28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecelakaan Pesawat Terbang Kecelakaan pesawat terbang merupakan salah satu peristiwa yang berhubungan dengan pengoperasian pesawat terbang yang terjadi sejak seseorang memasuki pesawat udara untuk melakukan penerbangan sampai dengan saat semua orang meninggalkan pesawat udara yang mengakibatkan seseorang meninggal dunia atau luka parah karena berada di dalam pesawat atau karena tersentuh langsung oleh bagian dari pesawat, termasuk bagian pesawat yang terlepas (Pakan, 2008). Pada umumnya, suatu kecelakaan transportasi, terjadi oleh beberapa factor, oleh Safety Management Manual (SMM) yang diterbitkan oleh International Civil Aviation Organisation (ICAO), membagi factor penyebab kecelakaan pesawat terbang kedalam empat kelompok, yakni: Faktor software, yaitu kebijakan, prosedur, dan lain- lain Factor hardware, yaitu sarana dan prasarana Factor environment, yaitu lingkungan dan cuaca Factor livewae, yaitu manusia. Berdasarkan data yang berhasil dihimpun oleh tim investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Indonesia, dari tahun 2007-2010, telah terjadi 81 kejadian

Tipus Lapsus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Gagal Ginjal Kronik menurut Kidney Diseases Outcome Quality Initiative (KDOQI) sebagai kerusakan ginjal pada waktu 3 bulan atau lebih dan memiliki Glomerolus Filtration Rate (GFR) kurang dari 60mL/min per 1.73m2. Sedangkan Gagal Ginjal terminal atau End Stage Renal Disease (ESRD) digambarkan sebagai tahapan dari gagal ginjal kronis dimana terdapat kerusakan ginjal secara permanen dan ginjal tidak dapat berfungsi untuk mempertahankan kehidupan, sebagai konsekuensinya pasien membutuhkan dyalisis atau tranplantasi. (Critical Care Nurse, 2006).Tingkat insidensi gagal ginjal kronik di Indonesia akhir-akhir ini cenderung meningkat. Kasus ini terjadi antara lain akibat perubahan pola hidup, pola penyakit, serta makin terkendalinya penyakit infeksi yang berhubungan dengan gizi. Angka kejadian gagal ginjal kronik sulit ditentukan secara pasti. Masih diperkirakan angka terjadinya gagal ginjal terminal di Indonesia sebesar 200 – 250 orang tiap 1 juta penduduk pertahun (Bakri, 2005). Sedangkan angka kejadian di Amerika terus meningkat sesuai dengan laporan tahunan pada US Renal Data System. Tahun 2000 prevalensi gagal ginjal kronik di Amerika sebesar 1.311 tiap sejuta penduduk dengan jumlah penderita sebesar 20 juta dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai dua kalinya (Go et al., 2004; Stevens et al., 2006). Gagal Ginjal Kronik Terminal (GGKT) merupakan keadaan dimana ginjal tidak dapat lagi menjalankan fungsinya dengan baik. Sehingga untuk menjaga Homeostasis tubuh, ginjal perlu menjalankan dyalisa (cuci darah) setiap jangka waktu tertentu atau dengan melakukan transplantasi ginjal (Pearce, 1995). Namun terapi pada penderita Gagal Ginjal Kronik Terminal (GGKT) yang menjadi pilihan utama dan metode perawatan yang umum adalah hemodialisa. Terapi dengan hemodialisa ini memerlukan perawatan yang intensif dan juga membutuhkan biaya yang mahal. Penderita Gagal Ginjal Kronik Terminal (GGKT) biasanya memiliki kualitas hidup lebih rendah (Cohen et al., 2007; Scot et al., 2007; Wu et al., 2004). Pada penderita ini mengalami perkembangan penyakit yang progresif dan terjadi penurunan kualitas hidup serta dapat menyebabkan kematian.

Citation preview

Page 1: Tipus Lapsus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecelakaan Pesawat Terbang

Kecelakaan pesawat terbang merupakan salah satu peristiwa yang berhubungan

dengan pengoperasian pesawat terbang yang terjadi sejak seseorang memasuki pesawat

udara untuk melakukan penerbangan sampai dengan saat semua orang meninggalkan

pesawat udara yang mengakibatkan seseorang meninggal dunia atau luka parah karena

berada di dalam pesawat atau karena tersentuh langsung oleh bagian dari pesawat, termasuk

bagian pesawat yang terlepas (Pakan, 2008).

Pada umumnya, suatu kecelakaan transportasi, terjadi oleh beberapa factor, oleh

Safety Management Manual (SMM) yang diterbitkan oleh International Civil Aviation

Organisation (ICAO), membagi factor penyebab kecelakaan pesawat terbang kedalam empat

kelompok, yakni:

Faktor software, yaitu kebijakan, prosedur, dan lain-lain

Factor hardware, yaitu sarana dan prasarana

Factor environment, yaitu lingkungan dan cuaca

Factor livewae, yaitu manusia.

Berdasarkan data yang berhasil dihimpun oleh tim investigasi Komite Nasional

Keselamatan Transportasi (KNKT) Indonesia, dari tahun 2007-2010, telah terjadi 81

kejadian kecelakaan pesawat terbang yang terjadi di seluruh Indonesia, dengan rincian

sebagai berikut :

No. Daerah Jumlah Kejadian

1 Sumatra 18

2 Jawa 20

3 Kalimantan 9

4 Bali & NTB 4

5 Sulawesi 6

6 Maluku 2

7 Papua 22(Sumber : Data Investigasi KNKT, 2011)

Page 2: Tipus Lapsus

Dari data tersebut diatas, didapatkan pula hasil mengenai perkiraan penyebab dari

kejadian kecelakaan transportasi udara yang terjadi selama tahun 2007 – 2010, dengan

rincian sebagai berikut :

Sebab / Tahun 2007 2008 2009 2010 Jumlah

Faktor Manusia 15 6 12 9 42

Teknik 5 12 9 8 34

Lingkungan 1 3 0 1 5(Sumber : Data Investigasi KNKT, 2011)

2.2 Identifikasi Forensik

Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu

penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan

suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan identitas personal dengan

tepat amat penting dalam penyidikkan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam

proses peradilan.

Peran ilmu kedokteran forensuk dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak

dikenal, jenazah yang sudah rusak, membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal,

bencana alam, huru hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan

tubuh manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai

kasus lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orangtuanya. Identitas

seseorang yang dipastikan bila paling sedikit dua metode yang digunakan memberikan hasil

positif (tidak meragukan).

* Pihak yang bertanggung jawab :

Penanggung jawab identifikasi korban mati : polisi

Minta bantuan ahli : dokter forensik, dokter gigi forensik, ahli sidik jari, ahli DNA, dan

ahli lainnya.

* Tujuan identifikasi :

- Kebutuhan etis dan kemanusiaan terhadap keluarganya.

- Pemastian kematian seseorang secara resmi dan yuridis.

- Administratif

- Klaim dalam hukum publik dan perdata.

- Klaim asuransi, pensiun dan lainnya.

Page 3: Tipus Lapsus

- Awal penyelidikan.

* Prinsip identifikasi :

Dilakukan dengan komparasi ciri identitas pada data ante mortem (sewaktu masih hidup)

dan data post mortem (mayat/sudah meninggal).

Objek komparasinya :

- Circumstantial evidence : pakaian, barang milik korban

- Physical evidence : pemeriksaan ciri luar, pemeriksaan ciri dalam

2.2.2 Metodologi Identifikasi

Prinsipnya adalah pemeriksaan identitas seseorang memerlukan berbagai metode dari

yang sederhana sampai yang rumit.

a. Metode sederhana

- Visual Dengan memperhatikan dengan cermat atas korban, terutama wajahnya oleh pihak

keluarga atau rekan dekatnya, maka jati diri korban dapat diketahui. Walaupun metode

ini sederhana, untuk mendapatkan hasil yang diharapkan perlu diketahui bahwa metode

ini baru dapat dilakukan bila keadaan tubuh dan terutama wajah korban dalam keadaan

baik dan belum terjadi pembusukan yang lanjut.

Selain itu perlu diperhatikan faktor psikologis, emosi, latar belakang pendidikan;

oleh karena faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.

- Pakaian

Pencatatan yang teliti atas pakaian, hal yang dipakai, mode serta adanya tulisan-

tulisan seperti merek, penjahit, laundry atau initial nama, dapat memberikan informasi

yang berharga, milik siapakah pakaian tersebut.

Bagi korban yang tidak dikenal, menyimpan pakaian secara keseluruhan atau

potongan-potongan dengan ukuran 10cmx10cm, adalah merupakan tindakan yang tepat

agar korban masih dapat dikenali walaupun tubuhnya telah dikubur.

- Perhiasan

Anting-anting, kalung, gelang serta cincin yang ada pada tubuh korban,

khususnya bila pada perhiasan terdapat initial nama seseorang yang biasanya terdapat

pada bagian dalam dari gelang atau cincin. Akan membantu dokter atau pihak penyidik di

Page 4: Tipus Lapsus

dalam menetukan identitas korban. Mengingat kepentingan tersebut, maka penyimpanan

dari perhiasan haruslah dilakukan dengan baik.

- Dokumen

Kartu tanda penduduk, surat izin mengemudi, paspor, kartu golongan darah, tanda

pembayaran dan lainnya yang ditemukan dalam dompet atau tas korban dapat

menunjukka jati diri korban.

Khusus pada kecelakaan masal, perlu diingat akan kebiasaan seseorang di dalam

menaruh dompet dan tasnya. Pada pria dompet biasanya terdapat dalam saku baju atau

celana, sedangkan pada wanita tas biasanya dipegang, sehingga pada kecelakaan masal

tas dapat terlempar dan sampai pada orang lain bukan pemiliknya. Jika hal ini tidak

diperhatikan, kekeliruan identitas dapat terjadi, khususnya bila kondisi korban sudah

busuk atau rusak.

- Medis

Pemeriksaan fisik secara keseluruhan, yang meliputi bantuk tubuh, tinggi tubuh

dan berat badan, warna tirai mata, adanya cacat tubuh serta kelainan bawaan, jaringan

parut bekas operasi serta tato, dapat memastikan siapa jati diri korban.

Pada beberapa keadaan khusus, tidak jarang harus dilakukan pemeriksaan

radiologis, yaitu untuk mengetahui keadaan sutura, bekas patah tulang atau pen serta

pasak yang dipakai pada perawatan penderita patah tulang.

Bentuk gigi dan bentuk rahang merupakan ciri khusus dari seseorang, sehingga

dapat dikatakan tidak ada gigi atau rahang yang identik pada dua orang yang berbeda.

Menjadikan pemeriksaan gigi ini mempunyai nilai yang tinggi dalam hal penetuan jati

diri seseorang.

Pemeriksaan atas gigi ini menjadi lebih penting bila keadaan korban sudah rusak

atau membusuk, dimana dalam keadaan tersebut pemeriksaan sidik jari tidak dapat

dilakukan, sehingga dapat dikatakan gigi merupakan pengganti dari sidik jari.

Satu keterbatasan pemanfaatan gigi sebagai sarana identitas adalah belum

meratanya sarana untuk pemeriksaan gigi, demikian pula pendataannya (dental record),

oleh karena pemeriksaan gigi masih merupakan hal yang mewah bagi kebanyakan rakyat

Indonesia. Dengan demikian, pemeriksaan gigi sifatnya lebih selektif.

- Eksklusi

Page 5: Tipus Lapsus

Metode ini sering digunakan pada kasus yang terdapat banyak korban seperti

bencana. Bila dari sekian banyak korban, tinggal satu yang tidak dapat dikenali oleh

karena keadaan mayatnya sudah sedemikian rusaknya, maka atas bantuan daftar korban

akan dapat diketahui identitasnya, misalnya penumpang pesawat udara, kapal laut, dan

lainnya. Bila sebagian besar korban telah dipastikan identitasnya dengan menggunakan

metode identifikasi yang lain, sedangkan identitas sisa korban yang tidak dapat

ditentukan dengan metode tersebut di atas, maka sisa korban diidentifikasi menurut daftar

penumpang/eksklusi.

b. Metode ilmiah

- Sidik jari

Keuntungan dari metode ini mudah dilakukan secara massal dan biaya yang

murah. Metode ini membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari antemortem.

Sampai sekarang, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling

tinggi ketepatannya untuk menetukan identitas seseorang. Dengan demikian harus

dilakukan penanganan yang sebaik-baikbya terhadap jari tangan jenazah untuk

pemeriksaan sidik hari, misalnya dengan melakukan pembungkusan kedua tangan

jenazah dengan kantong plastik.

Daktiloskopi adalah suatu sarana dan upaya pengenalan identitas diri seseorang

melalui suatu proses pengamatan dan penelitian sidik jari, yang dipergunakan untuk

berbagai keperluan/kebutuhan, tanda bukti, tanda pengenal, ataupun sebagai pengganti

tanda tangan.

Sidik jari adalah suatu impresi dari alur-alur lekukan yang menonjol dari

epidermis pada telapak tangan dan jari-jari tangan atau telapak kaki dan jari-jari kaki,

yang juga dikenal sebagai "dermal ridges" atau " dermal papillae", yang terbentuk dari

satu atau lebih alur-alur yang saling berhubungan. Sidik jari mulai tumnuh sejak janin

berusia empat minggu hingga sempurna saat enam bulan di dalam kandungan.

Sifat-sifat khusus yang dimiliki sidik jari :

- Perennial nature : yaitu guratan-guratan pada sidik jari yang melekat pada kulit manusia

seumur hidup.

Page 6: Tipus Lapsus

- Immutability : yaitu sidik jari seseorang tidak pernah berubah, kecuali mendapatkan

kecelakaan yang serius.

- Individuality : pola sidik jari adalah unik dan berbeda untuk setiap orang.

Mengenai bentuk dan pola sidik jari yang terdiri dari tiga jenis di atas memiliki

ciri-ciri yang khas yaitu : Whorl (melingkar) yaitu bentuk pokok sidik jari, mempunyai 2

delta dan sedikitnya satu garis melingkar di dalam pattern area, berjalan di depan kedua

delta. Jenis whorl terdiri dari Plain whorl, Central pocket loop whorl, Double loop whorl

dan Accidental whorl.

Whorl bisa berbentuk sebuah Spiral, Bulls-eye, atau Double Loop. Whorl adalah

titik-titik menonjol dan kontras, dan bisa dilihat dengan mudah. Cetakan Spiral dan Bulls-

eye adalah persis sebangun dalam interpretasinya, namun yang kedua memberikan sedikit

lebih banyak fokus. Di mana pun di bagian tangan, Whorl menyoroti dan menekankan

kepada daerah tertentu, menjadikannya sebuah wilayah fokus di dalam kehidupan

subyek.

Page 7: Tipus Lapsus

Loop adalah bentuk pokok sidik jari dimana satu garis atau lebih datang dari satu

sisi lukisan, melereng, menyentuh atau melintasi suatu garis bayangan yang ditarik antara

delta dan core, berhenti atau cenderung berhenti ke arah sisi semula. Loop dapat menaik

ke arah ujung jari, atau menjatuh ke arah pergelangan tangan. Common Loop bergerak ke

arah ibu jari, sementara Radial Loop (Loop terbalik) bergerak mengarahkan ujung

pemukulnya ke sisi lengan.

Arch merupakan bentuk pokok sidik jari yang semua garis-garisnya datang dari

satu sisi lukisan, mengalir atau cenderung mengalir ke sisi yang lain dari lukisan itu,

dengan bergelombang naik di tengah-tengah. Pola ini bisa terlihat sebagai sebuah Flat

Arch, atau Tented Arch. Perhatikan setiap pola Arch menaik sangat tinggi.

- Serologi

Penentuan golongan darah yang diambil baik dari dalam tubuh korban,

maupundarah yang berasal dari bercak-bercak yang terdapat pada pakaian, akan dapat

mengetahui golongan darah pada korban. Bila orang yang diperiksa itu kebetulan

termasuk golongan sekretor (penentuan golongan darah dapat dilakukan dari seluruh

cairan tubuh), maka pemeriksaan ini selain untuk menentukan jati diri seseorang dalam

arti sempit, akan bermanfaat pula dalam membantu penyidik, misalnya dalam kasus

perkosaan, tabrak lari, serta kasus bayi yang tertukar dan penentuan bercak darah milik

siapa yang terdapat pada senjata dan pada pakaian tersangka pelaku kejahatan di dalam

kasus-kasus pembunuhan.

- Odontologi

Suatu proses identifikasi dengan objeknya adalah gigi. Hal ini dilakukan karena

daya tahan gigi yang baik, sifatnya sangat individual, informasi yang didapat (umur, ras,

sex, golongan darah, raut muka). Daya tahan panas gigi tingga hingga mencapai abu bila

pada suhu 538-649 derajat celcius dan 871 derajat celcius pada tambalan amalgam.

Tanda adanya data dental antemortem, data dental post mortem tidak berarti karena tidak

ada pembanding.

Langkah langkah penanganan aspek odontologi forensik:

- Bila rahang atas dan bawah lengkap :

1. Pembukaan rahang bawah untuk melepaskan rahang bawah.

2. Melakukan pembersihan rahang bawah dan rahang atas.

Page 8: Tipus Lapsus

3. Melakukan dental charting/odontogram.

4. Melakukan rontgen foto pada seluruh gigi geligi di rahang atas dan rahang bawah.

5. Pencabutan gigi molar 1 atas atau bawah untuk pemeriksaan DNA.

6. Melakukan pemotretan dengan ukuran close-up

7. Melakukan perbandingan data dental antemortem dengan post mortem

8. Proses rekonsilasi untuk penentuan identifikasi.

- Pada rahang yang tidak utuh :

Melakukan rekonstruksi bentuk rahang serta susunan gigi geliginya dengan

menggunakan wax/malam. Kenudian diperkuat dengan menggunakan self curing acrylic.

Lalu melakukan pencetakan, dilakukan pemotretan close-up, dan pengembalian pada

jenazah.

Tujuan rekonstruksi diharapkan dapat memperoleh gambaran perkiraan raut

wajah korban untuk membantu memudahkan identifikasi.

- DNA

DNA adalah materi genetik yang membawa informasi yang dapat diturunkan. Di

dalam sel manusia DNA dapat ditemukan di dalam inti sel dan di dalam mitokondria.

Hampir semua sampel biologis dapat dipakai untuk tes DNA, seperti buccal swab

(usapan mulut pada pipisebelah dalam), darah, rambut beserta akarnya, walaupun lebih

dipilih penggunaan darah dalam tabung (sebanyak 2 ml) sebagai sumber DNA.

Tes DNA dilakukan dengan berbagai alasan seperti persoalan pribadi dan hukum

antara lain ; tunjangan anak, perwalian anak, adopsi, imigrasi, warisan dan masalah

forensik (dalam identifikasi korban bencana).

Page 9: Tipus Lapsus

c. Penjelasan Identifikasi Menurut Ras, Jenis Kelamin, Umur, Tinggi Badan, dan Prinsip Identifikasi Rangka

* Ras Beberapa rincian anatomis, terutama di wajah sering menunjukkan ras individual.

Pada ras kulit putih memiliki wajah yang menyempit dengan hidung yang agak meninggi

dan dagu yang menonjol. Ras kulit hitam memiliki hidung yang lebar dan subnasal yang

berlekuk. Indian Amerika dan Asia memiliki bentuk tulang pipi yang menonjol dan

tekstur gigi yang khas.

Seorang antropologis memiliki banyak metode yang rumit untuk dapat

menentukan ras atau nenek moyang suatu populasi melalui tulang. Ras dari pemilik

tulang dapat diidentifikasi menjadi :

1. Ras Kaukasoid (semua yang berkulit putih)

Morfologi kranium pada ras ini yaitu :

- Tipe kranium dolichocephalic (panjang)

- Tulang zygomaticus cenderung mundur terhadap tulang fasial

- Apertura nasalis sangat sempit dan tajam tepi bawahnya

- Dasar tulang orbita cenderung miring ke bawah

- Palatum relatif sempit dan cenderung berbentuk segitiga

- Sutura zygomaticomaxillaris cenderung membelok

- Persentase sutura metopika cenderung lebih tinggi dibanding 2 ras lainnya.

Page 10: Tipus Lapsus

2. Ras Mongoloid (Cina, Jepang, Indian Amerika)

- Tipe kranium cenderung memiliki tulang zygomaticus yang menonjol

- Lebar apertura nasalis sedang dan tepi bawah nasal agak runcing

- Tulang orbita cenderung sirkulair

- Tulang palatum lebarnya sedang

- Sutura zygomaticomaxillaris cenderung lurus

3. Ras Negroid (semua kulit hitam/Negro Afrika, Amerika dan Indian Barat)

- Tipe kranium mesocephalic (sedang)

- Tulang zygomaticus tidak begitu menjorok ke depan terhadap tulang fasial

- Apertura nasalis sangat lebar dan tepi bawah tulang nasalis tumpul

- Tulang orbita cenderung persegi empat dan jarak interorbital lebar

- Tulang palatum cenderung sangat lebar dan agak persegi empat

- Alveolus anterior pada maxilla dan mandibula cenderung sangat prognathis

- Sering didapati depresi coronal posterior pada sutura coronaria

- Sutura zygomaticomaxillaris cenderung membentuk huruf S

Page 11: Tipus Lapsus

Penetuan ras dapat dilakukan melalui pemeriksaan terhadap tengkorak, sudut

intercondylus dan tulang panjang :

* Tengkorak : tengkorak dapat memberikan gambaran yang dapat diandalkan mengenai

karakteristik tertentu dari nenek moyang suatu populasi.

* Sudut intercondylus : menetukan ras dari sudut intercondylus dapat digunakan bila

yang tersisa hanya kerangka saja. Metode ini memerlukan penempatan distal femur pada

posisi lateral.

* Tulang panjang : pada ras kulit hitam, tibia relatif lebih panjang daripada femur dan

radius relatif lebih panjang daripada ulna. Pada populasi kulit putih dan mongoloid,

Page 12: Tipus Lapsus

femur lebih melengkung ke anterior bila dibandingkan dengan populasi kulit hitam.

Femur ras kulit hitam cenderung lebih lurus.

* Jenis kelamin

Pada umumnya penentuan jenis kelamin pada orang hidup tidaklah sukar. Hanya

dari penampilan wajah, potongan tubuh, bentuk rambut, pakaian serta ciri-ciri seks dan

pertumbuhan buah dada, kita sudah bisa mengenali apakah orang tersebut laki-laki atau

perempuan. Hanya pada kasus-kasus khusus yang jarang terjadi, diperlukan pemeriksaan

mikroskopik dari ovarium dan testis.

Penentuan jenis kelamin dalam kasus kriminal atau suatu bencana dimana tubuh

korban rusak oleh karena proses pembusukan atau kerusakan memang disengaja misalnya

dengan memotong tubuh korban, memerlukan ketelitian yang khusus.

Penentuan jenis kelamin pada rangka : Penentuan ini didasarkan pada ciri-ciri

yang mudah dikenali pada tulang-tulang :

- Panggul : ischium pubis pada wanita lebih besar dari pria

Page 13: Tipus Lapsus

- Tengkorak : untuk menetukan jenis kelamin dari tengkorak, diperlukan penilaian dari

berbagai ciri-ciri yang terdapat pada tengkorak tersebut. Ciri utama adalah penonjolan di

atas orbita (procc.mastoideus, palatum, rongga mata, rahang bawah). Luas permukaan

procc. mastoideus pada pria lebih besar dibandingkan wanita, hal ini dikaitkan dengan

adanya insersi otot leher yang lebih kuat pada pria.

- Tulang dada : rasio panjang dari manubrium sterni dan corpus sterni menetukan jenis

kelamin. Pada wanita manubrium sterni melebihi separuh panjang corpus sterni.

- Tulang panjang : pria pada umumnya memiliki tulang yang lebih panjang, lebih berat

dan lebih kasar, serta impresinya lebih banyak. Tulang paha merupakan tulang panjang

Page 14: Tipus Lapsus

yang dapat diandalkan dalam penentuan jenis kelamin. Konfigurasi, ketebalan, ukuran

dan caput femoris serta bentukan dari otot dan ligamen perlu diperhatikan.

- Penentuan jenis kelamin secara histologik : prinsip penentuan secara histoligik atau

miroskopik ini adalah berdasarkan pada kromosom. Bahan pemeriksaan dapat diambil

dari = kulit, leukosit, sel-sel selaput lendir pipi bagian dalam, sel-sel rawan, korteks

kelenjar supra renalis, cairan amnion.

* Umur

Biasanya pemeriksaan dari os pubis, sacroiliaka joint, arthritis pada spinal dan

pemeriksaan mikroskopis dari tulang dan gigi memberikan informasi yang mendekati

perkiraan umur. Untuk memperkirakan usia, bagian yang berbeda dari rangka lebih

berguna untuk menetukan perkiraan usia pada range usia yang berbeda. Range usia

meliputi usia perianal, neonatus, bayi dan anak kecil, usia kanak-kanak lanjut, usia

remaja, dewasa muda dan dewasa tua.

Umur dalam 3 tahapan :

1. Bayi baru dilahirkan : neonatus, bayi yang belum mempunyai gigi, sangat sulit untuk

menentukan usianya karena pengaruh proses pengembangan yang berbeda pada masing-

masing individu. Pembentukan gigi sering digunakan untuk memperkirakan usia.

Pembentukan gigi permanen sangat menentukan usia/indikatornya.

Page 15: Tipus Lapsus

2. Anak dan dewasa sampai umur 30 tahun : Masa kanak-kanak lanjut dimulai saat gigi

permanen mulai tumbuh. Semakin banyak tulang yang mulai mengeras. Masa remaja

menunjukkan pertumbuhan tulang panjang dan penyatuan pada ujungnya. Penyatuan ini

merupakan teknik yang berguna dalam penentuan usia. Masing-masing epifisis akan

menyatu pada diafisis pada usia-usia tertentu. Dewasa muda dan dewasa tua mempunyai

metode-metode yang berbeda dalam penentuan usia. Penutupan sutura cranium,

morfologi dari ujung iga, permukaan aurikula dan simfisis pubis, struktur mikro dari

tulang dan gigi.

Persambungan speno-oksipital terjadi pada umur 17-25 tahun. Tulang selangka

merupakan tulang panjang terakhir unifikasi. Unifikasi dimulai umur 18-25. Unifikasi

lengkap pada usia 25-30 tahun, usia lebih dari 31 tahun sudah lengkap. Tulang belakang

sebelum usia 30 tahun menunjukkan alur yang dalam dan radier pada permukaan atas dan

bawah.

3. Dewasa > 30 tahun :sutura kranium perlahan-lahan menyatu. Morfologi pada ujung iga

berubah sesuai dengan umur. Iga berhubungan dengan sternum melalui tulang rawan.

Ujung iga saat mulai terbentuk tulang rawan awalnya berbentuk datar, namun selama

proses penuaan ujung iga mulai menjadi kasar dan tulang rawan mulai menjadi berbintik-

bintik. Iregularitas dari ujung iga mulai ditemukan saat usia menua.

Pemeriksaan tengkorak : pemeriksaan sutura, penutupan tubula interna

mendahului eksterna. Sutura sagitalis, koronarius dan lambdoideus mulai menutup umur

20-30 tahun. Sutura parieto-mastoid dan aquamaeus usia 25-35 tahun tertutup, tapi dapat

tetap terbuka sebagian pada umur 60 tahun. Sutura spheno-parietal umumnya tidak akan

menutup sampai umur 70 tahun.

* Tinggi badan

Tinggi badan merupakan persamaan linear dari berbagai tulang panjang, yaitu

humerus, femur, radius dan tibia dengan rumusan Trotter dan Gleser, Stevenson, Karl

pearson, Dupertus dan Hadden. Kepentingan pengukuran tinggi badan dari tulang

panjang adalah penting pada keadaan tubuh yang sudah terpotong atau yang didapatkan

rangka atau sebagian tulang. Perkiraan tinggi badan dengan pengukuran tulang panjang :

Page 16: Tipus Lapsus

Tulang lengan atas 35 persen dari tinggi badan. tulang paha 27 persen dari tinggi

badan, tulang kering 22 persen dari tinggi badan dan tulang belakang 35 persen dari

tinggi badan. Jenis kelamin ditentukan berdasarkan pemeriksaan tulang panggul, tulang

tengkorak, sternum, tulang panjang serta skapula dan metakarpal.Sedangkan tinggi badan

dapat diperkirakan dari panjang tulang tertentu, dengan menggunakan rumus yang dibuat

oleh banyak ahli.

Melalui suatu penelitian, Djaja Surya Atmaja menemukan rumus untuk populasi

dewasa muda di Indonesia;

TB = 71,2817 + 1,3346 (tib) +1,0459(fib) (lk 4,8684)

TB = 77,4717 + 2,1889 (tib) + (lk 4,9526)

TB = 76,2772 + 2,2522 (fib) (lk 5,0226)

Formula STEVENSON :

TB = 61,7207 + (2,4378 x panjang Femur) + 2,1756

TB = 81,5115 + (2,8131 x panjang Humerus) + 2,8903

TB = 59,2256 + (3,0263 x panjang Tibia) + 1,8916

TB = 80,0276 + (3,7384 x panjang Radius) + 2,6791

Formula TROTTER dan GLESER :

TB = 70,37 + 1,22 (panjang Femur + pjg Tibia) + 3,24

Tulang yang diukur dalam keadaan kering biasanya lebih pendek 2 milimeter dari

tulang yang segar, sehingga dalam menghitung tingi badan perlu diperhatikan. Rata-rata

tinggi laki-laki lebih besar dari wanita, maka perlu ada rumus yang terpisah antara laki-

laki dan wanita.Apabila tidak dibedakan, maka diperhitungkan ratio laki-laki banding

wanita adalah 100:90. Selain itu penggunaan lebih dari satu tulang sangat dianjurkan.

(Khusus untuk rumus Djaja SA, panjang tulang yang digunakan adalah panjang tulang

yang diukur dari luar tubuh berikut kulit luarnya).

Ukuran pada tengkorak, tulang dada, dan telapak kaki juga dapat digunakan untuk

menilai tinggi badan.Bila tidak diupayakan rekonstruksi wajah pada tengkorak dengan

Page 17: Tipus Lapsus

jalan menambal tulang tengkorak tersebut dengan menggunakan data ketebalan jaringan

lunak pada berbagai titik di wajah, yang kemudian diberitakan kepada masyarakat untuk

memperoleh masukan mengenai kemungkinan identitas kerangka tersebut.

Setelah korban teridentifikasi sedapat mungkin dilakukan perawatan jenazah yang

meliputi antara lain:

a. Perbaikan atau rekonstruksi tubuh jenazah

b. Pengawetan jenazah (bila memungkinkan)

c. Perawatan sesuai agama korban

d. Memasukkan dalam peti jenazah

Kemudian jenazah diserahkan kepada keluarganya oleh petugas khusus dari Komisi

Identifikasi berikut surat-surat yang diperlukan pencatatan yang penting pada proses serah

terima jenazah antara lain:

a. Tanggal dan jamnya

b. Nomor registrasi jenazah

c. Diserahkan kepada siapa, alamat lengkap penerima, hubungan keluarga dengan

korban.

d. Dibawa kemana atau dimakamkan dimana

2. 3 DVI (Disaster Victim Identification)

DVI (Disaster Victim Identification) adalah suatu definisi yang diberikan sebagai

sebuah prosedur untuk mengidentifikasi korban mati akibat bencana massal secara ilmiah

yang dapat dipertanggung-jawabkan dan mengacu kepada standar baku Interpol.

Page 18: Tipus Lapsus

DVI bekerja dalam hal bencana alam, dimana dalam penggolongannya bencana missal

dibedakan menjadi 2 tipe. Pertama, Natural Disaster, seperti Tsunami, gempa bumi, banjir,

tanah longsor dan sejenisnya. Sedangkan yang kedua, dikenal sebagai ‘Man Made Disaster’

yang dapat berupa kelalaian manusia itu sendiri seperti: kecelakaan udara, laut, darat,

kebakaran hutan dan sejenisnya serta akibat ulah manusia yang telah direncanakannya

seperti pada kasus terorisme.

Poses DVI yang terdiri dari 5 fase yaitu The Scene, Post Mortem Examination, Ante

Mortem Information Retrieval, Reconciliation dan Debriefing. Pada fase pertama, tim awal

yang datang ke TKP melakukan pemilahan antara korban hidup dan korban mati selain juga

mengamankan barang bukti yang dapat mengarahkan pada pelaku apabila bencana yang

terjadi merupakan bencana yang diduga akibat ulah manusia. Pada korban mati diberikan

label sebagai penanda. Label ini harus memuat informasi tim pemeriksa, lokasi penemuan,

dan nomor tubuh/mayat. Label ini akan sangat membantu dalam proses penyidikan

selanjutnya.

Fase kedua dalam proses DVI adalah fase pemeriksaan mayat. Fase ini dapat

berlangsung bersamaan dengan fase pertama dan fase ketiga. Pada fase ini, para ahli

identifikasi, dokter forensik dan dokter gigi forensik melakukan pemeriksaan untuk mencari

data postmortem sebanyak-banyaknya. Sidik jari, pemeriksaan terhadap gigi, seluruh tubuh,

dan barang bawaan yang melekat pada mayat. Dilakukan pula pengambilan sampel jaringan

untuk pemeriksaan DNA. Data ini dimasukkan ke dalam pink form berdasarkan standar

Interpol.

Fase ketiga adalah fase pengumpulan data antemortem dimana ada tim kecil yang

menerima laporan orang yang diduga menjadi korban. Tim ini meminta masukan data

sebanyak-banyaknya dari keluarga korban. Data yang diminta mulai dari pakaian yang

terakhir dikenakan, ciri-ciri khusus (tanda lahir, tato, tahi lalat, bekas operasi, dan lainlain),

data rekam medis dari dokter keluarga dan dokter gigi korban, data sidik jari dari pihak

berwenang (kelurahan atau kepolisian), serta sidik DNA apabila keluarga memilikinya.

Apabila tidak ada data sidik DNA korban maka dilakukan pengambilan sampel darah dari

keluarga korban. Data Ante Mortem diisikan ke dalam yellow form berdasarkan standar

Interpol.

Page 19: Tipus Lapsus

Seseorang dinyatakan teridentifikasi pada fase keempat yaitu fase rekonsiliasi apabila

terdapat kecocokan antara data Ante Mortem dan Post Mortem dengan kriteria minimal 1

macam Primary Identifiers atau 2 macam Secondary Identifiers. Setelah selesai keseluruhan

proses identifikasi, dengan hasil memuaskan maupun tidak, proses identifikasi korban

bencana ini belumlah selesai.

Masih ada satu fase lagi yaitu fase kelima yang disebut fase debriefing. Fase ini

dilakukan 3-6 bulan setelah proses identifikasi selesai. Pada fase debriefing, semua orang

yang terlibat dalam proses identifikasi berkumpul untuk melakukan evaluasi terhadap semua

hal yang berkaitan dengan pelaksanaan proses identifikasi korban bencana, baik sarana,

prasarana, kinerja, prosedur, serta hasil identifikasi. Hal-hal baik apa yang dapat terus

dilakukan di masa yang akan datang, apa yang bisa ditingkatkan, hal-hal apa yang tidak

boleh terulang lagi di masa datang, kesulitan apa yang ditemui dan apa yang harus dilakukan

apabila mendapatkan masalah yang sama di kemudian hari, adalah beberapa hal yang wajib

dibahas pada saat debriefing

DAFTAR PUSTAKA

KNKT. 2010. Analisis Data Kecelakaan dan Investigasi Pesawat Udara Tahun 2007-2010. Jakarta: Kementerian Perhubungan.

Henky. 2012. Identifikasi Korban Bencana Massal: Praktik DVI Antara Teori dan Kenyataan. Jakarta: Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia

Forensik UI. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Wikipedia. Identifikasi Forensik. Diambil dari http://id.wikipedia.org/wiki/Identifikasi_forensik tanggal akses : 5 September 2012

Yandi, dkk. 2009. Roman’s Forensik. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat