19
Tinjauan Pustaka Deep Vein Thrombosis Pasca Operasi Albatros Wahyubramanto 102012077 / B4 Falkutas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 [email protected] Pendahuluan Trombosis vena dalam adalah kondisi dimana terbentuk bekuan dalam vena sekunder akibat inflamasi atau trauma dinding vena atau karena obstruksi vena sebagian. Trombosis vena dalam (DVT) menyerang pembuluh-pembuluh darah system vena dalam. Serangan awalnya disebut trombosis vena dalam akut. Emboli paru-pariu merupakan resiko yang cukup bermakna pada trombosis vena dalam. Kebanyakan trombosis vena dalam berasal dari ekstrimitas bawah. Banyak yang sembuh spontan, dan sebagian lainnya berpotensi membentuk emboli. Penyakit ini dapat menyerang satu vena bahkan lebih. Vena-vena di betis adalah vena-vena yang paling sering terserang. Trombosis pada vena poplitea, femoralis superfisialis, dan segmen-segmen vena ileofemoralis juga sering terjadi. 1 Anamnesis 1

Tinjauan Pustaka Blok 19 New-1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tinjauan Pustaka Blok 19 New-1

Tinjauan Pustaka

Deep Vein Thrombosis Pasca OperasiAlbatros Wahyubramanto

102012077 / B4

Falkutas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

[email protected]

Pendahuluan

Trombosis vena dalam adalah kondisi dimana terbentuk bekuan dalam vena sekunder

akibat inflamasi atau trauma dinding vena atau karena obstruksi vena sebagian. Trombosis vena

dalam (DVT) menyerang pembuluh-pembuluh darah system vena dalam. Serangan awalnya

disebut trombosis vena dalam akut. Emboli paru-pariu merupakan resiko yang cukup bermakna

pada trombosis vena dalam. Kebanyakan trombosis vena dalam berasal dari ekstrimitas bawah.

Banyak yang sembuh spontan, dan sebagian lainnya berpotensi membentuk emboli. Penyakit ini

dapat menyerang satu vena bahkan lebih. Vena-vena di betis adalah vena-vena yang paling

sering terserang. Trombosis pada vena poplitea, femoralis superfisialis, dan segmen-segmen

vena ileofemoralis juga sering terjadi.1

Anamnesis

Anamnesis mencakup identitas penderita, keluhan utama dan perjalanan penyakit. Yang

harus ditanyakan pada anamnesis, yaitu identitas, keluhan utama pasien, perjalanan penyakit, dan

riwayat keluarga. Identitas mencakup: nama, umur, pekerjaan, agama, alamat, pendidikan

terakhir. Keluhan utama pasien merupakan alasan yang menyebabkan pasien datang ke dokter.

Perjalanan penyakit mencakup: apakah bengkak hanya pada salah satu tungkai, apakah terasa

nyeri bila disentuh, apakah ada perubahan warna kulit, apakah kulit terasa hangat sewaktu

dipegang, apakah ada riwayat merokok, apakah ada riwayat bepergian jauh, riwayat penyakit

sebelumnya.1

1

Page 2: Tinjauan Pustaka Blok 19 New-1

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik ditujukan untuk menemukan adanya tanda dan gejala trombosis vena

dalam. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi dan palpasi. Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda

klinis yang pasti tidak dapat selalu ditemukan. Gambaran trombosis vena antara lain tungkai

yang memerah (eritema), edema tungkai unilateral, kenaikan suhu kulit dengan dilatasi

superfisial, nyeri, dapat diraba pembuluh darah superfisial, dan tanda Homan (nyeri tekan pada

betis sewaktu dorsofleksi kaki) dan tanda Lowenburg (nyeri di paha atau betis sewaktu

pengembungan manset) positif. Untuk menegakan diagnosis dapat pula dilakukan Pratt’s sign

dengan cara menekan otot betis posterior yang akan menimbulkan rasa nyeri.1

Pemeriksaan penunjang

Adapun beberapa pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosa trombosis vena dalam seperti :

1. Tes Darah

a) Tes D-dimer

Plasma D-dimer adalah spesifik turunan dari fibrin, yang dihasilkan ketika fibrin

terdegradasi oleh plasmin, jadi konsentrasinya meningkat pada pasien dengan

tromboembolisme vena. Walaupun sensitive untuk tromboembolisme vena, konsentrasi

yang tinggi D-dimer tidak cukup spesifik untuk membuat suatu diagnosis karena d-dimer

juga dapat meninggi pada kelainan seperti keganasan, kehamilan dan setelah operasi.

b) Protein S, protein c, antithrombin III, faktor V, prothrombin, antifosfolipid antibody, dan

kadar hemosistein. Defisiensi terhadap beberapa faktor ini merupakan suatu keadaan

abnormal yang menyebabkan terjadinya hiperkoagulasi.

2. Imaging (pencitraan)

a) Venografi

Merupakan suatu pemeriksaan “gold standard” untuk menegakkan diagnose

trombosis vena dalam dengan menggunakan kontras. Prosedur ini invasif tetapi resikonya

kecil terhadap suatu reaksi alergi atau trombosis vena.Berikut gambaran trombosis vena

dalam pada a. poplitea.

b) Ultrasonografi

2

Page 3: Tinjauan Pustaka Blok 19 New-1

Merupakan suatu pemeriksaan yang non invasif, tetapi ultrasonografi bukan suatu

pemeriksaan yang memuaskan untuk menegakkan diagnosis trombosis vena pada

tungkai. Ultrasonografi mempunyai tiga teknik dalam penggunaannya sebagai berikut:

- Kompresi ultrasound : dengan memberikan tekanan pada lumen pembuluh darah jika

tidak ada sisa lumen saat dilakukan tekanan ini mengindikasikan bahwa tidak adanya

trombosis pada vena.

- Dupleks ultrasonografi : karakteristik aliran darah dinilai dengan menggunakan pulsasi

signal Doppler. Aliran darah yang normal terjadi secara spontan dan fasik dengan

pernapasan. Ketika pola fasik tidak ada, ini mengindikasikan adanya obstruksi dari aliran

vena.

- Colour flow duplex : menggunakan teknik dupleks ultrasonografi tetapi dengan

tambahan warna pada Doppler sehingga dengan mudah mengidentifikasi pembuluh

darah.

c) CT-Scan dan MRI

Dengan CT-Scan dapat menunjukkan adanya trombosis vena dalam dan jaringan

lunak sekitar tungkai yang membengkak. Sedangkan MRI sangat sensitif dan dapat

mendiagnostik kecurigaan adanya trombosis pada vena iliaka atau vena cava inferior.2

Diagnosis kerja(Working diagnosis)

Trombosis Vena Dalam (Deep Vein Thrombosis (DVT)) adalah suatu keadaan yang

ditandai dengan ditemukannya bekuan darah di dalam vena dalam. Bekuan yang terbentuk di

dalam suatu pembuluh darah disebut trombus. Trombus boleh terjadi baik di vena superfisial

(vena permukaan) maupun di vena dalam, tetapi yang berbahaya adalah yang terbentuk di vena

dalam. Trombosis vena dalam sangat berbahaya karena seluruh atau sebagian dari trombus bisa

pecah, mengikuti aliran darah dan tersangkut di dalam arteri yang sempit di paru-paru sehingga

menyumbat aliran darah. Trombus yang berpindah-pindah disebut emboli. Semakin sedikit

peradangan di sekitar suatu trombus, semakin longgar trombus melekat ke dinding vena dan

semakin mudah membentuk emboli.2,3

Kebanyakan thrombus vena profunda berasal dari ekstremitas bawah. Penyakit ini dapat

menyerang satu vena atau lebih; vena-vena di betis adalah vena-vena yang paling sering

3

Page 4: Tinjauan Pustaka Blok 19 New-1

terserang. Trombosis pada vena poplitea, femoralis superfisialis, dan segmen-segmen vena

ileofemoralis juga sering terjadi. 2,3

Diagnosis banding (Diferensial diagnosis)

Tromboflebitis superfisial

Tromboflebitis superfisialis terdapat nyeri yang disertai rasa terbakar yang biasanya lebih

nyeri dari pada trombosis vena profunda karena ujung-ujung saraf kulit berdekatan dengan letak

proses peradangannya. Kulit di sepanjang vena tersebut mungkin menjadi eritea\matosa dan

hangat. Mungkin kulit juga terlihat sedikit bengkak. Dapat timbul manifestasi sistemik berupa

demam dan malaise. Tromboflebitis superfisialis ini dapat disebabkan oleh infus intravena,

terutama jika memasukkan larutan asam atau hipertonik, pada ekstremitas bawah dapat

disebabkan oleh varises vena atau trauma.3,4

Penyakit oklusi arteri perifer

Penyakit oklusi arteri perifer memiliki gambaran seperti trombosis vena dalam. Arteri di

tungkai merupakan percabangan dari 2 cabang utama arteri abdominalis yang menuju ke tungkai

(arteri iliaka). Penyakit pada arteri tungkai dan lengan bisa merupakan suatu penyempitan atau

penyumbatan arteri (aterosklerosis) atau penyakit pembuluh darah perifer. Pada penyempitan

arteri tungkai yang terjadi secara perlahan, gejala pertamanya adalah nyeri, sakit, kram atau rasa

lelah pada otot kaki selama melakukan aktivitas; atau disebut dengan klaudikasio intermiten.

Bila berjalan, otot terasa sakit dan rasa nyeri lebih cepat timbul dan lebih berat jika penderita

berjalan cepat atau mendaki. Yang paling sering terasa nyeri adalah betis, tetapi juga bisa

mengenai kaki, paha, pinggul atau bokong, tergantung kepada lokasi penyempitan. Nyeri bisa

dikurangi dengan istirahat.3,5

Nyeri biasanya dimulai di tungkai bawah atau kaki, sifatnya berat dan menetap, dan akan

memburuk jika penderita mengangkat tungkainya. Karena nyerinya penderita sering tidak dapat

tidur. Untuk mengurangi nyeri, penderita bisa menggantung kakinya di samping tempat tidur

atau istirahat duduk dengan kaki tergantung ke bawah. Kaki yang sangat kekurangan aliran darah

biasanya dingin dan mati rasa. Kulitnya mungkin kering dan bersisik dan kuku serta rambut tidak

tumbuh dengan baik.2,3,6

4

Page 5: Tinjauan Pustaka Blok 19 New-1

Tungkai juga bisa mengecil. Penyumbatan yang sangat parah bisa menyebabkan

kematian jaringan (gangren). Penyumbatan total yang terjadi secara tiba-tiba pada arteri tungkai

atau lengan, menimbulkan nyeri yang hebat, kedinginan dan mati rasa. Tungkai penderita

tampak pucat atau kebiruan (sianotik). Denyut nadi di bawah bagian yang tersumbat tidak

teraba.2,3,6

Manifestasi klinis

Sekitar 50% penderita tidak menunjukkan gejala sama sekali. Keluhan utama pasien

dengan trombosis vena dalam adalah tungkai yang bengkak dan nyeri. Selain itu dapat pula

ditemukan adanya kemerahan pada kulit (eritema) yang pada tahap lanjut kulit tersebut dapat

menjadi berwarna kecokelatan, bila diraba kulit akan terasa hangat. Nyeri tumpul pada pasien

berhubungan dengan adanya edema.2,3

DVT merupakan masalah yang terutama bersembunyi karena biasa tanpa gejala; emboli

paru dapat menjadi indikasi klinis pertama dari thrombosis. Edema tungkai unilateral disebabkan

oleh peningkatkan volume intravaskular akibat bendungan darah vena. Edema menujukkan

adanya perembesan darah di sepanjang membran kapiler memasuki jaringan interstisial yang

terjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik. Nyeri merupakan gejala tersering. Berjalan dapat

memperberat nyeri. Dua teknik untuk menimbulkan nyeri tekan adalah dorsofleksi kaki (disebut

tanda Homan) dan menggembungkan manset udara di sekitar ektremitas tersebut (disebut tanda

Lowenburg). Jika trombosis menyebabkan peradangan hebat dan penyumbatan aliran darah, otot

betis akan membengkak dan bisa timbul rasa nyeri, nyeri tumpul jika disentuh dan teraba hangat.

Pergelangan kaki, kaki atau paha juga bisa membengkak, tergantung kepada vena mana yang

terkena. Beberapa trombus mengalami penyembuhan dan berubah menjadi jaringan parut, yang

bisa merusak katup dalam vena.

Sebagai akibatnya terjadi pengumpulan cairan (edema) yang menyebabkan

pembengkakan pada pergelangan kaki. Jika penyumbatannya tinggi, edema bisa menjalar ke

tungkai dan bahkan sampai ke paha. Pagi sampai sore hari edema akan memburuk karena efek

dari gaya gravitasi ketika duduk atau berdiri. Sepanjang malam edema akan menghilang karena

jika kaki berada dalam posisi mendatar, maka pengosongan vena akan berlangsung dengan baik.

Gejala lanjut dari trombosis adalah pewarnaan coklat pada kulit, biasanya diatas pergelangan

kaki. Hal ini disebabkan oleh keluarnya sel darah merah dari vena yang teregang ke dalam kulit.

5

Page 6: Tinjauan Pustaka Blok 19 New-1

Kulit yang berubah warnanya ini sangat peka, cedera ringanpun (misalnya garukan atau

benturan), bisa merobek kulit dan menyebabkan timbulnya luka terbuka (ulkus, borok).2,3

Epidemiologi

Trombosis vena dalam terjadi kira-kira 1 per 1000 orang per tahun.Kira-kira 1-5%

menyebabkan kematian akibat komplikasi. Trombosis vena dalam sangat sedikit dijumpai pada

anak-anak. Ratio laki-laki dan perempuan yaitu 1:1,2. Trombosis vena dalam biasanya terjadi

pada umur lebih dari 40 tahun.8

Etiologi

Terdapat tiga faktor yang berperan dalam terjadinya trombosis vena dalam yang dikenal

dengan trias Virchow.7,8

Faktor pertama adalah terdapat kelainan dinding dan lapisan pembuluh darah yang

menyebabkan prokoagulan, kelainan tersebut dapat berupa cidera pada pembuluh darah.

Kerusakan pada endotel menyebabkan agregrasi platelet, degranulasi, dan formasi thrombus

seperti vasokonstriksi dan aktivasi koagulasi. Cidera pada pembuluh darah yang mengakibatkan

trombosis vena dalam ini dapat disebabkan oleh karena fraktur pada tungkai, kaki yang memar,

komplikasi dari tindakan invasif pada vena. 7,8

Faktor kedua yang dapat menyebabkan trombosis vena dalam. ialah adanya kelainan

aliran darah yang menyebabkan stasis, kelainan tersebut berupa melambatnya aliran darah di

dalam vena. Hal ini dapat disebabkan oleh tirah baring yang lama, duduk terlalu lama

(penerbangan yang lama), pembedahan, trauma pada tungkai bawah dengan atau tanpa

pembedahan kehamilan (termasuk 6-8 bulan post partum), dan obesitas.7,8

Faktor ketiga adalah peningkatan daya koagulasi darah (hiperkoagulan) yaitu adanya

gangguan pada keseimbangan antara prokoagulan dan antikoagulan yang menyebabkan aktivasi

faktor pembekuan. Hal ini dapat terjadi karena beberapa kanker (pancreas, prostate, mamae, dan

ovarium), obat-obatan (estrogen, pil KB), cidera atau pembedahan mayor, merokok, predisposisi

genetik (defisiensi antitrombin 3, protein C dan S, dan polisitemia vera. Keganasan berhubungan

dengan meningkatnya fibrinogen atau trombositosis.7,8

Patofisiologi

Trombosis terjadi jika keseimbangan antara faktor trombogenik dan mekanisme protektif

terganggu. Faktor trombogenik meliputi gangguan sel endotel, terpaparnya subendotel akibat

hilangnya sel endotel, aktivasi trombosit atau interaksinya dengan kolagen subendotel atau faktor

6

Page 7: Tinjauan Pustaka Blok 19 New-1

von Willebrand, aktivasi koagulasi, terganggunya fibrinolisis, dan stasis. Mekanisme protektif

terdiri dari faktor antitrombotik yang dilepaskan oleh sel endotel yang utuh, netralisasi faktor

pembekuan yang aktif oleh komponen sel endotel, hambatan faktor pembekuan yang aktif oleh

inhibitor, pemecahan faktor pembekuan oleh protease, pengenceran faktor pembekuan yang aktif

dan trombosit yang beragregasi oleh aliran darah, dan lisisnya trombus oleh sistem fibrinolisis.

Sistem pembuluh normal memiliki lapisan endotel yang lunak dan licin sehingga trombosit dan

fibrin tidak mudah melekat. Aliran darah normal dalam sistem pembuluh merupakan aliran

cukup deras sehingga trombosit tidak terlempar ke permukaan dinding pembuluh. Mekanisme

pembekuan mempunyai sejumlah pengaturan dan keseimbangan kimia untuk mengatur

pembentukan bekuan.1-3

Normalnya, darah yang mengalir tetap cair karena terdapat keseimbangan tertentu yang

sangat kompleks. Pada keadaan tertentu, keseimbangan ini dapat terganggu sehingga terjadi

trombosis.Pembentukan trombus dimulai dengan melekatnya trombosit-trombosit pada

permukaan endotel pembuluh darah atau jantung. Darah yang mengalir menyebabkan makin

banyak trombosit tertimbun pada daerah tersebut. Oleh karena sifat trombosit ini, trombosis

dapat saling melekat sehingga terbentuk massa yang menonjol ke dalam lumen. Pada saat

tertentu, terutama jika aliran darah cepat seperti dalam arteri, massa yang terbentuk dari

trombosit akan terlepas dari dinding pembuluh, tetapi kemudian diganti lagi oleh trombosit lain.

Jika terjadi suatu kerusakan pada trombosit, akan dilepaskan suatu zat tromboplastin. Zat inilah

yang merangsang proses pembentukan beku darah.1-3

Trombus awalnya dibentuk pada aliran darah yang lambat atau terganggu. Sering dimulai

dari deposit pada vena besar besar di betis pada kantung vena di vena betis dan paha. Aktivasi

melalui jalur intrinsik dapat terjadi karena kontak FXII dengan kolagen pada subendotelium

pembuluh darah yang rusak. Aktivisi melalui jalan intrinsi yang rusak masuk aliran darah

mengaktifkan FVII. Baik melalui jalur intrinsic maupun ektrinsik akhirnya dapat membentuk

fibrin.

Trauma pada pasien merupakan faktor resiko trombosis vena. Trauma pada pembuluh

darah menyebabkan kerusakan endotel sebagai respon terhadap inflamasi akan diproduksi

sitokin. Sitokin akan menstimulasi sintesis PAI 1 dan menyebabkan aktivitas fibrinolisis

berkurang. Aktivitas koagulasi dapat terjadi melalui jalan intrinsil yaitu kontak FXII dengan

7

Page 8: Tinjauan Pustaka Blok 19 New-1

kolagen pada subendotelium atau melalui jalan ektrinsik yaitu tromboplastin masuk dalam darah

akibat dari kerusakkan sel.1-3

Trombus terdiri dari fibrin dan sel-sel darah. Trombus arteri, karena alirannya yang cepat,

terdiri dari trombosit yang diikat oleh fibrin yang tipis. Sedangkan vena memiliki aliran darah

yang bertekanan rendah dengan kecepatan yang relatif rendah, serta memiliki dinding cukup tipis

sehingga mudah berubah bentuk oleh tekanan dari luar. Oleh karena itu penyebab tersering

trombosis vena adalah berkurangnya aliran darah, serta thrombus vena terbentuk di daerah yang

stasis dan terdiri dari eritrosit dengan fibrin dalam jumlah yang besar dan sedikit trombosit.

Trombosis vena (apapun penyebabnya) akan meningkatkan resistensi aliran vena dari

ekstremitas bawah. Dengan meningkatnya resistensi, pengosongan vena terganggu,

menyebabkan meningkatnya volume dan tekanan darah vena. Trombosis dapat melibatkan

kantong katup dan merusak katup. Katup yang tidak berfungsi mempermudah terjadinya stasis

dan penimbunan darah di ekstremitas. Trombus akan menjadi semakin terorganisir dan melekat

pada dinding pembuluh darah apabila trombus semakin matang. Sebagai akibatnya, resiko

embolisasi menjadi lebih besar pada fase-fase awal trombosis, namun demikian ujung bekuan

tetap dapat terlepas dan menjadi emboli sewaktu fase organisasi. Selain itu, perluasan trombus

dapat membentuk ujung yang panjang dan bebas, dan dapat lepas menjadi emboli menuju

sirkulasi paru. Perluasan progresif juga meningkatkan derajat obstruksi vena dan melibatkan

daerah-daerah tambahan dari sistem vena. Pada akhirnya, patensi lumen mungkin dapat

distabilkan dalam derajat tertentu dengan retraksi bekuan dan lisis melalui sistem fibrinolitik

endogen. Sebagian besar pasien memiliki lumen yang terbuka tapi dengan daun katup terbuka

dan jaringan parut, yang menyebabkan aliran vena dua arah.1-3

Penatalaksanaan

Berdasarkan morbilitas dan mortalitas akibat DVT dan emboli paru, maka pengobatan

ditekankan pada adanya pengenalan adanya resiko tinggi dan tindakan pencegahan yang sesuai.

Bila dicurigai adanya DVT, tujuan pengobatan untuk menghidari perluasan bekuan dan

embolisasi.

Non-Farmakologi

Metode-metode fisik untuk mengatasi stasi vena sering dipakai untuk profilaksis pasien

yang beresiko tinggi. Tekanan dari luar (misalnya dengan kaus kaki penekanan atau pembalut

8

Page 9: Tinjauan Pustaka Blok 19 New-1

elastik) diajurkan untuk mengurangi stasi vena. Tetapi pemakaian kaus kaki dan pembalu elastis

haru dipakai berhati-hati, untuk menghidari efek torniket yang ditimbulkan oleh alat yang tidak

pas atau pemakaian yang ceroboh .

Aliran balik vena kejantung dapat juga diperbaiki dengan melakukan latihan pada tungkai

secara aktif dan pasif dan bergerak sedini mungkin pasca operasi. Meninggikan bagian kaki

tempat tidur hingga lebih tinggi dario jantung adalah tidakan sederhana untuk mengurangi

tekanan hidrostatik vena dan menundakan pengosongan vena. Ada juga alat-alat yang

menirukan atau merangsang aksi pemompaan mekanis otot-otot betis. Kompresi pneumatik

eksternal pada ekstremitas bawah. Dapat dicapai dengan menutup betis menggunakan sep[atu

berlaras tinggi yang dapat diisi udara, yang secara periodik dikempiskan. Sepatu pneumatik

sudah banyak dipakai oleh sebagian besar bedah saraf dan pasca operasi mayor abdomen.

Indikasi open surgical thrombectomy antara lain DVT iliofemoral akut tetapi terdapat

kontraindikasi trombolitik atau gagal dengan trombolitik maupun mechanical thrombectomy, lesi

yang tidak dapat diakses oleh kateter, lesi dimana trombus sukar dipecah dan pasien yang

dikontraindikasikan untuk penggunaan antikoagulan. Trombus divena iliaka komunis dipecah

dengan kateter embolektomi fogarty dengan anestesi lokal. Trombus pada daerah perifer harus

dihilangkan dengan cara antegrade menggunakan teknik milking dan esmarch

bandage. Kompresi vena iliaka harus diatasi dengan dilatasi balon dan atau stenting. Setelah

tindakan pembedahan, heparin diberikan selama 5 hari dan pemberian warfarin harus dimulai 1

hari setelah operasi dan dilanjutkan selama 6 bulan setelah pembedahan. Untuk hasil yang

maksimal tindakan pembedahan sebaiknya dilakukan kurang dari 7 hari setelah onset DVT.

Pasien dengan phlegmasia cerulea dolens harus difasiotomi untuk tujuan dekompresi

kompartemen dan perbaikan sirkulasi.

Postthrombotic syndrome adalah komplikasi kronik dari DVT. Kurang lebih sepertiga

dari pasien DVT akan timbul komplikasi PTS, 5-10% menjadi PTS berat dengan gejala ulserasi

vena . Diagnosis PTS merupakan diagnosis klinis yang didasarkan pada timbulnya gejala berupa

kelemahan tungkai, nyeri, edema, gatal, kram, parestesi pada tungkai bawah, memberat pada

aktivitas, berdiri, berjalan dan membaik dengan istirahat. Gejala ini disebabkan karena hipertensi

vena yang persisten (karena obstruksi intravena residual) atau insufisiensi valvular vena. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan edema, teleangiektasi peri-malleolar, ektasis vena,

hiperpigmentasi, kemerahan, sianosis, ulkus. 

9

Page 10: Tinjauan Pustaka Blok 19 New-1

Penatalaksanaan PTS meliputi penggunaan elastic compression stockings (ECS) untuk

mengurangi edema dan keluhan, intermitten pneumatic compression efektif untuk PTS

simptomatik berat, agen venoaktif seperti aescin atau rutosides memberikan perbaikan gejala

jangka pendek. Compression therapy, perawatan kulit dan topical dressings digunakan untuk

ulkus vena. PTS dapat dicegah dengan penggunaan tromboprofilaksis pada pasien resiko tinggi,

rekurensi trombus ipsilateral dicegah dengan pemberian antikoagulan yang tepat dosis dan

durasi, menggunakanelastic compression stocking selama kurang lebih 2 tahun setelah diagnosis

DVT ditegakkan. Peran trombolisis pada pencegahan PTS belum diketahui secara jelas. Peranan

CDT dalam rangka prevensi PTS juga membutuhkan evaluasi lebih lanjut.

Farmakologi

Terapi anti koagulan dengan hepari dosis rendah dianjurkan oleh beberapa ahli sebagai

profilaksis pada kelompok beresiko tinggi. Terapi antikoagulan dengan dosis rendah diajurkan

oleh beberapa ahli sebagai profilaksis pada kelompok beresiko tinggi. Heparin dosis rendah

dapat menguranggi komplikasi bersama dengan penggunaan anti koagulan yang

adekuat.keefektifan obat ini masih kontrofersi.

Tujuan pengobatan antikoagulan adalah untuk mencegah perluasan trombus, propagasi,

dan embolisasi. Antikoagulan yang digunakan selama fase akut sekarang ini mengguanakan

heparin intravena atau enoksaparin subkutan (levenox). Penggunaan LMWH biasanya diberikan

pada pasien dengan DVT atau emboli paru yang tersumbat aliran vena nya, pada pasien rawat

jalan yang telah selesai menggunakan antikoagulan , atau pada wanita hamil. Enoksapir tersedia

dalam dosis 1 mg/kg yang diberikan secara injeksi subkutan setiap 12 jam. Heparin diberikan

secara infus intravena dengan dosis pembebanan 80 unit/kg dan dilanjutkan dengan 18 unit/kg

disesuikajn dengan keadaan pasien.

Antikoagulan oral dengan walfarin (coumadin) diberikan sebelum penghentian heparin

atau enoskapin. Walfarin sering diberikan dengan atikoagulan intravena atau sukutan. Target

pengobatan anti koagulasi adalah untuk mencapai Perbadingan Normal Internasional (INH)

nyaitu 2;3. Pengobatan atikoagulan oral berlanjut selama 3 hingga 6 bulan pada pasien dengan

resiko sementara (setelah operasi) atau dengan penyebab DVT yang idiopatik, pada pasien

dengan DVT yang berulang atau dengan faktor resiko yang terus menerus, pengobatan dapat

dilabnjutkan selama 12 bulan atau seumur hidup.9

10

Page 11: Tinjauan Pustaka Blok 19 New-1

Komplikasi

Ada beberapa komplikasi dari trombosis vena dalam antara lain :

1. Perdarahan

Perdarahan diakibatkan oleh penggunaan terapi antikoagulan.

2. Emboli paru

Terjadi akibat terlepasnya trombus dari dinding pembuluh darah kemudian trombus ini

terbawa aliran darah hingga akhirnya berhenti di pembuluh darah paru dan

mengakibatkan bendungan aliran darah. Ini dapat terjadi beberapa jam maupun hari

setelah terbentuknya suatu bekuan darah pada pembuluh darah di daerah tungkai.

Gejalanya berupa nyeri dada dan pernapasan yang singkat.

3. Sindrom post trombotik

Terjadi akibat kerusakan katup pada vena sehingga seharusnya darah mengalir keatas

yang dibawa oleh vena menjadi terkumpul pada tungkai bawah. Ini mengakibatkan nyeri,

pembengkakan dan ulkus pada kaki.10

Prognosis

Semua pasien dengan trombosis vena dalam pada masa yang lama mempunyai resiko

terjadinya insufisiensi vena kronik. Kira-kira 20% pasien dengan DVT yang tidak ditangani

dapat berkembang menjadi emboli paru, dan 10-20% dapat menyebabkan kematian. Dengan

antikoagulan terapi angka kematian dapat menurun hingga 5 sampai 10 kali.10

Pencegahan

Profilaksis dengan pemberian antikoagulan harus diberikan pada pasien yang memiliki

risiko sangat tinggi, termasuk pasien tirah baring yang dirawat minimal 3 hari. Misalnya pada

pasien stroke, karena 56% pasien stroke akan mengalami VTE jika tidak diberi terapi

pencegahan. Profilaksis diberikan 24 jam sebelum operasi dan dilanjutkan hingga 7 hari setelah

operasi. " Ditambahkan Tapson, profilaksis bisa mengurangi insiden DVT hingga 66% dan

mencegah emboli paru hingga 50%. Studi EXCLAIM (Extended Clinical prophylaxis in Acutely

Ill Medical patients) menunjukkan masa profilaksis yang lebih panjang lebih bermanfaat pada

pasien medis akut (mobilitas berkurang). Ternyata profilaksis selama 5 minggu secara signifikan

mengurangi VTE (DVT maupun PE) hingga 44%.3

11

Page 12: Tinjauan Pustaka Blok 19 New-1

Kesimpulan

Deep Vein Trombosis adalah suatu pembentukan bekuan darah (trombus) pada vena

dalam. Trombus terjadi karena perlambatan dari aliran darah, kelainan dinding pembuluh darah,

atau gangguan pembekuan darah yang sering dinamakan dengan trias Virchow.

Daftar pustaka

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit

dalam. Jilid II. Jakarta: FKUI; 2007.

2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses penyakit. Vol 1. Jakarta:

Penerbit buku kedokteran EGC; 2006.

3. Way LW, Dohorety GM. Current surgical diagnosis and treatment. India: The McGraw-

Hill Companies; 2003.

4. R. Sjamsuhidajat. WD Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2 . Penerbitan ECG. 2008. Hal

168-74

5. I.M.Bakta. Thrombosis .Hematologi Klinis Ringkas.Penerbitan ECG. 2007. Hal 255-69

6. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox K. Sabiston textbook of surgery: the

biological basic of modern surgical practice. Philadelphia: WB Saunders Company; 2001.

7. Swartz MH. Buku ajar diagnostic fisik. Jakarta: Penerbit buku kedokteran

EGC;2010.h.224.

8. Davey P. At a Glance Medicine. Etiologi dan epidemiologi. Jakarta : Penerbit

Erlangga;2006.h.321

9. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. kardiologi. Edisi ke-4. Jakarta:

Penerbit Erlangga;2003.h.253.

10. Mitchell, Kumar, Abbas, Fausto. Dasar patologis penyakit. Edisi ke-7. Jakarta: Penerbit

buku kedokteran EGC;2008.h.444.

12