan hasil
pengukuran parameter oseanografi yang didapatkan pada APO dan tanpa APO
yang masih dalam rentang pertumbuhan Enhalus acoroides.
b. Pola Perubahan Panjang Daun Tua Enhalus acoroides yang dibandingkan dengan Daun Muda pada APO dan Tanpa APO
Hasil pengukuran perubahan panjang daun tua yang dibandingkan
dengan daun muda pada APO dan tanpa APO dapat dilihat pada Gambar 12 dan
13.
Gambar 12. Rata-rata perubahan panjang daun tua yang dibandingkan dengan daun muda Enhalus acoroides yang ditransplantasi dengan metode Staple pada APO
0.002.00
4.006.00
8.0010.00
12.0014.00
16.00
1 2 3 4Peru
baha
n Pa
njan
g Du
n pa
da A
PO
(cm
/min
ggu)
Minggu
TUA
MUDA
35
Gambar 13. Rata-rata perubahan panjang daun tua yang dibandingkan dengan daun
muda Enhalus acoroides yang ditransplantasi dengan metode Staple pada T. APO
Pola rata-rata perubahan panjang daun tua yang dibandingkan dengan
daun muda pada APO dan tanpa APO terlihat tidak adanya perbedaan nyata (uji
t) pada minggu 1 sampai 3 di APO dan tanpa APO.Tidak adanya perbedaan ini
mungkin dikarenakan daun muda pada APO dan tanpa APO yang sebagian
merupakan daun yang baru muncul sehingga pertumbuhannya masih dalam
penyesuian sampai pada tahap kestabilan.
Sedangkan pada minggu ke-4, daun muda lebih cepat tumbuh daripada
daun tua. Hal ini terjadi karena pada minggu ke-4 daun muda telah melewati
tahap penyesuaian sehingga pertumbuhan telah menunjukkan peningkatan
sedangkan pada daun tua perubahan panjang daunnya mulai lambat karena
umurnya yang sudah tua. Menurut Erftemeijer and Middelburg (1993), daun baru
dan daun muda aktif melakukan pertumbuhan panjang sedang daun tua sudah
kurang aktif melakukan pertumbuhan.
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
1 2 3 4Peru
baha
n Pa
njan
g Dau
n Pa
da T
.APO
(c
m/m
ingg
u)
Minggu
TUA
MUDA
36
c. Dinamika Laju Pertumbuhan Mingguan Panjang Daun Enhalus acoroides antara APO dan Tanpa APO
Pola rata-rata laju pertumbuhan panjang daun Enhalus acoroides baik
tua maupun muda antara APO dan tanpa APO setiap minggu dapat dilihat pada
Gambar 14 dan 15.
Gambar 14. Rata-rata laju pertumbahan panjang daun tua Enhalus acoroides yang ditransplantasi dengan metode Staple antara APO dan tanpa APO.
Pola laju pertumbuhan mingguan panjang daun tua Enhalus acoroides
pada APO dan tanpa APO (Gambar 14) menunjukkan bahwa pada minggu 1
pola laju pertumbuhannya terlihat sama. Minggu ke-2 dan 3 laju pertumbuhannya
mulai berbeda dan melambat dari minggu 1, dimana pada minggu ini laju
pertumbuhan panjang daun tua APO lebih tinggi dari pada tanpa APO. Pada
minggu ke-4 menunjukkan laju pertumbuhan pada APO melambat sedangkan
tanpa APO menunjukkan laju pertumbuhan yang sedikit meningkat.
0.000.050.100.150.200.250.300.350.400.450.50
1 2 3 4Rata
-rat
a laj
u pe
rtum
buha
n pa
njan
g da
un tu
a (c
m/h
ari)
Minggu
APO
T.APO
37
Gambar 15. Rata-rata laju pertumbahan panjang daun muda Enhalus acoroides yang ditransplantasi dengan metode Staple antara APO dan tanpa APO.
Pola laju pertumbuhan mingguan panjang daun muda Enhalus
acoroides pada APO dan tanpa APO (Gambar 15) menunjukkan pola laju
pertumbuhan panjang daun yang terus meningkat dan aktif, dimana pada APO
laju pertumbuhan panjang daunnya lebih tinggi daripada tanpa APO di minggu
ke-2 sampai 4.
Meningkat dan menurunnya laju pertumbuhan panjang daun pada
kedua lokasi kemungkinan di sebabkan oleh parameter oseanografi yang tidak
terukur saat penelitian seperti unsur hara, kecerahan, dan lain-lain. Menurut
Azkab (1999) dalam Faiqoh (2006) bahwa pertumbuhan dan tingkat produksi
daun lamun memiliki kaitan yang erat dengan karakteristik dan dinamika unsur
hara dimana pada keadaan tertentu, naiknya unsur-unsur hara secara kuantitatif
dapat menaikkan laju pertumbuhan dan produksi daun lamun.
d. Laju Pertumbuhan Panjang Daun Enhalus acoroides antara APO dan Tanpa APO
Hasil uji t yang telah dilakukan menunjukkan tidak adanya perbedaan
laju pertumbuhan antara Enhalus acoroides yang ditransplantasi dengan metode
staple yang dilindungi APO dan T.APO (Lampiran 2) selama 4 minggu
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
1 2 3 4Rata
-rat
a la
ju p
ertu
mbu
han
panj
ang
daun
mud
a (c
m/h
ari)
Minggu
APO
T.APO
38
berdasarkan uji t-test menunjukkan tidak adanya perbedaan laju pertumbuhan.
Rata-rata laju pertumbuhan daun tua yaitu dilindungi APO sebesar 0,40 cm/hari
sedangkan tanpa APO sebesar 0,40 cm/hari. Dan untuk rata-rata laju
pertumbuhan daun muda yaitu sebesar 0,49 cm/hari sedangkan tanpa APO
sebesar 0,48 cm/hari (Gambar 16).
Gambar 16. Rata-rata laju pertumbuhan panjang daun tua dan muda Enhalus acoroides yang ditransplantasi dengan metode staple (Hasil uji t-test menunjukkan laju pertumbuhan panjang daun Enhalus acoroides tidak berbeda nyata antara APO dan tanpa APO).
Di Indonesia, penelitian tentang laju pertumbuhan panjang daun
Enhalus acoroides yang ditransplantasi dengan metode plug pernah dilakukan
oleh Irwanto (2010) di pulau Barrang Lompo provinsi Sulawesi Selatan dengan
tiga kali ulangan menemukan laju pertumbuhan daun muda lebih cepat dari pada
daun tua yaitu untuk daun muda berkisar antara 0,51-0,78 cm/hari sedangkan
daun tua berkisar 0,36-0,56 cm/hari. Selain itu, Azkab (1988) di Pulau Pari
dengan jenis yang sama juga menemukan laju pertumbuhan panjang daun muda
lebih cepat dibandingkan dengan daun tua yaitu daun muda 0,78 cm/hari
sedangkan daun tua 0,56 cm/hari.
3. Jumlah Daun Baru
Salah satu parameter keberhasilan lamun yang ditransplantasi adalah
pertambahan jumlah daun baru yang muncul. Pertambahan daun baru pada
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
TUA MUDA
Rata
-rat
a la
ju p
ertu
mbu
han
panj
ang
daun
(cm
/har
i)
APO
T.APO
39
lamun transplantasi terjadi karena mulai gugurnya daun secara berangsur-
angsur. Daun yang telah gugur tersebut akan digantikan dengan daun baru.
Gambar 17. Rata-rata pertambahan daun baru pada lamun yang ditransplantasi dengan metode Staple (Hasil uji t-student menunjukkan pertambahan daun baru tidak berbeda nyata antara APO dan tanpa APO)
Hasil uji t-student yang telah dilakukan tidak terdapat perbedaan nyata
antara jumlah daun baru pada lamun transplantasi yang dilindungi APO dan
tanpa APO selama 3 bulan penanaman dengan 6 minggu pengamatan. Hal ini
terjadi, karena jarak lokasi transplantasi lamun yang APO dan tanpa APO yang
tidak terlalu jauh (±6m) dan kedalaman perairan serta letak lokasi transplantasi
yang relatif sama yaitu di daerah yang dipengaruhi oleh pasang surut sehingga
jika terjadi surut terendah, lamun transplant baik yang APO dan tanpa APO akan
terekspos (terpapar) oleh sinar matahari secara bersamaan. Tereksposnya
(terpaparnya) lamun yang ditransplantasi dapat menyebabkan daun lamun
tersebut menjadi kering (rusak) atau akan terpotong sedikit demi sedikit secara
alami karena umur daun yang sudah makin tua lalu gugur. Sebelum daun tua
gugur (mati), daun baru akan muncul untuk mengganti daun yang akan gugur.
Menurut Supriadi dkk (2006) umumnya daun lamun terpotong disebabkan karena
sudah tua atau karena kering pada saat terpapar sinar matahari dan kemampuan
lamun mengganti daun yang gugur adalah kecepatan pulih daun, yaitu
banyaknya daun baru yang muncul dalam jangka waktu tertentu.
0
2
4
6
8
10
APO T.APORera
ta P
erta
mba
han
Daun
Ba
ru (L
emba
r)
40
Daun yang baru muncul ini akan melanjutkan peran daun yang
sebelumnya yaitu melakukan proses fotosintesis dan penyerapan nutrisi melalui
daun. Selain itu, daun yang akan gugur akan memindahkan unsur haranya ke
daun yang masih aktif. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Mcroy dan Barsdate (1970) dalam Kiswara (1995) bahwa lamun mempunyai
kemampuan mengambil nutrisi melalui daun dan akarnya. Dan menurut
Erftemeijer (1993) dalam Hamid (1996) daun lamun sebelum mati terlebih dahulu
akan memindahkan unsur haranya ke daun yang sedang aktif tumbuh dan
aktivitas berfotosintesis daun E. acoroides akan semakin menurun bila daun
tersebut semakin tua.
C. Pengaruh APO (Alat Pemecah Ombak) Terhadap Tingkat Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Enhalus acoroides.
Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan bahwa tidak ada perbedaan
(uji t-test) sintasan dan pertumbuhan Enhalus acoroides antara APO dan tanpa
APO. Hal ini terjadi karena kondisi fisik yang tidak berbeda jauh dan masih dalam
ambang batas toleransi untuk pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup
lamun E. acoroides. Faktor-faktor yang mempengaruhi tidak adanya perbedaan
ini, yaitu:
1. Lebar APO
Lebar APO hanya mampu melindungi lamun dari parameter oseanografi
yang berasal dari arah barat sedangkan arah barat laut dan barat daya masih
dapat masuk kearea penanaman menyebabkan tidak terdapatnya perbedaan
baik dari segi sintasan maupun pertumbuhan.
2. Desain APO
Desain APO yang digunkan pada awal penelitian adalah desain yang
diperkenalkan oleh Thaha et. al (2009) yaitu serangkaian bambu yang dipancang
ke dalam tanah atau sedimen dasar akan tetapi karena terjadi gelombang yang
41
cukup besar sekitar tanggal 12-15 September yang dapat merobohkan APO
menyebabkan desain APO diganti menjadi metode tancap satu persatu.
Pada penelitian ini, desain APO dengan metode tancap satu persatu
terbukti efektif meredam gelombang dan arus. Ini terbukti dari pengukuran laju
erosi sedimen (Gambar 7) pada minggu ke-3, dimana pada APO sedimennya
terlihat stabil sedangkan tanpa APO terjadi erosi sedimen dasar. Akan tetapi
desain ini kurang efektif melindungi lamun dari segi pertumbuhan. Hal ini terjadi
karena desain yang digunakan dalam penelitian ini hanya mampu meredam
gelombang sebesar 20,43% (Lampiran 4) dari rata-rata semua pengukuran,
dimana efek yang dihasilkan kurang efektif berdasarkan kategori tingkat
efektivitas APO (Tabel 2), sehingga efek ini kurang memberikan pengaruh
terhadap parameter oseanografi di daerah yang terlindungi. Ini terbukti dari hasil
pengukuran suhu, salinitas, kekeruhan, sedimen, laju akresi/erosi sedimen, dan
TSS yang tidak terlalu berbeda jauh antar APO dan tanpa APO.
42
V. PENUTUP
A. Simpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Pesisir Kecamatan
Labakkang Kabupaten Pangkep maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. APO bambu yang digunakan dalam penelitian ini terbukti efektif dalam
mengurangi energi gelombang yang tiba di area penanaman lamun sehingga
sedimen terlihat stabil di daerah yang terlindungi.
2. Pengaruh APO (Alat Pemecah Ombak bambu) tidak signifikan terhadap
tingkat keberhasilan (tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan) lamun
Enhalus acoroides yang ditransplantasi dengan menggunakan metode
Staple. Hal ini menunjukkan bahwa APO bambu yang digunakan dalam
penelitian kurang efektif dalam melindungi lamun yang ditranplantasi.
B. Saran
Dalam penelitian ini, desain APO yang digunakan hanya mampu
meredam gelombang 20,43 % sehingga dalam penelitian selanjutnya diharapkan
desain APO diperbaiki agar efek peredaman yang dihasilkan lebih efektif.
Direkomendasikan jika menggunakan APO dalam melakukan restorasi lamun,
maka perlu ditempatkan minimal 3 buah APO atau APO diperpanjang dan dibuat
melengkung, sehingga gelombang yang datang dari berbagai arah dapat
terlindungi.
43
DAFTAR PUSTAKA
Azkab, M.H. 1999. Petunjuk penanaman lamun. Oseana. Volume XXIV, nomor 3: 11-25.
Badria, S., 2007. Laju Pertumbuhan Daun Lamun (Enhalus acroides) pada Dua
Substrat Yang Berbeda Di Teluk Banten (Skripsi). Program Studi Ilmu dan Teknologi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Bengen, D. G. 2004. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta
Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir Dan Laut. IPB. Bogor.
Blom G., E.H.S. Van Duin, dan L. Lijklema. 1994. Sediment Resuspencion and
Light Condition in some shallow Dutch lakes. Water Science and Technology.
Calumpong, H.P., M.S. Fonseca. 2001. Seagrass Transplantation And Other
Seagrass Restoration Methods. In: Short, F.T., Coles, R.G (Eds), Global Seagrass Research Methods. Elsivier, Amsterdam, pp. 425-443.
Clescerl, Leonore S.(Editor), Greenberg, Arnold E.(Editor), Eaton, Andrew D.
(Editor). 1905. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater (20th ed.) American Public Health Association, Washington, DC.
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Aset Pembangunan
Berkelanjutan Indonesia. PT Gramedia Putaka Utama, Jakarta. Dahuri, R., J. Rais, P.S. Ginting, dan J.M. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumber
Daya Wilayah Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.
Davis, R.C. and F. T. Short. 1997. Restoring eelgrass, Zostera marina L., habitat
using a new transplanting technique: the horizontal rhizome method. Aquatic Botany 59, 1–15.
Den Hartog 1977. Structure, Function and Clasification in Seagrasess
Communities. Marcell Dekker. New York. Dewi, I.P., 2004. Kajian Efektifitas Alat Peredam Ombak (APO) di Pulau Sagara
Kabupaten Pangkep (Skripsi). Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Dan
Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Yogyakarta: Kanisius. Erftemeijer P I. A. and J.J. Middelburg. 1993. Sediment-nutrient Interactions in
Tropical Seagrass Beds: a Comparison Between a Terrigenous and a Carbonate Sedimentary Environment in South Sulawesi (Indonesia). Marine Ecology Progress Series, Vol, 102: 187-198. Netherlands Institude of Ecology, Centre for Estuarine and Coastal Ecology. Netherland.
44
Faiqoh, E. 2006. Laju Pertumbuhan dan Produksi Daun Enhalus acoroides (L.F) Royle di Pulau Burung, Kepulauan Seribu, Jakarta (Skripsi). Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.
Goudie, A. 1981. Geomorphology Technique-Coastal Process. George Allan dan
Unwin LTD, London. hal: 412. Hamid, A. 1996. Peranana Faktor Lingkungan Perairan Terhadap Pertumbuhan
Enhalus acoroides (L.f) Royle di Teluk Grenyang-Bojongara Kabupaten Serang, Jawa Barat (Tesis). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.
Helfinalis. 2005. Kandungan total suspended solid dan sedimen dasar di perairan
Panimbang. Makara, Sains, Vol 9, No. 2 : 45-51. Hermanto, B. dan A. Suwartana. 1986. Perubahan garis pantai pulau Ambon dari
tahun 1898-1982. Oseanologi di Indonesia, No. 21: 21-36. Hutabarat, S., dan S.M. Evans. 1986. Pengantar Oseanografi. Universitas
Indonesia (UI-Press). Jakarta. Hutabarat, S., dan S.M. Evans. 2000. Pengantar Oseanografi. Universitas
Indonesia (UI-Press). Jakarta. Irwanto, N. 2010. Laju Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Enhalus
acoroides yang Ditransplantasi dengan Metode Plug Di Pulau Barrang Lompo (Skripsi). Jurusan Ilmu Kelautan. FIKP. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Kaharuddin, 1994. Marine Sediment and Preparation. Jurusan Geologi.
Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang. Kiswara, W. 1992. Vegetasi lamun (Seagrass) di rataan terumbu Pulau Pari,
Pulau-Pulau Seribu, Jakarta. Oseanologi. Indonesia. No. 25:31-49. Kiswara, W. 1995. Kandungan hara dalam air antara dan air permukaan padang
lamun pulau Barrang Lompo dan Gusung Talang, Sulawesi Selatan. Dalam Prosiding Seminar Kelautan Nasional, Jakarta, 15-16 Nopember 1995. Panitia Pengembangan Riset dan Teknologi Kelautan Serta Industri Maritim, Jakarta.
Kiswara, W. 1997. Pertumbuhan dan produksi daun Enhalus acoroides di Pulau
Mapor, Kepulauan Riau. Dalam Prosiding Seminar Nasional Biologi XV. Lampung, 1997. Universitas Lampung, Badarlampung. Hal. 1448-1452.
Lanuru, M., A. Saru. Supriadi, dan K. Amri. 2012. Transpantasi Sebagai Salah
Satu Metode Untuk Restorasi Lamun Dan Meningkatkan Ketahanan Lamun Terhadap Climate Change. (Laporan Akhir). Riset unggulan berbasis Program studi Ilmu Kelautan. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan. Universitas Hasanuddin.
Mason, C. F. 1981. Biology Of Freswater Pollution Logman. London.
45
Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta. Nybakken, J.W., 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia.
Jakarta. Olesen, B., 1999. Reproduction in Danish Eelgrass (Zostera marina L) stands :
size-dependence and biomass partitioning. Aquatic Botany 65:209-219. Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 69. 2010. Baku Mutu dan Kriteria
Kerusakan Lingkungan Hidup. BLDH. Provinsi Sulawesi Selatan. Phillips, R. C. 1980. Planting Guidelines For Seagrasses. Coastal Engineering
Technical Aid No. 82, U. S. Army, Corps Of Engineers, Virginia, 28p. Romimohtarto, K. dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut (Ilmu Pengetahuan tentang
Biota Laut). Djambatan. Jakarta. Short, F.T. and H.A. Neckles. 1998. The effects of global climate change on
seagrasses. Aquatic Botany 63: 169-196. Supriadi. 2003. Produktivitas Lamun E. acoroides (Linn. F) Royle dan Thalassia
hemprichii (Enrenb) Ascherson di Pulau Barrang Lompo Makassar (Tesis). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.
Supriadi., D. Soedharma, dan R.F. Kaswadji. 2006. Beberapa aspek
pertumbuhan lamun E. acroides (Linn.F) Royle di Pulau Barrang Lompo Makassar. Biosfera 23 (1) : 1-8.
Tangke, U. 2010. Ekosistem padang lamun (manfaat, fungsi, dan rehabilitasi).
Jurnal Ilmiah agribisnis dan perikanan (agrikan UMMU-Ternate). Vol. 3 edisi 1.
Thorhaug, A. 1974. Transplantation of the seagrass Thalassia testudinum Konig.
Aquaculture 4 (2): 177-183. Tomascik, T., A.J. Mah, A. Nontji, and M.K. Moosa. 1997. The Ecology of The
Indonesian Seas Part Two. Periplus Edition. Singapore. Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai. Beta Offset. Yogyakarta. Tuwo, A. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir Dan Laut. Brilian Internasional.
Indonesia. Yulistiyanto, B. 2009. Mangrove Dengan Alat Pemecah Ombak (APO) Sebagai
Perlindungan Garis Pantai. Dalam Proseding pada Seminar Nasional Manajemen Sumberdaya Air Partisipasif Guna Mengantisipasi Dampak Perubahan Iklim Global, Yogyakarta, 8 Agustus 2009. Yogyakarta Jurusan Teknik Sipil Dan Lingkungan FT-UGM, Yogyakarta. hal. 1-10.
Waycott, M., K. McMahon, J. Mellors, A. Calladine, and D. Kleine. 2004. A Guide
to Tropical Seagrasses of the Indo-West Pacific. James Cook University, Townsville-Queensland-Australia.
46
West, R.J., N.E. Jacobs, D.E. Roberts. 1990. Experimental transplanting of seagrasses in Botany Bay, Australia. Marine Pollution Bulletin 21:197-203.
Wibisono, M. S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Gramedia Widiasarana
Indonesia. Jakarta. Widiastuti, I.M. 2009. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup (Survival Rate) ikan
mas (Cyprinus carpio) yang dipelihara dalam wadah terkontrol dengan padat penebaran berbeda. Media Litbang Sulteng 2 (2) : 126-13.
47
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tingkat kelangsungan hidup diakhir pengamatan (%)
Ulangan Transplantasi APO T.APO
S1 40 60
S2 70 70
S3 50 60
S4 80 70
Rata-Rata 60 65
Standar error 9.1 2.9
Transplatasi Jumlah Unit Transplantasi Tingkat Kelangsungan hidup (%) Awal Akhir
APO 10 6.0 60 T.APO 10 6.5 65
48
Lampiran 2. Data pertumbuhan lamun pada APO dan tanpa APO
a. Rata-rata pertambahan panjang daun Enhalus acoroides pada APO dan tanpa APO setiap plot (cm/minggu)
PLOT MINGGU DAUN TUA DAUN MUDA
APO T.APO APO T.APO
1
1 3.4 2.9 3.26 2.6
2 6 4.8 5.36 5.08
3 11.04 9.12 10.1 10.78
4 13.52 10.52 13.12 14.66
2
1 2.3 2.4 2.6 2.4
2 4.22 5.32 5.26 4.6
3 8.98 9.78 11 10.44
4 9.88 11.72 13.38 13.52
3
1 3.2 4.26 2.34 3.9
2 5.6 5.4 5.2 6.7
3 9.34 9.78 10.42 11.06
4 11.44 11.78 14.22 13.38
4
1 3.5 2.9 3.60 3.50
2 6.08 5.6 6.30 5.78
3 9.74 7.8 11.04 9.70
4 11.18 10.32 14.02 12
49
b. Rata-rata pertambahan panjang daun Enhalus acoroides pada APO dan tanpa APO (cm/minggu)
MINGGU DAUN TUA DAUN MUDA
APO T.APO APO T.APO
1 3.10 3.12 2.95 3.10
2 5.48 5.28 5.53 5.54
3 9.78 9.12 10.64 10.50
4 11.51 11.09 13.69 13.39
50
c. Laju pertumbuhan mingguan panjang daun tua Enhalus acoroides pada APO dan tanpa APO
PLOT
ULA NGAN
DAUN TUA (APO) DAUN TUA (T.APO)
1 2 3 4 1 2 3 4
1
1 0.50 0.05 0.83 0.42 0.57 0.47 0.36 0.04
2 0.43 0.63 0.56 0.67 0.36 0.13 0.71 0.28
3 0.57 0.38 0.44 0.38 0.43 0.30 0.46 0.08
4 0.36 0.72 0.50 0.38 0.43 0.30 0.34 0.62
5 0.57 0.38 0.47 0.22 0.29 0.38 0.29 0.38
2
1 0.50 0.05 0.66 0.26 0.36 0.30 0.08 1.04
2 0.21 0.05 0.31 0.18 0.43 0.47 0.46 0.20
3 0.21 0.82 0.60 0.28 0.21 0.55 0.41 0.28
4 0.29 0.05 0.38 0.16 0.36 0.65 0.80 0.28
5 0.43 0.63 0.43 0.02 0.36 0.47 0.48 0.14
3
1 0.36 0.30 0.26 0.84 0.50 0.22 0.13 0.54
2 0.50 0.30 0.28 0.76 0.43 0.05 0.71 0.80
3 0.43 0.47 0.21 0.10 0.79 0.55 0.31 0.14
4 0.43 0.22 0.51 0.14 0.90 0.00 0.16 0.08
5 0.57 0.72 0.61 0.26 0.43 0.13 0.88 0.44
4
1 0.50 0.28 0.59 0.26 0.71 0.30 0.26 0.00
2 0.43 0.22 0.46 0.18 0.29 0.55 0.11 0.68
3 0.57 0.47 0.01 0.44 0.43 0.47 0.01 0.78
4 0.43 0.72 0.36 0.28 0.36 0.72 0.36 0.56
5 0.57 0.47 0.41 0.28 0.29 0.22 0.36 0.50
Rata-rata 0.44 0.40 0.44 0.33 0.45 0.36 0.38 0.39
51
d. Laju pertumbuhan mingguan panjang daun muda Enhalus acoroides pada APO dan tanpa APO
PLOT
ULA NGAN
DAUN MUDA (APO) DAUN MUDA (T.APO)
1 2 3 4 1 2 3 4
1
1 0.71 0.30 0.56 0.42 0.57 0.55 0.71 0.60
2 0.36 0.13 0.56 0.67 0.43 0.30 0.41 0.48
3 0.41 0.48 0.44 0.55 0.00 0.45 0.73 0.48
4 0.43 0.52 0.52 0.63 0.57 0.38 0.56 1.14
5 0.41 0.32 0.56 0.25 0.29 0.38 0.44 1.18
2
1 0.43 0.05 0.76 0.50 0.43 0.38 0.44 0.58
2 0.29 0.80 0.54 0.48 0.57 0.47 0.43 0.82
3 0.36 0.77 0.73 0.68 0.00 0.22 0.53 0.64
4 0.36 0.13 0.31 0.30 0.43 0.63 0.86 0.60
5 0.43 0.47 0.53 0.42 0.29 0.13 0.66 0.44
3
1 0.29 0.55 0.28 1.06 0.64 0.30 0.76 0.14
2 0.29 0.47 0.53 0.66 0.50 0.55 0.48 0.80
3 0.39 0.52 0.56 0.56 0.86 0.55 0.33 0.60
4 0.21 0.38 0.48 0.76 0.79 0.38 0.13 0.14
5 0.50 0.47 0.76 0.76 0.00 0.55 0.48 0.64
4
1 0.57 0.38 0.61 0.48 0.79 0.38 0.61 0.28
2 0.29 0.22 0.36 0.68 0.43 0.53 0.27 0.68
3 0.64 0.55 0.16 0.80 0.50 0.47 0.21 0.58
4 0.50 0.55 0.53 0.64 0.43 0.47 0.36 0.18
5 0.57 0.55 0.71 0.38 0.36 0.05 0.51 0.58
Rata-rata 0.42 0.43 0.52 0.58 0.44 0.41 0.50 0.58
52
e. Rata-rata laju pertumbuhan Enhalus acoroides pada APO dan tanpa APO (cm/hari)
PLOT
ULANGAN DAUN TUA DAUN MUDA
APO T.APO APO T.APO
1
1 0.45 0.36 0.50 0.61
2 0.57 0.37 0.43 0.40
3 0.45 0.32 0.47 0.42
4 0.49 0.42 0.53 0.66
5 0.41 0.33 0.38 0.57
2
1 0.37 0.44 0.43 0.46
2 0.19 0.39 0.53 0.57
3 0.48 0.36 0.63 0.35
4 0.22 0.52 0.28 0.63
5 0.38 0.36 0.46 0.38
3
1 0.44 0.35 0.54 0.46
2 0.46 0.50 0.49 0.58
3 0.30 0.45 0.51 0.58
4 0.32 0.29 0.46 0.36
5 0.54 0.47 0.62 0.42
4
1 0.41 0.32 0.51 0.51
2 0.32 0.41 0.39 0.48
3 0.37 0.42 0.54 0.44
4 0.45 0.50 0.56 0.36
5 0.43 0.34 0.55 0.37
Rata-rata keseluruhan 0.40 0.40 0.49 0.48
Standar error 0.022 0.015 0.019 0.023
53
Lampiran 3. Penambahan daun baru berdasarkan pengamatan (lembar)
PLOT ULANGAN STASIUN RATA/PLOT
APO T.APO APO T.APO
1
1 1 2
4 7
2 0 1
3 1 2
4 1 1
5 1 1
2
1 2 1
10 8
2 2 2
3 2 2
4 2 1
5 2 2
3
1 1 1
7 6
2 1 2
3 1 1
4 2 1
5 2 1
4
1 1 1
8 6
2 1 1
3 2 1
4 2 1
5 2 2
Rata-rata keseluruhan 7.25 6.75
Standar error 1.25 0.48
54
Lampiran 4. Rata-rata pengukuran tinggi gelombang signifikan (H/3) seminggu
PENGUKURAN 1 Efesiensi WAKTU APO T.APO 12-Nov 14 18 25 13-Nov 16 20 16 14-Nov 13 16 18 15-Nov 11 14 24 16-Nov * * * 17-Nov 9 13 34 18-Nov 11 13 14
Rata-rata 12 16 22.09 Standar
error 1,056 1,103
PENGUKURAN 2 Efesiensi WAKTU APO T.APO 12-Nov 16 23 31 13-Nov 20 25 18 14-Nov 15 18 19 15-Nov 13 17 23 16-Nov 11 13 16 17-Nov 9 12 21 18-Nov 10 13 25
Rata-rata 13 17 22 Standar error 1,460 1,874
PENGUKURAN 3 Efesiensi WAKTU APO T.APO 12-Nov 17 21 20 13-Nov 21 23 10 14-Nov 18 20 10 15-Nov 16 19 16 16-Nov 10 13 25 17-Nov 9 11 19 18-Nov 10 13 22
Rata-rata 14 17 17.45 Standar error 1,756 1,778 Catatan: * tidak dilakukan pengukuran
55
Lampiran 5. Sedimen
APO
Ukuran Sieve Net Berat awal Berat (gr) %
Berat % Komulatif 2
100.096
0.05 0.050 0.050 1 0.092 0.092 0.142
0,5 0.8 0.800 0.942 0,25 10.948 10.953 11.896
0,125 81.29 81.331 93.227 0,063 6.758 6.761 99.988
< 0,063 0.012 0.012 100.000 Jumlah 99.95 100.000
T.APO
Ukuran Sieve Net Berat awal Berat (gr) %
Berat % Komulatif 2
100.096
0.086 0.086 0.086 1 0.705 0.705 0.790
0,5 7.275 7.270 8.061 0,25 34.433 34.410 42.471
0,125 52.542 52.507 94.977 0,063 5.001 4.998 99.975
< 0,063 0.025 0.025 100.000 jumlah 100.067 100.000
56
Lampiran 6. Suhu, salinitas, kekeruhan, TSS, dan laju akresi/erosi sedimen
PARAMETER OSEANOGRAFI WAKTU
PENGUKURAN SUHU SALINITAS KEKERUHAN TSS (mg/L)
A TA A TA A TA A TA 23-Sep-12 31 31.1 34 34 3 9 29-Sep-12 31 31 34 34 3 7 14-Oct-12 31.4 31.4 34 34 8 7 3-Nov-12 31.8 32.3 34 34 5 10 42.8 32.4
27-Nov-12 34.2 34.8 31 31
59.3 80.7 RATA-RATA 31.88 32.12 33.4 33.4 4.75 8.25 51.05 56.55
Minggu Laju akresi/erosi sedimen
APO T.APO
1 0.164 0.225
2 -0.002 -0.002
3 0.005 -0.039
57
Lampiran 7. Hasil uji t tingkat kelangsungan hidup Enhalus acoroides dengan metode staple pada APO dan tanpa APOstaple pada APO dan tanpa APO
Group Statistics
GROUP N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
SR APO 4 60.0000 18.25742 9.12871
T.APO 4 65.0000 5.77350 2.88675
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differenc
e
Std.
Error
Differenc
e
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
SR Equal
variances
assumed
12.000 .013 -.522 6 .620 -5.00000 9.57427
-
28.4274
0
18.4274
0
Equal
variances not
assumed
-.522 3.594 .632 -5.00000 9.57427
-
32.8094
5
22.8094
5
58
Lampiran 8. Hasil uji t perubahan panjang daun baik tua maupun muda antara APO dan tanpa APO
1. Daun Tua a. Uji t pada minggu ke 2 daun tua antara APO dan tanpa APO
Group Statistics
Group N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Daun_tua__2 APO 20 5.4750 1.71460 .38340
T.APO 20 5.2800 1.43182 .32016
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differen
ce
Std.
Error
Differen
ce
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Daun_t
ua__2
Equal
variances
assumed
1.080 .305 .390 38 .698 .19500 .49950 -.81618 1.20618
Equal
variances not
assumed
.390
36.82
9 .698 .19500 .49950 -.81724 1.20724
59
b. Uji t pada minggu ke 3 daun tua antara APO dan tanpa APO
Group Statistics
Group N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Daun_tua_3 APO 20 9.7750 2.35414 .52640
T.APO 20 9.1200 2.41783 .54064
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differen
ce
Std.
Error
Differen
ce
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Daun_t
ua_3
Equal
variances
assumed
.008 .929 .868 38 .391 .65500 .75458 -.87257 2.18257
Equal
variances not
assumed
.868
37.9
73 .391 .65500 .75458 -.87261 2.18261
60
c. Uji t pada minggu ke 4 daun tua antara APO dan tanpa APO
Group Statistics
Group N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Daun_tua__4 APO 20 11.5050 2.60394 .58226
T.APO 20 11.0850 2.09693 .46889
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differen
ce
Std.
Error
Differen
ce
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Daun_t
ua__4
Equal
variances
assumed
.433 .514 .562 38 .578 .42000 .74758 -
1.09340 1.93340
Equal
variances not
assumed
.562
36.34
7 .578 .42000 .74758
-
1.09567 1.93567
61
2. Daun Muda
a. Uji t pada minggu ke 4 antara APO dan tanpa APO
Group Statistics
Group N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Daun_muda_4 APO 20 13.6850 2.30726 .51592
T.APO 20 13.3900 2.71117 .60624
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differen
ce
Std.
Error
Differen
ce
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Daun_m
uda_4
Equal
variances
assumed
2.793 .103 .371 38 .713 .29500 .79605
-
1.3165
2
1.9065
2
Equal
variances not
assumed
.371
37.0
52 .713 .29500 .79605
-
1.3178
7
1.9078
7
62
Lampiran 9. Hasil uji t perubahan panjang daun tua yang dibandingkan dengan daun muda APO dan tanpa APO pada minggu ke 4 (cm/minggu)
a. APO Group Statistics
GROUP N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
APO_4 TUA 20 11.5050 2.60394 .58226
MUDA 20 13.6850 2.30726 .51592
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differenc
e
Std. Error
Differenc
e
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
APO
_4
Equal variances
assumed .395 .533 -2.802 38 .008 -2.18000 .77794 -3.75487 -.60513
Equal variances
not assumed
-2.802
37.45
7 .008 -2.18000 .77794 -3.75562 -.60438
63
b. Tanpa APO
Group Statistics
GROUP N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
T.APO_4 TUA 20 11.0850 2.09693 .46889
MUDA 20 13.3900 2.71117 .60624
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differenc
e
Std.
Error
Differenc
e
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
T.AP
O_4
Equal variances
assumed 3.567 .067
-
3.008 38 .005 -2.30500 .76641 -3.85651 -.75349
Equal variances
not assumed
-
3.008
35.74
1 .005 -2.30500 .76641 -3.85973 -.75027
64
Lampiran 10. Hasil uji t rata-rata laju pertumbuhan panjang daun tua Enhalus acoroides pada APO dan tanpa APO
Group Statistics
Group N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Daun_Tua APO 20 .4025 .09684 .02165
T.APO 20 .3960 .06715 .01502
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differenc
e
Std.
Error
Differenc
e
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Daun_
Tua
Equal
variances
assumed
1.474 .232 .247 38 .806 .00650 .02635 -.04684 .05984
Equal
variances not
assumed
.247
33.84
1 .807 .00650 .02635 -.04706 .06006
65
Lampiran 11. Hasil uji t rata-rata laju pertumbuhan panjang daun muda Enhalus acoroides pada APO dan tanpa APO
Group Statistics
Group N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Daun_Muda APO 20 .4905 .08262 .01847
T.APO 20 .4805 .10071 .02252
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differenc
e
Std.
Error
Differenc
e
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Daun_
Muda
Equal
variances
assumed
2.348 .134 .343 38 .733 .01000 .02913 -.04896 .06896
Equal
variances not
assumed
.343
36.60
2 .733 .01000 .02913 -.04904 .06904
66
Lampiran 12. Hasil uji t pertambahan jumlah daun baru Enhalus acooides yang muncul pada pada APO dan tanpa APO (Lembar)
Group Statistics
GROUP N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
DAUN_BARU APO 20 1.45 .605 .135
T.APO 20 1.35 .489 .109
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differenc
e
Std.
Error
Differenc
e
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
DAUN_
BARU
Equal
variances
assumed
2.619 .114 .575 38 .569 .100 .174 -.252 .452
Equal
variances not
assumed
.575
36.41
4 .569 .100 .174 -.253 .453
67
Lampiran 13. Hasil uji t-test untuk pengukuran tinggi gelombang signifikan (H/3)
a. Uji t setiap pengukuran
1. Pengukuran pertama
Group Statistics
group1 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Pengukuran_1 APO 6 12.3333 2.50333 1.02198
T.APO 6 15.6667 2.87518 1.17379
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differenc
e
Std.
Error
Differenc
e
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pengukur
an_1
Equal variances
assumed .208 .658
-
2.142 10 .058 -3.33333 1.55635 -6.80110 .13443
Equal variances
not assumed
-
2.142 9.814 .058 -3.33333 1.55635 -6.81002 .14335
68
2. Pengukuran kedua
Group Statistics
Group N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Pengukuran_2 APO 7 13.4286 3.86683 1.46152
T.APO 7 17.2857 5.12231 1.93605
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differenc
e
Std.
Error
Differenc
e
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Penguku
ran_2
Equal
variances
assumed
.599 .454 -
1.590 12 .138 -3.85714 2.42577 -9.14244 1.42815
Equal
variances not
assumed
-
1.590
11.16
2 .140 -3.85714 2.42577 -9.18678 1.47250
69
3. Pengukuran ketiga
Group Statistics
Group N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Pengukuran_3 APO 7 14.4286 4.72077 1.78429
T.APO 7 17.1429 4.70562 1.77856
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differen
ce
Std.
Error
Differen
ce
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Penguku
ran_3
Equal
variances
assumed
.002 .963 -
1.077 12 .302
-
2.71429 2.51931
-
8.20340 2.77483
Equal
variances not
assumed
-
1.077
12.00
0 .302
-
2.71429 2.51931
-
8.20340 2.77483
70
b. Uji t gabungan semua pengukuran
Group Statistics
group N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Gelombang APO 20 13.4500 3.76235 .84129
T.APO 20 16.7500 4.24109 .94834
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differenc
e
Std.
Error
Differenc
e
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Gelom
bang
Equal
variances
assumed
.562 .458 -
2.603 38 .013 -3.30000 1.26772 -5.86636 -.73364
Equal
variances not
assumed
-
2.603
37.46
8 .013 -3.30000 1.26772 -5.86756 -.73244
71
Lampiran 14. Dokumentasi Kegiatan Penelitian
APO pancang yang digunakan awal Penelitian APO dengan metode tancap satu (tidak mampu menahan gelombang) persatu (APO yang digunakan hingga diganti dengan gambar kanan akhir penelitian) Plot-plot lamun transplantasi Jangkar pada metode Staple Lamun transplant Transplantasi lamun
72
Pengukuran parameter oseanografi dengan Pengukuran Arus water quality cheaker
Pengukuran pertumbuhan lamun