18
Vol. 2 | No. 1 | Maret 2013 | Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia 44 Banu Aji Dibyasakti et al., Tingkat Pelaksanaan Problem-Based Learning di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Berdasarkan Pembelajaran Konstruktif, Mandiri, Kolaboratif, dan Kontekstual Korespondensi: Telp: 0274-562139 ; Email: [email protected] Tingkat Pelaksanaan Problem-Based Learning di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Berdasarkan Pembelajaran Konstruktif, Mandiri, Kolaboratif, dan Kontekstual Banu Aji Dibyasakti, Gandes Retno Rahayu, Yoyo Suhoyo Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Abstract Background: Problem-based Learning (PBL) is a new strategy on a learning system. There are four basic theories regarding PBL such as constructive, self-directed, collaborative, and contextual learning. The success of the implemention of PBL in one institution can be measured by the implementation of its four basic theories. Faculty of Medicine UGM (FM UGM) has been implementing PBL as their curriculum since 2002, however there have not been any conducted research that measure the implementation of PBL in FM UGM towards its 4 (four) basic theories. Objectives: (1) To validate instrumen developed by Romauli et al 8 that can measure the implementation level of PBL towards its 4 basic theories.(2) To measure the implementation level of PBL in FM UGM towards its 4 basic theories. (3) To compare the implementation level of PBL based on students’ academic level and regular/international program. Method: This research used quantitative non-experimental research with cross-sectional design. 321 students from 2 nd (2008) and 3 rd (2007) students’batch regular and international program filled the questionnaire developed by Romauli et al (2009) which had been reliable (Alpha Cronbach) and validated (Pearson Moment Product) twice previously. The data were analyzed using mean analysis to measure the implementation level of PBL towards its four basic theories. This research also compared the implementation level of PBL based on students’ academic level and regular/international by using Independent Sample t-test. Results and Discussion: (1) Instrument developed by Romauli et al (8) had high validity and reliability level (á=0,01 and r=0,931). (2) The implementation level of PBL in FM UGM towards constructive, self-directed, collaborative, and contextual learning were in moderate level (1,72±0,28;min 0 & max 3). (3) There were not any significant differences of the implementation level of PBL among 2007 & 2008 batch (p>0,05). There were any significant differences of the implementation level of PBL among regular & international students regarding constructive & contextual learning (p<0,05), however there were not any significant differences for self-directed & collaborative learning, (p>0,05). Conclusion: Instrument developed by Romauli et al (2009) had high validity and reliability. The implementation level of PBL were in moderate level. There were not any significant differences of the implementation level of PBL among two different students’ batch. There were any significant differences of the implementation level of PBL among regular & international students. Keywords: PBL, constructive, self-directed, collaborative, contextual learning, FM UGM Abstrak Latar Belakang: Problem-based Learning (PBL) merupakan suatu strategi baru dalam sistem pendidikan. PBL didasarkan pada empat teori dasar yaitu pembelajaran konstruktif, mandiri, kolaboratif, dan kontekstual. Keberhasilan pelaksanaan PBL pada suatu institusi dapat diukur melalui pelaksanaan keempat teori dasarnya. FK UGM telah menerapkan PBL sejak tahun 2002, namun belum ada penelitian yang mengukur tingkat pelaksanaan PBL berdasarkan keempat teorinya di FK UGM.

Tingkat Pelaksanaan Problem-Based Learning di Fakultas

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Vol. 2 | No. 1 | Maret 2013 | Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia44

Banu Aji Dibyasakti et al., Tingkat Pelaksanaan Problem-Based Learning di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada BerdasarkanPembelajaran Konstruktif, Mandiri, Kolaboratif, dan Kontekstual

Korespondensi: Telp: 0274-562139 ; Email: [email protected]

Tingkat Pelaksanaan Problem-Based Learning di FakultasKedokteran Universitas Gadjah Mada BerdasarkanPembelajaran Konstruktif, Mandiri, Kolaboratif, dan KontekstualBanu Aji Dibyasakti, Gandes Retno Rahayu, Yoyo SuhoyoFakultas Kedokteran Universitas Gadjah MadaYogyakarta

Abstract

Background: Problem-based Learning (PBL) is a new strategy on a learning system. There are four basic theoriesregarding PBL such as constructive, self-directed, collaborative, and contextual learning. The success of the implementionof PBL in one institution can be measured by the implementation of its four basic theories. Faculty of Medicine UGM(FM UGM) has been implementing PBL as their curriculum since 2002, however there have not been any conductedresearch that measure the implementation of PBL in FM UGM towards its 4 (four) basic theories.Objectives: (1) To validate instrumen developed by Romauli et al8 that can measure the implementation level of PBLtowards its 4 basic theories.(2) To measure the implementation level of PBL in FM UGM towards its 4 basic theories. (3)To compare the implementation level of PBL based on students’ academic level and regular/international program.Method: This research used quantitative non-experimental research with cross-sectional design. 321 students from 2 nd

(2008) and 3rd (2007) students’batch regular and international program filled the questionnaire developed by Romauliet al (2009) which had been reliable (Alpha Cronbach) and validated (Pearson Moment Product) twice previously. Thedata were analyzed using mean analysis to measure the implementation level of PBL towards its four basic theories.This research also compared the implementation level of PBL based on students’ academic level and regular/internationalby using Independent Sample t-test.Results and Discussion: (1) Instrument developed by Romauli et al (8) had high validity and reliability level (á=0,01and r=0,931). (2) The implementation level of PBL in FM UGM towards constructive, self-directed, collaborative, andcontextual learning were in moderate level (1,72±0,28;min 0 & max 3). (3) There were not any significant differencesof the implementation level of PBL among 2007 & 2008 batch (p>0,05). There were any significant differences of theimplementation level of PBL among regular & international students regarding constructive & contextual learning(p<0,05), however there were not any significant differences for self-directed & collaborative learning, (p>0,05).Conclusion: Instrument developed by Romauli et al (2009) had high validity and reliability. The implementationlevel of PBL were in moderate level. There were not any significant differences of the implementation level of PBLamong two different students’ batch. There were any significant differences of the implementation level of PBL amongregular & international students.

Keywords: PBL, constructive, self-directed, collaborative, contextual learning, FM UGM

Abstrak

Latar Belakang: Problem-based Learning (PBL) merupakan suatu strategi baru dalam sistem pendidikan. PBLdidasarkan pada empat teori dasar yaitu pembelajaran konstruktif, mandiri, kolaboratif, dan kontekstual.Keberhasilan pelaksanaan PBL pada suatu institusi dapat diukur melalui pelaksanaan keempat teori dasarnya. FKUGM telah menerapkan PBL sejak tahun 2002, namun belum ada penelitian yang mengukur tingkat pelaksanaanPBL berdasarkan keempat teorinya di FK UGM.

Vol. 2 | No. 1 | Maret 2013 | Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia 45

Banu Aji Dibyasakti et al., Tingkat Pelaksanaan Problem-Based Learning di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada BerdasarkanPembelajaran Konstruktif, Mandiri, Kolaboratif, dan Kontekstual

Tujuan: (1) Memvalidasi instrumen Romauli dkk8 yang dapat mengukur tingkat pelaksanaan PBL berdasarkanke-empat teori dasarnya. (2) Mengetahui tingkat pelaksanaan PBL di FK UGM berdasarkan keempat teori dasarnya.(3) Membandingkan tingkat pelaksanaan PBL di FK UGM berdasarkan karakteristik angkatan, dan programreguler/internasional.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non-eksperimental dengan rancangan cross-sectional.Dalam penelitian ini, 321 mahasiswa Pendidikan Dokter FK UGM tahun kedua (2008) dan keempat (2007) programReguler dan Internasional mengisi kuesioner yang dikembangkan Romauli dkk8 yang telah diuji validitas (PearsonProduct Moment) dan reliabilitas (Alpha Cronbach) sebelumnya sebanyak dua kali. Kemudian dilakukan analisisrata-rata untuk memperoleh tingkat pelaksanaan PBL berdasarkan ke-empat teorinya. Penelitian ini jugamembandingkan hasil yang didapat antara mahasiswa tahun kedua (2008) dan ke-3 (2007), serta program regulerdan internasional dengan menggunakan metode independent sample t-test.Hasil dan Pembahasan: (1) Kuesioner dalam penelitian ini memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi (á=0,01dan r=0,931). (2) Tingkat pelaksanaan PBL di FK UGM berdasarkan pembelajaran konstruktif, mandiri,kolaboratif, dan kontekstual berada pada tingkat sedang (1,72±0,28; minimal 0 dan maksimal 3). (3) Tidak terdapatperbedaan yang bermakna pelaksanaan PBL antara angkatan 2007 dan 2008 (p>0,05). Terdapat perbedaan yangbermakna antara pelaksanaan PBL di program reguler dan internasional dalam pembelajaran konstruktif dankontekstual (p<0,05), namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna untuk pembelajaran mandiri dankolaboratif (p>0,05).Kesimpulan: Kuesioner yang dikembangkan oleh Romauli dkk 8 merupakan kuesioner yang valid dan reliableuntuk mengukur tingkat pelaksanaan PBL berdasarkan keempat teorinya. Tingkat pelaksanaan PBL di FK UGMberdasarkan keempat teorinya berada pada tingkat sedang. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara dua angkatanyang berbeda, tetapi terdapat perbedaan yang bermakna antara program reguler/internasional.

Kata Kunci: PBL, pembelajaran konstruktif, mandiri, kolaboratif, kontekstual, FK UGM

LATAR BELAKANG

Problem-basedLearning (PBL)merupakansuatustrategibarudalam sistem pendidikan. Problem-Based Learning saatini sudah sangat luas digunakan di dunia, khususnya diFakultas Kedokteran. PBL sendiri diperkenalkan olehHowardBarrows sejak tahun1969 diFakultasKedokteranMcMaster, Kanada.

PBL didasarkan oleh empat teori dasar1, yaitupembelajaran konstruktif, mandiri, kolaboratif, dankontekstual. Pembelajaran konstruktif merupakan suatuteori belajar yang menjelaskan bahwa mahasiswa harusmembangun pengetahuannya sendiri.1,2 Pembelajaranmandiri menjelaskan bahwa proses belajar terjadi ataskeinginan mahasiswa itu sendiri.1,2,3,4,5,6 Pembelajarankolaboratif menjelaskan bahwa suatu prosespembelajaran harus mampu memfasilitasi terjadinyainteraksi antar mahasiswa agar terjadi proses pertukaraninformasi.1,7 Pembelajaran kontekstual menjelaskanbahwa suatu proses pembelajaran harus mampu

menggambarkan situasi dan kondisi lingkungan, tempatpengetahuan tersebut digunakan.1,2,3

Suatu institusi pendidikan yang menerapkan PBL, harusdapat mengukur tingkat keberhasilan dari pelaksanaanPBL di institusi tersebut dilihat dari tidak jadi teoridasarnya. Dolman et al1 yang melakukan analisisterhadap penelitian-penelitian terkait PBL jugamenyampaikan bahwa diperlukan penelitian mengenaiPBL ditinjau dari ke-empat teori dasarnya. Sehinggamerupakan hal yang penting untuk mengetahui caramengukur tingkat pelaksanaan ke-empat teori tersebut.

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (FKUGM) telah menerapkan PBL sejak tahun 1992 dengansistem hybrid PBL yang bersifat sederhana denganpenerapan modul dalam tiap semester dan belum terdiridari sistem blok. Tahun 2002, FK UGM mulaimenggunakan PBL curriculum yang telah mengubahseluruh kurikulum konvensional menjadi sistem blok.4

Selain itu, di tahun yang sama, FK UGM juga membuka

Vol. 2 | No. 1 | Maret 2013 | Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia46

Banu Aji Dibyasakti et al., Tingkat Pelaksanaan Problem-Based Learning di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada BerdasarkanPembelajaran Konstruktif, Mandiri, Kolaboratif, dan Kontekstual

Program Internasional yang memberikan kesempatanbagi mahasiswa asing untuk belajar di FK UGM.Sehingga berdasarkan hal tersebut diperlukan suatupenelitian sebagai bahan evaluasi tentang pelaksanaanPBL di FK UGM berdasarkan ke-empat teori dasarnya,dilihat dari karakteristik angkatan dan program reguler/internasional.

TUJUAN

Tujuan penelitian adalah untuk (1) memvalidasiinstrumen untuk mengukur tingkat pelaksanaan ke-empat teori dasar PBL, (2) mengetahui tingkatpelaksanaan PBL di FK UGM berdasarkan prosespembelajaran konstruktif, mandiri, kolaboratif, dankontekstual, dan (3) membandingkan tingkatpelaksanaan PBL di FK UGM berdasarkan karakteristikangkatan, dan program reguler/internasional.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non-eksperimental dengan rancangan cross-sectional. Penelitianini menggunakan kuesioner yang dikembangkan darihasil penelitian Romauli et al8 dengan judul “Indikator-Indikator Belajar Secara Konstruktif, Mandiri, Kolabo-ratif, dan Kontekstual” dengan hasil berupa indikatortingkat pelaksanaan pembelajaran konstruktif, mandiri,kolaboratif, dan kontekstual pada pelaksanaan PBL.

Penilaian tingkat pelaksanaan pembelajaran konstruktif,mandiri, kolaboratif, dan kontekstual dilakukan denganmencari rata-rata nilai jawaban kuesioner. Nilai jawabankuesioner diambil dengan menjumlahkan skor masing-masing jawaban dari setiap item pertanyaan yang ada.Seluruh item pertanyaan terbagi menjadi 4 sub skala.Subskala A terdiri dari 14 item pertanyaan penilaiantingkat pelaksanaan pembelajaran konstruktif. SubskalaB terdiri dari 25 item pertanyaan penilaian tingkatpelaksanaan pembelajaran mandiri. Sub skala C terdiridari 12 item pertanyaan penilaian tingkat pelaksanaanpembelajaran kolaboratif. Sub skala D terdiri dari 12item pertanyaan penilaian tingkat pelaksanaanpembelajaran kontekstual. Setiap pertanyaan memiliki4 buah pilihan jawaban dengan menggunakan skalaLikert, dengan kriteria 0: tidak pernah,1: jarang,2: sering,dan 3: selalu.

Penelitian ini terdiri dari 4 tahap. Tahap pertama adalahuji validitas dan reliabilitas instrumen. Tahap inimerupakan tahap pertama dalam pengujian validitas danreliabilitas item-item dalam kuesioner. Validitas yang diujiadalah validitas konstruksi. Instrumen dikatakanmemiliki validitas konstruksi, jika instrumen tersebutdapat mengukur gejala sesuai dengan yang didefinisikan.9

Untuk mengukur validitas konstruksi instrumen dalampenelitian ini, dilakukan dengan menggunakan ujivaliditas item yaitu uji korelasi Pearson Moment Product.Pengujian ini ditujukan untuk mengetahui bahwa item(pertanyaan) mempunyai dukungan yang kuat terhadapskor total. Suatu item pertanyaan dapat disebut memilikivaliditas yang tinggi jika memiliki korelasi yang tinggidengan skor total item.9,10 Pengujian validitas item inimenggunakan komputer dengan menggunakanperangkat lunak statistika.

Pengujian reliabilitas instrumen dalam penelitian inidilakukan secara internal dengan menguji konsistensiitem pertanyaan (internal consistency). Pengujian inimenggunakan uji Alpha-Cronbach. Suatu item pertanya-an disebut memiliki reliabilitas yang tinggi jika memilikinilai r > 0.7.10

Hasil dari uji validitas dan reliabilitas pertama ini akandigunakan untuk memperbaiki item-item dalamkuesioner. Selanjutnya, hasil tersebut akan dilakukanuji validitas dan reliabilitas yang kedua terhadap seluruhsubjek penelitian.

Tahap kedua adalah tahap penyebaran kuesioner. Tahapini bertujuan untuk melakukan pengambilan datapenelitian. Subjekdari penelitian ini yaitu angkatan 2007dan 2008 Pendidikan Dokter FK UGM Program Regulerdan Internasional. Pada tahap ini, peneliti menyebarkankuesioner kepada seluruh subjek penelitian pada saatkuliah. Peneliti memberikan kuesioner kepada seluruhresponden sebelum kuliah dimulai, kemudian kuesioneryang telah diisi dikembalikan setelah kuliah berakhir.

Tahap ketiga adalah analisis data. Tahap ini bertujuanuntuk menganalisis data penelitian untuk mencapaitujuan penelitian. Tahap ini terdiri dari beberapa proses,yaitu untuk mengetahui penilaian tingkat pelaksanaanPBL di FK UGM berdasarkan pem-belajaran konstruktif,mandiri, kolaboratif, dan kontekstual, dilakukan denganmenghitung rata-rata nilai jawaban kuesioner. Nilaijawaban yang dihitung rata-ratanya tersebut terdiri dari

Vol. 2 | No. 1 | Maret 2013 | Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia 47

Banu Aji Dibyasakti et al., Tingkat Pelaksanaan Problem-Based Learning di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada BerdasarkanPembelajaran Konstruktif, Mandiri, Kolaboratif, dan Kontekstual

dua jenis nilai, yaitu nilai total kuesioner dan nilai persubskala kuesioner.

Pada penilaian rata-rata nilai total kuesioner, dihitungrata-rata nilai total tingkat pelaksanaan PBL di FKUGM. Nilai total tingkat pelaksanaan PBL di FK UGMtersebut diperoleh dari hasil penjumlahan nilai seluruhsubskala dalam kuesioner. Hasilnya kemudiandikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu (a) rendah(0–1), (b) sedang (>1–2), (c) tinggi (>2).

Pada penilaian rata-rata nilai per sub skala kuesioner,dihitung rata-rata nilai dari masing-masing subskalakuesioner. Hasilnya, kemudian dikelompokkan menjadibeberapa kategori menurut subskala masing-masing.

Tingkat pelaksanaan pembelajaran konstruktifdikelompokkan menjadi tigakategori, yaitu (0–1) rendah:mahasiswa belum membangun ilmu pengetahuannya,(>1–2) sedang: mahasiswa telah membangun ilmupengetahuannya, namun belum maksimal, dan (>2)tinggi: mahasiswa telah membangun ilmu pengetahuan-nya dengan baik.

Tingkat pelaksanaan pembelajaran mandiri dikelom-pokkan menjadi tiga kategori, yaitu (0 – 1) rendah:kontrol proses belajar belum berada pada diri mahasiswasendiri, (>1– 2) sedang: kontrol proses belajar telahberada pada diri mahasiswa sendiri, namun belummaksimal, dan (>2) tinggi: kontrol proses belajar telahberada pada diri mahasiswa sendiri.

Tingkat pelaksanaan pembelajaran kolaboratif dikelom-pokkan menjadi tiga kategori, yaitu (0 – 1) rendah: belumterjadinya interaksi antar mahasiswa dalam prosespembelajaran, (>1–2) sedang: interaksi antar mahasiswatelah terjalin, namun belum maksimal, dan (>2)tinggi:terjadi interaksimahasiswa yang menghasilkan efekyang positif dalam proses pembelajaran.

Tingkat pelaksanaan pembelajaran kontekstualdikelompokkan menjadi tigakategori, yaitu (0–1) rendah:proses pembelajaran tidak mencerminkan situasi dankondisi lingkungan, tempat pengetahuan tersebut akandigunakan, (>1–2) sedang: proses pembelajaran telahmencerminkan situasi dan kondisi lingkungan, tempatpengetahuan tersebut akan digunakan, namun belummaksimal, dan (>2) tinggi: proses pembelajaran telahmencerminkan situasi dan kondisi lingkungan, tempatpengetahuan tersebut akan digunakan.

Untuk mengetahui: (a) perbedaan bermakna rata-ratanilai jawaban kuesioner antara mahasiswa angkatan2007 dan mahasiswa angkatan 2008 dan (b) perbedaanbermakna rata-rata nilai jawaban kuesioner antaramahasiswa program reguler dan mahasiswa programinternasional, menggunakan Uji Independent Sample T-Test.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, seluruh responden berjumlah 321mahasiswa yang berasal dari angkatan Tahun 2007 dan2008 Pendidikan Dokter FK UGM Program RegulerdanInternasional.Tabel1 menunjukkandistribusi subjekpenelitian dan tingkat respon responden.

Seluruh item dalam kuesioner pada penelitian inidilakukan uji validitas dan reliabilitas sebanyak dua kali.Uji validitas dan reliabilitas pertama dilakukan dengansampel sebanyak 30 mahasiswa yang berasal darimahasiswa Pendidikan Dokter FK UGM angkatan 2006,2007, dan 2008. Uji validitas instrumen inimenggunakan uji Pearson Moment Product. Tabel 2menunjukkan hasil uji validitas instrumen penelitiankepada 30 mahasiswa, yaitu:

Tabel 1. Distribusi dan tingkat respon responden

Vol. 2 | No. 1 | Maret 2013 | Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia48

Banu Aji Dibyasakti et al., Tingkat Pelaksanaan Problem-Based Learning di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada BerdasarkanPembelajaran Konstruktif, Mandiri, Kolaboratif, dan Kontekstual

Tabel 2. Hasil uji validitas instrumen penelitian kepada 30 mahasiswa

Suatu item pertanyaan dapat disebut memiliki validitasyang tinggi jika memiliki korelasi yang tinggi denganskor total item.9,10 Korelasi tersebut ditunjukkan olehtaraf kebermaknaan item tersebut terhadap skor totalnya.Taraf kebermaknaan adalah kemungkinan terjadinyakesalahan penolakan hipotesis nol yang benar dalampenelitian. Makin kecil taraf kebermaknaan dari suatuitem, berarti semakin tinggi tingkat kepercayaan itemtersebut.11

Uji reliabilitas instrumen ini menggunakan uji Alpha-Cronbach. Tabel 3 menunjukkan hasil uji reliabilitasinstrumen penelitian kepada 30 mahasiswa, yaitu:

Tabel 3. Hasil uji reliabilitas instrumen penelitiankepada 30 mahasiswa

Suatu item disebut memiliki reliabilitas yang tinggi jikamemiliki r >0,7. Berdasarkan hasil di atas, maka seluruhitem dalam instrumen ini memiliki reliabilitas yang tinggi(r > 0,7).

Berdasarkan uji validitas dan reliabilitas kepada 30mahasiswa, diadakan beberapa perubahan itempertanyaan dalam kuesioner yang bertujuan untuk mem-perbaiki item pertanyaan dalam kuesioner penelitian.Perubahan tersebut diantaranya: (a) pada item pertanyaanpembelajaran konstruktif, terdapat 2 item yang dihapusdan 1 item yang diperbaiki, (b) pada item pertanyaanpembelajaran mandiri, terdapat 3 item yang dihapusdan 2 item yang diperbaiki, (c) pada item pertanyaanpembelajaran kolaboratif, terdapat 4 item yang dihapusdan 1 item yang diperbaiki, (d) pada item pertanyaanpembelajaran kontekstual, hanya terdapat 1 item yangdiperbaiki.

Uji validitas dan reliabilitas yang kedua dilakukankepada seluruh responden penelitian yang berjumlah321 mahasiswa yang berasal dari mahasiswa PendidikanDokter FK UGM angkatan tahun 2007 dan 2008. Ujivaliditas instrumen ini menggunakan uji Pearson MomentProduct. Tabel 4 menunjukkan hasil uji validitasinstrumen penelitian kepada 321 mahasiswa.

Vol. 2 | No. 1 | Maret 2013 | Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia 49

Banu Aji Dibyasakti et al., Tingkat Pelaksanaan Problem-Based Learning di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada BerdasarkanPembelajaran Konstruktif, Mandiri, Kolaboratif, dan Kontekstual

Tabel 4. Hasil uji validitas instrumen kepada 321 mahasiswa

Berdasarkan hasil uji validitas yang kedua, diperolehhasil semua item memiliki korelasi yang tinggi terhadapskor totalnya. Hal ini ditunjukkan dengan seluruh itempertanyaan memiliki taraf kebermaknaan sebesar 0,01.

Uji reliabilitas instrumen ini menggunakan uji Alpha-Cronbach. Tabel 5 menunjukkan hasil uji reliabilitasinstrumen penelitian kepada 321 mahasiswa, yaitu:

Suatu item disebut memiliki reliabilitas yang tinggi jikamemiliki r >0,7. Berdasarkan hasil di atas, maka seluruhitem dalam instrumen ini memiliki reliabilitas yang tinggi(r >0,7).

Tabel 5. Hasil uji reliabilitas item kuesioner kepada 321mahasiswa

Penilaian tingkat pelaksanaan pembelajaran konstruktif,mandiri, kolaboratif, dan kontekstual diukur denganmenggunakan kuesioner kepada 321 mahasiswa. Tabel6 menunjukkan rata-rata nilai total kuesioner dan rata-rata nilai per sub skala kuesioner.

Berdasarkan Tabel 6, penilaian tingkat pelaksanaanpembelajaran konstruktif di FK UGM adalah sedang:mahasiswa telah membangun ilmu pengetahuannya,namun belum maksimal (1,77±0,33). Penilaian tingkatpelaksanaan pembelajaran mandiri di FK UGM adalahsedang: kontrol proses belajar telah berada pada dirimahasiswa sendiri,namun belum maksimal (1,68 ± 0,30).Penilaian tingkat pelaksanaan pembelajaran kolaboratifdi FK UGM adalah sedang: interaksi antar mahasiswatelah terjalin, namun belum maksimal (1,85±0,34).Penilaian tingkat pelaksanaan pembelajaran kontekstualdi FK UGM adalah sedang: proses pembelajaran telahmencerminkan situasi dan kondisi lingkungan, tempatpengetahuan tersebut akan digunakan, namun belummaksimal (1,61±0,42). Sehingga berdasarkan ke-empatpenilaian di atas, diperoleh penilaian pelaksanaan PBLdi FK UGM adalah sedang (1,72 ± 0,28).

Tabel 6. Rata-rata nilai per subskala kuesioner dan rata-rata nilai total kuesioner

Vol. 2 | No. 1 | Maret 2013 | Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia50

Banu Aji Dibyasakti et al., Tingkat Pelaksanaan Problem-Based Learning di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada BerdasarkanPembelajaran Konstruktif, Mandiri, Kolaboratif, dan Kontekstual

Perbandingan tingkat penilaian pelaksanaan pem-belajaran konstruktif, mandiri, kolaboratif, dankontekstual berdasarkan karakteristik mahasiswamenggunakan uji independent sample t-test. Karakteristikmahasiswa yang dibandingkan adalah angkatan danprogram reguler/internasional.

Tabel 7 menunjukkan perbandingan penilaian tingkatpelaksanaan PBL berdasarkan pembelajaran konstruktif,mandiri, kolaboratif, dan kontekstual berdasarkankarakteristik angkatan mahasiswa.

Tabel 7. Perbandingan penilaian tingkat pelaksanaan PBL berdasarkan pembelajaran konstruktif, mandiri,kolaboratif, dan kontekstual berdasarkan karakteristik angkatan mahasiswa

Dengan menggunakan metode independent sample t-test,diperoleh hasil: (a) tidak ada perbedaan bermaknatingkat pelaksanaan pembelajaran konstruktif antaraangkatan 2007 dan angkatan 2008 (p > 0.05), (b) tidakada perbedaan bermakna tingkat pelaksanaanpembelajaran mandiri antara angkatan 2007 danangkatan 2008 (p > 0.05), (c) tidak ada perbedaan

bermakna tingkat pelaksanaan pembelajaran kolaboratifantara angkatan 2007 dan angkatan 2008 (p > 0.05), (d)tidak ada perbedaan bermakna tingkat pelaksanaanpembelajaran konstruktif angkatan 2007 dan angkatan2008 (p > 0.05), (e) tidak ada perbedaan bermaknatingkat pelaksanaan PBL secara keseluruhan antaraangkatan 2007 dan angkatan 2008 (p > 0.05).

Tabel 8 Perbandingan penilaian tingkat pelaksanaan PBL berdasarkan pembelajaran konstruktif, mandiri,kolaboratif, dan kontekstual berdasarkan karakteristik program reguler/internasional.

Dengan menggunakan metode independent sample t-test,diperoleh hasil: (a) terdapat perbedaan bermakna tingkatpelaksanaan pembelajaran konstruktif antara mahasiswaprogram reguler dan internasional (p<0.05), (b) tidakada perbedaan bermakna tingkat pelaksanaan pem-belajaran mandiri antara mahasiswa program regulerdan internasional (p > 0.05), (c) tidak ada perbedaanbermakna pelaksanaan pembelajaran kolaboratif antara

mahasiswa program reguler dan internasional (p>0.05),(d) terdapat perbedaan bermakna tingkat pelaksanaanpembelajaran kontekstual mahasiswa program regulerdan internasional (p<0.05), (e) terdapat perbedaanbermakna tingkat pelaksanaan PBL secara keseluruhanantara mahasiswa program reguler dan internasional(p<0.05).

Vol. 2 | No. 1 | Maret 2013 | Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia 51

Banu Aji Dibyasakti et al., Tingkat Pelaksanaan Problem-Based Learning di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada BerdasarkanPembelajaran Konstruktif, Mandiri, Kolaboratif, dan Kontekstual

Berdasarkan Tabel 2, diperoleh hasil terdapat 9 itempertanyaan pembelajaran konstruktif yang memilikivaliditas dengan taraf kebermaknaan 0,01 dan 4 itempertanyaan yang memiliki validitas dengan tarafkebermaknaan 0,05. Taraf kebermaknaan menunjukkankemungkinan terjadinya kesalahan menolak hipotesisnol yang ternyata benar. Taraf kebermaknaan 0,01 berartibahwa kemungkinan terjadinya kesalahan tersebutdalam penelitian adalah 1%, sedangkan tarafkebermaknaan 0,05 berarti bahwa kemungkinanterjadinya kesalahan tersebut dalam penelitian adalahsebesar 5%.

Taraf kebermaknaan yang rendah menunjukkan tingkatkepercayaan yang tinggi atau dalam hal ini memilikikorelasi yang tinggi dengan skor totalnya. Tarafkebermaknaan yang termasuk rendah adalah sebesar0,01 dan 0,05.9,11 Sehingga dapat dikatakan bahwa 13item pertanyaan tersebut telah memiliki korelasi yangtinggi terhadap skor total item sehingga dapat dengantepat mengukur pelaksanaan pembelajaran konstruktifdalam PBL.9,10,11

Selain itu, diperoleh juga 3 item pertanyaan yangmemiliki korelasi yang rendah terhadap skor total itempertanyaan, yaitu (a) Nomor 5: Saya menghubungkanmateri kuliah dan materi praktikum dengan diskusi ditutorial, (b) Nomor 12: Saya membuat mind mapping diakhir pertemuan tutorial pertama, dan (c) Nomor 14:Saya dapat membuat alur materi dari suatu penyakit diakhir tutorial. Peneliti akhirnya melakukan perubahanterhadap item-item tersebut dengan menghapus itemnomor 12 dan 14, dan merubah redaksional item nomor5 menjadi: Saya menghubungkan materi kuliah danmateri praktikum dalam tutorial.

Pada uji validitas kedua kepada 321 mahasiswa, ternyatadiperoleh seluruh item pertanyaan pembelajarankonstruktif berkorelasi dengan skor totalnya pada tarafkebermaknaan0,01.Hal inimenunjukkanbahwaseluruhitem pembelajaran konstruktif telah memiliki korelasiyang tinggi terhadap skor total itemnya sehingga dapatdengan tepat mengukur pelaksanaan pembelajarankonstruktif dalam PBL. 9,10,11

Berdasarkan Tabel 2, diperoleh hasil terdapat 18 itempertanyaan pembelajaran mandiri yang memiliki validitasdengan taraf kebermaknaan 0,01 dan 5 item pertanyaan

yang memiliki validitas dengan taraf kebermaknaan 0,05.Hal ini menunjukkan bahwa23 item pertanyaan tersebuttelah memiliki korelasi yang tinggi terhadap skor totalitem.9,10,11 Selain itu, diperoleh juga 5 item pertanyaanyang memiliki korelasi yang rendah dengan skor totalitem pertanyaan, yaitu (a) Nomor 8: Saya menyadaripentingnya belajar, (b) Nomor 19:Saya membaca bahanpraktikum sebelum praktikum, (c) Nomor 21: Sayamemotivasi diri sendiri dalam belajar, (d) Nomor 23:Saya menciptakan suasana belajar yang nyaman bagisaya, dan (e) Nomor 25: Saya mengetahui kekurangansaya dalam belajar. Peneliti akhirnya melakukanperubahan terhadap item-item tersebut denganmenghapus item Nomor 19, 23 dan 25, dan merubahredaksional item nomor 8 dan 21 menjadi (a) Nomor 8:Saya menyadari kepentingan mengapa saya mempelajaritopik tertentu, (b) Nomor 21: Saya mempunyai motivasidari diri saya sendiri untuk belajar.

Pada uji validitas kedua kepada 321 mahasiswa,didapatkan bahwaseluruh item pertanyaan pembelajaranmandiri berkorelasi dengan skor totalnya pada tarafkebermaknaan0,01.Hal inimenunjukkanbahwaseluruhitem pembelajaran mandiri telah memiliki korelasi yangtinggi terhadap skor total itemnya sehingga dapat dengantepat mengukur pelaksanaan pembelajaran mandiridalam PBL.9,10,11

Berdasarkan Tabel 2 , diperoleh hasil terdapat 10 itempertanyaan pembelajaran kolaboratif yang memilikivaliditas dengan taraf kebermaknaan 0,01 dan 1 itempertanyaan yang memiliki validitas dengan tarafkebermaknaan 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa 11item pertanyaan tersebut telah memiliki korelasi yangtinggi terhadap skor total item sehingga dapat dengantepat mengukur pelaksanaan pembelajaran kolaboratifdalam PBL. 9,10,11 Selain itu, diperoleh juga 5 itempertanyaan yang memiliki korelasi yang rendah denganskor total item pertanyaan, yaitu (a) Nomor4: Sayabelajarbersama teman sebelum ujian blok, (b) Nomor 11: Sayamelakukan diskusi materi kuliah setelah selesai kuliah,(c) nomor 12: Sayamendiskusikan soalpretestpraktikum,(d) Nomor 13: Saya mendengarkan pendapat teman saatdiskusi, dan (d) Nomor 14: Saya melakukan tanya jawabmateri pembelajaran. Peneliti akhirnya melakukanperubahan terhadap item-item tersebut denganmenghapus item nomor 4, 11, 12, dan 14, dan merubah

Vol. 2 | No. 1 | Maret 2013 | Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia52

Banu Aji Dibyasakti et al., Tingkat Pelaksanaan Problem-Based Learning di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada BerdasarkanPembelajaran Konstruktif, Mandiri, Kolaboratif, dan Kontekstual

redaksional item nomor 13 menjadi: Saya menghargaipendapat teman saat diskusi.

Pada uji validitas kedua kepada 321 mahasiswa, ternyatadiperoleh seluruh item pertanyaan pembelajarankolaboratif telah berkorelasi dengan skor totalnya padataraf kebermaknaan 0,01. Hal ini menunjukkan bahwaseluruh item pembelajaran mandiri telah memilikikorelasi yang tinggi terhadap skor total itemnya sehinggadapat dengan tepat mengukur pelaksanaan pembelajarankolaboratif dalam PBL. 9,10,11

Berdasarkan Tabel 2, diperoleh hasil terdapat 10 itempertanyaan pembelajaran kontekstual yang memilikivaliditas dengan taraf kebermaknaan 0,01 dan 1 itempertanyaan yang memiliki validitas dengan tarafkebermaknaan 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa 11item pertanyaan tersebut telah memiliki korelasi yangtinggi terhadap skor total item sehingga dapat dengantepat mengukur pelaksanaan pembelajaran kontekstualdalam PBL.9,10,11 Selain itu, diperoleh juga 1 itempertanyaan yang memiliki korelasi yang rendah denganskor total item pertanyaan, yaitu: Nomor 8. Sayamembandingkan teori dalam ilmu yang saya pelajaridengan realitas dalam kehidupan. Peneliti akhirnyamelakukan perubahan terhadap item tersebut denganmerubah redaksional item Nomor 8 menjadi: Sayamembandingkan ilmu yang saya pelajari dengankejadian-kejadian sehari-hari yang saya lihat atau alami.

Pada uji validitas kedua kepada 321 mahasiswa, ternyatadiperoleh seluruh item pertanyaan pembelajarankontekstual telah berkorelasi dengan skor totalnya padataraf kebermaknaan 0,01. Hal ini menunjukkan bahwaseluruh item pembelajaran kontekstual telah memilikikorelasi yang tinggi terhadap skor total itemnya sehinggadapat dengan tepat mengukur pelaksanaan pembelajarankontekstual dalam PBL.9,10,11

Berdasarkan hasil kedua uji validitas di atas, telahdiperoleh item-item pertanyaan tingkat pelaksanaanpembelajaran konstruktif, mandiri, kolaboratif, dankontekstual dalam kuesioner dengan validitas yangtinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kuesioner dalampenelitian ini secara rasional telah mencerminkantingkat pelaksanaan pembelajaran konstruktif, mandiri,kolaboratif, dan kontekstual.9,10

Berdasarkan Tabel 3, diperoleh hasil: (a) reliabilitas itempembelajaran konstruktif=0,76, (b) reliabilitas itempembelajaran mandiri=0,88, (c) reliabilitas itempembelajaran kolaboratif =0,72, (d) reliabilitas itempembelajaran kontekstual= 0,82, dan (e) reliabilitas itemPBL=0,92. Nilai tersebut menunjukkan bahwa seluruhitem pertanyaan dalam kuesioner penelitian telahmemiliki reliabilitas yang tinggi (r > 0,7).10

Berdasarkan Tabel 5, diperoleh hasil: (a) reliabilitas itempembelajaran konstruktif = 0,80, (b) reliabilitas itempembelajaran mandiri=0,85, (c) reliabilitas itempembelajaran kolaboratif=0,78, (d) reliabilitas itempembelajaran kontekstual =0,88, dan (e) reliabilitas itemPBL=0,93. Nilai tersebut menunjukkan bahwa itempertanyaan dalam kuesioner penelitian telah memilikireliabilitas yang tinggi (r >0,7).10

Berdasarkan hasil kedua uji reliabilitas di atas, diperolehseluruh item pertanyaan penilaian tingkat pelaksanaanPBL berdasarkan pembelajaran konstruktif, mandiri,kolaboratif, dan kontekstual telah memiliki reliabilitasyang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kuesioner yangdigunakan dalam penelitian ini telah dapat memberikanhasil yang konsisten dalam waktu yang berbeda.9

Tingkat pelaksanaan PBL di FK UGM berdasarkan hasilrata-rata penilaian tingkat pelaksanaan pembelajarankonstruktif, mandiri, kolaboratif, dan kontesktual adalahsedang (1,718). Tingkat pelaksanaan PBL yang sedangini, menunjukkan bahwa (a) mahasiswa telahmembangun ilmu pengetahuannya, namun belummaksimal, (b) kontrol proses belajar telah berada padadiri mahasiswa sendiri, namun belum maksimal, (c)interaksi antar mahasiswa telah terjalin, namun belummaksimal, dan (d) proses pembelajaran telahmencerminkan situasi dan kondisi lingkungan, tempatpengetahuan tersebut akan digunakan, namun belummaksimal.

Berdasarkan hasil rata-rata penilaian tingkat pelaksanaanpembelajaran konstruktif di FK UGM (Tabel 6),didapatkan pelaksanaan pembelajaran konstruktif di FKUGM adalah sedang: mahasiswa telah membangun ilmupengetahuannya, namunbelum maksimal (1,77).Tingkatpelaksanaan pembelajaran konstruktif ditentukan olehtiga hal, yaitu: (a) kualitas masalah yang diberikan kepada

Vol. 2 | No. 1 | Maret 2013 | Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia 53

Banu Aji Dibyasakti et al., Tingkat Pelaksanaan Problem-Based Learning di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada BerdasarkanPembelajaran Konstruktif, Mandiri, Kolaboratif, dan Kontekstual

mahasiswa1,3,12, (b) aktivasi prior knowledge1, dan (c) proseselaborasi ilmu pengetahuan dalam diskusi tutorial1,2.

Hasil pelaksanaan pembelajaran konstruktif yang sedangdalam penelitian ini mungkin menunjukkan bahwakualitas masalah yang dihadapi oleh mahasiswa masihbelum benar-benar mampu untuk menstimulusmahasiswa dalam membangun ilmu pengetahuannya.Davis & Harden3 menyebutkan bahwa masalah yangdisampaikan kepada mahasiswa, dirancang untukmenjadi sebuah media dalam menyampaikan tujuan-tujuan belajar yang dibuat oleh fakultas. Tujuan belajardari fakultas tersebut diwujudkan melalui berbagaimacam aktivitas pembelajaran, di antaranya tutorial,kuliah, dan praktikum.13

Dalam kegiatan tutorial, masalah diwujudkan dalambentuk skenario kasus. Skenario kasus semestinya dapatmenciptakan suatu konflik pengetahuan di antaramahasiswa. Dengan adanya konflik pengetahuan, makahal ini akan menstimulus mahasiswa untuk menggaliinformasi yang terkandung di dalamnya.14 Melaluiskenario tersebut, mahasiswa dapat membangun suatubangunan ilmu pengetahuan baru untuk memperkuatpengetahuan yang sudah ada sebelumnya. Selain itu,melalui skenario tersebut, seharusnya mahasiswa akandapat mengetahui kebutuhan belajarnya yang sesuaidengan yang dibuat oleh fakultas.3 Terkait denganskenario, tutor bertugas membantu mahasiswa untukmengembangkan skenario kasus yang dihadapi olehmahasiswa, tanpa memberikan ilmunya secara langsung.1,5,6,15

Dalam kegiatan kuliah, materi yang disampaikan olehpengajar seharusnya dapat merepresentasikanpermasalahan yang dihadapi oleh mahasiswa. Selain itu,dalam perkuliahan yang konstruktif, mahasiswaseharusnya dapat menanyakan hal-hal dari skenariomasalah yang masih belum mendapatkan kejelasan.8

Melalui kejelasan dari pihak pengajar, diharapkan akanmemudahkan mahasiswa untuk merangkai bangunanilmu pengetahuannya.

Dalam kegiatan praktikum, materi praktikum jugasemestinya berhubungan dengan permasalahan yangdihadapi mahasiswa. Selain itu dalam praktikum,mahasiswa juga diharapkan untuk menanyakan kepadapembimbing praktikum mengenai hal-hal yang belum

mendapat kejelasan, khususnya hal yang berhubungandengan materi praktikum tersebut. Melalui hal itu,mahasiswa diharapkan menjadi lebih mudah dalammerangkai bangunan ilmu pengetahuannya.

Hasil pembelajaran konstruktif yang sedang padapenelitian ini mungkin jugamenunjukkan bahwaaktivasidari prior knowledge mahasiswa masih berada pada tingkatsedang. Aktivasi prior knowledge berkaitan dengan prosespengaitan antara ilmu pengetahuan yang baru didapatdengan pengetahuan yang sudah.1 Dalam hal ini priorknowledge merupakan suatu pondasi dari ilmupengetahuan yang dimiliki oleh mahasiswa. Priorknowledge yang kuat akan menjadi sebuah pondasi yangkuat. Aktivasi prior knowledge yang sedang pada penelitianini menunjukkan bahwa pondasi ilmu pengetahuanmahasiswa belum sepenuhnya kuat. Charlin et al2

menyebutkan bahwa dengan adanya pondasi yang kuat,maka bangunan ilmu pengetahuan pada mahasiswa akanmenjadi semakin kuat. Ketika suatu ilmu pengetahuanbaru ditambahkan di antara prior knowledge yang kuattersebut, maka pengetahuan baru tersebut akan denganmudah untuk digunakan kembali.

Aktivasi prior knowledge dapat dilakukan dalam berbagaiaktivitas pembelajaran. Romauli et al8 menyebutkanbahwa aktivasi prior knowledge pada diskusi tutorial dapatdiwujudkan dengan mengingat kembali materi-materiyang sudah pernah dipelajarinya saat tutorial pertemuanpertama. Selain itu Dolman et al1 juga menyatakanbahwa dalam diskusi tutorial, tutor berfungsi untukmembantu memancing pengetahuan mahasiswa secaramendalam agar aktivasi prior knowledgedapat berlangsungdengan maksimal. Kemudian dalam kegiatan kuliah,aktivasi prior knowledge dapat diwujudkan denganmengaitkan materi yang telah dipelajari sebelumnyadengan materi kuliah yang disampaikan oleh dosenpengajar.

Dalam kegiatan praktikum, aktivasi prior knowledgediperlukan untuk mengaitkan materi praktikum denganmateri yang telah dipelajari sebelumnya. Serta dalamkehidupan sehari-hari,mahasiswa semestinyadapat selalumengingat-ingat kembali materi yang telah dipelajarisebelumnyadanmenghubungkan materi tersebutdenganmateri yang baru didapat.9 Dengan mengaktifkan priorknowledge mahasiswa, semestinya pondasi dari bangunan

Vol. 2 | No. 1 | Maret 2013 | Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia54

Banu Aji Dibyasakti et al., Tingkat Pelaksanaan Problem-Based Learning di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada BerdasarkanPembelajaran Konstruktif, Mandiri, Kolaboratif, dan Kontekstual

ilmu pengetahuan yang dimiliki mahasiswa akanmenjadi lebih kuat.1

Selain terkait dengan masalah yang dihadapi mahasiswaserta proses aktivasi prior knowledge, hasil pembelajarankonstruktif yang sedang dalam penelitian ini juga dapatmenunjukkan bahwaproses elaborasi ilmupengeatahuanpada mahasiswa masih belum sepenuhnya terjadi. Savery& Duffy14 dan Charlin et al2 menyebutkan bahwa proseselaborasi memungkinkan terjadinya interaksi antaramahasiswa dengan lingkungan di sekitarnya. Lingkungantersebut dalam hal ini berperan dalam menguji kekuatandan kebenaran dari pemahaman yang ada pada dirimahasiswa serta fungsinya dalam kehidupan.Selanjutnya, dari proses pengujian itulah kemudian akandihasilkan suatu pengetahuan baru yang akanmemperkuat bangunan ilmu pengetahuan mahasiswa.

Proses elaborasi ilmu pengetahuan dapat diwujudkandalam berbagai macam aktivitas pembelajaran. Dolmanet al1 mengatakan bahwa proses elaborasi ilmupengetahuan dapat diwujudkan melalui aktivitaspertukaran informasi antar mahasiswa. Dalam diskusitutorial, proses elaborasi ini dapat terwujud melaluiaktivitas diskusi dari kasus yang dihadapi mahasiswa,kemudian juga mahasiswa seharusnya dapatmenghubungkan teori dasar dengan teori klinis darisebuah penyakit.8 Dalam kegiatan kuliah dan praktikum,elaborasi ilmu pengetahuan dapat terwujud dengansaling menghubungkan kedua materi tersebut satu samalain, serta dapat juga dikaitkan dengan ilmu yangdidapatkan di tutorial.8 Dalam kehidupan sehari-hari,elaborasi ilmu pengetahuan dapat terwujud denganaktivitas tanya-jawab antar mahasiswa satu sama lain,dan juga dengan aktivitas pembuatan catatan.1

Berdasarkan hal di atas, hasil pembelajaran konstruktifyang sedang dapat menunjukkan bahwa aktivitaspertukaran informasi antar mahasiswa baik di tutorial,kuliah, praktikum, dan kehidupan sehari-hari, belumterjadi secara maksimal.

Tidak maksimalnya proses pertukaran informasi padamahasiswa di atas dapat mempengaruhi proses aktivasiprior knowledge mahasiswa. Alasannya sesuai denganDolman et al1 yang menyebutkan bahwa aktivitaspertukaran informasi akan mendukung terjadinyaaktivasidari prior knowledge mahasiswa. Dengan saling bertukar

informasi, maka mahasiswa akan semakin seringmengaktifkan prior knowledge yang dimilikinya. Sehinggamelalui hal itu, pembelajaran konstruktif diharapkanakan terjadi secara maksimal.

Berdasarkan hasil rata-rata penilaian tingkat pelaksanaanpembelajaran mandiri di FK UGM (Tabel 6), didapatkanpelaksanaan pembelajaran mandiri di FK UGM adalahsedang: kontrol proses belajar telah berada pada dirimahasiswa sendiri, namun belum maksimal (1,68).Tingkat pelaksanaan pembelajaran mandiri ditentukanoleh tiga hal, yaitu (a) planning , (b) monitoring, dan (c)evaluating proses pembelajaran.1,2,3,4,5

Hasil pelaksanaan pembelajaran mandiri yang sedangdalam penelitian ini mungkin menunjukkan bahwamahasiswa belum secara maksimal dalam membuatperencanaan proses belajarnya. Melalui aktivitasplanning,mahasiswa semestinya dapat mengetahui segala peluangdan hambatan yang akan dihadapinya. Denganmengetahui peluang dan hambatan tersebut, makamahasiswa akan dapat membuat strategi belajar yangtepat. Strategi belajar tersebut akan digunakan olehmahasiswa untuk mencapai tujuan pembelajarannya.1,2,3,4

Terdapat dua hal yang dibutuhkan saat planning, yaitu(a) prior knowledge dalam diri mahasiswa. Dolman et al1

menyebutkan bahwa prior knowledge diperlukan untukmengetahui kebutuhan belajar mahasiswa saat planning.Berdasarkan hal itu, hasil pelaksanaan pembelajaranmandiri yang sedang dapat menunjukkan bahwakemungkinan mahasiswa belum secara maksimalmenggunakan prior knowledge yang dimilikinya. Selainitu diperlukan juga (b) sumber belajar yang lengkap.Davis & Harden3 dan Harsono4 menyebutkan bahwasumber-sumber pembelajaran seperti pengajar danliteratur harus tersedia secara lengkap agar mahasiswadapat mengerti sumber belajarnya saat merencanakanproses pembelajaran. Sehingga, hasil pelaksanaanpembelajaran mandiri yang sedang ini juga mungkindapat disebabkan karena sumber belajar yang ada belumsepenuhnya tersedia secara lengkap.

Aktivitas planning dibutuhkan dalam seluruh aktivitaspembelajaran mahasiswa.Dalam diskusi tutorial, aktivitasplanning tercermin dari tutorial pertama. Pada tutorialpertama, mahasiswa diharapkan dapat membuat suatuperencanaan materi belajar yang diwujudkan dalam

Vol. 2 | No. 1 | Maret 2013 | Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia 55

Banu Aji Dibyasakti et al., Tingkat Pelaksanaan Problem-Based Learning di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada BerdasarkanPembelajaran Konstruktif, Mandiri, Kolaboratif, dan Kontekstual

bentuk learning objective. Learning objective tersebut akandisepakati oleh seluruh anggota kelompok dan setelahitu setiap anggota belajar atas dasar learning objectivetersebut.8 Dalam kegiatan kuliah, aktivitas planning dapattercermin dari persiapan mahasiswa sebelum kegiatankuliah. Persiapan ini dapat dilakukan dengan membacamateri kuliah tahun lalu atau pun dengan membacamateri yang terkait dengan judul kuliahnya.8

Pada kegiatan praktikum, aktivitas planning jugadiwujudkan dengan persiapan mahasiswa sebelummengikuti praktikum. Persiapan ini dapat dilakukandengan membaca dan memahami terlebih dahulu materipraktikum sebelum dilakukannya praktikum. Setelah itu,mahasiswa tersebut seharusnya dapat membuat suatuperencanaan dari langkah-langkah kerja (workplan) yangakan dilakukan saat praktikum.Dengan memahami sertadapat membuat rencana kerja praktikum, diharapkanmahasiswa telah dikatakan siap untuk menjalanipraktikum tersebut. Untuk kegiatan sehari-hari, aktivitasplanning dapat diwujudkan dengan masing-masingmahasiswa diharapkan memiliki perencanaan pribadiuntuk proses belajarnya. Perencanaan pribadi tersebutdapat diwujudkan dengan memiliki learning objectivepribadi, yaitu tujuan belajar selain dari yang dibahas ditutorial.8

Hasil pelaksanaan pembelajaran mandiri yang sedangdalam penelitian ini mungkin juga menunjukkan bahwaproses monitoring pembelajaran belum sepenuhnyaberjalan dengan lancar. Melalui monitoring prosespembelajaran, mahasiswa semesetinya dapat mengetahuipengetahuan yang telah dan yang belum dipelajarinya.Hal ini akan berguna dalam persiapan untukmengantisipasi hambatan yang akan muncul kemudian.1,2,5 Romauli et al8 memberikan contoh perwujudan dariproses monitoring dalam tutorial, yaitu ketika mahasiswamelakukan self learning di antara tutorial pertemuanpertama dan kedua. Pada self learning, mahasiswadiharapkan mencari sendiri jawaban dari learning objectiveyang ditetapkan di tutorial pertama. Hal ini dapatdilakukan dengan membaca berbagai macam referensi.Melalui hal itu, mahasiswa akan dapat melakukanmonitoring proses belajarnya. Dalam kegiatan kuliah,aktivitas monitoring dapat tercermin melalui mahasiswamenghubungkan materi yang sedang dijelaskan dengan

materi yang telah dipelajarinya. Melalui hal itu, makamahasiswa akan dapat mengetahui hal-hal yang masihperlu dipelajari lebih lanjut.8

Aktivitas monitoring dalam praktikum tidak jauh berbedadengan kuliah, yaitu mahasiswa dapat menghubungkanmateri praktikum yang telah dimengerti dan materipraktikum yang belum dimengerti.8 Hal ini akanmembuat mahasiswa mengetahui hal-hal yang perludipelajari lagi setelahnya. Sedangkan untuk kehidupansehari-hari, aktivitas monitoring dapat diwujudkan dalambentuk mahasiswa mengidentifikasi kesalahannya dalamproses belajar dan juga mahasiswa dapat mengulangmateri yang telah dipelajari.8 Hal ini penting dilakukansupaya mahasiswa dapat mengetahui hambatan-hambatan dalam proses pembelajaran yang akan datangkemudian.

Selain menunjukkan kedua hal di atas, hasil pelaksanaanpembelajaran mandiri yang sedang dapat menunjukkanbahwa proses refleksi hasil belajar mahasiswa belumsepenuhnya terlaksana dengan baik. Harsono4 danKaufman5 menyebutkan bahwa dalam pembelajaranmandiri, mahasiswa seharusnya dapat merefleksikanhasil belajarnya disesuaikan dengan tujuan belajarnyasaat planning.

Romauli et al8 menjelaskan perwujudan dari prosesref leksi hasil belajar tersebut yaitu denganmembandingkan hasil belajar dengan teman. Hal inidapat diwujudkan saat tutorial pertemuan kedua, kuliah,praktikum, ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Selainitu, proses evaluasi pembelajaran semestinya dapatmembuat mahasiswa lebih mengetahui lagi materi-materiyang masih harus dipelajarinya lagi. Contohnya adalahsaat tutorial pertemuan kedua, mahasiswa diharapkanmengetahui materi-materi yang harus dipelajarisetelahnya. Hal ini akan memicu mahasiswa untukmembuat learning objective pribadi setelah tutorial.8

Selain itu, aktvitas evaluating dalam praktikum dankehidupan sehari-hari dapat diwujudkan denganmelakukan konsultasi pakar.8 Pada konsultasi pakar,mahasiswa diharapkan dapat menanyakan mengenaiinterpretasi hasil praktikum yang dibuat oleh mahasiswakepada pembimbing praktikum bahwa sudah benar ataubelum. Sedangkan dalam kehidupan sehari-hari,

Vol. 2 | No. 1 | Maret 2013 | Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia56

Banu Aji Dibyasakti et al., Tingkat Pelaksanaan Problem-Based Learning di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada BerdasarkanPembelajaran Konstruktif, Mandiri, Kolaboratif, dan Kontekstual

konsultasi pakar dapat dilakukan untuk menanyakanmateri pembelajaran yang dirasa belum mendapatkanjawaban saat diskusi tutorial.

Pada saat proses evaluating proses pembelajaran, motivasiinternal mahasiswa sangat dibutuhkan. Hal ini pentingagar mahasiswa dapat terus melanjutkan proses belajarsetelah proses evaluasi tersebut. Amin & Khoo12 danDolman1 menjelaskan bahwa motivasi dari dalam dirisangat diperlukan saat melakukan evaluasi. Selain itu,Mustikarachmi et al16 juga menambahkan bahwa faktormotivasi dari dalam diri menjadi faktor utama keduasetelah faktor teman yang mempengaruhi mahasiswauntuk belajar secara mandiri.

Berdasarkan hasil rata-rata penilaian tingkat pelaksanaanpembelajaran kolaboratif di FK UGM (Tabel 6),didapatkan pelaksanaan pembelajaran kolaboratif di FKUGM adalah sedang: interaksi antar mahasiswa telahterjalin, namun belum maksimal (1,85). Tingkatpelaksanaan pembelajaran kolaboratif ditentukan olehtiga hal, yaitu (a) kesamaan tujuan belajar1, (b) adanyapembagian tugas dan tanggung jawab dalam diskusitutorial1,7,17, dan (c) ketergantungan yang mutual antarmahasiswa1,7.

Hasil pelaksanaan pembelajaran kolaboratif yang sedangdalam penelitian ini mungkin menunjukkan bahwatujuan belajar yang dimiliki antar mahasiswa belumsepenuhnya sama. Dolman et al1 menyebutkan bahwatujuan belajar merupakan dasar dari aktivitaspembelajaran. Dengan adanya kesamaan dalam tujuanbelajar, maka akan memudahkan untuk terjadinyainteraksi antar mahasiswa.

Kesamaan tujuan belajar dapat diwujudkan dalamberbagai aktivitas pembelajaran. Dalam diskusi tutorial,kesamaan tujuan belajar dapat tercermin dari penetapanlearning objectivepada akhir tutorial pertemuan pertama.8

Dengan menetapkan learning objective secara bersama-sama, dapat dikatakan bahwa mahasiswa telah memilikikesamaan tujuan belajar. Melalui hal ini, interaksi antarmahasiswa yang memicu pembelajaran kolaboratif akandapat terwujud. Dalam kegiatan kuliah, kesamaan tujuanpembelajaran dapat tercermin melalui penjelasan dosenpengajar mengenai tujuan pembelajaran dalamkuliahnya yang harus dikuasai oleh mahasiswa. Melaluipenjelasan tersebut, semestinya akan tercipta kesamaantujuan belajar antar mahasiswa.

Pada kegiatan praktikum, kesamaan tujuan belajar dapatdiwujudkan melalui penjelasan mengenai tujuan daripraktikum yang akan dilakukan. Dalam buku panduanpraktikum yang diterima mahasiswa, telah tertulis tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh mahasiswa dalampraktikum tersebut. Dengan memahami tujuanpraktikum tersebut, semestinya akan tercipta kesamaantujuan pembelajaran antar mahasiswa. Pada kehidupansehari-hari, kesamaan tujuan belajar dapat diwujudkandengan membuat kelompok belajar diluar kegiatanakademik.8 Dengan adanya kelompok belajar tersebut,makadiharapkan kesamaan tujuan belajar akan terwujudsehingga interaksi antar mahasiswa akan dapat berjalandengan maksimal.1,4

Hasil pelaksanaan pembelajaran kolaboratif yang sedangdalam penelitian ini mungkin juga menunjukkan bahwapembagian tugas dan tanggung jawab antar mahasiswadalam aktivitas pembelajaran belum sepenuhnya merata.Dillenbourg et al7 dan Dolman et al1 menyebutkanbahwa pembagian tugas dan tanggung jawab diperlukandalam proses pembelajaran karena proses belajar tidakhanya dilakukan oleh salah seorang anggota kelompok,namun seluruh mahasiswa harus berperan secara aktif.

Pembagian tugas dan tanggung jawab paling terlihatdalam diskusi tutorial. Dalam diskusi tutorial, terdapatpembagian tugas dengan dipilihnya seorang ketua yangbertugas memimpin jalannya diskusi tutorial dan duaorang penulis yang bertugas mencatat jalannya prosesdiskusi tutorial. Sisanya berperan sebagai anggota dalamdiskusi tutorial.4 Harsono4 menyebutkan bahwa denganadanya pembagian tugas ini, bukan berarti bahwamahasiswa yang menjadi ketua atau penulis boleh untuktidak aktif saat diskusi. Harsono4 menyatakan bahwaseluruh anggota harus tetap berkontribusi secara aktifdalamdiskusi.Kontribusiaktif tersebutdapatditunjukkandengan saling memberikan tanggapan atau kritikankepada pendapat teman dalam diskusi.1 Dillenbourg etal7 menambahkan bahwa dengan adanya pembagiantugas dan tanggung jawab dalam diskusi tutorial ini, makasemestinya akan tercipta suatu interaksi yangterkoordinasi dan sinkron dalam proses pembelajaran.Dalam hal ini, tutor bertugas untuk memastikan semuaanggota kelompok telah berpartisipasi secara aktif dalamdiskusi tutorial tersebut.1

Vol. 2 | No. 1 | Maret 2013 | Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia 57

Banu Aji Dibyasakti et al., Tingkat Pelaksanaan Problem-Based Learning di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada BerdasarkanPembelajaran Konstruktif, Mandiri, Kolaboratif, dan Kontekstual

Dalam kegiatan kuliah, proses pembagian tugas dantanggung jawab dapat terlihat dari saling bertukarnyacatatan kuliah antar mahasiswa.8 Diharapkan dari prosestersebut, antar mahasiswa akan saling melengkapicatatan satu sama lain. Dalam praktikum, Romauli etal8 menyebutkan pembagian tugas dan tanggung jawabdapat terwujud dengan mahasiswa bekerja sama saatmelakukan prosedur praktikum. Lalu dalam kehidupansehari-hari, pembagian tugas dan tanggung jawab iniseharusnya dapat terjadi melalui aktivitas diskusi sehari-hari. Dalam diskusi akan terjadi pertukaran informasiantar mahasiswa sehingga masing-masing mahasiswaakan dapat melengkapi pengetahuannya masing-masing.

Selain menunjukkan dua hal di atas, hasil pelaksanaanpembelajaran kolaboratif yang sedang dalam penelitianini dapat menunjukkan bahwa rasa salingketergantungan antar mahasiswa belum tercipta secaramaksimal. Ketergantungan yang mutual sangat pentingdalam proses pembelajaran. Hal ini disebabkan karenadalam proses belajar, mahasiswa tidak bisa belajar secarasendiri. Mahasiswa membutuhkan dukungan satu samalain.1,7

Ketergantungan antar mahasiswa dapat diwujudkandalam berbagai aktivitas pembelajaran. Dalam aktivitasdiskusi, baik di tutorial ataupun kehidupan sehari-hari,rasa ketergantungan antar mahasiswa semestinya dapatterwujud dengan saling berbagi informasi danpengetahuan antar mahasiswa.1,7 Selain itu, Romauli etal8 menambahkan bahwa rasa ketergantungan yangbersifat mutual antar mahasiswa dapat tercermin melaluirasa saling menghargai pendapat teman saat berdiskusi.Dalam kegiatan kuliah, rasa ketergantungan mahasiswadapatdiwujudkan dengan saling bertukarnyacatatan atauinformasi mengenai materi kuliah antar mahasiswa.Sedangkan dalam praktikum, ketergantungan tersebutdapat terwujud dengan mahasiswa bekerja sama dalammengerjakan prosedur praktikum. 8 Melalui rasaketergantungan yang mutual antar mahasiswa tersebut,diharapkan akan terbentuk suatu interaksi yangmaksimal di antara mahasiswa.

Berdasarkan hasil rata-rata penilaian tingkat pelaksanaanpembelajaran kontekstual di FK UGM (Tabel 6),didapatkan pelaksanaan pembelajaran kontekstual diFK UGM adalah sedang: proses pembelajaran telah

mencerminkan situasi dan kondisi lingkungan, tempatpengetahuan tersebut akan digunakan, namun belummaksimal (1,61). Tingkat pelaksanaan pembelajarankontekstual ditentukan oleh dua hal, yaitu (a) prosespembelajaran dengan konteks yang relevan1,2,3,18 dan(b) kemampuan mahasiswa untuk melihat masalah yangdihadapi dari berbagai sudut pandang1,18.

Hasil pelaksanaan pembelajaran kontekstual yang sedangdalam penelitian ini mungkin menunjukkan bahwaproses pembelajaran belum sepenuhnya memilikikonteks yang relevan dengan situasi dan kondisi nyata.Charlin et al2 dan Dolman et al1 menyebutkan bahwapengetahuan lebih mudah didapatkan pada situasi dankondisi yang tepat. Hal ini didukung oleh Davis &Harden3 yang menyatakan bahwa situasi dan kondisiyang tepat akan lebih menggambarkan hal-hal yangnantinya akan dihadapi oleh mahasiswa dalamkehidupan nyata.

Proses pembelajaran dengan konteks yang relevan dapatditerapkan di berbagai aktivitas pembelajaran. Dalamtutorial, masalah yang diberikan kepada mahasiswasemestinya diambil dari kasus yang relevan terjadi padapasien.1 Hal ini akan lebih memberikan gambarankepada mahasiswa mengenai hal-hal yang akan dihadapinantinya sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi.3

Dalam tutorial ini, tutor bertugas untuk membantumemberikan gambaran mengenai pengalamannyaselama ini yang sesuai dengan masalah yang dihadapimahasiswa.1

Dalam kegiatan kuliah, proses pembelajaran dengankonteks yang relevan dapat terwujud melalui materikuliah yang disampaikan dosen pengajar semestinyadapat memberikan gambaran mengenai situasi dankondisi dari kasus yang dijelaskan. Dengan pemberiangambaran mengenai situasi dan kondisi yang seringdihadapi, diharapkan mahasiswa akan dapatmenggunakan materi yang diberikan dalam situasi dankondisi nyata. Dalam praktikum, materi praktikum yangdilakukan mahasiswa juga semestinya merupakan materi-materi yang nantinya akan sering dihadapi dalam kondisinyata sebagai dokter. Melalui hal itu, diharapkanmahasiswa akan dapat mengaplikasikan materipraktikum tersebut saat nanti menjadi dokter. Dalamkehidupan sehari-hari, Romauli et al8 memberikancontoh perwujudan proses pembelajaran dengan konteks

Vol. 2 | No. 1 | Maret 2013 | Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia58

Banu Aji Dibyasakti et al., Tingkat Pelaksanaan Problem-Based Learning di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada BerdasarkanPembelajaran Konstruktif, Mandiri, Kolaboratif, dan Kontekstual

yang relevan yaitu dengan mempelajari penerapan klinisdari ilmu pengetahuan yang dipelajari mahasiswa. Salahsatu caranya adalah dengan mengunjungi pusatpelayanan kesehatan.8 Hal ini akan membuat mahasiswadapat mengerti kegunaan dari pengetahuan yangdipelajarinya, sehingga ilmu yang dipelajarinya tersebutdapat dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Hasil pelaksanaan pembelajaran kontekstual yang sedangdalam penelitian ini juga mungkin menunjukkan bahwamahasiswa belum sepenuhnya melihat permasalahanyang dihadapi dari berbagai sudut pandang. Dammerset al18 dan Dolman et al1 menyebutkan bahwa situasiyang nantinya akan dihadapi mahasiswa ketika menjadidokter akan berbeda-beda. Hal ini menyebabkanmahasiswa harus mampu menggunakan ilmupengetahuan yang dimilikinya sesuai dengan situasi dankondisi yang sedang dihadapi.

Penerapan dari melihat masalah dari berbagai sudutpandang dapat dilakukan di berbagai aktivitaspembelajaran. Dalam diskusi tutorial, mahasiswaseharusnya dapat melihat skenario kasus yang diberikandari berbagai macam sudut pandang.1 Hal ini diperlukansupaya mahasiswa siap dalam menghadapi segala situasidan kondisi yang terjadi terkait dengan kasus yangdihadapi. Dalam kegiatan kuliah, dosen pengajar jugasemestinya dapat memberikan gambaran seputar materiyang diberikan dari berbagai macam sudut pandang.8

Melalui hal itu, mahasiswa akan menjadi lebih mudahdalam mengidentifikasi berbagai situasi dan kondisi yangakan terjadi berkaitan dengan materi kuliah dosen.

Dalam praktikum, dosen pembimbing praktikum jugasemestinya dapat memberikan berbagai gambaranmengenai kegunaan materi praktikum yang dilakukanmahasiswa dari berbagai sudut pandang.8 Sedangkandalam kehidupan sehari-hari, melihat permasalahanyang dihadapi dari berbagai sudut pandang dapatditerapkan melalui mahasiswa mencobamembandingkan ilmu yang dipelajari denganpermasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu,mahasiswa juga dapat memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi terkait denganpermasalahan tersebut.8 Hal ini semestinya akanmenimbulkan pola pikir kritis pada mahasiswa. Polapikir kritis inilah yang akan menstimulus terjadinyaproses pembelajaran.1

Tingkat pelaksanaan PBL di FK UGM berdasarkanpembelajaran konstruktif, mandiri, kolaboratif, dankontekstual pada angkatan 2007 dan 2008 (Tabel 7)adalah sama, yaitu sedang. Analisis statistik denganmenggunakan uji Independent Sample T-Test menunjukkantidak adanya perbedaan yang bermakna tingkatpelaksanaanpembelajaran konstruktif (p=0,921),mandiri(p=0,994), kolaboratif (p=0,864), kontekstual (p=0,701),dan PBL (p=0,945) pada kedua kelompok mahasiswatersebut.

Tidak adanya perbedaan yang bermakna tersebutkemungkinan dapat disebabkan karena sistempendidikan yang dijalani oleh kedua angkatan ini diFK UGM adalah sama. Keseluruhan aktivitaspembelajaran yang dijalani oleh angkatan 2007, dijalanijuga oleh angkatan 2008 satu tahun berikutnya. Selainitu, keduanya juga memiliki kurikulum yang sama yaituKurikulum Berbasis Kompetensi.19

Hasil tersebut berbeda dengan Gursel et al20 yangmenyebutkan bahwa mahasiswa tingkat awal memilikilebih banyak waktu untuk belajar. Namun, walaupunmemiliki waktu lebih banyak untuk belajar, ternyata haltersebut tidak mempengaruhi tingkat pembelajaranmandirinya. Mif lin et al21 dan Kocaman et al22

menyebutkan bahwa kemandirian belajar dalammahasiswa merupakan suatu proses maturasi, sehinggamahasiswa tingkat awal akan cenderung memiliki tingkatkemandirian belajar yang lebih rendah dibandingkanmahasiswa lama. Hal tersebut dapatmenunjukkan bahwaaktivitas planning, monitoring, dan evaluating prosespembelajaran mahasiswa tingkat awal masih lebih rendahdibandingkan mahasiswa lama.

Selain itu, Gursel et al20 menyebutkan bahwa mahasiswalama menggunakan lebih banyak referensi saat diskusitutorial dibandingkan mahasiswa tingkat awal. Hal inisemestinya akan mendukung proses pembelajarankonstruktif pada mahasiswa lama.8 Selain itu, denganbanyaknya referensi yang digunakan, maka prosespertukaran informasi antar mahasiswa akan lebih banyakterjadi. Tentunya hal ini akan mendukung prosespembelajaran kolaboratif.1

Azer & Eizenberg23 juga menambahkan bahwamahasiswa lama sudah lebih mengerti penggunaan klinisdari materi yang dipelajari. Hal ini dapat menunjukkanbahwa mahasiswa lama semestinya memiliki tingkatpembelajaran kontekstual yang lebih tinggidibandingkan mahasiswa tingkat awal.

Vol. 2 | No. 1 | Maret 2013 | Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia 59

Banu Aji Dibyasakti et al., Tingkat Pelaksanaan Problem-Based Learning di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada BerdasarkanPembelajaran Konstruktif, Mandiri, Kolaboratif, dan Kontekstual

Tingkat pelaksanaan PBL di FK UGM berdasarkanpembelajaran konstruktif, mandiri, kolaboratif, dankontekstual pada program reguler dan internasional(Tabel 8) adalah sama, yaitu sedang. Analisis statistikdengan menggunakan uji Independent Sample T-Testmenunjukkan adanya perbedaan yang bermaknapelaksanaan PBL antara program reguler daninternasional dalam pembelajaran konstruktif (p=0,001)dan kontekstual (p=0,000), sedangkan untukpembelajaran mandiri (p=0,119 ) dan kolaboratif(p=0,576) diperoleh tidak adanya perbedaan yangbermakna.

Tidak adanya perbedaan yang bermakna padapelaksanaan pembelajaran mandiri ini mungkin dapatdisebabkan karena kemandirian belajar pada mahasiswatidak dipengaruhi oleh perbedaan budaya dankarakteristik personal seperti yang ada pada keduakelompok mahasiswa ini.24 Harden24 cit Tavakol &Denik menyebutkan bahwa kemandirian belajar padamahasiswa datang dari dalam diri mahasiswa sendiri.Kemandirian belajar tersebut yang akan memicu rasabutuh mahasiswa akan ilmu pengetahuan sehingga akanmemicunya untuk terus belajar.

Tidak adanya perbedaan yang bermakna padapelaksanaan pembelajaran kolaboratif ini mungkin dapatdisebabkan karena kedua kelompok mahasiswa tersebutsama-sama telah mengikuti program orientasi mahasiswasaat menjadi mahasiswa baru.25 FK UGM setiap awaltahun pembelajaran, selalu mengadakan programorientasi terhadap seluruh mahasiswa baru, baik regulermaupun internasional. Program ini bertujuan untukmengenalkan berbagai kondisi lingkungan yang ada diFK UGM. Sheehan & Pearson (cit Talbot et al)25

menyebutkan bahwa melalui program orientasi tersebut,faktor-faktor yang akan menghambat mahasiswa,khususnya mahasiswa internasional untuk berinteraksi,seperti perbedaan dalam hal bahasa, karakteristikindividu, dan budaya, akan dapat teratasi.

Adanya perbedaan yang bermakna pada pelaksanaanpembelajaran konstruktif mungkin dapat disebabkankarena perbedaan cara belajar yang digunakan antaramahasiswa reguler dan internasional.27 Shankar et al26

menyebutkan bahwa cara belajar tersebut, dapatdipengaruhi oleh keterbiasaannya pada bahasa yangdigunakan dalam materi pembelajaran.

Dalam sistem pembelajaran di FK UGM, hampirseluruh materi pembelajaran mahasiswa (buku panduanblok,bukupanduan praktikum, kasus tutorial, slide kuliahdosen, dan textbook), baik untuk internasional maupunreguler, ditulis dengan menggunakan bahasa Inggris.13

Pada program internasional di FK UGM, mayoritasmahasiswanya berasal dari Malaysia, yang dalam aktivitassehari-harinya telah terbiasa menggunakan bahasaInggris. Hal ini menyebabkan, mahasiswa internasionallebih terbiasa untuk mencerna informasi dalam bahasaInggris.

Shankar et al26 menyebutkan bahwa mahasiswa yangterbiasa dengan bahasa yang digunakan pada materipembelajaran, akan cenderung memiliki cara belajar deeplearning. Cara belajar deep learning menjelaskan bahwamahasiswa mempelajari suatu materi secara mendalamdan bertujuan untuk memperoleh suatu pemahamanakan materi tersebut. Melalui proses pembelajaran yangmendalam tersebut, semestinya diperoleh pondasibangunan ilmu pengetahuan yang lebih kuat, yangmendukung proses pembelajaran konstruktifnya.

Adanya perbedaan yang bermakna pada pelaksanaanpembelajaran kontekstual mungkin dapat disebabkankarena adanya perbedaan pada pelaksanaan beberapaaktivitas pembelajaran antara program reguler daninternasional, seperti pada diskusi tutorial, kuliah, danpraktikum.13

Di FK UGM, terdapat perbedaan pada pelaksanaanketiga aktivitas pembelajaran tersebut antara programreguler dan internasional, di antaranya adalah perbedaandalam hal tutor yang memfasilitasi jalannya tutorial,dosen yang memberikan kuliah, dan pembimbing dalampraktikum (untuk laboratorium Anatomi dan Biokimia,program reguler tidak ditangani oleh dosen, namun olehasisten dosen).13Dalam pembelajaran yang kontekstual,baik tutor, dosen pengajar, maupun pembimbingpraktikum bertugas untuk membantu memberikangambaran mengenai situasi dan kondisi yang seringdihadapi berkaitan dengan materi, beserta kegunaannyadalam kehidupan nyata.1,8 Perbedaan pada ketiga haltersebut, dapat menyebabkan adanya perbedaanmengenai gambaran yang diterima oleh mahasiswa. Halini dapat menyebabkan adanya perbedaan pandanganpada mahasiswa mengenai konteks materi yangdipelajarinya, sehingga pembelajaran kontekstualnya jugadapat berbeda.

Vol. 2 | No. 1 | Maret 2013 | Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia60

Banu Aji Dibyasakti et al., Tingkat Pelaksanaan Problem-Based Learning di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada BerdasarkanPembelajaran Konstruktif, Mandiri, Kolaboratif, dan Kontekstual

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh beberapakesimpulan yaitu:

1. Instrumen/kuesioner yang dikembangkan darihasil penelitian Romauli et al8 memiliki tingkatvaliditas dan reliabilitas yang tinggi untukmengukur pelaksanaan PBL berdasarkanpembelajaran konstruktif, mandiri, kolaboratif,dan kontekstual.

2. Tingkat pelaksanaan PBL di FK UGM telahmenstimulus mahasiswa untuk membangun ilmupengetahuannya, namun perlu untukditingkatkan lagi.

3. Tingkat pelaksanaan PBL di FK UGM telahmenstimulus kontrol proses belajar berada padadiri mahasiswa sendiri, namun perlu untukditingkatkan lagi.

4. Tingkat pelaksanaan PBL di FK UGM telahmenstimulus terjadinya interaksi antar mahasiswa,namun perlu untuk ditingkatkan lagi.

5. Tingkat pelaksanaan PBL di FK UGM telahmenstimulus terjadinya proses pembelajaran yangmencerminkan situasi dan kondisi lingkungan,tempat pengetahuan tersebut akan digunakan,namun perlu untuk ditingkatkan lagi.

6. Tidak terdapat perbedaan yang bermaknapelaksanaan PBL berdasarkan pembelajarankonstruktif, mandiri, kolaboratif, dan kontekstualantara angkatan 2007 dan 2008.

7. Terdapat perbedaan yang bermakna pelaksanaanPBL antara program regular dan internasionaldalam pembelajaran konstruktif dan kontekstual,namun tidak ada perbedaan yang bermaknauntuk pembelajaran mandiri dan kolaboratif.

SARAN

1. Diharapkan dapat dilakukan penelitian sejenisdengan subjek penelitian yang lebih besar dandapat berasal dari universitas yang berbedasehingga didapatkan data perbandingan dari hasilpenelitian ini.

2. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini dapatdigunakan sebagai bahan evaluasi programpelaksanaan PBL di FK UGM selama ini, untukkemudian diperbaiki dan ditingkatkankualitasnya, antara lain:

(a) untuk meningkatkan kemampuan mah-asiswa dalam membangun ilmu pengetahuan-nya, diharapkan kualitas masalah dapatditingkatkan dan kemampuan tutor untukmemancing prior knowledge mahasiswa jugadapat ditingkatkan,

(b) untuk meningkatkan kontrol proses belajarpada diri mahasiswa, diharapkan fakultasdapat meningkatkan lagi sumber-sumberpembelajaran seperti literature, textbook, danjurnal, serta kemampuan tutor dalammembantu memonitor dan mengevaluasiproses belajar mahasiswa juga dapatditingkatkan,

(c) untuk meningkatkan terjadinya interaksiantar mahasiswa, diharapkan pihak fakultasdapat meningkatkan proses penyampaiantujuan belajar yang harus dicapai olehmahasiswa dan kemampuan tutor untukmemastikan seluruh mahasiswa telahberkontribusi juga dapat ditingkatkan,

(d) untuk meningkatkan terjadinya prosespembelajaran yang mencerminkan situasidan kondisi lingkungan, tempat pengetahu-an tersebut akan digunakan, diharapkanpihak fakultas dapat meningkatkan aktivitaspemaparan klinis secara dini terhadapmahasiswa dan juga kemampuan tutor dalammemberikan gambaran mengenai situasi dankondisi yang sering dihadapinya dapatditingkatkan.

3. Selain itu dapat juga dilakukan penelitian lainmengenai faktor-faktor yang menyebabkan adanyaperbedaan pelaksanaan PBL berdasarkanpembelajaran konstruktif, mandiri, kolaboratif,dan kontekstual antara program reguler daninternasional di FK UGM ataupun FakultasKedokteran di universitas lain yang membukaprogram internasional.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dolman D, Willem de Grave, Wolfhagen I, Van derVleuten. Problem-based learning: future challenges foreducational practice and research. Medical Education.2005;39:732-41.

Vol. 2 | No. 1 | Maret 2013 | Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia 61

Banu Aji Dibyasakti et al., Tingkat Pelaksanaan Problem-Based Learning di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada BerdasarkanPembelajaran Konstruktif, Mandiri, Kolaboratif, dan Kontekstual

2. Charlin B, Mann K, Hansen P. The many faces ofproblem-based learning: a framework for understand-ing and comparison. Medical Teacher. 1998;20:323-30.

3. Davis MH, Harden RM. AMEE Medical EducationGuide No. 15: problem-based learning: a practicalguide. Medical Teacher. 1999;21130-40.

4. Harsono. Pengantar problem-based learning EdisiKedua. Yogyakarta: Medika Fakultas KedokteranUGM; 2003.

5. Kaufman A. The New Mexico experiment:educational innovation and institutional change. AcadMedicine.1989;64:185-204.

6. Pouyioutas P, Solomou E, Ioannou C. Problem basedlearning in the educational system of Cyprus.[internet]. 2009 [cited 2009 July 17]. Available fromhttp://www.unic.ac.cy/media/Research/Photos/papereuclides.pdf.

7. Dillenbourg P, Baker M, Blaye A & O’Malley C. Theevolution of research on collaborative learning.Learning in humans and machine: towards aninterdisciplinary learning science. 1996; 189-211.

8. Romauli T, Rahayu GR, Suhoyo Y, Dibyasakti BA,Mustikarachmi VS. Pengembangan indikator-indikator tingkat pelaksanaan PBL berdasarkanpembelajaran konstruktif, mandiri, kolaboratif, dankontekstual. Jurnal Pendidikan Kedokteran danProfesi Kesehatan Indonesia. 2009;4(1):46-57.

9. Sugiyono. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif,dan R & D. Bandung: Alfabeta; 2008.

10. Morgan GA, Leech NL, Gloeckner GW, Barrett KC.SPSS for introductory statistics: use and inter-pretation. Second Edition. New Jersey: LawrenceErlbaum Associates Publisher; 2004.

11. Triola MM, Triola MF. Biostatistics for the biologicaland health science. Boston: Pearson Addison Weasley;2006.

12. Amin Z, Kho HE. Basics in medical education.Singapore: World Scientific; 2003.

13. Panduan akademik fakultas kedokteran 2005/2006.Yogyakarta: FK UGM; 2005.

14. Savery JR, Duffy TM. Problem based learning: aninstructional model and its constructivist framework.Educational Technology. 1995;35:31-8.

15. Caplow JAH, Donaldson JF, Kardash CA, HosokawaM. Learning in a problem-based medical curriculum:students’ conceptions. Medical Education.1997;31:440-7.

16. Mustikarachmi VS, Rahayu GR, Suhoyo Y, DibyasaktiBA, Romauli T. Faktor-faktor yang mempengaruhimahasiswa FK UGM untuk melakukan pembelajarankonstruktif, mandiri, kolaboratif, dan kontekstualdalam problem based learning. Jurnal PendidikanKedokteran dan Profesi Kesehatan Indonesia.2009;4(1): 32-45.

17. Nieminen J, Sauri P, Lonka K. On the relationshipbetween group functioning and study success inproblem-based learning. Medical Education.2006;40:64-71.

18. Dammers J, Spencer J, Thomas M. Using real patientsin problem-based learning: students’ comments onthe value of using real, as opposed to paper cases in aproblem-based learning module in general practice.Medical Education. 2001;35:27-34.

19. Panduan akademik fakultas kedokteran 2009/2010.Yogyakarta: FK UGM; 2009.

20. Gursel Y, Musal B, Taskiran HC, Ozan S, Tuna A.Perception of first and third year medical studentson self-study and reporting process of problem-basedlearning. Medical Education. 2004, 4:16.

21. Mifflin BM, Campbell CB, Price DA. A conceptualframework to guide the development of self-directed,lifelong learning in PBL. Medical Education. 2000;34: 299-306.

22. Kocaman G, Dicle A, Ugur A. A longitudinal analysisof the self-directed learning readiness level of nursingstudents enrolled in a problem-based curriculum.Journal of Nursing Education. 2009:48(5):286-90.

23. Azer SA, Eizenberg N. Do we need dissection in anintegrated problem-based learning medical course?Perception of first- and second- year students. SurgRadiol Anat. 2007; 29:173-80.

24. Tavakol M, Denik R. Are Asian international medicalstudents just rote learners? [internet] 2009 [cited on 2009Dec 19] Available from: http://www. springerlink.com/index/v1x3316677m 03560.pdf.

25. Talbot DM, Geelhoed RJ, Ninggal MT. A qualitativestudy of Asian international students’ attitudes towardAfrican Americans. NASPA Journal. 1999;36(3):210-21.

26. Shankar PR, Dubey AK, Binu VS, Subish P,Deshpande VY. Learning styles of preclinical studentsin a medical college in western Nepal. KathmanduUniversity Medical Journal. 2006;4(3):390-5.