105
i TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ZAMAN HEIAN YANG TERCERMIN PADA TOKOH KAGUYA-HIME DALAM FILM KAGUYA HIME NO MONOGATARI KARYA ISAO TAKAHATA SKRIPSI Diajukan Kepada Universitas Brawijaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana OLEH: VITA TRI WIDYA NIM 135110201111069 PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG JURUSAN BAHASA DAN SASTRA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2017

TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

i

TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ZAMAN HEIAN YANG TERCERMIN PADA TOKOH KAGUYA-HIME DALAM FILM KAGUYA HIME NO

MONOGATARI KARYA ISAO TAKAHATA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Brawijaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Memperoleh Gelar Sarjana

OLEH: VITA TRI WIDYA

NIM 135110201111069

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG JURUSAN BAHASA DAN SASTRA

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2017

Page 2: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

ii

Page 3: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

iii

Page 4: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

iv

Page 5: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

v

2017

: mise en scene

mise en scene

Page 6: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

vi

ABSTRAK

Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh Kaguya-Hime Yang Tercermin Dalam Film Kaguya Hime Monogatari Karya Isao Takahata Skripsi, Jurusan Bahasa dan Sastra, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Brawijaya

Pembimbing : Renny Puji Hastuti

Kata Kunci : Aristokrat, Kecantikan, Mise en scene, dan Old historiscm

seni dan karya sastra berkembang pesat dan terciptalah budaya sendiri disebut kokufuu bunka. Pada zaman ini sistem pemerintahan menggunakan sistem foedalisme yaitu kekuasaan berada ditangan kaum aristokrat. Budaya, kesusastraan dan seni dikembangkan dan disebar oleh kaum aristokrat. Sehingga terciptalah budaya kecantikan dikalangan wanita aristokrat dan budaya ini mempengaruhi standar kecantikan seseorang. Seorang wanita harus mempelajari budaya-budaya kecantikan tersebut untuk memperoleh image sebagai seorang putri bangsawan sejati. Kecantikan tidak hanya sekedar penampilan fisik (outer beauty) namun didukung oleh kecantikan dari dalam (inner beauty). Penampilan fisik (outer beauty) mencakup make-up, gaya rambut dan gaya berpakaian. Sedangkan kecantikan dari dalam (inner beauty) mencakup pendidikan, seni dan correct manners.

Penelitian ini menggunakan objek berupa film animasi Jepang berjudul Kaguya Hime No Monogatari. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, desktiptif analisis dan studi kepustakaan. Teori yang yang menunjang penelitian ini adalah pendekatan old historiscm oleh Griffit, tokoh penokohan, dan mise en scene. Kemudian peneliti mencoba untuk menemukan seberapa relevan budaya kecantikan yang tercermin dalam film Kaguya Hime Monogatari dengan sejarah Jepang pada zaman Heian.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kecantikan wanita aristokrat Jepang pada tokoh Kaguya-Hime mencakup dua kriteria yaitu inner beauty dan outer beauty. Inner beauty mencakup kurokami, hikimayu, oshiroi, ohaguro dan juuni-hitoe. Dan outer beauty mencakup koto, kaligrafi dan correct manners.

Page 7: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur, hormat dan kemuliaan bagi Tuhan Yesus Kristus atas

Tradisi

Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh Kaguya-Hime Yang Tercermin

Dalam Film Kaguya Hime Monogatari Karya Isao Takahata

Penyusunan skripsi ini tidak akan penulis selesaikan dengan baik tanpa

adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan banyak

terima kasih kepada Renny Puji Hastuti, M.A. selaku dosen pembimbing yang telah

bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing selama proses penyusunan

skripsi, dan juga telah memberi saran dan masukan sehingga skripsi ini dapat disusun

dengan baik.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ni Made Savitri

Paramitha, S.S selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan koreksi secara

mendetail sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik.

Secara khusus penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ayah dan ibu,

bang Indra, bang Mada, kak Vina, dan kak Vika yang selalu menjadi motivasi penulis

untuk menyelesaikan skripsi ini, serta teman-teman yang selalu memberikan

semangat dari awal sampai skripsi ini dapat terselesaikan.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak serta untuk

penelitian-penelitian selanjutnya..

Malang, 2017

Penulis

Page 8: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................................. ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ iii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .................................................................... iv ABSTRAK (BAHASA JEPANG) ............................................................................ v ABSTRAK ................................................................................................................. vi KATA PENGANTAR ............................................................................................. vii DAFTAR ISI ........................................................................................................... viii DAFTAR TRANSLITERASI .................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 01

1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 01

1.2. Rumusan Masalah ................................................................................... 07

1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 08

1.4. Manfaat penelitian ................................................................................... 08

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 08

1.6. Definisi Istilah Kunci .............................................................................. 08

BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................................... 10

2.1. Landasan Teori ........................................................................................ 10

2.1.1. Pendekatan Historis ...................................................................... 10

2.1.2. Definisi Kecantikan ...................................................................... 12

2.1.3. Sejarah Jepang Zaman Heian ........................................................ .13

2.1.3.1. Awal Mula Zaman Heian ........................................................ 13

2.1.3.2. Aristokrat Jepang Zaman Heian .............................................. 16

2.1.3.3 Seni dan Budaya Kecantikan Wanita Zaman Heian ................ 17

2.1.4. Tokoh dan Penokohan .................................................................. 30

2.1.5. Mise en scene ................................................................................ 33

Page 9: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

ix

2.2. Penelitian Terdahulu ............................................................................... 38

BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................... 40

3.1. Jenis Penelitian ...................................................................................... 40

3.2. Sumber Data ......................................................................................... 41

3.3. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 42

3.4. Klasifikasi Data ...................................................................................... 43

3.5. Analisis Data ......................................................................................... 43

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Tokoh dan Penokohan dalam Film Kaguya Hime Monogatari ................... 45

4.1.1 Tokoh Utama ................................................................................. 45

4.1.2. Tokoh Tambahan .......................................................................... 50

4.2. Kecantikan Aristokrat Pada Tokoh Kaguya-Hime dan Tokoh Lainnya ...... 52

4.2.1 Outer Beauty .................................................................................. 53

4.2.2 Inner Beauty ................................................................................... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 83

5.2 Saran ............................................................................................................. 84

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 85

LAMPIRAN ................................................................................................................ 89

Page 10: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

x

DAFTAR TRANSLITERASI

( ) a ( ) i ( ) u ( ) e ( ) o ( ) ka ( ) ki ( ) ku ( ) ke ( ) ko ( ) sa ( ) shi ( ) su ( ) se ( ) so ( ) ta ( ) chi ( ) tsu ( ) te ( ) to ( ) na ( ) ni ( ) nu ( ) ne ( ) no ( ) ha ( ) hi ( ) fu ( ) he ( ) ho ( ) ma ( ) mi ( ) mu ( ) me ( ) mo ( ) ya ( ) yu ( ) yo ( ) ra ( ) ri ( ) ru ( ) re ( ) ro ( ) wa ( ) wo ( ) n ( ) ga ( ) gi ( ) gu ( ) ge ( ) go ( ) za ( ) ji ( ) zu ( ) ze ( ) zo ( ) da ( ) di ( ) du ( ) de ( ) do ( ) ba ( ) bi ( ) bu ( ) be ( ) bo ( ) pa ( ) pi ( ) pu ( ) pe ( ) po

( ) kya ( ) kyu ( ) kyo ( ) sha ( ) shu ( ) sho ( ) cha ( ) chu ( ) cho ( ) nya ( ) nyu ( ) nyo ( ) hya ( ) hyu ( ) hyo ( ) mya ( ) myu ( ) myo ( ) rya ( ) ryu ( ) gyo ( ) ja ( ) ju ( ) jo ( ) bya ( ) byu ( ) byo ( ) pya ( ) pyu ( ) pyo

kecil menggandakan konsonan berikutnya, misalnya: pp/tt/kk/ss

Bunyi panjang a ; i ; u ; e ; o Partikel wa Partikel wo Tanda pemanjangan vokal ( ) mengikuti vokal terakhir aa; ii; uu; ee; oo

Page 11: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1 Kaguya Hime ............................................................................... 45 Gambar 4.2 Pengrajin meminta upah ............................................................... 46 Gambar 4.3 Kaguya meletakkan keranjang makanan ...................................... 48 Gambar 4.4 Lady Sagami ................................................................................. 50 Gambar 4.5 Lady Sagami menyerahkan kertas lamaran .................................. 50 Gambar 4.6 Hikimayu ..................................................................................... 53 Gambar 4.7 Setelah Hikimayu ........................................................................ 53 Gambar 4.8 Proses melukis alis Butterfly ........................................................ 55 Gambar 4.9 Proses Ohaguro ............................................................................ 56 Gambar 4.10 Kaguya Hime bersama pembantunya ........................................ 59 Gambar 4.11 Tokoh Miyatsuko dan istrinya ................................................... 59 Gambar 4.12 Oshiroi pada tokoh Lady Sagami ............................................... 59 Gambar 4.13 Kaguya Hime kembali ke bulan ................................................. 61 Gambar 4.14 Istri Miyatsuko menyisir rambut Kaguya-Hime ........................ 61 Gambar 4.15 Lady Sagami sedang menginstruksikan ..................................... 62 Gambar 4.16 Perempuan pekerja .................................................................... 63 Gambar 4.17 Upacara kedewasaan .................................................................. 64 Gambar 4.18 Lady Sagami mengajari Kaguya-Hime memainkan Koto ......... 67 Gambar 4.19 Kaguya-Hime menunjukkan kemampuan koto dihadapan

Inbe no Akita ............................................................................. 68 Gambar 4.20 Isonokami, Otomo, Abe, Kuramochi dan Ishitsukuri sedang

membicarakan Kaguya-Hime ................................................... 71 Gambar 4.21 Kaguya-Hime berlatih kaligrafi ................................................. 74 Gambar 4.22 Kaguya-Hime sedang menulis .................................................. 74 Gambar 4.23 Kaguya-Hime berlari-lari di rumah ............................................ 76 Gambar 4.24 Lady Sagami sedang menginstruksikan etika berdiri, berjalan

dan mengambil barang ............................................................... 78 Gambar 4.25 Kaguya Hime memberi hormat kepada ayahnya Miyatsuko ..... 79 Gambar 4.26 Kaguya Hime memberi hormat kepada Inbe no Akita ............... 80

Page 12: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Sinopsis Film Kaguya Hime No Monogatari......................................89 2. Curriculum Vitae ................................................................................92 3. Berita acara bimbingan .......................................................................94

Page 13: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Zaman Heian ( ) berlangsung selama 390 tahun, dimulai dari tahun

794 ketika kaisar Kammu memindahkan ibukota dari Heijou-kyou ke Nagaoka-

kyou dan berakhir di Heian-

pemerintah Keshogunan Kamakura pada tahun 1185 seperti jelaskan dalam

History Alive! The Medieval World and Beyond bagian Heian-kyo - The Heart of

Golden Age karya Bower (1994 : 229). Pada zaman ini Jepang menganut sistem

feodalisme, yaitu pemerintahan yang dipimpin oleh kaum aristokrat. Kaum

aristokrat sebagai pemegang kekuasaan politik istana kekaisaran dan penyebar

kebudayaan Jepang. Jepang mulai melepaskan diri dari pengaruh budaya Cina,

dan mengembangkan budaya mereka sendiri.

Pada zaman ini sistem kepercayaan, struktur sosial, bahasa dan kesusastraan

(prosa, puisi/pantun dan nyanyian) serta seni budaya dan kecantikan berkembang

pesat. Masyarakat Jepang mengurangi pengaruh budaya yang sangat kuat dari

benua Asia, mengembangkan budaya sendiri, dan memperoleh identitas nasional.

Akibat akulturasi ini terciptalah budaya baru sebagai karakteristik asli masyarakat

Jepang yang disebut Kokufuu Bunka ( ).

Sistem Feodalisme tidak hanya berdampak pada pergerakan politik

pemerintahan, melainkan bidang seni dan kesusastraan. Perkembangan

Page 14: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

2

kesusastraan pada masa ini lebih didominasi oleh para aristokrat sehingga disebut

sebagai kesusastraan bangsawan. Oleh karena pesatnya perkembangan budaya dan

karya sastra pada zaman ini, sehingga disebut sebagai The Golden Age atau

Zaman Keemasan.

Masyarakat pada zaman Heian menjunjung tinggi nilai beauty (kecantikan),

elegance (keanggunan), dan correct manners menurut Bower (1994 : 233). Ketiga

hal ini dijadikan sebagai tolak ukur status sosial dan bagus tidaknya taste

seseorang. Selain ketiga hal tersebut masyarakat pada zaman ini harus terlihat

bagus dan paham akan keindahan alam, puisi dan seni. Oleh karena itu, baik pria

maupun wanita merawat diri dan mengasah kemampuan seni mereka.

Kecantikan wanita Jepang zaman Heian menurut Bower (1994 : 233) adalah

memanjangkan rambut dan mencat hitam (kurokami ), mewarnai bibir

(kurenai), memutihkan wajah (oshiroi ), menghitamkan gigi (ohaguro

), dan mencukur alis serta melukisnya kembali (hikimayu ). Selain

penampilan diatas, juga dipengaruhi oleh pemilihan warna dan jenis pakaian,

kemampuan memainkan alat musik, menulis kaligrafi, menyanyi, literature dan

karya seni lainnya. Hal ini sangat penting untuk dikuasai karena menunjukkan

selera, sensibilitas seni dan status sosial pemakainya.

Menurut Novitalista Syata dalam Sari (2009:04) memaparkan kriteria-

kriteria kecantikan sebagai berikut ini : Kriteria-kriteria kecantikan tidaklah sama

di berbagai belahan dunia. Kriteria kecantikan tersebut membuat wanita terlihat

menarik di mata pria.

Page 15: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

3

Seperti yang dilansir oleh media elektronik www.Top10Magz.com

mengungkapkan kecantikan wanita di berbagai dunia. inga

memiliki telinga panjang yang menjuntai hingga ke leher. Tradisi menindik

telinga ini dilakukan dengan menggunakan anting logam atau emas yang

jumlahnya terus menerus ditambah hingga membuat telinga memanjang.

Penambahan anting ini dilakukan tiap satu tahun sekali, untuk mengetahui berapa

usia wanita suku Dayak cukup dengan menghitung berapa banyak anting yang

menghiasi telinganya. Tidak hanya menunjukkan usia, tetapi sebagai identitas diri

dan lambang keturunan bangsawan. Strata sosial akan semakin terangkat seiring

banyak emas dan panjangnya telinga mereka.

Di Mauritania, Afrika. Wanita dengan tubuh gemuk adalah standar ideal

bagi pria Mauritania. Remaja wanita diminta untuk makan makanan dengan porsi

yang banyak, tradisi ini disebut sebagai Leblouh. Dalam kebudayaan mereka,

wanita gemuk adalah simbol kelas dan status yang tinggi dan menunjukkan

kecantikan seorang wanita. Bagi wanita yang tidak mengikuti tradisi tersebut akan

mendapat sanksi sosial. Karena kecantikan termasuk bagian dari norma dan nilai

sosial budaya.

Oleh karena itu, definisi kecantikan beragam, beda perspektif beda makna.

Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu perbedaan negara, bangsa, suku,

kebudayaan manusia, era dan preferensi setiap individu serta tidak terlepas dari

perkembangan zaman. Hal ini diungkapkan oleh Knight Dunlap melalui Kevin

Page 16: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

4

Alfred Storm dalam American Dissident Voices ( 2 Oktober, 2004) menyatakan

bahwa :

ng bervariasi dan berbeda antara ras yang satu dengan yang lain, sehingga konsep kecantikan tidak dapat dibandingkan. Kecantikan itu sendiri di ibaratkan sebagai sebuah mitos dan legenda. Berbagai kisah tentang wanita yang cantik dan feminisme banyak diabadikan dalam berbagai bentuk disekitar kita. Tidak ada definisi pasti

Kecantikan wanita zaman Heian tergambar dalam folklor Jepang berjudul

Taketori Monogatari. Folklor berasal dari dua kata yaitu Folk dan Lore. Folk

sama artinya dengan kolektif (collectivity)/kesatuan masyarakat dan Lore adalah

tradisi folk, yaitu sebagai kebudayaan yang diwarisakan secara turun-temurun

secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai gerak isyarat atau alat bantu

pengingat.

Folklor Jepang menurut Danandjaja (1997:37) adalah sebagian dari

kebudayaan Jepang yang tersebar dan diwariskan turun-temurun di antara kolektif

macam apa saja, secara tradisional, dalam versi berbeda, baik dalam bentuk lisan

maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat, atau dengan alat pengingat

(mnemonic device). Menurut Jan Harold Brunvand dalam Danandjaja (1997:37)

Folklore mempunyai beberapa bentuk (form/genre). Semua bentuk-bentuk itu

selanjutnya dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar : 1) folklor lisan

(verbal folklor), 2) folklor sebagian lisan (party verbal folklor), 3) folklor bukan

lisan (non verbal folklor).

Folklor lisan yaitu ujaran rakyat, ungkapan tradisional, pertanyaan

tradisional (teka-teki), puisi rakyat, cerita prosa rakyat (mite, legenda dan

dongeng), dan nyanyian rakyat. Folklor sebagian lisan yaitu religi (agama dan

Page 17: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

5

kepercayaan rakyat), permainan rakyat, teater rakyat, tari rakyat, adat-istiadat,

upacara, pesta rakyat, dan lain-lain. Folkor bukan lisan yaitu materiil dan yang

bukan materiil. Bentuk-bentuk folklor materiil yaitu arsitektur rakyat, seni kriya,

pakaian dan perhiasan tubuh rakyat, makanan dan minuman rakyat, dan obat-

obatan tradisional; sedangkan yang tergolong bukan materiil yaitu gerak isyarat

tradisional (gesture) dan musik tradisional (Danandjaja, 1997:38).

Taketori Monogatari termasuk bentuk folklor kelompok besar

pertama yaitu cerita prosa rakyat mite. Menurut KBBI (2008:962) mite (mitos)

adalah cerita yang mempunyai latar belakang sejarah, dipercayai oleh masyarakat

sebagai cerita yang benar-benar terjadi, dianggap suci, banyak mengandung hal-

hal yang ajaib, dan umumnya ditokohi oleh dewa. Taketori Monogatari berkisah

tentang tokoh bernama Kaguya yang tumbuh dari benih bambu dan diasuh oleh

sepasang suami istri yang tengah lanjut usia, yang dapat bertumbuh kembang

dalam beberapa bulan. Karena kecantikan dan keanggunannya dia diperebutkan

oleh 5 orang putra raja. Cerita ini pun diadaptasi dalam bentuk film animasi di

Studio Gibli tahun 2013 oleh sutradara bernama Isao Takahata dengan judul

Kaguya Hime No Monogatari atau The Tale of the Princess Kaguya.

Menurut N. Katherine Hayles (2008), seorang tokoh kritik sastra

genre,

namun terbagi menjadi tiga kelompok yaitu sastra lisan, sastra tulisan, dan sastra

. Sastra lisan adalah suatu bentuk karya sastra yang disampaikan secara

lisan dari mulut ke mulut. Sastra tulisan adalah suatu bentuk karya sastra yang

Page 18: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

6

disampaikan dalam bentuk tulisan. Sastra elektronik adalah karya sastra yang

tercipta lewat dunia digital, sehingga film merupakan sastra elektronik.

Film menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008:410), yaitu lakon (cerita)

gambar hidup, yang berarti film adalah suatu bentuk cerita yang berupa gambar

hidup yang tercipta lewat dunia digital. Menurut Arsyad (2014), Film merupakan

gambar-gambar yang terdapat di dalam frame, di mana frame demi frame

diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis, sehingga pada layar,

gambar itu terlihat hidup. Unsur intrinsik yang terkandung dalam sastra lisan dan

tulisan sama dengan yang ada dalam sastra elektronik. Namun yang membedakan

adalah sarana penyampaiannya. Sarana utama penyampaian film adalah visual

yaitu dengan gambar bergerak dan dialog sebagai sarana pendamping untuk

mengantarkan pemirsa kedalam imaginasi pengarang, sehingga sebuah karya

sastra dapat dinikmati secara lebih hidup.

Cerita film animasi Kaguya Hime No Monogatari

tidak mendapat banyak modifikasi dari cerita asalnya, hanya saja mendapat

tambahan visual tentang kecantikan wanita aristokrat Jepang pada zaman Heian.

Secara garis besar film animasi Kaguya Hime No Monogatari menceritakan

tentang Kaguya-Hime yang berasal dari benih bambu dan diasuh oleh Sanuki no

Miyatsuko (penebang pohon). Kaguya-Hime pada awalnya hidup sebagai wanita

biasa di desa, berubah menjadi wanita bangsawan pada masa remajanya.

Kecantikan Kaguya-Hime sebagai wanita bangsawan membuat dia diperebutkan

oleh pangeran bahkan kaisar. Selama masa transisi menjadi seorang bangsawan,

Kaguya Hime harus mengikuti standar kecantikan wanita bangsawan pada masa

Page 19: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

7

itu. Dalam film ini digambarkan kecantikan wanita aristokrat Jepang. Seperti

hikimayu, oshiroi, ohaguro, dan kurokami, serta kemampuan memainkan alat

music koto, menulis shodou (kaligrafi), gaya berpakaian, tata cara berbicara,

bahkan gerak tubuh. Hal ini sebagai representasi wanita bangsawan yang

berperilaku, berpendidikan dan elegan.

Alasan peneliti tertarik untuk mengangkat topik ini sebagai bahan skripsi

adalah untuk memaparkan bagaimana gambaran kecantikan seorang wanita

aristokrat Jepang pada zaman Heian melalui tokoh utama Kaguya-Hime dan

tokoh tambahan lainnya. Tidak hanya sekedar memaparkan, peneliti juga

membandingkan budaya kecantikan yang tergambar dalam film animasi Kaguya

Hime No Monogatari dengan tradisi kecantikan pada sejarah Jepang pada zaman

Heian agar tidak terjadi asimetris dengan menggunakan teori old historiscm, mise

en scene dan tokoh penokohan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan

masalah penelitian ini adalah bagaimana tradisi kecantikan wanita aristokrat

Jepang pada zaman Heian yang tercermin pada tokoh Kaguya-Hime dalam film

animasi Kaguya Hime no Monogatari karya Isao Takahata dilihat dari teori old

historicism?

Page 20: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

8

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan di bagian sebelumnya,

maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja tradisi

kecantikan wanita aristokrat Jepang pada zaman Heian yang tercermin pada tokoh

Kaguya-Hime dalam film animasi Kaguya Hime no Monogatari karya Isao

Takahata dilihat dari teori old historiscm.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah supaya pembaca dapat

mengetahui seperti apa kecantikan wanita kaum aristrokrat pada zaman Heian dan

menambah wawasan pembaca akan sejarah Jepang khususnya zaman Heian.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Untuk membatasi ruang lingkup penelitian, maka peneliti berfokus untuk

meneliti kecantikan wanita kaum aristokrat yang tercermin pada tokoh Kaguya-

Hime dan menemukan relevansi antara data primer dengan data sekunder.

1.6 Definisi Istilah Kunci

a. Aristokrat : Penganut cita-cita kenegaraan yang berpendapat bahwa

negara harus diperintahkan oleh kaum bangsawan (orang kaya dan orang-

orang yang tinggi martabatnya; orang dari golongan bangsawan; ningrat),

oleh KBBI (2008:90).

Page 21: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

9

b. Kecantikan : Kecantikan adalah keelokan (wajah; muka), kemolekan oleh

KBBI (2008:260).

c. Mise en scene : Segala hal yang terletak di depan camera yang akan

diambil gambarnya dalam sebuah produksi film (Pratista 2008:61).

d. Old Historiscm : Pendekatan yang memandang semua fakta sejarah

merupakan sarana untuk memperjelas ide, sindiran, bahasa dan detail

dalam literatur (Griffith, 2011:38).

Page 22: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Pendekatan Historis

Sejarah adalah sebagai ilmu hidup dalam dunia realitas dan sejarah

berfungsi merekonstruksi relatis tersebut. Sementara sastra adalah seni hidup

dalam dunia imajinasi dan sastra berfungsi mengekspresikan imajinasi tersebut

(Kuntowijoyo, 2004:17). Sejarah dan sastra adalah dua hal yang berbeda. Sejarah

memiliki erat kaitannya dengan fakta sementara sastra erat kaitannya dengan

imajinasi, sehingga sulit untuk menemukan keserasian antara keduanya. Namun

Kuntowijoyo mengatakan bahwa perbedaan antara sejarah dan sastra akan

membuat keduanya saling melengkapi. Hal ini sesuai dengan yang diungkapan

i dua raga

-33) dikutip

dari tulisan Kuntowijoyo.

Pendekatan historis dalam karya sastra merupakan sebuah proses yang

meliputi pengumpulan dan penafsiran gejala, peristiwa, ataupun gagasan yang

timbul di masa lampau, untuk menemukan generalisasi yang berguna untuk

memahami kenyataan-kenyataan sejarah, bahkan juga berguna untuk memahami

situasi sekarang dan meramalkan perkembangan yang akan datang (Surakhmad,

1964 :132. Pendekatan historis memiliki sebuah tujuan dalam penggunaanya

Page 23: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

11

dalam menganalisis sebuah karya sastra. Tujuannya adalah membuat rekonstruksi

masa lampau secara objektif dan sistematis dengan mengumpulkan, mengevaluasi,

serta menjelaskan bukti-bukti untuk mendapatkan fakta dan menarik kesimpulan

secara tepat (Nazir 2003:48). Pendekatan historis menggunakan bukti sejarah

yang nyata terjadi untuk menganalisis data dan membuktikan data tersebut benar

terjadi di masa lampau.

Pendekatan historis dibagi menjadi dua yaitu pendekatan historis lama dan

baru. Pendekatan sejarah lama memandang semua fakta sejarah yang merupakan

sarana untuk memperjelas sebuah ide, sindiran, bahasa dan detail dalam literatur.

Pendekatan old historicim (sejarah lama) berfungsi untuk mencari kebenaran

sejarah yang ada pada karya sastra yang relevan dengan sejarah asli yang terjadi di

dunia nyata. Pendekatan historis lama sangat cocok digunakan dalam meneliti

karya sastra, khususnya karya sastra yang memiliki unsur sejarah di dalamnya,

karena pendekatan historis lama menggunakan fakta sejarah tentang self-

interpreting dari tokoh sebagai sarana memperjelas sebuah karya sastra.

Sedangkan pendekaan historis baru lebih menggambarkan suatu kritik dari sistem

yang diterapkan dalam sebuah tatanan sosial. Dalam hal ini pendekatan baru

menonjolkan suatu analisis tentang suatu keadaan yang diintepretasikan dengan

logika empiris dan fakta. (Griffith, 2011:173)

Peneliti menggunakan pendekatan historis lama karena dalam film Kaguya

Hime No Monogatari interpretasi dari seorang tokoh yang bernama Kaguya telah

digambarkan secara rinci. Oleh karena itu peneliti akan menggunakan pendekatan

ini untuk menganalisis kecantikan wanita aristokrat Jepang pada tokoh Kaguya-

Page 24: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

12

Hime yang tercermin dalam film Kaguya Hime No Monogatari. Serta peneliti

akan membandingkan cerminan wanita aristokrat pada tokoh Kaguya dengan

sejarah Jepang zaman Heian. Dengan tujuan peneliti akan menemukan suatu

relevansi antara sebuah karya sastra dengan fakta sejarah.

2.1.2. Definisi Kecantikan

Menurut KBBI (2008:260), adalah keelokan (wajah; muka), kemolekan.

Kecantikan berawal dari bahasa Latin, bellus, yang pada saat itu diperuntukkan

bagi para perempuan dan anak-anak.

definisi cantik adalah :

s a pleasing combination of qualities in a person or object, a particular grace or excellence a beautiful person, esp a woman, good

Terjemahan : Cantik adalah gabungan yang menyenangkan dari sifat, mutu kualitas dari seseorang atau objek, keanggunan atau khusus, hingga para wanita tampak lebih bagus.

Menurut Ashad Kusuma Djaya, (2007: x), bahwa kecantikan adalah total,

mencakup ukuran-ukuran tubuh (fisik), dan mental atau kepribadian (inner

beauty) dengan ukuran standar pula, sehingga secara keseluruhan melahirkan

kecantikan sejati. Kecantikan akan berkurang artinya jika perempuan tidak

memiliki kecantikan dari dalam hatinya, yang biasanya disebut dengan inner

beauty (Mellania 2006 : 29).

Page 25: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

13

Sehingga kecantikan sejatinya terdiri dari dua macam yaitu, kecantikan dari

dalam (Inner Beauty) dan kecantikan dari luar (Outer Beauty). Outer beauty atau

kecantikan dari luar memang dapat direfleksikan dengan bentuk wajah yang ayu,

cantik, dan enak dilihat. Outer Beauty (keelokan yang ada di luar), yaitu daya

tarik fisik yang meliputi faktor fisik, seperti kesehatan, kemudaan, simetri wajah,

struktur kulit serta penampilan berbusana. Sedangkan inner beauty meliputi

faktor-faktor psikologis seperti kepribadian (personality), kecerdasan, keanggunan,

kesopanan, kharisma, dan kesesuaian

2.1.3. Sejarah Jepang Zaman Heian

2.1.5.1 Awal Mula Zaman Heian

Pembagian zaman di Jepang terdiri atas empat kelompok yaitu, zaman

purba, zaman pertengahan, zaman modern, dan masa kini. Zaman purba terdiri

atas zaman Batu tua, Jomon, Yayoi, Kofun, Asuka, Nara, dan Heian. Zaman

Pertengahan terdiri atas, zaman Kamakura, Muromachi, dan Azuchi Momoyama.

Zaman modern yaitu zaman Edo. Zaman Modern dan masa kini terdiri atas zaman

Meiji, Taisho, Showa dan zaman Heisei.

Heian adalah zaman klasik Jepang disebut juga sebagai

(794-1185) adalah zaman dimana kekuatan kekaisaran berada di puncaknya dan

budaya Jepang tersebar dan berkembang kedalam bentuk yang unik sehingga

terciptalah budaya sendiri. Zaman Heian merupakan akhir dari zaman Nara yang

diidentik dengan masuknya kebudayan Cina, perebutan kekuasaan antara anggota

Page 26: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

14

keluarga kekaisaran, biksu dan bangsawan serta kekacauan sistem pemerintahan

ritsuryou (sistem pertanahan).

Pada akhir abad ke VII Kaisar Kammu (kaisar Jepang ke-50)

memindahkan ibukota Jepang dari Nara ke Nagaoka, hal ini dipicu oleh

kekhawatiran akan pengaruh politik pendeta Buddha di dalam batas kota Nara.

Namun pemindahan ibukota ini tidak berjalan dengan baik, karena beberapa

faktor seperti persaingan politik, pengeluaran yang besar atas pembangunan,

adanya korupsi, anggota keluarga yang terserang penyakit, dan bencana alam.

Dalam waktu kurang dari sepuluh tahun ibukota Nagaoka ditinggalkan dan

dipindah lagi ke sebuah desa kecil di utara dinamakan Heian-kyou (sekarang

Kyouto). Dalam bahasa Jepang Kyou Heian

sehingga Heian-

ibukota jauh dari peristiwa buruk. Peristiwa ini dianggap sebagai tanda awal mula

Jepang zaman Heian.

Zaman Heian menggunakan sistem ritsuryou (pertanahan). Dalam sistem

ritsuryou, Kaisar (Tenno) adalah penguasa administrasi pemerintahan tertinggi

(Situmorang, 2006:13). Dalam administrasi pemerintahan ini kaisar merupakan

gelar tertinggi di Jepang namun tidak memiliki kekuatan terhadap wilayah,

melainkan mengandalkan birokrasi pejabat lokal yang bekerja sama dengan

panglima perang dan kuil Budhis setempat. Hal ini sesuai dengan pendapat Masao

Kitami (2005:xiii) yaitu, kekuasaan kaisar sebenarnya hanya sebatas

menganugerahkan gelar resmi, terutama gelar Shogun (jenderal).

Page 27: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

15

Pemerintah pusat menunjuk gubernur ke masing-masing lebih dari lima

puluh provinsi, dan gubernur ini menggunakan tokoh-tokoh lokal untuk

mengumpulkan pajak dan melakukan perintah. Saudara-saudara kaisar menjadi

bangsawan. Para bangsawan kerabat tenno ini bertugas melaksanakan pekerjaan

birokrasi di istana maupun di daerah. Akibat sistem ritsuryou tanah pribadi

( ) menjadi semakin bertambah.

Sebagian besar masyarakat Jepang bekerja di bidang pertanian, dan seiring

berjalannya periode Heian, banyak dari mereka menjadi pekerja di perkebunan

tanah pribadi ( . Perkebunan ini merupakan badan hukum yang kompleks,

secara bertahap dibebaskan dari pengawasan langsung pemerintah pusat dan

pemungutan pajak. Sebaliknya, bangsawan yang berkuasa di ibukota memiliki

kepentingan formal di perkebunan ini (seperti memiliki saham di perusahaan).

Pada zaman ini, kaum aristokrat menikmati kebudayaan ala Cina (Tofu), kaum

aristokrat juga menjadi pemimpin politik dan budaya, sehingga kekuatan terbesar

istana kekaisaran bergeser dan digantikan oleh keluarga bangsawan. Kaum

bangsawan yang paling berpengaruh pada masa ini adalah klan Fujiwara

shi ( keluarga Fujiwara ). Memasuki akhir abad ke-9, dinasti Tang mulai goyah,

pengiriman utusan resmi ke Cina pun dihentikan sehingga pengaruh dari daratan

Cina semakin berkurang, dan hal ini memunculkan kebudayaan baru khas

Jepang (kokufu bungaku).

Secara garis besar ada empat kelompok besar yang memegang kekuasaan

politik selama periode Heian. Pertama adalah kaisar dan keluarga kekaisaran,

Page 28: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

16

kedua dalah kaum aristokrat, ketiga adalah pejabat yang kurang penting dan

pejabat kecil.

2.1.5.3 Aristokratik Jepang Zaman Heian

Masyarakat aristokrat Heian terobsesi akan ranking dan status formal.

Definisi dasar bangsawan adalah orang yang memegang jabatan

pengadilan/kekaisaran. Apa yang menentukan peringkat seseorang bukanlah jasa

atau kemampuan sebenarnya, melainkan peringkat turunan dari orang tua atau

kerabat yang telah dipegang/dipertahankan. Dengan kata lain rank sebagian besar

atas turun temurun. Selanjutnya, peringkat seseorang menentukan posisi dalam

pemerintah. Bagi laki-laki dan perempuan, peringkat adalah penentu utama

kekayaan dan peluang sosial.

Anggota bangsawan Pengadilan Tinggi/ High Court Nobility (peringkat

tiga besar) berasal dari cabang-cabang junior keluarga kekaisaran dan dari

keluarga besar yang telah memegang gelar klan (kabane) dalam pra-reformasi.

Rangking Keempat dan Kelima ditarik dari anggota asli mereka terutama dari

klan-klan yang lebih rendah di wilayah Yamato dan dari beberapa keluarga asing

terkemuka yang telah berimigrasi ke Jepang selama dua abad sebelumnya;

Peringkat yang tersisa termasuk kepala klan kecil, terutama di provinsi, Morris

(1994 : 79)

Kehidupan sehari-hari individu hampir keseluruhannya ditentukan

berasarkan peringkat sosial seperti, jenis pakaian yang dipakai seseorang (dalam

berbagai situasi), jenis kereta yang bisa digunakan, ukuran dan lokasi tempat

Page 29: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

17

tinggal seseorang, ketinggian gatepost, bahkan jumlah lipatan kipas seseorang

merupakan fungsi peringkat/rank. Peringkat juga mempengaruhi detail interaksi

manusia.

2.1.5.4 Seni dan Budaya Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang

Menurut sejarawan George Sansom (1963 :178)

"The most striking feature of the aristocratic society of the Heian capital was its aesthetic quality. It is true that it was a society composed of a small number of especially favoured people, but it is none the less remarkable that, even in its emptiest follies, it was moved by considerations of refinement and governed by a rule of taste." Terjemahan : Hal yang paling mencolok dari masyarakat aristokrat ibukota Heian adalah kualitas estetik. Benar, bahwa masyarakat ini terdiri dari sejumlah kecil orang yang sangat disukai, tetapi tidak ada yang lebih luar biasa, bahkan dengan kebodohan terberat, hal itu digerakkan oleh penyempurnaan dan diatur oleh aturan akan selera.

Aristokrat Jepang sangat menghargai beauty, elegance, dan fashion di

sosial kehidupan Heian. Kesempurnaan estetika adalah peraturan utama perilaku

aristokrat. Menegosiasikan peraturan ini dengan keterampilan merupakan

tantangan utama bagi seorang aristokrat untuk mencapai reputasi yang baik.

Aristokrat Heian membuat kultus kecantikan sendiri. Contohnya dari segi outer

beauty, bangsawan Heian menganggap gigi putih itu jelek, terutama untuk wanita.

Namun dalam situasi budaya yang berbeda hal ini mungkin dianggap jelek.

Baik pria maupun wanita menghargai sosok bulat dan gemuk. Wajah yang

bulat dan bengkak, mata kecil dan kulit putih berbedak merupakan kecantikan

yang ideal. Seorang aristokrat dengan kulit gelap, baik pria maupun wanita, harus

sering mengaplikasikan riasan agar tampil lebih pucat. Bahkan sebagian besar

Page 30: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

18

perwira militer militer, yang banyak di antaranya adalah bangsawan sipil tanpa

latihan militer sama sekali tidak akan berani tampil di depan publik pada acara-

acara formal tanpa makeup.

Selain penampilan fisik diatas correct manners juga sangat penting, seperti

tata cara berjalan, berbicara, dan makan. Semua aristokrat wajib memainkan

musik, dan penampilan artistik. Tulisan tangan seseorang juga sangat penting.

Karir ada dan hilang dipengaruhi oleh kualitas tulisan seseorang.

Hal ini diungkapkan oleh Morris (1994 : 195) tentang pentingnya tulisan tangan:

"A fine hand was probably the most important single mark of a 'good' person, and it came close to being regarded as a moral virtue." Terjemahan : Tulis tangan yang bagus mungkin hal yang paling penting dalam menggambarkan

Sehingga peneliti membagi tiga unsur yang mempengaruhi kecantikan yaitu

dari segi pendidikan dan seni, kecantikan, dan gaya berpakaian.

1. Kecantikan (Make-up)

a. Ohaguro ( )

Ohaguro ( ) merupakan budaya menghitamkan gigi yang

dipopulerkan oleh kaum perempuan aristokrat pada zaman Heian, yang

kemudian diikuti oleh kaum lelaki aristokrat (kuge/ ) dan para

ksatria golongan atas (buke/ ) yang sering berinteraksi dengan

kaum aristokrat di ibu kota. Ohaguro pada kaum perempuan aristokrat

(kuge ) dilakukan sebagai bentuk representasi kedewasaan dan

tanda seorang wanita telah menikah. Mereka mulai menghitamkan

Page 31: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

19

giginya setelah melalui upacara mogi ( ) yaitu pengikatan mo

(sejenis rok-celemek yang dikaitkan di belakang pinggang untuk

menjaga rambut penggunanya tidak berantakan dan tidak langsung

menyentuh lantai) dikenakan bersama uwagi (jubah). Upacara

mogi dilakukan setelah perempuan yang bersangkutan sudah

mengalami menstruasi pertama. Selain sebagai bentuk kedewasaan,

Ohaguro sebagai pelengkap Oshiroi selama era Heian. Ohaguro

dilakukan karena gigi mereka yang berwarna putih alami akan terlihat

kuning apabila dibandingkan dengan kulit wajah mereka yang telah

diputihkan dengan bedak tepung beras (o-shiroi ) sehingga

kontras warna gigi yang hitam akan terlihat menarik dan sepadan

dengan rambut hitam kelam. Oleh karena itu, gigi yang dicat hitam

untuk menciptakan ilusi seperti satu senyuman luas tanpa

menunjukkan satu gigi pun. Namun ilusi ini lebih efektif bila dilihat

dari kejauhan.

Selain menutupi warna kuning pada gigi. Secara medis Ohaguro

berfungsi untuk menutupi gigi yang busuk, penuaan gigi menguning,

membuat gigi kuat, membantu untuk melindungi gigi terhadap rongga

dan periodontitis serta menjaga kesehatan gusi dan mengurangi

peluang sakit gigi karena sisa makanan yang menempel di mulut akan

secara otomatis dibersihkan saat yang bersangkutan menghitamkan

giginya. Pewarna ini tidak permanen, jadi Ohaguro harus diulang

setiap hari.

Page 32: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

20

Menurut Mitford dalam Chamerlain (1980) mendeskripsikan

praktek ohaguro sebagai berikut :

The liquid is then painted on to the teeth by means of a soft feather brush, with more powdered gall-nuts and iron, and after several

often depict women brushing on the concoction. Terjemahan :

Cairan tersebut kemudian dilukisan pada gigi dengan menggunakan sikat dari bulu halus. Dengan bubuk besi dan empedu gallnuts (ekskresi tanaman yang dihasilkan saat iritan dilepaskan oleh larva serangga empedu seperti pada keluarga Cynipidae, tawon empedu) yang lebih banyak dan setelah beberapa kali melakukannya, maka warna yang diinginkan akan diperoleh. Ukiyoe (gaya seni Jepang pada abad 17-19) sering menggambarkan wanita menyikat giginya dengan ramuan tersebut. Foo, Samantha. (2010). The Beauty Trap, mengungkapkan bahwa :

Japanese women during the Heian era (794-1185) practiced ohaguro, the act of blackening their teeth, with a concoction of powdered iron fillings and water or vinegar. Hattab, Qudeimat and Al-Rimawi (1999) believe the practice of ohaguro was done to not just prevent oral decay but also to signify the women had come of age or to artfully hide their mouth expressions. Ai, Ishikawa and Seino (1965, cited by Hattab et. al, 1999) provide scientific evidence that ohaguro-treated teeth are resistant against demineralization of the enamel. Terjemahan :

Wanita-wanita di Jepang dalam era Heian (794-1185) mempraktekan Ohaguro (penghitaman gigi) dengan cara menambal gigi mereka dengan campuran bubuk besi dan air atau cuka. Hattab, Qudeimat dagb Al-Rimawi(1999) meyakini bahwa Ohaguro dilakukan tidak hanya untuk menghindari kerusakan gigi namun juga untuk menandakan bahwa seorang wanita telah dewasa atau untuk menyembunyikan ekspresi mulut mereka. Ai, Ishikawa dan Seiro (1965, yang dikutip oleh Hattab dan penulis lainnya 1999) memberikan alasan ilmiah bahwasanya merawat gigi dengan cara Ohaguro dapat mencegah lapisan luar gigi dari demineralisasi (tidak kropos,kuat).

Page 33: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

21

-

tahun 2003 menjelaskan representasi ohaguro :

ninth century the style again became voguish with ladies, and girls were initiated after puberty. Some male courtiers also resumed the practice, and by the twelfth century the custom was again widespread with men at court. Boys also blacked their teeth after puberty. Terjemahan :

Dengan melalui kemegahan dan kesempurnaan istana Heian, sekitar abad ke 9 gaya penampilan menjadi populer di kalangan wanita, dan para gadis mulai dipersiapkan setelah pubertas. Beberapa pria istana juga melanjutkan praktek tersebut, dan di abad 12 adat tersebut disebarluaskan kembali oleh para pria di istana. Anak laki-laki pun menghitamkan giginya setelah pubertas. Forai dalam Diaconu (2014 : 257) :

The ohaguro practice, going back thousands of years, since prehistorical Japan, was originally done mainly by the members of the imperial family and by aristocrats. Terjemahan :

Ohaguro, pada ratusan tahun yang lalu saat zaman prasejarah Jepang, awalnya dilakukan oleh anggota keluarga kekaisaran dan para aristokrat

b. Hikimayu ( )

Hikimayu adalah praktek kecantikan dengan mencabut bulu alis

dan menggambarnya kembali seperti alis di jidat. Pada masa Jepang

pre-modern. Hikimayu pertama kali muncul pada abad ke-8,

kekaisaran Jepang mengadop kostum dan gaya China. Alasan diduga

dilaksanakannya praktek Hikimayu adalah untuk memudahkan peng-

aplikasian Oshiroi. Wanita mulai menggunakan pakaian yang ekstrim

detailnya, melukis wajah mereka lebih tebal, dan melukis alis mereka

Page 34: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

22

di dahi. Tinta yang digunakan untuk melukis alis disebut haizumi.

Dalam Jurnal Cidesco Internasional Link berjudul Artistic Flair yang

mengungkapkan bahwa :

Hikimayu was the process of shaving or plucking your

drawn high up on the forehead using black ink. One of the thoughts behind this is that with no eyebrows it was easier for the women to paint their faces white and the higher eyebrows balanced their faces and complemented their dark hair. Terjemahan :

Hikimayu merupakan proses mencukur atau mencabut alis dan melukis kembali agak keatas mendekati dahi berbentuk sabit

yang melatar belakangi adalah dengan tidak adanya alis memudahkan wanita untuk melukis wajah mereka dan alis yang tinggi menyeimbangkan wajah dan menyempurnakan rambut hitam mereka. Kyo dan Selden dalam Shao (2016:104) :

Hikimayu, also called dot eyebrows, is a eyebrow makeup style among aristocratic women in Japan, it has been a popular fashion style to show high status in Japan during Heian Period, in its later years, even men did hikimayu [Kyo and Selden 2012]. This

as deity, prince, aristocracy, general, etc., which are highly respected by people.

Terjemahan :

Hikimayu yang juga disebut alis titik adalah gaya merias alis di kalangan wanita aristokrat di Jepang. Gaya merias ini telah menjadi populer untuk menunjukan status yang tinggi di Jepang pada periode Heian. Di tahun-tahun berikutnya para pria bahkan juga melakukan Hikimayu (Kyo dan Selden, 2012). Gaya merias alis Hikimayu ini bertujuan untuk menunjukan karakter yang berstatus tinggi seperti dewa, pangeran, aristokrat, jendral, dan sebagainya yang mana orang-orang tersebut sangat dihormati.

Page 35: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

23

c. Oshiroi ( )

Tipikal kecantikan wanita Jepang zaman Hein adalah pouty

mouth, mata kecil/sipit, hidung kecil, dan pipi bulat seperti buah apel.

Wanita biasanya menggunakan bubuk beras untuk melukis putih wajah

dan leher mereka. Wanita aristokrat Jepang mulai melukis wajah

mereka dengan bubuk putih dan mewarnai bibir mereka berwarna

merah (kurenai).

Bower ( 1994 : 233) yang mengungkapkan bahwa :

For women, makeup was also important. Women used white face powder to make themselves look very pale. Over the chalky powder, a Heian women put touches of red on her cheeks. Then she painted on a small red mouth. She also plucked out her eyebrows and painted on a set in just the right spot on forehead. Terjemahan :

Bagi wanita, tata rias juga penting. Wanita biasanya menggunakan tepung putih untuk membuat mereka terlihat pucat. Setelah bubuk putih, seorang wanita Heian juga memberi sentuhan merah ke pipinya. Kemudian melukis kecil bibir berwarna merah. Dia juga mencabut alisnya dan melukisnya kembali tepat di atas dahi. Frazee A Charles (1997 : 293) menjelaskan bahwa oshiroi juga

dilakukan oleh pria pada zaman Heian.

Fashion experts dictated the costume of the people. Men wore

man put white powder on their faces. Women shaved off their eyebrows and then painted others on, much larger and higher on the forehead; they allowed their hair to grow as long as possible. One aspect of Heian beauty seems very strange. People thought having white teeth was vulgar, so they painted them black. Terjemahan:

Pakar busana mengatur pakaian masyarakat. Pria mengenakan jangut pendek dan topi yang menyerupai kepala burung puyuh. Baik wanita maupun pria, menggunakan bubuk putih di wajahnya. Wanita mencukur alisnya dan menggambarnya lagi dengan lebih besar dan

Page 36: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

24

tinggi sampai ke dahi, mereka diperbolehkan memanjangkan rambut mereka sepanjang-panjangnya. Aspek kecantikan zaman Heian terlihat aneh, mereka berpikir memiliki gigi putih adalah hal yang vulgar, maka mereka menghitamkannya. Russel (2008 : 42) yang menyatakan bahwa :

The Japanese practice of oshiroi (cosmetic skin whitening) originated among the court elite of the Nara (710 794) and Heian Periods (794 1185) in imitation of the Chinese aristocracy, though among the elites of both societies, skin color served as a symbolic marker of class not racial difference. Terjemahan :

Praktek oshiroi (memutihkan kulit) berasal dari antara kalangan elit istana zaman Nara (710-795) dan periode Heian (794-1185) dalam tiruan kebangsawanan Cina, baik dikalangan elit kedua masyarakat, warna kulit diperlakukan sebagai simbol penanda kelas sosial, bukan perbedaan rasial.

d. Kurokami ( )

Kurokami adalah rambut hitam yang panjang, lurus, tebal dan

berkilau. Rambut merupakan aset sosial yang hebat, sehingga memiliki

rambut yang panajng dianggap cantik dan dikagumi baik oleh kaum

adam maupun hawa. Wanita kekaisaran di zaman Heian

menumbuhkan rambut mereka sepanjang mungkin. Mereka

memanjangkan, meluruskan rambut dan membiarkannya terurai di

punggung. Fashion ini sebagai awal reaksi menentang budaya fashion

yang sebelumnya diimpor dari China, yang sebelumnya bergaya lebih

pendek, dikucir atau buns/rambut kelinci.

Page 37: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

25

colors of her robes were carefully coordinated and perfumed. Her hair swept behind her as she walked, being five or six inches longer than

-in waiting were attired in bombycine jackets with trains decorated with traditional wave and shell patterns, tastefully avoiding a fashion faux-pas while still maintaining a

consort, and loved to visit her in her wing of the palace. (hal 218-220).

Terjemahan :

Soshi berjalan dengan aura kedewasaan dan kehormatan. Warna pada jubahnya diatur dengan sangat hati-hati dan diberi wewanian. Rambutnya terseret di belakang sembaridiaberjalan, sekitar lima atau enam inci

dan dengan kereta ala tradisional berpola krang, sangat bercita rasa dan menghindari gaya busana yang bertentangan dengan norma namun tetap mempertahankan keunikan kecantikannya. Kaisar Ichijou sanga gembira dengan istri barunya, dan ingin bertemu dengannya untuk berada disisinya.

Bowen ( 1994 : 233) :

For women, long hair was an important beauty feature, Ideally, a row longer than she was tall.

Terjemahan :

Bagi wanita, rambut panjang merupakan kecantikan yang utama, ideal, rambut seorang wanita panjangnya melebihi tinggi badan.

2. Gaya Berpakaian

a. Pakaian Jyuunihitoe (jubah 12 lapis)

Jyuunihitoe adalah jenis pakaian kerajaan yang dikenakan

oleh wanita di era Heian. Jyuunihitoe merupakan pakaian lengkap

yang teridiri dari lapisan kimono sutra berwarna yang dikenakan di

atas jubah putih sutra dan ditutup dengan mantel. Lapisan warna

terlihat di lengan dan leher dan hal itu sangat penting, mereka

Page 38: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

26

mencerminkan musim dan indikasi selera wanita, gaya dan

peringkat. Sistem warna ini disebut Kasane no Irome.

Menurut Morris (1994) Juuni-hitoe adalah :

The juni-hitoe embodied many of the most important values in Heian Japan. The painstakingly selected colors of the many layers symbolized elements from the natural world, such as the natural beauty of the maple tree or the iris. Each color scheme was only to be worn during the appropriate season or special occasion, such as certain festivals. To wear the a color out of season, or even to get the color wrong for one of your layers, was to invite mockery from other women and brought embarrassment on the woman who erred. Terjemahan :

Juni hitoe membelokkan sebagian besar nilai-nilai penting di zaman Heian. Banyaknya lapisan warna yang susah payah dipilih melambangkan elemen alam, seperti keindahan alami dari pohon maple atau iris. Tiap tema warna hanya dapat dikenakan pada musim yang sesuai atau jabatan khusus, seperti festival resmi. Mengenakan warna tidak pada musimnya, atau bahkan memilih warna yang salah pada salah satu lapisan saja, langsung mengundang ejekan dari wanita lainnya dan sangat memalukan bagi wanita yang keliru tersebut. Menurut Sugino (2002) Juuni-hitoe adalah :

Karaginu-formal robes, commonly referred to as juni-hitoe. The

-(kasane no irome) made visible at the bottom of the costume, at the collar, and at the armholes by the progressive shift of each layer. Terjemahan :

Karaginu-mo merupakan istilah yang lebih akurat untuk jubah formal wanita bangsawan, umumnya disebut dengan juni-hitoe. Karakteristik dari juni-hitoe terletak dari tumpukan warna-warna (Kasane no irome) yang dibuat terlihat (transparan) pada bagian bawah kostum, pada bagian kerah, dan bagian lingkar lengan dengan perubahan tiap lapisan.

Page 39: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

27

b. Aksesoris

Aksesori penting yang digunakan oleh wanita istana adalah

kipas yang rumit, yang bisa diikat oleh tali saat dilipat. Kipas

berfungsi tidak hanya untuk mendinginkan, melainkan sebagai alat

komunikasi yang penting. Karena seorang wanita tidak diizinkan

untuk berbicara tatap muka dengan pria luar, dia bisa memegang

lengan bajunya atau menggunakan kipasnya yang terbuka untuk

melindungi dirinya dari tatapan lawan bicara. Selain itu jumlah

lipatan kipas juga sebagai lambang peringkat sosial baik wanita

maupun pria.

3. Pendidikan dan Seni

Pendidikan di kalangan wanita aristokrat adalah prioritas.

Pendidikan mencakup kemampuan dalam memainkan alat musik seperti

koto, samisen, kemampuan menulis (kaligrafi), melukis dan menyusun

puisi. Kebanyakan wanita fasih dalam alat musik. Improvisasi dan

pembacaan puisi juga sangat penting sebagai media komunikasi yang

diharapkan. Keeleganan seorang wanita ditentukan oleh kemampuan

dalam mengutip ayat yang sempurna dalam setiap kesempatan. Jika hal ini

dikuasai dapat memberi peluang seorang wanita untuk menjadi permaisuri.

LaMarre, Thomas (2000) yaitu :

The style of playing of music, too, is used as a key to the personality of the player. It is not unusual in Genji for a male character to

ct of this part of Heian

Page 40: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

28

court culture is not the use of poetry or music as a medium for courtship; these arts have been used to woo the opposite sex for centuries. It is rather

in the novel.

Terjemahan : Gaya bermain musik pun digunakan sebagai kunci untuk melihat

kepribadian si pemain. Tidak biasanya di dalam Genji karakter pria mendengar beberapa not panjang yang dimainkan pada koto dan

menarik dalam budaya istana zaman Heian bukanlah mengenai penggunaan puisi dan musik sebagai media untuk menjalin hubungan asmara, seni tersebut digunakan kepada lawan jenis selama berabad-abad. Hal tersebut lebih kepada penilaian tersirat kepada pribadi karakter lainnya yang terjadi secara berulang-ulang dalam novel. Lloyd Botway (2013:2) :

Tsurayuki makes little distinction between poetry and music; they

feeling. By the time Murasaki Shikibu writing, the high value placed on poetry and music as arts essential to the refined aristocrat was well-established .

ry, calligraphy, and music are found everywhere throughout Genji novel. To be considered cultured and refined, a person associated with the court had to cultivated and, if possible, excel in all three. Terjemahan :

Ki no Tsurayuki, seorang penulis puisi terkenal mengganggap musik dan puisi hampir sama. Puisi dan Musik sama-sama lagu, sama-sama curahan perasaan. Pada saat Murasaki menulis novelnya (novel Genji, 11th century, zaman Heian), puisi dan musik dianggap sebagai hal yang bernilai tinggi sebagai seni penting untuk para aristokrat yang beradab.

yang berbudaya dan beradab, seseorang dalam lingkungan ibukota Heian harus berlatih salah satu keterampilan menulis puisi atau kaligrafi atau menguasai alat musik, dan apabila memungkinkan ketiganya (Lloyd Botway, 2013: 3).

Page 41: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

29

Poetry and letter writing abilities could make or break an

including even that of one goverment official using the medium to criticize another official for not reporting to his post. The ideas alone that were represented in a poem or letter were not enough. Calligraphy or writing ability was also important in determining

mirror to the soul. Letter writing was an art form that combined a number of aesthetic element including the excellence of the poem or prose, the appereance of wrintten characters, the quality of the paper, and even its perfumed scent or the blossom or spring that enclosed with the letter. Terjemahan :

Kemampuan menulis surat dan puisi dapat membuat reputasi bangsawan menjadi naik atau sebaliknya merusak. Puisi atau sajak digunakan untuk berbagai macam fungsi bahkan sebuah lembaga pemerintahan menggunakan media tersebut untuk mengkritik lembaga lain yang tidak disebutkan dalam catatannya. Ide yang dipresentasikan melalui puisi atau surat itu sendiri tidaklah cukup. Kaligrafi atau kemampuan menulis juga sangat penting dalam menentukan reputasi semenjak kualitas visual tulisan seseorang dianggap sebagai cerminan jiwanya. Menulis surat adalah suatu bentuk seni yang menggabungkan beberapa elemen keindahan termasuk kemahiran dalam berpuisi atau prosa, penampilan huruf, kualitas kertas, bahkan wewangian dengan aroma musim semi atau musim panas yang ditambahkan pada surat.

Morris (1994 : 195) :

There was much more to the rule of taste and the cult of beauty than one's physical appearance. All aspects of behavior were opportunities for the display of taste or the lack thereof. Walking, talking, eating, playing music and, of course, all aristocrats and more were all opportunities for artistic display. Most important of all was a person's handwriting. Careers were made and lost over the quality of one's writing. Love affairs began and ended similarly. As Morris points out regarding the importance of handwriting, "A fine hand was probably the most important single mark of a 'good' person, and it came close to being regarded as a moral virtue." Terjemahan :

Terdapat lebih banyak aturan dan budaya kecantikan daripada sekedar penampilan fisik. Segala aspek perangai adalah kesempatan untuk menampilkan cita rasa atau ketiadaan. Berjalan, berbicara, makan,

Page 42: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

30

bermain musik, dan tentu saja semua segala aspek kebangsawanan itu merupakan kesempatan untuk menampilkan sisi artistik. Lebih daripada itu yang terpenting adalah tulisan tangan seseorang. Karier akan diraih ataupun hilang berdasarkan kualitas tulisan tangan. Demikian pula hubungan percintaan dimulai dan berakhir. Sebagaimana Morris

mungkin merupakan satu-satunya tanda penting dari orang baik, dan itu

Bower (1994 : 233) :

Heian society prized beauty, elegance, and fashion. To be described as yoki (good). people had to come from an imponant family. They also had to look nice and be sensitive to beauty in nature, poetry, and art. Individuals were judged by how good their taste was. The ability to recognize beauty was valued over qualities like generosity and honesty.

Terjemahan :

Masyarakat Heian sangat menghargai kecantikan, keanggunan, dan gaya berpakaian. Untuk menjadi baik, orang-orang harus berasal dari keluarga penting. Mereka juga harus terlihat bagus dan sensitif akan keindahan alam, puisi dan seni. Setiap individu dinilai melalui seberapa bagus selera mereka. Kemampuan untuk mengetahui kecantikan dinilai atas kualitas seperti kedermawanan dan kejujuran.

2.1.6 Tokoh Penokohan

Suatu karya sastra terdiri dari dua unsur, yaitu unsur intrinsik (unsur formal

di dalam karya sastra) dan unsur ekstrinsik (unsur di luar karya sastra). Di dalam

suatu karya sastra sering dipergunakan istilah seperti penokohan. Penokohan

sering disamakan dengan istilah karakterisasi. Hal tersebut dimaksudkan bahwa

dengan adanya penokohan akan muncul suatu karakter atau watak dari tokoh atau

pelaku dalam karya sastra. Menurut Stones dalam Nurgiyantoro (2010:165)

penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang

ditampilkan dalam sebuah cerita.

Page 43: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

31

Penggunaan istilah karakter tersendiri juga memiliki dua penafsiran yang

berbeda. Pertama karakter sebagai tokoh-tokoh yang ditampilkan. Kedua adalah

sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral. Dengan

demikian, karakter dapat berarti pelaku cerita dan dapat pula berarti perwatakan

Nurgiyanto (2010:165).

Tokoh menurut Abrams dikutip dari Nurgiyanto (2010:165) adalah orang-

orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama. Pebedaan tokoh

menurut Nurgiyantoro dibagi menjadi 5 bagian, yaitu :

1. Tokoh utama dan tokoh tambahan

Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah

cerita, ada tokoh yang perlu ditampilkan terus-menerus mendominasi

sebagian besar cerita (tokoh utama), dan sebaliknya ada tokoh yang

hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, itu pun dalam

porsi penceritaan yang relatif pendek (tokoh tambahan) Nurgiyantoro

(2000:176).

2. Tokoh protagonis dan tokoh antagonis

Jika dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan menjadi

protagonis dan antagonis. Tokoh protagonis menurut Altenberd dan

Lewis dalam Nurgiyantoro (2010:178) adalah tokoh yang kita kagumi,

yang salah satu jenisnya disebut hero. Tokoh merupakan

pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita.

Sementara tokoh antagonis adalah kebalikan dari protagonis.

Page 44: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

32

3. Tokoh sederhana atau tokoh bulat

Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam

tokoh sederhana atau tokoh bulat. Tokoh sederhana Nurgiyantoro

(2010:181) dalam bentuknya yang asli adalah tokoh yang hanya memiliki

satu kualitas pribadi tertentu. Berbeda dengan tokoh sederhana, tokoh

bulat Nurgiyantoro (2010:183) memiliki dan diungkap berbagai

kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadiannya dan jati dirinya.

4. Tokoh statis dan tokoh berkembang

Berdasarkan berkembang tidaknya perwatakan tokoh, dapat dibedakan

menjadi tokoh statis dan berkembang. Tokoh statis menurut Altenberd

dan Lewis dalam Nugiyantoro (2010:188) adalah tokoh yang secara

esensial tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan

sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi. Sementara tokoh

berkembang Nurgiyanto (2010:188) adalah tokoh yang mengalami

perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan

dan perubahan peristiwa dan plot yang dikisahkan.

5. Tokoh tipikal dan tokoh netral

Berdasarkan kemungkinan percerminan tokoh cerita dapat dibedakan

menjadi tokoh tipikal dan tokoh netral. Tokoh tipikal Altenberd dan

Lewis dalam Nurgiyantoro (2010:190) adalah tokoh yang hanya sedikit

ditampilkan keadaan individualitasnya, dan lebih banyak ditonjolkan

kualitasnya pekerjaan atau kebangsaannya. Tokoh netral menurut

Nurgiyantoro (2010:191) adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi

Page 45: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

33

cerita itu sendiri. Ia benar-benar merupakan tokoh imajiner yang hanya

hidup bereksistensi dalam dunia fiksi. Ia hadir (atau dihadirkan) semata-

mata demi cerita, atau bahkan sebenarnya empunya cerita, pelaku cerita,

dan yang diceritakan.

2.1.7 Mise en Scene

Menurut Pratista (2008:61), Mise en scene adalah segala hal yang terletak di

depan camera yang akan diambil gambarnya dalam sebuah produksi film. Mise

en Scene

Terdapat beberapa aspek utama dalam Mise en scene, antara lain :

1. Setting

Menurut Pratista (2008:62), setting

segala pro

mungkin dengan konteks ceritanya. Fungsi utama setting adalah petunjuk

ruang dan waktu untuk memberikan informasi yang kuat dalam

mendukung cerita film dan juga mampu untuk membangun mood sesuai

tujuan cerita. Menurut Pratista setting dibagi menjadi tiga (2008:63-66),

yaitu: Set Studio, Shot on location, Set Virtual

2. Kostum

Menurut Pratista (2008:71), kostum adalah segala sesuatu yang

dikenakan pemain bersama seluruh aksesorisnya seperti topi, perhiasan,

Page 46: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

34

jam tangan, kacamata, sepatu, tongkat, dan sebagainya. Beberapa fungsi

kostum menurut Pratista (2008:71-72) antara lain :

a. Penunjuk ruang dan waktu

Kostum adalah aspek yang paling mudah untuk menentukan

periode/waktu serta wilayah/ruang.

b. Penunjuk status sosial

Kostum juga dapat menentukan kelas atau status sosial para pelaku

cerita.

c. Petunjuk kepribadian pelaku

Berfungsi untuk memberikan gambaran umum tentang karakter atau

kepribadian dari pelaku cerita.

d. Image (citra)

Kostum dijadikan sebagai image pelaku cerita.

e. Tata Rias

Wajah digunakan karena pemain tidak seperti yang diharapkan

dalam cerita fiksinya.

3. Pencahayaan

Tanpa cahaya sebuah film tidak akan terwujud. Menurut Pratista

(2008:75-78), tata cahaya dalam film dapat dikelompokkan menjadi

empat unsur. Keempat unsur tersebut adalah :

a. Kualitas pencahayaan

Kualitas cahaya merujuk pada besar kecilnya intensitas pencahayaan.

Cahaya yang terang akan lebih menghasilkan bentuk objek serta

Page 47: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

35

bayangan yang jelas. Cahaya lembut lebih menyebarkan cahaya

sehingga menghasilakan bayangan yang tipis.

b. Arah pencahayaan

Arah pencahayaan dibagi menjadi lima, yaitu :

i. Frontal linghting : cenderung menghapus bayangan dan menegaskan

bentuk sebuah objek.

ii. Side lightning : cenderung menampilkan bayangan ke arah samping

tubuh karakter atau bayangan pada wajah.

iii. Back lightning : mampu menampilkan bentuk siluet sebuah objek atau

karakter jika dikombinasi dengan cahaya lain.

iv. Under lightning : biasanya ditempatkan di bagian depan bawah

karakter dan biasanya pada wajah.

v. Top lightning : pada umumnya digunakan untuk mempertegas sebuah

benda atau karakter.

c. Sumber cahaya

Sumber cahaya merujuk pada karakter, sumber pencahayaan buatan dan

natural seperti apa adanya dari lokasi setting.

d. Warna cahaya

Warna cahaya merujuk pada penggunaan warna dari sumber cahaya.

Umumnya, warna cahaya natural hanya terbatas pada putih dan kuning

muda. Tetapi dengan menggunakan filter, kita dapat menghasilkan warna

tertentu sesuai keinginan.

Page 48: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

36

e. Rancangan tata lampu terdiri dari dua yaitu :

i. High key lightning adalah suatu teknik tata cahaya yang

menciptakan batas yang tipis antara gelap dan terang.

ii. Low key lightning adalah suatu teknik tata cahaya yang

menciptakan batasan yang tegas antara gelap dan terang.

4. Pemain serta pergerakannya

Unsur terpenting dari aspek mise en scene adalah mengontrol pemain dan

pergerakannya dimana karakter merupakan pelaku cerita yang memotivasi naratif

dan selalu bergerak dalam melakukan aksi.

Menurut Pratista (2008:29-30) seorang sineas tidak hanya sekedar merekam

sebuah adegan semata namun, juga harus mengontrol dan mengatur bagaimana

adegan tersebut diambil seperti, jarak, ketinggian, sudut, lama pengambilan, dan

sebagainya.

Terdapat tujuh jenis dimensi jarak kamera terhadap objek, antara lain :

1. ELS (Extra Long Shot)

Dikenal juga sebagai Extra Long Shot atau Very Long Shot yaitu teknik

pengambilan gambar mencakup area yang sangat luas dengan maksud

untuk mengikut-sertakan objek dan kondisi disekitar subjek utama ke

dalam frame

2. LS (Long Shot)

Pada teknik ini pengambilan gambar hanya menggunakan area yang cukup

dan pas untuk memperlihatkan seluruh tubuh subjek tanpa terpotong oleh

frame

Page 49: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

37

3. MLS (Medium Long Shot)

Shot yang menyajikan bidang pandangan lebih dekat dari pada long Shot,

obyek manusia biasanya ditampilkan dari atas lutut sampai di atas kepala

4. MS (Medium Shot)

Pada teknik ini area pengambilan gambar sedikit lebih sempit dari teknik

medium long shot di atas yaitu dimulai dari batas pinggang sampai atas

kepala. Latar belakang masih sebanding dengan obyek utama.

5. MCU (Middle Close Up)

Shot sangat dekat, obyek diperlihatkan dari bagian dada sampai atas

kepala. MCU paling sering digunakan dalam televisi.

6. CU (Close Up)

Teknik pengambilan gambar close up mengambil area yang jauh lebih

sempit yaitu batas sedikit dibawah bahu sampai batas kepala. Tujuannya

untuk menceritakan secara detail ekspresi dan mimik dari wajah seseorang.

7. BCU (Big Close Up)

Teknik pengambilan gambar ini akan mengambil area yang lebih sempit

lagi dari teknik close up standar di atas. Batas area yaitu sedikit dibawah

dagu sampai di atas dahi (batas kepala). Pada dasarnya tujuan teknik ini

sama dengan teknik close up, hanya saja lebih mendetailkan ekspresi dan

mimik wajah seseorang.

8. ECU (Extreme Close Up)

Sedangkan teknik pengambilan gambar ini hanya mengekspose bagian

tertentu saja pada wajah. Umumnya teknik ini digunakan untuk

Page 50: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

38

menampilkan bagian yang dianggap menarik dari wajah seseorang seperti

hanya menampilkan bagian mata, hidung dan bibir.

2.2 Penelitian Terdahulu

Umar Abdurrozak, Universitas Brawijaya, Fakultas Ilmu Budaya, dengan

Jiobanni no Shima Karya Sutradara

lima fakta sejarah yaitu, seranga udara oleh Amerika terhadap Nemuro pada Juli

1945, pengumuman menyerahnya Jepang dalam Perang Dunia II oleh Kaisar

Hirohito pada 15 Agustus 1945 melalui radio, keberadaan profesi nelayan di

Pulau Shikotan pada tahun 1945, serangan oleh Soviet terhadap Pulau Shikotan

pada 1 September 1945, dan pengusiran warga Pulau Shikotan pada tahun 1947.

Persamaanya adalah menggunakan pendekatan historis, menggunakan karya

sastra film sebagai objek penelitian. Film ini menggunakan metode kualitaf, dan .

Perbedaannya adalah mengungkapkan fakta sejarah Perang Dunia Ke II

dalam Film Jiobanni no Shima Karya Sutradara Mizuho Nishikubo. Sedang

penelitian penulis tidak sekedar mencari relevansi kecantikan wanita aristokrat

yang tercermin pada tokoh Kaguya Hime dengan data sekunder yaitu data yang

berhubungan dengan sejarah Jepang zaman Heian.

Nur Rochman, Universitas Diponegoro, Fakultas Ilmu Budaya, dengan

Kaguya Hime No

Monogatari

adalah dua faktor penyebab konflik tokoh Kaguya yaitu, faktor internal dan

Page 51: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

39

eksternal. Faktor internal yaitu, karakter yang bertentangan antara tokoh utama

Kaguya dengan tokoh bawan Sanuki no Miyatsuko (ayah Kaguya). Tokoh kaguya

memiliki karakter dermawan, hormat dan patuh pada orangtua, serta memiliki

perasaan yang sensitif. Sedangkan tokoh Sanuki no Miyatsuki memiliki karakter

temperamental, egois dan tidak peka, serta tegas. Sehingga hal ini menimbulkan

konflik. Dan faktor eksternalnya adalah keadaan lingkungan yang mendoktrinasi

tentang konsep kebahagiaan dan adat istiadat dalam keluarga bangsawan yang

tidak sesuai dengan karakter tokoh Kaguya.

Persamaannya adalah menjadikan film animasi Kaguya Hime No

Monogatari sebagai sumber data primer dengan menggunakan metode studi

kepustakaan. Perbedaannya ialah Nur Rochman meneliti konflik yang dialami

oleh tokoh Kaguya dengan aturan adat yang berlaku di lingkungan sekitarnya dan

konflik batin atas pemaksaan pernikahan, perasaan terhadap diri sendiri dan

konflik harus kembali ke bulan. Nur menggunakan teori psikoanalisis dengan

menggunakan prinsip id, ego dan superego oleh Sigmund Freud, dan

menggunakan metode karakterisasi telaah fiksi. Sedangkan penelitian ini adalah

kecantikan dengan menggunakan tokoh utama Kaguya-Hime dan tokoh tambahan

lainnya dengan menggunakan pendektan old historiscm, mise en scene, dan tokoh

penokohan.

Page 52: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

40

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisis dan memaparkan

kecantikan wanita aristokrat Jepang. Untuk itu, penulis menggunakan metode

kualitatif dengan teknik deskriptif analisis dan metode studi pustaka. Ratna

(2013:47) mengatakan metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data

alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya. Tujuan dari

penelitian kualitatif ini adalah mengungkap fakta, keadaan, fenomena, variabel

dan keadaan yang terjadi saat penelitian berjalan dan menyuguhkan apa adanya.

Metode deskriptif analisis merupakan metode yang dilakukan dengan cara

mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Secara

etimologis deskripsi dan analisa berarti menguraikan. Metode ini tidak semata-

mata hanya menguraikan tetapi juga memberi pemahaman dan penjelasan

secukupnya (Ratna, 2004:53).

Metode deskriptif analisis digunakan peneliti untuk mendapatkan informasi

tentang kecantikan wanita aristokrat Jepang pada zaman Heian, dan menganalisis

kaitannya dengan sumber data yang ada secara akurat. Namun peneliti tidak

menggunakan hipotesa melainkan mendeskripsikan data yang diperoleh. Seperti

yang diungkapkan oleh Mardialis (2008:26) bahwa penelitian deskriptif tidak

menguji hipotesa atau tidak menggunakan hipotesa, melainkan hanya

Page 53: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

41

mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel-variabel yang

diteliti.

Metode studi pustaka adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan

studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan

laporan - laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan

M. Nazir (1988 : 111). Studi kepustakaan merupakan langkah yang penting

dimana setelah seorang peneliti menetapkan topik penelitian, langkah selanjutnya

adalah melakukan kajian teori yang berkaitan dengan topik penelitian Nazir

(1998:112).

Peneliti menjadikan sumber-sumber kepustakaan sebagai data sekunder.

Sumber-sumber kepustakaan dapat diperoleh dari: buku, jurnal, majalah, hasil-

hasil penelitian (tesis dan disertasi), dan sumber-sumber lainnya. Studi

kepustakaan digunakan untuk membandingkan data primer dan sekunder sehingga

memperoleh data yang relevan.

Sesuai dengan metode di atas, peneliti memaparkan kecantikan yang

dilakukan oleh wanita aristokrat pada tokoh Kaguya-Hime dalam film animasi

Kaguya Hime No Monogatari, dan menemukan titik relevansinya dengan data

sekunder.

3.2. Sumber Data

Sumber data penelitian yaitu sumber data dari subjek darimana data bisa

didapatkan Arikunto (2010:172). Sumber data dalam penelitian ini adalah

dokumen. Menurut Susan Russel (2013:195) Dokumen dapat mengungkapkan

Page 54: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

42

bagaimana subjek mendefinisikan dirinya sendiri, lingkungan, dan situasi yang

dihadapinya pada suatu saat. Sumber data primer adalah film Kaguya Hime No

Monogatari karya Isao Takahata. Sumber data primer berkenaan dengan adegan

dan dialog yang berkenaan dengan kecantikan wanita aristokrat pada tokoh

Kaguya-Hime serta tokoh tambahan lainnya sebagai pendukung data primer.

Peneliti menggunakan jurnal, paper, artikel yang berkenaan tentang sejarah

Jepang zaman Heian sebagai sumber data sekunder.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun langkah-langkah yang dilakukan penulis untuk melakukan

penelitian adalah sebagai berikut :

1. Menonton secara berulang-ulang film animasi Kaguya no Hime

Monogatari karya Isao Takahata, mencatat hal-hal yang akan dianalisis

sehingga dapat merumuskan masalah.

2. Melakukan identifikasi data dengan memilah adegan dan dialog yang

berhubungan dengan kecantikan wanita aristrokrat pada tokoh Kaguya-

Hime.

3. Membaca dan mempelajari literature, referensi atau bahan pustaka yang

mempunyai hubungan dengan data primer.

4. Melakukan klarifikasi data berdasarkan sejarah zaman Heian dengan

zaman Heian dalam film animasi Kaguya Hime No Monogatari.

Page 55: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

43

3.4. Klasifikasi Data

Dalam penelitian ini, penulis mengklasifikasikan data sesuai dengan temuan

dan rumusan masalah, yaitu mengklasifikasikan adegan dan dialog yang berkaitan

tentang kecantikan wanita aristokrat yang tercermin melalui tokoh Kaguya dan

tokoh lainnya. Kemudian membandingkan hubungannya dengan sejarah Jepang

zaman Heian dengan menggunakan metode studi kepustakaan.

3.5. Analisis Data

Menurut Patton dalam Lexy Moleong (2002:103), Analisis data adalah

proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori,

dan satuan uraian dasar data yang dikumpulkan dianalisis satu persatu. Penulis

menggunakan teknik analisis data sebagai berikut:

1. Tahap Data Reduction (Reduksi Data)

Reduksi data dilakukan untuk memilih dan memfokuskan hal-hal yang

penting agar mempermudah penulis untuk memberikan gambaran yang

jelas tentang penelitian yang sedang dilakukan. Penulis memilah data

berupa adegan dan dialog pada film animasi Kaguya Hime No

Monogatari sesuai dengan yang dibutuhkan.

2. Tahap Data Display (Penyajian Data)

Setelah mereduksi data, hal yang dilakukan adalah penyajian data.

Penyajian data dalam penelitian kualitatif dapat berupa uraian singkat,

bagan, hubungan antara kategori, dan flowcart. Melakukan klarifikasi

data atas adegan yang berhubungan dengan kecantikan wanita aristrokrat

Page 56: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

44

Jepang zaman Heian dengan menggunakan teori old historism, mise en

scene dan tokoh penokohan. Teori tokoh penokohan untuk mengetahui

perwatakan tokoh utama dan tokoh pendukung lainnya. Mise en scene

digunakan untuk memperjelas adegan-adegan tokoh Kaguya yang

menampilkan kecantikan wanita aristokrat yang dilakukan.

3. Tahap Conclusion Drawing/Verification (Kesimpulan)

Langkah terakhir dalam analisis data adalah menarik kesimpulan dan

verifikasi. Kesimpulan diperoleh dari hasil relevansi antara data primer

dan sekunder. Dalam penelitian ini, kesimpulan berupa deskripsi hasil

dari analisis.

Page 57: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

40

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisis dan memaparkan

kecantikan wanita aristokrat Jepang. Untuk itu, penulis menggunakan metode

kualitatif dengan teknik deskriptif analisis dan metode studi pustaka. Ratna

(2013:47) mengatakan metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data

alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya. Tujuan dari

penelitian kualitatif ini adalah mengungkap fakta, keadaan, fenomena, variabel

dan keadaan yang terjadi saat penelitian berjalan dan menyuguhkan apa adanya.

Metode deskriptif analisis merupakan metode yang dilakukan dengan cara

mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Secara

etimologis deskripsi dan analisa berarti menguraikan. Metode ini tidak semata-

mata hanya menguraikan tetapi juga memberi pemahaman dan penjelasan

secukupnya (Ratna, 2004:53).

Metode deskriptif analisis digunakan peneliti untuk mendapatkan informasi

tentang kecantikan wanita aristokrat Jepang pada zaman Heian, dan menganalisis

kaitannya dengan sumber data yang ada secara akurat. Namun peneliti tidak

menggunakan hipotesa melainkan mendeskripsikan data yang diperoleh. Seperti

yang diungkapkan oleh Mardialis (2008:26) bahwa penelitian deskriptif tidak

menguji hipotesa atau tidak menggunakan hipotesa, melainkan hanya

Page 58: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

41

mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel-variabel yang

diteliti.

Metode studi pustaka adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan

studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan

laporan - laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan

M. Nazir (1988 : 111). Studi kepustakaan merupakan langkah yang penting

dimana setelah seorang peneliti menetapkan topik penelitian, langkah selanjutnya

adalah melakukan kajian teori yang berkaitan dengan topik penelitian Nazir

(1998:112).

Peneliti menjadikan sumber-sumber kepustakaan sebagai data sekunder.

Sumber-sumber kepustakaan dapat diperoleh dari: buku, jurnal, majalah, hasil-

hasil penelitian (tesis dan disertasi), dan sumber-sumber lainnya. Studi

kepustakaan digunakan untuk membandingkan data primer dan sekunder sehingga

memperoleh data yang relevan.

Sesuai dengan metode di atas, peneliti memaparkan kecantikan yang

dilakukan oleh wanita aristokrat pada tokoh Kaguya-Hime dalam film animasi

Kaguya Hime No Monogatari, dan menemukan titik relevansinya dengan data

sekunder.

3.2. Sumber Data

Sumber data penelitian yaitu sumber data dari subjek darimana data bisa

didapatkan Arikunto (2010:172). Sumber data dalam penelitian ini adalah

dokumen. Menurut Susan Russel (2013:195) Dokumen dapat mengungkapkan

Page 59: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

42

bagaimana subjek mendefinisikan dirinya sendiri, lingkungan, dan situasi yang

dihadapinya pada suatu saat. Sumber data primer adalah film Kaguya Hime No

Monogatari karya Isao Takahata. Sumber data primer berkenaan dengan adegan

dan dialog yang berkenaan dengan kecantikan wanita aristokrat pada tokoh

Kaguya-Hime serta tokoh tambahan lainnya sebagai pendukung data primer.

Peneliti menggunakan jurnal, paper, artikel yang berkenaan tentang sejarah

Jepang zaman Heian sebagai sumber data sekunder.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun langkah-langkah yang dilakukan penulis untuk melakukan

penelitian adalah sebagai berikut :

1. Menonton secara berulang-ulang film animasi Kaguya no Hime

Monogatari karya Isao Takahata, mencatat hal-hal yang akan dianalisis

sehingga dapat merumuskan masalah.

2. Melakukan identifikasi data dengan memilah adegan dan dialog yang

berhubungan dengan kecantikan wanita aristrokrat pada tokoh Kaguya-

Hime.

3. Membaca dan mempelajari literature, referensi atau bahan pustaka yang

mempunyai hubungan dengan data primer.

4. Melakukan klarifikasi data berdasarkan sejarah zaman Heian dengan

zaman Heian dalam film animasi Kaguya Hime No Monogatari.

Page 60: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

43

3.4. Klasifikasi Data

Dalam penelitian ini, penulis mengklasifikasikan data sesuai dengan temuan

dan rumusan masalah, yaitu mengklasifikasikan adegan dan dialog yang berkaitan

tentang kecantikan wanita aristokrat yang tercermin melalui tokoh Kaguya dan

tokoh lainnya. Kemudian membandingkan hubungannya dengan sejarah Jepang

zaman Heian dengan menggunakan metode studi kepustakaan.

3.5. Analisis Data

Menurut Patton dalam Lexy Moleong (2002:103), Analisis data adalah

proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori,

dan satuan uraian dasar data yang dikumpulkan dianalisis satu persatu. Penulis

menggunakan teknik analisis data sebagai berikut:

1. Tahap Data Reduction (Reduksi Data)

Reduksi data dilakukan untuk memilih dan memfokuskan hal-hal yang

penting agar mempermudah penulis untuk memberikan gambaran yang

jelas tentang penelitian yang sedang dilakukan. Penulis memilah data

berupa adegan dan dialog pada film animasi Kaguya Hime No

Monogatari sesuai dengan yang dibutuhkan.

2. Tahap Data Display (Penyajian Data)

Setelah mereduksi data, hal yang dilakukan adalah penyajian data.

Penyajian data dalam penelitian kualitatif dapat berupa uraian singkat,

bagan, hubungan antara kategori, dan flowcart. Melakukan klarifikasi

data atas adegan yang berhubungan dengan kecantikan wanita aristrokrat

Page 61: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

44

Jepang zaman Heian dengan menggunakan teori old historism, mise en

scene dan tokoh penokohan. Teori tokoh penokohan untuk mengetahui

perwatakan tokoh utama dan tokoh pendukung lainnya. Mise en scene

digunakan untuk memperjelas adegan-adegan tokoh Kaguya yang

menampilkan kecantikan wanita aristokrat yang dilakukan.

3. Tahap Conclusion Drawing/Verification (Kesimpulan)

Langkah terakhir dalam analisis data adalah menarik kesimpulan dan

verifikasi. Kesimpulan diperoleh dari hasil relevansi antara data primer

dan sekunder. Dalam penelitian ini, kesimpulan berupa deskripsi hasil

dari analisis.

Page 62: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

45

BAB IV

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Tokoh dan Penokohan dalam Film Kaguya Hime No Monogatari

Dalam karya sastra, pada umumnya ada tokoh utama dan tokoh tambahan.

Tokoh utama atau yang memiliki peran penting dalam film Kaguya Hime No

Monogatari adalah Kaguya-Hime meskipun demikian, para tokoh lain dalam film

ini memiliki peranan dalam mendukung dan melengkapi kecantikan wanita

aristokrat.

4.1.1 Tokoh Utama (Kaguya-Hime)

Gambar 4.1 Kaguya Hime

Kaguya-Hime merupakan seorang dewi bulan yang lahir kembali

ke bumi melalui benih bambu dan dapat bertumbuh kembang dengan pesat.

Kaguya-Hime diasuh oleh Sanuki no Miyatsuko beserta istrinya di sebuah

desa. Selama hidup di desa Kaguya-Hime bebas beraktifitas dan dapat

berteman dengan siapa aja. Namun semenjak Sanuki no Miyatsuko

mendapat kekayaan, dia pindah lingkungan hidup ke ibukota dan tinggal

Page 63: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

46

di mansion yang luas. Kaguya-Hime juga harus menjalani serangkaian

adat dan budaya yang bertujuan untuk menjadikannya layak sebagai

seorang putri sejati.

Berikut karakter tokoh Kaguya-Hime :

a. Dermawan

Kaguya-Hime digambarkan sebagai tokoh yang memiliki sifat

dermawan. Sifat ini terlihat pada saat seorang pengrajin datang

kerumahnya untuk menagih hutang Pangeran Kuramochi atas karya harta

kabur, Kaguya-Hime dengan senang hati dan tanpa berpikir pamrih

bersedia membayar biaya tersebut kepada pengrajin.

Hal ini terlihat dalam dialog pada menit 1:24:58 1:26:20 :

Gambar 4.2 Pengrajin meminta upah

: :

:

Page 64: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

47

....

: ......

:

Miyatsuko : Nani goto da. Takumi no hito 1 : Watashi domo no otsukurishita tama no

eda no daikin wo shiharai kudasai. Takumi no hito 2 : Watashi ha uchitakumiryou no shokunin,

ayabe uchimaro to mousu mono de gozaimasu. Watashi domo ha kuramochimikosama no gokamei ni yori, hougyoku wo chiribametahito burino tama no edau wo otsukuri moushiagemashita. Desuga mikosama ha ima da oteate wo kudasarimase. Shitsurei to ha mousekonotabi mikosama no gawaonna ... a iya, okugatasama no ohitori ni narareru to iu. Kochira no kaguya himesama kara, watashi domo no oteate wo choudai suru hokahanai to kangaemashite. Koushite oyashisa wo tazunete maitta shidai de gozaimasu.

Miyatsuko : Wakarimashita. Mikosama kore ha ittaido .... Mikosama doko he ikaretanoda? Tama no eda ha?

Kaguya-Hime : Mikosama ha mou okaeri ni nararemashita. Douka takumi no minasama ni jyuppun nado houbi wo sashiagete kudasaimase.

Miyatsuko : Apa? (keluar menemui pengrajin yang datang kerumah)

Pengrajin1 : Harap bayar kami untuk biaya pembuatan

Page 65: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

48

cabang permatanya. Pengrajin2 : Perkenalkan saya Ayabe Uchimaro, saya

adalah pengrajin dari asrama Takumi. Kami diberi tugas untuk membuat cabang yang bertahtakan permata, sepertinya itu perintah dari Pangeran Kuramochi. Tetapi Pangeran belum memberikan kami bayaran. Maafkan kami telah mendatangi Selir Pangeran ke sini, ah bukan.. maksud saya seorang istri Pangeran. Selain meminta Putri Kaguya untuk membayar, kami tidak punya pilihan lain. Inilah alasan mengapa kami datang ke rumah ini.

Ayah : Saya mengerti (masuk ke dalam mencari Pangeran Kuramochi). Tuan apa ini.... Tuan? Kemana anda pergi? Cabang permatanya?

Kaguya : Tuan sudah pergi. Tolong berikan imbalan pada pengrajin dengan baik.

b. Patuh dan hormat kepada orang tua

Sifat ini terlihat melalui dialog antara Kaguya-Hime dengan

Miyatsuko pada menit 00:31:00 00:31:56

Gambar 4.3 Kaguya meletakkan keranjang makanan

Page 66: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

49

...... ... .......

Kaguya-Hime : Dokoka he ikuno? Miyatsuko : Miyako da. Kaguya-Hime : Miyako? Watashi mo? Korekara? Miyatsuko : Souda, sono kago ha oite ikinasai. Kaguya-Hime : E... demo, kore de asahi kiji nabe wo

shiyoutte, shitemaru to yakusokushite, .... Miyatsuko : Oite ikunasai. Saa.. ikou. Kaguya-Hime : Asahi kiji nabe dekirukanaaa...

Kaguya-Hime : Pergi ke mana? Miyatsuko : Ibukota Kaguya-Hime : Ibukota? Saya juga? Sekarang? Miyatsuko : Benar, letakkanlah keranjang itu Kaguya-Hime : Eh tapi, aku telah berjanji dengan Kak

Sutemaru akan membuat sup ayam besok,... Miyatsuko : Tinggalkan saja, ayo pergi. Kaguya-Hime : Apa besok kita bisa kembali untuk sup

ayam...

Pada percakapan di atas, tampak bahwa situasi ini memperjelas

watak tokoh Kaguya-Hime, yakni anak yang patuh kepada orangtuanya.

Hal ini tergambar ketika Kaguya-Hime ingin tetap tinggal dan

menyempatkan untuk menghidangkan sup ayam bersama teman-temannya,

namun Sanuki no Miyatsuko tidak memberi izin dan menyuruh Kaguya-

Hime meletakkan keranjang makanan dan segera ikut ke ibukota. Kaguya-

Hime tidak menentang, dia mengikuti apa yang dikatakan oleh Sanuki no

Miyatsuko.

Page 67: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

50

4.1.2. Tokoh Tambahan

1. Lady Sagami

Gambar 4.4 Lady Sagami (menit 00:43:09)

Lady Sagami merupakan seorang instruktur bangsawan dari istana

yang datang atas permintaan Sanuki no Miyatsuko untuk mengajari

Kaguya-Hime bagaimana tata cara untuk menjadi seorang putri sejati.

a. Memaksakan kehendak sendiri

Gambar 4.5 Lady Sagami menyerahkan kertas lamaran

Dialog 01:04:40 01:05:29

Page 68: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

51

Sagami-dono : Izure otoranu toutokimibun no kindachi

donohou wo oerabi ni nattemo machigai ha gozaimasen. Saa himesama osukina gata wo oerabi kudasaimase.

Kaguya-hime : Oaishita kotomo nainoni? Sagami-dono : Mochiron de gozaimasu. Tonogata ga

moushide himekimi ga oukeshite gokongi ga totonoi hajimete futari ha oaini naru no desu. Konna subarashii gonin mo no kikoushi kara oerabini narerunante, nanto himesama ha oshiawasenanodeshou.

Kaguya-hime : Shiawase? Watashi ha mada donata tomo soutsumori ha arimasen.

Sagami-dono : Nani wo osshaimasuka? Kouki no himekimi narebadekirudake hayaku shikaru beki kata ni sowanakereba naranai no desu. Sorekoso ga himekimi toshite no shiawase. Nani wo mayou koto ga arimashouka. Donata wo oerabininattemo himesama no shiawase ha yakusoku sareteorimasu.

Sagami-dono : Mereka semua adalah bangsawan kau tak akan

salah dengan salah satu dari mereka. Silahkan Tuan Putri pilih salah satu yang kau inginkan.

Kaguya-hime : Meskipun aku tidak kenal mereka? Sagami-dono : Tentu saja. Dalam hal ini kau akan bertemu

dengan pria yang kau terima di hari upacara pernikahan. Dengan pilihanmu dari lima

Page 69: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

52

bangsawan betapa kau akan bahagianya. Kaguya-hime : Bahagia? Aku tidak ingin menikah dengan

siapa pun. Sagami-dono : Apa yang anda katakan? Jika kau menjadi

seorang Putri sejati kau harus menikah dengan pria yang cocok sesegera mungkin. Itulah kebahagiaan seorang Putri. Apa yang membuatmu ragu? Dengan salah satu dari mereka kebahagiaanmu akan terjamin.

Situasi yang digambarkan pada dialog di atas adalah ketika

Kaguya-Hime dilamar oleh lima bangsawan, dan Lady Sagami

mengharuskan dia untuk memilih salah satu diantara surat lamaran yang

dikirim, namun Kaguya-Hime menolaknya karena belum siap untuk

menikah dan dia belum mengenal sama sekali diantara kelima bangsawan

tersebut.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Lady Sagami memaksakan

kehendaknya atas Kaguya-Hime yaitu Lady Sagami mendoktrin bahwa

kebahagiaan berasal dari pernikahan antar bangsawan.

4.2 Kecantikan Aristokrat Pada Tokoh Kaguya-Hime dan Tokoh Lainnya

Masyarakat Jepang pada zaman Heian menjunjung tinggi nilai beauty

(kecantikan), elegance (keanggunan), dan correct manners menurut Bower

(1994 : 233). Hal ini menjadi tolak ukur cantik tidaknya seseorang, selain ketiga

hal tersebut masyarakat pada zaman ini harus terlihat bagus dan paham akan

keindahan alam, puisi dan seni. Dalam film Kaguya Hime No Monogatari peneliti

menemukan kecantikan wanita diukur melalui kecantikan fisik (outer beauty) dan

intelektualitas (inner beauty). Untuk meneliti kecantikan tersebut, peneliti

Page 70: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

53

menggunakan teori old historicism (sejarah lama) oleh Griffith (2011), dengan

menemukan relevansinya dengan sejarah Jepang zaman Heian sebagai data

sekunder.

4.2.1 Outer Beauty

Outer beauty adalah kecantikan yang dapat direfleksikan dengan

penampilan luar yang dapat dinilai tanpa mengenalnya lebih jauh. Kecantikan

fisik adalah kecantikan yang berasal dari tubuh perempuan itu sendiri seperti

rambut, wajah, dan badan. Kecantikan juga didukung oleh berbagai atribut yang

melekat pada tubuh perempuan yang secara langsung dan tampak oleh indra

penglihatan seperti pakaian dan aksesoris lainnya. Kemampuan manusia dalam

menerapkan dan mengindahkan makna kecantikan merupakan sebuah budaya

yaitu karya seni.

Outer Beauty wanita aristokrat Jepang zaman Heian terlihat melalui tokoh

Kaguya, Lady Sagami, Ibu Kaguya dan tokoh wanita lainnya. Kecantikan fisik

terlihat melalui hair style, makeup yang digunakan (oshiroi, kurenai, hikimayu),

ohaguro, dan fashion.

1. Hikimayu ( )

Gambar 4.6 Hikimayu

(menit 00:57:25)

Gambar 4.7 Setelah Hikimayu

(menit 00:57:47)

Page 71: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

54

Dialog menit ke 00:44:10 00:43:20.

Kaguya-Hime : iya iya! Iya yo! Sagami-Dono : Sono mama de ha, kouki no himegimi ha narenai no

desu yo Kaguya-Hime : mayu no nuitara, ase ga me ni haitte shimau wa Sagami-Dono : Kouki no hime gimi ha, ase wo kakuyouna

hashitanai mane ha nasaranumono, saa.. Kaguya-Hime : Tidak! Jangan! Lady Sagami : Kamu tidak akan terlihat sebagai seorang Putri

Bangsawan jika seperti ini. Kaguya-Hime : Jika kamu mencabut alisnya, keringat akan masuk ke

mataku! Lady Sagami : Jangan konyol. Seorang putri tidak akan berkeringat.

Sini...

Pada gambar 4.6 dengan menggunakan teknik sinematografi ECU

(Extreme Close Up), mengekspose bagian wajah tokoh Kaguya-Hime yang

menampilkan bagian alis. Melalui mise en scene; pemain serta pergerakannya,

peneliti menemukan gambaran proses kecantikan hikimayu yang dilakukan oleh

tokoh Lady Sagami terhadap tokoh Kaguya-Hime. Dengan cara mencabut satu

persatu bulu alis menggunakan pinset (gambar 4.6) sampai habis yaitu, tidak

adanya bulu alis pada sisi kanan dan sisi kiri (gambar 4.7). Kemudian dilukis

kembali beberapa senti di atas alis (dahi) berbentuk sabit dengan menggunakan

tinta berwarna hitam dalam cawan yang kecil melalui kuas (gambar 4.8).

Page 72: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

55

Kecantikan hikimayu ini juga terlihat pada wajah Lady Sagami (gambar 4.8),

tampak bagian alisnya berwarna hitam dengan berbentuk garis tebal.

1 2

Gambar 4.8 Proses melukis alis Butterfly (menit 00:57:51)

Kecantikan hikimayu dan oshiroi merupakan satu kesatuan, hal ini terlihat

adanya perbedaan warna kulit wajah tokoh Kaguya-Hime pada gambar 4.6 dan

4.7. Pada gambar 4.6 warna kulit wajah Kaguya-Hime digambarkan sedikit

kemerahan sedangkan pada gambar 4.7 warna kulit wajahnya berubah menjadi

putih pucat. Begitu juga dengan warna wajah Lady Sagami yaitu putih pucat

(gambar 4.8 no.2).

Gambar 4.8 menunjukka scene proses hikimayu yang diterapkan oleh

Lady Sgami terhadap Kaguya-Hime, sehingga peneliti menumukan bahwa

kecantikan ini merupakan tradisi yang dilakukan secara turun temurun di kalangan

bangsawan. Konflik dialog antara Kaguya-Hime dengan Lady Sagami

menunjukkan pertentangan akan tradisi kecantikan ini.

Penemuan data ini, peneliti bandingkan dengan data sekunder pada Jurnal

Cidesco Internasional Link berjudul Artistic Flair, peneliti menemukan bahwa

proses hikimayu yang digambarkan dalam film sesuai, yaitu dilakukan dengan

Page 73: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

56

cara mencukur atau mencabut alis, kemudian melukisnya kembali berbentuk sabit

Kemudian image kecantikan kaum aristokrat sesuai dengan pendapat Kyo

dan Selden dalam Shao (2016:104) bahwa hikimayu adalah gaya merias alis di

kalangan wanita aristokrat di Jepang. Gaya merias ini menunjukan status yang

tinggi di Jepang pada periode Heian.

Dari hasil penemuan di atas peneliti menemukan kesesuaian proses

hikimayu yang dicerminkan melalui tokoh Kaguya-Hime dan tokoh Lady Sagami

sesuai dengan sejarah Jepang (data sekunder). Sehingga peneliti menyimpulkan

bahwa cerminan kecantikan hikimayu pada karya sastra Kaguya Hime No

Monogatari relevan dengan sejarah Jepang zaman Heian (data sekunder).

2. Ohaguro ( )

1

2

3

Page 74: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

57

Gambar 4.9 Proses Ohaguro (menit 00:58:21)

Dialog menit ke 00:44:21 00:44:29

....

Kaguya : Ohaguro mo iya! Kuchi wa hen yo, sore jya, warau

koto mo dekinai janai? Sagami-Dono : Kouki no hime ha, kuchi wo ake owaranai ni natta

de shinai mono desu. Kaguya : Bakamitai! Kouki na himegimi datte ase wo

kakushi, tokini ha barabara waraitai kotodatte aruhazuyo. Namida ga tomaranai koto datte, donaritakunaru kotodatte aruwa.

Sagami-Dono : Iie, kouki no himegimi ha ... Kaguya : Kouki no himegimi ha hito dehanaino ne! Kaguya : Kenapa pula aku ingin gigi yang hitam? Aku tak

akan membuka mulut nanti! Dan aku tak bisa tertawa lagi!

Lady Sagami : Tak perlu khawatir! Untuk putri bangsawan tidak perlu membuka mulutnya untuk tertawa.

Kaguya : Itu bodoh! Bahkan seorang putripun harus berkeringat dan terkadang tertawa terbahak-bahak. Ada saat aku ingin menangis dan berteriak dengan suara yang keras.

Lady Sagami : Tidak, seorang putri adalah... Kaguya : Kalau begitu seorang putri Tuan Putri bukanlah

manusia!

Pada cuplikan gambar 4.9 no.1, menggunakan teknik sinematografi LS

(long shot), memperlihatkan kecantikan ohaguro. Dalam suatu ruangan,

Page 75: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

58

digambarkan seorang pembantu, mengoleskan cairan ohaguro pada gigi Kaguya-

Hime dengan menggunakan kuas yang telah dicelupkan kedalam cawan berisi

cairan berwarna hitam (gambar 4.9 no.2) dan hasilnya terlihat pada gambar nomor

tiga. Tampak gigi Kaguya-Hime terlihat hitam (gambar 4.9 no.3). Kecantikan

ohaguro ini dibantu dengan data dialog di atas, yaitu Kaguya-Hime menolak

kecantikan ini, dengan pandangan bahwa seorang wanita berhak untuk tertawa

lepas. Namun pada film ini proses ohaguro hanya dilakukan di saat-saat tertentu.

Sebab pada film ini peneliti menemukan bahwa ohaguro dilakukan sesaat setelah

upacara kedewasaan (ditandai dengan pemakaian pakaian juunihitoe), sehingga

ohaguro disini mengindikasikan kedewasaan seorang wanita. Peneliti menemukan

kecocokan data praktek ohaguro yang diungkapakan oleh Mitford dengan film ini

yaitu alat yang digunakan adalah sikat dari bulu alus. Alat yang digunakan sesuai

dengan gambar 4.9 no.2.

Ohaguro sebagai wujud kedewasaan dalam film ini sesuai dengan data

dalam kutipan dilakukan oleh Foo, Samantha. (2010) dalam buku berjudul The

Beauty Trap menyatakan bahwa praktek ohaguro menandakan bahwa seorang

wanita telah dewasa dan untuk menyembunyikan ekspresi mulut mereka. Hal ini

didukung dengan dialog di atas, bahwa seorang wanita bangsawan tidak membuka

mulutnya saat tertawa (diungkapkan oleh Lady Sagami).

Ohaguro sebagai wujud kedewasaan juga ditemukan dalam data sekunder

paper So Tasteful : A Note About Iron-Gall Ink

tahun 2003 menjelaskan bahwa ohaguro sebagai representasi pubertas. Tradisi

kecantikan ini juga dilakukan oleh beberapa pria istana. Tradisi ohaguro

Page 76: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

59

merupakan kecantikan wanita dikalangan bangsawan juga sesuai dengan

ungkapan Forai dalam Diaconu (2014 : 257) bahwa tradisi ini awalnya dilakukan

oleh anggota keluarga kekaisaran dan para aristokrat sejak ratusan tahun yang lalu

saat zaman prasejarah.

Dari hasil penemuan di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa cerminan

kecantikan ohaguro yang dilakukan oleh Kaguya-Hime relevan dengan sejarah

Jepang pada zaman Heian.

3. Oshiroi ( )

Gambar 4.10 Kaguya Hime bersama Gambar 4.11 Tokoh Miyatsuko dan

pembantunya (menit 01:01:11) istrinya (menit 00:33:47)

Gambar 4.12 Oshiroi pada tokoh Lady Sagami

(menit 01:11:31)

Page 77: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

60

Dengan menggunakan unsur mise en scene tata rias pada gambar 4.10,

tokoh Kaguya Hime mencerminkan oshiroi, yaitu tampilan wajah putih pucat

dibandingkan dengan wajah pembantunya yang berwarna kemerahan. Cerminan

tradisi kecantikan oshiroi digunakan oleh tokoh tambahan lainnya yaitu,

Miyatsuko beserta istrinya (gambar 4.11) dan tokoh Lady Sagami (gambar 4.12).

Mise en scene tata rias oshiroi disini berfungsi sebagai penunjuk status sosial.

Sebab praktek oshiroi berasal dari kalangan elit istana zaman Heian, oshiroi

bukan sebagai perbedaan rasial melainkan penanda kelas sosial (Russel, 2008 :

42).

Oshiroi, ohaguro dan hikimayu merupakan satu kesatuan atau saling

tumpang tindih. Oshiroi dilengkapi dengan kurenai (pemerah bibir) berwarna

merah. Hal ini sesuai dengan ungkapan Bower (1994 : 233), bahwa oshiroi

merupakan tata rias yang penting. Mereka menggunakan tepung putih untuk

terlihat pucat, dan mewarnai merah bibir mereka.

Kecantikan kurenai terlihat pada toko tambahan Lady Sagami, Miyatsuko

dan istrinya. Sehingga oshiroi tidak hanya digunakan oleh kaum wanita

melainkan kaum lelaki bangsawan. Penemuan ini sesuai sejarah Jepang yang

diungkapkan oleh Frazee A Charles (1997 : 293) bahwa, baik wanita maupun pria,

menggunakan bubuk putih di wajahnya. Kemudian mencukur alisnya dan

menggambarnya lagi dengan lebih besar dan tinggi sampai ke dahi.

Peneliti menemukan bahwa kecantikan oshiroi pada film ini hanya

dilakukan oleh kaum bangsawan dan sudah menjadi standar kecantikan seorang

Page 78: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

61

bangsawan yang hidup di istana baik bagi wanita yang belum menikah maupun

sudah menikah.

Dari hasil penemuan di atas peneliti dalam menyimpulkan bahwa tradisi

kecantikan oshiroi yang tercermin melalui tokoh Kaguya Hime, Lady Sagami,

Miyatsuko beserta istrinya merupakan kecantikan yang hanya dilakukan oleh

kaum aristokrat. Sehingga cerminan tradisi kecantikan oshiroi yang tergambar

dalam film ini relevan dengan data sejarah Jepang (data sekunder). Relevansi ini

didukung atas adanya data visual yaitu scene yang menampilkan tradisi

kecantikan oshiroi wujudnya sama dengan yang dideskripsi pada data sekunder.

4. Kurokami ( )

Wanita bangsawan pada sejarah Jepang zaman Heian yaitu memiliki

rambut yang panjang, hitam, dan lurus. Semakin panjang rambut seorang wanita,

semakin cantik dia terlihat.

Gambar 4.13 Kaguya Hime

kembali ke bulan. (menit 02:05:21)

Gambar 4.14 Istri Miyatsuko

menyisir rambut Kaguya-Hime

(menit 00:48:16)

Page 79: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

62

Gambar 4.15 Lady Sagami sedang menginstruksikan

(menit 00:37:41)

Pada cuplikan gambar 4.13 dengan menggunakan unsur sinematografi LS

(long shot) yaitu pengambilan gambar yang memperlihatkan panjang rambut

Kaguya-Hime yang telah memasuki usia dewasa. Peneliti menemukan bahwa

tokoh Kaguya-Hime tidak pernah memotong rambutnya. Ideal rambut yang

dicerminkan oleh Kaguya-Hime adalah rambut yang panjang dan berwarna hitam

terlihat pada gambar 4.14 yaitu, istri Sanuki No Miyatsuko tengah menyisir

rambut Kaguya-Hime. Rambut Kaguya-Hime jika dibandingkan dengan rambut

ibunya terlihat lebih hitam, lurus dan panjang. Cerminan kecantikan kurokami

juga terlihat pada tokoh tambahan Lady Sagami, yaitu berwarna hitam, panjang

dan digerai kebelakang. Panjang rambutnya mengikuti panjang bajunya, hingga

mencapai permukaan lantai (gambar 4.15).

1 2

Page 80: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

63

3

Gambar 4.16 Perempuan pekerja

Peneliti menemukan bahwa kecantikan kurokami merupakan kecantikan

dikalangan bangsawan. Hal ini terlihat pada cuplikan gambar 4.16 dengan

menggunakan unsur mise en scene setting (tempat), kostum, tata rias, pemain serta

pergerakannya. Terlihat bahwa mereka adalah wanita dengan kelas sosial rendah

yaitu pekerja (pengrajin dan pembantu). Pada gambar no. 1 tokoh netral sedang

mengelap piring dan memberi salam kepada Kaguya-Hime, rambutnya para

pengrajin tersebut digambarkan pendek dan diikat.

Gambar no.2 adalah gambar pada masa istri Sanuki no Miyatsuko masih

menjadi orang pegunungan, rambutnya pendek, diikat dan berwarna coklat. Pada

gambar no.3 tampak tokoh netral sedang melakukan aktifitas, rambutnya ditutupi

dengan sebuah kain, dan diikat. Panjang dan warna rambut yang digambarkan

pada gambar 4.16, jika dibandingkan panjang rambut Kaguya-Hime dan Lady

Sagami sangat mencolok perbedaannya. Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa

kurokami pada film ini menunjukkan kelas sosial, khususnya bagi wanita aritokrat.

Hal ini sesuai dengan data sekunder oleh McCullough dalam cerita Jepang

tokoh Soshi dalam karya sastra. Tokoh soshi digambarkan memiliki aura dewasa

Page 81: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

64

dan kehormatan. Didukung oleh warna pada jubahnya, wewangian yang dipakai

dan rambutnya yang panjang hingga terseret dibelakang. Panjangnya sekitar lima

atau enam inci lebih panjang daripada tinggi badannya sendiri. Bagi wanita pada

zaman itu memiliki rambut yang panjang merupakan hal yang utama, ideal

( Bowen, 1994 : 233).

Dari hasil temuan diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa kecantikan

kurokami yang tercermin pada tokoh Kaguya-Hime, Lady Sagami dalam film ini

merupakan kecantikan yang dilakukan oleh wanita aristokrat saja. Tradisi

kecantikan kurokami dalam film ini relevan dengan dengan data sekunder sejarah

Jepang zaman Heian. Sebab peneliti menemukan kesesuaian antara visual yang

digambarkan dengan deskripsi pada data sekunder.

5. Fashion (Gaya berpakaian)

a. Juuni-hitoe ( )

Gambar 4.17 Upacara kedewasaan (menit 00:48:30)

Dialog 00:40:31 00:42:13

: :

: .

Page 82: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

65

Miyatsuko : Sore ha medetai! Sentaini utage wo akaneba. Kaguya-Hime : Utage?

Miyatsuko no Tsuma : Hime ga otona ni natta oiwai desu yo. Miyatsuko : Souda, konnani medetai kotohanai. Miyatsuko : Itu bagus! Kita harus mengadakan pesta yang

megah. Kaguya-Hime Pesta? Istri Miyatsuko : Untuk merayakan kedewasaanmu Putri. Miyatsuko : Benar, ini adalah hal yang membahagiakan.

Pada cuplikan gambar 4.17 dengan menggunakan unsur mise en scene

kostum. Terlihat Kaguya-Hime mengenakan pakaian berlapis yang disebut

sebagai juuni-hitoe. Juuni-hitoe ini terlihat tebal, panjang dan berlapis-lapis.

Lapisan ini terlihat melalui lipatan warna-warni yang terletak pada bagian leher,

dada dan sisi lengan yang menjuntai kebawah.

Lapisan warna ini disebut sebagai kasane no irome. Selain itu, dengan

menggunakan unsur mise en scene permain serta pergerakannya, terlihat adanya

aktivitas pemasangan mo (rok formal) berwarna putih yang dilakukan oleh Lady

Sagami dan pembantu lainnya di pinggang Kaguya-Hime.

Pemasangan mo ini melambangkan upacara kedewasaan, didukung dengan

dialog di atas, yaitu Miyatsuko bahagia akan mengadakan pesta yang megah

untuk merayakan kedewasaan Kaguya-Hime. Pakaian juuni-hitoe melambangkan

elemen alam, tiap pengguanan tema warna pada pakaian disesuaikan dengan

musim atau jabatan khusus (Morris : 1994).

Juuni-hitoe atau karaginu-mo merupakan pakaian formal yang digunakan

oleh wanita bangsawan. Karakteristik dari pakaian ini terletak dari tumpukan

warna-warna (kasane no irome) yang dibuat terlihat (transparan) pada bagian

Page 83: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

66

bawah kostum, pada bagian kerah, dan bagian lingkar lengan dengan perubahan

tiap lapisan (Sugino : 2002).

Dari hasil penemuan di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa gaya

pakaian juuni-hitoe yang digunakan oleh Kaguya-Hime menunjukkan bahwa dia

adalah seorang wanita bangsawan dan telah menjadi wanita dewasa. Juuni-hitoe

yang digambarkan dalam film ini sesuai dengan pendapat Morris dan Sugino.

Sehingga gaya berpakaian juuni-hitoe relevan dengan sejarah Jepang zaman

Heian (data sekunder), sebab peneliti menemukan data pendukung visual yang

menggambarkan keindahan pakaian juuni-hitoe dan dialog yang menunjukkan

bahwa pakaian tersebut digunakan saat upacara kedewasaan berlangsung.

4.2.2 Inner Beauty

Inner beauty adalah personality (kepribadian) seorang perempuan

mencakup bagaimana sikapnya terhadap siapa saja, memiliki watak yang baik,

tutur kata yang sopan dan lemah lembut (atitude), bagaimana keanggunan atau

juga sisi feminin yang diimpresikan (kepribadian, karisma, integritas, kadar

intelektualitas dan tingkah laku sehari-hari). Inner Beauty terpancar dengan

sendirinya dan hanya orang lainlah yang bisa menilainya bukan diri sendiri.

Dalam film ini peneliti menemukan inner beauty yang terpancarkan dari

tokoh Kaguya-Hime mencakup, intelektualitas (kemampuan dalam memainkan

alat musik), tutur kata yang sopan, dan tingkah laku. Peneliti menemukan inner

beauty dalam pendidikan dan seni, menulis kaligrafi, dan correct manners.

Page 84: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

67

1. Pendidikan dan seni

a. Kemampuan Memainkan Alat Musik Koto (seni musik)

Koto merupakan alat musik tradisional Jepang yang terbuat dari kayu

dan panjangnya sekitar 180 cm. Koto memiliki memiliki 12 senar pada

zaman Nara pada zaman sekarang bertambang menjadi 13 senar. Koto

mirip dengan alat musik guzheng dari China, yatga dari Mongolia,

gayageum dari Korea dan kecapi dari Indonesia. Alat musik ini dikenal

sebagai alat musik istana. Koto dimainkan dengan cara dipetik dan sering

dimainkan sebagai alat musik tunggal, tanpa iringan alat musik lain

(www.djarumcoklat.com).

Gambar 4.18 Lady Sagami mengajari Kaguya-Hime

memainkan Koto

Dialog menit 00:38:24 00:38:46

Miyatsuko : Ika desukana, koto no okekka no hou ha? Lady Sagami : Iie, mada, hajimeta bakari ni

Page 85: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

68

gozaimasureba ... Miyatsuko : Oooo, kore haaaaa..... Miyatsuko : Bagaimana dengan latihan bermain Koto,

apa juga berjalan baik? Lady Sagami : Kami baru saja memulainya... Dia hanya

tahu beberapa nada! ... (Kemudian Kaguya-Hime memainkan alat musik koto)

Miyatsuko : Ya ampun, indahnya!

Dalam film ini memainkan alat musik koto merupakan salah satu

pendidikan yang harus dilakukan oleh seorang bangsawan untuk mencapai

image menjadi seorang putri sejati. Pada cuplikan gambar 4.18 dengan

menggunakan teknik sinematografi LS (long shot), terlihat bahwa Lady

Sagami melatih Kaguya-Hime menggunakan alat musik koto dengan cara

dipetik. Posisi tubuh tegak dan duduk bersilang saling berhadapan.

Pada dialog diatas, digambarkan bahwa Sanuki no Miyatsuko ingin

melihat dari pelajaran bermain koto yang dilakukan oleh Lady Sagami.

Kemudian Kaguya Hime menunjukkan kemampuan tersebut dan membuat

Sanuki No Miyatsuko terkagum akan kemampuan dalam memainkannya.

Gambar 4.19 Kaguya-Hime menunjukkan kemampuan

koto dihadapan Inbe no Akita

Page 86: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

69

Dialog menit 00:45:54 00:47:06

: , ?

... ....

. ..

. ,

,

. : ? ,

. .

Miyatsuko : Hime sama, koto na no soshite akita

sama ni okikaseshiteba ikaga kana ?

Inbe no Akita : .... Inbe no Akita : Nayotake no kaguya hime. Miyatsuko no tsuma : Inbe no Akita : Sou yo. Makoto nayotake no

motokushinai akano osugatani, kagayaku youna sono outsukushisa soko de hikari kana yaku to iu imi no kotoba o soemashite, kaguya-hime to sarete ha ikaga katou.

Miyatsuko : Kaguya hime ? akita sama, makoto ni yoki na otsuketekudasareta.

Miyatsuko no tsuma : Arigatou gozaimasu. Miyatsuko : Yang Mulia, jika kamu tidak

keberatan, dapatkah kamu memainkan Koto untuk tamu terpandang kita...

Inbe no Akita Indah... .... (Kaguya-Hime mainkan alat musik koto) Inbe no Akita : Sang Putri yang bersinar dari

gemulai bambu. Sang Putri yang bersinar ...

Istri Miyatsuko : Dari gemulai bambu?

Page 87: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

70

Inbe no Akita : Iya. Dia memiliki keanggunan khas dari gemulai bambu dan kecantikan yang terpancar dari dirinya. Jadi aku memiliki nama untuk Tuan Putri yang bercaya. Aku sarankan kepadamu namanya dalah putri Kaguya.

Miyatsuko : Iya! Itu sangat indah. Aku sangat bangga, Tuan Akita, itu adalah nama yang luar biasa yang pernah aku dengar!

Istri Miyatsuko : Terima kasih banyak.

Kemampuan bermain alat musik koto juga mempengaruhi image

yang dipancarkan seseorang. Pada cuplikan gambar 4.19 terlihat Kaguya

Hime memangku alat musik koto dan mempersembahkan sebuah

instrumen yang indah kepada Inbe No Akita. Inbe No Akita adalah

berpengaruh, dihormati, memiliki tugas untuk memberi nama pada

seseorang dengan melihat karisma yang terpancarkan. Pada dialog diatas,

Inbe no Akita memberi -

Pemberian nama ini dipengaruhi oleh kemampuan Kaguya Hime dalam

memainkan alat musik koto, dan pembawaan dirinya dengan sikap yang

tenang, memunculkan kecantikan dari dalam.

Page 88: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

71

Gambar 4.20 Isonokami, Otomo, Abe, Kuramochi

dan Ishitsukuri sedang membicarakan Kaguya-Hime

(menit 01:10:25)

Dialog (menit 01:10:25 01:10:43

:

Isonokami : Shikashi, utsukushii hime deshita ne. koe mo

koto mo. Otomo : Yaa, mattaku. Kono youna mono

shirabeyou. Abe Shikashi ano youna muri nanda

tsukitsukeruto ha.. Ishitsukuri : Makoto egatai takara yo. Isonokami : Tapi pastilah dia Putri yang sangat Jelita.

Suaranya, permainan musiknya... Otomo Harus aku akui, melodi ini bahkan tidak

seperti dari dunia ini. Abe Tapi dia baru saja meminta kita lakukan hal

yang mustahil ... Ishitsukuri : Dia akan tetap menjadi permata yang tak

dapat dicapai.

Page 89: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

72

Pada dialog diatas, terjadi percakapan antara tokoh bangsawan

Isonokami, Otomo, dan Ishitsukuri. Mereka menggambarkan rasa kagum

akan suara dan permainan alat musik koto yang dilakukan oleh Kaguya-

Hime. Mereka mendeskripsikan kecantikan Kaguya Hime hingga

diibaratkan sebagai permata yang tidak akan pernah dicapai. Padahal

mereka belum pernah melihat secara langsung sosok Kaguya-Hime,

interaksi hanya melalui bilik yang ditutupi dengan layar.

Sehingga peneliti menemukan bahwa sisi inner beauty yang

terpancarkan dalam film ini, didukung dari segi intelektualitas atau

wawasannya dibidang seni terutama alat musik koto. Rasa kagum yang

munsul karena kemampuan seseorang dalam memainkan alat musik koto.

Gaya bermain musik pun digunakan sebagai kunci untuk melihat

kepribadian si pemain. Aspek yang paling menarik dalam budaya istana

zaman Heian bukanlah mengenai penggunaan puisi dan musik sebagai

media untuk menjalin hubungan asmara, seni tersebut digunakan kepada

lawan jenis selama berabad-abad (LaMarre : 2000).

Puisi dan musik dianggap sebagai hal yang bernilai tinggi sebagai

seni penting untuk para aristokrat yang beradab ( Lloyd 2013 : 2 ). Untuk

dapat dilihat sebagai pribadi yang berbudaya dan beradab, seseorang

dalam lingkungan ibukota Heian harus berlatih salah satu keterampilan

menulis puisi atau kaligrafi atau menguasai alat musik, dan apabila

memungkinkan ketiganya (Lloyd Botway, 2013: 3).

Page 90: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

73

Dari hasil penemuan diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa

kemampuan dalam menggunakan alat musik koto dalam film ini

menandakan kemahiran seseorang dalam seni yang dapat menentukan

harga dirinya dan memancarkan kecantikan dari dalam mecakup

intelektualitas.

Inner Beauty yang tercermin pada Tokoh Kaguya sesuai dengan

cerminan wanita aristokrat yang berkarisma melalui alat musik pada

zaman Heian. Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa kecantikan yang

terpancarkan dalam kemahiran memainkan alat musik koto relevan

dengan sejarah Jepang zaman Heian (data sekunder). Relevansi ini

didukung dengan adanya data visual yaitu scene Kaguya Hime memaikan

alat musik koto dan dialog yang menunjukkan kekaguman oleh keempat

bangsawan.

b. Menulis Kaligrafi

Kaligrafi Jepang atau shodo ( ) adalah tulisan artistik yang berasal

dari karakter atau huruf Jepang. Tulisan ini memiliki teknik dan prinsip-

prinsip yang mirip dengan kaligrafi China. Metode yang sering dipakai

untuk membuat shodo adalah dengan menulis karakter menggunakan tinta

(sumi) di atas kertas murbei (washi) dan menggabungkan bentuk gaya

tulisan dasar yang sama seperti gaya dari China.

Page 91: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

74

Gambar 4.21 Kaguya-Hime berlatih kaligrafi (menit 00:38:09)

Gambar 4.22 Kaguya-Hime sedang menulis kaligrafi (menit 00:58:35)

Pada cuplikan gambar 4.21 dengan menggunakan mise en scene

setting (tempat), pencahayaan, dan pemain serta pergerakannya. Kaguya-

Hime terlihat sedang belajar menulis kaligrafi dengan menggunakan kuas

di dalam suatu ruangan pada malam hari (gambar lilin sebagai sumber

caya dalam ruangan dan warna cahaya high key lightning yaitu batasan

cahaya yang tipis antara gelap dan terang).

Kegiatan ini berlanjut hingga dewasa. Pada gambar 4.22 jika

dibandingkan dengan gambar 4.21, Kaguya-Hime mengalami perubahan

tampilan yaitu rambutnya terlihat mulai panjang dan berwarna hitam, dan

telah menggunakan make-up (oshiroi dan hikimayu) dengan posisi duduk

yang tegak serta pembawaan diri yang tenang saat menulis di siang hari.

Dialog menit 00:38:22 00:38:30

,

. Sagami-Dono : Shiawase oyasumi kudasaimase. Kore hodo

gonesshin ni tenarai ni ohagemi asobasareru to, sagami hana takou gozaimasu

Page 92: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

75

Lady Sagami : Oh! Aku sangat bangga melihat kau melatih

tulisanmu... Aku sangat senang didikan ku sampai kepadamu.

Ketekunan akan menulis kaligrafi yang dilakukan oleh Kaguya-

Hime memperoleh apresiasi dari Lady Sagami terlihat dalam dialog di atas.

Lady Sagami merasa bangga melihat Kaguya-Hime tekun belajar kaligrafi.

Dalam film ini peneliti tidak menemukan adanya keterkaitan erat antara

kaligrafi dengan kecantikan, melainkan data sekunder yang

mengungkapkan bahwa kaligrafi mempengaruhi kecantikan seseorang.

Dalam film ini kaligrafi adalah pendidikan seni yang harus dilakukan oleh

seorang wanita bangsawan.

Lebih daripada itu yang terpenting adalah tulisan tangan seseorang.

Karier akan diraih ataupun hilang berdasarkan kualitas tulisan tangan.

Demikian pula hubungan percintaan dimulai dan berakhir. Tangan yang

baik mungkin merupakan satu-satunya tanda penting dari orang baik, dan

itu cukup dekat untuk dianggap sebagai etika moralitas ( Morris 1994 :

195).

Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa pendidikan seni kaligrafi

yang dicerminkan oleh tokoh Kaguya-Hime relevan dengan sejarah Jepang

zaman Heian. Meskipun hanya didukung oleh data visual, dialog diatas

menunjukkan kekaguman Lady Sagami akan ketekunan Kaguya-Hime

melatih seni kaligrafinya. Seni kaligrafi menunjukkan kecantikan inner

beauty segi intelektualitas.

Page 93: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

76

2. Correct Manners

a. Etika berperilaku di istana

Gambar 4.23 Kaguya-Hime berlari-lari di rumah

Dialog menit 00:35:22 00:35:57

Kaguya-Hime : Nee totosama asoko de oyoide iindesho? Lady Sagami : Messou mo gozaimasen oyogu nado to.

Kouki no himegimi to iu mono ha, sono youni hashita naku, kakemattarishitta ha narimasen.

Miyatsuko : Hime-sama, kochira no sagami ta no ha. Hime-sama okouki no hime gimi toshite osodatte moshi ageru. Watashi ga kyuuchuu kara oyobitaisitaishita no desu.

Kaguya : Kouki no hime gimi? Kyuuchuu? Lady Sagami : Watakushi konna ni osodatte ga no ari

sonna o ko ha hajimete de gozaimasu. Kono sagami kanarazu ya hime sama wo kouki no

Page 94: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

77

hime gimi toshite rippa ni osodatte moshi agemasu.

Kaguya-Hime : Ayah, bolehkan saya berenang di sana? Lady Sagami : Anda tidak boleh berenang. Seorang Putri

bangsawan tidak boleh bermain-main dan berlari sedemikian rupa.

Miyatsuko : Yang Mulia....Saya sudah mengundang Nyonya Sagami kesini dari istana untuk mendidikmu dalam menuju kebangsawanan. Tugas dia adalah untuk menjadikanmu Putri Bangsawan.

Kaguya : Putri Bangsawan? Dari istana? Lady Sagami : Tuanku! Jelas anak ini sangat amat

membutuhkan pengarahanku. Sebenarnya, aku suka memulainya lebih awal tapi aku sagami, akan mendidik dia menjadi putri bangsawan yang sesungguhnya.

Pada gambar 4.23 dengan menggunakan unsur mise en scene

pemain dan pergerakannya serta unsur sinematografi LS (long shot)

terlihat Kaguya-Hime berlari-lari dan menaiki pegangan sisi rumah yang

terbuat dari kayu, dan hal ini dianggap tidak baik bagi seorang wanita

bangsawan, dijelaskan dalam dialog diatas.

Lady sagami menunjukkan bagaimana wanita bangsawan

sepantasnya bertingkah laku. Lady Sagami memarahi Kaguya-Hime atas

kelakuannya yang berlari-lari di istana dan keinginannya untuk berenang

dikolam di halaman mansion. Peneliti menemukan bahwa seorang wanita

bangsawan harus berperilaku yang sopan dan kalem.

Page 95: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

78

b. Etika berdiri, berjalan dan mengambil barang.

Gambar 4.24 Lady Sagami sedang menginstruksikan

etika berdiri, berjalan dan mengambil barang

Dialog menit 00:37:08 - 00:37:39

, .

Sagami-Dono : Yoroshi gozaimasuka. Kono youni sesuji wo

nobashite, sutto otachi asobashite Kaguya-Hime : Sutto? Sagami-Dono : Sono mama de yoroshi gozaimasu. Kouki no

himegimi to mo nareba, otachi asobasu nomomare na koto yue.

Kaguya-Hime : Ja, douyatte boku no mono wo toru toki ha? Sagami-Dono : Sono youna baai ha, kore. Kono youni

tatehiza ni te shizu shizu taaku made mo yuuga ni. Yuuga na mono de gozaimashou..

Lady Sagami : Perhatikan dengan seksama, punggung

lurus, tahan dan berdiri dengan tegak. Kibaskan lembut seperti ini.

Page 96: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

79

Kaguya-Hime : Kibas? Lady Sagami : Nah seperti itulah kira-kira. Dalam hal

apapun seorang Tuan Putri berdiri hanya pada kesempatan langkah.

Kaguya-Hime : Tapi... bagaimana aku akan bergerak jika ingin mengambil suatu barang?

Lady Sagami : Jika demikian hal seperti itu, kembali ke posisi duduk dan gerakkan lututmu dengan anggun. Seret, seret, seret, jadilah anggun setiap saat.

Pada cuplikan gambar 4.24 dengan menggunakan unsur mise en

scene pemain serta pergerakannya, terlihat Lady Sagami menginstruksikan

bagaimana etika duduk, berdiri dan mengambil barang yang benar sebagai

seorang wanita bangsawan. Sebab etika ini memancarkan kecantikan yang

elegan, tergambar dalam dialog di atas.

c. Etika memberi salam dan menyambut tamu

Gambar 4.25 Kaguya-Hime memberi hormat

kepada ayahnya Miyatsuko

Dialog menit 00:38:06 00:38:23

, . .. ..

.

Page 97: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

80

Kaguya-Hime : Gokigen uru ha shu o chichiue sama. Miyatsuko : Nanto.. hoo.. kore ha michigaeru hodo shite

akani onari da. KaguyaHime : Aku yakin kau baik-baik saya, Ayah. Miyatsuko : Baiklah, ya ampun. Kamu menjadi sangat

elok, aku hampir sulit mengenalimu.

Pada cuplikan gambar 4.25 dengan menggunakan unsur mise en

scene pemain serta pergerakannya. Kaguya Hime memberi salam kepada

ayahnya Sanuki no Miyatsuko ketika datang untuk melihatnya berlatih

memainkan alat musik koto. Sikap ini terlihat dengan cara Kaguya Hime

menundukkan kepalanya dengan posisi tangan bersatu membentuk pola

segitiga hingga mengenai lantai.

Sikap ini membuat Sanuki no miyatsuko terkesan sehingga secara

spontan Sanuki no Miyatsuko mengatakan bahwa Kaguya-Hime terlihat

begitu elegan, hal ini terlihat pada dialog diatas.

1 2

Page 98: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

81

3 4

Gambar 4.26 Kaguya-Hime memberi hormat kepada Inbe no Akita

Dialog pada menit 00:46:51 - 00:46:53

Kaguya-Hime : Gokigen uruwa shuu zonjimasu. Kaguya Hime : Apa kabar mu tuanku? Ini merupakan suatu

kehormatan bertemu dengan anda.

Sikap memberi hormat juga terdapat pada cuplikan gambar 4.2

nomor satu dan dialog pendukung diatas. Kaguya-Hime terlebih dahulu

menundukkan kepala (gambar no.1) dan kemudian menyapa dengan

menanyakan kabarnya sang tamu yaitu Inbe no Akita, dan kembali

menundukkan kepala secara perlahan-lahan namun tidak sampai

menyentuh lantai (gambar no.2). Dengan menggunakan unsur

sinematografi MS (medium shot) tampak tatapan mata Inbe no Akita

membersar sebagai tanda bahwa dia terpesona, dan tangannya yang

gemetar menunjukka kekaguman (gambar no.3).

Peneliti menemukan bahwa moral dan etika (memberi salam dan

menyambut tamu, berperilaku) yang tercermin pada tokoh Kaguya Hime,

dapat memancarkan kecantikan seorang wanita yaitu inner beauty segi

Page 99: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

82

attitude dan tingkah laku sehari-hari. Tanpa harus menggunakan make-up

Kaguya Hime mampu mencerminkan kecantikan seorang wanita

bangsawan. Pada gambar no.3 dengan menggunakan unsur mise en scene

tata rias, terlihat wajah Kaguya-hime belum menggunakan polesan wajah

yaitu warna wajah yang sedikit kemerahan, dan alis yang masih utuh.

Terdapat lebih banyak aturan dan budaya kecantikan daripada

sekedar penampilan fisik. Segala aspek perangai adalah kesempatan untuk

menampilkan cita rasa atau ketiadaan. Berjalan, berbicara, makan, bermain

musik, dan tentu saja semua segala aspek kebangsawanan itu merupakan

kesempatan untuk menampilkan sisi artistik Morris (1994 : 195).

Masyarakat Heian sangat menghargai kecantikan, keanggunan, dan gaya

berpakaian (Bower 1994 : 233)

Dalam film ini peneliti menemukan inner beauty yang tercermin

melalui correct manners mencakup etika berperilaku, etika berdiri,

berjalan dan mengambil barang, etika memberi salam kepada tamu yang

diajarkan oleh Lady Sagami kepada Kaguya-Hime, hal ini sesuai dengan

pendapat Morris dan Bowen, sehingga peneliti menyimpulkan bahwa

kecantikan yang tercermin pada Tokoh Kaguya relevan dengan sejarah

Jepang zaman Heian, data ini didukung dengan adanya data visual dan

dialog.

Page 100: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

83

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan diatas peneliti menemukan bahwa kecantikan

wanita aristokrat yang tercerrmin pada tokoh Kaguya-Hime terbagi menjadi dua

kategori yaitu :

1. Outer Beauty yaitu kecantikan fisik yang dapat dilihat secara langsung,

yang berasal dari tubuh perempuan tersebut seperti rambut, wajah dan badan serta

atribut yang melekat pada tubuh, seperti pakaian. Kecantikan ini terdiri atas

kurokami, hikimayu, ohaguro, oshiroi dan juunihitoe.

2. Inner Beauty adalah kecantikan yang berasal dari dalam mencakup

kepribadian, intelektualitas, kelemah lembutan, tutur kata yang sopan santun dan

tingkah laku sehari-hari. Terdiri dari permainan alat musik koto, kaligrafi, etika

berperilaku, berdiri, duduk, dan memberi hormat kepada orang lain.

Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa kecantikan wanita aristokrat yang

tercermin pada tokoh Kaguya Hime dalam film Kaguya Hime No Monogatari

merefleksikan fakta sejarah Jepang zaman Heian. Kecantikan-kecantikan tersebut

benar dipraktekan oleh wanita aristokrat pada zaman Heian melalui sejarah

Jepang zaman Heian (data sekunder). Peneliti menggunakan data visual atau

adegan dan dialog yang berhubungan dengan kecantikan wanita aristokrat sebagai

acuan untuk mengklasifikasikan data.

Page 101: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

84

5.2 Saran

Dari temuan dan hasil analisis yang telah dilakukan terhadap penelitian ini,

peneliti menemukan banyak hal untuk diteliti dalam film animasi Kaguya Hime

no Monogatari. Peneliti menyarankan bagi peneliti selanjutnya untuk membahas

bagaimana kehidupan seorang wanita bangsawan di kekaisaran khususnya hal-hal

yang dialami oleh tokoh utama yaitu Kaguya Hime di lingkungan istana dengan

menggunakan teori sosiologi sastra. Kehidupan ini mencakup aktifitas, pernikahan,

definisi kebahagiaan, dan hubungannya dengan konstruksi sosial.

Page 102: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

85

DAFTAR PUSTAKA

FILM Takahata Isao. (2013). Kaguya Hime No Monogatari. Studio Gibli. BUKU

New Dictionary and Thesaurus (Concise Edition). New York: Russell, Geddes & Grosset.

Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.

Arsyad, Azhar. (2014). Media Pembelajaran. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Bower, Bert. Lobdell,Jim. (1994). History Alive! The Medieval World and Beyond.

California : Teachers Curriculum Institute Djaya, Ashad Kusuma. 2007. Natural Beauty Inner Beauty: Managemen Diri

Meraih Kecantikan Sejati dari Khazanah Tradisional. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Dalby,L.C. (2001). Kimono: Fashoning Culture. Seattle and London : University of Washington Press

Danandjaja, James. (1997). Folklor Jepang: Dilihat Dari Kacamata Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa . Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum.

Diaconu, Diana, et al.(2014). Religious And Spiritual Concepts In Dental Practices In Ancient Orient. Rumania : International Journal of Medical Dentistry

Ellington, Lucien. (2009). Japan. United States of Ametica: ABC-CLIO, LLC. Esten, Mursal. (1978). Kesusastraan : Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung :

PT Angkasa. Foo, Samantha. (2010). The Beauty Trap: How the pressure to conform to

beauty leave women experiencing body dissatisfaction. Tesis. Auckland : Auckland University of Technology

Frazee A Charles. (1997). World History: Volume One: Ancient and Medieval Times to A.D.1500

Fitryarini, Inda. (2010). Semiotika Komunikasi: Membedah Stereotype Perempuan dalam Iklan. Yogyakarta. Bimotry.

Griffith, Kalley. (2011). Writing Essays about literature, Greensboro. Cengage Learning.

Hara, M. (1994). Tokyo : Ningennokagakusya. Hayles, N. Katherine. (2008). Electronic literature: new horizons for the literary.

Indiana : University of Notre Dame Press. Kitami, Masao. (2005). Swordless Samurai. Jakarta: Zahir Books. Kuntowijoyo. (2004). Sejarah/Sastra. Humaniora, Volume 16, 17-26 M. Nazir. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Page 103: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

86

McCullough, Heian: Aristocratic Society and A Thousand Cranes Treasures of Japanese Art. Ed. Lorna Price. Seattle: Seattle Art Museum. 43-56. Print.

Mardialis. (2008). Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Melliana, Anastasia. (2006). Menjelajah Tubuh: Perempuan Dan Mitos Kecantikan. Yogyakarta: LKIS.

Mestika Zed. (2008). Metode penelitian kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Miller, Laura. (2006) . Beauty Up : Exploring Contemporary Japanese. United States : University of California Press.

Moleong, Lexy J. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Morris, Ivan. (1994). The World of the Shining Prince: Court Life in Ancient Japan (Kodansha Globe). Kodansha USA.

Nurgiyantoro, Burhan (2010). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Press.

Pratista, Himawan. (2008). Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka. Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ratna, Nyoman Kutha. (2004). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra : dari

Strukturalisme hingga Postrukturalisme. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Ratna, Nyoman Kutha. (2013). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Russel, (1990) . New York: Geddes

and Glosset, Ltd. Russel, John G.(2008). Excluded Presence: Shoguns, Minstrels, Bodyguards,

and Japan's Encounters with the Black Other. Kyoto : Kyoto University. Russel, Susan. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya. Sansom, George B. (1963). A History of Japan 1615-1867. Tokyo: Charles E.

Tuttles Company. Sari, Tiurma, Yustisi. (2009). Hubungan antara Perilaku Konsumtif dengan

Body Image pada Remaja Putri. Skripsi S1. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara.

Shao, Ning. (2016). Understanding Cultural Fusion as a Concept to Decode Animated Character Visual. Tesis. Philadelphia : Drexel University

Situmorang, Hamzon. (2006). Ilmu Kejepangan. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Sudarma, Momon. (2014). Antropologi Untuk Komunikasi. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media.

Suratman, dkk. (2013). Ilmu Sosial Dasar. Malang: Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT).

Synnott, Anthony. (1993). The Body Social: Symbolism, Self and Society. London : Routledge

Page 104: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

87

Tsutsui M William. (2007). A Companion to Japanese History. Blackwell Publishing Ltd.

Wiasti, Ni Made. (2010). Redefinisi kecantikan dalam Meningkatkan Produktivitas Kerja Perempuan Bali, di Kota Denpasar. Denpasar: Fakultas Sastra Universitas Udayana.

Zola, Jaye. (2008). Great Emaki. Colorado : University of Colorado

PAPER Chirstinea, Smith. (2003). So Tasteful : A Note About Iron-Gall Ink. The Four-Women Concert in Genji Monogatari: A Window into Heian Musical

Performance and Teaching, Lloyd Botway, 2013 Hal.2) SKRIPSI Rochman, Nur. (2016). Konflik Tokoh Putri Kaguya Dalam Anime Kaguya Hime

No Monogatari Karya Isao Takahata. Universitas Diponegoro. Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Brawijaya.

Abdurrozak, Umar. (2015). Fakta Sejarah dalam Film Jiobanni no Shima Karya Sutradara Brawijaya.

INTERNET Aashna. (2016). Heian Beauty and Fashion Court Ladies. (Online).

http://aminoapps.com/page/japan/2354660/heian-beauty-and-fashion-court-ladies. Diakses pada tanggal 08 Maret 2017.

Alat Petik Koto Asal Jepang. (2014). (Online). http://www.djarumcoklat.com/article/alat-petik-koto-asal-jepang. Diakses pada tanggal 01 Juni 2017.y

Ayuk. (2014). 10 Tradisi Unik Menjadi Cantik di Berbagai Negara. (Online). http://www.top10magz.com/10-tradisi-unik-menjadi-cantik-di-berbagai-negara/. Diakses pada tanggal 17 Februari 2017.

Encyclopedia Britannica. Japan-The Heian period (794-1185). (Online). https://www.britannica.com/place/Japan /The-Heian-period-794-1185. Diakses pada tanggal 17 Februari 2017.

Putri, Istiarina. (2014). 4 Tren Kecantikan Jepang yang Unik dan Aneh. (Online). https://kawaiibeautyjapan.com/article/583/tren-kecantikan-aneh-di-jepang. Diakses pada tanggal 24 Maret 2017.

Putri, Stela Eka. (2016). Standard Kecantikan Jepang dari Jaman Kuno Hingga Kini. (Online). https://www.japan-tour.jp/id/15529. Diakses pada tanggal 17 Februari 2017.

Storm, Alfred. (2004). Beauty, Art and Race. (Online). http://www.kevinalfredstrom.com/ 2008/10/beauty-art-and-race/. Diakses pada tanggal 17 Februari 2017.

The Fair Face of Japanese Beauty: Cosmetics for Japanese

Page 105: TRADISI KECANTIKAN WANITA ARISTOKRAT JEPANG ...repository.ub.ac.id/165/1/VITA TRI WIDYA.pdfvi ABSTRAK Widya, Vita Tri. 2017. Tradisi Kecantikan Wanita Aristokrat Jepang Pada Tokoh

88

Women from the Heian Period to Today. (2013). (Online). http://www.nippon.com/en/views/b02602/. Diakses pada tanggal 09 Maret 2017.