Tinjauan Pustaka Stroke

Embed Size (px)

DESCRIPTION

stroke

Citation preview

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi StrokeSindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak (GPDO) dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa defisit neurologis dan bukan sebagai akibat tumor, trauma, ataupun infeksi susunan saraf pusat.Suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis (defisit neurologik fokal atau global) yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian, yang semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak karena berkurangnyaa suplai darah (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah secara spontan (stroke perdarahan).Klasifikasi Stroke1. Stroke Iskemik TIA (Transient Ischaemic Attack) : defisit neurologis membaik dalamwaktu kurang dari 30 menit. RIND (Reversible Ischaemic Neurological Deficit) : defisit neurologis membaik kurang dari 1 minggu.2. Stroke Hemoragik PIS (perdarahan intraserebral) : perdarahan primer yang berasala dari pembuluh darah dalam parenkim otak. PSA (perdarahan subaraknoid) : keadaan terdapatnya atau masuknya darah ke dalam ruangan subaraknoid karena pecahnya aneurisma, AVM, atau sekunder dari PIS.

Stroke Non HemoragikKlasifikasi Stroke Non HemoragikSecara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan proses patologik (kausal): a. Berdasarkan manifestasi klinik: i. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA) Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam. ii. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND) Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.iii. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation) Gejala neurologik makin lama makin berat. iv. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke) Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi. b. Berdasarkan Kausal: i. Stroke Trombotik Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya Universitas Sumatera Utara kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis. ii. Stroke Emboli/Non Trombotik Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak. Gejala Stroke Non HemoragikGejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah: a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.i. Buta mendadak (amaurosis fugaks). ii. Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan. iii. Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan. b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior. i. Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol. ii. Gangguan mental.iii. Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.iv. Bisa terjadi kejang-kejang. c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media. i. Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan. Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol. ii. Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.iii. Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia). d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar. i. Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas. ii. Meningkatnya refleks tendon. iii. Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh. iv. Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala berputar (vertigo). v. Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia). vi. Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga pasien sulit bicara (disatria). vii. Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi). viii.Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim). Universitas Sumatera Utara ix. Gangguan pendengaran. x. Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah. e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posteriori. Koma ii. Hemiparesis kontra lateral. iii. Ketidakmampuan membaca (aleksia). iv. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.

f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur i. Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya kerusakan otak.ii. Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak. Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia. Universitas Sumatera Utara iii. Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak. iv. Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah terjadinya kerusakan otak.v. Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya). vi. Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang. vii. Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara. viii.Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa di otak. ix. Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah kemampuan. Diagnosis Stroke Non Hemoragik Diagnosis didasarkan atas hasil: a. Penemuan Klinisi. Anamnesis Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak. Tanpa trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke. ii. Pemeriksaan Fisik Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti hipertensi, kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya. b. Pemeriksaan tambahan/Laboratorium i. Pemeriksaan Neuro-Radiologik Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu diagnosis dan membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase akut. Angiografi serebral (karotis atau vertebral) untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu, atau bila scan tak jelas. Pemeriksaan likuor serebrospinalis, seringkali dapat membantu membedakan infark, perdarahan otak, baik perdarahan intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid (PSA). ii. Pemeriksaan lain-lain Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan darah rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung jenis dan bila perlu gambaran darah. Komponen kimia darah, gas, elektrolit, Doppler, Elektrokardiografi (EKG).

Stroke Hemoragik Klasifikasi Stroke HemoragikMenurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas:a. Perdarahan Intraserebral (PIS) Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian antikoagulan angiomatosa dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat, amiloidosis serebrovaskular.

b. Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan terdapatnya/masuknya darah ke dalam ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena pecahnya aneurisma (50%), pecahnya malformasi arteriovena atau MAV (5%), berasal dari PIS (20%) dan 25% kausanya tidak diketahui.

c. Perdarahan Subdural Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat robeknya vena jembatan ( bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam durameter atau karena robeknya araknoidea. Gejala Stroke Hemoragika. Gejala Perdarahan Intraserebral (PIS) Gejala yang sering djumpai pada perdarahan intraserebral adalah: nyeri kepala berat, mual, muntah dan adanya darah di rongga subarakhnoid pada pemeriksaan pungsi lumbal merupakan gejala penyerta yang khas. Serangan sering kali di siang hari, waktu beraktivitas dan saat emosi/marah. Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara 1/2-2 jam, dan 12% terjadi setelah 3 jam).

b. Gejala Perdarahan Subarakhnoid (PSA) Pada penderita PSA dijumpai gejala: nyeri kepala yang hebat, nyeri di leher dan punggung, mual, muntah, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan pemeriksaan kaku kuduk, Lasegue dan Kernig untuk mengetahui kondisi rangsangan selaput otak, jika terasa nyeri maka telah terjadi gangguan pada fungsi saraf. Pada gangguan fungsi saraf otonom terjadi demam setelah 24 jam. Bila berat, maka terjadi ulkus pepticum karena pemberian obat antimuntah disertai peningkatan kadar gula darah, glukosuria, albuminuria, dan perubahan pada EKG.

c. Gejala Perdarahan Subdural Pada penderita perdarahan subdural akan dijumpai gejala: nyeri kepala, tajam penglihatan mundur akibat edema papil yang terjadi, tanda-tanda defisit neurologik daerah otak yang tertekan. Gejala ini timbul berminggu-minggu hingga berbulan-bulan setelah terjadinya trauma kepala. Diagnosis Stroke Hemoragika. Perdarahan Intraserebral (PIS) Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda-tanda klinis dari hasil pemeriksaan. Untuk pemeriksaan tambahan dapat dilakukan dengan Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Elektrokardiografi (EKG), Elektroensefalografi (EEG), Ultrasonografi (USG), dan Angiografi cerebral. b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA) Diagnosis didasarkan atas gejala-gejala dan tanda klinis. Pemeriksaan tambahan dapat dilakukan dengan Multislices CT-Angiografi, MR Angiografi atau Digital Substraction Angiography (DSA).

c. Perdarahan Subdural Diagnosis didasarkan atas pemeriksaan yaitu dilakukan foto tengkorak anteroposterior dengan sisi daerah trauma. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan CT-Scan dan EEG.

Determinan Stroke Faktor risiko stroke terdiri dari dua kategori, yaitu: a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi: i. Usia Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap penambahan usia tiga tahun akan meningkatkan risiko stroke sebesar 11-20%. Dari Universitas Sumatera Utara semua stroke, orang yang berusia lebih dari 65 tahun memiliki risiko paling tinggi yaitu 71%, sedangkan 25% terjadi pada orang yang berusia 65-45 tahun, dan 4% terjadi pada orang berusia < 45 tahun.23 ii. Jenis Kelamin Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata laki-laki banyak menderita stroke dibandingkan perempuan.3 Insiden stroke 1,25 kali lebih besar pada laki-laki dibanding perempuan. iii. Ras/bangsa Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada orang kulit putih. Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup. Pada tahun 2004 di Amerika terdapat penderita stroke pada laki-laki yang berkulit putih sebesar 37,1% dan yang berkulit hitam sebesar 62,9% sedangkan pada wanita yang berkulit putih sebesar 41,3% dan yang berkulit hitam sebesar 58,7%.iv. Hereditas Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, jantung, diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada keluarga meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 29,3%.b. Faktor risiko yang dapat dirubah: i. Hipertensi Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke. Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan otak. Sebanyak 70% dari orang yang terserang stroke mempunyai tekanan darah tinggi.ii. Diabetes Melitus Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke. Menurut penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam Malik Medan dengan desain case control, penderita diabetes melitus mempunyai risiko terkena stroke dengan OR: 3,39. Artinya risiko terjadinya stroke pada penderita diabetes mellitus 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes mellitus.iii. Penyakit Jantung Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium/atrial fibrillation (AF), karena memudahkan terjadinya penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah di otak. Di samping itu juga penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, pasca operasi jantung juga memperbesar risiko stroke.3 Fibrilasi atrium yang tidak diobati meningkatkan risiko stroke 4-7 kali.iv. Transient Ischemic Attack (TIA) Sekitar 1 dari seratus orang dewasa akan mengalami paling sedikit 1 kali serangan iskemik sesaat (TIA) seumur hidup mereka. Jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini kemudian akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama.12 Risiko TIA untuk terkena stroke 35-60% dalam waktu lima tahun.v. Obesitas Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes melitus. Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar 15%. Obesitas dapat meningkatkan hipertensi, jantung, diabetes dan aterosklerosis yang semuanya akan meningkatkan kemungkinan terkena serangan stroke.vi. Hiperkolesterolemia Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan faktor risiko, tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh darah dan Universitas Sumatera Utara juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kolesterol yang tinggi terutama Low Density Lipoprotein (LDL) akan membentuk plak di dalam pembuluh darah dan dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. Kadar kolesterol total > 200 mg/dl meningkatkan risiko stroke 1,31-2,9 kali. vii. MerokokBerdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam Malik Medan dengan desain case control, kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 4 kali. Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh tubuh (termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga merokok mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah, dan menyebabkan darah mudah menggumpal.viii.Alkohol Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme tubuh, sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi berat badan dan tekanan darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf otak dan lainlain. Semua ini mempermudah terjadinya stroke. Konsumsi alkohol berlebihan meningkatkan risiko terkena stroke 2-3 kali.ix. Stres Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial dapat menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan faktor risiko lain (misalnya, aterosklerosis berat, penyakit jantung atau hipertensi) dapat memicu terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 2 kali.x. Penyalahgunaan Obat Pada orang-orang yang menggunakan narkoba terutama jenis suntikan akan mempermudah terjadinya stroke, akibat dari infeksi dan kerusakan dinding pembuluh darah otak. Di samping itu, zat narkoba itu sendiri akan mempengaruhi metabolisme tubuh, sehingga mudah terserang stroke. Hasil pengumpulan data dari rumah sakit Jakarta tahun 2001 yang menangani narkoba, didapatkan bahwa lebih dari 50% pengguna narkoba dengan suntikan berisiko terkena stroke.PEMERIKSAAN PENUNJANG1. CT scan 1. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke infark dengan stroke perdarahan. 1. Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah didapatkan gambaran hipodense sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan gambaran hiperdens. 1. Pemeriksaan MRIPemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat sensitif). 1. Pemeriksaan Angiografi. Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada pembuluh darah.

1. Pemeriksan USGPemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial , menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.

1. Pemeriksaan Pungsi LumbalPemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI. Pada stroke PIS didaptkan gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna kekuningan. Pada PSA didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih). 1. Pemeriksaan Penunjang Lain.Pemeriksaan untuk menetukan faktor resiko seperti darah rutin, komponen kimia darah (ureum, kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi hepar), elektrolit darah, Thoraks Foto, EKG, Echocardiografi.

Cara penghitungan :SSS = (2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan diastolik)-(3 x atheroma) 121. Nilai SSSDiagnosa1. > 1Perdarahan otak1. < -1Infark otak1. -1 < SSS < 1Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau CT Scan)

Menggunakan 3 variabel pemeriksaan yaitu :0. Penurunan Kesadaran0. Nyeri Kepala0. Refleks Babinski

Penatalaksanaan Umum Stroke AkutPenatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat1. Evaluasi Cepat dan DiagnosisOleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek, maka evaluasi dan diagnosis klinik harus dilakukan dengan cepat, sistematik dan cermat. Evaluasi gejala dan tanda klinik stroke akut meliputi :a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita saat serangan, gejala lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang, cegukan, gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor risiko stroke (hipertensi, diabetes, dll.)b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal jantung kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen, kulit dan ekstrimitas.c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara jalan, refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke yang dianjurkan saat ini adalah NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale).

2. Terapi Umuma. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan Pemantauan secara terus menerus terhadap status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada apsien dengan defisit neurologis yang nyata. Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan saturasi oksigen < 95%. Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran/disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas. Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia. Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak memerlukan terapi oksigen. Intubasi ETT atau LMA diperlukan pada pasien dengan hipoksia (pO2 50 mmHg), atau syok, atau pasien yang berisiko terjadi aspirasi. Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika lebih, maka dianjurkan dilakukan trakeostomi.b. Stabilisasi Hemodinamik Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pemberian cairan hipotonik seperti glukosa) Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk memasukkan cairan dan nutrisi. Usahakan CVC 5-12 mmHg. Optimalisasi tekanan darah. Bila tekanan darah sistolik 20 menit, diulangi setiap 4-6 jam, dengan target 310 mOsm/L. Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2x sehari selama pemberian osmoterapi Kalau perlu, berikan furosemide dosis inisial 1 mg/kgBB IVvii. Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35-40 mmHg). Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan operatifviii. Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi yang adekuat dapat mengurangi naiknya TIK dengan cara mengurangi naiknya tekanan intratorakal dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking ventilator. Agen nondepolarized seperti vencuronium atau pancuronium yang sedikit berefek pada histamin dan blok pada ganglion lebih baik digunakan. Pasien dengan kenaikan kritis TIK sebaiknya diberikan relaksan otot sebelum suctioning atau lidokain sebagai alternatif.ix. Kortikosteroid tidak direkomendasi untuk mengatasi edema otak dan tekanan tinggi intrakranial pada stroke iskemik, tetapi dapat diberikan kalau diyakini tidak ada kontraindikasi.x. Drainase ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik serebelar.xi. Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik serebelar yang menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa dan memberikan hasil yang baik.e. Penanganan Transformasi HemoragikTidak ada anjuran khusus tentang terapi transformasi perdarahan asimptomatik. Terapi transformasi perdarahan simptomatik sama dengan terapi stroke perdarahan, antara lain dengan memperbaiki perfusi serebral dengan mengendalikan tekanan darah arterial secara hati-hati.f. Pengendalian Kejang Bila kejang, berikan Diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg dan diikuti oleh Fenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit. Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU. Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa kejang tidak dianjurkan. Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis dapat diberikan selama 1 bulan kemudian diturunkan, dan dihentikan bila tidak ada kejang selama pengobatan.g. Pengendalian Suhu Tubuh Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan diatasi penyebabnya. Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5oC. Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan hapusan (trakea, darah, dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika memakai kateter ventrikuler, analisa cairan serebrospinal harus dilakukan untuk mendeteksi meningitis. Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotik.h. Pemeriksaan Penunjang EKG Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjalo, hematologi, faal hemostasis, kadar gula darah, analisis urin, analisa gas darah, dan elektrolit) Bila perlu pada kecurigaan perdarahan subaraknoid, lakukan pungsi lumbal untuk pemeriksaan cairan serebrospinal Pemeriksaan radiologi : foto rontgen dada, CT scan.

Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat1. Cairana. Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg.b. Pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral dan enteral)c. Balans cairan diperhitungkan denegan mengukur produksi urin sehari ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan ditambah lagi 300 ml per derajat celcius pada penderita demam).d. Elektrolit (natrium, kalium, kalsium, dan magnesium) harus selalu diperiksa dan diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normale. Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil AGDf. Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari kecuali pada keadaan hipoglikemia.2. Nutrisia. Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun, nutrisi diberikan melalui pipa nasogastrik.c. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi : Karbohidrata 30-40% dari total kalori Lemak 20-35% (pada gangguan nafas 35-55%) Protein 20-30% (pada stress kebutuhan protein 1,4-2 gram/kgBB/hari, pada gangguan fungsi ginjal 6 minggu, pertimbangkan untuk gastrostomi.e. Pada keadaan tertentu, yaitu pemberian nutrisi enteral tidak memungkinkan, dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteralf. Perhatikan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang diberikan. Contohnya hindarkan makanan yang banyak mengandung vitamin K pada pasien yang mendapat warfarin.3. Pencegahan dan Penanganan Komplikasia. Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi, malnutrisi, pneumonia, trombosis vena dalam, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedi dan kontaktur) perlu dilakukan.b. Berikan antibiotika atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur dan sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola kumanc. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan/atau memakai kasur anti dekubitus.d. Pencegahan trombosis vena dalam dan emboli parue. Pada pasien tertentu yang berisiko menderita trombosis vena dalam, Heparin subkutan 5000 IU 2x sehari atau LMWH atau Heparinoid perlu diberikan. Risiko perdarahan sistemik dan perdarahan intraserebral perlu diperhatikan. Pada pasien imobilisasi yang tidak bisa menerima antikoagulan, penggunaan stoking eksternal atau aspirin direkomendasikan untuk mencegah trombosis vena dalam.4. Penatalaksanaan Medis Laina. Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan. Hiperglikemia (>180 mg/dL) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi insulin. Target yang harus dicapai adalah normoglikemia. Hipoglikemia berat (220 mmHg dan diastole >120 mmHg. Obat anti hipertensi yang sudah ada sebelum stroke tetap diteruskan pada fase awal stroke dan menunda pemberian obat baru sampai 7 10 hari pasca serangan. Pada diastole >140 mmHg (atau >110 mmHg bila telah diberikan terapi trombolisis), diberikan drip kontinyu Nikardipin, diltiazem, nimodipin, dll. Bial di sistole >230 mmHg dan atau diastole 121 145 mmHg, diberikan labetolol IV 1-2 menit. Dosis labetolol dapat diulang atau digandakan sampai penurunan tekanan darah yang memuaskan atau sampai dosis kumulatif 300 mg yang diberikan bolus mini. Setelah dosis awal, labetolol dapat diberikan 6 8 jam bila diperlukan.Jika sistole 180 230 mmHg dan atau diastole 105 120 mmHg, terapi darurat ditunda kecuali adanya bukti perdarahan intraserebral, gagal ventrikel kiri, gagal ginjal akut, edema paru, diseksi aorta, ensefalopati, hipertensi dan sebagainya. Batas penurunan tekanan darah sebanyak sampai 20 25 % dari tekanan arterial rata-rata.

2. Pedoman Pada Stroke Perdarahan Intraserebral (PIS)Bila sistole >220 mmHg dan diastole >120 mmHg, tekanan darah harus diturunkan sedini dana secepat mungkin untuk membatasi pembentukan edema vasogenik. Penurunan tekanan darah dapat menurunkan resiko perdarahn yang terus menerus atau berulang. Anti hipertensi diberikan bila sistole >180 mmHg atau diastole >100 mmHg.Bila sistole >230 mmHg atau diastole >140 mmHg, dapat diberikan nikardipin, diltiazem, atau nimodipin.Bila sistole 180 230 mmHg atau diastole 105 140 mmHg atau MAP 130 mmHg : Labetolol 10 20 mg IV selama 1- 2 menit, ulangi atau gandakan setiap 10 menit sampai dosis maksimum 300 mg atau dosis awal bolus diikuti labetolol drip 2 8 mg per menit, atau ; Nikardipin, atau ; Diltiazem atau ; NimodipinPada fase akut tekanan darah tidak boleh diturunkan lebih dari 20 25 % dari tekanan MAP. Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan diastole 70 mmHg. Pada penderita dengan riwayat hipertensi, penurunan tekanan darah MAP harus dipertahankan 130 mmHg. Bila sistole turun 120 atau tekanan sistolik > 180 mmHg dan MABP dipertahankan antara 100-120 Untuk kelainan jantung akibat PSA dapat diberikan B-bloker seperti Propanolol yang dilaporkan dapat menurunkan efek samping ke jantung. Untuk perdarahan saluran cerna dapat dilakukan lavage lambung dengan NaCl, tranfusi, pemberian cairan yang adekuat, dan antasida. H2-bloker misalnya ranitidin untuk mengurangi resiko terjadinya stress ulcer Untuk mual dan muntah dapat diberikan antiemetik Bila kejang dapat diberikan anti konvulsan : Phenytoin 10-15 mg/kg IV (loading dose), kemudian diturunkan menjadi 100 mg/8 jam atau Phenobarbital 30-60 mg tiap 6-8 jam.

Terapi PembedahanDilakukan dalam keadaan darurat untuk penanganan tekanan tinggi intra kranial, mengeluarkan hematoma dan penanganan hidrosefalus akut, juga untuk mencegahperdarahan ulang dan meminimalkan terjadinya vasospasme. Untuk hidrosefalus akut dapat dilakukan pemasangan Ventriperitoneal shunt. Hidrosefalus akut dapat diterapi dengan steroid, manitol atau pungsi lumbal berulang AVM Tindakan pembedahan berupa en block resection atau obliterasi dengan cara ligasi pembuluh darah atau embolisasi melalui kateter intra arterial lokal. Kala resiko perdarahan sekunder lebih kecil pada AVM dibandingkan aneurisma, maka tindakan pembedahan dilakukan secara elektif setelah episode perdarahan. Aneurisma Terapi pembedahan definitif terdiri dari clipping atau wrapping aneurisma. Pada pasien dengan kesadaran penuh atau hanya penurunan kesadaran ringan, tindakan pembedahan memperlihatkan hasil yang baik. Sebaliknya pada pasien yang stupor atau koma tidak diperoleh keuntungan dari tindakan tersebut. Pedoman tatalaksana hiperglikemi pada stroke akut1. Indikasi dan syarat pemberian insulin:0. Stroke hemoragik dan non hemoragik dengan IDDM atau NIDDM0. Bukan stroke lakunar dengan diabetes mellitus1. Kontrol gula darah selama fase akut stroke

Tabel insulin reguler dengan Skala LuncurGlukosa (mg/ dl)Insulin tiap 6 jam subkutan

40012 unit

1. Bila kadar gula darah sulit dikendalikan dengan skala luncur, diperlukan infus kontinyu dengan dosis dimulai dengan 1 unit/ jamdan dapat dinaikkan sampai 10 unit/ jam. Kadar gula darah harus dimonitor dengan ketat setiap 1-2 jam sehingga kecepatan infus dapat disesuaikan. 1. Bila hiperglikemia hebat >500 mg/ dl diberikan bolus pertama 6-10 unit insulin reguler tiap jam 1. Setelah kadar glukosa darah stabil dengan insulin skala luncur atau infus kontinyu maka dimulai pemberian insulin reguler subkutan. 1. Kontrol gula darah masa kesembuhan Bila penderita stabil makan biasa, dan motorik dan kognitif sudah pulih, mulai berikan insulin basal (NPH atau lente insulin)2. NPH insulin diberikan tiap 12 jam dengan dosis awal kira-kira 0,2-0,3 unit/ kgBB/ hari2. Insulin reguler tambahan sebelum makan dapat diteruskan untuk disesuaikan tergantung pada kadar glukosa darah waktu puasa (sasaran kadar glukosa darah 100-200 mg/ dl)2. Bila kadar gula darah pada pemantauan stabil (