Upload
mayahati-nazaya-manik
View
313
Download
28
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Hipertiroid; Tirotoksikosis ;Tinjauan Pustaka; Hypertiroid; Thyrotoxicosis
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hipertiroid dan Tiroitoksikosis
Hipertiroid dan tirotoksikosis adalah dua istilah yang sering dianggap
sama namun sesungguhnya berbeda meskipun keduanya umumnya saling
berkaitan. Hipertiroid didefinisikan sebagai adanya suatu hiperaktivitas dari
kelenjar tiroid sementara tirotoksitosis adalah suatu manifestasi klinis berupa
kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Namun, tirotoksikosis
umumnya disebabkan oleh hipertiroidisme yang disebabkan oleh penyakit Grave
(Grave’s disease), gondok multinodula toksik, dan adenoma toksik sehingga
sebagian orang sering menganggap kedua istilah tersebut adalah istilah yang sama
(Djokomoeljanto, 2006).
2.2 Klasifikasi Hipertiroid dan Tiroitoksikosis
Klasifikasi tirotoksikosis dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya. Pada
umumnya yang lebih sering terjadi adalah hipertiroidisme primer berupa Grave’s
disease, gondok multinodula toksik, dan adenoma toksik. Penyebab lainnya dapat
dilihat pada tabel berikut (Djokomoeljanto, 2006)
2.3 Epidemiologi Hipertiroid dan Tirotoksikosis
Data insiden dari studi populasi besar menunjukkan adanya angka perbandingan
yang signifikan antara pria dan wanita pengidap hipertiroid, yaitu 0.4 per 1000
pada wanita dan 0.1 per 1000 pada pria, akan tetapi penelitian mengenai insiden
hipertiroid yang berkaitan dengan kelompok usia memberikan hasil yang berbeda-
beda. Untuk Grave’s disease sendiri yang merupakan salah satu penyebab mayor
tirotoksikosis, usia puncak insiden adalah berkisar pada rentang usia 20 sampai
dengan 49 tahun in pada beberapa penelitian. Penelitian di Islandia menunjukkan
adanya pertambahan insiden seiring dengan umur dengan puncaknya pada usia
60–69 tahun dalam penelitian yang dilakukan di Swedia. Pada penelitian yang
2
3
Tabel 1. Penyebab tirotoksikosis
dilakukan pada populasi kulit gelap di Johannesburg, Afrika Selatan memberikan
hasil di mana populasi kulit hitam memiliki angka kejadian hipertiroidisme yang
10 kali lebih rendah dibandingkan dengan populasi kulit putih (0.09 per 1000
pada wanita and 0.007 per 1000 pada pria).
Pada survei kohort yang dilakukan oleh Wickham, rata-rata angka insiden
tahunan hipertiroidisme pada wanita adalah 0.8 per 1000 dah tidak ada kasus baru
yang didapatkan pada pria. Studi lainnya memberikan suatu perbandingan data
insiden, yang memberikan suatu dugaan di mana banyak kasus hipertiroidisme
yang tidak terdiagnosis kecuali dilakukan suatu pemeruksaan rutin. Pada
penelitian dengan populasi besar yang dilakukan di Skotlandia, ditemukan 620
insiden hipertiroidisme dengan angka insiden 0.77/1000 per tahunnya (95% CI):
0.70–0.84) pada wanita dan 0.14/1000 per tahunnya (95% CI: 0.12–0.18) pada
pria. Angka insiden dikatakan meningkat sesuai dengan usia, dan wanita memiliki
resiko 2 sampai delapan kali lebih besar terkena hipertiroidisme dibandingkan
pada pria pada semua kelompok usia. Penelitian lainnya juga menemukan adanya
suatu peningkatan insiden hipertiroid pada wanita namun tidak pada pria
sepanjang tahun 1997 hingga tahun 2001 (Vanderpump, 2011).
2.4 Jenis dan Penyebab Hipertiroidisme dan Tirotoksikosis
Umumnya 60-70% tirotoksikosis dan hipertiroidisme disebabkan oleh
4
Grave’s disease. Penyebab lainnya yang umum ditemukan adalah tiroiditis
sementara kelainan tirotoksikosis dan hipertiroidisme dengan penyebab lainnya
jarang ditemukan pada praktek sehari-hari.
a. Penyakit Grave’s
Hipertiroid terjadi pada penyakit Grave’s, yang umumnya yang ditandai
dengan mata yang kelihatan lebih besar karena kelopak mata atas akan
membesar, kadang-kadang satu atau dua mata akan tampak melotot.
Beberapa pasien tampak terjadi pembesaran kelenjar tiroid (goiter) pada
leher. Penyebab umum yang paling banyak (>70%) adalah produksi
berlebihan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Kondisi ini juga disebut
penyakit Grave’s atau Grave’s disease. Grave’s disease disebabkan oleh
antibodi dalam darah yang ada pada tiroid menyebabkan sekresi hormon
tiroid terus menerus dan dipengaruhi oleh riwayat keluarga dan sering terjadi
pada wanita. (Jameson dkk., 2005)
b. Tiroiditis
Penyebab lain dari hipertiroid adalah ditandai dengan adanya satu atau
lebih nodul atau benjolan pada tiroid yang tumbuh dan membesar yang
menggangu pasien.sehngga total output hormon tiroid dalam darah
meningkat dibanding normal, kondisi ini di ketahui sebagai toxic nodular
atau multi nodular goiter dan juga disebut sebagai tiroiditis, kondisi ini
disebabkan oleh masalah sistem hormon atau infeksi virus yang
menyebabkan kelenjar menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan.
(Jameson dkk., 2005)
2.5 Patogenesis Hipertiroidisme dan Tirotoksikosis
Penyebab hipertiroidisme dan tirotoksikosis umumnya bervariasi. Secara
fisiologis regulasi dari sekresi hormon tiroid diatur oleh hipotalamus-pituitari-
tiroid axis. Stress dan cuaca dingin pada bayi dapat memicu hipotalamus untuk
mensekresikan TRH (thyroid releasing hormone) yang kemudian merangsang
pituitary anterior untuk melepaskan TSH (thyroid stimulating hormone). TSH
kemudian merangsang kelenjar tiroid untuk melepaskan hormon tiroid yaitu T3
dan T4. T3 dan T4 memiliki efek untuk meningkatkan laju metabolik dan
5
produksi panas tubuh, memicu pertumbuhan dan perkembangan sistem syaraf
pusat, dan memacu aktivitas simpatetik. Keberadaan hormon T3 dan T4 dalam
sirkulasi kemudian memberikan suatu efek umpan balik pada kelenjar pituitari
anterior untuk menurunkan produksi TSH sehingga kelenjar tiroid memproduksi
lebih sedikit T3 dan T4.
Gambar 1. Skema Hipotalamus-Pituitari anterior-Tiroid aksis
Pada Grave’s disease, tubuh memproduksi thyroid-stimmulating
immunoglobulin (TSI) yang dikenal juga dengan long-acting thyroid stimulator
(LATS), suatu antibodi dengan target reseptor TSH pada sel-sel kelenjar tiroid.
TSI memiliki efek stimulasi sekresi dan pertumbuhan kelenjar tiroid sama seperti
TSH, akan tetapi TSI tidak memberikan suatu umpan balik negatif terhadap fungsi
kelenjar pituitari anterior layaknya TSH. Akibatnya baik sekresi maupun
pertumbuhan dari kelenjar tiroid menjadi berlebihan dan menyebabkan suatu
gangguan pada tubuh di mana salah satunya adalah tirotoksikosis. (Sherwood)
Penyebab lain seperti tiroiditis disebabkan oleh adanya infiltrasi dari sel
darah putih yang menyebabkan suatu kerusakan pada jaringan kelenjar tiroid.
Pada tiroiditis, dapat terjadi adanya suatu peningkatan hormon TSH disertai
dengan T3 dan T4 di mana terjadi ketidakseimbangan antara kedua hormon
tersebut. Infiltrat pada kelenjar tiroid juga membentuk suatu nodul yang sering
6
dikeluhkan oleh pasien sebagai suatu pembesaran atau penonjolan. Tiroiditis
dapat disebabkan oleh infeksi baik bakteri maupun virus. (Jameson dkk., 2005)
Gambar 2. Skema tiroiditis Hashimoto
Tiroiditis lainnya yang umum terjadi adalah Hashimoto tiroiditis dan
merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan kondisi hipotiroid. Perlu diberi
perhatian bahwa tidak semua tiroiditis menyebabkan kondisi hipertiroid dan justru
tiroiditis yang paling umum (Hashimoto) menyebabkan suatu kondisi
hipotiroidisme. Pada tahap awal inisiasi, Sel yang menghasilkan antigen (APC),
menginfiltrasi kelenjar tiroid. Infiltrasi dapat terjadi karena ada faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi (diet iodine, toksin atau infeksi virus, dan lain-
lain) yang menyebabkan pengeluaran tirosit dan melepaskan protein spesifik dari
tiroid. Protein ini berguna sebagai sumber dari peptida antigen diri yang berada
pada permukaan sel dari APC setelah proses. Sehubungan dengan meningkatnya
autoantigen, APC akan masuk ke kelenjar limfa kering. Fase sentral dimulai
dalam kelenjar limfa kering dimana terjadi interaksi antar APC, autoreaktif (AR),
dan sel T (yang menjadi daya tahan dari hasil disregulasi atau breakage dari
7
toleransi imun dan sel B yang merupakan hasil dari produksi autoantibodi tiroid).
Pada tahap selanjutnya, antigen memproduksi limfosit B, sel T sitotoksik, dan
makrofag yang kemudian menginfiltrasi dan berkumpul di dalam tiroid melalui
ekspansi klon limfosit dan propagasi dari jaringan limfa yang berada pada kelenjar
tiroid. Proses ini biasanya disebut dengan mediasi dari T helper tipe 1 (TH1) sel
yang mengatur sekresi sitokin (interleukin-12, interferon dan faktor nekrotik
tumor). Pada tahap akhir, generasi autoreaktif dari sel T, sel B dan antibodi
menyebabkan deplesi masif dari tirosit melalui antibody-dependent, sitokin
mediated dan mekanisme apoptosis yang menjadi hipotiroid dan penyakit
hashimoto tiroiditis (Chistiakov, 2005)
Penyebab tirotoksikosis lainnya yang lebih jarang adalah iatrogenik atau
disebabkan oleh suatu pengobatan. Adapun kondisi yang dapat menyebabkan
tirotoksikosis adalah tiroiditis subakut (akibat infiltrasi limfosit, kerusakan sel,
trauma, radiasi) dengan pelepasan hormon pada sistem sirkulasi, konsumsi
berlebihan hormon tiroid, dan iodine-induced hyperthyroidism (kontras radiologi,
antiseptik topikal, dan obat-obatan lainnya) (Meurisse, 2000).
2.6 Faktor Penyebab Hipertiroid dan Tirotoksikosis
Adapun faktor utama yang berkaitan dengan hipertiroid dan tirotoksikosis
adalah jenis kelamin dan usia. Seperti telah dibahas pada bagian epidemiologi,
insiden hipertiroid ditemukan lebih banyak pada wanita dengan perbandingan
wanita 4 sampai 8 kali lebih berisiko dibandingkan pada pria (Vaanderpump,
2011). Faktor usia dikatakan pada beberapa penelitian bahwa kelompok populasi
dengan rentang usia yang lebih tua lebih berisiko untuk terkena hipertiroid,
umumnya acuan usia yang dipakai adalah di atas 50 tahun.
Faktor-faktor lainnya yang dapat berpengaruh terhadap hipertiroid dan
tirotoksikosis adalah (Djokomoeljanto, 2006):
1. Riwayat keluarga penderita penyakit tiroid
2. Memiliki riwayat penyakit seperti DM tipe I, rheumatoid arthritis, dan
penyakit autoimun lainnya
3. Telah mengkonsumsi obat-obatan anti-tiroid (untuk hipertiroidisme
sebelumnya) atau telah menjalani terapi radioaktif iodin (terapi kanker
8
tiroid)
4. Riwayat operasi tiroid sebelumnya (menjalani operasi pengangkatan
kelenjar tiroid sebelumnya)
5. Mengalami radiasi di bagian leher atau dada bagian atas.
2.7 Manifestasi Klinis Hipertiroid dan Tirotoksikosis
Gejala pada penderita hipertiroid dapat bermacam-macam baik yang
spesifik mengarah pada Grave’s disease maupun yang umum terdapat pada setiap
kasus tirotoksikosis. Manifestasi klinis bergantung pada tingkat keparahan
tirotoksikosis, durasi penyakit, dan kemampuan individu dalam sekresi hormon
tiroid. Pada pasien dengan usia tua, keluhan berupa penurunan berat badannya
umumnya lebih sering dijumpai dengan keluhan lainnya yang lebih ringan.
Tirotokikosis juga dapat menyebabkan adanya penurunan berat badan meskipun
ada peningkatan nafsu makan karena adanya peningkatan laju metabolic\k tubuh.
Pada sebagian kecil pasien, terjadi peningkatan berat badan karena meningkatnya
juga asupan makanan (5%).
Gejala lain adalah hiperaktivitas, gelisah, dan emosional sehingga
menyebabkan beberapa pasien merasa cepat lelah. Insomnia dan keseulitan
berkonsentrasi juga dapat terjadi dan sering keliru didiagnosis dengan depresi
terutama pada pasien dengan usia tua. Pada penderita sering dijumpai pula tremor
halus pada jari-jari tangan. Defisit neurologis yang jarang terjadi pada penderita
adalah misalnya chorea dan kejang-kejang akibat hipokalemia.
Manifestasi kardiovaskular yang paling sering muncul adalah sinus
takikardi dan sering bersamaan dengan palpitasi yang umumnya disebabkan oleh
supraventikular takikardi. Fibrilasi atrial juga dapat terjadi terutama pada pasien
dengan usia di atas 50 tahun.
Pasien umumnya memiliki kulit yang hangat dan lembab dan sering
mengeluarkan keringat yang banyak dan tidak tahan terhadap cuaca yang hangat
atau panas. Pada kulit juga dapat ditemukan adanya eritema palmar, pruritus,
urtikari dan hiperpigmentasi difus. Sebanyak 40% pasien juga dilaporkan
mengalami alopesia dan penipisan rambut.
Waktu transit pada saluran pencernaan menurun sehingga dapat terjadi
9
peningkatan frekuensi buang air besar, kadang-kadang dengan diare ato
statorrhea. Pada wanita, gangguan reproduksi yang dapat terjadi adalah
oligomenorrhea atau amenorrhea. Pada pria dapat terjadi penurunan fungsi
seksual dan pada kasus yang jarang dapat terjadi ginekomastia.
Efek langsung hormon tiroid dapat berpengaruh terhadap resorpsi tulang
dan dapat menyebabkan osteopenia pada tirotoksikosis yang telah berlangsung
lama. Hiperkalsemia akibat resorpsi yang meningkat terjadi pada 20% pasien dan
lebih sering terjadi hiperkalsiuria. Pada pasien dengan riwayat tirotoksikosis
sebelumnya juga dilaporkan memiliki risiko fraktur tulang yang sedikit
meningkat.
Pada penderita Grave’s disease, kelenjar tiroid umumnya membesar dua
hingga tiga kali dari ukuran sebenarnya. Konsistensi keras namun tidak sekeras
pada multinodular goiter. Apabila dilakukan auskultasi pada kelenjar yang
membesar, dapat terdengar adanya thrill atau bruit yang disebabkan oleh
peningkatan vaskularitas dan sirkulasi yang hiperdinamik. Pada mata, dapat
ditemukan retraksi kelopak mata sehingga mata terlihat melotot. Retraksi dapat
terjadi baik pada tirotoksikosis akibat Grave’s disease maupun bentuk
tirotoksikosis lainnya sebagai bentuk dari overaktifitas dari syaraf simpatetik.
Gejala yang spesifik dari Grave’s disease sendiri adalah Grave’s ophtalmopathy
di mana terjadi suatu retensi cairan di belakang bola mata sehingga bola mata
terlihat menonjol keluar. Pada kaki juga terdapat adanya bercak-bercak
kemerahan dan clubbing pada jari-jari kaki. (Jameson dkk., 2005)
2.8 Diagnosis Hipertiroidisme
Pemeriksaan fisik dan anamnesis dilakukan sesuai dengan keluhan pasien
pada saat datang dan dapat dilakukan assessment menggunakan skor Wayne dan
Newcastle untuk menentukan apakah seorang pasien menderita hipertiroid atau
tidak. Pemeriksaan penunjang kemudian dilakukan untuk menentukan diagnosis
anatomis, status tiroid, dan etiologi.
10
Tabel 2. Gejala dan tanda hipertiroidisme dan penyakit Grave
Pada pemeriksaan laboratorium penunjang diagnosis, fungsi tiroid diperiksa
dengan kadar TT4 dan TT3 (T~ total) dengan kadang-kadang diukur pula fT4 dan
fT3, dan juga pemeriksaan kadar TSH. Untuk pemeriksaan rutin seringkali hanya
dibutuhkan pemeriksaan T4 karena TSH tersupresi padahal keadaan membaik
(lazy pituitary). Pada pasien dengan Grave’s disease, pemeriksaan menggunakan
eksoftalmometer Herthl mungkin diperlukan. Pasien dengan usia yang telah lanjut
perlu membutuhkan perhatian khusus karena gejala yang timbul jauh berbeda
dengan pasien dengan usia yang lebih muda seperti penurunan berat badan yang
mecolok, nafsu makan menurun disertai mual muntah dan sakit perut, gejala
kardiovaskular seperti fibrilasi atrial dan blok jantung, tanda pada mata yang
sering tidak ada, dan bukannya gelisah akan tetapi apatis (Djokomoeljanto, 2006).
11
Tabel 3. Diagnosis hipertiroidisme dengan indeks Wayne
Tabel 4. Diagnosis hipertiroidisme dengan indeks Newcastle
12
2.9 Komplikasi Hipertiroid dan Tirotoksikosis
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:
1. Thyroid Storm
Adapun kondisi tiroid storm atau krisis tiroid adalah suatu kondisi yang
sangat membahayakan namun jarang terjadi, di mana terjadi suatu
tirotoksikosis yang sangat hebat yang menyebabkan dekompensasi satu
atau lebih sistem organ. Umumnya ditandai dengan hipertermia,
penurunan kesadaran, dan mengehebatnya tanda-tanda tirotoksikosis.
Hingga saat ini belum ditemukan penyebab yang jelas, akan tetapi
umumnya ada faktor pemicu yang menyebabkan seperti misalnya operasi.
(Djokomoeljanto, 2006)
2. Arritmia dan henti jantung
Aritmia dan henti jantung dapat terjadi akibat hiperkalsemia pada darah
yang disebabkan oleh peningkatan fungsi kelenjar tiroid.
3. Hipertensi sistolik yang dapat menyebabkan komplikasi jangka panjang.
(Jameson dkk., 2005)
2.10 Penatalaksanaan Hipertiroid dan Tirotoksikosis
Pengobatan pada hipertiroid sangat tergantung dari etiologi tirotoksikosis,
usia pasien, riwayat alamiah penyakit, tersedianya modalitas pengobatan, situasi
pasien, dan resiko pengobatan. Pengobatan tiroksitosis dapat dibagi menjadi terapi
tirostatika, tiroidektomi, dan iodin radioaktif (Djokomoeljanto, 2006)
a. Tirostatika (obat anti tiroid)
Umumnya yang penting untuk digunakan adalah kelompok derivat
tiomidazol (CBZ, karbimazol 5 mg, MTZ, metimazol atau tiamazol, 5, 10,
30 mg) dan kelompok derivat tiourasil (PTU, propiltiourasil, 50 mg, 100
mg). Dalam penggunaan obat anti tiroid, digunakan 2 cara, yaitu
berdasarkan titrasi: digunakan dosis besar terlebih dahulu, kemudian
perlahan-lahan diturunkan seraya melihat klinis dari pasien sampai dosis
terendah di mana pasien masih mengalami keadaan eutiroidisme. Metode
kedua disebut dengan blok-substitusi di mana obat diberikan dalam dosis
yang besar terus-menerus dan apabila terjadi keadaan hipotiroidisme,
13
maka ditambahkan hormon tiroksin hingga kondisi pasien kembali
menjadi eutiroid. Efek samping yang dapat terjadi selama pengobatan
adalah rash, urtikaria, demam, malaise, alergi, nyeri otot, arthralgia, dan
yang paling berbahaya adalah agranulositosis. Obat-obatan lain yang
digunakan untuk meredakan gejala adalah golongan ẞ-blocker seperti
misalnya propranolol dan bisoprolol.
Tabel 5. Obat anti tiroid
b. Tiroidektomi
Operasi tiroidektomi perlu dipersiapkan dengan baik di mana angka
mortalitas dan morbiditas menjadi sangat tinggi apabila persiapan tidak
dilakukan dengan matang. Prinsip utama dari dilakukannya tiroidektomi
adalah operasi hanya dilakukan apabila pasien dalam keadaan eutiroid,
baik secara klinis maupun secara kimiawi. Plumerisasi diberikan 3-5 tetes
solusio lugol fortiori 7-10 jam perioperatif untuk induksi involusi dan
mengurangi vaskularitas tiroid. Pengangkatan kelenjar tiroid dilakukan
secara total atau dengan menyisakan bagian kelenjar kira-kira seujung ibu
14
jari. Pemantauan setelah operasi perlu dilakukan untuk melihat apakah ada
remisi, hipotiroidisme, atau residif.
c. Iodin radioaktif
Merupakan pengobatan lini pertama pada pasien Grave’s disease di mana
70% pasien diterapi dengan menggunakan iodin radioaktif. Merupakan
kontraindikasi pada wanita hamil. Pemantauan pasca terapi perlu
dilakukan terutama untuk melihat apakah ada hipotiroidisme atau tidak.
Kehamilan dalam jangka waktu 6 bulan setelah terapi iodin radioaktif juga
tidak disarankan.