Upload
samsul-huda
View
1.149
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Aborsi merupakan suatu tindakan yang sangat fenomenal dalam masyarakat yang
menimbulkan banyak kontroversi, meskipun aborsi sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu
atau bahkan ratusan tahun lalu, tetapi kajian tentang aborsi di kalangan agamawan maupun
di kalangan para pembelajar dan juga para penegak hukum tetap belum selesai atau bisa
dikatakan tidak akan pernah berujung dan akan tetap menjadi perdebatan yang sangat
hebat. Para penegak hukum beranggapan bahwa aborsi merupakan tindak pidana,karena
KUHP sebagai dasar hukum pidana memandang aborsi sebagai suatu tindak pidana,
begitupun juga golongan agamawan tidak jauh beda pula pemikirannya, mereka
beranggapan bahwa aborsi merupakan tindakan yang sudah keluar dari koridor
keagamaan, dan termasuk dalam kategori pembunuhan serta merupakan suatu tindakan
yang diharamkan.
Sedangkan dilain pihak banyak juga yang beranggapan bahwa aborsi merupakan
suatu hak yang dimiliki perempuan terhadap dirinya, mereka beranggapan bahwa hal
tersebut adalah hak dasar yang dimiliki perempuan yang tidak bisa diganggu gugat, karena
hal tersebut berkaitan dengan tubuhnya, dan semuanya terserah kepada diri pribadinya
masing – masing tanpa ada yang bisa mempertanyakan maupun melarangnya, serta dalam
kondisi tertentu perempuan punya hak untuk mendapatkan pelayanan aborsi yang sehat
dan aman.
Hal tersebut membuat aborsi menjadi suatu tindakan yang dilematis terhadap
perempuan yang menghendaki aborsi maupun orang yang dimintai pertolongan untuk
1
aborsi. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah bagaimanakah hukum aborsi apakah
dilarang, dibolehkan serta aborsi yang seperti apa yang dilarang dan dalam kondisi yang
seperti apa aborsi itu dibolehkan. Oleh karena itu makalah ini bermaksud untuk
menguraikan tentang tinjauan yuridis mengenai tindak aborsi dari berbagai sudut kajian
yuridis.
B. RUMUSAN MASALAH
Untuk mempermudah dalam pembahasan makalah ini serta memfokuskan materi
yang akan dibahas maka dalam makalah ini kami akan membahas mengenai
A. Pengertian dan Macam Aborsi
B. Aborsi dari sudut Hukum Islam
C. Aborsi dari sudut Yuridis (Hukum Positif Indonesia)
D. Aborsi dari sudut Sosiologis
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DAN MACAM ABORSI
Dalam mendefenisikan aborsi, terdapat sejumlah pendapat yang berbeda satu sama
lain, tetapi pada prinsipnya adalah saling berkaitan dan mendukung satu dengan yang lain,
diantaranya adalah:
1. Menurut Fact About Abortion, info Kit on Woman‟s Health, aborsi
didefenisikan sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum)
yang telah dibuahi dalam rahim (uterus), sebelum usia janin (fetus) mencapai
usia 20 minggu.
2. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Aborsi adalah (1) Terpancarnya
embrio yang tidak mungkin lagi hidup (sebelum bulan keempat kehamilannya);
keguguran atau keluron; (2) Keadaan terhentinya pertumbuhan yang normal
(untuk makhluk hidup); (3) guguran (janin) (Tim Penyusun,1994:2)
3. Sedangkan menurut istilah kedokteran adalah pengakhiran kehamilan sebelum
masa gestasi (kehamilan) 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1000 gr.
Dari beberapa definisi diatas secara umum dapat diambil kesimpulan istilah aborsi
diartikan sebagai pengguguran kandungan, yaitu dikeluarkannya janin sebelum waktunya,
baik itu secara sengaja ataupun tidak. Biasanya dilakukan saat janin masih berusia muda
(sebelum bulan keempat masa kehamilan).
Sedangkan macam - macam aborsi dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu:
1. Aborsi spontan atau alamiah (Abortus spontaneous)
3
Yaitu Aborsi yang terjadi secara sendirinya dan alamiah tanpa campur
tangan dari luar atau tindakan, dimana hal ini bisa terjadi karena faktor
kecelakaan, penyakit syphilis, dan sebagainya.
2. Aborsi buatan atau disengaja (Abortus Provokatus atau Abortus artecifiallis)
Yaitu aborsi yang dilakukan secara sengaja. Aborsi jenis ini dibagi menjadi
2 macam:
a) Abortus provokatus thorapheuticus yaitu aborsi yang dilakukan atas dasar
pertimbangan yang sungguh – sungguh, dan pada umumnya dilakukan atas
dasar alasan untuk menyelamatkan jiwa ibu yang mengandung.
b) Abortus provokatus criminalis yaitu aborsi yang dilakukan tanpa ada dasar
indikasi medis tertentu dan alasan – alasan lain yang tidak bisa dihindari.
Berdasarkan macam – macam aborsi diatas, jenis aborsi yang paling terakhirlah
(Abortus provokatus criminalis) yang akan kami kaji selanjutnya dalam makalah ini dari
beberapa sudut pandang yang berbeda, karena hanya jenis aborsi yang terakhir inilah yang
berakibat hukum karena lebih sering disebut ilegal dan diancam hukuman baik dari hukum
positif Indonesia (KUHP) maupun hukum Islam.
B. ABORSI DALAM HUKUM ISLAM
Aborsi yang merupakan suatu pembunuhan terhadap hak hidup seorang manusia,
jelas merupakan suatu dosa besar, tidak ada ayat baik dalam Al-Quran maupun Al-Kitab
yang menyatakan bahwa aborsi boleh dilakukan oleh umat manusia, hal tersebut
menunjukkan betapa sangat dilarangnya aborsi oleh Allah SWT. Dimana larangan
tersebut semua termaktub dalam Al – Qur’an diantaranya
4
1. Surat Al Maidah ayat 32 yang berbunyi :
Artinya :
Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena sebab-sebab yang
mewajibkan hukum qishash, atau bukan karena membuat kerusuhan di muka bumi, maka
seakan-akan telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara
keselamatan nyawa seorang manusia, maka seolah-olah ia telah memelihara keselamatan
seluruh manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul
Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara
mereka sesudah itu, sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka
bumi.
Surat Al Isra’ ayat 31 yang berbunyi :
Artinya:Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang
akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka
adalah suatu dosa yang besar.
5
Berdasarkan dua ayat tersebut diatas sudah sangat jelas bahwa perbuatan aborsi
sangat dilarang meskipun dengan alasan takut kemiskinan atau tidak mampu
membesarkannya secara layak, karena semua riski makluk hidup yang ada di dunia ini
sudah diatur oleh Allah SWT, dimana kita hanya diwajibkan untuk berusaha saja.
Disamping dua ayat diatas sebenarnya masih banyak ayat yang melarang
dilakukannya aborsi. Sedangkan dalam studi hukum Islam, terdapat perbedaan satu sama
lain dari keempat mazhab Hukum Islam yang ada, dalam memandang persoalan aborsi,
dimana secara garis besar yaitu:
1. Mazhab Hanafi merupakan paham yang paling fleksibel, dimana sebelum masa
empat bulan kehamilan, aborsi bisa dilakukan apabila mengancam kehidupan si
perempuan (pengandung).
2. Mazhab Maliki melarang aborsi setelah terjadinya pembuahan.
3. Menurut mazhab Syafii, apabila setelah terjadi fertilisasi zygote tidak boleh
diganggu, dan intervensi terhadapnya adalah sebagai kejahatan.
4. Mazhab Hambali menetapkan bahwa dengan adanya pendarahan yang
menyebabkan miskram menunjukkan bahwa aborsi adalah suatu dosa.
Dengan melihat perbandingan keempat mazhab diatas, secara garis besar bahwa
perbuatan aborsi tanpa alasan yang jelas, dalam pandangan hukum Islam tidak
diperbolehkan dan merupakan suatu dosa besar karena dianggap telah membunuh nyawa
manusia yang tidak bersalah dan terhadap pelakunya dapat diminta pertanggungjawaban
atas perbuatannya tersebut. Sedangkan menurut mazhab Hanafi, ketentuannya lebih
fleksibel yang mana aborsi hanya dapat dilakukan apabila kehamilan tersebut benar-benar
mengancam atau membahayakan nyawa si wanita hamil dan hal ini hanya dibenarkan
untuk dilakukan terhadap kehamilan yang belum berumur empat bulan.
6
C. ABORSI DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA
Dalam hukum positif di Indonesia, ketentuan yang mengatur masalah aborsi terdapat
di dalam KUHP dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan dimana
sudah diperbaharui dengan Undang – Undang Nomor 36 tahun 2009. Ketentuan di dalam
KUHP yang mengatur masalah tindak pidana aborsi terdapat di dalam Pasal 346, 347, 348,
dan 349.
Pasal 346 KUHP :
“Seorang wanita yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya
atau menyuruh orang lain untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun penjara”.
Pasal 347 KUHP :
“(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas bulan;
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara
paling lama lima belas tahun”.
Pasal 348 KUHP :
“(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun
enam bulan; (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan
pidana penjara paling lama tujuh tahun”.
Pasal 349 KUHP :
“Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang
tersebut Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan
yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu
7
dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian
dalam mana kejahatan itu dilakukan”.
Di dalam KUHP sendiri, istilah „aborsi‟ lebih dikenal dengan sebutan “pengguguran
dan pembunuhan kandungan” yang merupakan perbuatan aborsi yang bersifat kriminal
(abortus provokatus criminalis). Istilah kandungan dalam konteks tindak pidana ini
menunjuk pada pengertian kandungan yang sudah berbentuk manusia maupun kandungan
yang belum berbentuk manusia. Karena adanya dua kemungkinan bentuk kandungan
tersebut maka tindak pidana yang terjadi dapat berupa :
1. Pengguguran yang berarti digugurkannya atau dibatalkannya kandungan yang
belum berbentuk manusia; atau
2. Pembunuhan yang berarti dibunuhnya atau dimatikannya kandungan yang sudah
berbentuk manusia
Tindak pidana pengguguran dan pembunuhan kandungan sebagaimana yang diatur
dalam KUHP terdiri dari 4 (empat) macam tindak pidana, yaitu:
1. Tindak pidana pengguguran atau pembunuhan kandungan yang dilakukan sendiri,
yang diatur dalam Pasal 346 KUHP.
2. Tindak pidana pengguguran dan pembunuhan kandungan yang dilakukan oleh
orang lain tanpa persetujuan dari wanita itu sendiri, yang diatur dalam Pasal 347
KUHP.
3. Tindak pidana pengguguran dan pembunuhan kandungan yang dilakukan oleh
orang lain dengan persetujuan wanita yang mengandung, yang diatur dalam Pasal
348 KUHP.
4. Tindak pidana pengguguran dan pembunuhan kandungan yang dilakukan oleh
orang lain yang mempunyai kualitas tertentu, yaitu dokter, bidan, atau juru obat
8
baik yang dilakukan atas persetujuan dari wanita itu atau tidak atas persetujuan dari
wanita tersebut, yang diatur dalam Pasal 349 KUHP.
Berdasarkan aturan-aturan yang terdapat dalam KUHP terlihat jelas bahwa tindakan
aborsi disini merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum meskipun dengan alasan
apapun. Jadi jika melihat pada ketentuan yang terdapat dalam KUHP, perbuatan aborsi
(baik pengguguran maupun pembunuhan kandungan) harus dapat dipertanggungjawabkan
secara pidana oleh wanita hamil yang melakukan aborsi maupun orang yang membantu
proses aborsi tersebut. Dengan demikian, baik pelaku maupun yang membantu perbuatan
aborsi dapat dikenakan sanksi pidana.
Sedangkan di lain pihak tindakan aborsi tidak sepenuhnya dilarang dengan ketentuan
– ketentuan tertentu sebagaimana diatur dalam Undang – Undang No.36 Tahun 2009. Jadi
dengan mengedepankan azas “lex specialis derogat lex generalis” maka tindakan aborsi
yang telah dilakukan dengan berdasarkan pada ketentuan – ketentuan pasal Pasal 75, Pasal
76 dan Pasal 77 dapat menjadi pengecualian. Dimana ketentuan – ketentuan tersebut
adalah sebagai berikut :
Pasal 75
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik
yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik
berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga
menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi
korban perkosaan.
9
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca
tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a) sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b) oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki
sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c) dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d) dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e) penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak
bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Jadi berdasarkan Hukum Positif Indonesia (KUHP dan Undang – Undang No.36
Tahun 2009) dapat diambil kesimpulan: Pertama, secara umum praktik aborsi dilarang;
Kedua, larangan terhadap tindakan aborsi dikecualikan pada beberapa keadaan yang telah
ditentukan.
10
D. ABORSI DARI SUDUT PANDANG SOSIOLOGIS
Aborsi apabila dipandang dari sudut sosiologis atau pandangan masyarakat
merupakan suatu hal yang fenomenal, karena jika diteliti secara mendetail, masyarakat
memiliki beberapa pandangan yang berbeda, setidaknya ada dua pendapat yang berbeda
mengenai aborsi yaitu yang membolehkan dan melarang atau mengharamkannya.
Sebelumnya kita harus menegaskan dulu bahwa kasus aborsi yang dijadikan pokok
permasalahan disini adalah aborsi yang dilakukan tanpa ada alasan medis yang jelas atau
bisa dikatakan ilegal.
Mengapa perbedaan pendapat itu terjadi, karena pada prinsipnya lokasi tempat
tinggal serta faktor pergaulan seseorang yang berbeda. Penduduk daerah perkotaan dengan
penduduk daerah desa akan memiliki penilaian yang berbeda mengenai aborsi, disamping
itu tingkat pendidikan juga membuat perbedaan pandangan tersebut.
Sebelum kita menelaah lebih jauh mengenai aborsi dari sisi sosiologis, kita harus
mengetahuai beberapa alasan mengapa kaum wanita melakukan aborsi, dimana banyak
alasan mengapa wanita melakukan aborsi, diantaranya disebabkan oleh hal-hal sebagai
berikut :
1. Alasan sosial ekonomi untuk mengakhiri kehamilan dikarenakan tidak mampu
membiayai atau membesarkan anak.
2. Adanya alasan bahwa seorang wanita tersebut ingin membatasi atau menangguhkan
perawatan anak karena ingin melanjutkan pendidikan atau ingin mencapai suatu karir
tertentu.
3. Alasan usia terlalu muda atau terlalu tua untuk mempunyai bayi.
4. Akibat adanya hubungan yang bermasalah (hamil diluar nikah) atau kehamilan karena
perkosaan dan incest sehingga seorang wanita melakukan aborsi karena menganggap
kehamilan tersebut merupakan aib yang harus ditutupi.
11
Alasan – alasan tersebut diatas sebenarnya merupakan alasan yang bisa dipikir secara
nalar dan tidak bisa juga serta merta dipersalahkan karena pada prinsipnya itu merupakan hak
bagi perempuan tersebut untuk melakukan sesuatu hal terhadap tubuh dan pribadinya sendiri
tanpa intervensi orang lain, karena pada kenyataannya negarapun belum mampu untuk
menjamin kesejahteraan bagi warga negaranya yang berada digaris kemiskinan, meskipun hal
tersebut sudah dicanangkan sejak tahun 1945 lewat Undang – Undang Dasar.
Sekarang yang perlu kita ketahui yaitu, bahwa kita semua tinggal di negara yang
menjunjung tinggi etika dan agama, dimana seperti telah dijelaskan diatas bahwa aborsi
merupakan pembunuhan terhadap hak hidup makhluk Tuhan. Disamping itu meskipun ada
sebagian golongan yang menganggap aborsi adalah bukan hal yang tabu atau biasa – biasa saja
dan lumrah, tetapi mayoritas masyarakat menganggap aborsi adalah merupakan aib yang harus
ditutupi, mungkin kalau bisa malah dihilangkan sama sekali. Dengan demikian dapat
ditegaskan bahwa aborsi kalau dipandang dari sudut sosiologis adalah dilarang dan merupakan
suatu tindakan yang tercela serta aib baik pelaku maupun keluarga dan masyarakat sekitarnya.
E. PEMBAHASAN MENGENAI PUTUSAN PENGADILAN No. 297/ Pid.B/ 2007/
PN.Jpr. (Putusan terlampir)
Berdasarkan surat putusan tersebut (terlampir) kalau kita teliti lebih jelas akan terasa
sekali ada kejanggalan terhadap penanganan kasus tersebut. Mengapa ?, karena dalam
surat putusan tersebut yang dijadikan terdakwa hanya satu orang, padahal dalam kasus
aborsi yang dilakukan oleh MARIYANA DWININGSIH Binti AMAR dengan bantuan
dukun pijat yaitu MURTI Binti TUKAT secara jelas dan terbukti ada dua pihak yang
terlibat didalamnya yaitu pihak perempuan yang melakukan tindakan aborsi dan pihak
kedua yaitu dukun pijat yang melakukan tindakan aborsi atas dasar persetujuan perempuan
yang bersangkutan.
12
Jadi dalam kasus tersebut seharusnya memenuhi unsur 2 (dua) pasal dalam KUHP
yaitu pasal 346 dan pasal 348. Dalam ketentuan pasal 346 secara jelas menjelaskan bahwa
“Seorang wanita yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun
penjara”, maka berdasarkan pasal tersebut seharusnya MARIYANA DWININGSIH Binti
AMAR juga berstatus sebagai tersangka yang akhirnya meningkat menjadi terdakwa
karena secara jelas dia yang berprofesi sebagai psk, secara sengaja menggugurkan
kandungannya dengan ancaman pidana paling lama empat tahun penjara, tapi kenyataanya
dia hanya menjadi saksi dalam kasus tersebut.
Sedangkan untuk pasal yang dijadikan dasar penuntutan yaitu pasal 348 KUHP,
untuk menuntut MURTI Binti TUKAT sudah benar, karena secara jelas dan terbukti dia
membantu melakukan aborsi dengan persetujuan perempuan yang hendak digugurkan
dengan ancaman hukuman penjara paling lama lima tahun enam bulan.
Kalau dilihat dari sisi keadilan dari pihak MURTI Binti TUKAT, putusan tersebut
sudah memenuhi sedikit rasa keadilan karena meskipun telah terbukti secara sah telah
membantu melakukan aborsi dengan persetujuan perempuan yang bersangkutan, tetapi
dengan dasar pertimbangan – pertimbangan yang rasional, maka putusan tersebut tidak
mencapai lima tahun lebih tetapi hanya satu tahun. Sedangkan kalau dari sisi masyarakat
sekitar menurut kami tidak sama sekali memenuhi rasa keadilan, karena seharusnya
MARIYANA DWININGSIH Binti AMAR juga ikut menanggung akibatnya karena
secara jelas dan sah telah menggugurkan kandungannya dengan keadaan sengaja, tetapi
pada kenyataannya dia hanya dijadikan sebagai saksi dan bebas melenggang kemana –
mana.
13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari penjelasan mengenai aborsi tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
aborsi yang dilakukan atas dasar bukan alasan medis tertentu atau ilegal meskipun ditinjau
dari berbagai sudut pandang yang berbeda, baik yuridis, sosiologis, maupun agama adalah
memiliki pandangan yang sama yaitu dilarang.
Sedangkan dari sudut yuridis suatu tindakan aborsi yang dilakukan bisa
mengenakan pidana bagi dua pihak sekaligus yaitu bagi pihak perempuan yang diaborsi
serta dukun bayi atau dokter yang melakukan aborsi, tetapi pada kenyataanya dalam suatu
tindakan aborsi hanya satu pihak saja yang dipidana yaitu pihak dokter atau pihak yang
dimintai bantuan, dan pelaku bebas melenggang dengan bebas tanpa pidana apapun dan
hanya dijadikan sebagai seorang saksi saja.
B. SARAN
Jadi berdasarkan kenyataan tersebut diatas maka seharusnya kita sebagai masyarakat
dan bersama – sama dengan pemerintah melakukan hal – hal sebagai berikut :
1. Penegakan hukum sebagaimana mestinya, maksudnya yaitu menjerat para pihak –
pihak yang tersangkut dalam kasus aborsi termasuk juga bagi perempuan yang
melakukan tindakan aborsi.
2. Pendidikan Kesehatan Reproduksi termasuk pendidikan seks diberikan sejak usia
dini sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangannya.
14
3. Upaya legalisasi aborsi semestinya segera diberlakukan, dengan membentuk sarana
layanan aborsi yang dikontrol secara intens oleh sebuah lembaga mungkin dalam
bentuk komisi yang terdiri dari berbagai unsur seperti pemerintah, LSM, tokoh
agama, dan tokoh masyarakat atau sebaliknya dilarang sama sekali melalui law
enforcement.
4. Dalam upaya menekan angka kematian ibu (AKI) akibat aborsi tidak aman, perlu
digencarkan konseling kontrasepsi di setiap sarana kesehatan baik privat maupun
pemerintah.
5. Pentingnya digalakkan upaya diseminasi informasi tentang kesehatan reproduksi
khususnya aborsi melalui seminar, penyuluhan, diskusi, kampanye, dan ceramah
keagamaan baik melalui media cetak maupun elektronik.
Disamping semua hal tersebut sebenarnya ada satu hal yang paling utama, yaitu
penguatan moral masyarakat melalui agamanya, sehingga bukan lagi masalah bagaimana
mengobati aborsi yang rata – rata tejadi karena hamil diluar nikah, tetapi bagaimana
mencegah terjadinya kehamilan diluar nikah, bukan dengan menggunakan alat kontrasepsi,
tetapi dengan menebalkan keyakinan terhadap agamanya masing – masing, sehingga
bukan hanya aborsi yang bisa dihindari tetapi perbuatan – perbuatan tercela lainnya.
15
Bibliografi
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2005
Abdul Wahab Khallaf. Kaidah-kaidah hukum Islam (Ushul Fiqh).Risalah.
Bandung,1985
Afnil Guza,SS. KUHP dan KUHAP,Asa Mandiri, Jakarta,2005
16