95
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh: NDARU ADJI TANDAYUNG NIM. E0008195 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2 0 1 2

TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

  • Upload
    letram

  • View
    231

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR

BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1

dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Oleh:

NDARU ADJI TANDAYUNG

NIM. E0008195

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2 0 1 2

Page 2: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

Page 3: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

Page 4: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

Page 5: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRAK

Ndaru Adji Tandayung, E0008195. 2012. TINJAUAN YURIDIS ATAS

PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM

INTERNASIONAL. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tujuan dari penelitian ini adalah di temukannya jawaban sementara atas

identifikasi pengaturan hukum internasional dan hukum nasional atas pencemaran

minyak di Laut Timor karena meledaknya ladang minyak Montara milik PT TEP

Australasia (Thailand - Australia) dan negara yang bertanggung jawab atas

kejadian tersebut.

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yang menggunakan data

sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Teknik pengumpulan

data yang digunakan adalah studi kepustakaan. Analisis data yang menggunakan

metode penalaran deduktif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan kesimpulan

bahwa pengaturan hukum internasional dan hukum nasional Indonesia yang

berlaku sudah cukup untuk mengatur pencemaran minyak di lingkungan laut.

Negara yang bertanggung jawab dalam kasus meledaknya ladang minyak Montara

milik PT TEP Australasia adalah Australia. Alasannya adalah Australia yang

memberi ijin PT TEP Australasia untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi

minyak di wilayah perairannya harus mengawasi dan bertanggung jawab atas

meledaknya ladang minyak Montara karena dampak yang ditimbulkan serta

penggunaan dispertan berbahaya dalam menanggulangi pencemaran minyak di

lautan berdasarkan ketentuan United Nation Convention on The Law of The Sea

1982 yang tercantum dalam Pasal 235 yang didukung oleh ketentuan Pasal 60

ayat (4) dan (5), Pasal 79 ayat (3), Pasal 81, Pasal 139, Pasal 153 dan Pasal 195.

Saran dari penelitian ini adalah perlu ada mekanisme dan pengaturan internasional

yang lebih komprehensif lagi karena pengaturan ganti rugi pencemaran minyak di

laut yang disebabkan oleh anjungan minyak lepas pantai belum diatur dalam

hukum internasional.

Kata kunci: Pencemaran Laut, Minyak Mentah, United Nation Convention on The

Law of The Sea 1982

Page 6: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRACT

Ndaru Adji Tandayung, E0008195. 2012. LEGAL REVIEW OF POLLUTION

IN TIMOR SEA UNDER INTERNATIONAL LAW. Faculty of Law Sebelas

Maret University.

The aims of this research are found the temporary answer of the

regulation on international law and national law of Indonesia; and also state

responsibility of marine pollution in Timor Sea.

It is a normative research, using secondary data consist of primary,

secondary, and tertiary legal materials. The technique of collecting data is library

research. The technique of data analyzes is deductive method.

The conclusion of this research are the regulation of international law and

domestic law in Indonesia is sufficient to regulate oil pollution in the marine

environment. The state which has the responsibility of the marine pollution in

Timor Sea is Australia. It is becaused Australia gives permission PT TEP

Australasia to explore and exploit oil in its territorial waters shall supervise and

be responsible for the explosion of Montara oil field because of its impact and use

of hazardous dispertan in preventing oil pollution in the oceans under the

provisions of the United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 listed in

Article 235 which is supported by the provisions of Article 60 Paragraph (1) and

(5), Article 79, Article 81, Article 139, Article 153 and Article 195. And there

needs to be mechanisms and a more comprehensive international arrangement

again in regulating the compensation of oil pollution at sea caused by offshore oil

platforms.

Keywords : pollution in the marine, crude oil, United Nations Convention on the

Law of the Sea 1982

Page 7: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

MOTTO

Man Jadda Wajada.

(Barangsiapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil)

Nil sine magno labore vita dedit mortalibus

(Tanpa kerja keras, kehidupan tak memberikan apapun kepada manusia)

“Manusia hanya bisa berusaha dan berdoa, Tuhan lah yang berkehendak”

Nosce te ipsum

(Kenalilah dirimu sendiri)

Page 8: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada :

Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi segala berkat kenikmatan dan

karunia-Nya, serta selalu memperlancar segala proses yang harus saya

tempuh dalam pembuatan skripsi ini.

Ayah dan Ibu yang saya cintai dan sayangi terima kasih doa, bimbingan, ,

kasih sayang, dan dukungannya.

Adik-adikku yang selalu memberikan semangat dan keceriaan kepadaku.

Sahabat-sahabat dan seluruh teman-teman almamater saya Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta angkatan 2008.

Page 9: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,

karunia, segala nikmat, dan kekuatan, sehingga penulisan hukum (skripsi) yang

berjudul “TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR

BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL” ini dapat terselesaikan

dengan baik, lancar dan tepat waktu.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini tidak terlepas

dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak semoga kebaikan pihak-pihak

yang telah membantu dibalas oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Penulis dengan ini

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Budi Setiyanto, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik penulis

selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas

Maret Surakarta yang telah memberikan bimbingan kepada penulis.

3. Bapak Handojo Leksono, S.H. selaku dosen pembimbing 1 yang telah

memberikan bimbingan dan masukan yang sangat membantu bagi penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Emmy Latifah, S.H., M.H. selaku dosen pembimbing 2 yang telah

memberikan bimbingan, perhatian, dan pengarahan yang sangat berharga

bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak dan ibu dosen, serta karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas

Maret Surakarta, terima kasih saya ucapkan atas semua ilmu dan kenangan

yang telah dibagi.

6. Ayah dan Ibu saya, yang selalu memberikan dukungan, kepercayaan,

support, dan doa-doa yang selalu terpanjatkan di setiap waktu. Inilah salah

satu bentuk baktiku.

7. Kedua adik terkasih Diwan Adji Radityo dan Destio Adji Wiratama yang

selalu mendukung, memberikan semangat dan keceriaannya.

Page 10: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

Penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Kritik dan saran yang bersifat membangun mengenai penelitian ini sangat penulis

harapkan demi pengembangan ilmu lebih lanjut. Terima kasih.

Surakarta, 4 Juni 2012

Penulis

Ndaru Adji Tandayung

Page 11: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING..……………………….

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI.................................................

HALAMAN PERNYATAAN…………………………………………..

ABSTRAK………………………………………………………………

ABSTRACT……………………………………………………………..

HALAMAN MOTTO...............................................................................

HALAMAN PERSEMBAHAN...............................................................

KATA PENGANTAR………………………………………..................

DAFTAR ISI…………………………………………………………….

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR……….......………………....……

BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………

A. Latar Belakang………..……………………………………..

B. Rumusan Masalah…………………………………………...

C. Tujuan Penelitian……………………………………………

D. Manfaat Penelitian…………………………………………..

E. Metode Penelitian…………………………………………...

F. Sistematika Penulisan Hukum………………………………

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………….

A. Kerangka Teori………..……………………………………..

1. Tinjauan Mengenai Hukum Laut Internasional………....

2. Tinjauan Mengenai Pertanggungjawaban Negara……....

3. Tinjauan Mengenai Sengketa Internasional……….......

4. Tinjauan Mengenai Hukum Lingkungan Internasional…..

5. Tinjauan Mengenai Pencemaran Laut………………....

B. Kerangka Pemikiran..............................................................

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……………...

A. Hasil Penelitian……………………………………...…......

1. Pengaturan Hukum Internasional Maupun Hukum

Nasional Terkait Dengan Pencemaran di Laut Timor.....

Timor…………………………………………………...

.

Pengaturan Tindak Pidana

i

ii

iii

iv

v

vi

vii

viii

ix

xi

xiii

1

1

8

8

8

9

11

13

13

13

17

20

28

30

33

34

34

34

Page 12: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

a. Pengaturan Berdasarkan Hukum Internasional……..

b. Pengaturan Berdasarkan Hukum Nasional………….

2. Pertanggungjawaban Negara yang Terlibat di

Perusahaan The Petroleum Authority of Thailand

Exploration and Production Public Company Limited

(PT TEP) Australasia Dalam Kejadian Meledaknya

Kilang Minyak Montara di Laut Timor………….........

B. Pembahasan Penelitian…………………………………...

1. Pengaturan Hukum Internasional Maupun Hukum

Nasional Terkait Dengan Pencemaran di Laut Timor...

2. Pertanggungjawaban Negara yang Terlibat di

Perusahaan The Petroleum Authority of Thailand

Exploration and Production Public Company Limited

(PT TEP) Australasia Dalam Kejadian Meledaknya

Kilang Minyak Montara di Laut Timor……………….

BAB IV. PENUTUP………………………………………………..….

A. Kesimpulan…………………………………………….......

B. Saran……………………………………………….....……

DAFTAR PUSTAKA……………………………………….....……...

34

42

53

60

60

67

77

77

78

79

Page 13: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

......

Tabel 1 ..................................................................................................

Gambar 1 ............................……………………………………..............

5

33

Page 14: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lingkungan hidup merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa bisa

digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam aktivitas hidup manusia. Hal

tersebut harus dilakukan secara tepat guna baik cara mengeksplorasinya dan cara

melestarikannya agar tidak terjadi kerusakan lingkungan yang bisa mengancam

keberlangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya. Aktivitas pemanfaatan

sumber daya alam tersebut tentu saja semakin maju dan modern, namun dengan

kemajuan teknologi yang digunakan untuk mengeksplorasi sumber daya alam

tersebut tidak ada yang bisa menjamin ada atau tidaknya kerusakan lingkungan.

Kenyataannya bila kerusakan lingkungan yang timbul akibat aktivitas eksplorasi

sumber daya alam oleh manusia ini tentu saja menjadi tanggung jawab manusia

untuk segera mengatasinya.

Kerusakan lingkungan bisa disebabkan oleh dua faktor yakni yang pertama

kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh alam misalnya letusan gunung

berapi, gempa bumi, angin topan, erosi dan sebagaianya. Faktor yang kedua yakni

kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh manusia misalnya penebangan hutan

secara liar baik untuk pembangunan kawasan industri atau pemanfaatan sumber

daya alam yang berlebihan, pembuangan sampah sembarangan, perburuan liar,

penggunaan dispertan berbahaya yang tidak ramah lingkungan dan sebagainya.

Akibat kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh perbuatan manusia sangat

merugikan, misalnya terjadi pencemaran akibat proses eksplorasi dan eksploitasi

sumber daya alam. Terkait hal tersebut untuk mencegah, menanggulangi serta

mengatasi pencemaran lingkungan tersebut diperlukan mekanisme khusus yang

berupa hukum berbentuk undang-undang yang mengatur tentang lingkungan

hidup. Permasalahan pencemaran lingkungan ini harus mendapat perhatian yang

cukup dan penanganan yang serius dikarenakan lingkungan hidup sebagai tempat

hidup manusia dan mahluk hidup lainya perlu dijamin kelestariannya guna

menjamin kehidupan semua mahluk hidup di masa depan sehingga dengan adanya

kerusakan lingkungan berarti ada ancaman bagi kelangsungan hidup manusia.

Page 15: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Pada tahun 1972 untuk pertama kalinya diadakan konferensi tentang

lingkungan hidup yang dikenal dengan Konferensi Stockholm. Konferensi ini

merupakan titik balik dalam perkembangan politik lingkungan hidup

internasional. Konferensi tersebut dikatakan sebagai titik balik didasari karena

didalamnya termuat 26 prinsip dasar untuk mewujudkan upaya adanya pengaturan

lingkungan hidup yang lebih komprehensif baik di darat, di laut maupun di udara,

termasuk adanya konsep hanya ada satu bumi (only one earth) dalam artian bahwa

dalam perkembangan kehidupan manusia yang semakin banyak dan kompleks

kebutuhannya ini diperlukan suatu kesadaran akan pentingnya pengelolaan,

pemanfaatan, dan pelestarian lingkungan hidup yang bijaksana secara menyeluruh

bagi keberlangsungan hidup manusia yang ada di bumi untuk masa yang akan

datang.

Berbagai permasalahan pencemaran terhadap lingkungan terus dibicarakan

dalam konteks perbaikan lingkungan hidup internasional. Pencemaran atas laut

atau Marine Pollution merupakan salah satu masalah yang mengancam bumi saat

ini, dikarenakan semakin meningkatnya pola aktivitas penggunaan dan

pemanfaatan kekayaan alam yang terkandung di lautan. Pola aktivitas tersebut

bisa memberikan dampak berupa pelepasan zat-zat beracun dan berbahaya,

pembuangan kotoran dan sampah, kegiatan kapal, penggunaan instalasi dan

peralatan untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam dari dasar

laut dan tanah yang dibawahnya serta instalasi dan peralatan lainnya yang

dioperasikan di lingkungan laut. Pencemaran lingkungan yang terjadi di Laut

Timor salah satunya.

Pencemaran minyak di Laut Timor ini terjadi pada tanggal 21 Agustus

2009 akibat meledaknya ladang minyak Montara. Ladang minyak milik The

Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Public Company

Limited (PT TEP) Australasia yang merupakan operator kilang minyak dari

Thailand yang berlokasi di Montara Well Head Platform, Laut Timor atau 200 km

dari Pantai Kimberley, Australia. Akibat dari ledakan tersebut berakibat pada

kebocoran pipa pada ujung sumur di kedalaman 3,6 kilometer sehingga minyak

dan gas berhamburan keluar mencemari laut. Ledakan sumur minyak Montara

Page 16: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

tersebut menumpahkan sekitar 400 barrel liter minyak mentah bercampur gas,

kondensat dan zat timah hitam serta zat-zat kimia lainnya per hari ke perairan

Laut Timor dan dalam realitasnya telah menghancurkan kawasan seluas 16.420

kilo meter persegi. Kerusakan lingkungan akibat pencemaran yang ditimbulkan

tersebut bisa dilihat dari sisi biofisik seperti terganggunya keseimbangan ekologi

laut dengan adanya zat-zat pencemar (pollutant) yang dapat meracuni kehidupan

binatang dan tumbuh-tumbuhan laut yang terkena langsung zat-zat pencemar

tersebut (Mochtar Kusumaatmadja, 1978: 178). Dampak psikologis dan sosial

ekonomi yang dialami masyarakat terutama nelayan yang tinggal di sekitar pesisir

Pulau Timor dan Pulau Rote pun terpukul. Hasil tangkapan ikan mereka turun

drastis dan banyak diantara mereka tidak bisa lagi melaut karena lahan garapan di

laut mereka tercemar berat. Hal paling berbahaya dan sangat dikhawatirkan adalah

ancaman serius bagi kesehatan masyarakat yang mendiami Timor Barat dan

kepulauan sekitarnya bila mengkonsumsi ikan yang tercemar. Pada tanggal 30

Agustus 2009, jejak tumpahan minyak mentah telah memasuki wilayah Zona

Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) yg berbatasan dengan Zona Ekonomi

Eksklusif Australia. Selang sekitar 1 bulan kemudian tepatnya pada tanggal 3

November 2009, kebocoran minyak tersebut berhasil ditutup, namun minyak

mentah dan gas yang keluar telah mencemari kawasan di zona maritim seperti di

laut territorial, kawasan ZEEI, dan di wilayah laut landas kontinen Indonesia.

Dampak yang timbul akibat dari pencemaran minyak Montara oleh PT

TEP Australasia di Laut timor tersebut sangat besar dan merugikan Negara

Indonesia. Berdasarkan pengamatan Pusat Komando dan Pengendali Nasional

Operasi Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak Di Laut pada bulan

Mei 2010 ditemukan data sebagai berikut.

1. Bahwa kadar total senyawa PAH (Polisiklik Aromatik Hidrokarbon) air laut

berkisar antara 54,6 - 213.7 µg/l, dimana sudah menunjukkan nilai di atas

ambang batas baku mutu perairan. PAH, yang merupakan komponen minyak

mentah sangat beracun, yang PAH bisa memberi dampak kronik yang

menahun, hingga dapat menyebabkan kanker (karsinogenik).

Page 17: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

2. Efek PAH terhadap ikan, secara langsung PAH dapat langsung mematikan

insang atau paru-paru tersumbat sehingga ikan muda lebih mudah terpapar.

Pada kondisi kronis bisa terjadi iritasi kulit dan mata. PAH juga

menyebabkan kerusakan saluran pernafasan, hati, ginjal dan system

reproduksi, serta kualitas hidup dan generasi berikutnya.

3. PAH pada konsentrasi 10 - 210 ppm dapat menyebabkan bio-akumulasi dan

perubahan perilaku, sementara pada konsentrasi >1000 ppm dapat

menyebabkan kematian biota laut. Karena PAH bersifat bioakumulasi maka

patut diwaspadai apabila PAH ini terakumulasi di tubuh manusia yang

mengkonsumsi ikan.

4. Dampak sosial, adalah mengakibatkan terancamnya 17.000 masyarakat

pesisir Pulau Timor yang berada di Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Sabu

Raijua. Bahkan, nelayan Kolbano di Timor Tengah Selatan tak dapat

menangkap ikan di pantai selatan Pulau Timor. Usaha nelayan di wilayah

perairan Rote Ndao dan Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara terancam gulung

tikar akibat meledaknya ladang minyak Montara di dekat gugusan Pulau Pasir

(ashmore reef) yang menjadi pusat pencarian ikan dan biota laut lain oleh

nelayan tradisional.

5. Survei sosial ekonomi oleh Tim Nasional pada tanggal 15-20 Februari 2010

di pesisir Nusa Tenggara Timur meliputi Kabupaten Timor Tengah Selatan,

Kupang, Rote Ndao dan Sabu. Dari hasil survey menunjukan adanya

pencemaran dan kerusakan lingkungan yang dirasakan masyarakat.

6. Gas hydrocarbon dalam volume yang besar, mengakibatkan kerusakan

ekosistem perairan Laut Timor. Berbagai perubahan terjadi mengindikasikan

telah terjadi gangguan lingkungan perairan sebagai habitat ikan, alga dan

rumput laut. Jutaan ikan diduga bermigrasi akibat perubahan lingkungan

sekitarnya, dan populasi rumput laut menurun sebagai dampak pencemaran.

Menurut data yang dihimpun dari Laporan Komisi Penyelidik Montara,

dalam tindakan untuk menetralisir dampak pencemaran minyak montara, pihak

Australian Maritime Safety Authority (AMSA) menggunakan 7 (tujuh) zat

dispertan seperti Slickgone NS, Slickgone LTSW, Tergo-R40, Shell VDC,

Page 18: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

Corexit EC9500, Corexit EC9527A dan Ardrox 6120 yang jumlah penggunaan

sebagai berikut.

Tabel 1

Dispertan Jumlah yang Digunakan

(liter)

Tergo-R40 1000

Slick gone LTSW 38.000

Shell VDC 5000

Corexit EC9500 17000

Slickgone NS 63.415

Ardrox 6120 32.000

Corexit EC9527A 27.720

Sumber: West Timor Care Foundation

Dari data diatas yang paling berdampak signifikan adalah penggunaan

Corexit EC9500 dan Corexit EC9527A yang dilarang di Inggris yang berlaku juga

di negara-negara persemakmurannya. Studi ekstensif mengenai Corexit EC9500

dan Corexit EC9527A dilakukan dan diperiksa oleh Marine Management

Organization (MMO) di Inggris dan gagal uji tes shore rocky. Uji shore rocky

merupakan standart yang menjamin bahwa dispersan tidak menyebabkan

"perubahan ekologis yang signifikan merusak," terutama di sepanjang daerah

garis pantai daerah

(http://www.marinemanagement.org.uk/protecting/pollution/approval.htm diakses

pada tanggal 28 Februari 2012 jam 21.12WIB).

Dengan demikian, baik Corexit EC9500 dan Corexit EC9527A telah

dihapus dari daftar produk yang disetujui untuk digunakan dalam kondisi apapun

di Negara Inggris sejak tanggal 21 Januari 1998. Australia yang notabene

merupakan negara persemakmuran Inggris, melalui Maritim Australia Safety

Authority (AMSA) lebih memilih untuk menggunakan dispertan dalam

menetralisir pada dampak pencemaran termasuk penggunaan Corexit 9500 dan

Corexit 9527 dalam kasus ledakan Montara. Menurut data West Timor Care

Foundation pada kasus Exxon Valdez 1989 penggunaan Corexit dalam jumlah

Page 19: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

yang banyak ternyata diketahui berdampak luas terhadap kesehatan manusia

seperti sakit pernapasan, gangguan saraf, hati, sistem ginjal dan darah.

Perkembangan terkini terkait upaya penyelesaian masalah ini masih dalam

tahap perundingan, dalam rangka memastikan dan mendorong Pemerintah

Australia sebagai pemberi ijin Blok West Atlas, untuk turut menekan PT TEP

Australasia menjalankan tanggung jawabnya di Laut Timor. Upaya-upaya

penyelesaian untuk mengatasi dampak yang diakibatkan telah dilakukan.

Pemerintah Australia telah membentuk Komisi Penyelidikan Tumpahan Minyak

Montara, suatu tim khusus untuk menyelediki kasus pencemaran laut ini. Atas

permintaan Komisi ini, Leeders Consulting Australia melakukan uji analisis

sampel minyak dan air dari Laut Timor di perairan Indonesia dan membuktikan

bahwa kandungan minyak yang mencemari perairan Indonesia berasal dari ladang

Montara.

Masalah seperti ini menjadi penting dikarenakan perbatasan suatu negara

merupakan manifestasi utama kedaulatan suatu negara (sovereignty), termasuk

penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, serta

keamanan dan keutuhan wilayah. Kawasan Laut Timor disini memiliki nilai

strategis bagi perekonomian Indonesia yang menyimpan kekayaan alam baik

hayati dan kekayaan mineral. Kegunaan ekonomis lingkungan laut nusantara

dapat dilihat dari peranan lingkungan laut sebagai tempat atau lokasi pelbagai

kegiatan misalnya pelayaran, kegiatan di pelabuhan, pemasangan kabel, pipa laut

dan tanki-tanki penyimpanan, tempat mengadakan penelitian ilmiah,

pengembagan daerah pantai dan rekreasi dan tempat pembuangan sampah dan

kotoran (Mochtar Kusumaatmadja, 1978: 175).

Ketentuan mengenai pencemaran lingkungan laut dalam United Nation

Convention on The Law of The Sea 1982 (UNCLOS 1982) diatur di bagian XII

tentang Perlindungan dan Pemeliharaan Lingkungan Laut dengan kewajiban-

kewajiban yang tercantum pada konvensi-konvensi lainnya guna perlindungan

lingkungan laut. Konvensi hukum laut 1982 tersebut meletakkan kewajiban

kepada negara-negara peserta untuk melindungi dan memelihara lingkungan laut

yang notabene Indonesia, Thailand dan Australia menjadi bagian dari negara

Page 20: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

peserta yang turut serta dalam keanggotaaa UNCLOS 1982. Berdasarkan

terminologi Hukum Internasional, peristiwa pencemaran Laut Timor dapat

dikualifikasi sebagai suatu sengketa international public karena melibatkan

kepentingan dua negara atau lebih yakni pihak Indonesia dan Australia. Kaitannya

dengan kasus ini PT TEP Australasia perusahaan minyak asal Thailand yang

memiliki ijin mengeksplorasi minyak dari Australia telah mencemari laut

Indonesia atas meledaknya ladang minyak Montara, karena didalamnya terdapat

permasalahan pelanggaran wilayah atau kedaulatan teritorial suatu negara dan

kewajiban pemenuhan ganti rugi akibat tumpahnya minyak oleh anjungan lepas

pantai tersebut. Beberapa peneliti telah melakukan sejenis. Suhaidi dalam

penelitiannya yang dimuat dalam Jurnal Equality (2005) mengkaji tentang

kedaulatan negara pantai dalam menjaga kawasan laut seperti ketentuan dalam

UNCLOS 1982 (Suhaidi, 2005:105-110). Thomas A. Mensah (2010) melakukan

penelitian yang dimuat dalam Aegean Rev Law Sea mengkaji tentang kasus

terbakar slops atau kargo yang sengaja dibuat untuk wadah minyak serta dapat

dipindahkan milik Piraeus Ships Registry yang meledak dan menimbulkan

pencemaran laut. Kasus tersebut mengaji apakah slops tersebut bisa dikategorikan

sebagai kapal menurut ketentuan International Oil Pollution Compensation Fund

1992 dan International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage

1992 sehingga bisa diajukan klaim ganti rugi (Thomas A Mensah, 2010:145-155).

Hari M. Osofsky (2011) melakukan penelitian yang dimuat dalam Florida Law

Review mengaji tentang perlu adanya upaya pembentukan lembaga dan

pengembangan aturan khusus yang membantu negara dalam kasus pencemaran

lingkungan laut dalam studi kasus Deepwater Horizon karena meledaknya

anjungan minyak lepas pantai milik British Petroleum (Hari M. Osofsky,

2011:1077-1137).

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengkaji

lebih mendalam mengenai pencemaran lingkungan laut yang melewati lintas batas

negara melalui penelitian hukum yang berjudul : “TINJAUAN YURIDIS ATAS

PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM

INTERNASIONAL.”

Page 21: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka

permasalahan yang akan diteliti pada penelitian ini adalah

1. Bagaimana pengaturan Hukum Internasional maupun Hukum Nasional terkait

dengan pencemaran di Laut Timor ?

2. Negara manakah yang bertanggungjawab terhadap kejadian meledaknya

kilang minyak Montara di Laut Timor yang melibatkan PT TEP Australasia

(Thailand - Australia) tersebut ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk menemukan kesesuaian pengaturan Hukum Internasional dan

Hukum Nasional terkait dengan pencemaran minyak di Laut Timor.

b. Untuk menemukan mekanisme pertanggung jawaban negara dan

penyelesaian pencemaran laut yang melewati lintas batas negara.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis sendiri terutama

di bidang ilmu hukum internasional, khususnya di ruang lingkup hukum

laut internasional maupun hukum lingkungan internasional.

b. Untuk melengkapi syarat akademis guna memperoleh gelar sarjana di

bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universias Sebelas Maret

Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian ini ada dua,

yakni baik secara teoritis maupun praktis yang meliputi :

1. Manfaat Teoritis

Penulisan hukum ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan dibidang ilmu hukum internasional pada

Page 22: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

umumnya serta hukum laut internasional dan hukum lingkungan internasional

pada khususnya.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada pihak-

pihak terkait seperti Dewan Perwakilan Rakyat yang bertugas untuk

menyusun perundang-undangan nasional yang komprehensif terkait dengan

lingkungan hidup, Kementerian Lingkungan Hidup yang bertugas untuk

menerapkan amanat undang-undang dalam pengimplementasian program-

program dan kebijakan terkait dengan lingkungan hidup, serta mampu

memberikan manfaat bagi kalangan akademisi dalam upaya mempelajari

serta memahami ilmu hukum khususnya hukum laut internasional dan hukum

lingkungan internasional.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah

penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara

meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum

primer dan bahan hukum sekunder atau dengan kata lain metode doktrinal

yang bersaranakan terutama logika deduksi untuk membangun sistem

hukum positif. Bahan-bahan hukum tersebut kemudian disusun secara

sistematis, dikaji, kemudian ditarik kesimpulan dalam hubungannya

dengan masalah yang diteliti.

2. Sifat Penelitian

Penelitian hukum ini bersifat deskriptif analistis. Suatu penelitian

deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang

manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya, agar dapat membantu didalam

memperkuat teori-teori lama, atau didalam kerangka menyusun teori-teori

baru (Soerjono Soekanto, 2010:10).

Page 23: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

3. Pendekatan Penelitian

Suatu penelitian hukum normatif tentu harus menggunakan

pendekatan perundang-undangan karena yang akan diteliti adalah berbagai

aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian

(Johny Ibrahim, 2006:32).

4. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder, yaitu :

a. Bahan Hukum Primer

Penelitian ini penulis menggunakan bahan hukum primer

sebagai berikut.

1) Convention on the High Seas 1958

2) International Convention on Civil Liability for Oil Pollution

Damage 1969

3) International Convention on the Esta-bilishement of an International

Fund for Compensation for Oil Pollution Damage 1971

4) Stockhlom Declaration 1972

5) United Nations Convention on Law Of The Sea (UNCLOS) 1982

6) Rio Declaration 1992

7) Undang-Undang Nomer 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia

8) Undang-Undang Nomer 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara

9) Undang-Undang Nomer 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup

10) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 19 Tahun 1999

Tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut

11) Peraturan Presiden Nomer 109 tahun 2006 tentang Penanggulangan

Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut (PKDTML)

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini

sebagai berikut.

1) Jurnal

Page 24: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

2) Dokumen

3) Pendapat ahli yang berhubungan dengan permasalahan yang

diteliti.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yang digunakan adalah kamus.

5. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data studi pustaka

(library research) yaitu dengan cara membaca, mengkaji, dan membuat

catatan dari buku-buku, peraturan Perundang-Undangan, dokumen, jurnal

tulisan-tulisan, cybermedia, serta kumpulan pendapat ahli yang

berhubungan dengan masalah yang menjadi obyek penelitian.

6. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif

yang didasarkan pada pengukuran dengan logika deduksi yakni dengan

menghimpun atau mengkaji data secara umum kemudian ditarik lebih khusus

terkait dengan objek penelitian sehingga data hasil penelitian berupa data

deskriptif (Soerjono Soekanto, 2010:32).

7. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Perpustakaan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret, Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Penulisan hukum ini terdiri dari empat bab, yaitu pendahuluan, tinjauan

pustaka, pembahasan, dan penutup, serta daftar pustaka dan lampiran. Adapun

susunannya adalah sebagai berikut.

Page 25: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Penelitian

E. Metode Penelitian

F. Sistematika Penulisan Hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Mengenai Hukum Laut Internasional

2. Tinjauan Mengenai Pertanggungjawaban Negara

3. Tinjuan Mengenai Sengketa Internasional

4. Tinjauan Mengenai Hukum Lingkungan

Internasional

5. Tinjauan Mengenai Pencemaran Laut

B. Kerangka Pemikiran

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

B. Pembahasan

BAB IV : PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

Daftar Pustaka

Page 26: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Mengenai Hukum Laut Internasional

Lahirnya konsepsi hukum laut internasional tidak lepas dari sejarah

pertumbuhan hukum laut internasional pada masa imperium Romawi yang

mengenal pertarungan antara dua konsepsi. Konsepsi yang pertama yaitu Res

Communis, yang menyatakan bahwa laut itu adalah milik bersama

masyarakat dunia, dan karena itu tidak dapat diambil atau dimiliki oleh

masing-masing negara. Konsepsi kedua yaitu Res Nullius, yang menyatakan

bahwa laut itu tidak ada yang memiliki, dan karena itu dapat diambil dan

dimiliki oleh masing-masing negara (Dikdik Mohamad Sodik, 2011: 1-2).

Dalam konteks kedaulatan negara atas laut, pertumbuhan dan

perkembangan hukum laut internasional setelah runtuhnya imperium Romawi

diawali dengan munculnya klaim sejumlah negara atau kerajaan atas

sebagaian laut yang berbatasan dengan pantainya berdasarkan alasan

bermacam-macam atau laut tertutup (mare clausum). Menyikapi atas berbagai

klaim tersebut Hugo Grotius mengajukan prinsip kebebasan laut (mare

liberum) dengan asas kebebasan berlayar (freedom of navigation) yang

didasarkan atas pendirian bahwa lautan itu bebas dilayari oleh siapapun.

Perbedaan 2 (dua) prisip tersebut pada akhirnya tercapai kesepakatan

penganut mare clausum dengan mare liberum dengan diakuinya pembagian

laut ke dalam laut teritorial yang jatuh di bawah kedaulatan penuh suatu

negara pantai dan laut lepas yang bersifat bebas untuk seluruh umat manusia.

Perkembangan konsepsi mengenai hukum laut internasional semakin maju

hal ini bisa dilihat dalam Konferensi Den Haag tahun 1930 tentang Laut

Teritorial, Proklamasi Presiden AS Truman tahun 1945 tentang landas

kontinen yang selanjutnya diatur dalam Konvensi IV Jenewa 1958, hingga

pada puncaknya perundingan masalah kelautan adalah dengan adanya

Konferensi Perserikatan Bangsa-bangsa mengenai Hukum Laut (United

Nation Convention on the Law of The Sea) pada tahun 1982 di Montego Bay,

Page 27: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

Jamaika. Konferensi Hukum Laut III ini diadakan berdasarkan Resolusi

Majelis Umum PBB Nomer 2750 (XXV) tanggal 17 Desember 1970.

UNCLOS 1982 ini memuat 320 pasal, 9 buah lampiran serta beberapa

resolusi pendukung dalam perkembangannya (Didik Mohamad Sodik, 2011 :

1-15).

Hukum laut internasional adalah kaidah-kaidah hukum yang mengatur

hak dan kewenangan suatu negara atas kawasan laut yang berada dibawah

yurisdiksi nasionalnya (national jurisdiction). Dalam Konvensi Hukum Laut

1982, dibahas beberapa pembagian wilayah-wilayah laut, antara lain sebagai

berikut.

a. Perairan Dalam (Internal Waters)

Internal Waters merupakan perairan bagian sisi dalam dari garis

pangkal. Negara memiliki kedaulatan penuh atas wilayah laut ini,

sehingga kapal asing tidak boleh melintas kecuali dalam keadaan yang

bersifat memaksa (Pasal 8 UNCLOS 1982). Garis Pangkal yang

dimaksud adalah garis yang ditarik melingkar sejauh 12 mil pada pantai

saat air laut surut yang dihitung dari pulau terluar. Ada tiga jenis garis

pangkal, yakni :

1) Garis Pangkal Normal

Garis pangkal yang ditarik pada pantai saat air laut surut mengikuti

lekukan pantai.

2) Garis Pangkal Lurus

Garis pangkal yang ditarik dengan menghubungkan titik-titik atau

ujung-ujung terluar dari pantai.

3) Garis Pangkal Kepulauan

Garis pangkal yang ditarik dengan menghubungkan titik-titik terluar

pulau-pulau atau karang kering terluar dari kepulauan suatu negara.

b. Laut Teritorial (Territorial Sea)

Territorial Sea diatur dalam Pasal 2-32 UNCLOS 1982. Definisi

laut territorial adalah laut yang terletak di sisi luar garis pangkal yang

tidak melebihi lebar 12 mil laut diukur dari garis pangkal. Negara pantai

Page 28: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

memiliki kedaulatan terbatas atas wilayah laut ini yang meliputi ruang

udara diatas laut territorial, dasar laut dan tanah dibawahnya (rights of

the coastal state over the territorial sea). Kapal-kapal Negara lain pun

memiliki hak lintas damai atau the right of innocent passage (Pasal 17-32

UNCLOS 1982) untuk dapat melintasi laut teritorial sebuah negara

sebatas kapal tersebut dengan syarat :

1) Melintasi laut tanpa memasuki perairan dalam atau singgah di

pelabuhan.

2) Lintasan tersebut harus cepat dan tidak terputus, kecuali situasi

overmacht.

3) Lintasan tersebut harus damai dan tidak melakukan kejahatan,

survei, pencemaran atau mengganggu sistem komunikasi di wilayah

teritorial Negara pantai tersebut.

c. Perairan Kepulauan (Archipelagic Waters)

Perairan kepulauan berada pada sisi dalam garis pangkal untuk

mengukur laut territorial, tanpa memperhatikan kedalaman dan jaraknya

pada pantai. Kedaulatan Negara pantai terbatas pada wilayah laut ini,

sehingga negara lain dapat menikamati hak lintas damai dan hak lintas

transit (Pasal 49 UNCLOS 1982).

d. Zona Tambahan (Contiguous Zone)

Contiguous zone merupakan zona yang berbatasan dengan laut

teritorial. Negara pantai atau kepulauan dapat melakukan pengawasan di

zona ini untuk mencegah pelanggaran terhadap pajak, imigrasi dan

kesehatan. Zona tambahan ini tidak boleh melebihi jarak 24 mil dari garis

pangkal. Diatur dalam Pasal 33 UNCLOS 1982.

e. Selat (Straits)

Straits atau selat diatur dalam Pasal 34-44 UNCLOS 1982.

Wilayah ini sering dipergunakan untuk pelayaran internasional. Negara-

negara yang berada di tepi selat juga mempunyai kedaulatan dan

yurisdiksi penuh atasnya. Selat dapat dbagi menjadi 2 (dua) yakni :

Page 29: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

1) Selat-selat yang menghubungkan laut lepas atau ZEE dengan

perairan yang termasuk dalam yurisdiksi nasional (laut teritorial)

suatu negara.

2) Selat yang dipergunakan bagi pelayaran internasional yang

menghubungkan suatu laut lepas atau ZEE dengan laut lepas atau

ZEE lainnya.

f. Landas Kontinen (Continental Shelf)

Landas Kontinen suatu negara meliputi dasar laut dan tanah di

bawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut

teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga

pinggiran luar tepi kontinen atau hingga berjarak 200 mil laut dari garis

pangkal. Wilayah laut ini memiliki sumber daya alam yang banyak

sehingga Negara pantai memiliki hak eksklusif untuk mengeksploitasi

dan mengeksplorasi sumber daya alam didalamnya. Negara lain pun bisa

mengeksploitasi dan mengeksplorasi wilayah tersebut setelah mendapat

ijin dari negara pantai (Pasal 77 UNCLOS 1982).

g. Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic Zones)

Zona ekonomi eklusif adalah daerah marit di luar tersambung

dengan laut teritorial, yang luasnya tidak boleh melebihi 200 nautica

miles dari garis pangkal yang di pakai untuk mengatur laut teritorial.

Zona ekonomi eklusif berisi hak-hak negara pantai seperti riset ilmiah

kelautan, perlindungan dan pelestarian laut, serta pembuatan dan

pemakaian pulau buatan, instalasi, dan bangunan. ZEE diatur pada Pasal

55-75 UNCLOS 1982.

h. Laut Lepas (High Seas)

Pengaturan laut lepas ada didalam Pasal 86-120 UNCLOS 1982.

High seas merupakan bagian laut yang tidak termasuk perairan

pedalaman, laut territorial, zona ekonomi eksklusif suatu negara dan

perairan kepulauan dalam suatu Negara kepulauan. Yurisdiksi suatu

negara tidak berlaku pada wilyah ini karena hal ini merupakan perairan

internasional. Laut lepas pada Pasal 2 konvensi Jenewa tahun 1958

Page 30: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

menyatakan bahwa laut lepas adalah terbuka untuk semua negara, tidak

ada satu pun negara secara sah dapat melakukan pemasukan bagian dari

padanya ke bawah kedaulatannya. Kebebasannya yaitu kebebasan

berlayar menangkap ikan, kebebasan menempatkan kabel dan pipa

bawah laut, serta kebebasan terbang di atas laut lepas. Dikenal juga

kebebasan dan aturan-aturan kapal di laut bebas (interference with ships

on the high seas) yang meliputi stateless ship (kapal berbendera

negaranya), hot persuit (pengejaran seketika), the right of approach (hak

untuk mendekat), treaties (melakukan perjanjian), piracy (perompakan di

laut), belligerent right (hak untuk negara yang sedang berperang dengan

memperbolehkan melakukan perdagangan dengan kapal dagang musuh),

self defense (pertahanan sendiri), dan action authorized by the united

nations (sanksi atau tindakan dari Persatuan bangsa-bangsa.

2. Tinjauan Mengenai Pertanggungjawaban Negara

Pertanggungjawaban negara memiliki dua pengertian yang pertama

adalah pertanggungjawaban negara atas tindakan Negara yang melanggar

kewajiban internasional yang telah dibebankannya. Kedua yakni

pertanggungjawaban yang dimiliki negara atas pelanggaran terhadap orang

asing (Jawahir Thontowi, 2006: 193). Menurut Karl Zemanek, tanggung

jawab negara memiliki pengertian sebagai suatu tindakan salah secara

internasional yang dilakukan suatu negara terhadap negara lain, yang

menimbulkan akibat tertentu bagi (negara) pelakunya dalam bentuk

kewajiban-kewajiban baru terhadap korban (Andrey Sujatmoko, 2005: 29).

Pertanggungjawaban oleh negara biasanya diakibatkan oleh pelanggaran atas

hukum internasional. Negara dikatakan bertanggungjawab dalam hal negara

tersebut melakukan pelanggaran atas perjanjian internasional, melanggar

kedaulatan wilayah negara lain, menyerang negara lain, menciderai

perwakilan diplomatik negara lain atau memperlakukan warga asing dengan

seenaknya. Oleh karena itu, pertanggungjawaban negara berbeda-beda

kadarnya tergantung pada kewajiban yang diembannya atau besar kerugian

yang telah ditimbulkan (Jawahir Thontowi, 2006: 194).

Page 31: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Subjek pertanggungjawaban dalam hukum internasional menempatkan

negara sebagai subjek utama. Hal ini dikuatkan pada ketentuan Pasal 1 dari

rancangan pasal-pasal mengenai tanggungjawab dalam hukum internasional

oleh The Internasional Law Commission (ILC) yang menyatakan “setiap

tindakan negara yang salah secara internasional membebani kewajiban negara

bersangkutan”. Subjek pertanggungjawaban berikutnya adalah individu. Hal

ini ditandai ketika pembentukam peradilan internasional pasca Perang Dunia

(PD) II. Peradilan ini didirikan di Tokyo dan Nuremberg dalam upaya

memberi keadilan terhadap para korban kekejaman PD II yang ditujukan

untuk meminta pertanggungjawaban individual. Tanggal 1 Juli 2002 ketika

Statuta Roma mulai berlaku, maka pengakuan atas individu sebagai subjek

yang dibebani tanggungjawab dalam hukum internasional bersifat sangat

terbatas hanya dalam lapangan hukum pidana internasional dan hukum

perang (Jawahir Thontowi, 2006: 195-196). Ada beberapa pembenaran atas

adanya pelanggaran dalam rancangan pasal-pasal ILC dimasukan ke dalam

BAB V bagian satu yakni sebagai berikut.

a. Persetujuan

Persetujuan yang sah (valid consent) oleh negara terhadap

tindakan negara lainnya yang bertentangan dengan yang seharusnya

merupakan salah satu alasan pemaaf. Persetujuan ini bisa dilaksanakan

asal tidak bertentangan dengan peremptory norms atau jus cogen.

b. Bela Diri

Suatu negara diijinkan bertindak dalam cara yang bertentangan

dengan kewajiban internasional yang diembannya dengan tujuan untuk

membela diri sebagaimana yang dinyatakan dalam Piagam PBB yang

berbunyi "nothing in this chapter precluded the wrongfulness of any act

of a state which not in conformity with an obligation arising under

peremptory norm general international law”.

c. Force Majeure

Hukum Internasional mengenal alasan akibat dari keadaan yang

berada diluar kemampuan. Pasal 23 (1) Draft ILC argumen ini hanya

Page 32: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

berlaku dalam hal "the occurence of an irresistible force or of an

unforceseen event, beyond the control of the state, it materially

impossible in the circumstance to perform the obligation". Pernyataan

ayat (1) tersebut menekankan pengecualian pengenaan tanggungjawab

internasional terhadap situasi yang benar-benar diluar kemampuan.

Pengertian force majeure dibatasi oleh ayat (2) dari pasal sama yang

berbunyi tidak akan berlaku dalam hal "either alone or in combination

with other factors, to the conduct of the state invoking it". Oleh karena

itu, penggunaan alasan ini tidak bisa digunakan dalam hal negara itu

sendiri yang menyebabkannya.

d. Distress

Menurut Pasal 24 Draft ILC pengertian distress adalah sebuah

situasi dimana negara pelaku tidak memiliki cara lain yang lebih baik

(reasonable way) dalam upayanya untuk menyelamatkan hidupnya atau

orang-orang yang berada dalam tanggung-jawabnya. Alasan berdasarkan

pada distress tidak bisa digunakan menurut ayat (2) dalam hal keadaan

yang muncul merupakan akibat dari tindakan negara itu sendiri dan

perbuatan yang dilakukan malah akan menimbulkan kerugian yang sama

atau bahkan lebih besar.

e. Necessity

Necessity merupakan alasan yang bisa digunakan dalam hal negara

tersebut menghadapi bahaya yang luar biasa bagi kepentingannya.

Tindakan yang tergolong necessity haruslah tidak menimbulkan bahaya

bagi negara-negara lain yang berkepentingan atas kewajiban yang

dilanggar. Pengecualian untuk tidak menggunakan necessity dinyatakan

oleh Pasal 25 ayat (2) dalam hal perjanjian itu sendiri secara terang tidak

memberikan kemungkinan bagi penggunaan necessity atau negara itu

sendiri.

Bentuk pertanggungjawaban negara yang diakui hukum internasional

menurut Brownlie menerapkan istilah reparation untuk ditujukan kepada

semua tindakan yang diambil oleh negara yang terkena pertanggungjawaban

Page 33: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

seperti pembayaran kompensasi atau restitusi, permintaan maaf,

penghukuman atas individu yang bertanggung jawab, mengambil tindakan

supaya tidak terjadinya pengulangan, segala bentuk pembalasan (satisfaction)

lainnya. Kompensasi adalah reparasi dalam pengertian sempit yang

berhubungan dengan pembayaran sejumlah uang sebagai nilai ganti atas

kerugian. Kompensasi dapat diberikan terhadap pelanggaran-pelanggaran

oleh suatu negara walaupun pelanggaran terhadap tersebut tidak berhubungan

dengan kerugian yang bersifat finansial, misalnya terhadap kekebalan

diplomatik atau konsuler. Ganti Rugi dalam kaitannya persoalan diatas

sebagai reparasi moral atau politis (Jawahir Thontowi, 2006: 204-205).

3. Tinjauan Mengenai Sengketa Internasional

Hubungan internasional yang diadakan antar negara, negara dengan

individu, atau negara dengan organisasi internasional tidak selamanya terjalin

dengan baik atau timbul sengketa. Sengketa dapat bermula dari berbagai

sumber misalnya sengketa perbatasan, sumber daya alam, kerusakan

lingkungan, perdagangan, dan lain-lain. Mahkamah Internasional Permanen

(PCIJ) dalam sengketa Mavrommatis Palestine Concession (Preliminary

Objections) 1924 mendefinisikan pengertian sengketa sebagai berikut

“disagreement on a point of law or fact, a conflict of legal views or interest

between two person” (Huala Adolf, 2004: 2). Menurut Mahkamah

internasional (ICJ), sengketa internasional adalah suatu situasi ketika dua

negara mempunyai pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan

atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam perjanjian, dan

secara lengkap mahkamah juga menyatakan sebagai berikut.

"...whether there exist an international dispute is a matter for

objective determination. The mere denial of the existence of a dispute

does not prove its nonexistence... There has thus arisen situation in

which the two sides hold clearly opposite views concerning the

questions of the performance or nonperformance of traety obligations.

Confronted with such a situation, the court must conclude that

international dispute has arisen...” (Martin Dixon and Robert

McCorquodale, 1991: 511).

Page 34: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Menurut M. Nicholson pengertian konflik adalah sebagai berikut.

“a conflict exists when two people wish to carry out acts which are

mutually inconsistent. They may both want to do the same thing, such

as eat the same apple, or they may want to do different things where

the different things are mutually incompatible, such as when they both

want to stay together but one wants to go to the cinema and the other

to stay at home. A conflict is resolved when some mutually compatible

set of actions is worked out. The definition of conflict can be extended

from individuals to groups (such as states or nations), and more than

two parties can be involved in the conflict. The principles remain the

same” (M.Nicholson, 1992: 11).

Sengketa antar negara internasional dapat merupakan sengketa yang

tidak dapat mempengaruhi kehidupan internasional dan dapat pula merupakan

sengketa yang mengancam perdamaian dan ketertiban internasional. Peran

hukum internasional dalam menyelesaikan sengketa internasional adalah

memberikan cara bagaimana para pihak yang bersengketa menyelesaikan

sengketanya menurut hukum internasional. Hukum Internasional membagi

sengketa internasional menjadi 2 (dua) yakni sengketa politik (political or

nonjusticiable dispute) dan sengketa hukum (legal or judicial disputes)

(Huala Adolf, 2004: 3).

a. Sengketa Politik

Sengketa politik adalah sengketa ketika suatu negara

mendasarkan tuntutan tidak atas pertimbangan yurisdiksi melainkan atas

dasar politik atau kepentingan lainnya. Sengketa yang tidak bersifat

hukum ini penyelesaiannya secara politik. Keputusan yang diambil dalam

penyelesaian politik hanya berbentuk usul-usul yang tidak mengikat

negara yang bersengketa. Usul tersebut tetap mengutamakan kedaulatan

negara yang bersengketa dan tidak harus mendasarkan pada ketentuan

hukum yang diambil.

b. Sengketa Hukum

Sengketa hukum yaitu sengketa dimana suatu negara

mendasarkan sengketa atau tuntutannya atas ketentuan-ketentuan yang

terdapat dalam suatu perjanjian atau yang telah diakui oleh hukum

internasional. Keputusan yang diambil dalam penyelesaian sengketa

Page 35: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

secara hukum punya sifat yang memaksa kedaulatan negara yang

bersengketa. Hal ini disebabkan keputusan yang diambil hanya

berdasarkan atas prinsip-prinsip hukum internasional.

Dalam hal penyelesaian sengketa internasional, aturan dasar mengenai

penyelesaian sengketa tersebut diatur di piagam PBB, dalam Pasal 33 Piagam

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyatakan :

" the parties to any dispute, the continuance of which is likely to

endanger the maintanance of international peace and security, shall,

first of all, seek asolution by negotiation, enquiry, mediation,

conciliation, arbitration, judicial settlement, resort to regional

agencies or arrangements, or other peaceful means of their own

choice”.

Implikasi yang terjadi hendaknya negara-negara anggota PBB

menyelesaikan sengketa intermasional yang terjadi melalui jalan damai, hal

ini juga diperkuat adanya Resolusi Majelis Umum (MU) PBB Nomor 2625

24 Oktober 1970 mengenai General Assembly Declaration on Principles of

International law concerning Friendly Relations and Corporation among

States in accordance with the Charter of the United Nation, yang menyatakan

sebagai berikut "States shall accordingly seek early and just settlement of

their international disputes by negotiation, inquiry and mediation,

conciliation and arbitration, judicial settlement, resort to regional agencies

or arrangements or other peaceful means of their choice”.

Negara dalam melaksanakan penyelesaian secara damai tersebut

hendaknya berdasarkan prinsip-prinsip penyelesaian sebagai berikut (Huala

Adolf, 2004 : 15-18).

a. Prinsip Itikad Baik

Prinsip ini dapat dikatakan sebagai prinsip fundamental dan

paling sentral dalam penyelesaian sengketa antar negara, sehingga prinsip

ini mensyaratkan dan mewajibkan adanya itikad baik dari para pihak

dalam menyelesaikan sengketanya.

Page 36: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

b. Prinsip Larangan Penggunaan Kekerasan dalam Penyelesaian Sengketa

Prinsip ini juga sangat sentral dan penting karena melarang para

pihak untuk menyelesaikan sengketanya dengan menggunakan senjata

(kekerasan). Prinsip ini juga termuat dalam Pasal 13 Bali Concord dan

preambule ke 4 Deklarasi Manila.

c. Prinsip Kebebasan Memilih Cara-cara Penyelesaian Sengketa

Prinsip ini membebaskan para pihak untuk menentukan dan

memilih cara atau mekanisme bagaimana sengketanya diselesaikan

(principle of free choice of means).

d. Prinsip Kebebasan Memilih Hukum yang akan Diterapkan terhadap

Pokok Sengketa

Prinsip kebebasan para pihak untuk menentukan hukum ini

termasuk kebebasan untuk menentukan sendiri hukum apa yang akan

diterapkan bila sengketanya diselesaikan oleh badan peradilan.

Kebebasan para pihak untuk menentukan hukum ini termasuk kebebasan

untuk memilih kepatutan dan kelayakan (ex aequo et bono).

e. Prinsip Kesepakatan Para Pihak yang Bersengketa (Konsensus)

Prinsip ini menjadi dasar pelaksanaan prinsip ke tiga dan empat

yang disebutkan diatas sebagai realisasi manakala ada kesepakatan para

pihak.

f. Prinsip Exhaustion of Local Remedies

Prinsip ini mewajibkan bahwa sebelum para pihak mengajukan

sengketanya ke pengadilan internasional maka langkah penyelesaian

sengketa yang tersedia atau diberikan oleh hukum nasional negara, harus

terlebih dahulu ditempuh (exhausted).

g. Prinsip-Prinsip Hukum Internasional tentang Kedaulatan, Kemerdekaan,

dan Integritas Wilayah Negara-Negara

Prinsip ini mensyaratkan negara-negara yang bersengketa untuk

terus menaati dan melaksanakan kewajiban internasionalnya dalam

berhubungan satu sama lainnya berdasarkan prinsip-prinsip fundamental

integritas wilayah negara-negara.

Page 37: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Ada 7 (tujuh) cara-cara penyelesaian sengketa internasional secara

damai yakni sebagai berikut (Huala Adolf, 2004: 19-25).

a. Negoisasi

Negoisasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar

dan paling tua digunakan oleh umat manusia. Alasan utamanya adalah

dengan cara ini, para pihak dapat mengawasi prosedur penyelesaian

sengketanya dan tiap penyelesaiannya didasarkan konsensus para pihak.

Namun dalam negoisasi juga ada kelemahannya antara lain, yang

pertama bilamana kedudukan para pihak yang tidak seimbang, salah satu

pihak yang kuat mengintervensi pihak yang lemah. Kedua, dalam proses

negoisasi memakan waktu yang lama dan berlangsung lambat. Ketiga,

apabila satu pihak terlalu keras dalam pendiriannya sehingga

menyebakan proses negoisasi menjadi tidak produktif.

b. Pencarian Fakta (inquiry atau fact-finding)

Cara ini ditempuh bilamana cara konsultasi dan negoisasi telah

dilakukan dan tidak menghasilkan suatu penyelesaian. Dengan demikian

ada campur tangan dari pihak ketiga untuk menyelidiki kedudukan fakta

yang sebenarnya serta berupaya melihat suatu permasalahan dari semua

sudut guna memberikan penjelasan mengenai kedudukan masing-masing.

c. Jasa-Jasa Baik

Menurut Bindschedler mendefinisikan jasa baik adalah "the

involvement of one or more states or an international organization in a

dispute between states with the aim of settling it or contributing to its

settlement”. Cara ini adalah melalui bantuan pihak ketiga dengan

mempertemukan para pihak sedemikian rupa sehingga mereka mau

bertemu, duduk bersama, dan bernegosiasi.

Page 38: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Pengaturan mengenai jasa baik ini dapat ditemukan dalam

berbagai perjanjian multilateral dan bilateral yakni sebagai berikut.

1) The Hague Convention on the Pasific Settlement of International

Dispute tanggal 18 Oktober 1907

2) Bab 6 (Pasal 33-38) Piagam PBB

3) The American Treaty on Pasific Settlement tanggal 30 April 1948

d. Mediasi

Mediasi adalah suatu cara penyelesaian melalui pihak ketiga,

dimana pihak ketiga ini disebut dengan mediator. Pihak ketiga ini bisa

berupa negara, organisasi internasional atau individu. Mereka berperan

secara aktif dalam proses negosiasi karena sebagai pihak yang netral,

maka mereka berupaya mendamaikan para pihak dengan memberikan

saran penyelesaian sengketa agar bisa dicapai kompromi yang diterima

para pihak. Pengaturan hukum mediasi ini bisa ditemukan dalam

ketentuan sebagai berikut.

1) Pasal 3 The Hague Convention on The Peaceful Settlement of

Disputes tanggal 18 Oktober 1907 yang menyatakan sebagai berikut.

“Independently of this recourse, the Contracting Powers deem it

expedient and desirable that one or more Powers, strangers to

the dispute, should, on their own initiative and as far as

circumstances may allow, offer their good offices or mediation

to the States at variance. Powers strangers to the dispute have

the right to offer good offices or mediation even during the

course of hostilities. The exercise of this right can never be

regarded by either of the parties in dispute as an unfriendly

act.”

Pasal 4 menyatakan sebagai berikut “The part of the mediator

consists in reconciling the opposing claims and appeasing the

feelings of resentment which may have arisen between the States at

variance.”

2) Bab 6 Piagam PBB (Pasal 33 sampai 38)

Page 39: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

3) The General Act for The Pasific Settlement of International

Disputes, tanggal 26 September 1928 yang diubah tanggal 28 April

1949

4) The European Convention for the Peaceful Settlement of Disputes

e. Konsiliasi

Menurut Bindschdler, penyelesaian ini juga melibatkan pihak

ketiga yang terdiri dari dua unsur, yakni unsur ketidakberpihakan dan

unsur kenetralan. Pengertian Konsiliasi juga diberikan ole Institut Hukum

Internasional yang dituangkan dalam Pasal 1 the Regulation on the

Procedure of International Conciliation tahun 1961 yang berbunyi

sebagai berikut.

"a method for the settlement of international disputes of any

nature according to which a commission set up by the parties,

either on a permanent basis or on an ad hoc basis to deal with a

dispute, proceeds, to the impartial examination of the disputes

and attemps to define the terms of a settlement susceptible of

being accepted by them or of affording the parties, with a view to

its settlement, such aid as they may have requested”.

Konsiliasi ini juga diatur dalam The Hague Convention for The

Pasific Settlement of International Dispute tahun 1899 dan 1907 yang

memuat mekanisme dan aturan pembentukan komisi konsiliasi. Komisi

konsiliasi ini bisa sudah terlembaga atau ad hoc (sementara) yang

berfungsi untuk menetapkan persyaratan penyelesaian yang diterima oleh

para pihak. Persidangan suatu komisi konsiliasi biasanya terdiri dari dua

tahap, yaitu tahap tertulis dan tahap lisan. Pertama, sengketa (diuraikan

secara tertulis) diserahkan kepada badan konsiliasi, kemudian badan ini

akan mendengarkan keterangan lisan dari para pihak. Para pihak dapat

hadir pada tahap pendengaran tersebut, tetapi bisa juga diwakili oleh

kuasanya. Dalam putusan badan konsiliasi ini, sifatnya tidak mengikat

para pihak karena diterima tidaknya usulan tersebut bergantung

sepenuhnya kepada para pihak.

Page 40: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

f. Arbitrasi

Arbitrasi adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada

pihak ketiga yang netral yang mengeluarkan putusan bersifat final dan

mengikat (binding). Penyerahan suatu sengketa kepada arbitrase dapat

dilakukan suatu pembuatan suatu Compromis, yaitu penyerahan kepada

arbitrase suatu sengketa yang telah lahir atau melalui pembuatan suatu

klausul arbitrase dalam perjanjian, sebelum sengketanya lahir (clause

compromissoire).

Orang yang dipilih melakukan arbitrase disebut arbitrator atau

arbiter. Arbitrator dipilih adalah mereka yang telah ahli mengenai pokok

sengketa serta disyaratkan netral. Arbitrator yang sudah ditunjuk

selanjutnya menetapkan terms of reference atau aturan permainan

(hukum acara) yang menjadi patokan dan aturan yang harus disepakati

dalam upaya menyelesaikan sengketa para pihak yang bersengketa.

Penyelesaian mengenai arbitrasi seperti ini dikenal sejak diatur dalam

The Hague Convention for The Pasific Settlement of International

Dispute of 1899 dan 1907, yang mana konvensi ini melahirkan suatu

badan arbitrase intermasional yaitu Permanent Court of Arbitration

(Mahkamah Permanen Arbitrase).

g. Pengadilan Internasional

Penggunaan cara penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau

badan peradilan internasional ini biasanya ditempuh bila cara-cara

penyelesaian yang ada ternyata tidak berhasil atau prinsip exhaustion of

local remedies. Dalam pengadilan dikenal ada dua kategori, yaitu

pengadilan permanen dan pengadilan ad hoc atau pengadilan khusus.

Pengadilan Permanen dapat ditempuh melalui berbagai cara atau

lembaga, yaitu Permanent Court of International of Justice (PCIJ) atau

Mahkamah Permanen Internasional, International Court of Justice (ICJ)

atau Mahkamah Internasional, The International Tribunal for the Law of

the Sea maupun International Criminal Court (ICC). Dalam pengaturan

ICJ ini terdapat dalam Pasal 92 piagam PBB yang menyatakan sebagai

Page 41: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

berikut "The International Court of Justice shall be principal organ of

the United Nation, It shall function in accordance with the annexed

Statute, which is based upon the Statute of the Permanent Court of

International Justice and forms an Integral Part of the present Charter.”

Dalam putusannya Mahkamah Internasional mengikat para pihak

yang bersengketa, hal ini termuat dalam Pasal 59 Statuta Mahkamah,

yang menyatakan bahwa "the decision of the Court has no binding force

except between the parties and in respect of that particular case". Sifat

putusan Mahkamah adalah mengikat, final dan tidak ada banding seperti

yang tercantum dalam pasal "the judgement is final and without

appeal...”. Pengadilan ad hoc atau pengadilan khusus, biasanya

digunakan dalam menyelesaikan sengketa yang timbul dari perjanjian

ekonomi internasional.

4. Tinjauan Mengenai Hukum Lingkungan Internasional

Hukum Lingkungan Internasional adalah salah satu cabang ilmu yang

mulai berkembang sejak tahun 60-an, United Nations Conference on the

Human Environment yang lebih dikenal dengan Konferensi Stockholm yang

diadakan di Stockholm pada tahun 1972 merupakan Konferensi dengan isu

lingkungan hidup internasional yang pertama kali dilaksanakan.

“While the United Nations Charter set out to improve conditions of

living for all people, promoting peace, stability and economic

development, this 1945 document was silent on environmental issues.

As evidence of an environmental crisis became apparent in the 1960s,

voice were raised for expanding UN activities into the environmental

field as crucial means for fulfilling the goals of the UN Charter.

Beginning with the 1972 Stockholm Conference on the Human

Environment (UNCHE) Continuing through the 1992 United Nations

Conference on Environment and Development (UNCED) and

culminating most recently with the 2002 World Summit on Sustainable

Development (WSSD) The United Nations has attempted to address

the connections between environmental protection and social and

economic development under UN auspices through global

conference” (Pamela S. Chasek, 2007: 368).

Page 42: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Dasar rintisan hukum lingkungan internasional dimulai pada zaman

abad pertengahan dimana pada masyarakat Eropa mulai ada ketentuan yang

mempunyai tujuan khusus untuk melindungi lingkungan semisal peraturan

hukum tentang pengawasan terhadap pembakaran arang batu, yang disertai

dengan adanya hukuman yang berat (Lord Kennett, 1974: 465-475).

Hukum lingkungan atau environmental law dalam Black’s Law

Dictionary diartikan sebagai berikut.

“the field of law dealing with the maintenance and protection of the

environment, including preventive measures such as the requirements

of environmental impact statements, as well as measures to assign

liability and provide cleanup for incidents that harm the

environment.”

Hukum lingkungan internasional menurut Mochtar Kusumaatmadja

adalah keseluruhan kaedah, azas-azas yang terkandung di dalam perjanjian-

perjanjian internasional maupun hukum kebiasaan internasional yang

berobjek lingkungan hidup yaitu masyarakat negara-negara, termasuk subjek-

subjek hukum internasional bukan negara, diwujudkan dalam kehidupan

bermasyarakat melalui lembaga-lembaga dan proses kemasyarakatan

internasional (Mochtar Kusumaatmadja, 1982:7).

Menurut Prinsip 21 Declaration of the United Nations Conference on

the Human Environment 1972 menyatakan “states have, in accordance with

the Charter of the United Nations and the principles of international law, the

sovereign right to exploit their own resources pursuant to their own

environmental policies”. Ketentuan tersebut memberikan hak dan kewajiban

bagi setiap negara untuk memanfaatkan lingkungan hidup yang menjadi

bagian wilayahnya secara tidak menimbulkan kerugian terhadap negara atau

pihak lain, prinsip tersebut secara lebih jauh menyatakan sebagai berikut.

“states have, in accordance with the Charter of the United Nations

and the principles of international law, the sovereign right to exploit

their own resources pursuant to their own environmental policies, and

the responsibility to ensure that activities within their jurisdiction or

control do not cause damage to the environment of other States or of

areas beyond the limits of national jurisdiction”.

Page 43: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Hukum Lingkungan Internasional adalah hukum lingkungan, yang

dibentuk dan ditentukan kekuasaan internasional bagi warga atau anggota

serta masyarakat internasional berdasarkan cita-cita dan aspirasi hukum

masyarakat internasional.

5. Tinjauan Mengenai Pencemaran Laut

Laut adalah keseluruhan air asin yang menggenangi permukaan bumi.

Definisi ini bersifat fisik semata, sedangkan definisi laut menurut hukum

adalah keseluruhan air laut yang berhubungan secara bebas diseluruh

permukaan bumi (Boer Mauna, 2011: 305).

Pencemaran Laut menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun

1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut adalah

“masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau

komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga

kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan

laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya.”

Pencemaran laut menurut definisikan Pasal 1 ayat (4) Konvensi

Hukum Laut 1982 adalah sebagai berikut.

“Pollution of the marine environment means the introduction by man,

directly or indirectly, of substance or energy into the the marine

environment including estuaries, which results or is likely to result in

such deleterious effects as harm to living resources and marine life,

hazards to human health, hindrance to marine activities including

fishing and other legimate uses of the sea, impairment of quality for

use of sea water and of armenities.”

Secara singkat bisa diterjemahkan bahwa, pencemaran laut adalah

dimasukkannya secara langsung maupun tidak langsung oleh perbuatan

manusia suatu substansi atau bahan energi kedalam lingkungan laut yang

menyebabkan merosotnya kadar lingkungan laut, sehingga menyebabkan

bahaya bagi sumber daya alam hayati di laut, kesehatan manusia, rintangan

melakukan kegiatan di laut dan mengurangi pemanfaatan dalam penggunaan

lingkungan laut. Definisi pencemaran laut menurut The United States

National Oceanic and Atmospheric Administration (NOOA) dalam

Page 44: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

laporannya dalam kongres mengenai pembuangan limbah di samudra (ocean

dumping), menyimpulkan pencemaran samudera sebagai berikut “the

unfavourable alteration of the marine environment…thought direct or

indirect effect of changes in energy pattern, tradition and distribution,

abundance, and quality of organisms” yang bila diterjemahkan menyangkut

kondisi yang tidak baik atau tidak menguntungkan bagi lingkungan laut

termasuk bagi kesatuan pola, distribusi, dan kualitas organisme baik secara

langsung atau tidak langsung.

Pencemaran Laut dapat dibedakan dalam lima kategori utama, yakni

sebagai berikut (Melda Kamil Ariadno, 2007 : 24-25).

a. Marine Pollution caused via the atmosphere by land based activities

Bukti-bukti ilmiah menunjukkan adanya tiga penyebab utama

pencemaran laut golongan pertama ini, yaitu :

1) Penggunaan berbagai macam synthethic chemical khususnya

chlorinated hydrocarbons untuk pertanian.

2) Pelepasan logam-logam berat seperti merkuri akibat proses industri

atau lainnya.

3) Pengotoran atmosfer oleh hydrocarbons minyak yang dihasilkan

oleh penggunaan minyak bumi untuk menghasilkan energi.

b. The disposal of domestic and industrial wastes

Pencemaran yang disebabkan oleh pengaliran limbah domestik

atau limbah industri dari pantai, baik melalui sungai sewage outlets atau

akibat dumping.

c. Marine Pollution caused by radioactivity

Pencemaran laut karena adanya kegiatan-kegiatan radioaktif alam

ataupun dari kegiatan-kegiatan manusia. Dua penyebab utamanya adalah

percobaan senjata nuklir dan pembuangan limbah radioaktif, termasuk

pencemaran yang disebabkan oleh penggunaan laut untuk kepentingan

militer atau pembuangan alat-alat militer di laut.

Page 45: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

d. Ship-borne Pollutants

Pencemaran jenis ini dapat terdiri dari berbagai macam bentuk

kapal dan muatan. Akan tetapi penyebab utamanya adalah tumpahan

minyak di laut, yang dapat dibedakan karena kegiatan kapal seperti

pembuangan air ballast atau karena adanya kecelakaan kapal di laut,

terutama apabila kecelakaan itu melibatkan kapal tanker.

e. Pollution from offshore mineral production

Kegiatan penambangan di dasar laut, terutama apabila terjadi

kebocoran pada instalasi penambangan dan pembuangan limbah yang

tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.

Menurut ketentuan Pasal-pasal dalam UNCLOS 1982 sumber-sumber

pencemaran laut bisa berasal dari udara (Pasal 212), perbuatan yang terjadi

didarat (Pasal 213), kegiatan penggalian sumber daya alam di dasar laut dan

tanah dibawahnya (Pasal 214), kapal-kapal atau instalasi-instalasi yang

beroperasi di kawasan dasar laut internasional (Pasal 215), dan pembuangan

kotoran dan sampah (dumping) yang diatur dalam Pasal 216.

Page 46: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1

Keterangan :

Kerangka pemikiran diatas menjelaskan alur pemikiran dalam menelaah

dan menjabarkan untuk menemukan jawaban atas permasalahan hukum yang

terkait dengan kejadian meledaknya sumur PT TEP Australasia di ladang Montara

sehingga berdampak pada pencemaran laut lintas batas negara (Indonesia-

Australia) yang ditinjau dari pengaturan dalam hukum internasional maupun

hukum nasional yang secara lebih spesifik, dan dalam pengkajiannya

menitikberatkan pada hukum laut internasional dan hukum lingkungan

internasional, serta dilihat apakah implementasi hukum internasional itu dalam

tata perundangan-undangan di Indonesia sudah sesuai.

Alur selanjutnya adalah dari identifikasi peraturan internasional maupun

nasional baik tentang kelautan dan lingkungan tersebut bagaimana bentuk

pertanggunganjawaban negara yang dalam hal ini adalah Australia dan Thailand

yang notabene merupakan pemilik sumur Montara yang meledak tersebut.

Hukum

Internasional

Pencemaran Laut Timor oleh PT TEP

Australasia di Ladang Montara

Tanggung Jawab Negara

Hukum Nasional

Indonesia

Page 47: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Pengaturan Hukum Internasional Maupun Hukum Nasional Terkait

Dengan Pencemaran di Laut Timor

a. Pengaturan Berdasarkan Hukum Internasional

Pengaturan di dalam Hukum Internasional terhadap pencemaran

minyak di kawasan laut suatu Negara terkait dengan kasus meledaknya

ladang minyak Montara milik PT TEP Australasia (Australia - Thailand)

yang terjadi di Laut Timor dapat dijabarkan sebagai berikut.

1) Pengaturan menurut Convention on the High Seas 1958

Bunyi Pasal 24 Konvensi Laut Lepas tahun 1958 menyatakan

sebagai berikut.

“Every State shall draw up regulations to prevent pollution of

the seas by the discharge of oil from ships or pipelines or

resulting from the exploitation and exploration of the seabed

and its subsoil, taking account of existing treaty provisions on

the subject.”

Ketentuan tersebut menyatakan bahwa setiap negara wajib

mengadakan peraturan-peraturan untuk mencegah pencemaran laut

yang disebabkan oleh minyak yang berasal dari kapal atau pipa laut tau

yang disebabkan oleh eksplorasi dan eksploitasi dasar laut dan tanah di

bawahnya, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan perjanjian

internasional yang terdapat mengenai masalah ini.

2) Pengaturan menurut Declaration of the United Nations Conference

on the Human Environment 1972

Konferensi Stockhlom pada tahun 1972 juga menyepakati

beberapa dasar atau prinsip mengenai keberlangsungan lingkungan

hidup untuk mencegah dan mengatasi pencemaran lingkungan seperti

yang terdapat dalam prinsip ke 7 yang menyatakan sebagai berikut

“States shall take all possible steps to prevent pollution of the seas by

Page 48: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

substances that are liable to create hazards to human health, to harm

living resources and marine life, to damage amenities or to interfere

with other legitimate uses of the sea.”

Prinsip tersebut memberikan kewajiban kepada semua negara

untuk mengambil tindakan-tindakan guna mencegah pencemaran laut

yang membahayakan kesehatan dan kesejahteraan manusia, sumber

kekayaan hayati laut dan lain-lain penggunaan lingkungan laut. Prinsip

ke 13 Konferensi Stockhlom tersebut juga menyebutkan bahwa :

In order to achieve a more rational management of resources

and thus to improve the environment, States should adopt an

integrated and coordinated approach to their development

planning so as to ensure that development is compatible with the

need to protect and improve environment for the benefit of their

population.

Prinsip diatas menjelaskan bahwa untuk mencegah terjadinya

persaingan atau perbenturan dari kepentingan yang berlainan dalam dan

penggunaan lingkungan hidup manusia termasuk lingkungan laut,

haruslah diadakan koordinasi dan harmonisasi di dalam usaha

penyusunan perencanaan pembangunan nasional. Prinsip nomor 17

berbunyi “Appropriate national institutions must be entrusted with the

task of planning, managing or controlling the environmental resources

of States with a view to enhancing environmental quality.”

Prinsip nomer 17 dalam Konferensi Stockhlom mewajibkan

dibentuknya suatu badan nasional yang mempunyai wewenang untuk

mengadakan perencanaan, pengelolaan atau pemantauan dari

pemanfaatan atau penggunaan sumber kekayaan alam dengan cara yang

berorientasi pada ekologi. Ketentuan dalam prinsip nomor 21 juga

terkait langsung dengan program lingkungan hidup yang menyatakan

sebagai berikut.

states have, in accordance with the Charter of the United

Nations and the principles of international law, the sovereign

right to exploit their own resources pursuant to their own

environmental policies, and the responsibility to ensure that

activities within their jurisdiction or control do not cause

Page 49: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

damage to the environment of other States or of areas beyond

the limits of national jurisdiction.

Ketentuan prinsip ke 21 tersebut memberikan hak dan kewajiban

bagi setiap negara untuk memanfaatkan lingkungan hidup yang menjadi

bagian wilayahnya secara tidak menimbulkan kerugian terhadap negara

atau pihak lain. Prinsip nomor 22 juga jelas menyatakan bahwa agar

dapat dilaksanakan secara efektif maka berdasarkan tanggung jawab

atas kerugian yang disebabkan oleh pencemaran, haruslah ada kerja

sama antara negara untuk mengembangkan hukum internasional yang

mengatur ganti rugi yang disebabkan oleh pencemaran. Mengutip

prinsip nomor 22 Konferensi Stockhlom sebagai berikut.

States shall cooperate to develop further the international law

regarding liability and compensation for the victims of pollution

and other environmental damage caused by activities within the

jurisdiction or control of such States to areas beyond their

jurisdiction.

3) Pengaturan menurut United Nation Convention on The Law of The

Sea 1982

Pencemaran laut menurut definisi Pasal 1 ayat (4) Konvensi

Hukum Laut 1982 adalah

“Pollution of the marine environment means the introduction by

man, directly or indirectly, of substance or energy into the the

marine environment including estuaries, which results or is

likely to result in such deleterious effects as harm to living

resources and marine life, hazards to human health, hindrance

to marine activities including fishing and other legimate uses of

the sea, impairment of quality for use of sea water and of

armenities.”

Secara singkat bisa diterjemahkan bahwa, pencemaran laut

adalah dimasukkannya secara langsung maupun tidak langsung oleh

perbuatan manusia suatu substansi atau bahan energi kedalam

lingkungan laut yang menyebabkan merosotnya kadar lingkungan laut,

sehingga menyebabkan bahaya bagi sumber daya alam hayati di laut,

Page 50: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

kesehatan manusia, rintangan melakukan kegiatan di laut dan

mengurangi pemanfaatan dalam penggunaan lingkungan laut.

Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut dalam UNCLOS 1982

diatur di bagian XII yang meliputi Pasal 192 yang berbunyi “States

have the obligation to protect and preserve the marine environment”.

Pasal tersebut menyatakan bahwa adanya kewajiban kepada negara-

negara peserta untuk melindungi dan memelihara lingkungan laut.

Pasal 193 UNCLOS 1982 juga menyatakan sebagai berikut

“States have the sovereign right to exploit their natural resources

pursuant to their environmental policies and in accordance with their

duty to protect and preserve the marine environment.” Pasal 193

tersebut mengatur tentang hak negara-negara peserta untuk mengelola

sumber-sumber kekayaan alam mereka sesuai dengan kebijaksanaan

lingkungan serta sesuai pula dengan kewajiban melindungi dan

melestarikan lingkungan laut dari masing-masing negara.

Pengaturan selanjutnya adalah dalam Pasal 194 yang

menyatakan sebagai berikut.

1. States shall take, individually or jointly as appropriate, all

measures consistent with this Convention that are necessary

to prevent, reduce and control pollution of the marine

environment from any source, using for this purpose the best

practicable means at their disposal and in accordance with

their capabilities, and they shall endeavour to harmonize

their policies in this connection.

2. States shall take all measures necessary to ensure that

activities under their jurisdiction or control are so conducted

as not to cause damage by pollution to other States and their

environment, and that pollution arising from incidents or

activities under their jurisdiction or control does not spread

beyond the areas where they exercise sovereign rights in

accordance with this Convention.

3. The measures taken pursuant to this Part shall deal with all

sources of pollution of the marine environment. These

measures shall include, inter alia, those designed to minimize

to the fullest possible extent:

Page 51: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

(a) the release of toxic, harmful or noxious substances,

especially those which are persistent, from land-based

sources, from or through the atmosphere or by dumping.

(b) pollution from vessels, in particular measures for

preventing accidents and dealing with emergencies,

ensuring the safety of operations at sea, preventing

intentional and unintentional discharges, and regulating

the design, construction, equipment,operation and

manning of vessels.

(c) pollution from installations and devices used in

exploration or exploitation of the natural resources of

the seabed and subsoil, in particular measures for

preventing accidents and dealing with emergencies,

ensuring the safety of operations at sea, and regulating

the design, construction, equipment, operation and

manning of such installations or devices.

(d) pollution from other installations and devices operating

in the marine environment, in particular measures for

preventing accidents and dealing with emergencies,

ensuring the safety of operations at sea, and regulating

the design, construction,equipment, operation and

manning of such installations ordevices.

4. In taking measures to prevent, reduce or control pollution of

the marine environment, States shall refrain from

unjustifiable interference with activities carried out by other

States in the exercise of their rights and in pursuance of their

duties in conformity with this Convention.

5. The measures taken in accordance with this Part shall

include those necessary to protect and preserve rare or

fragile ecosystems as well as the habitat of depleted,

threatened or endangered species and other forms of marine

life.

Pasal 194 tersebut secara ringkas dapat diterjemahkan bahwa

adanya kewajiban khusus dari negara di antaranya adalah tidak

memindahkan kerusakan atau bahaya atau untuk mengubah suatu jenis

pencemaran ke jenis pencemaran lain, memonitor resiko akibat

pencemaran dan tanggung jawab serta ganti rugi.

Pasal selanjutnya adalah Pasal 195 mengenai kewajiban untuk

tidak memindahkan bahaya atau kerusakan atau mengubah suatu

pencemaran ke jenis pencemaran lain, yang dinyatakan sebagai berikut

“In taking measures to prevent, reduce and control pollution of the

Page 52: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

marine environment, States shall act so as not to transfer, directly or

indirectly,damage or hazards from one area to another or transform

one type of pollution into another.” Pasal 195 tersebut memberikan

pengertian dalam menanggulangi pencemaran lingkungan laut, negara

harus bertindak sedemikian rupa agar tidak memindahkan baik secara

langsung maupun tidak langsung, kerusakan atau bahaya dari suatu ke

daerah lain atau merubah bentuk pencemaran ke dalam bentuk

pencemaran lain.

Pasal 196 UNCLOS 1982 juga secara jelas menyatakan sebagai

berikut.

1. States shall take all measures necessary to prevent, reduce

and control pollution of the marine environment resulting

from the use of technologies under their jurisdiction or

control, or the intentional or accidental introduction of

species, alien or new, to a particular part of the marine

environment, which may cause significant and harmful

changes there to.

2. This article does not affect the application of this Convention

regarding the prevention, reduction and control of pollution

of the marine environment.

Pasal 196 tersebut menyatakan bahwa Negara peserta harus

melakukan pengawasan untuk penanggulangan pencemaran lingkungan

laut, sebagai akibat dari penggunaan teknologi, memasukan zat secara

sengaja atau tidak kedalam lingkungan laut yang dapat merusak

lingkungan laut.

Mengenai kerja sama global dan regional dalam menanggulangi

pencemaran laut yang terjadi diatur dalam Pasal 197 sampai dengan

Pasal 201. Bunyi Pasal 197 UNCLOS 1982 menyatakan sebagai

berikut.

“States shall cooperate on a global basis and, as appropriate,

on a regional basis, directly or through competent international

organizations, in formulating and elaborating international

rules, standards and recommended practices and procedures

consistent with this Convention, for the protection and

Page 53: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

preservation of the marine environment, taking into account

characteristic regional features.”

Pasal 197 tersebut menjelaskan bahwa Negara-negara peserta

harus bekerja sama secara global maupun regional yang perlu untuk

melindungi dan melestarikan lingkungan laut. Terkait dengan ketentuan

selanjutnya yakni Pasal 198 menyatakan sebagai berikut.

“When a State becomes aware of cases in which the marine

environment is in imminent danger of being damaged or has

been damaged by pollution,it shall immediately notify other

States it deems likely to be affected by such damage, as well as

the competent international organizations.”

Pasal 198 diatas menyebutkan bahwa apabila suatu negara

menyadari adanya keadaan dimana lingkungan laut berada dalam

ancaman bahaya mendesak akan kerusakan atau telah rusak akibat

pencemaran Negara termaksud harus segera memberitahu Negara

negara lain yang menurut perkiraannya sangat mungkin akan terancam

oleh kerusakan tersebut demikian pula kepada organisasi organisasi

internasional yang kompeten.

Pasal 199 UNCLOS 1982 menyatakan bahwa hal-hal yang

termuat dalam Pasal 198 maka mewajiban kepada Negara-negara yang

terkena dampak pencemaran harus saling bekerja sama antara satu

dengan yang lain untuk mengurangi kerusakan yang timbul dan

meningkatkan pola penanggulangan darurat pencemaran dalam

lingkungan laut. Kutipan Pasal 199 tersebut adalah sebagai berikut.

“In the cases referred to in article 198, States in the area

affected, in accordance with their capabilities, and the

competent international organizations shall cooperate, to the

extent possible, in eliminating the effects of pollution and

preventing or minimizing the damage. To this end, States shall

jointly develop and promote contingency plans for responding to

pollution incidents in the marine environment.”

Pasal 200 ketentuan UNCLOS 1982 mengenai kerja sama antar

negara dalam menanggulangi pencemaran menyatakan sebagai berikut.

Page 54: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

States shall cooperate, directly or through competent

international organizations, for the purpose of promoting

studies, undertaking programmes of scientific research and

encouraging the exchange of information and data acquired

about pollution of the marine environment. They shall

endeavour to participate actively in regional and global

programmes to acquire knowledge for the assessment of the

nature and extent of pollution, exposure to it, and its pathways,

risks and remedies.

Pasal tersebut bila diterjemahkan menyatakan bahwa Negara-

negara harus saling bertukar informasi dalam usaha untuk mengetahui

besarnya pencemaran, bahaya pencemaran, resiko dan cara mengatasi

pencemaran lingkungan laut tersebut. Ketentuan Pasal 201 sebagai

implementasi Pasal 201 menyatakan sebagai berikut.

“In the light of the information and data acquired pursuant to

article 200, States shall cooperate, directly or through

competent international organizations, in establishing

appropriate scientific criteria for the formulation and

elaboration of rules, standards and recommended practices and

procedures for the prevention, reduction and control of

pollution of the marine environment.”

Pasal tersebut mengatakan bahwa untuk mengimplementasikan

ketentuan pasal 200, negara-negara,organisasi-organisasi terkait harus

saling bekerja sama untuk menetapkan kriteria ilmiah guna pencegahan,

penanggulangan dan pengendalian lingkungan laut.

Pengaturan mengenai monitoring dan analisa tentang penilaian

lingkungan laut terdapat dalam Pasal 204 sampai dengan Pasal 206

UNCLOS 1982. Pasal 204 tersebut berbunyi sebagai berikut.

1. States shall, consistent with the rights of other States,

endeavour, as far as practicable, directly or through the

competent international organizations, to observe, measure,

evaluate and analyse, by recognized scientific methods, the

risks or effects of pollution of the marine environment.

2. In particular, States shall keep under surveillance the effects

of any activities which they permit or in which they engage in

order to determine whether these activities are likely to

pollute the marine environment.

Page 55: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Ketentuan pasal 204 tersebut menyebutkan bahwa Negara-

negara harus berusaha sedapat mungkin konsisten dengan hak-hak

negara-negara lain, secara langsung atau melalui organisasi-organisasi

internasional yang kompeten, untuk mengamati, mengatur, menilai, dan

menganalisa berdasarkan metode ilmiah yang dibakukan mengenai

resiko atau akibat pencemaran lingkungan laut. Secara Khusus Negara-

negara pun harus tetap mengawasi pengaruh dari setiap kegiatan yang

mereka ijinkan atau di dalam kegiatan termaksud mengandung

kemungkinan mencemarkan lingkungan laut.

Bunyi Pasal 205 UNCLOS 1982 adalah “States shall publish

reports of the results obtained pursuant to article 204 or provide such

reports at appropriate intervals to the competent international

organizations, which should make them available to all States.” Pasal

tersebut mengemukakan bahwa Negara-negara harus melaporkan segala

informasi yang terkait dengan pencemaran laut yang terjadi.

Pengaturan Pasal 206 UNCLOS 1982 berisi bahwa manakala

negara-negara mempunyai alasan yang kuat bahwa kegiatan-kegiatan

dibawah yurisdiksinya dapat menimbulkan pencemaran lingkungan

laut, maka mereka harus dapat menilai efek yang ditimbulkan dari

kegiatan-kegiatan tersebut. Kutipan Pasal 206 tersebut sebagai berikut.

“When States have reasonable grounds for believing that

planned activities under their jurisdiction or control may cause

substantial pollution of or significant and harmful changes to

the marine environment, they shall,as far as practicable, assess

the potential effects of such activities on the marine environment

and shall communicate reports of the results of such

assessments in the manner provided in article 205.”

b. Pengaturan Berdasarkan Hukum Nasional

Pengaturan United Nation Convention on The Law of The Sea 1982

Pasal 207 sampai dengan Pasal 212 juga mewajibkan Negara-negara

peserta konvensi untuk membuat peraturan atau undang-undang nasional

untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan

laut. Indonesia mewujudkan hal tersebut dalam beberapa undang-undang

Page 56: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

yang terkait dengan pengaturan tersebut yang diatur dalam, Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, Undang-

Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1999

tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut, Perpres

Nomor 109 tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat

Tumpahan Minyak di Laut (PKDTML). Maka terkait dengan pencemaran

minyak yang terjadi di Laut Timor tersebut maka dari perundangan-

undangan nasional tersebut dapat diidentifikasi beberapa pasal yang yang

mengatur tentang pencemaran laut yang terjadi yakni sebagai berikut.

1) Undang-Undang Nomer 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia

Undang-undang ini yang menyebutkan tentang perlindungan dan

pelestarian lingkungan laut tercantum dalam pasal 23 yang berbunyi

sebagai berikut.

(1) Pemanfaatan, pengelolaan, perlindungan, dan pelestarian

lingkungan perairan Indonesia dilakukan berdasarkan

peraturan perundang-undangan nasional yang berlaku dan

hukum internasional.

(2) Administrasi dan yurisdiksi, perlindungan, dan pelestarian

lingkungan perairan Indonesia dilaksanakan berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Apabila diperlukan untuk meningkatkan pemanfaatan,

pengelolaan, perlindungan, dan pelestarian lingkungan

perairan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dapat dibentuk suatu badan koordinasi yang ditetapkan

dengan Keputusan Presiden.

2) Undang-Undang Nomer 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara

Ketentuan Undang-undang ini yang menyebutkan tentang hak-

hak berdaulat Negara Kesatuan Republik Indonesia atas wilayahnya

yang tercantum dalam pasal 7 yang berbunyi “Negara Indonesia

memiliki hak-hak berdaulat dan hak-hak lain di Wilayah Yurisdiksi

Page 57: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan dan hukum internasional.”

Pengaturan Pasal 8 juga mengatur mengenai perbatasan wilayah

Indonesia dengan wilayah yurisdiksi negara lain yang secara lengkap

menyatakan sebagai berikut.

(1) Wilayah Yurisdiksi Indonesia berbatas dengan wilayah

yurisdiksi Australia, Filipina, India, Malaysia, Papua

Nugini, Palau, Thailand, Timor Leste, dan Vietnam.

(2) Batas Wilayah Yurisdiksi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) termasuk titik-titik koordinatnya ditetapkan berdasarkan

perjanjian bilateral dan/atau trilateral.

(3) Dalam hal Wilayah Yurisdiksi tidak berbatasan dengan

negara lain, Indonesia menetapkan Batas Wilayah

Yurisdiksinya secara unilateral berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.

3) Undang-Undang Nomer 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup

Dalam Undang-undang ini pengaturan tentang asas yang

digunakan dan pengaturan pencemaran lingkungan hidup yang

tercantum dalam pasal 2 yang berbunyi :

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan

berdasarkan asas:

a. tanggung jawab negara;

b. kelestarian dan keberlanjutan;

c. keserasian dan keseimbangan;

d. keterpaduan;

e. manfaat;

f. kehati-hatian;

g. keadilan;

h. ekoregion;

i. keanekaragaman hayati;

j. pencemar membayar;

k. partisipatif;

l. kearifan lokal;

m. tata kelola pemerintahan yang baik; dan

n. otonomi daerah.

Page 58: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

Pasal 53 Undang-Undang Lingkungan Hidup ini menyatakan

bahwa :

(1) Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau

perusakan lingkungan hidup wajib melakukan

penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan

lingkungan hidup.

(2) Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan

lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dengan:

a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau

kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat;

b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan

lingkungan hidup;

c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan

lingkungan hidup dan/atau;

d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penanggulangan

pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan

Pemerintah.

Bunyi Pasal 54 juga menyatakan bahwa pencemar yang dalam

hal ini adalah orang wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan

hidup. Kutipan Pasal ini secara lengkap sebagai berikut.

(1) Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau

perusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan

fungsi lingkungan hidup.

(2) Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan dengan tahap:

a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur

pencemar;

b. remidiasi;

c. rehabilitasi;

d. restorasi; dan/atau

e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemulihan fungsi

lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 62 terutama pada ayat (2)

dan ayat (3) terkait dengan kewajiban memberikan sistem informasi

Page 59: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

lingkungan hidup kepada masyarakat. Bunyi Pasal 62 ayat (2) dan ayat

(3) tersebut menyatakan sebagai berikut.

(2) Sistem informasi lingkungan hidup dilakukan secara

terpadu dan terkoordinasi dan wajib dipublikasikan kepada

masyarakat.

(3) Sistem informasi lingkungan hidup paling sedikit memuat

informasi mengenai status lingkungan hidup, peta rawan

lingkungan hidup, dan informasi lingkungan hidup lain.

Pasal 63 ayat (1) huruf l dan huruf m Undang-Undang ini juga

menjamin kewajiban bagi pemerintah untuk melaksanakan kebijakan

apa yang bisa diambil terkait dengan pencemaran yang terjadi yang

berbunyi :

(1) Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,

Pemerintah bertugas dan berwenang:

l. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai

perlindungan lingkungan laut;

m. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai

pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup lintas

batas negara;

Cara penyelesaian sengketa mengenai pencemaran atau

pengerusakan lingkungan hidup termasuk lingkungan laut diatur dalam

pasal 84 yang berbunyi :

(1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh

melalui pengadilan atau di luar pengadilan.

(2) Pilihan penyelesaian sengketa lingkungan hidup dilakukan

secara suka rela oleh para pihak yang bersengketa.

(3) Gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila

upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dipilih

dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak

yang bersengketa.

Ketentuan penyelesaian sengketa mengenai pencemaran atau

pengerusakan lingkungan hidup termasuk lingkungan laut bila yang

ditempuh di luar pengadilan dapat dilakukan dengan beberapa

kesepakatan yang diatur dalam pasal 85 ayat (1) yang berbunyi :

Page 60: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

(1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan

dilakukan untuk mencapai kesepakatan mengenai:

a. bentuk dan besarnya ganti rugi;

b. tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau

perusakan;

c. tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya

pencemaran dan/atau perusakan; dan/atau;

d. tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif

terhadap lingkungan hidup.

Setiap penanggungjawab kegiatan yang bisa mengakibatkan

kerusakan lingkungan wajib membayar ganti rugi yang diatur dalam

pasal 87 ayat (1) yang berbunyi :

“Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang

melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran

dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan

kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib

membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.”

Ketentuan berikutnya apabila terjadi pencemaran lingkungan

maka Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melalui instansinya

berwenang mengajukan gugatan terhdap pihak terkait yang melakukan

pencemaran lingkungan. Pasal 90 ayat (1) secara lengkap menyatakan

sebagai berikut.

“Instansi pemerintah dan pemerintah daerah yang bertanggung

jawab di bidang lingkungan hidup berwenang mengajukan

gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau

kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan

lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian lingkungan

hidup.”

Pasal 99 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup ini mengatur tentang ketentuan pidana

dan denda bagi orang yang melakukan pencemaran lingkungan hidup

akibat kelalaiannya yang bunyi lengkapnya sebagai berikut.

“Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan

dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku

mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup,

Page 61: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun

dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp.

1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.

3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).”

4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1999

tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut

Peraturan Pemerintah ini terdapat pengaturan yang berhubungan

mengenai pencegahan dan penanggulangan pencemaran atau perusakan

laut seperti yang terdapat dalam Pasal 9 yang menyatakan bahwa

“Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang

melakukan perbuatan yang dapat menimbutkan pencemaran laut.”

Pengaturan Pasal 13 PP ini juga menyatakan bahwa “Setiap orang atau

penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang melakukan

perbuatan yang dapat menimbutkan kerusakan laut.” Mengenai

pencegahan perusakan lingkungan laut dinyatakan dalam Pasal 14

sebagai berikut”Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang

dapat mengakibatkan kerusakan laut wajib melakukan pencegahan

perusakan laut.”

Pada bunyi Pasal 10 ayat (1) dan (2) mengenai kewajiban apa

saja yang harus dipenuhi penanggung jawab kegiatan agar tidak terjadi

pencemaran lingkungan. Ketentuan ini secara lengkap dinyatakan

sebagai berikut.

(1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang

dapat menyebabkan pencemaran laut, wajib melakukan

pencegahan terjadinya pencemaran laut.

(2) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang

membuang limbahnya ke laut, wajib memenuhi persyaratan

mengenai baku mutu air laut, baku mutu limbah cair, baku

mutu emisi dan ketentuan ketentuan lainnya sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan dalam PP ini bila dalam suatu kegiatan

mengakibatkan pencemaran lingkungan terdapat dalam Pasal 15 yang

menyatakan sebagai berikut “Setiap orang atau penanggung jawab

Page 62: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

usaha dan/atau kegiatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau

perusakan laut wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau

perusakan laut yang diakibatkan oleh kegiatannya.” Pemulihan akibat

pencemaran ini diatur selanjutnya dalam Pasal 16 yang berbunyi

“Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang

mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan laut wajib melakukan

pemulihan mutu laut.” Mengenai kewajiban tanggungan biaya yang

harus ditanggung dalam usaha pemulihan kerusakan lingkungan diatur

dalam Pasal 24 ayat (1) dan (2) yang berbunyi sebagai berikut.

(1) Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau

kegiatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau

perusakan laut wajib menanggung biaya penanggulangan

pencemaran dan/atau perusakan laut serta biaya

pemulihannya.

(2) Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau

kegiatan yang menimbulkan kerugian bagi pihak tambahan,

akibat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan laut wajib

membayar ganti rugi terhadap pihak yang dirugikan.

5) Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2006 tentang

Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut

(PKDTML)

Ketentuan berikut yang dikemukakan adalah Pasal-pasal yang

mengacu pada hal-hal yang terkait dengan adanya kasus pencemaran

minyak yang terjadi di Laut Timor. Bunyi Pasal 2 ayat (3) dan (4)

menyatakan bahwa pimpinan atau penanggungjawab kegiatan yang bisa

menyebabakan pencemaran minyak di laut secara lengkap berbunyi

sebagai berikut.

(3) Setiap pimpinan unit pengusahaan minyak dan gas bumi

atau penanggungjawab unit kegiatan pengusahaan minyak

lepas pantai wajib menanggulangi terjadinya keadaan

darurat tumpahan minyak di laut yang bersumber dari usaha

dan/atau kegiatannya serta melaporkan kejadian tersebut

kepada pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.

(4) Setiap pimpinan atau penanggungjawab kegiatan lain wajib

menanggulangi terjadinya keadaan darurat tumpahan

minyak di laut yang bersumber dari usaha dan/atau

Page 63: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

kegiatannya serta melaporkan kejadian tersebut kepada

pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.

Perihal telah terjadi keadaan darurat pencemaran minyak yang

mencemari di wilayah laut Indonesia maka dapat dibentuk tim khusus

untuk menanggulanginya seperti yang tercantum dalam Pasal 3 yang

secara lengkap berbunyi sebagai berikut.

(1) Dalam rangka keterpaduan penyelenggaraan

penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut

tingkatan tier 3, dibentuk Tim Nasional Penanggulangan

Keadaan Darurat Tumpahan Minyak Di Laut, yang

selanjutnya disebut Tim Nasional.

(2) Tim Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada

di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden.

(3) Ketua Tim Nasional wajib melaporkan secara berkala

pelaksanaan hasil tugasnya kepada Presiden.

(4) Tim Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri

atas:

Ketua : Menteri Perhubungan;

Wakil Ketua : Menteri Negara Lingkungan Hidup;

Anggota : 1. Menteri Energi dan Sumberdaya

Mineral;

2. Menteri Dalam Negeri;

3. Menteri Luar Negeri;

4. Menteri Kelautan dan Perikanan;

5. Menteri Kesehatan;

6. Menteri Kehutanan;

7. Menteri Keuangan;

8. Menteri Hukum & Hak Asasi Manusia;

9. Panglima Tentara Nasional Indonesia;

10. Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia;

11. Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha

Hulu Minyak dan Gas Bumi;

12. Kepala Badan Pengatur Penyediaan dan

Pendistribusian Bahan Bakar Minyak

dan Kegiatan Usaha Pengangkutan Gas

Bumi melalui Pipa;

13. Gubernur, Bupati/Walikota yang

sebagian wilayahnya mencakup laut.

(5) Tim Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

bertanggungjawab atas penyelenggaraan penanggulangan

keadaan darurat tumpahan minyak di laut tingkatan tier 3.

Page 64: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

(6) Tim Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bertugas

:

a. melaksanakan koordinasi penyelenggaraan

penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di

laut tingkatan tier 3;

b. memberikan dukungan advokasi kepada setiap orang

yang mengalami kerugian akibat tumpahan minyak di

laut.

(7) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada

ayat (6), Tim Nasional berfungsi menetapkan pedoman

pengembangan sistem kesiagaan dan penyelenggaraan

penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut,

meliputi:

a. menetapkan PROTAP Tier 3;

b. menjamin ketersediaan sarana, prasarana, dan personil

terlatih untuk mendukung pelaksanaan operasi

penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di

laut;

c. menetapkan persyaratan minimal kesiagaan sarana,

prasarana, dan personil di pelabuhan, terminal atau

platform untuk penanggulangan tumpahan minyak di

laut;

d. menetapkan persyaratan minimal kesiagaan sarana,

prasarana, dan personil di daerah untuk penanggulangan

dampak lingkungan akibat tumpahan minyak di laut.

(8) Untuk membantu terlaksananya penyelenggaraan

penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut

tingkatan tier 3 sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Tim

Nasional membentuk dan membina PUSKODALNAS.

Pasal 8 dalam Perpres ini juga mengatur kewajiban bagi setiap

orang yang mengetahui bila terjadi pencemaran minyak di laut yang

secara lengkap bunyinya :

(1) Setiap orang yang mengetahui terjadinya tumpahan minyak

di laut wajib segera menginformasikan kepada:

a. PUSKODALNAS;

b. Kantor pelabuhan;

c. Direktorat yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang

teknik dan lingkungan minyak dan gas bumi, pada

departemen yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang

kegiatan usaha minyak dan gas bumi;

d. Pemerintah Daerah; atau

e. Unsur pemerintah lain yang terdekat.

Page 65: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

(2) Setelah menerima informasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), pejabat dari instansi sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e wajib segera

menginformasikan kepada :

a. ADPEL;

b. KAKANPEL; atau

c. Kepala PUSKODALNAS.

(3) Setelah menerima informasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan/atau ayat (2), maka ADPEL atau KAKANPEL

wajib segera menginformasikan kepada Kepala

PUSKODALNAS.

(4) ADPEL, KAKANPEL, atau PUSKODALNAS setelah

menerima informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dan/atau ayat (2) wajib segera melakukan pengecekan atas

kebenaran laporan yang diterima.

(7) Dalam hal tumpahan minyak yang terjadi masuk dalam

kategori tier 3, PUSKODALNAS wajib segera melakukan

koordinasi pelaksanaan operasi penanggulangan keadaan

darurat tumpahan minyak di laut dan Kepala

PUSKODALNAS bertindak selaku koordinator misi tier 3.

Terkait dengan adanya kerjasama internasional yang bisa

dilakukan untuk menanggulangi pencemaran minyak di laut diatur

dalam Pasal 9 yang berbunyi “Dalam hal sumber daya nasional tidak

memadai dalam penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di

laut tingkatan tier 3, maka Ketua Tim Nasional dapat meminta bantuan

internasional.” Pertanggungjawaban juga terdapat pada pimpinan suatu

perusahaan eksplorasi minyak dan gas bila dalam kegiatan usahanya

terjadi pencemaran di laut yang secara jelas diatur dalam Pasal 11 yang

berbunyi :

Setiap pemilik atau operator kapal, pimpinan tertinggi

pengusahaan minyak dan gas bumi atau penanggungjawab

tertinggi kegiatan pengusahaan minyak lepas pantai atau

pimpinan atau penanggungjawab kegiatan lain, yang karena

kegiatannya mengakibatkan terjadinya tumpahan minyak di laut,

bertanggungjawab mutlak atas biaya:

a. penanggulangan tumpahan minyak di laut;

b. penanggulangan dampak lingkungan akibat tumpahan

minyak di laut;

c. kerugian masyarakat akibat tumpahan minyak di laut; dan

d. kerugian lingkungan akibat tumpahan minyak di laut.

Page 66: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

2. Pertanggungjawaban Negara yang Terlibat di Perusahaan The

Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Public

Company Limited (PT TEP) Australasia Dalam Kejadian Meledaknya

Kilang Minyak Montara di Laut Timor

Dalam kaitannya dengan permasalahan yang dibahas mengenai

bagaimana pertanggung jawaban negara yang terlibat di perusahaan The

Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Public

Company Limited (PT TEP) Australasia dalam kejadian meledaknya kilang

minyak Montara di Laut Timor tersebut dilihat dari tiga konvensi

Internasional yakni International Convention on Civil Liability for Oil

Pollution Damage 1969, International Convention on the Establishment of an

International Fund for Compensation for Oil Pollution Damage 1971, dan

United Nation Convention on The Law of The Sea 1982 dapat dijelaskan

sebagai berikut.

a. International Convention on Civil Liability for Oil Pullution Damage

1969

Tanggung jawab tersebut jika ditinjau dari Konvensi Internasional

Mengenai Pertanggungjawaban Perdata Terhadap Pencemaran Minyak di

Laut (International Convention on Civil Liability for Oil Pollution

Damage). Konvensi ini mengatur tentang ganti rugi pencemaran laut oleh

minyak karena kecelakaan kapal tanker. Konvensi ini juga bersifat

terbatas karena hanya berlaku untuk pencemaran lingkungan laut di laut

territorial Negara peserta berupa kerusakan pencemaran minyak mentah

(persistent oil) yang tertumpah dari muatan kapal tangki. Kerusakan yang

disebabkan oleh non-presistent oil seperti gasoline, kerosene, light diesel

oil, dsb, juga tidak termasuk dalam Civil Liability Convention 1969.

Dalam Civil Liability Convention 1969 ini mengharuskan kapal

tangki yang telah mengakibatkan timbulnya kerugian (damage) pada

negara pantai untuk memberikan ganti kerugian yang diderita oleh orang

atau kepentingan yang telah menjadi korban dari pengotoran laut yang

disebabkan. Kewajiban ganti rugi tersebut didasarkan atas prinsip strict

Page 67: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

liability artinya kewajiban membayar ganti rugi itu timbul sesegera

terjadinya kerugian itu, dengan tidak mempersoalkan salah atau tidak

kapal tangki yang bersangkutan.

b. International Convention on the Establishment of an International

Fund for Compensation for Oil Pollution Damage 1971

Pada konvensi ini sebenarnya adalah melengkapi atau

menciptakan suatu “Compensation Scheme” yang akan menyediakan

pembayaran ganti rugi kepada korban di satu pihak dan pembebasan

pemilik kapal dari beban keuangan yang diakibatkan oleh Civil Liability

Convention 1969 (Syahmin A.K, 1988: 152).

Ruang lingkup yang diatur pada konvensi ini bersifat terbatas,

dalam artian yang bisa diajukan klaim ganti rugi atau yang bisa

dibayarkan hanya akibat dari tumpahan minyak bumi (crude oil and fuel

oil) yang di angkut kapal. Ketentuan tersebut ada dalam Pasal 1 ayat (3)

yang bunyinya sebagai berikut.

Contributing Oil means crude oil and fuel oil as defined in sub-

paragraphs (a) and (b) below:

a. Crude Oil means any liquid hydrocarbon mixture occurring

naturally in the earth whether or not treated to render it

suitable for transportation. It also includes crude oils from

which certain distillate fractions have been removed

(sometimes referred to as topped crudes) or to which certain

distillate fractions have been added (sometimes referred to as

spiked or reconstituted crudes).

b. Fuel Oil means heavy distillates or residues from crude oil or

blends of such materials intended for use as a fuel for the

production of heat or power of a quality equivalent to the

American Society for Testing and Materials Specification for

Number Four Fuel Oil (Designation D 396-69), or heavier.

c. United Nation Convention on The Law of The Sea 1982

Ketentuan Pasal dalam UNCLOS 1982 yang dapat dikenakan

pertanggungjawaban Negara atas pencemaran laut yang terjadi diatur

dalam Pasal 139 yang menyatakan sebagai berikut.

Page 68: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

1. States Parties shall have the responsibility to ensure that

activities in the Area, whether carried out by States Parties,

or state enterprises or natural or juridical persons which

possess the nationality of States Parties or are effectively

controlled by them or their nationals, shall be carried out in

conformity with this Part. The same responsibility applies to

international organizations for activities in the Area carried

out by such organizations.

2. Without prejudice to the rules of international law and Annex

III, article 22, damage caused by the failure of a State Party

or international organization to carry out its responsibilities

under this Part shall entail liability; States Parties or

international organizations acting together shall bear joint

and several liability. A State Party shall not however be

liable for damage caused by any failure to comply with this

Part by a person whom it has sponsored under article 153,

paragraph 2(b), if the State Party has taken all necessary and

appropriate measures to secure effective compliance under

article 153, paragraph 4, and Annex III, article 4, paragraph

4.

3. States Parties that are members of international

organizations shall take appropriate measures to ensure the

implementation of this article with respect to such

organizations.

Pasal 139 ayat (1) diatas menjelaskan bahwa Negara Peserta harus

bertanggungjawab untuk menjamin bahwa kegiatan-kegiatan, baik

dilakukan oleh Negara peserta atau perusahaan perusahaan negara atau

badan hukum atau orang perorangan yang memiliki kebangsaan Negara

Peserta atau yang dikuasai secara efektif oleh mereka atau oleh warga

negara-warga negara mereka, tanggung jawab yang sama berlaku pula

bagi organisasi-organisasi internasional untuk kegiatan kegiatan yang

dilakukan oleh organisasi-organisasi di kawasan tersebut.

Ayat (2) menjelaskan dengan tidak mengurangi berlakunya

ketentuan hukum internasional dan pada lampiran III Pasal 22 kerugian

yang disebabkan oleh kelalaian suatu Negara Peserta atau organisasi

internasional untuk melaksanakan kewajiban untuk ganti rugi, Negara

Peserta atau organisasi-organisasi internasional bertindak, memikul

secara bersama-sama harus memikul secara bersama dan tanggung

Page 69: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

renteng kewajiban untuk ganti rugi. Akan tetapi suatu Negara Peserta

tidak berkewajiban menanggung kerugian yang disebabkan oleh suatu

kelalaian yang dilakukan oleh seorang yang disponsorinya berdasarkan

pasal 153 ayat (2) apabila Negara Peserta tersebut telah mengambil

segala tindakan yang perlu dan tepat untuk menjamin ditaatinya secara

efektif menurut pasal 153 ayat (4), lampiran III Pasal 4 ayat (4). Pasal

139 ayat (3) ini bila diterjemahkan maka memberikan ketentuan Negara

Peserta yang menjadi anggota organisasi internasional harus mengambil

tindakan yang tepat untuk menjamin pelakasanaan Pasal ini yang

berkenaan dengan organisasi-organisasi tersebut.

Terkait dengan pengaturan sistem eksplorasi dan eksploitasi

lautan UNCLOS mengaturnya dalam Pasal 153 yang berbunyi :

1. Activities in the Area shall be organized, carried out and

controlled by the Authority on behalf of mankind as a whole

in accordance with this article as well as other relevant

provisions of this Part and the Relevant Annexes, and the

rules, regulations and procedures of the Authority.

2. Activities in the Area shall be carried out as prescribed in

paragraph 3:

(a) by the Enterprise, and

(b) in association with the Authority by States Parties, or

state enterprises or natural or juridical persons which

possess the nationality of States Parties or are effectively

controlled by them or their nationals, when sponsored by

such States, or any group of the foregoing which meets

the requirements provided in this Part and in Annex III.

3. Activities in the Area shall be carried out in accordance with

a formal written plan of work drawn up in accordance with

Annex III and approved by the Council after review by the

Legal and Technical Commission. In the case of activities in

the Area carried out as authorized by the Authority by the

entities specified in paragraph 2 (b), the plan of work shall,

in accordance with Annex III, article 3, be in the form of a

contract. Such contracts may provide for joint arrangements

in accordance with Annex III, article 11.

4. The Authority shall exercise such control over activities in

the Areaas is necessary for the purpose of securing

compliance with the relevant provisions of this Part and the

Annexes relating there to, and the rules,regulations and

Page 70: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

procedures of the Authority, and the plans of work approved

in accordance with paragraph 3. States Parties shall assist

the Authority by taking all measures necessary to ensure such

compliance in accordance with article 139.

5. The Authority shall have the right to take at any time any

measures provided for under this Part to ensure compliance

with its provisions and the exercise of the functions of control

and regulation assigned to it thereunder or under any

contract. The Authority shall have the right to inspect all

installations in the Area used in connection with activities in

the Area.

6. A contract under paragraph 3 shall provide for security of

tenure. Accordingly, the contract shall not be revised,

suspended or terminated except in accordance with Annex

III, articles 18 and 19.

Dalam pasal tersebut mengatur tentang sistem kegiatan eksplorasi

dan eksploitasi oleh perusahaan maupun perusahaan dengan otorita oleh

Negara Peserta atau perusahaan negara atau badan hukum atau

perorangan yang memiliki kebangsaan negara peserta atau secara aktif

dikendalikan oleh mereka atau warga negara mereka jika disponsori oleh

negara-negara tersebut. Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi itu harus

dilaksanakan berdasarkan rencana kerja tertulis yang resmi dan telah

mendapat ijin dari otoritas negara yang bersangkutan. Otoritas Negara

Peserta harus mengadakan pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan

tersebut dikawasannya dan memiliki hak untuk mengambil tindakan

apapun guna menjamin dipenuhinya peraturan-peraturannya serta

mempunyai hak untuk memeriksa semua instalasi dalam segala kegiatan

yang dilakukan di kawasan negaranya.

Pasal 235 UNCLOS 1982 mengatur tentang tanggungjawab dan

kewajiban ganti rugi Negara Peserta yang melakukan pencemaran dan

secara lengkap dinyatakan sebagai berikut.

1. States are responsible for the fulfilment of their international

obligations concerning the protection and preservation of the

marine environment. They shall be liable in accordance with

international law.

Page 71: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

2. States shall ensure that recourse is available in accordance

with their legal systems for prompt and adequate

compensation or other relief in respectof damage caused by

pollution of the marine environment by natural or juridical

persons under their jurisdiction.

3. With the objective of assuring prompt and adequate

compensation in respect of all damage caused by pollution of

the marine environment, States shall cooperate in the

implementation of existing international law and the further

development of international law relating to responsibility

and liability for the assessment of and compensation for

damage and the settlement of related disputes, as well as,

where appropriate, development of criteria and procedures

for payment of adequate compensation, such as compulsory

insurance or compensation funds.

Penjelasan pasal tersebut menyatakan bahwa Negara bertanggung

jawab untuk pemenuhan kewajiban-kewajiban internasional mereka

berkenaan dengan perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. Mereka

harus memikul kewajiban ganti-rugi sesuai dengan hukum internasional.

Ayat (2) menyatakan bahwa Negara harus menjamin tersedianya

upaya menurut sistem perundang-undangannya untuk diperolehnya ganti

rugi segera memadai atau bantuan lainnya berkaitan dengan kerusakan

yang disebabkan pencemaran lingkungan laut oleh orang perorangan atau

oleh badan hukum di bawah yurisdiksi mereka, dengan tujuan untuk

menjamin ganti rugi yang segera dan memadai berkaitan dengan segala

kerugian yang disebabkan oleh pencemaran lingkungan laut.

Negara-negara peserta konvensi pun harus bekerja sama

berdasarkan hukum internasional yang berkenaan dengan tanggung

jawab dan kewajiban ganti rugi untuk penaksiran mengenai kompensasi

untuk kerusakan serta penyelesaian sengketa yang timbul, demikian pula,

dimana perlu, mengembangkan kriteria dan prosedur pembayaran ganti

rugi yang memadai seperti halnya asuransi wajib atau dana kompensasi.

Page 72: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

Ketentuan Pasal 237 UNCLOS 1982 juga menguatkan apa yang

diatur dalam Pasal 235. Pasal 237 ini secara lengkap berbunyi sebagai

berikut.

1. The provisions of this Part are without prejudice to the

specific obligations assumed by States under special

conventions and agreements concluded previously which

relate to the protection and preservation of the marine

environment and to agreements which may be concluded in

furtherance of the general principles set forth in this

Convention.

2. Specific obligations assumed by States under special

conventions, with respect to the protection and preservation

of the marine environment, should be carried out in a manner

consistent with the general principles and objectives of this

Convention.

Menurut Pasal 237 tersebut menyatakan bahwa ketentuan bab ini

tidak mengurangi kewajiban khusus yang diterima Negara-negara

berdasarkan konvensi-konvensi khusus dan persetujuan yang telah

tercapai sebelumnya yang berhubungan dengan perlindungan dan

pelestarian lingkungan laut serta persetujuan-persetujuan yang mungkin

dicapai sebagai kelanjutan asas-asas umum yang tercantum dalam

konvensi ini. Kewajiban khusus yang diterima negara berdasarkan

konvensi khusus yang berhubungan dengan perlindungan dan pelestarian

lingkungan laut harus dilaksanakan dengan cara yang konsisten dengan

asas umum dan tujuan konvensi ini.

Page 73: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

B. Pembahasan Penelitian

1. Pengaturan Hukum Internasional Maupun Hukum Nasional Terkait

Dengan Pencemaran di Laut Timor

Dari hasil penelitian di atas, telah dipaparkan mengenai perlindungan

dan pelestarian lingkungan laut terhadap pencemaran minyak yang terjadi di

lautan baik dari hukum internasional maupun hukum nasional Indonesia.

Pembahasan dari hasil penelitian tersebut sebagai dasar hukum dalam

kaitannya dengan pencemaran minyak yang terjadi di Laut Timor oleh

anjungan lepas pantai milik PT TEP Australasia.

Tumpahan minyak dari ladang Montara yang mencemari wilayah

perairan laut Indonesia sebagaimana yang telah dipaparkan pada latar

belakang permasalahan diatas telah bertentangan dengan ketentuan untuk

memelihara lingkungan hidup manusia termasuk juga lingkungan laut yang

telah ditetapkan dalam prinsip pertama dari Konferensi Stockhlom 1972 yang

menyatakan :

“Man has the fundamental right to freedom, equality and adequate

conditions of life, in an environment of a quality that permits a life of

dignity and well-being, and he bears a solemn responsibility to protect

and improve the environment for present and future generations. In

this respect, policies promoting or perpetuating apartheid, racial

segregation, discrimination, colonial and other forms of oppression

and foreign domination stand condemned and must be eliminated.”

Prinsip tersebut mengakui bahwa adanya hak asasi manusia atau setiap

orang untuk hidup di suatu lingkungan yang baik dan sehat serta juga

mewajibkan untuk memelihara lingkungan hidup manusia tersebut

sedemikian rupa hingga dapat dinikmati oleh generasi-generasi yang akan

datang. Hal tersebut semakin dikuatkan dengan adanya prinsip ke 7 dan

prinsip ke 13 yang mengutarakan agar dilakukan upaya pencegahan yang

harus dilakukan negara untuk mengatasi pencemaran laut.

Dalam fakta yang didapat sebenarnya Pemerintah Australia sudah

membentuk badan nasional yang bertugas untuk melakukan kajian analisa

serta dampak pencemaran tersebut terhadap negara lain akibat dari terjadinya

Page 74: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

ledakan di ladang minyak Montara. Badan tersebut dibentuk oleh Menteri

sumber daya dan energi Australia pada tanggal 5 november 2009 yang

disebut Montara Commission of Inquiry atau komisi penyelidikan Montara.

Dengan Pembentukan badan ini sebenarnya ada itikad baik dari Australia

untuk mengatasi pencemaran minyak dari ladang Montara ini. Kebijakan ini

sejalan dengan prinsip ke 17 dan prinsip ke 21 Konferensi Stockhlom yang

pada intinya setiap Negara wajib membentuk suatu badan nasional yang

mempunyai wewenang untuk mengadakan perencanaan, pengelolaan atau

pemantauan dari pemanfaatan atau penggunaan sumber kekayaan alam

dengan cara yang berorientasi pada ekologi agar tidak menimbulkan kerugian

terhadap negara atau pihak lain.

Upaya Pemerintah Australia dengan membentuk komisi penyelidikan

Montara juga sejalan dengan Rio Declaration pada tahun 1992 menghasilkan

dokumen berupa Agenda 21 mengenai pembangunan berkelanjutan yang

salah satunya terdapat dalam pengertian lingkungan laut sebagai berikut.

“marine environment including the oceans and all seas and adjacent

coastal areas forms an integrated whole that is an essential

component of the global life-support system and a positive asset that

presents opportunities for sustainable development. Sustainable

development means development that meets the needs of the present

generation withoutcompromising the ability of future generation to

meet their own needs.”

Pernyataan diatas menyatakan bahwa lingkungan laut termasuk

samudera, semua laut, dan kawasan pantai membentuk satu kesatuan

komponen penting sistem yang mendukung kehidupan global dan kekayaan

yang memberikan kesempatan untuk melakukan pembangunan berkelanjutan.

Dampak dari pencemaran ini tidak hanya dari sekedar pencemaran

lingkungan laut tapi juga mengganggu kedaulatan wilayah laut Indonesia

sebagai negara pantai yang terdapat dalam UNCLOS 1982 dimana hak dan

kedaulatan suatu Negara pantai tidak hanya terbatas pada wilayah daratan

maupun perairan pedalaman saja melainkan juga hak dan kedaulatan meliputi

wilayah laut territorial yang diatur dalam Pasal 2 yang berbunyi sebagai

berikut.

Page 75: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

1. The sovereignty of a coastal State extends, beyond its land territory

and internal waters and, in the case of an archipelagic State, its

archipelagic waters, to an adjacent belt of sea, described as the

territorial sea.

2. This sovereignty extends to the air space over the territorial sea as

well as to its bed and subsoil.

3. The sovereignty over the territorial sea is exercised subject to this

Convention and to other rules of international law.

Pasal diatas menjelaskan bahwa kedaulatan suatu negara pantai selain

wilayah daratan, perairan pedalaman, dalam hal suatu negara kepulauan

meliputi pula suatu jalur laut yang berbatasan dengannya dinamakan laut

territorial. Kedaulatan ini meliputi ruang udara diatas laut teritorial serta dasar

laut dan tanah di bawahnya serta kedaulatan atas laut territorial ini

dilaksanakan dengan ketentuan hukum internasional lainnya.

Ketentuan Pasal 56 menunjukan hak yurisdiksi Negara pantai dalam

wilayah zona ekonomi eksklusif lautannya, yang selengkapnya berbunyi.

1. In the exclusive economic zone, the coastal State has:

a. sovereign rights for the purpose of exploring and exploiting,

conserving and managing the natural resources, whether living

or non-living, of the waters superjacent to the seabed and of the

seabed and its subsoil, and with regard to other activities for the

economic exploitation and exploration of the zone, such as the

production of energy from the water, currents and winds;

b. jurisdiction as provided for in the relevant provisions of this

Convention with regard to:

i. the establishment and use of artificial islands, installations

and structures;

ii. marine scientific research;

iii. the protection and preservation of the marine environment;

c. other rights and duties provided for in this Convention.

2. In exercising its rights and performing its duties under this

Convention in the exclusive economic zone, the coastal State shall

have due regard to the rights and duties of other States and shall

act in a manner compatible with the provisions of this Convention.

3. The rights set out in this article with respect to the seabed and

subsoil shall be exercised in accordance with Part VI.

Pasal tersebut memberikan pengertian bahwa dalam zona ekonomi

eksklusif Negara pantai mempunyai hak berdaulat untuk mengeksplorasi,

mengelola sumber daya alam, baik hayati maupun non hayati di perairan di

Page 76: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

atas dasar laut dan dari dasar laut dan tanah dibawahnya, termasuk yurisdiksi

berkenaan untuk membuat pulau buatan, instalasi bangunan, riset ilmiah

kelautan, perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. Negara Pantai dalam

melakukan hak-hak tersebut juga harus memperhatikan hak-hak negara lain

sesuai dengan tata cara dalam konvensi ini.

Pengaturan Pasal 77 UNCLOS 1982 semakin menguatkan hak Negara

pantai pada landas kontinennya yang berbunyi :

1. The coastal State exercises over the continental shelf sovereign

rights for the purpose of exploring it and exploiting its natural

resources.

2. The rights referred to in paragraph 1 are exclusive in the sense that

if the coastal State does not explore the continental shelf or exploit

its natural resources, no one may undertake these activities without

the express consent of the coastal State.

3. The rights of the coastal State over the continental shelf do not

depend on occupation, effective or notional, or on any express

proclamation.

4. The natural resources referred to in this Part consist of the mineral

and other non-living resources of the seabed and subsoil together

with living organisms belonging to sedentary species, that is to say,

organisms which, at the harvestable stage, either are immobile on

or under the seabed or are unable to move except in constant

physical contact with the seabed or the subsoil.

Pasal diatas menjelaskan bahwa Negara pantai mempunyai hak

berdaulat untuk melakukan kegiatan mengeksplorasi dan mengeksploitasi

landas kontinennya. Apabila negara pantai tidak melakukannya, maka tiada

seorangpun dapat melakukan kegiatan itu tanpa persetujuan negara pantai.

Hak negara pantai tidak tergantung pada okupasi atau pendudukan, baik

secara efektif atau tidak. Sumberdaya laut yang ada di landas kontinen ini

terdiri dari sumber mineral dan kekayaan non hayati.

Maka terkait dengan pencemaran minyak yang terjadi di Laut Timor

karena meledaknya ladang minyak lepas pantai milik PT TEP Australasia

telah mencemari laut dan meluas masuk ke zona wilayah perairan teritorial,

zee dan landas kontinen Negara Indonesia dan tentu saja pencemaran ini

mengganggu hak berdaulat atas wilayah laut Negara Indonesia. Kedaulatan

dalam hal ini sering diartikan sebagai the pride of the nation atau harga diri

Page 77: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

suatu bangsa, yang mengandung pengertian bahwa dalam suatu negara

merdeka memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk secara ekslusif dan

bebas melakukan berbagai kegiatan kenegaraan sesuai kepentingannya,

asalkan kegiatan atau kebijakan tersebut tidak bertentangan dengan

kepentingan negara lain dan hukum internasional (Mirza Satria Buana, 2007:

32).

Yurisdiksi Indonesia jika menurut pengaturan UNCLOS 1982 diatas

tentu saja juga telah diabaikan oleh Negara Australia selaku pemberi ijin

pelaksanaan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi PT TEP Australasia di

kawasan perairan laut Australia tersebut selaku pemegang jurisdiksi

wilayahnya. Yurisdiksi territorial yang dimiliki Indonesia memberikan

kewenangan untuk melaksanakan kedaulatannya terhadap kejadian-kejadian

yang berlangsung di wilayahnya (Jawahir Thontowi, 2006: 158-159).

Implementasi pengaturan dalam hukum internasional mengenai

kedaulatan lingkungan laut pun harus diwujudkan kedalam undang-undang

nasional masing-masing negara. Terkait dengan pelanggaran kedaulatan yang

terjadi akibat pencemaran di lingkungan laut tersebut Pemerintah Indonesia

mengeluarkan Undang-Undang Nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan

Indonesia permasalahan tentang kedaulatan diatur dalam Pasal 3 yang

berbunyi sebagai berikut.

“Kedaulatan Negara Republik Indonesia di perairan Indonesia

meliputi laut teritorial, perairan kepulauan, dan perairan pedalaman

serta ruang udara di atas laut teritorial, perairan kepulauan, dan

perairan pedalaman serta dasar laut dan tanah di bawahnya termasuk

sumber kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.”

Ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Perairan Indonesia tersebut juga

menegaskan kembali bahwa penegakan kedaulatan yang dimiliki Indonesia

dijamin oleh hukum nasional maupun hukum internasional. Bunyi lengkap

Pasal 24 sebagai berikut.

(1) Penegakan kedaulatan dan hukum di perairan Indonesia, ruang

udara di atasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya termasuk

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta sanksi atas

pelanggarannya, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Konvensi

Page 78: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

hukum internasional lainnya, dan peraturan perundang-undangan

yang ber-laku.

(2) Yurisdiksi dalam penegakan kedaulatan dan hukum terhadap

kapal asing yang sedang melintasi laut teritorial dan perairan

kepulauan Indonesia dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

Konvensi, hukum internasional lainnya, dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

(3) Apabila diperlukan, untuk pelaksanaan penegakan hukum

sebagai-mana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dapat

dibentuk suatu badan koordinasi yang ditetapkan dengan

Keputusan Presiden.

Masalah tentang hak kedaulatan negara terhadap wilayah lautnya juga

dipertegas dalam Deklarasi Rio di prinsip nomer 2 yang berbunyi sebagai

berikut.

“States have, in accordance with the Charter of the United Nations

and the principles of international law, the sovereign right to exploit

their own resources pursuant to their own environmental and

developmental policies, and the responsibility to ensure that activities

within their jurisdiction or control do not cause damage to the

environment of other States or of areas beyond the limits of national

jurisdiction.”

Prinsip tersebut menyatakan bahwa sesuai dengan Piagam

Perserikatan Bangsa-Bangsa dan prinsip-prinsip hukum internasional, Negara

memiliki hak berdaulat untuk mengeksploitasi sumber daya lingkungan

mereka sendiri sesuai dengan perkembangan kebijakan lingkungan mereka,

dan Negara memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa kegiatan

dalam jurisdiksinya atau kendalinya tidak menyebabkan kerusakan terhadap

lingkungan negara lain atau kawasan di luar batas-batas nasional

yurisdiksinya.

Kerja sama regional dan global juga diperlukan dalam upaya

melakukan pencegahan dan perlindungan terhadap lingkungan laut. Kerja

sama tersebut dapat berupa kerja sama dalam pemberitahuan adanya

pencemaran laut, penanggulangan bersama bahaya atas terjadinya

pencemaran laut, pembentukan penanggulangan darurat (contingency plans

against pollution), kajian, riset, pertukaran informasi dan data serta membuat

kriteria ilmiah (scientific criteria) untuk mengatur prosedur dan praktik bagi

Page 79: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

pencegahan, pengurangan, dan pengendalian pencemaran lingkungan laut

sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 198-201 Konvensi Hukum Laut 1982.

Di samping itu, Pasal 207-212 Konvensi Hukum Laut 1982

mewajibkan setiap Negara untuk membuat peraturan perundang-undangan

yang mengatur pencegahan dan pengendalian pencemaran laut dari berbagai

sumber pencemaran, seperti sumber pencemaran dari darat (land-based

sources), pencemaran dari kegiatan dasar laut dalam jurisdiksi nasionalnya

(pollution from sea-bed activities to national jurisdiction), pencemaran dari

kegiatan di kawasan (pollution from activities in the area), pencemaran dari

dumping (pollution by dumping), pencemaran dari kapal (pollution from

vessels), dan pencemaran dari udara (pollution from or through the

atmosphere).

Menyoroti hal tersebut, Pemerintah Indonesia saat ini telah melakukan

implementasi perlindungan lingkungan laut dari pencemaran melalui lima

peraturan yang terdapat dalam, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996

tentang Perairan Indonesia, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang

Wilayah Negara, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomer 19 Tahun 1999 Tentang Pengendalian

Pencemaran dan/atau Perusakan Laut, Perpres Nomer 109 tahun 2006 tentang

Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut (PKDTML).

Secara hukum tindakan Indonesia sebagai negara pantai tersebut telah

melaksanakan hak yuridisnya untuk mengimplementasikan konvensi-

konvensi internasional yang berkaitan dengan lingkungan laut ke dalam

perundang-undangan nasional telah jelas menegaskan bahwa adanya

komitmen Indonesia untuk menyusun konsepsi pengelolaan lingkungan laut

nusantara yang mampu mengamankan kepentingan nasional dan mengayomi

keserasian penggunaan lingkungan laut secara rasional.

Page 80: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

B. Pertanggungjawaban Negara yang Terlibat di Perusahaan The Petroleum

Authority of Thailand Exploration and Production Public Company Limited

(PT TEP) Australasia Dalam Kejadian Meledaknya Kilang Minyak

Montara di Laut Timor

Polusi yang ditimbulkan akibat kegiatan pertambangan minyak dan

gas bumi di anjungan lepas pantai saat ini hanya menyumbang satu sampai

dua persen dari total polusi laut, yang cukup rendah dibandingkan dari

sumber-sumber polusi yang mengakibatkan pencemaran laut.

The offshore oil and gas industry currently accounts for only one to

two per cent of totalmarine pollution, which is quite low compared to

other sources of marine pollution. However, there is a risk that

pollution levels will increase due to the rapid expansion of offshore

operations. Although the industry has main-tained a relatively good

pollution record to date, it still remains a high-risk industry with

potential to cause serious damage to the marine environment. In fact,

marine pollution can be linked to all activities at any stage of an

offshore oil and gas development (Mikhail Kashubsky, 2006: 2).

Menyikapi dampak yang timbul akibat dari pencemaran minyak dari

lading Montara oleh PT TEP Australasia di Laut Timor yang besar dan

merugikan Indonesia yang dikemukakan dalam sub bab latar belakang

masalah diatas maka Pemerintah Indonesia mengajukan klaim ganti rugi

sebagai bentuk pertanggungjawaban dari PT TEP Australasia selaku operator

lading minyak Montara maupun pemerintah Australia selaku pemberi ijin

perusahaan tersebut. Pertanggungjawaban yang dimaksud ditinjau dari

beberapa konvensi Internasional yakni International Convention on Civil

Liability for Oil Pollution Damage 1969, International Convention on the

Establishment of an International Fund for Compensation for Oil Pollution

Damage 1971, dan United Nation Convention on The Law of The Sea 1982

yang telah dipaparkan di dalam sub bab hasil penelitian diatas.

Klaim ganti rugi Indonesia kepada PT TEP Australasia dan

Pemerintahan Australia jika berdasarkan ketentuan dalam CLC 1969 tidak

akan berpengaruh karena menurut hasil penelitian diatas menyatakan bahwa

“ships” atau akapal disini terbatas hanya kapal tanker atau kapal kargo yang

Page 81: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

dibuat untuk membawa minyak mentah dan kenyataannya ladang minyak

Montara ini merupakan anjungan minyak lepas pantai.

Indonesia merupakan negara yang ikut menandatangani International

Convention on the Establishment of an International Fund for Compensation

for Oil Pollution Damage pada tanggal 18 Desember 1971. Konvensi ini juga

telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden

Nomor 19 Tahun 1978 tentang Pengesahan International Convention on the

Establishment of an International Fund for Compensation for Oil Pollution

Damage. Dalam Keputusan Presiden ini menyatakan bahwa “konvensi

tersebut memuat ketentuan-ketentuan tentang ganti rugi yang diwajibkan

kepada pemilik kapal yang menimbulkan pengotoran atau pencemaran di

sepanjang pantai yang ditimbulkan oleh minyak yang berasal dari kapal.”

Meningkatnya kegiatan perekonomian khususnya di bidang pengangkutan

minyak melalui kapal-kapal tanker telah menimbulkan berbagai permasalahan

baru seperti terjadinya pencemaran minyak akibat meningkatnya lalu lintas

kapal-kapal tanker yang melewati perairan Indonesia. Hal ini juga telah

menjadi bahan pertimbangan Pemerintah Indonesia atas diratifikasinya

konvensi tersebut yang dinyatakan sebagai berikut.

“bahwa karena lalu lintas kapal-kapal tangki di sepanjang perairan

Indonesia semakin meningkat yang mungkin dapat menimbulkan

pengotoran minyak yang berasal dari kapal-kapal tersebut maka

Pemerintah Republik Indonesia memandang perlu untuk mengesahkan

konvensi tersebut pada huruf a di atas.”

Implementasi ratifikasi konvensi tersebut akhirnya pada tanggal 10

Maret 1998 dicabut oleh Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden

Nomor 41 Tahun 1998 tentang Pencabutan Keputusan Presiden Nomor 19

Tahun 1978. Hal ini berkaitan dengan situasi perekonomian Pemerintah

Indonesia yang sedang mengalami krisis. Hal ini tercantum dalam salah satu

bagian pertimbangan yang menyatakan “bahwa keanggotaan Pemerintah

Indonesia pada Convention tersebut pada huruf a telah dibebani kontribusi

yang memberatkan Anggaran Negara.” Dengan demikian alasan pokok atas

pengunduran diri terhadap International Convention on the Establishment of

Page 82: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

an International Fund for Compensation for Oil Pollution Damage 1971

adalah alasan ekonomi.

Pengaturan selanjutnya yang bisa ditempuh untuk mengajukan klaim

ganti rugi akibat pencemaran minyak di Laut Timor tersebut, Pemerintah

Indonesia mengacu pada ketentuan yang terdapat dalam United Nation

Convention on The Law of The Sea 1982. Australia sebagai Negara yang telah

memberikan ijin kepada PT TEP Australasia sesuai dengan pengaturan dalam

UNCLOS 1982 Pasal 79 ayat (3) yang berbunyi “the delineation of the course

for the laying of such pipelines on the continental shelf is subject to the

consent of the coastal State” dan juga ketentuan Pasal 81 yang berbunyi “the

coastal State shall have the exclusive right to authorize and regulate drilling

on the continental shelf for all purposes” untuk melakukan pemasangan

objek-objek berupa kabel, pipa saluran, maupun instalasi guna mengeksplorasi

minyak dan gas diwilayah perairannya hendaknya berkewajiban untuk

melakukan pengawasan agar PT TEP Australasia merawat, memeliharanya

ataupun memperbaikinya bila ada kerusakan. Apabila objek yang terpasang itu

kemudian menimbulkan pencemaran lingkungan, misalnya karena pipa

saluran itu bocor ataupun instalasi itu ambruk sehingga mengakibatkan

terjadinya gangguan pada lingkungan laut yang bisa membuat kegiatan-

kegiatan pihak lain yang terhalang olehnya, maka pihak yang menjadi

penyebab itu haruslah bertanggung jawab atas semua akibatnya (I Wayan

Parthiana, 2005: 63).

Australia sebagai pemberi ijin usaha PT TEP Australasia pun

berkewajiban menetapkan zona keselamatan seperti yang diatur dalam Pasal

60 ayat (4) dan (5) UNCLOS 1982 yang berbunyi sebagai berikut.

4. The coastal State may, where necessary, establish reasonable

safetyzones around such artificial islands, installations and

structures in which it may take appropriate measures to ensure the

safety both of navigation and of the artificial islands, installations

and structures.

5. The breadth of the safety zones shall be determined by the coastal

State, taking into account applicable international standards. Such

zones shall be designed to ensure that they are reasonably related

Page 83: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

to the nature and function of the artificial islands, installations or

structures, and shall not exceed a distance of 500 metres around

them, measured from each point of their outer edge, except as

authorized by generally accepted international standards or as

recommended by the competent international organization.Due

notice shall be given of the extent of safety zones.

Meskipun pengaturan hal tersebut berkenaan dengan hak negara

pantai pada zona ekonomi eksklusif, namun karena kaki atau dasar dari

instalasi-instalasi dan struktur yang didirikan itu melekat pada landas

kontinen, maka hak untuk menetapkan zona keselamatan (safety zone) ini

tentu saja berhimpit dengan hak serupa pada landas kontinen. Dalam hal ini

zona keselamatan tersebut meliputi perairan laut sekitarnya dan juga perairan

laut di bawah permukaannya hingga sampai pada landas kontinen itu sendiri

(I Wayan Parthiana, 2005: 58).

Pasal 195 UNCLOS yang mengatur bahwa dalam menanggulangi

pencemaran lingkungan laut, Negara harus bertindak sedemikian rupa agar

tidak memindahkan baik secara langsung maupun tidak langsung, kerusakan

atau bahaya dari suatu daerah lain atau merubah bentuk pencemaran ke dalam

pencemaran yang lain dan penggunaan zat-zat yang berbahaya lainnya. Hal

tersebut mengacu pada penggunaan beberapa dispertan yang berbahaya oleh

Australian Maritime Safety Authority (AMSA) dalam menanggulangi

tumpahan minyak Montara di Laut Timor seperti jenis Corexit EC9500 dan

Corexit EC9527A. Penggunaan dispertan ini dilarang oleh Kerajaan Inggris

sejak tahun 1998 sehingga Australia sebagai Negara Persemakmuran Inggris

juga harus taat pada aturan ini, karena hingga liris terbaru pada tanggal 2010

dalam website Marine Management Organisation jenis dispertan tersebut

masih dilarang oleh Kerajaan Inggris dalam penggunaannya untuk

menanggulangi pencemaran minyak mentah di laut

(http://marinemanagement.org.uk/protecting/pollution/documents/approval_a

pproved_products.pdf. diakses pada tanggal 28 Februari 2012 jam

20.48WIB).

Page 84: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

Hal tersebut juga dikuatkan dalam Pasal 5 ayat (7) Convention on the

Continental Shelf 1958 yang berbunyi sebagai berikut “the coastal State is

obliged to undertake, in the safety zones, all appropriate measures for the

protection of the living resources of the sea from harmful agents.” Negara

pantai wajib untuk mengadakan tindakan-tindakan seperlunya dalam zona

keselamatan yang dianggap perlu untuk perlindungan kekayaan hayati laut

dari zat-zat yang berbahaya.

Konvensi Hukum Laut 1982 mengatur persoalan tanggung jawab dan

kewajiban ganti rugi berkenaan dengan perlindungan dan pelestarian

lingkungan laut. Pasal 235 Konvensi menegaskan bahwa setiap Negara

bertanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban internasional mengenai

perlindungan dan pelestarian lingkungan laut, sehingga semua Negara harus

memikul kewajiban ganti rugi sesuai dengan hukum internasional.

Setiap Negara harus mempunyai peraturan perundang-undangan

tentang kompensasi yang segera dan memadai atas kerugian (damage) yang

disebabkan oleh pencemaran lingkungan laut yang dilakukan orang (natural

person) atau badan hukum (juridical person) yang berada dalam

jurisdiksinya. Negara peserta juga harus bekerja sama dalam

mengimplementasikan hukum internasional yang mengatur tanggung jawab

dan kewajiban ganti rugi untuk kompensasi atas kerugian akibat pencemaran

lingkungan laut, dan juga prosedur pembayarannya seperti apakah dengan

adanya asuransi wajib atau dana kompensasi. Prinsip 13 Deklarasi Rio juga

menjelaskan hal tersebut yakni sebagai berikut.

“States shall develop national law regarding liability and

compensation for the victims of pollution and other environmental

damage. States shall also cooperate in an expeditious and more

determined manner to develop further international law regarding

liability and compensation for adverse effects of environmental

damage caused by activities within their jurisdiction or control to

areas beyond their jurisdiction.”

Tanggung jawab dan kewajiban ganti rugi dari Negara atau disebut

tanggung jawab Negara (state sovereignty) merupakan prinsip fundamental

dalam hukum internasional, sehingga kalau terjadi pelanggaran kewajiban

Page 85: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

internasional akan timbul tanggung jawab Negara. Pelanggaran kewajiban

internasional yang dimaksud misalnya seperti tidak melaksanakan ketentuan-

ketenuan yang terdapat dalam Konvensi Hukum Laut 1982 yang sudah

mengikat negaranya. Perkembangan Hukum Internasional yang terkait

dengan pertanggungjawaban terhadap lingkungan, Negara tidak dapat

melepaskan dirinya dari pertanggungjawaban terhadap kerusakan lingkungan

yang terjadi. Penuntutan pertanggungjawaban negara terhadap kerusakan

lingkungan sangat dipengaruhi oleh hukum kebiasaan (Jawahir Thontowi,

2006: 211). Advisory Opinion dari ICJ untuk majelis umum PBB dalam

Legality of the Treat or Use of Nuclear Weapons, juga yang menyatakan

bahwa terdapat sebuah kewajiban umum yang dimiliki oleh negara-negara

untuk menjaga agar segala aktivitasnya yang berada dalam yurisdiksinya dan

dituntut untuk melakukan kontrol terhadap wilayah-wilayah yang berada di

luar wilayahnya (Jawahir Thontowi, 2006: 212).

Negara harus bertanggungjawab bisa karena melanggar traktat,

berkaitan dengan tidak dilaksanakanya kewajiban-kewajiban kontraktual,

kerugian terhadap warga negara lain dan sebagainya. Pelanggaran kewajiban

dapat berupa suatu tindakan atau kelalaian (J.G. Starke, 1988: 392). Australia

dalam kasus ini telah melakukan kelalaian dalam menerapkan safety zone

terhadap pencemaran yang terjadi di anjungan minyak lepas pantai milik PT

TEP Australasia sesuai dengan pasal 60 ayat (4) dan (5) UNCLOS 1982.

Pelanggaran tindakan juga dilakukan oleh Australia yang dalam hal ini

melakukan pemindahan baik secara langsung maupun tidak langsung,

kerusakan atau bahaya dari suatu daerah lain atau merubah bentuk

pencemaran ke dalam pencemaran yang lain dan penggunaan zat-zat yang

berbahaya lainnya sesuai dengan Pasal 195 UNCLOS. Hal tersebut mengacu

pada penggunaan beberapa dispertan yang berbahaya oleh Australian

Maritime Safety Authority (AMSA) dalam menanggulangi tumpahan minyak

Montara di Laut Timor seperti jenis Corexit EC9500 dan Corexit EC9527A.

Suatu negara juga tidak dapat menggunakan hukum nasionalnya

sebagai dasar alasan untuk menghindari suatu kewajiban internasional.

Page 86: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

Pelanggaran terhadap traktat dapat menimbulkan tanggung jawab. Hal ini

menurut Permanent Court of International Justice dalam Chorzow Factory

Case, yang menjadi prinsip hukum internasional adalah bahwa setiap

pelanggaran atas perjanjian menimbulkan suatu kewajiban untuk memberikan

ganti rugi (J.G. Starke, 1988: 398). Berdasarkan pasal-pasal diatas maka

Australia adalah Negara yang bertanggungjawab atas kejadian tersebut.

Kasus pencemaran minyak dalam meledaknya anjungan lepas pantai

milik PT TEP Australasia ini sebenarnya memiliki kemiripan dengan kasus

terdamparnya kapal tanker Torrey Canyon dalam hal pencemaran minyak

yang terjadi di lingkungan laut dan penggunaan dispertan berbahaya yang

mengancam kerusakan lingkungan laut yang lebih parah. Perbedaan yang

mendasar dari keduanya kasus tersebut adalah dari segi objek yang dapat

dikenai pertanggungjawaban mutlak, yakni pada kasus Torrey Canyon adalah

kapal yang membawa minyak sedangkan pada kasus PT TEP Australasia

adalah anjungan minyak lepas pantai. Kapal tanker minyak Torrey Canyon

yang terdampar di Steven Stones Reef di muka pantai Inggris pada 18 Maret

tahun 1967 menumpahkan minyak yang mencemari pantai Inggris

menyebabkan matinya banyak ikan dan mahluk hidup lainnya dikawasan

perairan tersebut. Penanggulangan pencemaran dengan penggunaan dispertan

berupa detergen untuk memecah konsentrat minyak di laut justru

menimbulkan kerusakan lingkungan laut yang lebih besar dan memerlukan

biaya yang juga besar. Masalah hokum yang ditimbulkan dari kasus Torrey

Canyon tersebut adalah mengenai ganti rugi atau kompensasi bagi pihak yang

dirugikan oleh pencemaran laut tersebut. Kejadian Torrey Canyon tersebut

mempengaruhi lahirnya International Convention on Civil Liability for Oil

Pollution Damage 1969 dan International Convention on the Establishment of

an International Fund for Compensation for Oil Pollution Damage 1971.

Kedua Konvensi tersebut juga menerapkan strict liability atau tangggung

jawab mutlak atau langsung, yang mewajibkan membayar ganti rugi kepada

negara pantai timbul seketika pada saat tumpahnya minyak di laut dan

Page 87: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

timbulnya kerugian tanpa mempersoalkan bersalah atau tidaknya kapal tangki

yang bersangkutan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan

dapat diketahui bahwa dalam International Convention on Civil Liability for

Oil Pollution Damage 1969, International Convention on the Establishment of

an International Fund for Compensation for Oil Pollution Damage 1971, dan

United Nation Convention on The Law of The Sea 1982 tidak ada pengaturan

yang komprehensif terkait yang secara khusus mengatur tentang

pertanggungjawaban terhadap pertambangan minyak bumi di anjungan lepas

pantai atau offshore oil exploration and exploitation jika terjadi pencemaran

lingkungan laut.

Terkait dengan hal ini, perkembangan terakhir Pemerintah Republik

Indonesia telah menyampaikan Proposal untuk mengatur bentuk tanggung

jawab dan kompensasi dari pencemaran minyak dilaut yang berasal dari

anjungan migas lepas pantai (offshore oil exploration and exploitation) dalam

Marine Environmental Protection Committee (MPC)-nya International

Maritime Organization (IMO). Dalam pembahasan di dalam MPC IMO,

proposal tersebut mendapat dukungan dan telah dibahas lebih lanjut dalam

Legal Committee IMO pada 15-19 November 2010 lalu di London.

Ruang Lingkup secara singkat dari Proposal Pemerintah Republik

Indonesia tersebut adalah sebagai berikut:

1. There are no treaties addressing the consequences of trans-

borderpollution caused by offshore exploration and exploitation.

Indonesiabelieves that developing an international instrument to

address the questionof liability and compensation in such cases is

the best way of responding to similar problems occuring in the

future.

2. In this connection, the Legal Committee is also requested to

consider the possibility of establishing a supplementary fund

regime. The mainelements that could be included in the proposed

liability and compensation regime for oil pollution damage

resulting from offshore oil exploration and exploitation activities

Indonesia dalam proposalnya tersebut memandang perlu dibentuknya

suatu instrumen yang mengatur tanggung jawab dan skema kompensasi atas

Page 88: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

pencemaran minyak di laut yang berasal dari anjungan migas lepas pantai

(offshore oil exploration and exploitation) untuk menghindari terulangnya

kejadian serupa di kemudian hari. Indonesia juga mendesak Legal Committee

IMO untuk membentuk suatu skema sumber dana atau dana talangan yang

dapat digunakan apabila pencemaran minyak di laut yang berasal dari

anjungan migas lepas pantai atau offshore oil exploration and exploitation.

Indonesia menegaskan kembali Polluters Pay Principle dimana strict

liability atas tanggung jawab insiden pencemaran minyak di laut yang berasal

dari anjungan migas lepas pantai (offshore oil exploration and exploitation)

berada pada pemilik kilang migas lepas pantai yang menyebabkan

pencemaran minyak tersebut. Hal ini juga dikuatkan dalam Prinsip 16

Deklarasi Rio yang menyatakan sebagai berikut.

“National authorities should endeavour to promote the internalization

of environmental costs and the use of economic instruments, taking

into account the approach that the polluter should, in principle, bear

the cost of pollution, with due regard to the public interest and

without distorting international trade and investment.”

Prinsip tersebut mewajibkan setiap negara yang melakukan

pengerusakan lingkungan dengan polusi diwajibkan membayar ganti kerugian

atas kerusakan yang ditimbulkan. Langkah Indonesia mengajukan proposal

tersebut kepada IMO akan dapat menjamin dibentuknya mekanisme hukum

Internasional melalui konvensi-konvensi baru yang terkait dengan ruang

lingkup yang dicantumkan dalam proposal tersebut. Pengaturan lebih lanjut

mengenai dibentuknya suatu hukum internasional yang baru terkait dengan

perkembangan kembali ditegaskan dalam Pasal 304 United Nation

Convention on The Law of The Sea 1982 menyebutkan sebagai berikut.

The provisions of this Convention regarding responsibility and

liability for damage are without prejudice to the application of

existing rules and the development of further rules regarding

responsibility and liability under international law.

Pasal tersebut mengemukakan bahwa ketentuan dalam UNCLOS 1982

yang berkenaan dengan tanggung jawab dan kewajiban untuk ganti rugi tidak

mengurangi berlakunya peraturan peraturan yang ada dan pengembangan

Page 89: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

peraturan peraturan lebih lanjut perihal tanggung jawab dan kewajiban untuk

ganti rugi berdasarkan hukum internasional. Hasil penelitian dan pembahasan

diatas mengenai pertanggungan jawaban negara yang terlibat di Perusahaan

PT TEP Australasia dalam pencemaran minyak di Laut Timor berdasarkan

hukum internasional masih menunjukkan belum adanya kelengkapan secara

menyeluruh.

Page 90: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

BAB IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, dapat disimpulkan :

1) Pengaturan terhadap pencegahan, perlindungan dan pelestarian lingkungan

laut terhadap terkait dengan pencemaran di Laut Timor di tinjau dari United

Nation Convention on The Law of The Sea 1982 diatur dalam Bab XII pada

bagian 1 ketentuan umum yang diatur di Pasal 193 - Pasal 196, bagian 2

mengenai kerjasama global dan regional yang diatur di Pasal 197 - Pasal 201,

bagian 4 mengenai monitoring dan analisa tentang penilaian lingkungan yang

diatur di Pasal 204 – Pasal 206, bagian 5 mengenai peraturan-peraturan

internasional dan perundang-undangan nasional untuk mencegah, mengurangi

dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut, diatur di Pasal 207 – Pasal

212. Pengaturan dalam hukum nasional Indonesia mengenai pencemaran di

wilayah laut diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang

Perairan Indonesia Pasal 23, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur dalam Pasal 2, Pasal

53, pasal 54, Pasal 62 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 63 huruf l dan huruf

m. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1999 Tentang

Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut Pasal 9 – Pasal 10, Pasal

13, Pasal 14 - Pasal 16, dan Pasal 24. Di Peraturan Presiden Nomer 109 tahun

2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut

(PKDTML) Pasal 2, Pasal 3, Pasal 8 dan Pasal 9.

2. Negara yang bertanggungjawab terhadap meledaknya kilang minyak Montara

di Laut Timor milik The Petroleum Authority of Thailand Exploration and

Production Public Company Limited (PT TEP) Australasia adalah Australia.

Hal ini didasarkan pada ketentuan United Nation Convention on The Law of

The Sea 1982 tercantum dalam Pasal 235 yang didukung oleh ketentuan Pasal

60 ayat (4) dan (5), Pasal 79 ayat (3), Pasal 81, Pasal 139, Pasal 153 dan Pasal

195. Hal tersebut secara langsung mewajibkan Australia yang memberi ijin

Page 91: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

PT TEP Australasia untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi minyak di

wilayah perairannya ikut serta mengawasi dan bertanggung jawab atas

kegiatan apapun yang dilakukan PT TEP Australasia dan dampak yang

ditimbulkan dari kegiatan tersebut serta terhadap penggunaan dispertan

berbahaya dalam menanggulangi pencemaran minyak di lautan. Dasar hukum

klaim tanggung jawab ini logis di karenakan belum adanya pengaturan yang

secara spesifik mengatur mengenai tanggung jawab atas pencemaran laut

yang berasal dari anjungan minyak lepas pantai.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, disarankan untuk mengatur lebih lanjut

mekanisme mengenai tanggung jawab dan kompensasi dari pencemaran minyak

dilaut yang berasal dari anjungan migas lepas pantai (offshore oil exploration and

exploitation), dan PBB maupun IMO segera menindaklanjutinya dengan membuat

ketentuan mengenai hal tersebut karena belum adanya pengaturan internasional

yang komprehensif tentang pertanggungjawaban dan kompensasi dari pencemaran

minyak dilaut yang berasal dari anjungan migas lepas pantai tersebut.

Page 92: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adji Samekto. 2009. Negara Dalam Dimensi Hukum Internasional. Bandung:

Citra Aditya Bakti.

Andrey Sujatmoko. 2005. Tanggung Jawab Negara Atas Pelanggaran Berat

HAM Indonesia, Timor Leste, dan Lainnya. 2005. Jakarta: PT Gramedia

Widiasarana Indonesia.

Boer Mauna. 2011. Hukum Internasional-Pengertioan, Peranan dan Fungsi

dalam Era Dinamika Global. Bandung: PT. Alumni.

Dikdik Mohamad Sodik. 2011. Hukum Laut Internasional dan Pengaturannya di

Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama.

Frans E. Likadja dan Daniel F Bessie. 1988. Hukum Laut dan Undang-Undang

Perikanan. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Huala Adolf. 2004. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Jakarta: Sinar

Grafika.

Bryan A. Garner. 1999. Black’s Law Dictionary (7Th

Edition). St. Paul, Minn:

West Publishing Co.

Ida Bagus Wyasa Putra. 2003. Hukum Lingkungan Internasional : Perspektif

Bisnis Internasional. Bandung: Refika Aditama.

I Wayan Parthiana. 2005. Landas Kontinen dalam Hukum Laut Internasional.

Bandung: Mandar Maju.

Jawahir Thontowi. 2006. Hukum Internasional Kontemporer. Bandung: Refika

Aditama.

J.G. Starke. 1988. Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepuluh. Jakarta:

Sinar Grafika.

Johny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang:

Bayu Media.

Marhaeni Ria Siombo. 2010. Hukum Perikanan Nasional dan Internasional.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Page 93: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

Mirza Satria Buana. 2007. Hukum Internasional Teori dan Praktek. Bandung:

Nusamedia.

Mochtar Kusumaatmadja. 1976. Pengantar Hukum Internasional - Buku I Bagian

Umum. Bandung: Putra Abardin.

Mochtar Kusumaatmadja. 1986. Hukum Laut Internasional. Bandung: Bina Cipta

Mochtar Kusumaatmadja. 1992. Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan Laut.

Dilihat dari Sudut Hukum Internasional. Jakarta: Sinar Grafika dan Pusat

Studi Wawasan Nusantara.

Munadjat Danusaputro. 1981. Hukum Lingkungan - Buku III Regional. Bandung:

Binacipta.

Peter Mahmud Marzuki. 2006. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group.

Syahmin. 1988. Beberapa Perkembangan dan Masalah Hukum Laut

Internasional. Bandung: Bina Cipta.

Soerjono Soekanto. 2010. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

Perjanjian Internasional

Convention on the Continental Shelf 1958

Convention on the High Seas 1958

International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage 1969

International Convention on the Esta-bilishement of an International Fund for

Compensation for Oil Pollution Damage 1971

Stockhlom Declaration 1972

United Nations Convention on Law Of The Sea 1982

Rio Declaration 1992

Peraturan Perundang-undangan Nasional

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup

Page 94: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1999 Tentang

Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut

Peraturan Presiden Nomor 109 tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan

Darurat Tumpahan Minyak di Laut (PKDTML)

Jurnal dan Makalah

Hari M. Osofsky. 2011. “Multidimensional Governance and The BP Deepwater

Horizon Oil Spill”. Florida Law Review. Volume 63:1077-1137.

Louis B. Sohn. 1973. “The Stockholm Declaration on The Human Environment”.

Harvard International Law. Volume 14, Number 3 Summer 1973.

Mikhail Kashubsky. 2006. Marine Pollution from the Offshore Oil and Gas

Industry: Review of Major Conventions and Russian Law (Part I).

Maritime Studies

Pamela S. Chasek. 2007. “U.S policy in the UN environmental arena: powerful

langard or constructive leader?”. International Environmental Agreements,

(2007) 7:363-387.

Suhaidi. 2005. “Aspek Yuridis Atas Perlindungan Lingkungan Laut dari

Pencemaran Pada Wilayah Laut yang Berbeda di Suatu Negara”. Jurnal

Equality. Volume 10, Nomor 2:105-110.

Thomas A. Mensah. “Can the SLOPS be considered as a ship for the purposes of

the 1992 Civil Liability Convention and the 1992 Fund Convention ?.

Aegean Rev Law Sea. (2010) 1:145-155

Internet

Anonim. 2010. http://amsa.gov.au/marine_environment_protection/national_plan/

Incident_and_Exercise_Reports/documents/Montara_IAT_Report.pdf.

(diakses pada tanggal 28 Februari 2012 jam 21.30WIB)

_____.2010.http://www.marinemanagement.org.uk/protecting/pollution/approval.

htm diakses pada tanggal 28 Februari 2012 jam 21.12WIB)

Page 95: TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI …...TINJAUAN YURIDIS ATAS PENCEMARAN DI LAUT TIMOR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

_____.2010.http://marinemanagement.org.uk/protecting/pollution/documents/appr

oval_approved_products.pdf. (diakses pada tanggal 28 Februari 2012 jam

20.48WIB).

_____. 2011. http://medanbisnisdaily.com/news/read/2011/09/14/54879/pttep_

belum_mau_ganti_rugi_pencemaran_laut_timor/ (diakses pada tanggal 11

November 2011 jam 09.17WIB)

_____. 2011. http://migas.esdm.go.id/tracking/berita-kemigasan/detil/260034/

Montara-Agar-Cantumkan-Klaim-Ganti-Rugi-PENCEMARAN-LAUT-

TIMOR (diakses pada tanggal 11 November 2011 jam 09.07WIB)

_____. 2011. http://m.kompas.com/news/read/2011/07/27/03521277/

Kesepakatan.Akan.Ditandatangani.Agustus (diakses pada tanggal 28

Oktober 2011 jam 19.28WIB)

_____. 2012. http:// http://maritimeworld.web.id/ (diakses pada tanggal 1

November 2011 jam 21.08WIB)

Ganewati Wuryandari. 2010. Petaka di Laut Timor.http://www.politik.lipi.go.id/

index.php/in/kolom/politik-internasional/277-petaka-di-laut-timor?format

=pdf (diakses pada tanggal 8 Oktober 2011 jam 12.10WIB)