23
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan yang kemudian timbul dan semakin marak dewasa ini terkait dengan semakin meningkatnya tindak kejahatan, bukan hanya dalam negeri tetapi melibatkan berbagai negara dalam suatu bentuk kejahatan terorganisir dengan modus operandi yang telah menimbulkan kerisauan dan keprihatinan. Kejahatan yang melibatkan atau berdampak pada beberapa negara ini disebut sebagai transnational crime. Salah satu bentuk transnational crime adalah perdagangan senjata ilegal (gun trafficking). Masalah perdagangan dan penyelundupan senjata ilegal atau lebih dikenal dengan istilah ”illicit trade in small arms and light weapons” telah muncul sebagai masalah global karena sumbangannya terhadap kekerasan dan instabilitas di berbagai kawasan, termasuk telah merusak pembangunan dan membahayakan keamanan umat manusia (human security). Bahkan, menurut mantan Sekjen PBB Kofi Annan, proliferasi pedagangan senjata dan amunisi telah berdampak kepada peningkatan aksi-aksi kekerasan yang berhubungan dengan kejahatan terorisme. Tidak dapat disangkal lagi bahwa perdagangan dan penyelundupan senjata telah menjadi ”pembunuh yang paling mematikan” pada dasawarsa terakhir. Lebih dari itu, masalah ini telah melampaui kerumitan persoalan kemanusiaan dan telah berdampak membahayakan keamanan

[TNC] Makalah Kel TNC ^o^[Gun Trafficking in SEA].doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: [TNC] Makalah Kel TNC ^o^[Gun Trafficking in SEA].doc

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permasalahan yang kemudian timbul dan semakin marak dewasa ini

terkait dengan semakin meningkatnya tindak kejahatan, bukan hanya dalam negeri

tetapi melibatkan berbagai negara dalam suatu bentuk kejahatan terorganisir

dengan modus operandi yang telah menimbulkan kerisauan dan keprihatinan.

Kejahatan yang melibatkan atau berdampak pada beberapa negara ini disebut

sebagai transnational crime. Salah satu bentuk transnational crime adalah

perdagangan senjata ilegal (gun trafficking). Masalah perdagangan dan

penyelundupan senjata ilegal atau lebih dikenal dengan istilah ”illicit trade in

small arms and light weapons” telah muncul sebagai masalah global karena

sumbangannya terhadap kekerasan dan instabilitas di berbagai kawasan, termasuk

telah merusak pembangunan dan membahayakan keamanan umat manusia

(human security). Bahkan, menurut mantan Sekjen PBB Kofi Annan, proliferasi

pedagangan senjata dan amunisi telah berdampak kepada peningkatan aksi-aksi

kekerasan yang berhubungan dengan kejahatan terorisme. Tidak dapat disangkal

lagi bahwa perdagangan dan penyelundupan senjata telah menjadi ”pembunuh

yang paling mematikan” pada dasawarsa terakhir. Lebih dari itu, masalah ini telah

melampaui kerumitan persoalan kemanusiaan dan telah berdampak

membahayakan keamanan nasional. Penyelundupan senjata telah memungkinkan

kelompok separatis bersenjata dan pemberontak menantang wewenang

pemerintahan yang sah sehingga menciptakan pelanggaran hukum dan merusak

ketertiban di masyarakat.

Oleh karena itu, diperlukan pembahasan dan pengkajian tentang gun

trafficking, agar dapat ditemukan solusi untuk mengatasi tindak kejahatan

transnasional tersebut. Makalah ini akan membahas khusus gun trafficking yang

ada di Asia Tenggara. Karena kestabilan keamanan di kawasan ini sangat penting

untuk dikaji, selaku masyarakat yang berada di kawasan ini. Selain itu, pemilihan

kawasan Asia Tenggara dikarenakan wilayah ini subur untuk tumbuh dan

berkembangnya konflik, pelanggaran HAM dan terorisme.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Page 2: [TNC] Makalah Kel TNC ^o^[Gun Trafficking in SEA].doc

Pembuatan dan pengembangan senjata pada dasarnya dilakukan untuk

memenuhi tuntutan pertahanan dan keamanan dalam suatu negara. Karena itu ada

beberapa negara yang bertindak sebagai produsen dan beberapa lagi menjadi

konsumen. Sebagai contoh Amerika yang merupakan eksportir utama dalam hal

persenjataan dan negara berkembang yang menjadi importir karena adanya

perbedaan kemajuan teknologi.

Namun, akibat terjadi over produksi senjata sehingga memerlukan pasar

yang lebih luas. Salah satu jalan yang ditempuh ialah dengan mengirim senjata ke

negara-negara konflik. Akan tetapi karena ketatnya peraturan perdagangan senjata

maka timbul penjualan secara ilegal, termasuk di Asia Tenggara yang penjagaan

di perbatasannya sangat rentan. Munculnya penyelundupan senjata di kawasan

Asia Tenggara menimbulkan pertanyaan-pertanyaan seperti apa yang

mendorong munculnya aksi kejahatan ini, bagaimana pelaksanaannya, dan

apa dampak yang diakibatkannya terutama dalam kawasan itu sendiri?

Sehingga dapat diambil satu tindakan untuk menanggulangi dan mengurangi

tindak kejahatan transnasional tersebut

.

BAB II

KONSEP

Page 3: [TNC] Makalah Kel TNC ^o^[Gun Trafficking in SEA].doc

Pengertian kejahatan transnasional menurut Bambang Cipto adalah:

Kejahatan Transnasional adalah kelompok terorganisir yang tujuan utamanya mendapat uang baik secara legal maupun tidak legal dengan menjual barang dagangan apapun yang dapat memberikan keuntungan maksimal dengan resiko sesedikit mungkin.1

Kemudian Antonio Nicasso dan Lee Lemothe berpendapat:

Kejahatan transnasional adalah sindikat yang terorganisir tersusun secara rapi dengan berangotakan sebuah masyarakat rahasia yang berasal dari beberapa Negara dengan tujuan untuk menjalankan operasi rahasia dan didukung oleh kemampuan informasi dan komunikaksi yang lengkap, guna melumpuhkan sistem yang menjadi sasarannya.2

Sesuai pasal 1 ayat 1 UU Darurat RI No. 12 tahun 1951, definisi dari

pelaku perdagangan senjata gelap adalah:

Barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba, memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mmempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia suatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.

Salah satu bentuk kejahatan transnasional ini adalah perdagangan senjata

illegal yang didefinisikan oleh Komisi Perlucutan Senjata PBB sebagai “(trade)

which is contrary to the laws of States and/or international law”. Definisi ini

memunculkan kemungkinan dua jenis pasar senjata ilegal: grey market dan black

market. Grey market merujuk pada situasi dimana perdagangan terjadi dengan

sepengetahuan pemerintahan nasional, walaupun mungkin melanggar aturan

internasional. Sementara black market merujuk pada perdagangan yang terjadi

sepenuhnya di luar kontrol pemerintahan nasional.3 Salah satu bentuk senjata yang

1 Bambang Cipto, 2007, Hubungan Internasional di Asia Tenggara, Pustaka Pelajar: Yogjakarta, hal. 224.

2 Antonio Nicasso dan Lee Lemothe, 2003, Mafia Global: Sebuah Ekspose Kejahatan Saat Ini, Gramedia Pustaka: Jakarta, Hal 1.

3Http://pjvermonte.wordpress.com/2006/07/15/corporate-warriors-dan-perdagangan-senjata-ilegal/ diakses tanggal 19 Mei 2015 pukul 16.17 Wib.

Page 4: [TNC] Makalah Kel TNC ^o^[Gun Trafficking in SEA].doc

paling umum diperdagangkan adalah small arms. Definisi small arms oleh sebuah

kelompok ahli untuk PBB pada tahun 1997 adalah:

semua senjata yang dapat dibawa oleh seseorang untuk penggunaan perorangan. Diantaranya, meliputi revolver dan pistol semi otomatis, senapan dan karaben, submachine guns, senjata-senjata serbu,dan senjata-senjata mesin (light machine guns), serta termasuk amunisi dan bahan peledak.4

Peredaran senjata ini tentunya didorong oleh perdagangan internasional,

yang didefinisikan sebagai perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu

negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk

yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara

individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan

pemerintah negara lain. Pelaksanaan perdagangan internasional antarnegara

memerlukan perjanjian-perjanjian untuk mengatur lalu lintas perdagangan

tersebut. Selain itu, juga untuk menentukan mana yang termasuk perdagangan

legal dan ilegal. Khusus untuk perdagangan senjata, digunakan hukum

perdagangan dan hukum internasional.

Majelis Umum PBB telah membentuk the UN Programme of Action to

Prevent, Combat, and Eradicate the Illicit Trade in Small Arms and Light

Weapons in All Its Aspects dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan

norma dan langkah-langkah terhadap kontrol atas small arms pada tingkat global,

regional dan nasional. Di dalamnya mencakup isu-isu penting terkait perdagangan

small arms yaitu brokering, marking dan tracing.

Perjanjian internasional lainnya tentang perdagangan senjata ialah the UN

Firearms Protocol yang menjadi bagian dalam negosiasi UN Convention Against

Transnational Organized Crime tahun 2001. Protokol ini sifatnya lebih sempit

atau terfokus bila dibandingkan dengan Program Aksi PBB sebelumnya.

Setidaknya ada 4 elemen penting di dalamnya yaitu langkah marking, langkah

menghubungkan marking dengan record-keeping, langkah tracing untuk

mengindentifikasi sumber penyedia ilegal, dan langkah kriminalisasi perdagangan

senjata ilegal.

4 Http://ytm.or.id/pdf/kertasposisi4.pdf diakses tanggal 19 Mei 2015 pukul 16.17 Wib.

Page 5: [TNC] Makalah Kel TNC ^o^[Gun Trafficking in SEA].doc

Dalam menghadapi perdagangan senjata illegal di kawasan Asia Tenggara

diperlukan kerjasama di tingkat regional untuk menjaga keamanan kawasan.

Konsep tentang keamanan didefinisikan oleh Arnold Wolfers yang menyatakan

“Security, in any objective sense, measures the absence of threats to acquired

values and in a subjective sense, the absence of fear that such values will be

attacked”5. Definisi keamanan ini menekankan pada kebebasan dari ancaman-

ancaman seperti militer yang difokuskan pada negara, serta mengindikasikan

adanya perbedaan aktor keamanan seperti individu, nasional atau internasional.

Sedangkan menurut Barry Buzan konsep keamanan dapat dikaji sebagai pengaruh

dari masing-masing posisi ekstrim antara kekuatan dan perdamaian. Menurutnya

keamanan berkaitan dengan kelangsungan hidup dimana isu-isu yang mengancam

kelangsungan hidup kolektif tertentu dipandang sebagai ancaman yang

eksistensial. Sehingga perlu tindakan yang memprioritaskan isu tersebut untuk

ditangani sesegera mungkin, sebab ini menyangkut human security.6 Coopertif

security yang menekankan pada upaya menciptakan keamanan melalui dialog,

konsultasi, pembentukan rasa saling percaya tanpa harus melalui pendekatan-

pendekatan formal institusional. Ini dapat dilihat pada kerjasama keamanan

negara-negara Asia Pasifik melalui forum ARF (ASEAN Regional Forum).7

Dalam mengkaji masalah gun trafficking digunakan bebeapa unit analisis

yaitu individu, kelompok/organisasi, dan negara yang ada di kawasan Asia

Tenggara:

1. Individu, yang dimaksud dengan individu di sini adalah pelaku

perdagangan senjata ilegal yang berupa perorangan, yang penggunaannya

untuk kepentingan pribadi.

2. Kelompok atau organisasi, yang dimaksud kelompok atau organisasi

adalah sekelompok orang yang bekerja secara terorganisir dalam praktek

penjualan senjata ilegal, baik sebagai pengedar maupun pemakai. Seperti

kelompok separatisme, teroris, dan pemberontak dalam suatu negara.

5 Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, 2006, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, PT. Remaja Rosdakarya : Bandung, Hal. 121.6 Ibid, Hal. 122.7 Ibid, Hal 129.

Page 6: [TNC] Makalah Kel TNC ^o^[Gun Trafficking in SEA].doc

3. Negara, yang dimaksud negara di sini adalah negara yang terlibat dalam

perdagangan senjata ilegal, baik sebagai pelaku maupun sebagai pihak

yang menangani tindak kejahatan tersebut.

Indonesia memiliki undang-undang mengenai perdagangan senjata

ilegal, yaitu Undang-Undang darurat RI No. 12 tahun 1951. Undang-undang ini

sangat kuat melarang masuknya senjata api secara ilegal ke wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Undang-undang ini dapat menjerat para

penyimpan, pemilik, dan pengimpor senjata ilegal dengan hukuman berat mulai

dari kurungan 20 tahun, seumur hidup, sampai hukuman mati. Jika tindak pidana

ini terkait dengan aksi terorisme maka dapat ditambah dengan jeratan hukum

mengenai Antiterorisme sesuai UU No. 15 tahun 2003.

BAB III

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Perdagangan Senjata Ilegal

Page 7: [TNC] Makalah Kel TNC ^o^[Gun Trafficking in SEA].doc

Adapun konsep senjata dalam gun trafficking ini ialah senjata dalam

bentuk small arms. Setidaknya ada empat karakteristik senjata untuk

dikategorikan sebagai small arms, yaitu portable, murah, durable dan tradeable.

Menurut data Small Arms Survey, terdapat 639 juta pucuk senjata yang terdata di

dunia. Dengan demikian setidaknya ada lebih dari satu buah senjata di tiap 12

orang di muka bumi ini. Jumlah tersebut belum termasuk kepemilikan senjata

pribadi yang tidak terdata yang tersebar di berbagai negara besar. Jumlah persis

senjata ilegal sulit dipastikan. Namun, sirkulasi senjata jenis ringan dan berkaliber

ringan yang beredar di dunia diperkirakan 900 juta pucuk dan sekitar separuhnya

beredar di kalangan masyarakat sipil.

Diperkirakan peningkatan perdagangan dan bisnis senjata telah melibatkan

individu, kelompok-kelompok subnasional dan aktor-aktor non-negara, yang

bertindak sebagai pengguna. Semakin maraknya tindak kejahatan ini dikarenakan

gun trafficking merupakan sumber pendapatan nomor satu dari segi penghasilan

melalui tindak kejahatan. Dilihat dari sisi permintaan, praktek perdagangan small

arms mencakup tiga segmen pasar, yaitu kepentingan pertahanan negara,

kelompok non-negara dan pada konteks mikro, individu. Di sisi penawaran,

negara-negara penghasil senjata melihat ini sebagai bisnis yang menguntungkan.

Di samping itu, mudahnya akses terhadap perdagangan senjata berkaitan

erat dengan terorisme internasional dan perdagangan obat-obatan terlarang.

Bahkan, telah diakui secara universal, perdagangan senjata telah menjadi

”destabilizing factor” yang memperpanjang konflik, mengesampingkan perjanjian

perdamaian, memperumit upaya-upaya pencapaian perdamaian serta

memperlambat pembangunan ekonomi-sosial. Ada tiga jenis penjualan senjata

ilegal, yaitu: antarpemerintah; pemerintah untuk aktor non-negara (misalnya

kelompok pemberontak) di negara lain penjualan komersial, termasuk yang tidak

secara langsung antara penjual dan penerima, misalnya, ditengahi penjualan.

B. Faktor Pendorong

1. Akses senjata api yang tidak hanya dimiliki oleh aktor negara;

2. Kurangnya kontrol pemerintahan nasional;

3. Tidak ada transparansi public;

4. Kurangnya pendataan kepemilikan senjata;

Page 8: [TNC] Makalah Kel TNC ^o^[Gun Trafficking in SEA].doc

5. Kurangnya kontrol TNI;

6. Motif pertahanan dan keamanan (khususnya bagi kelompok separatis);

7. Motif Ekonomi.

C. Perdagangan Senjata Ilegal di Asia Tenggara

Pada dasarnya, terjadinya penyelundupan senjata di kawasan Asia

Tenggara tidak terlepas dari adanya beberapa konflik internal dan gerakan

separatisme yang terjadi di Filipina, Indonesia, Kamboja, Myanmar, dan Thailand.

Ironisnya salah satu pemicu maraknya perdagangan senjata ilegal ini adalah

adanya kontrol dan peraturan ketat terhadap izin perdagangan senjata, yang

dikenakan oleh produsen senjata di negara-negara maju terhadap konsumen

senjata di negara-negara berkembang, seperti negara-negara ASEAN. Selain itu,

pasokan penyelundupan senjata juga datang dari persenjataan yang masih bebas

beredar di kalangan masyarakat sipil di negara-negara yang pernah terlibat perang

saudara berkepanjangan seperti Kamboja, Laos, ataupun wilayah perbatasan

kedua negara dengan Thailand.

Secara umum ada beberapa faktor yang memperkuat eksistensi

perdagangan gelap senjata di Asia Tenggara diantaranya:

- letak geografis Asia Tenggara yang strategis dan dikelilingi perairan;

- secara internal di dalam tubuh negara di kawasan ini terdapat

pengkhianatan yang mendukung kegiatan small arms dengan memasok

pesenjataan konvensional yang umumnya berasal dari kelompok

militer atau kalangan pejabat pemerintah;

Di kawasan regional Asia Tenggara permasalahan small arms bukanlah

sesuatu yang baru karena telah ada sejak tahun 1960-an. Beberapa kasus atau

konflik yang terjadi disebabkan oleh small arms di Asia Tenggara, adalah

Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Molukas dan Poso di Indonesia, kemudian

Liberation Tigers of Tamil Eelam (LTTE), Songkhla, Pattani, Yala dan propinsi

Narathiwat di Thailand, serta Moro Islamic Liberation Front (MILF) di Filipina.

Salah satu daerah sumber senjata selundupan di Asia Tenggara adalah

Filipina bagian selatan. Senjata selundupan dari daerah tersebut dipasok atas

permintaan pihak di beberapa negara termasuk di Indonesia khususnya daerah

rawan konflik. Untuk daerah Poso, Sulawesi Tengah, penyelundupan senjata dari

Page 9: [TNC] Makalah Kel TNC ^o^[Gun Trafficking in SEA].doc

daerah Filipina Selatan dibawa masuk melalui pintu kepulauan Sangihe Talaud di

Sulawesi Utara. Biasanya, senjata jenis M16 diselundupkan melalui metode

lompat kodok, yakni penyelundupan dengan cara berpindah dari satu pulau ke

pulau lain di daerah kepulauan Sangihe Talaud, untuk selanjutnya dibawa sampai

ke Poso.

Jalur lain yang digunakan selain jalur Talaud adalah wilayah perbatasan

Malaysia dan Kalimantan. Dari Filipina bagian selatan, para penyelundup

membawa senjata-senjata tersebut dahulu ke Tawao (Malaysia). Seterusnya

senjata selundupan kemudian dimasukkan ke Nunukan (Kalimantan Timur),

untuk dibawa ke Poso. Beberapa titik transit sebelum senjata-senjata selundupan

asal Filipina Selatan sampai di Poso, yakni desa-desa pesisir di Kabupaten Parigi

Moutong, Kepulauan Togean di Kabupaten Tojo Unauna, dan Kolonodale atau

Bungku Selatan di Kabupaten Morowali lewat pelabuhan dan pintu masuk kedua

negara yakni Pulau Miangas dan Marore.8

Dari titik-titik transit tersebut di atas, senjata dipindahkan ke Poso, dengan

mempertimbangkan perkembangan situasi. Disaat situasi memanas, senjata

dibawa ke Poso melalui laut, sebagian dengan memanfaatkan perahu nelayan

yang bergerak di malam hari agar memudahkan pemindahan dan menghindari

pemeriksaan aparat. Bahkan, juga diangkut melalui perjalanan darat, dengan

modus mobilisasi bantuan kemanusiaan. Biasanya, senjata laras pendek dan

amunisi dimasukkan ke dalam karung-karung berisi beras atau kotak-kotak mie

instant, untuk mengelabui pemeriksaan aparat. Sebaliknya, dalam situasi tenang,

senjata api dan amunisi mudah diselundupkan ke Poso. Ketika aparat keamanan

melonggarkan pemeriksaan terhadap kendaraan yang keluar masuk Poso, senjata

dan amunisi selundupan tersebut mudah dibawa masuk, baik dengan kendaraan

roda empat, maupun dengan sepeda motor. Metode penyelundupan lain yang

digunakan yaitu dengan membongkar bagian-bagian senjata dan memasukkan ke

dalam pipa paralon, agar kemudian mudah dibawa dan tak terdeteksi.

Senjata-senjata selundupan ini disuplai dan digunakan selama konflik

bernuansa SARA di Sulawesi Tengah. Sejak pecahnya konflik di Poso, banyak

fakta tentang penggunaan berbagai jenis senjata api illegal. Di antaranya,

8 Harian Sinar Harapan, 28 Agustus 2002, hal. 29.

Page 10: [TNC] Makalah Kel TNC ^o^[Gun Trafficking in SEA].doc

termasuk kategori bolt action rifle, seperti SMLE No.5 jungle carbine (Inggris),

yang lazim dikenal dengan LE (Lee-Enfield) atau jungle. Adapula jenis senapan

serbu, seperti M16 buatan Colt (USA) dan AK-47 (Avtomat Kalashnikova)

buatan Rusia, senapan semi otomatif seperti SKS (Samozarydnyj Karabin

Simonova atau Simonov selfloading carabine) buatan Rusia dan M1 Carbin

(USA). Juga terdapat senjata kategori sub-machine gun, seperti Uzi (Israel).

Bahkan, ada senjata mesin (machine gun) FN Minimi (Belgia), Bren MK.3

(Inggris) dan RPD yang juga buatan Rusia. Walaupun konflik di Sulawesi Tengah

telah mereda, namun kepemilikan senjata secara illegal masih banyak di wilayah

tersebut. Menurut Kantor Berita ANTARA dalam website resmi Departemen

Pertahanan Nasional RI, TNI dan Polri telah melakukan operasi Sintuwu Maroso

(Operasi Pemulihan Keamanan Poso) XII yang dilaksanakan sejak tanggal 14 Juli

2005 hingga tanggal 14 Januari 2006. Selama periode itu, berhasil ditemukan 219

senjata api beserta 1.327 butir peluru, 12 bom, dan 5 buah granat9.

Kabar terkini megenai peredaran senjata api illegal yang ditengarai berasal

dari selundupan di daerah perairan perbatasan antara Filipina dan Indonesia per 13

januari 2010 masih menunjukkan .begitu banyak dan mudahnya terjadi

penyelundupan. Dari data Polda Sulawesi Tengah, sebanyak 368 pucuk senjata,

dimana 294 diantaranya berupa senjata bahu, 16 pucuk jenis dumdum, 40 pucuk

senjata genggam laras pendek, 18 buah magazine dan sebanyak 2503 butir

amunisi berhasil diamankan oleh pihak aparat.10 Kapolda Sulteng merilis bahwa

pihaknya telah lama mengidentifikasi adanya tindak kejahatan transnasional yang

menjadikan wilayahnya sebagai daerah tujuan dari hasil perdagangan dan

penyelundupan senjata. Lebih lanjut dikatakan bahwa pihak kepolisian telah

melakukan kordinasi dengan TNI AL khususnya dalam hal peningkatan

pengamanan wilayah perairan yang sering “kecolongan” oleh jaringan

penyelundupan khususnya penyelundupan senjata.

Khusus untuk Filipina sebagai daerah asal berbagai senjata illegal yang

dipakai di daerah rawan konflik seperti Poso, TNI AL dan AL Filipina akan

9 http://www.dephan.go.id//modules.php?name=News&file=article&sid=7122 diakses tanggal 4 april 1010 Pk. 14.26

10 http://kotapalu.net/ratusan-senjata-api-di-palu-dimusnahkan-liputan-6, di akses tanggal 4 April 2010 Pk. 14.01 WITA.

Page 11: [TNC] Makalah Kel TNC ^o^[Gun Trafficking in SEA].doc

menggelar operasi terkoordinasi pada April 2010.11 Selain patroli laut, TNI juga

merencanakan memasang sejumlah radar di daerah Kalimantan Timur dan

Sulawesi Utara. Tujuannya untuk memantau lalu lintas kapal yang melewati jalur

tersebut. Hal tersebut juga merupakan upaya untuk mengantisipasi serta

mengeliminir senjata illegal yang masuk ke wilayah Sulawesi khususnya yang

berasal dari Filipina.

D. Dampak yang Ditimbukan

Perdagangan senjata yang terjadi, tidak hanya mengakibatkan gangguan

kestabilan di kawasan Asia Tenggara. Namun, membawa dampak lain seperti:

1. Makin memperpanjang konflik dan berbagai bentuk pelanggaran hak asasi

manusia di kawasan ini;

2. Penyebaran small arms ini dalam jumlah banyak menjadi daya hancur

yang cukup besar seperti missile, aircraft bombers atau sophisticated

tanks;

3. Perdagangan senjata yang melibatkan pemerintah suatu negara ke

organisasi yang ada di negara lain, akan menimbulkan perselisihan

antarnegara tersebut;

4. Maraknya aksi kejahatan ini, memicu negara-negara di kawasan Asia

Tenggara untuk bekerjasama dalam menanganinya.

E. Hukum yang Berlaku

Saat ini, hukum yang ada di kawasan Asia Tenggara secara regional,

masih kurang kuat dalam mengatasi tindak kejahatan transnasional termasuk gun

trafficking, sebab ASEAN belum memiliki hukum yang mengatur tiap negara

anggotanya mengenai masalah ini. Kerjasama bilateral dalam menangani gun

trafficking pun terkendala oleh pihak negara belum melakukan perjanjian

ekstradisi. Faktor lainnya, kurangnya fasilitas yang memadai untuk melakukan

operasi dalam usaha menangkap dan menyita senjata-senjata gelap yang

diperdagangkan, yang pada umumnya transaksi dilakukan di perairan. Terlebih

11 http://www.dephan.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=7634, di akses tanggal 4 April 2010 Pk. 14.06 WITA.

Page 12: [TNC] Makalah Kel TNC ^o^[Gun Trafficking in SEA].doc

lagi koordinasi yang kurang antar negara di kawasan Asia Tenggara dalam usaha

menaggulangi permasalahan small arms tersebut. Khusus di Indonesia,

terbatasnya kapal patroli, TNI AL menjadi hambatan dalam memantau dan

mencegah aksi penyelundupan senjata serta bahan peledak dari Filipina dan

Malaysia ke Sulawesi Utara.

F. Penanggulangan

Penanganan masalah perdagangan senjata ilegal perlu penanganan secara

bersama antarnegara-negara dan semua pihak yang ada di dalamnya. Dengan

penyelesaian secara politik dan hukum baik di tingkat nasional, regional, dan

internasional. Penanggulangan ini telah disadari oleh negara-negara ASEAN pada

tanggal 29 Maret 2010 dimana wakil dari 10 negara, organisasi internasional serta

akademisi ini membahas mengenai perdagangan senjata ilegal di kawasan Asia

Tenggara. Hasil dari kesepakatan ini masih bersifat politik dimana belum

mengikat secara hukum. Namun, kelanjutan kesepakatan hukumnya akan dibahas

pada bulan Juni 2010. 12

Kerjasama TNI AL Indonesia dan Angkatan Laut Filipina dapat menjadi

contoh bagi negara lain di kawasan ini untuk sering melakukan patroli secara

bersama-sama. Meskipun kerjasama bilateral ini belum didukung oleh perangkat

hukum seperti MoU, perjanjian ekstradisi dan lain-lain, kerjasama ini tetap harus

dijaga. Walaupun kedepannya perangkat hukum tersebut akan sangat diperlukan.

Salah satu bentuk penanggulangan lainnya adalah pemberlakuan standarisasi

sistem internasional yang mengatur ekspor dan dokumentasi tujuan dari senjata-

senjata yang akan diperdagangkan, termasuk mengenai jaringan para pialang,

agen, keuangan, dan pengangkut. Selain itu, diperlukan komitmen dari negara-

negara untuk manjalankan larangan transfer senjata kepada pengguna ilegal atau

para pelanggar HAM berat.

12 http://www.maju-indonesia-ku.co.cc/2010/03/10-negara-asia-bahas-perdagangan.html , tanggal akses 4 April 2010 Pk. 13.55 WITA.

Page 13: [TNC] Makalah Kel TNC ^o^[Gun Trafficking in SEA].doc

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Perdagangan senjata ilegal telah merambak, di kawasan Asia Tenggara

yang memiliki letak strategis, hal ini utamanya di dorong oleh konflik internal dan

gerakan separatis. Geografis perairan kawasan inipun memudahkan perpindahan

barang secara ilegal. Kejahatan ini mengakibatkan makin maraknya pelanggaran

HAM dan meningkatkan konflik berdarah di dalam internal negara kawasan Asia

Tenggara. Secara regional, kawasan ini belum memiliki hukum yang mengatur

tindak pidana gun trafficking dalam kawasannya. Yang ada hanyalah kerjasama

bilateral antar negara yang terkait kasus perdagangan senjata ilegal ini.

B. SARAN

Diperlukan suatu komitmen yang kuat antar negara-negara di kawasan

Asia Tenggara untuk bersama-sama memerangi gun trafficking. Cara pertama

yang harus di lakukan oleh ASEAN sebagai organisasi kawasan ini adalah dengan

menetapkan peraturan yang dapat mengatur serta mengeleminir kejahatan

transnasional berupa perdagangan senjata gelap. Gerakan separatis dan terorisme

bersenjata di berbagai wilayah di Asia Tenggara sebenarnya dapat menjadi alasan

Page 14: [TNC] Makalah Kel TNC ^o^[Gun Trafficking in SEA].doc

kuat bagi ASEAN membentuk suatu rezim keamanan regional melalui pengaturan

lalu lintas perdagangan senjata.

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal :_____ 2001. Kerjasama ASEAN dalam Menanggulangi Kejahatan Lintas Negara.

Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia: Jakarta.

Makalah :_____2005. Peredaran Senjata Api di Sulawesi Tengah :Mata Rantai, Motif dan

Penanggulangannya. Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah : Palu. (Makalah disampaikan dalam seminar tentang Peredaran Senjata Api di Sulawesi Tengah,dilakukan oleh Yayasan Tanah Merdeka, Palu)

Buku :Cipto, Bambang. 2007. Hubungan Internasional di Asia Tenggara. Pustaka

Pelajar: Yogjakarta.

Nicasso, Antonio dan Lee Lemothe. 2003. Mafia Global: Sebuah Ekspose Kejahatan Saat In. Gramedia Pustaka: Jakarta.

Perwita, Anak Agung Banyu dan Yanyan Mochamad Yani, 2006, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, PT. Remaja Rosdakarya : Bandung.

Ecip, Sinansari, Darwis Waru, Alip Yog Kunandar (2002). Rusuh Poso rujuk Malino, Cahaya Timur, Jakarta.

Surat Kabar:Harian Sinar Harapan, 28 Agustus 2002, hal. 29.

Internet :

http://ardava.com/2010/03/22/tni-al-dan-al-filipina-kerjasama-awasi-perbatasan-dari-penyelundupan-senjata/ di akses tanggal 4 April 2010 Pk. 12.11 WITA.

Page 15: [TNC] Makalah Kel TNC ^o^[Gun Trafficking in SEA].doc

http://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_internasional diakses tanggal 3 April 2010 pukul 13.34 wita.http://kotapalu.net/ratusan-senjata-api-di-palu-dimusnahkan-liputan-6, di akses

tanggal 4 April 2010 Pk. 14.01 WITA.

http://pjvermonte.wordpress.com/2006/07/15/corporate-warriors-dan-perdagangan-senjata-ilegal/ diakses tanggal 3 April 2010 pukul 13.33 wita.

http://www.dephan.go.id//modules.php?name=News&file=article&sid=7122, di akses tanggal 4 April 2010 Pk. 14.26 WITA.

http://www.dephan.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=7634, di akses tanggal 4 April 2010 Pk. 14.06 WITA.

http://www.indonesia.go.id/id/index.php/content/index.php?option=com_content&task=view&id=3840&Itemid=692, di akses tanggal 4 April 2010 Pk. 14.06 WITA.

http://www.maju-indonesia-ku.co.cc/2010/03/10-negara-asia-bahas-perdagangan.html, tanggal akses 4 April 2010 Pk. 13.55 WITA.

http://ytm.or.id/pdf/kertasposisi4.pdf, diakses tanggal 2 April 2010 pukul 12.45 wita.