Upload
annisa-rahmani
View
275
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tr pkak
Citation preview
Latar belakang
Setiap pekerjaan di dunia ini hampir pasti tak ada yang tak berisiko. Ibarat pepatah
bermain air basah, bermain api hangus. Kecelakaan dan sakit akibat kerja sudah menjadi
risiko setiap orang yang melakukan pekerjaan, baik itu petani, nelayan, buruh pabrik,
pekerja tambang, maupun pegawai kantoran sekalipun.
Sepanjang tahun 2009, pemerintah mencatat telah terjadi sebanyak 54.398 kasus
kecelakaan kerja di Indonesia. Meski menunjukkan tren menurun, namun angka tersebut
masih tergolong tinggi. Kecelakaan kerja di sebuah pabrik gula di Jawa Tengah
menyebabkan empat pekerjanya tewas dan di Tuban Jawa Timur seorang meninggal dan
dua orang lainnya terluka akibat tersiram serbuk panas saat bekerja di salah satu pabrik
semen adalah beberapa contoh kasus kecelakaan kerja yang mengakibatkan kerugian
bahkan sampai menghilangkan nyawa.
Kerugian akibat kecelakaan kerja tidak hanya dirasakan oleh tenaga kerja itu
sendiri, namun juga bisa berdampak pada masyarakat sekitar. Oleh karena itu perlu adanya
penerapan sebuah sistem manajemen keselamatan dan kesehatan Kerja (SMK3) di tempat
kerja berbasis paradigma sehat.
Hal itu menjadi kebutuhan yang mendesak mengingat jumlah tenaga kerja di
Indonesia pada tahun 2009 sebesar 104,49 juta, bekerja di sektor formal sebesar 30,51 %
sedangkan 69,49 % bekerja di sektor informal, dengan distribusi sebesar 41,18% bekerja di
bidang pertanian, industri 12,07%; perdagangan sebesar 20,90%; transportasi, pergudangan
dan komunikasi sebesar 5,69%; konstruksi sebesar 4,42%, jasa dan keuangan 14,44%;
serta pertambangan, listrik dan gas 1,3% (Berita Resmi Statistik 2009). Dari data tahun
2007 diketahui kecelakaan kerja terbanyak terjadi pada tenaga kerja konstruksi dan industri
masing-masing 31,9 % dan 31,6 %.
Anatomi Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ tubuh yang terpenting yang berfungsi sebagai sawar (barrier ),
karena kulit merupakan organ pemisah antara bagian di dalamtubuh dengan lingkungan di
luar tubuh. Kulit secara terus-menerus terpajanterhadap faktor lingkungan, berupa faktor
fisik, kimiawi, maupun biologik.
Bagian terpenting kulit untuk menjalankan fungsinya sebagai sawar adalah lapisan
paling luar, disebut sebagai stratum korneum atau kulit ari. Meskipun ketebalan kulit hanya
15 milimikro, namun sangat berfungsi sebagai penyaring benda asing yang masuk ke
1
dalam tubuh. Apabila terjadi kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan
melampaui kapasitas toleransi serta daya penyembuhan kulit, maka akan terjadi penyakit.
Kulit adalah bagian tubuh manusia yang cukup sensisitif terhadap berbagai macam
penyakit. Penyakit kulit bisa disebabkan oleh banyak faktor. Di antaranya, faktor
lingkungan dan kebiasaan sehari-hari. Lingkungan yang sehat dan bersih akan membawa
efek yang baik bagi kulit. Demikian pula sebaliknya. Salah satu lingkungan yang perlu
diperhatikan adalah lingkungan kerja, yang bila tidak dijaga dengan baik dapat menjadi
sumber munculnya berbagai penyakit kulit.
Gambar 1. (Anatomi Kulit) Penampang kulit
2
Gambar 1. Lapisan epidermis
Penyakit Kulit Akibat Kerja
Sejak dahulu di seluruh dunia telah dikenal adanya reaksi tubuh terhadap bahan
atau material yang ada di lingkungan kerja. Dalam Ilmu Kesehatan Kulit dikenal, pada
individu atau pekerja tertentu baik yang berada di negara berkembang maupun di negara
maju, dapat mengalami kelainan kulit akibat pekerjaannya. Penyakit Kulit Akibat Kerja
(PAK) dikenal secara populer karena berdampak langsung terhadap pekerja yang secara
ekonomis masih produktif. Istilah PAK dapat diartikan sebagai kelainan kulit yang terbukti
diperberat oleh jenis pekerjaannya, atau penyakit kulit yang lebih mudah terjadi karena
pekerjaan yang dilakukan.
Apabila ditinjau lebih lanjut, penyakit kulit akibat kerja (PKAK) sebagai salah satu
bentuk penyakit akibat kerja, merupakan jenis penyakit akibat kerja terbanyak yang kedua
setelah penyakit muskulo-skeletal, berjumlah sekitar 22 persen dari seluruh penyakit akibat
kerja. Data di Inggris menunjukkan 1,29 kasus per 1000 pekerja merupakan dermatitis
akibat kerja. Apabila ditinjau dari jenis penyakit kulit akibat kerja, maka lebih dari 95%
merupakan dermatitis kontak, sedangkan yang lain merupakan penyakit kulit lain seperti
akne, urtikaria kontak, dan tumor kulit.
Berdasarkan jenis organ tubuh yang dapat mengalami kelainan akibat pekerjaan
seseorang, maka kulit merupakan organ tubuh yang paling sering terkena, yakni 50% dari
jumlah seluruh penderita Penyakit Akibat Kerja (PAK). Dari suatu penelitian
epidemiologik di luar negeri mengemuka, PAK dapat berdampak pada hilangnya hari kerja
3
sebesar 25% dari jumlah hari kerja. Secara umum, tampaknya hingga kini kelengkapan
data PAK masih menjadi salah satu tantangan, karena PAK acapkali tidak teramati atau
tidak teridentifikasi dengan baik akibat banyaknya faktor yang harus dikaji dalam
memastikan jenis penyakit ini.
Penyakit kulit bisa disebabkan oleh banyak faktor. Di antaranya, faktor lingkungan
dan kebiasaan sehari-hari. Lingkungan yang sehat dan bersihakan membawa efek yang
baik bagi kulit. Demikian pula sebaliknya. Salah satulingkungan yang perlu diperhatikan
adalah lingkungan kerja, yang bila tidak dijaga dengan baik dapat menjadi sumber
munculnya berbagai penyakit kulit. Sejak dahulu di seluruh dunia telah dikenal adanya
reaksi tubuh terhadap bahan atau material yang ada di lingkungan kerja. Dalam Ilmu
Kesehatan Kulit dikenal, pada individu atau pekerja tertentu baik yang berada di
negara berkembang maupun di negara maju, dapat mengalami kelainan kulit
akibat pekerjaannya. Penyakit Kulit Akibat Kerja (PAK) dikenal secara populer
karena berdampak langsung terhadap pekerja yang secara ekonomis masih produktif.
Istilah PAK dapat diartikan sebagai kelainan kulit yang terbukti diperberat oleh jenis
pekerjaannya, atau penyakit kulit yang lebih mudah terjadi karena pekerjaanyang
dilakukan.
Definisi PKAK
Penyakit kulit akibat kerja adalah semua keadaan patologis pada kulit dimana
pekerjaan dapat dibuktikan sebagai faktor penyebab utamanya (Lane et al, 1942).
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja,
bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja
merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease. Dalam melakukan pekerjaan
apapun, sebenarnya kita berisiko untuk mendapatkan gangguan Kesehatan atau penyakit
yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut.Oleh karena itu , penyakit akibat kerja adalah
penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,alat kerja , bahan , proses maupun lingkungan
kerja
Epidemiologi
Data mengenai insidensi dan prevalensi penyakit kulit akibat kerja sukar didapat
termasuk dari Negara maju, demikian pula dindonesia. Umumnya pelaporan tidak lengkap
sebagai akibat tidak terdiagnosisnya atau tidak terlaporkannya penyakit tersebut. Hal lain
yang menyebabkan terjadinya variasi besar antarnegara adalah karena system pelaporan
4
pelaporan yang dianut berbeda. Effendi (1997) melaporkan insiden dermatitis kontak
akibat kerja sebanyak 50 kasus pertahun atau 11,9% dari seluruh kasus dermatitis kontak
yang didiagnosis di poliklinik ilmu penyakit kulit dan kelamn FKUI RSUPN dr.cipto
mangukusumo Jakarta.
Di AS angka statistik berasal dari survei yang dilakukan oleh Bureau of Labor
Statistic pada industri swasta yang didata secara random. Di Inggris pelaporan melibatkan
dokter spesialis kulit yang bekerja pada beberapa pusat kesehatan. Diagnosis ditetapkan
secara sederhana termasuk menetapkan jenis pekerjaan yang dilaksanakan. Pengamatan
yang dilaksanakan pada berbagai jenis pekerjaan di berbagai negara barat mendapatkan
insiden terbanyak terdapat pada penata rambut 97,4%, pengolah roti 33,2% dan penata
bunga 23,9%.
Apabila ditinjau dari masa awitan penyakit, maka masa awitan terpendek adalah
dua tahun untuk pekerjaan penataan rambut, tiga tahun untuk pekerjaan industri makanan,
dan empat tahun untuk petugas pelayanan kesehatan dan pekerjaan yang berhubungan
dengan logam.
Ditemukan pula pengaruh gender, perempuan dikatakan lebih berisiko mendapat
penyakit kulit akibat kerja dibandingkan dengan laki-laki. Berkaitan dengan umur, maka
umur 15-24 tahun merupakan usia dengan insidens penyakit kulit akibat kerja tertinggi.
Hal tersebut mungkin disebabkan oleh pengalaman yang masih sedikit dan kurangnya
pemahaman mengenai kegunaan alat pelindung diri. Sensitisasi sesuai dengan jenis
pekerjaan terjadi pada 52 persen kasus.
Di beberapa negara maju telah berhasil mendata PAK, misalnya di Swedia
prosentase PAK 50% dari seluruh jenis PAK. Sedang di Singapura, angka ini berkisar
20%. Ada dua kelompok besar dalam penggolongan PAK ini, yakni PAK eksematosa dan
PAK non-eksematosa.
Beberapa kelompok pekerja yang berisiko tinggi antara lain :
a. pekerja pertanian, akibat kondisi cuaca, agen-agen zoonotik, pestisida,
pupuk dan sebagainya, Pekerja di bidang pertanian melakukan
bervariasi pekerjaan yang terpapar bahan kimia, biologi, dan bahan
berbahaya lainnya. Mereka memupuk, memanen ladang pertanian,
membersihkan, serta memperbaiki segala peralatan pertanian. Para
pekerja pertanian khususnya petani terpapar bahan-bahan kimia yang
sering digunakan di bidang pertanian dan juga faktor-faktor lingkungan
5
seperti kelembaban, suhu, dan frekuensi mencuci tangan dapat
mempengaruhi mudahnya terjadi dermatitis kontak akibat kerja
b. pekerja bangunan, akibat kontak dengan semen, cat, serat-serat mineral
dan sebagainya,
c. pekerja industri rekayasa, akibat kontak dengan minyak atau pelumas
pemotong,
d. penyepuh elektrik, akibat pembersih pelumas, asam-asam, garam-garam
logam,
e. petugas kesehatan, akibat kontak dengan antibiotika, anestesi lokal,
desinfektan.
Beberapa penyakit kulit yang termasuk DAK, meliputi Dermatitis Kontak (DK),
Dermatitis Kontak Iritan (DKI), dan Dermatitis Kontak Alergika (DKA). Adanya
gangguan dari sistem imun alami menjadi patogenesis (mekanisme terjadinya)
DKI. Sistem imun ini memiliki peran penting dalam menimbulkan reaksi iritan.
Bentuk-Bentuk PKAK
Di dalam Ilmu Kesehatan Kulit, istilah eksematosa sama dengan dermatitis.
Pengertian dermatitis akibat kerja adalah proses patologis kulit berupa peradangan yang
ditandai oleh rasa gatal, dapat berupa penebalan/bintil kemerahan, multipel mengelompok
atau tersebar, kadang bersisik, berair dan lainnya. Akibat permukaan kulit terkena bahan
atau unsur-unsur yang ada di lingkungannya (faktor eksogen) pada waktu melakukan
pekerjaan dan pengaruh-pengaruh yang terdapat di dalam lingkungan kerja. Namun
demikian, untuk terjadinya suatu jenis dermatitis atau beratnya gejala dermatitis, kadang-
kadang dipengaruhi pula oleh faktor kerentanan kulit seseorang (faktor endogen).
Lebih dari 90% PKAK merupakan jenis PKAK eksematosa, sedang sisanya kira-
kira 10% berupa PKAK non-eksematosa. Termasuk di dalam PKAK eksematosa adalah
Dermatitis Kontak Iritan (DKI), Dermatitis Kontak Alergi (DKA), serta Urtikaria. Di
antara ketiga jenis ini, umumnya DKI lebih sering terjadi.
Secara tidak disadari, sebenarnya di lingkungan kerja kita mungkin ada bahan,
barang atau unsur yang dapat bersifat melukai kulit, mengiritasi kulit, menyebabkan alergi
kulit, menyebabkan infeksi kulit, maupun menyebabkan perubahan pigmen kulit jika
menempel pada kulit. Bahkan, masih ada bahan atau unsur yang bersifat memicu
terjadinya keganasan pada kulit (kanker kulit).
6
Terjadinya PKAK dipengaruhi oleh jenis PKAK dan faktor individual pekerja,
seperti kulit terang, jenis kulit kering, kulit berminyak, mudah berkeringat, kebersihan diri
yang kurang, penyakit kulit yang sudah ada, serta kemungkinan trauma kulit yang sudah
ada sebelumnya. Sedang untuk kejadian luar biasa (KLB) PKAK, jarang terjadi.
Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua PKAK, terbanyak bersifat non-alergi
atau iritan. Sekitar 90.000 jenis bahan sudah diketahui dapat menimbulkan dermatitis. DKI
merupakan jenis PKAK yang paling sering terjadi di antara para pekerja, dibandingkan
dengan Dermatitis Kontak Alergika (DKA).
Dermatitis kontak secara umum merupakan penyakit spesifik-lingkungan, yaitu
suatu peradangan kulit akibat bahan yang berasal dari lingkungan. Terdapat dua jenis
dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan dematitis kontak alergik (DKA).
Kedua jenis tersebut kadang-kadang sangat sukar dibedakan secara klinis, meskipun
keduanya berbeda dalam patogenesis yang mendasarinya. Insidens dermatitis kontak iritan
lebih tinggi dibandingkan dengan dermatitis kontak alergik.
1. Dermatitis Kontak Iritan
Dermatitis kontak iritan merupakan kelainan sebagai akibat pajanan dengan
bahan toksik non-spesifik yang merusak epidermis dan atau dermis. Umumnya
setiap orang dapat terkena, bergantung pada kapasitas toleransi kulitnya. Penyakit
tersebut mempunyai pola monofasik, yaitu kerusakan diikuti dengan penyembuhan.
Dermatitis kontak iritan dapat terjadi melalui dua jalur: efek langsung iritan
terhadap keratinosit dan kerusakan sawar kulit. Efek langsung iritan pada
keratinosit, pada DKI akut, penetrasi iritan melewati sawar kulit akan merusak
keratinosit dan merangsang pengeluaran mediator inflamasi diikuti dengan aktivasi
sel T. Selanjutnya terjadi akumulasi sel T dengan aktivasi tidak lagi bergantung
pada penyebab. Hal tersebut dapat menerangkan kesamaan jenis infiltrat dan
sitokin yang berperan antara DKI dan DKA. Peradangan hanya merupakan salah
satu aspek sindrom DKI. Apabila terjadi pajanan dengan konsentrasi suboptimal
maka reaksi yang terjadi langsung kronik.
Stratum korneum atau kulit ari merupakan sawar kuli yang sangat efektif
terhadap berbagai bahan iritan karena pembaharuan sel terjadi secara
berkesinambungan dan proses penyembuhan berlangsung cepat. Apabila waktu
pajanan lebih pendek daripada waktu penyembuhan, sehingga sel-sel keratinosit
tidak sempat sembuh, maka akan terjadi gejala klinis DKI kumulatif. Kerusakan
7
sawar lipid berhubungan dengan kehilangan daya kohesi antar korneosit dan
deskuamasi diikuti dengan peningkatan trans-epidermal water loss (TEWL). Hal
tersebut merupakan rangsangan untuk memacu sintesis lipid, proliferasi keratinosit
dan hiperkeratosis sewaktu transient sehingga dapat terbentuk sawar kulit dalam
keadaan baru.
DKI terjadi karena kerusakan organ kulit secara langsung (bukan suatu
proses imunologis) akibat efek toksik bahan yang bersifat kimiawi ataupun fisik
yang menempel pada permukaan kulit. DKI kronis terjadi karena iritan relatif,
seperti sabun, pelarut, air, deterjen, minyak sintetis, kerosen, formalin, merkuri
anorganik, terpentin, photographic developer, dan lain-lain yang menempel pada
kulit dalam jangka waktu panjang dan berulang. Seringkali baru timbul bila ada
faktor fisik berupa abrasi, trauma kecil dan maserasi; oleh karena itu sering disebut
traumatic dermatitis. Kelainan yang ditimbulkan adalah dalam beberapa hari
bahkan sampai beberapa bulan setelah terkena bahan penyebab, berupa
hiperpigmentasi, hiperkeratosis, likenifikasi, fisur dan kadang-kadang eritem serta
vesikel. Kulit terasa gatal, tampak kering, kasar, bersisik halus, kemerahan,
menebal, kadang kulit pecah-pecah. Dermatitis kontak oleh karena iritan absolut
biasanya timbul seketika setelah berkontak dengan iritan, dan semua orang akan
terkena. bahan iritan absolut seperti asam kuat, basa kuat, garam logam berat
dengan konsentrasi kuat.
Pada kondisi tertentu di tempat kerja, yakni udara panas dan pengap, atau
suhu ruang yang amat dingin, berpakaian nilon dan lain-lain dapat meningkatkan
kepekaan kulit atau memudahkan kulit pekerja terkena DKI. DKI itu sendiri adalah
penyakit kulit yang terjadi akibat menempelnya sesuatu bahan atau unsur yang
disebut sensitizer pada permukaan kulit. Proses terjadinya penyakit tergantung
sistem kekebalan seseorang yang ditandai dengan kulit gatal kemerahan, mungkin
bengkak, terdapat bintil merah, bintil berair berjumlah banyak yang tampak tidak
hanya terbatas pada area kulit yang terkena bahan penyebab, tetapi dapat meluas di
luar area kulit yang terkena bahan penyebab, bahkan dapat ke seluruh permukaan
kulit.
Untuk mengantisipasi hal ini perlu pembersih kulit yang tidak bersifat
iritatif atau melukai permukaan kulit. Untuk pencegahannya, perlu alat pelindung
yang tepat di tempat kerja, setelah dilakukan pengamatan oleh petugas yang
berkompeten.
8
2. Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis kontak alergi dapat terjadi bila bahan LMW seperti lateks dan
nickel, sebagai hapten berikatan dengan protein pembawa di kulit dan
menimbulkan dermatitis kontak alergi Tipe IV.
Hapten bergabung dengan protein pembawa menjadi alergen lengkap.
Alergen lengkap difagosit oleh makrofag dan merangsang limfosit yang ada di kulit
yang mengeluarkan limfosit aktivasi faktor (LAF). Sel limfosit kemudian
berdiferensiasi membentuk subset sel limfosit T memori (sel Tdh) dan sel limfosit
T helper dan sel T suppresor. Sel T memori ini bila menerima informasi alergen
yang sudah dikenal masuk ke dalam kulit, maka sel Tdh akan mengeluarkan
limfokin (faktor sitotoksis, faktor inhibisi migrasi, faktor kemotaktik dan faktor
aktivasi makrofag.
Dengan dilepaskannya berbagai faktor ini maka akan terjadi pengaliran sel
mas dan sel basofil, ke arah lesi, dan timbullah proses radang yang merupakan
manifestasi reaksi dermatitis kontak alergis. Gambaran klinis umumnya berupa
papul, vesikel dengan dasar eritem dan edema, disertai rasa gatal.
Dalam perusahaan sering ditemukan beberapa bahan kimia yang
mempunyaigugusan rumus kimia yang sama. Apabila pekerja sudah sensitif
terhadap suatu zat kimia, maka ia akan mudah menjadi sensitif terhadap zat-zat lain
yang mempunyai rumus kimia yang bersamaan, misalnya prokain, benzokain,
paraaminobensen mempunyai gugus bensen yang sama. Apabila seseorang sensitif
terhadap prokain maka akan lebih mudah sensitif terhadap benzokain atau PABA;
ini disebut sensitisasi silang.
Pengetahuan sensitisasi silang ini sangat penting untuk menentukan
penempatan seseorang pegawai. Yang sudah sensitif terhadap suatu zat, jangan lagi
ditempatkan pada tempat yang mengandung bahan yang mempunyai rumus kimia
serupa.
Dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) paling sering, yakni sekitar 90%,
menyerang tangan. Ini berpengaruh pada gejala dan perasaan seseorang. Misalnya,
rasa gatal dan sakit pada waktu melaksanaan pekerjaan, serta rasa kurang nyaman
pada waktu melayani seseorang ketika menggunakan tangan.
Sedangkan eksim lebih banyak berlokasi di daerah muka dan bagian tubuh
lain. Ini berdampak pada perasaan malu sehingga akan lebih besar pengaruhnya
terhadap aktivitas sehari-hari, kinerja, dan hubungan dengan orang lain. DKAK
9
paling sering disebabkan oleh logam. Pada perempuan DKAK disebabkan oleh
nikel, sedangkan pada laki-laki oleh kromat.
3. Reaksi Fotosensitisasi
a. Reaksifototoksik
Reaksi fototoksik terjadi karena adanya bahan iritan, tetapi baru dapat
timbul dengan bantuan sinar matahari (sinar ultra violet); bentuk klinisnya sama
seperti dermatitis kontak iritan. Reaksi fotoiritan dapat timbul karena bahan
pengawet kayu atau residu beberapa zat lem kayu dan keramik.
b. Reaksifotoalergi
Reaksi fotoalergi terjadi oleh karena bahan photosensitizer, dibantu dengan sinar
ultraviolet dengan panjang gelombang 320-425 nm. Bentuk klinis reaksi fotoalergis
umumnya menyerupai dermatitis kontak alergis. Daerah tubuh yang terkena
terutama bagian tubuh yang terpajan matahari seperti dahi, pipi, dan lengan bagian
luar. Reaksi fotoalergi dapat timbul karena bahan seperti ter kayu, obat antihistamin
topikal, zat warna, dan lain-lain.
4. Kelainan karena Faktor Fisik
a. Luka bakar (karena panas) dalam bentuk luka bakar tingkat I, II, dan III.
b. Cold urticaria timbul oleh karena dingin.
c. Immersion foot timbul bila kaki terlampau lama terendam dalam air dingin,
tanpa menjadi beku tetapi timbul gangren.
d. Frostbite/congelatio, radang kedinginan, kulit terasa sakit, menjadi bengkak,
pucat, mengeluarkan cairan serous.
e. Radiodermatitis, dapat berupa eritem, ulserasi, dan hiperpigmentasi, actinic
keratosis atau permulaan keganasan.
f. Heat rash, miliaria rubra; kulit menjadi merah disertai papulovesikel yang
milier.
5. Kelainan karena faktor biologis Dapat berupa infeksi kulit. Yang disebabkan oleh bakteri dapat
menimbulkan folikulitis, akne, pioderma atau ulkus piogenik. Yang disebabkan
oleh jamur ialah dermatofitosis dan yang disebabkan kandida menyebabkan
kandidiasis.
10
Dermatitis akibat kerja (DAK) umumnya mempunyai prognosis buruk.
Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap pekerja logam dan pekerja konstruksi
menemukan 70% tetap menderita dermatitis meskipun telah dilakukan upaya
penghindaraan terhadap alergen penyebab dan perubahan jenis pekerjaan.
Meski dermatitis akibat kerja tidak memerlukan rawat inap, ringan, dan
umumnya dianggap sebagai risiko yang perlu diterima, pengaruh terhadap
pekerjaan dan status sosial psikologi harus diperhitungkan. Dampak dermatitis
kontak akibat kerja (DKAK) terhadap ekonomi sangat besar. Ini meliputi biaya
langsung atas pengobatan, kompensasi kecacatan dan biaya tidak langsung yang
meliputi kehilangan hari kerja dan produktivitas, biaya pelatihan ulang serta biaya
yang menyangkut efek terhadap kualitas hidup.
Pencegahan PKAK
Prevalensi dermatitisis akibat kerja dapat diturunkan melalui pencegahan yang
sempurna; antara lain:
1. Pendidikan
Diberi penerangan atau pendidikan pengetahuan tentang kerja dan pengetahuan
tentang bahan yang mungkin dapat menyebabkan penyakit akibat kerja. Selain
itu, cara mempergunakan alat dan akibat buruk alat tersebut harus dijelaskan
kepada karyawan.
2. Memakai alat pelindung
Sebaiknya para karyawan diperlengkapi dengan alat penyelamat atau pelindung
yang bertujuan menghindari kontak. dengan bahan yang sifatnya merangsang
atau karsinogen. Alat pelindung yang dapat dipergunakan misalnya baju
pelindung, sarung tangan, topi, kaca mata pelindung, sepatu, krim pelindung,
dan lain-lain.
3. Melaksanakan uji tempel/uji tempel foto
Maksudnya adalah mengadakan uji tempel pada calon pekerja sebelum diterima
pada suatu perusahaan. Berdasarkan hasil uji tempel ini karyawan baru dapat
ditempatkan di bagian yang tidak mengandung bahan yang rentan terhadap
dirinya.
4. Pemeriksaan kesehatan berkala
Bertujuan untuk mengetahui dengan cepat dan tepat apakah karyawan sudah
menderita penyakit kulit akibat kerja. Apabila dapat diketahui dengan cepat,
11
dapat diberi pengobatan yang adekuat atau dipindahkan ke tempat lain yang
tidak membahayakan kesehatan dirinya.
5. Pemeriksaan kesehatan secara sukarela
Karyawan dianjurkan untuk memeriksakan diri ke dokter secara sukarela
apakah ada menderita suatu penyakit kulit akibat kerja.
6. Pengembangan teknologi
Kerjasama antara dokter, ahli teknik, ahli kimia dan ahli dalam bidang tenaga
kerja untuk mengatur alat-alat kerja, cara kerja atau memperhatikan bahan yang
dipergunakan dalam melakukan pekerjaan untuk mencegah kontaminasi kulit.
Pengobatan PKAK
Tindakan pertama ialah memutuskan mata rantai kontak dengan penderita,
selanjutnya dapat diberikan pengobatan yang sesuai dengan jenis penyakitnya. Bila
kelainan kulit akut dapat diberi obat kompres, sampai eksudasi kering. Sesudah itu dapat
dilanjutkan dengan diberi salep yang mengandung kortikosteroid. Bila ada infeksi
sekunder dapat diberi antibiotika seperti tetrasiklin atau eritromisin. Bila ada infeksi jamur
diberi obat anti jamur.
Kesimpulan
Penyakit kulit akibat kerja (PKAK) dikenal secara populer karena berdampak langsung
terhadap pekerja yang secara ekonomis masih produktif.Istilah PKAK dapat diartikan
sebagai kelainan kulit yang terbukti diperberat oleh jenis pekerjaannya, atau penyakit kulit
yang lebih mudah terjadi karena pekerjaanyang dilakukan.
Dengan kemajuan industri sekarang ini, penyakit akibat kerja diperkirakan akan
semakin banyak dan salah satunya adalah penyakit kulit akibat kerja. Umumnya penyakit
kulit akibat kerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor kimiawi, fisik atau
mekanis dan biologis. Dermatitis kontak merupakan kelainan kulit yang terbanyak di
antara penyakit kulit akibat kerja.
Untuk mencegah terjangkitnya penyakit kulit akibat kerja maka perawatan dan
perlindungan kulit sangat penting. Program perlindungan kulit ini tidak hanya melibatkan
pekerja tapi juga pemberi kerja sebagai penyedia sarana sertamelibatkan peraturan atau
perundang-undangan
12
Daftar Pustaka
Djojodibroto, R. Darmanto.1999. Kesehatan Kerja Di Perusahaan. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
Marsyal, 2011, dermatosis akibat kerja,
http://doktermarsyal.blogspot.com/2011/01/dermatosis-akibat-kerja.html, di
akses 18 januari 2014
Prasetya, 2007, dermatosis akibat kerja, http://prasetya.ub.ac.id/berita/Prof-M-Cholis-
Perlu-Perhatian-Dermatosis-Akibat-Kerja-7225-id.html, diakses 18 januari
2014
Purnama fani, 2008, dermatosis akibat kerja,
http://fani-purnama.blogspot.com/2008/11/dermatosis-akibat-kerja.html,
diakses 18 januari
Prasagug, 2010, dermatitis akibat kerja, http://prasagung.wordpress.com/dermatitis-
akibat-kerja/, diakses 18 januari 2014
Suyono, Joko.1993. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: EGC
Turijo, 2010, dermatitis kontak akibat kerja,
http://karikaturijo.blogspot.com/2010/11/dermatitis-kontak-akibat-kerja-dk-
ak.html, diakses 18 januari 2014
13