19
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Polemik mengenai kerugian keuangan negara dalam aktivitas bisnis terutama yang dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan lain-lain muncul ketika Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) mencantumkan, kerugian keuangan negara merupakan salah satu unsur dari tindak pidana korupsi (Pasal 2 dan Pasal 3). Penyusun undang-undang ini tidak mengantisipasi bakal terjadi polemik tersebut dengan pertimbangan bahwa korupsi identik dan melekat pada jabatan Negara juga melekat pada penerimaan dan pengeluaran dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Polemik mengenai kerugian keuangan negara sering hanya mempersoalkan definisi tentang kerugian keuangan negara implisit di dalamnya terkait definisi keuangan negara. Dalam konteks UU Tipikor, kerugian keuangan negara merupakan akibat dari perbuatan yang bersifat melawan hukum (unsur pertama) dan terdakwa, orang lain atau korporasi telah turut menikmati keuntungan dari perbuatan melawan hukum, sehingga negara dirugikan. Intinya adalah kerugian keuangan negara tidak mutatis mutandis telah terbukti tindak pidana korupsi jika tidak terbukti unsur melawan hukum, apalagi unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, apalagi tidak terbukti pula unsur menyalahgunakan kewenangan, TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PERBANKAN DIKAITKAN DENGAN KEUANGAN NEGARA ARIS PRANATA Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110290/potongan/S2-2017-374309...pemahaman konsep badan hukum, jika tidak dipahami benar apa

  • Upload
    vophuc

  • View
    238

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110290/potongan/S2-2017-374309...pemahaman konsep badan hukum, jika tidak dipahami benar apa

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Polemik mengenai kerugian keuangan negara dalam aktivitas bisnis terutama

yang dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan lain-lain muncul

ketika Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

(selanjutnya disebut UU Tipikor) mencantumkan, kerugian keuangan negara

merupakan salah satu unsur dari tindak pidana korupsi (Pasal 2 dan Pasal 3).

Penyusun undang-undang ini tidak mengantisipasi bakal terjadi polemik tersebut

dengan pertimbangan bahwa korupsi identik dan melekat pada jabatan Negara juga

melekat pada penerimaan dan pengeluaran dana Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta Penerimaan

Negara Bukan Pajak (PNBP).

Polemik mengenai kerugian keuangan negara sering hanya mempersoalkan

definisi tentang kerugian keuangan negara implisit di dalamnya terkait definisi

keuangan negara. Dalam konteks UU Tipikor, kerugian keuangan negara merupakan

akibat dari perbuatan yang bersifat melawan hukum (unsur pertama) dan terdakwa,

orang lain atau korporasi telah turut menikmati keuntungan dari perbuatan melawan

hukum, sehingga negara dirugikan. Intinya adalah kerugian keuangan negara tidak

mutatis mutandis telah terbukti tindak pidana korupsi jika tidak terbukti unsur

melawan hukum, apalagi unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau

korporasi, apalagi tidak terbukti pula unsur menyalahgunakan kewenangan,

TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANAKORUPSI DAN PERBANKANDIKAITKAN DENGAN KEUANGAN NEGARAARIS PRANATAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 2: TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110290/potongan/S2-2017-374309...pemahaman konsep badan hukum, jika tidak dipahami benar apa

2

kesempatan, atau sarana yang ada pada terdakwa karena jabatan atau kedudukannya.

Dalam konteks pembuktian unsur kerugian keuangan Negara, polemik beralih kepada

persoalan definisi keuangan negara, bukan pada kerugian keuangan negara.

Sebenarnya, tidak ada relevansi antara persoalan kerugian keuangan negara dengan

keuangan negara di sisi lain. Hal ini disebabkan persoalan terakhir berada pada ranah

hukum administrasi keuangan negara yang telah diatur baik dalam UU RI Nomor 17

Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (selanjutnya disebut UU Keuangan Negara),

UU RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (selanjutnya disebut UU

Perbendaharaan Negara), UU RI Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan

Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan UU Nomor 15 Tahun 2006

tentang Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya disebut UU BPK).

Sekalipun terdapat dua persoalan hukum yang berbeda satu sama lain, tetapi

kedua persoalan tersebut berkaitan ketika sampai pada pembuktian mengenai

kerugian keuangan negara. Hal ini disebabkan karena baik penyidik, penuntut, atau

hakim memerlukan penjelasan mengenai arti istilah keuangan negara dari ahli hukum

keuangan negara untuk membantu memperjelas dalam kaitan siapa bertanggung

jawab terhadap apa. Di sinilah letak kekeliruan para aktor yang berpolemik karena

mereka hanya fokus pada unsur kerugian keuangan negara tanpa mempertimbangkan

secara hati-hati dan teliti unsur lain dalam tindak pidana korupsi sebagaimana telah

diuraikan di atas. Kekeliruan tafsir hukum yang disebabkan perbedaan optik pandang

para ahli hukum keuangan dan ahli hukum administrasi, ahli hukum perdata, dan ahli

hukum pidana terjadi disebabkan rumusan ketentuan mengenai definisi keuangan

negara yang sangat luas. Di sinilah letak kekisruhan dan polemik berkepanjangan

terkait aktivitas bisnis di Indonesia sehingga tidak jelas atau tidak dapat membedakan

TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANAKORUPSI DAN PERBANKANDIKAITKAN DENGAN KEUANGAN NEGARAARIS PRANATAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 3: TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110290/potongan/S2-2017-374309...pemahaman konsep badan hukum, jika tidak dipahami benar apa

3

lagi yang termasuk risiko bisnis dan risiko akibat perbuatan melawan hukum yang

berindikasi pidana.1

Terjadinya kerugian keuangan negara seringkali menjadi alasan pengenaan

tindak pidana korupsi kepada Bankir yang bersangkutan. Memang apabila merujuk

kepada UU Keuangan Negara, modal dan keuangan BUMN masuk dalam lingkup

keuangan negara sehingga masuk dalam lingkup Tindak Pidana Korupsi berdasarkan

UU Tipikor. Dalam praktek, tindak pidana ini dikenakan kepada bankir terlepas

apakah kerugian negara tersebut merupakan hasil Business Judgement Rule (BJR)

atau bukan, tetapi yang penting telah merugikan keuangan negara.

Seringkali dalam proses penyidikan dan penuntutan tindak pidana di bidang

perbankan pada Bank BUMN aparat penegak hukum merujuk pada Undang-undang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak pada Undang-Undang Perbankan. Hal ini

disebabkan tindakan aparat penegak hukum tersebut tidak diimbangi dengan

pemahaman konsep badan hukum, jika tidak dipahami benar apa konsekuensi yuridis

penyertaan modal oleh negara dalam bentuk kekayaan negara yang dipisahkan.

Disamping itu, sebagian besar Bank BUMN sudah go public, sehingga sahamnya

sudah sebagian dimiliki oleh masyarakat atau tidak 100% (seratus persen) dimiliki

oleh pemerintah (dalam hal ini Kementerian BUMN). Akibatnya tindakan aparat

penegak hukum untuk memberantas korupsi pada Bank BUMN ternyata bertentangan

dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

(selanjutnya disebut UU Perseroan Terbatas), Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003

tentang BUMN (selanjutnya disebut UU BUMN), dan Undang-Undang Nomor 10

1 Isra Basra dalam Website www.academia.edu/6400303/Tugas_Hukum_Keuangan_Negara. diunduh

15 Juni 2016.

TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANAKORUPSI DAN PERBANKANDIKAITKAN DENGAN KEUANGAN NEGARAARIS PRANATAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 4: TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110290/potongan/S2-2017-374309...pemahaman konsep badan hukum, jika tidak dipahami benar apa

4

Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan).

Bank BUMN tunduk pada UU BUMN. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003

Pasal 4 ayat (1) berbunyi “Modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan

negara yang dipisahkan.” Bahwa pendefinisian keuangan Negara dalam Pasal 1 jo

Pasal 2 huruf (g) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

yang memasukkan kekayaan perusahaan Negara sebagai kekayaan Negara adalah

tidak benar. Dalam hal ini antara UU Keuangan Negara dengan UU BUMN berlaku

asas "Lex Specialist Derogat Legi Generale". Dalam hal ini, UU BUMN berlaku

sebagai ketentuan yang khusus menyangkut BUMN.

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 dikeluarkannya setelah UU Nomor 17

Tahun 2003, maka berlaku asas “Lex Posterior Derogat Legi Priori”, yang berarti

bahwa aturan yang baru mengesampingkan aturan yang lama. Asas ini dipergunakan

ketika terdapat pertentangan antara aturan yang derajatnya sama, sehingga pengertian

keuangan negara tunduk pada undang-undang yang lebih baru yaitu UU BUMN.

Selain tunduk pada UU BUMN, bahwa dalam operasional dan melakukan

kegiatan usahanya Bank BUMN juga tunduk pada UU Perseroan Terbatas dan UU

Perbankan, mengingat Bank BUMN berbadan hukum perseroan.

Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan hukum Indonesia ditandai oleh

semakin meningkatnya perkara korupsi, yang diajukan ke pengadilan atas dasar

adanya kerugian negara. Hal ini tentu terkait dengan perkembangan tafsir atas

tindakan merugikan keuangan negara. Pemahaman tentang kerugian negara dan

kerugian daerah dapat dilihat dari perspektif Hukum Administrasi sesuai ketentuan

UU Perbendaharaan Negara dan pengertian dalam Hukum Pidana sesuai ketentuan

TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANAKORUPSI DAN PERBANKANDIKAITKAN DENGAN KEUANGAN NEGARAARIS PRANATAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 5: TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110290/potongan/S2-2017-374309...pemahaman konsep badan hukum, jika tidak dipahami benar apa

5

dalam UU Tipikor. Dua ketentuan tersebut sebenarnya saling melengkapi karena UU

Tipikor sebenarnya tidak mengatur tentang apa yang dimaksud dengan “kerugian

negara”. Undang Undang tersebut hanya menegaskan tentang unsur-unsur yang dapat

menyebabkan terjadinya kerugian negara. Menurut ketentuan tersebut telah terjadi

perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu dengan adanya UU Perbendaharaan

Negara yang mendefinisikan tentang pengertian kerugian negara semakin

memperjelas tentang dasar formil adanya kerugian negara.

Dua ketentuan undang-undang tersebut memperjelas pokok persoalan. Hal ini

dapat dipahami dari Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor yang menjelaskan bahwa

kata “dapat” sebelum frasa “merugikan keuangan atau perekonomian negara”

menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya

tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah

dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat. Oleh karena itu pengertian kerugian

negara yang diatur dalam UU Perbendaharaan Negara menjadi dasar formil untuk

mengukur telah terjadinya tindak pidana korupsi.

Dalam prakteknya, pengelola pemerintahan baik di pusat maupun di daerah

yang melakukan tindakan melawan hukum dan mengakibatkan kerugian

negara/daerah dapat dikenakan penggantian atas kerugian negara dimaksud. Dalam

bidang pemerintahan pihak yang dapat menjadi subjek penggantian kerugian

negara/daerah adalah pihak yang mempunyai kewenangan terkait dengan pengelolaan

keuangan negara meliputi Presiden, menteri keuangan, menteri/pimpinan lembaga,

kepala daerah, bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan pejabat lain yang

mendapat kewenangan dalam pengelolaan keuangan negara/daerah. Berdasarkan

kewenangan yang diberikan menurut ketentuan hukum administrasi. Menurut hukum

TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANAKORUPSI DAN PERBANKANDIKAITKAN DENGAN KEUANGAN NEGARAARIS PRANATAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 6: TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110290/potongan/S2-2017-374309...pemahaman konsep badan hukum, jika tidak dipahami benar apa

6

administrasi dikenal 3 (tiga) cara memperoleh wewenang yaitu atribusi, delegasi dan

mandat.

Selain itu dalam hal kerugian negara maka negara bertindak selaku pihak

penggugat terhadap persero, perusahaan umum atau perseroan terbatas lainnya yang

menimbulkan kerugian terhadap keuangan negara dalam kedudukan selaku pihak

penggugat. Berhubung negara merupakan badan hukum publik berarti harus diwakili

untuk melakukan perbuatan berupa menggugat persero, perusahan umum, atau

perseroan terbatas lainnya yang menimbulkan kerugian negara. Secara yuridis wakil

negara untuk melakukan perbuatan hukum pada umumnya, dan khususnya menggugat

persero, perusahaan umum, atau perseroan terbatas lainnya adalah kejaksaan

sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 16/2004 tentang Kejaksaan Republik

Indonesia. Kejaksaan bertindak untuk dan atas nama negara atau pemerintah, namun

terlebih dahulu dilengkapi dengan surat kuasa khusus dari penyelenggara negara

terutama yang berwenang mengelola keuangan negara. Dalam hal tertentu, terjadinya

kerugian negara/daerah dapat terkait dengan tindak pidana. Pasal 64 UU

Perbendaharaan Negara menyatakan bahwa: (1) Bendahara, pegawai negeri bukan

bendahara, dan pejabat lain yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian

negara/daerah dapat dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana, dan (2)

Putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan ganti rugi. Ketentuan Pasal 4 UU

Tipikor menyatakan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau

perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

Dalam konteks kerugian negara maka dikenal sanksi pokok dan tambahan.

Sanksi pokok adalah mengganti kerugian yang dialami oleh negara pada saat

TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANAKORUPSI DAN PERBANKANDIKAITKAN DENGAN KEUANGAN NEGARAARIS PRANATAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 7: TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110290/potongan/S2-2017-374309...pemahaman konsep badan hukum, jika tidak dipahami benar apa

7

pengelolaan keuangan negara karena secara subtansial penyelesaian kerugian negara

perlu dilakukan untuk mengembalikan kekayaan negara yang hilang atau berkurang

serta meningkatkan disiplin dan tanggungjawab para pegawai negeri/pejabat negara

pada umumnya dan para pengelola keuangan negara pada khususnya. Sanksi

tambahan dapat sanksi administratif atau sanksi pidana sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan. Dalam hal penggantian kerugian negara maka tentu

saja yang paling diutamakan adalah sanksi untuk mengganti kerugian negara. Sanksi

tersebut masuk sebagai sanksi administrasi. Setelah itu baru dikenakan jenis sanksi

administrasi lainnya atau sanksi pidana.

Prinsipnya penggantian kerugian negara adalah memulihkan kembali kekayaan

negara yang hilang. Oleh karena itu mekanisme yang digunakan adalah hukuman

administrasi. Ketentuan yang menegaskan bahwa uang pengganti dapat diganti

hukuman penjara pada dasarnya tidak memulihkan kembali kekayaan negara yang

hilang. Untuk mengidentifikasi apakah dapat dikatakan adanya kerugian negara

adalah dengan adanya ketentuan yang mengatur tentang besaran bunga atau

penghasilan yang seharusnya diterima oleh negara dalam batas waktu yang

ditentukan. Sepanjang diketemukan adanya perbuatan melawan hukum atas ketentuan

tersebut dan sesuai dengan unsur-unsur dalam Pasal 1 butir 22 UU Perbendaharaan

Negara maka dapat dikategorikan telah terjadi kerugian negara. Denda tentu harus

dipahami sebagai jenis hukuman administrasi. Hasil denda tersebut masuk dalam kas

negara. Oleh karena itu dengan tidak terpenuhinya denda tersebut dan telah memenuhi

TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANAKORUPSI DAN PERBANKANDIKAITKAN DENGAN KEUANGAN NEGARAARIS PRANATAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 8: TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110290/potongan/S2-2017-374309...pemahaman konsep badan hukum, jika tidak dipahami benar apa

8

unsur Pasal 1 butir 22 UU Perbendaharaan Negara maka dapat dikategorikan telah

terjadi kerugian negara.2

Perihal di atas tentu tidak terlepas dengan posisi negara sebagai badan hukum

publik. Hal ini untuk membedakan dengan badan hukum privat. Dalam ilmu hukum

ada dua jenis badan hukum dipandang dari segi kewenangan yang dimilikinya yaitu:

Pertama: badan hukum publik (personne morale) yang mempunyai kewenangan

mengeluarkan kebijakan publik, baik yang mengikat umum atau algemeen binded

(misalnya UU Perpajakan) dan tidak mengikat umum (misalnya UU APBN). Kedua:

badan hukum privat (personne juridique) tidak memiliki kewenangan mengeluarkan

kebijakan publik yang bersifat mengikat masyarakat umum.3 Badan hukum

memerlukan syarat yuridis formal dan empat syarat materiil yaitu: (1) mempunyai

kekayaan terpisah; (2) mempunyai tujuan tertentu; (3) mempunyai kepentingan

tertentu; dan (4) mempunyai organisasi teratur.4

Dalam konteks negara sebagai badan hukum publik, kedudukan hukum dari

kepunyaan negara itu harus diadakan dalam kepunyaan privat dan kepunyaan publik.

Hukum yang mengatur kepunyaan privat ini sama sekali tidak berbeda dengan hukum

yang mengatur kepunyaan perdata biasa yaitu hukum perdata. Sementara itu, hukum

yang mengatur kepunyaan publik diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan

tersendiri.5

Penjelasan negara dalam posisi sebagai badan hukum publik atau sebagai badan

hukum privat sangat penting dalam menentukan adanya tindakan merugikan

2 Agus Ngadino dan Iza Rumesten RS, Makalah: Pengelolaan Keuangan Negara Dalam Perspektif

Hukum Administrasi, hlm. 1-5 3 Arifin P. Soeria Atmadja, 2010, Keuangan Publik Dalam Perspektif Hukum: Praktik dan Kritik,

(Jakarta: Fakultas Hukum UI), hlm. 93. 4 Ibid, hlm. 94.                                             5 Ibid, hlm. 95.                                                              

TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANAKORUPSI DAN PERBANKANDIKAITKAN DENGAN KEUANGAN NEGARAARIS PRANATAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 9: TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110290/potongan/S2-2017-374309...pemahaman konsep badan hukum, jika tidak dipahami benar apa

9

keuangan negara. Dengan adanya perbedaan peranan negara, yang dipresentasikan

oleh pemerintah, sebagai badan hukum privat (misalnya perseroan terbatas), maka

kerugian badan hukum privat yang disebabkan adanya penyimpangan dana perseroan

seperti halnya korupsi tidak dapat disebut sebagai merugikan negara, dalam arti

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebagaimana diatur dalam

undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Menurut Atmadja, apabila dikaitkan dengan definisi keuangan negara, satu hal

pertama yang perlu dipahami dan dikemukakan adalah apa yang dimaksud dengan

keuangan negara tersebut?. Keterkaitan definisi keuangan negara dalam mengetahui

aspek hukum kerugian negara disebabkan definisi tersebut pada hakekatnya secara

langsung membatasi ruang lingkup kerugian negara.6

Selain itu hal menjadi menarik terkait dengan masalah keuangan negara adalah

terkait dengan adanya tindakan melawan hukum dalam wilayah administratif dan

pidana. Penilaian mengenai apakah suatu perbuatan termasuk perbuatan melawan

hukum, tidak cukup apabila didasarkan pada pelanggaran terhadap kaidah hukum,

tetapi juga dinilai dari sudut pandang kepatutan. Fakta bahwa seseorang telah

melakukan pelanggaran terhadap suatu kaidah hukum dapat menjadi faktor

pertimbangan untuk menilai apakah perbuatan yang menimbulkan kerugian tadi

sesuai atau tidak dengan kepatutan yang seharusnya dimiliki seseorang dalam

pergaulan dengan sesama warga masyarakat.7

Oleh karenanya Moegni Djohodirdjo mengartikan perbuatan melawan hukum

sebagai suatu perbuatan atau kealpaan, yang bertentangan dengan hak orang lain, atau

6 Ibid, hlm. 98. 7 Setiawan, Empat Kriteria Perbuatan Melanggar Hukum dan Perkembangannya Dalam Yurisprudensi,

Varia Peradilan Nomor 16, Desember 1986.

TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANAKORUPSI DAN PERBANKANDIKAITKAN DENGAN KEUANGAN NEGARAARIS PRANATAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 10: TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110290/potongan/S2-2017-374309...pemahaman konsep badan hukum, jika tidak dipahami benar apa

10

bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku atau bertentangan baik dengan

kesusilaan baik, maupun dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan

hidup terhadap orang lain atau benda.8

Perbuatan Melawan Hukum sebagai suatu konsep tidak hanya perbuatan yang

bertentangan dengan undang-undang saja, tetapi berbuat atau tidak berbuat yang

melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum, bertentangan

dengan kesusilaan maupun sifat berhati-hati sebagaimana patutnya dalam lalulintas

masyarakat.9

Pada dasarnya perbuatan melawan hukum di Indonesia diterjemahkan dari

istilah Belanda yaitu “onrechtmatige daad”. Menurut Djojodirdjo, dalam istilah

“melawan” melekat sifat aktif dan pasif, sifat aktif dapat dilihat apabila dengan

sengaja melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian pada orang lain, jadi

sengaja melakukan gerakan sehingga nampak dengan jelas sifat aktifnya dari istilah

“melawan” tersebut. Sebaliknya apabila ia dengan sengaja diam atau dengan lain

perkataan apabila ia dengan sikap pasif saja sehingga menimbulkan kerugian pada

orang lain, maka ia telah “melawan” tanpa harus menggerakkan badannya.10

Menurut Badrulzaman bahwa syarat-syarat yang harus ada untuk menentukan

suatu perbuatan sebagai perbuatan melawan hukum adalah sebagai berikut: 1) Harus

ada perbuatan, yang dimaksud dengan perbuatan ini baik yang bersifat positif ataupun

negatif, artinya setiap tingkah laku berbuat atau tidak berbuat; 2) Perbuatan itu harus

8 M. A. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta: Padnya Paramita, 1982), hlm. 26. 9 Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, (Bandung:

Alumni, 1996), hlm. 147-148. 10 M.A. Moegni Djojodirdjo, Op.cit, hlm. 13.

TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANAKORUPSI DAN PERBANKANDIKAITKAN DENGAN KEUANGAN NEGARAARIS PRANATAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 11: TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110290/potongan/S2-2017-374309...pemahaman konsep badan hukum, jika tidak dipahami benar apa

11

melawan hukum; 3) Ada kerugian; 4) Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan

melawan hukum dengan kerugian; dan 5) Ada kesalahan (schuld).11

Dalam tinjauan terhadap penerapan fungsi positif dari ajaran perbuatan melawan

hukum materiil tidak jarang mengalami kekeliruan esensial dan mendasar sifatnya.

Seringkali badan yudikatif telah mencampuradukkan, bahkan menganggap sama

antara unsur “menyalahgunakan wewenang” dan “melawan hukum”, bahkan tanpa

disadari badan peradilan menerapkan asas perbuatan melawan hukum materiil dengan

fungsi positif tanpa memberikan kriteria yang jelas untuk dapat menerapkan asas

tersebut, yaitu melakukan pemidanaan berdasarkan asas kepatutan dengan

menyatakan para pelaku telah melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik,

tanpa bisa membedakannya dengan persoalan “beleid” yang tunduk pada Hukum

Administrasi Negara.12

Makna unsur “menyalahgunakan wewenang” tidaklah sama dengan unsur

“melawan hukum” khususnya terhadap pemahaman kajian dalam tindak pidana

korupsi. Implisitas makna tersebut bahwa menyalahgunakan wewenang adalah tersirat

sebagai melawan hukum (meskipun menimbulkan perdebatan yang meluas, apakah

melawan hukum ini diartikan secara formal atau termasuk pula materiil). Namun

demikian tidaklah berarti memenuhi unsur “melawan hukum” berarti pula memenuhi

unsur “menyalahgunakan wewenang”. Kedua unsur ini jelas berbeda, baik dari sisi

“material feit” maupun “strafbarefeit”, karena itu penempatan kedua ketentuan ini

11 Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit, hlm. 146-147.                                                               12  Indriyanto Seno Adji, “Prospek Hukum Pidana Indonesia pada Masyarakat Yang Mengalami

Perubahan”, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana, Jakarta: 19 Februari 2004, hlm. 27.

TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANAKORUPSI DAN PERBANKANDIKAITKAN DENGAN KEUANGAN NEGARAARIS PRANATAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 12: TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110290/potongan/S2-2017-374309...pemahaman konsep badan hukum, jika tidak dipahami benar apa

12

merupakan pasal-pasal terpisah dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi di

Indonesia.13

Menurut Jean Rivero dan Waiine seperti yang dijelaskan oleh Indriyanto Seno

Adji, penyalahgunaan kewenangan dalam hukum administrasi dapat diartikan dalam

tiga wujud yaitu: Pertama: penyalahgunaan wewenang untuk melakukan tindakan-

tindakan yang bertentangan dengan kepentingan umum atau untuk menguntungkan

kepentingan pribadi, kelompok atau golongan. Kedua: penyalahgunaan kewenangan

dalam arti bahwa tindakan pejabat tersebut adalah benar ditujukan untuk kepentingan

umum, tetapi menyimpang dari tujuan apa kewenangan tersebut diberikan oleh

Undang-undang atau peraturan-peraturan lain. Ketiga: penyalahgunaan kewenangan

dalam arti menyalahgunakan prosedur yang seharusnya digunakan untuk mencapai

tujuan tertentu, tetapi telah menggunakan prosedur lain agar terlaksana.14

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, pada

hari Senin, 25 Pebruari 2013 kembali menggelar sidang kasus kredit macet Bank Riau

Kepulauan Riau (Kepri), dengan terdakwa Zulkifli Thalib, mantan Dirut Bank Riau

Kepri. Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi Ad-charge

(meringankan). Kuasa Hukum terdakwa, Agung Budiharta, menghadirkan saksi ahli

hukum perbankan, Erman Rajagukguk, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas

Indonesia (UI), dan Eko Sembodo, Mantan Kepala BPK Riau, ahli keuangan negara.

Dalam kesaksiannya dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Ida Bagus

Dwiyantara, Erman Rajagukguk mengatakan keuangan perusahaan milik pemerintah

daerah adalah bukan keuangan negara. Dasarnya adalah bank milik pemerintah daerah

13  Indriyanto Seno Adji, “Overheidsbeleid & Asas Materiale Wederrechteleijkheid Dalam Perspektif

Tindak Pidana Korupsi di Indonesia”, Makalah disampaikan pada Penataran Nasional Hukum Pidana dan Kriminalogi Ke XI Tahun 2005 di Hotel Hyatt Surabaya 13-16 Maret 2005, hlm. 31.

14 Ibid, hlm. 22.

TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANAKORUPSI DAN PERBANKANDIKAITKAN DENGAN KEUANGAN NEGARAARIS PRANATAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 13: TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110290/potongan/S2-2017-374309...pemahaman konsep badan hukum, jika tidak dipahami benar apa

13

berbentuk Perseroan Terbatas sesuai Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007, maka ia

berbadan hukum. Suatu badan hukum sebagai subjek hukum mempunyai harta

kekayaan sendiri terpisah dari harta kekayaan pemegang saham, Komisaris, maupun

Direksi. Kedua, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor77/PUU-IX/2011 menyatakan

piutang Bank BUMN setelah berlakunya UU Perbendaharaan Negara, UU BUMN

dan UU Perseroan Terbatas, adalah bukan lagi piutang negara.15

"Bila mana suatu bank milik Pemerintah Daerah yang berbentuk perseroan

terbatas memiliki kredit macet, maka bank tidak dapat dikatakan telah merugikan

negara. Apalagi kerugian satu bank dihitung dalam satu tahun buku, bukan dari satu

kredit macet, satu triwulan kredit macet, atau satu semester kredit macet. Kecuali

direksi menerima suap, jika tidak terbukti maka tidak. Kredit macet itu risiko bisnis".

Menurut Erman Rajagukguk, kalaupun pemegang saham merasa rugi atas satu kredit,

maka pemegang saham bisa menuntut perdata para pengurus bank. Ini sesuai dengan

undang-undang Perseroan Terbatas. 16

Lebih lanjut Erman Rajagukguk menjelaskan bahwa bila direksi mengambil

kebijakan take over untuk penyelamatan bank, pendapat saya, ini tidak melanggar UU

Perseroan Terbatas maupun UU Perbankan. Jika kredit itu macet, itu risiko bisnis,

bukan korupsi. Hutang negara yang sudah diserahkan ke BUMN atau Badan Usaha

Milik Daerah (BUMD), sudah tidak lagi merupakan hutang negara. Jika BUMN atau

BUMD itu terjadi permasalahan dengan pihak ketiga (kreditor). Kebijakan pimpinan

tidak termasuk tindak pidana korupsi. Korupsi itu, menerima sesuatu dalam bentuk

15 Saksi Ahli Sebut Kredit Macet Bukan Pidana Korupsi, Website riauterkini.com, 25 Pebruari 2013

diunduh 30 Juli 2016. 16 Ibid

TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANAKORUPSI DAN PERBANKANDIKAITKAN DENGAN KEUANGAN NEGARAARIS PRANATAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 14: TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110290/potongan/S2-2017-374309...pemahaman konsep badan hukum, jika tidak dipahami benar apa

14

uang atau barang. Akan tetapi kalau kebijakan yang salah sehingga merugikan, itu

belum bisa dikatakan korupsi.17

Jika kebijakan itu diambil secara kolegial dalam artian seluruh direksi dan

komisaris, karena untuk menghindari masalah yang lebih parah, serta dengan itikad

baik, maka ini tidak bisa dikatakan merugikan, karena ini keputusan bisnis, atau

istilahnya Business Judgment Rule (BJR).

Direksi dalam kebijaksaannya pun dapat melanggar anggaran dasar perusahaan,

jika memang mendesak. Dimanapun perseroan terbatas dengan anggaran dasarnya,

tidak ada sanksi pidana kalau itu dilanggar. Jika untuk penyelamatan atau kerugian

lebih lanjut, peraturan boleh disimpangi, karena itu kebijakan perusahaan. Ini satu

tindakan, tidak umum. Jika ada yang merasa dirugikan dapat digugat perdata, tapi

bukan tindak pidana.

Menurut Erman Rajagukguk, meskipun pemegang sahamnya adalah negara atau

pemerintah, karena ini badan hukum privat yang mengelola bisnis, maka ini tidak bisa

dikatakan sama, karena negara artinya sudah masuk dalam bisnis privat. Perseroan

terbatas mempunyai harta tersendiri, maka tidak perlu diperiksa BPKP.18

Sementara itu saksi ahli berikutnya, Eko Sembodo, juga memberikan

keterangan, seharusnya tidak dapat dikatakan kedit macet menimbulkan kerugian,

tanpa memperhitungkan jaminannya, maka harus dihitung hal-hal lain untuk

mendukung kredit yang diberikan. Kalau ada jaminan dan bisa dilelang, maka itu

tidak disebut total lost. Menghitung kerugian negara itu harus jelas perhitungannya.19

17 Ibid 18 Ibid 19 Ibid

TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANAKORUPSI DAN PERBANKANDIKAITKAN DENGAN KEUANGAN NEGARAARIS PRANATAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 15: TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110290/potongan/S2-2017-374309...pemahaman konsep badan hukum, jika tidak dipahami benar apa

15

Kekurang hati-hatian, kekurang telitian, dan kekurang cermatan dalam

memberikan kredit kepada debitur sehingga menyebabkan kredit bermasalah atau

kredit macet tidak serta merta menyebabkan kerugian negara sehingga dewan

komisaris atau direksi atau pegawai Bank BUMN tersebut dikenakan UU Tipikor. Hal

ini harus memperhatikan UU Perbankan khususnya pada Pasal 49 ayat (2) huruf b

yang berbunyi: “Anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang dengan

sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan

ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan peraturan

perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara

sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda

sekurang-kurangnya Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak

Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).20

Berangkat dari latar belakang masalah sebagaimana digambarkan secara singkat

di atas, maka penulis mengadakan sebuah penelitian secara normatif lebih lanjut

untuk dituangkan di dalam sebuah tesis dengan mengambil judul Tinjauan Yuridis

Kredit Macet Dalam Perspektif Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan

Perbankan Dikaitkan Dengan Keuangan Negara.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah seperti diuraikan di atas, maka perumusan

masalahnya adalah sebagai berikut:

20  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan khususnya pada Pasal 49 ayat (2) huruf b

TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANAKORUPSI DAN PERBANKANDIKAITKAN DENGAN KEUANGAN NEGARAARIS PRANATAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 16: TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110290/potongan/S2-2017-374309...pemahaman konsep badan hukum, jika tidak dipahami benar apa

16

1. Apakah kredit macet menyebabkan kerugian keuangan Negara, sedangkan Neraca

dan Rugi/Laba pada tahun yang sama pada saat pemberian kredit tersebut Bank

BUMN memperoleh keuntungan?

2. Apakah karena ketidaktelitian dan/atau ketidakhati-hatian direksi dan/atau dewan

komisaris Bank BUMN dalam memberikan kredit dapat dikenakan Tindak Pidana

Korupsi?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian tentang “Tinjauan Yuridis Kredit Macet dalam Perspektif Undang-

Undang Tindak Pidana Korupsi dan Perbankan Dikaitkan dengan Keuangan Negara”

dalam penulisan tesis ini bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh kredit macet terhadap kerugian keuangan negara.

2. Untuk mengetahui akibat ketidaktelitian dan/atau ketidak hati-hatian direksi

dan/atau dewan komisaris dalam memberikan kredit sehingga kredit macet dapat

dikenakan Tindak Pidana Korupsi.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari tulisan ini sangat berguna, baik secara teoritis

maupun praktis yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Dalam penelitian ini, penulis berharap hasilnya akan mampu memberikan

sumbangan bagi pembangunan hukum bisnis antara lain mengenai “Tinjauan Yuridis

Kredit Macet Dalam Perspektif Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan

Perbankan Dikaitkan dengan Keuangan Negara”.

TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANAKORUPSI DAN PERBANKANDIKAITKAN DENGAN KEUANGAN NEGARAARIS PRANATAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 17: TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110290/potongan/S2-2017-374309...pemahaman konsep badan hukum, jika tidak dipahami benar apa

17

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dan referensi

bagi kalangan praktisi dan akedemisi untuk perkembangan dan pelaksanaan

hukum akibat kredit macet dalam perspektif undang-undang tindak pidana korupsi

dan perbankan dikaitkan dengan keuangan negara.

b. Hasil penelitian ini juga bermanfaat bagi para mahasiswa dan akademisi yang

ingin mengetahui dan mempelajari lebih lagi mengenai hukum akibat kredit macet

dalam perspektif undang-undang tindak pidana korupsi dan perbankan dikaitkan

dengan keuangan negara.

c. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah masukan dan wawasan baru

bagi masyarakat dan khususnya pegawai bank BUMN mengenai pentingnya

hukum akibat kredit macet dalam perspektif undang-undang tindak pidana korupsi

dan perbankan dikaitkan dengan keuangan negara.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pengetahuan penulis, penelitian yang membahas mengenai

penerapan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan korelasinya

terhadap status kekayaan negara yang dipisahkan sudah pernah dilakukan oleh Ida

Bagus Komang Dwijaksara21 dalam tesisnya yang berjudul Tinjauan Yuridis

Terhadap Penerapan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pada

21  Ida Bagus Komang Dwijaksara, 2008, Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pada PT. Persero, Tesis, Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANAKORUPSI DAN PERBANKANDIKAITKAN DENGAN KEUANGAN NEGARAARIS PRANATAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 18: TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110290/potongan/S2-2017-374309...pemahaman konsep badan hukum, jika tidak dipahami benar apa

18

PT.Persero, Dian Yustisia Anggraini22 dalam tesisnya yang berjudul Tinjauan Yuridis

Penerapan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Dalam Menangani

Tindak Pidana di Bidang Perbankan Pada Bank BUMN dan Mohammad Iqbal

Firdaozi23 dalam tesisnya yang berjudul Implementasi Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 Jo. Undang-Undang N0. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi Terhadap Tanggungjawab dan Kedudukan Direksi dan Dewan

komisaris Perusahaan (Studi Kasus PT. Bank Mandiri Tbk).

Selain itu juga terdapat beberapa makalah tentang penerapan Undang-Undang

Tipikor dalam menangani tindak pidana perbankan yang didiskusikan dalam berbagai

seminar, salah satunya adalah seminar dan diskusi yang diselenggarakan oleh Center

for Finance, Investment, and Securities Law (CFISEL) tentang “Penggunaan Undang-

Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap Tindak Pidana di Bidang

Perbankan”. Hasil seminar ini kemudian diterbitkan dalam prosiding yang juga

penulis jadikan sebagai salah satu rujukan dalam penyusunan tesis ini.24

Tanpa bermaksud mengekor karena penulis dalam membuat judul tesis tersebut

di atas tanpa melihat tesis orang lain terlebih dahulu, jadi dengan dasar pemikiran

sendiri. Disamping itu, penulis juga mempunyai ketertarikan terhadap isu tersebut,

dan dalam penelitian ini penulis ingin menganalisis penerapan Undang-undang mana

yang lebih tepat dalam menangani komisaris, direksi atau pegawai Bank BUMN yaitu

22 Dian Yustitia Anggraini, 2008, Tinjauan Yuridis Penerapan Undang-Undang Pemberatasan Tindak

Pidana Korupsi Dalam Menangani Tindak Pidana Perbankan pada Bank BUMN, Tesis, Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

23 Mohammad Iqbal Firdaozi, 2009, Implementasi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang N0. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Tanggungjawab dan Kedudukan Direksi dan Dewan komisaris Perusahaan (Studi Kasus PT. Bank Mandiri Tbk.), Tesis, Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

24 Dian Yustitia Anggraini, Op. cit, hlm. 4

TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANAKORUPSI DAN PERBANKANDIKAITKAN DENGAN KEUANGAN NEGARAARIS PRANATAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 19: TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110290/potongan/S2-2017-374309...pemahaman konsep badan hukum, jika tidak dipahami benar apa

19

Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Undang-undang

Perbankan dalam kaitannya dengan permasalahan kredit macet.

Landasan penulis melakukan penulisan tesis ini adalah sebagai mahasiswa yang

berpijak pada disiplin ilmu hukum, juga dilandasi ketertarikan penulis mengenai

permasalahan yang terkait kredit macet, keuangan negara, UU Perbankan dan UU

Tindak Pidana Korupsi.

Untuk lebih mempertajam pembahasan permasalahan dalam penelitian ini

penulis melakukan pendekatan kasus. Menurut Marzuki, pendekatan kasus (case

approah) dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang

berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap. Putusan hakim pun bahkan bilamana perlu juga

dikritisi dengan dijadikannya tujuan penelitian, yaitu dalam penelitian yang

bersifat case study atau yang menggunakan case approach.25

25 Peter Mahmud Marzuki, Resume: Penelitian Hukum, https://pakarhukumindonesia.com/2015/06/ 10/resume-penelitian-hukum-by-peter-mahmud-marzuki/ diunduh 26 November 2016

TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANAKORUPSI DAN PERBANKANDIKAITKAN DENGAN KEUANGAN NEGARAARIS PRANATAUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/