3
TRADISI MUSYAWARAH ORANG TORAJA Tradisi Musyawarah orang toraja disebut dengan Kombongan Ada’. Kombongan artinya musyawarah, ada’ artinya adat. Berangkat dari mitos-mitos dalam mewariskan sejarah dan falsafah hidup dari generasi ke generasi. Mitos sauan Sibarrung : lam semesta diciptakan oleh Puang Matua. Puang matua mengambil bulaan tasak (emas murni) dan dibakar ke dalam sauan sibarrung (pembakar logam). Dari alat tersebut muncullah nenek moyang alam semesta. Nenek moyang manusia bernama Laukku, Nenek moyang nasi bernama Takkebuku Nenek moyang ayam bernama Menturini Nenek Moyang kerbau Menturiri Nenek moyang hujan Pong Pirikpirik Nenek moyang racun bernama Allotiranda, dsb. Nenek moyang tersebut tinggal bersama Puang Matua di kayangan. Untuk dapat hidup bersama, dengan tugas-tugas yang diberikan dimiliki oleh nenek moyang tersebut, Puang Matua membentuk peraturan bernama Sukaran Aluk, dengan konsekuensi ditanggung bersama nenek moyang jika dilanggar. Puang matua melihat dunia bawah (bumi) sebagai tempat tinggal yang baik, maka manusia diturunkan melalui eran di langi’ (tangga dari langit). Puang matua membekali manusia dengan Sukaran Aluk dalam menjadi pedoman hidup. Manusia yang tinggal di bumi kemudian disebut Tolino ( to : makhluk. Lino : dunia atau bumi). Sukaran aluk yang dipegang manusia tidak lengkap, ada yang masih tertinggal di langit, sehingga Tolino perlu naik ke langit melalui eran di langi’ meminta pendapat Puang Matua untuk menyelesaikan permasalahan yang tidak tertulis disitu. Konflik terjadi ketika terdapat Tolino bernama Londong di Rura yang melanggar Sukaran Aluk, dengan menikahkan anak-anak sedarahnya, dengan alasan supaya tidak membagi kekayaannya dengan orang lain. Akibatnya eran di langi’ runtuh, sehingga Tolino tidak dapat berhubungan dengan yang di langit.

Tradisi Musyawarah Orang Toraja

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Menceritakan tradisi musyawarah orang toraja dan kaitannya dengan pancasila sila ke-4

Citation preview

Page 1: Tradisi Musyawarah Orang Toraja

TRADISI MUSYAWARAH ORANG TORAJA

Tradisi Musyawarah orang toraja disebut dengan Kombongan Ada’. Kombongan artinya musyawarah, ada’ artinya adat.

Berangkat dari mitos-mitos dalam mewariskan sejarah dan falsafah hidup dari generasi ke generasi.

Mitos sauan Sibarrung : lam semesta diciptakan oleh Puang Matua. Puang matua mengambil bulaan tasak (emas murni) dan dibakar ke dalam sauan sibarrung (pembakar logam). Dari alat tersebut muncullah nenek moyang alam semesta.

Nenek moyang manusia bernama Laukku, Nenek moyang nasi bernama Takkebuku Nenek moyang ayam bernama Menturini Nenek Moyang kerbau Menturiri Nenek moyang hujan Pong Pirikpirik Nenek moyang racun bernama Allotiranda, dsb.

Nenek moyang tersebut tinggal bersama Puang Matua di kayangan.

Untuk dapat hidup bersama, dengan tugas-tugas yang diberikan dimiliki oleh nenek moyang tersebut, Puang Matua membentuk peraturan bernama Sukaran Aluk, dengan konsekuensi ditanggung bersama nenek moyang jika dilanggar.

Puang matua melihat dunia bawah (bumi) sebagai tempat tinggal yang baik, maka manusia diturunkan melalui eran di langi’ (tangga dari langit). Puang matua membekali manusia dengan Sukaran Aluk dalam menjadi pedoman hidup. Manusia yang tinggal di bumi kemudian disebut Tolino ( to : makhluk. Lino : dunia atau bumi).

Sukaran aluk yang dipegang manusia tidak lengkap, ada yang masih tertinggal di langit, sehingga Tolino perlu naik ke langit melalui eran di langi’ meminta pendapat Puang Matua untuk menyelesaikan permasalahan yang tidak tertulis disitu.

Konflik terjadi ketika terdapat Tolino bernama Londong di Rura yang melanggar Sukaran Aluk, dengan menikahkan anak-anak sedarahnya, dengan alasan supaya tidak membagi kekayaannya dengan orang lain. Akibatnya eran di langi’ runtuh, sehingga Tolino tidak dapat berhubungan dengan yang di langit.

Tolino menanyakan pada tetua Tolino, disebut Todipone, bahwa dari mana dia akan mendapat petunjuk jika sudah terjadi demikian. Lalu Todipone menjawab, bahwa dengan bibir dan lidahmu dapat digunakan menjadi tangga menjangkau pusat langit. Berarti kata-kata dan doa dapat menjangkau Puang Matua, meskipun eran di langi’ sudah tidak ada.

Dengan permasalahan-permasalahan yang tidak terselesaikan di dunia, Todipone mengumpulkan seluruh masyarakat Toraja, dari wilayah-wilayah pemerintahan kecil yang disebut dengan Lembang. Penguasa setiap Lembang memiliki gelar sendiri-sendiri. Penguasa setiap Lembang memiliki sub-pemerintahan untuk mengatasi masalah dilingkungan yang lebih kecil dalam sebuah Lembang. Daerah-daerah kecil tersebut disebut Bua, dan setiap Bua terdapat pengurusnya dengan gelarnya masing-masing. Di setiap Bua, masih terdapat sub-sub pemerintahan kecil yang mengurus urusan daerah lebih kecil, daerah lebih kecil tersebut disebut Penanian. Dalam penanian dibentuk sebuah badan

Page 2: Tradisi Musyawarah Orang Toraja

pemerintahan yang disebut Toparengnge’, sebuah pemerintahan adat. Sebuah permasalahan di Penanian dibicarakan dalam Kombongan Kaparengngesan (Musyawarah Toparengnge’),

Berbagai permasalahan dan pemecahan di kalangan masyarakat Toraja diselesaikan dalam sebuah forum musyawarah Kombongan Ada’. Orang yang memiliki hak untuk ikut dalam Kombongan Ada’ disebut Tokombongan (TO : orang. Kombongan : Musyawarah). Tokombongan memiliki gelar sesuai dengan wilayah dan tingkatannya. Di Toraja, terbagi menjadi 3 wilayah adat, yakni Daerah adat bagian timur (Padang Dipekambe’i) atau daerah adat Pekambean, daerah adat bagian tengah, disebut dengan Padang Dipekapuangngi, dan daerah adat bagian barat disebut Padang Dima’dikai. Setiap bagia nwilayah tersebut terdapat masing-masing pusat musyawarah sendiri. Di timur, disebut dengan Kombongan Ambe’, ditengah disebut dengan Kombongan Puang, dan di barat disebut dengan Kombongan Ma’dikai.

Dari setiap kombongan bagian wilayah, terbagi tingkatan atau hirarkhi dewan musyawarah adat, yakni Kombongan Basse Lepongan Bulan, Kombongan Ada’, Kombongan Lembang, dan Kombongan Keparengngesan.

Kini adat tersebut masih terpelihara dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Para tokombongan pun masih memiliki kewibawaan dan pengaruh dalam wilayahnya masing-masing.

Refleksi Kritis

Mitos Sauan Sibarrung ini memiliki sifat-sifat yang majemuk (ditentukan oleh Puang Matua dan nenek moyangnya) dan otentik (bagian dari realitas alam semesta secara orisinal. Nilai-nilai yang dapat diperoleh dari Mitos yang hingga kini masih dipercaya oleh masyarakat Toraja adalah :

1. Keadilan2. Perwakilan/Subsidiaritas (otonomi)3. Kepercayaan (Khidmat)4. Kemanusiaan5. Kerakyatan6. Kearifan lokal7. Ketuhanan8. Dialog9. Kesatuan

Dari nilai-nilai tersebut, diketahui bahwa masyarakat Toraja secara implikatif tertampung dalam gugusan sila dalam Pancasila, yakni pada sila ke empat, yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh Khidmat, kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Pesan lain yang diberikan oleh mitos dan masyarakat penganutnya adalah :

- Tuhan adalah sumber inspirasi dan petunjuk dalam kehidupan. Dengan kata lain, terdapat nilai ketuhanan di dalamnya. Eran di langi’, kini lebih dikenal sebagai wahyu dari nabi dan kitab suci.

- Kebenaran dan kebaikan ditemukan dengan akal budi dan kehendak baik, dengan menggunakan mulut dan lidah sebagai alat berkomunikasi. Dialog dan diskursus merupakan cara terbaik dalam menyelesaikan masalah bersama.