Tinjauan Pustaka Eritrosit

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Sel darah merah atau juga dikenal sebagai eritrosit merupakan sel yang memiliki peranan penting dalam tubuh setiap makhluk hidup. Tanpa kehadiran eritrosit, manusia tidak akan dapat hidup. Sel darah merah merupakan sel yang berukuran sangat kecil dan hanya dapat bertahan hidup selama 120 hari. Selebihnya, sel darah merah akan digantikan oleh sel darah merah yang baru dengan melalui proses-proses tertentu. Selain itu, sel darah merah memiliki struktur yang sangat unik dan sangat mendukung peran fungsinya. Sel darah merah merupakan suatu bahan yang menarik untuk disimak.Tinjauan pustaka ini akan membahas sel darah merah atau eritrosit lebih mendalam, meliputi pembentukan hingga ketonusannya.

Citation preview

Sel Darah MerahDeffina Widjanarko*Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

Alamat Korespondensi:Deffina Widjanarko, Fakultas Kedokteran UKRIDA Jl. Terusan Arjuna no. 6, Tanjung Duren, Jakarta Barat 11510, E-mail: [email protected]

Pendahuluan

Sel darah merah atau juga dikenal sebagai eritrosit merupakan sel yang memiliki peranan penting dalam tubuh setiap makhluk hidup. Tanpa kehadiran eritrosit, manusia tidak akan dapat hidup. Sel darah merah merupakan sel yang berukuran sangat kecil dan hanya dapat bertahan hidup selama 120 hari. Selebihnya, sel darah merah akan digantikan oleh sel darah merah yang baru dengan melalui proses-proses tertentu. Selain itu, sel darah merah memiliki struktur yang sangat unik dan sangat mendukung peran fungsinya. Sel darah merah merupakan suatu bahan yang menarik untuk disimak.Tinjauan pustaka ini akan membahas sel darah merah atau eritrosit lebih mendalam, meliputi pembentukan hingga ketonusannya.

Isi

Pembentukan EritrositEritrosit dihasilkan di sumsum tulang. Produksi sel darah merah atau eritrosit diatur oleh eritropoietin, suatu hormon glikoprotein, dan memerlukan zat besi, asam folat, serta vitamin B12 untuk melakukan sintesis. Selain eritropoietin, hormon tiroid, kortison, dan hormon pertumbuhan juga mempengaruhi pembentukan eritrosit. Eritropoietin banyak diproduksi di ginjal. Kecepatan produksi eritropoietin berbanding terbalik dengan kadar oksigen dalam jaringan. Dengan kata lain, produksi sel darah merah dikontrol oleh mekanisme umpan balik negatif sensitif terhadap jumlah oksigen yang mencapai jaringan darah. Apabila jaringan tidak menerima cakupan oksigen yang cukup, ginjal akan mengubah protein plasma menjadi hormon eritropoietin yang merangsang pembentukan eritrosit di sumsum tulang. Jika darah mengirimkan oksigen yang lebih banyak dibandingkan dengan darah yang dapat digunakan oleh jaringan, konsentrasi eritropoietin akan berkurang, maka produksi eritrosit akan diperlambat. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan peningkatan produksi sel darah merah:1-31. Kehilangan darah akibat hemoragi2. Hidup di dataran tinggi dalam jangka waktu yang lama3. Gagal jantung yang mengurangi aliran darah ke jaringan, atau penyakit paru yang mengurangi volume oksigen yang diabsorbsi darah

Pada saat eritrosit hampir matang, sel akan dilepas keluar dari sumsum tulang dan akan mencapai fase matang dalam aliran darah. Eritrosit memiliki waktu hidup selama 120 hari. Selebihnya, sel ini akan mengalami disintegrasi dan mati. Eritrosit yang telah mati akan diganti oleh sel-sel yang baru yang dihasilkan dari sumsum tulang. Apabila sel darah merah yang belum matang dilepas dalam jumlah yang lebih banyak dari normal, akan meningkatkan kadar retikulosit yang bersikulasi dan hal ini dikenali sebagai salah satu jenis anemia. Retikulosit merupakan eritrosit muda yang sitoplasmanya mengandung sisa-sisa ribosom dan RNA dari eritrosit pendahulunya.2Dalam pembentukan eritrosit, dibutuhkan beberapa faktor diet esensial. Tiga esensial terpenting:11. Zat besi. Diperlukan untuk sintesis hemoglobin oleh eritrosit. Zat ini didapatkan dan diserap dari makanan sehari-hari dan disimpan dalam jaringan, terutama pada hati.2. Tembaga. Merupakan bagian esensial dari protein yang diperlukan untuk merubah besi feri (Fe3+) menjadi besi fero (Fe2+) yang dapat dicerna di dalam tubuh.3. Vitamin tertentu seperti asam folat, vitamin C, dan vitamin B12 yang memiliki peranan dalam pertumbuhan normal eritrosit dan kematangan sel muda.

Kematian EritrositEritrosit biasanya bersikulasi selama 120 hari sebelum akhirnya menjadi rapuh dan mudah pecah. Walaupun eritrosit yang telah matang tidak memiliki nukleus, mitokondira, dan retikulum endoplasma, enzim sitoplasma dalam eritrosit mampu memproduksi ATP dalam waktu yang terbatas. Saat eritrosit mulai untuk berdisintegrasi, sel tersebut akan mengeluarkan hemoglobinnya ke dalam sirkulasi. Hemoglobin tersebut akan diurai di hati dan limpa.1,2Fragmen eritrosit yang telah rusak atau terdisintegrasi akan mengalami fagisitosis oleh makrofag di limpa, hati, sumsum tulang, dan jaringan tubuh lain. Proses ini termasuk ke dalam apoptosis yang merupakan mekanisme kematian sel secara fisiologis. Sel-sel yang tidak diperlukan akan dieliminasi oleh makrofag dalam tubuh. Selain bertanggung jawab untuk mengontrol jumlah sel dalam tubuh, apoptosis juga bertugas untuk menyingkirkan sel-sel yang berbahaya dalam tubuh.1,4Pada proses kematian eritrosit, globin yang merupakan bagian dari protein akan terdegradasi menjadi asam-asam amino yang akan digunakan kembali oleh tubuh untuk sinstesi protein selular. Hem, bagian yang mengandung zat besi, diubah menjadi biliverdin (pigmen hijau) terlebih dahulu sebelum menjadi bilirubin (pigmen kuning). Bilirubin kemudian dilepaskan ke plasma dan diserap hati, lalu disekresikan melalui feses sebagai empedu atau melalui urine. Sebagian zat besi lainnya yang dilepaskan oleh hem akan disimpan di hati dan limpa sampai digunakan kembali, untuk diperbaharui dalam sintesis HgA selanjutnya. Pada normalnya, proses kematian eritrosit memakan waktu yang sama dengan proses pembentukan.1,2StrukturEritrosit adalah korpuskel-korpuskel kecil yang memberi warna merah pada darah. Eritrosit berkembang pada sumsum tulang sebagai sel sejati, namun sebelum memasuki darah, eritrosit kehilangan nukleusnya sehingga tidak bisa lagi mensintesis protein yang memerlukan pengarahan DNA. Mitokondria dan organel lainnya juga hilang, hanya menyisakan sitoplasma yang terdiri dari hemoglobin. Eritrosit yang telah matang tidak memiliki nukleus, mitokondria, dan retikulum endoplasma. Meski pun tidak memiliki mitokondria, eritrosit dapat menghasilkan ATP secara eksklusif melalui proses metabolisme anerobik. Sangat tidak efektif apabila metabolisme eritrosit sendiri bersifat aerobic karena akan mengkonsumsi oksigen yang diangkutnya.3,5

Gambar 1. Sel Darah Merah yang Berbentuk Diskus Bikonkaf6

Eritrosit merupakan diskus bikonkaf, berbentuk bulat dengan cekungan di bagian tengahnya, dan memiliki diameter 7,65 milimikron dengan ketebalan maksimal 1,9 milimikron. Bentuk eritrosit yang bikonkaf dan ukurannya yang sangat kecil menjadikan luas permukaan membran plasma menjadi lebih besar hingga 20-30% daripada eritrosit yang berbentuk bulat. Luas total permukaan eritrosit pada orang dewasa adalah 3800 m2 atau sekitar 2000 kali lebih besar dari luas permukaan tubuh. Luas permukaan membran plasma yang lebih besar ini memungkinkan untuk proses cepat difusi oksigen dan karbon dioksida.1,2,5Eritrosit terbungkus oleh membran sel permeabilitas yang tinggi. Membran yang membungkus eritrosit ini bersifat elastis dan fleksibel sehingga memungkinkan eritrosit menembus kapilar atau pembuluh darah terkecil. Eritrosit dapat merubah bentuknya menjadi bentuk mangkok apabila akan melewati kapiler sempit. Deformasi ini adalah akibat dari kekuatan hidrodinamik dan tergantung pada kecepatan aliran. Bentuk eritrosit ini dipengaruhi oleh osmolaritas media di sekitarnya. Pada larutan hipotonik sedang, eritrosit membengkak dan mungkin akan berbentuk unikonkaf atau mangkok. Pada larutan yang lebih hipotonik, pembengkakan dapat membuat membran merenggang sehingga bocor, memungkinkan hemoglobin menyisakan kantong membran kosong. Pecahnya eritrosit hipotonik disebut hemolisis.Pada keadaan tertentu, eritrosit dapat memiliki tonjolan-tonjolan pendek sebanyak 10-30 buah pada permukaannya. Bentuk ini disebut echninosit dan keadaan ini disebut krenasi.

Gambar 2. Sel Darah Merah yang Mengalami Krenasi yang Terjerat dalam Anyaman Fibrin6

Eritrosit terdiri dari 200-300 juta hemoglobin yang merupakan pigmen pernafasan. Massa hemoglobin dalam sel mencapai 33% dari massa keseluruhan sel. Hemoglobin merupakan molekul yang tersusun dari protein globin dan terdiri dari empat rantai polipeptida yang melekat pada gugus hem yang mengandung zat besi. Pada orang dewasa, rantai polipeptidanya terdiri atas dua rantai alfa dan dua rantai betta yang identik dan masing-masing membawa gugus hemnya. Sedangkan pada janin, rantai polipeptidanya terdiri dari dua rantai alfa dan dua rantai gamma. Hemoglobin yang jenuh akan mengikat oksigen secara penuh atau total, sedangkan hemoglobin yang jenuh parsial akan mengikat oksigen dalam kadar kurang dari 100%.

FungsiEritrosit merupakan contoh sel yang memiliki struktur yang paling sesuai untuk fungsinya. Fungsi utama eritrosit adalah mentranspor oksigen ke seluruh jaringan melalui pengikatan hemoglobin terhadap oksigen. Selain dengan oksigen, eritrosit juga berikatan dengan karbon dioksida untuk ditranspor ke paru-paru. Sebagian besar karbon dioksida yang dibawa plasma berada dalam bentuk ion bikarbonat. Suatu enzim bernama karbonat anhidrase dalam eritrosit memungkinkan eritrosit untuk bereaksi dengan karbon dioksida membentuk ion bikarbonat. Karbonat anhidrase mengkatalisis reaksi antara karbon dioksida dengan air, sehingga meningkatkan kecepatan reaksi bolak balik ini hingga beberapa ribu kali lipat. Selain kedua fungsi di atas, eritrosit juga berperan penting dalam pengaturan asam basa darah. Hal ini dikarenakan ion bikarbonat dan hemoglobin merupakan buffer asam-basa.1,7Transportasi8Dalam proses melalui membran sel, eritrosit dapat mengalami transport aktif dan pasif. Transport aktif adalah perpindahan zat-zat melawan aliran perbedaan konsentrasi dan memerlukan energi. Sedangkan transport pasif adalah perpindahan zat-zat mengikuti aliran konsentrasi. Transport pasif terjadi melalui difusi dan osmosis, sedangkan transport aktif terjadi melalui proses transport aktif, eksositosis, dan endositosis.1. DifusiMerupakan perpindahan molekul-molekul suatu zat dari bagian yang berkonsentrasi tinggi ke bagian yang memiliki konsentrasi rendah. Difusi dapat terjadi melalui atau tanpa melalui membran. Dalam tingkatan sel, difusi dapat diartikan sebagai perpindahan molekul sel dari konsentrasi molekul yang lebih tinggi ke konsentrasi molekul yang lebih rendah. Pada sel darah merah, proses difusi terjadi pada penyaluran oksigen ke jaringan tubuh.2. OsmosisOsmosis adalah gerak cairan yang encer menuju cairan yang pekat melalui membran semipermeabel. Apabila kepekatan cairan di luar dan di dalam sel sama, maka keadaan akan isotonis dan tidak akan terjadi perubahan pada sel. Apabila cairan di luar lebih encer daripada cairan di dalam sel (hipotonis), maka air akan masuk ke dalam sel. Sedangkan apabila cairan di luar sel lebih pekat daripada di dalam sel, maka air dari dalam sel akan bergerak keluar (hipertonis). Pada kondisi hipotonis akan terjadi penggelembungan sel, sedangkan pada kondisi hipertonis akan terjadi pengerutan sel.3. Transport AktifTerjadi apabila sel secara aktif memindahkan zat-zat melewati membran sel dengan menggunakan ATP. Meski pun tidak memiliki mitokondira, sel darah dapat memproduksi ATP secara ekslusif melalui metabolisme anaerob. Transport aktif terjadi saat ukuran sebuah molekul terlalu besar untuk melewati membran sel darah merah. Agar dapat melewati membran sel, molekul tersebut akan diangkut secara aktif. Energi yang digunakan untuk transport aktif didapat dari pemecahan ATP menjadi ADP, fosfat, dan energi.

Ketonusan3,8Ketonusan pada dasarnya menyerupai proses osmosis. Dalam ketonusan sel darah merah, dikenal tiga kondisi antara pelarut dengan larutan, yaitu istonus, hipertonus, dan hipotonus. Peristiwa osmosis dapat dihentikan dengan menggunakan tekanan osmosis, yang dikenal sebagai rumus berikut:

PV = nRTP = tekananV = volume larutan dalam litern = jumlah mol zat terlarutR = tetapan gas (0,082 L atm mol-1K-1)T = suhu larutan (dalam Kelvin)

Tekanan osmosis hanya dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi partikel zat terlarut. Semakin besar konsentrasi suatu zat yang terlarut, maka ketonusannya akan semakin tinggi. Tekanan osmosis tidak dipengaruhi oleh jenis ion, jenis atom, dan jenis molekul.Nilai ketonusan sel darah merah adalah sama dengan ketonusan larutan NaCl 0,9% atau ketonusan larutan glukosa 5% (penggunaan pada klinik). Isotonus merupakan keadaan dimana kedua larutan memiliki tekanan osmosis atau ketonusan yang sama. Dengan kata lain, sel darah merah harus memiliki nilai ketonusan yang sama dengan nilai ketonusan salah satu larutan di atas. Hipotonus adalah keadaan dimana salah satu larutan memiliki nilai tekanan osmosis yang lebih rendah dibandingkan dengan larutan lainnya. Contohnya, larutan NaCl memiliki konsentrasi 0,3%. Artinya larutan NaCl hipotonus terhadap sel darah merah. Berbanding berbalik dengan hipotonus, hipertonus adalah keadaan dimana salah satu larutan memiliki nilai tekanan osmosis yang lebih tinggi dibanding larutan lainnya. Contohnya, larutan glukosa memiliki tekanan osmosis 6%. Artinya, larutan glukosa hipertonus terhadap sel darah merah.

Penutup

Eritrosit merupakan salah satu sel yang berperan penting untuk tubuh manusia. Diciptakan di sumsum tulang dan hanya mampu bertahan hingga 120 hari. Selebihnya, eritrosit akan terdisintegrasi secara apoptosis atau dimakan oleh makrofag dalam tubuh. Eritrosit yang telah mati akan digantikan oleh eritrosit yang baru. Dalam pembentukannya, eritrosit memerlukan hormon eritropoietin yang banyak diproduksi di ginjal. Selain eritropoietin, juga diperlukan hormone-hormon lainnya dan faktor esensial lainnya. Struktur eritrosit yang berbentuk cakram bikonkaf dan ukurannya yang sangat kecil sangat mendukung peran fungsinya, menjadikan luas permukaan membran plasma lebih besar, sehingga difusi oksigen ke seluruh tubuh menjadi lebih cepat. Transportasi eritrosit sendiri dapat terjadi secara aktif dan pasif. Ketonusan eritrosit sama dengan transport pasif osmosis, dimana dikenal tiga kondisi yang berhubungan dengan sel darah merah dengan larutan lainnya, yaitu isotonus, hipertonus, dan hipotonus.

Daftar Pustaka

1. Slonane E. Widyastuti P, editor. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.2. Corwin EJ. Komara E, Wahyuningsih E, Yulianti D, Karyuni PE, editor. Buku saku patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.3. Campbell, Reece, Mitchell. Manalu W, editor. Biologi. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2004.4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006. 5. Fawcett, Don W. Tambayong J, editor. Buku ajar histologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002.6. Diunduh dari piogama.ugm.ac.id, 28 Desember 2010.7. Komariah M. Mekanisme eritrosit. Diunduh dari www.unpad.ac.id, 29 Desember 2010.8. Firmansyah R, Mawardi A, Riandi MU. Mudah dan aktif belajar biologi. Jakarta: PT Setia Purna Inves; 2006.