Upload
sharfina02
View
89
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
TKKS untuk Pupuk
Citation preview
TINJAUAN PUSTAKA Limbah Padat Tandan Kosong Kelapa Sawit
Tandan kosong sawit berfungsi ganda yaitu selain menambah hara ke
dalam tanah, juga meningkatkan kandungan bahan organik tanah yang sangat
diperlukan bagi perbaikan sifat fisik tanah. Dengan meningkatnya bahan organik
tanah maka struktur tanah semakin mantap dan kemampuan tanah menahan air
bertambah baik, perbaikan sifat fisik tanah tersebut berdampak positif terhadap
pertumbuhan akar dan penyerapan unsur hara (Deptan, 2006)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh PPKS, Pabrik Minyak Sawit
menghasilkan limbah padat dan limbah cair memiliki potensi pemanfaatan sebagai
pupuk organik bagi tanaman kelapa sawit. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
merupakan bahan organik yang mengandung ; 42,8 % C, 2,90 % K2O, 0,80% N,
0,22% P2O5, 0,30% MgO dan unsur-unsur mikro antara lain 10 ppm B, 23 ppm
Cu dan 51 ppm Zn. Dalam setiap 1 ton Tandan Kosong sawit mengandung unsur
hara yang setara dengan 3 Kg Urea, 0,6 kg RP, 12 kg MOP dan 2 kg kiserit.
(Humas, 2008)
Tandan kosong ditumpuk dan dibiarkan sampai membusuk tidak akan
menjadi kompos organik yang bermutu karena nilai C/N masih tinggi.
Pengomposan adalah penurunan rasio atau perbandingan antara karbohidrat dan
nitrogen dengan singkatan nilai C/N. Bahan organik yang berasal dari tanaman
atau hewan / kotoran hewan yang masih segar mempunyai nilai C/N yang tinggi
antara 50 – 400 (kayu yang tua). Bahan oprganik dapat diserap tanah adalah
mempunyai C/N yang sama dengan tanah ialah sekitar 10 – 12 oleh karena itu
7
Universitas Sumatera Utara
limbah sawit (cair dan padat) yang mempunyai nilai C/N tinggi harus diturunkan
(IOPRI, 2002).
Dekomposisi tandan kosong kelapa sawit secara alami sangat lambat,
memerlukan waktu yang cukup lama yaitu antara 6 – 12 bulan. Menurut Khalid
dkk (2000) kecepatan dekomposisi TKS di lapangan dipengaruhi oleh iklim
makro, iklim mikro, kualitas bahan dan aktivitas organisme pada areal tersebut.
Secara rata-rata residu tanaman kelapa sawit di lapangan terdekomposisi selama
12 – 18 bulan.
Komponen bahan padat terbesar TKS terdiri dari selulosa, hemiselulosa
dan lignin dalam jumlah yang lebih kecil sehingga limbah TKS ini disebut juga
lignoselulosa. Menurut Syafwina et al (2002) dalam Hermiati dkk (2010)
kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin pada tandan kosong kelapa sawit
adalah 41,30 – 46,50 % selulosa, 25,30 – 33,80 % hemiselulosa dan 27,60 – 32,50
% lignin.
Deptan (2006) menyatakan melalui kegiatan mikroorganisme tanah atau
proses mineralisasi, unsur hara yang didapati pada tandan kosong kelapa sawit
kembali ke dalam tanah. Namun unsur hara tersebut tidak seluruhnya dapat
diserap oleh akar tanaman disebabkan terimmobilisasi (digunakan langsung oleh
mikroorganisme tanah untuk menunjang kelangsungan hidupnya.
Penempatan Tandan Kosong Kelapa Sawit
- Piringan
Penempatan Tankos pada tanaman belum menghasilkan (TBM) dapat
dilakukan dengan cara meletakkannya atau menyusun dipiringan pada jarak ± 30
8
Universitas Sumatera Utara
cm dari pangkal batang pada TBM 0, dan pada jarak ± 50 cm dari pangkal batang
pada TBM 1-3, jarak ini dimaksudkan sebagai tempat menaburkan pupuk.
Penebaran Tankos pada tanaman menghasilkan dilaksanakan tanpa berlapis di
gawangan. Penebaran dilakukan merata hingga ke pinggir piringan (Deptan,
2006). Dosis aplikasi yang digunakan adalah sebanyak 40 ton TKKS/Ha/thn
(Darmosarkoro dan Rahutomo, 2000).
- Rorak
Rorak adalah lubang-lubang buntu dengan ukuran tertentu yang dibuat
pada bidang olah dan sejajar dengan garis kontur. Fungsi rorak adalah
untuk menjebak dan meresapkan air ke dalam tanah serta menampung sedimen-
sedimen dari bidang olah. Pembuatan rorak dapat dikombinasikan dengan mulsa
vertikal untuk memperoleh kompos.
Adanya rorak akan menjebak aliran permukaan dan memberikan
kesempatan kepada air hujan untuk terinfiltrasi ke dalam tanah. Dengan demikian
rorak akan menurunkan aliran permukaan yang keluar dari lahan secara
signifikan.
Ukuran dan jarak rorak yang direkomendasikan cukup beragam. Arsyad
(2006) merekomendasikan dimensi rorak : dalam 60 cm, lebar 50 cm dengan
panjang berkisar antara satu meter sampai 5 meter. Jarak ke samping disarankan
agar sama dengan panjang rorak dan diatur penempatannya di lapangan dilakukan
secara berselang-seling agar terdapat penutupan areal yang merata. Jarak searah
lereng berkisar dari 10 sampai 15 meter pada lahan yang landai (3% - 8%) dan agak
miring (8% - 15%), 5 sampai 3 meter untuk lereng yang miring (15% ± 30%).
9
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian dari Brata (1992) dalam Pemanfaatan Jerami Padi Sebagai
Mulsa Vertikal Untuk Mengendalikan Aliran Permukaan menyatakan bahwa
mulsa vertikal dapat menekan jumlah aliran permukaan selama musim tanam
jagung dibandingkan dengan mulsa konvensional. Bertambahnya permukaan
resapan oleh adanya saluran dan terhambatnya aliran permukaan oleh adanya
guludan akan memberikan kesempatan aliran permukaan untuk meresap ke dalam
tanah di sekitar saluran lebih lama, sehingga jumlah kelebihan aliran permukaan
yang hilang dari petakan berkurang. Dengan jarak antar saluran yang sama,
perlakuan mulsa vertikal (T3) lebih efektif dalam menekan aliran permukaan
dibandingkan dengan teras gulud (T2). Hal ini terjadi karena laju infiltrasi saluran
pada perlakuan teras gulud (T2) menurun lebih cepat akibat penyumbatan pori
makro dinding saluran oleh sedimen yang terangkut aliran permukaan; sedangkan
pada perlakuan mulsa vertikal (T3) penyumbatan pori makro pada dinding saluran
dapat dihambat oleh sisa tanaman. Aktivitas binatang dan mikroba tanah yang
memanfaatkan mulsa dalam saluran bahkan dapat memperbaiki sifat fisik tanah
disekitar saluran seperti dilaporkan oleh Parr (1959). Peningkatan efektivitas
mulsa vertikal dalam penurunan laju aliran permukaan dengan makin pendeknya
jarak antar saluran (dari T3 sampai T5) disebabkan makin pendeknya panjang
lereng yang berarti makin sempitnya luas daerah tampungan hujan untuk setiap
saluran.
Murtilaksono, dkk (2009) dalam penelitiannya Upaya Peningkatan
Produksi Kelapa Sawit melalui Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Air
menyatakan bahwa aplikasi teras gulud dan rorak yang dikombinasikan dengan
10
Universitas Sumatera Utara
lubang resapan meningkatkan jumlah pelepah daun, jumlah tandan, rataan
berat tandan, dan produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit tanaman contoh
di setiap blok. Aplikasi teras gulud berpengaruh paling tinggi terhadap
produksi TBS per blok atau per hektar (25,2 t ha-1) dibandingkan produksi
TBS pada perlakuan rorak (23,6 t ha-1) dan blok tanpa aplikasi konservasi tanah
dan air atau kontrol (20,8 t ha-1) yang masih tinggi baik dari produksi TBS
rataan afdeling (19,0 kg ha-1). Aplikasi teras gulud memberikan hasil tertinggi
berat rataan TBS per tandan (RBT) (21 kg) dibandingkan dengan RBT pada
perlakuan rorak (19 kg) dan RBT terendah pada perlakuan kontrol (18 kg).
- Lubang Biopori
Lubang biopori membantu menekan terjadinya genangan/banjir pada tapak
lahan. Lubang biopori sedalam 1 meter berdiameter 10 cm dapat menampung air
sebanyak 0,03 m3 (30 liter) menggemburkan tanah sehingga memudahkan
terjadinya pertukaran udara di dalam tanah. Fungsi lain, dapat digunakan sebagai
lubang pembuat kompos dengan memasukkan sampah organik ke dalamnya
(Rauf, 2010).
Keunggulan dan manfaat biopori yaitu meningkatkan daya resapan air,
kehadiran lubang resapan biopori secara langsung akan menambah bidang resapan
air, setidaknya sebesar luas kolom/dinding lubang. Sebagai contoh bila lubang
dibuat dengan diameter 10 cm dan dalam 100 cm maka luas bidang resapan akan
bertambah sebanyak 3140 cm2 atau hampir 1/3 m2. Dengan kata lain suatu
permukaan tanah berbentuk lingkaran dengan diameter 10 cm, yang semula
11
Universitas Sumatera Utara
mempunyai bidang resapan 78,5 cm2 setelah dibuat lubang resapan biopori
dengan kedalaman 100 cm, luas bidang resapannya menjadi 3.218 cm2
Dengan adanya aktivitas fauna tanah pada lubang resapan maka biopori
akan terbentuk dan senantiasa terpelihara keberadaannya. Oleh karena itu bidang
resapan ini akan selalu terjaga kemampuannya dalam meresapkan air. Dengan
demikian kombinasi antara luas bidang resapan dengan kehadiran biopori secara
bersama-sama akan meningkatkan kemampuan dalam meresapkan air.
.
1. Mengubah sampah organik menjadi kompos, lubang resapan biopori
‘diaktifkan’ dengan memberikan sampah organik kedalamnya. Sampah ini
akan dijadikan sebagai sumber energi bagi organisme tanah untuk melakukan
kegiatannya melalui proses dekomposisi. Sampah yang telah didekomposisi
ini dikenal dengan kompos. Dengan melalui proses seperti itu maka lubang
resapan biopori selain berfungsi sebagai lubang peresap air juga sekaligus
berfungsi sebagai ‘pabrik’ pembuat kompos. Kompos dapat dipanen pada
setiap periode tertentu dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik pada
berbagai jenis tanaman, seperti tanaman hias, sayuran, dan jenis tanaman
lainnya.
2. Memanfaatkan fauna tanah dan akar tanaman, seperti disebutkan diatas,
lubang bipori diaktifkan oleh organisme tanah, khususnya fauna tanah dan
perakaran tanaman. Aktivitas mereka yang selanjutnya akan menciptakan
rongga-rongga atau liang-liang dalam tanah yang akan dijadikan ‘saluran’ air
untuk meresap kedalam tubuh tanah. Dengan memanfaatkan aktivitas mereka
maka rongga – rongga atau liang-liang tersebut akan terpelihara dan terjaga
12
Universitas Sumatera Utara
keberadaannya sehingga kemampuan peresapannya akan tetap terjaga tanpa
campur tangan manusia untuk pemeliharaannya. Hal ini tentunya akan sangat
menghemat tenaga dan biaya. Kewajiban faktor manusia dalam hal ini adalah
memberikan pakan kepada mereka berupa sampah organik pada periode
tertentu. Sampah organik yang dimasukkan kedalam lubang akan menjadi
humus dan tubuh biota dalam tanah, tidak cepat diemisikan ke atmosfir
sebagai gas rumah kaca; berarti mengurangi pemanasan global dan
memelihara biodiversitas dalam tanah.
(Tim Biopori IPB, 2007)
Mikroorganisme Perombak Bahan Organik Pengertian umum yang saat ini banyak dipakai untuk memahami
organisme perombak bahan organik atau biodekomposer adalah organisme
pengurai nitrogen dan karbon dari bahan organik (sisa-sisa organik jaringan
tumbuhan atau hewan yang telah mati) yaitu bakteri, fungi dan aktinomisetes.
Perombak bahan organik terdiri atas perombak primer dan perombak sekunder.
Perombak primer adalah mesofauna perombak bahan organik, seperti Colemboll
dan Acarina yang berfungsi meremah-remah bahan organik/serasah menjadi
berukuran kecil. Cacing tanah memakan sisa-sisa remah tadi yang lalu
dikeluarkan sebagai feases setelah melalui pencernaan dalam tubuh cacing.
Perombak sekunder ialah mikroorganisme perombak bahan organik seperti
Trichoderma reesei, T. Harzianum, T. Koningii, Phanerochaeta crysosporium,
Cellulomonas, Pseudomonas, Thermospora, Aspergillus niger, A. Terreus,
Penicillium dan Streptomyces. Adanya aktivitas fauna tanah, memudahkan
13
Universitas Sumatera Utara
mikroorganisme untuk memanfaatkan bahan organik, sehingga proses
mineralisasi berjalan cepat dan penyediaan unsur hara bagi tanaman lebih baik
(Saraswati dkk, 2006)
Mikroorganisme perombak bahan organik merupakan aktivator biologis
yang tumbuh alami atau sengaja diberikan untuk mempercepat pengomposan dan
meningkatkan mutu kompos. Jumlah dan jenis mikroorganisme menentukan
keberhasilan proses dekomposisi atau pengomposan. Proses dekomposisi bahan
organik di alam tidak dilakukan oleh satu mikroorganisme monokultur tetapi
dilakukan oleh konsorsia mikroorganisme. Beberapa jenis mikroorganisme yang
umum ditemukan dalam tumpukan sampah tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1. Mikroorganisme yang umum berasosiasi dalam tumpukan sampah
Bakteri Fungi
Mesofil
- Pseudomonas spp - Achromobacter spp - Bacillus spp - Flavobacterium spp - Clostridium spp - Sterptomyces spp
- Alternaria spp - Cladosporium spp - Aspergillus spp - Mucor spp - Humilo spp - Penicillium spp
Termofil
- Bacillus spp - Streptomyces spp - Thermoactinomyces spp - Thermus spp - Thermonospora spp - Microplyspora spp
- Aspergillus dpp - Mucor pusillus - Chaetomium thermophile - Humicola lanuginosa - Absidia ramosa - Sprotricbum thermofphile - Torula thermophile (Yeast) - Thermoascus aurenticus
Sumber : Saraswati dkk, 2006
14
Universitas Sumatera Utara
Jumlah total sel bakteri pada lokasi aplikasi mengindikasikan bahwa
aplikasi ini telah menyediakan cukup nutrisi berupa senyawa karbon sederhana
monosakarida, asam amino, dan asam lemak yang secara umum lebih mudah
dimetabolisme kelompok bakteri dibandingkan senyawa kompleksnya seperti
selulosa atau amilum, protein, dan lemak (Widhiastuty dkk, 2006)
Rao (1994) menyatakan beberapa mikroba seperti Trichoderma,
Aspergillus dan Penicillium mampu merombak sellulosa menjadi bahan senyawa-
senyawa monosakarida, alkohol, CO2
Irawan dan Yulianti (2004) yang menyimpulkan bahwa diketahui 3 spesies
fungi dekomposer dominan dari perkebunan kopi yaitu : Fusarium sp,
Aspergillus sp dan Trichoderma sp. Fungi ini berkembang hebat di tanah-tanah
asam, netral dan alkali, beberapa diantaranya menyukai pH rendah. Pitt dan
Hocking (1997) yang menyatakan jenis-jenis fungi antara lain Fusarium sp,
Mucor sp, Rhizopus sp, dan Trichoderma sp, mampu bertahan hidup dan bersaing
dengan fungi lain untuk mendapatkan ruang tumbuh serta unsur lain yang
diperlukan untuk pertumbuhannya.
dan asam-asam organik lainnya dengan
dikeluarkannya enzim selulase. Dermiyati (1997) dan Utomo (2010) menyatakan
Penicillium sp mampu menguraikan bahan organik lebih baik dibandingkan fungi
lain, karena dari tanah gambut saprik dan hemik, Penicilliumm sp merupakan
fungi yang dominan.
Jumlah total sel bakteri pada lokasi aplikasi limbah mengindikasikan
bahwa aplikasi telah menyediakan cukup nutrisi berupa senyawa karbon
sederhana monosakarida, asam amino, dan asam lemak yang secara umum lebih
15
Universitas Sumatera Utara
mudah dimetabolisme kelompok bakteri dibandingkan senyawa kompleksnya
seperti selulosa atau amilum, protein, dan lemak (Widhiastuty dkk, 2006).
Imasari (2011) ) pengaruh aplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit
terhadap sifat biologi tanah menunjukkan jumlah mikroorganisme baik bakteri,
jamur dan aktinomesetes lebih tinggi pada lahan yang diaplikasi limbah cair
pabrik kelapa sawit dibanding tanpa aplikasi, distribusi mikroorganisme tanah
makin kedalam semakin rendah
.
Proses Perombakan Bahan Organik
Proses biologi untuk menguraikan bahan organik mejadi bahan humus
oleh mikroorganisme dikenal sebagai dekompoisi atau pengomposan. Aktivitas
dasar mikroorganisme tanah sama seperti kehidupan lainnya, bertahan hidup
melalui reproduksi. Mikroorganisme tanah menggunakan komponen residu
tanaman sebagai substrat untuk memperoleh energi yang dibentuk melalui
oksidasi senyawa organik, dengan produk utama CO2
Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan mentah
dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap,
yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen
dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh
mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat.
yang dilepas kembali ke
alam, dan sumber karbon untuk sintesis sel baru. Dekomposisi atau pengomposan
disebut juga sebagai respirasi mikroba atau mineralisasi, yang merupakan salah
satu bagian dari siklus karbon.
16
Universitas Sumatera Utara
Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan
meningkat hingga di atas 50o- 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu
tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu
mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekmposisi/penguraian
bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan
menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2
Reaksi yang terjadi pada perombakan sistem aerobik :
, uap air dan
panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-
angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat
lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan
terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat
mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan (Isroi, 2006)
Gula (CH2O)x + O2 xCO2 + H2(Sellulosa, hemisellulosa)
O + E
N-organik (protein) NH4
+ NO2 - NO3-
+ E
Sulfur organik (S) + xO2 SO42-
+ E
Fosfor organik H3BO3 Ca(HPO4(Fitin, lesitin)
)
Reaksi utuh : Bahan organik CO2 (484-674 kcal/mol glukosa)
+ H2O + hara + humus + E
Proses perombakan bahan organik secara alami membutuhkan waktu
relatif lama (3-4 bulan) sehingga sangat menghambat upaya pelestarian
penggunaan bahan organik untuk lahan-lahan pertanian, apalagi jika dihadapkan
dengan masa tanam yang mendesak untuk menghasilkan produksi tinggi, sehingga
sering dianggap kurang ekonomis dan tidak efisien. Bahan dasar serasah tanaman,
Aktivitas mikroorganisme
17
Universitas Sumatera Utara
secara alami adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin. Sebagian besar materi
limbah bahan organik Gimnospermae dan Angiospermae merupakan senyawa
selulosa dan 15 – 36 % adalah senyawa lignin (Erikson et al, 1989).). Lignin
berikatan dengan hemiselulosa dan selulosa membentuk segel fisik diantara
keduanya, yang merupakan barier yang mencegah penetrasi larutan dan enzim
(Howart et al, 2003). Oleh karena itu lignin menjadi penghalang akses enzim
selulolitik pada degradasi bahan berligno-selulosa. Hal ini menghambat proses
dekomposisi, yang pada akhirnya menyebabkan penumpukan limbah organik
yang berdampak negatif lingkungan. Polimer tersebut dapat didegradasi oleh
beberapa macam mikroorganisme yang mampu memproduksi enzim yang relevan.
Strategi untuk mempercepat proses biodekomposisi bahan organik dengan
memanfaatkan mikroba lignoselulolitik (dekomposer) (Saraswati dkk, 2006)
Penelitian Mardiana (2004) mendekomposisi tandan kosong kelapa sawit
dengan penambahan mikroorganisme selulolitik, amandemen dan limbah cair
kelapa sawit. Kesimpulan penelitian tersebut menyatakan interaksi perlakuan
penambahan mikroorganisme selulolitik dan amandemen berpengaruh nyata
terhadap penurunan nilai C/N dan peningkatan kadar K kompos.
Sifat Fisik dan Kimia Tanah Serta Hubungannya Dengan Pertumbuhan Tanaman
Hanafiah (2007) menyatakan porositas mencerminkan tingkat kecepatan
aliran air untuk melewati massa tanah. Penyediaan air dan O2 untuk pertumbuhan
tanaman dan jumlah air yang bergerak melalui tanah berkaitan erat dengan jumlah
pori-pori tanah. Harahap (2010) menyatakan perkembangan perakaran dan
produksi akan membaik jika terjadi perimbangan antara jumlah air dan udara
18
Universitas Sumatera Utara
dalam pori-pori tersebut. Ruang pori-pori total pada tanah berpasir semakin
rendah tetapi sebagian besar dari pori-pori itu terdiri dari pori-pori makro dan
sangat efisien dalam lalu lintas air maupun udara.
Harahap (2010) menyatakan infiltrasi tanah ternyata berperan positif
terhadap produksi dan perkembangan perakaran tanaman pada kedalaman 0 – 25
cm. Suatu infiltrasi ke dalam profil dengan lapisan tekstur halus yang berada di
atas lapisan kasar, maka laju infiltrasi ditentukan oleh lapisan atas akan tetapi saat
air mencapai bidang pertemuan dengan lapisan kasar yang lebih rendah laju
infiltrasi akan berkurang.
Laju infiltrasi dibagi atas beberapa kelas :
Tabel 2. Kelas Laju Infiltrasi
Kelas Kriteria cm/jam 1 Sangat lambat < 0,1 cm/jam 2 Lambat 0,1 – 0,5 cm/jam 3 Agak Lambat 0,5 – 2,0 cm/jam 4 Sedang 2,0 – 6,0 cm/jam 5 Agak Cepat 6,0 – 12,5 cm/jam 6 Cepat 12,5 – 25 cm/jam 7 Sangat cepat >25 cm/jam
Su Sumber : Arsyad, 1989
Harahap (2010) menyatakan dilihat dari hubungan keeratan antara tekstur
dengan perkembangan perakaran dan produksi, ternyata semakin tinggi
kandungan liat maka perkembangan perakaran dan produksi menjadi berkurang,
hal ini dapat difahami karena semakin tinggi liat maka relatif tanah menjadi
semakin tidak porous. Tanah yang tidak porous menyebabkan akar sulit
berpenetrasi, makin sulit air dan udara untuk bersirkulasi dan juga menyebabkan
gerakan air kebagian tanah bawah terhambat.
19
20
Universitas Sumatera Utara
Menurut Surasta, 2011 pada tanaman yang tumbuh di lapangan akar-akar
tersebut terutama berada 2,0 — 2,5 m dari pokok dan terbanyak dijumpai pada
kedalaman 0 — 30 cm dari permukaan tanah serta dapat tumbuh memanjang ke
samping hingga mencapai 6 m dengan pola penyebaran yang berbeda-beda.
Harahap (2010) menyatakan dengan berkembangnya perakaran semakin
memperpendek jarak antara air dan unsur-unsur hara tersedia di dalam tanah yang
dibutuhkan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi. Produktivitas kelapa sawit
meningkat dengan cepat dan mencapai maksimum pada umur tanaman 8-12
tahun, kemudian menurun secara perlahan-lahan dengan tanaman yang makin tua
hingga umur ekonomis 25 tahun (Manurung, 2011).
Hardjowigeno (1995) menyatakan erosi akan meningkat apabila lereng
semakin curam atau semakin panjang. Apabila lereng semakin curam maka
kecepatan aliran permukaan meningkat sehingga kekuatan mengangkut meningkat
pula. Lereng yang semakin panjang menyebabkan volume air yang mengalir
menjadi semakin besar. Apabila dalamnya air menjadi dua kali lipat, maka
kecepatan aliran menjadi 4 kali lebih besar akibatnya besar benda ataupun berat
benda yang terangkut juga berlipat ganda.
Perkembangan akar kelapa sawit pada tanah berkerapatan lindak yang
ekstrim tinggi ternyata tidak terganggu, tetapi bukan berarti tidak dapat
ditembusnya. Bila berdasarkan kebutuhannya sebagai jangkar untuk
memperkokoh berdirinya batang maupun untuk mencari unsur hara dan air,
kerapatan lindak tanah yang ekstrim tinggi masih mampu dimasukinya walaupun
dengan kecepatan tumbuh yang rendah. Nilai kerapatan lindak 1,50 merupakan
Universitas Sumatera Utara
batas bagi akar dapat berkembang dengan tidak mengalami hambatan (Harahap,
1999).
Bahan organik bereperan dalam memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah,
Lubis (2006) menyatakan beberapa kontribusi bahan organik tanah terhadap
kesuburan tanah adalah melalui aktifitas mikroorganisme, dengan memberikan
suplai hara tersedia nitrogen, fosfor, kalium dan hara mikro secara terus menerus
dengan laju tetap; memperbaiki struktur tanah; memberikan faktor-faktor
pertumbuhan yang sesuai dan proses kelasi.
Ketersediaan bahan organik menurut Tan (1992) menyebabkan terjadinya
pembentukan kompleks pengkhelatan yang memegang peranan penting dalam
meningkatkan kesuburan tanah. Pengkhelatan menyebabkan meningkatnya
mobilitas banyak kation sehingga tersedia bagi tanaman, mempercepat proses
dekomposisi mineral-mineral tanah sehingga mempercepat pelepasan hara-hara
terlarut. Asam – asam humat dan fulfat meningkatkan pelepasan K yang tersemat
diantara ruang antar misel liat. Asam – asam humat dan fulfat mempunyai afinitas
yang tinggi terhadap Al, Fe dan Ca sehingga asam-asam tersebut akan bersaing
atas unsur-unsur tersebut dengan senyawa-senyawa fosfat melalui pembentukan
kompleks, sehingga ion fosfat terbebaskan ke dalam larutan tanah.
Bahan organik melalui perannya akan meningkatkan porositas tanah dan
ketersediaan unsur hara P. Menurut Hardjowigeno (1995), hara P berperan
penting bagi tanaman terutama dalam pembelahan sel, pembentukan bunga, buah
dan biji, memperkuat batang agar tidak mudah roboh, merangsang perkembangan
akar dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit.
21
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara