Upload
arifian
View
218
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
sedikit tinjauan tentang prt
Citation preview
Tinjauan Umum tentang Pekerja Rumah Tangga
a. Sejarah Pekerja Rumah Tangga (PRT) Jika kita berbicara mengenai sejarah Pekerja rumah tangga (PRT) tak akan bisa
dipisahkan dari sejarah hukum ketenagakerjaan/perburuhan di Indonesia. Tidak hanya
berbicara mengenai perjalanan aturan-aturan tertulis yang ada tentang ketenagakerjaan
dari mulai jaman Hindia Belanda sampai saat ini, akan tetapi menyangkut pula mengenai
aturan-aturan tidak tertulis yang hidup dan berkembang dalam masyarakat (hukum adat)
mengenai ketenagakerjaan terutama Pekerja rumah tangga. (Iman Soepomo, 1999:13)
Menurut Asri Wijayanti (2009:18) sejarah hukum ketenagakerjaan tak dapat lepas
dari politik hukum para penguasa yang sedang menjabat pada saat itu. Kemudian,secara
garis besar membagi sejarah perkembangan ketenagakerjaan dalam tiga periode, yaitu,
pertama Periode Sebelum proklamasi 17 Agustus 1945, kedua Periode Pasca Proklamasi
17 Agustus 1945, ketiga periode Pasca Reformasi.
Periode sebelum Proklamasi 17 agustus 1945, sejarah mengenai Pekerja rumah
tangga (PRT) dimulai sejak jaman Perbudakan. Lebih dikenal dengan istilah Pembantu.
Jaman perbudakan keadaan Hindia Belanda masih dalam kekuasaan kerajaan-kerajaan,
sehingga konsep awal dari hubungan ketenagakerjaan dalam rumah tangga pemakai abdi
dalem terutama bagi keluarga kerajaan. Pada jaman ini juga konsep mengenai budak
berkembang dalam masyarakat, dengan hukum adat sebagai acuannya. Selain itu juga
dikenal adanya lembaga perhambaan (pandelingschap) dan lembaga peruluran
(perkhoridheid). Terbentuknya lembaga-lembaga ini adalah berdasar perjanjian utang
piutang, ketika sudah jatuh tempo dan orang yang berutang (debitor) tidak dapat
membayar maka dia akan menyerahkan dirinya atau orang lain kepada orang yang
memberikan pinjaman (kreditor) untuk dijadikan pembantu di rumahnya. (Asri
Wijayanti, 2009:19)
Masa awal kolonialisme di Indonesia, orang-orang Belanda yang kebanyakan
laki-laki lajang dan tinggal merasa repot mengurus diri dan rumah tangganya, maka saat
itu kepemilikan atas pembantu yang berasal dari bangsa pribumi untuk mengurus rumah
tangga merupakan hal yang biasa. Tidak hanya karena sangat murah, tapi mereka juga
merupakan kebutuhan mendesak bagi banyak orang. Macam-macam pekerja rumah
tangga pribumi untuk orang-orang Belanda, yang biasanya terdiri dari:
1. Djongos atau pelayan laki-laki di rumah, ia mendapat bayaran paling
besar di antara pembantu-pembantu lainnya karena memiliki jam kerja
yang paling panjang (biasanya dari jam 6 pagi sampai berakhirnya makan
malam, sekitar jam 21.30). Tugasnya adalah merapikan kursi di serambi
depan dan menyiapkan kopi, kemudian menyajikan sarapan dan
memimpin semua pekerja rumah tangga.
2. Baboe atau pelayan perempuan di rumah, tugasnya adalah mengurus
kamar tidur, membersihkan lemari Setiap minggu ia menjemur pakaian di
bawah sinar matahari, merawat sepatu dan memperbaiki kerusakan baju
dan pakaian dalam. Ia juga yang membereskan cucian kotor untuk
selanjutnya dikerjakan oleh wasbaboe. Selain itu, sebagai baboe ia harus
bergerak di dalam rumah dengan bertelanjang kaki, lembut dan tanpa
bunyi sedikitpun.
3. Kebon atau tukang kebun, selain bekerja di kebun, juga melakukan
banyak hal dalam rumah tangga, tugasnya adalah menggosok dan
memutihkan sepatu dengan kapur, merawat sepeda, mengambil dan
mengantar bungkusan-bungkusan, membersihkan lantai, menggosok
kamar mandi, membantu mencuci piring dan pada siang hari mengantar
makan siang ke kantor majikannya. Terakhir mereka masih harus
menyiram bunga, menyapu batu kerikil dan mencabut rumput.
4. Wasbaboe atau tukang cuci. Jika ada anak-anak di rumah, yang dalam
sehari bisa mengganti baju bersih hingga beberapa kali, maka seorang
washbaboe adalah kebutuhan utama. Tumpukan baju mandi, baju tidur,
pakaian dalam, kemeja, kaus kaki dan saputangan yang menggunung
harus dicuci olehnya. Hal itulah yang menyibukkan wasbaboe sehari-hari.
5. Kokkie atau tukang masak, adalah orang yang berkuasa di dapur.
Kepentingan kebanyakan nyonya berhubungan dengan dapur tidak jauh
dari sekedar membicarakan daftar menu dan perhitungan belanja setelah
sang kokkie pulang dari pasar.
Pada perkembangan selanjutnya, kepemilikan pembantu rumah tangga menjadi
sangat penting karena berkaitan dengan prestise dan harga diri. Hal ini bahkan dipandang
sebagai suatu keharusan, yaitu bukti nyata akan kesejahteraan dan supremasi orang-orang
Belanda. (www.sejarahprt.com)
Perkembangan selanjutnya adalah masa pasca Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945, dimana jumlah PRT di Indonesia semakin meningkat. Oleh karena, pasca
kemerdekaan, ekonomi Negara Indonesia berkembang pesat terutama pada masa orde
baru yang mengakibatkan kelas menengah dan kelas atas meningkat pula secara tajam.
Kelas menengah dan atas yang notabene adalah kaum pekerja membutuhkan tenaga PRT
untuk mengurusi rumah tangganya. Biasanya, PRT-PRT ini merupakan orang-orang dari
desa yang sebagian besar adalah perempuan, berpendidikan rendah, tidak mempunyai
keahlian khusus, dan mau untuk menerima upah rendah.
Pasca reformasi perkembangan PRT semakin menjadi perhatian yang lebih
mendalam. Perhatian terhadap hak-hak PRT semakin diperhatikan, karena kondisi PRT
semakin rentan terhadap pelanggaran hak-haknya. Permasalahan PRT ini menjadi
pembahasan khusus dalam konvensi ILO No.189 di Swiss. Konvensi tersebut
menetapkan hak-hak dan prinsip-prinsip dasar, dan mengharuskan Negara mengambil
langkah untuk mewujudkan kerja layak bagi pekerja rumah tangga.
b. Pengertian Pekerja Rumah Tangga (PRT)Belum ada rumusan khusus yang bersifat formal tentang pengertian Pekerja
Rumah Tangga dalam system hukum dan perundang-undangan di Indonesia. Kata
“pekerja” (worker) dari PRT sendiri merupakan sebuah wacana baru yang dikembangkan
oleh LSM dan organisasi internasional perburuhan (ILO) untuk mengganti kata
“pembantu” (servant). Perubahan istilah ini diharapkan agar pekerjaan domestic diakui
sebagai sebuah pekerjaan yang bersifat formal yang dilindungi oleh hukum-hukum
ketenagakerjaan. Pengertian dari Pekerja Rumah Tangga (PRT) berdasar pada pasal 2
konvensi ILO Nomor 189 tentang Kerja Layak bagi Pekerja Rumah tangga adalah
“berarti setiap orang yang terikat di dalam pekerjaan rumah tangga dalam suatu hubungan
kerja”. Dalam artian, bahwa Pekerja Rumah tangga (PRT) merupakan orang yang bekerja
pada orang lain, menurut waktunya yang tertentu, bukan secara sporadis dan bertujuan
dalam mencari nafkah baik bagi diri sendiri maupun bagi keluarganya. Sedangkan yang
dimaksud dengan pekerjaan rumah tangga menurut pasal 1 Konvensi ILO nomor 189,
yaitu “pekerjaan yang dilaksanakan di dalam atau untuk satu atau beberapa rumah
tangga”.
c. Ruang Lingkup Pekerja Rumah TanggaPekerjaan rumah tangga adalah salah satu jenis pekerjaan tertua. Keberadaan
pekerja rumah tangga berakar dari sejarah global perbudakan dan perdagangan budak di
abad 19, kolonialisme dan bentuk-bentuk kerja paksa lainnya. Peran Pekerja Rumah
Tangga (PRT) dalam keberlangsungan kehidupan sektor publik sungguh tidak dapat
diabaikan. Para PRT adalah tenaga-tenaga tak terlihat (invisible powers) yang
memungkinkan berjalannya kehidupan ekonomi, pemerintahan, jasa dan sektor publik
yang lain. Merekalah penopang kerja publik melalui institusi domestik yaitu keluarga.
Merekalah yang mengurus rumah tangga-rumah tangga sementara pemilik rumah, baik
laki-laki dan perempuan bekerja di sektor publik.
Ruang lingkup pekerja Rumah Tangga adalah meliputi orang-orang yang dalam
sejarahnya dipekerjakan dalam sektor rumah tangga. Maka sesuai dengan konvensi ILO
No.189 pasal 1 mengenai ruang lingkup Pekerjaan Rumah tangga adalah meliputi :
1. Orang yang bekerja membersihkan rumah
2. Orang yang bekerja mengurus anak
3. Sopir pribadi
4. Tukang kebun
5. Tukang cuci
6. Tukang masak
7. Penjaga toko
8. Pekerjaan lain yang berkaitan dengan rumah tangga,
Dalam konteks Indonesia, fakta bahwa terdapat dua jenis PRT yaitu PRT
tradisional yang bekerja tapi relasi kerjanya tidak ditegaskan dalam kesepakatan dalam
kontrak dan PRT non-tradisional yaitu PRT yang memiliki relasi kerja yang jelas dalam
kontrak dengan pengguna jasa. PRT juga dapat digolongkan berdasarkan model jam
kerja, yaitu PRT yang bekerja penuh waktu, biasanya mereka tinggal (stay in) bersama
dalam satu rumah dengan pengguna jasa, dan PRT paruh waktu yang bekerja dengan jam
kerja yang telah ditentukan dan tidak tinggal bersama (stay out) dengan pengguna jasa.
Rancangan Undang-Undang Perlindungan PRT harus mengakomodir 2 kategori PRT
tersebut, dengan memberikan pengaturan yang jelas tentang jam kerja, pengupahan dan
hak-hak fundamental yang lain.