Upload
akhmadfajrinpriadinata
View
52
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
m
Citation preview
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Hipertensi
1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi berasal dari dua kata, hiper=tinggi dan tensi=tekanan
darah, merupakan penyakit yang sudah lama dikenal. Menurut American
Society of Hypertension (ASH), pengertian hipertensi adalah suatu
sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif, sebagai
akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan (Sani,
2008).
Hipertensi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang
mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang dibawa oleh darah,
terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya. Tubuh akan
bereaksi lapar, yang mengakibatkan jantung harus bekerja lebih keras
untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Bila kondisi tersebut berlangsung
lama dan menetap, timbulah gejala yang disebut sebagai penyakit
tekanan darah tinggi (Vitahealth, 2005).
Adanya pemahaman yang keliru bahwa hipertensi bukan merupakan
penyakit akan tetapi merupakan sesuatu yang terjadi secara alamiah
dengan pertambahan usia. Hal ini menyebabkan penanganannya menjadi
terlambat. Hipertensi yang dibiarkan tanpa penanganan akan
mengakibatkan komplikasi berupa penyakit jantung dan pembuluh darah,
stroke, gangguan fungsi ginjal, kerusakan mata dan kematian dini (Sani,
2008).
10
Menurut Arjatmo (2004) dalam Warlina (2007), tekanan darah tinggi
atau hipertensi adalah kondisi medis dimana terjadi peningkatan tekanan
darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang
mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yaitu tekanan
darah sistole 140 mmHg dan atau diastole 90 mmHg saat istirahat
diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. Tekanan darah yang
selalu tinggi adalah salah satu faktor risiko untuk stroke, serangan
jantung, gagal jantung dan merupakan penyebab utama gagal jantung
kronis.
Tekanan jantung tidaklah sama setiap saat. Pada saat berolahraga
atau beraktivitas berat lainnya, atau pada keadaan yang emosional, selain
detakannya tambah cepat, kekuatan pompa tersebut juga bertambah
melebihi angka rata-rata pada keadaan istirahat. Untuk itu, sangat tidak
dianjurkan mengukur tekanan darah sewaktu baru selesai beraktivitas
(lari, jalan jauh, naik/turun tangga dan lain-lain) atau dalam keadaan
emosi (marah, sedih, senang dan lain-lain). Angka 140/90 menurut WHO
merupakan angka paling tinggi yang bisa ditolerir jika diukur pada saat
beristirahat (aktivitas normal). Di atas angka tersebut itulah yang disebut
Hipertensi atau keadaan Tekanan Darah Tinggi (Tapan, 2004).
Hipertensi adalah salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner
yang kurang diwaspadai karena bersifat asimtomatis. Banyak penderita
yang mengabaikan perjalanan lanjut hipertensi sehingga disebut juga
pembunuh tersembunyi. Pengelolaan penyakit hipertensi memerlukan
pengetahuan tentang patogenesis dan karakteristik berbagai obat
11
hipertensi, mengingat pilihan obat harus disesuaikan dengan indikasi
serta karakteristik setiap individu (Sani, 2009).
Hipertensi adalah penyakit yang bisa menyerang siapa saja, baik
muda maupun tua, entah orang kaya maupun miskin. Hipertensi
merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Sebanyak 1
milyar orang di dunia atau 1 dari 4 orang dewasa menderita penyakit ini.
Bahkan, diperkirakan jumlah penderita hipertensi akan meningkat
menjadi 1,6 milyar menjelang tahun 2025.
Menurut WHO tekanan darah dianggap normal bila sistoliknya 120-
140 mmHg dan diastoliknya 80-90 mmHg sedangkan dikatakan
Hipertensi bila lebih dari 140/90 mmHg dan diantara nilai tersebut
dikatakan normal tinggi. Batasan ini berlaku bagi orang dewasa diatas 18
tahun (Sani, 2008).
Sedangkan WHO-ISH (International of Hypertension) pada tahun
1999 mengeluarkan panduan klasifikasi hipertensi seperti yang bisa
dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO
KategoriSistolik
(mmHg)
Diastolik
(mmHg)
Tekanan darah optimal < 120 < 80
Tekanan darah normal 120-129 80-84
Tekanan darah normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi ringan 140-159 90-99
Hipertensi sedang 160-179 100-109
12
Hipertensi berat >180 > 110
Sumber: (Tapan, 2004).
Saat ini, WHO-ISH tidak membedakan kriteria ini baik orang muda
maupun orang tua, karena pada prinsipnya, tekanan darah yang tinggi bisa
menyebabkan komplikasi ke organ lain yang lebih berbahaya. Jadi
anggapan bahwa untuk orang tua, angka “tinggi” tersebut relatif masih
normal, tidak bisa dipertahankan untuk saat ini, mengingat komplikasi
jangka panjang yang bisa ditimbulkan jika tidak dilakukan intervensi
pengendalian tekanan darah (Tapan, 2004).
2. Etiologi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau
peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya hipertensi:
a. Genetik: Respon nerologi terhadap stres atau kelainan ekskresi atau
transport Na.
b. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
c. Stres Lingkungan.
d. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterisklerosis pada orang tua serta
pelebaran pembuluh darah.
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Hipertensi Esensial (Primer)
Penyebab tidak diketahui namun banyak faktor yang
mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan
13
saraf simpatik, systemrennin angiotensin, efek dari ekskresi Na,
obesitas, merokok dan stres.
2. Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal.
Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil, gangguan endokrin dan lain-
lain (Anonim, 2010).
3. Gejala Hipertensi
Hampir semua gangguan medis diikuti dengan tanda dan gejala.
Namun hal ini tidak berlaku untuk tekanan darah tinggi karena sebagian
besar orang dengan tekanan darah tinggi atau hipertensi tidak merasakan
gejala sampai mereka mengukur tekanan darahnya. Kondisi hipertensi
tidak bisa dianggap remeh karena merupakan salah satu faktor risiko
paling berpengaruh sebagai penyebab penyakit kardiovaskular. Penyebab
hipertensi umumnya sulit ditentukan dan keadaan ini biasanya
berhubungan dengan riwayat hipertensi dalam keluarga. Karena itu,
hipertensi seperti ini disebut hipertensi esensial.
Akan tetapi ada beberapa faktor yang berpengaruh pada hipertensi,
yakni: faktor usia, merokok, kegemukan atau obesitas, kurang aktivitas
fisik, terlalu banyak mengonsumsi garam, minum alkohol secara
berlebihan, stres, kelainan pembuluh darah, adanya gangguan ginjal
seperti gagal ginjal, penyempitan arteri ginjal, dan sebagainya, masalah
tiroid, preeklamsia, suatu komplikasi kehamilan (AN, 2010).
Hipertensi berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
seperti sakit kepala, jantung berdebar-debar, kelelahan, mual, muntah,
14
sesak nafas, sering buang air kecil terutama di malam hari, telinga
berdenging, gelisah, pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya
kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal, kadang penderita
hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena
terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif
yang memerlukan penanganan segera (Soeharto, 2001).
Penyebab Hipertensi dapat dikategorikan menjadi 2 golongan besar:
a. Hipertensi Essensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui
penyebabnya, yang menempati bagian terbesar kasus yang ada
(95%). Sedangkan faktor yang mempengaruhinya seperti genetik,
lingkungan, gangguan pengeluaran/eksresi garam natrium, serta
faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti kegemukan
(obesitas), alkohol, merokok dan lain-lain.
b. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal/ginjal. penyebab
spesifiknya diketahui seperti penyakit ginjal, tekanan darah tinggi
pembuluh darah ginjal, pengaruh hormon (aldosteron, estrogen).
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko timbulnya hipertensi
faktor keturunan pada 70-80% kasus hipertensi essensial, didapatkan
riwayat hipertensi didalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi
didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi essensial lebih
besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar
monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita hipertensi dugaan
ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam
terjadinya hipertensi (Soengkowo, 2007).
15
4. Epidemiologi
Di negara berkembang, sekitar 80 persen penduduk negara
mengidap hipertensi. Hipertensi diperkirakan menjadi penyebab
kematian sekitar 7,1 juta orang di seluruh dunia atau sekitar 13 % dari
total kematian. The American Heart Association memperkirakan tekanan
darah tinggi mempengaruhi sekitar satu dari tiga orang dewasa di
Amerika Serikat yang berjumlah 73 juta orang. Tekanan darah tinggi
juga diperkirakan mempengaruhi sekitar dua juta remaja Amerika dan
anak-anak. Hipertensi jelas merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang utama.
Di Indonesia terdapat beban ganda dari prevalensi penyakit
hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya dengan penyakit infeksi
dan malnutrisi. Prevalensi hipertensi yang tertinggi adalah pada wanita
(25%) dan pria (24%). Rata-rata tekanan darah sistole 127,33 mmHg
pada pria indonesia dan 124,13 mmHg pada wanita indonesia. Tekanan
diastole 78,10 mmHg pada pria dan 78,56 mmHg pada wanita. Penelitian
lain menyebutkan bahwa penyakit hipertensi terus mengalami kenaikan
insiden dan prevalensi, berkaitan erat dengan perubahan pola makan,
penurunan aktivitas fisik, kenaikan kejadian stres dan lain-lain (Sani,
2008).
Di Indonesia berdasarkan hasil survei INA-MONICA (Multinational
Monitoring of Trends and Determinants In Cardiovascular Disease)
tahun 1988 angka hipertensi mencapai 14,9%, jumlah penderita
hipertensi terus meningkat hingga 16,9% pada survei 5 tahun kemudian.
16
Gaya hidup modern telah membuat hipertensi menjadi masalah besar. Di
Indonesia saja prevalensi hipertensi cukup tinggi 7% sampai 22%.
Bahkan berdasarkan hasil penelitian, penderita akan berujung pada
penyakit jantung 75%, stroke 15%, dan gagal ginjal 10%.
Pasien hipertensi yang tercatat pada poli ginjal dan hipertensi RSHS
Bandung tahun 2007 sebanyak 4.000 orang dan tahun 2008 naik menjadi
4.100 orang. Dari 4.000 penderita hipertensi, sekitar 17 persen
diantaranya juga menyumbang penyakit gagal ginjal. Kejadian hipertensi
tertinggi ada pada usia di atas 60 tahun dan terendah pada usia di bawah
40 tahun (Soelaeman, 2009).
5. Patofisiologi
Jantung memompa darah melalui pembuluh darah arteri. Dari
pembuluh darah yang besar ke pembuluh darah yang kecil yang disebut
arteriol. Arteriol membagi darah ke pembuluh darah yang lebih kecil lagi
yang disebut kapiler. Tugas kapiler-kapiler ini adalah memberi organ-
organ makanan dan oksigen. Darah akan kembali ke jantung melalui
pembuluh darah vena.
Normalnya, pembuluh darah akan mengembang (menerima darah)
dan mengecil (meneruskan darah) melalui sistem persarafan yang
kompleks. Namun peristiwa ini sering kali tidak berjalan mulus. Banyak
keadaan (Penyakit atau kelainan) yang bisa membuat pembuluh darah
tidak membesar atau tidak elastis lagi akibatnya akan terjadi kekurangan
darah pada organ tertentu. Jika suatu organ kekurangan oksigen dan sari
makanan, maka suatu proses umpan balik akan terjadi.
17
Organ tersebut akan mengirim tanda ke otak bahwa membutuhkan
darah lebih banyak. Reaksinya adalah tekanan darah ditingkatkan
sayangnya peningkatan tekanan darah ini juga terjadi pada organ-organ
lainnya yang tidak mengirim tanda tersebut. Dan yang paling beresiko
tinggi pada ginjal dan otak. Tekanan darah yang tinggi pada ginjal dan
otak mengakibatkan kerusakan kedua organ tersebut (Tapan, 2004).
6. Pengobatan
Secara umum, pengobatan hipertensi dapat dibedakan atas
pendekatan farmakologis yaitu dengan obat dan pendekatan non-
farmakologis yaitu dengan mengubah gaya hidup. Seseorang yang tidak
menderita hipertensi, mempertahankan gaya hidup sehat berpotensi
dalam pencegahan hipertensi yang berkaitan dengan bertambahnya usia.
Sedangkan bagi seseorang yang menderita hipertensi, pendekatan non-
farmakologis merupakan penanganan awal sebelum penambahan obat-
obat hipertensi.
Hipertensi sebenarnya tidak dapat disembuhkan tapi harus selalu
dikontrol atau dikendalikan, karena hipertensi merupakan keadaan
dimana pengaturan tekanan darah tidak berfungsi sebagaimana mestinya
yang disebabkan oleh banyak faktor. Mengobati hipertensi memang
harus dimulai dengan modifikasi gaya hidup yang sehat, dan apabila hal
ini tidak berhasil maka mulai diberikan obat (Karyadi, 2002).
Pengobatan hipertensi hampir selalu termasuk perubahan gaya hidup
untuk mengendalikan faktor-faktor risiko.
18
1. Kurangi berat badan jika kegemukan
Kebanyakan orang dengan tekanan darah tinggi adalah mereka
yang gemuk. Jaringan yang berlemak memerlukan banyak darah
untuk pemberian zat-zat makanan. Kurangi asupan garam, baik dari
garam dapur atau makanan yang banyak mengandung garam seperti
makanan yang diasinkan (ikan asin, telur asin), makanan yang
diawetkan (dendeng, abon), acar, makanan kaleng, bumbu-bumbu
(terasi, tauco, vetsin), dan makanan camilan yang banyak
mengandung garam (biskuit, roti, kue).
2. Ubah gaya hidup “malas”
Kehidupan saat ini mengharuskan kita untuk serba malas.
Kurangnya aktivitas olahraga cenderung mengakibatkan kegemukan
dan juga bisa meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke.
Kegiatan olahraga dikatakan bermakna jika bisa melakukan 20-40
menit perhari sekurang-kurangnya 3 kali seminggu. Jalan kaki
merupakan olahraga yang murah meriah namun jika bosan bisa
mengkombinasi dengan renang, fitness ataupun aktivitas permainan
lainnya seperti bulu tangkis, tenis meja atau bahkan berdansa.
3. Hindari merokok dan alkohol
Merokok dan alkohol merupakan sesuatu yang mutlak harus
dihindari jika seseorang sudah didiagnosis hipertensi. Minum
alkohol bisa meningkatkan tekanan darah dan juga jumlah kalori
19
yang masuk jika seseorang sedang berdiet. Alkohol adalah minuman
yang kaya akan kalori yang mudah menyebabkan kegemukan.
4. Kendalikan stress
Stress adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari. Stress bisa
dikurangi dengan cara berdoa, meditas, berolahraga, membaca
buku/majalah, mendengarkan musik atau menonton.
5. Kurangi konsumsi garam
Sebaiknya antara penderita dan non penderita dalam keluarga
mengatur diet yang berbeda. Jika sedang diet rendah garam, berhati-
hatilah jika mengkonsumsi makanan yang bisa dibeli/peroleh di luar
rumah.
6. Perbanyak konsumsi buah dan sayuran
Buah-buahan dan sayuran sangat baik untuk dikonsumsi. Selain
mempunyai fungsi menurunkan kolesterol, buah dan sayuran juga
bermanfaat agar bisa buang air besar secara teratur (Tapan, 2004).
7. Olahraga/aktivitas fisik teratur, dan pilih olahraga yang tidak terlalu
berat dan dapat meningkatkan tekanan darah seperti joging, jalan
kaki, berenang.
8. Minum obat antihipertensi secara teratur sesuai dengan anjuran
dokter, dengan mempertimbangkan dosis, jangka waktu pengobatan,
dan perhatikan efek samping yang timbul selama pengobatan.
9. Lakukan pengukuran tekanan darah secara rutin, dengan
mengevaluasi kemajuan pengobatan, disamping menghindari risiko-
risiko terjadinya komplikasi penyakit lainnya.
20
10. Konsultasikan segera ke dokter bila timbul penyakit penyerta lain
seperti jantung koroner, diabetes mellitus, gangguan ginjal dan
lainnya (Karyadi, 2002).
B. Tinjauan Umum Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
Pada mulanya epidemiologi diartikan sebagai studi tentang epidemi.
Hal ini berarti bahwa epidemiologi hanya mempelajari penyakit-penyakit
menular saja tetapi dalam perkembangan selanjutnya epidemiologi juga
mempelajari penyakit-penyakit non infeksi, sehingga dewasa ini epidemiologi
dapat diartikan sebagai studi tentang penyebaran penyakit pada manusia di
dalam konteks lingkungannya. Mencakup juga studi tentang pola-pola
penyakit serta pencarian determinan-determinan penyakit tersebut
(Notoatmodjo, 2003).
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat, penyebab,
pengendalian, dan faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan distribusi
penyakit, kecatatan, dan kematian dalam populasi manusia. Epidemiologi
berguna untuk mengkaji dan menjelaskan dampak dari tindakan pengendalian
kesehatan masyarakat, program pencegahan, intervensi klinis, dan pelayanan
kesehatan terhadap penyakit atau mengkaji dan menjelaskan faktor lain yang
berdampak pada status kesehatan penduduk. Epidemiologi penyakit juga
dapat menyertakan deskripsi keberadaannya di dalam populasi dan faktor-
faktor yang mengendalikan ada atau tidaknya penyakit tersebut (Timmreck,
2004).
Epidemiologi merupakan filosofi dasar disiplin ilmu-ilmu kesehatan
termasuk kedokteran yakni suatu proses logis untuk menganalisis serta
21
memahami hubungan interaksi antara proses fisik, biologis dan fenomena
sosial yang berhubungan erat dengan derajat kesehatan, kejadian penyakit
maupun gangguan kesehatan lainnya. Dalam hal ini sifat dasar epidemiologi
lebih mengarahkan diri pada kelompok penduduk atau masyarakat tertentu
dan menilai peristiwa dalam masyarakat secara kuantitatif.
Metode epidemiologi merupakan cara pendekatan ilmiah dalam
mencari faktor-faktor penyebab serta hubungan sebab-akibat terjadinya
peristiwa tertentu pada suatu kelompok penduduk tertentu. Dalam hal ini
istilah penduduk dapat berarti sekelompok objek tertentu baik yang bersifat
organisme hidup seperti manusia, binatang dan tumbuhan maupun yang
bersifat benda/material seperti hasil produk industri serta benda lainnya.
Pentingnya pengetahuan tentang Penyakit Tidak Menular (selanjutnya
disingkat PTM) dilatarbelakangi dengan kecenderungan semakin
meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular (PTM) dalam masyarakat,
khususnya masyarakat Indonesia. Perubahan pola struktur masyarakat agraris
ke masyarakat industri banyak memberi andil terhadap perubahan pola
fertilitas, gaya hidup, sosial ekonomi yang pada gilirannya dapat memacu
semakin meningkatnya penyakit tidak menular (PTM) (Bustan, 2000).
Dengan demikian tidaklah mengherankan bila metode epidemiologi
tidak terbatas pada bidang kesehatan saja tetapi juga pada bidang lainnya
termasuk bidang manajemen. Oleh sebab itu dalam penggunaanya,
epidemiologi sangat erat hubungannya dengan berbagai disiplin ilmu di luar
kesehatan baik disiplin ilmu eksakta maupun ilmu sosial (Noor, 2001).
C. Tinjauan Teori Obesitas Sebagai Faktor Risiko Hipertensi
22
Kegemukan juga sering menyebabkan gangguan dalam aktivitas sehari-
hari atau kurang lincah, selain daripada itu, sering mengalami depresi, baik
yang datang dari dalam dirinya sendiri maupun dari lingkungannya.
Di negara-negara barat, kejadian kegemukan sangat tinggi, sehingga
telah dianggap sebagai epidemi. Sementara itu, akibat adanya pengaruh
faktor lingkungan dan perubahan gaya hidup serta pola makan yang kebarat-
baratan di negara sedang berkembang seperti Indonesia, terjadi pula
peningkatan kejadian kegemukan yang drastis.
Di Indonesia sendiri, walaupun belum ada penelitian yang baku
mengenai kegemukan, akan tetapi peningkatan kejadian kegemukan dapat
dijumpai khususnya di kota-kota besar. Dari hasil penelitian epidemiologi di
Koja, Jakarta Utara dalam periode sepuluh tahun (l982 dan 1992/93)
menunjukkan adanya peningkatan angka berat badan (BB) lebih dan
kegemukan (Indeks Massa Tubuh/IMT) dari 4,2 menjadi 10,9 % pada pria
dan dari 7,1 % menjadi 24,1 % pada wanita.
Angka persentase ini tampaknya hampir mendekati perkiraan Berat
Badan (BB) lebih dan kegemukan pada populasi di Indonesia yaitu berat
badan lebih untuk pria dan wanita 12,8 % dan 30 %, sedangkan obesitas pria
2,5 % dan wanita 5,9 %.
Dari hasil penelitian membuktikan bahwa kegemukan terutama pada
lanjut usia (lansia) menimbulkan banyak masalah dan memperbesar risiko
seseorang terserang penyakit degeneratif sebagaimana diuraikan di atas.
Kegemukan juga merupakan penyebab kematian kedua setelah merokok yang
harus dicegah (Siburian, 2007).
23
Secara sederhana, obesitas menggambarkan suatu keadaan
tertimbunnya lemak dalam tubuh sebagai akibat berlebihnya masukan kalori.
Secara klinis seseorang dinyatakan mengalami obesitas bila terdapat
kelebihan berat badan sebesar 15% atau lebih dari berat badan idealnya.
Dengan pengukuran yang lebih ilmiah, penentuan obesitas didasarkan pada
proporsi lemak terhadap berat badan total seseorang (Misnadiarly, 2007).
Penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam
dinding dada bisa menekan paru-paru, sehingga timbul gangguan pernafasan
dan sesak nafas, meskipun penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan.
Gangguan pernafasan bisa terjadi pada saat tidur dan menyebabkan
terhentinya pernafasan untuk sementara waktu (tidur apneu), sehingga pada
siang hari penderita sering merasa ngantuk.
Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri
punggung bawah dan memperburuk osteoartritis (terutama di daerah pinggul,
lutut dan pergelangan kaki). Juga kadang sering ditemukan kelainan kulit.
Seseorang yang menderita obesitas memiliki permukaan tubuh yang relatif
lebih sempit dibandingkan dengan berat badannya, sehingga panas tubuh
tidak dapat dibuang secara efisien dan mengeluarkan keringat yang lebih
banyak. Sering ditemukan edema (pembengkakan akibat penimbunan
sejumlah cairan) di daerah tungkai dan pergelangan kaki (Anonim, 2010).
Penyakit kegemukan (Obesitas) terjadi karena ketidakseimbangan
antara konsumsi kalori dan kebutuhan energi, yakni konsumsi kalori terlalu
berlebih dibandingkan dengan kebutuhan atau pemakaian energi. Kelebihan
energi dalam tubuh disimpan dalam bentuk lemak. Seseorang dikatakan
24
Obesitas bila berat badannya pada laki-laki melebihi 15% dan pada wanita
melebihi 20% dari berat badan ideal menurut umurnya. Pada orang yang
menderita obesitas ini organ-organ tubuhnya dipaksa untuk bekerja lebih
berat, karena harus membawa kelebihan berat badan. Oleh sebab itu pada
umumnya lebih cepat gerah, capai, dan mempunyai kecenderungan untuk
membuat kekeliruan dalam bekerja. Akibat dari penyakit obesitas ini, para
penderitanya cenderung menderita penyakit-penyakit: kardiovaskuler,
hipertensi, dan diabetes mellitus. Cara untuk mengukur berat badan ideal
pada orang dewasa dapat menggunakan rumus sebagai berikut (Notoatmodjo,
2003):
BB normal = (Tinggi badan - 100) - 10% (Tinggi badan - 100).
Pengukuran status gizi masyarakat dapat dilakukan dengan menghitung
melalui cara berikut (Supariasa, 2001):
1. Berat badan menurut umur (BB/U)
Pengukuran BB/U berguna untuk anak pengukuran anak balita.
Baku rujukan yang digunakan adalah WHO-NCHS dengan lima
klasifikasi, yaitu :
a. Gizi lebih, apabila berat badan bayi/anak menurut umurnya > 120%
b. Gizi baik, apabila berat badan bayi/anak menurut umurnya > 80%-
120%
c. Gizi sedang, apabila berat badan bayi/anak menurut umurnya diantara
70%-79,9%
d. Gizi kurang, apabila berat badan bayi/anak menurut umurnya diantara
60%-69,9%
25
e. Gizi buruk, apabila berat badan bayi/anak menurut umurnya < 60%
2. Tinggi badan menurut umur (TB/U)
Pengukuran TB/U juga berguna untuk anak pengukuran anak
balita. Baku rujukan yang digunakan adalah WHO-NCHS dengan empat
klasifikasi, yaitu :
a. Gizi baik, apabila tinggi badan bayi/anak menurut umurnya > 90%
b. Gizi sedang, apabila tinggi badan bayi/anak menurut umurnya
diantara 81%-90%
c. Gizi kurang, apabila tinggi badan bayi/anak menurut umurnya
diantara 71%-80%
d. Gizi buruk, apabila tinggi badan bayi/anak menurut umurnya < 70%.
Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih
banyak dari yang diperlukan oleh tubuh. Penyebab terjadinya
ketidakseimbangan antara asupan dan pembakaran kalori ini masih belum
jelas.
Terjadinya obesitas melibatkan beberapa faktor:
1. Faktor genetik. Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga
memiliki penyebab genetik. Tetapi anggota keluarga tidak hanya
berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang bisa
mendorong terjadinya obesitas. Seringkali sulit untuk memisahkan
faktor gaya hidup dengan faktor genetik. Penelitian terbaru
26
menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh
sebesar 33% terhadap berat badan seseorang.
2. Faktor lingkungan. Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai
kasus obesitas, tetapi lingkungan seseorang juga memegang peranan
yang cukup berarti. Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup
(misalnya apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan serta
bagaimana aktivitasnya). Seseorang tentu saja tidak dapat mengubah
pola genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola makan dan
aktivitasnya.
3. Faktor psikis. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap
emosinya dengan makan. Salah satu bentuk gangguan emosi adalah
persepsi diri yang negatif. Gangguan ini merupakan masalah yang
serius pada banyak wanita muda yang menderita obesitas, dan bisa
menimbulkan kesadaran yang berlebihan tentang kegemukannya serta
rasa tidak nyaman dalam pergaulan sosial. Ada dua pola makan
abnormal yang bisa menjadi penyebab obesitas yaitu makan dalam
jumlah sangat banyak (binge) dan makan di malam hari (sindroma
makan pada malam hari). Kedua pola makan ini biasanya dipicu oleh
stres dan kekecewaan. Binge mirip dengan bulimia nervosa, dimana
seseorang makan dalam jumlah sangat banyak, bedanya pada binge hal
ini tidak diikuti dengan memuntahkan kembali apa yang telah dimakan.
Sebagai akibatnya kalori yang dikonsumsi sangat banyak. Pada
sindroma makan pada malam hari, adalah berkurangnya nafsu makan di
27
pagi hari dan diikuti dengan makan yang berlebihan, agitasi dan
insomnia pada malam hari.
4. Faktor kesehatan.
Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, diantaranya:
a. Hipotiroidisme
b. Sindroma Cushing
c. Sindroma Prader-Willi
d. Beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak
makan.
5. Faktor obat-obatan.
Obat-obat tertentu (misalnya steroid dan beberapa anti-depresi)
bisa menyebabkan penambahan berat badan.
6. Faktor perkembangan.
Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya)
menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh.
Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-
kanak, bisa memiliki sel lemak sampai 5 kali lebih banyak
dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal. Jumlah sel-sel
lemak tidak dapat dikurangi, karena itu penurunan berat badan hanya
dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak di dalam setiap
sel.
7. Aktivitas fisik.
Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu
penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah
28
masyarakat yang makmur. Orang-orang yang tidak aktif memerlukan
lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan
kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan
mengalami obesitas (Rocky, 2007).
8. Tingkat sosial
Di negara-negara barat, obesitas banyak dijumpai pada golongan
sosial-ekonomi rendah. Salah satu survei di Manhattan menunjukkan
bahwa obesitas dijumpai 30% pada kelas sosial-ekonomi rendah, 17%
pada kelas menengah, dan 5% pada kelas atas. Obesitas banyak
dijumpai pada wanita keluarga miskin barangkali karena sulitnya
membeli makanan yang tinggi kandungan protein. Mereka hanya
mampu membeli makanan murah yang umumnya mengandung banyak
hidrat arang. Obesitas yang dijumpai pada kalangan eksekutif atau
wirausahawan, barangkali timbul karena makanan berlemak tinggi
disertai penggunaan minuman beralkohol (Misnadiarly, 2007).
Cara yang paling mudah untuk menentukan apakah seseorang kelebihan
berat badan adalah dengan melihat ukuran tubuh dirinya sendiri didepan kaca.
Cara lain adalah dengan mencubit kulit bagian pinggang atau dibawah lengan.
Apabila tebal lipatan kulit yang ikut tercubit lebih dari 2,5 cm, kemungkinan
akan mengalami Obesitas. Selain itu bentuk tubuh juga ikut menentukan. Bila
tubuh cenderung membesar dibagian pinggang dibandingkan dengan bagian
pinggul seperti buah apel maka beresiko mengalami Obesitas. Sebaliknya bila
yang lebih besar dibagian pinggul dan paha (tipe buah pir) resikonya adalah
29
lebih kecil. Untuk tipe buah apel perlu mengurangi kelebihan lemak yang
mengganggu tubuh.
Cara yang mudah dan obyektif untuk mengukur kelebihan berat badan
adalah dengan menghitung BMI (Body Mass Index) atau Indeks Massa Tubuh
dengan rumus; BMI = Berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan kuadrat
(m²). Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur diatas 18
tahun. Untuk kategori ambang batas IMT dapat dilihat pada tabel dibawah
ini :
Tabel 2.2 Kategori Ambang Batas IMT
Kategori IMT
Kurus
Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0-18,5
Normal >18,5-25,0
Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0-27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0
Sumber: Supariasa (2001 : 61)
Antar batas IMT yang dianggap baik untuk berbagai kelompok umur
adalah sebagaimana tertulis dalam tabel berikut:
Tabel 2.3 IMT Ideal Menurut Umur
Umur (Tahun) IMT
30
19-24 19-24
25-34 20-25
35-44 21-26
45-54 22-27
55-64 23-28
>65 24-29
Sumber: Almatsier (2003 : 149)
Pembatasan asupan kalori dan peningkatan aktivitas fisik merupakan
komponen yang paling penting dalam pengaturan berat badan. Kedua
komponen ini juga penting dalam mempertahankan berat badan setelah terjadi
penurunan berat badan. Harus dilakukan perubahan dalam pola aktivitas fisik
dan mulai menjalani kebiasaan makan yang sehat.
Langkah awal dalam mengobati obesitas adalah menaksir lemak tubuh
penderita dan risiko kesehatannya dengan cara menghitung Body Mass Index
(BMI). Risiko kesehatan yang berhubungan dengan obesitas akan meningkat
sejalan dengan meningkatnya angka BMI:
a. Risiko rendah: BMI < 27
b. Rsiko menengah: BMI 27-30
c. Risiko tinggi: BMI 30-35
d. Risiko sangat tinggi: BMI 35-40
e. Risiko sangat sangat tinggi: BMI 40 atau lebih.
Jenis dan beratnya latihan, serta jumlah pembatasan kalori pada setiap
penderita berbeda-beda dan obat yang diberikan disesuaikan dengan keadaan
penderita. Penderita dengan risiko kesehatan rendah, menjalani diet sedang
31
(1200-1500 kalori/hari untuk wanita, 1400-2000 kalori/hari untuk pria)
disertai dengan olahraga. Penderita dengan risiko kesehatan menengah,
menjalani diet rendah kalori (800-1200 kalori/hari untuk wanita, 1000-1400
kalori/hari untuk pria) disertai olahraga. Penderita dengan risiko kesehatan
tinggi atau sangat tinggi, mendapatkan obat anti-obesitas disertai diet rendah
kalori dan olah raga.
Memilih program penurunan berat badan yang aman dan berhasil.
Unsur-unsur yang harus dipertimbangkan dalam memilih suatu program
penurunan berat badan:
a. Diet harus aman dan memenuhi semua kebutuhan harian yang dianjurkan
(vitamin, mineral dan protein). Diet untuk menurunkan berat badan harus
rendah kalori.
b. Program penurunan berat badan harus diarahkan kepada penurunan berat
badan secara perlahan dan stabil.
c. Sebelum sebuah program penurunan berat badan dimulai, dilakukan
pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh.
d. Program yang diikuti harus meliputi pemeliharaan berat badan setelah
penurunan berat badan tercapai. Pemeliharaan berat badan merupakan
bagian tersulit dari pengendalian berat badan. Program yang dipilih harus
meliputi perubahan kebiasaan makan dan aktivitas fisik yang permanen,
untuk merubah gaya hidup yang pada masa lalu menyokong terjadinya
penambahan berat badan. Program ini harus menyelenggarakan perubahan
perilaku, termasuk pendidikan dalam kebiasaan makan yang sehat dan
32
rencana jangka panjang untuk mengatasi masalah berat badan (Anonim,
2010).
Obesitas merupakan suatu keadaan menahun (kronis). Obesitas
seringkali dianggap suatu keadaan sementara yang bisa diatasi selama
beberapa bulan dengan menjalani diet yang ketat. Pengendalian berat badan
merupakan suatu usaha jangka panjang. Agar aman dan efektif, setiap
program penurunan berat badan harus ditujukan untuk pendekatan jangka
panjang.
Kaitan erat antara kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan darah
telah dilaporkan oleh beberapa studi. Berat badan dan indeks masa tubuh
(IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah
sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5
kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal.
Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki
berat badan lebih (overweight) (Karyadi, 2002).
Obesitas adalah faktor gaya hidup nomor satu yang berhubungan
dengan tekanan darah tinggi, seperti juga dengan banyak penyakit modern
lainnya. Penelitian telah menunjukkan bahwa tekanan darah secara langsung
berbanding lurus dengan kenaikan berat badan. Bahkan berkurangnya
beberapa kilogram terbukti membuat perbedaan yang signifikan dalam
menurunkan tekanan darah (Braverman, 2006).
Hubungan antara obesitas dan hipertensi adalah kompleks dan mungkin
menggambarkan interaksi faktor genetik, demografi dan biologik. Berbagai
33
penelitian telah melaporkan bahwa penurunan berat badan bermanfaat untuk
mengurangi tekanan darah (Siburian, 2007).
D. Tinjauan Teori Merokok Sebagai Faktor Risiko Hipertensi
Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim ditemui dalam
kehidupan sehari-hari. Seseorang dikatakan perokok jika telah menghisap
minimal 100 batang. Rokok merupakan salah satu produk industri dan
komoditi internasional yang mengandung sekitar 1.500 bahan kimiawi.
Unsur-unsur yang penting antara lain: tar, nikotin, benzopryn, metal kloride,
aseton, amonia dan karbon monoksida. Ada beberapa kecenderungan negatif
mengenai situasi rokok ini:
1. Umur usia merokok makin muda.
Semua umur bisa merokok namun tidak ada bayi yang lahir dengan
merokok. Ditemukan sekitar 30% perokok di Amerika Serikat (AS) adalah
golongan usia dibawah 20 tahun. Di Indonesia kepulan asap bukanlah hal
yang langka ditemukan di sekolah menengah. Makin awal seseorang
merokok makin sulit untuk berhenti merokok. Rokok juga punya dose-
respone effect artinya makin muda usia rokok makin besar pengaruhnya.
2. Semakin banyak wanita merokok.
Tampak kaum lelaki perokok menurun tetapi tempatnya diambil
alih oleh wanita. Masalah rokok untuk wanita ini menjadi lebih serius jika
dikaitkan dengan kehamilan. Pengaruhnya dapat berupa abortus spontan,
kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan kematian perintal.
34
3. Kecenderungan peningkatan konsumsi rokok di negara berkembang.
Alasannya, makin banyak negara berkembang menjadi tempat pelemparan
komoditi tembakau karena:
a. Demografis: dalam 20 tahun terakhir ini terdapat pertambahan
penduduk dari 1,5 menjadi 2 miliar di negara-negara sedang
berkembang.
b. Kesadaran penduduk yang rendah terhadap bahaya rokok.
c. Sosial ekonomi meningkat dan kemampuan membeli rokok juga
meningkat.
d. Proteksi terhadap zat-zat berbahaya umumnya kurang.
e. Perokok juga didominasi oleh kelompok pendapatan rendah dan pekerja
kasar. Pendapatan yang seharusnya dipakai untuk membeli protein atau
makanan, harus melayang jadi asap rokok.
4. Makin meningkatnya masalah passive smoking. Lingkungan kerja atau
tempat tinggal (kamar) yang semakin tertutup memungkinkan terjadinya
pengaruh passive smoking. Hal ini menunjukkan bahaya ganda rokok yang
tidak saja untuk perokok sendiri tetapi untuk orang lain di sekitarnya
(Bustan, 2000).
Merokok juga berperan penting atas timbulnya tekanan darah tinggi.
Rokok mengandung kadmium, suatu mineral yang tidak bisa digunakan oleh
tubuh dan yang dikaitkan erat dengan tekanan darah tinggi (Marvyn, 1995).
Menghisap satu batang rokok saja bisa membuat tekanan darah naik
sepuluh poin atau lebih. Nikotin membuat pembuluh darah menyempit,
sehingga jantung harus bekerja lebih berat untuk memompa darah melalui
35
pembuluh tersebut, dan karbon monoksida dari rokok menurunkan jumlah
oksigen dalam darah. Merokok secara teratur bisa membuat tekanan darah
tetap tinggi. Lambat laun, penurunan kadar oksigen meningkatkan
pembekuan darah dan pembentukan plak (Braverman, 2006).
Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang
dihisap melalui rokok, yang masuk ke dalam aliran darah dapat
mengakibatkan tekanan darah tinggi. Selain dapat meningkatkan tekanan
darah, merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen
untuk disuplai ke otot-otot jantung (Karyadi, 2002).
Akibat negatif rokok, sesungguhnya sudah mulai terasa pada waktu
orang baru mulai menghisap rokok. Dalam asap rokok yang membara karena
dihisap, tembakau terbakar kurang sempurna sehingga menghasilkan karbon
monoksida, yang disamping asapnya sendiri, tar dan nikotin (yang terjadi dari
pembakaran tembakau tersebut) dihirup masuk kejalan napas. Karbon
monoksida, tar, nikotin berpengaruh terhadap syaraf yang menyebabkan:
gelisah, tangan gemetar (termor), cita rasa atau selera makan kurang, ibu-ibu
hamil yang merokok dapat kemungkinan keguguran kandungan.
Tar dan asap rokok dapat juga merangsang jalan napas, dan tertimbun
didalamnya sehingga menyebabkan: batuk-batuk atau sesak napas, kanker
jalan napas, lidah, dan bibir. Nikotin merangsang bangkitnya adrenalin
hormon dari anak ginjal yang menyebabkan: jantung berdebar-debar,
meningkatkan tekanan darah serta kadar kolesterol dalam darah. Gas karbon
monoksida juga berpengaruh negatif terhadap jalan napas. Karbon monoksida
lebih mudah terikat pada hemoglobin dari pada oksigen. Oleh karena itu,
36
darah yang kemasukan karbon monoksida banyak, akan berkurang daya
angkutnya bagi oksigen dan orang dapat meninggal dunia karena keracunan
karbon monoksida. Pada seorang perokok tidak akan sampai terjadi
keracunan karbon monoksida, namun pengaruh karbon monoksida yang
dihirup oleh perokok dengan sedikit demi sedikit, dengan lambat akan
berpengaruh negatif pada jalan napas dan pembuluh darah (Ayurai, 2009).
Dari survei secara nasional juga ditemukan bahwa laki-laki remaja
banyak yang menjadi perokok dan hampir 2/3 dari kelompok umur produktif
adalah perokok. Pada pria prevalensi perokok tertinggi adalah umur 25-29
tahun. Hal ini terjadi karena jumlah perokok pemula jauh lebih banyak dari
perokok yang berhasil berhenti merokok dalam satu rentan populasi
penduduk. Sebagian perokok mulai merokok pada umur < 20 tahun dan
separuh dari laki-laki umur 40 tahun ke atas telah merokok tiga puluh tahun
atau lebih, lebih dari perokok menghisap minimal 10 batang perhari, hampir
70% perokok di Indonesia mulai merokok sebelum mereka berusia 19 tahun
(Pdpersi, 2003).
Merokok dapat merusak pembuluh darah, menyebabkan arteri
menyempit dan lapisan menjadi tebal dan kasar. Menurut Iman Soeharto
(2001) keadaan paru-paru dan jantung mereka yang merokok tidak dapat
bekerja secara efisien.
Dengan menghisap sebatang rokok maka akan mempunyai pengaruh
besar terhadap kenaikan tekanan darah atau hipertensi. Pada keadaan
merokok pembuluh darah di beberapa bagian tubuh akan mengalami
penyempitan, dalam keadaan ini dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi supaya
37
darah dapat mengalir ke alat-alat tubuh dengan jumlah yang tetap. Untuk itu
jantung harus memompa darah lebih kuat, sehingga tekanan pada pembuluh
darah meningkat (Wardoyo, 1996).
Variabel rokok sebagai variabel independen dalam suatu penelitian
mempunyai variasi yang cukup luas dalam kaitannya dengan dampak yang
diakibatkannya:
1) Jenis perokok (perokok aktif atau pasif)
Rokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari hisapan perokok
atau asap utama pada rokok yang dihisap. Dari pendapat diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa perokok aktif adalah orang yang merokok dan
langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi
kesehatan diri sendiri maupun lingkungan sekitar.
Perokok pasif adalah asap rokok yang dihirup oleh seseorang yang
tidak merokok (Pasive Smoker). Asap rokok merupakan polutan bagi
manusia dan lingkungan sekitarnya. Asap rokok lebih berbahaya terhadap
perokok pasif daripada perokok aktif. Asap rokok yang dihembusan oleh
perokok aktif dan terhirup oleh perokok pasif, lima kali lebih banyak
mengandung karbon monoksida, empat kali lebih banyak mengandung tar
dan nikotin.
2) Jumlah rokok yang dihisap dalam (dalam satuan batang, bungkus atau pak
perhari)
Jenis perokok dapat dibagi atas perokok ringan sampai berat.
Perokok ringan jika merokok kurang dari 10 batang perhari, perokok
sedang mengisap 10-20 batang dan perokok berat jika lebih dari 20 batang.
38
Bila sebatang rokok dihabiskan dalam sepuluh kali hisapan asap rokok
maka dalam tempo setahun bagi perokok sejumlah 20 batang (satu
bungkus) per hari akan mengalami 70.000 hisapan asap rokok. Beberapa
zat kimia dalam rokok yang berbahaya bagi kesehatan bersifat kumulatif
(ditimbun), suatu saat dosis racunnya akan mencapai titik toksik sehingga
akan mulai kelihatan gejala yang ditimbulkan.
3) Jenis rokok yang dihisap kretek, cerutu atau rokok putih (pakai filter atau
tidak).
Dalam peraturan (PP) Nomor 19 tahun 2003 tentang pengamanan
rokok bagi kesehatan, pemerintah tidak menentukan kandungan kadar
nikotin sebesar 341,5 mg dan kandungan kadar tar serbesar 20 mg pada
rokok kretek. Dan rokok kretek menggunakan tembakau rakyat. Tetapi
menurut Direktur Agro Departemen Perindustrian dan Perdagangan
(Deperindag) Yamin Rahman menyatakan kandungan kadar nikotin pada
rokok kretek melebihi 1,5 mg yaitu 2,5 mg dan kandungan kadar tar pada
rokok kretek melebihi 20 mg yaitu 40 mg (Pdpersi, 2003).
Rokok tidak dapat dipisahkan dari bahan baku pembuatnya yaitu
tembakau. Di Indonesia tembakau ditambah cengkeh dan bahan-bahan lain
dicampur untuk dibuat rokok. Selain itu juga masih ada beberapa jenis
rokok yang dapat digunakan yaitu rokok linting, rokok putih, rokok cerutu,
39
rokok pipa, rokok kretek dan rokok klobot. Rokok kretek mengandung 60–
70 tembakau, sisanya 30%-40% cengkeh dan ramuan lain.
Secara umum rokok dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu rokok
filter dan rokok non filter. Dibandingkan rokok filter, rokok non filter
memiliki kandungan nikotin dan tar lebih besar. Dengan kandungan
nikotin dan tar yag lebih besar serta tidak diserta penyaring pada pangkal
batang rokok, maka potensi masuknya nikotin dan tar ke dalam paru-paru
dari rokok non filter akan lebih besar daripada rokok filter yang
berdampak buruk pada pemakainya dan salah satunya akan terkena risiko
Hipertensi (Yuliana, 2007).
4) Cara mengisap rokok
Cara manghisap rokok antara lain: saat menghisap langsung
dihembuskan (secara dangkal), ditelan sampai ke dalam mulut (dimulut
saja), ditelan sampai di kerongkongan (hisapan dalam).
5) Alasan mulai merokok
Sekedar ingin kelihatan hebat, ikut-ikutan, kesepian, pelarian,
sebagai gaya, meniru orang tua.
6) Lama mengisap rokok
Dampak rokok akan terasa setelah 10-20 tahun pasca digunakan.
Dampak rokok bukan hanya untuk perokok aktif tetapi juga perokok pasif.
Risiko kematian bertambah sehubungan dengan banyaknya merokok dan
umur awal merokok yang lebih dini (Bustan, 2000).
E. Tinjauan Teori Stress Sebagai Faktor Risiko Hipertensi
40
Stress adalah suatu kondisi disebabkan oleh transaksi antara individu
dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan yang
berasal dari situasi dengan sumber-sumber daya sistem biologis, psikologis
dan sosial dari seseorang. Stress adalah yang kita rasakan saat tuntutan emosi,
fisik atau lingkungan tak mudah diatasi atau melebihi daya dan kemampuan
kita untuk mengatasinya dengan efektif. Namun harus dipahami bahwa stres
bukanlah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar itu. Stress adalah respon
kita terhadap pengaruh-pengaruh dari luar itu (Anonim, 2010).
Stress pada dasarnya menyerang semua orang tanpa memandang usia,
pekerjaan, maupun kebangsaan. Kita perlu berhati-hati terhadap stress berat
yang berlangsung lama atau tidak mampu kita kendalikan. Stress berat bisa
menyebabkan seseorang lumpuh, merasa tidak bahagia, seolah-olah tidak lagi
berdaya atas dirinya. Ini akan membawa kita pada keadaan statis dan dapat
menurunkan tingkat produktivitas sehingga berbagai aspek kehidupan
menjadi kacau.
Ketegangan emosional (stress) dapat memicu pelepasan hormon-
hormon yang bersifat vasokonstriktif (tekanan pada pembuluh darah), yaitu
hormon adrenalin dan non adrenalin. Yang mana jika pelepasan hormon
tersebut terjadi menerus akan menyebabkan tekanan darah meningkat
(Anonim, 2010).
Sebuah lonjakan tekanan darah merupakan akibat langsung dari stress.
Tubuh merespon stres fisik atau mental dengan merilis sebuah gelombang
hormon dalam persiapan untuk "melawan atau lari" respon (Mayo Clinic).
Setelah penyebab stress teratasi, denyut jantung dan tekanan darah kembali
41
normal. Seiring waktu, kerusakan ginjal, jantung dan pembuluh darah masih
dapat terjadi, seperti hipertensi kronis. Tetapi dalam jangka panjang tingkat
stress yang tinggi telah ditemukan menjadi prediktor kuat hipertensi masa
depan (American Institute of Stress) (Anonim, 2010).
Secara keseluruhan, studi menunjukkan bahwa stress jangka pendek
tidak langsung menyebabkan hipertensi, tetapi bisa berpengaruh terhadap
perkembangannya. Selain itu beberapa efek samping stress, seperti makan
terlalu banyak dan kurangnya olahraga dapat berkontribusi untuk
mengembangkan hipertensi (Anonim, 2010).
Jika seseorang didiagnosis dengan hipertensi , itu tidak berarti bahwa ia
adalah "terlalu stress," "terlalu gugup," terlalu cemas, atau obsesif. Ini adalah
mitos yang populer. Hipertensi tidak ketegangan saraf atau sedang tertekan.
Bahkan, banyak orang yang benar-benar tenang memiliki hipertensi, juga
dikenal sebagai tekanan darah tinggi.
Penelitian para ilmuwan tidak yakin pada saat ini tentang kemungkinan
efek stress jangka panjang pada tinggi tekanan darah. Mereka percaya bahwa
stress jangka panjang dapat berkontribusi untuk hipertensi, tetapi mereka
tidak yakin berapa banyak dampak sebenarnya mungkin. Dalam hal situasi
stress jangka pendek, mereka tahu bahwa stress dapat membuat tekanan darah
naik untuk sementara waktu. Tetapi begitu stress adalah lega, pembacaan
kembali ke "normal” (Schoenstadt, 2009).
Peningkatan tekanan darah merupakan respons terhadap stress. Sistem
saraf terlibat dalam “fight or flight” respon ketika seseorang berada di bawah
tekanan. Tekanan darah meningkat pada dua cara: Pertama, konstriksi
42
pembuluh darah sebagai respon terhadap peningkatan epinefrin, dan sebagai
cara untuk meningkatkan aliran darah ke otot-otot. Kedua, pompa jantung
lebih cepat, dalam rangka untuk meningkatkan aliran darah ke otak dan otot,
sehingga meningkatkan kewaspadaan dan kesiapan otot (Anonim, 2010).
Stress merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi dimana
hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf
simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten
(tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan
darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka
kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di
pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami
kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Anonim, 2010).
Stres adalah salah satu penyebab hipertensi. Dalam keadaan stres
pembuluh darah akan mengkerut sehingga akan menyempit lalu menaikkan
tekanan darah. Dengan hilangnya stres, maka umumnya tekanan darah ini
akan turun ke tingkat yang normal. Akan tetapi jika tubuh terus-menerus
berada dalam keadaan stres, maka tekanan darah pun akan tetap tinggi.
Tekanan darah yang selalu tinggi akan memaksa jantung untuk bekerja lebih
keras. Hal ini juga akan merusak dinding pembuluh darah (Hutapea, 2009).
Hampir setiap orang dapat terkena stres atau perasaan tertekan.
Penyebabnya bisa macam-macam: karena menghadapi ujian, menghadapi
skripsi yang tak selesai-selesai, dimarahi orang tua, diomeli pacar yang
memang cerewet, kesulitan ekonomi, dan lain-lain. Akibatnya juga macam-
macam, mulai dari yang ringan sampai ke yang berat seperti ingin bunuh diri.
43
Tanda-tanda stres bisa berupa naiknya tekanan darah, hilangnya atau
meningkatnya nafsu makan, sakit kepala, tidak bisa tidur atau malas bangun
dari tidur. Orang yang merasa stres sering lari ke minuman keras atau obat
bius. Perasaan cemas, frustrasi, atau apatis bisa menyertai stres (Furchan,
2009).
Sejumlah orang menderita stress karena tidak bisa mengatur waktu.
Mereka sebenarnya bisa menyelesaikan semua pekerjaan seandainya dapat
mengatur waktu dengan sebaik-baiknya (Noi, 2004). Kehidupan di kota
modern dan besar lebih banyak stressnya daripada kehidupan dalam
lingkungan yang secara relatif lebih primitif. Namun penyebab stress yang
terbesar di sebuah kota modern ialah karena begitu banyaknya hal yang
menyebabkan tekanan yang ada di luar kendali kita (Coleman, 1995).
Pada dasarnya stress dibedakan ke dalam:
1. Stress Emosional
Bila pertengkaran, pertentangan pendapat, dan konflik menyebabkan
perubahan dalam kehidupan yang dijalani.
2. Stress Fisik
Penyebab utama stress fisik adalah terlalu memaksakan diri dalam segala
hal. Jika tubuh dipaksa bekerja 16 jam sehari, maka dapat mengurangi
waktu istirahat. Cepat atau lambat, persediaan energi akan habis, tidak
sesuai dengan energi yang didapat. Dengan demikian akan terjadi
perubahan pada organ-organ tubuh, termasuk jantung dan pembuluh darah.
3. Stress Lingkungan
44
Lingkungan yang terlalu panas atau dingin dapat menyebabkan stress.
Ketinggalan pesawat dan racun dari lingkungan juga menyebabkan
perubahan yang mengakibatkan stress.
4. Stress Asap Rokok
Asap rokok adalah racun yang sangat akut. Asapnya menghancurkan sel-
sel yang bertugas membersihkan kerongkongan, saluran napas, sampai
paru-paru serta dapat menyebabkan emfisema dan bronkhitis kronis.
Selain itu juga dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah sehingga
pasokan darah ke otak, jantung dan organ vital lainnya berkurang.
5. Stress Hormonal
Perubahan hormonal seperti masa pubertas dan sindroma pramenstrual
juga menyebabkan stress. Hal lainnya seperti kondisi setelah melahirkan
dan menopause.
6. Stress Tanggung Jawab
Bila seseorang harus bertanggung jawab atas pekerjaan orang lain,
perubahan dalam hidup menyebabkan ia tidak mempunyai kontrol.
Misalnya, teman kerja tidak masuk, ia harus mengganti tugasnya.
7. Stress Alergi
Reaksi alergi adalah bagian dari usaha tubuh untuk mengamankan diri.
Kalau zat asing itu di hidung, mungkin dapat menyebabkan hidung jadi
pilek yang tak kunjung sembuh. Alergi itu termasuk stress yang
ditunjukkan oleh tubuh (Nurmianto, 2004).
Pengukuran stress menggunakan Rahe Holmes Social Readjustment
Rating Scale, dikenal juga dengan nama Rahe Holmes Stress Scale. Holmes,
45
T. H. and Rahe, R. H. pada tahun 1967 menerbitkan Journal of
Psychosomatic Research dan mencoba mengklasifikasikan peristiwa-
peristiwa yang memicu stress. Dikarenakan hampir semua stress diakibatkan
adanya perubahan dalam hidup, maka dari itu Holmes dan Rahe
memfokuskan pada perubahan-perubahan dalam hidup yang menuntut
penyesuaian diri.
Salah satu perubahan besar yang terjadi pada hampir seluruh umat
manusia dan menuntut penyesuaian diri adalah pernikahan. Holmes dan Rahe
melakukan penelitian dengan memberikan kuisioner dimana diberikan daftar-
daftar kejadian yang dapat menimbulkan perubahan dan meminta responden
memberikan jawaban dengan membandingkan perubahan yang terjadi dengan
peristiwa pernikahan. Pernikahan diberikan nilai 50 dan responden
memberikan perbandingan nilai peristiwa-peristiwa lainnya dengan peristiwa
pernikahan. Hasilnya ditemukan bahwa rata-rata kematian pasangan hidup 2
kali lebih stressful dibanding pernikahan, dan ada 6 peristiwa lainnya yang
lebih membutuhkan penyesuaian diri dibanding pernikahan.
Skala ini memiliki korelasi yang berada di tingkat cukup/sedang ketika
dikorelasikan antara kejadian di tahun kemarin dan kesehatan seseorang di
tahun yang sedang dijalani. Terutama kejadian seperti serangan jantung,
diabetes, masalah kehamilan dan kelahiran, kegagalan akademis, absen
pegawai dan kesulitan lainnya (Nelwandi, 2010).
Setiap pertanyaan memiliki skor yang berbeda-beda, penilaian stress
dilakukan dengan menjumlah seluruh skor, jika skor ≥ 150, maka dalam
46
kondisi stress. Dikatakan tidak stress bila nilainya dibawah 150 (Nurmianto,
2004).
Tabel 2.4 Skala Stress Holmes
No Stress Skor
1 Kematian Pasangan Hidup 100
2 Perceraian 60
3 Berpisah tempat tinggal dengan pasangan 60
4 Dipenjara 60
5 Kematian anggota keluarga selain pasangan hidup 60
6 Menopause 60
7 Sakit serius 45
8 Menikah 45
9 Dipecat 45
10 Rujuk 40
11 Pensiun 40
12 Perubahan kondisi kesehatan 40
13 Kerja lebih 40 jam seminggu 35
14 Gangguan seks 35
15 Ada tambahan anggota keluarga 35
16 Kehamilan 35
17 Perubahan tugas/peran di tempat kerja 35
18 Perubahan kondisi keuangan 35
19 Kematian teman dekat (bukan keluarga) 30
20 Bertengkar dengan pasangan 30
21 Dapat kredit dalam jumlah besar 25
22 Kredit jatuh tempo 25
23 Tidur kurang dari 18 jam seminggu 25
24 Masalah dengan keluarga atau anak 25
25 Mencapai prestasi luar biasa 25
26 Pasangan mulai atau berhenti kerja 20
27 Mulai atau lulus sekolah 20
47
28 Perubahan di rumah (tamu, menginap, renovasi rumah) 20
29 Perubahan kebiasaan hidup (diet, puasa dll) 20
30 Alergi kronis 20
31 Masalah dengan bos 20
32 Perubahan jam kerja 20
33 Pindah rumah 15
34 Menjelang mens 15
35 Perubahan di sekolah 15
36 Perubahan aktivitas religious 15
37 Perubahan aktivitas social 15
38 Utang kecil-kecilan 15
39 Perubahan frekuensi bertemu keluarga 10
40 Liburan 10
Sumber: Nurmianto (2004)
F. Tinjauan Teori Konsumsi Garam Sebagai Faktor Risiko Hipertensi
Garam merupakan faktor penting dalam patogenesis hipertensi.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan
garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram/hari prevalensi
hipertensinya rendah, sedangkan asupan garam antara 5-15 gram/hari
prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan terhadap
hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan
tekanan darah (Basha, 2004).
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik
cairan di luar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan
tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang
ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-
8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang
dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari yang setara dengan 110 mmol natrium
48
atau 2400 mg/hari. Asupan natrium akan meningkat menyebabkan tubuh
meretensi cairan yang meningkatkan volume darah (Anonim, 2010).
Waspadai asupan garam berlebih karena garam merupakan sumber
sodium yang utama dan faktor utama penyebab meningkatnya tekanan darah
atau hipertensi yang dapat berkembang menjadi penyakit-penyakit
kardiovaskuler. Hipertensi terjadi jika ada peningkatan volume darah dan
penyempitan pembuluh darah yang memaksa kerja jantung untuk memompa
darah dan nutrisi.
Garam menyebabkan tubuh menahan air dengan tingkat melebihi
ambang batas normal tubuh sehingga dapat meningkatkan volume darah dan
tekanan darah tinggi. Dengan begitu garam menjadi cikal bakal penyakit yang
menyebabkan kematian nomor satu di dunia yakni jantung. Secara global,
menurut data Yayasan Jantung Indonesia, tujuh juta jiwa meninggal setiap
tahunnya akibat tekanan darah tinggi. Angka kematian ini bisa dicegah
dengan merubah pola makan misalnya mengurangi asupan sodium. Meskipun
sodium terkandung dalam garam namun 80% kandungan sodium terdapat
pada makanan yang diproses atau makanan kemasan. Mengurangi konsumsi
garam menjadi 6 gr per hari dapat menurunkan risiko stroke hingga 24%.
Di Indonesia menurut data dari Indonesian Society of Hypertension
asupan garam harian mencapai 15 gr hingga dua kali yang direkomendasikan
WHO yaitu 5 sampai 6 gr per hari. Ada tiga tahap diet rendah garam yakni
terdiri dari diet ringan (konsumsi garam 3,75-7,5 gram per hari), menengah
(1,25-3,75 gram per hari) dan berat (kurang dari 1,25 gram per hari) (Fesya,
2009).
49
Garam mempunyai sifat menahan air. Mengkonsumsi garam lebih atau
makan-makanan yang diasinkan dengan sendirinya akan menaikan tekanan
darah. Hindari pemakaian garam yang berlebih atau makanan yang diasinkan.
Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau asites serta
hipertensi. Tujuan diet rendah garam adalah untuk menurunkan tekanan darah
dan untuk mencegah edema dan penyakit jantung (lemah jantung). Adapun
yang disebut rendah garam bukan hanya membatasi konsumsi garam dapur
tetapi mengkonsumsi makanan rendah sodium atau natrium (Na). Oleh karena
itu yang sangat penting untuk diperhatikan dalam melakukan diet rendah
garam adalah komposisi makanan yang harus mengandung cukup zat-zat gizi,
baik kalori, protein, mineral maupun vitamin dan rendah sodium dan natrium
(Gunawan, 2001).
Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi
garam dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada
mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi
melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah.
Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi (pengeluaran) kelebihan
garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan)
yang normal. Pada hipertensi esensial mekanisme ini terganggu, di samping
ada faktor lain yang berpengaruh (Yundini, 2006).
Saat ini Hipertensi tidak hanya masalah bagi kaum lanjut usia tapi
sudah mulai dikeluhkan oleh orang dengan usia lebih muda. Sumber natrium
yang utama adalah natrium klorida (garam dapur) dan penyedap masakan
(monosodium glutamat=MSG). Para pakar menemukan bahwa faktor
50
makanan modern sebagai penyumbang utama terjadinya Hipertensi. Semua
bahan makanan sumber natrium perlu dibatasi bagi penderita Hipertensi.
Bahan makanan tersebut antara lain:
1. Garam.
2. Semua makanan yang diawetkan dengan garam, seperti ikan asin, telur
asin, ikan pindang, ikan teri, dendeng, udang kering, abon, daging asap,
asinan sayuran, asinan buah, manisan buah, serta buah dalam kaleng.
3. Makanan yang diolah/ dimasak dengan garam dapur atau soda kue dan
pengembang cake, roti dan kue-kue tradisional seperti biscuit, kracker,
cake dan kue-kue lainnya, margarin, mentega, keju, cereals.
4. Fast food (makanan cepat saji) seperti mie instan, sosis, hamburger, fried
chicken, pizza, dan lain-lain.
5. Makanan warung (bakso, soto, bubur ayam, nasi goreng, mie goreng,
capcay, acar dan lain-lain) (Kristanti, 2009).
Berikut informasi mengenai kandungan natrium dalam beberapa
makanan:
Tabel 2.5 Kandungan Natrium dalam Makanan:
Makanan Natrium (mg)
Daging sapi 93
Hati sapi 110
Ginjal sapi 200
Telur bebek 191
Telur ayam 158
Ikan kaleng 131
Udang 185
Teri kering 885
Susu sapi 36
Yogurt 40
51
Mentega 780
Margarin 950
Susu kacang kedelai 15
Roti cokelat 500
Roti putih 530
Kacang merah 19
Jambu monyet, biji 26
Selada 14
Pisang 18
The 50
Cokelat manis 33
Ragi 610
Sumber: Almatsier (2003: 231)
Makanan Natrium (mg)
Daging kering, dicacah 1988
Daging kepiting, dimasak 1436
Selada kentang 1322
Bakso daging kalengan 1220
Krim sop jamur 1076
Kacang polong gorengan 1071
Capcai daging sapi 1071
Berbagai maca roti isi 1008
Jus tomat kalengan 881
Kacang mete asin disangrai 877
Pizza keju 811
Hamburger 800
Bumbu sop 700
Take away chicken 400
Tomato/ chili sauce 300
Keju 200
French fries 150
Pudding vanili kalengan 441
Sumber: (Kristanti, 2009)
No. Jenis Makanan URT Kadar Na200-400 mg
Kadar Na>400 mg
1 Ikan asin 1 potong sedang
2 Kerang ½ gelas
3 Fried chicken 1 potong
4 Biscuit 4 buah besar
5 Roti putih 3 iris
6 Kecap -
52
7 Tauco -
8 Mie instant 1 bungkus
9 Sosis ½ potong
10 Air kaldu -
11 Nasi goreng 1 porsi
12 Mentega -
13 Udang -
14 Sarden -
15 Kornet -
16 Kacang goreng -
Sumber: (Fitriah, 2009)
Garam natrium yang ditambahkan ke dalam makanan biasanya berupa
ikatan yaitu:
a. Natrium Chlorida atau garam dapur
b. Mono-Natrium Glutamat atau vetsin
c. Natrium Bikarbonat atau soda kue
d. Natrium Benzoat untuk mengawetkan buah
e. Natrium Bisulfit atau sendawa yang digunakan untuk mengawetkan
daging seperti Corned beef.
f. Dinatrium fosfat ditambahkan pada olahan sereal cepat saji dan keju.
g. Natrium alginate pengemulsi adonan pada susu, cokelat dan es krim.
Natrium bersifat mengikat air. Pada saat garam dikonsumsi maka garam
tersebut akan mengikat air sehingga air akan terserap masuk kedalam
intravaskuler yang menyebabkan meningkatnya volume darah. Apabila
volume darah meningkat, kerja jantung akan meningkat dan akibatnya
tekanan darah pasti juga meningkat (Indriyani, 2009).
Makanan yang diawetkan dan garam dapur serta bumbu penyedap
dalam jumlah tinggi dapat menaikkan tekanan darah karena mengandung
natrium dalam jumlah berlebih. Natrium bersama klorida dalam garam dapur
53
sebenarnya membantu mempertahankan keseimbangan cairan tubuh dan
mengatur tekanan darah. Namun natrium dalam jumlah berlebih dapat
menahan air (retensi) sehingga meningkatkan jumlah volume darah.
Akibatnya jantung harus bekerja lebih keras untuk memompanya dan tekanan
darah menjadi naik. Selain itu narium yang berlebihan akan menggumpal di
dinding pembuluh darah dan mengikisnya sehingga terkelupas. Kotoran
tersebut akan menyumbat pembuluh darah.
Dari penelitian ditemukan fakta bahwa dengan mengurangi pemakaian
garam dapur menjadi sekitar 3 gram (tidak sampai satu sendok teh) sehari
dapat mencegah terjadinya stroke (26 persen) dan serangan jantung (15
persen) akibat tersumbatnya pembuluh darah. WHO 1990 menganjurkan
pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram per hari (2400 mg natrium)
atau setara dengan (1 sendok teh) perhari. Sedangkan konsumsi natrium yang
dianjurkan perhari adalah 500-2400 mg untuk orang dewasa (Khomsan,
2003) dengan frekuensi konsumsi natrium sering (>3 kali perminggu)
merupakan resiko terbesar untuk menderita Hipertensi (Rahman, 2009).
Penelitian mengenai Hipertensi menunjukkan bahwa pengurangan
asupan garam, baik secara tunggal maupun dikombinasikan dengan
penurunan berat badan dapat menurunkan kejadian Hipertensi sampai sekitar
20%. Untuk menurunkan asupan garam, pasien sebaiknya mengkonsumsi
makanan rendah garam dan membatasi jumlah garam yang ditambahkan pada
makanan (Sani, 2008). Setiap 1 gram garam dapur mengandung 400 mg
natrium. Apabila dikonversikan ke dalam ukuran rumah tangga 4 gram garam
dapur setara dengan ½ sendok teh atau sekitar 1600 mg natrium.
54
Makanan kaleng sebenarnya terbuat dari bahan makanan segar namun
yang perlu diperhatikan yaitu dalam proses pembuatannya karena makanan
kaleng ditambahkan garam untuk membuat bahan makanan tersebut lebih
awet.
Berbeda halnya dengan natrium, kalium (potassium) merupakan ion
utama di dalam cairan intraseluler. Cara kerja kalium adalah kebalikan dari
natrium. Konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya
di dalam cairan intraseluler sehingga cenderung menarik cairan dari bagian
ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah.
Dengan demikian, konsumsi natrium perlu diimbangi dengan kalium.
kebutuhan kalium perhari rata-rata 808 mg. Rasio konsumsi natrium dan
kalium yang dianjurkan adalah 1:1. Sumber kalium yang baik adalah buah-
buahan, seperti pisang, jeruk, melon dan lain-lain. Dengan memperbanyak
minum air putih minimal 8 gelas (2 liter) perhari kelebihan natrium juga
dapat dibuang oleh tubuh.
Secara alami, banyak bahan pangan yang memiliki kandungan kalium
dengan rasio lebih tinggi dibandingkan dengan natrium. Rasio tersebut
kemudian menjadi terbalik akibat proses pengolahan yang banyak
menambahkan garam ke dalamnya.
Sebagai contoh, rasio kalium terhadap natrium pada tomat segar adalah
100:1, menjadi 10:6 pada tomat kaleng dan 1:28 pada saus tomat. Contoh lain
adalah rasio kalium terhadap natrium pada kentang bakar 100:1, menjadi 10:9
pada keripik, dan 1:1,7 pada salad kentang. Dari data tersebut tampak bahwa
55
proses pengolahan menyebabkan tingginya kadar natrium di dalam bahan
sehingga cenderung menaikkan tekanan darah (Made, 2008).
Untuk mengetahui jumlah konsumsi makanan yang mengandung
natrium dapat digunakan pengukuran konsumsi makanan dengan metode
frekuensi makanan (food frequency). Metode ini bertujuan untuk memperoleh
data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi
selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun.
Langkah-langkah metode frekuensi makanan:
1) Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar makanan yang
tersedia pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaannya dan ukuran
porsinya.
2) Lakukan rekapitulasi tentang frekuensi penggunaan jenis-jenis bahan
makanan terutama bahan makanan yang merupakan sumber-sumber zat
gizi tertentu selama periode tertentu pula (Supariasa, 2001).
F. Kerangka Teori
Suatu penyakit timbul akibat dari beroperasinya berbagai faktor baik
dari host, agent dan lingkungan. Para ahli telah membuat model-model
timbulnya penyakit dan atas dasar model tersebut dilakukan eksperimen
terkendali untuk menguji sampai mana kebenaran dari model tersebut. Model
karakteristik tersebut dikenal dengan segitiga epidemiologi. (Notoatmodjo,
2003).
56
Host
Agent Environment
Gambar 2.1 Segitiga Epidemiologi
Adapun segitiga epidemiologi dari Hipertensi dapat dilihat sebagai
berikut:
1. Host (Penjamu)
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan penyakit hipertensi pada
penjamu :
a. Daya Tahan Tubuh Terhadap Penyakit
Daya tubuh seseorang sangat dipengaruhi oleh kecukupan gizi,
aktifitas, dan istirahat. Dalam hidup modern yang penuh kesibukan juga
membuat orang kurang berolagraga dan berusaha mengatasi stresnya
dengan merokok, minum alkohol, atau kopi sehingga daya tahan tubuh
menjadi menurun dan memiliki resiko terjadinya penyakit hipertensi.
b. Genetis
Para pakar juga menemukan hubungan antara riwayat keluarga
penderita hipertensi (genetik) dengan resiko untuk juga menderita
penyakit ini.
c. Umur
Penyebaran hipertensi menurut golongan umur agaknya terdapat
kesepakatan dari para peneliti di Indonesia. Disimpulkan bahwa
prevalensi hipertensi akan meningkat dengan bertambahnya umur.
57
Sebagai gambaran saja, berikut ini dikutipkan salah satu hasil penelitian
tentang penyebaran menurut umur tersebut.
Prevalensi 6-15% pada orang dewasa. Prevalensi meningkat
menurut usia. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang
mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat
sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia
55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun
drastis.
Tetapi di atas usia tersebut, justru wanita (setelah mengalami
menapouse) berpeluang lebih besar. Para pakar menduga perubahan
hormonal berperan besar dalam terjadinya hipertensi di kalangan wanita
usia lanjut. Namun sekarang penyakit hipertensi tidak memandang
golongan umur.
d. Jenis Kelamin
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 menunjukkan
prevalensi penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi di Indonesia
cukup tinggi, yaitu 83 per 1.000 anggota rumah tangga.
Pada umumnya lebih banyak pria menderita hipertensi
dibandingkan dengan perempuan.
Wanita > Pria pada usia > 50 tahun
Pria > wanita pada usia < 50 tahun
e. Adat Kebiasaan
Kebiasaan-kebiasaan buruk seseorang merupakan ancaman
kesehatan bagi orang tersebut seperti:
58
1. Gaya hidup modern yang mengagungkan sukses, kerja keras dalam
situasi penuh tekanan, dan stres terjadi yang berkepanjangan adalah
hal yang paling umum serta membuat orang kurang berolagraga, dan
berusaha mengatasi stresnya dengan merokok, minum alkohol atau
kopi, padahal semuanya termasuk dalam daftar penyebab yang
meningkatkan resiko hipertensi.
2. Indra perasa kita sejak kanak-kanak telah dibiasakan untuk memiliki
ambang batas yang tinggi terhadap rasa asin, sehingga sulit untuk
dapat menerima makanan yang agak tawar. Konsumsi garam ini sulit
dikontrol, terutama jika kita terbiasa mengonsumsi makanan di luar
rumah (warung, restoran, hotel, dan lain-lain).
3. Pola makan yang salah, faktor makanan modern sebagai
penyumbang utama terjadinya hipertensi. Makanan yang diawetkan
dan garam dapur serta bumbu penyedap dalam jumlah tinggi, dapat
meningkatkan tekanan darah kerana mengandung natrium dalam
jumlah yang berlebih.
f. Pekerjaan
Stress pada pekerjaan cenderung menyebabkan terjadinya
hipertensi berat. Pria yang mengalami pekerjaan penuh tekanan,
misalnya penyandang jabatan yang menuntut tanggung jawab besar
tanpa disertai wewenang pengambilan keputusan, akan mengalami
tekanan darah yang lebih tinggi selama jam kerjanya, dibandingkan
dengan rekannya mereka yang jabatannya lebih “longgar” tanggung
jawabnya. Stres yang terlalu besar dapat memicu terjadinya berbagai
59
penyakit misalnya sakit kepala, sulit tidur, tukak lambung, hipertensi,
penyakit jantung, dan stroke.
g. Ras/Suku
Ras/Suku: Di USA, orang kulit hitam > kulit putih. Di Indonesia
penyakit hipertensi terjadi secara bervariasi.
2. Agent (Penyebab Penyakit)
Agent adalah suatu substansi tertentu yang keberadaannya atau
ketidakberadaannya dapat menimbulkan penyakit atau mempengaruhi
perjalanan suatu penyakit. Untuk penyakit hipertensi yang menjadi agen
adalah :
a. Faktor Nutrisi
1) Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, natrium memegang
peranan penting terhadap timbulnya hipertensi. Konsumsi natrium
yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan
ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya, cairan intraseluler
ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat.
Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan
meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya
hipertensi.
2) Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak
lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh. Dalam
kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masak-memasak
masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam. Indra
perasa kita sejak kanak-kanak telah dibiasakan untuk memiliki
60
ambang batas yang tinggi terhadap rasa asin, sehingga sulit untuk
dapat menerima makanan yang agak tawar.
3) Minuman berkafein dan beralkohol.Minuman berkafein seperti kopi
dan alkohol juga dapat meningkatkan resiko hipertensi.
4) Juga terbukti adanya hubungan antara resiko hipertensi dengan
makanan cepat saji yang kaya daging. Makanan cepat saji juga
merupakan salah satu penyebab obesitas (berat badan berlebih ).
Dilaporkan bahwa 60% penderita hipertensi mempunya berat badan
berlebih.
b. Faktor Kimia
Mengkonsumsi obat-obatan seperti kokain, Pil KB Kortikosteroid,
Siklosporin, Eritropoietin, Penyalahgunaan Alkohol, Kayu manis
(dalam jumlah sangat besar).
c. Faktor Biologi
1) Penyebab tekanan darah tinggi sebagian besar diketahui, namun
peniliti telah membuktikan bahwa tekanan darah tinggi
berhubungan dengan resistensi insulin dan/ atau peningkatan kadar
insulin (hiperinsulinemia). Keduanya tekanan darah tinggi dan
resistensi insulin merupakan karakteristik dari sindroma metabolik,
kelompok abnormalitas yang terdiri dari obesitas, peningkatan
trigliserid, dan HDL rendah (kolesterol baik) dan terganggunya
keseimbangan hormon yang merupakan faktor pengatur tekanan
darah.
61
2) Walaupun sepertinya hipertensi merupakan penyakit keturunan,
namun hubungannya tidak sederhana. Hipertensi merupakan hasil
dari interaksi gen yang beragam, sehingga tidak ada tes genetik
yang dapat mengidentifikasi orang yang berisiko untuk terjadi
hipertensi secara konsisten.
3) Dalam pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit ginjal,
penelitian telah menunjukkan bahwa tekanan darah di atas 130/80
mmHg harus dianggap sebagai faktor resiko terjadi hipertensi.
d. Faktor Fisik
1) Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan
lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika
beristirahat.
2) Gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga) bisa memicu
terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan yang
diturunkan.
3) Berat badan yang berlebih akan membuat seseorang susah bergerak
dengan bebas. Jantungnya harus bekerja lebih keras untuk
memompa darah agar bisa menggerakkan berlebih dari tubuh
terdebut. Karena itu obesitas termasuk salah satu yang
meningkatkan resiko hipertensi.
3. Environment (Lingkungan)
Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada disekitar manusia
serta pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan
perkembangan manusia. Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya
62
hidup misalnya gaya hidup kurang baik seperti gaya hidupnya penuh
dengan tekanan (Stres). Stres yang terlalu besar dapat memicu terjadinya
berbagai penyakit seperti hipertensi. Dalam kondisi tertekan adrenalin dan
kortisol dilepaskan ke aliran darah sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan darah agar tubuh siap beraksi. Gaya hidup yang tidak aktif (malas
berolah raga), stres, alkohol atau garam dalam makanan; bisa memicu
terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan yang
diturunkan.
Terdapatnya perbedaan keadaan geografis, dimana daerah Pantai
lebih berisiko terjadinya penyakit hipertensi dibading dengan daerah
pegunungan, karena daerah pantai lebih banyak terdapat natrium bersama
klorida dalam garam dapur sehingga Konsumsi natrium pada penduduk
pantai lebih besar dari pada daerah pegunungan.
Penyakit hipertensi ditemukan di semua daerah di Indonesia
dengan prevalensi yang cukup tinggi. Dimana daerah perkotaan lebih
dengan gaya hidup modern lebih berisiko terjadinya penyakit hipertensi
dibandingkan dengan daerah pedesaan (Sawitra, 2009).