Upload
buicong
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha salah satu tujuan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (Social Science Education), dimana bahan
pendidikannya diorganisir secara terpadu dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial,
humaniora, dokumen negara, terutama Pancasila, UUD 1945, dengan tekanan
bahan pendidikan pada hubungan warga negara dan yang berkenaan dengan bela
negara. Dalam penjelasan pasal 37 UU No. 20 Tahun 2003 ditegaskan bahwa PKn
merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan
kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan
negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang
dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. Hal senada dikemukakan pula oleh
Numan Somantri (2001 : 299) antara lain sebagai berikut:
“Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”.
Berdasarkan pengertian diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa PKn
mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan
sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan
12
Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama,
perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang
mendukung persatuan bangsa dalam masyarakat yang beranekaragam kebudayaan
dan beraneka ragam kepentingan, perilaku yang mendukung kerakyatan yang
mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan
golongan. Perbedaan pemikiran, pendapat, ataupun kepentingan diatasi melalui
musyawarah dan mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
PKn sebagai salah satu mata pelajaran bidang sosial dan kenegaraan
memiliki fungsi yang sangat esensial dalam meningkatkan kualitas manusia
Indonesia yang memiliki keterampilan hidup bagi diri, masyarakat, bangsa dan
negara. Numan Somantri (2001:166) memberikan pemaparan mengenai fungsi
PKn sebagai berikut:
“Usaha sadar yang dilakukan secara ilmiah dan psikologis untuk memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik agar terjadi internalisasi moral Pancasila dan pengetahuan kewarganegaraan untuk melandasi tujuan pendidikan nasional, yang diwujudkan dalam integritas pribadi dan perilaku sehari-hari”.
Berdasarkan uraian di atas mengenai fungsi PKn, maka penulis
menyimpulkan bahwa pembelajaran PKn diharapkan dapat memberikan
kemudahan belajar para siswa dalam menginternalisasikan moral Pancasila dan
pengetahuan kewarganegaraan untuk melandasi tujuan pendidikan nasional, yang
diwujudkan dalam integritas pribadi dan perilaku sehari-hari.
13
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu bagian dari
mata pelajaran di sekolah-sekolah dan juga bagian dari ilmu-ilmu sosial yang
mempunyai tujuan khusus yaitu membina dan membentuk karakter siswa menjadi
warga negara yang baik (good citizenship). Sejalan dengan tujuan PKn tersebut,
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006:201) menjelaskan juga mengenai
tujuan PKn yakni untuk memberikan kompetensi kepada peserta didik dalam hal :
1. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
3. Pembentukan diri yang didasarkan pada karakter-karakter positif masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia yang demokratis.
Hal yang dikemukakan oleh kurikulum diatas bahwa kompetensi yang
hendak diwujudkan melalui mata pelajaran PKn dibagi kedalam tiga kelompok
yakni :
1) kemampuan untuk menguasai pengetahuan kewarganegaraan 2) kemampuan untuk memiliki keterampilan kewarganegaraan 3) kemampuan untuk menghayati dan mengembangkan karakter
kewarganegaraan.
Berdasarkan uraian diatas mengenai tujuan PKn, maka penulis
menyimpulkan bahwa PKn sebagai program pengajaran tidak hanya menampilkan
sosok program dan pola KBM yang kognitif semata melainkan secara utuh dan
menyeluruh yakni mencakup aspek afektif dan psikomotor. Selain aspek kognitif,
afektif dan psikomotor, PKn juga memberikan penekanan pada pendidikan nilai
yaitu pengembangan moral dan norma, membekali perserta didik dengan
pengetahuan dan kemampuan untuk berkomunikasi antar warga negara. Selain itu
digunakan juga sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai
14
luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia, yang diharapkan
dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari baik sebagai masyarakat individu
maupun sebagai anggota masyarakat dan mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
3. Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan
Berdasarkan dari fungsi dan tujuan kewarganegaraan, maka Cholisin
(2007:11.4) mengemukakan bahwa terdapat tiga komponen penting yang hendak
dikembangkan, selanjutnya oleh penulis diuraikan sebagai berikut :
a. Civic Knowledge (Pengetahuan Kewarganegaraan)
Pengetahuan kewarganegaraan (Civic Knowledge) merupakan materi
substansi yang harus diketahui oleh warga Negara. Pada prinsipnya pengetahuan
yang harus diketahui oleh warga Negara yaitu berkaitan dengan hak dan
kewajiban/peran sebagai warga Negara dan pengetahuan yang mendasar tentang
struktur dan sistem politik, pemerintahan dan sistem sosial yang ideal
sebagaimana yang tercantum dalam Pancasila dan UUD 1945.
b. Civic Skill (Keterampilan kewarganegaraan)
Keterampilan kewarganegaraan (Civic Skill) merupakan keterampilan
yang dikembangkan dari pengetahuan kewarganegaran, agar pengetahuan yang
diperoleh menjadi sesuatu yang bermakna, karena dapat dimanfaatkan dalam
menghadapi masalah-masalah kehidupan berbangsa dan bernegara. Civic Skill
mencakup keterampilan intelektual dan keterampilan partisipasi. Keterampilan
intelektual yang terpenting bagi terbentuknya warga Negara yang berwawasan
luas, efektif dan bertanggung jawab antara lain adalah keterampilan berpikir kritis
yang meliputi mengidentifikasi, mendeskripsikan, menjelaskan, menentukan dan
15
mempertahankan pendapat yang berkenaan dengan masalah-masalah publik,
sedangkan keterampilan partisipasi meliputi berinteraksi, memantau, dan
mempengaruhi.
c. Civic Disposition (Karakter kewarganegaraan)
Karakter kewarganegaraan (Civic Disposition) merupakan sifat-sifat yang
harus dimiliki setiap warga Negara untuk mendukung efektivitas partsipasi
politik, berfungsinya sistem politik yang sehat, berkembangnya harga diri dan
kepentngan umum
Berdasarkan uraian diatas mengenai dimensi PKn, maka penulis
menyimpulkan bahwa mata pelajaran PKn memiliki tiga ciri khas, yaitu
pengetahuan, keterampilan dan karakter kewarganegaraan. Ketiga hal tersebut
merupakan bekal bagi peserta didik untuk meningkatkan kecerdasan
multidimensional yang memadai untuk menjadi warganegara yang baik. Isi
pengetahuan (body of knowledge) dari mata pelajaran Kewarganegaraan
diorganisasikan secara interdisipliner dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial
seperti ilmu politik, hukum, tatanegara, psikologi dan berbagai bahan kajian
lainnya yang berasal dari kemasyarakatan, nilai-nilai budi pekerti, dan hak asasi
manusia dengan penekanan kepada hubungan antara warganegara dan
warganegara, warganegara dan pemerintahan negara, serta warganegara dan
warga dunia.
16
4. Ruang Lingkup Materi Pendidikan Kewarganegaraan di Persekolahan
Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006:201) yaitu meliputi aspek - aspek
sebagai berikut:
a. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia,Keterbukaan dan jaminan keadilan.
b. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturanperaturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistim hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional
c. Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM
d. Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warga Negara.
e. Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi, Kekuasan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi.
f. Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka.
g. Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.
17
Merujuk pada ruang lingkup mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan
yang telah di kemukakan di atas, maka aspek mengemukakan pendapat yang di
jadikan sebagai objek kajian materi penelitian ini terdapat dalam ruang lingkup
kebutuhan warga Negara. Hal tersebut mengindikasikan bahwa mengemukakan
pendapat merupakan potensi yang harus dimiliki oleh warga Negara, dan
mempunyai peranan penting dalam meningkatkan partisipasi warga Negara dalam
pembangunan karena dengan kebebasan mengemukakan pendapat, warga Negara
menjadi responsif terhadap masalah-masalah sosial kemasyarakatan yang
tentunya di ikuti dengan tindakan yang solutif terhadap masalah-masalah tersebut.
Adapun aspek mengemukakan pendapat ini tercantum di dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006:203) yaitu pada materi pelajaran
PKn kelas VII semester 2 dengan rincian sebagai berikut :
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Menampilkan sikap positif terhadap perlindungan dan
penegakan Hak Azasi
Manusia (HAM)
3.1 Menguraikan hakikat, hukum dan kelembagaan HAM
3.2 Mendeskripsikan kasus pelanggaran dan upaya penegakan HAM
3.3 Menghargai upaya perlindungan HAM
3.4 Menghargai upaya penegakan HAM
4. Menampilkan perilaku
Kemerdekaan mengemukakan pendapat
4.1 Menjelaskan hakikat kemerdekaan
mengemukakan pendapat
4.2 Menguraikan pentingnya kemerdekaan mengemukakan
18
pendapat secara bebas dan bertanggung jawab
4.3 Mengaktualisasikan kemerdekaan
mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab
Merujuk pada materi pendidikan kewarganegaraan kelas VII, maka hasil
yang di harapkan dari materi mengemukakan pendapat ini adalah agar siswa dapat
mengetahui hal-hal apa saja yang harus di perhatikan ketika akan mengemukakan
pendapat di depan umum, sehingga apa yang di kemukakan dapat di pertanggung
jawabkan secara arif dan bijaksana. Ketika kelak siswa tersebut berada di tengah-
tengah masyarakat, maka diharapkan siswa dapat ikut berpartisipasi dalam
pembangunan daerahnya dengan ikut memberikan buah fikirannya yang di
interpretasikan dalam sarana mengemukakan pendapat di muka umum.
B. Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Cooperative Learning dalam
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
1. Hakikat Model Pembelajaran PKn
Penulis menguraikan dari pendapat Dahlan (1990:21) bahwa “model
pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan
dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk
kepada pengajar di kelas”. Dalam penerapannya model pembelajaran ini harus
sesuai dengan kebutuhan siswa, untuk memilih model yang tepat, maka perlu
diperhatikan relevansinya dengan pencapaian tujuan pengajaran. Dimana dalam
19
prakteknya, sebagaimana dikemukakan oleh Hasan (1996:31) bahwa semua
model pembelajaran bisa dikatakan baik jika memenuhi prinsip-prinsip sebagai
berikut :
1. Semakin kecil upaya yang dilakukan guru, semakin besar aktivitas belajar siswa. Maka hal itu semakin baik.
2. Semakin sedikit waktu yang diperlukan guru untuk mengaktifkan siswa belajar juga semakin baik.
3. Sesuai dengan cara belajar siswa yang dilakukan. 4. Dapat dilaksanakan dengan baik oleh guru. 5. Tidak ada satupun metode yang paling sesuai untuk segala tujuan,
jenis materi, dan proses belajar yang ada.
Berdasarkan uraian diatas mengenai hakikat model pembelajaran, maka
penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran perlu dipahami guru agar
dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan hasil
pembelajaran. Pada penerapannya, model pembelajaran harus dilakukan sesuai
dengan kebutuhan siswa karena masing-masing model pembelajaran memiliki
tujuan dan prinsip yang berbeda.
2. Cooperative Learning sebagai Model Pembelajaran PKn
Cooperative Learning merupakan salah satu model pembelajaran dalam
PKn, dimana pada saat siswa belajar dalam kelompok akan berkembang suasana
belajar yang terbuka dalam dimensi kesejawatan, karena pada saat itu akan terjadi
proses belajar kolaboratif. Pada saat itu juga siswa yang belajar dalam kelompok
kecil akan tumbuh dan berkembang pola belajar tutor sebaya (peer group) dan
belajar secara bekerjasama (cooperative). Lebih jelasnya penulis akan
menguraikannya sebagai berikut :
20
a. Pengertian Cooperative Learning
Menurut Slavin yang dikutip oleh Isjoni (2007:12) mengemukakan bahwa
“cooperative learning adalah suatu model pembelajaran, dimana sistem belajar
dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara
kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar”.
Sementara menurut Anita Lie (2002:16) bahwa “cooperative learning dengan
istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang member
kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam
tugas-tugas yang terstruktur”.
Adapun cooperative learning menurut Kosasih Djahiri (1985:28) bahwa
“cooperative learning sebagai pembelajaran kelompok kooperatif yang menuntut
diterapkannya pendekatan belajar yang siswa sentris, humanistik, dan demokratis
yang disesuaikan dengan kemampuan siswa dan lingkungan belajarnya”.
Sementara model Cooperative Learning menurut Isjoni (2007:5) yaitu bahwa
“Cooperative Learning merupakan salah satu model dalam pembelajaran, dimana
pada model ini siswa diberi kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi
sosial dengan temannya untuk mencapai tujuan pembelajaran, sementara guru
bertindak sebagai motivator dan fasilitator aktivitas siswa”.
Berdasarkan pengertian-pengertian Cooperative Learning diatas, maka
penulis menyimpulkan bahwa Cooperative Learning merupakan model
pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja sama secara kolaboratif dalam
pencapaian tujuan dan guru berupaya mengkondisikannya dengan selalu
21
memotivasi tumbuhnya rasa kebersamaan dan saling membutuhkan diantara
siswa.
b. Tujuan Cooperative Learning
Pada dasarnya model Cooperative Learning dikembangkan untuk
mencapai tiga tujuan sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibrahim, et al.
(2000:5), selanjutnya penulis menguraikannya sebagai berikut:
1) Hasil belajar akademik
“Para pengembang model Cooperative Learning telah menunjukan bahwa
model ini dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan
norma yang berhubungan dengan hasil belajar…”.
2) Penerimaan terhadap perbedaan individu
“Tujuan lain dari model Cooperative Learning adalah penerimaan secara
luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan suku, ras, budaya, kelas sosial,
kemampuan dan ketidakmampuannya. Model Cooperative Learning memberi
peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan
saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan
kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain...”.
3) Pengembangan keterampilan sosial
“…Tujuan penting ketiga dari model Cooperative Learning adalah
mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi”.
Berdasarkan uraian diatas mengenai tujuan Cooperative Learning, maka
penulis menyimpulkan bahwa dengan penerapan model Cooperative Learning
diharapkan ketiga tujuan diatas dapat tercapai karena tujuan utama dari penerapan
22
model Cooperative Learning yaitu supaya siswa dapat belajar secara berkelompok
bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan
memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan pendapatnya.
c. Teori Cooperative Learning
Model Cooperative Learning ini didasarkan pada teori perkembangan
kognitif dan teori Ausubel sebagaimana dikemukakan oleh Isjoni (2007:29),
selanjutnya mengenai teori perkembangan kognitif dan teori Ausubel ini penulis
menguraikannya sebagai berikut :
1) Teori perkembangan kognitif menurut Piaget
Menurut teori ini bahwa “pengetahuan tidak hanya sekedar dipindahkan
secara verbal tetapi harus dikonstruksi peserta didik”. Sebagai realisasi teori ini,
maka Isjoni (2007:37) mengemukakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran
peserta didik haruslah bersifat aktif yaitu salah satunya dengan cara menerapkan
model Cooperative Learning karena Cooperative Learning merupakan sebuah
model pembelajaran aktif dan partisipatif.
Selanjutnya menurut Surya yang dikutif oleh Isjoni (2007:38)
mengemukakan implikasi dari teori perkembangan kognitif dalam pembelajaran,
yaitu antara lain :
a. Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu, dalam mengajar guru hendaknya menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak.
b. Pembelajaran akan lebih baik, apabila anak-anak dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Jadi guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungannya.
c. Pembelajaran di dalam ruangan kelas, anak-anak hendaknya banyak diberi peluang untuk saling berbicara dengan teman-temannya dan saling berdiskusi.
23
2) Teori Ausubel
Menurut Ausubel yang dikutif oleh Isjoni (2007:29) bahwa “bahan
pelajaran yang dipelajari haruslah bermakna (meaning full)”. Pembelajaran
bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-
konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif siswa, dalam hal ini siswa
diberi kebebasan untuk membangun pengetahuannya sendiri.
Selanjutnya menurut Suparno yang dikutif oleh Isjoni (2007:35)
mengemukakan bahwa “…pembelajaran bermakna terjadi bila pelajar mencoba
menghubungkan fenomena baru kedalam struktur pengetahuan mereka…”.
Artinya, bahan pelajaran itu harus cocok dengan kemampuan siswa dan harus
relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki oleh siswa.
Berdasarkan uraian diatas mengenai teori perkembangan kognitif dan teori
Ausubel, maka penulis menyimpulkan bahwa model Cooperative Learning
didasarkan pada teori-teori tersebut. Dimana pengetahuan tidak hanya sekedar
dipindahkan secara verbal tetapi harus dikonstruksi peserta didik, jadi untuk
meningkatkan kualitas kognitif siswa maka guru dalam melaksanakan
pembelajarannya harus lebih ditujukan pada kegiatan pemecahan masalah atau
latihan meneliti dan menemukan. Hal tersebut di dukung juga oleh teori Ausubel,
bahwa kegiatan pemecahan masalah dalam pembelajaran lebih bermanfaat bagi
siswa, dimana dengan pembelajaran seperti itu siswa diberi kebebasan untuk
membangun pengetahuannya sendiri.
24
d. Karakteristik Cooperative Learning
Ada lima unsur dasar yang dapat membedakan Cooperative Learning
dengan kerja kelompok, sebagaimana dikemukakan oleh Bennet yang dikutip
oleh Isjoni (2007:41) kemudian penulis menguraikannya sebagai berikut :
1) Saling ketergantungan positif yaitu hubungan timbal balik yang didasari adanya kepentingan yang sama atau perasaan diantara anggota kelompok untuk mencapai keberhasilan…
2) Interaction pace to pace yaitu interaksi yang langsung terjadi antar siswa tanpa adanya perantara, tidak adanya penonjolan kekuatan individu, yang ada hanya pola interaksi…
3) Adanya tanggung jawab pribadi… 4) Membutuhkan keluwesan yaitu menciptakan hubungan antar pribadi,
mengembangkan kemampuan kelompok, dan memelihara hubungan yang efektif…
5) Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah…
Berdasarkan uraian diatas mengenai karakteristik Cooperative Learning,
maka penulis menyimpulkan bahwa Cooperative Learning berbeda dengan kerja
kelompok, walaupun Cooperative Learning terjadi dalam bentuk kelompok tetapi
tidak setiap kerja kelompok dikatakan Cooperative Learning karena Cooperative
Learning itu memiliki karakteristik tersendiri yaitu adanya saling ketergantungan
positif, Interaction pace to pace, adanya tanggung jawab pribadi, membutuhkan
keluwesan, dan meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan
masalah.
e. Teknik-teknik Model Cooperative Learning
Ada beberapa macam teknik model Cooperative Learning, sebagaimana
dikemukakan oleh Anita Lie (2002:55). Selanjutnya penulis menguraikannya
sebagai berikut :
1) Mencari pasangan
25
Keunggulan teknik, mencari pasangan (make a match) adalah siswa
mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana
yang menyenangkan.
2) Bertukar pasangan
Teknik belajar mengajar bertukar pasangan memberi siswa kesempatan
untuk berkeja sama dengan orang lain. Teknik ini bisa digunakan dalam semua
mata pelajaran dan untuk tingkatan anak didik.
3) Berpikir-Berpasangan-Berempat
Teknik ini dikembangkan oleh Frank Lyman (Think-pair-Share) dan
Spencer Kagan (Think-Pair-Square) sebagai stuktur kegiatan pembelajaran
cooperative lerning. Teknik ini memberi siswakesempatan untuk bekerja sendiri
serta bekerjasama dengan orang lain.Keunggulan teknik ini adalah optimalisasi
partipasi siswa.
4) Berkirim Salam dan Soal
Teknik belajar mengajar Berkirim Salam dan Soal memberi siswa
kesempatan untuk melatih pengetahuan dan keterlampilan mereka, dan siswa
membuat pertanyaan sendiri sehingga akan merasa lebih terdorong untuk belajar
dan menjawab pertanyaan yang dibuat oleh teman-teman sekelas.
5) Kepala Bernomor
Teknik ini dikembangkan oleh Spencer Kagan. Pada peleksanannya lebih
memberi kesempatan kepada siswa membagikan ide-ide dan mempertimbangkan
jawaban yang paling tepat.
6) Teknik Bernomor Terstuktur
26
Teknik Kepala Bernomor Terstuktur melatih siswa belajar melaksanakan
tanggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitkan dengan rekan-rekan
kelompoknya.
7) Dua Tinggal Dua tamu
Teknik belajar mengajar Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray)
dikembangkan oleh Spencer Kagan dan bisa digunakan bersama dengan teknik
Kepala Bernomor. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan
untuk semua tingkatan anak didik. Stuktur Dua Tinggal Dua Tamu memberikan
kesempatan kepada kelompok untuk membagikanhasil dan informasi dengan
kelompok lain.
8) Kancing Gemerincing
Teknik belajar mengajar kancing Gemerincing dikembangkan oleh
Spencer Kagan. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan
semua tingkatan anak didik. Kegiatan teknik ini, masing- masing anggota
kelompok mendapatkan untuk memberikan kontribusi dan mendengarkan
pandangan pemikiran anggota lain.
9) Keliling kelas
Teknik belajar mengajar keliling kelas bisa di gunakan dalam semua mata
pelajaran dan untuk semua tingkatan anak didik. Namun, jika digunakan untuk
anak-anak tingkat dasar , teknik ini perlu disertai dengan manajemen kelas yang
baik supaya tidak terjadi kegaduhan.
10) Lingkaran Kecil Lingkaran Besar
27
Keunggulan teknik ini adalah adanya struktur yang jelas dan kemungkinan
siswa untuk berbagi dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur.
Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan
mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan
keterampilan berkomunikasi.
11) Tari Bambu
Kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan teknik ini melatih siswa
untuk saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan. Salah satu keunggulan
yaitu adanya struktur yang jelas dan memungkinkan siswa untuk berbagi dengan
pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur.Selain itu, siswa bekerja
dengan sesama siswa dalam suasana gotong-royong dan mempunyai banyak
kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan
berkomunikasi.
12) Jigsaw
Teknik belajar mengajar Jigsaw di kembangkan oleh Aronson et al. Dalam
teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa
dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi
lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana
gotong-royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi
dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
13) Bercerita Berpasangan
Teknik mengajar bercerita berpasangan (Paired Storytelling)
dikembangkan sebagai pendekatan interaktif antara siswa, pengajar, dan bahan
28
pelajaran. Pada teknik ini guru memperhatikan skemata atau latar belakang
pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan
pelajaran menjadi lebih bermakna. Kegiatan ini siswa dirangsang untuk
mengembangkan kemampuan berpikir dan berimajinasi. Selain itu, siswa bekerja
dengan. Sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempuyai banyak
kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan
berkomunikasi.
Dari beberapa teknik Cooperative Learning diatas, adapun teknik
Cooperative Learning yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik
kepala bernomor. Teknik tersebut dianggap cocok oleh peneliti karena sesuai
dengan permasalahan dalam penelitian ini yaitu kurangnya partisipasi siswa
dalam mengemukakan pendapat. Jadi dengan menggunakan teknik kepala
bernomor ini siswa diharapkan dapat mengemukakan pendapat dan tidak di
dominasi oleh salah satu siswa, karena model Cooperative Learning dengan
teknik kepala bernomor ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling
membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang tepat. Selain itu,
teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama
mereka.
Adapun langkah-langkah dari teknik kepala bernomor ini yaitu sebagai
berikut :
1. Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat
nomor.
29
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3. Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan
setiap anggota kelompok mengetahui jawaban.
4. Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil
melaporkan hasil kerja sama mereka dan kelompok lain menanggapi.
C. Tinjauan tentang Mengemukakan Pendapat
1. Pengertian Mengemukakan Pendapat
Dalam keterampilan berbicara, mengemukakan pendapat merupakan
tahapan yang paling dasar. Hal ini dikarenakan dari sekian banyak ragam
berbicara maupun semuanya menuntut untuk dapat mengemukakan pendapat.
Adapun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:236) bahwa arti
“mengemukakan” merupakan suatu sikap mengeluarkan, mengangkat,
menguraikan, menjelaskan, dan menyimpulkan suatu hal, sedangkan “pendapat”
adalah pikiran atau gagasan tentang suatu hal, sedangkan menurut Keraf (2004:3)
bahwa arti “pendapat” adalah suatu bentuk retorika yang berusaha untuk
mempengaruhi sikap dan cara berpikir orang lain, agar mereka percaya dan
bertindak sesuai dengan apa yang di inginkan oleh pembicara.
Sementara menurut Parera (1991:185) bahwa “mengemukakan pendapat
adalah kemampuan menggunakan bahasa dengan baik, tepat dan seksama.
Mengemukakan pendapat yang baik berarti mengemukakan pendapat dalam
30
konteks yang masuk akal atau logis”. Logis disini merupakan suatu proses
berpikir sistematis dan terikat pada kaidah-kaidah tertentu. Sebuah pendapat
dikatakan logis jika pendapat tersebut berhubungan dengan pemasalahan yang
dibahas, hal ini terlihat dari ungkapan bahasa yang digunakan dan keterkaitan
dengan permasalahan yang ada. Hal tersebut dikemukakan juga oleh Ngadilah
(2007:102) bahwa “mengemukakan pendapat adalah kegiatan dalam rangka
menyampaikan gagasan atau pikiran secara logis sesuai dengan konteks”. Maksud
konteks disini yaitu adanya hubungan antara orang yang menyampiakan pendapat
dengan orang yang di ajak berkomunikasi serta permasalahan yang sedang
dibahas. Selain pendapat tersebut, mengemukakan pedapat ini di jelaskan juga
dalam UU No. 9 Tahun 1998 pasal 1 ayat 1 bahwa “mengemukakan pendapat
adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan,
tulisan, dan sebaginya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan uraian diatas mengenai pengertian mengemukakan pendapat,
maka penulis menyimpulkan bahwa mengemukakan pendapat adalah suatu
keterampilan yang menitikberatkan pada pemahaman serta pemikiran seseorang
sebagai bentuk argumen, ide, atau gagasan yang diungkapkan kepada orang lain
baik dengan lisan maupun tulisan yang dilakukan secara bebas dan bertanggung
jawab.
2. Ciri-ciri mengemukakan pendapat
Adapun ciri-ciri mengemukakan pendapat ini sebagaimana dikemukakan
oleh Sri Tutik (2004:105) yaitu sebagai berikut :
31
a. Menghargai pendapat orang lain dan tidak memaksakan kehendak sendiri.
b. Pendapat yang di sampaikan mudah dipahami oleh orang lain. c. Pendapat yang di sampaikan harus dapat diterima dengan akal sehat
dan sesuai dengan hati nurani.
Berdasarkan uraian diatas mengenai ciri-ciri mengemukakan pendapat,
maka penulis menyimpulkan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk
mengemukakan pendapatnya, akan tetapi cara penyampaiannya itu harus
dilakukan dengan cara yang sopan dan pendapatnya itu harus dapat di
pertanggung jawabkan sebagaimana sesuai dengan ciri-ciri penyampaian pendapat
yang di kemukakan oleh Saronji Dahlan dan Sri Tutik.
3. Pentingnya Mengemukakan Pendapat
Berdasarkan ruang lingkup mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan
sebagaimana tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006:201),
dimana aspek mengemukakan pendapat yang di jadikan sebagai objek kajian
materi dalam penelitian ini yaitu terdapat pada ruang lingkup kebutuhan warga
Negara. Hal tersebut mengindikasikan bahwa mengemukakan pendapat
merupakan potensi yang harus dimiliki oleh warga Negara, dan mempunyai
peranan penting dalam meningkatkan partisipasi warga Negara dalam
pembangunan karena dengan mengemukakan pendapat, warga Negara menjadi
responsif terhadap masalah-masalah sosial kemasyarakatan yang tentunya di ikuti
dengan tindakan yang solutif terhadap masalah-masalah tersebut.
Partisipasi warga negara dalam kehidupan meliputi lingkungan keluarga,
sekolah, masyarakat, dan negara. Adapun yang akan di bahas dalam penelitian ini
yaitu partisipasi warga negara di sekolah yakni partisipasi belajar siswa terutama
32
dalam mengemukakan pendapat di kelas pada pembelajaran PKn. Ada tiga
karakter pelajar ketika belajar di kelas sebagaimana di kemukakan oleh Nu’man
Somantri (2001:306) yaitu diantaranya :
1. Stone citizen yaitu karakteristik pelajar yang sukar menerima pendapat orang lain dan sukar mengemukakan pendapatnya sendiri.
2. Sponge citizen yaitu karakteristik pelajar yang mau menerima pendapat orang lain,agak aktif dan mau berpartisipasi, tetapi masih sukar mengemukakan pendapat atau ide.
3. Generator citizen yaitu karakteristik pelajar yang mau menerima pendapat orang lain, menilai secara kritis pendapat tersebut, dan mau mengemukakan pendapatnya sendiri.
Dari beberapa karakater warga negara diatas, maka penulis menyimpulkan
bahwa karakter warga negara yang dibutuhkan oleh masyarakat demokratis yaitu
tumbuhnya generator citizen yakni warga negara yang mau menerima pendapat
orang lain dan mau berpartisipasi dalam kehidupan sosial, dimana hal tersebut
merupakan salah satu bentuk tanggung jawab seorang warga negara untuk
membangun negaranya. Begitu juga pada saat pembelajaran di kelas, karakter
generator citizen ini sangat penting sekali karena supaya pembelajaran tidak
berpusat pada guru tetapi berpusat pada siswa, dimana guru hanya sebagai
pasilitator dan suasana kelas akan menjadi hidup.