22
1 Tulisan Hukum – UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo (2016) TINJAUAN HUKUM TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA (ilustrasi dana desa) A. Pendahuluan Desa telah ada sebelum Negara Indonesia terbentuk. Sebagai bukti keberadaannya, Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum perubahan) menyebutkan bahwa “Dalam teritori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 “Zelfbesturende landschappen” dan “Volksgemeenschappen”, seperti desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, dan sebagainya. 1 Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal usul daerah tersebut”. Oleh sebab itu, keberadaannya wajib tetap diakui dan diberikan jaminan keberlangsungan hidupnya dalam Negara Indonesia. 2 Dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Penjelasan Umum. 2 ibid.,

TINJAUAN HUKUM TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA · Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1 Tulisan Hukum – UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo (2016)

TINJAUAN HUKUM TENTANG

PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

(ilustrasi dana desa)

A. Pendahuluan

Desa telah ada sebelum Negara Indonesia terbentuk. Sebagai bukti keberadaannya,

Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(sebelum perubahan) menyebutkan bahwa “Dalam teritori Negara Indonesia terdapat lebih

kurang 250 “Zelfbesturende landschappen” dan “Volksgemeenschappen”, seperti desa di

Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, dan sebagainya.1

Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai

daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan

daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah

itu akan mengingati hak-hak asal usul daerah tersebut”. Oleh sebab itu, keberadaannya

wajib tetap diakui dan diberikan jaminan keberlangsungan hidupnya dalam Negara

Indonesia.2

Dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam

berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju,

mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam

melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur,

dan sejahtera.

1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Penjelasan Umum.

2 ibid.,

2 Tulisan Hukum – UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo (2016)

Sejalan dengan itu, peraturan yang mengatur tentang desa juga mengalami metamorphosis

atau perubahan sejak pertama kali dibentuk. Dalam sejarah pengaturan Desa, telah

ditetapkan beberapa pengaturan tentang Desa, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang

Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang

Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa

Praja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di

Seluruh Wilayah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang

Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang

Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,3 Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana telah diubah

terakhir kali dengan dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan

Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Namun demikian di dalam pelaksanaannya peraturan tersebut belum dapat mewadahi

kepentingan dan kebutuhan masyarakat Desa yang hingga saat ini sudah berjumlah sekitar

73.000 (tujuh puluh tiga ribu) Desa dan sekitar 8.000 (delapan ribu) kelurahan. Selain itu,

peratutan tentang Desa yang selama ini berlaku juga sudah tidak sesuai lagi dengan

perkembangan zaman khususnya menyangkut kedudukan masyarakat hukum adat,

demokratisasi, keberagaman, partisipasi masyarakat, serta kemajuan dan pemerataan

pembangunan. Hal ini menimbulkan kesenjangan antar wilayah, kemiskinan, dan masalah

sosial budaya yang dapat mengganggu keutuhan Negara Indonesia.4 Untuk itulah

kemudian pemerintah membentuk Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Dengan disahkannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, desa diberikan kesempatan

yang besar untuk mengurus tata pemerintahannya sendiri serta pelaksanaan pembangunan

untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat desa. Selain itu

pemerintah desa diharapkan untuk lebih mandiri dalam mengelola pemerintahan dan

berbagai sumber daya alam yang dimiliki, termasuk di dalamnya pengelolaan keuangan

dan kekayaan milik desa.5

UU 6 Tahun 2014 tentang Desa sendiri mengatur tentang berbagai hal mengenai desa

seperti kedudukan dan jenis desa, penataan desa, kewenangan desa, penyelenggaraan

pemerintahan desa, hak dan kewajiban desa dan masyarakat desa, peraturan desa, keuangan

3 ibid.,

4 ibid.,

5 BPKP, Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan dan Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa, 2015, hal.3.

3 Tulisan Hukum – UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo (2016)

desa dan aset desa, pembangunan desa dan pembangunan kawasan perdesaan, badan usaha

milik desa, kerja sama desa, lembaga kemasyarakatan desa dan lembaga adat desa,

ketentuan khusus desa adat, pembinaan dan pengawasan.6

UU Nomor 6 Tahun 2014 beserta peraturan pelaksanaanya telah mengamanatkan

pemerintah desa untuk lebih mandiri dalam mengelola pemerintahan dan berbagai sumber

daya alam yang dimiliki, termasuk di dalamnya pengelolaan keuangan dan kekayaan milik

desa. Filosofi yang harus ditanamkan dalam pengelolaan keuangan dan kekayaan desa

adalah meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa melalui

peningkatan pelayanan publik di desa, memajukan perekonomian desa, mengatasi

kesenjangan pembangunan antar desa serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek

dari pembangunan.7

Dalam APBN-P 2015 telah dialokasikan Dana Desa sebesar ± Rp 20,776 triliun kepada

seluruh desa yang tersebar di Indonesia. Jumlah desa yang ada saat ini sesuai Permendagri

39 Tahun 2015 sebanyak 74.093 desa. Selain Dana Desa, sesuai UU Desa pasal 72, Desa

memiliki Pendapatan Asli Desa dan Pendapatan Transfer berupa Alokasi Dana Desa;

Bagian dari Hasil Pajak dan Retribusi Kabupaten/Kota; dan Bantuan Keuangan dari APBD

Provinsi/ Kabupaten/Kota.8

Peran besar yang diterima oleh desa, tentunya disertai dengan tanggung jawab yang besar

pula. Oleh karena itu pemerintah desa harus bisa menerapkan prinsip akuntabilitas dalam

tata pemerintahannya, dimana semua akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa

harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa. Dalam hal keuangan desa,

pemerintah desa wajib menyusun Laporan Realisasi Pelaksanaan APB Desa dan Laporan

Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APB Desa. Laporan ini dihasilkan dari suatu

siklus pengelolaan keuangan desa, yang dimulai dari tahapan perencanaan dan

penganggaran; pelaksanaan dan penatausahaan; hingga pelaporan dan

pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa.

Tata kelola keuangan Desa tidak berhenti pada urusan uang. Dasar dari asas subsidiaritas

ialah pengakuan kewenangan desa oleh negara untuk mengelola urusannya sendiri,

termasuk pengelolaan anggaran. Tentu, muara yang dituju ialah kesejahteraan rakyat. Tata

kelola keuangan desa terkait mulai dari perencanaan hingga penganggaran, ketersediaan

regulasi dan kualitas sumber daya manusia. Terdapat tiga prinsip pengelolaan keuangan

desa yang tak dapat dipisahkan: transparansi-partisipasi-dan akuntabilitas. Akuntabilitas

6 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Penjelasan Umum.

7 Kementerian PDT, Pokok-Pokok Kebijakan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2016, 2016.

8 BPKP, Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan dan Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa, 2015, hal.16.

4 Tulisan Hukum – UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo (2016)

bisa dilihat secara administratif dan substantif. Administratif menunjukkan sistem

pengelolaan keuangan desa sesuai dengan prosedur yang ada. Sementara, substantif

menegaskan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, dan realisasi. Akuntabilitas

dapat terwujud apabila didukung oleh dua unsur, transparansi dan partisipasi.9

Tata kelola keuangan Desa tidak hanya menyangkut perlunya peraturan pendukung dan

sarana-prasarana, namun juga adanya SDM yang berkompeten dan berkomitmen serta

dapat diandalkan. Bahwa aparat desa yang ada saat ini sebagian besar memiliki tingkat

pendidikan yang relatif rendah. 10 Untuk itu pemerintah perlu melakukan bimbingan dan

sosialisasi terkait pengelolaan keuangan desa untuk meningkatkan kapasitas para aparatur

pengelola keuangan desa. Selain itu juga diperlukan peran serta masyarakat untuk

melakukan pengayaan materi berupa tulisan-tulisan dan buku-buku mengenai pengelolaan

keuangan desa untuk menjadi bahan pembelajaran bagi para pengelola keuangan desa,

sehingga mereka mampu untuk memahami konsep pengelolaan keuangan desa dan mampu

mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam menjawab permasalahan-permasalahan terkait pengelolaan keuangan desa, tulisan

hukum ini sepenuhnya berpedoman atau mengacu kepada ketentuan yang ada dalam

peraturan perundang-undangan khususnya ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

B. Permasalahan

Permasalahan yang akan diangkat dalam tulisan hukum ini adalah mengenai pengelolaan

keuangan desa. Dalam hal ini mengenai pengelolaan keuangan desa terdapat 3 (tiga) pokok

permasalahan yang harus dijawab, yaitu:

1. Bagaimana pengaturan tentang kekuasaan pengelolaan keuangan desa?

2. Bagaimana struktur APB Desa?

3. Bagaimana pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan desa?

C. Pembahasan

Dalam rangka melaksanakan ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang

Desa, pemerintah membentuk Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang

Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah

9 http://sekolahdesa.or.id/tag/keuangan-desa/

10 IAI-KASP, Pedoman Asistensi Akuntansi Keuangan Desa, 2015.

5 Tulisan Hukum – UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo (2016)

terakhir kali dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 2014. Di dalam Bab VI tentang Keuangan dan Kekayaan Desa,

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 diatur hal-hal terkait keuangan desa,

penyaluran dana desa, belanja desa dan pelaporan dan pertanggungjawaban dana desa.

Guna melaksanakan ketentuan Pasal 106 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014,

Pemerintah kemudian memberikan pengaturan lebih detil terkait keuangan desa dengan

mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang

Pengelolaan Keuangan Desa.

1. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa

Mengenai kekuasaan pengelolaan keuangan desa diatur dalam Peraturan Menteri

Dalam Negeri nomor 113 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Di dalam

ketentuan tersebut diatur beberapa definisi terkait pengelolaan keuangan desa, sebagai

berikut:11

Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan

uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan

pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.

Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban

keuangan desa.

Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan

kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.

Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana perimbangan yang

diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APBDesa, adalah

rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa.

11 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pasal 1.

6 Tulisan Hukum – UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo (2016)

Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa adalah Kepala Desa atau

sebutan nama lain yang karena jabatannya mempunyai kewenangan

menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan desa.

Berdasarkan definisi tentang kekuasaan pengelolaan keuangan desa, dengan jelas

diketahui bahwa pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa adalah Kepala Desa.

Sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa, Kepala Desa mewakili

Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang dipisahkan. Beberapa

kewenangan lain yang dimiliki oleh Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan

pengelolaan keuangan desa adalah:12

a. menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa;

b. menetapkan PTPKD;

c. menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa;

d. menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang ditetapkan dalam APBDesa;

e. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas bebanAPBDesa.

Kepala Desa dalam melaksanakan kekuasaan pengelolaan keuangan desa, dibantu oleh

pelaksana teknis pengelolaan keuangan desa (PTPKD) yang ditetapkan melalui

Keputusan Kepala Desa yang terdiri dari:13

a. Sekretaris Desa;

b. Kepala Seksi; dan

c. Bendahara.

Sekretaris Desa bertindak selaku koordinator PTPKD. Sebagai koordinator PTPKD,

Sekretaris Desa mempunyai tugas sebagai berikut:14

menyusun dan melaksanakan Kebijakan Pengelolaan APBDesa;

menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa, perubahan APBDesa

dan pertanggung jawaban pelaksanaan APBDesa;

melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan

dalam APBDesa;

12 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pasal 3.

13 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pasal 4.

14 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pasal 5.

7 Tulisan Hukum – UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo (2016)

menyusun pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa;

melakukan verifikasi terhadap bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran

APBDesa.

Kepala Seksi bertindak sebagai pelaksana kegiatan sesuai dengan bidangnya dan

mempunyai tugas sebagai berikut:15

menyusun rencana pelaksanaan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya;

melaksanakan kegiatan dan/atau bersama Lembaga Kemasyarakatan Desa yang

telah ditetapkan di dalam APBDesa;

melakukan tindakan pengeluaran yang menyebabkan atas beban anggaran belanja

kegiatan;

mengendalikan pelaksanaan kegiatan;

melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan kepada Kepala Desa; dan

menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan.

Sedangkan Bendahara di jabat oleh staf pada Urusan Keuangan dan mempunyai tugas

untuk menerima, menyimpan, menyetorkan/membayar, menatausahakan, dan

mempertanggungjawabkan penerimaan pendapatan desa dan pengeluaran pendapatan

desa dalam rangka pelaksanaan APBDesa.

2. Struktur APBDesa

Mengenai Struktur APBDesa juga diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri

nomor 113 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Berdasarkan Pasal 8

Permendagri Nomor 113 Tahun 2014, APBDes terdiri atas:

Pendapatan Desa;

Belanja Desa; dan

Pembiayaan Desa.

a. Pendapatan Desa meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa yang

merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar

kembali oleh desa. Pendapatan Desa terdiri atas kelompok:16

15 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pasal 6.

16 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pasal 9.

8 Tulisan Hukum – UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo (2016)

1) Pendapatan Asli Desa (PADesa)

Kelompok Pendapatan Asli Desa (PADesa) terdiri atas jenis:

a) Hasil usaha;

Hasil usaha desa sebagaimana dimaksud diatas antara lain adalah hasil

BUMDes, tanah kas desa.

a) Hasil aset;

Hasil aset sebagaimana dimaksud diatas antara lain tambatan perahu,

pasar desa, tempat pemandian umum, jaringan irigasi.

b) Swadaya, partisipasi dan Gotong royong;

Swadaya, partisipasi dan gotong royong sebagaimana dimaksud diatas

adalah membangun dengan kekuatan sendiri yang melibatkan peran

serta masyarakat berupa tenaga, barang yang dinilai dengan uang.

c) Lain-lain pendapatan asli desa.

Lain-lain pendapatan asli desa sebagaimana dimaksud diatas antara lain

hasil pungutan desa.

2) Transfer

Kelompok Transfer terdiri atas jenis:17

a) Dana Desa;

b) Bagian dari Hasil Pajak Daerah Kabupaten/Kota dan Retribusi Daerah;

c) Alokasi Dana Desa (ADD);

d) Bantuan Keuangan dari APBD Provinsi;

e) Bantuan Keuangan APBD Kabupaten/Kota.

Bantuan Keuangan dari APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat

bersifat umum dan khusus. Bantuan Keuangan bersifat khusus tersebut

dikelola dalam APBDesa tetapi tidak diterapkan dalam ketentuan

penggunaan paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dan paling

banyak 30% (tiga puluh perseratus).

17 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pasal 10.

9 Tulisan Hukum – UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo (2016)

3) Pendapatan Lain-Lain

Kelompok pendapatan lain-lain terdiri atas jenis:18

a) Hibah dan Sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat;

Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat adalah

pemberian berupa uang dari pihak ke tiga.

b) Lain-lain pendapatan Desa yang sah.

Lain-lain pendapatan Desa yang sah antara lain pendapatan sebagai

hasil kerjasama dengan pihak ketiga dan bantuan perusahaan yang

berlokasi di desa.

b. Belanja Desa

Belanja desa meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan

kewajiban desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan diperoleh

pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa dipergunakan dalam rangka

mendanai penyelenggaraan kewenangan Desa. Klasifikasi Belanja Desa terdiri atas

kelompok:19

1) Penyelenggaraan Pemerintahan Desa;

2) Pelaksanaan Pembangunan Desa;

3) Pembinaan Kemasyarakatan Desa;

4) Pemberdayaan Masyarakat Desa; dan

5) Belanja Tak Terduga.

Kelompok belanja tersebut diatas kemudian dibagi dalam kegiatan sesuai dengan

kebutuhan Desa yang telah dituangkan dalam RKPDesa, dan Kegiatan yang telah

dituangkan dalam RKPDesa terbagi atas jenis belanja:20

1) Pegawai;

Jenis belanja pegawai dianggarkan untuk pengeluaran penghasilan tetap dan

tunjangan bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa serta tunjangan BPD.

18 ibid.,

19 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pasal 13.

20 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pasal 14 s.d Pasal 16.

10 Tulisan Hukum – UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo (2016)

Belanja Pegawai dianggarkan dalam kelompok Penyelenggaraan

Pemerintahan Desa, kegiatan pembayaran penghasilan tetap dan tunjangan.

Belanja pegawai pelaksanaannya dibayarkan setiap bulan.

2) Barang dan Jasa;

Belanja Barang dan Jasa digunakan untuk pengeluaran pembelian/pengadaan

barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan. Belanja

barang/jasa antara lain:

alat tulis kantor;

benda pos;

bahan/material;

pemeliharaan;

cetak/penggandaan;

sewa kantor desa;

sewa perlengkapan dan peralatan kantor;

makanan dan minuman rapat;

pakaian dinas dan atributnya;

perjalanan dinas;

upah kerja;

honorarium narasumber/ahli;

operasional Pemerintah Desa;

operasional BPD;

insentif Rukun Tetangga /Rukun Warga;

Insentif Rukun Tetangga /Rukun Warga adalah bantuan uang untuk

operasional lembaga RT/RW dalam rangka membantu pelaksanaan

tugas pelayanan pemerintahan, perencanaan pembangunan,

ketentraman dan ketertiban, serta pemberdayaan masyarakat desa.

pemberian barang pada masyarakat/kelompok masyarakat.

Pemberian barang pada masyarakat/kelompok masyarakat dilakukan

untuk menunjang pelaksanaan kegiatan.

11 Tulisan Hukum – UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo (2016)

3) Barang Modal;

Belanja Modal digunakan untuk pengeluaran dalam rangka

pembelian/pengadaan barang atau bangunan yang nilai manfaatnya lebih

dari 12 (dua belas) bulan. Pembelian /pengadaan barang atau bangunan

digunakan untuk kegiatan penyelenggaraan kewenangan desa.

c. Pembiayaan Desa

Pembiayaan Desa meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau

pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang

bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan Desa

sebagaimana dimaksud diatas terdiri atas kelompok:21

1) Penerimaan Pembiayaan;

Penerimaan Pembiayaan sebagaimana dimaksud diatas mencakup:

a) Sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya;

SiLPA sebagaimana dimaksud diatas antara lain pelampauan

penerimaan pendapatan terhadap belanja , penghematan belanja, dan

sisa dana kegiatan lanjutan. SilPA tersebut merupakan penerimaan

pembiayaan yang digunakan untuk:

menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil

dari pada realisasi belanja;

mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan; dan

mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun

anggaran belum diselesaikan.

b) Pencairan Dana Cadangan;

Pencairan dana cadangan sebagaimana dimaksud diatas digunakan

untuk menganggarkan pencairan dana cadangan dari rekening dana

cadangan ke rekening kas Desa dalam tahun anggaran berkenaan.

c) Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan

21 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pasal 18.

12 Tulisan Hukum – UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo (2016)

Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan sebagaimana dimaksud

diatas digunakan untuk menganggarkan hasil penjualan kekayaan desa

yang dipisahkan.

2) Pengeluaran Pembiayaan.

Pengeluaran Pembiayaan terdiri dari:22

a) Pembentukan Dana Cadangan;

Pemerintah Desa dapat membentuk dana cadangan untuk mendanai

kegiatan yang penyediaan dananya tidak dapat sekaligus/sepenuhnya

dibebankan dalam satu tahun anggaran. Pembentukan dana cadangan

dimaksud ditetapkan dengan peraturan desa, yang paling sedikit

memuat tentang:

penetapan tujuan pembentukan dana cadangan;

program dan kegiatan yang akan dibiayai dari dana cadangan;

besaran dan rincian tahunan dana cadangan yang harus

dianggarkan;

sumber dana cadangan; dan

tahun anggaran pelaksanaan dana cadangan.

Pembentukan dana cadangan dapat bersumber dari penyisihan atas

penerimaan Desa, kecuali dari penerimaan yang penggunaannya telah

ditentukan secara khusus berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pembentukan dana cadangan dimaksud harus ditempatkan pada

rekening tersendiri. Penganggaran dana cadangan tidak melebihi tahun

akhir masa jabatan Kepala Desa.

b) Penyertaan Modal Desa.

3. Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Desa

a. Perencanaan APBDes

Proses penyusunan APBDesa23 dimulai dengan Sekretaris Desa menyusun

Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa berdasarkan RKPDesa tahun

berkenaan. Sekretaris Desa kemudian menyampaikan rancangan Peraturan Desa

22 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pasal 19.

23 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pasal 20 s.d Pasal 23.

13 Tulisan Hukum – UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo (2016)

tentang APBDesa tersebut kepada Kepala Desa. Rancangan peraturan Desa tentang

APBDesa selanjutnya disampaikan oleh Kepala Desa kepada Badan

Permusyawaratan Desa untuk dibahas dan disepakati bersama, paling lambat bulan

Oktober tahun berjalan.

- Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa yang telah disepakati bersama

disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui camat paling

lambat 3 (tiga) hari sejak disepakati untuk dievaluasi. Bupati/Walikota

menetapkan hasil evaluasi Rancangan APBDesa paling lama 20 (dua puluh)

hari kerja sejak diterimanya Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa.

Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan hasil evaluasi dalam batas waktu

dimaksud, maka Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya. Dalam hal

Bupati/Walikota menyatakan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang

APBDesa tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi, Kepala Desa melakukan penyempurnaan paling

lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.

- Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa dan Kepala Desa

tetap menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa menjadi

Peraturan Desa, Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa dengan

Keputusan Bupati/Walikota. Pembatalan Peraturan Desa sekaligus menyatakan

berlakunya pagu APBDesa tahun anggaran sebelumnya. Dalam hal terjadi

pembatalan Peraturan Desa, maka Kepala Desa hanya dapat melakukan

pengeluaran terhadap operasional penyelenggaraan Pemerintah Desa. Kepala

Desa memberhentikan pelaksanaan Peraturan Desa Paling lama 7 (tujuh) hari

kerja setelah pembatalan dan selanjutnya Kepala Desa bersama BPD mencabut

peraturan desa dimaksud.

- Bupati/walikota dapat mendelegasikan evaluasi Rancangan Peraturan Desa

tentang APBDesa kepada camat. Camat menetapkan hasil evaluasi Rancangan

APBDesa paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya Rancangan

Peraturan Desa tentang APBDesa. Dalam hal Camat tidak memberikan hasil

evaluasi dalam batas waktu dimaksud, Peraturan Desa tersebut berlaku dengan

sendirinya. Dalam hal Camat menyatakan hasil evaluasi Rancangan Peraturan

Desa tentang APBDesa tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi, Kepala Desa melakukan

penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya

hasil evaluasi. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa dan

Kepala Desa tetap menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa

14 Tulisan Hukum – UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo (2016)

menjadi Peraturan Desa, Camat menyampaikan usulan pembatalan Peraturan

Desa kepada Bupati/Walikota.

b. Pelaksanaan APBDes

Seluruh kegiatan dalam rangka pelaksanaan APBDesa semuanya dilakukan melalui

rekening kas desa. Seluruh penerimaan maupun pengeluaran desa dalam rangka

pelaksanaan kewenangan desa dilaksanakan melalui rekening kas desa. Dalam

pelaksanaan APBDesa, semua penerimaan dan pengeluaran desa harus didukung

oleh bukti yang lengkap dan sah24.

- Pengeluaran desa yang mengakibatkan beban APBDesa tidak dapat dilakukan

sebelum rancangan peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan menjadi

peraturan desa. Namun hal ini tidak termasuk pengeluaran desa untuk belanja

pegawai yang bersifat mengikat dan operasional perkantoran yang ditetapkan

dalam peraturan kepala desa. Untuk penggunaan biaya tak terduga terlebih dulu

harus dibuat Rincian Anggaran Biaya yang telah disahkan oleh Kepala Desa.25

- Dalam hal penerimaan, Pemerintah desa dilarang melakukan pungutan sebagai

penerimaan desa selain yang ditetapkan dalam peraturan desa.

- Pelaksana Kegiatan mengajukan pendanaan untuk melaksanakan kegiatan

harus disertai dengan dokumen antara lain Rencana Anggaran Biaya. Rencana

Anggaran Biaya dimaksud di verifikasi oleh Sekretaris Desa dan di sahkan oleh

Kepala Desa. Pelaksana Kegiatan bertanggungjawab terhadap tindakan

pengeluaran yang menyebabkan atas beban anggaran belanja kegiatan dengan

mempergunakan buku pembantu kas kegiatan sebagai pertanggungjawaban

pelaksanaan kegiatan didesa.26

- Berdasarkan rencana anggaran biaya dimaksud pelaksana kegiatan mengajukan

Surat Permintaan Pembayaran (SPP) kepada Kepala Desa. Surat Permintaan

Pembayaran (SPP) dimaksud tidak boleh dilakukan sebelum barang dan atau

jasa diterima.

- Pengajuan SPP dimaksud terdiri atas:27

1) Surat Permintaan Pembayaran (SPP);

24 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pasal 24.

25 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pasal 26.

26 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pasal 27.

27 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pasal 29.

15 Tulisan Hukum – UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo (2016)

2) Pernyataan tanggungjawab belanja; dan

3) Lampiran bukti transaksi

- Dalam pengajuan pelaksanaan pembayaran, Sekretaris Desa berkewajiban

untuk:28

1) meneliti kelengkapan permintaan pembayaran di ajukan oleh pelaksana

kegiatan;

2) menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBdes yang

tercantum dalam permintaan pembayaran;

3) menguji ketersedian dana untuk kegiatan dimaksud; dan

4) menolak pengajuan permintaan pembayaran oleh pelaksana kegiatan

apabila tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

- Berdasarkan SPP yang telah di verifikasi Sekretaris Desa tersebut, Kepala Desa

menyetujui permintaan pembayaran dan bendahara melakukan pembayaran.

Pembayaran yang telah dilakukan selanjutnya bendahara melakukan pencatatan

pengeluaran. Bendahara desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh)

dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak

yang dipungutnya ke rekening kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.29

- Perubahan Peraturan Desa tentang APBDesa hanya dapat dilakukan 1 (satu)

kali dalam 1 (satu) tahun anggaran. Tata cara pengajuan perubahan APBDesa

adalah sama dengan tata cara penetapan APBDesa. Perubahan Peraturan Desa

tentang APBDesa dapat dilakukan apabila terjadi:30

1) keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran antar jenis

belanja;

2) keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA)

tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan;

3) terjadi penambahan dan/atau pengurangan dalam pendapatan desa pada

tahun berjalan; dan/atau

28 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pasal 30.

29 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pasal 31.

30 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pasal 33.

16 Tulisan Hukum – UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo (2016)

4) terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis

ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan;

5) perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

- Dalam hal Bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota

serta hibah dan bantuan pihak ketiga yang tidak mengikat ke desa disalurkan

setelah ditetapkannya Peraturan Desa tentang Perubahan APB Desa, perubahan

diatur dengan Peraturan Kepala Desa tentang perubahan APBDesa. Perubahan

APBDesa dimaksud diinformasikan kepada BPD.31

- Penatausahaan keuangan desa dilakukan oleh Bendahara Desa. Bendahara Desa

wajib melakukan pencatatan setiap penerimaan dan pengeluaran serta

melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib. Bendahara Desa wajib

mempertanggungjawabkan uang melalui laporan pertanggungjawaban.

Laporan pertanggungjawaban dimaksud disampaikan setiap bulan kepada

Kepala Desa dan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.32

- Penatausahaan penerimaan dan pengeluaran sebagaimana dimaksud diatas,

menggunakan:33

1) buku kas umum;

2) buku Kas Pembantu Pajak; dan

3) buku Bank.

c. Pelaporan dan Pertanggungjawaban APBDes

Kepala Desa menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APBDesa kepada

Bupati/Walikota berupa laporan semester pertama dan laporan semester akhir

tahun. Laporan semester pertama berupa laporan realisasi APBDesa disampaikan

paling lambat pada akhir bulan Juli tahun berjalan. Sedangkan Laporan semester

akhir tahun disampaikan paling lambat pada akhir bulan Januari tahun berikutnya.34

- Kepala Desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi

pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota setiap akhir tahun anggaran.

Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa terdiri dari

pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Laporan pertanggungjawaban realisasi

31 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pasal 34.

32 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pasal 35.

33 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pasal 36.

34 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pasal 37.

17 Tulisan Hukum – UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo (2016)

pelaksanaan APBDesa ditetapkan dengan Peraturan Desa tentang laporan

pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan, dengan dilampiri:

1) format Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa

Tahun Anggaran berkenaan;

2) format Laporan Kekayaan Milik Desa per 31 Desember Tahun Anggaran

berkenaan; dan

3) format Laporan Program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang

masuk ke desa.

- Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa merupakan

bagian tidak terpisahkan dari laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

Laporan realisasi dan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan

APBDesa diinformasikan kepada masyarakat secara tertulis dan dengan media

informasi yang mudah diakses oleh masyarakat antara lain papan pengumuman,

radio komunitas, serta media informasi lainnya.

- Laporan realisasi dan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan

APBDesa disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui camat. Laporan

pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa disampaikan paling

lambat 1 (satu) bulan setelah akhir tahun anggaran berkenaan.35

D. Penutup

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Dalam rangka melaksanakan ketentuan UU no 6 Tahun 2014 tentang Desa,

pemerintah membentuk PP No 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU

No 6 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan PP No 47 Tahun

2015 tentang Perubahan atas PP No 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan

UU No 6 Tahun 2014.

Di dalam Bab VI tentang Keuangan dan Kekayaan Desa, PP No 43 Tahun 2014

diatur hal-hal terkait keuangan desa, penyaluran dana desa, belanja desa dan

pelaporan dan pertanggungjawaban dana desa. Dalam rangka melaksanakan

ketentuan Pasal 106 PP No 43 Tahun 2014, Pemerintah kemudian memberikan

pengaturan lebih detil terkait keuangan desa dengan mengeluarkan Permendagri

35 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Pasal 41.

18 Tulisan Hukum – UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo (2016)

No 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Ketentuan inilah yang

kemudian menjadi peraturan teknis dalam pengelolaan keuangan desa.

2. Berdasarkan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014, Struktur APBDes terdiri atas:

a. Pendapatan Desa

Pendapatan desa meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa yang

merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar

kembali oleh desa. Pendapatan Desa terdiri atas kelompok:

1) Pendapatan Asli Desa (PADesa), yaitu: Hasil Usaha, Hasil Aset,

Swadaya, Partisipasi dan Gotong Royong, dan Lain-Lain Pendapatan

Asli Desa.

2) Transfer yang terdiri atas jenis: Dana Desa, Bagian dari Hasil Pajak

Daerah Kabupaten/Kota dan Retribusi Daerah, Alokasi Dana Desa

(ADD), Bantuan Keuangan dari APBD Provinsi, Bantuan Keuangan

APBD Kabupaten/Kota.

3) Pendapatan Lain-Lain yang terdiri atas: Hibah dan Sumbangan dari

pihak ketiga yang tidak mengikat; Lain-lain pendapatan Desa yang sah.

b. Belanja Desa

Belanja desa meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan

kewajiban desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan diperoleh

pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa dipergunakan dalam rangka

mendanai penyelenggaraan kewenangan Desa.

Klasifikasi Belanja Desa terdiri atas kelompok: Penyelenggaraan

Pemerintahan Desa; Pelaksanaan Pembangunan Desa; Pembinaan

Kemasyarakatan Desa; Pemberdayaan Masyarakat Desa; dan Belanja Tak

Terduga.

Kelompok belanja tersebut diatas kemudian dibagi dalam kegiatan sesuai

dengan kebutuhan Desa yang telah dituangkan dalam RKPDesa, dan Kegiatan

yang telah dituangkan dalam RKPDesa terbagi atas jenis: Belanja Pegawai,

Belanja Barang dan Jasa (seperti alat tulis kantor; benda pos; bahan/material;

pemeliharaan; cetak/penggandaan; sewa kantor desa; sewa perlengkapan dan peralatan

kantor; makanan dan minuman rapat; pakaian dinas dan atributnya; perjalanan dinas; upah

kerja; honorarium narasumber/ahli; operasional Pemerintah Desa; operasional BPD;

insentif Rukun Tetangga /Rukun Warga; pemberian barang pada masyarakat/kelompok

masyarakat), Belanja Barang Modal (Belanja Modal digunakan untuk pengeluaran dalam

rangka pembelian/pengadaan barang atau bangunan yang nilai manfaatnya lebih dari 12

(dua belas) bulan)

19 Tulisan Hukum – UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo (2016)

c. Pembiayaan Desa

Pembiayaan Desa meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali

dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran

yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

Pembiayaan Desa terdiri atas kelompok:

1) Penerimaan Pembiayaan (Sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA)

tahun sebelumnya, Pencairan Dana Cadangan, Hasil penjualan

kekayaan desa yang dipisahkan

2) Pengeluaran Pembiayaan, terdiri dari: Pembentukan Dana Cadangan,

Penyertaan Modal Desa.

3. Berdasarkan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014, Pengelolaan dan Tanggung

Jawab Keuangan Desa adalah sebagai berikut:

a. Perencanaan APBDes

Proses penyusunan APBDesa dimulai dengan Sekretaris Desa menyusun

Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa berdasarkan RKPDesa tahun

berkenaan. Sekretaris Desa kemudian menyampaikan rancangan Peraturan

Desa tentang APBDesa tersebut kepada Kepala Desa. Rancangan peraturan

Desa tentang APBDesa selanjutnya disampaikan oleh Kepala Desa kepada

Badan Permusyawaratan Desa untuk dibahas dan disepakati bersama, paling

lambat bulan Oktober tahun berjalan.

Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa yang telah disepakati bersama

disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui camat paling

lambat 3 (tiga) hari sejak disepakati untuk dievaluasi. Bupati/Walikota

menetapkan hasil evaluasi Rancangan APBDesa paling lama 20 (dua puluh)

hari kerja sejak diterimanya Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa.

Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan hasil evaluasi dalam batas

waktu dimaksud, maka Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya.

Dalam hal Bupati/Walikota menyatakan hasil evaluasi Rancangan Peraturan

Desa tentang APBDesa tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi, Kepala Desa melakukan

penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya

hasil evaluasi. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa

dan Kepala Desa tetap menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang

APBDesa menjadi Peraturan Desa, Bupati/Walikota membatalkan Peraturan

Desa dengan Keputusan Bupati/Walikota.

20 Tulisan Hukum – UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo (2016)

b. Pelaksanaan APBDes

Seluruh kegiatan dalam rangka pelaksanaan APBDesa semuanya dilakukan

melalui rekening kas desa. Seluruh penerimaan maupun pengeluaran desa

dalam rangka pelaksanaan kewenangan desa dilaksanakan melalui rekening

kas desa. Dalam pelaksanaan APBDesa, semua penerimaan dan pengeluaran

desa harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah.

Dalam hal penerimaan, Pemerintah desa dilarang melakukan pungutan sebagai

penerimaan desa selain yang ditetapkan dalam peraturan desa.

Pengeluaran desa yang mengakibatkan beban APBDesa tidak dapat dilakukan

sebelum rancangan peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan menjadi

peraturan desa. Namun hal ini tidak termasuk pengeluaran desa untuk belanja

pegawai yang bersifat mengikat dan operasional perkantoran yang ditetapkan

dalam peraturan kepala desa. Untuk penggunaan biaya tak terduga terlebih

dulu harus dibuat Rincian Anggaran Biaya yang telah disahkan oleh Kepala

Desa.

Pelaksana Kegiatan mengajukan pendanaan untuk melaksanakan kegiatan

harus disertai dengan dokumen antara lain Rencana Anggaran Biaya. Rencana

Anggaran Biaya dimaksud di verifikasi oleh Sekretaris Desa dan di sahkan

oleh Kepala Desa. Pelaksana Kegiatan bertanggungjawab terhadap tindakan

pengeluaran yang menyebabkan atas beban anggaran belanja kegiatan dengan

mempergunakan buku pembantu kas kegiatan sebagai pertanggungjawaban

pelaksanaan kegiatan didesa.

Berdasarkan rencana anggaran biaya dimaksud pelaksana kegiatan

mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) kepada Kepala Desa.

Berdasarkan SPP yang telah di verifikasi Sekretaris Desa tersebut, Kepala

Desa menyetujui permintaan pembayaran dan bendahara melakukan

pembayaran. Pembayaran yang telah dilakukan selanjutnya bendahara

melakukan pencatatan pengeluaran. Bendahara desa sebagai wajib pungut

pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh

penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening kas negara

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penatausahaan keuangan desa dilakukan oleh Bendahara Desa. Bendahara

Desa wajib melakukan pencatatan setiap penerimaan dan pengeluaran serta

melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib. Bendahara Desa wajib

mempertanggungjawabkan uang melalui laporan pertanggungjawaban.

21 Tulisan Hukum – UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo (2016)

Laporan pertanggungjawaban dimaksud disampaikan setiap bulan kepada

Kepala Desa dan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Penatausahaan

penerimaan dan pengeluaran dilakukan dengan menggunakan buku kas umum,

buku Kas Pembantu Pajak, dan buku Bank.

c. Pelaporan dan Pertanggungjawaban APBDes

Kepala Desa menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APBDesa kepada

Bupati/Walikota berupa laporan semester pertama dan laporan semester akhir

tahun. Laporan semester pertama berupa laporan realisasi APBDesa

disampaikan paling lambat pada akhir bulan Juli tahun berjalan. Sedangkan

Laporan semester akhir tahun disampaikan paling lambat pada akhir bulan

Januari tahun berikutnya.

Kepala Desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi

pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota setiap akhir tahun anggaran.

Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa terdiri dari

pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Laporan pertanggungjawaban realisasi

pelaksanaan APBDesa ditetapkan dengan Peraturan Desa tentang laporan

pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan, dengan dilampiri format Laporan

Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa Tahun Anggaran

berkenaan, format Laporan Kekayaan Milik Desa per 31 Desember Tahun

Anggaran berkenaan; dan format Laporan Program Pemerintah dan

Pemerintah Daerah yang masuk ke desa.

Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa merupakan

bagian tidak terpisahkan dari laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

Laporan realisasi dan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan

APBDesa diinformasikan kepada masyarakat secara tertulis dan dengan media

informasi yang mudah diakses oleh masyarakat antara lain papan

pengumuman, radio komunitas, serta media informasi lainnya.

22 Tulisan Hukum – UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo (2016)

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-Undangan

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2. Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;

4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan

Keuangan Desa;

Buku

5. BPKP, Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan dan Konsultasi Pengelolaan

Keuangan Desa, 2015;

6. IAI-KASP, Pedoman Asistensi Akuntansi Keuangan Desa, 2015;

7. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi,

Pokok-Pokok Kebijakan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2016, 2016.

Internet

8. http://sekolahdesa.or.id/tag/keuangan-desa/

Disclaimer:

Seluruh informasi dalam Tulisan Hukum ini bertujuan untuk pendidikan semata dan bukan merupakan suatu

nasehat atau pendapat suatu instansi. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh informasi dalam Tulisan

Hukum ini tanpa persetujuan tertulis dari UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo.