Upload
yainakata9
View
16
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
references
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KETUBAN PECAH DINI
1. Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) masih merupakan suatu teka-teki di
bidang obstetrik, hal ini dapat dilihat dari etiologi yang belum jelas,
kesulitan dalam mendiagnosis, berhubungan dengan resiko pada ibu dan
janin dan juga karena penatalaksanaannya yang bermacam-macam dan
masih merupakan kontroversi. KPD dapat diartikan sebagai pecahnya
ketuban pada saat fase laten sebelum adanya his. Pada persalinan yang
normal, ketuban pecah pada fase aktif. Pada KPD, kantung ketuban pecah
sebelum fase aktif. 1
KPD terjadi pada 10 % kehamilan, dimana sebagian besar terjadi
pada usia kehamilan lebih dari 37 minggu dan juga terjadi spontan tanpa
sebeb yang jelas.1
Etiologi Dan Patogenesis
KPD diduga terjadi karena adanya pengurangan kekuatan selaput ketuban,
peningkatan tekanan intrauterine maupun keduanya. Sebagian besar penelitian
menyebutkan bahwa KPD terjadi karena berkurangnya kekuatan selaput ketuban.
Selaput ketuban dapat kehilangan elastisitasnya karena bakteri maupun his. Pada
beberapa penelitian diketahui bahwa bakteri penyebab infeksi adalah bakteri yang
merupakan flora normal vagina maupun servix. Mekanisme infeksi ini belum
diketahui pasti. Namun diduga hal ini terjadi karena aktivitas uteri yang tidak
diketahui yang menyebabkan perubahan servix yang dapat memfasilitasi
terjadinya penyebaran infeksi. Faktor lainnya yang membantu penyebaran infeksi
adalah inkompetent servix, vaginal toucher (VT) yang berulang-ulang dan koitus.1
Moegni, 1999, mengemukakan bahwa banyak teori yang menyebabkan
KPD, mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen sampai infeksi. Namun
sebagian besar kasus disebabkan oleh infeksi. Kolagen terdapat pada lapisan
1
kompakta amnion, fibroblast, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis
maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi
interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi
peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan
sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion yang
menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.1
Faktor predisposisi KPD menurut Moegni, 1999 : 1
a. Kehamilan multiple
b. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
c. Koitus, namun hal ini tidak merupakan predisposisi kecuali bila hygiene
buruk
d. Perdarahan pervaginam
e. Bakteriuria
f. pH vagina diatas 1,5
g. Servix yang tipis/kurang dari 39 mm
h. Flora vagina abnormal
i. Fibronectin > 50 ng/ml
j. Kadar CRH (Corticotropin Releasing Hormone) maternal tinggi
Diagnosis
Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan beberapa cara :1,2,1,6
a. Air ketuban yang keluar dari vagina
Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan mudah ketika ada cairan ketuban
yang keluar dari vagina. Jika air ketuban tidak ada, tekanan ringan pada
uterus dan gerakan janin dapat mengakibatkan keluarnya air ketuban.
b. Nitrazine test
pH vagina normal adalah 1,5 – 5,5 sedangkan air ketuban mempunyai pH
7,0 – 7,5, sehingga kertas nitrasin akan cepat berubah warna menjadi biru
bila terkena air ketuban. Namun cairan antiseptik, urin, darah dan infeksi
vagina dapat meningkatkan pH vagina dan hal ini menyebabkan hasil
nitrazine test positif palsu.
c. Fern test
Test ini positif bila didapatkan gambaran pakis yang didapatkan pada air
ketuban pada pemeriksaan secara mikroskopis.
d. Evaporation test
e. Intraamniotic fluorescein
f. Amnioscopy
g. Diamine oxidase test
h. Fetal fibronectin
i. Alfa-fetoprotein test
Komplikasi
KPD dapat menyebabkan beberapa komplikasi baik pada ibu maupun pada
janin, diantaranya :2,3,1,6
a. Infeksi
Infeksi korioamniotik sering terjadi pada pasien dengan KPD. Diagnosis
korioamnionitis dapat dilihat dari gejala klinisnya antara lain demam
(37,80C), dan sedikitnya dua gejala berikut yaitu takikardi baik pada ibu
maupun pada janin, uterus yang melembek, air ketuban yang berbau
busuk, maupun leukositosis.
b. Hyaline membrane disease
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa hyaline membrane disease
sebagian besar disebabkan oleh ketuban pecah dini (KPD). Terdapat
hubungan antara umur kehamilan dengan hyaline membrane disease dan
chorioamnionitis yang terjadi pada pasien dengan KPD. Pada usia
kehamilan kurang dari 32 minggu, angka risiko hyaline mebran disease
lebih banyak dibandingkan risiko infeksi.
c. Hipoplasi pulmoner
Hal ini terjadi bila ketuban pecah sebelum usia kehamilan 26 minggu dan
fase laten terjadi lebih dari 5 minggu yang diketahui dari adanya distress
respirasi yang berat yang terjadi segera setelah lahir dan membutuhkan
bantuan ventilator.
d. Abruptio placenta
Hal ini tergantung dari progresifitas penurunan fungsi plasenta yang
mengakibatkan pelepasan plasenta. Gejala klinik yang terjadi adalah
perdarahan pervaginam.
e. Fetal distress
Hal ini dapat diketahui dari adanya deselerasi yang menggambarkan
kompresi tali pusat yang disebabkan oleh oligohidramnion. Sehingga
untuk mengatasinya maka dilakukan sectio cesaria, yang mengakibatkan
tingginya angka section cesaria pada pasien dengan KPD.
f. Cacat pada janin
g. Kelainan kongenital
Terapi
Manajemen pada pasien dengan ketuban pecah dini tergantung dari
keadaan pasien. 2,3,1
a. Pasien yang sedang dalam persalinan
Tidak ada usaha yang dapat dilakukan untuk menghentikan proses
persalinan dan memperlama kehamilan jika sudah ada his yang teratur dan
pada pemeriksaan dalam didapatkan pendataran servix 100 % dan dilatasi
servix lebih dari 1 cm. Penggunaan tokolitik tidak efektif dan akan
mengakibatkan oedem pulmo.
b. Pasien dengan paru-paru janin yang matur
Maturitas paru janin dapat diketahui dari rasio lesitin-spingomielin,
phosphatidylglycerol dan rasio albumin-surfaktan. Maturitas paru janin
diperlukan untuk amniosintesis pada evaluasi awal pasien dengan ketuban
pecah dini.
c. Pasien dengan cacat janin
Terapi konservatif dengan risiko infeksi pada ibu tidak perlu dilakukan
bila janin mempunyai kalainan yang membahayakan. Namun pada janin
dengan kelainan yang tidak membahayakan harus diperlakukan sebagai
janin normal, namun input yang tepat merupakan terapi yang sangat
penting.
d. Pasien dengan fetal distress
Kompresi tali pusat dan prolps tali pusat merupakan komplikasi tersering
ketuban pecah dini, terutama padapresentasi bokong yang tidak maju
(engaged), letak lintang dan oligohidramnion berat. Jika DJJ menunjukkan
pola deselerasi sedang atau berat maka pasien harus cepat diterminasi. Jika
janin dalam presentasi belakang kepala, maka dapat dilakukan
amnioinfusion, induksi dan dapat dilakukan persalinan pervaginam.
Namun bila janin tidak dalam presentasi kepala maka terapi yang dapat
dilakukan adalh section cesaria.
e. Pasien dengan infeksi
Pasien dengan chorioamnionitis harus dilakukan induksi bila tidak ada
kontraindikasi untuk dilakukan persalinan pervaginam dan bila belum
dalam persalinan. Bila ada kontraindikasi untuk persalinan pervaginam,
maka dilakukan section cesaria setelah pemberian antibiotic yang
dimaksudkan untuk menurunkan komplikasi pada ibu dan janin. Beberapa
penelitian menyebutkan section cesaria sebaiknya dilakukan bila
persalinan pervaginam tidak dapat terjadi setelah 12 jam diagnosis
chorioamnionitis ditegakkan.
Menurut Mansjoer, 2002 terapi ketuban pecah dini adalah :3,1
a. Ketubaan pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa
komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit
b. Bila janin hidup dan terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan
posisi panggul lebih tinggi dari badannya. Kalau perlu kepala janin
didorong ke atas dengan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan kepala janin
c. Bila ada demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi atau ketuban pecah
lebih dari 6 jam, berikan antibiotik
d. Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan konservatif
yaitu tirah baring dan berikan sedative, antibiotic selama 5 hari,
glukokortikosteroid dan tokolisis, namun bila terjadi infeksi maka akhiri
kehamilan
e. Pada kehamilan 33-35 minggu, lakukan terapi konservatif selama 21 jam
lalu induksi persalinan. Bila terjadi infeksi maka akhiri kehamilan
f. Pada kehamilan lebih dari 36 minggu, bila ada his, pimpin persalinan dan
lakukan akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his, lakukan induksi
persalinan bila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan bishop score kuran
dari 5 atau ketuban pecah lebih dari 6 jam dan bishop score lebih dari 5,
section cesaria bila ketuban pecah kurang dari 5 jam dan bishop score
kurang dari 5.
Terapi ketuban pecah dini adalah :2,3,1
a. Terapi konservatif
- rawat di Rumah sakit
- antibiotika jika ketuban pecah lebih dari 6 jam
- pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu, dirawat selama air
ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi
- Bila umur kehamilan sudah 32-31 minggu masih keluar, maka
pada usia kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk terminasi
kehamilan
- Nilai tanda-tanda infeksi
- Pada umur kahamilan 32-31 minggu berikan steroid selama 7 hari
untuk memacu kematangan paru janin dan bila memungkinkan
perikasa kadar lesitin dan spingomyelin tiap minggu
b. Terapi Aktif
- kehamilan lebih dari 36 minggu, bila 6 jam belum terjadi
persalinan maka induksi dengan oksitosin, bila gagal lakukan
section cesaria
- pada keadaan DKP, letak lintang terminasi kehamilan dengan
section cesaria
- bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan
terminasi persalinan
a. Bila bishop score kurang dari 5, akhiri persalinan dengan
section cesaria
b. Bila bishop score lebih dari 5, induksi persalinan dan partus
pervaginam
c. Bila ada infeksi berat maka lakukan section cesaria
HIPERTENSI GESTASIONAL
Definisi 5
Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa
disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan
atau kehamilan dengan tanda – tanda preeklamsia tetapi tanpa proteinuria.
Hipertensi ialah tekanan darah sistolik dan diastolik > 110/90 mmHg, dimana
pengukurannya dilakukan sekurang – kurangnya 2 kali selang 1 jam. Proteinuria
ialah adanya 300mg protein dala urin selama 21 jam atau sama dengan > 1+
dipstick.
Faktor risiko5
Faktor risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan, sebagai berikut:
1. Primigravid
2. Hiperplasentosis misalnya mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes
mellitus, hidrops fetalis, bayi besar
3. Umur yang ekstrim
4. Riwayat keluarga pernah preeklamsia
5. Penyakit – penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.
6. Obesitas
Patofisiologi5
Teori tentang penyebab hipertensi dalam kehamilan masih belum diketahui
dengan jelas. Berikut beberapa teori yang dianut:
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi sel – sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralisdan jaringan matriks sekitarnya. sehingga lapisan
otot arteri spiralis tetap kaku dan tidak mengalami vasodilatasi. Akibatnya
remodeling arteri spiralis gagal, dan aliran darah uteroplasenta menurun,
terjadilah hipoksia dan selanjutnya terjadi berbagai perubahan dalam
hipertensi dalam kehamilan.
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, disfungsi endotel
Akibat kegagalan remodeling arteri spiralis, terjadilah iskemia plasenta.
Sehingga plasenta akan menghasilkan oksidan yaitu radikal hidroksil. Radikal
hidroksil akan merusak membran sel endotel pembuluh darah yang
mengandung asalam lemak tak jenuh diubah menjadi peroksida lemak.
Peroksida lemak juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel.
sehingga terjadilah disfungsi endotel yang akan menghasilkan berbagai
mediator vasokontriktor sehingga terjadilah hipertensi dalam kehamilan.
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi penurunan ekspresi HLA-G pada
desidua daerah plasenta, sehingga invasi trofoblas ke desidua terhambat.
Akibatnya jaringan desidua tetap kaku dan terjadi vasokontriksi arteri spiralis,
juga respon imun ibu akan meningkat dalam menolak hasil konsepsi.
4. Teori adaptasi kardiovaskuler
Pada hipertensi dalam kehamilan, pembuluh darah kehilangan daya refrakter
terhadap bahan vasokonstriktor, dan terjadi peningkatan kepekaan terhadap
bahan vasopresor.
5. Teori defisiensi gizi
Penelitian membuktikan pemberian minyak ikan, kalsium, dapat mengurangi
risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
6. Teori inflamasi
Pada hipertensi dalam kehamlan terjadi peningkatan stres oksidatif, sehingga
produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas meningkat. Akibatnya beban
reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi lebih besar. Sel endotel akan
teraktivasi dan terjadilah reaksi inflamasi yang lebih besar.
Diagnosis5
hipertensi yang timbul pada kehamilan
tanpa proteinuria
Komplikasi5
Hipertensi gestational dengan komplikasi, bila:
• Tekanan darah diastolik >110 mmHg
• bukti laboratorium: penurunan platelet, peningkatan LFT's, peningkatan
asam urat
• efek renal: proteinuria > 3 g/d, oliguria
• efek SSP: kejang, sakit kepala, gangguan penglihatan
• keterlibatan organ lain: paru-paru, hati, hematologi
• gangguan janin
Tatalaksana5
• Pengurangan stres
Komponen tekanan darah ibu adalah zat adrenergic. Sehingga minimalkan
rasa tidak nyaman ibu, dengan cara:
o ruangan tenang, tidak terlalu terang, terisolasi
o protokol tatalaksana terencana dengan baik
o penjelasan rencana dengan jelas pada pasien/keluarga
o minimalkan rangsangan
o pendekatan tim yang konsisten dan meyakinkan: (bidan/perawat,
obstetri, anestesi, hematolog, dr. Anak )
• Penilaian keadaan ibu dan janin
Keadaan ibu secara klinis:
• Tekanan Darah (penilaian derajat keparahan, konsistensi dalam
pengukuran, hubungan tekanan darah tinggi dengan CVA bukan
kejang)
• Sistem Saraf Pusat (keberadaan dan keparahan sakit kepala,
gangguan penglihatan (buta kortikal, kabur), tremor, iritabilitas,
hiperrefleksi, somnolen, mual dan muntah)
• Hematologi (edema, perdarahan, petekiae)
• Hepatik (nyeri kuadran kanan atas, epigastrik, mual dan muntah)
• Ginjal (output dan warna urin)
Keadaan ibu secara laboratoris:
• Hematologi (hemoglobin, platelet, apusan darah :burr cell, PTT,
INR, fibrinogen, FDP, LDH, asam urat, bilirubin)
• Hepatik (SGPT-SGOT, LDH, glukosa, amonia terhadap R/O
AFLP)
• Ginjal (proteinuria, kreatinin, urea, asam urat)
Keadaan janin
• Gerakan janin
• Penilaian denyut jantung janin
• Ultrasonografi untuk perkembangan
• Profil biofisik
• Indeks cairan amnion
• Pemeriksaan Doppler arus darah : tali pusat, a.cerebri media
• Terapi tekanan darah bila diastolik > 110 mmHg bisa dengan beta bloker,
maupun kalsium kanal bloker.
• Terapi mual dan muntah dengan antiemetik.
• Terapi nyeri epigastrik dengan morfin 2-1 mg IV, antacid, minimalkan
palpasi.
• Pertimbangkan profilaksis kejang dengan MgSO1
• Pertimbangkan waktu/cara persalinan:
o ³37 minggu dengan hipertensi gestasional
o ³31 minggu dengan hipertensi gestasional berat
o <31 minggu dengan:
TD diastolik yang sulit dikontrol
bukti lab adanya keterlibatan multi-organ yang memburuk
dugaan gawat janin
kejang tidak terkontrol
Gejala tidak responsif terhadap terapi yang sesuai
DAFTAR PUSTAKA
1.Hacker Moore, Essential Obstetries dan Gynekology, Edisi 2, W.B
Saunder Company, Philadelphia, Pennsylvania, 297-309.
2.Cunningham FG Mac Donal P.C. William Obsetric, Edisi 18, Appletion &
Lange, 1998 : 881-903.
3.Mochtar R. Sinopsis Obstetri. Jilid I Editor. Delfi Lutan. EGC, Jakarta,
1998: 63-67
1.Saifuddin, Abdul B. Ketuban Pecah Dini dalam Ilmu Kebidanan Edisi 1.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. 2008 : 677-
682.
5.Saifuddin, Abdul B. Hipertensi dalam kehamilan dalam Ilmu Kebidanan
Edisi 1. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. 2008 :
530-561.
6.Hariadi R. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Edisi Perdana Himpunan
Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia, Surabaya, 2001 : 361-382, 392-393, 126-113.