17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KETUBAN PECAH DINI 1. Definisi Ketuban pecah dini (KPD) masih merupakan suatu teka-teki di bidang obstetrik, hal ini dapat dilihat dari etiologi yang belum jelas, kesulitan dalam mendiagnosis, berhubungan dengan resiko pada ibu dan janin dan juga karena penatalaksanaannya yang bermacam-macam dan masih merupakan kontroversi. KPD dapat diartikan sebagai pecahnya ketuban pada saat fase laten sebelum adanya his. Pada persalinan yang normal, ketuban pecah pada fase aktif. Pada KPD, kantung ketuban pecah sebelum fase aktif. 1 KPD terjadi pada 10 % kehamilan, dimana sebagian besar terjadi pada usia kehamilan lebih dari 37 minggu dan juga terjadi spontan tanpa sebeb yang jelas. 1 Etiologi Dan Patogenesis KPD diduga terjadi karena adanya pengurangan kekuatan selaput ketuban, peningkatan tekanan intrauterine maupun keduanya. Sebagian besar penelitian menyebutkan bahwa KPD terjadi karena berkurangnya

Tinjauan Pustaka

Embed Size (px)

DESCRIPTION

references

Citation preview

Page 1: Tinjauan Pustaka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KETUBAN PECAH DINI

1. Definisi

Ketuban pecah dini (KPD) masih merupakan suatu teka-teki di

bidang obstetrik, hal ini dapat dilihat dari etiologi yang belum jelas,

kesulitan dalam mendiagnosis, berhubungan dengan resiko pada ibu dan

janin dan juga karena penatalaksanaannya yang bermacam-macam dan

masih merupakan kontroversi. KPD dapat diartikan sebagai pecahnya

ketuban pada saat fase laten sebelum adanya his. Pada persalinan yang

normal, ketuban pecah pada fase aktif. Pada KPD, kantung ketuban pecah

sebelum fase aktif. 1

KPD terjadi pada 10 % kehamilan, dimana sebagian besar terjadi

pada usia kehamilan lebih dari 37 minggu dan juga terjadi spontan tanpa

sebeb yang jelas.1

Etiologi Dan Patogenesis

KPD diduga terjadi karena adanya pengurangan kekuatan selaput ketuban,

peningkatan tekanan intrauterine maupun keduanya. Sebagian besar penelitian

menyebutkan bahwa KPD terjadi karena berkurangnya kekuatan selaput ketuban.

Selaput ketuban dapat kehilangan elastisitasnya karena bakteri maupun his. Pada

beberapa penelitian diketahui bahwa bakteri penyebab infeksi adalah bakteri yang

merupakan flora normal vagina maupun servix. Mekanisme infeksi ini belum

diketahui pasti. Namun diduga hal ini terjadi karena aktivitas uteri yang tidak

diketahui yang menyebabkan perubahan servix yang dapat memfasilitasi

terjadinya penyebaran infeksi. Faktor lainnya yang membantu penyebaran infeksi

adalah inkompetent servix, vaginal toucher (VT) yang berulang-ulang dan koitus.1

Moegni, 1999, mengemukakan bahwa banyak teori yang menyebabkan

KPD, mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen sampai infeksi. Namun

sebagian besar kasus disebabkan oleh infeksi. Kolagen terdapat pada lapisan

1

Page 2: Tinjauan Pustaka

kompakta amnion, fibroblast, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis

maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi

interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi

peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan

sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion yang

menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.1

Faktor predisposisi KPD menurut Moegni, 1999 : 1

a. Kehamilan multiple

b. Riwayat persalinan preterm sebelumnya

c. Koitus, namun hal ini tidak merupakan predisposisi kecuali bila hygiene

buruk

d. Perdarahan pervaginam

e. Bakteriuria

f. pH vagina diatas 1,5

g. Servix yang tipis/kurang dari 39 mm

h. Flora vagina abnormal

i. Fibronectin > 50 ng/ml

j. Kadar CRH (Corticotropin Releasing Hormone) maternal tinggi

Diagnosis

Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan beberapa cara :1,2,1,6

a. Air ketuban yang keluar dari vagina

Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan mudah ketika ada cairan ketuban

yang keluar dari vagina. Jika air ketuban tidak ada, tekanan ringan pada

uterus dan gerakan janin dapat mengakibatkan keluarnya air ketuban.

b. Nitrazine test

pH vagina normal adalah 1,5 – 5,5 sedangkan air ketuban mempunyai pH

7,0 – 7,5, sehingga kertas nitrasin akan cepat berubah warna menjadi biru

bila terkena air ketuban. Namun cairan antiseptik, urin, darah dan infeksi

vagina dapat meningkatkan pH vagina dan hal ini menyebabkan hasil

nitrazine test positif palsu.

Page 3: Tinjauan Pustaka

c. Fern test

Test ini positif bila didapatkan gambaran pakis yang didapatkan pada air

ketuban pada pemeriksaan secara mikroskopis.

d. Evaporation test

e. Intraamniotic fluorescein

f. Amnioscopy

g. Diamine oxidase test

h. Fetal fibronectin

i. Alfa-fetoprotein test

Komplikasi

KPD dapat menyebabkan beberapa komplikasi baik pada ibu maupun pada

janin, diantaranya :2,3,1,6

a. Infeksi

Infeksi korioamniotik sering terjadi pada pasien dengan KPD. Diagnosis

korioamnionitis dapat dilihat dari gejala klinisnya antara lain demam

(37,80C), dan sedikitnya dua gejala berikut yaitu takikardi baik pada ibu

maupun pada janin, uterus yang melembek, air ketuban yang berbau

busuk, maupun leukositosis.

b. Hyaline membrane disease

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa hyaline membrane disease

sebagian besar disebabkan oleh ketuban pecah dini (KPD). Terdapat

hubungan antara umur kehamilan dengan hyaline membrane disease dan

chorioamnionitis yang terjadi pada pasien dengan KPD. Pada usia

kehamilan kurang dari 32 minggu, angka risiko hyaline mebran disease

lebih banyak dibandingkan risiko infeksi.

c. Hipoplasi pulmoner

Hal ini terjadi bila ketuban pecah sebelum usia kehamilan 26 minggu dan

fase laten terjadi lebih dari 5 minggu yang diketahui dari adanya distress

respirasi yang berat yang terjadi segera setelah lahir dan membutuhkan

bantuan ventilator.

Page 4: Tinjauan Pustaka

d. Abruptio placenta

Hal ini tergantung dari progresifitas penurunan fungsi plasenta yang

mengakibatkan pelepasan plasenta. Gejala klinik yang terjadi adalah

perdarahan pervaginam.

e. Fetal distress

Hal ini dapat diketahui dari adanya deselerasi yang menggambarkan

kompresi tali pusat yang disebabkan oleh oligohidramnion. Sehingga

untuk mengatasinya maka dilakukan sectio cesaria, yang mengakibatkan

tingginya angka section cesaria pada pasien dengan KPD.

f. Cacat pada janin

g. Kelainan kongenital

Terapi

Manajemen pada pasien dengan ketuban pecah dini tergantung dari

keadaan pasien. 2,3,1

a. Pasien yang sedang dalam persalinan

Tidak ada usaha yang dapat dilakukan untuk menghentikan proses

persalinan dan memperlama kehamilan jika sudah ada his yang teratur dan

pada pemeriksaan dalam didapatkan pendataran servix 100 % dan dilatasi

servix lebih dari 1 cm. Penggunaan tokolitik tidak efektif dan akan

mengakibatkan oedem pulmo.

b. Pasien dengan paru-paru janin yang matur

Maturitas paru janin dapat diketahui dari rasio lesitin-spingomielin,

phosphatidylglycerol dan rasio albumin-surfaktan. Maturitas paru janin

diperlukan untuk amniosintesis pada evaluasi awal pasien dengan ketuban

pecah dini.

c. Pasien dengan cacat janin

Terapi konservatif dengan risiko infeksi pada ibu tidak perlu dilakukan

bila janin mempunyai kalainan yang membahayakan. Namun pada janin

dengan kelainan yang tidak membahayakan harus diperlakukan sebagai

janin normal, namun input yang tepat merupakan terapi yang sangat

penting.

Page 5: Tinjauan Pustaka

d. Pasien dengan fetal distress

Kompresi tali pusat dan prolps tali pusat merupakan komplikasi tersering

ketuban pecah dini, terutama padapresentasi bokong yang tidak maju

(engaged), letak lintang dan oligohidramnion berat. Jika DJJ menunjukkan

pola deselerasi sedang atau berat maka pasien harus cepat diterminasi. Jika

janin dalam presentasi belakang kepala, maka dapat dilakukan

amnioinfusion, induksi dan dapat dilakukan persalinan pervaginam.

Namun bila janin tidak dalam presentasi kepala maka terapi yang dapat

dilakukan adalh section cesaria.

e. Pasien dengan infeksi

Pasien dengan chorioamnionitis harus dilakukan induksi bila tidak ada

kontraindikasi untuk dilakukan persalinan pervaginam dan bila belum

dalam persalinan. Bila ada kontraindikasi untuk persalinan pervaginam,

maka dilakukan section cesaria setelah pemberian antibiotic yang

dimaksudkan untuk menurunkan komplikasi pada ibu dan janin. Beberapa

penelitian menyebutkan section cesaria sebaiknya dilakukan bila

persalinan pervaginam tidak dapat terjadi setelah 12 jam diagnosis

chorioamnionitis ditegakkan.

Menurut Mansjoer, 2002 terapi ketuban pecah dini adalah :3,1

a. Ketubaan pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa

komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit

b. Bila janin hidup dan terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan

posisi panggul lebih tinggi dari badannya. Kalau perlu kepala janin

didorong ke atas dengan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan kepala janin

c. Bila ada demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi atau ketuban pecah

lebih dari 6 jam, berikan antibiotik

d. Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan konservatif

yaitu tirah baring dan berikan sedative, antibiotic selama 5 hari,

glukokortikosteroid dan tokolisis, namun bila terjadi infeksi maka akhiri

kehamilan

Page 6: Tinjauan Pustaka

e. Pada kehamilan 33-35 minggu, lakukan terapi konservatif selama 21 jam

lalu induksi persalinan. Bila terjadi infeksi maka akhiri kehamilan

f. Pada kehamilan lebih dari 36 minggu, bila ada his, pimpin persalinan dan

lakukan akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his, lakukan induksi

persalinan bila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan bishop score kuran

dari 5 atau ketuban pecah lebih dari 6 jam dan bishop score lebih dari 5,

section cesaria bila ketuban pecah kurang dari 5 jam dan bishop score

kurang dari 5.

Terapi ketuban pecah dini adalah :2,3,1

a. Terapi konservatif

- rawat di Rumah sakit

- antibiotika jika ketuban pecah lebih dari 6 jam

- pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu, dirawat selama air

ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi

- Bila umur kehamilan sudah 32-31 minggu masih keluar, maka

pada usia kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk terminasi

kehamilan

- Nilai tanda-tanda infeksi

- Pada umur kahamilan 32-31 minggu berikan steroid selama 7 hari

untuk memacu kematangan paru janin dan bila memungkinkan

perikasa kadar lesitin dan spingomyelin tiap minggu

b. Terapi Aktif

- kehamilan lebih dari 36 minggu, bila 6 jam belum terjadi

persalinan maka induksi dengan oksitosin, bila gagal lakukan

section cesaria

- pada keadaan DKP, letak lintang terminasi kehamilan dengan

section cesaria

- bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan

terminasi persalinan

Page 7: Tinjauan Pustaka

a. Bila bishop score kurang dari 5, akhiri persalinan dengan

section cesaria

b. Bila bishop score lebih dari 5, induksi persalinan dan partus

pervaginam

c. Bila ada infeksi berat maka lakukan section cesaria

HIPERTENSI GESTASIONAL

Definisi 5

Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa

disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan

atau kehamilan dengan tanda – tanda preeklamsia tetapi tanpa proteinuria.

Hipertensi ialah tekanan darah sistolik dan diastolik > 110/90 mmHg, dimana

pengukurannya dilakukan sekurang – kurangnya 2 kali selang 1 jam. Proteinuria

ialah adanya 300mg protein dala urin selama 21 jam atau sama dengan > 1+

dipstick.

Faktor risiko5

Faktor risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan, sebagai berikut:

1. Primigravid

2. Hiperplasentosis misalnya mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes

mellitus, hidrops fetalis, bayi besar

3. Umur yang ekstrim

4. Riwayat keluarga pernah preeklamsia

5. Penyakit – penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.

6. Obesitas

Patofisiologi5

Teori tentang penyebab hipertensi dalam kehamilan masih belum diketahui

dengan jelas. Berikut beberapa teori yang dianut:

1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Page 8: Tinjauan Pustaka

Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi sel – sel trofoblas pada

lapisan otot arteri spiralisdan jaringan matriks sekitarnya. sehingga lapisan

otot arteri spiralis tetap kaku dan tidak mengalami vasodilatasi. Akibatnya

remodeling arteri spiralis gagal, dan aliran darah uteroplasenta menurun,

terjadilah hipoksia dan selanjutnya terjadi berbagai perubahan dalam

hipertensi dalam kehamilan.

2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, disfungsi endotel

Akibat kegagalan remodeling arteri spiralis, terjadilah iskemia plasenta.

Sehingga plasenta akan menghasilkan oksidan yaitu radikal hidroksil. Radikal

hidroksil akan merusak membran sel endotel pembuluh darah yang

mengandung asalam lemak tak jenuh diubah menjadi peroksida lemak.

Peroksida lemak juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel.

sehingga terjadilah disfungsi endotel yang akan menghasilkan berbagai

mediator vasokontriktor sehingga terjadilah hipertensi dalam kehamilan.

3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi penurunan ekspresi HLA-G pada

desidua daerah plasenta, sehingga invasi trofoblas ke desidua terhambat.

Akibatnya jaringan desidua tetap kaku dan terjadi vasokontriksi arteri spiralis,

juga respon imun ibu akan meningkat dalam menolak hasil konsepsi.

4. Teori adaptasi kardiovaskuler

Pada hipertensi dalam kehamilan, pembuluh darah kehilangan daya refrakter

terhadap bahan vasokonstriktor, dan terjadi peningkatan kepekaan terhadap

bahan vasopresor.

5. Teori defisiensi gizi

Penelitian membuktikan pemberian minyak ikan, kalsium, dapat mengurangi

risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

6. Teori inflamasi

Pada hipertensi dalam kehamlan terjadi peningkatan stres oksidatif, sehingga

produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas meningkat. Akibatnya beban

reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi lebih besar. Sel endotel akan

teraktivasi dan terjadilah reaksi inflamasi yang lebih besar.

Page 9: Tinjauan Pustaka

Diagnosis5

hipertensi yang timbul pada kehamilan

tanpa proteinuria

Komplikasi5

Hipertensi gestational dengan komplikasi, bila:

• Tekanan darah diastolik >110 mmHg

• bukti laboratorium: penurunan platelet, peningkatan LFT's, peningkatan

asam urat

• efek renal: proteinuria > 3 g/d, oliguria

• efek SSP: kejang, sakit kepala, gangguan penglihatan

• keterlibatan organ lain: paru-paru, hati, hematologi

• gangguan janin

Tatalaksana5

• Pengurangan stres

Komponen tekanan darah ibu adalah zat adrenergic. Sehingga minimalkan

rasa tidak nyaman ibu, dengan cara:

o ruangan tenang, tidak terlalu terang, terisolasi

o protokol tatalaksana terencana dengan baik

o penjelasan rencana dengan jelas pada pasien/keluarga

o minimalkan rangsangan

o pendekatan tim yang konsisten dan meyakinkan: (bidan/perawat,

obstetri, anestesi, hematolog, dr. Anak )

• Penilaian keadaan ibu dan janin

Keadaan ibu secara klinis:

• Tekanan Darah (penilaian derajat keparahan, konsistensi dalam

pengukuran, hubungan tekanan darah tinggi dengan CVA bukan

kejang)

Page 10: Tinjauan Pustaka

• Sistem Saraf Pusat (keberadaan dan keparahan sakit kepala,

gangguan penglihatan (buta kortikal, kabur), tremor, iritabilitas,

hiperrefleksi, somnolen, mual dan muntah)

• Hematologi (edema, perdarahan, petekiae)

• Hepatik (nyeri kuadran kanan atas, epigastrik, mual dan muntah)

• Ginjal (output dan warna urin)

Keadaan ibu secara laboratoris:

• Hematologi (hemoglobin, platelet, apusan darah :burr cell, PTT,

INR, fibrinogen, FDP, LDH, asam urat, bilirubin)

• Hepatik (SGPT-SGOT, LDH, glukosa, amonia terhadap R/O

AFLP)

• Ginjal (proteinuria, kreatinin, urea, asam urat)

Keadaan janin

• Gerakan janin

• Penilaian denyut jantung janin

• Ultrasonografi untuk perkembangan

• Profil biofisik

• Indeks cairan amnion

• Pemeriksaan Doppler arus darah : tali pusat, a.cerebri media

• Terapi tekanan darah bila diastolik > 110 mmHg bisa dengan beta bloker,

maupun kalsium kanal bloker.

• Terapi mual dan muntah dengan antiemetik.

• Terapi nyeri epigastrik dengan morfin 2-1 mg IV, antacid, minimalkan

palpasi.

• Pertimbangkan profilaksis kejang dengan MgSO1

• Pertimbangkan waktu/cara persalinan:

o ³37 minggu dengan hipertensi gestasional

o ³31 minggu dengan hipertensi gestasional berat

o <31 minggu dengan:

TD diastolik yang sulit dikontrol

bukti lab adanya keterlibatan multi-organ yang memburuk

Page 11: Tinjauan Pustaka

dugaan gawat janin

kejang tidak terkontrol

Gejala tidak responsif terhadap terapi yang sesuai

DAFTAR PUSTAKA

1.Hacker Moore, Essential Obstetries dan Gynekology, Edisi 2, W.B

Saunder Company, Philadelphia, Pennsylvania, 297-309.

2.Cunningham FG Mac Donal P.C. William Obsetric, Edisi 18, Appletion &

Lange, 1998 : 881-903.

3.Mochtar R. Sinopsis Obstetri. Jilid I Editor. Delfi Lutan. EGC, Jakarta,

1998: 63-67

1.Saifuddin, Abdul B. Ketuban Pecah Dini dalam Ilmu Kebidanan Edisi 1.

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. 2008 : 677-

682.

5.Saifuddin, Abdul B. Hipertensi dalam kehamilan dalam Ilmu Kebidanan

Edisi 1. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. 2008 :

530-561.

6.Hariadi R. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Edisi Perdana Himpunan

Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi

Indonesia, Surabaya, 2001 : 361-382, 392-393, 126-113.