20
Latar belakang Setiap pekerjaan di dunia ini hampir pasti tak ada yang tak berisiko. Ibarat pepatah bermain air basah, bermain api hangus. Kecelakaan dan sakit akibat kerja sudah menjadi risiko setiap orang yang melakukan pekerjaan, baik itu petani, nelayan, buruh pabrik, pekerja tambang, maupun pegawai kantoran sekalipun. Sepanjang tahun 2009, pemerintah mencatat telah terjadi sebanyak 54.398 kasus kecelakaan kerja di Indonesia. Meski menunjukkan tren menurun, namun angka tersebut masih tergolong tinggi. Kecelakaan kerja di sebuah pabrik gula di Jawa Tengah menyebabkan empat pekerjanya tewas dan di Tuban Jawa Timur seorang meninggal dan dua orang lainnya terluka akibat tersiram serbuk panas saat bekerja di salah satu pabrik semen adalah beberapa contoh kasus kecelakaan kerja yang mengakibatkan kerugian bahkan sampai menghilangkan nyawa. Kerugian akibat kecelakaan kerja tidak hanya dirasakan oleh tenaga kerja itu sendiri, namun juga bisa berdampak pada masyarakat sekitar. Oleh karena itu perlu adanya penerapan sebuah sistem manajemen keselamatan dan kesehatan Kerja (SMK3) di tempat kerja berbasis paradigma sehat. Hal itu menjadi kebutuhan yang mendesak mengingat jumlah tenaga kerja di Indonesia pada tahun 2009 sebesar 104,49 juta, bekerja di sektor formal sebesar 30,51 % sedangkan 69,49 % bekerja di sektor informal, dengan distribusi sebesar 41,18% bekerja di bidang pertanian, industri 12,07%; perdagangan sebesar 20,90%; transportasi, pergudangan dan 1

tr pkak

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tr pkak

Citation preview

Page 1: tr pkak

Latar belakang

Setiap pekerjaan di dunia ini hampir pasti tak ada yang tak berisiko. Ibarat pepatah

bermain air basah, bermain api hangus. Kecelakaan dan sakit akibat kerja sudah menjadi

risiko setiap orang yang melakukan pekerjaan, baik itu petani, nelayan, buruh pabrik,

pekerja tambang, maupun pegawai kantoran sekalipun.

Sepanjang tahun 2009, pemerintah mencatat telah terjadi sebanyak 54.398 kasus

kecelakaan kerja di Indonesia. Meski menunjukkan tren menurun, namun angka tersebut

masih tergolong tinggi. Kecelakaan kerja di sebuah pabrik gula di Jawa Tengah

menyebabkan empat pekerjanya tewas dan di Tuban Jawa Timur seorang meninggal dan

dua orang lainnya terluka akibat tersiram serbuk panas saat bekerja di salah satu pabrik

semen adalah beberapa contoh kasus kecelakaan kerja yang mengakibatkan kerugian

bahkan sampai menghilangkan nyawa.

Kerugian akibat kecelakaan kerja tidak hanya dirasakan oleh tenaga kerja itu

sendiri, namun juga bisa berdampak pada masyarakat sekitar. Oleh karena itu perlu adanya

penerapan sebuah sistem manajemen keselamatan dan kesehatan Kerja (SMK3) di tempat

kerja berbasis paradigma sehat.

Hal itu menjadi kebutuhan yang mendesak mengingat jumlah tenaga kerja di

Indonesia pada tahun 2009 sebesar 104,49 juta, bekerja di sektor formal sebesar 30,51 %

sedangkan 69,49 % bekerja di sektor informal, dengan distribusi sebesar 41,18% bekerja di

bidang pertanian, industri 12,07%; perdagangan sebesar 20,90%; transportasi, pergudangan

dan komunikasi sebesar 5,69%; konstruksi sebesar 4,42%, jasa dan keuangan 14,44%;

serta pertambangan, listrik dan gas 1,3% (Berita Resmi Statistik 2009). Dari data tahun

2007 diketahui kecelakaan kerja terbanyak terjadi pada tenaga kerja konstruksi dan industri

masing-masing 31,9 % dan 31,6 %.

Anatomi Fisiologi Kulit

Kulit merupakan organ tubuh yang terpenting yang berfungsi sebagai sawar (barrier ),

karena kulit merupakan organ pemisah antara bagian di dalamtubuh dengan lingkungan di

luar tubuh. Kulit secara terus-menerus terpajanterhadap faktor lingkungan, berupa faktor

fisik, kimiawi, maupun biologik.

Bagian terpenting kulit untuk menjalankan fungsinya sebagai sawar adalah lapisan

paling luar, disebut sebagai stratum korneum atau kulit ari. Meskipun ketebalan kulit hanya

15 milimikro, namun sangat berfungsi sebagai penyaring benda asing yang masuk ke

1

Page 2: tr pkak

dalam tubuh. Apabila terjadi kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan

melampaui kapasitas toleransi serta daya penyembuhan kulit, maka akan terjadi penyakit.

Kulit adalah bagian tubuh manusia yang cukup sensisitif terhadap berbagai macam

penyakit. Penyakit kulit bisa disebabkan oleh banyak faktor. Di antaranya, faktor

lingkungan dan kebiasaan sehari-hari. Lingkungan yang sehat dan bersih akan membawa

efek yang baik bagi kulit. Demikian pula sebaliknya. Salah satu lingkungan yang perlu

diperhatikan adalah lingkungan kerja, yang bila tidak dijaga dengan baik dapat menjadi

sumber munculnya berbagai penyakit kulit.

Gambar 1. (Anatomi Kulit) Penampang kulit

2

Page 3: tr pkak

Gambar 1. Lapisan epidermis

Penyakit Kulit Akibat Kerja

Sejak dahulu di seluruh dunia telah dikenal adanya reaksi tubuh terhadap bahan

atau material yang ada di lingkungan kerja. Dalam Ilmu Kesehatan Kulit dikenal, pada

individu atau pekerja tertentu baik yang berada di negara berkembang maupun di negara

maju, dapat mengalami kelainan kulit akibat pekerjaannya. Penyakit Kulit Akibat Kerja

(PAK) dikenal secara populer karena berdampak langsung terhadap pekerja yang secara

ekonomis masih produktif. Istilah PAK dapat diartikan sebagai kelainan kulit yang terbukti

diperberat oleh jenis pekerjaannya, atau penyakit kulit yang lebih mudah terjadi karena

pekerjaan yang dilakukan.

Apabila ditinjau lebih lanjut, penyakit kulit akibat kerja (PKAK) sebagai salah satu

bentuk penyakit akibat kerja, merupakan jenis penyakit akibat kerja terbanyak yang kedua

setelah penyakit muskulo-skeletal, berjumlah sekitar 22 persen dari seluruh penyakit akibat

kerja. Data di Inggris menunjukkan 1,29 kasus per 1000 pekerja merupakan dermatitis

akibat kerja. Apabila ditinjau dari jenis penyakit kulit akibat kerja, maka lebih dari 95%

merupakan dermatitis kontak, sedangkan yang lain merupakan penyakit kulit lain seperti

akne, urtikaria kontak, dan tumor kulit.

Berdasarkan jenis organ tubuh yang dapat mengalami kelainan akibat pekerjaan

seseorang, maka kulit merupakan organ tubuh yang paling sering terkena, yakni 50% dari

jumlah seluruh penderita Penyakit Akibat Kerja (PAK). Dari suatu penelitian

epidemiologik di luar negeri mengemuka, PAK dapat berdampak pada hilangnya hari kerja

3

Page 4: tr pkak

sebesar 25% dari jumlah hari kerja. Secara umum, tampaknya hingga kini kelengkapan

data PAK masih menjadi salah satu tantangan, karena PAK acapkali tidak teramati atau

tidak teridentifikasi dengan baik akibat banyaknya faktor yang harus dikaji dalam

memastikan jenis penyakit ini.

Penyakit kulit bisa disebabkan oleh banyak faktor. Di antaranya, faktor lingkungan

dan kebiasaan sehari-hari. Lingkungan yang sehat dan bersihakan membawa efek yang

baik bagi kulit. Demikian pula sebaliknya. Salah satulingkungan yang perlu diperhatikan

adalah lingkungan kerja, yang bila tidak dijaga dengan baik dapat menjadi sumber

munculnya berbagai penyakit kulit. Sejak dahulu di seluruh dunia telah dikenal adanya

reaksi tubuh terhadap bahan atau material yang ada di lingkungan kerja. Dalam Ilmu

Kesehatan Kulit dikenal, pada individu atau pekerja tertentu baik yang berada di

negara berkembang maupun di negara maju, dapat mengalami kelainan kulit

akibat pekerjaannya. Penyakit Kulit Akibat Kerja (PAK) dikenal secara populer

karena berdampak langsung terhadap pekerja yang secara ekonomis masih produktif.

Istilah PAK dapat diartikan sebagai kelainan kulit yang terbukti diperberat oleh jenis

pekerjaannya, atau penyakit kulit yang lebih mudah terjadi karena pekerjaanyang

dilakukan.

Definisi PKAK

Penyakit kulit akibat kerja adalah semua keadaan patologis pada kulit dimana

pekerjaan dapat dibuktikan sebagai faktor penyebab utamanya (Lane et al, 1942).

Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja,

bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja

merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease. Dalam melakukan pekerjaan

apapun, sebenarnya kita berisiko untuk mendapatkan gangguan Kesehatan atau penyakit

yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut.Oleh karena itu , penyakit akibat kerja adalah

penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,alat kerja , bahan , proses maupun lingkungan

kerja

Epidemiologi

Data mengenai insidensi dan prevalensi penyakit kulit akibat kerja sukar didapat

termasuk dari Negara maju, demikian pula dindonesia. Umumnya pelaporan tidak lengkap

sebagai akibat tidak terdiagnosisnya atau tidak terlaporkannya penyakit tersebut. Hal lain

yang menyebabkan terjadinya variasi besar antarnegara adalah karena system pelaporan

4

Page 5: tr pkak

pelaporan yang dianut berbeda. Effendi (1997) melaporkan insiden dermatitis kontak

akibat kerja sebanyak 50 kasus pertahun atau 11,9% dari seluruh kasus dermatitis kontak

yang didiagnosis di poliklinik ilmu penyakit kulit dan kelamn FKUI RSUPN dr.cipto

mangukusumo Jakarta.

Di AS angka statistik berasal dari survei yang dilakukan oleh Bureau of Labor

Statistic pada industri swasta yang didata secara random. Di Inggris pelaporan melibatkan

dokter spesialis kulit yang bekerja pada beberapa pusat kesehatan. Diagnosis ditetapkan

secara sederhana termasuk menetapkan jenis pekerjaan yang dilaksanakan. Pengamatan

yang dilaksanakan pada berbagai jenis pekerjaan di berbagai negara barat mendapatkan

insiden terbanyak terdapat pada penata rambut 97,4%, pengolah roti 33,2% dan penata

bunga 23,9%.

Apabila ditinjau dari masa awitan penyakit, maka masa awitan terpendek adalah

dua tahun untuk pekerjaan penataan rambut, tiga tahun untuk pekerjaan industri makanan,

dan empat tahun untuk petugas pelayanan kesehatan dan pekerjaan yang berhubungan

dengan logam.

Ditemukan pula pengaruh gender, perempuan dikatakan lebih berisiko mendapat

penyakit kulit akibat kerja dibandingkan dengan laki-laki. Berkaitan dengan umur, maka

umur 15-24 tahun merupakan usia dengan insidens penyakit kulit akibat kerja tertinggi.

Hal tersebut mungkin disebabkan oleh pengalaman yang masih sedikit dan kurangnya

pemahaman mengenai kegunaan alat pelindung diri. Sensitisasi sesuai dengan jenis

pekerjaan terjadi pada 52 persen kasus.

Di beberapa negara maju telah berhasil mendata PAK, misalnya di Swedia

prosentase PAK 50% dari seluruh jenis PAK. Sedang di Singapura, angka ini berkisar

20%. Ada dua kelompok besar dalam penggolongan PAK ini, yakni PAK eksematosa dan

PAK non-eksematosa.

Beberapa kelompok pekerja yang berisiko tinggi antara lain :

a. pekerja pertanian, akibat kondisi cuaca, agen-agen zoonotik, pestisida,

pupuk dan sebagainya, Pekerja di bidang pertanian melakukan

bervariasi pekerjaan yang terpapar bahan kimia, biologi, dan bahan

berbahaya lainnya. Mereka memupuk, memanen ladang pertanian,

membersihkan, serta memperbaiki segala peralatan pertanian. Para

pekerja pertanian khususnya petani terpapar bahan-bahan kimia yang

sering digunakan di bidang pertanian dan juga faktor-faktor lingkungan

5

Page 6: tr pkak

seperti kelembaban, suhu, dan frekuensi mencuci tangan dapat

mempengaruhi mudahnya terjadi dermatitis kontak akibat kerja

b. pekerja bangunan, akibat kontak dengan semen, cat, serat-serat mineral

dan sebagainya,

c. pekerja industri rekayasa, akibat kontak dengan minyak atau pelumas

pemotong,

d. penyepuh elektrik, akibat pembersih pelumas, asam-asam, garam-garam

logam,

e. petugas kesehatan, akibat kontak dengan antibiotika, anestesi lokal,

desinfektan.

Beberapa penyakit kulit yang termasuk DAK, meliputi Dermatitis Kontak (DK),

Dermatitis Kontak Iritan (DKI), dan Dermatitis Kontak Alergika (DKA). Adanya

gangguan dari sistem imun alami menjadi patogenesis (mekanisme terjadinya)

DKI. Sistem imun ini memiliki peran penting dalam menimbulkan reaksi iritan.

Bentuk-Bentuk PKAK

Di dalam Ilmu Kesehatan Kulit, istilah eksematosa sama dengan dermatitis.

Pengertian dermatitis akibat kerja adalah proses patologis kulit berupa peradangan yang

ditandai oleh rasa gatal, dapat berupa penebalan/bintil kemerahan, multipel mengelompok

atau tersebar, kadang bersisik, berair dan lainnya. Akibat permukaan kulit terkena bahan

atau unsur-unsur yang ada di lingkungannya (faktor eksogen) pada waktu melakukan

pekerjaan dan pengaruh-pengaruh yang terdapat di dalam lingkungan kerja. Namun

demikian, untuk terjadinya suatu jenis dermatitis atau beratnya gejala dermatitis, kadang-

kadang dipengaruhi pula oleh faktor kerentanan kulit seseorang (faktor endogen).

Lebih dari 90% PKAK merupakan jenis PKAK eksematosa, sedang sisanya kira-

kira 10% berupa PKAK non-eksematosa. Termasuk di dalam PKAK eksematosa adalah

Dermatitis Kontak Iritan (DKI), Dermatitis Kontak Alergi (DKA), serta Urtikaria. Di

antara ketiga jenis ini, umumnya DKI lebih sering terjadi.

Secara tidak disadari, sebenarnya di lingkungan kerja kita mungkin ada bahan,

barang atau unsur yang dapat bersifat melukai kulit, mengiritasi kulit, menyebabkan alergi

kulit, menyebabkan infeksi kulit, maupun menyebabkan perubahan pigmen kulit jika

menempel pada kulit. Bahkan, masih ada bahan atau unsur yang bersifat memicu

terjadinya keganasan pada kulit (kanker kulit).

6

Page 7: tr pkak

Terjadinya PKAK dipengaruhi oleh jenis PKAK dan faktor individual pekerja,

seperti kulit terang, jenis kulit kering, kulit berminyak, mudah berkeringat, kebersihan diri

yang kurang, penyakit kulit yang sudah ada, serta kemungkinan trauma kulit yang sudah

ada sebelumnya. Sedang untuk kejadian luar biasa (KLB) PKAK, jarang terjadi.

Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua PKAK, terbanyak bersifat non-alergi

atau iritan. Sekitar 90.000 jenis bahan sudah diketahui dapat menimbulkan dermatitis. DKI

merupakan jenis PKAK yang paling sering terjadi di antara para pekerja, dibandingkan

dengan Dermatitis Kontak Alergika (DKA).

Dermatitis kontak secara umum merupakan penyakit spesifik-lingkungan, yaitu

suatu peradangan kulit akibat bahan yang berasal dari lingkungan. Terdapat dua jenis

dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan dematitis kontak alergik (DKA).

Kedua jenis tersebut kadang-kadang sangat sukar dibedakan secara klinis, meskipun

keduanya berbeda dalam patogenesis yang mendasarinya. Insidens dermatitis kontak iritan

lebih tinggi dibandingkan dengan dermatitis kontak alergik.

1. Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis kontak iritan merupakan kelainan sebagai akibat pajanan dengan

bahan toksik non-spesifik yang merusak epidermis dan atau dermis. Umumnya

setiap orang dapat terkena, bergantung pada kapasitas toleransi kulitnya. Penyakit

tersebut mempunyai pola monofasik, yaitu kerusakan diikuti dengan penyembuhan.

Dermatitis kontak iritan dapat terjadi melalui dua jalur: efek langsung iritan

terhadap keratinosit dan kerusakan sawar kulit. Efek langsung iritan pada

keratinosit, pada DKI akut, penetrasi iritan melewati sawar kulit akan merusak

keratinosit dan merangsang pengeluaran mediator inflamasi diikuti dengan aktivasi

sel T. Selanjutnya terjadi akumulasi sel T dengan aktivasi tidak lagi bergantung

pada penyebab. Hal tersebut dapat menerangkan kesamaan jenis infiltrat dan

sitokin yang berperan antara DKI dan DKA. Peradangan hanya merupakan salah

satu aspek sindrom DKI. Apabila terjadi pajanan dengan konsentrasi suboptimal

maka reaksi yang terjadi langsung kronik.

Stratum korneum atau kulit ari merupakan sawar kuli yang sangat efektif

terhadap berbagai bahan iritan karena pembaharuan sel terjadi secara

berkesinambungan dan proses penyembuhan berlangsung cepat. Apabila waktu

pajanan lebih pendek daripada waktu penyembuhan, sehingga sel-sel keratinosit

tidak sempat sembuh, maka akan terjadi gejala klinis DKI kumulatif. Kerusakan

7

Page 8: tr pkak

sawar lipid berhubungan dengan kehilangan daya kohesi antar korneosit dan

deskuamasi diikuti dengan peningkatan trans-epidermal water loss (TEWL). Hal

tersebut merupakan rangsangan untuk memacu sintesis lipid, proliferasi keratinosit

dan hiperkeratosis sewaktu transient sehingga dapat terbentuk sawar kulit dalam

keadaan baru.

DKI terjadi karena kerusakan organ kulit secara langsung (bukan suatu

proses imunologis) akibat efek toksik bahan yang bersifat kimiawi ataupun fisik

yang menempel pada permukaan kulit. DKI kronis terjadi karena iritan relatif,

seperti sabun, pelarut, air, deterjen, minyak sintetis, kerosen, formalin, merkuri

anorganik, terpentin, photographic developer, dan lain-lain yang menempel pada

kulit dalam jangka waktu panjang dan berulang. Seringkali baru timbul bila ada

faktor fisik berupa abrasi, trauma kecil dan maserasi; oleh karena itu sering disebut

traumatic dermatitis. Kelainan yang ditimbulkan adalah dalam beberapa hari

bahkan sampai beberapa bulan setelah terkena bahan penyebab, berupa

hiperpigmentasi, hiperkeratosis, likenifikasi, fisur dan kadang-kadang eritem serta

vesikel. Kulit terasa gatal, tampak kering, kasar, bersisik halus, kemerahan,

menebal, kadang kulit pecah-pecah. Dermatitis kontak oleh karena iritan absolut

biasanya timbul seketika setelah berkontak dengan iritan, dan semua orang akan

terkena. bahan iritan absolut seperti asam kuat, basa kuat, garam logam berat

dengan konsentrasi kuat.

Pada kondisi tertentu di tempat kerja, yakni udara panas dan pengap, atau

suhu ruang yang amat dingin, berpakaian nilon dan lain-lain dapat meningkatkan

kepekaan kulit atau memudahkan kulit pekerja terkena DKI. DKI itu sendiri adalah

penyakit kulit yang terjadi akibat menempelnya sesuatu bahan atau unsur yang

disebut sensitizer pada permukaan kulit. Proses terjadinya penyakit tergantung

sistem kekebalan seseorang yang ditandai dengan kulit gatal kemerahan, mungkin

bengkak, terdapat bintil merah, bintil berair berjumlah banyak yang tampak tidak

hanya terbatas pada area kulit yang terkena bahan penyebab, tetapi dapat meluas di

luar area kulit yang terkena bahan penyebab, bahkan dapat ke seluruh permukaan

kulit.

Untuk mengantisipasi hal ini perlu pembersih kulit yang tidak bersifat

iritatif atau melukai permukaan kulit. Untuk pencegahannya, perlu alat pelindung

yang tepat di tempat kerja, setelah dilakukan pengamatan oleh petugas yang

berkompeten.

8

Page 9: tr pkak

2. Dermatitis Kontak Alergi

Dermatitis kontak alergi dapat terjadi bila bahan LMW seperti lateks dan

nickel, sebagai hapten berikatan dengan protein pembawa di kulit dan

menimbulkan dermatitis kontak alergi Tipe IV.

Hapten bergabung dengan protein pembawa menjadi alergen lengkap.

Alergen lengkap difagosit oleh makrofag dan merangsang limfosit yang ada di kulit

yang mengeluarkan limfosit aktivasi faktor (LAF). Sel limfosit kemudian

berdiferensiasi membentuk subset sel limfosit T memori (sel Tdh) dan sel limfosit

T helper dan sel T suppresor. Sel T memori ini bila menerima informasi alergen

yang sudah dikenal masuk ke dalam kulit, maka sel Tdh akan mengeluarkan

limfokin (faktor sitotoksis, faktor inhibisi migrasi, faktor kemotaktik dan faktor

aktivasi makrofag.

Dengan dilepaskannya berbagai faktor ini maka akan terjadi pengaliran sel

mas dan sel basofil, ke arah lesi, dan timbullah proses radang yang merupakan

manifestasi reaksi dermatitis kontak alergis. Gambaran klinis umumnya berupa

papul, vesikel dengan dasar eritem dan edema, disertai rasa gatal.

Dalam perusahaan sering ditemukan beberapa bahan kimia yang

mempunyaigugusan rumus kimia yang sama. Apabila pekerja sudah sensitif

terhadap suatu zat kimia, maka ia akan mudah menjadi sensitif terhadap zat-zat lain

yang mempunyai rumus kimia yang bersamaan, misalnya prokain, benzokain,

paraaminobensen mempunyai gugus bensen yang sama. Apabila seseorang sensitif

terhadap prokain maka akan lebih mudah sensitif terhadap benzokain atau PABA;

ini disebut sensitisasi silang.

Pengetahuan sensitisasi silang ini sangat penting untuk menentukan

penempatan seseorang pegawai. Yang sudah sensitif terhadap suatu zat, jangan lagi

ditempatkan pada tempat yang mengandung bahan yang mempunyai rumus kimia

serupa.

Dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) paling sering, yakni sekitar 90%,

menyerang tangan. Ini berpengaruh pada gejala dan perasaan seseorang. Misalnya,

rasa gatal dan sakit pada waktu melaksanaan pekerjaan, serta rasa kurang nyaman

pada waktu melayani seseorang ketika menggunakan tangan.

Sedangkan eksim lebih banyak berlokasi di daerah muka dan bagian tubuh

lain. Ini berdampak pada perasaan malu sehingga akan lebih besar pengaruhnya

terhadap aktivitas sehari-hari, kinerja, dan hubungan dengan orang lain. DKAK

9

Page 10: tr pkak

paling sering disebabkan oleh logam. Pada perempuan DKAK disebabkan oleh

nikel, sedangkan pada laki-laki oleh kromat.

3. Reaksi Fotosensitisasi

a. Reaksifototoksik

Reaksi fototoksik terjadi karena adanya bahan iritan, tetapi baru dapat

timbul dengan bantuan sinar matahari (sinar ultra violet); bentuk klinisnya sama

seperti dermatitis kontak iritan. Reaksi fotoiritan dapat timbul karena bahan

pengawet kayu atau residu beberapa zat lem kayu dan keramik.

b. Reaksifotoalergi

Reaksi fotoalergi terjadi oleh karena bahan photosensitizer, dibantu dengan sinar

ultraviolet dengan panjang gelombang 320-425 nm. Bentuk klinis reaksi fotoalergis

umumnya menyerupai dermatitis kontak alergis. Daerah tubuh yang terkena

terutama bagian tubuh yang terpajan matahari seperti dahi, pipi, dan lengan bagian

luar. Reaksi fotoalergi dapat timbul karena bahan seperti ter kayu, obat antihistamin

topikal, zat warna, dan lain-lain.

4. Kelainan karena Faktor Fisik

a. Luka bakar (karena panas) dalam bentuk luka bakar tingkat I, II, dan III.

b. Cold urticaria timbul oleh karena dingin.

c. Immersion foot timbul bila kaki terlampau lama terendam dalam air dingin,

tanpa menjadi beku tetapi timbul gangren.

d. Frostbite/congelatio, radang kedinginan, kulit terasa sakit, menjadi bengkak,

pucat, mengeluarkan cairan serous.

e. Radiodermatitis, dapat berupa eritem, ulserasi, dan hiperpigmentasi, actinic

keratosis atau permulaan keganasan.

f. Heat rash, miliaria rubra; kulit menjadi merah disertai papulovesikel yang

milier.

5. Kelainan karena faktor biologis Dapat berupa infeksi kulit. Yang disebabkan oleh bakteri dapat

menimbulkan folikulitis, akne, pioderma atau ulkus piogenik. Yang disebabkan

oleh jamur ialah dermatofitosis dan yang disebabkan kandida menyebabkan

kandidiasis.

10

Page 11: tr pkak

Dermatitis akibat kerja (DAK) umumnya mempunyai prognosis buruk.

Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap pekerja logam dan pekerja konstruksi

menemukan 70% tetap menderita dermatitis meskipun telah dilakukan upaya

penghindaraan terhadap alergen penyebab dan perubahan jenis pekerjaan.

Meski dermatitis akibat kerja tidak memerlukan rawat inap, ringan, dan

umumnya dianggap sebagai risiko yang perlu diterima, pengaruh terhadap

pekerjaan dan status sosial psikologi harus diperhitungkan. Dampak dermatitis

kontak akibat kerja (DKAK) terhadap ekonomi sangat besar. Ini meliputi biaya

langsung atas pengobatan, kompensasi kecacatan dan biaya tidak langsung yang

meliputi kehilangan hari kerja dan produktivitas, biaya pelatihan ulang serta biaya

yang menyangkut efek terhadap kualitas hidup.

Pencegahan PKAK

Prevalensi dermatitisis akibat kerja dapat diturunkan melalui pencegahan yang

sempurna; antara lain:

1. Pendidikan

Diberi penerangan atau pendidikan pengetahuan tentang kerja dan pengetahuan

tentang bahan yang mungkin dapat menyebabkan penyakit akibat kerja. Selain

itu, cara mempergunakan alat dan akibat buruk alat tersebut harus dijelaskan

kepada karyawan.

2. Memakai alat pelindung

Sebaiknya para karyawan diperlengkapi dengan alat penyelamat atau pelindung

yang bertujuan menghindari kontak. dengan bahan yang sifatnya merangsang

atau karsinogen. Alat pelindung yang dapat dipergunakan misalnya baju

pelindung, sarung tangan, topi, kaca mata pelindung, sepatu, krim pelindung,

dan lain-lain.

3. Melaksanakan uji tempel/uji tempel foto

Maksudnya adalah mengadakan uji tempel pada calon pekerja sebelum diterima

pada suatu perusahaan. Berdasarkan hasil uji tempel ini karyawan baru dapat

ditempatkan di bagian yang tidak mengandung bahan yang rentan terhadap

dirinya.

4. Pemeriksaan kesehatan berkala

Bertujuan untuk mengetahui dengan cepat dan tepat apakah karyawan sudah

menderita penyakit kulit akibat kerja. Apabila dapat diketahui dengan cepat,

11

Page 12: tr pkak

dapat diberi pengobatan yang adekuat atau dipindahkan ke tempat lain yang

tidak membahayakan kesehatan dirinya.

5. Pemeriksaan kesehatan secara sukarela

Karyawan dianjurkan untuk memeriksakan diri ke dokter secara sukarela

apakah ada menderita suatu penyakit kulit akibat kerja.

6. Pengembangan teknologi

Kerjasama antara dokter, ahli teknik, ahli kimia dan ahli dalam bidang tenaga

kerja untuk mengatur alat-alat kerja, cara kerja atau memperhatikan bahan yang

dipergunakan dalam melakukan pekerjaan untuk mencegah kontaminasi kulit.

Pengobatan PKAK

Tindakan pertama ialah memutuskan mata rantai kontak dengan penderita,

selanjutnya dapat diberikan pengobatan yang sesuai dengan jenis penyakitnya. Bila

kelainan kulit akut dapat diberi obat kompres, sampai eksudasi kering. Sesudah itu dapat

dilanjutkan dengan diberi salep yang mengandung kortikosteroid. Bila ada infeksi

sekunder dapat diberi antibiotika seperti tetrasiklin atau eritromisin. Bila ada infeksi jamur

diberi obat anti jamur.

Kesimpulan

Penyakit kulit akibat kerja (PKAK) dikenal secara populer karena berdampak langsung

terhadap pekerja yang secara ekonomis masih produktif.Istilah PKAK dapat diartikan

sebagai kelainan kulit yang terbukti diperberat oleh jenis pekerjaannya, atau penyakit kulit

yang lebih mudah terjadi karena pekerjaanyang dilakukan.

Dengan kemajuan industri sekarang ini, penyakit akibat kerja diperkirakan akan

semakin banyak dan salah satunya adalah penyakit kulit akibat kerja. Umumnya penyakit

kulit akibat kerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor kimiawi, fisik atau

mekanis dan biologis. Dermatitis kontak merupakan kelainan kulit yang terbanyak di

antara penyakit kulit akibat kerja.

Untuk mencegah terjangkitnya penyakit kulit akibat kerja maka perawatan dan

perlindungan kulit sangat penting. Program perlindungan kulit ini tidak hanya melibatkan

pekerja tapi juga pemberi kerja sebagai penyedia sarana sertamelibatkan peraturan atau

perundang-undangan

12

Page 13: tr pkak

Daftar Pustaka

Djojodibroto, R. Darmanto.1999. Kesehatan Kerja Di Perusahaan. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama

Marsyal, 2011, dermatosis akibat kerja,

http://doktermarsyal.blogspot.com/2011/01/dermatosis-akibat-kerja.html, di

akses 18 januari 2014

Prasetya, 2007, dermatosis akibat kerja, http://prasetya.ub.ac.id/berita/Prof-M-Cholis-

Perlu-Perhatian-Dermatosis-Akibat-Kerja-7225-id.html, diakses 18 januari

2014

Purnama fani, 2008, dermatosis akibat kerja,

http://fani-purnama.blogspot.com/2008/11/dermatosis-akibat-kerja.html,

diakses 18 januari

Prasagug, 2010, dermatitis akibat kerja, http://prasagung.wordpress.com/dermatitis-

akibat-kerja/, diakses 18 januari 2014

Suyono, Joko.1993. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: EGC

Turijo, 2010, dermatitis kontak akibat kerja,

http://karikaturijo.blogspot.com/2010/11/dermatitis-kontak-akibat-kerja-dk-

ak.html, diakses 18 januari 2014

13