Upload
doancong
View
233
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
3
TINJAUAN PUSTAKA
Susu
Susu adalah cairan yang dihasilkan sekresi kelenjar mammae hewan mamalia
yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan gizi anak hewan yang baru lahir (Hidayat
et al., 2006 ). Secara kimia, susu adalah emulsi lemak dalam air yang mengandung
komponen nutrien utama berupa air, lemak, protein, laktosa dan abu (Rahman et al.,
1992). Susu mengandung semua bahan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
kelangsungan hidup anak. Komponen dan karakteristik nutrien yang terdapat dalam
susu memungkinkan nutrien susu mudah dicerna, diserap dan digunakan tubuh anak
(Rahman et al., 1992). Komposisi susu beberapa spesies mamalia disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Susu Beberapa Spesies Mamalia
Spesies Air Lemak Protein Laktosa Abu
-----------------------------------(%)------------------------------------
Keledai
Kerbau
Unta
Sapi
Domba
Kambing
Manusia
Kuda
90,0
84,2
86,5
86,6
79,4
86,5
87,7
89,1
1,3
6,6
3,1
4,6
8,6
4,5
3,6
1,6
1,7
3,2
4,0
3,4
6,7
3,5
1,8
2,7
6,5
5,2
5,6
4,9
4,3
4,7
6,8
6,1
0,5
0,8
0,6
0,5
1,0
0,8
0,1
0,5 Sumber: Chandan et al. (2008)
Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas susu adalah sifat fisik susu.
Susu umumnya berwarna putih atau putih kekuningan dengan rasa yang agak manis
akibat kandungan gula susu atau laktosa. Warna susu merupakan reaksi antara
globula lemak susu dan kasein misel terhadap cahaya. Susu mengandung vitamin
yang larut dalam lemak seperti A, D, E, K dan vitamin yang larut dalam air, seperti
vitamin B, C dan beberapa vitamin lain dalam jumlah kecil (Chandan et al., 2008).
4
Susu Kuda
Standar Nasional Indonesia 01-6054-1999 (1999) mendefinisikan susu kuda
sebagai susu yang berasal dari ambing kuda yang sehat tanpa ditambah atau
dikurangi zat apapun kecuali pendinginan serta diperoleh dengan cara yang baik dan
benar. Susu kuda berwarna putih kebiruan, beraroma khas dan berasa manis. Syarat
mutu susu kuda yang beredar di pasaran disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Syarat Mutu Susu Kuda SNI 01-6054-1999
Persyaratan Keterangan
Bau
Rasa
Warna
Penampakan
Benda asing
Bobot jenis pada suhu 27,5 oC
Lemak (%)
Protein (%)
pH
Uji pati
Bahan padatan tanpa lemak (%)
Timbal (mg/kg)
Tembaga (mg/kg)
Seng (mg/kg)
Timah (mg/kg)
Raksa (mg/kg)
Arsen (mg/kg)
Bakteri koliform
Bahan pengawet
Asam menyengat
Asam
Putih
Cair
Tidak boleh ada
Min. 1,02
Min. 1,3
Min. 2,0
Min. 3,0
Negatif
Min. 5,5
Maks. 0,3
Maks. 20
Maks. 40
Maks. 40
Maks. 0,03
Maks. 0,1
< 3 koloni/ml
Negatif Sumber: Badan Standardisasi Nasional (1999)
Susu kuda yang beredar merupakan produk hasil fermentasi yang memiliki
konsistensi cair. Susu kuda memiliki rataan berat jenis 1,0235 dengan kandungan
bahan kering sebesar 8,75%. Nilai pH susu kuda berkisar antara 2,71-4,50 dan
5
rataan total mikroorganisme mencapai 3,81 x 107 koloni/ml (Sudarwanto et al.,
1998).
Susu kuda memiliki manfaat kesehatan lebih tinggi dibandingkan susu sapi
karena memiliki kandungan vitamin, mineral dan tingkat kecernaan yang baik.
Kandungan asam lemak rantai panjang yang tinggi, nitrogen dan kolesterol yang
rendah sangat baik dikonsumsi manusia (Sheng dan Fang, 2009). Susu kuda
mengandung vitamin C lebih besar dari susu sapi yaitu sebesar 135 mg/l
(Dharmojono, 1998). Susu kuda memiliki rasio Ca dan P yang optimal untuk
asimilasi Ca dalam tubuh. Kandungan lemak dan kolesterol susu kuda relatif rendah,
yaitu hanya sepertiga dari susu sapi (Sudarwanto et al., 1998).
Koumiss
Koumiss merupakan minuman tradisional di daerah Asia Tengah dan Uni
Soviet. Produk ini dibuat dari susu kuda betina atau mare (Rahman et al., 1992).
Bangsa Rusia seringkali menggunakan koumiss untuk pengobatan penyakit
tuberkolosis atau paru-paru, dengan dosis sekitar 1,4 l per hari selama dua bulan.
Koumiss memiliki konsistensi cair yang seragam dan berwarna putih agak abu-abu.
Koumiss mengandung 0,7%-1,8% asam laktat; 0,6%-0,9 % etanol dan 0,5%-
0,9% CO2 (Law, 1997). Koumiss memiliki manfaat sebagai pangan kesehatan karena
dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti Eschericia coli, Bacillus
cereus dan Mycobacterium spp (Tamime, 2006). Klasifikasi koumiss berdasarkan
kadar asam laktat dan alkohol disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Klasifikasi Koumiss Berdasarkan Kadar Asam Laktat dan Alkohol
Jenis Asam laktat Alkohol
---------------------------(%)---------------------
Weak/sweet sour Medium/boldly sour
Strong/hardy milk acid
0,6 – 0,8
0,8 – 1,0
1,0 – 1,2
0,7 – 1,0
1,1 – 1,8
1,8 – 2,5 Sumber: Tamime & Marshall (1997)
Nilai fisiologis koumiss lebih tinggi jika dibandingkan dengan kefir. Hal ini
dikarenakan kandungan lemak koumiss rendah, sehingga dapat dikonsumsi oleh
orang yang menderita kolesterol. Koumiss dihasilkan dari proses fermentasi susu
6
kuda oleh bakteri dan khamir berupa Lactobacillus bulgaricus, Torula spp. dan
Myoderma spp. (Ayres et al., 1980), Lactobacillus acidophilus, Saccharomyces
lactis dan Streptococcus lactis (Vedamuthu, 1982) atau Lactobacillus bulgaricus,
Lactobacillus acidophilus dan Kluyveromyces lactis ssp. lactis (Law, 1997). Standar
mutu Susu Fermentasi SNI 2981:2009 dapat disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Syarat Mutu Susu Fermentasi SNI 2981:2009
Persyaratan Keterangan
Bau
Rasa
Penampakan
Konsistensi
Keasaman
Lemak (%)
Total padatan bukan lemak (%)
Protein (%)
Bakteri koliform
Salmonella
Listeria monocytogenes
Jumlah bakteri starter
Asam menyengat
Asam/khas
Cairan kental
homogen
0,5 – 2,0
Min. 3,0
Min. 8,2
2,7
Maks. 10
Negatif/25 g
Negatif/25 g
Min. 107 cfu/ml
Sumber: Badan Standardisasi Nasional (2009)
Penggunaan koumiss sebagai bahan terapi di Rusia ditujukan untuk
menanggulangi penyakit tuberkolosis, gangguan pencernaan, avitaminosis, anemia,
kardiovaskuler, liver dan ginjal (Dharmojono, 1998). Konsumsi koumiss sangat
dianjurkan terutama bagi orang yang memiliki masalah dengan kandungan kolesterol
darah dan kegemukan. Koumiss juga dapat memperbaiki fungsi ginjal, sistem
sirkulasi, syaraf, metabolisme, kekebalan tubuh dan kelenjar endokrin.
Bakteri Asam Laktat
Bakteri asam laktat mempunyai karakteristik morfologi, fisiologi dan
metabolit tertentu. Bakteri ini diklasifikasikan ke dalam bakteri Gram positif, tidak
berspora, berbentuk bulat maupun batang dan menghasilkan asam laktat sebagai
7
mayoritas produk akhir selama memfermentasi karbohidrat. Bakteri asam laktat
dibagi menjadi delapan genus yaitu Lactobacillus, Streptococcus, Lactococcus,
Pediococcus, Enterococcus, Leuconostoc, Bifidobacterium dan Corynobacterium.
Bakteri asam laktat dibagi menjadi heterofermentatif dan homofermentatif.
Kelompok homofermentatif menghasilkan asam laktat sebagai produk utama dari
fermentasi gula, sedangkan kelompok heterofermentatif selain menghasilkan asam
laktat, memproduksi juga asam-asam organik lain, CO2, etanol, asetaldehida, diasetil
dan senyawa lain (Fardiaz, 1992).
Salah satu manfaat penting dari bakteri asam laktat adalah kemampuan
memproduksi komponen antimikroba, baik berupa asam organik, bakteriosin,
ataupun hidrogen peroksida. Pertumbuhan dan aktivitas BAL (Bakteri Asam Laktat)
juga mempunyai efek penghambatan pada bakteri pembusuk maupun bakteri
patogen, sebagai contoh Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella
Typhimurium (Nes dan Johnsborg, 2004; Rosslan et al., 2003).
Lactococcus lactis ssp. lactis
Lactococcus lactis ssp. lactis dahulu dikenal sebagai Streptococcus lactis.
Bakteri ini berbentuk kokus, endospora tidak terbentuk, bakteri Gram positif dengan
ukuran 0,5-1,2 x 0,5-1,5 µm (Holt et al., 1994) (Gambar 1). Lc. lactis tumbuh
optimum pada suhu 25-30 oC, sehingga digolongkan ke dalam starter mesofilik
diklasifikasikan sebagai bakteri homofermentatif (Chandan et al., 2008). Lc. lactis
memiliki kemampuan mensintesis folat dan riboflavin, dua jenis vitamin B yang
penting untuk kesehatan mata, otak dan kulit manusia. Bakteri ini digunakan pada
industri pengolahan susu, terutama dalam pembuatan susu fermentasi karena mampu
menghasilkan asam laktat dalam jumlah berlimpah (Wahyudi dan Samsundari,
2008).
Wong et al. (1988) menyatakan bahwa sebagian besar reaksi fermentasi yang
penting digunakan dalam proses pengolahan susu adalah homofermentasi yang
mengubah laktosa menjadi asam laktat. Asam laktat membantu mempertahankan dan
memberikan rasa serta tekstur produk, hampir semua starter yang digunakan untuk
memproduksi produk susu asam mengandung satu atau lebih strain Lc. lactis.
8
Sumber: Polo (2010)
Gambar 1. Lactococcus lactis ssp. lactis
Lactobacillus acidophilus
Lactobacillus acidophilus adalah bakteri paling umum dikenal sebagai
probiotik. Bakteri tersebut berbentuk batang lonjong dengan ukuran 2-5 µm x 3-6
µm (Gambar 2), Gram positif, sel tidak berspora walaupun terkadang motil
menggunakan flagela (Hotl et al., 1994). Lb. acidophilus ditemukan terutama di
dalam usus halus yang menghasilkan zat pembunuh kuman alami yang disebut
lactocidin dan acidophilin. Bakteri ini meningkatkan kekebalan inang melawan
khamir dan bakteri berbahaya seperti Candida albicans, salmonellae, E. coli, dan S.
aureus. Lb. acidophilus berkoloni dan menempel pada dinding usus atau saluran
reproduksi sehingga mencegah organisme lain berkembang biak pada tingkat cukup
untuk menyebabkan infeksi dan peradangan. Lb. acidophilus membantu
mengendalikan infeksi dan peradangan usus yang dapat mengurangi potensi diare,
penyakit atau peradangan itu sendiri (Wahyudi dan Samsundari, 2008).
Lb. acidophilus dapat tumbuh baik dengan oksigen ataupun tanpa oksigen,
dan bakteri ini dapat hidup pada lingkungan yang sangat asam sekalipun, seperti
pada pH 4-5 atau lebih rendah. Bakteri ini tumbuh optimum pada suhu 45 oC dan
merupakan bakteri homofermentatif yaitu bakteri yang memproduksi asam laktat
sebagai satu-satunya produk akhir walaupun terkadang bersifat heterofermentatif
(Chandan et al., 2008).
9
Sumber: Kalab (2008)
Gambar 2. Lactobacillus acidophilus
Saccharomyces cereviceae
Saccharomyces cereviceae diklasifikasikan sebagai khamir yang tergolong
dalam kingdom Ascomycetes dengan ukuran diameter 5-10 µm (Gambar 3).
Mikroorganisme ini merupakan sel eukariotik yang juga berperan dalam proses
fermentasi (Berg et al., 1990). Sc. cereviceae telah digunakan dalam berbagai
industri susu dan berfungsi menghasilkan etanol (Boekhout dan Robert, 2003).
Khamir ini sangat penting dalam pembuatan susu fermentasi karena memberikan
citarasa yang khas. Khamir dapat menghasilkan gas yang dapat memberikan sensasi
produk berkarbonasi.
Sumber: Class (2007)
Gambar 3. Saccharomyces cereviceae
10
Antimikroba Susu Fermentasi
Senyawa antimikroba merupakan salah satu komponen yang dihasilkan oleh
mikroorganisme starter dalam proses fermentasi susu. Senyawa antimikroba akan
menentukan karakteristik antagonistik suatu produk susu fermentasi. Senyawa ini
dalam susu fermentasi dapat memperpanjang masa simpan serta menghambat
pertumbuhan bakteri perusak dan patogen dalam susu fermentasi (Vedamuthu,
1982). Senyawa antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri),
bakteristatik (menghambat pertumbuhan mikroba), fungisidal (membunuh kapang),
fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang) dan germisidal (menghambat
germinasi spora bakteri). Senyawa antimikroba dalam susu fermentasi berupa asam
organik, bakteriosin, H2O2, CO2, alkohol dan diasetil.
Bakteri asam laktat akan menghasilkan asam organik berupa asam laktat pada
susu fermentasi. Asam-asam organik dalam susu fermentasi akan menurunkan atau
membunuh bakteri patogen seperti Escherichia coli, Mycobacterium tuberculosis,
Salmonellae sehingga menekan zat-zat merugikan yang dihasilkan oleh bakteri
patogen (Yukuchi et al., 1992). Beberapa jenis bakteri asam laktat juga
menghasilkan bakteriosin yang merupakan senyawa kompleks protein yang bersifat
antimikroba. Zat ini mampu menghambat dan menghentikan pertumbuhan
mikroorganisme yang memiliki hubungan dekat dengan sel bakteri Gram positif,
tahan panas, aktif pada kisaran nilai pH yang luas, peka terhadap enzim proteolitik
dan relatif tidak toksik pada hewan maupun manusia. Mekanisme kerja dari
antimikroba bakteriosin adalah menempel pada reseptor spesifik di dinding sel dan
penyebab kerusakan fungsi membran sel (Ray dan Daeschel, 1992).
Bakteri asam laktat akan memproduksi H2O2 dengan bantuan enzim-enzim
flavoprotein oksidase. Pembentukan H2O2 menyebabkan efek bakterisidal akibat
penghambatan glikolisis sehingga transpor glukosa tidak lancar. H2O2 bersifat
bakterisidal kuat terhadap bakteri Gram negatif. Bakteri asam laktat
heterofermentatif menghasilkan CO2 yang memiliki efek antimikroba ganda, yaitu
menciptakan kondisi anaerobik dan menghambat dekarboksilasi enzimatis (Surono,
2004).
Alkohol dan diasetil merupakan senyawa pembentuk citarasa dalam produk
susu fermentasi yang juga memiliki aktivitas antimikroba. Alkohol organik seperti
11
etanol, isopropanol dan benzil alkohol menyebabkan denaturasi protein dan
melarutkan lipid pada dinding dan membran sel mikroorganisme, sehingga alkohol
efektif digunakan pada sel vegetatif bakteri (Cartledge, 1992). Diasetil diproduksi
oleh bakteri pada proses fermentasi sitrat dalam susu. Diasetil dapat menginaktivasi
enzim beberapa mikrooganisme dan akan memiliki penghambatan maksimum
terhadap bakteri patogen pada pH 5,0 (Ray dan Daeschel, 1992).
Mekanisme Penghambatan Aktivitas Antimikroba
Penghambatan aktivitas mikroba dapat dilakukan oleh komponen bioaktif
senyawa antimikroba melalui empat mekanisme, yaitu (1) gangguan terhadap
sejumlah sub gugus penyusun sel; termasuk dinding sel, (2) reaksi dengan membran
sel yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas dan kehilangan komponen
penyusun sel, (3) inaktivasi enzim esensial, (4) destruksi atau inaktivasi fungsi
material genetik (Davidson dan Hoover, 1993). Penjelasan keempat mekanisme
tersebut diuraikan pada sub bab berikut.
Gangguan Dinding dan Membran Sel
Unit dasar dinding sel bakteri tersusun dari peptidoglikan (murein dan
mukopeptida). Fungsi peptidoglikan adalah secara mekanis memberi ketegaran pada
sel bakteri, selain sebagai dasar membran sitoplasma. Komponen bioaktif dapat
merusak dinding sel yang akan menghambat sintesis komponen dinding sel bakteri.
Komponen bioaktif mempengaruhi integritas membran sitoplasma yang
mengakibatkan kebocoran materi intraselular, seperti fenol dapat mengakibatkan lisis
sel dan menyebabkan denaturasi protein, menghambat pembentukan protein
sitoplasma dan asam nukleat serta menghambat ikatan ATP-ase (enzim yang
membantu produksi energi pada sel) pada membran.
Inaktivasi Enzim Esensial
Komponen bioaktif dapat merusak sistem metabolisme di dalam sel dengan
cara menghambat sintesis protein bakteri. Komponen ini berupa asam organik yang
dihasilkan oleh bakteri asam laktat. Cabo et al. (2002) menyatakan aktivitas asam
organik seperti asam laktat dan asetat dalam bentuk tidak terdisosiasi dapat
menembus sel mikroba dan pada pH intraseluler yang lebih tinggi, berdisosiasi
menghasilkan ion-ion hidrogen dan mengganggu fungsi metabolit esensial seperti
12
translokasi substrat dan fosforilasi oksidatif, dengan demikian mereduksi pH
intraseluler dan menginaktivasi kerja enzim intraseluler, sehingga enzim esensial
bakteri akan rusak.
Inaktivasi Fungsi Material Genetik
Komponen bioaktif dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (DNA dan
RNA) sehingga berakibat pada terganggunya transfer informasi genetik. Senyawa
antimikroba menghambat aktivitas RNA polimerase dan DNA polimerase,
selanjutnya menginaktivasi atau merusak material genetik sehingga mengganggu
proses pembelahan sel untuk pembiakan.
Bakteri Patogen
Bakteri patogen merupakan kelompok bakteri yang menimbulkan penyakit
pada manusia, hewan dan tumbuhan. Bakteri yang tergolong menimbulkan penyakit
yang mematikan jika tidak segera ditangani pada manusia berupa Salmonella
enteritidis serotipe Typhimurium dan Mycobacterium tuberculosis.
Salmonella enteritidis serotype Typhimurium
Salmonella enteritidis serotype Typhimurium diklasifikasikan ke dalam
famili Enterobacteriaceae. Bakteri ini berbentuk batang pendek dan berukuran 2-4
µm x 0,5-0,8 µm (Gambar 4), Gram negatif, anaerob fakultatif dan memiliki flagela
peritrikat (Holt et al., 1994). Salmonella Typhimurium dapat tumbuh pada suhu 5-47 oC dengan suhu optimum 35-37 oC. Nilai pH optimum untuk pertumbuhan adalah
6,5-7,5; sedangkan aw optimum adalah 0,945-0,999 (Cox, 2000).
Kebanyakan strain Salmonella bersifat aerogenik, dapat menggunakan sitrat
sebagai sumber karbon dan tidak membentuk H2S (Fardiaz, 1992). Bakteri ini
sensitif terhadap panas dan dapat dimusnahkan dengan perlakuan pasteurisasi.
Bakteri ini tersebar dalam pangan akibat kontaminasi dari kotoran manusia yang
terinfeksi (Ray dan Daeschel, 1992).
Salmonella hidup secara anaerobik fakultatif. Bakteri ini tidak dapat
berkompetisi secara baik dengan mikroba-mikroba yang umum terdapat di dalam
makanan seperti bakteri-bakteri pembusuk, bakteri genus lain dalam famili
Eschericieae dan bakteri asam laktat. Pertumbuhan bakteri Salmonella sangat
terhambat oleh bakteri asam laktat (Cox, 2000).
13
Sumber: Pollack (2003)
Gambar 4. Salmonella Typhimurium
S. Typhimurium merupakan bakteri penyebab infeksi. Jika bakteri ini tertelan
dan masuk ke dalam tubuh maka akan menimbulkan gejala yang disebut
salmonelosis. Beberapa spesies Salmonella juga dapat menimbulkan gejala penyakit
lain seperti demam enteritik (demam tifoid dan demam paratifoid) dan infeksi lokal
(Fardiaz, 1992).
Mycobacterium tuberculosis
Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret
1882, sehingga diberi nama basil Koch. Bakteri ini berbentuk batang agak bengkok
dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA)
dengan ukuran lebar 0,2-0,6 µm dan panjang 1-10 µm (Pawsey, 2002; Mediscatore,
2010).
Pewarnaan Ziehl-Neelsen digunakan untuk identifikasi BTA. Bakteri ini
tumbuh lambat, sehingga koloni tampak setelah lebih kurang dua minggu bahkan
kadang-kadang setelah 6-8 minggu. BTA tumbuh pada suhu optimum 37 °C, tidak
tumbuh pada suhu 25 °C atau lebih dari 40 °C. Medium padat yang biasa
dipergunakan adalah Lowenstein-Jensen pada pH optimum 6,4-7,0 (Hiswani, 2008).
Mycobacterium tuberculosis tidak tahan panas, akan mati pada suhu 60 °C
selama 15-20 menit. Biakan M. tuberculosis dapat mati jika terkena sinar matahari
langsung selama dua jam. Bakteri ini dapat bertahan di dalam dahak selama 20-30
jam. Basil dalam percikan bahan dapat bertahan hidup selama 8-10 hari. Biakan basil
14
ini pada suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari pada
suhu - 20 °C selama dua tahun.
Sumber: Demay (2009)
Gambar 5. Mycobacterium tuberculosis
Bakteri ini juga tahan terhadap berbagai bahan kimia dan desinfektan seperti
phenol 5%, asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%. Basil ini dapat
dihancurkan dengan yodium tinktur dalam lima menit, sedangkan dengan alkohol
80% akan hancur dalam 2-10 menit (Hiswani, 2008). Bahan-bahan alami, termasuk
herbal digunakan sebagai terapi pengobatan tuberkolosis karena terbukti dapat
menghambat pertumbuhan bakteri tersebut.
Prevalensi Wabah Penyakit Tuberkolosis dan Tipus
Insidensi tuberkolosis (TBC) meningkat secara drastis pada dekade terakhir
ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini biasanya banyak terjadi
pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke
bawah. Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-
1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2%-0,65%;
sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh
WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000
kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan
kasus baru (Aditama et al., 2006). Data WHO pada tahun 2010 memperlihatkan
peningkatan total kasus TBC sebesar 660.000 dengan jumlah kematian 61.000 jiwa
setiap tahun (Mustikawati dan Surya, 2011).
15
Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat.
Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit
muncul satu penderita baru TBC paru yang menular, bahkan setiap empat menit
sekali satu orang meninggal akibat TBC. Pengendalian Tuberkolosis di Indonesia
telah mendekati target Millenium Development Goals (MDGs) yang mencapai 253
per 100.000 penduduk pada tahun 2008, namun Indonesia menduduki peringkat
ketiga negara dengan jumlah penderita TBC terbanyak di dunia setelah India dan
Cina (Aditama et al., 2006).
Salah satu penyakit mematikan selain TBC adalah tipus. Tipus merupakan
salah satu penyakit infeksi endemik di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh
infeksi bakteri S. Typhimurium yang ditularkan melalui makanan dan minuman.
Insiden tipus di dunia pada tahun 2002 sebesar 16 juta kasus, 600.000 di antaranya
menyebabkan kematian. Prevalensi tipus di Indonesia sebesar 91% kasus, terjadi
pada umur 3-19 tahun (Cammie dan Sammuel, 2005).
Pengujian Aktivitas Antimikroba
Pengujian aktivitas antimikroba dapat dilakukan dengan metode in vitro
(Davidson dan Parish, 1993). Metode in vitro adalah uji aktivitas antimikroba dengan
senyawa antimikroba yang tidak diaplikasikan langsung kepada produk. Metode ini
hanya dapat memberikan informasi awal tentang potensi kegunaan komponen
sebagai antimikroba (Davidson dan Parish, 1993). Metode pengujian aktivitas
antimikroba secara in vitro adalah metode difusi agar sumur.
Metode Difusi Agar Sumur
Uji difusi agar sumur merupakan cara yang sederhana, cepat dan paling
sering digunakan (NCCLS, 1991). Aktivitas antimikroba yang dapat dilihat pada uji
difusi sumur dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: (1) tipe dan ukuran cawan,
(2) tipe agar, pH dan kandungan garam, (3) kemampuan zat untuk berdifusi ke dalam
agar, (4) karakteristik media dan (5) jenis bakteri uji yang digunakan (Branen, 1993).
Produk yang dimasukkan ke dalam sumur atau lubang akan berdifusi masuk
ke dalam agar selama masa inkubasi. Bila memiliki sifat antimikroba, produk ini
akan menimbulkan gradien konsentrasi di dalam agar dan membentuk penghambatan
yang dapat dilihat sebagai zona bening. Semakin jauh jarak masuk ke dalam agar,
maka konsentrasi produk yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri, berkurang
16
dan hanya beberapa bakteri yang dapat terhambat. Hal inilah yang menimbulkan
gradient yang berbeda pada tingkat konsentrasi tertentu (Davidson dan Parish, 1993).
Batas dari zona bening adalah pada saat kekuatan produk sudah jauh
berkurang, sehingga tidak lagi menghambat pertumbuhan bakteri uji. Zona bening
yang terbentuk disebut juga diameter penghambatan. Diameter penghambatan yang
dibentuk, dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti konsentrasi produk, tingkat
kelarutan produk dan kemampuan produk untuk berdifusi ke dalam agar (Prescott et
al., 2003).
Pengujian Penghambatan Mycobacterium tuberculosis
Pengujian penghambatan dilakukan untuk penentuan kemampuan
penghambatan suatu produk terhadap pertumbuhan bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Pengujian menggunakan media Lowenstein Jensen miring modifikasi
yaitu penambahan produk yang akan diuji sensitivitasnya dalam penghambatan
pertumbuhan bakteri Mycobacterium tuberculosis (Sjahrurachman, 2008).