Upload
phungnhu
View
250
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
TRADISI GANDAI DALAM KONTEKS UPACARA PERKAWINAN PADA
MASYARAKAT PEKAL DI KECAMATAN KETAHUN, KABUPATEN
BENGKULU UTARA, BENGKULU: DESKRIPSI PERTUNJUKAN,
PERUBAHAN, DAN FUNGSINYA
SKRIPSI SARJANA
O
L
E
H
NAMA : FRITA ANJELINA PAKPAHAN
NIM : 100707018
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2014
ii
TRADISI GANDAI DALAM KONTEKS UPACARA PERKAWINAN PADA
MASYARAKAT PEKAL DI KECAMATAN KETAHUN, KABUPATEN
BENGKULU UTARA, BENGKULU: DESKRIPSI PERTUNJUKAN,
PERUBAHAN, DAN FUNGSINYA
SKRIPSI SARJANA
NAMA: FRITA ANJELINA PAKPAHAN
NIM : 100707018
Disetujui oleh
Pembimbing I, Pembimbing II,
Arifninetrirosa, SST., M.A Dra. Heristina Dewi, M.Pd.
NIP 196502191994032002 NIP 196605271994032010
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2014
iii
PENGESAHAN
DITERIMA OLEH:
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk
melengkapi
salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada Tanggal :
Hari :
Fakultas Ilmu Budaya USU,
Dekan,
Dr. Syahron Lubis, M.A.
NIP 195110131976031001
Panitia Ujian: Tanda Tangan
1. Drs. Muhammad Takari, M.Hum.,Ph.D ( )
2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd ( )
3. Arifninetrirosa, SST. M.A ( )
4. Drs. Fadlin, M.A ( )
5. Drs. Perikuten Tarigan, M.Si ( )
iv
DISETUJUI OLEH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
KETUA,
Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D
NIP 196512211991031001
v
ABSTRAKSI
Skripsi ini berjudul Tradisi Gandai Dalam Konteks Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu: Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, dan Fungsi. Melalui skripsi ini, penulis akan mengkaji tentang tiga aspek dalam konteks upacara perkawinan adat Pekal di Kecamatan Ketahun. Adapun ketiga aspek tersebut adalah: (a) deskripsi pertunjukan; (b) Perubahan yang terjadi; dan (c) fungsi pada sosial masyarakat Pekal. Penelitiannya akan difokuskan kepada bagaimana pertunjukan tradisi Gandai tersebut dalam konteks upacara perkawinan adat masyarakat Pekal, deskripsi gerak Gandai, musik pengiring, perubahan yang terjadi terhadap tradisi Gandai tersebut, serta fungsinya dalam sosial masyarakat Pekal itu sendiri.
Pendekatan yang penulis lakukan adalah dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Adapun dalam proses kerjanya, penulis akan melakukan pengamatan terlibat, wawancara, studi pustaka (termasuk pustaka online), perekaman kegiatan, transkripsi, dan analisis laboratorium. Penelitian ini terfokus kepada pendapat informan dalam konteks studi emik, namun diimbangi dengan pendekatan etnik oleh penulis. Informan berjumlah lima orang, yang terdiri dari satu orang Ketua Badan Musyawarah Adat Pekal, satu orang Budayawan Pekal, satu orang penari Gandai, dan dua orang pemusik Gandai yang terdiri dari satu orang pemain edap dan satu orang pemain sunai. Pada proses pentranskripsian musik iringannya akan dituliskan ke dalam notasi balok dengan menggunakan program sibelius.
Dari metode dan teknik tersebut di atas akan didapatkan hasil penelitian sebagai berikut. (a) deskripsi tradisi Gandai pada upacara perkawinan adat masyarakat Pekal yang di dalamnya terdapat tahapan-tahapan upacara perkawinan adat masyarakatnya. (b) Struktur melodi sunai yang secara umum adalah repetitif. (c) perubahan dan fungsinya dalam sosial masyarakat Pekal.
Kata Kunci: gandai, tari, deskripsi pertunjukan, perubahan, fungsi.
ABSTRACT
vi
This thesis entitled Gandai Tradition in the Context of the Community
marriage ceremony in the District Ketahun, North Bengkulu, Bengkulu: Description of Performance, Change, and Function. Through this thesis, the authors will examine three aspects in the context of Pekal marriage ceremony custom in District Ketahun. The three aspects are: (a) description of the performance; (b) The changes; and (c) social function in Pekal society. The research is focused on how about the performance of Gandai tradition in the context of custom marriage ceremony in Pekal society, description movement of Gandai, musical accompaniment, the changes of Gandai tradition, and social functions of Gandai tradition.
The approaches used is qualitative research methods. In the process it works, the author will do partisipant observations, interview, study of literature (include online literature), recording, transcription, and laboratory analysis. This research focused on informants opinion in the context of emic study, but offset by ethic study of the author. The informant amounted five, consisting of a chairman of the Pekal customary, a Pekal cultural observer, a Gandai dancer, and two musician consisting of one for edap player and one more for sunai player. In the process of music transcription will be written into notation by using sibelius program.
From the methods and techniques described above can be obtained following results. (a) description of gandai tradition in marriage ceremony of Pekal customary that it will also include stages of Pekal marriage ceremony. (b) Sunai melodic structure which are largely repetitive. (c) change and its function in Pekal society.
Keywords: gandai, dance, description of the performance, change, function.
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
yang berjudul Tradisi Gandai Dalam Konteks Upacara Perkawinan pada
Masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu:
Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, dan Fungsi. Skripsi ini dikerjakan demi
memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana Seni (S.Sn) dari
jurusan Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
Dalam kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada orang tua terbaik yang sangat penulis cintai, Papa N Pakpahan dan
Mama M Sikumbang. Terima kasih atas doa, perhatian, dan pengorbanannya yang
sungguh luar biasa khususnya dalam proses pengerjaan skripsi ini. Terima kasih
juga atas bimbingannya dari mulai kecil hingga sekarang diberi kesempatan untuk
menyelesaikan pendidikan di Perguruan Tinggi. Terima kasih penulis sampaikan
kepada saudara-saudara yang penulis sayangi yaitu adik Soferdy Apriansyah
Pakpahan, adik George Faresh Pakpahan, dan adik Dinda Krisnauli Pakpahan.
Perhatian kalian menyemangati penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Serta
terima kasih kepada adik-adik sepupuku, keluarga besar Pakpahan dari
Pangaribuan, dan keluarga besar Nenek Buyut Utiah tersayang.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. dr.
Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara beserta jajarannya dan Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku
Dekan Fakultas Ilmu Budaya beserta jajarannya yang telah memberikan
viii
fasilitas dan sarana pembelajaran selama menuntut ilmu di Universitas
Sumatera Utara tercinta ini.
Dalam hal ini, Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Ibu
Arifninetrirosa, SST., M.A selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Dra. Heristina
Dewi, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II dan sekaligus Sekretaris Departemen
Etnomusikologi. Kedua dosen pembimbing yang hebat ini sangat membantu
penulis selama penyelesaian skripsi. Mereka juga memberikan banyak saran,
semangat dan pelajaran mengenai kesabaran, keberanian, dan kepandaian dalam
penulisan skripsi ini.
Kemudian terima kasih kepada kepada Bapak Drs. Muhammad Takari,
M.Hum., Ph.D selaku Ketua Departemen Etnomusikologi, kepada Bapak Drs.
Fadlin, M.A selaku Ketua Laboratorium Departemen Etnomusikologi serta
sebagai dosen Pembimbing Akademik penulis selama kuliah, dan segenap dosen-
dosen di Departemen Etnomusikologi yang turut membantu lancarnya proses
penyelesaian skripsi ini. Begitu pula kepada Ibu Adry Wiyanni Ridwan S.S selaku
pegawai administrasi di Departemen Etnomusikologi yang telah membantu semua
urusan administrasi penulis. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada
informan penulis yaitu Bapak Zhamari A. S Jamal, Bapak Makmur, Ibu Ratna,
Ibu Syuraiani, Bapak Ali Bidin, Bapak Mahmudin, dan Bapak Herman, .
Ucapan terima kasih kepada teman-teman stambuk 2010 yakni Anna
Purba, Yenni Alexandra Mrp, Maharani N Tarigan, Pretty P Manurung, Mei
Linda Tarigan, Friska Simamora, Lido Hutagalung, Benny Yogi Purba, Rony
Sinaga, A M Surung Solin, Yusuf siregar, dan teman-teman seperjuangan
lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang sudah penulis anggap
ix
seperti keluarga selama proses perkuliahan. Tidak terasa sudah empat tahun
kita bersusah senang bersama.
Penulis juga berterima kasih banyak kepada kak Reny Yulyati Br
Lumban Toruan S.Sn yang sudah menjadi teman sekamar, teman menari,
teman suka, dan teman duka penulis. Terima kasih banyak juga kepada teman-
teman menari penulis di sanggar Tigo Sapilin yaitu teteh Riza, kak Dina
Mayantuti Sitopu S.Sn, kak Jery Periance Saragih S.Sn, kak Chrismes Manik
S.Sn, kak Sari Ramadhani S.E, Syafwan Arrazak, dan Friska Simamora. Serta
terima kasih banyak kepada Sopandu Manurung dan Titi K Laoli,yang telah
membantu penulis dalam proses pentranskripsian.
Penulis juga mengucapkan beribu-ribu maaf apabila ada kata yang
kurang berkenan dalam hati dan beribu-ribu maaf pula apabila ada nama yang
lupa penulis cantumkan. Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih kepada
seluruh pihak yang sudah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga hasil penelitian dari skripsi ini dapat berguna bagi masyarakat Pekal,
bagi pembaca dan juga kepada peneliti berikutnya.
Medan, Agustus 2014
Penulis
Frita Anjelina Pakpahan
NIM: 100707018
DAFTAR ISI
x
ABSTRAKSI .................................................................................................. V ABSTRACT ................................................................................................... VI KATA PENGANTAR ................................................................................... VII DAFTAR ISI .................................................................................................. X DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... XII DAFTAR TABEL .......................................................................................... XIV
BAB I: PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1 1.2 Pokok Permasalahan .................................................................... 8 1.3 Tujuan dan Manfaat ..................................................................... 8
1.3.1 Tujuan ................................................................................ 8 1.3.2 Manfaat .............................................................................. 8
1.4 Konsep dan Teori......................................................................... 9 1.4.1 Konsep ............................................................................... 9 1.4.2 Teori .................................................................................. 11
1.5 Metode Penelitian ........................................................................ 13 1.5.1 Studi Kepustakaan ............................................................. 15 1.5.2 Penelitian Lapangan .......................................................... 15
1.5.2.1 Wawancara ............................................................ 16 1.5.2.2 Perekaman ............................................................. 16
1.5.3 Kerja Laboratorium (Desk Work) ..................................... 17 1.5.3.1 Metode Transkripsi 18
1.6 Lokasi Penelitian ......................................................................... 18
BAB II: MASYARAKAT PEKAL DI KECAMATAN KETAHUN ........ 19 2.1 Lokasi Lingkungan Alam dan Demografi ................................... 19 2.2 Asal-usul Masyarakat Pekal ........................................................ 27 2.3 Mata Pencaharian ........................................................................ 30 2.4 Sistem Agama dan Kepercayaan ................................................. 31 2.5 Sistem Kekerabatan ..................................................................... 32 2.6 Bahasa ......................................................................................... 34 2.7 Kesenian ...................................................................................... 36
BAB III: PERTUNJUKAN TRADISI GANDAI DALAM KONTEKS UPACARA PERKAWINAN ADAT MASYARAKAT PEKAL ...............
39
3.1 Asal Usul Tradisi Gandai ............................................................ 39 3.2 Perkawinan Pada Masyarakat Pekal ............................................ 41 3.3 Jenis Pesta Perkawinan ................................................................ 42 3.4 Tahapan-tahapan Upacara Perkawinan Adat Masyarakat Pekal . 43
3.4.1 Betanyu .............................................................................. 44 3.4.2 Madak ................................................................................ 44 3.4.3 Berasan .............................................................................. 45 3.4.4 Negak Pengujung .............................................................. 49 3.4.5 Persiapan Bimbang ............................................................ 49 3.4.6 Akad Nikah ....................................................................... 49 3.4.7 Acara Setelah Akad ........................................................... 54
3.4.7.1 Khatam Kaji .......................................................... 55
xi
3.4.7.2 Belarak .................................................................. 55 3.4.7.3 Batepung ............................................................... 55 3.4.7.4 Bersanji ................................................................. 56
3.4.8 Ngubak Basu ..................................................................... 56 3.4.9 Malam Begandai ............................................................... 57 3.4.10 Pesta Resepsi ................................................................... 59
BAB IV: DESKRIPSI PERTUNJUKAN TRADISI GANDAI .................. 61 4.1 Pendukung Pertunjukan ............................................................... 61
4.1.1 Penari ................................................................................. 61 4.1.2 Pemusik ............................................................................. 62 4.1.3 Penonton ............................................................................ 62
4.2 Perlengkapan Pertunjukan ........................................................... 63 4.2.1 Pengujung .......................................................................... 63 4.2.2 Kostum dan Tata Rias ....................................................... 64
4.2.2.1 Kostum .................................................................. 64 4.2.2.2 Tata Rias ............................................................... 65
4.2.3 Alat Musik yang Digunakan ............................................. 67 4.2.3.1 Edap ...................................................................... 67 4.2.3.2 Sunai ..................................................................... 68
4.3 Deskripsi Gerak Gandai .............................................................. 70 4.3.1 Ragam dan Pola Gerak ...................................................... 71
4.3.1.1 Ragam ................................................................... 71 4.3.1.2 Pola Lantai ............................................................ 75
4.4 AnalisisMusik Iringan ................................................................. 98 4.4.1 Model Notasi ..................................................................... 98 4.4.2 Melodi Sunai dan Strukturnya ........................................... 99
4.4.2.1 Tangga Nada ......................................................... 102 4.4.2.2 Nada Dasar ............................................................ 103 4.4.2.3 Wilayah Nada ....................................................... 103 4.4.2.4 Frekuensi Pemakaian Nada ................................... 104 4.4.2.5 Jumlah Interval ..................................................... 104 4.4.2.6 Formula Melodik .................................................. 105 4.4.2.7 Pola Kadensa ......................................................... 108 4.4.2.8 Kontur ................................................................... 110
BAB V: FUNGSI DAN PERUBAHAN TRADISI GANDAI ..................... 112 5.1 Fungsi Gandai Sebagai Fenomena Kontinuitas .......................... 112
5.1.1 Fungsi Pengungkapan Emosional ..................................... 113 5.1.2 Pengungkapan Penghayatan Estetika ................................ 113 5.1.3 Fungsi Hiburan .................................................................. 114 5.1.4 Fungsi Komunikasi ........................................................... 114 5.1.5 Fungsi Reaksi Jasmani ...................................................... 115 5.1.6 Fungsi yang Berkaitan dengan Norma Sosial ................... 115 5.1.7 Fungsi Pengintegrasian Masyarakat .................................. 116 5.1.8 Fungsi Berdasarkan Teori Narawati dan Seodarsono ....... 116
5.2 Perubahan Tradisi Gandai dalam Kebudayaan Masyarakat Pekal ...........................................................................................
117
xii
BAB VI: PENUTUP ...................................................................................... 120
6.1 Kesimpulan .................................................................................. 120 6.2 Saran ............................................................................................ 122
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 123 DAFTAR INFORMAN ................................................................................... 125
DAFTAR GAMBAR
xiii
Gambar 2.1 Peta Kecamatan Ketahun Dilihat Dari Provinsi Bengkulu ................................................................
27
Gambar 2.2 Gamat ..................................................................... 37 Gambar 2.3 Mamecok ................................................................ 38 Gambar 3.1 Lengguai Nikah ...................................................... 47 Gambar 3.2 Lengguai Nikah yang Diletakkan di hadapan
Ketua Badan Musyawarah Adat ............................. 47
Gambar 3.3 Serawo .................................................................... 48 Gambar 3.4 Bolu Koja yang Akan Dihidangkan Bersama
Serawo .................................................................... 48
Gambar 3.5 Rombongan Calon Pengantin Lanang Tiba ........... 51 Gambar 3.6 Lengguai Nikah yang Dibawa Calon Pengantin
Lanang .................................................................... 52
Gambar 3.7 Irisan Daun Pandan dan Bunga yang Dibawa Calon Pengantin Lanang ........................................
52
Gambar 3.8 Kue yang Juga Dibawa oleh Calon Pengantin Lanang ....................................................................
53
Gambar 3.9 Pengucapan Ijab Kabul ........................................... 53 Gambar 3.10 Penyematan Cincin ................................................. 54 Gambar 3.11 Pertunjukan Tradisi Gandai pada Malam
Begandai ................................................................. 59
Gambar 4.1 Penari Gandai ......................................................... 65 Gambar 4.2 Edap ....................................................................... 67 Gambar 4.3 Cara Memainkan Edap ........................................... 68 Gambar 4.4 Sunai ....................................................................... 69 Gambar 4.5 Cara Memainkan Sunai .......................................... 70
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perincian Nama Desa dan Wilayah Kecamatan Ketahun .......................................................................
20
xiv
Tabel 2.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ....... 22 Tabel 2.3 Distribusi Sarana Pendidikan ...................................... 22 Tabel 2.4 Nama-nama Satuan Pendidikan di Kecamatan
Ketahun ....................................................................... 23
Tabel 2.5 Perbedaan Bahasa Pekal dengan Beberapa Bahasa Para-Melayu ................................................................
35
Tabel 4.1 Nama Ragam Gerak Gandai ....................................... 72 Tabel 4.2 Deskripsi Kinesiologis Tradisi Gandai ....................... 77 Tabel 5.1 Interval Melodi Sunai 104
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Siklus1 hidup manusia dimulai sejak menjadi janin dalam kandungan,
lahir, dewasa, perkawinan, memiliki anak, memasuki keorganisasian, kematian,
pasca kematian, dan seterusnya. Menurut William Haviland (2014: 200)
pernikahan atau perkawinan adalah kesatuan sosial atau ritual yang diakui atau
juga kontrak sah antara pria dan wanita yang saling menetapkan hak dan
kewajiban, antara mereka dan anak-anak mereka, dan antara mereka dan hukum.
Fungsi utama perkawinan adalah untuk melanjutkan keturunan. Sedangkan
gunanya adalah untuk memuaskan nafsu biologis manusia, menerima dan
memberi kasih sayang kepada pasangan hidup, membina keluarga, menyatukan
dua keluarga besar, dan sebagainya. Dimana terjadi suatu hubungan antara
seorang pria dan seorang wanita secara seksual yang nantinya perempuan yang
bersangkutan memenuhi syarat untuk melahirkan anak (Goodenough,1970:12 13).
Dalam menuju proses itu, harus terlebih dahulu mengikuti upacara
pengabsahannya yang sering disebut upacara perkawinan. Disini agama
memegang peran utama, karena dalam masyarakat tertentu perkawinan tidak
boleh bertentangan dengan ajaran agama dan norma-norma adat. Demikian juga
yang terjadi pada masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun.
1 Siklus adalah putaran waktu yg di dalamnya terdapat rangkaian kejadian yang berulang-ulang secara tetap dan teratur (sumber: http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi).
2
Pekal adalah salah satu suku yang mendiami wilayah Provinsi Bengkulu,
terutama di Kabupaten Bengkulu Utara. Suku Pekal merupakan proses asimilasi2
antara suku Rejang dan suku Minangkabau. Masyarakat Pekal dalam sistem
kekerabatannya sama seperti dengan masyarakat Minangkabau yang menerapkan
sistem kekerabatan matrilineal (garis keturunan dari pihak ibu).3
Dalam melaksanakan tata cara adat perkawinannya, masyarakat Pekal
harus menjalankan secara adat dan agama. Tata cara menurut adat sudah
dijalankan dari mulai betanyu (melamar), berasan, 4 akad nikah, pesta resepsi.
Pada tahap akad nikah, adat tetap berjalan bersamaan dengan agama. Disini Ketua
Badan Musyawarah Adat dan perwakilan dari Kantor Urusan Agama (KUA)
duduk berdampingan selama proses akad nikah berlangsung. Para majelis adat
dan keluarga kedua belah pihaklah sebagai saksi. Setelah itu pada malam harinya
malam begandai dimana ditampilkan pertunjukan Gandai. Dalam upacara
pernikahan masyarakat Pekal, malam begandai digunakan untuk berkumpul
dengan semua keluarga, tetangga, teman-teman dari kedua pengantin. Gandai
sendiri berarti tari yang ditarikan bersama-sama. Tradisi ini bisa dikatakan sebagai
pelengkap upacara adat, yang dilakukan oleh golongan masyarakat yang tingkat
perekonomiannya relatif baik. Jika tradisi ini atau acara malam begandai tidak
diadakan, pesta resepsi keesokan harinya tetap berlangsung.
2 Asimilasi adalah proses sosial yang timbul dari beberapa golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama sehingga kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifat khasnya yang lambat laun membentuk satu kebudayaan yang baru (budaya campuran). 3 Matrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ibu. Matrilineal berasal dari dua kata, yaitu mater (bahasa Latin) yang berarti "ibu," dan linea (bahasa Latin) yang berarti "garis". Jadi matrilineal berarti mengikuti garis keturunan yang ditarik dari pihak ibu. (sumber: id.wikipedia.org/Wiki/Matrilineal). 4 Berasan adalah salah satu proses tata cara adat perkawinan yang dilaksanakan sehari sebelum akad nikah. Pada malam berasan, kedua belah pihak meminta izin kepada Badan Musyawarah Adat perihal upacara adat yang akan diadakan esok hari. Di sini disepakati waktu dan tempat akad nikah dan penentuan kerja tiap orang yang terkait dalam upacara adat besok.
3
Gandai ini merupakan salah satu tarian yang terdapat di Kecamatan
Ketahun, Provinsi Bengkulu. Diperkirakan sudah cukup lama ada dan
berkembang di dalam masyarakatnya dengan pola-pola tradisi. Tetapi tidak bisa
dipastikan siapa penciptanya dan kapan diciptakan. Menurut Soedarsono (1986 :
93) tari tradisional ialah semua tarian yang telah mengalami perjalanan sejarah
yang cukup lama, yang selalu bertumpu pada pola-pola tradisi yang telah ada.
Dengan mengacu pada pendapat yang dikemukakan di atas, jelas Gandai dapat
dikelompokan pada tari tradisional.
Gandai ini ditarikan selalu pada malam hari pada upacara perkawinan
masyarakat Pekal. Gandai ditarikan oleh dua orang atau lebih penari dan harus
dalam jumlah yang genap, karena menarikannya berpasangan, semakin banyak
penarinya semakin terlihat ramai dan semarak. Jumlah genap ini melambangkan
keseimbangan yang kokoh, misalnya keseimbangan baik-buruk, kiri-kanan,
pulang-pergi, dan sebagainya (Murni dalam Arifni, 2006: 340). Pada umumnya
penarinya adalah perempuan, hanya pada ragam ambat dan ejang baseluk penari
berpasangan (laki-laki dan perempuan). Gerak yang sering disajikan dalam
upacara perkawinan adat masyarakat Pekal hanya ada berkisar enam sampai dua
belas dari tiga puluh enam ragam gerak saja, dari 26 ragam gerak yang ada.5
Karena 6 ragam gerak ini dianggap sudah mewakili 20 ragm lainnya. Dalam
penyajiannya, para penari menari di atas pengujung.6 Tradisi Gandai ini,
dipertunjukkan untuk menghibur pengantin lanang (laki-laki) dan pengantin tinu
(wanita) yang duduk bersanding di pelaminan, keluarga besar kedua pengantin,
5 Menurut wawancara dengan Ibu Ratna selaku penari Gandai pada tanggal 19 Pebruari 2014 6 Pengujung merupakan panggung yang didirikan khusus untuk upacara perkawinan. Pengujung menempel dengan dinding rumah.
4
dan masyarakat yang datang untuk menyaksikannya. Gerakan Gandai diatur oleh
gerakan kaki maupun gerakan tangan.
Peranan musik dalam Gandai ini sangat penting, karena bisa dirasakan
kehadiran Gandai tanpa musik terasa tidak menarik untuk ditonton. Musik iringan
Gandai sangat berkaitan dengan tarinya, musik menjadi pembentuk suasana dan
jembatan bagi perubahan gerak tari. Jadi, disini musik berperan sebagai
terbentuknya keindahan Gandai itu sendiri. Dalam mengiringi Gandai, musik
iringan telah memiliki struktur yang baku sesuai dengan ragam tarinya. Tarian ini
menggunakan dua alat musik, yakni edap (frame drum) sebagai pembawa tempo
dan pembawa ritem variabel dan sunai (end blown flute) sebagai pembawa melodi
dan penentu tempo. Musiknya disajikan dengan pantun yang dibawakan, bisa
dibawakan oleh penari, pemusik, bahkan masyarakat yang menyaksikannya.
Berikut beberapa syair pantun yang dibawakan dalam mengiringi Gandai ini:
Kalu aban mameli regen
(kalau kamu membeli harmonika)
Beli untuk di akui lak regen pecak
(belilah untuk aku harmonika yang pecah)
Kalu aban jadi pengaten
(kalau kamu jadi pengantin)
Enang lak akui basusak payak
(biarlah aku yang bersusah payah)
5
Makna dari syair tersebut adalah pesan dari orangtua yang sangat gembira melihat
anaknya menikah sehingga mereka rela bersusah payah untuk mengadakan pesta.
Racang samilu di tengak kebon
(iris kulit bambu di tengah kebun)
Asal tembak ngambik di batang
(asal-asaln ambil di batang)
Ati senang diam di dusun
(hati senang tinggal di dusun)
Enang akui di rantau uhang
(biar aku di rantau orang)
Syair pantun ini bermakna kerinduan masyarakat Pekal yang ada di perantauan
akan kampung halamannya. Mereka yang merantau akan sangat senang bila ikut
terlibat dalam malam begandai sehingga mereka dapat menyampaikan keluh
kesah mereka.
Bintang timur bamiak manis
(bintang timur berminyak manis)
Tagonang-gonang dalam tempian
(tergenang-genang dalam tampi)
Sedang tidoh ku bakik nangis
(sedang tidur aku bangkit nangis)
Mangenang utung dengan bagian
(mengenang untung dengan bagian)
6
Makna dari syair tersebut adalah keluh kesah seorang janda yang merasa
hidupnya bernasib malang akibat ditinggal pergi suaminya.
Dahulunya Gandai adalah tarian masyarakat Pekal yang dipertunjukan saat
acara buka lahan atau pesta panen dan acara-acara adat lainnya. Masyarakat Pekal
mengapresiasikan suasana hati sekaligus ucapan terima kasih dengan cara menari.
Setiap malam Jumat para masyarakat desa baik yang tua maupun yang muda
berkumpul di balai desa. Namun dewasa ini penyajian Gandai lebih banyak
dipertunjukan pada upacara perkawinan, perpisahan sekolah, dan pengesahan
lembaga-lembaga saja dan sudah jarang dilihat pada kegiatan tanam dan panen,
hal ini dikarenakan sudah banyak masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun yang
tidak lagi bertani atau berladang walaupun masih ada sebagian. Mereka sekarang
lebih banyak bekerja di pertambangan batu bara dan perkebunan kelapa sawit dan
karet7. Adapun yang mempunyai lahan sendiri kebanyakan mengupahkan
lahannya pada orang lain atau menggunakan mesin untuk membantu mereka.
Sehingga timbul pertanyaan bagaimana deskripsi pertunjukan tradisi Gandai,
mengapa ragam gerak gandai tersebut hanya tinggal dua puluh enam gerak saja
lagi dan apa-apa saja perubahan serta fungsi pada tradisi Gandai dalam konteks
upacara perkawinan pada masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun.
Untuk mengkaji deskripsi pertunjukan tradisi Gandai yang didalamnya
mencakup gerak tari digunakan pendekatan-pendekatan ilmu antropologi tari.
Dimana antropologi tari merupakan disiplin ilmu yang sebelumnya dikenal
sebagai etnologi tari (etnokoreologi). Penelitian terhadap tradisi ini memerlukan
7 Wawancara dengan bapak Zhamari A.S Jamal selaku budayawan Pekal pada tanggal 19 Februari 2014.
7
bantuan disiplin lainnya, seperti: antropologi, sejarah, psikologi, sosiologi, dan
lainnya seperti yang diungkapkan Janet Adshead (1988: 6). Disiplin-disiplin ini
membantu untuk memahami tari dan fungsi-fungsinya dalam kehidupan
masyarakat pendukungnya.
Tradisi Gandai dalam konteks upacara perkawinan adat masyarakat Pekal
di Kecamatan Ketahun seperti terurai dalam latar belakang ini, dapat didekati
dengan pendekatan multidisiplin ilmu. Pertama untuk mengkaji deskripsi gerak
tari digunakan pendekatan etnokoreologi yang penerapannya dari sejumlah
disiplin ilmu seperti antropologi, musikologi, etnografi, dan lain-lain.
Kedua untuk mengkaji perubahan dan fungsinya digunakan pendekatan
sosiologi, fungsionalisme dalam ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu humaniora. Pada
pendekatan sosiologi, hampir semua kajian sosiologi berkaitan dengan perubahan
khususnya perubahan sosial yang menggambarkan realitas sosial. Dalam kajian
sosiologi, masyarakat tidak boleh dibayangkan sebagai keadaan yang tetap, tetapi
sebagai proses, bukan sebagai obyek semu yang kaku tetapi sebagai aliran
peristiwa yang terus menerus. Sehingga dapat dilihat perbedaan antara keadaan
sistem tertentu dalam jangka waktu berlainan. Lalu pada pendekatan
fungsionalisme menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi dari
elemen-elemennya sepertinorma, adat, tradisi, dan institusi.
Berdasarkan fakta lapangan tersebut diatas, penulis memilih judul untuk
penelitian ini, sebagai berikut: “Tradisi Gandai dalam Konteks Upacara
Perkawinan Masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu
Utara, Bengkulu: Deskripsi Pertunjukan, Perubahan, dan Fungsi”.
8
1.2 Pokok Permasalahan
Agar pembahasan lebih terarah maka ditentukan pokok permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana deskripsi pertunjukan tradisi Gandai dalam konteks
upacara perkawinan pada masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun,
Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu?
2. Bagaimana perubahan dan fungsi tradisi Gandai dalam konteks
upacara perkawinan pada masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun,
Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana deskripsi pertunjukan
tradisi Gandai dalam konteks upacara perkawinan pada masyarakat
Pekal di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu.
2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana perubahan dan fungsi
tradisi Gandai dalam konteks upacara perkawinan pada masyarakat
Pekal di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu.
1.3.2 Manfaat
Adapun manfaat yang diambil dari penelitian yang diwujudkan dalam
skripsi ini adalah sebagai berikut:
9
1. Untuk memperdalam pengetahuan tentang tradisi Gandai dalam
konteks upacara perkawinan pada masyarakat Pekal dan menambah
referensi dan dokumentasi budaya (khususnya Gandai).
2. Sebagai bahan informasi bagi pembaca dan masyarakat mengenai
kesenian Gandai agar dapat mengetahui penyajian Gandai dan musik
iringannya dalam konteks upacara perkawinan pada masyarakat Pekal
di Kecamatan Ketahun.
3. Menambah pengetahuan bagi penulis dan peneliti-peneliti lain.
Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai materi dasar
atau awal untuk penelitian selanjutnya.
1.4 Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep
Tradisi adalah suatu kepercayaan atau perilaku yang diturunkan dalam
suatu kelompok atau masyarakat yang memiliki makna simbolik atau makna
khusus yang berasal dari masa lalu (Thomas A. Green, 1997:800). Kata tradisi
yang dimaksud dalam tulisan ini, yaitu tradisi Gandai yang diturunkan oleh nenek
moyang masyarakat Pekal kepada generasi sekarang ini. Dimana proses
pembelajarannya secara oral (tanpa tulisan).
Gandai berarti tari, tari adalah segala gerak yang berirama atau sebagai
segala gerak yang dimaksudkan untuk menyatakan keindahan ataupun kedua-
duanya (Tengku Luckman Sinar, 1996:5). Dalam tulisan ini yang penulis maksud
dengan Gandai adalah salah satu tradisi masyarakat Pekal yang digunakan pada
upacara Perkawinan adatnya. Tradisi Gandai ini memakai 4 orang atau lebih
10
penari dalam jumlah genap, yang gerakannya diambil dari kehidupan sehari-hari
masyarakat Pekal. Tradisi ini juga sudah satu kesatuan dengan musik iringannya,
dimana alat musiknya terdiri dari edap dan sunai.
Konteks adalah situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian.
Konteks yang dimaksud adalah pada upacara perkawinan dimana upacara
perkawinan itu sendiri adalah aktivitas yang dilakukan untik meresmikan ikatan
perkawinan dua orang yang berjanji secara norma agama, norma hukum, dan
norma sosial.
Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut
suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan yang terikat oleh
suatu rasa identitas bersama (Koentjaraningrat 1986:160). Masyarakat yang
dimaksud dalam tulisan ini adalah masyarakat yang tinggal pada Kecamatan
Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Daerah ini sesuai
dengan daerah yang menjadi tempat penelitian penulis dimana daerah ini masih
terdapat pelaksanaan upacara perkawinan yang mempertunjukkan Gandai.
Deskripsi di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:258) artinya
mengambarkan apa adanya. Deskripsi atau deskriptif berasal dari bahasa Inggris
yaitu descriptif, yang artinya bersifat menyatakan sesuatu dengan memberikan
gambaran melalui kata-kata atau tulisan. Seeger (1958:184) menyebutkan bahwa
deskriptif adalah penyampaian objek dengan menerangkan terhadap pembaca
secara tulisan maupun lisan dengan sedetil-detilnya. Deskripsi yang penulis
maksud adalah deskripsi pertunjukan tradisi Gandai pada masyarakat Pekal di
Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu, Bengkulu.
11
Perubahan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000:1234) adalah
hal (keadaan) berubah; peralihan; pertukaran. Menurut Yandianto dalam Bonggud
Sidabitar (2013:9) perubahan dalam bahasa inggris disebut change, misalnya
perubahan sosial atau sosial change, artinya perubahan dalam kemasyarakatan
yang mempengaruhi sistem sosial suatu masyarakat yang berhubungan dengan
nilai-nilai, dan perilaku di antara kelompok manusia. Perubahan yang dimaksud
penulis adalah suatu perubahan/peralihan yang terjadi pada tradisi Gandai dalam
konteks upacara masyarakat Pekal dan fungsi tradisi Gandai bagi hidup
masyarakat Pekal. Dimana akan dilihat bagaimana kedudukannya dalam
masyarakat Pekal, peranannya dalam masyarakat Pekal, dan aturan-aturan yang
membatasi peranan tradisi Gandai ini dalam masyarakat Pekal, serta akan dilihat
adakah perubahan terhadap tradisi Gandai tersebut yang berpengaruh pada
fungsinya dalam masyarakat Pekal khususnya dalam konteks upacara Perkawinan
adatnya.
1.4.2 Teori
Dalam meneliti keenam ragam gerak Gandai tersebut, penulis akan
mendeskripsikannya. Dalam teori komposisi tari, hadirnya gerak dapat
ditimbulkan karena beberapa faktor rangsang yaitu rangsang visual, kinestetik,
rabaan, dan gagasan (Ben Suharto, 1985: 20-21). Menurut pendapat tersebut
diatas, gerak-gerak dalam Gandai timbul dari rangsang visual dan rangsang
kinestetik. Rangsang visual bisa dilihat dari nama-nama gerak, contoh sementaro,
yang mengacu pada bagaimana kehidupan seseorang yang hanya bersifat
sementara. Sedangkan rangsang kinestetik bisa dilihat dari rangsang gerak.
12
Keenam ragam gerak Gandai tersebut penulis akan menggunakan teknik
kinisiologi. Kinesiologi tari yang dimaksud adalah ilmu yang mempelajari tentang
gerak-gerak tubuh manusia dalam tari yang ditata sesuai dengan musik dan
mengandung makna serta memiliki kekuatan otot, tulang, syaraf, dan sendi yang
dibutuhkan untuk melakukan gerakan tersebut (http://gitadanceq.blogspot.com).
Setelah itu juga akan dilihat bagaiman uraian mengenai ragam gerak, pola lantai,
motif gerak, frase gerak, busana tari yang digunakan masyarakat Pekal dalam
konteks adatnya.
Untuk mendeskripsikan musik Gandai ini, khususnya struktur melodi
sunai yang berfungsi secara musikal sebagai pembawa melodi utama, penulis
menggunakan teori “bobot tangga nada” (weighted scale), yang ditawarkan oleh
Malm (1977). Ia menawarkan delapan parameter untuk mendeskripsikan melodi,
yaitu: (1) tangga nada, (2) wilayah nada, (3) nada dasar, (4) interval, (5) distribusi
nada, (6) formula melodi, (7) pola-pola kadensa, dan (8) kontur.
Dalam suatu kebudayaan tradisi lisan atau oral suatu perubahan dapat
terjadi, karena proses pengajarannya dilakukan secara lisan. Menurut Alan P
Merriam (1964:303) mengemukakan bahwa perubahan dapat berasal dari dalam
lingkungan kebudayaan (internal), dan perubahan juga bisa berasal dari luar
kebudayaan (eksternal). Perubahan secara internal merupakan perubahan yang
timbul dari dalam dan dilakukan oleh pelaku-pelaku kebudayaan itu sendiri, dan
juga disebut inovasi. Sedangkan perubahan eksternal merupakan perubahan yang
timbul akibat pengaruh yang dilakukan oleh orang-orang dari luar lingkup budaya
tersebut atau akulturasi. Perubahan yang terjadi dalam tradisi Gandai merupakan
13
hasil kreatifitas masyarakat Pekal itu sendiri yang diakibatkan oleh kebudayaan
barat.
Fungsi menurut Alan P Merriam (1964) pada teori use and function
(penggunaan dan fungsi) yang berkaitan dengan tradisi Gandai adalah sebagai
berikut: (i) fungsi pengungkapan emosional, (ii) fungsi penikmatan estetika, (iii)
fungsi hiburan, (iv) fungsi komunikasi, (vii) fungsi validasi lembaga-lembaga
sosial dan ritual keagamaan, (viii) fungsi kontribusi demi kelangsungan dan
stabilitas budaya, dan (ix) fungsi pengintegrasian masyarakat.
Sementara itu pakar tari lndonesia yaitu Narawati dan R.M. Soedarsono
dalam Reny Yulyati (2013:22) membedakan fungsi tari menjadi dua, yaitu (1)
kategori fungsi tari yang besifat primer, yang dibedakan menjadi tiga, yaitu: (a)
fungsi tari sebagai sarana ritual, (b) fungsi tari sebagai ungkapan pribadi, dan (c)
fungsi tari sebagai presentasi estetik, dan (2) kategori fungsi tari yang bersifat
sekunder, yaitu lebih mengarah pada aspek komersial atau sebagai lapangan mata
pencaharian.
Berdasarkan teori fungsi tari dari Narawati dan Soedarsono ini, maka
fungsi tradisi Gandai, mencakup baik itu fungsi primer dan juga fungsi sekunder.
Di dalam kegiatan tari ini terdapat fungsi ritual, ungkapan pribadi, estetik, dan
mata pencaharian.
1.5 Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang
menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Untuk meneliti Gandai pada upacara
perkawinan masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun, penulis menggunakan
14
metode penelitian kualitatif, sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Kirk
Miller dalam Moleong (1990:3) yang mengatakan: “Penelitian kualitatif adalah
tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan
berhubungan dengan orang-orang dalam bahasa dan peristilahannya”.
Pendekatan emik dan etik juga menjadi penting karena penulis adalah
“orang dalam” (insider). Dalam penelitian lapangan, pendekatan emik merupakan
identifikasi fenomena budaya menurut pandangan pemilik budaya tersebut,
sedangkan etik adalah identifikasi menurut peneliti yang mengacu pada konsep
konsep sebelumnya (Kaplan dan Manners 1999:256-8). Dalam penelitian ini
penulis akan menggunakan pendekatan emik dan etik untuk mendapatkan data
yang objektif.
Menurut Curt Sachs dalam Nettl (1962:16) penelitian dalam
etnomusikologi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: kerja lapangan (field work) dan
kerja laboratorium (desk work). Kerja lapangan meliputi pengumpulan dan
perekaman data dari aktivitas musikal dalam sebuah kebudayaan manusia,
sedangkan kerja laboratorium meliputi pentranskripsian, menganalisis data dan
membuat kesimpulan dari keseluruhan data.
Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan metode yang diungkapkan
oleh Curt Sach, namun sebelum melakukan kerja lapangan (field work) dan kerja
laboratorium (deks work) penulis akan melakukan studi kepustakaan terlebih
dahulu. Adapun tujuan dari studi kepustakaan ini dalah untuk mengumpulkan
data-data awal dalam penelitian ini.
15
1.5.1 Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan perlu dilakukan untuk mengumpulkan data-data atau
sumber bacaan untuk mendukung penelitian. Sumber bacaan ini dapat berupa
buku-buku, skripsi etnomusikologi, jurnal, maupun bacaan yang diperlukan untuk
mendukung penelitian.
Dalam hal ini penulis telah membaca skripsi sarjana Etnomusikologi yaitu
Reny Yulyati Br Lumban Toruan, Desi Ari Natalia S, Seridah Ritha Gustina
Ginting, dan Flora Hutagalung, serta skripsi lainnya yang berhubungan dengan
tulisan penulis. Penulis juga membaca buku-buku antropologi dan etnomusikologi
yaitu Pengantar Ilmu Antropologi, The Anthropology Of Music, Etnomusikologi,
dan beberapa buku lainnya. Untuk melengkapi tulisan ini, penulis melakukan
studi kepustakaan juga terhadap topik-topik lain yang berkaitan dengan penelitian
skripsi ini antara lain pendidikan, sosiologi, antropologi, sistem kekerabatan, dan
topik tentang kebudayaan masyarakat Pekal. Selajutnya hasil dari studi
kepustakaan tersebut akan dijadikan sebagai informasi tambahan dalam penulisan
skripsi ini.
1.5.2 Penelitian Lapangan
Penulis melakukan penelitian lapangan agar mengetahui keseluruhan
mengenai objek yang diteliti. Penulis juga dapat terlibat langsung dengan objek
yang sedang diteliti dan mendapat lebih banyak informasi. Oleh karena itu penulis
menggunakan dua teknik dalam pengumpulan data di lapangan yaitu:
16
1.5.2.1 Wawancara
Wawancara diperlukan untuk mendukung penelitian tentang tradisi
Gandai dalam konteks upacara perkawinan adat masyarakat Pekal. Dalam
mengambil sumber data dilapangan penulis melakukan wawancara dengan
budayawan, beberapa tokoh adat, penari dan pemusik maupun orang-orang yang
pernah terlibat dalam penyajian tradisi Gandai ini. Serta informan lainnya yang
berhubungan dengan penelitian ini.
Teknik wawancara yang penulis lakukan adalah wawancara berfokus
(focus interview) yaitu melakukan pertanyaan selalu berpusat pada pokok
permasalahan. Selain wawancara berfokus peneliti juga melakukan wawancara
bebas (free interview) yaitu pertanyaan tidak selalu berpusat pada pokok
permasalahan tetapi pertanyaan dapat berkembang ke pokok permasalahan
lainnya dengan tujuan untuk memperoleh data yang beraneka ragam namun tidak
menyimpang dari pokok permasalahan (Koentjaraningrat 1985:139). Hal ini
penulis lakukan untuk mendukung data yang telah diperoleh dari kerja lapangan
maupun dari studi kepustakaan. Penulis menjadikan bapak Zhamari A.S Jamal
dan Bapak Makmur sebagai informan kunci mereka adalah budayawan Pekal
sekaligus orang yang paham mengenai adat perkawinan Pekal. Untuk informan
pangkal penulis menunjuk Ibu Ratna dan Bapak Mahmudin. Selain itu penulis
juga mewawancarai beberapa orang penonton.
1.5.2.2 Perekaman
Perekaman dalam penelitian sangat penting untuk mengumpulkan data di
lapangan. Perekaman yang dilakukan secara audi-visual. Perekaman secara audio
akan menggunakan Handphone Nokia C3 dan untuk perekaman adio-visualnya
17
ini akan menggunakan kamera digital Sony Cyber-shot dan Hp. Penulis akan
merekam hasil wawancara dengan narasumber yang dilakukan di lapangan.
Narasumber-narasumber yang penulis wawancarai antara lain Zhamari A.S Jamal,
Makmur, Mahmudin, Ali Bidin, Ratna, dan Herman. Selain itu penulis juga akan
merekam materi musik yang akan menjadi di deskripsikan nantinya. Khusus foto-
foto ragam gerak Gandai ini, didapat melalui rekonstruksi. Karena pencahayaan
panggung malam begandai yang penulis teliti kurang baik. Sehingga diambil pada
siang hari.
1.5.3 Kerja Laboratorium (Desk Work)
Setelah semua data di lapangan diperoleh dan bahan dari hasil studi
kepustakaan terkumpul, selanjutnya dilakukan pembahasan dan penyusunan
tulisan. Untuk mendeksripsikan materi musik, terlebih dahulu dilakukan
pentranskripsian yang selanjutnya akan dideskripsikan.
Terdapat dua pendekatan yang diungkapkan oleh Bruno Nettl (1964:98)
dalam mendeksripsikan materi musik pada kerja laboratorium, yaitu (1) kita dapat
menganalisis dan mendeskripsikan apa yang didengar, dan (2) kita dapat dengan
cara menuliskannya apa yang kita dengar tersebut diatas kertas lalu
mendeskripsikan apa yang kita lihat. Dari kedua pendekatan tersebut penulis akan
menggunakan pendekatan yang kedua dalam mendeskripsikan musik iringan
Gandai. Untuk itu harus dilengkapi dengan analisis yang didasarkan atas materi
yang terlihat dalam bentuk notasi. Oleh karena itu dalam kerja laboratorium
penulis akan melakukan transkripsi. Transkripsi adalah proses memindahkan
bunyi (menotasikan), mengalihkan bunyi yang didengar menjadi simbol visual.
18
1.5.3.1 Metode Transkripsi
Sebagai bahan transkripsi penulis mengambil langsung dari lapangan yaitu
saat malam begandai pada upacara perkawinan adat Maradona Johansyah dengan
Irayanti Putri. Musik iringan Gandai ini disajikan oleh bapak Ali Bidin selaku
pemain sunai dan bapak Herman selaku pemain edap. Dalam
mentranskripsikannya, penulis meminta bantuan kepada beberapa teman yang
mampu dalam hal pentranskripsian. Adapun alasan mengapa penulis tidak
mentranskripsikan sendiri dikarenakan kurangnya pengetahuan penulis akan
instrumen tiup serta keterbatasan penulis dalam mengidentifikasi setiap bunyi
instrumen yang dimainkan. Melalui bantuan tersebut proses pentranskripsian
musik tradisi Gandai dapat diselesaikan lebih cepat.
Setelah mendapatkan hasilnya (baik melodi maupun pola ritemnya)
penulis lalu memindahkannya ke dalam software musik sibellius, kemudian
mendengarkan kembali hasil yang telah dipindahkan tersebut.
1.6 Lokasi Penelitian
Untuk lokasi penelitian penulis meneliti tradisi Gandai pada upacara
perkawinan adat Maradona Johansyah dengan Irayanti Putri yang berlangsung di
Desa Pasar Ketahun pada tanggal 7 Februari 2014. Kecamatan ini masih
ditemukan upacara yang menyajikan Gandai, Kecamatan Ketahun merupakan
salah satu daerah tempat bermukimnya masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun
Provinsi Bengkulu. Selain itu Kecamatan Ketahun juga merupakan kampung
halaman penulis dan semua kerabat dekat penulis menetap disana, sehingga
mudah bagi penulis untuk mencari dan mendapatkan informan.
19
BAB II
MASYARAKAT PEKAL DI KECAMATAN KETAHUN
Bab II ini akan menguraikan tentang keadaan lingkungan masyarakat Pekal
di Kecamatan Ketahun seperti lokasi lingkungan alam dan demografi, asal-usul
masyarakat Pekal, mata pencaharian, sistem agama dan kepercayaan, sistem
kekerabatan, sistem bahasa, dan sistem kesenian. Hal-hal tersebut menurut penulis
juga penting untuk diuraikan, karena selain untuk mengenalkan daerah penelitian
penulis kepada pembaca, juga berhubungan dengan tradisi Gandai dalam konteks
upacara perkawinan masyarakatnya.
2.1 Lokasi Lingkungan Alam dan Demografi
Ketahun adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Bengkulu Utara,
Provinsi Bengkulu, Indonesia dengan luas 8216 hektar. Kecamatan Ketahun
berjarak ± 95 km dari kota Bengkulu yang merupakan ibukota provinsi dan dapat
di tempuh dengan menggunakan mobil, dengan lama perjalanan sekitar 2,5 jam
(jika kondisi arus lalu lintas dalam keadaan normal). Kecamatan Ketahun yang
berada 0-1500 m di atas permukaan laut ini terdiri atas 27 Desa yang terdiri dari
21 desa depinitif dan 6 lainnya merupakan desa persiapan (dapat dilihat pada
halaman 19).
Kecamatan Ketahun berbatasan dengan Kecamatan Napal Putih di sebelah
utara, Samudera Indonesia di sebelah selatan, sebelah barat berbatasan dengan
Kecamatan Putri Hijau, dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Batik
Nau (Data Statistik Kecamatan Ketahun tahun 2013).
20
TABEL 2.1
Perincian Nama Desa dan Luas Wilayah Kecamatan Ketahun
NO NAMA DESA LUAS WILAYAH
(Hektar)
1 Urai 300
2 Air Simpang 104
3 Air Sebayur 420
4 Air Sekamanak 132
5 Marga Bakti 250
6 Bukit Makmur 490
7 Pasar Ketahun (Ibukota
Kecamatan)
230
8 Bukit Indah 102
9 Giri Kencana 670
10 Bukit Harapan 300
11 Gunung Payung 270
12 Kualalangi 258
13 Talang Baru 200
14 Dusun Raja 250
15 Fajar Baru 250
16 Lubuk Mindai 270
17 Tanjung Muara 110
18 Sumber Mulya 300
21
19 Bumi Harjo 130
20 Bukit Tinggi 150
21 Melati Harjo 120
22 Persiapan Sebayur Jaya 600
23 Persiapan Limas Jaya 750
24 Persiapan Simpang Batu 170
25 Persiapan Lembah Duri 320
26 Persiapan Alas Bangun 720
27 Persiapan Baru Manunggal 350
JUMLAH 8216
Sumber: Kantor Kecamatan Ketahun (November 2013)
Dari data nama-nama tersebut diatas, yang masih aktif sering
menggunakan tradisi Gandai adalah desa Urai, desa Pasar Ketahun, desa Bukit
Indah, desa Bukit Harapan, desa Gunung Payung, desa Kualalangi, desa Talang
Baru, dan desa Lubuk Mindai. Sedangkan desa Air Simpang, desa Air Sebayur,
desa Air Sekamanak, desa Marga Bakti, desa Bukit Makmur, desa Giri Kencana,
desa Fajar Baru, desa Tanjung Muara, desa Sumber Mulya, desa Bumi Harjo, desa
Bukit Tinggi, dan desa Melati Harjo merupakan desa-desa ekstransmigrasi dari
pulau Jawa. Lalu desa-desa yang masih dalam tahap persiapan merupakan desa
perambah yang kebanyakan masyarakatnya berasal dari Kabupaten Bengkulu
Selatan.
Saat ini 6 desa persiapan depinitif tersebut menjadi polemik bagi
Kecamatan Ketahun, dimana terjadi tarik ulur antara pihak pemerintahan dengan
pihak pemilik lahan yang selama ini menjadi pusat kegiatan desa seperti desa Alas
22
Bangun, Limas Jaya, dan Sebayur Jaya terletak pada Hutan Produksi Tanah
(HPT) Air Urai dan Air Serangai. Hal ini menjadi polemik dikarenakan HPT
menjadi kewenangan Menteri Kehutanan, sementara 3 desa lainnya yaitu Baru
Manunggal, Lembah Duri dan Simpang Batu terletak di perkebunan PT Way
Sebayur yang umur HGUnya terlantar.
Selain suku Pekal sebagai suku yang mayoritas mendiami wilayah
Kecamatan Ketahun, ada suku-suku lainnya yang ada di Kecamatan Ketahun
yaitu, suku Minangkabau, suku Rejang, suku Batak, suku Jawa, suku Serawai,
suku Sunda, dan lain sebagainya. Mengenai keadaan penduduknya dan
pendidikan dapat dilihat pada tabel 2.2, 2.3 dan tabel 2.4 di bawah ini.
Tabel 2.2
Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Pria Wanita Jumlah (Jiwa)
22.948 22.773 45721
(Data Statistik Kecamatan Ketahun Tahun 2013)
Tabel 2.3
Distribusi Sarana Pendidikan
SMA/SMK/MA SMP/MTS SD/MI
Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta
3 2 13 2 32 6
(data statistik dari http://referensi.data.kemdikbud.go.id)
23
Tabel 2.4
Nama-nama Satuan Pendidikan di Kecamatan Ketahun
No Nama Alamat Status
1 MAN Ketahun Pasar Ketahun Negeri
2 MAS Al Um Bukit Harapan Swasta
3 MAS Darun Naja Urai Swasta
4 MIN Ketahun Giri Kencana Negeri
5 MIS Al Hidayah Simpang Batu Swasta
6 MIS Al Iman Bukit Indah Swasta
7 MIS Al Um Bukit Harapan Swasta
8 MIS Darunanaja Urai Swasta
9 MIS Mimbarul Huda Air Sebayur Swasta
10 MTSN Ketahun Giri Kencana Negeri
11 MTSS Al Um Bukit Harapan Swasta
12 MTSS Darunnaja Urai Swasta
13 SD Negeri 01 Ketahun Pasar Ketahun Negeri
14 SD Negeri 02 Ketahun Dusun Raja Negeri
15 SD Negeri 03 Ketahun Urai Negeri
16 SD Negeri 04 Ketahun Kualalangi Negeri
17 SD Negeri 05 Ketahun Talang Baru Negeri
18 SD Negeri 06 Ketahun Giri Kencana Negeri
19 SD Negeri 07 Ketahun Bukit Tinggi Negeri
20 SD Negeri 08 Ketahun Bumi Harjo Negeri
24
21 SD Negeri 09 Ketahun Bukit Harapan Negeri
22 SD Negeri 10 Ketahun Sumber Mulya Negeri
23 SD Negeri 11 Ketahun Marga Bakti Negeri
24 SD Negeri 12 Ketahun Bukit Makmur Negeri
25 SD Negeri 13 Ketahun Bukit Makmur Negeri
26 SD Negeri 14 Ketahun Fajar Baru Negeri
27 SD Negeri 15 Ketahun Fajar Baru Negeri
28 SD Negeri 16 Ketahun Melati Harjo Negeri
29 SD Negeri 17 Ketahun Gunung Payung Negeri
30 SD Negeri 18 Ketahun Lubuk Mindai Negeri
31 SD Negeri 19 Ketahun Air Simpang Negeri
32 SD Negeri 20 Ketahun Air Sebayur Negeri
33 SD Negeri 21 Ketahun Air Sekamanak Negeri
34 SD Negeri 22 Ketahun Air Simpang Negeri
35 SD Negeri 23 Ketahun Kualalangi Negeri
36 SD Negeri 24 Ketahun Dusun Raja Negeri
37 SD Negeri 25 Ketahun Tanjung Muara Negeri
38 SD Negeri 26 Ketahun Limas Jaya Negeri
39 SD Negeri 27 Ketahun Tanjung Muara Negeri
40 SD Negeri 28 Ketahun Lembah Duri Negeri
41 SD Negeri 29 Ketahun Sebayur Jaya Negeri
42 SD Negeri 30 Ketahun Cakra Negeri
43 SD Negeri No. 31 Ketahun Gembung Raya Negeri
25
44 SDS Tunas Kita Pamor Pamor Ganda Swasta
45 SMAN 1 Ketahun Bukit Indah Negeri
46 SMKN 1 Ketahun Pasar Ketahun Negeri
47 SMP Negeri 01 Ketahun Bumi Harjo Negeri
48 SMP Negeri 02 Ketahun Pasar Ketahun Negeri
49 SMP Negeri 03 Ketahun Bukit Makmur Negeri
50 SMP Negeri 04 Ketahun Limas Jaya Negeri
51 SMP Negeri 05 Ketahun Air Sebayur Negeri
52 SMP Negeri 06 Ketahun Bukit Harapan Negeri
53 SMP Negeri 07 Ketahun Urai Negeri
54 SMP Negeri 08 Ketahun Marga Bakti Negeri
55 SMP Negeri 09 Ketahun Air Simpang Negeri
56 SMP Negeri 11 Ketahun Dusun Raja Negeri
57 SMP Negeri 12 Ketahun Melati Harjo Negeri
58 SMP Negeri Terbuka Ketahun Bumi harjo Negeri
(Data statistik dari http://referensi.data.kemdikbud.go.id)
Dari tabel distribusi pendidikan diatas, dapat dikatakan bahwa adanya
sarana pendidikan yang telah menyebar rata membuat masyarakat Pekal di
Kecamatan Ketahun banyak yang bersekolah daripada yang menganggur atau
hanya bekerja di ladang atau sawah, waktu mereka untuk berkumpul dan
melakukan kegiatan begandai terbatas dengan adanya kegiatan belajar ersebut.
Ketahun merupakan daerah yang subur dan sangat berpotensi dalam
bidang pertanian, kelautan, perkebunan sawit, dan pertambangan batu bara.
Masyarakat Ketahun ada yang bertani dan berladang untuk memenuhi kebutuhan
26
sehari-hari dan tak sedikit pula sekarang yang telah memliki lahan pribadi untuk
perkebunan kelapa sawit dan karet. Banyak pengusaha-pengusaha yang
menanamkan modalnya untuk mendirikan perkebunan kelapa sawit atau
perkebunan karet di Kecamatan Ketahun. Perusahaan-perusahaan yang bergerak
dalam bidang perkebunan kelapa sawit yaitu PT Julang Oca Permana milik Bakrie
Group dan PTPN VII, sedangkan PT Pamor Ganda milik bapak D L Sitorus
bergerak dalam bidang perkebunan karet.
Untuk sektor pertambangannya, dapat dikelompokkan menjadi
pertambangan mineral dan pertambangan batu bara. Pertambangan mineralnya
berupa pertambangan batuan. Pada sektor pertambangaan batu baranya ditujukan
untuk pasar ekspor. Perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang
pertambangan batu bara seperti PT Injatama, PT Rekasindo Guriang Tandang, dan
PT Adi Bara Pratama. Banyak masyarakat Pekal yang bekerja di perusahaan-
perusahaan tersebut sehingga tingkat kesejahteraan masyarakatnya cukup baik,
tampak dari sedikitnya tindakan kriminal seperti curanmor (pencurian kendaraan
bermotor) dan pencurian lainnya.8 Mereka pun juga ada yang melaut untuk
mencari ikan. Hasil tangkapan mereka bisa untuk di konsumsi secara pribadi atau
di jual.
8 Keterangan bapak Ir. Budi Sampurno (camat Ketahun).
27
Gambar 2.1:
Peta Kecamatan Ketahun Dilihat Dari Provinsi Bengkulu
2.2 Asal-usul Masyarakat Pekal
Secara etimologi, Pekal berasal dari kata mengkal yang berarti belum
matang namun sudah tidak lagi mentah. Menurut legenda, nama ini diperoleh
karena suku Pekal merupakan bentuk mengkal dari suku Minangkabau dan suku
Rejang yang wilayahnya merupakan pemberian dari suku Minangkabau dan suku
Rejang. Dengan begitu, suku Pekal berkaitan dengan mitologi suku Rejang dan
hikayat raja Inderapura dari Minangkabau (http://ms.wikipedia.org/wiki/
Minangkabau). Menurut bapak Makmur yang diamini oleh bapak Zhamari A.S
Jamal dahulunya dikisahkan putri Rindu Bulan yang merupakan satu-satunya
anak perempuan dari raja Rejang Lebong yang bernama menaruh hati dengan
pemuda biasa di kerajaannya, sehingga raja Rejang Lebong marah dan
memerintahkan keenam putranya untuk membunuh putrinya tersebut. Namun
keenam putranya tidak tega membunuh adiknya, sehingga mereka membawa putri
rindu Bulan ke tepi sungai besar dan membuatkannya sebuah rakit dari bambu
dengan dibekali beras dan ayam. Sungai ini berasal dari dua bukit yaitu bukit
28
Tapus yang sungainya bermuara di muara Ketahun dan yang satunya lagi
bermuara ke Jambi.
Maka pergilah putri Rindu Bulan dengan rakitnya menelusuri sungai. Hari
demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan hingga setahun putri Rindu
Bulan menyelusuri sungai hingga rakitnya rusak di muara. Setelah sampai di
muara, ayam yang ia bawa berubah menjadi elang sedangkan beras yang ia bawa
tertumpah dan berubah menjadi senggugu. Inilah yang menjadi asal asul
penamaan sungai Ketahun yang dilewati putri Rindu Bulan selama setahun
Setelah rakitnya diperbaiki, ia melanjutkan perjalanannya sehingga sampai
di pulau Pagai (Sumatera Barat). Kemudian ia diselamatkan dan dirawat oleh
orang yang tinggal disana. Karena kecantikannya, ia mampu memikat hati anak
raja dari kerajaan Pagai, lalu ia dipinang oleh anak raja tersebut dan menikahlah
mereka. Putri Rindu Bulan kemudian mengatakan pada suaminya bahwa daerah
asalnya dari daerah Rejang Lebong. Ia dan suaminya memutuskan untuk kembali
ke Rejang Lebong.
Menurut sumber lainnya yang jalan ceritanya sedikit berbeda,9 putri yang
dimaksud bernama Putri Lindung Bulan yang merupakan putri bungsu dari Rajo
Tiang Pat “Sultan Sarduni”, setelah ia menginjak remaja banyak sekali putra-putra
Raja, putra-putra Sultan, dan putra-putra sunan dari Aceh, Sulawesi, dan daerah-
daerah lain yang menyukainya dan ingin meminangnya. Tapi anehnya, setiap ada
yang datang hendak melamar selalu saja secara tiba-tiba tubuh Putri Lindung
Bulan mendapat penyakit kulit yang menulir, dan hal inilah yang membuat
9 Dari blog http://rejang-lebong.blogspot.com
29
pinangan itu batal. Namun setelah yang meminang itu kembali
kedaerah/kerajaannya, secara tiba-tiba pula penyakit Putri Lindung Bulan sembuh.
Melihat kejadian yang terus terjadi atas Putri Lindung Bulan, yang
menjadi aib bagi kerajaan khususnya bagi saudara-saudara Putri Lindung Bulan,
maka datanglah niat busuk dari saudaranya ki Geto untuk membunuh Putri
Lindung Bulan. Bermufakatlah saudara-saudaranya yaitu Ki Geto, Ki Tago, Ki
Ain, Ki Genain, dan Ki Nio untuk menyingkirkan dan membunuh Putri Lindung
Bulan.
Mereka memberikan alasan kepada Sultan Sarduni untuk mengobati Putri
Lindung Bulan ke hutan hingga sembuh. Maksud kelima bersaudara itu tidak
disetujui oleh Karang Nio (saudara Putri Lindung Bulan lainnya). Ia kalah suara
dan mendapat ancaman dari kelima saudara lainnya bahwa harus ia yang
membunuh adiknya tersebut. Akhirnya pada suatu hari setelah mendapatkan izin
dari ayahnya, berangkatlah Karang Nio denga Putri Lindung Bulan menuju hutan.
Sesampai mereka di sana, Karang Nio membawa Putri Lindung Bulan ke pinggir
sungai (yang sekarang dikenal dengan sungai Ketahun) dan ia menceritakan niat
buruk saudara-saudaranya yang lain. Ia pun berniat menyelamatkan Putri, ia
menyuruh putri untuk berakit mengikuti arus sungai itu. Namun sebelum Putri
berangkat, Karang Nio berencana untuk mengelabui ke-5 saudara lainnya dengan
cara menyayat sedikit kulit telinga Putri dengan mata pedangnya sebagai barang
bukti bahwa ia telah membunuhPutri Lindung Bulan.
Sebelumnya ia membekali Putri dengan secupak (ukurann 1½ kg) beras
dawai, sebuah kelapa, dan seekor ayam biring serta sepotong bambu sebagai
satang (pendayung rakit). Setelah tugas dilaksanakan, Karang Nio kembali ke
30
Bandar Agung untuk melaporkan kepada saudara-saudaranya bahwa Putri
Lindung Bulan telah dibunuh dengan menunjukan barang bukti berupa pedang
yang berlumur darah. Kepada ayahnya ia mengatakan bahwa Putri sedang berobat
di tengah hutan.
Setelah beberapa lama Putri Lindung Bulan berakit, sampailah ia di muara
sungai. Karena muara sungai itu airnya tenang dan luas, ia membuang satang
yang ia gunakan untuk mendayung rakitnya. Ia juga membuang buah kelapa dan
ayam biring yang diberikan kakknya ke darat, lalu secupak beras dawai ia
hamburkan ke air muara sungai itu. Ia dan rakitnya hanyut hingga ke lautan
sampai ia terdampar di pagi hari di sebuah pulau yang ia beri nama pulau Pagai
(berasal dari bahasa Rejang yang berarti pagi). Satang bambu yang ia buang tadi
berubah menjadi aur kuning, buah kelapa berubah menjadi nibung kuning, ayam
biring berubah menjadi burung elang berantai, dan beras dawai berubah menjadi
segugu. Benda-benda tersebut masih bisa dilihat sekarang di muara sungai
Ketahun.
2.3 Mata Pencaharian
Kecamatan Ketahun merupakan daerah yang subur dan berpotensi tinggi
dalam bidang pertanian, kelautan dan perkebunan. Beberapa dari masyarakat
Pekal juga telah bekerja sebagai pegawai pada sektor swasta maupun sektor
pemerintahan, dan pedagang. Pada sektor perkebunan, masyarakat Pekal
mayoritas berkebun karet dan kelapa sawit.
Banyak juga masyarakat Pekal yang memanfaatkan hasil laut dengan
menjadi nelayan. Hal ini dikarenakan wilayah Ketahun berada di pesisir pantai.
31
Adanya sektor tambahan lainnya yaitu sektor pertambangan batu bara.
Pertambangan batu bara yang digerakan pihak asing membuat semakin
bertambahnya lapangan pekerjaan bagi masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun.
2.4 Sistem Agama dan Kepercayaan
Mayoritas masyarakat Bengkulu beragama Islam, termasuk suku Pekal
yang ada di Kecamatan Ketahun. Walau sedikit terlambat perkembangannya dari
daerah lain yang sudah tersentuh pada abad ke-7. Hal ini dikarenakan letak
geografis Bengkulu yang berada di tepi Samudera Hindia bukan berada di antara
selat atau pulau, sehingga pelayaran mengalami kesulitan untuk berlayar menuju
Bengkulu. Islam sendiri masuk saat Bengkulu masih terbentuk dalam sistem
pemerintahan berupa kerajaan-kerajaan kecil yang berada di kawasan dataran
tinggi ataupun berada di wilayah pesisir Bengkulu.
Islam masuk ke Bengkulu melalui Minangkabau (1500) atau Palembang.
Masuknya Islam diperkirakan melalui lima pintu. Pertama melalui penyebaran
Islam oleh Tengku Malim Mukidim dari Aceh pada tahun 1471yang datang ke
kerajaan tertua di Bengkulu yaitu kerajaan Sungai Serut dengan raja pertamanya
Ratu Agung (1550-1570) yang berasal dari Gunung Bungkuk. Beliau berhasil
mengislamkan Ratu Agung. Kedua melalui perkawinan Perkawinan antara sultan
Muzafar Syah dengan putri Serindang Bulan (inilah awal Islam masuk ke tanah
Rejang pada pertengahan abad ke-17). Ketiga melalui datangnya Bagindo
Maharajo Sakti dari Pagaruyung ke kerajaan Sungai Lemau pada abad ke-17.
Lalu melalui dakwah yang dilakukan dai-dai dari Banten (bentuk kerjasama
32
kerajaan Banten dengan kerajaan Selebar). Dan yang terakhir melalui kerajaan
Mukomuko.
Pada suku Pekal unsur Islami terlihat dari beberapa acara adat dan seni
budaya mereka. Walaupun mereka telah memeluk Islam, tetapi beberapa
kepercayaan terhadap hal-hal animisme dan dinamisme masih terlihat dalam
kehidupan masyarakat suku Pekal. Mereka mempercayai hal-hal gaib dan tempat-
tempat keramat yang konon dapat mempengaruhi kehidupan dan kesehatan
mereka.
Masyarakat Pekal masih memberikan punjung (sesajian) kepada muara
(setiap tahun) dan jika tidak memberikan punjung ke muara, ada kepercayaan
bahwa laut akan marah dan memakan korban yang selalu merupakan pendatang
(bukan masyarakat Pekal). Agama Islam tidak dapat dipisahkan dari identitas
masyarakat Pekal. Masyarakat Pekal mempunyai pepatah yang sama dengan
pepatah masyarakat Minangkabau yaitu, adat besandi syara’, syara’ besandi
Kitabullah (adat Pekal bersendi hukum Islam dan hukum Islam bersendi Al
Qur’an). Sehingga dapat dilihat kesatuan antara adat masyarakat Pekal dengan
agama Islam yang saling membina masyarakatnya.
2.5 Sistem Kekerabatan
Masyarakat Pekal menggunakan sistem matrilinel, dimana silsilah
keturunan yang diperhitungkan melalui garis ibu. Hal ini dikarenakan pengaruh
budaya Minangkabau lebih kuat daripada budaya Rejangnya yang menganut
Patrilineal. Dalam sistem kekerabatan matrilineal terdapat tiga unsur yang paling
dominan, yaitu: Pertama, garis keturunan menurut garis ibu. Kedua, perkawinan
33
harus dengan kelompok keluarga lain, di luar kelompok keluarga sendiri, yang
sekarang dikenal dengan eksogami matrilineal. Ketiga, ibu memegang peran
sentral dalam pendidikan, pengamanan kekayaan, dan kesejahteraan keluarga.
Dalam perkawinan masyarakat Pekal menganut sistem eksogami, dimana
yang artinya adalah sistem perkawinan di luar batas suatu lingkungan tertentu,
atau dengan kata lainnya perkawinan di luar kelompoknya. Serta matrilokal
dimana suami tinggal di sekitar rumah kerabat isterinya, atau di dalam lingkungan
kekerabatan isterinya. Semua harta dan tanah yang dimiliki diwariskan kepada
anak perempuan.
Dalam keluarga Pekal, ayah tidak termasuk dalam anggota keluarga istri
dan anaknya, akan tetapi ia tetap menjadi anggota kaum warganya masing-
masing, yaitu ibunya. Ayah dipandang sebagai pemberi keturunan. Di dalam
masyarakat Pekal ada sebutan atau nama panggilan yang digunakan keluarga.
Seperti seorang anak memanggil ibunya dengan panggilan amak, dan panggilan
abak untuk ayah.
Dalam masyarakat Pekal, terdapat sebutan atau nama panggilan yang
digunakan keluarga. Panggilan ini juga berlaku untuk semua masyarakat Pekal
dimana saja seperti seorang adik memanggil uwo kepada kakak perempuannya,
kelawai untuk panggilan adik perempuan. Panggilan untuk kakak laki-laki adalah
dang, adek dipanggil asek. Bagi laki-laki dalam satu kelompok keluarga
menyebut kakak atau adik perempuan mereka dengan istilah kelawai. Sedangkan
bagi perempuannya menyebut istilah manai kepada kakak maupun adik laki-
lakinya. Paman atau saudara laki-laki ibu dipanggil mamok, sedangkan bibi
34
dipanggil pindoung, lalu memanggil sebai kepada nenek, dan memanggil ninik
kepada kakek.
2.6 Bahasa
Bahasa berarti sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan
oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasi diri: percakapan (perkataan) yang baik , tingkah laku yang baik,
sopan santun (Kamisa, 1997:49). Bahasa Pekal merupakan bahasa ibu dari
masyarakat Pekal yang menetap disana. Hampir seluruh masyarakat Pekal
menggunakan bahasa Pekal sebagai media komunikasi dalam percakapan formal
maupun percakapan dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Pekal termasuk dalam
rumpun bahasa Melayu cabang dari rumpun bahasa Austronesia.
Kecamatan Ketahun merupakan salah satu daerah yang penduduknya
adalah mayoritas suku Pekal. Masyarakat Pekal ini sangat menjaga kelestarian
budaya mereka, termasuk bahasa yang mereka pakai. Mereka terbiasa memakai
bahasa Pekal dalam kehidupan sehari-hari ketika berkomunikasi dengan sesama
mereka. Bahkan sebagian penduduk yang tidak bersuku Pekal pun mengerti dan
fasih menggunakan bahasa ini, karena bahasa Pekal lebih sering digunakan jika
dibandingkan dengan bahasa nasional (bahasa indonesia). Hal ini mengharuskan
mereka untuk beradaptasi dengan penduduk asli yang dalam kesehariannya
menggunakan bahasa Pekal. Masyarakat suku Pekal biasanya menyebut diri
mereka sendiri sebagai Uhang Aok atau orang Pekal sedangkan bahasa mereka
sering disebut mekal.
35
Bahasa Pekal sendiri sama di seluruh Kecamatan Ketahun, namun beda
dialeknya. Sepanjang sungai Serut (Ketahun) bahasa Pekal banyak dipengaruhi
dialek Rejang. Seperti contoh untuk mengatakan “tidak” masyarakat daerah ini
menggunakan kata codo mirip dengan bahasa Rejang coa. Daerah Sebelat sudah
dipengaruhi dialek Minangkabau. Sebagai contoh untuk mengatakan tidak
menggunakan kata dodo mirip dengan bahasa Minangkabau indak ado. Meski
terdapat adanya perbedaan dialek dan kosakata dalam bahasa Pekal, namun
perbedaan tersebut tidak menjadi persoalan yang berarti dalam proses komunikasi
antar penutur bahasa Pekal. Perbedaan dialek dan kosakata tersebut menjadi
cerminan kayanya kandungan bahasa Pekal.
Berikut ini adalah contoh yang menunjukkan persamaan dan perbedaan
antara bahasa Pekal dengan beberapa bahasa Para-Melayu pada tabel 2.2.
Tabel 2.5
Perbedaan Bahas Pekal dengan Beberapa Bahasa Para-Melayu
Bahasa Pekal
(Bengkulu)
apo lawik Liek kucing alui ulah kehas
Bahasa
Minangkabau
(Sumatera
Barat)
apo lauik caliak kuciang pai ula kareh
Bahasa
Mukomuko
apo laut Liek kucieng paing ula kaqeh
36
(Bengkulu)
Bahasa Urak
Lawoi’
(Muangthai
Selatan)
nama lawoi Lihai mi’aw pi ulal kras
Bahasa
Indonesia
apa laut Lihat kucing pergi ular keras
(Dari http://id.wikipedia.org/ Bahasa_Pekal)
2.6 Kesenian
Kesenian adalah ekspresi manusia terhadap keindahan, dalam kebudayaan
suku-suku bangsa yang pada mulanya bersifat deskriptif (Koentjaraningrat, 1982:
395-397). Kesenian orang Pekal di Kecamatan Ketahun memiliki berbagai genre
kesenian, yang difungsikan di dalam kehidupan mereka seperti: gamat, dendang,
berzanji, mamecok, gandai, tari saputangan, tari kain panjang, tari piring, dan
lain-lain.Kesenian-kesenian ini hidup dan berkembang terus sampai sekarang.
Begamat merupakan salah satu kesenian menari sambil berbalas pantun
pada masyarakat Pekal yang biasanya digunakan dalam acara akikah dan sunatan.
Kata begamat merujuk pada alat musiknya yang bernama gamat (lihat pada
gambar 2.1). Alat musik ini tergolong klasifikasi kordofon sejenis kecapi dan
dimainkan hanya oleh perempuan saja dengan cara di petik dengan ukuran kurang
lebih 55 x 15 cm (p x l).
37
Gambar 2.2:
Gamat
(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
Dendang merupakan seni berbalas pantun dengan menggunakan biola.
Pantun yang dibawakan terdiri dari dua baris, empat baris, dan enam baris.
Penggalan pertama adalah sampiran dan penggalan kedua adalah isi pantun.
Antara sampiran dan isi pantun terjadi kesatuan, baik dari segi isi, tema, dan rima
(persajakan). Pantun empat baris merupakan pantun yang paling umum
dibawakan, dengan rima rata (aa-aa) maupun binari (a-b-a-b). Pantun dapat
disajikan dengan gaya bahasa sehari-hari.
Barsanji adalah seni berunsur Islam yang umum digunakan di dalam
upacara-upacara yang berkaitan dengan agama Islam, seperti perkawinan,
khitanan, mengantar calon dan menyambut haji, festival budaya Islam, dan lain-
38
lain. Kesenian ini bersumber dari Kitab Al-Barzanji yang di dalamnya adalah
kisah tentang kehidupan Nabi Muhammad. Kitab ini dikarang oleh ulama Islam
ternama yaitu Syekh Ahmad Barzanji.
Mamecok merupakan kesenian pencak silat yang ada pada masyarakat
Pekal di Kecamatan Ketahun. Mamecok ini hanya dilakukan oleh pria yang
berjumlah 4 orang atau lebih dalam jumlah genap. Biasanya mereka mengenakan
peci serta sarung yang diikat di pinggang.
Gambar 2.3:
Mamecok
(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
Tari sapu tangan dan tari kain panjang adalah tarian masyarakat Pekal
yang hanya ditarikan oleh laki-laki saja. Namun sudah sukar ditemukan
masyarakat Ketahun yang cakap menarikannya.
39
BAB III
PERTUNJUKAN TRADISI GANDAI DALAM KONTEKS UPACARA
PERKAWINAN ADAT PADA MASYARAKAT PEKAL
3.1 Asal Usul Tradisi Gandai
Tradisi Gandai merupakan tradisi masyarakat Pekal yang sudah menjadi
adat istiadat mereka. Tradisi Gandai yang menjadi topik penulisan ini mengalami
perubahan. Diduga hal ini berdampak dari berkembangnya teknologi pada
masyarakat Pekal dan transmigrasi penduduk pulau Jawa ke Kecamatan Ketahun.
Dahulunya masyarakat Pekal berkumpul di balai desa setiap malam Jumat,
biasanya dimulai dari pukul 7 malam hingga pukul 6 pagi. Mereka berkumpul
untuk menyabut pembukaan lahan baru atau merayakan hasil panen mereka yang
hampir seminggu mereka kerjakan di sawah atau ladang mereka tanpa ada waktu
untuk bersantai. Dengan berkumpul mereka dapat berbagi suka cita dan
menghilangkan rasa lelah. Mereka yang berkumpul tidak hanya sekedar saling
bercerita namun mereka menari dan berbalas pantun. Tidak hanya para pemuda-
pemudi yang hadir, para orang tua pun turut serta. Semua yang hadir harus
mengenakan sarung.
Tradisi ini sekarang sudah tidak lagi dipertunjukan pada malam Jumat di
balai desa. Menurut bapak Zhamari A.S Jamal,10 ada beberapa faktor yang
mempengaruinya. Pertama, masyarakat Pekal semakin berkurang yang bekerja
sebagai petani. Mereka meninggalkan bahkan menjual lahan-lahan milik mereka,
10 Wawancara pada tanggal 9 Juli 2014
40
karena lebih tertarik bekerja di perusahaan-perusahaan yang dahulunya banyak
membuka lapangan pekerjaan. Kedua, berkembangnya hiburan seperti organ
tunggal dan lingkuk pada masyarakat Pekal. Organ tunggal ini dibawa oleh
masyarakat Jawa yang bertransmigrasi ke Kecamatan Ketahun.11 Organ tungal
yang berkembang tersebut menyajikan lagu-lagu dangdut yang iramanya lebih
cepat dan membuat masyarakat Pekal lebih tertarik untuk menyaksikannya.
Sedangan lingkuk sendiri merupakan kesenian berjoget antara perempuan dan
laki-laki yang dibawa dari daerah Palembang. Kesenian ini kurang diterima oleh
para orang-orang tua Pekal karena dari menarikannya berpasangan dengan antara
perempuan dan laki-laki yang bukan muhrim. Sehingga sekarang sukar dijumpai
di Kecamatan Ketahun.
Hal yang yang serupa juga disampaikan oleh Ibu Syuraiani12 selaku
penggiat tari. Beliau juga menambahkan bahwa pendidikan juga menjadi salah
satu faktor yang membuat kegiatan pertunjukan tradisi Gandai ini berkurang.
Banyak anak-anak dan remaja bersekolah sehingga untuk keluar dan berkumpul di
malam hari sangat terbatas dikarenakan belajar. Menurut beliau di tahun 1980-
1990-an masih banyak sanggar-sanggar yang terus mempraktikkaan tradisi ini.
Namun karena sanggar-sanggar tersebut terkendala dana dan semakin sedikitnya
generasi muda yang tertarik masuk sanggar, maka sanggar-sanggar tersebut tutup
dengan sendirinya. Sekarang hanya Karang Taruna Desa yang mempraktikkan
tradisi ini.
11 Program transmigrasi penduduk Jawa yang ada di Pulau Jawa ke Bengkulu dilakukan antara tahun 1980-1985. Pertama kali penduduk Jawa tersebut diletakkan di daerah Mangkurajo, yaitu suatu daerah pegunungan di Lebong yang dekat dengan daerah tambang emas. Mereka yang bertransmigrasi diberi lahan untuk diolah. Namun saat itu program transmigrasi tidak berjalan mulus, sebagian dari mereka berpindah ke daerah lainnya, salah satunya Kecamatan Ketahun. (sumber: Kantor Kecamatan Ketahun) 12
41
3.2 Perkawinan Pada Masyarakat Pekal
Melaksanakan perkawinan merupakan suatu keharusan bagi semua orang,
baik pria maupun wanita untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Maka dari
itu perkawinan diarahkan, diawasi, dan dilaksanakan sesuai dengan aturan-aturan
adat untuk tercapainya sebuah kebahagiaan.
Perkawinan adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan yang diakui
sah oleh masyarakat. Setiap masyarakat mempunyai tata cara tersendiri, maka
suatu perkawinan dianggap sah berbeda antara satu masyarakat dengan
masyarakat lain. Begitu pula dalam masyarakat Pekal bahwa masa perkawinan
merupakan salah satu masa peralihan yang sangat penting. Pada masa inilah
seseorang melepaskan diri dari keluarganya, lalu membentuk keluarga sendiri atau
bisa diktakan sebgai titik awal proses pemekaran kelompok keluarga. Disini
perkawinan memiliki fungsi sebagai sarana legalisasi hubungan seksual antara
seorang pria dengan seorang wanita dimana dipandang dari sudut adat dan agama
serta undang-undang negara. Juga terdapat penentuan hak dan kewajiban serta
perlindungan atas suami istri dan anak-anak, memenuhi kebutuhan manusia akan
teman hidup dan status sosial dan terutama untuk memperoleh ketentraman batin,
serta memelihara kelangsungan hidup kekerabatan dan menghindari kepunahan
(Amir M. S, 1997:23).
Perkawinan pada masyarakat Pekal bersifat eksogami yang berarti
perkawinan harus diluar klan kelompoknya, walaupun tidak memiliki sistem
pemargaan seperti yang ada di masyarakat Minangkabau. Perkawinan pada
masyarakat Pekal ini bersifat religius, karena jalinan tersebut tidak hanya
mengikat hubungan kedua belah pihak yang berkawin saja, tetapi juga mengikat
42
seluruh kerabat/keluarga dari kedua belah pihak. Dalam budaya Pekal,
perkawinan merupakan persoalan bagi kaum kerabat, mulai dari mencari
pasangan, membuat persetujuan, pertunangan dan perkawinan, bahkan sampai
kepada segala urusan terjadinya perkawinan tersebut memerlukan penyesuaian
dalam banyak hal.
Dari segi latar belakang kedua keluarga bisa sangat berbeda, baik
kebiasaan hidup, pendidikan, asal-usul, tingkat sosial, bahasa, tata krama, dan lain
sebagainya. Dengan demikian diperlukannya kesediaan dan kemampuan untuk
menyesuaikan diri dari masing-masing pihak. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengenal watak masing-masing pribadi dan keluarganya penting sekali demi
memperoleh keserasian ataupun keharmonisan dalam hubungan antar keluarga
kedepannya. Tidak terlepas pada tanggung jawabnya seperti nafkah lahir batin,
jaminan hidup, dan pendidikan anak-anak yang akan dilahirkan nantinya.
3.3 Jenis Pesta Perkawinan
Pesta perkawinan pada masyarakat Pekal dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu
bimbang gedang (pesta besar), bimbang senet (pesta kecil). Berikut ini dapat
dilihat penjelasan lengkapnya.
1. Bimbang Gedang (Pesta Besar) menurut Bapak Makmur ditandai dengan
hewan yang dipotong sebagai konsumsi. Untuk bimbang gedang
memotong kerbau sebagai konsumsi. Lalu bimbang gedang juga ditandai
dengan memilih lebih dari satu acara setelah akad nikah. Orang yang
melakukan bimbang gedang merupakan orang yang taraf ekonominya
tergolong mampu. Beliau juga mengatakan bahwa tidak ada kriteria
43
tertentu untuk melaksanakan bimbang gedang kecuali dari segi
kemampuan ekonominya. Pesta tetap diadakan di rumah pengantin tinu
dengan pengujung yang besar dari bimbang senet yang dapat menampung
banyak undangan.
2. Bimbang Senet (Pesta Kecil) ditandai dengan memotong hewan kambing
sebagai konsumsi. Mereka yang mengadakan bimbang ini biasanya yang
memiliki taraf kemampuan ekonomi yang seadanya. Untuk upacara
perkawinan adat yang penulis teliti melaksanakan bimbang senet ini.
3.4 Tahapan-tahapan Upacara Perkawinan Adat Masyarakat Pekal
Tata cara upacara perkawinan adat masyarakat Pekal ada dua, yaitu adat
dan agama. Pada tata cara menurut adat, dilakukan proses betanyu yang dilakukan
oleh pihak laki-laki. Persiapan upacara Perkawinan adat dilakukan jauh-jauh hari
sebelumnya agar semua berjalan dengan baik.
Ada pun tahapan-tahapan dalam upacara Perkawinan adatnya, yaitu:
1. Betanyu
2. Madak
3. Berasan
4. Negak pengujung
5. Persiapan bimbang
6. Akad nikah
7. Acara setelah akad nikah
8. Ngubak basu
9. Malam begandai
44
10. Pesta resepsi
3.4.1 Betanyu
Betanyu merupakan tahap paling awal dalam proses perkawinan
masyarakat Pekal. Pada tahap ini pihak keluarga calon pengantin lanang (orang
tua calon pengantin lanang dan sanak saudara lainnya) datang ke rumah calon
pengantin tinu bersama dengan Ketua Badan Musyawarah Adat. Mereka akan
mengutarakan maksud kedatangan untuk melamar atau menanyakan kesediaan
calon pengantin tinu untuk dijadikan menantu bagi keluarga calon pengantin
lanang. Setelah lamaran diterima, langsung ditentukan uang hantaran dan mahar.
Uang hantaran berkisar 5 juta hingga lebih, tergantung kesepakatan kedua belah
pihak. Begitu pula dengan maharnya, bisa berupa cincin emas atau seperangkat
alat shalat bahkan keduanya. Di sini juga ditentukan waktu yang tepat untuk
mengadakan bimbang, termasuk mengenai berasan. Biasanya jarak antara
lamaran dengan bimbang sekitar satu bulan.
3.4.2 Madak
Madak dilakukan dua atau tiga hari sebelumnya bimbang. Disini pihak
dari calon pengantin tinu (orang tua atau mamok) datang kesetiap rumah
tetangganya yang ada di sekitar tempat acara untuk memberitahukan tentang
adanya bimbang dan memberitahukan hal berkenaan dengan waktu dan tempat
pelaksanaannya serta mengundang secara langsung kepala keluarga (laki-laki)
dari setuiap rumah yang didatangi tersebut agar hadir pada malam berasan dan
membantu untuk negak pengujung. Keluarga yang di padak akan merasa senang
45
karena diundang secara langsung tanpa menggunakan undangan tertulis. Menurut
bapak Makmur
3.4.3 Berasan
Berasan dilakukan pada malam sebelum akad nikah. Biasanya dimulai
pada pukul 8 malam sampai dengan selesai. Pada tahap berasan ini orang-orang
yang datang ialah calon pengantin lanang beserta keluarga, majelis (orang-orang
yang sebelumnya sudah di padak), dan Ketua Badan Musyawarah Adat. Setelah
semuanya berkumpul dan lengguai nikah13 (lihat pada gambar 3.1) sudah
diletakkan di depan Ketua Badan Musyawarah Adat, maka acara sudah bisa
dimulai. Seorang perwakilan dari calon pengantin tinu langsung menyampaikan
maksud dan tujuan mereka mengadakan berasan di hadapan majelis, Ketua Badan
Musyawarah Adat, dan calon pengantin lanang beserta keluarga. Lalu ia minta
izin serta menyampaikan kegiatan-kegiatan apa saja yang akan dilakukan besok
hari kepada Ketua Badan Musyawarah Adat. Kegiatan-kegiatan yang akan
dilakukan besok harus terperinci beserta dengan pembagian siapa-siapa saja yang
bertugas hingga bimbang selesai. Seperti pemilihan tuo kerjo (pemimpin masak)
beserta anggotanya, penyambut tamu, orang yang mendokorasi pengujung, dan
sebagainya. Apabila ada kegiatan yang ditambah tanpa dirundingkan pada malam
berasan, maka pemilik acara akan dikenakan denda adat. Dan apabila ingin
menambah lagi kegiatan tanpa denda adat, harus diadakan berasan kembali. Oleh
karena itu, sebelum semua kegiatan dipaparkan, jauh-jauh hari kedua belah pihak
13 Lengguai nikah merupakan wadah yang berisi sirih, pinang, kapur , gambir, tembakau, dan rokok dari daun nipah. Lengguai nikah ini merupakan salah satu benda yang wajib ada pada malam berasan. Apabila benda ini belum dikeluarkan, berarti pihak calon pengantin tinu belum dipersilahkan menyampaikan maksud.
46
keluarga saling berembuk terlebih dahulu. Disini pihak calon pengantin tinu juga
memberitahukan mengenai jenis pernikahan yang akan diselenggarakan besok.
Untuk upacara perkawinan adat yang penulis teliti merupakan bimbang senet.
Setelah itu, salah seorang perwakilan dari calon pengantin lanang
menyampaikan juga maksud mereka. Mereka datang untuk menyerahkan uang
hantaran beserta mahar yang telah dijanjikan. Mereka pun tidak lupa untuk
membawa uang adat sebanyak 2% dari uang hantaran. Mereka biasanya juga
meminta agar malam itu ditunangkan antara calon pengantin lanang dan calon
pengantin tinu (disini calon pengantin tinu tidak dihadirkan). Sekarang ini banyak
masyarakat Pekal mengadakan pertunangan pada malam berasan, karena
dianggap paling baik daripada diadakan satu bulan sebelumnya. Menurut bapak
Makmur selaku Ketua Badan Musyawarah Adat Pekal14 hal ini dilakukan untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan kedua belah pihak.
Setelah kedua belah pihak menyampaikan maksud dan tujuannya, maka
mereka menunggu putusan dari Ketua Badan Musyawarah Adat mengenai apa
yang diterima dan apa yang ditolak. Disini serawo (lihat pada gambar 3.3) wajib
dihidangkan sebagai pemutus kata. Ketua Badan Musyawah Adat tidak akan
memulai pembicaraan apabila serawo belum dihidangkan. Serawo adalah
makanan dari beras pulut yang dimasak kering dan ditaburi kelapa yang sudah
dicampur dengan gula merah di atasnya. Serawo merupakan simbol adat
masyarakat Pekal. Pada malam berasan ini, pihak keluarga calon pengantin tinu
lah yang memasak menyediakannya. Biasanya disajikan dengan bolu koja.
Setelah serawo dihidangkan, Ketua BMA sudah bisa menanggapi dan menyetujui
14 Wawancara pada tanggal 15 Februari 2014
47
maksud tan tujuan dari kedua belah pihak tadi. Pada tahap ini pula disampaikan
oleh pihak calon penganti tinu mengenai jenis bimbang yang akan dilaksanakan.
Gambar 3.1:
Lengguai Nikah
(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
Gambar 3.2:
Lengguai Nikah yang Diletakkan di Hadapan Ketua Badan Musyawarah Adat
(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
48
Gambar 3.3:
Serawo
(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
Gambar 3.4:
Bolu Koja yang Akan Dihidangkan Bersama Serawo
(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
49
3.4.4 Negak Pengujung
Negak Pengujung dilakukan pada pagi hari, biasanya sudah dimulai dari
pukul 7 pagi. Pada tahap ini, orang-orang yang telah di padak datang ke rumah
calon pengantin tinu untuk mendirikan pengujung. Biasanya orang-orang yang
bekerja telah ditentukan pada saat berasan walaupun tidak menutup kemungkinan
yang tidak hadir pada saat berasan ikut membantu. Mereka mendirikan pengujung
sesuai dengan bahan-bahan yang disediakan pemilik pesta secara bergotong
royong. Mereka yang membantu pun sangat dipersilahkan untuk meminjamkan
bahan-bahan yang diperlukan untuk negak pengujung seperti papan, seng, kursi,
dan lain sebagaianya. Disini serawo juga harus disediakan bagi orang-orang yang
membantu mendirikan pengujung.
Setelah negak pengujung, pemilik pesta mengucapkan terima kasih dan
memberitahukan mengenai waktu untuk akad nikah di siang harinya melalui
Ketua Badan Musyawarah Adat.
3.4.5 Persiapan Bimbang
Dalam tahapan ini, dilakukan berbagai persiapan di rumah calon pengantin
tinu, seperti persiapan kamar pengantin, pelaminan dan dekorasinya, memasak,
dan lain-lainnya sebelum akad nikahnya dilakukan. Mereka yang telah ditunjuk
pada saat berasan lah yang bekerja pada tahap ini.
3.4.6 Akad Nikah
Nikah, merupakan bersatunya dua orang untuk membentuk rumah tangga,
yang diwujudkan dengan pernyataan yang disebut dengan Ijab Kabul atau Akad
50
Nikah. Persyaratan syahnya nikah, yaitu adanya wali pengantin perempuan, saksi,
ijab kabul suatu pernyataan kedua pengantin dan uang hantaran. Pelaksanaan
akad nikah dilakukan dirumah pengantin perempuan tepatnya di pengujung yang
telah disediakan. Terlaksananya akad nikah kemudian disempurnakan dengan
acara adat atau pesta perkawinan.
Akad nikah biasanya diadakan pada siang hari setelah Shalat Dzuhur,
sekitar pukul 1 siang atau pukul 2 siang. Sebelumnya, calon pengantin lanang
bersama keluarga mempersiapkan diri dirumahnya. Calon pengantin mengenakan
pakaian adat yang disediakan dari salon yang mereka sewa jasanya, ia pun
mempersiapkan diri dengan menghapal ijab kabul yang akan diucapkan nantinya.
Sedangkan keluarga besarnya berkumpul terlebih dahulu dan mempersiapkan
mengenai apa-apa saja yang akan dibawa. Bagi para tetangga calon penganti
lanang pun dipersilahkan yang berkenan untuk ikut serta dalam rombongan.
Setelah segala sesuatunya dipersiapkan, berangkatlah calon pengantin lanang
beserta keluraga dan partisipan lainnya. Biasanya bila jarak menuju rumah calon
pengantin tinu cukup jauh, mereka menggunakan mobil.
Setelah sampai di tempat tujuan dan dipersilahkan masuk oleh pemilik
acara melalui Ketua Badan Musyawarah Adat, mereka akan duduk di pengujung
yang telah disediakan. Hanya calon pengantin lanang dan orang tua yang
menempati pengujung yang dijadikan tempat akad nikah. Setelah semuanya sudah
duduk tenang, di persilahkanlah calon pengantin tinu untuk masuk dan duduk
tidak jauh dari calon pengantin lanang sebagai tanda akad nikah akan dimulai.
Wajah calon pengantin tinu ditutup oleh selendang.
51
Orang tua laki-laki dari calon pengantin tinu lah yang menikahkan
putrinya. Namun apabila orang tua laki-laki calon pengantin tinu sudah
meninggal, bisa digantikan dengan saudara laki-laki calon pengantin tinu atau
wali yang telah ditunjuk. Pada saat mengucapkan Ijab Kabul, calon pengantin
lanang bersalaman dengan orang tua laki-laki calon pengantin tinu dan ditutup
sapu tangan. Pengucapan Ijab Kabul ini di saksikan oleh Ketua Badan
Musyawarah, Imam Mesjid setempat, perwakilan dari KUA, majelis, dan keluarga
besar kedua belah pihak. Setelah Ijab Kabul diucapkan dan dinyatakan sah,
selendang yang menutup wajah pengantin tinu sudah boleh dibuka dan sudah
boleh duduk berdampingan dengan pengantin lanang. Setelah itu mereka
menandatangi surat-surat dari pihak KUA dan saling menyematkan cincin.
Gambar 3.5:
Rombongan Calon Pengantin lanang Tiba
(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
52
Gambar 3.6:
Lengguai Nikah yang Dibawa Calon Pengantin Lanang
(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
Gambar 3.7:
Irisan Daun Pandan dan Bunga yang Dibawa Calon Pengantin Lanang
(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
53
Gambar 3.8:
Kue yang Juga Dibawa oleh Calon Pengantin Lanang
(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
Gambar 3.9:
Pengucapan Ijab Kabul
(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
54
Gambar 3.10:
Penyematan Cincin
(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
3.4.7 Acara Setelah Akad Nikah
Acara yang dilakukan setelah akad nikah sudah pasti telah dibicarakan di
saat berasan. Acara yang dimaksud merupakan acara wajib setelah akad nikah.
Pemilik bimbang biasanya hanya memilih satu acara atau semua acara untuk
dilakukan, seperti khatam kaji, belarak, batepung, dan bersanji. Mereka yang
memilih semua acara untuk dilaksanakan sudah sangat jarang ditemui, biasanya
hanya memilih satu atau dua acara. Biasanya bila memilih acara lebih dari satu,
maka bimbang yang dilaksanakan harus bimbang gedang. Pada upacara
perkawinan adat yang penulis teliti, pihak pengantin tinu memilih bersanji
55
sebagai acara setelah akad nikah. Adapun acara yang dimaksud adalah sebagai
berikut
3.4.7.1 Khatam Kaji
Khatam Kaji merupakan acara dimana pengantin tinu membaca Al Qur’an
hingga tamat. Pengantin tinu membaca Al Qur’an dihadapan pengantin lanang
dan orang banyak. Biasanya acara ini dilakukan bagi pengantin tinu yang belum
tamat membaca Al Qur’an. Menuru bapak Makmur biasanya dibaca dari surat Ad-
Dhuha sampai dengan surat Annas. Setelah itu ditutup dengan doa khusus yang
dipimpin oleh Imam yang telah ditunjuk.
3.4.7.2 Belarak
Belarak adalah acara pengantin lanang dan pengantin tinu berkeliling
kampung. Mereka berkeliling kampung diiringi dengan rebana yang dimainkan.
Dengan belarak ini mereka secara tidak langsung memberitahukan bahwa mereka
telah sah menjadi suami istri. Setelah itu mereka kembali ke pelaminan.
3.4.7.3 Batepung
Batepung adalah salah satu acara setelah akad nikah dimana sebelum
kedua pengantin masuk ke rumah diberikan nasihat. Kedua pengantin berdiri di
halaman depan teras rumah pengantin tinu sambil memegang kain yang dialas
dengan tikar. Keluarga pengantin tinu berdiri di teras menghadap ke arah
pengantin. Pada acara ini didatangkan pemantun untuk berpantun sambil
56
menyampaikan nasehat-nasehat untuk kedua pengantin. Acara ini selalu
mendatangkan haru bagi kedua pengantin.
3.4.7.4 Bersanji
Bersanji pada upacara perkawinan adat ini dipimpin oleh Imam Mesjid.
Disini Imam Mesjid menyampaikan doa-doa, pujia-pujian dan kisah tentang
riwayat Nabi Muhammad berdasarkan kitab Al-Barzanji yang ditulis Syekh Ja’far
Al-Barzanji bin Hasan bin Abdul Karim lalu para majelis yang hadir termasuk
kedua pengantin menyahutinya. Bersanji pada upacara perkawinan adat ini
merupakan sebuah pengharapan agar upacara perkawinan tersebut lancar serta
kedua pengantin kelaknya bisa hidup berdampingan secara rukun. Pada upacara
perkawinan adat masyarakat Pekal yang penulis teliti, hanya acara bersanji ini
yang dilakukan.
3.4.8 Ngubak Basu
Ngubak basu diadakan setelah gelaran acara akad nikah selesai. Acara ini
diadakan dirumah pengantin tinu. Disini pengantin lanang diperkenalkan kepada
seluruh keluarga pengantin tinu. Disini juga dijelaskan kepada pengantin
mengenai hal-hal yang membantu terjadinya upacara, mulai dari orang-orang
yang memasak, menyediakan makanan, menyambut tamu, barang-barang yang
dipinjam dari tetangga, dan sebagainya. Hal ini dilakukan agar kedua pengantin
mengerti bahwa mereka nantinya harus saling tolong menolong terhadap sesama.
Acara ini dihadiri oleh Ketua BMA, Kepala Desa dan perangkatnya, serta pihak
yang berkepentingan. Setelah acara ini selesai biasanya Ketua Badan Musyawarah
57
Adat menyampaikan mengenai ada atau tidak adanya acara setelah ngubak basu
ini. Bila tidak mengadakan malam begandai dikenal dengan istilah gam yang
artinya malam tanpa acara.
3.4.9 Malam Begandai
Malam begandai diadakan pada malam hari setelah ngubak basu, biasanya
dimulai pada pukul 8 malam di rumah pengantin tinu, atau selesai Shalat Magrib
dan Shalat Isya. Malam begandai ini dihadiri oleh Ketua BMA, kedua pengantin
yang duduk bersanding di pelaminan, keluarga besar kedua pengantin, dan
masyarakat Pekal yang ingin menyaksikannya. Malam begandai diawali dengan
kata sambutan dari Ketua Badan Musyawarah Adat lalu dari keluarga pengantin
tinu, dan pertunjukan tadisi Gandai bisa dimulai.
Pertunjukan dimulai dengan menari yang pantunnya berisi nasehat-nasehat
kepada kedua pengantin. Biasanya penarilah yang menyampaikan pantunnya.
Lalu beristirahat sejenak sambil makan serawo dan makanan lainnya seperti bolu
koja dan kue talam bersama-sama. Makanan ini disajikan dengan teh manis atau
kopi. Serawo sendiri wajib dihidangkan bagi penari dan pemusik. Apabila serawo
tidak disajikan bagi penari atau pemusik, maka pihak pemilik pesta dikenai sangsi
adat. Setelah itu pertunjukan dilanjutkan dengan menari lagi. Biasanya disini
pantun yang dibawakan sudah bersifat bebas namun pemantun masih dikalangan
penari atau pemusik. jika terasa sudah cukup lama, maka penari istirahat kembali.
Setelah itu acara dilanjutkan lagi, namun bila ada dari penonton yang ingin menari
dipersilahkan untuk naik ke pengujung dengan mengenakan sarung. Mereka yang
naik untuk menari biasanya telah menentukan pasangan yang akan diajak menari.
58
Biasanya malam begandai berakhir pada pukul 1 pagi. Sesuai dengan
permintaan pemilik acara yang sudah disampaikan pada saat berasan. Tradisi
Gandai yang ditampilkan diselingi dengan makan serawo bersama dan berbalas
pantun. Bagi masyarakat yang ingin menari, bisa ikut serta menari dengan
mengenakan sarung. Malam begandai merupakan salah bagian dari upacara
perkawinan adat masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun yang bisa dikatakan
sebagai pelengkap upacara perkawinan adat, yang dilakukan oleh golongan
masyarakat yang tingkat perekonomiannya relatif baik. Jika malam begandai ini
tidak diadakan, pesta resepsi keesokan akan harinya tetap berlangsung.
Untuk tradisi Gandainya, beberapa hari sebelum upacara perkawinan,
biasanya pihak pengantin akan menghubungi pihak karang taruna desa melalui
ketua Badan Musyawarah Adat Pekal untuk meminta menari dalam upacara
perkawinan adat yang akan digelar nantinya. Setelah itu pihak karang taruna akan
memilih penari dan pemusiknya. Kemudian penari dan pemusik yang sudah
ditentukan akan dihubungi dan dikabari kapan pelaksanaan upacara akan digelar.
Pada saat hari pelaksanaan upacara perkawinan adatnya, tepatnya di sore
hari setelah akad nikah, penari dan pemusik melakukan persiapan masing-masing
seperti pengenaan kostum dan riasan sebelum malam begandai dimulai. Saat
acara dimulai, para penari diposisikan di atas pengujung yang dapat dilihat
pengantin, keluarga besar, dan masyarakat yang hadir. Acara ini selesai sesuai
dengan kesepakatan waktu pada saat berasan dan ditutup dengan ucapan
terimakasih dari pihak pemilik acara kepada semua yang terlibat serta doa
bersama.
59
Gambar 3.11:
Pertunjukan tradisi Gandai pada Malam Begandai
(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
3.4 Pesta Resepsi
Setelah akad nikah dan malam begandai digelar, keesokan harinya
diadakan pesta resepsi. Disini para tamu yang hadir adalah tamu yang
mendapatkan undangan secara tertulis seminggu sebelum perhelatan. Para tamu
yang sudah berkeluarga biasanya mendapat kesempatan hadir di waktu pagi hari
dan siang hari, sekitar pukul 9 sampai dengan pukul 4. Lalu untuk tamu muda-
mudinya hadir di malam hari, biasanya setelah shalat Magrib hingga selesai.
Pada pesta resepsi ini, tamu yang datang dapat menikmati hidangan yang
disediakan, hiburan musik, dan melihat pengantin duduk bersanding di pelaminan
dengan pakaian yang mereka pilih. Hidangan yang disediakan berupa hidangan
prasmanan, para tamu yang hadir dapat mengambil sendiri makanan yang mereka
inginkan yang telah disediakan. Mereka yang hadir dapat juga menikmati hiburan
60
musik yang disediakan pemilik acara, bahkan mereka diperkenankan untuk ikut
menyumbangkan suaranya untuk bernyanyi di panggung. Hiburan musik yang
disajikan biasanya berupaorgan tunggal. Selain itu mereka juga dapat
menyaksikan pengantin yang duduk bersanding di pelaminan dengan mengenakan
pakaian yang mereka pilih.
Pakaian yang kedua pengantin kenakan biasanya mereka sewa dari salon
beserta tata riasnya yang terdiri dari 3 sesi. Untuk sesi yang pertama mereka
mengenakan pakaian adat masyarakat Pekal. Untuk pakaian adat yang dikenakan
oleh pengantin lanang terdiri atas jas (bisa wrana hitam, merah tua, dan biru tua),
songket yang dililitkan di pinggang, celana panjang berwarna hitam, sepatu, tutup
kepala. Dan sebuah keris. Sedangkan untuk pakaian adat yang dikenakan
pengantin tinu, baju kurung berlengan panjang yang terbuat dari bahan beludru
(umumnya berwarna merah tua, biru tua, atau hitam). Dihiasi corak-corak dan
sulaman berbentuk lempengan uang logam yang berwarna emas. Lalu dilengkapi
denga mahkota emas yang disematkan pada sanggul kepala dengan pita warna-
warni yang menjuntai, serta anting-anting berukir dari emas (lihat pada gambar
3.10 Hal 54). Lalu sesi kedua mereka biasanya mengenakan pakaian adat dari
suku pengantin lanang. Apabila sang pengantin lanang berasal dari suku yang
sama, maka biasanya mereka akan mengenakan pakaian pengantin dalam 2 sesi.
Serta yang terakhir yaitu mengenakan pakaian yang mereka kenal dengan istilah
slayer15
15 Slayer merupakan gaun panjang yang berwarna putih untuk pengantin tinu dan setelan jas untuk pengantin lanang. Slayer ini seperti pakaian yang dikenakan oleh pengantin eropa pada umumnya.
61
BAB IV
DESKRIPSI PERTUNJUKAN TRADISI GANDAI
Pada bab IV ini akan di uraikan tentang deskripsi pertunjukan tradisi
Gandai seperti pendukung pertunjukan, perlengkapan pertunjukan, deskripsi
gerak, dan analisis musik.
4.1 Pendukung Pertunjukan
Tradisi Gandai dalam penyajiannya dapat dikatakan sebuah pertunjukan.
Sebuah pertunjukan tentunya harus didukung oleh beberapa hal agar dapat
berjalan dengan baik. Beberapa pendukung pertunjukan, yaitu adanya penari,
pemusik, dan penonton.
4.1.1 Penari
Penari merupakan bagian terpenting dalam pertunjukan tradisi Gandai ini,
karena penari lah yang mempertunjukkan tarian tradisi Gandai ini. Penari akan
menjadi pusat perhatian dari penonton. Untuk itu diperlukan penari yang memiliki
kecakapan dan kemampuan menarikan Gandai ini di atas pengujung.
Setiap dalam pertunjukan tradisi Gandai ini biasanya komposisi penarinya
berjumlah 4 orang atau lebih dalam jumlah yang genap; umumnya, semakin
banyak penarinya semakin terlihat ramai dan bagus. Penarinya adalah perempuan
semua. Pemilihan penari tidak berdasarkan pada syarat tertentu, tetapi pada
kesanggupan dan kemahiran penari untuk dapat menari dan hadir sesuai waktu
yang ditentukan oleh pemimpin karang taruna desa. Hal ini dikarenakan penari
yang ada bukanlah penari profesional, dimana para anggotanya tidak hanya
62
bekerja sebagai penari melainkan ada yang pelajar dan harus sekolah, dan ada
pula yang sudah bekerja di bidang yang lain. Para penari yang dipilih dan
mempunyai waktu untuk berlatih lagi mempelajari gerakan sebelum hari
pelaksanaan. Pada saat pertunjukan, penari akan saling berinteraksi antar sesama
penari di lapangan dalam melakukan perubahan gerakan.
4.1.2 Pemusik
Tradisi Gandai ini menggunakan 2 orang pemusik, diantaranya 1 orang
pemain edap dan 1 lagi pemain sunai. Menurut wawancara dengan Bapak Ali
Bidin sebagai pemain sunai yang sudah cukup berumur, beliau yang selalu
dipanggil pihak karang taruna untuk memainkan sunai dikarenakan hanya beliau
yang bisa memainkannya lagi. Adapun yang memainkannya selain beliau
merupakan warga kecamatan lain. Hal ini dikarenakan karena sulitnya memainkan
sunai ini. Dapat dilihat dari teknik permainannya yang rumit, yakni circular
breathing, dimana sirkulasi pernapasan yang terus menerus tanpa berhenti.
Sehingga memerlukan latihan yang cukup lama dan begitu melelahkan. Pada saat
pertunjukan, pemusik akan saling berinteraksi juga antar sesama pemusik di
lapangan dalam melakukan pergantian strukturnya, ada tanda-tandanya dalam
musiknya.
4.1.3 Penonton
Penonton dalam setiap pertunjukan tradisi Gandai di setiap perkawinan
masyarakat Pekal merupakan pengantin itu sendiri, keluarga besar kedua belah
pihak dan masyarakat yang hadir untuk menyaksikannya pada malam begandai.
63
Akan tetapi acara yang dilaksanakan di rumah dengan membuat pengujung juga
menjadi sebuah tontonan juga bagi orang-orang yang melewati daerah tersebut.
4.2 Perlengkapan Pertunjukan
Sebelum dimulainya pertunjukan tradisi Gandai, ada beberapa
perlengkapan yang perlu dipersiapkan. Dimana perlengkapan yang dipersiapkan
nantinya akan mendukung jalannya pertunjukan, serta dapat menambah daya tarik
pertunjukannya. Persiapan harus maksimal dalam penyusunan dan penataannya,
agar dapat menghasilkan pertunjukan yang terbaik. Perlengkapan dalam
pertunjukan tradisi Gandai ini tergantung kesepakatan penari untuk menggunakan
atau tidak menggunankan properti, kebanyakan pada upacara perkawinan adat
masyarakat Pekal tidak menggunakan properti seperti sapu tangan, lampu teplok,
dan lain-lain. Untuk pemusiknya mereka pun lebih sering mengenakan baju
sehari-hari. Selain itu mereka memerlukan pengujung, serta alat musik yang
digunakan dalam pertunjukan ini. Segala perlengkapan ini harus diperhatikan
dengan teliti, agar dapat berjalan lancar nantinya.
4.2.1 Pengujung
Pengujung untuk pertunjukan tradisi Gandai ini merupakan tempat yang
telah dibangun sebelumnya untuk akad nikah. Pengujung biasanya beralaskan
papan yang disusun dengan luas yang telah ditentukan dan beratapkan seng yang
dihiasi daun kelapa dipinggirnya, pengujung ini juga termasuk panggung di
dalamnya. Pengujung yang disediakan untuk pertunjukan biasanya sisi yang
berhadapan dengan pelaminan pengantin.
64
4.2.2 Kostum dan Tata Rias
4.2.2.1 Kostum Penari
Pada malam begandai, penari Gandai menggunakan kebaya serta kain
panjang sebagai sarung dimana sarung ini berguna untuk menutup bagian tertentu
sehingga sopan dan tertib dipandang mata,
1. Baju Kebaya berlengan panjang dengan warna yang telah disepakati
sesama penari, biasanya berwrna kuning emas, merah,hijau, dan biru.
2. Kain Panjang, kain ini merupakan rok panjang yang longgar yang
warnanya disesuaikan dengan warna baju Kebaya yang dikenakan.
Kain ini untuk menutup bagian tertentu sehingga sopan dan tertib
dipandang mata
3. Samulung, ini merupakan selendang yang diletakan (dikalungkan) di
bahu. Samulung ini digunakan penari saat gerakan Gandai
membutuhkan selendang.
4. Sunting, merupakan hiasan kepala. Berwarna kuning emas.
65
Gambar 4.1:
Penari Gandai
(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
4.2.2.2 Tata Rias
Dalam pertunjukan tradisi Gandai ini juga harus diperhatikan tata riasnya.
Mereka merias diri sendiri dan tidak perlu ke salon. Menurut ibu Ratna selaku
penari bahwa penari Gandai harus bisa merias dirinya sendiri. Akan tetapi warna
make up dan segala perlengkapannya disesuaikan dengan kesepakatan bersama
agar seragam. Tata rias ini terbagi 2, yaitu sebagai berikut.
(1) Tata rias wajah atau make-up, semua penari menggunakan warna
make-up yang sama sesuai dengan warna kostum. Dalam tata rias wajah yang
Samulung
Baju Kebaya
Kain Panjang
66
digunakan ada foundation/alas bedak, bedak, eye shadow, shading, blush on,
celak, bulu mata palsu, lipstick.
Foundation yang digunakan penari adalah foundation yang bisa tahan
lama. Bergerak banyak akan menghasilkan keringat yang berlebihan, agar polesan
make-up tidak luntur makanya menggunakan foundation yang tahan lama.
Bedak yang dipilih penari untuk digunakan biasanya warna bedak yang
masuk dengan warna kulit. Eye shadow yang digunakan biasanya ada 3 tingkatan
warna, pada tingkat pertama warna yang dipilih adalah warna yang serupa dengan
warna pakaian yang dikenakan. Misalnya, jika pakaian yang digunakan adalah
warna kuning keemasan, maka warna eye shadow tingkat pertamanya digunakan
warna kuning keemasan. Jika warna pakaian yang digunakan warna merah muda,
maka eye shadow tingkat pertamanya digunakan warna merah muda pula, begitu
seterusnya. Pada eye shadow tingkat kedua biasanya menggunakan warna gelap,
seperti hitam dan coklat, posisi ini dibuat di bagian sudut mata agar nampak
pertegasan pada mata. Tingkat ke-3 atau paling atas di buat warna putih. Setelah 3
tingkatan tersebut ditempelkan bulu mata palsu agar terlihat lebih indah.
Shading yang digunakan untuk penegasan pada hidung, dan blush on
digunakan untik penegasan pada bagian pipi. Sedangkan celak digunakan untuk
penegasan pada alis mata. Begitu juga pada bibir, dalam penegasannya digunakan
lipstick yang berwarna merah.
(2) Tata rias rambut, pada penataan rambut, masing-masing penari
mengikat rambutnya menjadi satu. Setelah diikat dipasangkan sanggul, dan diberi
sunting agar terlihat indah.
67
4.2.3 Alat Musik yang Digunakan
4.2.3.1 Edap
Alat musik edap ini merupakan alat musik membranophone, tergolong
frame drum yang berfungsi sebagai pembawa ritem variabel dan menjaga tempo -
sunai. Dibuat dari kayu yang keras (dari batang nangka) dan dibagian atasnya
ditutup dengan kulit kambing. Bentuknya mirip dengan gendang ronggeng yang
ada di masyarakat Melayu Sumatera Utara. Edap dimainkan dengan cara dipegang
dan dipukul dengan 2 tangan tanpa alat pukul lain dan mempunyai lobang
dibagian belakang badannya.
Gambar 4.2:
Edap
(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
68
Gambar 4.3:
Cara Memainkan Edap
(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
4.2.3.2 Sunai
Alat musik tiup tradisional Pekal ini masuk dalam klasifikasi aerophone,
tergolong dalam end blown flute yang berfungsi sebagai pembawa melodi yang
dikembangkan (improvisasi) dan dimainkan oleh satu orang.
Alat musik ini terbuat dari bambu serik, yaitu bambu yang hidup di tepi
sungai yang menghadap ke arah matahari. Ukuran Sunai ini tidak memiliki
patokan. Menurut bapak Mahmudin, sunai ini terdiri dari 9 ruas. Dimana ruas
yang paling pertama (bawah) berukuran 1 jengkal (jarak dari telunjuk ke jempol
tangan). Ruas kedua, ketiga, dan keempat berukuran 1 Jengkal dikurangi 2cm.
Ruas kelima berukuran seperti ruas kedua ditambah lebar 1 jari telunjuk. Lalu
69
untuk ruas keenam, ketujuh, dan kedelapan berukuran sebesar lebar 1 jari jempol.
Dan untuk ruas terakhir berukuran sebesar lebar 2 jari jempol. Sedangkan untuk
bagian yang ditiup terbuat dari bulu ayam jago. Sunai ini diberi 6 lubang dan saat
dimainkan ruas pertama diletakkan di atas telapak kaki pemusik. Hal ini dilakukan
agar suara sunai lebih bagus.
Gambar 4.4:
Sunai
(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
70
Gambar 4.5:
Cara Memainkan Sunai
(Dokumentasi Frita Anjelina, 2014)
4.3 Deskripsi Gerak Gandai
Dalam bukunya yang berjudul History of The Dance, Curt Sachs
mengemukakan tentang perkembangan tari sebagai seni yang tinggi yang sudah
ada pada zaman prasejarah. Dimana awalnya kebudayaan tari telah mencapai
tingkat kesempurnaan yang belum tercapai oleh seni atau ilmu pengetahuan
lainnya. Di dalam penyajian Gandai ini menggunakan gerakan variatif yang
bertema kehidupan sehari-hari ang ada pada masyarakat Pekal. Gerakan-gerakan
yang terbentuk dalam Gandai telah terstruktur ataupun terpola di dalam aturan-
aturan adat dan nilai keindahan setempat secara simbolis serta memiliki makna-
makna tersendiri. Dimana kata struktur disini adalah bagian-bagian yang
melengkapi Gandai dalam pertunjukannya saling berhubungan satu dengan yang
lain, ataupun tahapan-tahapannya.
71
Dalam penyajiannya seperti yang telah dijelaskan di bab sebelumnya,
Gandai ini dipertunjukan pada awal acara, memakai minimal 4 orang penari atau
lebih dalam jumlah genap, yang gerakannya diambil dari gerakan-gerakan sehari-
hari dengan pola yang sudah tersusun dalam bagian-bagian ragamnya.
Menarikannya penari harus tunduk, mata harus mengarah ke bawah. Karena bila
melirik-liriik sana-sini dianggap sebagai penari yang menggoda orang lain.
4.3.1Ragam dan pola Gerak
4.3.1.1 Ragam
Ragam gerak berarti motif gerakan-gerakan yang tersusun dalam unsur
kreatifitas gerak tari. Dalam wawancara dengan bapak Zhamari A.S Jamal selaku
budayawan Pekal, mengungkapkan bahwa Gandai terdapat 36 ragam. Namun
beliau hanya mengingat 26 ragam gerak, sedangkan 10 ragam gerak lainnya hanya
diketahui oleh orang-orang sebelum generasinya. Hal ini dikarenakan ragam gerak
tersebut sulit ditarikan. Dalam menarikannya Gandai ini bersifat pengulangan
hingga sunai memberi tanda untuk berganti ragam.
Dari 26 ragam gerak yang ada, biasanya hanya 6 atau 12 ragam gerak saja
yang dipergunakan pada upacara perkawinan adat masyarakat Pekal. Dua belas
ragam gerak ini dianggap sudah dapat mewakili ke-26 ragam gerak lainnya. Enam
ragam gerak yang lazim digunakan tersebut seperti nenet, sementaro, sumpaya,
laluin, menjung, dan lampu. Enam ragam lainnya yang disertakan seperti sunai
indai, retak kudo, lori, behang kakok behang, jek sayang, payung. Pemilihan
ragam gerak yang akan dipergunakan ini tidak bisa disepakati oleh penari dan
pemusik pada saat sebelum pertunjukan, karena hal ini bersifat spontan. Namun
72
ragam nenet merupakan ragam gerak yang wajib dan sebagai ragam pertama
untuk mengawali Gandai. Berikut tabel ragam gerak Gandai beserta makna
ragamnya.
Tabel 4.1
Nama Ragam Gerak Gandai
NO NAMA RAGAM GERAK
1 Nenet: merupakan ragam gerak yang wajib ada di awal tarian. Kata
nenet berasal dari suara sunai yang menurut masyarakat Pekal
berbunyi net-net. Pada ragam ini tidak ada pantun yang disampaikan
2 Sementaro: menceritakan tentang kehidupan di dunia yang sementara.
Memberi pesan agar kita taat beribadah dan saling bertenggang rasa
terhadap sesama.
3 Sumpaya (Cehai Kasiak): bercerita tentang tidak baiknya berpisah
apalagi bagi yang sudah menikah. Memberi pesan agar kita dapat terus
menjaga keharmonisan rumah tangga bagi yang sudah menikah dan
bagi yang belum menikah untuk hormat kepada orang tua.
4 Laluine: menceritakan tentang sifat seseorang yang egois. Sifat ini
sangat tidak disukai oleh banyak orang. Memberi pesan agar kita tidak
bersifat egois terhadap keluarga dan tetangga.
5 Menjung: Gerakan bercerita tentang kehidupan yang tidak lurus-lurus
saja. Dapat dilihat dari gerakannya yang selalu serong atau miring.
Memberi pesan agar kita ikhlas menjalani hidup
6 Lampu: Bercerita tentang masyarakat Pekal yang masih banyak
menggunakan lampu teplok (minyak tanah). Ini bermakna sindiran
73
terhadap pemerintah agar memperhatikan masyarakat Pekal
7 Sunai Indai: Menceritakan tentang tangisan seorang perempuan
terhadap kekasihnya yang pergi meninggalkannya untuk menikah
dengan orang lain.
8 Retak Kudo: Menceritakan tentang emansipasi wanita. Gerakan-
gerakannya seperti rentak kuda saat berjalan yang tangguh dan kokoh.
9 Payung: Menceritakan tentang gadis-gadis Pekal yang harus menjaga
harga diri mereka. Disini payung dianggap pelindung.
10 Lori: Menceritakan tentang masyarakat Pekal di Napal Putih yang
bekerja mencari emas di daerah Lebong Tandai dengan menggunakan
kendaraan bernama lori. Lori beroda empat dan berjalan diatas rel
seperti kereta api.
11 Behang Kakok Behang: Menceritakan tentang binatang seperti kucing
yang hidup di aliran sungai Ketahun yang memakan ikan-ikan kecil.
Hewan ini juga mereka sebut dengan istilah kucing air.
12 Kepal Tebang: Menceritakan tentang kapal terbang (pesawat) yang
sering melintas di Kecamatan Ketahun. Masyarakat Pekal berkeinginan
agar segera dapat menaikinya. Memberi pesan agar kita jangan malas
belajar dan bekerja agar semua keinginan kita tercapai.
13 Piring: menceritakan tentang piring yang digunakan masyarakat Pekal
untuk makan.
14 Tehong Tunjuk: Menceritakan tentang kemahiran masyarakat Pekal
dalam mengolah Terong yang berukuran sebesar jari telunjuk tangan
menjadi panganan. Terong ini berwarna hijau.
74
15 Kalebang: Menceritakan tentang penantian seseorang terhadap orang-
orang yang dikasihinya yang pergi merantau.
16 Jek Sayang: Menceritakan tentang kisah percintaan yang berakhir
dengan perpisahan akibat tidak adanya restu.
17 Kuau: Menceritakan tentang burung yang bernama Kuau yang hanya
bunyi disiang hari. Kicaan burung ini memberikan tanda waktunya
Shalat Dzuhur bagi masyarakat Pekal yang bekerja di sawah atau
ladang.
18 Ambat: Ragam ini merupakan ragam yang ditarikan oleh perempuan
dan laki-laki. Pengantin yang biasa menarikannya.
19 Sungai Ipuh: Menceritakan tentang sebuah sungai yang berada di
daerah Mukomuko yang bernama sungai Ipuh.
20 Tok Ideng-ideng: menceritakan tentang humor-humor yang
berkembang di masyarakat Pekal.
21 Tetirau: Menceritakan tentang burung yang bernama Tetirau yang
keluar dari sarang hanya saat menjelang Maghrib. Burung ini
memberikan tanda bahwa waktu untuk Shalat Maghrib akan tiba.
22 Ejang Baseluk: Merupakan salah satu ragam yang ditarikan antara laki-
laki dan perempuan. Ragam ini juga ditarikan oleh pengantin (bagi
yang hapal).
23 Kakelara: Menceritakan tentang seseorang yang bernama Kakelara
yang terbunuh pada saat pemberontakan PRRI di desa Urai. Dia
terkenal pemalas namun pintar mengambil perhatian orang lain dengan
kelucuannya.
75
24 Pono: Merupakan istilah untuk pantun bersenandung di masyarakat
Pekal.
25 Poyik Belagu: Menceritakan tentang burung puyuh yang saling
berkelahi dalam memperebutkan makanan. Memberikan pesan agar
kita tidak seperti itu dalam berkehidupan.
26 Doyak Doyai: Mengisahkan tentang lenggang yang berirama dan
selaras. Memberi pesan aar kita dalam berkehidupan untuk saling
selaras dan seirama.
Pola gerakan yang dimaksud disini adalah gerakan-gerakan yang
terkandung dalam tiap-tiap ragam yang terbentuk. Ragam gerak dan pola gerak
sangat berhubungan, yakni bagaimana bagian-bagian dari gerakan Gandai saling
berhubungan sehingga disatukan.
4.3.1.2 Pola Lantai
Pola lantai pada Gandai disini mengacu pada enam ragam gerak yang
penulis amati di lapangan yang terdiri dari pola-pola sebagai berikut:
1) Pola lantai nenet, penari membentuk lingkaran dan menghadap ke dalam
lingkaran. Pada pola ini penari terus bergerak melingkar, baik itu gerak maju
maupun mundur.
2) Pola lantai sementaro, penari saling berhadapan degan bentuk pola lingkaran
kecil. Motif gerakan yang ada sebanyak empat motif yang mengalami
pengulangan. Setiap perubahan motif gerak, penari selalu bergerak ke arah kiri
76
(sesuai arah mata angin) mereka masing masing hingga sampai kembali ke
posisi semula lagi.
3) Pola lantai sumpaya, dalam pola persegi, lalu penari saling mendekatkan diri
dan berhadapan dan mundur lagi. Setelah itu penari maju lagi dan bertukar
posisi dengan penari yang menjadi pasangannya tadi.
4) Pola lantai laluin, pola lantai penari masih membentuk lingkaran, arah badan
pertama menghadap arah mata angin sambil terus bergerak mundur.
5) Pola lantai menjung, disini pola lantai penari masih seperti ragam sumpaya,
namun arah penari agak serong kiri dan saling mendekatkan diri dengan
gerakan maju mundur hingga mereka saling bertukar posisi.
6) Pola lantai lampu, disini pola lantai berbentuk lingkaran. Penari menari
melingkar dengan gerakan maju, mundur, dan berputar.
77
Tabel 4.2
Deskripsi Kinesiologis Tradisi Gandai
Ragam Gandai Deskripsi Gerak Penari Gandai
Hitungan Musik Iringan
Pola Lantai
1) Nenet: Terdiri dari 3 motif gerak
Motif gerak pertama
Motif gerak pertama dari ragam nenet yaitu berdiri melingkar saling menghadap kearah dalam lingkaran. Setelah sunai memberi tanda masuk, penari menghadap kanan dengan kedua tangan melambai ke atas ke bawah di masing-masing sisi tangan. Lalu kaki kanan memulai melangkah mundur sebanyak delapan langkah. Pandangan: menghadap ke bawah
1 x 8
Diiringi dengan edap dan sunai dengan tempo lambat.
78
Motif gerak kedua
Setelah itu berputar melalui arah kiri tangan(arah dalam lingkaran) dan kembali ke posisi awal. Pandangan: mata mengarah ke bawah.
1 x 8
79
Motif gerak ketiga
Setelah itu tangan direntangkan dan maju sambil terus melingkari lingkaran dengan kaki kiri yang maju terlebih dahulu. Pandangan: menghadap ke bawah
2 x 8 Hitungan keseluruhan ragam gerak nenet ini: 4 x 8
80
2) Sementaro: terdiri dari 4 motif gerak
Motif gerak pertama
Penari saling menghadap kanan, kedua tangan saling bergantian melambai ke atas dan ke bawah, lalu kaki kiri berhentak kecil di lantai. Setelah itu bergerak memutar melalui arah kiri. Hingga kembali ke posisi awal. Pandangan: menghadap ke bawah
8 x 8
Diiringi edap dan sunai dengan tempo lambat
81
Motif gerak kedua
Kedua tangan menutup di depan dada lalu di buka dan dibawa ke arah bawah masing-masing sisi tangan, dengan kaki kiri berhentak kecil di lantai. Setelah itu berputar ke arah kiri. Pandangan: menghadap ke bawah
8 x 8
82
Motif gerak ketiga
Tangan kanan melambai di samping kanan sejajar dengan pinggang (bergantian), sedangkan tangan kiri diletakkan di pinggang kiri dengan jari menghadap ke arah bawah. Kaki kiri berhentak kecil di lantai. Setelah itu berputar ke arah kiri. Pandangan: menghadap ke bawah
8 x 8
83
Motif gerak keempat
Tangan kanan menghadap ke bawah dan tangan kiri menghadap ke atas secara sejajar lalu ditarik ke arah samping perut sebelah kiri (bergantian) dengan kaki kiri berhentak kecil di lantai. Setelah itu bergerak ke arah kiri. Pandangan: menghadap ke bawah.
8 x 8 Hitungan keseluruhan ragam gerak sumpaya ini: 32 x 8
84
3) Sumpaya: terdiri dari 4 motif gerak
Motif gerak pertama
Melenggang dengan arah menghadap ke depan (menghadap pasangan penari) dengan hitungan 1 x 4). Lalu penari melenggang maju mendekatkan diri ke pasangan dengan hitungan 1 x 4. Setelah itu penari mundur kembali ketempat semula dengan hitungan 1 x 4, lalu maju dan bertukar tempat dengan pasangan dengan hitungan 2 x 4. Pandangan: menghadap ke bawah
5 x 4
Diringi dengan edap dan sunai dengan tempo lambat
85
Motif gerak kedua
Setelah bertukar tempat, bertepuk tangan dengan arah menghadap ke depan (menghadap pasangan penari) dengan hitungan 1 x 4). Lalu penari melenggang maju mendekatkan diri ke pasangan dengan hitungan 1 x 4. Setelah itu penari mundur kembali ketempat semula dengan hitungan 1 x 4, lalu maju dan bertukar tempat dengan pasangan dengan hitungan 2 x 4. Pandangan: menghadap ke bawah.
5 x 4
86
Motif gerak ketiga
Setelah bertukar tempat lagi, tangan kiri diletakkan di pinggang dan tangan kanan disilahkan ke depan degan telapak tangan tengadah ke atas (bergantian). Arah badan menghadap ke depan (menghadap pasangan penari) dengan hitungan 1 x 4). Lalu penari melenggang maju mendekatkan diri ke pasangan dengan hitungan 1 x 4. Setelah itu penari mundur kembali ketempat semula dengan hitungan 1 x 4, lalu maju dan bertukar tempat dengan pasangan dengan hitungan 2 x 4. Pandangan: menghadap ke bawah.
5 x 4
87
Motif gerak keempat
Setelah bertukar tempat lagi, tangan kanan menepuk tangan kiri lalu dibuka demikian juga dengan tangan kiri secara bergantian. Arah badan menghadap ke depan (menghadap pasangan penari) dengan hitungan 1 x 4). Lalu penari melenggang maju mendekatkan diri ke pasangan dengan hitungan 1 x 4. Setelah itu penari mundur kembali ketempat semula dengan hitungan 1 x 4, lalu maju dan bertukar tempat dengan pasangan dengan hitungan 2 x 4. Pandangan: menghadap ke bawah.
5 x 4 Hitungan keseluruhan ragam gerak sumpaya ini: 20 x 4
88
4) Laluine: terdiri dari 4 motif gerak
Motif gerak pertama
Melenggang dengan posisi menghadap pasangan sambil berjalan mundur, dimana kedua kaki maju mundur yang dimulai oleh kai kanan terlebih dahulu. Pola lantai melingkar. Pandangan: menghadap ke bawah
4 x 4
Diringi dengan edap dan sunai dengan tempo lambat
89
Motif gerak kedua
Lalu bertepuk tangan sambil berjalan mundur, dimana kedua kaki maju mundur yang dimulai oleh kai kanan terlebih dahulu. Pola lantai melingkar. Pandangan: menghadap ke bawah
4 x 4
90
Motif gerak ketiga
Kedua tangan melenggang lagi sambil berjalan mundur, dimana kedua kaki maju mundur yang dimulai oleh kai kanan terlebih dahulu. Pola lantai melingkar. Pandangan: menghadap ke bawah
4 x 4
91
Motif gerak keempat
Tangan kanan menghadap ke bawah dan tangan kiri menghadap ke atas, sejajar di depan perut. Lalu ditarik kesisi kiri dan sisi kanan secara bergantian sambil berjalan mundur, dimana kedua kaki maju mundur yang dimulai oleh kaki kanan terlebih dahulu. Pola lantai melingkar. Pandangan: menghadap ke bawah
4 x 4 Hitungan keseluruhan ragam lauine ini: 16 x 4
92
5) Menjung: terdiri dari 3 motif gerak
Motif gerak pertama
Kedua tangan berdekatan di depan perut menghadap ke bawah, lalu di buka menghadap ke atas dan dibawa ke depan pinggang masing-masing. Posisi menghadap pasangan penari namun agak serong kiri sambil berjalan maju mendekatkan diri ke pasangan, dimana kedua kaki maju mundur yang dimulai oleh kaki kanan terlebih dahulu (1x 4), lalu mundur kembali ketempat semula dengan (1 x 4), lalu maju dan bertukar tempat dengan pasangan dengan hitungan 2 x 4. Pandangan: menghadap ke bawah.
5 x 4
Diiringi oleh edap dan sunai dengan tempo lebih cepat daripada ragam nenet, sementaro,sumpaya, dan laluine.
93
Motif gerak kedua
Setelah bertukar tempat, kedua tangan melenggang (bergantian) dengan posisi menghadap pasangan penari namun agak serong kiri (1 x 4). Lalu penari melenggang maju mendekatkan diri ke pasangan dengan (1 x 4). Setelah itu penari mundur kembali ketempat semula dengan hitungan 1 x 4, lalu maju dan bertukar tempat dengan pasangan dengan hitungan 2 x 4. Pandangan: menghadap ke bawah.
5 x 4
94
Motif gerak ketiga
Kedua tangan saling bertepuk di depan dada lalu di buka dan ditarik ke depan pinggang masing-masing dengan posisi menghadap pasangan penari namun agak serong kiri (1 x 4). Lalu penari melenggang maju mendekatkan diri ke pasangan dengan (1 x 4). Setelah itu penari mundur kembali ketempat semula dengan hitungan 1 x 4, lalu maju dan bertukar tempat dengan pasangan dengan hitungan 2 x 4. Pandangan: menghadap ke bawah.
5 x 4 Hitungan keseluruhan ragam menjung ini: 15 x 4
95
6) Lampu: terdiri dari 3 motif gerak
Motif gerak pertama
Tangan kanan saling membuka dan menutup di sisi kanan sedangkan tangan kiri dilatakkan di atas pinggang. Kaki kanan berada di depan sambil menghentak-hentak kecil sedangkan kaki kiri di belakang dengan posisi menghadap ke dalam lingkaran. Pandangan: menghadap ke bawah
1 x 8
Diiringi oleh edap dan sunai dengan tempo seperti tempo ragam gerak menjung.
96
Motif gerak kedua
Lalu kedua tangan saling melenggang sambil berjalan maju mengitari lingkaran (1 x 8). Lalu mundur mengitari lingkaran (1 x 8) dengan kedua tangan tetap melenggang
2 x 8
Diiringi oleh edap dan sunai dengan tempo lebih cepat.
97
Motif gerak ketiga
Bertepuk tangan sambil berjalan maju mengitari lingkaran (1 x 8). Lalu mundur mengitari lingkaran (1 x 8) dengan kedua tangan tetap bertepuk tangan
2 x 8 Hitungan keseluruhan ragam lampu ini: 5 x 8
98
4.4 Analisis Musik Iringan
Nettl (1964:98) mengemukakan adanya dua pendekatan untuk
mendeskripsikan musik yaitu: (1) kita dapat mendeskripsikan dan menganalisis
apa yang kita dengar; (2) kita dapat menuliskan berbagai cara keatas kertas dan
mendeskripsikan apa yang kita lihat. Dengan itu penulis melakukan transkripsi
untuk memvisualisasikan musik iringan Gandai. Hal ini dilakukan agar lebih
mudah menganalisisnya terutama tangga nada, motif, kadensa, dan lain-lain. hal
ini dilakukan untuk dapat membantu kita mengkomunikasikan kepada pihak lain
tentang apa yang kita dengar. Dalam pentranskripsian, ppenulis menggunakan
notasi Barat untuk memperlihatkan bunyi musikal yang terdengar.
Musik dalam pertunjukan tradisi Gandai pada upacara perkawinan adat
masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun merupakan hal yang sangat penting,
karena gerak tari mengikuti musik. Musik iringan menjadi pembentuk suasana
untuk memperjelas tekanan-tekanan gerakan begitu juga pergantian ragam dan
pola-pola gerakan yang ada. Dalam mengiringi Gandai menggunakan 2 alat
musik, yakni edap dan sunai. Pada ragam nenet tempo musik iringannya
4.4.1 Model Notasi
Dalam transkripsi musik iringan tradisi Gandai menggunakan notasi Barat,
hal ini dilakukan agar dapat dipahami secara universal. Ada beberapa simbol yang
digunakan, yaitu:
99
Garis paranada yang memiliki lima buah garis paranada dan empat buah spasi
dengan tanda kunci G.
Merupakan not ½ yang bernilai dua ketuk.
Merupakan not ¼ yang bernilai satu ketuk.
Merupakan not 1/8 yang bernilai setengah ketuk.
Merupakan dua buah not 1/8 yang digabung menjadi satu ketuk
4.4.2 Melodi Sunai dan Strukturnya
Berikut hasil transkripsi melodi sunai dalam musik iringan Gandai pada
upacara perkawinan adat masyarakat Pekal:
100
101
102
4.4.2.1 Tangga Nada
Nettl (1964:1945) mengemukakan bahwa cara-cara untuk mendeskripsikan
tangga nada adalah menuliskan nada-nada yang dipakai tanpa melihat fungsi
masing-masing dalam musik. Tangga nada tersebut kemudian digolongkan
menurut beberapa klasifikasi, yaitu menurut jumlah nada yang dipakai. Diatonic
(dua nada), tritonic (tiga nada), tetratonic (empat nada), pentatonic (lima nada),
hexatonic (enam nada), heptatonic (tujuh nada).
Dua nada yang mempunyai jarak satu oktaf biasanya dianggap satu nada
saja. Tangga nada yang dimaksud dalam tulisan ini yaitu nada-nada yang terdapat
pada melodi yang dihasilkan sunai. Hal ini dilakukan pada pembagian nada-nada
mulai dari nada yang tertinggi hingga nada yang terendah.
Penulis mengurutkan nada-nada yang terdapat dalam melodi sunai dari
nada terendah sampai nada tertinggi. Terdiri dari tujuh nada, yaitu nada Gis-Ais-
Bis-Cis-Dis-Eis-Fis. Oleh karena itu tangga nadanya disebut dengan Heptatonic.
103
4.4.2.2 Nada Dasar
Dalam menentukan nada dasar melodi sunai ini, penulis mengacu pada
hasil rekaman video yang penulis dapatkan di lapangan saat pelaksanaan acara,
yang telah ditranskripsikan ke dalam notasi Barat. Maka hasil nada dasar dalam
melodi sunai yang didapatkan adalah nada dasar Cis.
4.4.2.3 Wilayah Nada
Metode untuk menentukan wilayah nada berdasarkan ambitus suara yang
terdengar secara alami yang ditentukan oleh media penghasil bunyi itu sendiri,
ialah dengan memperhatikan nada yang paling rendah hingga nada yang paling
tinggi. Wilayah nada melodi sunai yang diurutkan dari nada terendah sampai nada
tertinggi adalah :
Dari keterangan gambar di atas nada yang dihasilkan Gis ke Fis ada 7 nada
dengan jarak intervalnya 7m.
104
4.4.2.4 Frekuensi Pemakaian Nada
Frekuensi pemakaian nada dapat dilihat dari banyaknya jumlah nada yang dipakai
dalam suatu musik atau nyayian. Banyaknya jumlah nada yang terdapat dalam
melodi sunai :
Jumlah Pemakaian nada-nada pada melodi sunai:
1. Nada Gis sebanyak 57
2. Nada Ais sebanyak 90
3. Nada Bis sebanyak 15
4. Nada Cis sebanyak 58
5. Nada Dis sebanyak 226
6. Nada Eis sebanyak 343
7. Nada Fis sebanyak 81
4.4.2.5 Jumlah Interval
Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lain terdiri dari
interval naik maupun turun. Berikut adalah interval dari melodi sunai:
Interval Posisi Jumlah Total
1P - 286 286
2M 129 268
105
139
2m 113 240
127
3M 4 7
3
4P 23 26
3
5P 1 4
3
5Dim 5 7
2
6M - 3
3
7M 3 5
2
4.4.2.6 Formula Melodik
Untuk memperjelas bagaimana bentuk dari melodi sunai, penulis
menggunakan pendapat Nettl yang mengatakan bahwa ada beberapa karakter yang
perlu diperhatikan untuk menentukan bentuk dari suatu komposisi, yaitu dengan
memperhatikan unsur-unsur melodi yang terkandung berdasarkan pengulangan
frasa, tanda diam, pengulangan pola ritem, transposisi, kesatuan dari teks yang
ada dalam musik (1964:150). Formula melodik yang akan dibahas tulisan ini
106
meliputi bentuk dan frasa. Bentuk adalah gabungan dari beberapa frasa yang
terjalin menjadi satu pola melodi. Frasa adalah bagian-bagian kecil dari melodi.
Motif adalah ide melodi sebagai dasar pembentukan melodi. Secara garis besar,
bentuk, frasa, dan motif yang terdapat dalam melodi sunai adalah sebagai berikut:
1. Bentuk pada melodi sunai memiliki 3 bentuk, yaitu: A, B dan C.
2. Frasa pada melodi sunai, yaitu:
a) A: 2 frasa
b) B: 22 frasa
c) C: 5 frasa
107
108
4.4.2.7 Pola Kadensa
Kadensa adalah nada akhir dari suatu bagian melodi lagu. Pola kadensa
dapat dibagi atasa dua bagian, yaitu: semi kadens (half cadence) dan kadens
penuh (full cadence). Semi kadens adalah suatu bentuk istirahat yang tidak
lengkap atau tidak selesai (complete) dan memberi kesan adanya gerakan ritem
yang lebih lanjut. Kadens penuh adalah suatu bentuk istirahat di akhir frasa yang
109
terasa selesai (complete) sehingga pola kadens seperti ini tidak memberikan kesan
untuk menambah gerakan ritem.
Pola kadensa melodi sunai yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
110
4.4.2.8 Kontur
Kontur adalah garis melodi dalam sebuah lagu. Malm (dalam irawan 1997:
85) membedakan beberapa jenis kontur, yaitu:
1. Ascending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk naik dari nada
yang lebih rendah ke nada yang lebih tinggi.
2. Descending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk turun dari
nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah.
3. Pendulous yaitu garis melodi yang bentuk gerakannya melengkung dari
nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah, kemudian kembali lagi
ke nada yang lebih tinggi atau sebaliknya.
4. Conjuct yaitu garis melodi yang sifatnya bergerak melangkah dari satu
nada ke nada yang lain baik naik maupun turun.
5. Terraced yaitu garis melodi yang bergerak berjenjang baik dari nada yang
lebih tinggi ke nada yang lebih rendah atau dimulai dari nada yang lebih
rendah ke nada yang lebih tinggi.
6. Disjuct yaitu garis melodi yang bergerak melompat dari satu nada ke nada
yang lainnya, dan biasanya intervalnya di atas sekonde baik mayor
maupun minor.
7. Static yaitu garis melodi yang bentuknya tetap yang jaraknya mempunyai
batas-batasan.
Garis kontur yang terdapat pada melodi sunai dalam tulisan ini pada
umumnya adalah conjuct dan static. Pergerakan melodinya bergerak melangkah
baik baik maupun turun, kemudian diikuti dengan bentuk static, lalu bergerak
111
naik dan turun (conjuct) lagi. Untuk lebih jelas dapat dilihat dari gambar salah
contoh melodi di bawah ini.
Grafik di atas menunjukkan terjadinya pergerakan melodi static, kemudian
conjuct, lalu static, kemudian conjuct lagi.
Grafik di atas menunjukkan terjadinya prgerakan melodi conjuct,
kemudian static, lalu conjuct lagi
112
BAB V
FUNGSI DAN PERUBAHAN TRADISI GANDAI
Pada Bab ini, penulis akan mengkaji fungsi dan perubahan yang terjadi
dalam aspek fungsi dan penggunaaan Gandai. Fungsi yang dimaksud disini
adalah fungsi kegiatan atau pertunjukan tradisi Gandai dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat di dalam kehidupan sosial dan budayanya. Disini
perubahan yang dibicarakan tidak terlepas pada kontinuitas, selain dari pada
penggunaan Gandai, penulis juga menjelasakan kontinuitas pada aspek fungsi
Gandai tersebut. Sedangkan tentang perubahan yang terjadi, selain menyangkut
perubahan konteks penyajian dan ragam gerak penulis juga menjelaskan masa
peralihan penggunaannya.
5.1 Fungsi Gandai Sebagai Fenomena Kontinuitas
Di antara kesepuluh fungsi musik yang ditawarkan oleh Alan P. Merriam,
dalam hal ini penulis hanya menitikberatkan fungsi gandai pada fungsi
pengungkapan emosional, fungsi penghayatan estetika, fungsi hiburan, fungsi
komunikasi, fungsi reaksi jasmani, fungsi yang berkaitan dengan norma sosial,
dan fungsi pengintegrasian masyarakat dan semuanya merupakan wujud dari
adanya kontinuitas yang masih tetap dipertahankan dan diterima di tengah-tengah
masyarakat Pekal sampai sekarang.
Begitu pula seperti yang diungkapkan Narawati dan R.M Soedarsono
adanya fungsi tari yang bersifat primer dan sekunder. Sifat sekunderlah yang
menjadi wujud adanya kontinuitas.
113
5.1.1 Fungsi Pengungkapan Emosional
Tradisi ini berfungsi sebagai pengungkapan emosional dapat dilihat dari
pantun, musik dan gerak yang disajikan. Untuk pantunnya banyak yang
mengandung keluh kesah sehingga bagi yang menyaksikannya dapat ikut serta
merasakan apa yang dirasakan pemantun. Hal ini juga sama dengan musik yang
dibawakan. Perasaan sedih semakin terasa karena sunai dan edap yang dimainkan
untuk mengiringinya,bahkan sampai mengangis.Pada penyajiannya dapat dilihat
melalui teknik gerak Gandai itu sendiri, sehingga muncul suatu ungkapan untuk
setiap ragam gerak Gandai yang disajikan. Pemusik pun sangat berpengaruh
dalam menimbulkan emosi bagi penari maupun orang yang melihat Gandai
tersebut sehingga semangat untuk menari.
5.1.2 Fungsi Penghayatan Estetika
Dapat dikatakan bahwa semua yang terlibat dalam acara malam begandai
mampu menghayati Gandai yang disajikan. Dapat dilihat dari pemain sunai dan
pemain edap yang dapat menyampaikan pesan yang mendalam mengenai musik
yang mereka bawakan karena mereka menghayati permainan mereka. Bagi penari
yang dapat menghayati musik yang dimainkan, maka akan tampak selaras antara
gerakan tangan, kaki, dan badan saat begandai dengan irama yang dimainkan
pemusik. Hal ini menunjukkan bahwa keselarasan itu muncul akibat adanya
penghayatan estetis dari penari ketika mendengarkan alunan musik yang
dimainkan.
114
5.1.3 Fungsi Hiburan
Tradisi ini merupakan sarana hiburan bagi masyarakat Pekal termasuk
bagi pengantin dan keluarga kedua pengantin. Hal ini dapat dilihat dari setianya
mereka menikmati malam begandai tersebut sampai selesai, padahal acara ini
selesai tengah malam. Berarti tradisi Gandai memberikan rasa senang atau
bahagia bagi masyarakat Pekal yang membutuhkan.
Tradisi ini berkaitan erat dengan upacara perkawinan adat masyarakat
Pekal, walaupun tidak diwajibkan ada pada upacara perkawinan masyarakatnya.
5.1.4 Fungsi Komunikasi
Merriam mengatakan bahwa musik walaupun tanpa syair sebenarnya
telah dianggap mengkomunikasikan sesuatu. Sejalan dengan pendapat tersebut,
fungsi Gandai sebagai media komunikasi dapat dilihat ketika alat musik
pengiringnya yaitu sunai dimainkan bersama dengan edap pada saat malam
begandai di upacara perkawinan adat masyarakat Pekal dan acara lainnya. Dalam
hal ini, fungsi tradisi Gandai sebagai media komunikasi dapat dilihat secara
horizontal, yakni komunikasi antara sesama manusia. Bisa dilihat dari segi
penarinya yang harus bisa berkomunikasi yang baik dengan pemusik agar setiap
gerak dapat digerakkan dengan baik dan indah sesuai dengan musik yang
dimainkan.
Selain iu juga dapat dilihat antara masyarakat Pekal yang melihat tradisi
ini. Tradisi ini sebagai perantara bagi masyarakat Pekal yang menyaksikannya
untuk menyampaikan pesan-pesan kepada pengantin dan pengungkapan keluh
kesah lewat pantun.
115
5.1.5 Fungsi Reaksi Jasmani
Pada tradisi ini saat musik dimainkan, alunan musik itu tidak hanya
membuat penarinya menari namun masyarakat yang menyaksikannya pun ikut
bergerak mengikuti irama musik, baik falam keadaan duduk maupun ikut berdiri.
Dapat diartikan bahwa fungsi tradisi Gandai sebagai reaksi jasmani sejalan
dengan fungsinya sebagai pengungkapan emosional dan fungsinya sebagai
penghayatan estetis. Sebab reaksi jasmani muncul ketika adanya penghayatan
yang menghasilkan emosional, dan emosional itu pun kemudian diungkapkan
melalui reaksi jasmani. Sebagai wujud dari fungsi reaksi jasmani dapat kita lihat
apabila pemusik bermain dengan baik, maka penari akan sangat senang
menarikannya, begitu pula sebaliknya.
5.1.6 Fungsi yang Berkaitan dengan Norma Sosial
Disini tradisi Gandai mempunyai fungsi yang berkaitan dengan norma-
norma yang berlaku ada di masyarakat Pekal. Dapat dilihat dari syair-syair
pantun yang bukan hanya berisi tentang pesan-pesan atau keluh kesah tetapi juga
berisi tentang norma-norma yang berlaku di masyarakat, seperti contoh:
Baik-baik mengambik daun
Baik ngambik daun kecundang
Senang ati kamuy didusun
Enang akui tetap pemalang
116
Syair pantun diatas berisi tentang nasehat agar bergaul dengan sepantasnya bagi
para pemuda dan pemudi desa Pasar Ketahun. Masyarakat Pekal masih sangat
menjaga kehidupan mereka agar sejalan sesuai dengan norma-norma yang ada.
5.5.7 Fungsi Pengintegrasian Masyarakat
Tradisi ini jika dipertunjukan pada malam begandai dalam konteks
upacara perkawinan adat masyarakat Pekal dapat menimbulkan rasa kebersamaan
bagi semua yang terlibat. Dapat dilihat dari keluarga yang datang dari tempat
yang jauh. Mereka dapat melepaskan rindu dan merasakan kebersamaan dengan
berkumpul dengan keluarga mereka pada saat tradisi ini dipertunjukan. Begitu
pula antara penari dan pemusik dengan masyarakat yang hadir untuk menyaksikan
atau ikut serta terlibat. Orang-orang yang hadir dapat mengakrabkan diri dengan
pemilik acara pada malam beganda tersebut atau berkenalan dengan orang baru.
5.5.8 Fungsi Berdasarkan Teori Narawati dan Soedarsono
Menurut Narawati dan R.M. Soedarsono dalam Reny Yulyati (2013:22)
membedakan fungsi tari menjadi dua, yaitu (1) kategori fungsi tari yang besifat
primer, yang dibedakan menjadi tiga, yaitu: (a) fungsi tari sebagai sarana ritual,
(b) fungsi tari sebagai ungkapan pribadi, dan (c) fungsi tari sebagai presentasi
estetik, dan (2) kategori fungsi tari yang bersifat sekunder, yaitu lebih mengarah
pada aspek komersial atau sebagai lapangan mata.
Berdasarkan teori fungsi tari dari Narawati dan Soedarsono ini, maka
fungsi tradisi Gandai, mencakup baik itu fungsi primer dan juga fungsi sekunder.
Di dalam kegiatan tari ini terdapat fungsi ritual, ungkapan pribadi, estetik, dan
117
mata pencaharian. Di dalam aktivitas tradisi Gandai, maka fungsi tradisi ini jelas
sebagai sarana ritual, yang menjadi baagian penting dan diutamakan dalam setiap
upacara memeriahkan perkawinan dalam kebudayaan Pekal. Tradisi ini menjadi
bagian tidak terpisahkan dari serangkaian upacara Perkawinan adat masyarakat
Pekal. Selain itu di dalam tradisi ini juga terkandung fungsi presentasi estetik,
artinya melalui tradisi ini, setiap penari mengekspresikan keindahan gerakan-
gerakantari yang dipandang estetik menurut tata estetik Pekal, namun demikian
tradisi ini memiliki fungsi sekundernya yaitu sebagai sarana ekonomis atau mata
pencaharian. Walaupun bukan fungsi utama, di dalam setiap kegiatan Gandai
terdapat fungsi ekonomis, setiap penari atau pemusiknya mengharapkan imbalan
ekonomis.
Menurut pengamatan yang penulis lakukan selama ini, seorang penari
dalam rangka menarikan tradisi ini memerlukan dana yaitu untuk sanggul,
menyewa pakaian tari, perlengkapan tata rias, serta kebutuhan hidupnya. Selain
itu juga setiap penari tetap mengharapkan rezeki dari jasa ia menari di dalam
sebuah pesta perkawinan. Dengan demikian, fungsi tradisi Gandai dalam
kebudayaan masyarakat Pekal memang kompleks juga. Ini dapat ditelusuri
melalui kaitan tradisi ini dengan berbagai konteks sosial dan budaya, seperti,
religi, ekonomi, estetik, hiburan, sistem sosial, dan lain-lain.
5.2 Perubahan Tradisi Gandai dalam Kebudayaan Masyarakat Pekal
Seperti telah diuraikan pada bab I skripsi ini, jelas dikatakan bahwa tradisi
Gandai ini awalnya dipertunjukan pada acara pembukaan lahan baru atau pesta
panen. Masyarakat Pekal merasa bahwa tradisi ini merupakan bentuk rasa suka
118
cita mereka atas lahan yang akan di garap atau panen dari hasil kerja keras
mereka. Karena hanya dengan pertunjukan tradisi inilah masyarakat pekal dapat
berkumpul di balai desa sambil menghilangkan penat setelah bekerja. Pada saat
itu hanya tradisi inilah yang menjadi hiburan masyarakat Pekal, musik Organ
Tunggal belum ada.
Namun untuk dewasa ini tradisi ini sukar ditemukan pada acara buka lahan
(tanam) atau pesta panen. Hal ini dikarenakan sudah semakin sedikit warga yang
bercocok tanam. Sekarang mereka lebih banyak bekerja di perkebunan karet atau
sawit milik negeri ataupun swasta serta bekerja di instansi pemerintahanan
sebagai pegawai negeri sipil ataupun honorer. Bagi mereka yang memiliki lahan
sendiri, kebanyakan mengupahkan kepada orang lain untuk mengolahnya atau
menggunakan mesin yang dapat membantu. Hal itu juga dikarenakan adanya
sarana pendidikan. Para pemuda-pemudi dahulunya tidak memiliki kegiatan atau
menganggur sehingga mereka dapat berkumpul untuk menari di balai desa.
Namun sekarang mereka lebih banyak yang bersekolah sehingga waktu mereka
tersita untuk kegiatan belajar baik di sekolah maupun di rumah. Jadi waktu untuk
berkumpul sangat terbatas.
Masuknya hiburan musik Organ Tunggal pada tahun 1985 juga sebagai
salah satu penyebab tradisi ini tidak dipertunjukan pada pesta buka lahan atau
pesta panen lagi. Musik Organ Tunggal ini dibawa para transmigran dari pulau
Jawa ke Kecamatan Ketahun. Musik ini diterima sangat baik oleh masyarakat
Pekal karena dapat membuat masyarakat Pekal bernyanyi dan bergoyang.
Mungkin dikarenakan lagu yang disajikan merupakan lagu dangdut.
119
Tradisi ini sekarang banyak dipertunjukan pada upacara perkawinan adat
masyarakat Pekal, perpisahan sekolah, dan acara pengesahan lembaga lainnya.
Pada upacara perkawinan adatnya tradisi ini dipertunjukan pada malam begandai.
Sedangkan pada acara perpisahan sekolah merupakan cara pemerintah daerah
untuk tetap melestarikan kebudayaan ini.
Dari segi ragam gerak tradisi ini, juga mengalami perubahan. Dahulunya
yang terdiri dari 36 ragam gerak, sekarang hanya tinggal 26 ragam lagi. Menurut
bapak Zhamari A S Djamal, hal ini dikarenakan 10 ragam yang hilang tersebut
hanya diketahui oleh para orang-orang tua jaman dulu. Beliau juga menambahkan
bahwa generasi sekarang kurang begitu tertarik untuk mempelajarinya, hanya
segelintir saja.
120
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya
maka beberapa kesimpulan yang didapat oleh penulis adalah sebagai berikut.
Gandai merupakan salah satu tradisi yang ada pada masyarakat Pekal yang
sudah terintegrasi menjadi identitas mereka. Dimana gerakannya diambil dari
kehidupan sehari-hari yang ditarikan oleh empat atau lebih (dalam jumlah genap)
penari perempuan. Tradisi Gandai ini diiringi oleh alat musik satu bua edap dan
satu buah sunai.
Tradisi ini mengalami perubahan, dimana dulunya dipertunjukan pada
hari Kamis (malam) di balai desa. Tradisi ini dipertunjukan pada acara buka lahan
atau pesta panen. Namun sekarang sangat sulit dijumpai pada acara tersebut di
atas. Hal ini dikarenakan oleh tiga hal. Pertama karena semakin sedikitnya
masyarakat yang mengolah lahan sendiri untuk bercocok tanam palawija. Setelah
banyak perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan kelapa sawit atau karet,
masyarakat Pekal banyak yang bekerja di sana. Kedua karena semakin banyak
para generasi muda Pekal yang mengenyam pendidikan. Hal ini membuat waktu
mereka sangat terbatas untuk berkumpul, karena kegiatan belajar. Dan yang ketiga
dikarenakan masuknya kebudayaan dari pulau Jawa yaitu musik Organ Tunggal
yang sifatnya lebih semarak. Sehingga masyarakat Pekal lebih tertarik untuk
menyaksikan hiburan ini.
Sekarang ini tradisi ini dapat kita lihat pada acara perpisahan sekolah dan
upacara perkawinan adat masyarakat Pekal. pada acara perpisahan sekolah sendiri,
121
tradisi ini dipertunjukan agar tetap terjaga kelestariannya. Agar generasi muda
sekarang tidak lupa akan tradisi ini. Sedangkan pada upacara perkawinan adat
masyarakatnya, tradisi ini dipertunjukan pada malam begandai di atas pengujung
dan diiringi oleh edap dan sunai.
Untuk konten dari Gandai itu sendiri, pada awalnya tradisi ini memiliki
36 ragam gerak. Namun sekarang ini hanya tersisa 26 ragam gerak saja. Hal ini
dikarenanakan 10 ragam gerak lainnya sangat sukar untuk ditarikan dan hanya
orang-orang tua dulu yang mengetahuinya. Begitu pula dari segi pemain
musiknya. Dalam beberapa pertunjukan tampak yang memainkannya hanya
orang-orang yang usianya sudah tua. Tidak terlihat generasi muda yang
memainkannya. Dapat dikatakan bahwa proses transmisi tradisi ini tidak banyak
menyentuh generasi muda sekarang, hanya segelintir yang tertarik.
Walaupun telah terjadi perubahan terhadap konteks penyajian dan ragam
geraknya, tetapi pada motif gerak dan musik yang dimainkan tetaplah sama serta
mengalami kontinuitas. Terlihat walau sudah jarang dijumpai di acara buka lahan
atau pesta panen, masyarakat Pekal menampilkannya pada upacara perkawinan
adatnya. Disini peran sekolah besar dengan selalu menampilkan tradisi ini di acara
perpisahan sekolah, maka kemungkinan kontinuitas ini akan terus berlangsung
selalu dan tetap bertahan di masa-masa yang akan datang.
Dilihat dari segi fungsi, tradisi ini berfungsi sebagai pengungkapan
emosional, penghayatan estetika, hiburan, sarana komunikasi, reaksi jasmani,
yang berkaitan dengan norma sosial, dan sebagai pengintegrasian masyarakat
serta sebagai sarana matapencaharian.
122
6.2 Saran
Dari pembahasan dan beberapa kesimpulan yang telah diuraikan, ada
beberapa saran yang perlu dikemukakan, mengingat telah terjadi kontinuitas dan
perubahan dalam tradisi Gandai masyarakat Pekal di Kecamatan Ketahun.
Perubahan yang terjadi pada tradisi Gandai masyarakat Pekal di
Kecamatan Ketahun tidak sepenuhnya hilang. Masih ada 26 ragam gerak serta
musisi tradisional, dan konteks pertunjukannya (walaupun semakin berkurang)
ada dalam kebudayaan tradisional masyarakat Pekal.
Namun minat generasi muda Pekal akan tradisi ini sudah berkurang. Oleh
karena itu diperlukan peran seniman/musisi, pemerhati budaya, akademisi dan
pemerintahan Kabupaten Bengkulu Utara untuk mensosialisasikannya melalui
pertunjukan kesenian tradisi yang sering diadakan untuk membiasakan mereka
mengenalnya.
Penelitian ini merupakan tahap awal dan masih banyak memiliki
kekurangan serta perlu mendapatkan penyempurnaan. Penelitian ini hanyalah
sebahagian kecil permasalahan yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu
penulis menyarankan dan mengharapkan kepada siapa saja yang berminat untuk
melanjutkan penelitian ini untuk lebih mendalam lagi, sehingga dapat bermanfaat
bagi pengembangan Etnomusikologi dan sebagai dokumentasi data mengenai
kebudayaan musikal yang berkaitan dengan Pekal.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga tulisan ini dapat memberikan
kontribusi yang positif terhadap apresiasi budaya dan pengetahuan terhadap ilmu
pengetahuan secara umum dan bidang Etnomusikologi secara khusus.
123
DAFTAR PUSTAKA
Adshead, Janet. 1988. Dance Analysis: Theory and Practice. London. Dance Book.
Depdikbud. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Ginting, Seridah Rhita Gustina. 2011. Deskripsi Tari Lima Serangkai Pada Masyarakat Karo. Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi FS USU.
Green, Thomas A. 1997. Folklore: an Encyclopedia of Beliefs, Customs, Tales,
Music, and Art Volume 1. California: ABC-CLIO.
Haviland, William A; Prins, Harald E. L.; McBride. Bunny; and Walrath, Dana (2011). Cultural Anthropology: The Human Challenge (14th ed.). Belmont: Wadsworth, Cengange Learning.
Hutagalung, Flora. 2009. Analisis Pertunjukan Tari Piring Pada Upacara
Perkawinan Adat Masyarakat Minangkabau Di Kota Medan. Medan : Skripsi Sarjana Etnomusikologi FS USU.
Kamisa. 1997. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Kartika
Kaplan, David And Manners, Albert A. 1999. Teori Budaya. [Trans.] Landung Simatupang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Koentjaraningrat. 1982. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan ---------------------. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Kurath, Getrude Prokosch. 1986. Century of Dance Researc. Arizona: Cross Cultural Dance Research.
Maleong, J Lexy. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Marcward, Albert H. 1990. Et al. (eds) Webster Comprehensive Dictionary (Vol. 2). Chicago: Ferguson.
Merriam, Alan .P. 1995. ”Beberapa Defenisi tentang ‘Musikologi Komparatif’ dan‘Etnomusikologi’: Sebuah Pandangan Historis-Teoretis”. Dalam: Supanggah, Editor. Etnomusikologi (terjemahan). Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya. p. 40-55.
---------------------------. ( 1964 ), The Antropology of Music. North Western : University Press
124
Natalia, Desi Ari. 2008. Deskripsi Tari Guel Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Gayo di Kota Medan : Skripsi Sarjana Etnomusikologi FS USU.
Nettl, Bruno. 1964. Theory and Method in Etnomusicology. New York: The Pree Press
Netrirosa, Arifni. 2006. Etnomudikologi: Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Seni. Volume 1, No 3, Januari.
Netrirosa, Arifni. 2011. Etnomusikologi: Jurnal Ilmu Pengetahuan Seni. Nomor 12, Tahun 6. Medan: USU Press.
Sachs, Curt, 1937. World History of Dance. New York: W.W. Norton.
Sinar, Tengku Luckman. 1996. Pengantar Etnomusikologi dan Tarian Melayu. Medan: Perwira.
Smith, Jacqueline, 1985. Komposisi Tari. Terj. Ben Suharto. Yogyakarta: Ikalisti
Soedarsono. 1986. Pengantar Pengetahuan dan Komposisi Tari. Jakarta: Direktorat Kesenian.
Supanggah, Rahayu. 1990.
Yulyati, Reny. 2013. Hubungan Struktur Tari, Musik Iringan, dan Fungsi Tari Galombang yang Dipertunjukan Sanggar Tigo Sapilin pada Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Minangkabau di Kota Medan. Medan: Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Sumber Internet: http://gitadanceq.blogspot.com/search/label/kinesiologi http://id.wikipedia.org/ Bahasa_Pekal http://referensi.data.kemdikbud.go.id http://rejang-lebong.blogspot.com
125
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : Zhamari A.S Jamal
Usia : 61 Tahun
Peran : Budayawan Pekal
Pekerjaan : Wiraswasta
2. Nama : Makmur
Usia : 54 Tahun
Peran : Ketua BMA (Badan Musyawarah Adat)
Pekerjaan : Wiraswasta
3. Nama : Herman
Usia : 56 Tahun
Peran : Pemain Sunai
Pekerjaan : Buruh
4. Nama : Ali Bidin
Usia :79 Tahun
Peran : Pemain Edap
Pekerjaan : Petani
5. Nama : Ratna
Usia : 32 Tahun
Peran : Penari
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
6. Nama : Syuraiani
Usia : 35 Tahun
Peran : Penari
Pekerjaan : Guru