14
TINJAUAN PUSTAKA Pangan Asal Hewan Bahan pangan asal hewan adalah semua produk peternakan yang belum mengalami proses lanjutan. Daging dan telur adalah bahan makanan asal hewan. Daging merupakan bagian-bagian dari hewan yang disembelih dan lazim dimakan manusia, sedangkan telur adalah hasil dari unggas (SNI 01-6366-2000). Bahan pangan asal hewan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi manusia. Pangan asal hewan menjadi sumber makanan tidak hanya bagi manusia tetapi juga bagi mikroorganisme. Hal ini mengakibatkan bahan makanan yang berasal dari hewan pada umumnya bersifat mudah rusak (Setiowati & Mardiastuty 2009). Keamanan Pangan Asal Hewan Pangan yang tidak aman telah menjadi masalah bagi kesehatan manusia. Diperkirakan setiap tahunnya 1.8 juta orang meninggal dikarenakan penyakit diare dan kebanyakan kasus tersebut dikaitkan karena kontaminasi makanan ataupun minuman (WHO 2006). Semua bahaya yang ditimbulkan dari pangan disebut sebagai keracunan pangan. Keracunan pangan dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang mencemari pangan dan masuk ke dalam tubuh, hidup dan berkembang biak, serta mengakibatkan infeksi pada saluran pencernaan (food infection). Keracunan pangan juga dapat disebabkan oleh toksin/racun yang dihasilkan oleh mikroorganisme pada pangan dan bahan kimia atau unsur alami (BPOM 2006). Menurut Sharif dan Al-Malki (2010), keracunan pangan dikaitkan dengan sejumlah besar bakteri, parasit, virus, dan bahan kimia beracun. Keracunan pangan ditandai dengan periode inkubasi yang singkat, penyakit akut, dan gejala klinis yang khas yaitu gangguan sistem pencernaan. Kesalahan penanganan makanan dalam tahap persiapan dan penyimpanan memainkan peranan penting dalam terjadinya keracunan pangan (Egan et al. 2007; Karabudak et al. 2008). World Health Organization mendefinisikan Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan atau dikenal dengan istilah foodborne disease outbreak

TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Batuk, bersin, memakai tisu Batuk, bersin, atau menggunakan sapu tangan atau tisu sekali pakai Penanganan peralatan kotor Penanganan peralatan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Batuk, bersin, memakai tisu Batuk, bersin, atau menggunakan sapu tangan atau tisu sekali pakai Penanganan peralatan kotor Penanganan peralatan

5

5

TINJAUAN PUSTAKA

Pangan Asal Hewan

Bahan pangan asal hewan adalah semua produk peternakan yang belum

mengalami proses lanjutan. Daging dan telur adalah bahan makanan asal hewan.

Daging merupakan bagian-bagian dari hewan yang disembelih dan lazim dimakan

manusia, sedangkan telur adalah hasil dari unggas (SNI 01-6366-2000).

Bahan pangan asal hewan merupakan bahan makanan yang banyak

dikonsumsi manusia. Pangan asal hewan menjadi sumber makanan tidak hanya

bagi manusia tetapi juga bagi mikroorganisme. Hal ini mengakibatkan bahan

makanan yang berasal dari hewan pada umumnya bersifat mudah rusak (Setiowati

& Mardiastuty 2009).

Keamanan Pangan Asal Hewan

Pangan yang tidak aman telah menjadi masalah bagi kesehatan manusia.

Diperkirakan setiap tahunnya 1.8 juta orang meninggal dikarenakan penyakit

diare dan kebanyakan kasus tersebut dikaitkan karena kontaminasi makanan

ataupun minuman (WHO 2006). Semua bahaya yang ditimbulkan dari pangan

disebut sebagai keracunan pangan. Keracunan pangan dapat disebabkan oleh

mikroorganisme yang mencemari pangan dan masuk ke dalam tubuh, hidup dan

berkembang biak, serta mengakibatkan infeksi pada saluran pencernaan (food

infection). Keracunan pangan juga dapat disebabkan oleh toksin/racun yang

dihasilkan oleh mikroorganisme pada pangan dan bahan kimia atau unsur alami

(BPOM 2006).

Menurut Sharif dan Al-Malki (2010), keracunan pangan dikaitkan dengan

sejumlah besar bakteri, parasit, virus, dan bahan kimia beracun. Keracunan

pangan ditandai dengan periode inkubasi yang singkat, penyakit akut, dan gejala

klinis yang khas yaitu gangguan sistem pencernaan. Kesalahan penanganan

makanan dalam tahap persiapan dan penyimpanan memainkan peranan penting

dalam terjadinya keracunan pangan (Egan et al. 2007; Karabudak et al. 2008).

World Health Organization mendefinisikan Kejadian Luar Biasa (KLB)

keracunan pangan atau dikenal dengan istilah “foodborne disease outbreak”

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Batuk, bersin, memakai tisu Batuk, bersin, atau menggunakan sapu tangan atau tisu sekali pakai Penanganan peralatan kotor Penanganan peralatan

6

6

sebagai suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit

setelah mengonsumsi pangan yang secara epidemiologi terbukti sebagai sumber

penularan (BPOM 2005).

Foodborne disease dibagi atas dua jenis, yaitu foodborne infection dan

foodborne intoxication. Foodborne infection terjadi ketika manusia mengonsumsi

mikroorganisme patogen yang kemudian berkembang biak di dalam tubuh. Gejala

penyakit dapat terjadi tidak kurang dari 8 jam, namun biasanya memerlukan

waktu 2 atau 3 hari sampai berminggu-minggu untuk infeksi mikroorganisme

seperti Salmonella dan Shigella, virus norovirus atau hepatitis A, atau Giardia dan

Cryptosporidium, berkembang biak di tubuh dan menyebabkan timbulnya

penyakit (HITM 2006).

Berbeda dengan foodborne infection, foodborne intoxication terjadi karena

racun yang dibentuk oleh mikroorganisme dalam makanan. Contoh foodborne

intoxication yaitu mengonsumsi racun yang dihasilkan oleh pertumbuhan

mikroorganisme pada ikan setelah mereka ditangkap, mengonsumsi racun yang

dihasilkan oleh Staphylococcus aureus pada daging dan produk susu,

mengonsumsi racun yang dihasilkan oleh Bacillus cereus pada sereal dan produk

susu, dan mengonsumsi racun yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum pada

daging, ikan, unggas, dan sayuran yang diproses, dikemas, dan disimpan dengan

tidak benar (HITM 2006).

Mikroorganisme penyebab keracunan seringkali secara alami terdapat

dalam makanan. Pada keadaan yang tepat satu mikroorganisme dapat tumbuh

menjadi lebih dari dua juta mikroorganisme hanya dalam waktu tujuh jam. Pada

beberapa jenis makanan mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak dengan

lebih mudah dari pada pada jenis makanan lain. Bahan makanan yang berasal dari

hewan pada umumnya bersifat mudah rusak dan berpotensi menimbulkan bahaya

bagi kesehatan konsumen (potentially hazardous foods) (FR 2008; Setiowati &

Mardiastuty 2009).

Menurut Saparinto dan Hidayati (2006), keamanan pangan merupakan

kondisi atau upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan

cemaran biologis, kimia, dan benda fisik yang dapat mengganggu, merugikan, dan

membahayakan kesehatan manusia. Keamanan pangan merupakan kepastian

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Batuk, bersin, memakai tisu Batuk, bersin, atau menggunakan sapu tangan atau tisu sekali pakai Penanganan peralatan kotor Penanganan peralatan

7

7

bahwa makanan tidak akan menyebabkan kerugian bagi konsumen ketika

disiapkan dan/atau dikonsumsi (CAC 2003).

Perundingan putaran Uruguai mengenai General Agreemaent on Tariffs

and Trade (GATT) yang diikuti oleh 125 negara pada tahun 1994 memiliki

dampak yang sangat luas, antara lain mencakup kesepakatan mengenai aplikasi

tindakan sanitary and phytosanitary (SPS). Kesepakatan ini mengatur tindakan

perlindungan terhadap keamanan pangan dalam bidang kesehatan hewan dan

tumbuhan yang perlu dijalankan oleh negara-negara anggota World Trade

Organization (WTO). Tujuannya adalah untuk melindungi manusia dari risiko

yang ditimbulkan oleh bahan makanan tambahan (aditif) dalam pangan, cemaran

(kontaminan), racun (toksin) atau mikroorganisme penyebab penyakit dalam

makanan atau dari penyakit zoonosis. Oleh karena itu, dalam perjanjian tersebut

ditegaskan bahwa setiap negara harus melakukan upaya untuk menjamin

keamanan pangan bagi konsumen dan mencegah penyebaran hama dan penyakit

pada hewan dan tumbuhan (Bahri 2008).

Salah satu upaya dalam menjaga keamanan pangan dapat dilakukan

dengan menjaga makanan pada zona suhu yang tepat. Gambar 1 menunjukkan

zona suhu berbahaya dalam penyimpanan bahan pangan.

Gambar 1 Zona suhu berbahaya dalam penyimpanan makanan (HR 2012).

Zona penyimpanan pada

suhu panas

Zona penyimpanan pada

suhu panas

Zona berbahaya

dalam penyimpanan bahan

pangan

Bakteri tumbuh

dan berkembang

biak

Tidak ada pertumbuhan

mikroorganisme

Pertumbuhan lambat

bagi mikroorganisme

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Batuk, bersin, memakai tisu Batuk, bersin, atau menggunakan sapu tangan atau tisu sekali pakai Penanganan peralatan kotor Penanganan peralatan

8

8

Zona suhu yang akan membuat mikroorganisme tumbuh dan berkembang

biak disebut “Danger Zone” (zona berbahaya), yaitu dengan rentang suhu antara

4 °C sampai 60 °C (40 °F sampai 140 °F). Jika makanan disimpan dalam rentang

suhu tersebut, maka mikroorganisme akan berkembang biak dan berlipat ganda

setiap 20 menit. Oleh karena itu, penting untuk menjaga makanan dingin atau

panas dan keluar dari danger zone untuk menghentikan pertumbuhan

mikroorganisme (HR 2012).

Menurut Unusan (2007), sebagian besar kasus penyakit keracunan pangan

dapat dicegah jika prinsip-prinsip keamanan pangan diikuti dari mulai proses

produksi sampai ke konsumsi. Saat ini tidak mungkin bagi produsen makanan

untuk menjamin persediaan makanan yang bebas mikroorganisme patogen, maka

produsen makanan perlu tahu bagaimana meminimalkan kehadiran

mikroorganisme patogen atau racun dalam makanan. Selain itu, keamanan pangan

juga harus didukung oleh higiene personal, produksi, dan fasilitas.

Kantin

Kantin merupakan salah satu tempat yang menyediakan makanan bagi

banyak orang. Hal ini menjadi penting dalam manajemen kantin untuk

memberikan layanan terbaik bagi konsumen, khususnya dari segi kualitas

makanan yang disediakan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tidak adanya

pelatihan pengelolaan kantin dapat berkontribusi dalam penyediaan makanan yang

tidak aman bagi konsumen (Veiros et al. 2009).

Pekerja Kantin

Pekerja kantin merupakan orang yang berkontribusi dalam menangani dan

menyediakan makanan di kantin. Pekerja kantin terkadang berasal dari

masyarakat umum dengan tingkat pengetahuan yang rendah (Veiros et al. 2009).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pekerja kantin belum

memiliki pengetahuan yang baik dalam menyediakan pangan yang aman. Tingkat

pengetahuan tersebut dapat berasosiasi dengan praktik higiene pekerja kantin,

Penelitian lain menunjukkan penyebaran mikroorganisme dapat terjadi dari tangan

pekerja kantin karena praktik higiene yang buruk. Hal ini menyebabkan bahan

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Batuk, bersin, memakai tisu Batuk, bersin, atau menggunakan sapu tangan atau tisu sekali pakai Penanganan peralatan kotor Penanganan peralatan

9

9

pangan tersebut menjadi tidak aman untuk dikonsumsi (HITM 2006), maka

penting bagi pekerja kantin untuk melakukan praktik higiene dalam penyediaan

makanan agar menjadi aman untuk dikonsumsi.

Higiene

Higiene adalah suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada

usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang

tersebut berada (Widyati & Yuliarsih 2002).

Menurut CAC (2003), higiene pangan (food hygiene) adalah semua

kondisi dan tindakan yang diperlukan untuk menjamin keamanan dan kelayakan

makanan pada semua tahap dalam rantai makanan, sedangkan keamanan pangan

(food safety) adalah jaminan agar makanan tidak membahayakan konsumen pada

saat disiapkan dan atau dimakan menurut penggunaannya.

Higiene Personal

Menurut Hall (1999) standar higiene personal sangat terkait pada praktik

dalam menghasilkan pangan yang baik. Standar ini tidak hanya diberlakukan bagi

konsumen tetapi juga bagi orang yang menangani makanan dalam menjaga

kondisi higiene pangan. Pekerja yang menangani makanan harus memiliki

penampilan yang bersih, rapi, tanpa infeksi kulit, kebersihan gigi yang baik,

memiliki kuku pendek dan tidak memiliki kebiasaan menggigit kuku, tidak

memakai perhiasan, tidak memakai riasan wajah, memakai sepatu dan seragam

yang bersih, dan tetap berpegang pada praktik higiene yang baik (Bas et al. 2004).

Menurut CAC (2003), higiene personal dalam menangani makanan

meliputi:

a) Status kesehatan

Orang yang menderita suatu penyakit atau diduga menjadi pembawa

penyakit yang mungkin ditularkan melalui makanan, seharusnya tidak

diperbolehkan untuk memasuki area penanganan makanan. Pemeriksaan medis

terhadap pekerja yang menangani makanan harus dilakukan jika menunjukkan

gejala secara klinis maupun epidemiologis.

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Batuk, bersin, memakai tisu Batuk, bersin, atau menggunakan sapu tangan atau tisu sekali pakai Penanganan peralatan kotor Penanganan peralatan

10

10

b) Sakit dan Cidera

Menurut Bas et al. (2004), pekerja yang menangani makanan dapat

menjadi sumber mikroorganisme, baik selama menderita penyakit gangguan

pencernaan atau selama dan setelah masa pemulihan, meskipun tidak terlihat lagi

gejala klinisnya. Kondisi yang harus dilaporkan oleh pekerja untuk mendapatkan

pemeriksaan medis sehingga tidak dapat menangani makanan, yaitu:

Sakit kuning

Diare

Muntah

Demam

Sakit tenggorokan dengan demam

Lesio pada kulit (bisul, luka, dan lain-lain)

Discharge atau cairan yang keluar dari mata, telinga atau hidung

c) Kebersihan Personal

Pekerja yang menangani makanan dapat menyebarkan mikroorganisme

dari sumber yang terkontaminasi, misalnya dari bahan mentah ke makanan yang

telah dimasak (Bas et al. 2004). Hal ini menjadi alasan sehingga pekerja harus

selalu memperhatikan tingkat kebersihan pribadi dan bila perlu mengenakan

pakaian khusus, penutup kepala, dan alas kaki.

Menurut Hall (1999), menjaga kebersihan pakaian setiap kali memasuki

area produksi makanan merupakan standar utama yang perlu diperhatikan pada

setiap orang yang menangani makanan. Idealnya, semua pakaian harus diganti

setiap selesai bekerja dan lebih sering diganti jika dalam keadaan berminyak.

Selain itu, beberapa praktik kebersihan personal lainnya yaitu memotong dan

membersihkan kuku, serta mengobati dan menutup luka terbuka (NFSMI 2009).

Tangan pekerja yang menangani makanan dapat menjadi vektor dalam

penyebaran penyakit keracunan pangan karena kebersihan diri yang buruk atau

kontaminasi silang (Bas et al. 2004). Hal ini menjadi penting bagi pekerja untuk

selalu mencuci tangan mereka. Tabel 1 memperlihatkan aktivitas-aktivitas yang

disarankan untuk mencuci tangan.

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Batuk, bersin, memakai tisu Batuk, bersin, atau menggunakan sapu tangan atau tisu sekali pakai Penanganan peralatan kotor Penanganan peralatan

11

11

Tabel 1 Aktivitas yang disarankan untuk mencuci tangan (Green et al. 2007)

Waktu untuk

mencuci tangan Jenis kegiatan Deskripsi

Sebelum memulai

kegiatan

Persiapan makanan Terlibat dalam persiapan makanan,

termasuk bekerja dengan makanan yang

terbuka, peralatan bersih, dan bahan lain

yang tidak terbungkus

Memakai sarung

tangan untuk

persiapan makanan

Memakai sarung tangan jika terlibat

dalam persiapan makanan

Setelah kegiatan dan

sebelum memulai

kegiatan lainnya

Mempersiapkan

produk bahan mentah

Mempersiapkan produk bahan mentah

(produk hewani yang belum dimasak

atau diolah, seperti: telur mentah,

daging, unggas, dan ikan)

Makan, minum,

merokok

Makan, minum, atau merokok (kecuali

dari wadah minuman yang tertutup

untuk mencegah kontaminasi pada

tangan)

Batuk, bersin,

memakai tisu

Batuk, bersin, atau menggunakan sapu

tangan atau tisu sekali pakai

Penanganan peralatan

kotor

Penanganan peralatan dan baju kotor

Menyentuh bagian

tubuh

Menyentuh bagian tubuh manusia selain

tangan yang bersih dan lengan yang

tidak terpapar

Selain frekuensi, prosedur cuci tangan juga dianggap penting (Nel et al.

2004). Tahapan dalam mencuci tangan disajikan pada Gambar 2. Menurut HITM

(2006), langkah-langkah yang tepat dalam mencuci tangan dengan benar, yaitu:

1) Basahi tangan hingga ke sela-sela jari.

2) Terapkan sekitar 1/2 sendok teh sabun untuk penyabunan.

3) Lakukan penyabunan hingga ke ujung jari. Tambahkan air dan sabun jika perlu.

Gosok ujung jari dan di bawah kuku dengan sikat kuku. Jangan gunakan sikat

kuku kecuali untuk jari agar tidak menyebarkan mikroorganisme pada ujung

jari ke seluruh tangan.

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Batuk, bersin, memakai tisu Batuk, bersin, atau menggunakan sapu tangan atau tisu sekali pakai Penanganan peralatan kotor Penanganan peralatan

12

12

Gambar 2 Tahapan dalam mencuci tangan (WHO 2011).

4) Bilas sabun dan bersihkan mikroorganisme patogen dari sikat dan jari. Cara

terbaik adalah untuk tidak menggunakan sabun antibakteri karena akan

menghancurkan mikroflora alami yang sangat penting pada kulit tangan.

Mikroflora alami ini menjaga tangan sehingga tetap sehat dan cenderung untuk

menghancurkan dalam 2 sampai 4 jam setiap mikroorganisme asing seperti

bakteri patogenik fekal yang terpapar ke kulit.

Basahi tangan dengan

air

Gunakan sabun Gosokkan dengan

kedua telapak tangan

Telapak kanan di atas

telapak kiri

Jari-jari saling ber-

kaitan

Ujung jari-jari saling

mengunci

Gosokkan jempol

dengan arah memutar

Gosokkan telapak

dengan arah memutar

Bilas tangan dengan air

Keringkan tangan

dengan handuk

Gunakan handuk untuk

menutup keran

Tangan siap untuk

menangani makanan

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Batuk, bersin, memakai tisu Batuk, bersin, atau menggunakan sapu tangan atau tisu sekali pakai Penanganan peralatan kotor Penanganan peralatan

13

13

5) Sabun tangan hingga pergelangan tangan untuk kedua kalinya dengan sabun.

6) Lakukan hingga terbentuk busa yang banyak.

7) Bilas sabun dari tangan dan pergelangan tangan.

8) Keringkan tangan dengan menggunakan handuk. Pengeringan akan

mengurangi jumlah mikroorganisme. Jangan menggunakan kain lap umum

yang telah digunakan orang lain untuk mengeringkan tangan atau

membersihkan peralatan lainnya.

Selain mencuci tangan, pekerja yang menangani makanan juga disarankan

untuk memakai sarung tangan. Sarung tangan tidak berarti menggantikan cuci

tangan, tetapi untuk lebih memastikan keamanan pangan dan mencegah dari

kontaminasi silang. Pemakaian sarung tangan plastik atau karet digunakan setelah

mencuci tangan dengan bersih dan diganti setiap setelah menangani makanan

(TPH 2004).

d) Perilaku Personal

Pekerja yang menangani makanan harus menahan diri dari perilaku yang

dapat mengakibatkan kontaminasi makanan, misalnya:

Merokok

Meludah

Mengunyah atau makan

Bersin atau batuk

Selain itu, pekerja juga harus menghindari pemakaian cat warna pada kuku

dan tidak menggunakan perhiasan apapun di tangan saat memasak karena akan

memungkinkan pencemaran pada makanan (Nel et al. 2004; NFSMI 2009).

Semua personal harus menyadari peran dan tanggung jawab dalam

melindungi makanan dari kontaminasi atau kerusakan. Penangan makanan harus

memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memungkinkan mereka untuk

menangani makanan secara higienis. Penanganan dengan bahan kimia pembersih

yang kuat atau bahan kimia yang berpotensi berbahaya lainnya harus

diinstruksikan dalam teknik penanganan yang aman (CAC 2003).

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Batuk, bersin, memakai tisu Batuk, bersin, atau menggunakan sapu tangan atau tisu sekali pakai Penanganan peralatan kotor Penanganan peralatan

14

14

Higiene Produksi

Menurut BPOM (2003), produksi pangan adalah kegiatan atau proses

menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas,

mengemas kembali dan atau mengubah bentuk pangan. Higiene produksi adalah

kondisi dan perlakuan yang diperlukan untuk menjamin keamanan pangan saat

dalam proses produksi pangan.

Dampak dari kegiatan produksi yang mengancam keamanan dan

kesesuaian pangan harus diperhatikan setiap saat. Hal ini dilakukan dengan

mengidentifikasi setiap titik-titik tertentu dalam kegiatan produksi yang

memungkinkan terjadinya kontaminasi. Kontrol kontaminasi yang terpenting

adalah dari bahan pangan (CAC 2003).

Kontaminasi silang terjadi ketika pangan yang aman untuk dikonsumsi

berkontak dengan mikrooragnisme patogen, bahan kimia, atau bahan lain tidak

diinginkan sehingga membuat pangan tidak aman untuk dikonsumsi. Hal ini

biasanya terjadi dalam tiga cara:

1) Bahan mentah berkontak dengan bahan yang telah dimasak.

2) Penggunaan peralatan yang sama untuk menangani bahan mentah dan bahan

yang telah dimasak

3) Tangan yang tercemar menyentuh makanan.

Kontaminasi silang dapat dicegah dengan cara memisahkan bahan mentah

dengan bahan yang telah dimasak, peralatan yang telah digunakan untuk bahan

mentah harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum digunakan lagi untuk bahan

yang telah dimasak (TPH 2004).

Good Manufacturing Practices (GMP) merupakan suatu pedoman bagi

industri pangan mengenai cara memproduksi pangan yang baik. Good

Manufacturing Practices mempersyaratkan agar dilakukan pembersihan dan

disinfeksi dengan frekuensi yang memadai terhadap seluruh permukaan mesin

pengolah pangan baik yang berkontak langsung dengan makanan maupun yang

tidak. Mikroorganisme membutuhkan air untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu

persyaratan GMP yaitu mengharuskan setiap permukaan yang bersinggungan

dengan makanan dan berada dalam kondisi basah harus dikeringkan dan

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Batuk, bersin, memakai tisu Batuk, bersin, atau menggunakan sapu tangan atau tisu sekali pakai Penanganan peralatan kotor Penanganan peralatan

15

15

didisinfeksi. Persyaratan GMP lainnya yaitu mencegah kontaminasi produk dari

udara, partikel, dan kotoran yang dapat mencemari produk (Learoyd 2005).

Higiene Fasilitas dan Peralatan

Menurut BPOM (2003), persyaratan mengenai higiene fasilitas yaitu tata

letak kelengkapan ruang produksi diatur agar tidak terjadi kontaminasi silang,

tersedianya air bersih yang cukup dan memadai selama proses produksi, terdapat

fasilitas mencuci tangan dan toilet dalam keadaan bersih, mengurangi

kemungkinan masuknya hama ke ruang produksi yang akan mencemari pangan,

dan tersedia tempat penyimpanan yang baik agar dapat menjamin mutu dan

keamanan bahan dan produk pangan yang diolah. Penyimpanan bahan makanan

yang baik yaitu menyimpan dalam wadah tertutup untuk mencegah kontaminasi

dari hama (Cuprasitrut et al. 2010).

Menurut CAC (2003), ketersediaan air yang cukup dengan tempat

penyimpanan yang memadai dan kontrol suhu yang tepat harus tersedia untuk

menjamin keamanan makanan. Air untuk diminum harus terpisah dari air yang

digunakan untuk tujuan lain, seperti mencuci, agar tidak terjadi kontaminasi

silang.

Persyaratan higiene fasilitas lainnya yaitu peralatan harus mudah untuk

dibersihkan (Aarnisalo et al. 2006). Peralatan yang berkontak dengan makanan

harus dibersihkan sebelum dan setelah digunakan, khususnya untuk pisau dan

talenan. Pisau yang kotor harus segera dibersihkan agar tidak berkarat. Pisau yang

kotor dicuci dengan air sabun hangat dan dipisahkan dari peralatan yang lain

sehingga tidak mengkontaminasi peralatan lainnya (HITM 2006). Begitu pula

dengan talenan, mencuci talenan dengan sabun dan air panas atau pembersih

sebelum penggunaan berikutnya akan mencegah kontaminasi silang antar

makanan (Karabudak et al. 2008).

Semua peralatan yang telah dicuci bersih sebaiknya tidak ditumpuk dalam

keadaan basah. Hal ini dikarenakan air yang tertinggal dalam peralatan yang

masih basah akan memungkinkan terdapat sisa mikroorganisme yang terus

berkembang biak. Peralatan harus disimpan dalam keadaan kering (HITM 2006).

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Batuk, bersin, memakai tisu Batuk, bersin, atau menggunakan sapu tangan atau tisu sekali pakai Penanganan peralatan kotor Penanganan peralatan

16

16

Masalah lain dari higiene fasilitas yaitu lantai yang kotor dan berdebu

(Cuprasitrut et al. 2011). Lantai dan meja harus dibersihkan dan didesinfeksi

secara teratur untuk mengurangi potensi kontaminasi silang dan meminimalkan

infestasi hama (TPH 2004). Lantai dibersihkan menggunakan pel basah minimal

sekali sehari. Kotoran dari bawah peralatan, di tiap sudut, dan daerah yang sulit

dijangkau juga harus dibersihkan untuk mencegah dari kehadiran hama. Menurut

HITM (2006), makanan disimpan dalam lemari atau wadah yang tertutup dengan

jarak 15 cm dari lantai agar terjaga kebersihannya dan terhindar dari hama.

Sedangkan menurut Cuprasitrut et al. (2011), meja untuk menyimpan dan

menyajikan makanan harus memiliki tinggi lebih dari 60 cm untuk mencegah

kontaminasi dari hama atau serangga pengganggu.

Tempat sampah harus tersedia dan dibersihkan setiap kali pembuangan ke

tempat pembuangan umum. Daerah sekitar tempat sampah juga harus dijaga

kebersihannya untuk mengurangi bau dan penyebaran mikroorganisme berbahaya

(TPH 2004).

Studi KAP (Knowledge, Attitude, Practice)

Studi KAP didasari pada anggapan hubungan antara pengetahuan, sikap,

dan praktik yang sangat berpengaruh satu sama lain. Tingkat pengetahuan

seseorang sangat menentukan sikap dan tingkah lakunya. Demikian juga, sikap

mungkin dapat memengaruhi tingkat laku dan keterbukaan untuk memperoleh

pengetahuan baru (Blalock 2008). Menurut Sharif dan Al-Malki (2010),

pengetahuan, sikap, dan praktik merupakan tiga faktor penting yang memainkan

peran utama dalam kejadian keracunan makanan khususnya yang berkaitan

dengan penangan makanan. Sehingga dengan melihat tingkat pengetahuan, sikap,

dan praktik pekerja dalam mempersiapkan, mendistribusikan, dan menjual produk

makanan dapat memudahkan untuk mengontrol keamanan pangan (Pirsaheb et al.

2010).

Arti dari kata pengetahuan merupakan subjek pada sejumlah interpretasi

yang berbeda (Gao et al. 2008). Fernandez dan Sabherwal (2001) mengartikan

pengetahuan (knowledge) sebagai hasil refleksi dan pengalaman seseorang,

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Batuk, bersin, memakai tisu Batuk, bersin, atau menggunakan sapu tangan atau tisu sekali pakai Penanganan peralatan kotor Penanganan peralatan

17

17

sehingga pengetahuan selalu dimiliki oleh individu atau kelompok. Pengetahuan

melekat dalam bahasa, aturan-aturan, prosedur-prosedur, serta konsep.

Pengetahuan merupakan suatu kemampuan untuk menerima, menguasai,

dan menggunakan informasi, sebagai gabungan dari pemahaman, pengalaman,

dan keahlian. Pengetahuan yang alami bersandar pada perbedaan cara menerima

gagasan berdasarkan persepsi, imajinasi, ingatan, penilaian, abstrak, dan alasan.

Kriteria pengetahuan berpusat disekitar pemikiran yang memperkenankan kita

untuk membedakan di antara benar dan salah, seperti pembelajaran berdasarkan

logika dan metode ilmiah (Badran 1995).

Pengetahuan diperlukan sebelum melakukan suatu perbuatan secara sadar.

Namun, perbuatan yang dikehendaki mungkin tidak akan berlangsung sampai

seseorang mendapat petunjuk yang cukup kuat untuk memicu motivasi berbuat

berdasarkan pengetahuan tersebut. Menurut Hayek (2003), semua kegiatan

ekonomi harus didasarkan pada pengetahuan, termasuk dalam hal ini perdagangan

makanan. Pemahaman dan pengetahuan tentang risiko keracunan pangan dalam

produksi dan perdagangan makanan sangat diperlukan agar dapat menjalankan

praktik penanganan pangan yang tepat (Patil et al. 2005).

Pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman, informasi yang

disampaikan tenaga profesional kesehatan, orang tua, guru, buku, media massa,

dan sumber lainnya (WHO 2002). Pengetahuan juga bisa didapatkan dari

pendidikan ataupun pelatihan. Pengetahuan yang diperoleh dari program

pendidikan dan pelatihan penanganan makanan dapat meningkatkan dan

mengontrol keamanan pangan (Ehiri & Morris 1996; Pirsaheb et al. 2010). Begitu

pula menurut Fleet dan Fleet (2009), tingkat pendidikan mempunyai pengaruh

positif terhadap pengetahuan dan sikap mengenai keamanan pangan.

Pendidikan kesehatan tentang pencegahan penyakit keracunan pangan

berdasar pada tiga hal: yaitu, peningkatan kebersihan bahan mentah dalam

pertanian, penerapan teknologi pengolahan makanan untuk mengontrol

kontaminasi pada tingkat pengolahan, dan pendidikan kepada konsumen

(Charlebois 2002). Informasi yang memadai dalam peningkatan pengetahuan dan

praktik penanganan makanan sangat diperlukan untuk pengembangan program

pendidikan kesehatan yang efektif (Fawzi & Shama 2009). Beberapa studi yang

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Batuk, bersin, memakai tisu Batuk, bersin, atau menggunakan sapu tangan atau tisu sekali pakai Penanganan peralatan kotor Penanganan peralatan

18

18

telah dilakukan menunjukkan adanya intervensi pendidikan keamanan pangan

terhadap perilaku keamanan pangan (Kang et al. 2010).

Pendidikan atau pelatihan kadang tidak berhasil dikarenakan pelatihan

tersebut dirancang tanpa mempelajari sosial tempat kerja dan faktor lingkungan

yang memengaruhi target peserta pelatihan (Montenegro et al. 2006). Selain itu,

efektivitas pendidikan ataupun pelatihan sangat tergantung pada sikap dan

kesediaan untuk menerapkan praktik higiene yang baik. Pelatihan mengenai

higiene pangan yang efektif perlu menargetkan perubahan perilaku yang berperan

besar dalam keracunan pangan (Egan et al. 2007). Selain pengetahuan, sikap juga

merupakan faktor penting dalam mencegah dan mengontrol keracunan pangan

(Bas et al. 2004; Nee & Sani 2011). Rahayuningsih (2008) mengemukakan bahwa

sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara

tertentu.

Sikap mengarahkan kepada kecenderungan untuk bereaksi pada cara yang

tepat dalam situasi yang tepat. Sikap dibutuhkan untuk melihat dan

menerjemahkan peristiwa sesuai kecenderungan yang tepat. Sikap juga

dibutuhkan untuk membentuk opini yang masuk akal dan susunan yang saling

berhubungan (Badran 1995). Kerapkali sikap berasal dari pengalaman kita sendiri

atau pengalaman orang lain. Sikap juga bisa terbentuk berdasarkan pengalaman

yang terbatas. Oleh karena itu, masyarakat dapat membentuk sikapnya tanpa

memahami keseluruhan situasi (WHO 2002).

Kata praktik atau perilaku menunjukkan manusia dalam aksinya, berkaitan

dengan semua aktivitas manusia secara fisik, berupa interaksi manusia dengan

sesamanya ataupun dengan lingkungan fisiknya (Laurens 2005). Menurut Bas et

al. (2004), meningkatnya jumlah kasus-kasus keracunan pangan memperlihatkan

kebutuhan akan praktik higiene pangan yang lebih baik. Maka diperlukan upaya

peningkatan praktik dalam penanganan makanan untuk mengurangi kejadian

keracunan pangan (Egan et al. 2007).