Tinjauan Teori BPH

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bph

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masalah Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan penyakit tersering kedua di klinik urologi di Indonesia setelah batu saluran kemih (Fadlol & Mochtar. 2005). Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin meningkat, diperkirakan sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria di Indonesia berusia 60 tahun atau lebih dan 2,5 juta pria diantaranya menderita gejala saluran kemih bagian bawah (Lower Urinary Tract Symptoms/LUTS) akibat BPH (Suryawisesa, dkk. 1998). BPH didefinisikan sebagai proliferasi dari sel stromal pada prostat, yang menyebabkan perbesaran pada kelenjar prostat. Insiden BPH hanya terjadi pada laki-laki (menurut struktur anatomi), dan gejala pertama kali akan muncul pada usia kurang lebih 30 tahun. Gejala pada BPH secara umum dikenal sebagai LUTS. LUTS secara umum adalah gejala-gejala yang berkaitan dengan terganggunya saluran kencing bagian bawah. Salah satu manifestasinya adalah terganggunya aliran urin, keinginan buang air kecil (BAK) namun pancaran urin lemah (Kapoor, Anil.2012). BPH adalah suatu kondisi yang mempunyai kaitan dengan penuaan. Meskipun BPH bukan suatu kelainan yang mengancam jiwa, BPH merupakan manifestasi klinis dari LUTS yang dapat mengurangi kualitas hidup penderita. Kelainan pada LUTS muncul pada 30% laki-laki dengan usia lebih dari 65 tahun (Rosette, J. De La., et al. 2006). Perkembangan BPH secara mikroskopis dimulai antara usia 25 30 tahun. Setelah menginjak usia 45 tahun keatas maka prevalensi terjadinya BPH akan meningkat, dan mencapai 90% pada usia 90 tahun. Kejadian ini menjadi salah satu faktor bagi para tenaga kesehatan khususnnya perawat dalam mengidentifikasi dan mengatasi masalah-masalah keperawatan yang mungkin muncul. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan upaya pelayanan kesehatan secara preventif, promotif, dan kuratif, sehingga masalah tersebut dapat diatasi dengan baik. B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Tujuan umum pembuatan makalah BPH ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan dewasa.

2. Tujuan Khusus Tujuan khusus pembuatan makalah ini diantaranya :

Memberikan informasi mengenai gambaran BPH dan hernia inguinalis sebagai tolak ukur dalam mengidentifikasi suatu faktor risiko. Sebagai bahan referensi untuk mengembangkan pengetahuan dan informasi mengenai BPH. Memberikan pengetahuan dan informasi mengenai BPH dalam upaya pencegahan komplikasiBAB IITINJAUAN TEORIA. DEFINISI

1. Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan perbesaran kelenjar prostat, memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap (Smeltzer dan Bare, 2002).2. BPH merupakakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa (Price dan Wilson, 2006).

3. BPH merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada pria umur 50 tahun atau lebih yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada prostat yaitu prostat mengalami atrofi dan menjadi nodular,pembesaran dari beberapa bagian kelenjar ini dapat mengakibatkan obstruksi urine ( Baradero, Dayrit, dkk, 2007).

B. ETIOLOGI

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab terjadinya BPH, namun beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua. Terdapat perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka kejadiannya sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya sekitar 80%, dan usia 90 tahun sekitar 100%.Ada beberapa teori tentang penyebab BPH, yaitu :

1. Teori Dehidrotestosteron ( DHT )

Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT) dalam sel prostad merupakan factor terjadinya penetrasi DHT kedalam inti sel yang dapat menyebabkan inskripsi pada RNA, sehingga dapat menyebabkan terjadinya sintesis protein yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim alfa reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.

2. Teori Hormone ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosteron sedangkan kadar estrogen relative tetap, sehingga terjadi perbandingan antara kadar estrogen dan testosterone relative meningkat. Hormon estrogen didalam prostat memiliki peranan dalam terjadinya poliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosterone meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.

3. Faktor interaksi Stroma dan epitel epitel.Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang disebut Growth factor. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma. Basic Fibroblast Growth Factor (bFGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostad jinak. bFGF dapat diakibatkan oleh adanya mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau infeksi.

4. Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya, kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju poliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat baru dengan prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat, sehingga terjadi pertambahan masa prostat.

5. Teori sel StemSel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormone androgen, sehingga jika hormone androgen kadarnya menurun, akan terjadi apoptosis. Terjadinya poliferasi sel-sel BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.C. TAHAPAN PENYAKIT BPHBerdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan Dejong (2005) secara klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi :

1. Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan sisa urin kurang dari 50 ml

2. Derajat 2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan batas atas dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50-100 ml.

3. Derajat 3 : Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas prostat tidak dapat diraba dan sisa volum urin lebih dari100ml.

4. Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi urine total

D. TANDA DAN GEJALA1. Gejala KlinisGejala pembesaran prostat jinak dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu:a. Gerjala irtitatif: sering buang air kecil, tergesa-gesauntuk buang air kecil,buang air kecil malam hari lebih dari satu kali,dan sulit menahan buang air kecil.

b. Gejala obstruksi: pancaran kencing melemah, akhir buang air kecil belum terasa kosong, menunggu lama pada permulaan buang air kecil, harus mengedan saat buang air kecil, BAK terputus-putus, dan waktu buang air kecil memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan terjadi inkontinen.

2. Tanda Klinis

Ditemukannya pembesaran pada pemeriksaan colok dubur/digital rectal examination ( DRE) . pada BPH, prostat teraba dembesar engan konsistensi kenyal.

E. PATHOFISOLOGIHiperplasi prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-beda. Proses pembesaran prostad terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostad, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostad meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase kompensasi, keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin. Urin yang statis akan menjadi alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat mengakibatkan aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin yang menetes, kencing terputus-putus (intermiten), dengan adanya obstruksi maka pasien mengalami kesulitan untuk memulai berkemih (hesitansi). Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika urinarianya mengalami iritasi dari urin yang tertahan tertahan didalamnya sehingga pasien merasa bahwa vesika urinarianya tidak menjadi kosong setelah berkemih yang mengakibatkan interval disetiap berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi), dengan adanya gejala iritasi pasien mengalami perasaan ingin berkemih yang mendesak/ urgensi dan nyeri saat berkemih /disuria. Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi penderita harus mengejan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan terbentuknya batu endapan didalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk akan mengakibatkan pielonefritis (Sjamsuhidajat dan De jong, 2005).

F. KOMPLIKASI1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi

2. Infeksi saluran kemih

3. Involusi kontraksi kandung kemih

4. Refluk kandung kemih

5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin yang akan mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.

6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi

7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis.

8. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu miksi pasien harus mengedan.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Pemeriksaan Laboratorium:

a. Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting dilakukan untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Pemeriksaan kultur urin berguna untuk menegtahui kuman penyebab infeksi dan sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba.

b. Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang menegenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsin ginjal dan status metabolic.

c. Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA 10 ng/ml.

2. Radiologi Intravena pielografi, BNO, sistogram, retyrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen.3. Prostatektomi Retro Pubis, pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarikdan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.

4. Prostatektomi Parineal, yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perinium. H. PENATALAKSANAAN1. Observasi

Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Pasien dianjurkan untuk mengurangi minum setelah makan malam yang ditujukan agar tidak terjadi nokturia, menghindari obat-obat dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Pasien dianjurkan untuk menghindari mengangkat barang yang berat agar perdarahan dapat dicegah. Ajurkan pasien agar sering mengosongkan kandung kemih (jangan menahan kencing terlalu lama) untuk menghindari distensi kandung kemih dan hipertrofi kandung kemih. Secara periodik pasien dianjurkan untuk melakukan kontrol keluhan, pemeriksaan laboratorium, sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.2. Terapi Medikamentosa

Obat-obatan yang sering dipakai yaitu:a. Penghambat adrenergik alfaObat-obat yang sering dipakai adalah prazosin, doxazosin,terazosin,afluzosin atau yang lebih selektif alfa 1a (Tamsulosin). Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis tamsulosin adalah 0,2-0,4 mg/hari.b. Pengahambat enzim 5 alfa reduktase Obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis 1X5 mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHTsehingga prostat yang membesar akan mengecil.

c. Fitofarmaka/fitoterapi

Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain eviprostat. Substansinya misalnya pygeum africanum, saw palmetto, serenoa repeus dll. Afeknya diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1- 2 bulan dapat memperkecil volum prostat.3. Pembedahan

Pembedahan ada dua cara yaitu:a. Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka yang biasa digunakan adalah :1). Prostatektomi suprapubik

2). Prostatektomi perineal

3). Prostatektomi retropubikb. Pembedahan endourologi.1). Transurethral Prostatic Resection (TURP)

2). Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)

3). Terapi invasive minimalBAB III

ASUHAN KEPERAWATAN BPHA. PENGKAJIAN

Keluhan utama : nyeri pada perut bagian bawah

Data subjektif

Klien mengungungkapkan keluhan sebagai berikut :

1. Gejala Obstruktif yaitu :

a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.

b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.

c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.

d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.

e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.

2. Gejala Iritasi yaitu :

a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.

b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.

c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

Data objektif

1. Wajah klien tampak tegang menahan sakit

2. TTV meningkat

3. Terpasang kateter sejak tanggal 30 April 2013, urine tampak kemerahan sertaB. DIAGNOSA, NOC, NIC

1. Gangguan eliminasi urin (00016, hal 183) b.d obstruksi saluran kencing (anatomic obstruction)

karakteristik :

Retensi urin

Inkontinensia urin

Nokturia

Dorongan ingin berkemih

NOC :

Urinary elimination

Urinary continence

NIC :

Urinary retention care :

1. Lakukan penilaian kemih secara komprehensif berfokus pada inkontinensia (mis : output urin, pola berkemih,, fungsi kognitif, dan masalah kencing pra eksistence.

2. Mengawasi penggunaan antikolinergik atau poperti alpA agonis.

3. memonitor efek dari obat-obatan yang diresepkan seperti kalsium channel dan antikolinergik

4. gunakna kekuatan sejati dengan menyiram air atu toliel.

5. Merangsang refleks kandung kemih ditilet dengan menerapkan kompres dingin ke perut. kemin dst.

6. Masukkan kateter yang sesuai

7. Rujuk ke spesialis jika perlu2. Nyeri akut (00132, hal 440) b.d agen injuri fisik (akibat adanya obstruksi)

karakteristik :

Ekspresi muka nyeri

Adanya laporan atau ungkapan perasaan nyeri

NOC :

pain level

Pain control

comfort level

Ditandai dengan :

Mampu mengontrol nyeri

Melaporkan nyeri berkurang

Menyatakan rasa nyaman

NIC :

Pain managemen

1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (lokasi, durasi, karakteristik, frekuensi, kwalitas)

2. Observasi non verbal dari ketidaknyamanan

3. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.

4. Kurangi faktor pretisipasi nyeri

5. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (non farmakologi)

6. Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu.

3. Resiko ketidakefektifan perfusi ginjal (00203, hal 233)

Jenis faktor resiko :

Adanya infeksi (akibat odanya obstruksi saluran kencing)

NOC :

Circulation status

Elektrolit and acid

Base balance

Fluid balance

Hidration

Tissue prefussion : renal

Urinary elimination

Ditandai dengan :

Tekanan systole dan dyastole dalam batas normal

Tak ada gangguan mental, orientasi kognitif dan kekuatan otot

Na, K, Cl, Ca, Mg, BUN, creatinin dan bicnat dalam batas normal

Tak ada distensi vena leher

Hematokrit normal

Membran mukosa lembab

Tak ada odem perifer

Warna dan bau urin dalam batas normal

NIC :

Acid Base managemen

1. Observasi status hidrasi (kelembaban membran mukosa, tekanan darah)

2. Monitor HMT, ureum, albumin, total protein, serum osmolaritas dan urin

3. Observasi tanda-tanda cairan berlebih / retensi.

4. Pertahankan intake dan output secara akurat.

5. Monitor TTV

6. Monitor gula darah arteri dan serum, elektrolit urin

7. Monitor status hemodinamik

4. Resiko infeksi (00004, hal 379)

Jenis faktor resiko :

Prosedur invasif

NOC :

Immune status

Knowledge : infection control

Risk control

Ditandai dengan :

Kllien bebas dari tanda dan gejala infeksi

Klien mendeskripsikaan proses penularan penyakit dan cara penatalaksanaannya

Menunjukkan kemampuan untuk pencegahan infeksi

Jumlah lekosit dalam batas normal

Menunjukkan perilaku hidup sehat

NIC :

Infection control

1. Instruksikan pengunjung untuk mencuci tangan

2. Gunakan anti microba untuk mencuci tangan

3. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemakaian alat

4. Gunakan kateter intermitten untuk menurunkan infeksi kandung kemih

5. Tingkatkan intake nutrisi

6. Ajarkan cara menghindari infeksi

7. Instruksikan untuk minum antibiotik sesuai resep

5. Resiko perdarahan (00206, hal 382)

Jenis faktor resiko :

Adanya trauma

NOC :

Blood lose severity

Blood coagulation

Ditandai dengan :

Tak ada hematuria dan hematemesis

Kehilangan darah yang terlihat

Tekanan darah dalam batas normal

Hematokrit dan hemoglobin dalam batas normal

PT, PTT, plasma daam batas normal

NIC :

Bleeding precaution (pencegahan perdarahan)

1. Monitor tanda-tanda vital

2. Catat nilai HB dan HT sebelum dan sesudah perdarahan

3. Monitor nilai laboratorium (koagulasi)

4. Monitor TTV

5. Lindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan perdarahan

6. Monitor status cairan intak dan output

6. Anxietas (146, hal.323) b.d perubahan status kesehatan

Karaketristik :

Perilaku : gelisah, insomnia

Afektif : gugup, khawatir

Fisiologis : wajah tegang, peningkatan keringat

Simpatik : jantung berdebar-debar, peningkatan tekanan darah, nadi

Parasimpatik : mual, diare, letih

Kognitif : khawatir, penurunan lapang persepsi

NOC :

Anxiety self control

Anxiety level

coping

Ditandai dengan :

Klien mampu mengidentifikasi gejala cemas

Klien mampu mengontrol cemas

Ttv dalam batas normal

Ekspresi wajah dan postu tubuh menunjukkan kecemasan berkurang

NIC :

Anxiety reduction (penurunan kecemasan)

1. Gunakan pendekatan yang menenangkan

2. Bantu klien mengenali kecemasan

3. Nyatakan dengan jelas apa harapan pasien

4. Jelaskan semua prosedur dan apa saja yang dirasakan selama prosedur berlangsung

5. Temani klien untuk mengurangi kecemasan

6. Instruksikan menggunakan teknik relaksasi

7. Beri terapi farmakologi untuk mengurangi cemas bila perlu

C. DISCHARGE PLANNING

1. Berhenti merokok

2. Biasakan hidup bersih

3. Konsumsi makanan banyak vitamin, hindari alkohol

4. Menilai dan mengajarkan klien untuk melaporkan tanda-tanda hematuria dan infeksi

5. Jelaskan komplikasi yang mungkin pada BPH dan segera untuk lapor

6. Himbau untuk menghindari mengkonsumsi obat-obatan berkemih seperti OTC yang mengandung simpatomimetik seperti fenilpropanolamin dingin

7. Anjurkan untuk selalu check up

BAB IVPENUTUPA. KESIMULANHipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998). Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193). Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Oleh karena itu penting bagi perawat untuk mempelajari patofisiologi, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) beserta keluarganya.

DAFTAR PUSTAKASmeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC. JakartaArif, Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculpius. JakartaBrunner & Suddart. 2001. Buku Ajar Medikal Kepertawatan vol 3.EGC. JakartaSylfia A. Price, dkk. 2006. Patofisiologi: konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: EGCAmin Huda Nurarif & Hardhi kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Dianosa Medis & NANDA-NIC-NOC.Mediaction. Jogjakarta INCLUDEPICTURE "http://reps-id.com/wp-content/uploads/2014/04/bph.jpg" \* MERGEFORMATINET

20