7
Tinjauan Umum tentang Pekerja Rumah Tangga a. Sejarah Pekerja Rumah Tangga (PRT) Jika kita berbicara mengenai sejarah Pekerja rumah tangga (PRT) tak akan bisa dipisahkan dari sejarah hukum ketenagakerjaan/perburuhan di Indonesia. Tidak hanya berbicara mengenai perjalanan aturan-aturan tertulis yang ada tentang ketenagakerjaan dari mulai jaman Hindia Belanda sampai saat ini, akan tetapi menyangkut pula mengenai aturan-aturan tidak tertulis yang hidup dan berkembang dalam masyarakat (hukum adat) mengenai ketenagakerjaan terutama Pekerja rumah tangga. (Iman Soepomo, 1999:13) Menurut Asri Wijayanti (2009:18) sejarah hukum ketenagakerjaan tak dapat lepas dari politik hukum para penguasa yang sedang menjabat pada saat itu. Kemudian,secara garis besar membagi sejarah perkembangan ketenagakerjaan dalam tiga periode, yaitu, pertama Periode Sebelum proklamasi 17 Agustus 1945, kedua Periode Pasca Proklamasi 17 Agustus 1945, ketiga periode Pasca Reformasi. Periode sebelum Proklamasi 17 agustus 1945, sejarah mengenai Pekerja rumah tangga (PRT) dimulai sejak jaman Perbudakan. Lebih dikenal dengan istilah Pembantu. Jaman perbudakan keadaan Hindia Belanda masih dalam kekuasaan kerajaan-kerajaan, sehingga konsep awal dari hubungan ketenagakerjaan dalam rumah tangga pemakai abdi dalem terutama bagi keluarga kerajaan. Pada jaman ini juga konsep mengenai budak berkembang dalam masyarakat, dengan hukum

Tinjauan PRT

  • Upload
    arifian

  • View
    218

  • Download
    4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sedikit tinjauan tentang prt

Citation preview

Page 1: Tinjauan PRT

Tinjauan Umum tentang Pekerja Rumah Tangga

a. Sejarah Pekerja Rumah Tangga (PRT) Jika kita berbicara mengenai sejarah Pekerja rumah tangga (PRT) tak akan bisa

dipisahkan dari sejarah hukum ketenagakerjaan/perburuhan di Indonesia. Tidak hanya

berbicara mengenai perjalanan aturan-aturan tertulis yang ada tentang ketenagakerjaan

dari mulai jaman Hindia Belanda sampai saat ini, akan tetapi menyangkut pula mengenai

aturan-aturan tidak tertulis yang hidup dan berkembang dalam masyarakat (hukum adat)

mengenai ketenagakerjaan terutama Pekerja rumah tangga. (Iman Soepomo, 1999:13)

Menurut Asri Wijayanti (2009:18) sejarah hukum ketenagakerjaan tak dapat lepas

dari politik hukum para penguasa yang sedang menjabat pada saat itu. Kemudian,secara

garis besar membagi sejarah perkembangan ketenagakerjaan dalam tiga periode, yaitu,

pertama Periode Sebelum proklamasi 17 Agustus 1945, kedua Periode Pasca Proklamasi

17 Agustus 1945, ketiga periode Pasca Reformasi.

Periode sebelum Proklamasi 17 agustus 1945, sejarah mengenai Pekerja rumah

tangga (PRT) dimulai sejak jaman Perbudakan. Lebih dikenal dengan istilah Pembantu.

Jaman perbudakan keadaan Hindia Belanda masih dalam kekuasaan kerajaan-kerajaan,

sehingga konsep awal dari hubungan ketenagakerjaan dalam rumah tangga pemakai abdi

dalem terutama bagi keluarga kerajaan. Pada jaman ini juga konsep mengenai budak

berkembang dalam masyarakat, dengan hukum adat sebagai acuannya. Selain itu juga

dikenal adanya lembaga perhambaan (pandelingschap) dan lembaga peruluran

(perkhoridheid). Terbentuknya lembaga-lembaga ini adalah berdasar perjanjian utang

piutang, ketika sudah jatuh tempo dan orang yang berutang (debitor) tidak dapat

membayar maka dia akan menyerahkan dirinya atau orang lain kepada orang yang

memberikan pinjaman (kreditor) untuk dijadikan pembantu di rumahnya. (Asri

Wijayanti, 2009:19)

Masa awal kolonialisme di Indonesia, orang-orang Belanda yang kebanyakan

laki-laki lajang dan tinggal merasa repot mengurus diri dan rumah tangganya, maka saat

itu kepemilikan atas pembantu yang berasal dari bangsa pribumi untuk mengurus rumah

tangga merupakan hal yang biasa. Tidak hanya karena sangat murah, tapi mereka juga

merupakan kebutuhan mendesak bagi banyak orang. Macam-macam pekerja rumah

tangga pribumi untuk orang-orang Belanda, yang biasanya terdiri dari:

Page 2: Tinjauan PRT

1. Djongos atau pelayan laki-laki di rumah, ia mendapat bayaran paling

besar di antara pembantu-pembantu lainnya karena memiliki jam kerja

yang paling panjang (biasanya dari jam 6 pagi sampai berakhirnya makan

malam, sekitar jam 21.30). Tugasnya adalah merapikan kursi di serambi

depan dan menyiapkan kopi, kemudian menyajikan sarapan dan

memimpin semua pekerja rumah tangga.

2. Baboe atau pelayan perempuan di rumah, tugasnya adalah mengurus

kamar tidur, membersihkan lemari Setiap minggu ia menjemur pakaian di

bawah sinar matahari, merawat sepatu dan memperbaiki kerusakan baju

dan pakaian dalam. Ia juga yang membereskan cucian kotor untuk

selanjutnya dikerjakan oleh wasbaboe. Selain itu, sebagai baboe ia harus

bergerak di dalam rumah dengan bertelanjang kaki, lembut dan tanpa

bunyi sedikitpun.

3. Kebon atau tukang kebun, selain bekerja di kebun, juga melakukan

banyak hal dalam rumah tangga, tugasnya adalah menggosok dan

memutihkan sepatu dengan kapur, merawat sepeda, mengambil dan

mengantar bungkusan-bungkusan, membersihkan lantai, menggosok

kamar mandi, membantu mencuci piring dan pada siang hari mengantar

makan siang ke kantor majikannya. Terakhir mereka masih harus

menyiram bunga, menyapu batu kerikil dan mencabut rumput.

4. Wasbaboe atau tukang cuci. Jika ada anak-anak di rumah, yang dalam

sehari bisa mengganti baju bersih hingga beberapa kali, maka seorang

washbaboe adalah kebutuhan utama. Tumpukan baju mandi, baju tidur,

pakaian dalam, kemeja, kaus kaki dan saputangan yang menggunung

harus dicuci olehnya. Hal itulah yang menyibukkan wasbaboe sehari-hari.

5. Kokkie atau tukang masak, adalah orang yang berkuasa di dapur.

Kepentingan kebanyakan nyonya berhubungan dengan dapur tidak jauh

dari sekedar membicarakan daftar menu dan perhitungan belanja setelah

sang kokkie pulang dari pasar.

Pada perkembangan selanjutnya, kepemilikan pembantu rumah tangga menjadi

sangat penting karena berkaitan dengan prestise dan harga diri. Hal ini bahkan dipandang

Page 3: Tinjauan PRT

sebagai suatu keharusan, yaitu bukti nyata akan kesejahteraan dan supremasi orang-orang

Belanda. (www.sejarahprt.com)

Perkembangan selanjutnya adalah masa pasca Proklamasi Kemerdekaan 17

Agustus 1945, dimana jumlah PRT di Indonesia semakin meningkat. Oleh karena, pasca

kemerdekaan, ekonomi Negara Indonesia berkembang pesat terutama pada masa orde

baru yang mengakibatkan kelas menengah dan kelas atas meningkat pula secara tajam.

Kelas menengah dan atas yang notabene adalah kaum pekerja membutuhkan tenaga PRT

untuk mengurusi rumah tangganya. Biasanya, PRT-PRT ini merupakan orang-orang dari

desa yang sebagian besar adalah perempuan, berpendidikan rendah, tidak mempunyai

keahlian khusus, dan mau untuk menerima upah rendah.

Pasca reformasi perkembangan PRT semakin menjadi perhatian yang lebih

mendalam. Perhatian terhadap hak-hak PRT semakin diperhatikan, karena kondisi PRT

semakin rentan terhadap pelanggaran hak-haknya. Permasalahan PRT ini menjadi

pembahasan khusus dalam konvensi ILO No.189 di Swiss. Konvensi tersebut

menetapkan hak-hak dan prinsip-prinsip dasar, dan mengharuskan Negara mengambil

langkah untuk mewujudkan kerja layak bagi pekerja rumah tangga.

b. Pengertian Pekerja Rumah Tangga (PRT)Belum ada rumusan khusus yang bersifat formal tentang pengertian Pekerja

Rumah Tangga dalam system hukum dan perundang-undangan di Indonesia. Kata

“pekerja” (worker) dari PRT sendiri merupakan sebuah wacana baru yang dikembangkan

oleh LSM dan organisasi internasional perburuhan (ILO) untuk mengganti kata

“pembantu” (servant). Perubahan istilah ini diharapkan agar pekerjaan domestic diakui

sebagai sebuah pekerjaan yang bersifat formal yang dilindungi oleh hukum-hukum

ketenagakerjaan. Pengertian dari Pekerja Rumah Tangga (PRT) berdasar pada pasal 2

konvensi ILO Nomor 189 tentang Kerja Layak bagi Pekerja Rumah tangga adalah

“berarti setiap orang yang terikat di dalam pekerjaan rumah tangga dalam suatu hubungan

kerja”. Dalam artian, bahwa Pekerja Rumah tangga (PRT) merupakan orang yang bekerja

pada orang lain, menurut waktunya yang tertentu, bukan secara sporadis dan bertujuan

dalam mencari nafkah baik bagi diri sendiri maupun bagi keluarganya. Sedangkan yang

dimaksud dengan pekerjaan rumah tangga menurut pasal 1 Konvensi ILO nomor 189,

Page 4: Tinjauan PRT

yaitu “pekerjaan yang dilaksanakan di dalam atau untuk satu atau beberapa rumah

tangga”.

c. Ruang Lingkup Pekerja Rumah TanggaPekerjaan rumah tangga adalah salah satu jenis pekerjaan tertua. Keberadaan

pekerja rumah tangga berakar dari sejarah global perbudakan dan perdagangan budak di

abad 19, kolonialisme dan bentuk-bentuk kerja paksa lainnya. Peran Pekerja Rumah

Tangga (PRT) dalam keberlangsungan kehidupan sektor publik sungguh tidak dapat

diabaikan. Para PRT adalah tenaga-tenaga tak terlihat (invisible powers) yang

memungkinkan berjalannya kehidupan ekonomi, pemerintahan, jasa dan sektor publik

yang lain. Merekalah penopang kerja publik melalui institusi domestik yaitu keluarga.

Merekalah yang mengurus rumah tangga-rumah tangga sementara pemilik rumah, baik

laki-laki dan perempuan bekerja di sektor publik.

Ruang lingkup pekerja Rumah Tangga adalah meliputi orang-orang yang dalam

sejarahnya dipekerjakan dalam sektor rumah tangga. Maka sesuai dengan konvensi ILO

No.189 pasal 1 mengenai ruang lingkup Pekerjaan Rumah tangga adalah meliputi :

1. Orang yang bekerja membersihkan rumah

2. Orang yang bekerja mengurus anak

3. Sopir pribadi

4. Tukang kebun

5. Tukang cuci

6. Tukang masak

7. Penjaga toko

8. Pekerjaan lain yang berkaitan dengan rumah tangga,

Dalam konteks Indonesia, fakta bahwa terdapat dua jenis PRT yaitu PRT

tradisional yang bekerja tapi relasi kerjanya tidak ditegaskan dalam kesepakatan dalam

kontrak dan PRT non-tradisional yaitu PRT yang memiliki relasi kerja yang jelas dalam

kontrak dengan pengguna jasa. PRT juga dapat digolongkan berdasarkan model jam

kerja, yaitu PRT yang bekerja penuh waktu, biasanya mereka tinggal (stay in) bersama

dalam satu rumah dengan pengguna jasa, dan PRT paruh waktu yang bekerja dengan jam

kerja yang telah ditentukan dan tidak tinggal bersama (stay out) dengan pengguna jasa.

Page 5: Tinjauan PRT

Rancangan Undang-Undang Perlindungan PRT harus mengakomodir 2 kategori PRT

tersebut, dengan memberikan pengaturan yang jelas tentang jam kerja, pengupahan dan

hak-hak fundamental yang lain.