Upload
sophia-ip
View
9
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
SATOP 2 ACARA 3. Transfer Massa Uap Air
Citation preview
ACARA III
TRANSFER MASSA UAP AIR SELAMA PENGERINGAN
I. Tujuan Praktikum
Mengetahui laju transfer massa uap air selama pengeringan.
II. Tinjauan Pustaka
a. Tinjauan Alat dan Bahan
Pada praktikum ini, digunakan alat yang bekerja sebagai
pengering bahan. Pengeringan adalah proses pembuangan air yang
terkandung pada material yang dikeringkan. Dalam hal ini, yang
dikeringkan ialah ubi kayu. Alat pengering disebut pula sebagai alat untuk
membuang kadar air sehingga makanan menjadi kering. Proses
pengeringan perlu fluida udara kering yang mampu menyerap air di dalam
material. Upaya untuk membuat udara kering dengan melakukan
pemanasan terhadap udara sebelum melintasi material yang dikeringkan.
Dengan kondisi tersebut, udara mampu menyerap air yang membasahi
material tersebut sampai kering dalam waktu yang lebih singkat
(Suriadi, 2011).
Adapun media lain pengering yang lebih modern ialah dengan
menggunakan mesin Porous media vakum pengeringan. Porous media
vakum pengeringan ini menggunakan teknik yang rumit dengan
pemanasan dan proses transfer massa namun pengoperasiannya lebih
mudah. Berdasarkan teori perpindahan panas dan massa, model ini
digabungkan untuk vakum media berpori pengeringan pada proses bahan.
Model ini diimplementasikan dan diselesaikan dengan menggunakan
software COMSOL, sehingga hasil dari pengeringan lebih akurat dan
canggih. Air tingkat penguapan ditentukan dengan menggunakan metode
non-ekuilibrium dengan parameter konstanta laju pengeringan (Kr)
(Zhang, 2012).
b. Tinjauan Teori
Pembekuan, pengalengan, dan pengeringan adalah tiga teknik
pengawetan makanan pokok digunakan saat ini. Baking roti, pembuatan es
krim, produksi buah, fermentasi yoghurt dan banyak hasil lainnya
dilakukan dengan cara tersebut. Teknik-teknik tersebut diklasifikasikan
sebagai manufaktur karena tujuan utama mereka adalah penciptaan
makanan baru produk. Pembekuan, pengeringan, dan pengalengan
digunakan untuk melindungi semua makanan (pertanian mentah
menghasilkan serta makanan diproduksi) dari mikroba, kimia, atau fisik
pembusukan selama berbulan-bulan (Eskin, 2000).
Menurut Komari, beberapa proses penanganan produk pangan
yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan mutu adalah perlakuan
panas tinggi, pembekuan, pengemasan, pencampuran, serta pemompaan.
Pengeringan dapat memperpanjang umur simpan. Namun, pada proses
pengeringan perlu diperhatikan agar air yang keluar dari bahan tidak
merusak struktur jaringan, sehingga mutu bahan pangan dapat
dipertahankan (Herawati, 2008).
Dalam hal ini, praktikum menggunakan proses pengeringan untuk
mengetahui kadar air dalam bahan. Pengeringan adalah salah satu metode
pengolahan dan pengawetan makanan untuk mencegah pertumbuhan
mikroba dan menghambat timbulnya beberapa biokimia yang tidak
diinginkan dalam reaksi pada makanan. Namun pengeringan kondisi
termal menyebabkan kerusakan yang mempengaruhi fisik dan kimia sifat
dari produk negatif. Hal ini sangat penting untuk melindungi fisik dan
kimia sifat produk bagi konsumen ketika meningkatnya permintaan produk
menjaga olahan bahan seperti karakteristik aslinya (Estürk, 2010).
Adapun tujuan dilakukannya proses pengeringan adalah
memudahkan penanganan, mengurangi biaya trasportasi dan pengemasan,
mengawetkan bahan, meningkatkan nilai guna bahan serta dapat
memberikan hasil yang baik, mengurangi biaya korosi. Hal ini penting
untuk menghindari proses pengeringan lampau dan pengeringan yang
terlalu lama, karena kedua proses pengeringan ini akan meningkatkan
biaya operasi. Metodologi dan teknik pengeringan dapat dikatakan baik
apabila perpindahan massa dan energi pada proses pengeringan dapat
dikendalikan (Irawan, 2011).
Proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah
panas dan pindah massa yang terjadi secara bersamaan (simultan). Proses
perpindahan panas yang terjadi adalah dengan cara konveksi serta
perpindahan panas secara konduksi dan radiasi tetap terjadi dalam jumlah
yang relative kecil. Pertama-tama panas harus ditransfer dari medium
pemanas ke bahan. Selanjutnya setelah terjadi penguapan air, uap air yang
terbentuk harus dipindahkan melalui struktur bahan ke medium sekitarnya.
Proses ini akan menyangkut aliran fluida dengan cairan harus ditransfer
melalui struktur bahan selama proses pengeringan berlangsung. Panas
harus disediakan untuk menguapkan air dan air harus mendifusi melalui
berbagai macam tahanan agar dapat lepas dari bahan dan berbentuk uap air
yang bebas (Irawan, 2011).
Berbeda dengan perpindahan kalor konduksi dan konveksi
dimana perpindahan energi terjadi melalui media, maka kalor juga bisa
dipindahkan melalui ruang vakum. Pada praktikum ini, kalor yang
dipindahkan melalui media wadah yang digunakan untuk mengeringkan.
Mekanisme ini disebut radiasi elektromagnetik. Radiasi elektromagnetik
yang dihasilkan oleh perbedaan temperatur disebut radiasi termal
(Yunus, 2009).
Dasar proses pengeringan adalah terjadi penguapan air ke udara
karena perbedaan kandungan uap air antara udara dan bahan yang
dikeringkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2
golongan yaitu faktor yang berhubungan dengan udara pengering seperti
suhu, kecepatan udara, kelembapan, dimana makin tinggi udara pengering
makin cepat pula proses pengeringan berlangsung dan faktor yang
berhubungan dengan bahan yang dikeringkan seperti ukuran bahan, kadar
air awal bahan (Dwiyanti, 2010).
Porositas adalah ukuran seberapa besar ruang kosong yang ada
dalam suatu material. Biasanya didefinisikan dengan satuan persentase.
Porositas secara tidak langsung berhubungan dengan luas permukaan.
Semakin tinggi porositas bahan maka akan semakin rendah laju transfer
massa uap air. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya ruang kosong
menyebabkan semakin besarnya luas permukaan sehingga membutuhkan
waktu pengeringan yang lebih lama (Anonim1, 2013).
Adapun pemilihan kondisi pengeringan, sesuai dengan produk
dan bahan yang digunakan. Contohnya ialah makanan kering: kopi, susu,
kismis, sultana, dan buah-buahan lainnya, pasta, tepung (termasuk roti
campuran), kacang-kacangan, kacang-kacangan, kacang-kacangan, sereal
sarapan, teh dan rempah-rempah; bahan kering: telur bubuk, perasa &
pewarna, laktosa, sukrosa atau fruktosa bubuk, enzim & ragi. Pengeringan
pada bahan makanan tersebut melibatkan aplikasi simultan panas &
penghapusan kelembaban dari makanan (kecuali untuk dehidrasi osmotik).
Tingkat kontrol faktor makanan kering, berhubungan dengan kondisi
pengolahan, sifat makanan dan desain kering. Dalam hal ini, ubi kayu
termasuk makanan kering yang dikeringkan dengan proses tertentu
(Greensmith, 1998).
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan umur
simpan adalah transfer uap air dari pertukaran uap air diantara makanan
dan lingkungan. Produk pangan dapat bersifat higroskopis, yaitu dapat
menyerap uap air dari udara sekelilingnya (adsoprsi) dan juga sebaliknya
dapat melepaskan sebagian air yang dikandungnya ke udara (desorpsi).
Transfer uap air dapat menyebabkan perubahannya yang tidak dinginkan
tergantung pada karakteristik produk (Fauzi, 2006).
Ketika kadar air dihilangkan dari makanan, hendaknya memiliki
media untuk reaksi yang baik untuk reaksi kimianya. Dengan demikian,
Reaksi kimia yang paling penurunan tingkat sebagai kadar air menurun.
Reaktan pertama dalam pengeringan mulai berkonsentrasi sehingga laju
reaksi awal dapat meningkatkan. Untuk mencegah hal ini, suhu tetap
rendah selama proses tersebut, agar laju hilangnya air tidak terlalu besar.
Tingkat pengeringan atau Konsentrasi yang terbaik diwakili oleh faktor
yang menggambarkan aktifitas air dalam makanan (Gibbons, 1979).
Ketika pengeringan, terjadilah perpindahan massa. Proses
perpindahan massa sangat penting dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknik. Perpindahan massa terjadi pada komponen dalam campuran
berpindah dalam fase yang sama atau dari fase satu ke fase yang lain
karena adanya perbedaan konsentrasi. Perpindahan massa dapat dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari, sebagai contoh gula yang dimasukkkan
dalam kopi yang akhirnya larut dan mendifusi ke seluruh bagian larutan
(Welasih, 2006).
Perpindahan massa juga didasari oleh perpindahan panas. Prinsip
dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau
penguapan kadar air oleh udara karena perbedaan kandungan uap air
antara udara sekeliling dan bahan yang dikeringkan. Penguapan ini terjadi
karena kandungan air diudara mempunyai kelembapan yang cukup rendah.
Pada saat proses pengeringan, akan berlangsung beberapa proses yaitu
proses perpindahan massa (perpindahan massa uap air atau pengalihan
kelembaban dari permukaan bahan ke sekeliling udara), proses
perpindahan panas (akibat penambahan (perpindahan) energi panas
terjadilah proses penguapan air dari dalam bahan ke permukaan bahan atau
proses perubahan fasa cair menjadi fasa uap) (Yuliati, 2012).
Tidak ada tingkat konstan pengeringan periode karena sebagian
besar tanaman menunjukkan tingkat konstan pengeringan karakteristik
pada kadar air kritis mereka Oleh karena kakao tidak terkecuali. Namun,
Bravo dan McGaw (1982) dan Baryeh (1985) menyatakan bahwa coklat
menunjukkan perilaku laju konstan selama pengeringan, dari kadar air 70-
100% db, namun awal kadar air tidak sampai ke kisaran ini. Pada tingkat
jatuh periode gerakan kelembaban dalam tanaman ke permukaan diatur
oleh difusi karena bahan ini tidak lagi jenuh dengan air (Chinenye, 2010).
Setelah equilibrium awal fase, pengeringan partikel padat basah
hasil pada tingkat yang konstan sampai cairan massa basah tercapai, di
bawah ini yang tingkat pengeringan semakin berkurang, yaitu pengeringan
hasil pada tingkat jatuh. Dalam konteks ini, pengeringan Tingkat
didefinisikan sebagai laju kehilangan massa karena penguapan cairan per
satuan luas permukaan pengeringan (Berggren, 2001).