63
REFERAT THT TONSILLECTOMY DISUSUN OLEH : ELSYA APRILIA 1102010088 PRESEPTOR dr. H. Gunawan Kurnaedi, Sp. THT-KL dr. Elananda Mahendrajaya, Sp.THT-KL DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSU Dr. SLAMET GARUT

Tonsillectomy

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tonsilektomi adalah prosedur operasi kuno, dan sudah dilakukan sejak abad pertama tahun masehi. Tonsilektomi dan adenoidectomy merupakan prosedur yang paling umum dilakukan oleh otolaryngologists di seluruh dunia. Ketika tonsilektomi dilakukan dengan indikasi yang tepat, tindakan ini akan memberikan kontribusi untuk peningkatan kualitas hidup dan pada beberapa kasus dapat membantu menghilangkan gejala kesulitan bernapas.

Citation preview

REFERAT THT

TONSILLECTOMY

DISUSUN OLEH :

ELSYA APRILIA1102010088

PRESEPTOR dr. H. Gunawan Kurnaedi, Sp. THT-KLdr. Elananda Mahendrajaya, Sp.THT-KL

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSU Dr. SLAMET GARUT

PERIODE 2 MARET 2015 2 APRIL 2015

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan referat dengan judul TONSILLECTOMY yang disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kepaniteraan di bagian THT RSU dr. Slamet Garut.

Pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:1. Dr. H. W. Gunawan Kurnaedi Sp.THT-KL selaku kepala SMF dan konsulen THT RSU dr. Slamet Garut yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmu kepada penyusun.1. Dr. Elananda Sp.THT-KL selaku Konsulen THT RSU dr. Slamet Garut yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmu kepada penyusun.1. Dr. Sofyan Sp.THT dosen Ilmu Kedokteran THT FK Universitas YARSI yang telah memberi bimbingan serta pengajaran kepada penyusun selama ini.1. Para perawat di poliklinik THT yang telah banyak membantu penyusun dalam kegiatan klinik sehari-hari.1. Orang tua dan keluarga yang tidak pernah berhenti memberi kasih sayang, mendoakan dan memberi dukungan kepada penyusun. 1. Teman-teman sejawat yang telah banyak memberikan inspirasi dan dukungannya.

Penyusun menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, untuk itu penyusun mengharapkan kritik serta saran. Semoga dengan adanya referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi semua pihak.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Garut, Maret 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR . 1DAFTAR ISI 2BAB I PENDAHULUAN 3BAB II ANATOMI TONSIL 4BAB III TONSILLECTOMY 3.1 Definisi Tonsillectomy 93.2 Epidemiologi Tonsillectomy93.3 Sejarah Tonsillectomy 113.4 Indikasi Tonsillectomy 133.5 Kontraindikasi Tonsillectomy 153.6 Evaluasi Pre-Operatif 153.7 Persiapan Operasi 163.8 Teknik Operasi Tonsillectomy 193.8.1 Dissection And Snare Method223.8.2 Diathermy / Electrocautery 233.8.3 Radiofrequency / Electrosurgery 243.8.4 Harmonic Scalpel 243.8.5 Laser Dissection Tonsillectomy253.8.6 Guillotine Tonsillectomy 253.8.7 Intracapsular Partial Tonsillectomy 273.8.8 Plasma Mediated Ablation Technique (Coblation) 273.8.9 Cryosurgical Technique 283.9 Komplikasi Tonsillectomy 283.10 Perawatan Post Operasi 293.11 Prognosis Post Tonsillectomy 35BAB IV KESIMPULAN 36DAFTAR PUSTAKA 37

BAB IPENDAHULUAN

Tonsilektomi adalah prosedur operasi kuno, dan sudah dilakukan sejak abad pertama tahun masehi. Tonsilektomi dan adenoidectomy merupakan prosedur yang paling umum dilakukan oleh otolaryngologists di seluruh dunia. Ketika tonsilektomi dilakukan dengan indikasi yang tepat, tindakan ini akan memberikan kontribusi untuk peningkatan kualitas hidup dan pada beberapa kasus dapat membantu menghilangkan gejala kesulitan bernapas.

Manfaat dari prosedur ini telah dibuktikan secara konsisten. Pada sekitar 70-80% kasus, prosedur ini dilakukan dengan tujuan kuratif dan tindak lanjut setelah operasi biasanya tidak memerlukan perawatan lebih lanjut terutama untuk obstructive sleep apneu (OSA).

Laporan McKinsey Nasional Health service di Inggris, baru-baru ini dianggap bahwa tonsilektomi dengan indikasi relatif tidak efektif dan sering menjadi prosedur yang dibenarkan. Audit dilakukan untuk memperkuat argumen bahwa tonsilektomi adalah pengobatan yang valid, audit melaporkan bahwa 85% dari pasien memiliki semua kriteria penting / indikasi didokumentasikan, yang memerlukan prosedur ini. Kemudian disimpulkan bahwa prosedur ini dapat mengurangi morbiditas pasien dan ketidak hadiran dari bekerja jika dilakukan untuk indikasi yang tepat.

Berbagai teknik yang tersedia untuk ahli bedah kini termasuk elektrokauter, microdebrider, ultrasonic scalpel, dan Coblation. Infeksi dan obstruksi secara umum merupakan indikasi utama yang paling umum untuk tonsilektomi dan adenotonsilektomi di seluruh dunia. Infeksi dalam jangka waktu yang lama merupakan indikasi yang paling umum untuk dilakukannya tindakan tonsilektomi atau adenoidektomi hingga tahun 1980-an; Namun saat ini, dilaporkan bahwa obstruksi lebih sering menjadi indikasi utama dilakukannya tonsilektomi atau adenoidektomi.

BAB IIANATOMI TONSIL

Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel pernapasan. "Tonsil" merujuk secara khusus untuk tonsila palatina, dan "adenoid" mengacu pada tonsilo faringeal. Selain itu, terdapat tonsilla lingual di lidah posterior dan tonsil tuba di belakang lubang saluran tuba eustachius. Cincin Waldeyer adalah cincin dari empat jaringan limfoid di faring dibentuk oleh tonsila palatina ("tonsil"), tonsilo faringeal ("adenoid"), tonsil tuba, dan tonsil lingual.

Gambar 2. 1 Berbagai letak tonsil disekitar rongga mulut

Tonsil PalatinaTonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid berbentuk ovoid berdiameter 10-15 mm yang terletak di dalam fossa tonsilaris pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Permukaannya tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam Cryptae Tonsillares yang berjumlah 6-20 kripte. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fossa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh: Lateral : Muskulus konstriktor faring superior Anterior : Muskulus palatoglosus Posterior : Muskulus palatofaringeus Superior : Palatum mole Inferior : Tonsil lingual

Gambar 2.2 Anatomi Tonsila Palatina

Fosa TonsilFosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Berlawanan dengan dinding otot yang tipis ini, pada bagian luar dinding faring terdapat nervus ke IX yaitu nervusGlosofaringeal.

Vaskularisasi Vaskularisasi tonsil diperoleh dari 4 cabang arteri. Yaitu : Arteri tonsillaris anterior berasal dari arteri lingularis dorsalis dari arteri lingularis Arteri tonsillaris posterior berasal dari cabang arteri palatine ascenden dan arteri pharyngeal ascenden Arteri tonsillaris superior berasal dari cabang besar arteri maxillaris Arteri tonsillaris inferior berasal dari arteri fascialis Darah venous dari tonsil terutama dibawa oleh vena tonsillaris dan vena paratonsillar di sekitar kapsula tonsillaris membentuk pleksus venosus yang mempunyai hubungan dengan pleksus pharyngealis. Vena paratonsillaris dari palatum mole menuju ke bawah lewat pada bagian atas tonsillar bed untuk menuangkan isinya ke dalam pleksus pharyngealis.

Gambar 2.3 Vaskularisasi tonsila palatina

Aliran LimfatikCairan limfe dituangkan ke limfonodi submaxillaris, limfonodi cervicalis superficialis dan sebagian besar ke limfonodi cervicalis profundus superior terutama pada limfonodi yang terdapat di dorsal angulus mandibular (lnn. tonsillaris). Nodus paling penting pada kelompok ini adalah nodus jugulodigastricus yang terletak di bawah dan belakang angulus mandibulae.

PersarafanPersarafan tonsilla lingualis ini berasal dari nervus glossopharyngeal (N. IX) dan nervus trigeminus (N. V). nervus trigeminus mempersarafi bagian atas tonsil melalui cabangnya yang melewati ganglion sphenopalatina yaitu nervus palatina. Bagian bawah dipersarafi oleh nervus glossopharyngeal.

Cincin waldeyerSeperti telah disebutkan sebelumnya pada perbatasan orofaring dengan cavum oris terdapat tonsil palatine. Pada nasofaring terdapat adenoid atau tonsila faringeal. Pada orofaring terdapat granula dan lateral pharyngeal band. Selain itu ,masih ada kelompok-kelompok jaringan limfoid pada radiks lingua yang disebut tosilla lingual. Semua jaringan limfoid ini membentuk suatu cincin yang disebut cincin waldeyer yang melingkar pada awal jalan napas maupun jalan makan.

Fungsi cincin waldeyer adalah sebagai benteng bagi saluran makan maupun saluran napas terhadap serangan kuman-kuman yang ikut masuk bersama makanan atau minuman dan udara pernafasan. Selain itu anggota-anggota cincin waldeyer ini dapat menghasilkan antibody limfosit.

Gambar 2.4 Cincin Waldeyer

HistologiTonsil termasuk jaringan MALT (Mukosa Associated limfoid Tissue).Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng non-keratinisasi yang juga melapisi invaginasi atau kripti tonsila. Kripta meningkatkan luas permukaan tonsil. Dibawah epitel terdapat jaringan ikat dan banyak nodulus limfatikus yang tersebar sepanjang kripta tonsillar. Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik. Noduli sering saling menyatu dan umumnya memperlihatkan pusat germinal. Kripte pada tonsila palatina dalam dan bercabang-cabang dan terdapat kripte dalam jumlah yang banyak. Pada kripte ini bermuara kelenjar-kelenjar submukosa yang terdapat di sekitar tonsil.

Jaringan ikat dibawah tonsilla palatina membentuk kapsul. Jaringsn ikst membentuk trabekula dan terdapat pembuluh darah yang masuk melalui kapsul dan melewati permukaan tonsil diantara nodulus limfattikus. Dibawah kapsula terdapat jaringan otot.

Gambar 2.5 Histologi tonsilla palatina

Imunologi TonsilTonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel ret ikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan pusat germinal pada folikel ilmfoid.

Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.

BAB IIITONSILLECTOMY

Ketika terapi medis (antibiotik) gagal untuk menyembuhkan infeksi tonsil kronis yang mempengaruhi anak atau saat tonsil membesar, menyebabkan mendengkur yang keras, obstruksi jalan napas bagian atas, dan gangguan tidur lainnya, jalan terbaik dapat dilakukan pengangkatan tonsil dan adenoid. Tonsilektomi merupakan salah satu prosedur bedah yang paling umum dilakukan pada anak-anak di Amerika Serikat. Lebih dari 500.000 tonsilektomi dilakukan setiap tahun di Amerika Serikat. Alasan paling umum untuk melakukan tonsilektomi adalah obstruksi jalan napas atas atau tidur gangguan pernafasan karena amandel besar dan tonsilitis kronis. Indikasi lain untuk tonsilektomi adalah: salah satu tonsil jauh lebih besar dari yang lain; lubang atau kumpulan kantong dalam amandel, bau mulut, atau masalah menelan yang berhubungan dengan amandel besar. Sebuah tonsilektomi dilakukan di bawah anestesi umum dan memakan waktu sekitar 45- 60 menit. 3.1. DEFINISI TONSILLECTOMYTonsilektomi didefinisikan sebagai operasi pengangkatan seluruh tonsila palatina (Hermani B, 2004). Menurut Mosbys Dictionary of Medicine, Nursing and Health Profession (2006) pula, tonsilektomi adalah eksisi surgikal tonsil palatina untuk mencegah tonsilitis rekuren.

Tonsilektomi didefinisikan sebagai prosedur bedah yang dilakukan dengan atau tanpa adenoidektomi yang benar-benar mengangkat tonsil, termasuk kapsul nya, dengan membedah ruang peritonsillar antara kapsul tonsil dan dinding otot.

3.2. EPIDEMIOLOGI TONSILLECTOMYTonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman, namun hal ini bukan berarti tonsilektomi merupakan operasi minor karena tetapmemerlukan keterampilan dan ketelitian yang tinggi dari operator dalam pelaksanaannya. Di Amerika Serikat, karena kekhawatiran komplikasi,tonsilektomi digolongkan pada operasi mayor. Di Indonesia, tonsilektomi digolongkan pada operasi sedang karena durasi operasi pendek dan teknik tidak sulit. Pada awal tahun 1960 dan 1970-an, telah dilakukan 1 sampai 2 juta tonsilektomi, adenoidektomi atau gabungan keduanya setiap tahunnya di Amerika Serikat. Angka ini menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu dimana pada tahun 1996, diperkirakan 287.000 anak-anak di bawah 15 tahun menjalani tonsilektomi, dengan atau tanpa adenoidektomi. Dari jumlah ini, 248.000 anak (86,4%) menjalani tonsiloadenoidektomi dan 39.000 lainnya (13,6%) menjalani tonsilektomi saja. Tren serupa juga ditemukan di Skotlandia. Sedangkan pada orang dewasa berusia 16 tahun atau lebih, angka tonsilektomi meningkat dari 72 per 100.000 pada tahun 1990 (2.919 operasi) menjadi 78 per 100.000 pada tahun 1996 (3.200operasi).

Di Indonesia, data nasional mengenai jumlah operasi tonsilektomi atau tonsiloadenoidektomi belum ada. Namun, data yang didapatkan dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSUPN-CM) di Jakarta selama 5 tahun terakhir (1999-2003) menunjukkan kecenderungan penurunan jumlah operasi tonsiloadenoidektomi dengan puncak kenaikan pada tahun kedua (275 kasus) dan terus menurun sampai tahun 2003 (152 kasus). Sedangkan data dari Rumah Sakit Fatmawati di Jakarta dalam 3 tahun terakhir (2002-2004) menunjukkan kecenderungan kenaikan jumlah operasi tonsilektomi dan penurunan jumlah operasi tonsiloadenoidektomi.

Dari catatan medis RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta, tonsilektomi merupakan lebih dari separuh dari seluruh tindakan pembedahan di bagian THT. Data pada tahun 1996 dan tahun 1997 sejumlah 107 tindakan, tahun 1998 ada 102 tindakan, dan tahun 1999 sejumlah 94 tindakan. Tonsilektomi tahun 2003 tercatat sebanyak 59 kasus, tahun 2004 hingga bulan Agustus sebanyak 45 kasus, rentang umur terbanyak 5-15 tahun dan indikasi tersering adalah tonsilitis kronis.

3.3. SEJARAH TONSILLECTOMYTonsilektomi telah dipraktekkan selama 2.000 tahun, dengan berbagai popularitas selama berabad-abad. Prosedur ini diklaim dalam beberapa buku sebagai "obat Hindu" sekitar 1000 SM (sastra berbasis non-bukti). Lainnya menyebutnya sebagai pengangkatan tonsil menggunakan kuku dari jari telunjuk. Sekitar satu milenium kemudian bangsawan Romawi Aulus Cornelius Celsus (25 M - 50 M) dijelaskan prosedur dimana menggunakan jari (atau hook tumpul jika perlu), tonsil dipisahkan dari jaringan tetangga sebelum dipotong. Galen (121-200 M) adalah orang pertama yang menganjurkan penggunaan instrumen bedah yang dikenal sebagai snare, sebuah praktek yang menjadi umum sampai Aetius (490 AD) direkomendasikan pengangkatan sebagian tonsil, menulis "Those who extirpate the entire tonsil remove, at the same time, structures that are perfectly healthy, and, in this way, give rise to serious Hmorrhage". Pada abad ke-7 Paulus Aegineta (625-690 M) menjelaskan prosedur rinci untuk tonsilektomi, termasuk berurusan dengan pendarahan pasca-operasi tak terelakkan. 1.200 tahun berlalu sebelum prosedur dijelaskan lagi dengan presisi dan detail tersebut.

Gambar 3. 3. 1 Tonsillar snare yang diperkenalkan pertamakali oleh Galen (121 M -200 M)

Pada abad pertengahan tonsilektomi menjadi kurang disukai; Ambroise Pare (1509) menulis tonsilektomi merupakan "operasi yang buruk" dan menyarankan prosedur yang melibatkan strangulasi bertahap dengan ligasi. Metode ini tidak populer di kalangan pasien karena menyebabkan nyeri yang hebat dan biasanya diikuti infeksi. Dokter Skotlandia Peter Lowe pada tahun 1600 menyimpulkan tiga metode yang digunakan pada saat itu, termasuk snare, pengikat, dan eksisi. 1. SnareTeknik ini digunakan sebagai metode pencekikan. bagian dorsum tonsil di cekik menggunakan benang yang kuat, cekikan tersebut akan lebih kuat dan lebih kuat setiap hari sampai suatu saat benang dipotong dan tonsil akan jatuh dengan sendirinya.2. LigasiLowe menganggap tindakan ini berbahaya karena menyebabkan kehilangan darah yang banyak, selain itu tindakan ini sangat menyakitkan.3. EksisiLowe berpikir metode ini tidak disarankan. Dia bilang: " Pull them away with crossett or other instruments either whole or in pieces."Pada saat itu, tonsil dianggap memiliki fungsi penyerapan sekresi dari hidung. Diasumsikan bahwa pengangkatan sejumlah besar jaringan tonsil akan mengganggu kemampuan untuk penyerapan sekresi tersebut, menyebabkan sekret menumpuk di laring, sehingga suara menjadi serak. Untuk alasan ini, dokter seperti Dionis (1672) dan Lorenz Heister mengecam tindakan iniTonsil Guillotine Pada 1828, dokter Philip Syng Physick memodifikasi instrumen yang ada awalnya dirancang oleh Benjamin Bell untuk mengangkat uvula; instrumen, yang dikenal sebagai guillotine tonsil (dan kemudian sebagai tonsillotome), menjadi instrumen standar untuk pengangkatan tonsil selama lebih dari 80 tahun. Pada tahun 1897, menjadi lebih umum untuk melakukan pengangkatan lengkap daripada sebagian tonsil setelah dokter Amerika Ballenger mencatat bahwa pengangkatan sebagian tonsil gagal meringankan gejala sepenuhnya pada sebagian besar kasus. Hasilnya dengan menggunakan teknik yang melibatkan pengangkatan tonsil dengan pisau bedah dan forsep yang jauh lebih baik daripada pengangkatan parsial; tonsilektomi menggunakan guillotine akhirnya jatuh dari kejayaannya di Amerika.

Gambar 3. 3. 2 Tonsillotome atau Guillotine

Sekitar sepuluh tahun kemudian, diseksi tonsilektomi dirintis di negeri ini oleh George Waugh dari Rumah Sakit Anak, Great Ormond Street. Pada tahun 1909 ia mempublikasikan, di Lancet, laporannya tentang sembilan ratus kasus bedah pengangkatan tonsil lengkap dengan kapsulnya, menggunakan pinset anatomi dan gunting bengkok. Operasi dilakukan dengan pasien berbaring telentang dengan kepala di ektensikan. Lidah ditahan keluar dari jalan dengan jahitan, dan mulut dibiarkan terbuka dengan sebuah ganjal antara gigi molar terakhir.

Pada tahun berikutnya Whillis dan Pybus di Inggris dan Sluder di Amerikamenunjukkan bahwa guillotine dengan pisau tumpul dapat digunakan sedemikian rupa untuk enukleasi tonsil lengkap dengan kapsul tersebut dibandingkan dengan sebuah pisau yang tajam.

Perbaikan dalam teknik bedah dalam operasi ini telah dikaitkan dengan kemajuan anestesi. Pada awalnya tidak ada agen anestesi yang digunakan. Pada 1772 nitrous oxide diperkenalkan dan eter dan kloroform muncul sekitar pertengahan abad kesembilan belas, dan agen-agen ini memungkinkan operasi yang akan dilakukan dengan beberapa tingkat keamanan. Pengenalan intubasi oleh Magill setelah Perang Dunia Pertama memberikan ahli bedah waktu yang cukup dan kondisi yang memuaskan di mana untuk melakukan operasi.

3.4. Indikasi TonsillectomyIndikasi untuk tonsilektomi telah berubah secara dramatis dan sekarang didefinisikan lebih jelas. Variasi geografis dalam insiden tonsilektomi diakui dan, meskipun sebagian besar dari variasi ini mungkin hanya mencerminkan berbagai sikap antara dokter, ada sedikit keraguan bahwa variasi geografis bertanggungjawab sebagian dalam variasi patologi.

Pada orang dewasa, indikasi yang paling umum adalah tonsilitis akut berulang. Namun indikasi yang paling umum pada anak-anak adalah sleep apneu dissorder. Pasien dengan riwayat tonsilitis berulang dan abses peritonsillar sebelumnya mungkin lebih cenderung untuk mengembangkan abses peritonsillar lain dan adalah kandidat untuk dilakukannya tindakan tonsilektomi.

Secara garis besar, indikasi dilakukannya tonsilektomi dibagi kedalam dua bagian yaitu indikasi absolut dan indikasi relatif.

Indikasi Absolut1. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan a. Obstruksi saluran napas (Sleep apneu disorder)b. Disfagia beratc. Gangguan dalam berbicara2. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase 3. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam4. Curiga keganasan5. Infeksi tenggorok berulang. Hal ini didefinisikan dengan :a. Tujuh atau lebih episode dalam 1 tahun, ataub. 5 episode per tahun dalam 2 tahun terakhir, atau c. 3 episode pertahun dalam tiga tahun, ataud. Dua minggu atau lebih meninggalkan sekolah atau kerja dalam satu tahun Indikasi Relatif 1. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik -laktamase resisten yang mungkin akan menjadi sumber infeksi kepada orang lain2. Carier difteri yang tidak respon dengan antibiotic sistemik3. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis4. Pembesaran tonsil tanpa gejala obstruksi5. Rhinitis alergi6. Asma7. SinusitisBagian dari operasi lain1. Palatopharyngoplasty 2. Glossopharyngeal neurectomy 3. Pengangkatan prosessus styloideusMenurut American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery (AAO-HNS) (2011), indikator klinis untuk prosedur surgikal adalah seperti berikut:

3.5. KONTRAINDIKASI TONSILLECTOMY1. Kadar hemoglobin dibawah 10 gr/dL2. ISPA3. Anak kurang dari usia 3 tahun4. Sumbing submucossal5. Penyakit darah (leukimia, anemia aplastik, hemofilia)6. Epidemic polio7. Penyakit sistemik yang sulit dikontrol (diabetes, cardiac disease, hipertensi atau asma)8. Menstruasi

3.6. EVALUASI PREOPERATIFKeputusan untuk melakukan operasi tonsilektomi pada seorang pasien terletak di tangan dokter ahli di bidang ini, yaitu dokter spesialis telinga, hidung dan tenggorok atau dokter yang bertanggungjawab bila dalam keadaan tertentu tidak ada dokter spesialis THT. Anamnesis yang lengkap dan pemeriksaan fisik sangat penting dalam diagnosis pra operasi dan evaluasi pasien yang akan menjalani tonsilektomi. Anamnesis sendiri adalah metode yang paling umum untuk mendiagnosis Obstructive Sleep Apneu. Ketika pertanyaan diagnosis sudah ditanyakan seluruhnya, anak berusia kurang dari 2 tahun, atau ada kekhawatiran tentang tingkat keparahan sleep apnea, polysomnogram harus direkomendasikan.Elektrokardiogram pra operasi dan rontgen dada tidak diperlukan kecuali ada riwayat penyakit jantung. Evaluasi pra operasi lainnya harus ditentukan berdasarkan kondisi medis setiap pasien. Sebagai contoh, seorang anak dengan penyakit von Willebrand harus memiliki input hematologi mengenai penggunaan desmopressin untuk meminimalkan risiko perdarahan selama intraoperatif dan periode pasca-operasi.Hal penting lainnya dalam persiapan operasi ini adalah dilakukannya inform consent baik terhadap pasien maupun keluarga pasien bagaimana prosedur operasi ini dipersiapkan, dijalankan, dan kemungkinan komplikasi yang akan muncul.

3.7. PERSIAPAN OPERASI TONSILEKTOMI

Posisi Operasi Untuk operasi yang sukses, eksposur yang memadai, dari oropharyng yang harus dicapai. Juga pengetahuan tentang anatomi yang berhubungan seperti tegangan jaringan merupakan hal penting. Dengan bantuan dari mouth gag, misalnya, Boyle-Davis, orofaring akan jelas terlihat. Gigi dapat dilindungi oleh pelindung mulut atletik berbahan plastik atau karet dan dengan hati-hati penempatan mouth gag. Perlindungan mukosa dari konduktivitas listrik dan termal dilakukan dengan interposing jari bersarung tangan antara logam instrumen dan pasien.

Gambar 3. 7. 1 Boyle-Bavis Mouth Gag dengan plat lidah

Tempat tidur diposisikan 90-180 sehingga ahli bedah dapat duduk atau berdiri pada bagian kepala tempat tidur. Pasien diposisikan di tepi tempat tidur, kepala di ektensikan dan pada pundak pasien ditempatkan bantal kecil. Posisi ini dikenal dengan Roses position. Boyle-Davis dimasukan untuk menjaga mulut terbuka selama prosedur operasi dilakukan. ketegangan jaringan selama komplit tonsilektomi dicapai dengan traksi yang kuat menggunakan klem Allis ke arah medial dan torsi pada tonsil.

Ab

Gambar 3.7. 2 (a) Roses Position untuk tonsillectomy. Leher di ektensikan menggunakan bantal dibawah pundak. (b) Tonsillectomy. Boyle-Davis mouth gag yang dibantu pada Draffins bipods

Metode AnestesiMetode induksi anestesi dan posis pasien serupa untuk sebagian besar pasienmenjalani tonsilektomi, terlepas dari teknik yang digunakan untuk mengangkat tonsil. Pasien ditempatkan dalam posisi terlentang dan dilakukan intubasi baik melalui mulut maupun melalui hidung. Endotrakeal tube ditempel pada dagu pasien di garis tengah. Atau, beberapa praktisi lebih memilih untuk menggunakan masker napas laring.

Persiapan Instrumen OperasiTerdapat banyak alat yang digunakan dalam operasi ini. Terutama pada operasi dengan teknik diseksi. Berikut ini adalah sebagian besar instrumen yang banyak digunakan dalam operasi tonsillectomy.

Gambar 3.7. 3 Instrumen operasi yang digunakan dalam prosedur tonsilektomi

Gambar 3.7. 4 Set instrumen untuk tindakan tonsilektomi. (1) pisau dan cawan bengkok, (2) dan (3) pinset anatomis dan pinset cirurgis, (4) forceps tonsil, (5) tonsil dissector dan retraktor pilar anterior, (6) Lucs forceps, (7) gunting, (8) klem arteri bengkok, (9) klem arteri Negus, (10) tonsillar snare, (11) Boyle-davis mouth gag dengan 3 ukuran penahan lidah, (12) Doyens mouth gag, (13) adenoid curette, (14) tonsil swab, (15) nasopharyngeal pack, (16) klem duk

3.8. TEKNIK OPERASI TONSILLECTOMY

Teknik tonsilektomi saat ini sedang mengalami sesuatu revolusi. Sampai sekitar sepuluh tahun yang lalu diseksi tonsilektomi (pertama kali dijelaskan oleh Edwin Pynchon pada tahun 1890), dengan hemostasis dilakukan dengan ikatan atau diathermy adalah suatu standart tetapi baru-baru ini telah terjadi ledakan instrumen pembedahan. Semua teknik yang dilakukan dalam upaya untuk mencoba dan mengurangi rasa sakit pasca operasi dan perdarahan terkait dengan prosedur pembedahan ini. Uji coba saat ini tidak menunjukkan bahwa salah satu dari teknik ini secara konsisten dan secaara klinis sangat unggul dari teknik lain.

Secara garis besar, teknik operasi teknik operasi tonsillectomy ini dibagi kedalam 3 kelompok besar. Yaitu berdasarkan luasnya diseksi tonsil, teknik pembedahan dan berdasarkan suhu yang dihasilkan selama prosedur operasi dilakukan.

Luasnya Diseksi TonsilTeknik Tonsilektomi berdasarkan luasnya diseksi tonsil dibagi dalam : Ekstrakapsular (tgotal tonsilektomi, subkapsular) dan Intracapsular (parsial tonsilektomi).

Intracapsular tonsilektomi juga dikenal sebagai "subtotal tonsilektomi," dan prosedur ini disebut sebagai tonsillotomi dalam beberapa literatur. Ekstrakapsular tonsilektomi melibatkan pembedahan lateral tonsil pada bidang antara kapsul tonsil dan otot faring, dan tonsil umumnya diangkat sebagai satu kesatuan. Tonsilektomi parsial, atau tonsilotomi, melibatkan pengangkatan sebagian dari tonsil, sambil menjaga bagian pinggir dari jaringan limfoid dan kapsul tonsil pada pengulangan terbaru dari teknik ini.

Pemeliharaan margin jaringan ini atau bisa disebut "pelindung biologis," mungkin mempromosikan pemulihan lebih mudah, dengan tingkat perdarahan yang lebih rendah dan pemulihan yang lebih baik dari diet dan aktivitas dilaporkan dibandingkan dengan teknik tonsilektomi tradisional monopolar.

Teknik ekstrakapsular yang paling umum menggunakan "cold knife (diseksi tajam), elektrokauter monopolar, bipolar kauter (atau gunting bipolar), atau harmonic scalpel. Teknik intracapsular dapat menggunakan microdebrider, bipolar radiofrequency ablation (yang juga dapat digunakan untuk mengangkat seluruh tonsil), dan laser karbon dioksida. Baik ekstrakapsular atau intracapsular tonsilektomi dapat dilakukan untuk pasien anak dengan obstructive sleep apneu, tetapi hanya teknik ekstrakapsular yang harus digunakan untuk pasien yang menjalani tonsilektomi akibat tonsilitis atau abses peritonsillar.

Prinsip Diseksi TonsillectomyAnestesi umum dilakukan dengan pemeliharaan jalan napas baik menggunakan uncuffed orotracheal atau masker laring pada anak-anak. Pada pasien dewasa tabung endotrakeal lebih disukai.

Eksposur tonsil yang tepat melalui mulut yang terbuka biasanya dicapai menggunakan Boyle-davis mouth gag. Dalam semua teknik selain guillotine tonsillectomy, tonsil digenggam dan ditarik paksa menuju garis tengah yang memungkinkan identifikasi daerah yang akan dilakukan diseksi, yaitu jaringan areolar lunak antara kapsul tonsil dan muskulus konstriktor faring.

Daerah tersebut kemudian dilakukan diseksi dengan kehilangan darah dan trauma minimal pada jaringan mukosa pilar anterior dan uvula. Dalam proses ini semua instrumen diarahkan pada tonsil daripada ke lateral fossa tonsil untuk menghindari trauma pada saraf glossopharyngeal dan arteri karotis. Berbagai teknik pembedahan telah dikembangkan dalam upaya untuk meminimalkan trauma jaringan dan nyeri pasca operasi dan pendarahan sementara teknik operasi tetap sederhana dan berlangsung singkat.

Pembagian teknik operasi berdasarkan teknik pembedahan meliputi:

Prinsip Hot Method Dan Cold Method TonsillectomyDalam hot method tonsil dibuang dengan elektrokauter. Sedangkan dalam cold method, pisau bedah digunakan untuk membuang tonsil. Kedua teknik memiliki tingkat perdarahan pasca-operasi sebanding tetapi cold method telah terbukti menghasilkan lebih sedikit rasa sakit. Namun, Lee, et.al, menemukan bahwa hot method memiliki tingkat perdarahan sekunder secara signifikan lebih tinggi dan memiliki rasa sakit pasca operasi dibandingkan cold method. Ferreira et. al menemukan perdarahan intra-operatif relative lebih sedikit tetapi tingkat sara sakit lebih tinggi pada hot method.

Pembagian teknik operasi berdasarkan suhu yang dihasilkan meliputi :

3.8.1. Dissection and Snare Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode diseksi. Di negara-negara Barat, terutama sejak para pakar bedah mengenal anestesi umum dengan endotrakeal pada Rosess position yang mempergunakan alat Boyle-Davis Mouth Gag, mereka lebih banyak mengerjakan tonsilektomi dengan cara diseksi. Cara ini juga banyak digunakan pada pasien anak. Pasien menjalani anestesi umum (general endotracheal anesthesia). Teknik operasi meliputi: tonsil dan kapsul yang dibedah dari jaringan di sekitarnya dengan menggunakan gunting, pisau, atau T dissector dan kutub inferior diamputasi dengan tonsil snare. Gambar 3. 8. 1. 1 Dissection and Snare method (A) dissector diletakkan diantara tonsil dan pilar anterior. (B) perdarahan dari pembuluh darah dijepit dan diligasi. (C) tonsil dibebaskan ke pangkal lidah. (D) Snare diletakkan sedekat mungkin dengan dasar tonil dan dipisahkan.

3.8.2. Diathermy / electrocauteryPada elektrokauter transfer energi berupa radiasi elektromagnetik (energi radiofrekuensi) untuk menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio yang digunakan dalam spektrum elektromagnetik berkisar pada 0.1 hingga 4 MHz. Penggunaan gelombang pada frekuensi ini mencegah terjadinya gangguan konduksi saraf atau jantung. Pada teknik ini elektroda tidak menjadi panas, panas dalam jaringan terbentuk karena adanya aliran baru yang dibuat dari teknik ini. Teknik ini menggunakan listrik 2 arah (AC) dan pasien termasuk dalam jalur listrik (electrical pathway).

Tenaga listrik dipasang pada kisaran 10 sampai 40 W untuk memotong, menyatukan atau untuk koagulasi. Bedah listrik merupakan satu-satunya teknik yang dapat melakukan tindakan memotong dan hemostase dalam satu prosedur.

Ahli bedah enggan menggunakan elektrokauter untuk tonsilektomi menyebutkan bahwa terdapat peningkatan perdarahan, rasa sakit dan penyembuhan lebih lambat sebagai alasan utama. Sementara yang lain menganggap pandangan ini sebagai tak berdasar. Elektrokauter mungkin metode pilihan pada pasien berisiko tinggi bakteremia.

3.8.3. Radiofrequency / electrosurgeryPada teknik radiofrekuensi, elektroda disisipkan langsung ke jaringan. Densitas baru di sekitar ujung elektroda cukup tinggi untuk membuat kerusakan bagian jaringan melalui pembentukan panas. Selama periode 4-6 minggu, daerah jaringan yang rusak mengecil dan total volume jaringan berkurang.

Pengurangan jaringan juga dapat terjadi bila energi radiofrekuensi diberikan pada medium penghantar seperti larutan salin. Partikel yang terionisasi pada daerah ini dapat menerima cukup energi untuk memecah ikatan kimia di jaringan. Karena proses ini terjadi pada suhu rendah (400 C - 700C), mungkin lebih sedikit jaringan sekitar yang rusak.

Dengan alat ini, jaringan tonsil dapat dibuang seluruhnya, ablasi sebagian atau berkurang volumenya. Penggunaan teknik radiofrekuensi dapat menurunkan morbiditas tonsilektomi.

3.8.4. Harmonic scalpel (ultrasound)Berdasarkan pada teknologi AS, harmonic scalpel memiliki dua mekanisme untuk memotong dan mengkoagulasikan jaringan. Yang pertama adalah pisau tajam bergetar pada 55,5 kHz dengan jarak 80 m. Hasil lainnya dari gerakan secara cepat maju dan mundur dari cutting tip yang kontak dengan jaringan, menyebabkan fragmentasi dan pemisahan bagian jaringan. Koagulasi terjadi karena gangguan ikatan hidrogen secara mekanik dan dengan demikian protein mengalami denaturasi. Kenaikan suhu disebabkan oleh perubahan gesekan (50-1000C) jauh lebih rendah dibandingkan dengan pemotongan dan koagulasi oleh elektrokauter (150-4000C).

Keuntungan lain adalah meningkatkan visibilitas karena berkurangnya kehilangan darah, charring, dessication dan asap serta tidak ada resiko luka bakar jauh karena tidak ada energi yang tertinggal. Dan terakhir, teknik ini membutuhkan kekuatan dan ketegangan jaringan yangi lebih sedikit untuk dilakukan insisi dibandingkan dengan teknik insisi menggunakan pisau tradisional.

Gambar 3. 1. 3. 1 Harmonic scalpel

3.8.5. Laser dissection tonsillectomyTonsilektomi dapat dilakukan dengan menggunakan laser. Sebuah laser CO2 atau laser KTP (Pottasium titanil phospate) dapat digunakan. Keuntungan utama dari operasi menggunakan teknik ini adalah berkurang perdarahan. Laser menyegel semua perdarahan dengan sempurna. Disisi lain waktu operasi meningkat dan biaya peralatan laser yang besar. Prosedur ini direkomendasikan untuk tonsilitis kronis berulang, sakit tenggorokan kronis, halitosis berat, atau obstruksi jalan napas yang disebabkan oleh pembesaran tiroid.

Laser tonsil ablation (LTA) dilakukan dalam 15 sampai 20 menit dalam suhu ruangan dan dilakukan dalam anestesi lokal. Pasca-operasi amandel perdarahan dapat terjadi pada 2-5 persen penderita. Studi penelitian sebelumnya menyatakan bahwa teknologi laser memberikan rasa sakit lebih sedikit secara signifikan selama pemulihan pasca operasi.

3.8.6. Guillotine tonsillectomyGuillotine tonsillectomy dikerjakan secara luas sejak akhir abad ke 19, dan dikenal sebagai teknik yang cepat dan praktis untuk mengangkat tonsil. Tonsilektomi guillotine memiliki reputasi yang buruk, tetapi merupakan prosedur yang aman bila dilakukan dengan hati-hati. Sebuah penyangga gigi besar lebih baik digunakan dalam teknik ini. Hasilnya akan meminimalkan perdarahan pasca operasi dan dan risiko sisa-sisa tonsil.

Negara-negara maju sudah jarang yang melakukan cara ini, namun di beberapa rumah sakit masih tetap dikerjakan. Di Indonesia, terutama di daerah masih lazim dilakukan cara ini dibandingkan cara diseksi.

Tonsil didorong sepenuhnya melalui guillotine, yang kemudian ditutup. Pastikan bahwa semua jaringan tonsil melalui guillotine dan tidak ada pilar mukosa anterior terperangkap dalam guillotine. Jika tonsil tidak dapat sepenuhnya dipasang melalui guillotine prosedur ini harus ditinggalkan.

Setelah guillotine ditutup, kemudian dibiarkan selama satu menit untuk kompresi pembuluh darah bagian bawah sebelum tonsil dipotong. Reputasi buruk berkaitan dengan trauma berlebihan pada pilar, perdarahan pasca operasi dari kompresi pembuluh darah bagian bawah yang tidak memadai dan infeksi persisten dalam sisa-sisa amandel.Keuntungan utama dari tonsilektomi guillotine secara signifikan adalah rasa sakit lebih sedikit dan kecepatan dalam operasi yang lebih besar. Guillotine tonsillectomy dapat dengan aman digunakan oleh ahli bedah yang berpengalaman sebagai bagian dari berbagai teknik yang tersedia.

Gambar 3. 1. 5. 1 Teknik guillotine tonsillectomy

3.8.7. Intracapsular partial tonsillectomy Intracapsular tonsillectomy merupakan tonsilektomi parsial yang dilakukan dengan menggunakan mikrodebrider endoskopi. Pada tonsilektomi intrakapsular, kapsul tonsil disisakan untuk menghindari terlukanya otot-otot faring akibat tindakan operasi dan memberikan lapisan pelindung biologis bagi otot dari sekret. Hal ini akan mencegah terjadinya perlukaan jaringan dan mencegah terjadinya peradangan lokal yang menimbulkan nyeri, sehingga mengurangi nyeri pasca operasi dan mempercepat waktu pemulihan.

Microdebrider dengan handpiece 45 derajat digunakan untuk operasi ini. Keuntungan utama dari prosedur ini adalah trauma pilar dan mukosa dari uvula orofaring palatum mole berkurang. Selain itu, angka kejadian nyeri dan perdarahan pasca operasi lebih rendah dibanding tonsilektomi standar. Tonsilitis kronis dikontraindikasikan untuk teknik ini.

3.8.8. Plasma mediated ablation technique (Coblation)Plasma mediated ablation technique atau dikenal sebagai cold ablation (Coblation). Teknik ini memanfaatkan bidang plasma, atau molekul natrium terionisasi, untuk mengikis jaringan. Panas yang dihasilkan bervariasi 40-800C, jauh lebih rendah dibandingkan dengan elektrokauter.Coblator handpiece dilengkapi dengan elektroda serta saluran irigasi dan bagian penghisap. Hal ini dapat digunakan baik untuk menghisap fragmen dan jaringan dari lapangan operasi. Koblasi dilakukan pada suhu lebih rendah dari prosedur standart radiofrekuensi dan dapat menimbulkan lebih sedikit kerusakan jaringan yang berdekatan. The English National Tonsillectomy Audit menyarankan bahwa coblation dikaitkan dengan 3,4 kali tingkat perdarahan lebih besar dari diseksi cold knife dibandingkan dengan diathermy bipolar yang 3,1 kali lebih besar dari diseksi cold knife. Keuntungan utama dari prosedur ini berkurang pendarahan dan mengurangi nyeri pasca operasi.

3.8.9. Cryosurgical techniqueTonsilektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan cryoprobe. Cryosurgery adalah proses di mana instrumen yang sangat dingin diterapkan pada tonsil dan tonsil diangkat oleh proses pembekuan dan pencairan berulang. Dua aplikasi diterapkan masing-masing 3-4 menit. Jaringan tonsil akan mengalami nekrosis dan kemudian jatuh meninggalkan permukaan granulasi. Perdarahan akan lebih sedikit karena trombosis pembuluh darah disebabkan oleh pembekuan. Suhu yang dicapai selama cryo tergantung pada media yang digunakan : -820C karbon dioksida dan -1960C menggunakan nitrogen cair.

Keuntungan utama dari prosedur ini adalah perdarahan minimal. Kerugian utama dari prosedur ini adalah waktu operasi yang terlibat. Prosedur ini hanya digunakan pada pasien dengan perdarahan diatesis diketahui.

3.9. KOMPLIKASI OPERASI TONSILLECTOMY

Tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesi umum maupun lokal, sehingga komplikasi yang ditimbulkannya merupakan gabungan komplikasi tindakan bedah dan anestesi. Sekitar 1:15.000 pasien yang menjalani tonsilektomi meninggal baik akibat perdarahan maupun komplikasi anestesi dalam 5-7 hari setelah operasi.

Komplikasi anestesi Komplikasi terkait anestesi terjadi pada 1:10.000 pasien yang menjalani tonsilektomi. Komplikasi ini terkait dengan keadaan status kesehatan pasien. Adapun komplikasi yang dapat ditemukan berupa: Laringospasme Gelisah pasca operasi Mual muntah Kematian saat induksi pada pasien dengan hipovolemi Induksi intravena dengan pentotal bisa menyebabkan hipotensi dan henti jantung Hipersensitif terhadap obat anestesi

Komplikasi bedah

Komplikasi pasca operasi tonsilektomi dibagi ke dalam tiga kategori besar, yaitu immediate, intermediate dan delayed. Pembagian tersebut dibagi berdasarkan waktu terjadinya komplikasi.

3.10. PERAWATAN POST OPERATIF TONSILLECTOMY

Sebagian besar anak-anak dapat dengan aman dipulangkan ke rumah pada hari yang sama setelah operasi, terlepas dari teknik bedah yang digunakan. Anak-anak lebih muda dari 2 tahun atau yang tinggal jauh dari rumah sakit harus tinggal semalam untuk dilakukan observasi. Obat pereda rasa sakit harus direkomendasikan, dan kebanyakan dokter meresepkan baik acetaminophen atau acetaminophen dengan kodein pasca operasi.

Beberapa dokter merekomendasikan diet lembut pasca operasi, yang lain merekomendasikan "diet sesuai kemampuan." Di beberapa rumah sakit dialkukan diet pertama dengan es krim dingin dan kemudian diet cair. Studi tidak menunjukkan perbedaan dalam pemulihan antara anak-anak yang telah dibatasi dibandingkan dengan mereka yang memiliki diet non-terbatas pasca operasi.

NyeriPasien yang telah menjalani tindakan tonsilektomi biasanya memiliki rasa sakit untuk jangka waktu lama dibandingkan dengan mereka yang telah menjalani operasi adenoidectomy saja. Keluhan nyeri akan berbeda pada setiap pasien, tetapi dapat berlangsung hingga 10-20 hari. Setelah beberapa hari pertama, sakit tenggorokan setelah operasi sebenarnya memburuk secara signifikan sebelum mulai membaik. Hal ini umum untuk hari ketiga hingga keenam setelah operasi menjadi waktu yang paling menyakitkan. Setelah itu, luka mulai sembuh dan rasa sakit perlahan-lahan mereda hari ke hari.

Anak-anak yang telah mengalami tonsilektomi dan adenoidektomi sering mengeluh nyeri menelan. Umumnya, mereka akan mengeluh sakit leher dan kekakuan, sakit kepala di bagian belakang kepala, dan sakit telinga. Gejala leher dan sakit kepala yang disebabkan oleh peradangan dan spasme otot-otot paraspinal di belakang leher melekat pada wilayah di mana tonsil adenoid telah diangkat. Rasa sakit yang berlebihan di daerah ini biasanya adalah tanda obat penghilang rasa sakit anti-inflamasi yang tidak memadai. Rasa sakit telinga biasanya merupakan reffered pain dari tenggorokan dan bukan karena infeksi telinga.

Kadang-kadang, lidah dan tenggorokan merasakan sakit akibat dari retractor lidah dan tabung pernapasan yang digunakan selama prosedur operasi. Ketidaknyamanan ini biasanya akan menghilang selama beberapa hari. Selain resep obat anti nyeri, kompres dingin pada leher beberapa hari pertama adalah meredakan rasa nyeri. Setelah itu, cairan hangat mungkin akan lebih menenangkan. Seringkali, telinga, leher dan tenggorokan nyeri akan berlanjut selama 2-3 minggu sampai penyembuhan total di tenggorokan. Hal ini normal dan pasien harus mengkonsumsi obat anti nyeri yang ditentukan sampai rasa nyeri ini reda.

Medikasi Post OperasiObat analgetik terbaik setelah operasi ini adalah ibuprofen. Kecuali secara khusus diminta sebaliknya, berikan: Ibuprofen 4,5 mg / lb setiap dosis setiap 6 jam (masing-masing dosis tidak melebihi 600 mg). Bersamaan dengan itu, ini harus dilengkapi dengan dosis : Acetaminophen 4,5 mg / lb setiap dosis setiap 4 jam (masing-masing dosis tidak melebihi 650 mg).Pada anak-anak usia 6 tahun atau lebih tua, obat nyeri narkotik seperti Acetaminophen dengan Hydrocodone dapat diresepkan, tetapi harus digunakan dengan hemat bukan dosis reguler acetaminophen. Obat ini pasti akan menyebabkan sembelit sehingga pelunak feses seperti Colace atau Miralax akan diperlukan. Hydrocodone yang biasanya menyebabkan mual, oleh karena itu yang terbaik untuk meminimalkan penggunaan dan memberikan obat ini dengan makanan dan bukan pada perut kosong. Banyak penelitian menunjukkan bahwa obat penghilang rasa sakit narkotika tidak meningkatkan kontrol nyeri atas kombinasi ibuprofen / acetaminophen, namun tidak memberikan kontribusi untuk efek samping

Obat penghilang rasa sakit yang diresepkan juga harus diberikan satu setengah jam sebelum tidur untuk membantu pasien tidur yang lebih nyenyak. Nyeri tenggorokan akan memburuk pada pagi hari merupakan hal yang umum terjadi akibat pengeringan tenggorokan dari pernapasan mulut pada malam hari.

Pada saat operasi, pasien akan diberikan dosis intravena dexamethasone, steroid anti-inflamasi yang akan mengurangi peradangan untuk durasi 3 hari. Dokter dapat memutuskan untuk memberikan resep untuk dosis tunggal tambahan yang dimakan secara oral selama 3 hari setelah prosedur operasi dalam rangka untuk meningkatkan dosis awal ini. Praktek Standart Inggris tidak memberikan antibiotik pasca operasi setelah tonsilektomi. Pandangan ini didukung oleh sebuah audit. Tapi penelitian terbaru menunjukkan berbagai manfaat termasuk skor nyeri yang lebih rendah, penggunaan analgesia yang lebih rendah dan waktu yang lebih pendek untuk kembali ke diet normal. Sebuah metaanalisis baru menunjukkan bahwa antibiotik oral pasca operasi tidak secara signifikan mengurangi rasa sakit pasca tonsilektomi tetapi menghasilkan pengembalian aktivitas normal seperti sebelumnya untuk sekitar satu hari,

PendarahanTenggorokan akan sembuh dengan baik setelah operasi karena suplai darah yang sangat baik. Sayangnya, perdarahan yang berlebihan ini adalah komplikasi utama yang paling umum setelah tonsil dan adenoid diangkat. Hal ini terjadi pada 3-4% pasien dengan pengangkatan tonsil dan adenoid dan sangat jarang terjadi pada pasien dengan adenoidectomy saja. Perdarahan awalnya dapat terjadi dalam beberapa jam pertama setelah operasi.

Sejumlah kecil lendir bernoda darah di mulut dan tenggorokan diharapkan hari pertama dan tidak mengkhawatirkan. Hal serupa juga terjadi setelah operasi muntah beberapa darah / lendir berdarah, yang telah tertelan selama dan setelah operasi. Batuk keras harus dihindari. Perdarahan dapat terjadi kapan saja dalam dua setengah minggu pertama setelah operasi. Kali ini yang paling umum untuk perdarahan adalah enam hingga dua belas hari setelah operasi.

Jika perdarahan terjadi, pasien harus segera berkumur air es untuk menghentikan sementara perdarahan (telan air es jika tidak bisa berkumur). Suhu dingin mempromosikan pembekuan dan meminimalkan pendarahan. Untuk tindakan lebih lanjut sebaiknya hubungi instalasi gawat darurat terdekat. Meskipun ibuprofen tidak menyebabkan perdarahan, ibuprofen dapat mengganggu proses pembekuan. Maka sebaiknya ibuprofen tidak dikonsumsi 2 minggu sebelum operasi dan menghentikannya segera jika pendarahan terjadi.

Cairan dan Diet Untuk 24 jam pertama setelah operasi, cairan bening (seperti air, es batu, jus non-jeruk, Kool-Aid, Gatorade, es loli)merupakan cairan yang direkomendasikan. Air dingin tampak lebih menenangkan daripada cairan hangat pada beberapa hari pertama. saat sakit tenggorokan memburuk setelah itu, pasien mungkin menemukan air hangat (seperi cokelat panas, sup, kaldu, dll) lebih menenangkan tenggorokan.

Mengkonsumsi banyak air merupakan hal yang sangat penting untuk menjaga dari dehidrasi. Hidrasi dengan baik adalah faktor yang paling penting untuk memastikan pemulihan yang mudah. Di rumah, jika pasien buang air kecil kurang dari biasanya, maka tingkatkan jumlah cairan yang diminum oleh pasien. Pasien harus terus minum cairan. Jika pasien hanya mau minum dari sedotan, maka gunakanlah sedotan untuk memberi pasien cairan. Beberapa pasien tidak minum dengan baik karena sakit. Beberapa anak memerlukan penggantian cairan intravena.

Setelah 24 jam pertama setelah prosedur operasi, rasa mual yang berasal dari obat anestesi biasanya mereda. Pada titik ini diet dapat secara bertahap maju ke makanan lunak ditoleransi, yaitu, kentang lunak, sereal lunak (oatmeal, krim gandum, Farina), telur rebus atau orak-arik telur, yoghurt, puding, custard, makanan bayi, saus apel , Jell-O, es krim, sup, dan pasta. Hindari makanan keras dan renyah (misalnya, kue, daging renyah, roti, biskuit, pizza, popcorn, kacang, keripik jagung, keripik kentang, pretzel, dll) untuk meminimalkan lidah dan tenggorokan dari gerakan yang menyakitkan dan dari mengunyah sampai makanan dapat lebih ditoleransi.Secara umum, tidak ada pembatasan makanan setelah operasi. Saran diet di atas hanyalah panduan yang dapat membantu untuk sebagian besar pasien. Diet lunak hanya cenderung lebih nyaman dilakukan untuk anak-anak sampai makanan biasa ditoleransi. Sekali lagi, asupan cairan lebih penting daripada makanan. Pola makan yang teratur untuk usia dapat dimulai ketika ditoleransi.

Demam, Mual & Muntah Peningkatan suhu merupakan hal biasa yang dapat terjadi setelah operasi. Setidaknya 1-2 F di atas suhu normal setelah operasi. Demam tinggi atau berkepanjangan dapat mengindikasikan infeksi, tetapi paling sering merupakan salah satu tanda pertama dehidrasi, atau kekurangan asupan cairan. Hal ini sangat penting untuk memastikan bahwa pasien minum cukup cairan meskipun terdapat rasa tenggorokan dan ketidaknyamanan dengan menelan. Demam terus-menerus atas 38.89 C ketika asupan cairan pasien cukup harus dilaporkan kepada dokter. Hal ini tidak biasa bagi pasien jika muntah beberapa kali setelah prosedur anestesi. Hal ini tidak biasa dan dapat berlangsung hingga 24-36 jam setelah operasi. Jika muntah semakin memberat atau persisten, dokter mungkin meresepkan obat supositoria untuk menekan rasa mual tersebut. Jika muntah terjadi hanya setelah pemberian obat nyeri narkotika, informasikan kepada dokter sehingga dokter dapat mempertimbangkan obat alternatif. Jika mual mulai menjadi masalah beberapa hari setelah operasi, ini mungkin merupakan tanda dehidrasi yang memerlukan perhatian.

Nafas Bau, Perawatan Gigi, Cara Berbicara Dan PenyembuhanSetelah tindakan tonsilektomi dilakukan akan terbentuk sebuah lapisan putih atau kekuning di bagian belakang tenggorokan seperti yang terjadi penyembuhan. Hal ini normal dan tidak menunjukkan sebuah infeksi. Keropeng ini terbentuk bentuk pada permukaan dan biasanya memiliki bau yang sangat buruk. Bau ini akan hilang setelah lapisan putih atau kekuningan tadi terlepas. Suara serak umum terjadi pada pasien setelah operasi. Hal ini dapat berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu hingga dapat berbicara normal kembali. Kombinasi rasa sakit, bengkak, dan banyak ruang baru untuk bernafas menyebabkan perubahan suara. Setelah menyembuhkan tenggorokan, itu adalah umum untuk memiliki nada suara yang lebih tinggi.

Aktivitas Fisik dan SekolahPasien harus tinggal di rumah dan beristirahat sehari setelah keluar dari rumah sakit dan diberikan kesempatan yang memadai untuk beristirahat selama beberapa hari hingga beberapa minggu berikutnya. Istirahat total tidak diperlukan. Aktivitas berat, pendidikan jasmani, olahraga tidak diperbolehkan selama dua minggu setelah operasi karena risiko perdarahan. Anak Anda dapat kembali ke sekolah setelah obat penghilang rasa sakit tidak lagi diperlukan dan jika anak dapat mentolerir aktivitas sekolah berat secara normal. Seorang dewasa yang bertanggung jawab harus mengawasi anak-anak sepanjang waktu sampai benar-benar sembuh dan menggunakan pertimbangan yang tepat.

3.11. PROGNOSIS POST TONSILLECTOMY

Informasi yang terbatas pada prognosis ini. Sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa mungkin pasien merasakan terdapat perubahan dalam suara setelah operasi tonsilektomi dijalankan. Zielnik-Jukiewicz dan Jurkiewicz telah menunjukkan defisit jangka pendek dalam imunitas seluler dan humoral selama enam bulan pada anak-anak setelah adeno-tonsilektomi namun belum menunjukkan bahwa hal ini merupakan bagian penting secara klinis.

Hasil kuesioner The Scottish Tonsillectomy Audit menunjukkan tingkat kepuasan yang tinggi di antara pasien dari 97% pada enam bulan, tingkat respons 75% pada enam bulan dan 45% pada satu tahun. The Glasglow Childrens Benefit Inventory telah digunakan untuk menilai secara retrospektif kepentingan tonsilektomi. Hasilnya berkorelasi baik dengan kepuasan orangtua dan perkiraan keberhasilan teknis, seperti sisa sakit tenggorokan.

BAB IVKESIMPULAN

Ketika terapi medis (antibiotik) gagal untuk menyembuhkan infeksi tonsil kronis yang mempengaruhi anak atau saat tonsil membesar, menyebabkan anak mendengkur keras, terjadi obstruksi jalan napas bagian atas, dan gangguan tidur lainnya, jalan terbaik dapat dilakukan pengangkatan tonsil dan adenoid. Tonsilektomi didefinisikan sebagai prosedur bedah yang dilakukan dengan atau tanpa adenoidektomi yang benar-benar mengangkat tonsil, termasuk kapsul nya, dengan membedah ruang peritonsillar antara kapsul tonsil dan dinding otot. Tonsilektomi telah dipraktekkan selama 2.000 tahun, dengan berbagai popularitas selama berabad-abad. Pada orang dewasa, indikasi yang paling umum adalah tonsilitis akut berulang. Namun indikasi yang paling umum pada anak-anak adalah sleep apneu dissorder. Anamnesis yang lengkap dan pemeriksaan fisik sangat penting dalam diagnosis pra operasi dan evaluasi pasien yang akan menjalani tonsilektomi. Evaluasi pra operasi lainnya harus ditentukan berdasarkan kondisi medis setiap pasien. Hal penting lainnya dalam persiapan operasi ini adalah dilakukannya inform consent baik terhadap pasien maupun keluarga pasien. Secara garis besar, teknik operasi teknik operasi tonsillectomy ini dibagi kedalam 3 kelompok besar. Yaitu berdasarkan luasnya diseksi tonsil, teknik pembedahan dan berdasarkan suhu yang dihasilkan selama prosedur operasi dilakukan.Sebagian besar pasien dapat dengan aman dipulangkan ke rumah pada hari yang sama setelah operasi, terlepas dari teknik bedah yang digunakan. Obat pereda rasa sakit harus direkomendasikan, dan kebanyakan dokter meresepkan baik acetaminophen atau acetaminophen dengan kodein pasca operasi. Diet lembut pasca operasi direkomendasikan, agar proses penyembuhan lebih cepat.

DAFTAR PUSTAKA

-. -. Removing Tonsils. -. LSU Health Shreveport http://www.lsuhscshreveport.edu/OtolaryngologyHeadandNeckSurgery/Tonsillectomy.aspx -. 2008. Scott-Browns Otorhinolaryngology Head and Neck surgery Volume 1 7th Edition. Great Britain : Edward Arnold Ltd-. 2013. Applied Anatomy of Palatine Tonsils. -.- http://epomedicine.com/medical-students/applied-anatomy-of-palatine-tonsils/ Ahmed, AO et al. 2013. Indications for tonsillectomy and adenoidectomy:Our experience. Nigeria : Nigerian Journal of Clinical Practice Jan-Feb 2014 Vol 17 Issue 1Aremu, S. K. -. A Review of Tonsillectomy Techniques and Technologies. Federal Medical Centre, Azare, Bauchi State : NigeriaBalasubramanian. T. 2007. Tonsillectomy . -.- http://www.drtbalu.co.in/tonsillectomy.html Dhingra, PL and Shruti Dhingra. 2014. Diseases of Ear, Nose and Troat & Head and Neck Surgery 6th Edition. India : ElsevierGibber, Marc J. 2015. Tonsillectomy in adults. - : Uptodate Ltd. http://www.uptodate.com/contents/tonsillectomy-in-adults#H1 Kron, Thomas K. -. Tonsillectomy And/Or Adenoidectomy. -. www. Entsurgicalillinois,com : -McNenll, Ronald Alastair. -. A History Of Tonsillectomy: Two Millenia Of Trauma, Haemorrhage And Controversy. -. Netter FH. 2006. Atlas of Human Anatomy. 4thed. US: Saunders

37