Upload
anggiopple
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Tujuan penggunaan antiseptika pada kulit adalah untuk membasmi
mikroorganisme yang kebetulan berada di permukaan kulit, tetapi tidak
memperbanyak diri di tempat itu dan pada umumnya akan mati sendiri (transient
flora). Penggunaan yang lebih penting adalah untuk membasmi resident flora, yakni
jasad-jasad renik yang merupakan penghuni alamiah di kulit dan terutama terdiri dari
mikrokok pathogen, seperti Staphylococus epidermis, Corynebacteria,
Propionibacteri dan kadang-kadang Staphylococus aureus. Flora permanen ini
terdapat pada lokasi yang lebih dalam dan lebih sukar dihilangkan daripada flora
transien (Tjay dan Rahardja, 2007).
Antiseptika dapat bersifat toksik bagi jaringan, menghambat penyembuhan
luka dan menimbulkan sensitasi. Antiseptika juga sukar mendifusi ke dalam kulit,
karena terendap oleh protein dan khasiatnya sering kali ditiadakan atau dikurangi
oleh cairan tubuh. Beberapa zat tidak tepat digunakan pada luka yang terbuka, karena
bersifat toksik dan merangsang bagi sel (Tjay dan Rahardja, 2007).
Pada umumnya antiseptik memiliki khasiat bakterisid dengan spektrum kerja
luas, yang meliputi bakteri Gram-positif dan Gram-negatif, virus dan fungi. Banyak
faktor yang mempengaruhi khasiat antiseptik, yaitu sebagai berikut:
Spektrum kerja
Konsentrasi
Kebersihan permukaan yang akan didesinfeksi
Waktu exposure
pH dan suhu
Zat pelarut (Tjay dan Rahardja, 2007)
Antiseptik bekerja berdasarkan berbagai proses kimiawi atau fisika dengan tujuan
guna meniadakan risiko transmisi dari jasad renik. Prose-proses adalah:
Denaturasi protein mikroorganisme
Pengendapan protein dalam protoplasma
Oksidasi protein
Mengganggu sistem dan proses enzim
Modifikasi dinding sel atau membran sitoplasma (Tjay dan Rahardja, 2007)
Antiseptik dapat digolongkan dalam beberapa kelompok, yaitu:
Senyawa halogen: povidon iod, iodoform, Ca-hipoklorit, Na-hipoklorit,
tosilkloramida, klorheksidin, kliokinol, heksaklorofen, triklokarben,
klorksilenol dan triklosan.
Derivat fenol: fenol, kresol, resorsinol dan timol.
Zat-zat dengan aktivitas permukaan: cetrimida, cetylpiridinium, benzalkonium
dan dequalinium.
Senyawa alkohol, aldehid dan asam: etanol, dan isopropanol, formaldehid dan
glutaral, asam asetat dan borat.
Senyawa logam: merkuri klorida, fenil-merkunitrat dan merbromin, perak
nitrat dan silverdiazin, seng oksida.
Oksidansia: hidrogen peroksida, seng peroksida, Na-perborat, kalium
permanganat dan kalium klorat.
Lainnya: heksetidin dan heksamidin, nitrofural, belerang, ichtammon,
etilenoksida, oksikinolin (superol) dan acriflavin. (Tjay dan Rahardja, 2007)
Tujuan pembersihan luka adalah untuk menghilangkan kotoran organic dan
anorganik dan untuk menciptakan kondisi local optimum untuk penyembuhan luka.
Namun, penghapusan yang tidak perlu dari eksudat yang dapat menghilangkan luka
dari agen perbaikan yang diperlukan dan enzim yang bertanggung jawab untuk urutan
terkoordinasi penyembuhan luka dan akan menghasilkan pengeringan luka
(Morison,2004)
Povidon-iodine ialah suatu iodovor dengan polivinil pirolidon berwarna coklat
gelap dan timbul bau yang tidak menguntungkan. Dalam 10% povidon iodine
mengandung 1% iodiyum yang mampu membunuh bakteri dalam 1 menit dan
membunuh spora dam waktu 15 menit (Ganiswara, 1995).
Manfaat dari povidon iodine adalah sebagai berikut:
a. Povidon-iodine 10% merupakan antiseptik solution yang digunakan:
1) Untuk pengobatan pertama dan mencegah timbulnya infeksi pada luka-luka
seperti : lecet, terkelupas, tergores, terpotong atau terkoyak.
2) Untuk mencegah timbulnya infeksi pada luka khitan.
3) Untuk melindungi luka-luka operasi terhadap kemungkinan timbulnya infeksi.
b. Sebagai obat kumur dengan konsentrasi 1%.
c. Sebagai pencuci tangan sebelum operasi 10%, dapat mengurangi populasi kuman
hingga 85% dan kembali ke posisi normal setelah 8 jam.
d.Sebagai larutan pembersih 2%, salep 2% , sebagai lotion 0.75% (Tjay dan
Rahardja,2007)
Povidon-iodine berangsur-angsur melepaskan iodium yang akan bekerja
sebagai antiseptic yang berspektrum luas. Zat aktif ini bersifat bakteriostatik dengan
kadar 640µg/ml dan bersifat resisten terhadap bahan ini. Povidone-iodine memiliki
toksisitas rendah pada jaringan, tetapi detergen dalam larutan pembersihnya dapat
meningkatkan toksisitasnya. Povidone-iodine 10% mengandung 1% iodium yang
mampu membunuh bakteri dalam 1 menit (Ganiswara,1995)
Mekanisme kerja povidone-iodine dimulai setelah kontak langsung dengan
jaringan maka elemen iodine akan dilepaskan secara perlahan-lahan dengan aktifitas
menghambat metabolism enzim bakteri sehingga mengganggu multiplikasi bakteri
yang mengakibatkan bakteri menjadi lemah. Iodine dalam jumlah kecil diserap
masuk kedalam aliran darah, sehingga menyebabkan efek sistemik dengan akibat
shock dan anoksia jaringan. Penggunaan iodine harus dengan diencerkan terlebih
dahulu, hal ini karena iodine dalam konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan iritasi
kulit (Ganiswara,1995)
Penggunaan iodine yang berlebihan dapat menghambat proses granulasi luka.
Povidone-iodine yang biasanya digunakan dalam perawatan luka hanya berkadar
10%. Hasil suatu penelitian menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi iodine
yang digunakan maka semakin mempercepat fase penyembuhan luka
(Ganiswara,1995)
Daftar Pustaka:
Ganiswara,S.G.(1995). Farmakologi dan Terapi. Edisi Empat. Jakarta: Gaya Baru
Hal:467-468
Morison,M.J.(2004). Manajemen Luka. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hal:1
Tjay,T.H dan Rahardja.(2007). Obat-Obat Penting, Khasiat Penggunaan dan Efek-
Efek Sampingnya. Edisi Kelima. Jakarta:PT. Elex Media Komputindo Hal:242-
243