56
Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah dan Dapaknya Terhadap Perekonomian Indonesia Khususnya Ekonomi Syariah di Indonesia By Timur Abimanyu, SH.MH Latar Belakang : Dalam menganalisis permaslahan khususnya dalam bidang ekonomi banyak dijumpai model-model kuantitatif seperti model simultan, regresi berganda, dan model non parametrik lainnya. Salah satu model kuantitatif yang masih jarang dipakai dalam penelitian kasus-kasus ekonomi adalah model Analisis Jalur (Path Analysis). Dalam analisis jalur akan diungkapkan apakah suatu variabel akan berpengaruh secara langsung dengan variabel lain, atau pengaruh tersebut harus memlalui variabel antara. Tulisan ini akan mencoba mengaplikasikan alat analisis jalur pada kasus penurunan nilai mata uang rupiah dan dampaknya terhadap term of trade dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Periode waktu yang dipilih antara tahun 19980 hingga tahun 1995. Dipilihnya periode waktu ini mengingat antara tahun 1980 hingga tahun 1995 penurunan nilai rupiah murni akibat dari permintaan dan penawaran di pasar. Sedangkan periode setelah itu penurunan nilai rupiah lebih diakibatkan oleh gejolak politik dan kondisi ekonomi dunia yang tidak stabil. Jika diamati perkonomian Indonesia sejak masa Orde Baru, sudah bersifat terbuka. Keterbukaan ini dapat dilihat dari beberapa aspek. Dari sisi pengeluaran Produk Domestik Bruto (PDB), terdapat besaran angka yang cukup menonjol dari nilai ekspor maupun impor. Selain itu, setiap saat terdapat transaksi penerimaan dan pengeluaran antara Indonesia dengan negara lain, baik berupa uang, modal, komoditas, maupun teknologi. Dilihat dari sistem pengaturan devisa, sejak tahun 1968 Indonesia telah menganut sistem devisa bebas, dalam arti tidak ada larangan untuk membawa, menyimpan, atau menggunakan devisa dalam jumlah berapapun. Hal ini menunjukkan kemudahan aliran uang dan modal asing untuk masuk maupun keluar dari Indonesia. Dilihat dari sistem penyusunan Anggaran Pendapatan

Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah dan DapaknyaTerhadap Perekonomian Indonesia Khususnya

Ekonomi Syariah di Indonesia

By Timur Abimanyu, SH.MH

Latar Belakang :

Dalam menganalisis permaslahan khususnya dalam bidang ekonomi banyak dijumpai model-model kuantitatif seperti  model simultan, regresi berganda, dan model non parametrik lainnya.  Salah satu model kuantitatif yang masih jarang dipakai dalam penelitian kasus-kasus ekonomi adalah model Analisis Jalur (Path Analysis).  Dalam analisis jalur akan diungkapkan apakah suatu variabel akan berpengaruh secara langsung dengan variabel lain, atau pengaruh tersebut harus memlalui variabel antara. Tulisan ini akan mencoba mengaplikasikan alat  analisis jalur pada kasus penurunan nilai mata uang rupiah dan dampaknya terhadap term of trade dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.  Periode waktu yang dipilih antara tahun 19980 hingga tahun 1995.  Dipilihnya periode waktu ini mengingat antara tahun 1980 hingga tahun 1995 penurunan nilai rupiah murni akibat dari permintaan dan penawaran di pasar.  Sedangkan periode setelah itu penurunan nilai rupiah lebih diakibatkan oleh gejolak politik dan kondisi ekonomi dunia yang tidak stabil.

Jika diamati perkonomian Indonesia sejak   masa Orde Baru, sudah bersifat  terbuka. Keterbukaan ini dapat dilihat dari  beberapa   aspek.  Dari  sisi  pengeluaran  Produk  Domestik   Bruto  (PDB),  terdapat besaran angka yang cukup menonjol dari  nilai ekspor  maupun  impor. Selain itu,   setiap   saat   terdapat   transaksi   penerimaan   dan  pengeluaran  antara Indonesia dengan negara lain, baik  berupa uang, modal,  komoditas, maupun teknologi. Dilihat dari sistem pengaturan  devisa, sejak tahun 1968 Indonesia telah  menganut sistem  devisa  bebas,  dalam arti tidak  ada  larangan  untuk membawa,  menyimpan, atau menggunakan devisa dalam jumlah  berapapun.  Hal ini menunjukkan kemudahan aliran uang dan  modal asing  untuk masuk maupun keluar dari Indonesia. Dilihat  dari  sistem   penyusunan  Anggaran Pendapatan dan  Belanja  Negara (APBN),1   Indonesia masih  mengandalkan  bantuan dan  pinjaman dari luar negeri sebagai upaya menambah  penerimaan  negara untuk membiayai pembangunan. Implikasi dari adanya  keterbukaan  tersebut, maka perkembangan perekonomian Indonesia sangat dipengaruhi oleh perkembangan perekonomian internasional. Hal ini tercermin dari pola perdagangan Indonesia yang

1.Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013, Dalam Undang-Undang ini, yang dimaksud dengan: 1.Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.2.Pendapatan Negara adalah hak Pemerintah Pusat yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih yang terdiri atas Penerimaan Perpajakan, PNBP, dan Penerimaan Hibah.3.Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas Pendapatan Pajak Dalam Negeri dan Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional.4.Pendapatan Pajak Dalam Negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan pajak penghasilan, pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pendapatan pajak penjualan atas barang mewah, pendapatan pajak bumi dan bangunan, pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya.5.Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan bea masuk dan pendapatan bea keluar.6.Penerimaan Negara Bukan Pajak, yang selanjutnya disingkat PNBP, adalah semua penerimaan Pemerintah Pusat yang diterima dalam bentuk penerimaan dari sumber daya alam, bagian Pemerintah atas laba badan usaha milik negara (BUMN), PNBP lainnya, serta pendapatan badan layanan umum (BLU).7.Penerimaan Hibah adalah semua penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang, jasa, dan surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali dan yang tidak mengikat, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri.8.Belanja Negara adalah kewajiban Pemerintah Pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang terdiri atas belanja Pemerintah Pusat dan transfer ke daerah.9.Belanja Pemerintah Pusat menurut organisasi adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan kepada Kementerian Negara/Lembaga dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.10.Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat BA-BUN, adalah bagian anggaran yang dikelola oleh Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal.11.Belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, ...dst

Page 2: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

mengalami  fluktuasi  sebagai akibat  perkembangan  nilai ekspor dan  impor  yang  mengalami fluktuasi.

Ditinjau  dari komposisi nilai ekspor Indonesia  terlihat bahwa pada  awal pembangunan di Idonesia  dominasi minyak bumi dan gas alam  masih cukup  besar. Namun perkembangan  selanjutnya nampak peranan ekspor migas semakin menurun,  bahkan sejak tahun 1987 terlihat terjadi pergeseran komposisi ekspor dari migas ke non migas. Keadaan ini sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk mendorong ekspor non migas guna  menggantikan posisi migas sebagai penyumbang utama devisa negara. Walaupun posisi ekspor non migas  telah  berhasil  menggeser posisi ekspor migas, namun  bila  ditinjau dari keadaan transaksi berjalan dalam neraca2 pembayaran yang  terus menerus mengalami defisit akibat pengeluaran  jasa yang semakin besar, menunjukkan bahwa  penerimaan ekspor terutama non migas belum mampu untuk menutupi kebutuhan impor dan pembayaran  jasa-jasa  seperti pada masa kejayaan harga minyak bumi. Kondisi transaksi berjalan dalam neraca pembayaran yang  mengalami  defisit  terus menerus,  dan  menyadari  harga minyak bumi  yang  kian  tidak menentu,  maka upaya untuk meningkatkan penerimaan ekspor  non migas  mutlak diperlukan. Salah satu upaya  untuk  mendorong peningkatan ekspor adalah dengan mempengaruhi nilai tukar mata uang (Branson, W, 1978).

2.Republik Indonesia, UndangUndang Nomor 19 Tahun 2012 :Pasal 3, (1) Anggaran Pendapatan Negara Tahun Anggaran 2013 diperoleh dari sumber-sumber:a. penerimaan perpajakan;b. PNBP; dan c. penerimaan hibah. (2) Penerimaan Perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp1.192.994.119.747.000,00 (satu kuadriliun seratus sembilan puluh dua triliun sembilan ratus sembilan puluh empat miliar seratus sembilan belas juta tujuh ratus empat puluh tujuh ribu rupiah). (3) PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp332.195.385.334.000,00 (tiga ratus tiga puluh dua triliun seratus sembilan puluh lima miliar tiga ratus delapan puluh lima juta tiga ratus tiga puluh empat ribu rupiah). (4) Penerimaan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp4.483.631.249.000,00 (empat triliun empat ratus delapan puluh tiga miliar enam ratus tiga puluh satu juta dua ratus empat puluh sembilan ribu rupiah). (5) Jumlah anggaran Pendapatan Negara Tahun Anggaran 2013 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) direncanakan sebesar Rp1.529.673.136.330.000,00 (satu kuadriliun lima ratus dua puluh sembilan triliun enam ratus tujuh puluh tiga miliar seratus tiga puluh enam juta tiga ratus tiga puluh ribu rupiah). Pasal 4 :(1) Penerimaan Perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) terdiri atas:a. pendapatan pajak dalam negeri; dan b. pendapatan pajak perdagangan internasional. (2) Pendapatan pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp1.134.289.200.825.000,00 (satu kuadriliun seratus tiga puluh empat triliun dua ratus delapan puluh sembilan miliar dua ratus juta delapan ratus dua puluh lima ribu rupiah), yang terdiri atas:a. pendapatan pajak penghasilan sebesar Rp584.890.426.080.000,00 (lima ratus delapan puluh empat triliun delapan ratus sembilan puluh miliar empat ratus dua puluh enam juta delapan puluh ribu rupiah);b. pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah sebesar Rp423.708.251.353.000,00 (empat ratus dua puluh tiga triliun tujuh ratus delapan miliar dua ratus lima puluh satu juta tiga ratus lima puluh tiga ribu rupiah);c.pendapatan pajak bumi dan bangunan sebesar Rp27.343.809.446.000,00 (dua puluh tujuh triliun tiga ratus empat puluh tiga miliar delapan ratus sembilan juta empat ratus empat puluh enam ribu rupiah);d. pendapatan cukai sebesar Rp92.003.978.609.000,00 (sembilan puluh dua triliun tiga miliar sembilan ratus tujuh puluh delapan juta enam ratus sembilan ribu rupiah); dan e. Pendapatan pajak lainnya sebesar Rp 6.342.735.337.000,00 (enam triliun tiga ratus empat puluh dua miliar tujuh ratus tiga puluh lima juta tiga ratus tiga puluh tujuh ribu rupiah). (3) Pendapatan pajak perdagangan internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp58.704.918.922.000,00 (lima puluh delapan triliun tujuh ratus empat miliar sembilan ratus delapan belas juta sembilan ratus dua puluh dua ribu rupiah), yang terdiri atas: a. pendapatan bea masuk sebesar Rp 27.002.900.309.000,00 (dua puluh tujuh triliun dua miliar sembilan ratus juta tiga ratus sembilan ribu rupiah); dan b. pendapatan bea keluar sebesar Rp31.702.018.613.000,00 (tiga puluh satu triliun tujuh ratus dua miliar delapan belas juta enam ratus tiga belas ribu rupiah). (4) Rincian Penerimaan Perpajakan tahun anggaran 2013 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini.

Page 3: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

Atas  dasar inilah pemerintah Indonesia sejak  tahun 1986 (devaluasi terakhir) mengambil kebijakan untuk  mengambangkan nilai mata uang rupiah. Jika pada periode sebelumnya kurs rupiah masih menggunakan mata uang dolar Amerika  Serikat sebagai  standar utama, maka sejak tahun 1986 nilai mata  uang rupiah  sudah dikaitkan dengan beberapa mata uang  dunia  yang kuat  (basket  currencies).3 Tujuan utama kebijakan ini  adalah agar nilai tukar rupiah menjadi lebih realistis, karena  tingkat kurs yang berlaku ditetapkan atas permintaan dan penawaran pasar.  Dalam  sistem ini nilai mata uang  akan  mengalami  kenaikan  (apresiasi) dan penurunan (depresiasi), sehingga  daya saing ekspor akan dapat dipertahankan.Namun  dalam kenyataannya sejak diberlakukannya kebijakan tersebut nilai rupiah cenderung mengalami penurunan terus menerus (depresiasi).  Keadaan ini walaupun mungkin memberikan dampak yang baik terhadap peningkatan ekspor, namun demikian belum tentu  menimbulkan dampak yang baik  terhadap kegiatan   ekonomi lainnya, seperti nilai tukar dagang  (terms of trade), neraca pembayaran, dan bahkan pada laju pertumbuhan ekonomi  dalam negeri. Mengacu pada kondisi di atas, maka tulisan ini akan  membahas dampak penurunan nilai mata uang rupiah  (depresiasi)  tersebut terhadap nilai tukar dagang (terms of  trade) dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Pada sisi lain, rencana Pemerintah Indonesia untuk melakukan Redenominasi atau penyederhanaan nominal Rupiah. Idealnya, penyederhanaan nominal Rupiah tersebut bukan dengan menghilangkan tiga angka nol, melainkan empat angka nol. Seharusnya Pemerintah Indonesia menghilangkan empat nol sehingga satu Rupiah hampir sama dengan satu Dolar AS. Meskipun demikian, banyak kalangan ekonom tidak menyalahkan rencana Redenominasi saat ini yang akan menghilangkan tiga nol. Itu pun dianggap sudah baik, sebab yang penting adalah Indonesia telah melangkah untuk memulai  penyederhanaan nominal Rupiah. Salah satu persoalan pada mata uang Indonesia saat ini adalah terlalu banyak mengandung angka nol. Sebagai contoh, satu dolar AS sudah hampir sama dengan Rp10.000. Pada gilirannya, perhitungan memakai Rupiah dalam sistem pembayaran dengan cepat mencapai angka jutaan, miliaran bahkan triliunan sehingga membingungkan.

Pada masa ini, saat yang tepat bagi Indonesia untuk melakukan Redenominasi. “Sebab, tingkat inflasinya cukup rendah, perekonomian berjalan baik, tidak ada kemungkinan kejutan-kejutan yang tidak terduga. Selain itu, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Rupiah cukup tinggi, tidak seperti di beberapa negara tetangga, dimana masyarakatnya justru lebih suka menyimpan Dolar. Redenominasi sudah sangat mendesak karena jika tertunda-tunda masalahnya dapat lebih rumit. Dalam lima

3.Republik Indonesia, UndangUndang Nomor 19 Tahun 2012 Pasal 5 : (1) PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) terdiri atas: a. penerimaan sumber daya alam; b. bagian Pemerintah atas laba BUMN; c. PNBP lainnya; dan d. pendapatan BLU. (2) Penerimaan sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp197.204.926.214.000,00 (seratus sembilan puluh tujuh triliun dua ratus empat miliar sembilan ratus dua puluh enam juta dua ratus empat belas ribu rupiah), yang terdiri atas: a. penerimaan sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi (SDA migas) sebesar Rp174.868.460.000.000,00 (seratus tujuh puluh empat triliun delapan ratus enam puluh delapan miliar empat ratus enam puluh juta rupiah); dan b. penerimaan sumber daya alam non-minyak bumi dangas bumi (SDA nonmigas) sebesar Rp22.336.466.214.000,00 (dua puluh dua triliun tiga ratus tiga puluh enam miliar empat ratus enam puluh enam juta dua ratus empat belas ribu rupiah). (3). Bagian Pemerintah atas laba BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp33.500.000.000.000,00 (tiga puluh tiga triliun lima ratus miliar rupiah).(4). Penyelesaian piutang bermasalah pada BUMN di bidang usaha perbankan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Perseroan Terbatas (PT), BUMN, dan Perbankan.(5).PNBP lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp77.991.732.676.000,00 (tujuh puluh tujuh triliun sembilan ratus sembilan puluh satu miliar tujuh ratus tiga puluh dua juta enam ratus tujuh puluh enam ribu rupiah).(6). Pendapatan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d direncanakan sebesar Rp23.498.726.444.000,00 (dua puluh tiga triliun empat ratus sembilan puluh delapan miliar tujuh ratus dua puluh enam juta empat ratus empat puluh empat ribu rupiah).(7). Rincian PNBP Tahun Anggaran 2013 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (5), dan ayat (6) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini.

Page 4: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

tahun lagi, sistem teknologi informasi perbankan kemungkinan tidak lagi dapat menangani perhitungan karena kebanyakan angka nol. Selama tahun 2012 saja, nominal transaksi dalam Real Time Gross Settlement di Bank Indonesia per hari sudah mencapai Rp404 triliun. Jika dikalikan saja dengan angka 300 untuk mendapatkan nilai nominal per tahun, sehingga menghasilkan banyak nolnya. Padahal, tiga tahun lalu, nominal transaksi lewat RTGS   itu baru Rp142 triliun per hari. Artinya, dalam tiga tahun meningkat tiga kali. Lima tahun lagi, bisa kita bayangkan betapa berat beban yang akan ditanggung sistem informasi kita, rencana Redenominasi masih dalam tahap konsultasi publik. Berbagai perubahan masih dimungkinkan, termasuk tentang berapa angka nol yang harus dihilangkan.

Permasalahannya :1. Apakah depresiasi nilai rupiah berpengaruh terhadap  nilai tukar dagang (Terms  of

Trade) Indonesia ?2. Apakah dengan terjadinya Redenominasi akan berpengaruh terhadap perekonomian

di Indonesia dan khususnya pada ekonomi/perbankan syariah dan bagaimanakah redenominasi dapat diterapkan di Indonesia ?

3. Apakah penyebab faktor-faktor yang memepengaruhi keberhasilan redenominasi ?

Ada tiga alasan Indonesia menerapkan redenominisasi :4

1. Inflasi di Indonesia terkendali, yaitu di bawah 10 persen.2. Utang pemerintah dari persentase Produk Domestik Bruto (PDB) terus turun.

Menurut hitungannya, utang Indonesia sekira 20 persen dari PDB.3. Kondisi perekonomian yang stabil.

Kebijakan redenominasi tidak akan terkena dampak negatif terhadap pasar modal Indonesia. Kebijakan ini merupakan kebijakan yang cukup baik, karena akan banyak penghematan uang yang akan terjadi. Penghematan ini dikarenakan AS $1 hanya akan dihargai sebesar Rp 9. “Itu bagus dan kita akan bangga, kalau orang asing datang ke Indonesia, sedolar hanya dihargai sebesar Rp9,-. Jika ketentuan ini diberlakukan, Indonesia akan terkesan sebagai negara maju dan ini penting untuk psikologi investor asing. Dari sisi investor, tidak ada kepanikan yang terjadi. Hal ini terbukti dari kurs rupiah yang tidak anjlok.

Rencana positif redenominasi, dilakukan secara hati-hati. Dampak psikologi kepada masyarakt dan investor akan tergantung dengan bagaimana BI melakukan

4.Republik Indonesia, Undang Undang No.23 tahun 1999 tentang Undang Undang Bank Indonesia, secara tegas dinyatakan bahwa tujuan pokok Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah tercermin dari perkembangan laju inflasi serta nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Untuk mencapai kestabilan dimaksud BI didukung oleh tiga bidang utama tugas, yaitu: menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi bank. Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) sebenarnya belum memiliki definisi baku. Oleh karena itu, muncul beberapa definisi mengenai SSK yang pada intinya mengatakan bahwa suatu sistem keuangan memasuki tahap tidak stabil pada saat sistem tersebut telah membahayakan dan menghambat kegiatan ekonomi. Sistem keuangan yang stabil yaitu sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi, melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara baik. Stabilitas sistem keuangan merupakan suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Arti stabilitas sistem keuangan dapat dipahami dengan melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang dapat menyebabkan instabilitas di sektor keuangan. Ketidakstabilan sistem keuangan dapat dipicu oleh berbagai macam penyebab dan gejolak. Hal ini umumnya merupakan kombinasi antara kegagalan pasar, baik karena faktor struktural maupun perilaku. Kegagalan pasar itu sendiri dapat bersumber dari eksternal (internasional) dan internal (domestik). Risiko yang sering menyertai kegiatan dalam sistem keuangan antara lain risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan risiko operasional. Meningkatnya kecenderungan globalisasi sektor finansial yang didukung oleh perkembangan teknologi menyebabkan sistem keuangan menjadi semakin terintegrasi tanpa jeda waktu dan batas wilayah. Selain itu, inovasi produk keuangan semakin dinamis dan beragam dengan kompleksitas yang semakin tinggi. Berbagai perkembangan tersebut selain dapat mengakibatkan sumber-sumber pemicu ketidakstabilan sistem keuangan meningkat dan semakin beragam, juga dapat mengakibatkan semakin sulitnya mengatasi ketidakstabilan tersebut. Identifikasi terhadap sumber ketidakstabilan sistem keuangan umumnya lebih bersifat forward looking (melihat kedepan). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi risiko yang akan timbul serta akan mempengaruhi kondisi sistem keuangan mendatang. Atas dasar hasil identifikasi tersebut selanjutnya dilakukan analisis sampai seberapa jauh risiko berpotensi menjadi semakin membahayakan, meluas dan bersifat sistemik sehingga mampu melumpuhkan perekonomian.

Page 5: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

sosialisasi. Pada satu tahun pertama, BI harus melakukan sosialisasi sampai ke daerah terpencil, memperkenalkan redonominasi. Untuk melaksanakan hal ini, BI harus menggandeng pemerintah daerah. Pada tahun kedua, BI memperkenalkan mata uang yang baru. tetapi, mata uang yang lam masih tetap dapat dipergunakan.

Tujuan PenelitianPenelitian ini bertujuan untuk:1. Menganalisis pengaruh  penurunan (depresiasi) nilai rupiah  terhadap 

perkembangan  nilai  tukar  dagang  (terms  of trade) serta Menganalisis  pengaruh penurunan  (depresiasi)  nilai  rupiah terhadap laju  pertumbuhan ekonomi Indonesia.

2. Menganalisis pengaruh redenominasi rupiah dan pengaruhnya terhadap perekonomian di Indonesia dan khususnya pada ekonomi/perbankan syariah.

Tujuan utama dari dilakukannya redenominasi adalah untuk menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi. Dengan penyederhanaan ini, setiap orang akan terbantu dalam melakukan kegiatan transaksi karena pecahan mata uang yang harus dibawa dalam setiap melakukan transaksi tidak terlalu banyak. Penyederhanaan pecahan mata uang ini akan sangat membantu semua orang di berbagai bidang aktivitas dan pekerjaan, memberikan cara yang lebih efisien bagi setiap orang dan memberikan kenyaman yang berarti. Selain itu, tujuan yang lain adalah mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan negara regional. Di dalam wilayah ASEAN daerah yang masih memiliki pecahan mata uang hingga ribuan adalah Indonesia dan Vietnam, ini menyebabkan bahwa negara kita masih belum menunjukkan tingkat efisiensi dalam nilai mata uang. Hal ini harus lebih menjadi perhatian bersama karena menyangkut soal harga diri bangsa di tengah-tengah dunia, sehingga mata uang rupiah tidak dianggap sebagai mata uang murahan oleh negara lain.

Kegunaan Penelitian : Penelitian  ini  diharapkan dapat memberi gambaran tentang mekanisme pengaruh depresiasi nilai rupiah terhadap nilai tukar dagang (terms of trade) dan laju  pertumbuhan  ekonomi, serta pengaruh redenominasi rupiah perekonomian di Indonesia dan khususnya pada ekonomi/perbankan syariah.

Landasan Teori :- Nilai  tukar  mata  uang (exchange  rate) suatu  negara adalah jumlah satuan mata

uang domestik yang dapat dipertukarkan dengan satu unit  mata uang  negara lain (Levi.M, 1983:13).5Ini berarti  bahwa  nilai tukar  mata uang suatu negara menunujukkan daya beli internasional  negara yang bersangkutan, sehingga perubahan di  dalam nilai  tukar mata uang menunjukkan perubahan daya beli  negara tersebut  (Scott,  1978:  218). Secara  umum  terdapat  tiga  pilihan  sistem  nilai  tukar yang  dapat  dianut  oleh  suatu negara (Lindert, P.Kindleberger, 1986: 542) yaitu: (1) sistem nilai tukar mengambang murni, (2) istem nilai tukar mengambang  terkendali, dan (3) sistem nilai tukar tetap. Sistem mengambang murni dan mengambang terkendali, sejak tahun 1971 lebih banyak dipakai terutama oleh  negara-negara  berkembang.  Alasan  utamanya adalah pertimbangan dampak hubungan luar negeri, dimana  gejolak perdagangan luar negeri sangat berpengaruh pada  perekonomian secara keseluruhan. Misalnya pada kasus terjadi peralihan permintaan di dalam negeri terhadap produk-produk luar  negeri  akibat naiknya pendapatan masyarakat. Dalam sistem  kurs tetap keadaan

5.Levi.M, 1983:13, Nilai  tukar  mata  uang (exchange  rate) suatu  negara adalah jumlah satuan mata uang domestik yang dapat dipertukarkan dengan satu unit  mata uang  negara lain.Ini berarti  bahwa  nilai tukar  mata uang suatu negara menunujukkan daya beli internasional  negara yang bersangkutan, sehingga perubahan di  dalam nilai  tukar mata uang menunjukkan perubahan daya beli  negara tersebut  (Scott,  1978:  218). Secara  umum  terdapat  tiga  pilihan  sistem  nilai  tukar yang  dapat  dianut  oleh  suatu negara (Lindert, P.Kindleberger, 1986: 542) yaitu: (1) sistem nilai tukar mengambang murni, (2) sistem nilai tukar mengambang  terkendali, dan (3) sistem nilai tukar tetap.

Page 6: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

ini akan menyebabkan depresi di dalam negeri sebagai akibat turunnya kegiatan ekspor sehingga akan  memperburuk neraca perdagangan dan akan mempengaruhi cadangan  devisa, mengurangi  jumlah  uang beredar dan pada akhirnya akan memperberat depresi itu sendiri.

- Di  lain pihak dalam sistem kurs mengambang, dengan menurunnya  penerimaan ekspor akan menyebabkan mata uang negara tersebut  mengalami penurunan nilai tukarnya relatif  terhadap mata uang negara-negara lain.  Penurunan ini akan  menyebabkan harga barang-barang negara yang bersangkutan menjadi lebih murah  dinilai dengan  mata uang negara asing.  Dengan  demikian permintaan luar negeri terhadap produk-produk negara yang bersangkutan akan meningkat. Ini berarti akan memperbaiki   depresi yang terjadi.

- Dalam  sistem kurs mengambang, kurs mata uang  yang  berlaku akan ditentukan oleh permintaan dan penawaran pasar.  Perubahan pada variabel-variabel  permintaan dan penawaran akan merubah tingkat kurs  yang  berlaku. Terdapat  beberapa  faktor  yang mempengaruhi  fluktuasi  kurs mata uang yang berlaku pada suatu negara (Kindleberger,  1986: 359), yaitu:  (1) jumlah uang beredar, (2)  pendapatan  nyata (riel  income),  (3)  perbedaan tingkat suku  bunga,  dan  (4) harapan nilai tukar.

- Pasal 23B UUD 1945 pasca reformasi menentukan, “Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang”. Pasal ini berdasarkan Perubahan Keempat UUD 1945 pada tahun 2002, tidak mengalami perubahan dari rumusan aslinya dari tahun 1945. Yang berubah hanya penomerannya saja yang dulunya Pasal 23 ayat (3), sekarang menjadi Pasal 23B. Oleh karena rumusannya tidak berubah maka dapat ditafsirkan bahwa isinya juga tidak berubah, masih sama seperti aslinya yang apabila kita telusuri, mempunyai arti yang tidak sama dengan pengertian yang dikembangkan dewasa ini. ‘Harga Mata Uang’ biasa dipahami sebagai konsep tentang nilai nominal mata uang ratusan, ribuan, dan sebagainya. Akan tetapi, ketika rumusan ketentuan tersebut dibahas dalam Sidang BPUPKI, yang dimaksud adalah kurs nilai rupiah terhadap mata uang asing. Itu sebabnya dalam Penjelasan UUD 1945 mengenai pasal ini dikatakan,

“... tentang hal macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang. Ini penting karena kedudukan uang itu besar pengaruhnya atas masyarakat. Uang terutama adalah alat penukar dan pengukur harga. Sebagai alat penukar untuk memudahkan pertukaran jual-beli dalam masyarakat. Berhubung dengan itu, perlu ada macam dan rupa mata uang yang diperlukan oleh rakyat sebagai pengukur harga untuk dasar menetapkan harga masing-masing barang yang dipertukarkan. Barang yang menjadi pengukur harga itu, mestilah tetap harganya, jangan naik turun karena keadaan uang yang tidak teratur. Oleh karena itu, keadaan uang itu harus ditetapkan dengan undang-undang”.

- Konsep “the framers’ of the constitution”, yang dimaksud dengan harga mata uang dalam rumusan Pasal 23 ayat (3) UUD 1945 asli itu kurang lebih terkait dengan pengertian kurs rupiah terhadap mata uang asing. Penetapan oleh negara melalui undang-undang dimaksudkan agar nilai mata uang rupiah itu tidak diserahkan kepada mekanisme pasar bebas secara mengambang atau ‘floating’. Kurs rupiah haruslah ‘fixed rate’, bukan ‘floating rate’. Secara normatif, pengertian demikian ini dapat dikatakan tidak berubah dalam rumusan Perubahan Keempat UUD 1945 pada tahun 2002. Yang berubah hanya penomerannya yaitu, yaitu dari Pasal 23 ayat (3) menjadi Pasal 23B.

- Penerapan sistem ‘floating rate’ tidak pernah dipahami sebagai sistem yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 23 ayat (3) UUD 1945. Bahkan, setelah masa reformasi, dalam pelbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan keuangan dan perbankan, perkataan ‘harga mata uang’ itu sama sekali dipahami dalam pengertian kurs. Sampai sekarang tidak ada orang yang mempersoalkan hal itu. Bahkan dalam sidang-sidang Panitia Ad Hoc BP MPR pada tahun 2001-2002, ketika rancangan perubahan Pasal 23 itu dibahas, pengertian harga mata uang itu

Page 7: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

juga tidak dipahami dalam konteks kurs mata uang, melainkan dipahami dalam konteks nilai nominal mata uang rupiah.

- Pengertian yang terkandung dalam Pasal 23 ayat (3) UUD 1945 yang kemudian menjadi Pasal 23B UUD 1945, sudah mengalami proses perubahan makna dengan sendirinya. Perubahan-perubahan konstitusi itu sendiri dalam teori dan praktik memang tidak selalu dilakukan melalui perubahan formal (formal amendment), tetapi dapat juga dilakukan melalui konvensi ketatanegaraan (contitutional convention), atau pun melalui interpretasi (constitutional interpretation) oleh peradilan konstitusi. Jika semua orang menerima sebagai praktik yang dianggap baik, maka dengan sendirinya pengertian harga uang dalam UUD 1945 itu dapat dikatakan sudah mengalami perubahan melalui konvensi (by convention). Artinya, sekarang pengertian harga mata uang yang hanya dikaitkan dengan soal nilai nominal atau dengan soal denominasi itu dapat saja diterima sebagai kenyataan yang sah secara konstitusional.

Redenominasi Mata Uang Rupiah :Dalam kurun beberapa bulan terakhir kita tentunya sering mendengar informasi terkait rencana redenominasi mata uang Rupiah yang akan segera digalakkan oleh pemerintah. Isu terkait redenominasi Rupiah juga semakin gencar diberitakan setelah memasuki tahun 2013 ini dan hal ini beriringan dengan RUU tentang redenominasi juga telah masuk dalam Prolegnas dan bakal dibahas DPR tahun ini. Bahkan seperti pemberitaan yang banyak disiarkan oleh media, maka jika RUU redenominasi disetujui oleh DPR, maka pada tahun 2014 mendatang bakal dimunculkan mata uang baru hasil redenominasi, sehingga ada 2 mata uang yang beredar di masyarakat. Setelah itu secara perlahan hingga 2017 redenominasi dilakukan dan mata uang rupiah lama akan hilang di masyarakat.

Pengertian Redenominasi Rupiah :Redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya. Adapun tujuan dari Redenominasi itu sendiri adalah untuk meminimalisir pengaruh transaksi harian karena resiko dan ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh jumlah lembaran uang yang harus dibawa, atau karena psikologi manusia yang tidak efektif dalam menangani perhitungan angka dalam jumlah besar, sehingga masalah ini dapat diperkecil dengan cara redenominasi. Arti sederhana dari redenominasi dapat diartikan upaya menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah.

Dampak Redenominasi Rupiah :Mungkin sebagian diantara Anda ada yang bertanya apa sebenarnya dampak yang akan terjadi ketika proses redenominasi Rupiah dilakukan? Dampak negatif yang terjadi akibat redenominasi tidak akan terjadi, sebab dipastikan tidak bakal ada kerugian karena daya beli tetap sama. Selain itu redenominasi bertujuan menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi. Tujuan berikutnya, mempersiapkan kesetaraan ekonomi suatu negara dengan negara regional, sehingga dampak dilakukannya redenominasi rupiah adalah hal yang tentunya sangat menguntungkan bagi masyarakat.

Perbedaan Redenominasi dan Sanering6

Setelah mengetahui pengertian dari Redenominasi yang sudah dipublikasikan diatas, maka tentunya kita juga perlu mengetahui apa perbedaan antara Redenominasi dan

6.M. Godfrey, C. Granger, and D. Morgenstern, "The Random Walk Hypothesis and Stock Market

Behavior." &Mos. 17 (January 1964), 1-30.

Page 8: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

Sanering. Adapun perbedaan antara Redenominasi dan Sanering akan dijelaskan secara lengkap berikut ini.

Redenominasi7

Redenominasi adalah menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah.

Pada redenominasi, tidak ada kerugian karena daya beli tetap sama, sedangkan pada sanering menimbulkan banyak kerugian karena daya beli turun drastis. Selain itu redenominasi bertujuan menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi. Tujuan berikutnya, mempersiapkan kesetaraan ekonomi suatu negara dengan negara regional.

Redenominasi juga biasanya dilakukan saat kondisi makro ekonomi stabil. Ekonomi tumbuh dan inflasi terkendali.

Pada redenominasi nilai uang terhadap barang tidak berubah, karena hanya cara penyebutan dan penulisan pecahan uang saja yang disesuaikan

Redenominasi dipersiapkan secara matang dan terukur sampai masyarakat siap, agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat

Sanering8

Sanering adalah pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. Hal yang sama tidak dilakukan pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat menurun.

Sanering bertujuan mengurangi jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga-harga. Dilakukan karena terjadi hiperinflasi (inflasi yang sangat tinggi).

Sanering dilakukan dalam kondisi makro ekonomi tidak sehat, inflasi sangat tinggi (hiperinflasi).

Ketika terjadi sanering, maka nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil, karena yang dipotong adalah nilainya.

Sanering tidak ada masa transisi dan dilakukan secara tiba-tiba.

Redenominasi konstitusional Mata uang rupiah9

Pasal 23B UUD 1945 pasca reformasi menentukan, “Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang”. Pasal ini berdasarkan Perubahan Keempat UUD 1945 pada tahun 2002, tidak mengalami perubahan dari rumusan aslinya dari tahun 1945. Yang berubah hanya penomerannya saja yang dulunya Pasal 23 ayat (3), sekarang menjadi Pasal 23B. Oleh karena rumusannya tidak berubah maka dapat ditafsirkan bahwa isinya juga tidak berubah, masih sama seperti aslinya yang apabila kita telusuri, mempunyai arti yang tidak sama dengan pengertian yang dikembangkan dewasa ini.

Sekarang, perkataan ‘Harga Mata Uang’ biasa dipahami sebagai konsep tentang nilai nominal mata uang ratusan, ribuan, dan sebagainya. Akan tetapi, ketika rumusan ketentuan tersebut dibahas dalam Sidang BPUPKI, yang dimaksud adalah kurs nilai rupiah terhadap mata uang asing. Itu sebabnya dalam Penjelasan UUD 1945 mengenai pasal ini dikatakan, “... tentang hal macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang. Ini penting karena kedudukan uang itu besar pengaruhnya atas masyarakat. Uang terutama adalah alat penukar dan pengukur harga. Sebagai alat penukar untuk memudahkan pertukaran jual-beli dalam masyarakat. Berhubung dengan itu, perlu ada macam dan rupa mata uang yang diperlukan oleh rakyat sebagai pengukur harga

7.D. Keim. "Size-Related Anomalies and Stock Return Seasonality. Further Empirical Evidence." Journal of Financial Economies. 12 (June 1983), /3-32.

8. J. Lakonishok and M. Levi_ "Weekend Effects on Stock Returns! A Note." ALtrr-la of Finance, 37 (June 19821, 883 889).

9 Diskusi Internal Pimpinan Bank Indonesia, di Jakarta, Rabu, 21 Oktober 2009.

Page 9: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

untuk dasar menetapkan harga masing-masing barang yang dipertukarkan. Barang yang menjadi pengukur harga itu, mestilah tetap harganya, jangan naik turun karena keadaan uang yang tidak teratur. Oleh karena itu, keadaan uang itu harus ditetapkan dengan undang-undang”.

Dari penjelasan itu dapat dipahami bahwa dalam konsep “the framers’ of the constitution”, yang dimaksud dengan harga mata uang dalam rumusan Pasal 23 ayat (3) UUD 1945 asli itu kurang lebih terkait dengan pengertian kurs rupiah terhadap mata uang asing. Penetapan oleh negara melalui undang-undang dimaksudkan agar nilai mata uang rupiah itu tidak diserahkan kepada mekanisme pasar bebas secara mengambang atau ‘floating’. Kurs rupiah haruslah ‘fixed rate’, bukan ‘floating rate’. Secara normatif, pengertian demikian ini dapat dikatakan tidak berubah dalam rumusan Perubahan Keempat UUD 1945 pada tahun 2002. Yang berubah hanya penomerannya yaitu, yaitu dari Pasal 23 ayat (3) menjadi Pasal 23B.

Namun demikian, jika pengertian historis ini diikuti akan timbul persoalan dalam teknis pelaksanaannya. Pertama, penetapan harga itu sendiri harus dilakukan “dengan undang-undang” yang tentunya sangat sulit dan bahkan menimbulkan kontroversi politik secara terbuka sebelum kurs itu sendiri ditetapkan. Karena itu, dapat dikatakan bahwa penetapan harga dengan undang-undang itu sama sekali tidak lah realistis dan tidak mungkin dilaksanakan dalam praktik tanpa menimbulkan kekacauan dan kerugian ekonomi dan keuangan secara nasional. Kedua, dapat saja ditafsirkan bahwa perumusan Pasal 23 ayat (3) itu memang tidak dimaksudkan untuk menetapkan harga itu secara langsung dengan undang-undang. Yang terpenting adalah bahwa harga mata uang itu ditetapkan oleh negara, yang dilakukan atas dasar undang-undang. Dengan kata lain, yang dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) itu adalah bahwa macam dan harga mata uang itu diatur dengan undang-undang, bukan secara langsung ditetapkan dengan undang-undang.

Akan tetapi, terlepas dari kedua kemungkinan tafsir tersebut di atas, dalam perkembangan praktik, terutama sejak era Orde Baru, pengertian mengenai ‘harga mata uang’ itu tidaklah dikaitkan dengan pengertian kurs, melainkan hanya dikaitkan dengan denominasi atau harga nominal mata uang rupiah. Karena itu, penerapan sistem ‘floating rate’ tidak pernah dipahami sebagai sistem yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 23 ayat (3) UUD 1945. Bahkan, setelah masa reformasi, dalam pelbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan keuangan dan perbankan, perkataan ‘harga mata uang’ itu sama sekali dipahami dalam pengertian kurs. Sampai sekarang tidak ada orang yang mempersoalkan hal itu. Bahkan dalam sidang-sidang Panitia Ad Hoc BP MPR pada tahun 2001-2002, ketika rancangan perubahan Pasal 23 itu dibahas, pengertian harga mata uang itu juga tidak dipahami dalam konteks kurs mata uang, melainkan dipahami dalam konteks nilai nominal mata uang rupiah.

Dengan perkataan lain, pengertian yang terkandung dalam Pasal 23 ayat (3) UUD 1945 yang kemudian menjadi Pasal 23B UUD 1945, sudah mengalami proses perubahan makna dengan sendirinya. Perubahan-perubahan konstitusi itu sendiri dalam teori dan praktik memang tidak selalu dilakukan melalui perubahan formal (formal amendment), tetapi dapat juga dilakukan melalui konvensi ketatanegaraan (contitutional convention), atau pun melalui interpretasi (constitutional interpretation) oleh peradilan konstitusi. Jika semua orang menerima sebagai praktik yang dianggap baik, maka dengan sendirinya pengertian harga uang dalam UUD 1945 itu dapat dikatakan sudah mengalami perubahan melalui konvensi (by convention). Artinya, sekarang pengertian harga mata uang yang hanya dikaitkan dengan soal nilai nominal atau dengan soal denominasi itu dapat saja diterima sebagai kenyataan yang sah secara konstitusional.

Dengan demikian ada beberapa pola pemahaman terhadap ketentuan bahwa harga mata uang harus ditetapkan dengan undang-undang tersebut di atas, yaitu (i) nilai kurs mata uang rupiah ditetapkan oleh DPR bersama dengan Presiden dengan undang-undang; (ii) nilai kurs mata uang ditetapkan oleh negara c.q. Bank Sentral, berdasarkan ketentuan undang-undang yang mengatur hal itu. Dengan perkataan lain, nilai kurs mata uang itu ‘diatur’ dengan undang-undang, bukan ‘ditetapkan’ dengan undang-

Page 10: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

undang; (iii) nilai nominal mata uang rupiah ditetapkan oleh DPR bersama dengan Presiden dengan undang-undang; (iv) nilai nominal mata uang rupiah ditetapkan oleh negara c.q. Bank Sentral berdasarkan undang-undang yang ditetapkan oleh DPR bersama dengan Presiden. Karena itu, dewasa ini, Pemerintah dan Bank Indonesia dapat saja mengembangkan kebijakan yang mengartikan perkataan harga mata uang dalam Pasal 23B UUD 1945 dalam konteks harga nominal yang penetapannya dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan pengaturan undang-undang yang ditetapkan bersama oleh DPR dan Presiden.

Redenominasi Mata Uang RupiahDari uraian di atas, harus dibedakan antara pengaturan dan penetapan.

Pengaturan adalah tindakan regulasi yang berisi norma-norma yang bersifat umum dan abstrak, sedangkan penetapan adalah tindakan administrasi yang berisi norma-norma yang bersifat konkrit dan individual. Denominasi dan redenominasi mata uang dapat ditetapkan oleh Bank Indonesia berdasarkan ketentuan undang-undang yang ditetapkan oleh DPR bersama dengan Pemerintah. Artnya, tindakan yang dilakukan untuk menerapkan kebijakan redenominasi mata uang rupiah haruslah dilakukan dalam dua tahap, yaitu (i) pembuatan peraturan yang agar mempunyai kedudukan yang kuat oleh Bank Indonesia diusulkan dalam bentuk undang-undang, dan (ii) penetapan redenominasi itu dengan keputusan Bank Indonesia. Jika tindakan pertama menimbulkan perlawanan dari masyarakat karena dianggap merugikan, maka upaya hukum yang tersedia adalah ‘judicial review’. Namun terhadap tindakan kedua, upaya hukum yang tersedia tidak dinamakan ‘judicial review’ melainkan peradilan tata usaha negara (PTUN), ataupun jika timbul sengketa hak-milik sebagai akibat penetapan itu, maka persengketaan semacam itu dapat juga dijadikan objek perkara di peradilan umum (pengadilan negeri).

Masalahnya adalah apakah harus atau apakah tepat bahwa bentuk hukum yang dipilih adalah undang-undang, bukan produk peraturan di bawah undang-undang. Jika ketentuan mengenai redenominasi itu sebenarnya sudah ada pintunya dalam undang-undang yang ada, mestinya penetapan redenominasasi itu dapat saja dilakukan secara langsung tanpa terlebih dulu membuat undang-undang yang khusus. Apakah untung ruginya jika pengaturan mengenai redenominasi itu dilakukan dengan undang-undang atau dengan peraturan yang lebih rendah. Jika dengan undang-undang, kedudukannya jelas lebih kuat, tetapi penyusunan undang-undang itu harus dilakukan melalui proses politik di DPR yang bersifat terbuka. Jika pengaturan mengenai hal-hal tersebut bersifat terbuka apakah dampak ekonomi-politiknya akan menguntungkan atau tidak. Ada juga kemungkinan bahwa sekiranyapun diperlukan bentuk undang-undang untuk pengaturan hal itu, maka undang-undang dimaksud dapat merupakan undang-undang yang tersendiri atau terselip sebagai bagian dari ketentuan undang-undang lain yang berkenaan dengan keuangan negara. Artinya, pengaturannya dalam undang-undang itu dapat saja tidak bersifat khusus sehingga dampak kontroversi ekonomi-politiknya lebih ringan.

Singkatnya, cukup banyak persoalan teknis yang perlu didalami sehubungan dengan gagasan untuk menerapkan kebijakan redenominasi mata uang rupiah tersebut. Saya setuju dengan pendapat bahwa pengaturan mengenai redenominasi ini dituangkan dalam bentuk undang-undang. Akan tetapi, Bank Indonesia dapat saja memilih jalan yang paling moderat dan aman, yaitu bukan dengan undang-undang tersendiri tetapi dalam undang-undang yang tidak secara khusus mengatur tentang redenominasi.

Hal-hal mengenai keuangan negara yang harus diatur dan dituangkan dalam bentuk undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Bab VIII tentang Hal Keuangan Negara Pasal 23, Pasal 23A, Pasal 23B, Pasal 23C, 23D, 23E, 23F, dan Pasal 23 tercatat ada enam undang-undang. Keenam undang-undang itu adalah undang-undang mengenai (i) APBN, (ii) Pajak dan Pungutan lain yang memaksa, (iii) macam dan harga mata uang, (iv) hal-hal lain mengenai keuangan negara, (v) bank sentral, dan (vi) Badan Pemeriksa Keuangan. Khusus mengenai pengaturan soal redenominasi tidak diperintahkan secara khusus. Karena perintah mengenai hal itu dapat ditafsirkan dari

Page 11: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

ketentuan Pasal 23C yang menentukan, “Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang”.

Perintah Pasal 23C UUD 1945 itulah sebenarnya yang sudah dilaksanakan dengan dibentuknya UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.10 Jika materi redenominasi itu dipandang perlu diatur dalam undang-undang yang tidak tersendiri, maka dapat saja dilakukan perubahan atas UU tentang Keuangan Negara itu sebelum kebijakan redenominasi mata uang rupiah dilaksanakan. Dengan demikian risiko ekonomi-politiknya tidak sebesar jika dibentuk undang-undang tersendiri mengenai redenominasi mata uang rupaih.

Alternatif KeterbukaanDapat dikatakan bahwa pilihan-pilihan yang direkomendasikan tersebut di atas

di dasar didasarkan atas asumsi bahwa proses penetapan redenominasi rupiah itu mengundang kerawanan jika dibahas dalam waktu yang cukup lama dan ditetapkan secara terbuka. Kerawanan yang dimaksud dapat saja mempengaruhi dinamika pasar sebagai akibat terjadinya perubahan nilai rupiah, seperti dampak kenaikan harga, dan sebagainya. Namun demikian, jika pembahasan dan penetapan kebijakan redenominasi itu justru sebaliknya diidealkan bersifat terbuka, maka terntu saja pilihan-pilihan cara yang diusulkan di atas menjadi tidak berlaku. Misalnya saja, dampak kenaikan harga tidak saja disebabkan oleh adanya diskusi terbuka, tetapi juga oleh penetapan redenominasi itu kapan saja dan secepat apapun hal itu ditetapkan dan diumumkan. Artinya, kemungkinan dampak negatif yang timbul, bukan karena pembahasannya yang terbuka, melainkan sejak kebijakan itu ditetapkan dan diterapkan. Oleh karena itu, pembahasan yang bersifat terbuka dapat dikatakan justru lebih baik, karena hal itu sekaligus memberi kesempatan keterlibatan dan partisipasi publik secara lebih luas dan transparan. Kebijakan redenominasi itu sendiri sudah disosialisasikan secara terbuka sejak dari tahap pembahasannya di DPR.

Lagi pula, perubahan kebijakan redenominasi itu berkaitan erat dengan hajat hidup orang banyak dalam kehidupan sehari-hari, yaitu berkenaan dengan nilai mata uang sebagai alat tukar dan pengukur harga sehari-hari. Perubahan kebijakan yang demikian luas dampaknya tentu berkaitan pula dengan perubahan-perubahan dalam hak dan kewajiban orang banyak, sehingga sudah seharusnya perubahan itu ditetapkan

10.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 :Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang; b. bahwa pengelolaan hak dan kewajiban negara sebagaimana dimaksud pada huruf a telah diatur dalam Bab VIII UUD 1945; c. bahwa Pasal 23C Bab VIII UUD 1945 mengamanatkan hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di maksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu dibentuk Undang-undang tentang Keuangan Negara; Mengingat : Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 11 ayat (2), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 20, Pasal 20A, Pasal 21, Pasal 22D, Pasal 23, Pasal 23A, Pasal 23B, Pasal 23C, Pasal 23D, Pasal 23E, dan Pasal 33 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945; uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. 2. Pemerintah adalah pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah. 3. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.5. Perusahaan Negara adalah badan usaha yangseluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat. 6. Perusahaan Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah.7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN , adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 8. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD , adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 9. Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara.10. Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara.11. Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.12. Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.13. Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.14. Belanja negara adalah kewajiban pemerinta h pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. 15. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. 16. Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui ebagai pengurang nilai kekayaan bersih. 17. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

Page 12: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

dengan undang-undang. Dengan demikian, makna harfiah dari ketentuan asli Pasal 23B yang berasal dari Pasal 23 ayat (3) UUD 1945 sebelum reformasi, dapat kita kembalikan, yaitu bahwa, “Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang”. Artinya, redenominasi nilai mata uang rupiah yang akan diterapkan itu haruslah ditetapkan dengan undang-undang dengan pengertian bahwa yang dimaksud dengan harga mata uang itu tidak hanya kurs, tetapi juga denominasinya.

Dengan alternatif pandangan yang demikian, maka tentu saja bentuk hukum yang paling ideal yang mesti dipilih untuk penuangan dan pemberlakuan kebijakan redenominasi mata uang rupiah itu adalah undang-undang. Dengan demikian, alternatif pemberlakuan redenominasi melalui PBI (Peraturan Bank Indonesia) secara juridis sah dan cukup kuat. Demikian pula alternatif kedua yang moderat untuk mencantumkan pasal redenominasi itu dalam rangka perubahan undang-undang tentang keuangan negara. Akan tetapi, alternatif yang lebih baik dan lebih kuat lagi adalah alternatif yang ketiga, yaitu dengan undang-undang yang tersendiri, misalnya bernama Undang-Undang tentang Redenominasi Mata Uang Rupiah. Bahkan dapat dikatakan bahwa oleh karena besarnya dampak sosial ekonomi dan sosial politik sebagai akibat penerapan kebijakan redenominasi mata uang rupiah tersebut, maka memang alternatif yang harus dipilih dari alternatif melalui undang-undang. Namun, meskipun Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk secara mandiri menentukan kebijakan redenominasi tersebut, sebaiknya Bank Indonesia tidak menentukan sendiri pilihan-pilihan itu. Yang mempunyai kewenangan perancangan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan undang-undang adalah Presiden dan DPR. Karena itu, konsultasi kepada keduanya mesti dilakukan sebelum kebijakan ini diumumkan.

Jika gagasan redenominasi itu dapat disepakati lebih dulu, barulah dipikirkan mengenai (i) format penuangannya, dan (ii) apa saja cakupan isinya. Pilihan-pilihan format dilaporkan lebih dulu dan ditawarkan kepada Presiden sebagai pemegang kewenangan pengajuan rancangan undang-undang, dan secara simultan dikonsultasikan pula kepada Pimpinan DPR dan Badan Legislasi DPR bahwa kebijakan redenominasi itu akan dilakukan melalui pembentukan undang-undang. Teknis inisiatif perancangan undang-undangnya dapat dimulai dari Pemerintah ataupun dari Badan Legislasi DPR. Akan tetapi, sekiranya pun disepakati Badan Legislasi DPR lah yang akan mulai mengambil prakarsa, tetap saja sebelumnya Presiden perlu mendapatkan laporan terlebih dahulu mengenai soal ini, langsung dari Gubernur Bank Indonesia. Malah, sebaiknya, Presiden tidak hanya mendapat laporan tertulis, tetapi juga laporan langsung dari Gubernur mengenai gagasan penerapan kebijakan redenominasi mata uang rupiah tersebut dan sekaligus mendiskusikan berbagai alternatif yang tersedia untuk menerapkan kebijakan baru itu.

Draf Rancangan Undang-Undang tentang Redenominasi Rupiah itu setidaknya memuat 2 macam norma, yaitu (i) ketentuan-ketentuan yang mengatur (regelingen) mengenai berbagai prosedur penerapan kebijakan redenominasi itu beserta segala akibat hukumnya di lapangan melalui aturan peralihan, dan (ii) pernyataan penetapan mulai sejak kapan nilai rupiah yang bersangkutan mengalami redenominasi, dan berapa besar nilai denominasi yang ditetapkan. Di samping kedua hal itu, tentu materi-materi standar lainnya juga harus pula dimuat dalam rancangan undang-undang itu sesuai dengan Pedoman Pembentukan Undang-Undang sebagaimana dimaksudkan oleh UU No. 10 Tahun 2004. (Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.)11

11 Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi RI (2203-2008), Penasihat Komnasham, dan Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia. “Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk secara mandiri menentukan kebijakan redenominasi tersebut, sebaiknya Bank Indonesia tidak menentukan sendiri pilihan-pilihan itu. Yang mempunyai kewenangan perancangan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan undang-undang adalah Presiden dan DPR. Karena itu, konsultasi kepada keduanya mesti dilakukan sebelum kebijakan ini diumumkan. Jika gagasan redenominasi itu dapat disepakati lebih dulu, barulah dipikirkan mengenai (i) format penuangannya, dan (ii) apa saja cakupan isinya. Pilihan-pilihan format dilaporkan lebih dulu dan ditawarkan kepada Presiden sebagai pemegang kewenangan pengajuan rancangan undang-undang, dan secara simultan dikonsultasikan pula kepada Pimpinan DPR dan Badan Legislasi DPR bahwa kebijakan redenominasi itu akan dilakukan melalui pembentukan undang-undang. Teknis inisiatif perancangan undang-undangnya dapat dimulai dari Pemerintah ataupun dari Badan Legislasi DPR”.

Page 13: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

Urgensi Redenominasi Rupiah12

Berkaitan dengan kebijakan dasar dan kebijakan pemberlakuan, adalah  penting penyederhanaan nilai nominal atau redenominasi mata uang rupiah mulai dijalankan. Pemerintah dan DPR menjadwalkan Desember 2012 hingga Maret 2013 sebagai tahap elaborasi seluruh usul, kritik, dan ekspektasi publik agar pada Juni 2013 RUU redenominasi diputuskan menjadi undang-undang.

Mata uang memang seharusnya membawa konsep pride kepada pemegangnya (Cochran, 2004). Bagaimana suasana hati rakyat yang terpaksa membawa uang 100 miliar dolar dan hanya bisa dipakai untuk belanja tiga butir telur? Itulah yang kini terjadi di Zimbabwe karena hiperinflasi 231 juta persen (untuk belanja di pasar tradisional saja harus membawa uang segerobak).Walaupun situasinya lebih baik, dengan nilai tukar sekarang ini tetap saja tidak membanggakan, pada beberapa negara sering melakukan kebijakan redenominasi untuk menaikkan psikologis nilai uangnya, seperti negara afghanistan yang menghilangkan 3 angka nol, turki 6 nol, zimbabwe 3 nol, atau ghana 4 nol. Dan negara brasil juga tercatat pernah menghilangkan 18 angka nol, melalui 6 kali operasi pada 1967, 1970, 1986, 1989, 1993, dan 1994. argentina menghapus 13 angka nol pada 1970, 1983, 1985, 1992. israel menghilangkan 9 angka nol pada 1980 dan 1985 serta bolivia pun pernah melakukan redenominasi dengan menghilangkan 9 angka.  Bolivia pun pernah melakukan redenominasi dengan menghilangkan 9 angka nol pada 1963 dan 1987 serta Peru (6 angka nol) pada 1985 dan 1991. Begitu juga halnya dengan Ukraina (menghilangkan 5 angka nol) pada 1996; Polandia (4 angka nol) pada 1995; atau Meksiko (3 angka nol) pada 1993. Rusia pun pernah menghilangkan 3 angka nol dalam 3 kali operasi pada 1947, 1961, dan 1998. Begitu juga yang terjadi di Islandia (2 angka nol) pada 1981.Langkah-langkah tersebut sudah teruji di berbagai negara dan membuat ekonomi menjadi lebih baik. Memang ada yang gagal. Pemerintah Zimbabwe yang dipimpin Robert Mugabe melakukan redenominasi 3 angka nol. Namun, karena harga barang tidak diredenominasi, hiperinflasi tetap membubung.

Indonesia akan menerapkan kebijakan berbeda. Selain meredenominasi mata uangnya, Indonesia bakal melakukan redenominasi harga-harga barang. Redenominasi versi Indonesia akan membuat harga beras semula Rp 8.000 per kg kini akan menjadi Rp 8. Masa transisi adalah masa yang penting. Para penjual barang juga harus menempelkan dua jenis harga pada label harga dengan harga apabila dibeli dengan uang bukan redenominasi dan harga jika dibeli dengan uang redenominasi. Di toko-toko negara maju juga ada banyak konversi dalam mata uang asing pada satu label harga, misalnya harga dalam USD, dalam EUR, atau mata uang lain. Ketika masa transisi sudah dianggap selesai, tanda khusus redenominasi pada mata uang bisa dihilangkan. Meskipun, tanda itu sebetulnya bisa dipakai seterusnya.

Persoalannya bagaimana kans perdagangan barang Indonesia untuk ekspor? Dengan redenominasi, kini nilai tukar rupiah terhadap dolar menguat seribu kali, nilai USD 1 tiba-tiba menjadi Rp 9. Sepintas menguatnya rupiah akan mengancam komoditas dari Indonesia, namun dari simulasi ternyata tidak sama sekali. Untuk barang ekspor, misalnya, mebel berharga Rp 1 juta sebelum redenominasi akan bernilai USD 111,1 pada nilai tukar Rp 9.000 per dolar. Setelah redenominasi harga mebel tersebut akan senilai Rp 1.000 atau tetap USD 111,1. Harga produk ekspor kita tak lebih mahal dibanding sebelum redenominasi. Redenominasi membuat simplifikasi hitung-hitungan. Begitu lama rakyat harus berhitung-hitung dalam jumlah 1.000 kali lipat

12.Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Pasal 4 : Tahun Anggaran meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Pasal 5 : (1) Satuan hitung dalam penyusunan, penetapan, dan pertanggungjawaban APBN/APBD adalah mata uang Rupiah. (2) Penggunaan mata uang lain dalam pelaksanaan APBN/APBD diat ur oleh Menteri Keuangan sesuai de- ngan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku.

Page 14: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

lebih berat, padahal dengan nilai barang seperseribu. Kontrak-kontrak Indonesia dengan negara lain, jika dengan mata uang rupiah, akan bernilai miliaran dengan banyak sekali deretan angka nol. Namun, jika dengan mata uang asing, kelihatan lebih ''kecil'' nilainya. Redenominasi bisa meredakan inferioritas tersebut.13

Jangan dilupakan, ada kalanya beberapa kebutuhan penduduk Indonesia tidak sampai satu rupiah per satuan barang dan ini memerlukan uang di bawah satu rupiah. Belajar dari ''inflasi'' Rp 1.000 yang mengalami eskalasi dengan sendirinya ke Rp 2.000 disebabkan pecahan Rp 1.000 mulai hilang, maka pecahan kecil (berupa sen) harus dicetak lebih banyak. Pada 2012, jumlah uang yang diedarkan (EYD) oleh Bank Indonesia mencapai Rp 392,6 triliun dan hanya 7,6 persen dalam bentuk pecahan kecil. Struktur pecahan kecil itu adalah pecahan Rp 10 ribu (2,7 persen), Rp 5.000 (2 persen), Rp 2.000 (1,1 persen), dan Rp 1.000 (1,8 persen). Pecahan kecil sebetulnya menjadi tulang punggung riil ekonomi. Uang pecahan kecil itulah yang sering digunakan di pasar-pasar tradisional, dibawa oleh sekitar mayoritas penduduk Indonesia, dan beredar hampir 80 persen dalam transaksi riil sampai pelaku ekonomi terkecil (Sukiadi, 2012). Harga sektor riil menjadi mahal kalau uang kecil langka.

Redenominasi atau penyederhanaan rupiah hanya sebagai simbol bahwa ekonomi Indonesia sudah pulih. Redenominasi rupiah juga untuk memberi kesan rupiah bisa lebih 'gagah' nominalnya dengan mata uang asing."Ini hanya politik dari 9000 (kurs dolar) menjadi 9 (rupiah), biar gagahlah kelihatannya kalau satu dolar," ujar Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, beliau menambahkan, redenominasi uang rupiah sebagai simbol untuk menggambarkan perekonomian Indonesia yang sempat kena dampak krisis beberapa waktu lalu sudah lewat dan siap menyongsong masa depan."Sudah tujuh tahun kita selesai program IMF, sejak tujuh tahun. Laju inflasi tetap satu digit sudah bagus. Maka memberikan perlambang bahwa ekonomi sudah tak krisis bahwa kita serius mempertahankan," jelasnya. Terkait sanering yang pernah terjadi di masa lalu, Anwar mengatakan hal itu sekarang sangat jauh berbeda dengan redenominasi. Menurut Anwar, sanering dilakukan karena krisis ekonomi, sementara redenominasi untuk menggambarkan bahwa krisis itu sudah lewat."Redenominasi bahasa Inggris senering bahasa Belanda sama saja. Kalau selalu dikatakan oleh BI berbeda, tapi tak dijelaskan apa bedanya. Kamu tanya dong, jangan tanya sama saya, satu bahasa Belanda satu bahasa Inggris," katanya.

Meski ia mengakui dampak dari redenominasi jika ada masalah pada perubahan harga relatif, khususnya bagi orang-orang miskin akan terasa, karena orang miskin memegang kekayaannya melalui uang tunai."Kalau orang kaya bisa lewat emas, kalau tukang ojek bagaimana bisa dia beli emas. Beli dolar mana tahu tukang ojek beli dolar," katanya.Seperti diketahui, Bank Indonesia kini sedang menggodok redenominasi atau penyederhanaan rupiah tanpa mengurangi nilainya. Misalnya adalah uang Rp 1.000.000 nantinya menjadi Rp 1.000 namun nilainya tidak berkurang. Redenominasi ini berbeda dengan sanering yang merupakan perubahan nominal namun ada perubahan nilainya. BI memperkirakan proses redenominasi akan membutuhkan waktu sekitar 10 tahun. Tahapan pertama yang dilakukan bank sentral yakni sosialisasi yang dimulai dari tahun 2011 dan tuntas pada di 2022.

Indonesia adalah negara yang  kaya akan SDA maupun SDM setidaknya itulah yang selalu terfikirkan oleh investor asing untuk datang keindonesia sehingga jika diumpamakan indonesia ini adalah sumber nektar untuk lebah dan lebah tersebut adalah investor asing yang mengincar sumberdaya penghasil "Madu". Indonesia

13.Setyowati, E. 2011. Model Dinamis Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, dan Pengangguran diIndonesia. JurnalEkonomi dan Bisnis Vol. 5, No. 3, November 2011: 221- 235.

Page 15: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

sesungguhnya dahulu pernah menerapkan sistim mata uang ini pada masa kepresiden soekarno,sayang ternyata perekonomian indonesia tidak cukup "kuat" atas kecilnya nila mata uang rupiah terdahulu sehingga sedikit demi sedikit bertambah satu nol hingga yang kita rasakan pada saat ini.

Seperti yang kita ketahui selama ini bahwa perekonomian indonesia sedang terombang -ambing tidak stabil terutama pada nilai mata uang indonesia yang dipandang rendah di mata dunia. Pemerintah telah mengambil rencana kebijakan untuk redenominasi mata uang yang selesai pada 2017 mendatang ,tetapi apakah perekonomian negeri ini telah cukup kuat untuk mengambil kebijakan tersebut ? disini anda akan menemukan jawabannya.

saya beranggapan  bahwa pentingnya kebijakan tersebut karena percaya atau tidak bahwa pemerintah jangan terlalu fokus hanya pada nilai mata uangnya,tetapi fokuslah pada keseimbangan antara inflasi dan deflasi juga menguatkan ekonomi di indonesia dengan meningkatkan pendidikan,menekan angka pengangguran,meningkatkan tingkat kesejahteraan dan terutama menekan tingginya investor asing masuk kedalam negeri agar perushaan dalam negeri merasa sedikit dihargai dan selalu termotivasi untuk berkembang atas kepercayaan tersebut sehingga perekonomianpun tidak terpuruk ,perlu diketahui bahwa beberapa point-point tadi sangatlah penting dan perlu diperhatikan demi kesejahteraan bersama.

Adapun dampak redenominasi rupiah di indonesia diantaranya adalah sebagai berikut:Kepercayaan mata uang rupiah akan semakin tinggi jika antara kurs rupiah dan perekonomian indonesia berjalan stabil. Jika perekonomian indonesia tidak cukup kuat dan stabil untuk mengambil kebijakan ini maka akan menyebabkan Tingginya angka Inflasi yang sulit untuk dibendung  sehingga nasib nya akan seperti pada saat ini, ingat bahwa indonesia telah menerapkan sisitim ini dan tidak cukup kuat perekonomiannya sehingga seperti pada saat ini.

Menurut beberapa pendapat, salah satunya Ketua Asbisindo(Asosiasi Bank-bank Syariah Indonesia) bahwa, krisis global yang berdampak bagi Indonesia itu terjadi karena selama ini cenderung menerapkan ekonomi konvensional, sehingga mengabaikan ekonomi syariah. "Ini semua karena perjudian mata uang di pasar uang internasional. Kita harus jalankan ekonomi syariah,” tandasnya pada diskusi “Kapitalisme, Krisis Global dan Ekonomi Rakyat” dan penegakkan sistem ekonomi syariah di Indonesia yang sudah dijalankan selama ini masih belum sempurna. Dimana sejak krisis ekonomi yang pernah terjadi tahun 1997 hingga sekarang kekayaan bangsa Indonesia menurun 10 kali lipat. Pasalnya, karena uang rupiah telah berkurang nilainya terhadap dolar Amerika juga 10 kali lipat. “Jadi kita jangan jalankan itu (ekonomi konvesional),”.

Menurut pendapat yaitu pengamat ekonomi Marzuki Usman, bahwa krisis ekonomi global yang berdampak tanah air dapat diatasi, apabila rakyat Indonesia memiliki ketrampilan dan kepandaian seperti rakyat Singapura. Beliau mengatakan, pada ekonomi berbasis rakyat, mereka bisa eksis apabila memiliki tanah. Tapi kalau tidak punya maka mereka harus memiliki ketrampilan. “Tapi tidak semua untuk dibantu menjadi orang kaya, alias tidak semua warteg diubah jadi restoran,”, berkaitan dengan krisis global berawal dari krisis ekonomi di Amerika Serikat, dimana negara itu mengalami defisit anggaran yang terus meningkat, yang selama ini AS dibiayai modal dari berbagai negara sehinggga mempunyai utang sebesar 11,7 trilyun dolar AS.

Depresiasi nilai rupiah berpengaruh terhadap  nilai tukar dagang (Terms  of Trade) Indonesia :

Page 16: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

Di misalkan pendapatan nyata di Inggeris bergeser dengan  tingkat pertumbuhan sebesar 10 persen. Titik A menunjukkan peningkatan permintaan terhadap poundsterling dari 0,050 menjadi 0,055 dari  persediaan dolar pada titik B. Akan tetapi permintaan tersebut tidak dapat dipenuhi  karena persediaan masih berada pada  0,050.  Keadaan ini  akan meningkatkan nilai poundsterling dari $1.20  menjadi $1,33 pada titik B. Walaupun demikian terdapat kesimpulan yang kontradiktif  tentang pengaruh pergeseran  tingkat  pendapatan nyata  terhadap nilai tukar.  Di satu pihak jika kenaikan  pendapatan  tersebut sebagai akibat bertambahnya kemampuan  untuk  melakukan  penawaran  ke luar negeri baik barang  maupun  jasa (ekspor), maka nilai tukar mata uang (r) negara yang  bersangkutan akan meningkat.

Di  lain pihak jika tambahan pendapatan tersebut sebagai  akibat  meningkatnya permintaan dalam negeri  (demand  domestic), maka nilai tukar mata uang (r) negara yang bersangkutan justeru akan merosot.  Oleh karena masih terdapat kontroversi tentang  pengaruh pendapatan riel terhadap kurs mata uang suatu negara, maka beberapa peneliti mengabaikan faktor tersebut. Beberapa peneliti di  Indonesia, misalnya Rustian Kamaludin (1985)  dalam  menganalisis  fluktuasi  nilai  rupiah  dalam  hubungannya  dengan perubahan  mata uang asing; memasukkan variabel  laju  pertumbuhan  ekonomi sebagai variabel yang ikut  mempengaruhi  fluktuasi  nilai  rupiah. Sejalan pula dengan  pandangan  di  atas Anwar  Nasution (1985), dalam menganalisis  dampak  perubahan kurs  beberapa  mata uang asing terhadap  nilai  rupiah;  juga mengabaikan tingkat pendapatan riel dan menggantikan variabel tersebut dengan laju pertumbuhan ekonomi.

Perbedaan tingkat suku bunga di  dalam negeri dan di luar negeri  juga  akan  mempengaruhi nilai tukar  mata  uang  yang berlaku  pada  suatu  negara. Jika tingkat  suku  bunga  dalam negeri  relatif lebih tinggi dari tingkat suku bunga  di  luar negeri,  maka para pemilik modal akan melihat adanya  tambahan pendapatan dengan membeli dolar di pasar valas dan dijual pada beberapa waktu kemudian dengan tingkat suku bunga yang berlaku pada saat menjual. Jelasnya jika suku bunga di Amerika Serikat lebih  tinggi  dari  negara lain,  para  pemilik  modal  lebih tertarik  untuk  menguasai  dolar,  dan  pada  akhirnya   akan meningkatkan nilai  dolar.

Faktor  lain  yang mempengaruhi nilai tukar  suatu  mata uang adalah ekspektasi nilai  tukar. Ekspektasi  nilai  tukar ini biasanya dianalogikan oleh para spekulator dengan  melihat perkembangan   jumlah  uang beredar dan  kebijakan  pemerintah terutama  di bidang moneter. Ekspektasi nilai tukar ini  sulit untuk diukur, sehingga dalam pembahasan secara kuantitatif sering diabaikan.  Uraian di atas dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut:

Dampak  penurunan nilai tukar mata uang (depresiasi)  terhadap nilai  tukar dagang (terms of trade) dan  pertumbuhan  ekonomi sesuai dengan tujuan penelitian.  Dampak depresiasi nilai mata uang  terhadap terms of trade dan  pertumbuhan ekonomi  suatu negara  dapat dianalisis sebagai dampak  penurunan nilai  mata uang akibat kebijakan devaluasi. Hal ini mengingat dalam  sistem  kurs mengambang, baik devaluasi maupun  depresiasi  dalam jangka  panjang mempunyai dampak yang sama, bahkan  depresiasi dalam jangka panjang sering disebut sebagai devaluasi terselubung.

Dampak  depresiasi maupun devaluasi  terhadap  terms  of trade (Px/Pm) dapat ditelusuri dengan melihat apakah kemampuan mengimpor negara yang mengalami depresiasi tersebut meningkat sebagai akibat perolehan ekspor atau justeru kemampuan  tersebut semakin menurun. Jika kemampuan mengimpor ini semakin  menurun,  maka terms of trade semakin memburuk. Hal ini  berarti kenaikan harga impor akibat depresiasi lebih tinggi dari harga ekspor yang terjadi. Semakin membaik atau semakin  memburuknya terms of trade akibat depresiasi sangat tergantung pada elastisitas  permintaan dan penawaran terhadap impor dan  terhadap ekspor. Elastisitas

Page 17: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

ini dapat ditentukan dengan melihat dampak depresiasi  tersebut  terhadap harga ekspor dan  harga  impor. Secara matematis dapat diukur dengan rumus:

Dari  rumus  di atas nampak bahwa  penyebutnya  memiliki tanda  negatif, sehingga untuk memdapatkan hasil yang  positif pembilangnya  harus  bertanda negatif juga.  Dengan  demikian semakin elastis permintaan secara relatif terhadap  penawaran, semakin  baik  efek  depresiasi  terhadap  rasio  perdagangan. Secara umum dapat disimpulkan bahwa:

(a)   Nilai tukar perdagangan (Px/Pm) akan semakin baik   akibat depresiasi apabila dxdm

> SxSm. (b)   Rasio perdagangan (Px/Pm) akan lebih buruk akibat depresiasi apabila dxdm < SxSm.

(c)   Rasio perdagangan (Px/Pm) tidak terpengaruh oleh depresiasi jika dxdm = SxSm

Dampak depresiasi nilai tukar mata uang terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dilihat melalui pengaruhnya terhadap pendapatan nasional. Secara sepintas nampaknya depresiasi  akan mendorong kenaikan volume ekspor dan menekan volume impor negara  yang mengalami depresiasi sehingga akan  meningkatkan pendapatan. Namun  dalam kenyataan dampak depresiasi tersebut  tidaklah sejelas seperti yang dikemukan di atas, karena tiga alasan pokok (Kindleberger, 1986:475) yaitu: Pertama, depresiasi akan mempengaruhi neraca perdagangan melalui perubahan pada  terms of  trade, dan pengaruh ini tidak selamanya bersifat  positif. Pengaruh depresiasi terhadap neraca perdagangan sangat   tergantung  pada   elastisitas  permintaan  terhadap  ekspor  dan permintaan  terhadap impor. Semakin elastis  permintaan  impor  dan  permintaan ekspor, maka pengaruh neraca perdagangan  akan semakin  stabil (positif).  Kedua, depresiasi  mungkin  akan memperburuk  nilai  tukar perdagangan  (Px/Pm) internasional. Memburuknya nilai  tukar dagangan ini  akan menyebabkan pengurangan cadangan devisa dan pada akhirnya akan  menurunkan pendapatan nasional.

Dengan terjadinya Redenominasi akan berpengaruh terhadap perekonomian di Indonesia dan khususnya pada ekonomi/perbankan syariah dan bagaimanakah redenominasi dapat diterapkan di Indonesia :

Adanya wacana Bank Indonesia mengenai perihal redenominasi terhadap rupiah. Banyak terjadi adanya pro dan kontra perihal masalah ini, namun banyak pihak yang belum memahami perihal redenominasi tersebut dan apa pengaruh redenominasi tersebut baik dari segi positif maupun dari segi negatifnya. Redenominasi adalah penyederhanaan penyebutan satuan harga maupun nilai mata uang. Artinya pecahan mata uang di sederhanakan tanpa mengurangi nilai dari mata uang tersebut. Misalnya Rp.10.000 menjadi Rp.10, Rp.1000 menjadi Rp.1 dan seterusnya, tetapi nilai mata uang sebelum dan sesudah redenominasi itu nilainya tetap sama.

Akan tetapi menurut Ensiklopedia Bahasa Indonesia lebih tepatnya Redenominasi Rupiah adalah pemotongan mata uang menjadi lebih kecil tanpa merubah nilai tukarnya. Pada waktu terjadi inflasi, jumlah satuan moneter yang sama perlahan-lahan memiliki daya beli yang semakin lemah dengan kata lain harga produk dan jasa harus di tuliskan denagn jumlah yang lebih besar,ketika angka-angka ini semakin membesar mereka dapat mempengaruhi transaksi harian karena resiko dan ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh jumlah uang lembaran yang harus dibawa atau karena resiko psikologi manusia yang tidak efektif perhitungan angka dalam jumlah yang besar,maka pihak yang berwewenang dapat menangani masalah ini dengan redenominasi.

Masalahnya dalam masyarakat saat ini adalah ketakutan jika redenominasi tersebut dapat berpengaruh pada daya beli masyarakat seperti sanering yang terjadi pada jaman Soekarno yang mempengaruhi daya beli masyarakat dan berpengaruh pada perekonomian nasional. Gubernur Bank Indonesia,Narmin Nasution menegaskan bahwa Redenominasi bukanlah merupakan pemotongan daya beli masyarakat melalui

Page 18: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

nilai mata uang seperti pada istilah sanering ”Redenominasi sama sekali tidak merugikan masyarakat karena redenominasi berbeda dengan sanering atau pemotongan,dalam redenominasi niali uang terhadap barang tidak akan berubah yang terjadi hanyalah penyederhanaan dalam nilai nominalnya berupa penghilangan beberapa digit angka nol”. Redenominasi biasanya dilakukan dalam situasi dan kondisi ekonomi yang stabil dan menuju ke arah yang lebih sehat sedangkan sanering adalah pemotongan nilai mata uang dalam kondisi perekonomianyang tidak sehat yaitu dengan memotong nilai uangnya saja. Redenominasi dilakukan untuk menyederhanakan sistem akuntansi dalam sistem pembayaran tanpa menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian.

Walaupun telah banyak penjelasan yang diutarakan oleh Bank Indonesia mengenai perbedaan antara Sanering dan Redenominasi namun tetap saja banyak masyarakat yang menganggap bahwa antara sanering dan Redenominasi hanyalah perbedaan istilah yang mempunyai makna yang sama yang akan berpengaruh pada daya beli masyarakatdan perekonomian nasional/ekonomi syariah. Secara lebih rinci Bank Indonesia menjelaskan perbedaan antara Redenominasi dan Sanering diantaranya adalah pada redenominasi tidak ada kerugian karena daya beli tetap sama sedangkan pada sanering menimbulkan banyak kerugian karena daya beli turun drastis, redenominasi bertujuan menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakukan transaksi dam mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan ekonomi regional sedangkan sanering bertujuan mengurangi jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga-harga biasanya dilakukan karena inflasi yang sangat tinggi,pada redenominasi nilai uang terhadap barang tidak berubah karena hanya cara penyebutan dan penulisan pecahan uang saja yang disesuaikan sedangkan pada sanering nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil karena yang dipotong adalah nilainya, redenominasi dilakukan saat kondisi makro ekonomi stabil ekonomi tumbuh dan inflasi terkendali sedangkan pada sanering dilakukan pada saat keadaan makro ekonomi yang tidak sehat dan ketika situasi inflasi yang sangat tinggi, redenominasi disiapkan secara matang dan terukur sampai masyarakat siap agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat sedangkan pada sanering tidak ada masa transisi dan biasanya dilakukan secara tiba-tiba. 

Akan tetapi masyarakat cukup paham dampak-dampak redenominasi baik itu dari segi positif maupun negatif, bila kita melihat dari sudut pamndang masyarakat dan melepaskan pengaruh Bank Indonesia mak untuk kebijakan ini Bank Sentral harus menarik semua mata uang lama dan mencetak mata uang yang baru tapi ini hanyalah dampak yang paling yangdapat diatasi oleh Bank Indonesia, justru kelompok korporat swasta yang akan menanggung banyak dampak dari redenominasi. Bank-bank swasta harus merubah sistem mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) agar sesuai dengan nominal yang baru atau mungkin malah menarik semua ATM yang lama dan menggantinya dengan yang baru jika memang pemerintah merubah total bentuk fisik dan ukuran kertas mata uang yang baru. Operasi perubahan maupun penggantian mesin pasti akan memakan biaya yang cukup mahal, mungkin tidak setinggi biaya untuk mencetak uang-uang baru tetapi disini pihak swastalah yang menanggung beban.

Masih banyak permasalahan yang akan dihadapi sebagai dampak dari redenominasi tersebut, penghilangan jumlah nol akan mengacaukan perhitungan akuntansi yang telah terkomputensasi dan jika itu terjadi di seluruh negri dan menimpa kantor-kantor pemerintah dan swasta maka akan terjadi bencana administrasi nasional. Dampak lainnya yang perlu diperhatikan dengan cermat adalah adanya potensi pembulatan harga ke atas dengan alasan untuk mempermudah transaksi, harga barang aseanyang dahulunya adalah Rp.1700 setelah adanya redenominasi harganya akan berubah menjadi Rp.1,7 dan kemudian harganya akan dibulatkan menjadi Rp.2. Tentu saja secara luas praktik ini akan mengakibatkan semakin tingginya tingkat inflasi.

Page 19: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

Sebelum melakukan redenominasi ini hendaknya Bank Indonesia meyakinkan infrastruktur yang terkait dengan dampak redenominasi sudah disesuaikan dan di setting sedemikian rupa sehingga kompatibel dengan mata uang baru dengan lebih sedikit nol. Biaya penyesuain infrastruktur akibat redenominasi mungkin akan lebih besar dari perkiraan pemerintah karena pemerintah harus menjangkau semua sektor ekonomi yang terancam terkena dampak redenominasi tersebut. Redenominasi adalah kebijakan yang tepat tetapi sebaiknya dipersiapkan panjang dan matang sebelum akhirnya direalisasikan dan sebisa mungkin menutup flaw yang mungkin terjadi dalam implementasinya.

Ditekankan disini bahwa pokok permasalahan bukan hanya sekedar mensosialisasikan masalah ini ke pihak-pihak yang terkait lebih dari itu redenominasi menuntut perubahan infrastruktur dan administrasi secara masif atau ekonomi negri kita akan digoncang prahara pembukuan terkait dengan dampak redenominasi. Dalam tahapan riset mengenai Redenominasi, Bank Indonesia akan secara aktif melakukan diskusi dengan berbagai pihak untuk mencari masukan dan hasilnya akan diserahkan kepada pihak-pihak terkait agar dapat menjadi komitmen nasional, selain itu Bank Indonesia secara aktif melakukan kajian Redenominasi Rupiah dimana hal ini terkait dengan pelaksanaan integrasi masyarakat ekonomi regional seperti ASEAN. Redenominasi membutuhkan waktu sedikitnya lima tahun dan selama itu pedagang wajib mencantumkan label dalam dua jenis mata uang yakni mata uang lama yang belum dipotong dan mata uang baru yang nol nya sudah dipotong,sehingga tercipta control publik. Beberapa faktor yang mendukung suksesnya program redenominasi ini adalah ekspektasi inflasi yang berada pada kisaran yang rendah denagn pergerakan yang stabil,stabilitas perekonomian yang terjaga serta adanya jaminan terhadap stabilitas harga serta adanya kebutuhan dan kesiapan masyarakat.

Faktor-faktor yang memepengaruhi keberhasilan redenominasi :

Turki merupakan salah satu negara yang berhasil menerapkan redenominasi mata uang. Selain Turki, negara yang berhasil meredenominasi mata uangnya adalah Rumania, Polandia, dan Ukraina. Turki meredenominasi mata uang Lira secara bertahap selama 7 tahun yang dimulai sejak tahun 2005. Setelah redenominasi, semua uang lama Turki (yang diberi kode TL) dikonversi menjadi Lira baru (dengan kode YTL, dimana Y bermakna “Yeni” atau baru). Kurs konversi adalah 1 YTL untuk 1.000.000 TL, atau menghilangkan enam angka nol (6 digit). Turki meredenominasi mata uang secara bertahap dengan memperhatikan stabilitas perekonomian dalam negerinya. Pada tahap awal, mata uang TL dan YTL beredar secara simultan selama setahun. Kemudian mata uang lama ditarik secara bertahap digantikan dengan YTL. Pada tahap selanjutnya, sebutan “Yeni” pada uang baru dihilangkan sehingga mata uang YTL kembali menjadi TL dengan nilai redenominasi. Selama tahap redenominasi, keadaan perekonomian tetap terjaga. Inflasi Turki pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 juga tetap stabil dikisaran 8-9%. Sementara itu, negara-negara seperti Rusia, Argentina, Zimbabwe, Korea Utara dan Brazil tercatat sebagai negara-negara yang gagal dalam melakukan redenominasi, meski Brazil kemudian berhasil dalam melakukan redenominasi pada tahun 1994. Negara-negara tersebut memberlakukan redenominasi pada saat yang tidak tepat dimana kondisi perekonomian tidak stabil dan memiliki tingkat inflasi yang tinggi. Di Rusia, redenominasi bahkan dianggap sebagai instrumen tak langsung pemerintah merampok kekayaan rakyat. Korea Utara pada akhir tahun 2009 melakukan redenominasi 100 won menjadi 1 won. Namun, saat warga hendak menggantikan uang lama won ke uang baru, stok uang baru tidak tersedia. Brazil juga sempat mengalami kegagalan melakukan redenominasi yakni pada tahun 1986-1989. Brazil melakukan penyederhanaan mata uangnya dari cruzeiro menjadi cruzado. Namun, kurs mata uangnya justru terdepresiasi secara tajam terhadap USD hingga mencapai ribuan cruzado untuk setiap USD. Kegagalan ini dikarenakan pemerintah Brazil tidak mampu mengelola inflasi yang pada waktu itu masih mencapai 500% per tahun. Rendahnya

Page 20: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

tingkat kepercayaan terhadap pemerintah juga menjadi pangkal masalah kegagalan redenominasi pada tahun 1986 mengingat negeri itu masih dilanda konflik politik dan instabilitas pemerintahan yang mengikis kepastian berusaha. Brazil akhirnya berhasil dalam menerapkan redenominasi pada tahun 1994. Kombinasi sukses memangkas inflasi dan masuknya modal asing yang meningkatkan cadangan devisa merupakan faktor terpenting keberhasilan redenominasi di Brazil.

Tinjauan Keberhasilan Redenominasi Rupiah :

Keberhasilan Turki dalam melakukan redenominasi mata uang, terdapat beberapa syarat agar redenominasi dapat dilakukan. Menurut Bank Indonesia persyaratan yang diperlukan adalah:

1.   Stabilitas makro ekonomi : stabilitas makroekonomi untuk 5 tahun terakhir memang tergolong baik. Kondisi makroekonomi suatu negara bisa dilihat dari beberapa indikator makroekonomi yang diantaranya tingkat inflasi dan nilai tukar mata uang.

a. Inflasi menurut ilmu ekonomi adalah peristiwa di mana terjadi peningkatan harga barang-barang secara umum dan  terus menerus dalam    suatu periode/kontinyu berkaitan dengan mekanisme pasar. Hal ini terkait dengan hukum permintaan dan persediaan dari suatu barang atau jasa tertentu.  Sedangkan jika yang terjadi sebaliknya, maka kondisi itu disebut deflasi.Komponen inflasi di dalam negeri terdiri dari: volatile foods (komponen harga bergejolak), administered price (komponen harga yang diatur pemerintah),  core inflation (komponen inti) dan imported inflation (inflasi karena naiknya harga barang impor). Inflasi yang stabil mencerminkan kestabilan harga di dalam negeri dan penanganan yang baik terhadap ke-empat komponen inflasi tersebut.

Tingkat inflasi Indonesia selama lima tahun terakhir cenderung memiliki trend menurun. Berikut gambaran inflasi Indonesia dari tahun 2008 sampai dengan bulan November 2012:

Gambar: 1.2 Pergerakan Tingkat Inflasi Tahun 2008-2012 (year to year, yoy)Sumber: www.bi.go.id

Pada tahun 2012, inflasi Indonesia stabil di kisaran 3-4 persen. Tingkat inflasi tersebut masih berada dalam target yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (4,5% ± 1%). Dengan demikian inflasi Indonesia masih berada dalam tingkat aman dan mendukung stabilitas perekonomian.

b.  Nilai kurs Rupiah yang stabil menggambarkan kekuatan perekonomian dalam negeri dalam menghadapi tekanan ekonomi global. Stabilitas Rupiah mencerminkan kekuatan otoritas moneter dalam mengendalikan nilai mata uang dan membuktikan meningkatnya daya saing perekonomian dalam negeri dimata dunia. Dalam 3 tahun terakhir pergerakan Rupiah cenderung stabil di kisaran Rp 8.000-9.000 per USD. Meski pada tahun 2009 terjadi depresiasi Rupiah hingga Rp 10.000 per USD dikarenakan pengaruh krisis global. Berikut gambaran pergerakan kurs Rupiah terhadap USD:

Page 21: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

 

2.  Dukungan yang penuh dari seluruh lapisan masyarakat termasuk pemerintah, parlemen, otoritas terkait, dan pelaku bisnis. Hal ini penting dalam menyukseskan redenominasi.

3.  Tersedianya landasan hukum yang cukup kuat yang mengatur redenominasi dan mekanisme pendukung lainnya untuk menjamin stabilitas harga dan ketersediaan barang.

4.  Sosialisasi kepada publik dan edukasi yang intensif agar tidak terjadi kenaikan harga-harga secara berlebihan akibat tindakan pelaku ekonomi yang memanfaatkan struktur pasar oligopolistik (spekulan) untuk sejumlah barang kebutuhan pokok masyarakat. Sosialisasi juga diperlukan agar masyarakat tidak menganggap redenominasi sebagai sanering. Sosialisasi juga penting dilakukan untuk mengatasi kepanikan pada masyarakat yang selanjutnya mendorong terjadinya inflasi.

5.  Pemilihan waktu (timing) dan urutan pelaksanaan (sequencing) yang tepat. Redenominasi dilakukan apabila seluruh prasyarat yang diperlukan bagi keberhasilan program redenominasi telah terpenuhi. Pemilihan waktu yang tidak tepat terbukti menjadi sumber kegagalan redenominasi di beberapa negara seperti Brazil, Rusia, Korea Utara, dan Zimbabwe. Mereka melakukan redenominasi di waktu yang salah dimana perekonomian negara tersebut belum mapan dalam menjaga stabilitas perekonomian dan kepercayaan publik. Selain itu pelaksanaan redenominasi tidak dapat dilaksanakan sekaligus pada satu waktu, namun memerlukan masa transisi/tahapan, yang dimulai dengan pemberlakuan 2 jenis mata uang dan pencantuman 2 harga dalam 2 nilai transaksi (mata uang lama dan mata uang sementara), diikuti dengan penarikan mata uang lama dan pemberlakuan mata uang sementara, hingga akhirnya penarikan mata uang sementara dan pemberlakuan sepenuhnya mata uang yang baru.

EFEK REDENOMINASI

Penetapan redenominasi tentu akan mempengaruhi berbagai dimensi, baik sisi ekonomi, politik maupun kemasyarakatan. Efek tersebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain karena bersifat saling mempengaruhi. Dari sisi moneter, redenominasi dapat memicu inflasi apabila terjadi efek psikologi masyarakat yang terserang kepanikan dan perilaku moral hazard yang memanfaatkan asymmetric information untuk spekulasi menyimpan barang dan menaikkan harga. Hal ini terjadi apabila tidak dilakukan sosialisi secara menyeluruh. Kepanikan masyarakat tersebut akan mendorong masyarakat untuk tidak memegang Rupiah dan lebih memilih untuk membelanjakan uang mereka menjadi aset. Dengan demikian akan berlaku hukum supply-demand yang mendorong terjadinya kenaikan harga aset-aset tersebut. Selain itu kepanikan tersebut bisa mendorong masyarakat untuk lebih memilih memegang mata uang asing yang lebih terpercaya. Keadaan ini tentu akan membuat nilai rupiah terdepresiasi. Rupiah yang terdepresiasi bermakna bahwa nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing menjadi lebih rendah dan mengindikasikan daya saing dalam negeri menurun dibandingkan asing. Inflasi juga terjadi dikarenakan adanya pembulatan keatas apabila

Page 22: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

tidak terdapat pecahan kecil untuk mata uang baru. Dengan demikian pemberlakuan redenominasi perlu diikuti dengan kewaspadaan tinggi terhadap timbulnya hyper-inflasi. Sosialisasi perlu digencarkan dan operasi pasar perlu digalakkan untuk mencegah adanya spekulan yang memanfaatkan kepanikan masyarakat.

Namun demikian, redenominasi untuk jangka panjang sangat bermanfaat dalam mengangkat martabat Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mata uang Rupiah. Selain itu terdapat sisi positif apabila redenominasi diterapkan yaitu: 1. Efisiensi sistem pembayaran akan tercapai dimana harga barang yang tercantum

menjadi lebih sederhana, proses pencatatan, penyimpanan, pengelolaan, dan pelaporan data dalam laporan keuangan/statistik menjadi lebih pendek, cepat serta dapat disajikan dalam angka penuh.

2.  Dalam teknologi informasi, redenominasi akan mengurangi penyesuaian software dan hardware tersebut dalam mengakomodir digit angka yang semakin besar. Saat ini, kemampuan komputer hanya dapat mengakomodir 15 digit angka saja. Padahal nilai APBN Indonesia telah mencapai 16 digit.

3.  Redenominasi juga dapat mengurangi hambatan dan kendala teknis berupa kemungkinan kesalahan manusia dalam proses pembukuan transaksi atau kegiatan statistik lainnya.

4.  Persepsi atau kepercayaan masyarakat lebih tinggi terhadap uang Rupiah dikarenakan harga berubah pada kisaran yang sempit

5.  Mengurangi risiko currency substitution yang selanjutnya mendukung nilai Rupiah yang lebih stabil.

6.  Mendukung kesetaraan ekonomi dengan kawasan dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015

  Analisis Kebijakan Internal Redenominasi :

Menurut Bank Indonesia, Redenominasi adalah menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Dalam hal ini, redenominasi hanya berusaha menyederhankan nilai matauang sekaligus nilai suatu barang. Ini dimaksudkan agar penghitungan keuangan dalam urusan kenegaran maupun swasta akan terasa lebih ringan dan sederhana. Akan sangat berbeda kaitannya dengan istilah Sanering yaitu pemangkasan / pemotongan nilai mata uang yang tidak diikuti dengan penyederhanaan nilai suatu barang, sehingga menyebabkan daya beli rendah karena biaya yang terlalu terkesan mahal. Redenominasi dapat membantu tingkat inflasi apabila diterapkan dalam suatu Negara. Misal Rp 1.000 menjadi Rp 1. Hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah. Maksudnya, kalau hari ini seporsi nasi goreng bisa dibeli dengan harga Rp. 10.000,-. Lalu besok dilakukan redenominasi tiga digit, dari Rp. 1.000,- menjadi Rp. 1,-. Maka untuk membeli seporsi nasi goreng kita hanya perlu membayar Rp. 10,- dengan pecahan mata uang baru. Berbeda halnya dengan Sanering dimana terjadi pemotongan nilai mata uang tetapi harga barang tetap pada status yang lama, sehingga ketika nasi goring hari ini harganya adalah Rp 10.000, dan sudah diterapkan Redenominasi Rupiah sebesar 3 digit, sehingga nilai mata uang Rp 10.000 menjadi Rp 10, akan berdampak pada rendahnya daya beli masyarakat terhadap nasi goreng karena ketidakseimbangan antara harga nasi goreng dengan nilai mata uang, yang member kesan lemah kepada nilai mata uang. Sanering ini sudah pernah dilakukan di Indonesia pada jaman Soekarno sekitar tahun 1959, sedangkan untuk Redenominasi belum pernah dilakukan hingga hari ini. Akhir-akhir ini kita sering mendengar dan melihat tentang banyaknya wacana BANK INDONESIA perihal redenominasi terhadap rupiah.Banyak pihak-pihak yang pro dan kontra perihal masalah ini, namun banyak pihak yang belum memahami perihal redenominasi tersebut dan apa pengaruh redenominasi tersebut baik dari segi positif maupun dari segi negatifnya.

Page 23: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

Menurut Gubernur Bank Indonesia terbaru Darmin Nasution Redenominasi adalah penyederhanaan penyebutan satuan harga maupun nilai mata uang. Artinya pecahan mata uang di sederhanakan tanpa mengurangi nilai dari mata uang tersebut. Misalnya Rp.10.000 menjadi Rp.10, Rp.1000 menjadi Rp.1 dan seterusnya, tetapi nilai mata uang sebelum dan sesudah redenominasi itu nilainya tetap sama. Menurut Ensiklopedia Bahasa Indonesia lebih tepatnya Redenominasi Rupiah adalah pemotongan mata uang menjadi lebih kecil tanpa merubah nilai tukarnya. Pada waktu terjadi inflasi, jumlah satuan moneter yang sama perlahan-lahan memiliki daya beli yang semakin lemah dengan kata lain harga produk dan jasa harus di tuliskan denagn jumlah yang lebih besar,ketika angka-angka ini semakin membesar mereka dapat mempengaruhi transaksi harian karena resiko dan ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh jumlah uang lembaran yang harus dibawa atau karena resiko psikologi manusia yang tidak efektif perhitungan angka dalam jumlah yang besar,maka pihak yang berwewenang dapat menangani masalah ini dengan redenominasi.

Yang menjadi masalah dalam masyarakat saat ini adalah ketakutan jika redenominasi tersebut dapat berpengaruh pada daya beli masyarakat seperti sanering yang terjadi pada jaman Soekarno yang mempengaruhi daya beli masyarakat dan berpengaruh pada perekonomian nasional. Gubernur Bank Indonesia, Narmin Nasution menegaskan bahwa Redenominasi bukanlah merupakan pemotongan daya beli masyarakat melalui nilai mata uang seperti pada istilah sanering. Redenominasi sama sekali tidak merugikan masyarakat karena redenominasi berbeda dengan sanering atau pemotongan,dalam redenominasi nilai uang terhadap barang tidak akan berubah yang terjadi hanyalah penyederhanaan dalam nilai nominalnya berupa penghilangan beberapa digit angka nol. Redenominasi biasanya dilakukan dalam situasidan kondisi ekonomi yang stabil dan menuju ke arah yang lebih sehat sedangkan sanering adalah pemotongan nilai mata uang dalam kondisi perekonomian yang tidak sehat yaitu dengan memotong nilai uangnya saja. Redenominasi dilakukan untuk menyederhanakan sistem akuntansi dalam sistem pembayaran tanpa menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian.

Walaupun telah banyak penjelasan yang diutarakan oleh Bank Indonesia mengenai perbedaan antara Sanering dan Redenominasi namun tetap saja banyak masyarakat yang menganggap bahwa antara sanering dan Redenominasi hanyalah perbedaan istilah yang mempunyai makna yang sama yang akan berpengaruh pada daya beli masyarakatdan perekonomian nasional. Secara lebih rinci Bank Indonesia menjelaskan perbedaan antara Redenominasi dan Sanering diantaranya adalah pada redenominasi tidak ada kerugian karena daya beli tetap sama sedangkan pada sanering menimbulkan banyak kerugian karena daya beli turun drastis, redenominasi bertujuan menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakukan transaksi dam mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan ekonomi regional sedangkan sanering bertujuan mengurangi jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga-harga biasanya dilakukan karena inflasi yang sangat tinggi,pada redenominasi nilai uang terhadap barang tidak berubah karena hanya cara penyebutan dan penulisan pecahan uang saja yang disesuaikan sedangkan pada sanering nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil karena yang dipotong adalah nilainya, redenominasi dilakukan saat kondisi makro ekonomi stabil ekonomi tumbuh dan inflasi terkendali sedangkan pada sanering dilakukan pada saat keadaan makro ekonomi yang tidak sehat dan ketika situasi inflasi yang sangat tinggi, redenominasi disiapkan secara matang dan terukur sampai masyarakat siap agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat sedangkan pada sanering tidak ada masa transisi dan biasanya dilakukan secara tiba-tiba.

Seberapa kerasnya usaha Bank Indonesia untuk menjelaskan bahwa redenominasi jamun tak dapat dipungkiri jika masyarakat cukup paham dampak-dampak redenominasi baik itu dari segi positif maupun negatif, bila kita melihat dari sudut pamndang masyarakat dan melepaskan pengaruh Bank Indonesia mak untuk

Page 24: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

kebijakan ini Bank Sentral harus menarik semua mata uang lama dan mencetak mata uang yang baru tapi ini hanyalah dampak yang paling yangdapat diatasi oleh Bank Indonesia, justru kelompok korporat swasta yang akan menanggung banyak dampak dari redenominasi. Bank-bank swasta harus merubah sistem mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) agar sesuai dengan nominal yang baru atau mungkin malah menarik semua ATM yang lama dan menggantinya dengan yang baru jika memang pemerintah merubah total bentuk fisik dan ukuran kertas mata uang yang baru. Operasi perubahan maupun penggantian mesin pasti akan memakan biaya yang cukup mahal, mungkin tidak setinggi biaya untuk mencetak uang-uang baru tetapi disini pihak swastalah yang menanggung beban.

Selain itu masih banyak permasalahan yang akan dihadapi sebagai dampak dari redenominasi tersebut, penghilangan jumlah nol akan mengacaukan perhitungan akuntansi yang telah terkomputensasi dan jika itu terjadi di seluruh negri dan menimpa kantor-kantor pemerintah dan swasta maka akan terjadi bencana administrasi nasional. Dampak lainnya yang perlu diperhatikan dengan cermat adalah adanya potensi pembulatan harga ke atas dengan alasan untuk mempermudah transaksi, harga barang aseanyang dahulunya adalah Rp.1700 setelah adanya redenominasi harganya akan berubah menjadi Rp.1,7 dan kemudian harganya akan dibulatkan menjadi Rp.2. Tentu saja secara luas praktik ini akan mengakibatkan semakin tingginya tingkat inflasi. Sebelum melakukan redenominasi ini hendaknya Bank Indonesia meyakinkan infrastruktur yang terkait dengan dampak redenominasi sudah disesuaikan dan di setting sedemikian rupa sehingga kompatibel dengan mata uang baru dengan lebih sedikit nol. Biaya penyesuain infrastruktur akibat redenominasi mungkin akan lebih besar dari perkiraan pemerintah karena pemerintah harus menjangkau semua sektor ekonomi yang terancam terkena dampak redenominasi tersebut. Redenominasi adalah kebijakan yang tepat tetapi sebaiknya dipersiapkan panjang dan matang sebelum akhirnya direalisasikan dan sebisa mungkin menutup flaw yang mungkin terjadi dalam implementasinya.

Perlu ditekankan disini bahwa pokok permasalahan bukan hanya sekedar mensosialisasikan masalah ini ke pihak-pihak yang terkait lebih dari itu redenominasi menuntut perubahan infrastruktur dan administrasi secara masif atau ekonomi negri kita akan digoncang prahara pembukuan terkait dengan dampak redenominasi. Dalam tahapan riset mengenai Redenominasi, Bank Indonesia akan secara aktif melakukan diskusi dengan berbagai pihak untuk mencari masukan dan hasilnya akan diserahkan kepada pihak-pihak terkait agar dapat menjadi komitmen nasional, selain itu Bank Indonesia secara aktif melakukan kajian Redenominasi Rupiah dimana hal ini terkait dengan pelaksanaan integrasi masyarakat ekonomi regional seperti ASEAN. Redenominasi membutuhkan waktu sedikitnya lima tahun dan selama itu pedagang wajib mencantumkan label dalam dua jenis mata uang yakni mata uang lama yang belum dipotong dan mata uang baru yang nol nya sudah dipotong,sehingga tercipta control publik. Beberapa faktor yang mendukung suksesnya program redenominasi ini adalah ekspektasi inflasi yang berada pada kisaran yang rendah denagn pergerakan yang stabil,stabilitas perekonomian yang terjaga serta adanya jaminan terhadap stabilitas harga serta adanya kebutuhan dan kesiapan masyarakat.

Page 25: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

Analisis Kebijakan Internal Redenominasi :14

Dipengaruhi oleh kebijakan dan kebijakan pemberlakukan perekonomian Internasional, terutama faktor krisis ekonomi global yang berdampak pada Indonesia, yang diawali krisis global ekonomi di Amerika Serikat, dimana negara tersebut mengalami defisit anggaran yang terus meningkat, yang selama ini AS dibiayai modal dari berbagai negara sehinggga mempunyai utang sebesar 11,7 trilyun dolar AS.

Kesimpulan :

- Redenominasi dengan sanering, Redenominasi adalah menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Dalam hal ini, redenominasi hanya berusaha menyederhankan nilai matauang sekaligus nilai suatu barang. Ini dimaksudkan agar penghitungan keuangan dalam urusan kenegaran maupun swasta akan terasa lebih ringan dan sederhana. Sedangkan sanering adalah pemangkasan/pemotongan nilai mata uang yang tidak diikuti dengan penyederhanaan nilai suatu barang, sehingga menyebabkan daya beli rendah karena biaya yang terlalu terkesan mahal.Tujuan utama dari dilakukannya redenominasi adalah untuk menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi. Dengan penyederhanaan ini, setiap orang akan terbantu dalam melakukan kegiatan transaksi karena pecahan mata uang yang harus dibawa dalam setiap melakukan transaksi tidak terlalu banyak. Dan tahapan dari redenominasi adalah tahap sosialisasi, tahap transisi, tahap penarikan uang lama, dan tahap pemantapan.

- Redenominasi rupiah harus dibarengi pembangunan persepsi masyarakat terhadap kebijakan tersebut. Jangan sampai persepsi yang timbul adalah pemotongan nilai mata uang, yang membuat masyarakat menarik dana mereka dari bank dan melakukan investasi ke luar negeri. Rencana positif redenominasi harus dilakukan secara hati-hati. Dampak psikologi kepada masyarakat dan investor akan tergantung dengan bagaimana Bank Indonesia melakukan sosialisasi. Redenominasi jangan sampai menimbulkan gejolak stabilitas ekonomi. Kesiapan masyarakat menjadi poin penting bagi bank sentral. Redenominasi sebetulnya sangat baik, tetapi harus dipahami jika kesiapan masyarakat menjadi hal penting yang harus diperhatikan,.Kesiapan masyarakat juga diperlukan karena tanpa kesiapan masyarakat maka bisa-bisa terjadi gejolak ekonomi dimana terjadi kepanikan di masyarakat. Hal tersebut berbahaya, karena masyarakat tidak mengerti dan jangan sampai disalahartikan seperti sanering.

14.Menurut Chapra mekanisme kebijakan moneter yang sesuai dengan syariah Islam harus mencakup enam elemen yaitu:1. Target Pertumbuhan M dan Mo. Setiap tahun Bank Sentral harus menentukan pertumbuhan peredaran uang (M) sesuai dengan sasaran ekonomi nasional.Pertumbuhan M terkait erat dengan pertumbuhan Mo (high powered money:uang dalam sirkulasi dan deposito pada bank sentral). Bank sentral harus mengawasi secara ketat pertumbuhan Mo yang dialokasikan untuk pemerintah, bank komersial dan lembaga keuangan sesuai proporsi yang ditentukan berdasarkan kondisi ekonomi, dan sasaran dalam perekonomian Islam. Mo yang disediakan untuk bank-bank komersial terutama dalam bentuk mudharabah harus dipergunakan oleh bank sentral sebagai instrument kualitatif dan kuantitatif untuk mengendalikan kredit.2. Public Share of Demand Deposit (Uang giral). Dalam jumlah tertentu demand deposit bank-bank komersial (maksimum 25%) harus diserahkan kepada pemerintah untuk membiayai proyek-proyek sosial yang menguntungkan.3. Statutory Reserve Requirement. Bank-bank komersil diharuskan memiliki cadangan wajib dalam jumlah tertentu di Bank Sentral. Statutory reserve requirements membantu memberikan jaminan atas deposit dan sekaligus membantu penyediaan likuiditas yang memadai bagi bank. Sebaliknya, Bank Sentral harus mengganti biaya yang dikeluarkan untuk memobilisasi dana yang dikeluarkan oleh bank-bank komersial ini.4. Credit Ceilings (Pembatasan Kredit). Kebijakan menetapkan batas kredit yang boleh dilakukan oleh bank-bank komersil untuk memberikan jaminan bahwa penciptaan kredit sesuai dengan target moneter dan menciptakan kompetisi yang sehat antar bank komersial.5. Alokasi Kredit Berdasarkan Nilai. Realisasi kredit harus meningkatkan kesejahteraan masyarakat . Alokasi kredit mengarah pada optimisasi produksi dan distribusi barang dan jasa yang diperlukan oleh sebagian besar masyarakat. Keuntungan yang diperoleh dari pemberian kredit juga diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat. Untuk itu perlu adanya jaminan kredit yang disepakati oleh pemerintah dan bank-bank komerisal untuk mengurangi risiko dan biaya yang harus ditanggung bank.6. Teknik Lain. Teknik kualitatif dan kuantitatif diatas harus dilengkapi dengan senjata-senjata lain untuk merealisasikan sasaran yang diperlukan termasuk diantranya moral suasion atau himbauan moral.

Page 26: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

- Bank Indonesia sebelum melakukan redominisasi untuk terlebih dahulu bank Indonesia meyakinkan semua infrastruktur terkait sudah disesuaikan dan disetting sedemikian rupa sehingga kompatibel dengan mata uang baru dengan lebih sedikit nol. Rencana redenominasi rupiah bakal memakan biaya tinggi. Bank Indonesia juga harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk mengganti dan mencetak uang baru. Pencetakan uang selalu menguras anggaran Bank Indonesia.

- Tiga alasan Indonesia menerapkan redenominisasi yaitu yang pertama, inflasi di Indonesia terkendali, yaitu di bawah 10 persen, yang ke dua utang pemerintah dari persentase Produk Domestik Bruto (PDB) terus turun, dan yang ke tiga kondisi perekonomian yang stabil. Redenominasi tidak akan memberikan efek negatif terhadap perekonomian. Ekonomi yang kuat dan politik yang stabil akan memudahkan proses redenominasi. Jika pelaku bisnis yakin bahwa ekonomi berkinerja baik, redenominasi bisa berjalan sesuai dengan harapan. Tetapi, redenominasi mengakibatkan angka inflasi meningkat apabila pelaku bisnis berpersepsi ekonomi melambat atau memburuk ketika kebijakan itu diterapkan. Sukses redenominasi hanya bisa dilakukan pada saat inflasi dan ekspektasi inflasi stabil dan rendah.

- Redenominasi tidak sama dengan sanering. Redenominasi adalah penyederhanaan mata uang tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut, sementara sanering adalah pemotongan nilai mata uang.

- Redenominasi dibutuhkan dalam rangka mengefektifkan dan mengefisienkan kegiatan perekonomian di Indonesia berkaitan dengan transaksi yang membutuhkan pencatatan digit yang lebih sederhana.

- Redenominasi dapat dilakukan dengan catatan kestabilan perekonomian dalam negeri terjaga dengan baik dan tingkat inflasi yang cenderung rendah dan stabil, serta dengan pemilihan waktu dan urutan pelaksanaan yang tepat.

- Sosialisasi tentang pemberlakuan redenominasi diperlukan hingga kepelosok-pelosok daerah untuk mencegah terjadinya kepanikan dan tekanan psikologi pada masyarakat yang dapat mengancam terjadinya hyper-inflasi.

- Keberhasilan redenominasi ditentukan pula oleh keberadaan sistem pengawasan harga dan ketersediaan barang yang efektif untuk mencegah perilaku spekulan yang sengaja mencari keuntungan dengan menahan pasokan barang dan menaikkan harga barang. 

Saran :

- Menjadi perhatian bersama adalah bagaimana pemerintahan dapat mempersiapkan

segala bentuk yang berhubungan dengan kesiapan redenominasi dalam jangka

panjang jika memang ini akan diterapkan di Indonesia, dan akan membawa mata

uang Indonesia lebih efisien. Karena walau bagaimanapun juga ini berkaita dengan

keuangan Negara Indonesia di mata dunia, jangan sampai akan menurunkan harga

diri bangsa kita di tengah-tengah dunia, jika perlu kita tunjukka bahwa kita layak

bersaing di tengah-tengah persaingan dunia yang semakin gencar ke arah yang

lebih baik. Agar redonominasi berhasil tidak saja dilakukan dalam kondisi

ekonomi stabil tetapi juga harus dilakukan secara perlahan-lahan. Pertama

ekonomi dalam kondisi stabil, kedua mulai mencetak uang baru dengan tetap

mengunakan model lama tetapi dengan memasukan nilai baru. Ketiga, setelah

masyarakat memahami dan mengerti, dicetak uang kertas seri baru atau bentuk

Page 27: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

baru seperti coin emas atau dinar senilai 100 rupiah uang kertas Rp. 50 atau coin

perak atau dirham dengan nilai Rp 50 dan seterusnya.

Daftar Pustaka

Arvian, Yandhrie, dkk. 2008. “Pontang-Panting Meredam Prahara”. TEMPO, Edisi 13-19 Oktober 2008.

Aprilya,Veiia, 2013, http://veiiaaprilya-veiiaaprilya.blogspot.com/2013/02/makalah-redenominasi.html, 12 April 2013

Page 28: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

Amir, Amri. 2011. REDENOMINASI RUPIAH DAN SISTIM KEUANGAN. Jurnal Paradigma Ekonomika. Vol. 1, No. 4: 73-74.

Anonim, Bab 12_pola_kebijakan_devisa_negara_berkembang, diakses tanggal 28 Mei 2010.

Anonim, 2010, Devaluasi dan Revaluasi : Kebijakan Pemerintah Terhadap Nilai Tukar (Kurs),http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/09/devaluasi-dan-revaluasi-kebijakan.html diakses tanggal 28 Mei 2010.

Anonim, 2010, Nilai Mata Uang (Exchange Rate) : Fakto-Faktor yang Mempengaruhi Nilai,http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/06/nilai-tukar-mata-uang-faktor-faktor.html diakses tanggal 28 Mei 2010.

Amrizal, Hukum Bisnis: Deregulasi dan Joint Venture di Indonesia Teori dan Praktik .Jakarta : Penerbit : Jambatan, 1996.

Anton Hermanto dan Sri Mulyani Indrawat, menyatakan bahwa salah satu titik lemahnya fundamental Indonesia adalah pada sisi neraca ekonomi eksternal yang ditandai dengan defisit transaksi berjalan meningkat. Defisit transaksi berjalan ini dibiayai oleh arus modal masuk yang memang cukup besr sejak awl tahun 1990an, sehingg secara keseluruhan neraca pembayaran masih mengalami surplus.Kompas, 11 Juli 1998.

-----------Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perbankan Syariah, Refika Aditama, Bandung 2009.

-----------Ahmad Kamil dan M. Fauza, Kearah Pembaharuan Hukum Acara Perdata dalam Sema dan Perma, Kencana Prenata Media Group, Jakarta, 2008.

Ascarya dan Diana Yumanita, Bank Syariah: Gambaran Umum, Seri Kebanksentralan No.14, Bank Indonesia, Cetakan Pertama, April 2005.

Ade Maman Suherman, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum: Civil Law-Common Law-Hukum Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

-----------Amir Mahmud dan Rukmana, Bank Syari’ah, PT Gelora Aksara Pratama, Surabaya, 2010.

Allen, Linda. “ Capital Markets And Institutions “: A Global View.New York, Brisbane, Singapore : Jhon Wiley & Sons’s, Inc., 1997.

Asmon, I.E.” Pemilikan Saham Oleh Karyawan: Suatu Sistem Demokrasi Ekonomi Bagi Indonesia”, dalam Didik J.Rachbini, ed , Pemikiran Kea rah Demokrasi Ekonomi. Jakarta, LP3ES, 1990.

Batunanggar, S. 2003. “Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan”. Pengembangan Perbankan, Edisi 99 Maret-April 1999.

-----------Bank Indonesia, Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syarian Indonesia, Jakarta, 2005.

Boediono, ”Ekonomi Mikro, seri sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi” No.1, BPFE Yogyakarta, 1987.

Bernadette Waluto. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Bandung : CV Mandar Maju, 1999.

Black and Daniel, “ Money and Bangkok”, Contemporary Pranctices, Politik and Isues Business Publication INC.Plano, Texas 1991.

Beach, Mary E.T.” Developments In Securities Refistration and Prospektus Delivery”. ALI-BABA Course Materiels Journal, February 1997.

Beaver, William H. “ The Nature of Mandated Disclosure”, dalam Richard A. Posner dan Kenneth E.Scott, ed, Economic of Corporation Law and Securities Regulation.Boston, Toronto : Little Brown & Company, 1980.

Black, Henry Campbell.Black’s Law Dictionary, Sixt Edition.ST.Paul. Minn: West Publishing Co, 1990.

Bromberg, Alan R.” Corporate Information: Texas Gulf Sulphur and Its Implications”. South-Western Law Journal, vol 22, 1968.

Bunch, Gary.” Chiarella : The Need For Equal Access Under Section 10(b)”. San Diego Law Review, vol 17, 1980.

Bank Indonesia, Direktorat Perbankan Syariah, Laporan Perkembangan Perbankan Syariah Tahun 2004.

Page 29: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

Bank Indonesia: ”Perekonomian Tahun 2007 Bertambah Baik dengan 8 Syarat”. KOMPAS, Jakarta. 2007.

BPS Provinsi Kalimantan Tengah. “Pemerintah Janji Entaskan 1,5 juta Pengangguran”. CyberNews. Yogyakarta.

Bronkhorst,C; ”L’atat de necessite.In : Netherlands Report, etc.Pescara 1970 (See Bibl.No. 63)pp.341-352.On Necessity.`

Black and Daniel, “ Money and Bangkok”, Contemporary Pranctices, Politik and Isues Business Publication INC.Plano, Texas 1991.

Beaver, William H. “ The Nature of Mandated Disclosure”, dalam Richard A. Posner dan Kenneth E.Scott, ed, Economic of Corporation Law and Securities Regulation.Boston, Toronto : Little Brown & Company, 1980.

Black, Henry Campbell.Black’s Law Dictionary, Sixt Edition.ST.Paul. Minn: West Publishing Co, 1990.

Caray,2008, Makalah dan Skripsi : Neraca, http:// makalah dans kripsi. blogspot.com/ 2009/02/neraca.html diakses tanggal 28 Mei 2010.

Coffe, Jhon C.Jr.” Market Failure And The Economic Case For A Mandatory Disclosure System”.Virginia Law Review, vol. 70, 1984.

Corgill, Dennis.S.” Insider Trading, Price Signals, and Noisy Information”. Indiana Law Journal, vol. 71, 1996.

Chatamarrassjid. Menyingkap Tabir Perseroan (Pencieng the Corporate Veil).Kapita Selekta Hukum Perusahaan.Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000.

Carl, Bernd Kaeblig, Indonesia Intellectual Property Law, First Edition., editor : Gregory J.Churchill, Maret 1993.

Coffe, Jhon C.Jr.” Market Failure And The Economic Case For A Mandatory Disclosure System”.Virginia Law Review, vol. 70, 1984.

Corgill, Dennis.S.” Insider Trading, Price Signals, and Noisy Information”. Indiana Law Journal, vol. 71, 1996.

Djumene,Erlangga,2013,http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/01/30/16011943/Awasi.Dampak.Pembulatan.Redenominasi?utm_source=WP&utm_medium=Ktpidx&utm_campaign=, 12 April 2013.

D. Keim. "Size-Related Anomalies and Stock Return Seasonality. Further Empirical Evidence." Journal of Financial Economies. 12 (June 1983), /3-32.

---------------Dwi Eko Waluyo, Teori Ekonomi Makro, Malang : UMM Press, 2004.Deddy Hendro Subekti, Reaksi Masyarakat Surabaya Terhadap Tingginya Inflasi dan

Kebijakan Sanering Tahun 1965-1968, (Surabaya: Skripsi Fakultas Sastra, Jurusan Sejarah, Universitas Airlangga, 2008).

Dewi Nurul Mustari, Penyelesaian Sengketa dalam Praktik Perbankan Syariah, Parama Publishing, Yogjakarta, 2012.

Davis, Jeffry L.” Disorgement in Insider Trading Cases : A Proposed Rule”. Securities Regulation Law Journal, vol.22, 1994.

Downes, John dan Jordan Elliot Gooman, “ Dictionary of Finance and Investment Term “. Diterjemahkan oleh Soesanto Budhidarmo. Jakarta : PT.Elex Media Komputindo, 1991.

David L, Ratner and Thomas Lee Hazen, Securities Regulation Case and Materials (St.Paul Minn : West Publishing, 1991).

Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan terjemahnya , Surabaya: Karya Agung, 2006 Undang-undang RI No.3 Tahun 2004.

---------------E. Suherman. Faillissement (Kepailitan).Bandung : Bina Cipta, 1988.Eisert, Edward G “ Legal Strategis for Avoiding Class Action Law Suit Against Mutual

Funds”. Securities Regulation Law Journal. Vol.24, 1996.Frank E.Vogel And Samuel L.Hayes,III, Kluwer Law International, The HaqueLondon-

Boston, 1998.Frederic.S.Mishkin, The Economics of Money, Bangking and Financial Market, Sixth

Edition, Addison Wesley Longman USA, 2001.Fischel, Daniel R.” Efficient Capital Markets, The Crash, and the Fraud on the Market

Theory”. Delaware Journal of Corporate Law, vol. 74, 1989.

Page 30: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

Freilich, Harold I. dan Ralph S,Janvery.” Understanding’Best Efforts’Of ferings”. Securities Regulation Law Journal, vol .17, 1989.

Fischel, Daniel R.” Efficient Capital Markets, The Crash, and the Fraud on the Market Theory”. Delaware Journal of Corporate Law, vol. 74, 1989.

Freilich, Harold I. dan Ralph S,Janvery.” Understanding’Best Efforts’Of ferings”.Fischel, Daniel R.” Efficient Capital Markets, The Crash, and the Fraud on the Market

Theory”. Delaware Journal of Corporate Law, vol. 74, 1989.Frederic.S.Mishkin, The Economics of Money, Bangking and Financial Market, Sixth

Edition, Addison Wesley Longman USA, 2001.Goelzer, Daniel L. Esq.” Management’s Discussion and Analysis and Environmental

Disclosure”.Preventive Law Reporter, Summer, 1995.Grossfeld, Berhard.” The Strenght and Weakness of Comparative Law”.Oxford :

Clarendon, Press, 1990.Gilson, Ronald J.dan reiner H. Kraakman.” The Mechanisms of Market

Efficiency”.Virginia Law Journal, vol. 24, 1997.Gunawan Wijaya. ”Aspek Hukum Dalam Bisnis Pemilikan, Pengurusan. Perwakilan

dan Pemberian Kuasa (dalam sudut Pandang KUH Perdata)”. Ed.1, Cet.2 Jakarta: Kencana, 2006.

Gunarto Suhadi. ”Risiko Kriminalitas Kredit Perbankan”. Ed1, Cet.1. Yogyakarta : Universitas Atma Jaya, 2006.

Gallant, Peter.” The Eurobond Market, First Publishied”.New York :New York Institute of Finance, 1988.

Goelzer, Daniel L. Esq.” Management’s Discussion and Analysis and Environmental Disclosure”.Preventive Law Reporter, Summer, 1995.

---------------G. Leffler and I.. Fanvell. Me Stock Market, New York: Ronald Press, 1963.

Hartono, Jogiyanto. 2005. Pasar Efisien Secara Keputusan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

---------------Hartono, Jogiyanto. 2005. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta: BPFE

----------------Hill, Hall, 2001. Ekonomi Indonesia. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.Hadi Kardoyo dan Mudrajad Kuncoro, 2003, Analisis Kurs Valas Dengan Pendekatan

Box-Jenkins: Studi Empiris Rp/US$ dan Rp/Yen, 1983.2-2000.3, Jurnal Ekonomi UGM :2003.

---------------Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz I, Jakarta: Pustaka Panjimas,2004 ---------------http://megapolitan.kompas.com/, 12 April 2013.---------------http://www.mirajnews.com/id/ekonomi/3390-industri-perbankan-syariah-

hadapi tantangan-mekonomi-global.html.---------------http/ www.bi.go.id(o7 Januari 2011) Peraturan Pemerintah no 2 dan 3

tahun 1959 ---------------http/www.detikfinance.com Ekonomi Rakyat Merdeka, Tingkat Inflasi

2011 Diperkirakan Tinggi, dalam http/www.tingkat inflasi.com (20Januari 2011).

-----------http://www.antaranews.com/berita/ 302481/ bi- perbankan- syariah- hadapi- tiga-tantangan.

Hartono, Sunarjati. “ Capita Selecta Perbandingan Hukum”. Alumni (Stensil) Bandung, 1970.

Harzel Leo & Richard Shepro.” Setting the Boundaries for Disclosure”.Delevare Journal of Corporate Law, vol. 74 1989.

Irawanto, Dwi,Setyo, 2103, http://www.beritasatu.com/fokus/96245-redenominasi-rupiah-apa-artinya-bagi-kita.html< 12 April 2013.

---------------Iskandar Putong, ”Pengantar Ekonomi: Mikro & Makro”, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2000.

Islamic Development Bank, Islamic Research and Training Institute, Corporate Governance In Islamic Financial Institutions, Occasional Paper No.6,2002.

Page 31: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

----------I. Jerry Hoff, Indonesia Bankruptcy Law , editor: Gregory.J, Churchill, Januari 1999.

J. Eggens, In En Uittreden Van Leden Bij Vennoot Schappen Onder Firma , (Praeadvies) untuk Konggres ke 4 Ned Indise Juristen Vereeniging di zaman tahun 1936 di Jakarta : diumumkan dalam lampiran pada T.144.

John C. Coffee, Jr.1.”Market Faklure and the Economic Case for A Man datory Disclosure System, Virginia Law Review, (Vol 79, 1984), hal. 721-722.

J. Lakonishok and M. Levi_ "Weekend Effects on Stock Returns! A Note." ALtrr-la of Finance, 37 (June 19821, 883 889.

Yuni Astutik, Redenominasi diatur dalam UU tersendiri, dalam http/www. Economi.okezone.com

Yasmina Hasni, Palupi Annisa, “SBY Lanjutkan Redenominasi” dalam Republika (Selasa,25 januari 2011)

Krugman. Paul L. and Maurice Obstfeld, 1996, Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijkan (terj.), PT RajaGrafindo Pustaka , Jakarta.

---------------Kajul Khalwaty, Inflasi dan Solusinya, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000.

Kaligis, OC dan Associates. ”The Politicization of The Nation B anking Case”. Jakarta : OC. Kaligis dan Associates, 2006.

Karmel, Roberta S.” Is the Shingle Theory Dead”.Washington & Lee Law Review, vol 52, 1995.

Koesnadi Hardjasoemantri. “Hukum Tata Lingkungan. Edisi ke.7.Cet. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafe’I Antonio, “Apa dan Bagaimana Bank Islam”, PT.Dara Bhakti Prima Yasa Yogyakarta, 1992., Kasmir, “ Bank dan Lembaga Keuangan lainnya”, Pt.Raja Grafindo, Jakarta, 1997.

---------------Kartohadiprodjo, Soedirman. “ Hukum Nasional” beberapa catatan, Bina tjipta, 1968,

Koentjaraningrat. “ Rintangan-Rintangan mental dalam pembangunan ekonomi di Indonesia.” Terbitan tak berkala, seri no. 12, Lembaga Reasearch Kebudayaan Nasional, Jakarta, 1969.

Kansil, C.S.T. Hukum Perusahaan Indonesia (aspek Hukum Dalam Ekonomi),Jakarta : Pradnya Paramita, 1995.

Kartini Mujadi. Hakim Pengawas dan Kurator dalam Kepailitan dan dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Newslleter No. 33 Tahun IX, Jakarta : Yayasan Pusat Pengkajian Hukum, 1998.

Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafe’I Antonio, “Apa dan Bagaimana Bank Islam”, PT.Dara Bhakti Prima Yasa Yogyakarta, 1992.

Karmel, Roberta S.” Is the Shingle Theory Dead”.Washington & Lee Law Review, vol 52, 1995.

Lindert. Peter H. And Charles P Kindleberger, 1990, Ekonomi Internasional (Terj.) Erlangga, Jakarta.

Lexy J Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosyda Karya, cet I, 2006.

Lynn A. Stout, Op.cit, hal 615.lihat juga Marvin G. Pickholz dan Edwar B.Horahan III, “The SEC’s Version of the Efficient Market Theory and Its Impact on Securities Law Liabilities”,Washington and Lee Law Review.(Vo;.39, 1982).

Marc I. Steinberg, I. Understanding Securities Law, Second Edition, (New York, San Fransisco : Matthew Bender & Co.Inc, (1996).

Muhammad Al-Bashir Muhammad Al-Amine, Istisna (Manufacturing Contract) In Islamic Banking and Finance, Law and Practice, A.S.Noordeen, Kuala Lumpur, 2000.

M.N. Purwosutjipto. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia. Jilid.8 : Perwasitan, Kepailitan dan Penundaan Pebayaran. Jakarta : PT. Djambatan, 1992.

Page 32: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

Martiman Prodjohamidjo. Proses Kepailitan menurut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. I Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan, Bandung : CV Mandar Maju, 1999.

M. Polak, Handboek voor het Ned. Handels-en Faillis-sementsrecht. Jilid I, cetakan ke 5, cetakan ke 4 dan cetakan ke 3.Disingkat dengan Polak I(5), Polak I(4) dan Polak I(3) , cetakan ke 3 ini adalah yang masih paling cocok dengan KUHD.

Muhammad Syafe’I Antonio,”Bank Syariah”, dari Teori kePraktik, Gema Insani, 2001.

Madura, Jeff (2003), “International Financial Management,” Thomson South-Western, Seventh Edition.

McFarlane, I.J. (1999) ‘The Stability of Financial System’ Reserve Bank of Australia Bulletin, August.

Mishkin, Fredeic S. 2001. The Economics of Money, Banking, and Financial Market. USA: Person Education.

Mishkin , F.S. 2010. Ekonomi Uang, Perbankan, dan PasarKeuangan : Buku 1, Edisi 8. Salemba Empat , Jakarta

Mosley, L. 2005. Dropping Zeros, Gaining Credibility? Currency Redenomination in Developing Nations. 2005 Annual Meeting of The American Political Science Association, WashingtonDC.

Muhyiddin . 2012. Redenominasi Rupiah dan Trauma Sanering. Majalah Perencanaan Bappenas.

Mankiw, N. Gregory. 2007. Makro Ekonomi. Edisi Keenam. Penerbit Erlangga. Jakarta, Indonesia.

M. Sinklock and L. Starks. "Day of thellirreek Effects in Stock Returns: Some Intraday Evidence." Manuscript, University of Pennsylvania and Washington University, 1983.

M. Godfrey, C. Granger, and D. Morgenstern, "The Random Walk Hypothesis and Stock Market Behavior." &Mos. 17 (January 1964), 1-30.

---------------Manullang, Pengantar Teori Ekonomi Moneter , Jakarta: ghalia Indonesia, 1993.

---------------Muhammad Mustahafa al-Syalabi, Ta’lil al-Ahkam, Mesir: Dar al-Nahdhah al-‘Arabiyah, t.t

---------------Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998 ---------------M. Syafii Antonio, Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema

Insani Press, 2000 ---------------Nasrun Haroen, ushul fiqh 1, PT Logas Wacana Ilmu,Jakarta ,Cet III, 2001 Nafi, Muchamad dan Anton Aprianto. 2008. “Berharap Pada Sepuluh Perintah”.

TEMPO, Edisi 13-19 Oktober 2008.Nasution, Anwar. 2003. Masalah-Masalah Stabilitas Keuangan (Online).

( www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar, diakses 10 Oktober 2008).Nsngoi, Ronald.Peningkatan Produktifitas Organisasi Perusahaan, Analisis Nomor 3

Vol. 15 Maret 1986,p.232-239.N. Lapolwa dan Daniel S. Kuswandi, “ Akuntansi Bank”, Lembaga Pengembangan

Perbankan Indonesia, Jakarta, 1993.

Purwanto, Didik.  Editor : Erlangga Djumena. Sumber:  http:// bisniskeuangan. kompas.com/,  Rabu, 23 Maret 2013.

Paul A. Samuelson & William D. Nordhaus, ”Economics, fourteenth edition”, Mg Graw-Hill International editions, 1992.

Proyeksi Bank Dunia “pertumbuhan ekonomi Indonesia 2007 sebesar 6,3 persen dan 6,5 persen pada 2008”. ANTARA News. Jakarta, 11 april 2007.

Parwoto Wignjosumarto, Tugas dan Wewenang Hakum Pemeriksa/Pemutus Perkara Hakim Pengawas dan Kuratir/Pengurus, Juli 2001.

Page 33: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

P. Prince. 'Day of the Week Effects: Hourly Data." Manuscript, University of Chicago, 1952.

---------------Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jogjakarta: Rineka Cipta, 1998 Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fikih, Jakarta: Amzah, 2005

Prasetiantono,A,Tony2013.http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/01/30/14243113/PlusMinus.Redenominasi

Parkin, Michael. 1997. Economy Macro (Power Point). Web Site. Michael Parkin. September 1997.

Pratama Rahardja, Mandala Manurung, Pengantar Makro Ekonomi, Jakarta: LPFE UI, 2004 .

Putra, 2009, Perkembangan Kebijakan Sistem Nilai Tukar di Indonesia, http:// putracenter.wordpress.com/2009/09/23/perkembangan-kebijakan-sistem-nilai-tukar-di-indonesia/ diakses tanggal 28 Mei 2010

Republik Indoneia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.

Romli, muqoranah mazahib fil ushul, t.t Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Jakarta Rineka Cipta, cet II1, 2006.

Retnowulan Sutantio. Kapita Selekta Hukum Ekonomi dan Perbankan. Jakarta : Mahkamah Agung RI, 1996.

Rachmadi Usman. Pasal-Pasal tentang Hak Tanggungan atas Tanah. Jakarta : PT. Djambatan, 1998.

---------Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

---------Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama.

R.M. Mac Iver dan Charles H.Page. “ Society an Introductory analysis.” Mac Millian & Co,Ltd.London, 1961, hal 213.

Ramlan Ginting. ”Letter Of Credit : Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis”.Jakarta : Universitas Trisakti, 2007.

--------------R. Roll. "Orange Juice and Weather." Manuscript, UCLA, 1983.S. Stickel. "Empirical Tests of Futures Prices." Manuscript, University of

Chicago, 1982.Smick, David. M. 2008. The World is Curved. Portofolio New York. Terjemahan

Bahasa Indonesia oleh Daras Book. 2009.  Setyowati, E. 2011. Model Dinamis Pertum Salvatore. Dominick, 1997, Ekonomi

Internasional,Erlangga, Jakarta.Setiawan,2010, Sistem Moneter Internasional, http:// datakuliah.blogspot.com

/2009/11/ sistem-moneter-internasional.html diakses tanggal 28 Mei 2010.Setyowati, E. 2011. Model Dinamis Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, danPengangguran

diIndonesia. JurnalEkonomi dan Bisnis Vol. 5, No. 3, November 2011: 221- 235.

Suhendra, E dan S.W. Handayani. 2012. Impacts of Redenomiantion on Economics Indicators. International Conference on Eurasian Economies 2012

Septian,Mahmud,2013,https://www.google.com/search?q=makalah+tentang+redenominasi+rupiah&aq=f&oq=makalah+tentang+redenominasi+rupiah&aqs=chrome.0.57.13436j0&sourceid=chrome&ie=UTF-8,12 April 2013

---------------Schinasi, Garry J. 2003. Defining Financial Stability (Online).----------------Subekti. Hukum Perjanjian.Jakarta : Internusa, 1980.Sudin Haron, Bala Shanmugam, Islamic Banking System-Concepts &

Applications, Pelanduk Publications, Malaysia, 1997.

Page 34: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

Sudin Haron, Islamic Banking-Rules & Regulations, Pelanduk Publications, Malaysia, 1997.

Subekti dan R Tjitrosudibio. KUH Dagang dan Undang-Undang Kepailitan, terjemahan Wetboek van Koophandel en Faillissementsverodening. Jakarta : Pradnya Paramita, 1982.

Sukrisno, “ Perencanaan Strategis Bank”, Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia, Jakarta 1992.

Suyud Margono, ”Hukum Perusahaan Indonesia: Catatan Atas Undang-Undang PerseroanTerbatas”. Cet. 1. Jakarta : Novindo Pustaka Mandiri, 2008.

Sudin Haron, Bala Shanmugam, Islamic Banking System-Concepts & Applications, Pelanduk Publications, Malaysia, 1997.

Sudin Haron, Islamic Banking-Rules & Regulations, Pelanduk Publications, Malaysia, 1997.

Sembiring, Sentosa, Hukum Investasi : Pembahasan Dilengkapi dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007, tentang Penanaman Modal”.Cet.1.Bandung : Nuasa Aulia, 2007.

Star Nauta Carsten, C- Verwer, J. ” Proe Advies Derde Juristen Conggres”. Di Jakarta disertai Verwer J 1934. De Bataviasche Gronthuur, Een Europeesch Gewoonterechtelijke Opstalfiguur.NV.Drukkerij J.de Boer, Tegal, 1934.

Sadono Sukirno, ”Pengantar Teori Mikroekonomi”, Edisi ketiga, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta 2002.

Syahrir, Tinjauan Pasar Modal, (jakarta :PT.Gramedia Pustaka Utama, 1995), hal 292-293. Justarian Naiborhu, “Perilaku Investor dalam Membeli Saham :Berlakukah Fundamental Analysis?” dalam syarir dan Marzuki Usman,ed,Op.cit.

Soediyono Reksoprayitno, ”Ekonomi Makro: analisis IS-LM dan permintaan-penawaran agregatif”, Liberty, Yogyakarta, 2000.

Triono, Dwi Kuncoro. 2008. Lehman Bangkrut, Kapitalisme Sekarat. Al-Wa’ie, Nomor 99 Tahun IX, 2008.

Ter Haar, Bzn.B. “ Beginselen En Stelsel Van Het Adar Recht”. J.B. Woters Groningen. Jakarta, 1950.

Thomas Suryono DKK, “ Kelembagaan Perbankan”, Penerbit PT. Gramedia, Jakarta, 1998.

Tirole, Jean. The Theory of Industrial Organisasi.USA Masachusetts Institute of Technology, 1989.

--------------Treuman, Walter et al.US Busness Law, 2nd Verlag Otto Schmidi KG Koeln, 1990.

---------------The World Bank. 2012. “World Development Indicators 2012”Wibowo. B.2012. Ilusi Nilai Uang Redenominasi . Harian Bisnis Kontan, Kamis 21

Februari 2013Wiku Suryomurti, Apa, Mengapa dan Bagaimana, Jakarta: Artikel Pengamat dan

Praktisi Ekonomi Syariah Alumni Pasca Sarjana Universitas Indonesia kekhususan Ekonomi dan Keuangan Syariah, 2010

Wibowo Tunardy, “Redenominasi Rupiah”dalam http/www.tunardy.co m/redenominasi-rupiah ( 05 desember 2010)

Wikipedia, “Sanering” dalam http://www.wikipedia.org/wiki/sanering (02Januari 2011).

Whittaker, David. J. ”Terorits and Terorism : In The Contemporary world”. Singapore : ISEAS, 2006.

---------------Wahbah al-Zuhaily, Us}ul Fiqh al-Islam Jilid I, Damaskus: Dar al-Fikr Cet. I, 1987.

---------------Wirjono Prodjodikoro. Azasazas Hukum Perjanjian.Bandung: Sumur, 1993.

--------------www. investorindonesia. com, 12/11/2007, 17:08:06 WIB --------------www.imf.org/external/pubs/ft/wp/2004/wp04187.pdf, diakes 10 Oktober

2008.

Page 35: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

---------------www.detikfinance.com www.kompas.com---------------www.tempointeraktif.com---------------www.bappenas.go.id/blog/?s=redenominasi [diunduh24 Februari 2013].Zainal Asikin. Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia. Jakarta :

PT Rajagrafindo Persada, 2001.

Page 36: Tinjauan Hukum Redenominasi Rupiah

.