19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Hipertiroid dan Tiroitoksikosis Hipertiroid dan tirotoksikosis adalah dua istilah yang sering dianggap sama namun sesungguhnya berbeda meskipun keduanya umumnya saling berkaitan. Hipertiroid didefinisikan sebagai adanya suatu hiperaktivitas dari kelenjar tiroid sementara tirotoksitosis adalah suatu manifestasi klinis berupa kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Namun, tirotoksikosis umumnya disebabkan oleh hipertiroidisme yang disebabkan oleh penyakit Grave (Grave’s disease), gondok multinodula toksik, dan adenoma toksik sehingga sebagian orang sering menganggap kedua istilah tersebut adalah istilah yang sama (Djokomoeljanto, 2006). 2.2 Klasifikasi Hipertiroid dan Tiroitoksikosis Klasifikasi tirotoksikosis dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya. Pada umumnya yang lebih sering terjadi adalah hipertiroidisme primer berupa Grave’s disease, gondok multinodula toksik, dan adenoma toksik. Penyebab lainnya dapat dilihat pada tabel berikut (Djokomoeljanto, 2006) 2.3 Epidemiologi Hipertiroid dan Tirotoksikosis 2

Tinjauan Pustaka Hipertiroid

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Hipertiroid; Tirotoksikosis ;Tinjauan Pustaka; Hypertiroid; Thyrotoxicosis

Citation preview

Page 1: Tinjauan Pustaka Hipertiroid

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hipertiroid dan Tiroitoksikosis

Hipertiroid dan tirotoksikosis adalah dua istilah yang sering dianggap

sama namun sesungguhnya berbeda meskipun keduanya umumnya saling

berkaitan. Hipertiroid didefinisikan sebagai adanya suatu hiperaktivitas dari

kelenjar tiroid sementara tirotoksitosis adalah suatu manifestasi klinis berupa

kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Namun, tirotoksikosis

umumnya disebabkan oleh hipertiroidisme yang disebabkan oleh penyakit Grave

(Grave’s disease), gondok multinodula toksik, dan adenoma toksik sehingga

sebagian orang sering menganggap kedua istilah tersebut adalah istilah yang sama

(Djokomoeljanto, 2006).

2.2 Klasifikasi Hipertiroid dan Tiroitoksikosis

Klasifikasi tirotoksikosis dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya. Pada

umumnya yang lebih sering terjadi adalah hipertiroidisme primer berupa Grave’s

disease, gondok multinodula toksik, dan adenoma toksik. Penyebab lainnya dapat

dilihat pada tabel berikut (Djokomoeljanto, 2006)

2.3 Epidemiologi Hipertiroid dan Tirotoksikosis

Data insiden dari studi populasi besar menunjukkan adanya angka perbandingan

yang signifikan antara pria dan wanita pengidap hipertiroid, yaitu 0.4 per 1000

pada wanita dan 0.1 per 1000 pada pria, akan tetapi penelitian mengenai insiden

hipertiroid yang berkaitan dengan kelompok usia memberikan hasil yang berbeda-

beda. Untuk Grave’s disease sendiri yang merupakan salah satu penyebab mayor

tirotoksikosis, usia puncak insiden adalah berkisar pada rentang usia 20 sampai

dengan 49 tahun in pada beberapa penelitian. Penelitian di Islandia menunjukkan

adanya pertambahan insiden seiring dengan umur dengan puncaknya pada usia

60–69 tahun dalam penelitian yang dilakukan di Swedia. Pada penelitian yang

2

Page 2: Tinjauan Pustaka Hipertiroid

3

Tabel 1. Penyebab tirotoksikosis

dilakukan pada populasi kulit gelap di Johannesburg, Afrika Selatan memberikan

hasil di mana populasi kulit hitam memiliki angka kejadian hipertiroidisme yang

10 kali lebih rendah dibandingkan dengan populasi kulit putih (0.09 per 1000

pada wanita and 0.007 per 1000 pada pria).

Pada survei kohort yang dilakukan oleh Wickham, rata-rata angka insiden

tahunan hipertiroidisme pada wanita adalah 0.8 per 1000 dah tidak ada kasus baru

yang didapatkan pada pria. Studi lainnya memberikan suatu perbandingan data

insiden, yang memberikan suatu dugaan di mana banyak kasus hipertiroidisme

yang tidak terdiagnosis kecuali dilakukan suatu pemeruksaan rutin. Pada

penelitian dengan populasi besar yang dilakukan di Skotlandia, ditemukan 620

insiden hipertiroidisme dengan angka insiden 0.77/1000 per tahunnya (95% CI):

0.70–0.84) pada wanita dan 0.14/1000 per tahunnya (95% CI: 0.12–0.18) pada

pria. Angka insiden dikatakan meningkat sesuai dengan usia, dan wanita memiliki

resiko 2 sampai delapan kali lebih besar terkena hipertiroidisme dibandingkan

pada pria pada semua kelompok usia. Penelitian lainnya juga menemukan adanya

suatu peningkatan insiden hipertiroid pada wanita namun tidak pada pria

sepanjang tahun 1997 hingga tahun 2001 (Vanderpump, 2011).

2.4 Jenis dan Penyebab Hipertiroidisme dan Tirotoksikosis

Umumnya 60-70% tirotoksikosis dan hipertiroidisme disebabkan oleh

Page 3: Tinjauan Pustaka Hipertiroid

4

Grave’s disease. Penyebab lainnya yang umum ditemukan adalah tiroiditis

sementara kelainan tirotoksikosis dan hipertiroidisme dengan penyebab lainnya

jarang ditemukan pada praktek sehari-hari.

a. Penyakit Grave’s

Hipertiroid terjadi pada penyakit Grave’s, yang umumnya yang ditandai

dengan mata yang kelihatan lebih besar karena kelopak mata atas akan

membesar, kadang-kadang satu atau dua mata akan tampak melotot.

Beberapa pasien tampak terjadi pembesaran kelenjar tiroid (goiter) pada

leher. Penyebab umum yang paling banyak (>70%) adalah produksi

berlebihan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Kondisi ini juga disebut

penyakit Grave’s atau Grave’s disease. Grave’s disease disebabkan oleh

antibodi dalam darah yang ada pada tiroid menyebabkan sekresi hormon

tiroid terus menerus dan dipengaruhi oleh riwayat keluarga dan sering terjadi

pada wanita. (Jameson dkk., 2005)

b. Tiroiditis

Penyebab lain dari hipertiroid adalah ditandai dengan adanya satu atau

lebih nodul atau benjolan pada tiroid yang tumbuh dan membesar yang

menggangu pasien.sehngga total output hormon tiroid dalam darah

meningkat dibanding normal, kondisi ini di ketahui sebagai toxic nodular

atau multi nodular goiter dan juga disebut sebagai tiroiditis, kondisi ini

disebabkan oleh masalah sistem hormon atau infeksi virus yang

menyebabkan kelenjar menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan.

(Jameson dkk., 2005)

2.5 Patogenesis Hipertiroidisme dan Tirotoksikosis

Penyebab hipertiroidisme dan tirotoksikosis umumnya bervariasi. Secara

fisiologis regulasi dari sekresi hormon tiroid diatur oleh hipotalamus-pituitari-

tiroid axis. Stress dan cuaca dingin pada bayi dapat memicu hipotalamus untuk

mensekresikan TRH (thyroid releasing hormone) yang kemudian merangsang

pituitary anterior untuk melepaskan TSH (thyroid stimulating hormone). TSH

kemudian merangsang kelenjar tiroid untuk melepaskan hormon tiroid yaitu T3

dan T4. T3 dan T4 memiliki efek untuk meningkatkan laju metabolik dan

Page 4: Tinjauan Pustaka Hipertiroid

5

produksi panas tubuh, memicu pertumbuhan dan perkembangan sistem syaraf

pusat, dan memacu aktivitas simpatetik. Keberadaan hormon T3 dan T4 dalam

sirkulasi kemudian memberikan suatu efek umpan balik pada kelenjar pituitari

anterior untuk menurunkan produksi TSH sehingga kelenjar tiroid memproduksi

lebih sedikit T3 dan T4.

Gambar 1. Skema Hipotalamus-Pituitari anterior-Tiroid aksis

Pada Grave’s disease, tubuh memproduksi thyroid-stimmulating

immunoglobulin (TSI) yang dikenal juga dengan long-acting thyroid stimulator

(LATS), suatu antibodi dengan target reseptor TSH pada sel-sel kelenjar tiroid.

TSI memiliki efek stimulasi sekresi dan pertumbuhan kelenjar tiroid sama seperti

TSH, akan tetapi TSI tidak memberikan suatu umpan balik negatif terhadap fungsi

kelenjar pituitari anterior layaknya TSH. Akibatnya baik sekresi maupun

pertumbuhan dari kelenjar tiroid menjadi berlebihan dan menyebabkan suatu

gangguan pada tubuh di mana salah satunya adalah tirotoksikosis. (Sherwood)

Penyebab lain seperti tiroiditis disebabkan oleh adanya infiltrasi dari sel

darah putih yang menyebabkan suatu kerusakan pada jaringan kelenjar tiroid.

Pada tiroiditis, dapat terjadi adanya suatu peningkatan hormon TSH disertai

dengan T3 dan T4 di mana terjadi ketidakseimbangan antara kedua hormon

tersebut. Infiltrat pada kelenjar tiroid juga membentuk suatu nodul yang sering

Page 5: Tinjauan Pustaka Hipertiroid

6

dikeluhkan oleh pasien sebagai suatu pembesaran atau penonjolan. Tiroiditis

dapat disebabkan oleh infeksi baik bakteri maupun virus. (Jameson dkk., 2005)

Gambar 2. Skema tiroiditis Hashimoto

Tiroiditis lainnya yang umum terjadi adalah Hashimoto tiroiditis dan

merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan kondisi hipotiroid. Perlu diberi

perhatian bahwa tidak semua tiroiditis menyebabkan kondisi hipertiroid dan justru

tiroiditis yang paling umum (Hashimoto) menyebabkan suatu kondisi

hipotiroidisme. Pada tahap awal inisiasi, Sel yang menghasilkan antigen (APC),

menginfiltrasi kelenjar tiroid. Infiltrasi dapat terjadi karena ada faktor-faktor

lingkungan yang mempengaruhi (diet iodine, toksin atau infeksi virus, dan lain-

lain) yang menyebabkan pengeluaran tirosit dan melepaskan protein spesifik dari

tiroid. Protein ini berguna sebagai sumber dari peptida antigen diri yang berada

pada permukaan sel dari APC setelah proses. Sehubungan dengan meningkatnya

autoantigen, APC akan masuk ke kelenjar limfa kering. Fase sentral dimulai

dalam kelenjar limfa kering dimana terjadi interaksi antar APC, autoreaktif (AR),

dan sel T (yang menjadi daya tahan dari hasil disregulasi atau breakage dari

Page 6: Tinjauan Pustaka Hipertiroid

7

toleransi imun dan sel B yang merupakan hasil dari produksi autoantibodi tiroid).

Pada tahap selanjutnya, antigen memproduksi limfosit B, sel T sitotoksik, dan

makrofag yang kemudian menginfiltrasi dan berkumpul di dalam tiroid melalui

ekspansi klon limfosit dan propagasi dari jaringan limfa yang berada pada kelenjar

tiroid. Proses ini biasanya disebut dengan mediasi dari T helper tipe 1 (TH1) sel

yang mengatur sekresi sitokin (interleukin-12, interferon dan faktor nekrotik

tumor). Pada tahap akhir, generasi autoreaktif dari sel T, sel B dan antibodi

menyebabkan deplesi masif dari tirosit melalui antibody-dependent, sitokin

mediated dan mekanisme apoptosis yang menjadi hipotiroid dan penyakit

hashimoto tiroiditis (Chistiakov, 2005)

Penyebab tirotoksikosis lainnya yang lebih jarang adalah iatrogenik atau

disebabkan oleh suatu pengobatan. Adapun kondisi yang dapat menyebabkan

tirotoksikosis adalah tiroiditis subakut (akibat infiltrasi limfosit, kerusakan sel,

trauma, radiasi) dengan pelepasan hormon pada sistem sirkulasi, konsumsi

berlebihan hormon tiroid, dan iodine-induced hyperthyroidism (kontras radiologi,

antiseptik topikal, dan obat-obatan lainnya) (Meurisse, 2000).

2.6 Faktor Penyebab Hipertiroid dan Tirotoksikosis

Adapun faktor utama yang berkaitan dengan hipertiroid dan tirotoksikosis

adalah jenis kelamin dan usia. Seperti telah dibahas pada bagian epidemiologi,

insiden hipertiroid ditemukan lebih banyak pada wanita dengan perbandingan

wanita 4 sampai 8 kali lebih berisiko dibandingkan pada pria (Vaanderpump,

2011). Faktor usia dikatakan pada beberapa penelitian bahwa kelompok populasi

dengan rentang usia yang lebih tua lebih berisiko untuk terkena hipertiroid,

umumnya acuan usia yang dipakai adalah di atas 50 tahun.

Faktor-faktor lainnya yang dapat berpengaruh terhadap hipertiroid dan

tirotoksikosis adalah (Djokomoeljanto, 2006):

1. Riwayat keluarga penderita penyakit tiroid

2. Memiliki riwayat penyakit seperti DM tipe I, rheumatoid arthritis, dan

penyakit autoimun lainnya

3. Telah mengkonsumsi obat-obatan anti-tiroid (untuk hipertiroidisme

sebelumnya) atau telah menjalani terapi radioaktif iodin (terapi kanker

Page 7: Tinjauan Pustaka Hipertiroid

8

tiroid)

4. Riwayat operasi tiroid sebelumnya (menjalani operasi pengangkatan

kelenjar tiroid sebelumnya)

5. Mengalami radiasi di bagian leher atau dada bagian atas.

2.7 Manifestasi Klinis Hipertiroid dan Tirotoksikosis

Gejala pada penderita hipertiroid dapat bermacam-macam baik yang

spesifik mengarah pada Grave’s disease maupun yang umum terdapat pada setiap

kasus tirotoksikosis. Manifestasi klinis bergantung pada tingkat keparahan

tirotoksikosis, durasi penyakit, dan kemampuan individu dalam sekresi hormon

tiroid. Pada pasien dengan usia tua, keluhan berupa penurunan berat badannya

umumnya lebih sering dijumpai dengan keluhan lainnya yang lebih ringan.

Tirotokikosis juga dapat menyebabkan adanya penurunan berat badan meskipun

ada peningkatan nafsu makan karena adanya peningkatan laju metabolic\k tubuh.

Pada sebagian kecil pasien, terjadi peningkatan berat badan karena meningkatnya

juga asupan makanan (5%).

Gejala lain adalah hiperaktivitas, gelisah, dan emosional sehingga

menyebabkan beberapa pasien merasa cepat lelah. Insomnia dan keseulitan

berkonsentrasi juga dapat terjadi dan sering keliru didiagnosis dengan depresi

terutama pada pasien dengan usia tua. Pada penderita sering dijumpai pula tremor

halus pada jari-jari tangan. Defisit neurologis yang jarang terjadi pada penderita

adalah misalnya chorea dan kejang-kejang akibat hipokalemia.

Manifestasi kardiovaskular yang paling sering muncul adalah sinus

takikardi dan sering bersamaan dengan palpitasi yang umumnya disebabkan oleh

supraventikular takikardi. Fibrilasi atrial juga dapat terjadi terutama pada pasien

dengan usia di atas 50 tahun.

Pasien umumnya memiliki kulit yang hangat dan lembab dan sering

mengeluarkan keringat yang banyak dan tidak tahan terhadap cuaca yang hangat

atau panas. Pada kulit juga dapat ditemukan adanya eritema palmar, pruritus,

urtikari dan hiperpigmentasi difus. Sebanyak 40% pasien juga dilaporkan

mengalami alopesia dan penipisan rambut.

Waktu transit pada saluran pencernaan menurun sehingga dapat terjadi

Page 8: Tinjauan Pustaka Hipertiroid

9

peningkatan frekuensi buang air besar, kadang-kadang dengan diare ato

statorrhea. Pada wanita, gangguan reproduksi yang dapat terjadi adalah

oligomenorrhea atau amenorrhea. Pada pria dapat terjadi penurunan fungsi

seksual dan pada kasus yang jarang dapat terjadi ginekomastia.

Efek langsung hormon tiroid dapat berpengaruh terhadap resorpsi tulang

dan dapat menyebabkan osteopenia pada tirotoksikosis yang telah berlangsung

lama. Hiperkalsemia akibat resorpsi yang meningkat terjadi pada 20% pasien dan

lebih sering terjadi hiperkalsiuria. Pada pasien dengan riwayat tirotoksikosis

sebelumnya juga dilaporkan memiliki risiko fraktur tulang yang sedikit

meningkat.

Pada penderita Grave’s disease, kelenjar tiroid umumnya membesar dua

hingga tiga kali dari ukuran sebenarnya. Konsistensi keras namun tidak sekeras

pada multinodular goiter. Apabila dilakukan auskultasi pada kelenjar yang

membesar, dapat terdengar adanya thrill atau bruit yang disebabkan oleh

peningkatan vaskularitas dan sirkulasi yang hiperdinamik. Pada mata, dapat

ditemukan retraksi kelopak mata sehingga mata terlihat melotot. Retraksi dapat

terjadi baik pada tirotoksikosis akibat Grave’s disease maupun bentuk

tirotoksikosis lainnya sebagai bentuk dari overaktifitas dari syaraf simpatetik.

Gejala yang spesifik dari Grave’s disease sendiri adalah Grave’s ophtalmopathy

di mana terjadi suatu retensi cairan di belakang bola mata sehingga bola mata

terlihat menonjol keluar. Pada kaki juga terdapat adanya bercak-bercak

kemerahan dan clubbing pada jari-jari kaki. (Jameson dkk., 2005)

2.8 Diagnosis Hipertiroidisme

Pemeriksaan fisik dan anamnesis dilakukan sesuai dengan keluhan pasien

pada saat datang dan dapat dilakukan assessment menggunakan skor Wayne dan

Newcastle untuk menentukan apakah seorang pasien menderita hipertiroid atau

tidak. Pemeriksaan penunjang kemudian dilakukan untuk menentukan diagnosis

anatomis, status tiroid, dan etiologi.

Page 9: Tinjauan Pustaka Hipertiroid

10

Tabel 2. Gejala dan tanda hipertiroidisme dan penyakit Grave

Pada pemeriksaan laboratorium penunjang diagnosis, fungsi tiroid diperiksa

dengan kadar TT4 dan TT3 (T~ total) dengan kadang-kadang diukur pula fT4 dan

fT3, dan juga pemeriksaan kadar TSH. Untuk pemeriksaan rutin seringkali hanya

dibutuhkan pemeriksaan T4 karena TSH tersupresi padahal keadaan membaik

(lazy pituitary). Pada pasien dengan Grave’s disease, pemeriksaan menggunakan

eksoftalmometer Herthl mungkin diperlukan. Pasien dengan usia yang telah lanjut

perlu membutuhkan perhatian khusus karena gejala yang timbul jauh berbeda

dengan pasien dengan usia yang lebih muda seperti penurunan berat badan yang

mecolok, nafsu makan menurun disertai mual muntah dan sakit perut, gejala

kardiovaskular seperti fibrilasi atrial dan blok jantung, tanda pada mata yang

sering tidak ada, dan bukannya gelisah akan tetapi apatis (Djokomoeljanto, 2006).

Page 10: Tinjauan Pustaka Hipertiroid

11

Tabel 3. Diagnosis hipertiroidisme dengan indeks Wayne

Tabel 4. Diagnosis hipertiroidisme dengan indeks Newcastle

Page 11: Tinjauan Pustaka Hipertiroid

12

2.9 Komplikasi Hipertiroid dan Tirotoksikosis

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:

1. Thyroid Storm

Adapun kondisi tiroid storm atau krisis tiroid adalah suatu kondisi yang

sangat membahayakan namun jarang terjadi, di mana terjadi suatu

tirotoksikosis yang sangat hebat yang menyebabkan dekompensasi satu

atau lebih sistem organ. Umumnya ditandai dengan hipertermia,

penurunan kesadaran, dan mengehebatnya tanda-tanda tirotoksikosis.

Hingga saat ini belum ditemukan penyebab yang jelas, akan tetapi

umumnya ada faktor pemicu yang menyebabkan seperti misalnya operasi.

(Djokomoeljanto, 2006)

2. Arritmia dan henti jantung

Aritmia dan henti jantung dapat terjadi akibat hiperkalsemia pada darah

yang disebabkan oleh peningkatan fungsi kelenjar tiroid.

3. Hipertensi sistolik yang dapat menyebabkan komplikasi jangka panjang.

(Jameson dkk., 2005)

2.10 Penatalaksanaan Hipertiroid dan Tirotoksikosis

Pengobatan pada hipertiroid sangat tergantung dari etiologi tirotoksikosis,

usia pasien, riwayat alamiah penyakit, tersedianya modalitas pengobatan, situasi

pasien, dan resiko pengobatan. Pengobatan tiroksitosis dapat dibagi menjadi terapi

tirostatika, tiroidektomi, dan iodin radioaktif (Djokomoeljanto, 2006)

a. Tirostatika (obat anti tiroid)

Umumnya yang penting untuk digunakan adalah kelompok derivat

tiomidazol (CBZ, karbimazol 5 mg, MTZ, metimazol atau tiamazol, 5, 10,

30 mg) dan kelompok derivat tiourasil (PTU, propiltiourasil, 50 mg, 100

mg). Dalam penggunaan obat anti tiroid, digunakan 2 cara, yaitu

berdasarkan titrasi: digunakan dosis besar terlebih dahulu, kemudian

perlahan-lahan diturunkan seraya melihat klinis dari pasien sampai dosis

terendah di mana pasien masih mengalami keadaan eutiroidisme. Metode

kedua disebut dengan blok-substitusi di mana obat diberikan dalam dosis

yang besar terus-menerus dan apabila terjadi keadaan hipotiroidisme,

Page 12: Tinjauan Pustaka Hipertiroid

13

maka ditambahkan hormon tiroksin hingga kondisi pasien kembali

menjadi eutiroid. Efek samping yang dapat terjadi selama pengobatan

adalah rash, urtikaria, demam, malaise, alergi, nyeri otot, arthralgia, dan

yang paling berbahaya adalah agranulositosis. Obat-obatan lain yang

digunakan untuk meredakan gejala adalah golongan ẞ-blocker seperti

misalnya propranolol dan bisoprolol.

Tabel 5. Obat anti tiroid

b. Tiroidektomi

Operasi tiroidektomi perlu dipersiapkan dengan baik di mana angka

mortalitas dan morbiditas menjadi sangat tinggi apabila persiapan tidak

dilakukan dengan matang. Prinsip utama dari dilakukannya tiroidektomi

adalah operasi hanya dilakukan apabila pasien dalam keadaan eutiroid,

baik secara klinis maupun secara kimiawi. Plumerisasi diberikan 3-5 tetes

solusio lugol fortiori 7-10 jam perioperatif untuk induksi involusi dan

mengurangi vaskularitas tiroid. Pengangkatan kelenjar tiroid dilakukan

secara total atau dengan menyisakan bagian kelenjar kira-kira seujung ibu

Page 13: Tinjauan Pustaka Hipertiroid

14

jari. Pemantauan setelah operasi perlu dilakukan untuk melihat apakah ada

remisi, hipotiroidisme, atau residif.

c. Iodin radioaktif

Merupakan pengobatan lini pertama pada pasien Grave’s disease di mana

70% pasien diterapi dengan menggunakan iodin radioaktif. Merupakan

kontraindikasi pada wanita hamil. Pemantauan pasca terapi perlu

dilakukan terutama untuk melihat apakah ada hipotiroidisme atau tidak.

Kehamilan dalam jangka waktu 6 bulan setelah terapi iodin radioaktif juga

tidak disarankan.