77
TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT (Studi Kasus di Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh : Aris Muzayyin NIM : 11140440000069 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2019 M

TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT

(Studi Kasus di Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

Aris Muzayyin

NIM : 11140440000069

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2019 M

Page 2: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN
Page 3: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN
Page 4: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN
Page 5: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

iv

ABSTRAK

Aris Muzayyin NIM 11140440000069. TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN

PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT (Studi Kasus di Desa

Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya)

Skripsi, Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/2018 M. (ix

halaman, halaman, dan lampiran).

Skripsi ini bertujuan untuk memahami dan mengetahui praktik tradisi Nincak

Endog pengantin yang berlangsung di masyarakat Desa Neglasari, Kecamatan Salawu,

Kabupaten Tasikmalaya Untuk mengetahui nilai filosofis yang terkandung dalam

Nincak Endog pengantin yang berlangsung di masyarakat Desa Neglasari, Kecamatan

Salawu, Kabupaten Tasikmalaya Untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap

tradisi Nincak Endog pengantin yang berlangsung di masyarakat Desa Neglasari,

Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya.

Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian lapangan (field research), dan

merupakan jenis penelitian etnografi, penelitian ini bersifat analitik merupakan

kelanjutan dari penelitian deskriptif yang bertujuan bukan hanya sekedar memaparkan

karateristik tertentu. Tetapi juga menganalisa dan menjelaskan mengapa atau

bagaimana hal itu terjadi, adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan pendekatan antropologis. Kriteria data yang didapatkan berupa data

primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara

secara mendalam, observasi, dan studi pustaka.

Hasil penelitian yang di dapatkan, bahwasannya masyarakat Kampung Naga

melaksanakan resepsi pernikahan yaitu Nincak Endog. Dalam sebuah resepsi

pernikahan yang di lakukannya terdapat pesan dan moral bagi masyarakat khususnya

bagi kedua mempelai.

Kata Kunci : Praktik, Makna filosifis, Pesan moral bagi masyarakat.

Pembimbing : H. Qosim Arsadani, M.A

Daftar Pustaka : 1997-2018

Page 6: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

v

KATA PENGANTAR

بسم الله الرحمن الرحيم

Segla puji bagi Allah Subhanahu wa ta’ala yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Tidak ada kekuatan selain kekuatan yang diberikan oleh-Nya. Segala pengharapan

ridho dan keberkahan hidup hanya digantungkan kepada-Nya. Shalawat dan salam

semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasalam.

Dengan segala nikmat yang dilimpahkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, penulis

mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “TRADISI NINCAK

ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN

HUKUM ADAT ”. Penulisan skripsi ini ditujukan bagi syarat untuk menyelesaikan

studi Ilmu Hukum Keluarga dan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H).

Selama proses penulisan skripsi, penulis mendapatkan banyak dukungan dan

bantuan berupa materi maupun imateriel. Penulis sangat menyadari bahwa dalam

keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak semata-mata menyandarkan pada usaha dan

kemampuan penulis saja. Maka dari itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih

kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A selaku Rektor Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh staf dan jajarannya.

2. Dr. Phil. H. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta Wakil

Dekan I, II, dan III Fakultas Syariah dan Hukum.

3. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. Ketua Program Studi Hukum Keluarga Islam

beserta Indra Rahmatullah, S.HI., M.H. Sekretaris Program Studi Hukum

Keluarga, yang terus mendukung dan memotivasi penulis untuk segera

menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Page 7: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

vi

4. H.Qosim Arsadani M.A., sebagai dosen pembimbing skripsi penulis, yang

telah sabar dan terus memberikan arahannya untuk membimbing penulis

dalam proses penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh dosen pengajar program studi Ilmu Hukum Keluarga Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. kedua orang tua beserta keluaga yang selalu mendoakan dalam setiap

keadaan dan memberikan nasehat dalam setiap kesempatan. Semoga

keberkahan Allah Subhanahu wa ta’ala selalu menyertainya.

7. Didya Visiuda Mayorawati editor cantik yang selalu setia menemani dan

menyemangatiku disaat suka dukanya mengerjakan skripsi ini

8. Teman BPHT Irmafa, Hamam, Angga, Alya terimakasih atas canda tawa

serta pengalaman dalam menjabat sebagai pengurus Irmafa, semoga ini

menjadi lading ibadah buat kita

9. Teman-teman seni musik, El-Hamra, Exsoul, dan Irmafa Coustik teruslah

berkarya, berlomba dalam syair dan Syiar Islami melalui musik positif

(Nasyid)

10. Teman kelas seperjuangan Hukum Keluarga yang menemani dari awal

hingga akhir semester. Terimakasih atas sharing pendapat dan

pengetahuannya.

11. Teman satu tempat singgah Hilman Fauzi, Aden Ruhanda, Muhammad Aris

Munandar, Ale, Aufa dan Arifin Terimakasih atas pengalaman dan

dukungannya, semoga kita dipertemukan kembali di surga kelak.

12. Teman-teman KKN SANUBARI Deni Alamsyah, Hani, Didya, Ibnu,

Irwan, Zavita, lia, Intan, Husni, Nurfiq, dudin, nailil, Ratna, Dwi, fajar.

Terimakasih atas petualangan dan dukungannya.

Jakarta, 07 Oktober 2018

Aris Muzayyin

Page 8: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ................................. i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ............................. iii

ABSTRAK ........................................................................................................ iv

KATA PENGANTAR ...................................................................................... v

DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................................... 6

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah ...................................................... 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 7

E. Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 8

F. Kerangkan Teori dan Konseptual .......................................................... 9

G. Metode Penelitian ................................................................................. 11

H. Sistematika Penulisan ........................................................................... 13

BAB II WALIMAH AL-‘URSY PRESPEKTIF HUKUM ISLAM ................ 15

A. Pengertian Walimah Al-‘Ursy ................................................................. 15

B. Dasar Hukum Walimah dan Waktu Pelaksanaannya .............................. 18

C. Hukum Menghadiri Undangan Walimah Al-‘Ursy ................................... 21

D. Hikmah Melaksanakan Walimah Al-‘Ursy .............................................. 25

BAB III MASYARAKAT DI DESA NEGLASARI KECAMATAN

SALAWU KABUPATEN TASIKMALAYA………………………27

A. Gambaran Umum Desa Neglasari Kecamatan………………………….27

B. Demografi Masyaraka…………………………………………………..30

C. Kondisi Sosial Penduduk dan Perekonomiannya………………………..31

BAB IV NINCAK ENDOG PENGANTIN PERSPEKTIF

HUKUM ISLAM…………………………………………………….37

Page 9: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

viii

A. Praktik Nincak endog Pengantin di Desa Neglasari Kecamatan

Salawu Kabupaten Tasikmalaya……………………………………….37

B. Makna Filosofis Nincak endog Pengantin dalam Sudut Pandang

masyarakat Desa Neglasari, kecamatan Salawu, Kabupaten

Tasikmalaya…………………………………………………………....45

C. Nincak Endog Pengantin dalam Pandangan Ulama (lebe) dan Tokoh

Masyarakat Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten

Tasikmalaya…………………………………………………………….47

D. Analisis penulis Terhadap Tradisi Nincak Endog Menurut Perspektif

Hukum Islam…………………………………………………………....50

BAB V KESIMPULAN ................................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... xii

Page 10: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum Islam adalah peraturan yang dirumuskan berdasarkan

wahyu Allah dan sunnah Rasul tentang tingkah laku mukallaf (orang yang

sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan diyakini oleh semua

pemeluk agama Islam1. Hukum yang memberikan perhatian penuh

kepada manusia, memelihara segala yang berpautan dengan manusia, baik

mengenai diri, ruh, akal, akidah, pahala, dan siksa yang berlaku bagi

individu maupun kelompok masyarakat. Manusialah yang menjadi

sumber bagi segala hukum Al-Qur’an.2

Adapun ciri-ciri hukum Islam adalah sebagai berikut:

1. Hukum Islam mempunyai istilah kunci, yaitu: Syariah dan Fikih.

Syariah bersumber dari wahyu Allah dan Sunnah Nabi

Muhammad S.A.W., sedangkan fikih adalah hasil pemahaman

manusia yang bersumber dari nash-nash yang bersifat umum;

2. Hukum Islam terdiri atas dua bidang utama, yaitu hukum ibadah

dan hukum muamalah dalam arti yang luas. Hukum ibadah

bersifat tertutup karena telah sempurna, sedangkan muamalah

dalam arti yang luas bersifat terbuka untuk dikembangkan oleh

manusia yang memenuhi syarat untuk itu dari masa ke masa;

3. Dalil Al-Qur’an yang menjadi hukum dasar dan mendasari

Sunnah Nabi Muhammad S.A.W.

Tujuan penetapan hukum Islam menurut Abu Zahra yang

dikutip dari buku Zainuddin Ali terdapat tiga sasaran utama, yaitu:

Penyucian jiwa, penegakan keadilan, dan perwujudan kemashlahatan.

Penyucian jiwa dimaksudkan agar setiap muslim dalam setiap

1 Zainuddin Ali, M.A., Hukum Islam: pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia,

(Jakarta: Sinar Grafika, cet. keempat), h., 3

2 M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, cet. pertama) h., 158

Page 11: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

2

aktivitasnya dapat menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat di

lingkungannya. Pendekatannya dengan banyak melakukan ibadah yang

disyariatkan agar dapat membersihkan jiwa dan dapat memperkokoh

hubungan sosial. Penegakan keadilan diharapkan dapat terwujud dalam

tata kehidupan masyarakat muslim yang bertalian dengan sesama umat

Islam maupun dengan umat yang berbeda keimanan. Perwujudan

kemaslahatan adalah kemaslahatan hakiki yang bertalian dengan

kepentingan umum, bukan kemaslahatan yang dipengaruhi oleh

kepentingan pribadi atau golongan, apalagi yang dipengaruhi oleh hawa

nafsu.3

Dimensi adat merupakan hukum yang hidup di dalam

masyarakat, yang terjadi melalui proses internalisasi dalam interaksi

sosial, khususnya dalam bidang hukum keluarga. Hukum yang demikian

itu dilakukan tanpa intervensi kekuasaan negara atau kekuasaan

tradisional karismatis, tetapi dilakukan atas dasar kesukarelaan (al-ridha)

dalam pelaksanaannya, terjadi perkumpulan dengan kaidah lokal yang

dianut oleh masyarakat yang bersangkutan. Adat dipandang sebagai salah

satu dimensi hukum Islam. Hal ini dikarenakan masyarakat Indonesia

bersifat majemuk, baik secara horizontal maupun vertikal, maka corak

adatpun bercorak majemuk. Dengan demikian, dimensi adat ini sangat

bervariasi. Ia merupakan suatu kekayaan nuansa dimensi hukum Islam

dalam berbagai komunitas muslim dalam suatu sistem masyarakat

bangsa.4

Hukum adat itu mempunyai unsur-unsur asli maupun unsur-

unsur keagamaan, walaupun pengaruh agama tidak begitu besar dan

hanya di beberapa daerah saja. Namun dalam arti sempit dan sehari-hari,

hukum adat adalah hukum asli yang tidak tertulis, yang berdasarkan

kebudayaan dan pandangan hidup Bangsa Indonesia, serta memberi

3 Zainuddin Ali, M.A., Hukum Islam: pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia,

(Jakarta: Sinar Grafika, cet. keempat), h., 6-7

4 Yayan Sopyan, Islam-Negara Tranformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, h. 53-54

Page 12: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

3

pedoman kepada sebagian besar orang-orang Indonesia dalam kehidupan

sehari-hari yang berhubungan antara yang satu dengan yang lain, baik di

kota maupun di desa.5 Menurut hukum, adat perkawinan itu adalah urusan

kerabat, keluarga, masyarakat, dan pribadi. Apabila ada perselisihan

hukum antara dua kerabat atau perseteruan kerabat yang berlangsung

lama, terkadang dihentikan dengan jalan perkawinan lelaki dari kerabat

yang satu dengan perempuan dari kerabat yang lain.6 Berlakunya hukum

adat maupun tradisi perkawinan tergantung pada pola susunan

masyarakatnya. Oleh karenanya, apabila tidak mengetahui bagaimana

susunan masyarakat yang bersangkutan, maka tidak mudah juga untuk

dapat diketahui hukum perkawinannya.7

Di era globalisasi, budaya dan adat istiadat di Indonesia yang

masih terjaga kemurniannya sangatlah sulit untuk ditemukan. Hal ini

dikarenakan masuknya budaya luar (barat) ke Indonesia yang dengan

mudahnya diserap oleh bangsa kita sendiri. Budaya asli Indonesia makin

tergerus oleh zaman dan perlahan ditinggalkan oleh para penduduk adat

tersebut. Oleh karena itu, jika kita menemukan masyarakat adat di sekitar

kita yang masih menjunjung tinggi adat istiadat leluhurnya, maka kita

dianjurkan untuk menjaga kelestarian dan kemurnian adat istiadat yang

masih melekat pada suatu komunitas tersebut. Di pulau Jawa yang terdiri

dari 6 provinsi, yakni Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta,

Jawa Tengah, dan Jawa Timur ini terdapat beberapa suku, diantaranya

suku Jawa, suku Sunda, suku Badui, dan lain-lain. Dalam hal ini, penulis

akan membahas tentang tradisi dan budaya Sunda perihal resepsi

perkawinannya.

Pernusantaraan Sunda dapat terjadi karena pengaruh Islam.

Ketika tradisi budaya Sunda diIslamkan, maka terjadilah proses

5 Bushar Muhammad, Asas-asas Hukum Adat, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1988,

Cet. ketujuh), h., 15

6 MR B. Ter Haar Bzn, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, ( Jakarta: Pradnya Paramita), h., 158

7 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, (Bandung: Penerbit Alumni, 1983), h., 16

Page 13: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

4

Islamisasi Sunda. Kehadiran ajaran Islam memperkaya dan meninggikan

tradisi budaya Sunda. Ajaran Islam dan budaya Sunda yang di Islamkan,

yang berawal dari Jawa Barat, telah memasuki dan meluas di seluruh

nusantara.8

Budaya Sunda dikenal dengan budaya yang sangat menjunjung

tinggi sopan santun. Pada umumnya, karakter masyarakat Sunda, yaitu

ramah tamah (someah), murah senyum, lemah lembut, dan sangat

menghormati orang tua. Di dalam Bahasa Sunda juga diajarkan

bagaimana menggunakan bahasa halus untuk orang tua. Secara

antropologi, yang disebut suku Sunda adalah orang-orang yang secara

turun-temurun dan dalam kehidupan sehari-harinya menggunakan Bahasa

Sunda sebagai bahasa ibu dan bertempat tinggal di daerah Jawa Barat atau

daerah yang sering disebut Tanah Pasundan atau Tatar Sunda. Sistem

keluarga dalam suku Sunda bersifat parental, yaitu garis keturunan ditarik

dari pihak ayah dan ibu bersama. Dalam keluarga Sunda, ayah yang

bertindak sebagai kepala keluarga. Ikatan kekeluargaan yang kuat dan

peranan agama Islam sangat mempengaruhi adat istiadat dalam kehidupan

suku Sunda. Dalam suku Sunda dikenal istilah pancakaki, yaitu sebagai

istilah-istilah untuk menunjukkan hubungan kekerabatan. Contoh

pertama, saudara yang berhubungan langsung ke bawah dan vertical,

seperti anak, incu (cucu), buyut (piut), bao, canggahwareng atau

janggawareng, udeg-udeg, dan kaitsiwur atau gantungsiwur. Kedua,

saudara yang berhubungan tidak langsung dan horizontal, seperti anak

paman, bibi, uwak, anak saudara kakek atau nenek, dan anak saudara piut.

Ketiga, saudara yang berhubungan tidak langsung dan langsung serta

vertikal, seperti keponakan anak kakak, keponakan anak adik, dan

seterusnya. Hal ini tentunya mempengaruhi hubungan kekerabatan

seseorang dengan orang lain, menentukan kedudukan seseorang dalam

struktur kekerabatan keluarga besarnya, menentukan bentuk hormat,

menghargai, kerjasama, dan saling menolong di antara sesamanya, serta

8 Yayasan Festival Istiqlal, Ruh dalam Budaya Bangsa Aneka Budaya di Jawa,

(Jakarta: Yayasan festival Istiqlal, 1996), h., 110

Page 14: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

5

menentukan kemungkinan terjadi atau tidaknya pernikahan di antara

anggota-anggotanya guna membentuk keluarga inti baru. Dalam suatu

pernikahan, terdapat banyak tahapan dan urutan yang seharusnya

dilakukan secara berurutan.9

Dalam tradisi budaya Sunda, kerap diadakan upacara

perkawinan adat. Upacara perkawinan merupakan kegiatan-kegiatan yang

telah dilazimkan dalam usaha mematangkan, melaksanakan, dan

memantapkan suatu perkawinan. Setiap upacara, baik sebelum waktu

pelaksanaan maupun sesudah perkawinan, mengandung unsur-unsur

tujuan, tempat, waktu, alat-alat, dan jalannya upacara. Dalam adat Sunda,

ada beberapa upacara yang dilaksanakan sesudah perkawinan, yaitu

upacara sawer (Nyawer), upacara injak telur, dan upacara huang lingkup.

Dari beberapa uraian di atas, penulis tertarik membahas tradisi

Sunda dalam melaksanakan upacara setelah pernikahan, yaitu upacara

nincak endog pengantin atau upacara injak telur. Dalam upacara injak

telur, di dalam prosesnya pun menggunakan beberapa bahan, yaitu tujuh

ajug yang masing-masing diatasnya diberi lilin yang sudah terdapat

sumbu, kemudian ajug tersebut diletakkan di atas tangga, telur ayam

mentah, sebuah kendi dari tanah berisi air bening, dan batu pipisan.

Diadakannya upacara ini tidak terlepas dari makna dan filosofis yang

terkandung di dalamnya.

Dari permasalahan ini penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dalam bentuk karya ilmiah. Untuk itu, permasalahan ini akan

diangkat sebagai kajian dalam bentuk skripsi yang berjudul:

“TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN

PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM

ADAT” (Studi Kasus di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu,

Kabupaten Tasikmalaya)

9 Jurnal Elib.Unikom, Upacara Pernikahan Adat Sunda, h., 8-9

Page 15: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

6

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan beberapa permasalahan yang

berkaitan dengan tema yang sedang dibahas. Ragam masalah yang akan

muncul berdasarkan latar belakang, akan penulis paparkan beberapa

diantaranya, yaitu:

1. Bagaimana asal-muasal ditetapkannya Nincak Endog pengantin

dalam adat Sunda?

2. Atas dasar apa ditetapkannya Nincak Endog pengantin sebagai salah

satu adat istiadat dalam lingkungan masyarakat suku Sunda?

3. Bagaimana praktik tradisi Nincak Endog pengantin yang

berlangsung pada masyarakat suku Sunda?

4. Apa nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam pemahaman

masyarakat Sunda mengenai Nincak Endog pengantin?

5. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap tradisi Nincak Endog

pengantin pada masyarakat suku Sunda?

6. Bagaimana korelasi antara hukum Islam dengan hukum adat Nincak

Endog pengantin dalam adat Sunda?

7. Apa sanksi hukum Islam maupun adat bagi warga masyarakat yang

tidak melaksanakan tradisi Nincak Endog pengantin tersebut?

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan dalam skripsi ini, penulis

membatasi masalah yang akan dibahas untuk menghindari kemungkinan

tumpang-tindih dengan permasalahan di luar tema penelitian. Disini

penulis hanya akan membahas mengenai tradisi nincak endog pengantin

perkawinan di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten

Tasikmalaya.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka pokok permasalahan

dalam skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Page 16: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

7

a. Bagaimana praktik tradisi Nincak Endog pengantin yang

berlangsung di masyarakat Desa Neglasari, Kecamatan

Salawu, Kabupaten Tasikmalaya?

b. Apa nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam pemahaman

masyarakat Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten

Tasikmalaya mengenai Nincak Endog pengantin?

c. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap tradisi Nincak

Endog pengantin pada masyarakat Desa Neglasari,

Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam

melakukan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui praktik tradisi Nincak Endog pengantin yang

berlangsung di masyarakat Desa Neglasari, Kecamatan Salawu,

Kabupaten Tasikmalaya;

b. Untuk mengetahui nilai filosofis yang terkandung dalam Nincak

Endog pengantin yang berlangsung di masyarakat Desa Neglasari,

Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya;

c. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap tradisi Nincak

Endog pengantin yang berlangsung di masyarakat Desa Neglasari,

Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya.

2. Manfaat Penelitian

Selanjutnya dengan tercapainya tujuan tersebut, diharapkan dari

hasil penelitian ini dapat diperoleh manfaat sebagai berikut:

a. Bagi Peneliti

Diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan bagi peneliti

mengenai kajian hukum adat untuk dapat dikembangkan kemudian.

b. Bagi Akademisi

Bagi sesama mahasiswa ataupun kalangan akademisi di kampus,

hasil penelitian ini akan menjadi tambahan referensi di masa yang akan

Page 17: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

8

datang, yang memungkinkan akan dilakukannya banyak penelitian

sejenis oleh kalangan akademisi lainnya.

c. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah khazanah

keilmuan tentang tradisi nincak endog pengantin perkawinan bagi

masyarakat dan bagi semua pihak yang mempunyai kepentingan dengan

tradisi nincak endog pengantin perkawinan. Selanjutnya, hasil

penelitian ini akan menjadi dokumen, terkhusus bagi masyarakat Desa

Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya.

E. Tinjauan Pustaka

1. Skripsi Nostalia, Monika, Sawer: Komunikasi Simbolik pada Adat

Tradisi Suku Sunda dalam Upacara Setelah Perkawinan. Skripsi ini

membahas tentang makna simbol pada adat tradisi suku sunda dalam

upacara setelah perkawinan. Sedangkan penelitian penulis mengkaji

tentang praktik nincak endog pengantin perkawinan di Desa

Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya.

2. Skripsi Aam Masduki, Sawer Penganten Tuntunan Hiidup Berumah

Tangga di Kabupaten Bandung, Patanjala, Vol. 7, No 3, Tahun 2015.

Skripsi ini membahas tentang konteks puisi saweran pengantin dan

nasihat yang diberikan kepada pasangan pengantin sebagai tuntunan

hidup mereka dalam berumah tangga. Sedangkan penelitian penulis

mengkaji tentang praktik nincak endog pengantin perkawinan di Desa

Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya serta

mengetahui perbandingan hukum Islam dan hukum adat dalam bidang

perkawinan.

F. Kerangka Teori dan Konseptual

1. Kerangka teori

Dalam kerangka teori, penulis membahas beberapa definisi,

diantaranya:

a. Hukum adat

Page 18: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

9

Hukum adat adalah hukum non statutair yang sebagian besar

adalah hukum kebiasaan dan sebagian kecilnya adalah hukum Islam.10

Kebiasaan diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam

bentuk yang sama sehingga kebiasaan mempunyai kekuatan mengikat

yang lebih besar.11 Sedangkan menurut Prof. Dr. Mr. Hazairin yang

dikutip oleh Tolib Setiadi, adat adalah renapan (endapan), kaidah-

kaidah adat itu berupa kaidah kesusilaan yang kebenarannya telah

mendapat pengakuan umum dalam masyarakat itu. Beliau mengaitkan

.antara kesusilaan dan hukum sehingga dalam sistem hukum yang

sempurna tidak ada tempat bagi sesuatu yang tidak laras atau yang

bertentangan dengan kesusilaan. Demikian pula halnya dengan hukum

adat yang terdapat hubungan dan persesuaian dengan kesusilaan.12

b. Nincak endog

Nincak endog (injak telur) adalah serangkaian acara adat yang

harus dilalui oleh setiap pengantin setelah akad pernikahan

berlangsung. Nincak endog dilakukan oleh pengantin laki-laki dengan

cara menginjak telur mentah menggunakan kaki kanannya, kemudian

pengantin perempuan akan membersihkan kaki suaminya dengan

membasuh menggunakan handuk bersih. Prosesi ini melambangkan

bahwa pengantin perempuan akan mentaati sang suami yang telah

menjadi imamnya sejak saat itu dan tidak akan menyakiti hati sang

suami serta akan selalu menghiasi rumah tangganya dengan penuh kasih

sayang.

2. Kerangka konsep

10 Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia: Dalam Kajian Kepustakaan, (Bandung: Alfabeta, 2013, Cet. ketiga), h., 16

11 Soerjono Soekanto dan Soleman B. Taneko, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: 1986, Cet. ketiga), h., 81

12 Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia: Dalam Kajian Kepustakaan, (Bandung: Alfabeta, 2013, Cet. ketiga), h., 17

Page 19: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

10

Kerangka konsep dalam penulisan ini diambil dari kaidah-

kaidah ushul fiqh, diantaranya:

a. Al-‘Urf (العرف)

‘Urf menurut bahasa adalah adat, kebiasaan, atau suatu

kebiasaan yang terus-menerus. ‘Urf yang dimaksud dalam ilmu ushul

fiqh adalah sesuatu yang terbiasa di kalangan manusia atau pada

sebagian mereka dalam hal muamalat dan telah menetap dalam diri

mereka dalam beberapa hal secara terus-menerus yang diterima oleh

akal yang sehat.13 Kata ‘Urf pengertiannya tidak melihat dari segi

berulang kalinya suatu perbuatan tersebut dilakukan, tetapi dari segi

bahwa perbuatan tersebut sudah sama-sama dikenal dan diakui oleh

orang banyak. Adanya dua sudut pandang berbeda ini (dari sudut

berulang kali dan dari sudut dikenal) yang menyebabkan timbulnya dua

nama tersebut. Dalam hal ini sebenarnya tidak ada perbedaan prinsip

karena dua kata itu pengertiannya sama, yaitu suatu perbuatan yang

telah berulang-ulang dilakukan menjadi dikenal dan diakui orang

banyak, sebaliknya karena perbuatan itu sudah dikenal dan diakui oleh

orang banyak, maka perbuatan itu dilakukan orang secara berulang kali.

Dengan demikian meskipun dua kata tersebut dapat dibedakan tetapi

perbedaannya tidak berarti.14 Para ulama mazhab Fiqh, pada dasarnya

bersepakat untuk menjadikan ‘Urf secara global sebagai dalil hukum

Islam (Hujjah syar’iyyah).15

b. لعادة محكمةا )Adat itu dapat menjadi dasar hukum)

Dalam kaidah Ushul Fiqh disebutkan ةوارك العادة عدت

meninggalkan adat menimbulkan permusuhan. Adat atau ‘Urf yang

telah berlangsung lama dapat diterima oleh orang banyak karena tidak

13 Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta: kencana prenada media grup, 2010, cet.

pertama), h., 161

14 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009, Cet. kelima), h., 387-388

15 Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2011), h., 162

Page 20: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

11

mengandung unsur mafsadat (perusak) dan tidak bertentangan dengan

dalil syara’ yang datang kemudian, namun secara jelas belum terserap

ke dalam syara’, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Adat atau

‘urf dalam bentuk ini jumlahnya banyak sekali dan menjadi

perbincangan di kalangan ulama. Bagi kalangan ulama yang

mengakuinya, berlaku kaidah العادة محكمة )Adat itu dapat menjadi dasar

hukum).16

c. Al-Maslahah al-Mursalah

Pengertian maslahah dalam bahasa Arab berarti perbuatan-

perbuatan yang mendorong kepada kebaikan manusia. Dalam arti

umum, yaitu setiap sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, baik dalam

arti menarik atau menghasilkan, seperti menghasilkan keuntungan atau

kesenangan, atau dalam arti menolak atau menghindarkan, seperti

menolak kemudharatan atau kerusakan. Jadi setiap yang mengandung

manfaat patut disebut maslahah. Dengan begitu, maslahah

mengandung dua sisi, yaitu menarik atau mendatangkan kemaslahatan

dan menolak atau menghindarkan kemudharatan.17

G. Metode Penelitian

Metodologi penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam

pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni18. Dalam hal ini,

penulis menggunakan metodologi penelitian sebagai berikut:

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini bersifat ilmiah dan dituangkan dalam bentuk

skripsi, maka untuk menunjang penelitian ini penulis berusaha

mendapatkan data yang akurat dan bukti-bukti yang faktual. Penulis

dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan

pendekatan antropologi hukum (ilmu yang membahas tentang manusia

16 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 2, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009, Cet.

kelima), h.,394

17 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009, Cet. kelima), h., 345

18 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011, Cet. ketiga), h., 17

Page 21: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

12

dalam kaitannya dengan kaidah-kaidah sosial yang bersifat hukum), yaitu

melihat dan mengamati secara langsung nincak endog pengantin yang

berada di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini

adalah penelitian kualitatif dan penelitian lapangan (field research).

Penelitian kualitatif merupakan suatu penelitian ilmiah yang bertujuan

untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah

dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam

antara peneliti dengan fenomena yang diteliti.19 Sedangkan penelitian

lapangan adalah penelitian yang sumber datanya diambil dari objek

penelitian (masyarakat atau komunitas sosial) secara langsung di daerah

penelitian.20

3. Sumber Data

Pada umumnya, sumber data dalam sebuah penelitian terbagi

menjadi beberapa sumber. Pembagian ini dapat dibedakan antara data

yang diperoleh dari lapangan dan data yang diambil dari bahan

perpustakaan. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini,

antara lain sebagai berikut:

a. Data Primer, yaitu data-data yang diperoleh secara langsung dari

hasil wawancara dengan para tokoh yang ahli dalam permasalahan

yang dibahas dalam penelitian ini dan kesaksian dari masyarakat

secara langsung mengenai tradisi nincak endog pengantin;

b. Data Sekunder, yaitu data yang berupa dokumen-dokumen yang

terdapat pada buku, jurnal, artikel, majalah, surat kabar, internet,

dan sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan yang

diangkat dalam penelitian ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

19 Lexy, J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2011)

20 Yayan Sopyan, Buku Ajar Pengantar Metode Penelitian, (Ciputat, Buku Ajar, 2010), h., 32

Page 22: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

13

Agar mendapatkan pendataan yang tepat dalam penelitian ini,

maka digunakan metode pengumpulan data. Adapun metode

pengumpulan data yang digunakan, yaitu:

a. Wawancara, merupakan percakapan yang diarahkan kepada

masalah tertentu atau pusat perhatian untuk mendapatkan

informasi yang sebenarnya dengan bertanya langsung pada tokoh-

tokoh masyarakat yang menjadi pelaksana dalam tradisi nincak

endog pengantin;

b. Observasi, dilakukan untuk mendapatkan data secara langsung

dengan melihat proses nincak endog pengantin yang dilakukan

oleh kalangan masyarakat;

c. Dokumentasi, yaitu mengumpulkan data melalui berkas-berkas,

buku, jurnal, artikel, majalah, surat kabar, internet, dan dokumen

penting lainnya yang berhubungan dengan skripsi ini.

5. Teknik Analisis Data

Penelitian ini dianalisis secara kualitatif dengan memakai

analisis domain berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan.

Kemudian, data yang terkumpul dianalisis dan diinterpretasikan dalam

interpretasi data.

6. Teknik Penulisan Skripsi

Secara teknis, penulisan ini berpedoman pada buku “Pedoman

Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta Tahun 2017”.

H. Rancangan Sistematika Penulisan

Adapun rancangan sistematika penulisan dalam penyusunan

skripsi ini terdiri dari lima bab dengan perincian sebagai berikut:

BAB I Menguraikan latar belakang masalah, identifikasi masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, tinjauan pustaka, kerangka dan teori konseptual,

metode penelitian, dan rancangan sistematika penulisan.

Bab II Pemaparan kajian teori mengenai pengertian walimah serta

landasan hukum walimah nikah, Maqhasid al syar’iy dari

Page 23: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

14

walimah nikah, waktu terbaik walimah nikah, dan hukum

menghadiri walimah nikah.

BAB III Gambaran umum lokasi penelitian yang meliputi setting sosial

berkaitan dengan letak geografis, keadaan alam, keadaan

penduduk potensi ekonomi, pendidikan, karakteristik

informan atau penelitian, dan lokasi penelitian.

BAB IV Membahas tentang pelaksanaan tradisi Nincak endog

pengantin di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten

Tasikmalaya dan menjelaskan bagaimana pemahaman

masyarakat tentang nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam

praktik tradisi nincak endog serta pemahaman masyarakat

mengenai tradisi tersebut dalam perspektif Islam, serta

dilanjutkan dengan analisis penulis.

BAB V Menguraikan hasil penelitian yang berupa kesimpulan dari

bab-bab sebelumnya disertai dengan saran-saran untuk

masyarakat dan peneliti selanjutnya yang tertarik melanjutkan

penelitian ini.

Page 24: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

15

BAB II

WALIMAH AL-‘URSY PRESPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Pengertian Walimah

Walimah menurut bahasa berarti al-jam’u yaitu kumpul.

Sedangkan menurut istilah, walimah adalah makanan yang disuguhkan

pada suatu pesta pernikahan atau hajatan yang diselenggarakan ketika

atau setelah terjadinya ijab qabul atau acara yang berkaitan dengan

pernikahan.21

Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm menyebutkan bahwa

walimah adalah tiap-tiap jamuan merayakan pernikahan, kelahiran anak,

khitanan, atau peristiwa menggembirakan lainnya yang mengundang

orang banyak.22 Dalam kitab al-Muhazzab, walimah diartikan sebagai

makanan yang diperjamukan untuk manusia. Dalam hal ini terdapat enam

bentuk perjamuan, diantaranya perjamuan dalam pernikahan, perjamuan

setelah melahirkan, perjamuan ketika menyunatkan anak, perjamuan

ketika membangun rumah, perjamuan ketika datang dari bepergian, dan

perjamuan karena tidak ada sebab.23

Suatu walimah dianggap sempurna dengan menyembelih

minimal seekor kambing bagi yang mampu atau berdasarkan

kesanggupan masing-masing berupa hidangan makanan dan minuman.

Ibnu Hajar Al-Asqolani dalam kitabnya Bulughul Maram menyebutkan

hadist dari sahabat Shofiyah, dia berkata:

ين من شعير (البخارى رواه) انه صلى عليه و سلم اولم على ب عض نسائه بمد

21 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana,

2006), h., 155

22 Al-Syafi’i, Al-Umm, Juz VII, (Beirut: Dar al-Kutub, al-Ilmiyah, t.th.), h., 476

23 Al-Syairazi, Al-Muhazzab, Juz II, (Beirut: Dar al-Kutub Al-Ilmiah, t,th.), h., 476

Page 25: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

16

“Rasulullah S.A.W. mengadakan walimah untuk sebagian

istrinya dengan dua mud gandum”.24

Hadits tersebut menunjukkan bahwa walimah itu boleh

diadakan dengan makanan apa saja sesuai kemampuan. Hal itu

ditunjukkan oleh Nabi Muhammad S.A.W. bahwa adanya perbedaan

walimah bukan untuk membedakan atau melebihkan salah satu dari yang

lain, tetapi semata-mata disesuaikan dengan keadaan ketika sulit atau

lapang.

Agama Islam menganjurkan agar setelah melangsungkan akad

nikah, kedua mempelai mengadakan walimah nikah atau walimatul urs

sebagai ungkapan rasa syukur atas pernikahannya dengan mengajak sanak

saudara beserta masyarakat untuk ikut berbahagia dan menyaksikan

peresmian pernikahan tersebut, sehingga mereka dapat ikut menyaksikan

dan mendoakan kedua mempelai serta menjaga kelestarian keluarga yang

dibinanya.25 Walimah atau pesta perkawinan juga dimaksudkan untuk

memberi doa restu agar kedua mempelai mau berkumpul dengan rukun.

Selain itu, tujuan walimah adalah sebagai informasi dan pengumuman

bahwa telah terjadi pernikahan, sehingga tidak menimbulkan fitnah

dikemudian hari.26

Di Indonesia, resepsi seringkali dibayangkan dengan suatu acara

yang sangat meriah sehingga membutuhkan banyak dana. Hal ini

kemudian mengakibatkan sejumlah pasangan menunda acara resepsi

pernikahannya sampai beberapa bulan ke depan.

Namun resepsi pernikahan tidak mesti mewah, cukup dengan

mengundang tetangga, kawan, dan kerabat untuk makan bersama,

sekalipun tidak memakai daging atau lainnya. Dengan diundurnya resepsi

24 Ibnu Hajar Al-Asqolani, Bulughul Maram Min Adillatilahkam, no 910 (Al-

Haramain), h., 228

25 M. Nipan Abdul Halim, Membahagiakan Istri Sejak Malam Pertama, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1999), h., 82

26 Mardani , Hukum Perkawinan Islam Di Dunia Modern, Cet.1, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2011), h.,12

Page 26: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

17

ke beberapa bulan ke depan dengan dalih agar lebih meriah, tentu hal ini

sama dengan mengambil hal yang mubah hukumnya dan meninggalkan

hal yang sunnah. Namun demikian, Islam sangatlah bijak. Adat kebiasaan

setempat terkadang harus dihormati dan dijadikan sebagai hukum. Bagi

orang yang resepsi pernikahannya diundur ke beberapa bulan ke depan

dengan dalih adat dan lainnya, hal itu sah-sah saja.

Walimah diadakan ketika acara akad nikah berlangsung, atau

sesudahnya, atau ketika hari perkawinan (mencampuri istrinya) atau

sesudahnya. Bisa juga diadakan tergantung adat dan kebiasaan yang

berlaku dalam masyarakat.27

Walimah yang dianjurkan Islam adalah bentuk upacara yang

tidak berlebih-lebihan dalam segala halnya. Dalam walimah dianjurkan

pada pihak yang berhajat untuk menyediakan makan guna disajikan pada

tamu yang menghadiri walimah. Namun demikan, semua itu harus

disesuaikan dengan kemampuan kedua belah pihak. Islam melarang

upacara tersebut dilakukan, bila ternyata mendatangkan kerugian bagi

kedua mempelai maupun kerugian dalam kehidupan masyarakat.28

Setelah akad acara nikah maupun walimah selesai, dianjurkan

bagi mempelai laki-laki untuk tinggal di rumah mempelai wanita selama

beberapa hari. Untuk mempelai wanita yang masih perawan, pihak

keluarga si wanita dapat menahan menantunya selam tujuh hari berturut-

turut. Adapun bagi mempelai wanita yang janda, pihak keluarga dapat

menahan menantu laki-laki selama tiga hari berturut-turut.

Makna dari anjuran agar mempelai laki-laki setelah

melangsungkan akad nikah tinggal selama seminggu di rumah istrinya

adalah untuk memberikan kesempatan si istri dalam menyelam makna

kehidupan berkeluarga. Selain itu, anjuran tersebut juga dimaksudkan

agar keluarga istri mendapat kesempatan untuk berbagi rasa pada putrinya

27 Slamet Abidin, Fiqih Munakahat 1, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), h., 149

28 Rahmat Sudirman, Konstruksi Seksualitas Islam dalam Wacana Sosial,

(Yogyakarta: CV Adipura, 1999), h., 114

Page 27: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

18

yang sebentar lagi akan meninggalkan kedua orangtunya dan hidup

bersama selamanya dengan laki-laki pilihannya.29

A. Dasar Hukum Walimah dan Waktu Pelaksanannya

Al-Malibari (w. 987 H) menuliskan di dalam kitabnya Fathu Al-

Muin Darul Kutub Alamiyah jilid 1, bahwa mengadakan walimah itu

hukumnya Sunnah mu’akkad sebagaimana telah ditetapkan oleh Nabi

Muhammad S.A.W.30

من عن أنس بن مالك رضي الله عنه, أن النبي صلى الله عليه وسلم: رأى على ع بد الر

زن ن واة و عوف أث ر صفرة ف قال: ما هذا؟ قال: يا رسول الله ان ي ت زوخت امرأة على بنا

31من ذهب قال: بارك الله لك. اولم ولو بشاة . )رواه البخاري و مسلم(

Artinya: Anas bin Malik RA menceritakan bahwa Nabi

Muhammad S.A.W. Melihat bekas kuning pada kain Abdurrahman bin

Auf, maka beliau bertanya, Apa ini? Jawabnya, sesungguhnya saya wahai

Rasulullah baru menikahkan anak perempuan saya dengan mas kawinnya

sebesar biji kurma emas. Jawab Rasulullah, Semoga Allah

memberkahinya bagi engkau dan adakan walimah walau dengan seekor

kambing (H.R. Bukhari dan Muslim).32

Perintah Nabi Muhammad S.A.W. untuk mengadakan walimah

dalam hadits ini tidak mengandung arti wajib, tetapi hanya sunnah

menurut jumhur ulama karena yang demikian hanya merupakan tradisi

yang hidup melanjutkan tradisi yang berlaku di kalangan Arab sebelum

Islam datang. Pelaksanaan walimah masa lalu itu diakui oleh Nabi

29 Rahmat Sudirman, Konstruksi Seksualitas Islam dalam Wacana Sosial,

(Yogyakarta: CV Adipura, 1999), h., 114

30Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari Al-Fannani, Fathu Al-Muin, Darul Kutub Alamiyah jilid 1, h.,490

31 Ibnu Hajar Al-Asqolani, Bulughul Maram Min Adillatilahkam, no 905 (Al-Haramain), h., 227

32 Imam Muslim, Shahih Muslim Juz 5, (Dar al Kutub al- Ilmiyah, 1994), h., 75

Page 28: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

19

Muhammad S.A.W. untuk dilanjutkan dengan sedikit perubahan yang

disesuaikan dengan tuntunan Islam.33

An-Nawawi menuliskan di dalam kitabnya Raudhatu At-

Thalibin mengatakan walimah wajib hukumnya34. Sedangkan ulama Al-

Qadhi zadah menuliskan di dalam kitabnya Majma Al-Anhur fii Syarhi

Multaqa Al-Abhur walimah itu hukumnya sunnah.35 Akan tetapi,

walimah memiliki arti yang sangat penting. Ia masih erat hubungannya

dengan masalah persaksian.36

Islam juga membolehkan bagi kedua belah pihak untuk

memeriahkan perkawinannya dengan mengadakan hiburan, namun tetap

dalam kondisi yang wajar dan sesuai dengan tuntutan syariat Islam.

Hiburan yang menonjolkan syahwat atau yang dapat merangsang hasrat

seksual orang tidak diperbolehkan. Begitu juga dengan ketentuan lain

yang harus selalu diperhatikan dalam acara walimah, seperti tidak

diperbolehkannya bercampur antara laki-laki dengan perempuan di satu

tempat atau larangan yang berkenaan dengan penampakan aurat

perempuan.37

Walimah diadakan ketika acara akad nikah berlangsung atau

sesudahnya, atau ketika hari perkawinan (mencampuri istrinya) atau

sesudahnya. Bisa juga diadakan berdasarkan adat dan kebiasaan yang

berlaku dalam masyarakat.38 Pada hakikatnya tentang ketentuan

waktunya menurut adat istiadat setempat atau kesukaan masing-masing

33Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat

dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2006), h., 156

34 An-Nawawi, Raudhatu At-Thalibin, jilid 7 h., 333

35 Al-Qadi Zaadah, Majma Al-Anhur fii syarhi Multaqa Al-abhur, jilid 2, h., 550

36 Musthafa Kamal, Fikih Islam, (Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2002), h., 266

37 Rahmat Sudirman, Kontruksi SeksualitasIslam dalam Wacana Sosial,

(Yogyakarta: CV Adipura, 1999), h., 114

38 Slamet Abidin, dkk., Fiqih Munakahat 1, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999),

h.,149

Page 29: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

20

dianggap lebih baik.39 Adat kebiasaan masing-masing daerah dapat

dipertahankan dan dilestarikan selama tidak menyalahi prinsip ajaran

Islam. Jika adat kebiasaan yang berhubungan dengan walimah

bertentangan dengan syariat Islam, setuju atau tidak, maka adat kebiasaan

tersebut harus ditinggalkan. Namun apabila kita melihat hadits Rasulullah

S.A.W., maka walimah pernikahan yang utama dilakukan adalah setelah

suami istri menikmati malam pertamanya atau sudah berhubungan badan.

Praktik Rasulullah S.A.W. tersebut mengisyaratkan bahwa

sebaiknya resepsi pernikahan itu dilakukan secepat mungkin, bahkan

kalau bisa pada hari itu atau esok harinya. Hal ini mengingat bahwa

resepsi adalah salah satu cara mengumumkan pernikahan, sehingga lebih

cepat dilaksanakan tentu lebih baik, demi menghindari fitnah.

Menurut al-Subki, bahwa yang dilihat dari perbuatan Nabi

Muhammad S.A.W. ialah beliau mengadakan walimah sesudah campur

dengan istrinya Zainab. Sabda Nabi Muhammad S.A.W.,

وم ق ، فدعا ال عروسا بزي نب النبي صلى الله عليه و سلم أصبح

“Beliau bangun pagi sebagai pengantin Zainab. Lantas beliau

mengundang orang-orang”.

Imam Nawawi berkata, “para ulama berpendapat, Qadhi Iyadhl

mengisahkan bahwasannya pendapat yang paling benar dari ulama

Malikiyah adalah dianjurkan setelah bersenggama. Sedangkan sebagian

Malikiyah dianjurkan ketika akad”. Sedangkan menurut Ibnu Jundub

dianjurkan ketika akad dan setelah persenggamaan. Ulama Hanabilah

berkata walimah sunnah dikerjakan sebab terjadinya akad nikah.

39 Peunoh Daly, Hukum perkawinan Islam: suatu studi perbandingan

dalam kalangan ahlu-sunnah dan Negara-negara Islam, Cet. II, (Jakarta: bulan bintang, 2005), h., 233-234

Page 30: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

21

Mengadakan walimah telah menjadi adat istiadat yang dilakukan sebelum

kedua mempelai melakukan hubungan suami istri.40

B. Hukum Menghadiri Undangan Walimah

Menghadiri undangan walimah hukumnya wajib, bahkan atas

orang yang berpuasa sekalipun. Akan tetapi dia tidak harus memakan

makanannya. Jika kebetulan dia sedang berpuasa sunnah dan tuan rumah

tidak keberatan, maka menyempurnakan puasa lebih utama baginya. Tapi

jika tuan rumah keberatan, maka berbuka lebih diutamakan.41

Sebagaimana jumhur ulama berpendapat menghadiri undangan

perkawinan hukumnya wajib, kecuali ada udzur.42 Ibnu Hajar Al-

Asqolani menuliskan di dalam kitabnya Bulughul Maram Min

Adillatilahkam dari hadist Abdullah bin Umar R.A, Nabi Muhammad

S.A.W. bersabda:

عي د ا إذ : ل ام قل سو هللا صل ى هللا عليه ل وسر ن أ ا. مهنع هللا يضر ن عمر عبد هللا بعن

43(عليه)متفق لوليمة فليأ تهاا لى كم إ د أ

Artinya: ”Abdullah bin Yusuf telah menceritakan pada kami,

Malik, dari Nafi’ mengkhabarkan dari Abdullah bin Umar ra bahwasanya

Rasulullah S.A.W. bersabda: Apabila diundang salah satu dari kalian

semua pada walimah, maka hendaklah kamu memenuhinya”(Muttafaqun

Alaih).

Jika undangan itu bersifat umum, tidak tertuju kepada orang-

orang tertentu, maka tidak wajib mendatangi, tidak juga sunnah.

40 Wahbah AZ-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Cet.1, (Jakarta: Gema Insani 2011)

h., 121-122

41 Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i 2 (Jakarta: almahira, 2010 Cet. pertama), h., 531

42 Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007 Cet. 2), h., 286

43 Ibnu Hajar Al-Asqolani, Bulughul Maram Min Adillatilahkam, no 906 (Al-Haramain), h., 227

Page 31: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

22

Misalnya, orang yang mengundang berkata, “wahai orang banyak!

datangilah setiap orang yang kau temui”.44

Bagi yang mengadakan walimah hendaklah mengundang

keluarga, tetangga, teman sejawatnya yang dekat maupun yang jauh.

Memenuhi undangan walimah hukumnya fardhu ’ain, yaitu wajib datang

bagi setiap orang yang diundang. Nabi Muhammad S.A.W. bersabda,

“Apabila seseorang mendapat undangan walimah, maka datanglah”.

Untuk menunjukkan perhatian, memeriahkan, dan menggembirakan

orang yang mengundang, maka orang yang diundang walimah wajib

mendatanginya.

Adapun wajibnya mendatangi undangan walimah, apabila:

1. Tidak ada udzur syar’i;

2. Tidak diselenggarakan untuk perbuatan munkar;

3. Tidak membedakan kaya dan miskin.

Jika undangan itu bersifat umum, tidak tertuju kepada orang-orang

tertentu, maka tidak wajib mendatangi, tidak juga sunnah. Misalnya orang

yang mengundang berkata, “wahai orang banyak, datangilah setiap orang

yang kamu temui”.45

Ada ulama yang berpendapat bahwa hukum menghadiri

undangan adalah wajib kifayah. Menurut Imam Ahmad walimah itu

hukumnya sunnah. Adapun mendatangi undangan selain walimah,

menurut jumhur ulama adalah sunnah muakkad. Sebagian golongan

Syafi’i berpendapat wajib. Akan tetapi, Ibnu Hazm menyangkal bahwa

pendapat ini dari jumhur sahabat dan tabi’in, karena hadits di atas

memberikan pengertian tentang wajibnya memberikan undangan, baik

undangan mempelai maupun walinya.46Seperti yang disampaikan oleh

44 M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Rajawali Peres, 2013,

Cet. 3), h., 134

45 Anshori Umar, Fiqih Wanita (terjemahan), (Semarang: Asy-Syifa’), 1986, h., 383

46 Sulaiman Rasjid. Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2011). h., 397

Page 32: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

23

Anshori Umar dalam bukunya, undangan itu wajib didatangi apabila

memenuhi syarat, sebagai berikut:

1. Pengundangnya mukallaf, merdeka, dan berakal sehat;

2. Undangannya tidak dikhususkan kepada orang-orang kaya

saja, sedangkan orang miskin tidak;

3. Undangan tidak ditujukan hanya kepada orang yang

disenangi dan dihormati;

4. Belum didahului oleh undangan lain. Jika terdapat undangan

lain, maka yang pertama harus didahulukan;

5. Tidak diselenggarakan kemungkaran dan hal-hal lain yang

menghalangi kehadirannya;

6. Yang diundang tidak ada udzur syara’;

7. Undangan itu disampaikan sendiri oleh si pengundang atau

oleh utusannya;

8. Undangan disampaikan untuk hadir pada hari pertama

perkawinan. Jadi undangan yang disampaikan untuk hari

kedua, tidak wajib dipenuhi, bahkan makruh untuk hari

ketiga;

9. Pemberi undangan itu orang Islam. Maka tidak wajiblah

memenuhi undangan orang kafir.47

Dari uraian syarat-syarat tersebut, jelas bahwa apabila walimah

dalam pesta perkawinan hanya mengundang orang-orang kaya saja,

hukumnya adalah makruh. Ibnu Hajar Al-Asqolani menuliskan di dalam

kitabnya Bulughul Maram Min Adillatilahkam Dari Abu Hurairah r.a.

Nabi Muhammad S.A.W. bersabda:

47 Anshori Umar, Fiqih Wanita (terjemahan), (Semarang, Asy-Syifa’), 1986, h., 383

Page 33: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

24

شر الطعام الوليمة قال : ه وسلم ي صلى الله علرسول الل ه قالن ابي هري رة ع

عوة ف ق ها من يأباها ومن لم يجب الد ها و يدعى الي ى يمن عها من يأ تي د ع

48الل ه و رسوله )رواه مسلم(“Dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah Muhammad S.A.W.

bersabda, “makanan yang paling jelek adalah pesta perkawinan yang tidak

mengundang orang yang mau datang kepadanya (miskin), tetapi

mengundang orang yang enggan datang kepadanya (kaya). Barangsiapa

tidak menghadiri undangan, maka sesungguhnya ia telah durhaka kepada

Allah dan Rasul-Nya” (HR Muslim).

Ulama Hanabilah berkata, dimakruhkan menghadiri undangan

orang yang didalam pengadaan acaranya menggunakan harta haram.

Kemakruhan ini menguat dan melemah sesuai banyak dan sedikitnya

harta haram yang terkandung didalamnya. Barangsiapa mendapatkan

undangan walimah lebih dari satu, hendaknya menghadiri semua

undangan jika memungkinkan. Jika tidak memungkinkan, hendaknya

menghadiri orang yang paling dulu mengundang, keluarga terdekat, dan

tetangga.49

Dikarenakan walimah merupakan ibadah, maka harus dihindari

perbuatan-perbuatan yang mengarah pada syirik dan khurafat. Dalam

masyarakat kita, terdapat banyak kebiasaan dan adat istiadat yang

dilandasi oleh kepercayaan selain Allah, seperti percaya kepada dukun,

memasang sesajen, dan lain-lain.50

48 Ibnu Hajar Al-Asqolani, Bulughul Maram Min Adillatilahkam, no 907 (Al-

Haramain), h., 227 49 Wahbah AZ-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Cet.1, (Jakarta: Gema Insani 2011)

h., 122

50 Muhammad Abduh, Pemikiran dalam Teologi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2002), h., 110

Page 34: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

25

Dalam upacara adat perkawinan khususnya dalam pelaksanaan

resepsi perkawinan perbuatan Syirik sangatlah dilarang dalam Islam,

seperti dalam firman Allah:

ن ي م ل الظ ن ا م ذ إ ك ن إ ف ت ل ع ف ن إ ف ك ر ض ي ل و ك ع ف ن ي ا ل م الله ن و د ن م ع د ت ل و

Artinya: Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak

memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain

Allah, sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya

kamu termasuk orang-orang yang zalim” (Q.S. Yunus (10):106).

C. HIKMAH WALIMAH

Diadakannya walimah dalam pesta perkawinan mempunyai

beberapa hikmah, diantaranya:

1. Merupakan rasa syukur kepada Allah Swt.;

2. Tanda penyerahan anak gadis kepada suami dari kedua orang

tuanya;

3. Sebagai tanda resminya akad nikah;

4. Sebagai tanda memulai hidup baru untuk suami dan istri;

5. Sebagai realisasi arti sosiologi dari akad nikah;

6. Sebagai pengumuman bagi masyarakat, bahwa antara mempelai

telah resmi menjadi suami istri sehingga masyarakat tidak curiga

terhadap perilaku yang dilakukan oleh kedua mempelai.

Selain itu, dengan diadakannya walimatur ursy kita dapat

melaksanakan perintah Nabi Muhammad S.A.W. yang menganjurkan

kaum muslimin untuk melaksanakannya walaupun hanya dengan

menyembelih seekor kambing seperti yang telah disebutkan oleh Ibnu

Hajar Al-Asqolani di dalam kitabnya Bulughul Maram Min

Adillatilahkam dalam hadist no. 905.

Hikmah dari diadakan walimah ini adalah dalam rangka

mengumumkan kepada khalayak bahwa akad nikah sudah terjadi

sehingga semua pihak mengetahuinya. Menurut ulama Malikiyah, tujuan

walimah adalah untuk memberi tahukan terjadinya perkawinan itu karena

Page 35: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

26

dianggap lebih utama dari sekadar menghadirkan dua orang saksi dalam

akad perkawinan.51

Menurut Sayyid Sabiq, tujuan dan hikmah walimah adalah agar

terhindar dari nikah siri yang terlarang dan untuk menyatakan rasa

gembira yang dihalalkan oleh Allah Swt. dalam menikmati kebaikan. 52

Walimah dapat mempererat hubungan silaturrahmi antara

sesama keluarga, kaum kerabat, masyarakat, serta keluarga dari masing-

masing pihak, yaitu antara pihak suami dan pihak istri. Muhammad Thalib

menuliskan dalam bukunya Ensiklopedi Hukum Islam, tujuan dan hikmah

walimah adalah agar terhindar dari nikah siri karena perbuatan tersebut

dilarang oleh ajaran Islam. Walimah bertujuan untuk mengungkapkan

rasa gembira juga mempengaruhi orang-orang yang lebih suka

membujang dan tidak berkeinginan untuk kawin.53

51 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat

dan Undang-undang Perkawinan,(Jakarta: Kencana Pranada Group, 2006), h., 157 52 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 7 (terj. Moh. Thalib), Bandung, PT. Alma’arif, h., 177

53 Abdul Azis Dahlan (ed.), Ensiklopedi Hukum Islam, h., 1918

Page 36: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

27

BAB III

MASYARAKAT DI DESA NEGLASARI KECAMATAN SALAWU

KABUPATEN TASIKMALAYA

A. Gambaran Umum Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten

Tasikmalaya

Kampung Naga terdapat di wilayah Desa Neglasari. Sejarah asal

mula berdirinya Kampung Naga tidak banyak diceritakan dalam buku-

buku sejarah. Mereka meyakini bahwa nenek moyang mereka adalah

Eyang Sembah Singaparna yang diutus oleh Raja Mataram untuk

menyebarkan Agama Islam di daerah Jawa Barat. Dalam perjalanan

menyebarkan Agama Islam, Eyang Sembah Singaparna tiba di sebuah

daerah yang dikelilingi tebing dan sungai, kemudian dia membangun

sebuah rumah yang kini sering disebut “Rumah Ageung” oleh warga

Kampung Naga. Rumah inilah yang diyakini sebagai rumah pertama yang

dibangun di Kampung Naga dan nama Eyang Sembah Singaparna

dijadikan sebagai nama sebuah daerah yang tidak jauh dari Desa

Neglasari yang disebut Singaparna.

Pada tahun 1956, Kampung Naga diserang dengan cara dibakar

oleh sekelompok orang DI/TII Karto Soewiryo yang mengajak warga

Kampung Naga untuk menentang pemerintah, namun ajakan tersebut

ditolak oleh warga Kampung Naga hingga DI/TII membakar seluruh

wilayah Kampung Naga dan semua berkas sejarah pun ikut habis

terbakar. Masa ini disebut “Pareum Obor”.

Terdapat larangan bagi warga Kampung Naga untuk

membicarakan sejarah dan asal-usul adat istiadat Kampung Naga pada

hari Selasa, Rabu, dan Sabtu demi menghormati leluhurnya, yakni Eyang

Sembah Singaparna.

Meskipun berada di tengah-tengah kehidupan masyarakat

modern, Kampung Naga merupakan sebuah perkampungan adat yang

masih tetap memegang teguh adat istiadat leluhur. Kampung Naga

Page 37: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

28

berlokasi di Desa Neglasari Kecamatan Salawu, berjarak sekitar 30 km

dari pusat kota Tasikmalaya ke arah Garut atau sekitar 90 km dari

Bandung.54

Kampung Naga berada di antara bukit-bukit di daerah Salawu

dan suasananya amat tenang. Ketika menyebut nama Kampung Naga,

akan langsung teringat dengan ular naga yang mungkin menjadi asal-usul

mengapa kampung tersebut bisa dinamakan Kampung Naga. Padahal

nama Kampung Naga tidak ada kaitannya sama sekali dengan ular naga.

Konon, nama ini diambil dari Bahasa Sunda, yakni kampung nagawir

yang berarti kampung yang terdapat di sisi tebing. Sehingga disingkat

menjadi Kampung Naga.55

Di Desa Neglasari terdapat delapan dusun. Di kota, dusun

setingkat dengan rukun warga (RW). Salah satu diantaranya adalah Dusun

Naga. Disebut demikian karena sebagian wilayah dusun tersebut selama

ini dijadikan tempat tinggal Sanaga. Sanaga adalah anggota masyarakat

Kampung Naga yang tinggal di luar Kampung Naga.

Daerah yang disebut Kampung Naga berada pada suatu lembah

dengan ketinggian rata-rata 500 meter di atas permukaan laut, sehingga

bentuknya menyerupai mangkok besar. Udaranya sejuk dengan suhu rata-

rata 21,5-23 derajat Celcius. Angka curah hujan rata-rata setiap tahun

mencapai 3.468 mm.

Kawasan yang dijadikan tempat pemukiman masyarakat

Kampung Naga sebagian lagi berupa kolam atau tempat penampungan air

dan sekaligus menjadi tempat memelihara ikan. Sehingga secara ekologis,

pola perkampungannya mencerminkan pola lingkungan masyarakat

Sunda yang umumnya terdapat di daerah-daerah pedesaan. Dalam pola

tersebut terdapat tiga elemen penting yang saling mendukung dalam

pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Yakni rumah sebagai tempat tinggal,

54 Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat, Info

Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya, (Tasikmalaya: Abadi Jaya Offset, 2008), h., 1

55 Her Suganda, Kampung Naga Mempertahankan Tradisi, (Bandung: PT. Kiblat Buku Utama, 2006), h., 15-16

Page 38: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

29

sumber air yang selalu tersedia, dan kebun serta kolam tempat

pemeliharaan ikan.

Wilayah tempat tinggal masyarakat Kampung Naga yang

menjadi tanah adat dan hak ulayat masyarakat Kampung Naga sebelah

utara dan selatan berbatasan langsung dengan sungai kecil, berbatasan

dengan hutan keramat dan bukit atau tebing dan sebelah timur berbatasan

dengan sungai Ciwulan dan hutan larangan. Hutan keramat yang berada

di sebelah barat Kampung Naga adalah hutan yang di dalamnya terdapat

makam leluhur Kampung Naga. Hutan ini boleh dikunjungi dan menjadi

tempat yang selalu diziarahi ketika memperingati hari-hari besar agama

Islam. Sedangkan hutan larangan yang berada di sebelah timur Kampung

Naga tidak boleh dikunjungi dan mengambil sesuatu yang terjatuh,

misalnya dahan ataupun ranting yang terjatuh dari hutan larangan pun

dilarang.

Adapun luas Kampung Naga kurang-lebih 1,5 hektar.

Wilayahnya termasuk dalam Desa Neglasari, Kecamatan Salawu,

Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Luas desa tersebut sekitar 326 Ha

dan luas daratannya adalah 247 Ha. Sementara daerah persawahannya

seluas 100 Ha, pekarangan 40 Ha, dan kolam 6 Ha.56

Kampung Naga memiliki ciri khas tersendiri dengan kampung

lainnya, diantaranya:

1. Harus menuruni 439 lebih anak tangga ketika akan berkunjung ke

Kampung Naga;

2. Jumlah bangunan tidak lebih dari 113 bangunan yang terdiri dari

110 bangunan rumah penduduk, 1 bale patemon (gedung

pertemuan), 1 leuit (lumbung padi), dan 1 masigit (masjid);

3. Bentuk bangunan sama, yakni berbentuk panggung, beratap ijuk

atau rumbia dengan cara diikat tanpa menggunakan paku, dinding

terbuat dari serat-serat rotan atau terbuat dari bilik bambu;

56 Neglasari: Sejarah, Pemerintahan dan Dinamika Perkembangannya, (Desa

Negasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat), h., 20

Page 39: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

30

4. Di atas daun pintu terdapat sejenis anyaman yang disebut tanda

angin sebagai tanda tolak bala yang terdiri dari beberapa jenis

tanaman seperti rumput palias, darangdang, kupat, dupi dan

cariang.

B. Demografi Masyarakat

Pemerintahan Kampung Naga terdapat 3 unsur dalam

bidang adat, diantaranya:

i. Kuncen, bertugas sebagai pemangku adat, pemimpin

upacara adat, dan lain-lain;

ii. Lebe, bertugas dalam bidang keagamaan, misalnya

memimpin dalam kepengurusan bila ada penduduk

Kampung Naga yang meninggal;

iii. Punduh, bertugas mengayomi masyarakat,

memimpin masyarakat dalam hal pekerjaan.

Dalam bidang kepemerintahan terdiri dari:

1. RW;

2. RT;

3. Kepala Dusun.

Penduduk di Kampung Naga berjumlah 297 jiwa yang

terdiri dari 100 Kartu Keluarga dan jumlah ini hanya 2% dari

seluruh warga Kampung Naga karena tempat ini hanya seluas 1,5

hektar. Maka dari itu, banyak warga Kampung Naga yang tinggal

di luar area Kampung Naga.

Jenis Kelamin Jumlah Penduduk

Laki-laki 155 Jiwa

Perempuan 142 Jiwa

Jumlah 297 Jiwa

Adapun jumlah penduduk menurut kelompok usia

Page 40: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

31

pendidikan TK sampai dengan SMP (di bawah umur 16 tahun)

berjumlah 65 jiwa. Mayoritas penduduk Kampung Naga

mengenyam pendidikan hanya sampai tingkat SMP. Setelah lulus

SMP biasanya mereka bekerja membantu orang tua.

C. Kondisi Sosial Penduduk dan Perekonomiannya

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan bapak

Usup (Abah karinding) terdapat jumlah bangunan 113 buah terdiri

dari 110 kepala Keluarga, 1 bale kampung, 1 lumbung padi dan 1

masjid. Jumlah penduduk berjumlah 297 jiwa dengan jumlah

perempuan 142 jiwa dan laki- laki berjumlah 155 jiwa. Jumlah

297 jiwa tersebut terdiri dari 100 kepala keluarga. Setiap keluarga

berjumlah 3-5 orang anggota keluarga.

Dalam keluarga inti ini, jika baru ada anggota keluarga

yang menikah, maka boleh tinggal bersama orang tuanya paling

lama selama 2 bulan. Hal ini dikarenakan, menurut adat istiadat

Kampung Naga dianalogikan tidak mungkin dalam satu negara

dipimpin oleh dua kepala negara. Maka, jika hal tersebut terjadi

dikhawatirkan akan banyak terjadi perselisihan antar anggota

keluarga.57

Rumah-rumah penduduk berbentuk panggung yang

terbuat dari kayu atau bambu dan bilik, atapnya terdiri dari eurih,

daun tepus, dan ijuk. Ijuk tersebut dapat bertahan 30-35 tahun.

Atapnya pun memakai tambahan yang disebut sorodoy, yakni

tambahan atap rumah bagian depan yang miring agar tampak

perbedaan bagian depan dan belakang rumah yang membujur dari

timur ke barat dengan tujuan agar setiap rumah mendapatkan

sirkulasi matahari yang lancar. Setiap rumah harus saling

berhadapan dengan tujuan mendekatkan tetangga satu dengan

lainnya. Setiap rumah hanya terdiri dari ruang tamu yang

berdampingan dengan dapur, ruang tengah, ruang tidur dan leuit

atau lumbung padi. Leuit ini tidak boleh dilihat orang lain kecuali

57 Usup, Petani , Interview Pribadi, Kampung Naga, 20 September 2018

Page 41: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

32

anggota keluarga rumah tersebut untuk menjaga rahasia si pemilik

rumah tentang kepemilikannya. Menurut kepercayaan Kampung

Naga tidak boleh terdapat kamar mandi di dalam rumah. Secara

filosofi hal ini bertujuan agar setiap warga bertemu satu sama

lainnya dan saling berbaur dengan tetangga.58

Sejak zaman Belanda hingga kini Kampung Naga

menolak pemasangan listrik di wilayahnya karena mereka

beranggapan dengan adanya listrik dapat menimbulkan

kesenjangan sosial antara miskin dan kaya yang pada akhirnya

dapat melunturkan rasa kebersamaan dan rasa gotong royong

yang kuat antar sesama warga. Selain itu, dikhawatirkan jika

terjadi konsleting listrik maka dapat membakar pemukiman

Kampung Naga dimana bangunannya terbuat dari kayu dan

bambu.10

Mayoritas mata pencaharian Kampung Naga adalah di

bidang pertanian. Untuk makan sehari-hari, biasanya warga

Kampung Naga mengambil hasil dari berprofesi sebagai

pedagang, buruh swasta, supir, pemandu wisata, dan lain- lain.

Perekonomian masyarakat Kampung Naga masih pada tingkat

menengah ke bawah. Sebagian dari mereka hanya mampu

menyekolahkan anak-anaknya hingga tingkat SMP. Walaupun

ada beberapa diantaranya yang mampu menyekolahkan hingga

tingkat SMA dan perguruan tinggi.

D. Kondisi Agama, Budaya dan Pendidikan

1. Agama

Dalam bidang agama, masyarakat Kampung Naga

seluruhnya memeluk Agama Islam. Menurut mereka, ajaran

Agama Islam yang selama ini mereka jalankan tidak mengikuti

aliran manapun. Mereka biasa menyebutnya dengan ajaran

Agama Islam buhun, yakni Agama Islam yang telah diajarkan

58 Henhen, lebe Kampung Naga, Interview Pribadi, Kampung Naga, 20 September 2018

Page 42: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

33

secara turun temurun oleh nenek moyang mereka. Namun, dalam

menetapkan segala sesuatu mereka tidak terlepas pada penetapan

pemerintah karena nenek moyang merekapun selalu mengajarkan

untuk selalu patuh pada peraturan pemerintah.

Kondisi masjid di Kampung Naga sangat baik, terawat,

bersih, dan sangat nyaman untuk beribadah. Masjid ini berbentuk

panggung dan terbuat dari kayu dan bambu, seperti bangunan

lainnya di Kampung Naga yang menjadi ciri khas bagi Kampung

Naga. Untuk menandakan telah tibanya waktu shalat, salah

seorang warga akan memukul tatakol masjid yang hanya akan

berbunyi ketika waktu shalat tiba. Namun jika tatakol tersebut

berbunyi di luar waktu shalat, hal tersebut menandakan telah

terjadi sesuatu, misalnya kerusuhan di Kampung Naga.

2. Budaya (Adat Istiadat)

Dalam kehidupan sehari-hari mereka masih memegang

teguh tradisi nenek moyangnya, yaitu mempercayai hal-hal gaib.

Namun bagi penulis, tradisi-tradisi Sunda yang masih lestari di

Kampung Naga memiliki nilai filosofis yang sangat tinggi,

misalnya:

a. Rumah warga membujur dari timur ke barat bertujuan agar

setiap rumah mendapatkan sirkulasi matahari yang sama

lancarnya;

b. Terdapat hutan larangan, yakni hutan yang tidak boleh

dimasuki oleh siapapun ataupun mengambil sesuatu,

misalnya dahan atau ranting yang terjatuh dari hutan

larangan dengan tujuan untuk menjaga kelestarian alam,

khususnya agar terhindar dari erosi karena hutan larangan

terdapat di samping Sungai Ciwulan;

c. Antar rumah saling berhadapan dengan tujuan agar selalu

terjalin tali silaturrahim yang erat antar warga Kampung

Naga;

d. Rumah berupa bilik dan beratapkan ijuk adalah untuk

Page 43: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

34

menjaga tradisi Sunda, yakni hidup dalam kesederhanaan.

Rumah yang berbentuk panggung juga memiliki nilai

filosofis yang sangat tinggi, yakni bagaikan manusia

mempunyai kaki, badan, dan kepala agar terdapat sirkulasi

udara di bawah, tengah, dan atas setiap rumah;

e. Setiap rumah memiliki leuit (lumbung padi/beras) yang

tidak boleh dilihat siapapun termasuk tamu, kecuali

pemilik rumah. Hal tersebut bertujuan demi menjaga

rahasia persediaan beras setiap pemilik rumah agar tidak

diketahui dan tidak menjadi bahan perbincangan antar

tetangga supaya tetap terjalin hubungan baik antar

tetangga;

f. Terdapat sebidang tanah yang dikosongkan (tidak boleh

dibangun apapun). Tanah tersebut bertujuan sebagai

tempat melakukan segala aktivitas warga Kampung Naga

sebagai tempat berkumpul dan bergotong royong,

misalnya mengadakan upacara adat, tempat untuk gotong

royong ketika ada rumah warga yang perlu diperbaiki, dan

lain-lain.

Setiap tahunnya, di Kampung Naga selalu rutin diadakan

upacara adat yang disebut upacara Hajat Sasih. Upacara Hajat

Page 44: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

35

Sasih ini terdiri dari enam upacara yang ada pada bulan-bulan

tertentu, yaitu Muharam, Mulud, Jumadil Akhir, Ruwah, Syawal,

dan Rayagung. Sebelum melaksanakan upacara Hajat Sasih ini,

warga Kampung Naga yang pria umumnya melakukan kegiatan

mandi yang bermakna untuk menjaga kebersihan, apalagi ada

hubungannya dengan upacara yang bersifat keramat dan suci.59

Penyelenggaraan upacara Hajat Sasih ini bertujuan

untuk maksud-maksud tertentu dan untuk melestarikan adat

istiadat Naga yang telah mereka warisi dari para leluhur atau cikal

bakal. Pada salah satu upacara, yaitu pada bulan Mulud, upaya

pelestarian adat istiadat itu dilakukan dengan cara menceritakan

kepada warga yang sudah memenuhi syarat (kedewasaan menurut

adat Kampung Naga) tentang sejarah Kampung Naga. Penuturan

sejarah Kampung Naga ini dilakukan pada tengah malam.60 Pada

upacara hajat sasih ini warga Kampung Naga memakai seragam

jubah putih dan sarung, tidak memakai pakaian dalam.

Tujuan lainnya yaitu untuk mendekatkan kembali

hubungan antar keluarga atau sanak saudara yang telah

meninggalkan Kampung Naga untuk mencari tempat tinggal lain.

Melalui Hajat Sasih ini mereka yang terpisah akan bisa

berdekatan lagi sehingga tali persaudaraan tidak putus. Selain itu,

upacara ini dimaksudkan untuk memohon perlindungan dan

keselamatan kepada Tuhan dan para leluhur.

3. Pendidikan

Di Kampung Naga tidak terdapat sekolah, sehingga

warga Kampung Naga yang masih mengenyam pendidikan akan

bersekolah ke luar wilayah Kampung Naga. Warga Kampung

Naga menyadari bahwa pendidikan bagi putra-putrinya sangatlah

59 Neglasari: Sejarah, Pemerintahan dan Dinamika Perkembangannya,

(Desa Negasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat), h., 43

60 Neglasari: Sejarah, Pemerintahan dan Dinamika Perkembangannya,

(Desa Negasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat), h., 43

Page 45: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

36

penting, namun karena terhalang masalah biaya dan keterbatasan

perekonomiannya, maka banyak dari mereka yang mengurungkan

niatnya untuk menyekolahkan anak-anaknya.61

61 Neglasari: Sejarah, Pemerintahan dan Dinamika Perkembangannya,

(Desa Negasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat), h., 44

Page 46: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

37

BAB IV

NINCAK ENDOG PENGANTIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM

ISLAM DAN HUKUM ADAT

A. Praktik Nincak Endog Pengantin di Desa Neglasari Kecamatan

Salawu Kabupaten Tasikmalaya

Upacara perkawinan adat merupakan kegiatan-kegiatan dalam

perkawinan yang dilakukan secara adat di suatu daerah tertentu. Di daerah

Jawa Barat, berlaku upacara perkawinan adat Sunda yang dilaksanakan

dalam beberapa tahap, yaitu tahap sebelum pelaksanaan dan sesudah

perkawinan.62 Seperti tata upacara perkawinan adat pada umumnya, proses

upacara perkawinan dalam adat Sunda pun melalui beberapa tahap yang sangat

panjang dan penuh simbol. Dimulai dari tahap neundeun omong, dilanjutkan

dengan tahap persiapan, tahap pelaksanaan, tahap puncak acara, dan tahap

akhir.63

Adapun lokasi yang dijadikan objek penelitian saya adalah Desa

Neglasari Kecamatan Salawu yang terletak di Kabupaten Tasikmalaya.

Desa yang mempunyai budaya adat yang sangat kuat ini disebut juga

“Kampung Naga”. Begitupun dalam prosesi perkawinan, warga

Kampung Naga melakukan prosesi perkawinan sebagaimana yang

dilakukan oleh leluhurnya terdahulu. Dalam penelitian ini, penulis

mengkaji bagaimana proses pra perkawinan yang dilaksanakan di Desa

Neglasari tersebut.

Masyarakat Kampung Naga masih memegang teguh tradisi

nenek moyangnya karena mereka menganggap tradisi nenek moyang

tidak mungkin menunjukkan kepada yang buruk dan segala sesuatu yang

selama ini dijalankan oleh leluhur adalah demi kemaslahatan bersama dan

melestarikan tradisi adat Sunda yang hidup dalam kesederhanaan. Budaya

62 Yayasan Festival Istiqlal, Ruh dalam Budaya Bangsa Aneka Budaya di Jawa,

(Jakarta: Yayasan festival Istiqlal, 1996), h., 3

63 Artati Agoes, Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta Perkawinan Sunda, (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2003), h., 4-5

Page 47: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

38

dapat menyatukan satu sama lain dan yang terpenting adalah silaturrahmi

antar warga tetap terjaga agar semakin erat dan kompak. Kata “pamali”

yang sering terucap oleh masyarakat Sunda yang berarti sebuah larangan

banyak mengandung manfaat jika dihindari dan dapat merugikan jika

dilaksanakan. Masyarakat Sunda, khususnya warga Kampung Naga,

merupakan warga yang penurut. Jika ada satu kata pamali maka warga

akan langsung menaatinya tanpa banyak bertanya mengenai alasannya

karena menurut keyakinan mereka apa yang leluhur tetapkan merupakan

perintah yang harus ditaati demi kemaslahatan bersama.64

Upacara setelah nikah dikemas sedemikian rupa sehingga tertib

dalam pelaksanaannya dan menarik untuk ditonton. Adat yang

dilaksanakan pada saat upacara perkawinan dalam masyarakat Desa

Neglasari Kecamatan Salawu yang terletak di Kabupaten Tasikmalaya

hampir sama dengan adat Sunda yang berada di daerah lainnya.

Pelaksanaan perkawinan dalam masyarakat Desa Neglasari tidak bisa

dilakukan dengan sembarangan dan tanpa persiapan yang matang. Hal ini

dikarenakan dalam pelaksanaan perkawinan terdapat peraturan-peraturan

adat yang dianggap sakral dan tidak boleh ditinggalkan. Salah satunya

adalah tata cara pelaksanaan nincak endog pengantin perkawinan yang

berlaku di masyarakat Desa Neglasari Kecamatan Salawu yang terletak di

Kabupaten Tasikmalaya.65

Dalam pelaksanaan pernikahan adat Sunda, terdapat beberapa

rangkaian yang harus dilakukan oleh calon pengantin. Rangkaian-

rangkaian tersebut merupakan prosesi ritual yang amat sakral yang

memberikan makna tersendiri, dimana ritual-ritual yang ada di dalamnya

dapat diartikan sebagai penyembahan kepada Tuhan sang pencipta serta

penghormatan kepada orang tua dari kedua mempelai.

64 Ujen, Ketua RT. 01 Kampung Naga, Interview Pribadi, Kampung Naga, 20

September 2018

65 Artati Agoes, Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta Perkawinan Sunda, (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2003), h., 4-5

Page 48: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

39

Sebelum terlaksananya praktik nincak endog, ada beberapa

tahapan yang harus dilalui dalam proses upacara perkawinan adat Sunda,

diantaranya:

1. Jauh Hari Sebelum Perkawinan

a. Neundeun Omong (Menyimpan Ucapan)

Neundeun Omong adalah kedatangan orang tua dari pihak pria

kepada pihak wanita untuk pertama kalinya dengan maksud ingin

mempersunting wanita tersebut. Kedatangan orang tua dari pihak

pria ini disambut oleh orang tua dari pihak wanita dengan tangan

terbuka.66

b. Narosan (Lamaran)

Narosan adalah kedatangan orang tua calon pengantin pria

beserta keluarga dekatnya ke rumah calon pengantin wanita.

Sedangkan di rumah pengantin wanita, orang tua calon pengantin

wanita beserta keluarga dekatnya juga sudah mempersiapkan diri

untuk menyambut kedatangan keluarga calon pengantin pria.

c. Tunangan

Adapun tempat pelaksanaan prosesi tunangan yang

dilaksanakan pada acara tertentu, terpisah dengan prosesi lamaran.

Adapun tempat pelaksanaan prosesi tunangan ini berlangsung di

rumah orang tua calon pengantin wanita.

2. Pelaksanaan Upacara Perkawinan

Setelah seluruh prosesi menjelang hari perkawinan dilaksanakan,

tibalah hari yang ditunggu-tunggu. Kini kedua calon pengantin akan

melangsungkan acara puncak yang paling sakral, yaitu akad nikah.

Dalam pelaksanaan upacara perkawinan terdapat beberapa prosesi

yang harus dilakukan, diantaranya:

a. Seserahan (Prosesi serah terima)

Seserahan adalah penyerahan calon pengantin pria oleh

keluarganya kepada keluarga calon pengantin wanita untuk

66 Aep S. Hamidin, Buku Pintar Perkawinan Adat Nusantara, (Jogjakarta: Diva Press,

2012), h., 67

Page 49: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

40

dinikahkan. Upacara seserahan merupakan awal rangkaian prosesi

perkawinan, dimana jauh-jauh hari pada saat lamaran berlangsung,

kedua keluarga telah menyepakati bahwa hari yang telah

ditentukan tersebut adalah hari perkawinan anak-anak mereka.

b. Ngeuyeuk Seureuh

Ngeuyeuk Seureuh merupakan salah satu rangkaian upacara

perkawinan, dimana kedua calon pengantin meminta doa restu

kepada orang tua masing-masing dan disaksikan oleh para

keluarga.67

c. Akad Nikah

Akad nikah merupakan acara yang paling sakral dan ditunggu-

tunggu oleh kedua calon pengantin dan orang tua mempelai. Hal

ini dikarenakan dengan akad nikah tersebut, pasangan pengantin

resmi menjadi suami istri mulai saat itu dan seterusnya akan hidup

bersama.

d. Sabda Nikah

Akad nikah merupakan penanda telah sahnya kedua pengantin

menjadi suami istri. Maka mulai saat itu mereka resmi untuk hidup

bersama. Hal tersebut dibuktikan dengan terucapnya akad nikah

beserta rukun dan syarat nikah yang menyertainya.

3. Pelaksanaan Setelah Akad Nikah

a. Sembah Sungkem

Prosesi sembah sungkem dilakukan tepat setelah upacara akad

nikah selesai dilaksanakan. Sembah sungkem sebenarnya mirip

dengan prosesi ngaras. Perbedaannya, ngaras dilakukan oleh

kedua pengantin kepada kedua orang tuanya di rumah masing-

masing sehari sebelum acara perkawinan dilaksanakan dengan cara

mencuci kaki orang tuanya dan meminta maaf. Sedangkan pada

acara sembah sungkem, dikarenakan kedua pengantin sudah resmi

67 Aep S. Hamidin, Buku Pintar Perkawinan Adat Nusantara, (Jogjakarta: Diva Press,

2012), h., 81

Page 50: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

41

menjadi suami istri, maka sungkeman dilakukan bersama-sama

dihadapan kedua orang tua mereka.68

b. Sawer Pengantin

Setelah upacara akad nikah dan sembah sungkem

dilaksanakan, para anggota keluarga yang berada di halaman

melakukan penyambutan terhadap kedua pengantin untuk disawer

dan dilakukan oleh tukang sawer. Di tengah-tengah keramaian itu,

tukang sawer menaburkan beras kuning sesajian yang bercampur

dengan uang logam sehingga menjadi rebutan para anggota

keluarga.69

c. Nincak Endog (Menginjak Telur) dan Mencuci Kaki Suami

Pada prosesi ini, pengantin pria menginjak telur yang terletak

di balik papan dan elekan (batang bambu muda). Kemudian

pengantin wanita mencuci kaki pengantin pria dengan air kendi,

lalu mengusapnya dengan kain hingga kering.

d. Meuleum Harupat (Membakar Harupat)

Meuleum Harupat memiliki makna sebagai nasihat kepada

kedua pengantin untuk senantiasa bersama-sama dalam

memecahkan persoalan dalam rumah tangga.

e. Buka Pintu

Upacara buka pintu memiliki makna yang mendalam,

khususnya dalam bertetangga. Sebab, sebelum bergaul dengan

tetangga, tentunya harus membuka pintu terlebih dahulu untuk

dapat diterima sebagai bagian dari lingkungan di sekitar kita.

f. Huap Lingkung dan Huap Deudeuh

Huap Lingkung dan Huap Deudeuh adalah prosesi dimana

kedua pengantin disuapi oleh kedua orang tua mereka masing-

68 Aep S. Hamidin, Buku Pintar Perkawinan Adat Nusantara, (Jogjakarta: Diva Press,

2012), h., 82-88

69 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990, Cet. IV), h., 133

Page 51: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

42

masing, dilanjutkan dengan masing-masing pengantin saling

menyuapi.

g. Pabetot Bakakak (Menarik Ayam Bakar)

Pada prosesi ini, kedua pengantin duduk berhadapan dan

tangan kanan mereka memegang kedua paha ayam bakakak yang

terletak di atas meja. Kemudian, pemandu acara akan memberikan

aba-aba untuk saling menarik paha ayam tersebut.70

Dari beberapa tahapan proses perkawinan adat Sunda tersebut,

penulis akan membahas salah satu proses upacara perkawinan, yaitu

praktik nincak endog (upacara injak telur pengantin).

Prosesi nincak endog dilakukan setelah upacara nyawer

(saweran) selesai dilaksanakan. Kedua mempelai wanita dan pria akan

dibimbing maju mendekati tangga rumah. Disana telah disiapkan sebuah

ajug yang diatasnya diletakkan sebuah pelita minyak kelapa bersumbu 7

(sekarang ini diganti dengan lilin karena sulitnya mendapatkan ajug

berpelita, yang terbuat dari tanah liat atau perunggu), seikat harupat (sagar

enau/ijuk) berisikan 7 batang, sebuah telur ayam mentah, sebuah kendi

dari tanah berisi air bening, dan sebuah batu pipisan.

Pelita (lilin) yang telah dinyalakan digunakan oleh mempelai

wanita untuk membakar ujung harupat yang telah diikat. Setelah menyala,

api harupat itu didekatkan kepada ibu jari kaki pria kemudian dipadamkan

dan selanjutnya dibuang atau dibiarkan sampai habis jadi abu.

Kemudian, mempelai pria menginjakkan kaki kanannya dengan

kuat di atas telur hingga pecah. Kedua kaki yang telah dipergunakan untuk

memecahkan telur tadi, selanjutnya dipijakkan di atas batu pipisan untuk

dicuci oleh mempelai wanita dengan air kendi yang telah tersedia. Setelah

air kendi itu habis, kendinya dibanting ke tanah hingga hancur. Kemudian

kedua mempelai bergandengan tangan dan naik ke rumah mendekat pintu.

Walaupun akad nikah dan upacara-upacara adat sudah dilaksanakan,

mempelai pria masih saja belum memperoleh keleluasaan untuk masuk

70 Aep S. Hamidin, Buku Pintar Perkawinan Adat Nusantara, (Jogjakarta: Diva Press,

2012), h., 89-93

Page 52: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

43

ke dalam rumah tersebut dengan mempelai wanita. Ia masih harus

menjalankan ujian lagi tentang kebenarannya beragama Islam dan

terdapat tanya jawab yang dilakukan antara mempelai pria dan juru

tembang.

Contoh setelah pintu diketuk oleh mempelai pria, sebagai

berikut:

Sinom

Wanita:

Saha eta nu di luar Siapa itu yang diluar

Bet keketrok kumawani Berani mengetuk pintu

Teu aya bermakrama Tiada sopan santun

Lir teu terang tata titi Seperti tiada tahu kesopanan

Taya iber ti tadi Tiada kabar tiada berita

Pria:

Sampurasun aduh enung Maafkanlah wahai buah hatiku

Ieu engkang diluar Kakandalah ini di luar

Ngantosan parantos lami Menunggu telah lama

Manga buka engkang Bukalah pintu kanda

Sanget hoyong tepang Sangat kangen

Wanita:

Engke heula engkang saha Nanti dahulu, siapakah gerangan

Pria:

Aeh naha gening eulis Ai, kenapa kok cantik

Wanita:

Sumuhun na saha tea Ya siapakah anda

Nu pajar ngantos tos lami Mengatakan sudah lama menunggu

Nu ketrak ketrok ti tadi Tadi mengetuk ngetuk pintu

Naha batur naha dulur Orang lain atau kerabat

Page 53: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

44

Hoyong terang jentrena Ingin tahu dengan jelas

Ku abdi hoyong ka kuping Ingin saya dengar

Pria:

Aeh eulis wet piraku kasmaran Wahai sayang, masakan samar

Enung atuh enggal Buka segeralah buka pintu

Engkang the garetek ati Kanda sudah tak sabar lagi

Sumeja tahu bumela Akan setia membela

Saka suka saka nyeri Sama-sama suka, sama-sama menderita

Ngarendeng siang weungi Menyanding siang dan malam

Wanita:

Sumangga saurkeun Cobalah katakan

Atuh engkang saha timana Kanda siapa dan orang mana

Mana ngurihit ka abdi Maka mendesak padaku

Lebet sareng palay sasarengan Masuk bergaul dan ingin bersama

Asmarandana

Pria:

Engkang teh caroge eulis Kanda ini suami dinda, sayang

Anu nembe dirahpalan Yang baru habis “rahpalan”

Sareng tutas maca talak Dan habis membaca talek

Anu mawi enggal buka Itulah maka segera buka

Wanita:

Aduh geuning panutan Aduh, junjunganku gerangan

Mugi engkang ulah bendu Harap kanda tidak gusar

Sarehing lami ngantosan Karena lama menunggu

Mung sanaos abdi yakin Hanya walaupun saya yakin

Nu di luar teh panutan Yang diluar adalah suamiku

Pria:

Page 54: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

45

Enung mah nyarios bae Manisku berkata saja

Ieu pintu enggal buka Segeralah pintu ini buka

Wanita:

Panuhun teu pra Permohonan sangat sederhana

Ku abdi boyong ka runggu engkang Saya ingin mendengar kanda

Ngaos syahadat Mengucapkan syahadat

Setelah mempelai pria mengucapkan syahadat, maka pintunya

dibuka. Lalu sang pria disambut oleh istrinya dengan sembah sungkem

dan berjalan bersama-sama menuju ke tempat huap lingkung.71

B. Makna Filosofis dalam Nincak Endog Pengantin

Dalam melaksanakan resepsi perkawinan adat Sunda,

khususnya dalam tradisi nincak endog ini, terdapat keunikan tersendiri

dalam pelaksanannya, yaitu pada prosesi ini, pengantin pria menginjak

telur di balik papan dan elekan (batang bambu muda). Kemudian,

pengantin wanita mencuci kaki pengantin pria dengan air kendi dan

mengusapnya dengan kain hingga kering. Adapun praktiknya dengan

menggunakan berbagai macam bahan-bahan yang memiliki arti atau

makna filosofis tersendiri, diantaranya:

1. Pelita (lilin) dan membakar Harupat

Pelita (lilin) dan membakar Harupat mempunyai makna yang

dijadikan lambang oleh kedua mempelai wanita dan pria bahwa sifat-

sifat yang “getas harupateun” (mudah patah seperti harupat) harus

ditumpas demi ketentraman rumah tangga yang damai karena sifat itu

pada manusia adalah sifat pemarah atau pemberang.72

2. Telur ayam

71Yayasan Festival Istiqlal, Ruh dalam Budaya Bangsa Aneka Budaya di Jawa,

(Jakarta: Yayasan festival Istiqlal, 1996), h., 67

72 Usup, Petani, Interview Pribadi, Kampung Naga, 20 September 2018

Page 55: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

46

Telur ayam dipecahkan melambangkan kerelaan mempelai

wanita dipecahkan kegadisannya karena sudah menjadi kodrat

seorang istri untuk melayani suaminya. Disamping itu, memberikan

isyarat pula bahwa buah pergaulan kedua suami istri akan

menghasilkan bibit keturunan berupa lendir yang menyerupai isi telur

ayam itu.73 Manusia lahir dari bahan yang sama-sama oleh karenanya

tidak ada alasan sama sekali untuk seseorang merasa angkuh,

sombong, dan merasa lebih dari yang lain.

3. Mencuci kaki dengan air dari dalam kendi

Adalah suatu isyarat bahwa istri akan sangat senang sekali

dalam melayani suaminya, asalkan suami ketika akan masuk ke dalam

rumah membawa hati yang bersih jernih, bening, dan segar yang

disimpulkan dalam kata-kata: “peupeus kendi beak cai, kudu pada tiis

ati, paniisan di taweuran” (pecah kendi habis air, harus sama dingin

hati).74 Mempelai wanita mencuci kaki mempelai pria melambangkan

bahwasanya mempelai perempuan akan menaati sang suami mulai

dari detik itu dan mempelai perempuan tidak akan melukai sang suami

dengan pikiran-pikiran negatif.75

4. Kendi dipecahkan

Kendi dipecahkan sehabis dipakai menyatakan kepuasan hati

antara kedua mempelai dan saling bahagia dalam menjalankan hidup

bersama. Kemudian tidak ada perpecahan dalam menjalankan rumah

tangga, satu hati, satu prinsip dan satu tujuan demi kebahagiaan

keluarga.

5. Berpijak di batu pipisan

73 Henhen, Lebe’ Kampung Naga, Interview Pribadi, Kampung Naga, 20 September

2018

74 Yayasan Festival Istiqlal, Ruh dalam Budaya Bangsa Aneka Budaya di Jawa,

(Jakarta: Yayasan festival Istiqlal, 1996), h., 69

75 Di Akses Pada Tanggal 27 September 2018 di https://budayajawa.id/adat-sunda-nincak-endog/

Page 56: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

47

Melambangkan ketetapan hati, lurus, dan kokoh karena batu

pipisan yang berat juga permukaan atas dan bawahnya rata.76

Keduanya saling percaya satu sama lain, berpegang teguh pada

prinsip, dan siap menjalin rumah tangga yang kokoh. Apabila ada

masalah dihadapi dengan tenang, tidak mudah rapuh, dan putus asa.77

C. Nincak Endog Pengantin dalam Pandangan Ulama (lebe) dan

Tokoh Masyarakat Desa Neglasari di Kecamatan Salawu

Kabupaten Tasikmalaya

Salah satu tokoh Kampung Naga, Bapak Henhen selaku ulama

(lebe), mengungkapkan bahwa “Ajaran Islam mengakui adanya hukum

adat asalkan tidak menyimpang dari ajaran agama Islam dan tidak

melanggar syariat. Nincak endog pengantin diperbolehkan dalam ajaran

Islam dan sah saja selama tidak bertentangan dan melanggar syariat Islam.

Hal ini dikarenakan dalam praktik nincak endog mengandung makna dan

filosofis yang bisa diambil hikmah bagi pasangan pengantin, keluarga, dan

masyarakat yang hadir. Dalam hukum Islam disebutkan لعادة محكمةا , adat

itu dapat menjadi dasar hukum.78 dan ترك العادة عدواة meninggalkan adat

menimbulkan permusuhan.79 Jadi apabila tidak dilaksanakan tradisi nincak

endog pengantin ini, dikhawatirkan terjadi permusuhan antara sesama

masyarakat hingga pernikahan mereka tidak diakui hanya karena tidak

melaksanakan tradisi adat Sunda, yaitu nincak endog”.80

76 Yayasan Festival Istiqlal, Ruh dalam Budaya Bangsa Aneka Budaya di Jawa,

(Jakarta: Yayasan festival Istiqlal, 1996), h., 68-69

77 Henhen, Lebe Kampung Naga, Interview Pribadi, Kampung Naga, 20 September

2018

78 Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, Jakarta: Amzah 2010, h., 213

79 Mashur bin hasan, Maktabah Islamiyah no 103, Jakarta: Darul Ibnul Qoyyim, jilid 1.

80 Henhen, Lebe Kampung Naga, Interview Pribadi, Kampung Naga, 20 September

2018

Page 57: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

48

Menurut Bapak Ma’un selaku Punduh Kampung Naga

mengatakan, “Nincak endog merupakan adat Sunda yang sudah ada sejak

zaman dulu dan sudah dipraktikkan oleh nenek moyang mereka. Di dalam

praktiknya pun tidak menimbulkan mudharot, melainkan maslahat bagi

masyarakat. Bahan-bahan yang digunakan dalam prosesi nincak endog

menggunakan telur, harupat, pelita (lilin), kendi berisi air, dan batu

pipisan. Pada umumnya praktik nincak endog di Kampung Naga ini sama

dengan di daerah Tasik lainnya, yaitu pelaksanaannya di tempat kediaman

pengantin perempuan”.81

Nincak endog pengantin mempunyai beberapa pengertian,

seperti pendapat dari Bapak Usup, salah seorang pengrajin, “nincak endog

merupakan adat Sunda yang praktiknya dengan cara kedua mempelai

wanita dan pria dibimbing maju mendekati tangga rumah. Disana telah

disiapkan sebuah ajug yang di atasnya terletak sebuah pelita minyak

kelapa bersumbu 7 (sekarang ini diganti dengan lilin), kemudian

mempelai pria menginjakkan kaki kanannya dengan kuat di atas telur

hingga pecah. Kedua kaki yang telah dipergunakan untuk memecahkan

telur tadi, dipijakkan di atas batu pipisan yang kemudian kaki tersebut

akan dicuci oleh mempelai wanita dengan air kendi yang telah tersedia.

Setelah air kendi itu habis, kendinya dibanting ke tanah hingga hancur.

Kemudian kedua mempelai bergandengan tangan dan naik ke rumah

mendekat ke pintu.82

Menurut Ketua RT 01, Bapak Ujen, “Nincak endog itu artinya

telur ayam yang diinjak oleh mempelai pria. Terdiri dari satu butir telur

ayam kampung yang diinjak oleh kaki kanan hingga pecah dan memiliki

makna sebagai kerelaan seorang wanita yang diambil keperawanannya

untuk melayani suaminya dengan jalan yang halal dan sah atau telah

81 Ma’un, Punduh, Wawancara Pribadi,Kampung Naga, 20 September 2018

82 Usup, Petani, Interview Pribadi, Kampung Naga, 20 September 2018

Page 58: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

49

menjadi suami istri dengan tujuan memberikan kepuasan batin dan kasih

sayang hingga menjadi keluarga sakinah, mawaddah dan rohmah”.83

Sedangkan Bapak Surya berpendapat tidak tahu pasti asal

muasal diadakannya praktik nincak endog di Kampung Naga ini. Akan

tetapi, telah dicontohkan dan dipraktikkan oleh para leluhur Kampung

Naga hingga akhirnya turun temurun hingga saat ini. Dalam praktiknya

sama seperti yang dilaksanakan di daerah lain, yaitu diawali setelah

proses saweran, pengantin wanita masuk ke rumah dan di luar rumah

telah disediakan harupat yang sudah dibakar oleh api. Kemudian harupat

itu didekatkan ke ibu jari kaki kanan pengantin pria oleh pemandu nincak

endog dan disampaikan juga beberapa nasehat olehnya. Sebelum masuk

ke dalam rumah, pengantin pria menginjak telur terlebih dahulu dan

disambut oleh pengantin wanita. Kemudian pengantin wanita

membersihkan kaki pengantin pria dengan air hingga bersih.84

Bapak Otoy mengungkapkan bahwa terdapat keunikan dari

praktik nincak endog ini. Pertama, menggunakan telur ayam kampung

dan tidak menggunakan telur ayam negeri karena dikhawatirkan telur itu

telah disuntik oleh obat-obatan. Harupat (ijuk) yang dibakar oleh api

kemudian didekatkan kepada ibu jari hingga menempel kulit. Hal itu

menandakan seberapapun rintangan yang dilalui, akan tetap kuat dan

pantang menyerah dalam menjalin rumah tangga. Tetesan keringat dalam

mencari nafkah menandakan keseriusan untuk membahagiakan

keluarga.85

Menurut Ade Suherlin selaku kuncen Kampung Naga

mengungkapkan bahwa nincak endog pengantin rutin dilaksanakan. Hal

ini merupakan kebanggaan tersendiri karena masih dipraktikan dari dulu

sampai sekarang. Harapannya adalah setiap pernikahan di Kampung

83 Ujen, Ketua RT 01, Interview Pribadi, Kampung Naga, 20 September 2018

84 Surya, Pembimbing Wisata, Interview Pribadi, Kampung Naga, 20 September 2018

85 Otoy, Masyarakat, Interview Pribadi, Kampung Naga, 20 September 2018

Page 59: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

50

Naga, Desa Neglasari ini selalu mempraktikkan nincak endog pengantin

supaya tetap terjaga kemurnian adat Sunda hingga tidak punah nantinya

dan agar generasi mudanya tetap mengetahui nincak endog sebagai ciri

khas perkawinan adat Sunda. Jika dilihat dari isinya, nincak endog banyak

mengandung nilai-nilai positif, terutama nasihat untuk kedua pasangan

pengantin.86

D. Analisis Penulis terhadap Tradisi Nincak Endog dalam Perspektif

Hukum Islam

Semua orang mengakui adanya hubungan antara hukum adat

dan hukum Islam. Hanya yang diperselisihkan mengenai sejauh mana

hubungan itu telah terjadi dan sejauh mana pula yang mungkin akan

terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Untuk itu, kita perlu mengetahui

dan menganalisis bagaimana hubungan antara hukum adat dan hukum

Islam. Dalam hal ini, penulis akan menganalisis bagaimana tradisi nincak

endog dalam perspektif hukum Islam.

Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak bisa terlepas dari

peraturan adat yang mungkin juga berkaitan dengan hukum Islam.

Kendati demikian, tidak semua hukum adat itu bisa diterima kedalam

hukum Islam. Hanya saja kita perlu mencermati apakah hukum adat itu

bisa dimasukkan dan diterima kedalam hukum Islam atau tidak. Hal ini

dikarenakan selama hukum adat tidak bertentangan dengan Al-Qur’an

dan As-Sunnah maka hukum adat itu bisa diterima dalam hukum Islam.

Hubungan antara hukum adat dengan hukum Islam itu bisa dipengaruhi

oleh beberapa faktor, diantaranya:

1. Adat itu dapat diterima oleh perasaan sehat dan diakui oleh pendapat

umum;

2. Tidak bertentangan dengan nash, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.87

Dalam Nash Al-Qur’an ataupun Fiqih tidak menjelaskan secara

detail mengenai tradisi nincak endog pengantin perkawinan karena tradisi

86 Ade Suherlin, Kuncen, Interview Pribadi, Kampung Naga, 20 September 2018

87 Kusumadi Pudjosewo, Pengantar Hukum Adat, (Jakarta, PT. Rineka Cipta), h., 105

Page 60: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

51

tersebut merupakan hukum adat Sunda. Pada dasarnya adat yang sudah

memenuhi syarat dapat diterima secara prinsip. Bahkan di dalam fiqih

menyebutkan,

لعادة محكمة ا

“Sebuah adat kebiasaan itu bisa dijadikan sandaran hukum”.88

Pada pembahasan ini penulis akan menjelaskan bagaimana

analisis penulis terhadap tradisi Nincak endog melalui peninjauan

terhadap perspektif hukum Islam dengan menggunakan dalil-dalil Al-

Quran, Al-Hadist, dan metode ushul fiqih, yaitu ‘urf dan Al-Maslahah al-

Mursalah.

Dalil Al-Quran menyebutkan pada surat Al-Hajj (22): 32.

ب و ل ق ال ىو ق ت ن ا م ه ن إ ف الله ر ئ ع ش م ظ ع ي ن م و ك ل ذ

"Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa

mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari

ketaqwaan hati". (Q.S. Al-Hajj: (22): 32).

Berdasarkan hadits Nabi Muhammad S.A.W. yang dikutip oleh

Ibnu Hajar Al-Asqolani, dalam kitab Bulughul Maram Min Adillatil

Ahkam,

من عن أنس بن مالك رضي الله عنه, أن النبي صلى الله عليه وسلم: رأى على ع بد الر

ى وزن ن واة صفرة ف قال: ما هذا؟ قال: يا رسول الله ان ي ت زوخت امرأة عل عوف أث ر بنا

89.)رواه البخاري و مسلم( لك. اولم ولو بشاة من ذهب قال: بارك الله

88 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2009), h., 395

89 Ibnu Hajar Al-Asqolani, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, no 905 (Al-Haramain), h., 227

Page 61: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

52

Artinya: Anas bin Malik RA menceritakan bahwa Nabi

Muhammad S.A.W. melihat bekas kuning pada kain Abdurrahman bin

Auf, maka beliau bertanya, Apa ini? Jawabnya, sesungguhnya saya wahai

Rasulullah baru menikahkan anak perempuan saya dengan mas kawinnya

sebesar biji kurma emas. Jawab Rasulullah, Semoga Allah

memberkahinya bagi engkau dan adakan walimah walau dengan seekor

kambing (H.R. Bukhari dan Muslim).90

Metode ushul fiqih, yaitu ‘urf dan Al-Maslahah al-Mursalah.

Secara etimologi, istilah “urf” didefinisikan sebagai suatu pandangan

yang dinilai baik dan diterima oleh akal sehat. Al-‘Urf atau yang dikenal

sebagai adat istiadat, yaitu sesuatu yang telah diyakini oleh mayoritas

manusia. Suatu hal yang diyakini tersebut mencakup pada perkataan atau

perilaku yang sering dilakukan sehingga tertanam di dalam jiwa dan

diterima oleh akal dan pemikirannya.91 Urf (kebiasaan masyarakat)

adalah sesuatu yang berulang-ulang dilakukan oleh masyarakat daerah

tertentu dan terus-menerus dijalani oleh mereka, baik hal demikian terjadi

sepanjang masa atau pada masa tertentu saja. Kata “sesuatu” mencakup

sesuatu yang baik dan sesuatu yang buruk, mencakup pula hal yang

bersifat perkataan (qouliy) dan hal yang bersifat perbuatan (fi’liy).

Ungkapan “masyarakat” menyingkirkan kebiasaan individual dan

kebiasaan sekelompok kecil orang.92

Ulama sepakat dalam menerima adat yaitu dalam praktiknya

terdapat unsur manfaat dan tidak ada unsur mudharatnya atau unsur

manfaatnya lebih banyak dibanding mudharatnya. Serta adat yang pada

prinsipnya secara subtansial mengandung unsur maslahat, adat dalam

bentuk itu dikelompokan kepada adat atau ‘urf yang shahih.93

90 Imam Muslim, Shahih Muslim Juz 5, (Dar al Kutub al- Ilmiyah, 1994), h., 75

91 Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasryi, (Jakarta, 2009), h., 167

92 Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqih, (Amzah: Jakarta 20511), h., 161

93 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2009), h., 395

Page 62: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

53

Adapun dasar hukum yang menjadi rujukan untuk ‘urf, sebagai

berikut:

هلين العرف وأعرض عن الج خذ العفو وأمر ب

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang

makruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh” (QS. Al-

‘Araf: 7: 199).94

Kaidah menerangkan:

إ نما ت عت ب ر الع ادة إ ذا ا ط ردت او غلبت 95“Adat yang dianggap (sebagai pertimbangan hukum) itu

hanyalah adat yang terus-menerus berlaku atau berlaku umum”.

Kaidah lain menerangkan:

رة للغالب الشائع ل للنادر 96 العب “Adat yang diakui adalah umunya terjadi yang dikenal oleh

manusia bukan dengan yang jarang terjadi”.

الت عيين بالعرف كالت عيين بالنص 97“Ketentuan berdasarkan ‘urf seperti ketentuan berdasarkan

nash”.

94 Muliadi Kurdi, Ushul Fiqh: Sebuah Pengenalan Awal, (Lembaga Naskah Aceh:

2015), h., 229

95 Abu Al-Kalam Syafiq, Al-Qoidatu Al-Fiqhiyyah, (Al-Aluukah Asy-Syar’iyyah)

96 Muhammad Mushtafa Az-Zahili, Al-Qowaidu Al-Fiqhiyyah wa Tathbiqatiha fii Madzahibi Al-Arba’ah Juz 1, h., 325

97 Muhammad Mushtafa Az-Zahili, Al-Qowaidu Al-Fiqhiyyah wa Tathbiqatiha fii Madzahibi Al-Arba’ah

Page 63: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

54

Berdasarkan pemahaman dari kaidah ini bahwa kedudukan ‘urf

jika telah memenuhi syarat-syarat untuk menjadi sebuah dasar hukum

maka posisinya sama dengan hukum berdasarkan nash.98

Beberapa persyaratan bagi ‘Urf yang dapat menjadi landasan

hukum, Abdul-Karim Zaidan yang dikutip oleh Satria Effendi,

menyebutkan:

1. ‘Urf itu harus termasuk ‘urf yang shahih dalam arti tidak bertentangan

dengan ajaran Al-Quran dan As-Sunnah;

2. ‘Urf itu harus bersifat umum, dalam artian minimal telah menjadi

kebiasaan mayoritas penduduk negeri itu;

3. ‘Urf itu harus sudah ada ketika terjadinya suatu peristiwa yang akan

dilandaskan kepada urf itu;

4. Tidak ada ketegasan dari pihak-pihak terkait yang bertolak dengan

kehendak ‘Urf tersebut, hal demikian jika kedua belah pihak yang

berakad telah mnyepakati untuk tidak terikat dengan kebiasaan yang

berlaku umum, maka yang dipegang adalah ketegasan itu, bukan

’Urf.99

Menurut Sobhi Mahmassani seperti dikutip Mohammad Daud

Ali, syarat-syarat adat adalah:

1. Adat itu dapat diterima oleh perasaan dan akal sehat serta diakui oleh

pendapat umum;

2. Sudah berulang kali terjadi dan telah pula berlaku umum dalam

masyarakat yang bersangkutan;

3. Telah ada pada waktu transaksi dilangsungkan;

4. Tidak ada persetujuan atau pilihan lain antara kedua belah pihak;

5. Tidak bertentangan dengan nash.100

98 Muliadi Kurdi, Ushul Fiqh: Sebuah Pengelanan Awal, (lembaga naskah Aceh: 2015), h., 231

99 Satria Efendi, M.Zein, Ushul Fiqh,(Jakarta, 2005), h., 156-157

100 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, h., 230

Page 64: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

55

Di dalam pembahasan lain ada beberapa persyaratan lain,

diantaranya:

1. Adat itu bernilai maslahat;

2. Adat itu berlaku umum dan merata di kalangan orang-orang yang

berada dalam lingkungan tertentu;

3. Adat itu berlaku sebelum kasus yang ditetapkan hukumnya;

4. Adat itu tidak bertentangan dengan nash.101

Dari penjelasan di atas, penulis menganalisis mengenai tradisi

Nincak Endog pengantin ini dengan menggunakan metode ‘Urf bahwa

adat istiadat ini dinilai baik dan diterima oleh akal sehat, serta dalam

praktik nincak endog tersebut banyak nilai, pesan, dan moral yang sangat

baik yang terkandung di dalam praktik dan terdapat makna filosifis bagi

kedua mempelai karena tujuan dari Nincak endog pengantin tersebut

memberikan nasihat kepada para pasangan pengantin bagaimana

membangun rumah tangga yang bahagia, tentram, dan penuh dengan

kasih sayang. Kemudian dalam لعادة محكمةا , adat itu dapat menjadi dasar

hukum dan ترك العادة عدواة meninggalkan adat menimbulkan

permusuhan. Jadi apabila tidak dilaksanakan tradisi nincak endog

pengantin ini, dikhawatirkan terjadi permusuhan antara sesama

masyarakat hingga pernikahan mereka tidak diakui hanya karena tidak

melaksanakan tradisi adat Sunda, yaitu nincak endog.

Selanjutnya untuk menganalisis tradisi nincak endog pengantin

menurut hukum Islam, selain menggunakan metode ‘urf penulis juga

menggunakan metode Maslahah Al-muslahah. Dalam kamus besar

Bahasa Indonesia disebutkan bahwa maslahat berarti sesuatu yang

mendatangkan kebaikan, faedah, dan guna. Sedangkan kata

“kemashlahatan” berarti kegunaan, kebaikan, manfaat, dan

kepentingan.102

Adapun secara istilah yang dimaksud dengan mashlahah,

101 Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1 (Jakarta: Logos, 1996), h., 144

102 Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqih, (Amzah: Jakarta 20511), h., 128

Page 65: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

56

sebagai berikut:

ن ع ة ار ب ع ي ه ة ح ل الم م ه ن ي د ظ ف ن م ه اد ب ع ل م ي ك الح ع ار ا الش ه د ي ق ت ال ة ح ل الم ا ه ن ي ا ب م ي ف ن ي ع م ب ي ت ر ت ق ب ط م ه ال و م ا و م ه ل س ن و م ه ل و ق ع و م ه س ف ن ا و

“Mashlahah adalah sebuah gambaran perbuatan yang

bermanfaat yang dimaksudkan oleh syara’ (Allah) untuk tiap hambanya

dalam rangka memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta benda

secara teratur”.103

Jadi Al-Maslahah al-Mursalah perpaduan dua kata menjadi

“Maslahah Mursalah”, yang berarti prinsip kemaslahatan (kebaikan)

yang dipergunakan menetapkan suatu hukum Islam, juga dapat berarti

suatu perbuatan yang mengandung nilai baik (manfaat).104

Persyaratan untuk menggunakan maslahah mursalah sebagai

hukum terdapat beberapa syarat tertentu yang harus dipenuhi, syarat itu

ialah sebagai berikut:

1. Bahwa maslahah tersebut dapat diterima oleh akal, bahwa semua

kriterianya sesuai dan dapat diterima oleh akal yang normal

karena pembentukan hukum itu harus didasarkan pada maslahah

yang dapat mendatangkan kemanfaatan dan menolak mudharat;

2. Bahwa maslahah harus bersifat umum dan menyeluruh kepada

semua orang. Artinya tidak khusus untuk orang tertentu dan tidak

khusus untuk sekelompok orang saja;

3. Bahwa maslahah itu harus dengan tujuan syara’. Artinya tidak

bertentangan dengan Nash atau dalil-dalil yang sudah qath’i.105

Maslahah itu sifatnya umum, bukan bersifat perorangan,

maksudnya ialah bahwa dalam kaitannya dengan pembentukam hukum

103 Muliadi Kurdi, Ushul Fiqh: Sebuah Pengelanan Awal. ( lembaga naskah Aceh:

2015), h., 211

104 Romli SA, Muqaranah Mazahib Fil Ushul, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h., 165

105 Muliadi Kurdi, Ushul Fiqh: Sebuah Pengelanan Awal. (lembaga naskah Aceh: 2015), h., 216

Page 66: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

57

atas suatu kejadian atau maslahah dapat melahirkan kemanfaatan bagi

kebanyakan ummat manusia yang benar-benar dapat terwujud atau bisa

menolak madharat atau tidak hanya mendatangkan kemanfaatan bagi

seseorang atau beberapa orang saja. Dengan kata lain, kemashlahatan itu

harus memberi manfaat bagi seluruh umat. Objek maslahah mursalah

berlandaskan pada hukum syara’ secara umum, juga harus diperhatikan

adat dan hubungan antara satu manusia dengan yang lain. Secara ringkas

maslahah mursalah itu juga di fokuskan terhadap lapangan yang tidak

terdapat dalam nash, baik Al-Quran dan As-Sunnah.106

Dari penjelasan di atas, penulis akan menganalisis dengan

menggunakan metode maslahah mursalah, Pertama, nincak endog

pengantin masih dapat diterima oleh ajaran agama Islam harus dengan

tujuan syara’. Artinya tidak bertentangan dengan Nash atau dalil-dalil

yang sudah qath’i. Sebab di dalam praktiknya, tidak ada dalil yang

menolak maupun mengakuinya karena nincak endog merupakan hukum

adat perkawinan suku Sunda. Kedua, nincak endog tersebut dapat

diterima oleh akal karena semua kriterianya sesuai dan dapat diterima

oleh akal yang normal dan karena pembentukan hukum itu harus

didasarkan pada maslahah yang dapat mendatangkan kemanfaatan dan

menolak mudharat. Ketiga, kemaslahatan nincak endog bersifat umum

artinya kemanfaatan yang terkait dengan kepentingan orang banyak

karena pada praktiknya melibatkan masyarakat dan para keluarga dari

pasangan pengantin untuk memeriahkan proses nincak endog pengantin,

bagi masyarakat bisa bersilaturahim dengan keluarga dari pasangan

pengantin, dan bisa mengambil hikmah dari praktik ini bahwasanya

nincak endog ini mengajarkan kepada masyarakat khususnya kepada

kedua mempelai untuk saling bertanggung jawab dalam mengurus rumah

tangga, ketaatan seorang istri kepada suami, dan kesiapan seorang suami

untuk menafkahi keluarga.

106 Zurifah Nurdin, Ushul Fiqih 1, (Pustaka Setia, 2012) h., 56

Page 67: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

58

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang terdapat pada beberapa bab

sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:

1. Ajaran Islam mengakui adanya hukum adat asalkan tidak

menyimpang dari ajaran agama Islam dan tidak melanggar

syariat. Maka dari itu, Nincak endog pengantin diperbolehkan

dalam ajaran Islam dan sah saja selama tidak bertentangan dan

melanggar syariat Islam. Hal ini dikarenakan dalam praktik

nincak endog mengandung makna dan filosofis yang bisa diambil

hikmah bagi pasangan pengantin, keluarga, dan masyarakat yang

hadir;

2. Nincak endog merupakan adat Sunda yang sudah ada sejak

zaman dulu dan sudah dipraktikkan oleh nenek moyang mereka.

Di dalam praktiknya pun tidak menimbulkan mudharot,

melainkan maslahat bagi masyarakat. Bahan-bahan yang

digunakan dalam prosesi nincak endog, yaitu telur, harupat,

pelita (lilin), kendi berisi air, dan batu pipisan. Pada umumnya

praktik nincak endog di Kampung Naga ini sama dengan di

daerah Tasik lainnya, yaitu perihal pelaksanaannya yang berada

di tempat kediaman pengantin perempuan;

3. Makna filosofis dari nincak endog ini, yaitu ketika telur ayam

kampung diinjak oleh kaki kanan hingga pecah memiliki makna

sebagai kerelaan seorang wanita yang diambil keperawanannya

untuk melayani suaminya dengan jalan yang halal dan sah atau

telah menjadi suami istri dengan tujuan memberikan kepuasan

batin dan kasih sayang hingga menjadi keluarga sakinah,

mawaddah, dan rohmah

Page 68: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

59

B. Saran-Saran

Setelah melihat dan mempelajari pembahasan-pembahasan diatas,

maka penulis memberikan saran kepada masyarakat Desa Neglasari

Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya dan teman-teman yang

tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang tradisi Nincak Endog pengantin.

Saran penulis diantaranya:

1. Kepada masyarakat Desa Neglasari agar tetap melestarikan tradisi

Nincak Endog karena dengan tradisi tersebut komunikasi antar

generasi tidak terputus, kekayaan budaya lokal akan tetap terjaga,

dan bisa diwariskan kepada generasi selanjutnya;

2. Untuk pemerintah Kabupaten Tasikmalaya agar lebih

mengoptimalkan pendokumentasian budaya dan tradisi

masyarakatnya, khususnya tradisi Nincak Endog pengantin di

Desa Neglasari Kecamatan Salawu dan ikut mendukung secara

aktif dalam hal mengangkat dan memperkenalkan tradisi lokal

kepada masyarakat nasional;

3. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan tema tradisi Nincak

Endog pengantin yang terdapat dalam perkawinan masyarakat

Desa Neglasari Kecamatan Salawu, penulis menyarankan agar

memperluas wilayah penelitian dan membuat analisis

perbandingan dari setiap daerah yang melaksanakan tradisi

Nincak Endog pengantin.

Page 69: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

60

DAFTAR PUSTAKA

Abduh, Muhammad, Pemikiran dalam Teologi Islam, Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2002.

Abidin, Slamet, Fiqih Munakahat 1, Bandung: CV Pustaka Setia, 1999.

Agoes, Artati, Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta Perkawinan Sunda,

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Al-Asqolani, Ibnu Hajar, Bulughul Maram Min Adillatilahkam, no 910 Al-

Haramain.

Ali Mohammad Daud, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata

Hukum Islam di Indonesia.

Ali, Zainuddin, Hukum Islam: pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia,

Cet. Keempat, Jakarta: Sinar Grafika, 2011.

Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Cet. Ketiga, Jakarta: Sinar

Grafika, 2011.

Al-Syafi’i, Al-Umm, Juz VII, Beirut: Dar al-Kutub, Al-Ilmiyah.

Al-Syairazi, Al-Muhazzab, Juz II, Beirut: Dar al-Kutub Al-Ilmiyah.

Ash-Shiddieqy, M. Hasbi, Falsafah Hukum Islam, Cet. Pertama, Jakarta:

Bulan Bintang, 2009.

Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqh, Jakarta: Amzah, 2011

AZ-Zuhaili Wahbah, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Cet.1, Jakarta: Gema Insani

2011.

Bzn, MR B. Ter Haar, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Jakarta: Pradnya

Paramita.

Daly Peunoh, Hukum perkawinan Islam: suatu studi perbandingan dalam

kalangan ahlu-sunnah dan Negara-negara Islam, Cet. II, Jakarta:

Bulan Bintang, 2005.

Djalil, Basiq, Ilmu Ushul Fiqih, Cet. Pertama, Jakarta: Kencana Prenada

Media Grup, 2010.

Efendi Satria, M.Zein, Ushul Fiqh, Jakarta: 2005.

Hadikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan Adat, Bandung: Penerbit Alumni,

1983.

Page 70: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

61

Hadikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan Adat, Cet. IV, Bandung: Citra

Aditya Bakti, 1990.

Halim, M. Nipan Abdul, Membahagiakan Istri Sejak Malam Pertama,

Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1999.

Hamidin, Aep S, Buku Pintar Perkawinan Adat Nusantara, Jogjakarta: Diva

Press, 2012.

Hamzah Ibtida’in, Fathul Majid, Syaikh Abdurrahman Hasan Alu Syaikh,

Jakarta: PustakaAzzam, 2002.

Haroen Nasrun, Ushul Fiqh 1, Jakarta: Logos, 1996.

Interview Pribadi dengan2 Henhen, lebe, Kampung Naga, 20 September

2018.

Interview Pribadi dengan Ma’un, Punduh, Kampung Naga: 20 September

2018.

Interview Pribadi dengan Otoy, Masyarakat, Kampung Naga, 20 September

2018.

Interview Pribadi dengan Surya, Pembimbing Wisata, Kampung Naga 20

September 2018.

Interview Pribadi dengan Ujen, Ketua RT. 01, Kampung Naga, 20 September

2018.

Interview Pribadi dengan Usup, Petani, Kampung Naga, 20 September 2018.

Interview Pribadi, Ade Suherlin, Kuncen, Kampung Naga, 20 September

2018.

Istiqlal Yayasan Festival, Ruh dalam Budaya Bangsa Aneka Budaya di Jawa,

Jakarta: Yayasan festival Istiqlal, 1996.

Kamal Musthafa l, Fikih Islam, Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2002.

Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya Propinsi Jawa

Barat, Info Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya,

Tasikmalaya: Abadi Jaya Offset, 2008.

Khalil, Rasyad Hasan, Tarikh Tasryi 1, Jakarta: 2009.

Kurdi, Muliadi, Ushul Fiqh: Sebuah Pengelanan Awal, Lembaga Naskah

Aceh: 2015.

Page 71: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

62

Mardani, Hukum Perkawinan Islam Di Dunia Modern, Cet.1, Yogyakarta:

Graha Ilmu, 2011.

Moleong, Lexy, J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2011.

Muhammad, Bushar, Asas-asas Hukum Adat, Cet. Ketujuh, Jakarta: PT

Pradnya Paramita, 1988.

Muslim Imam, Shahih Muslim Juz 5, Dar al Kutub al- Ilmiyah, 1994.

Neglasari: Sejarah, Pemerintahan dan Dinamika Perkembangannya, Desa

Negasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat

Pudjosewo, Kusumadi, Pengantar Hukum Adat, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

SA Romli, Muqaranah Mazahib Fil Ushul, Jakarta: Gaya Media Pratama,

1999.

Sabiq Sayyid, Fiqh Sunnah 7 (terj. Moh. Thalib), Bandung: PT. Alma’arif.

Sahrani Sohari, Tihami, Fiqih Munakahat, Jakarta: Rajawali Press, 2013.

Salim Abu Malik Kamal bin As-Sayyid, Shahih Fiqih Sunnah, Cet. 2, Jakarta:

Pustaka Azzam, 2007.

Setiady, Tolib, Intisari Hukum Adat Indonesia: Dalam Kajian Kepustakaan,

Cet. Ketiga, Bandung: Alfabeta, 2013.

Soekanto, Soerjono, dan Soleman B. Taneko, Hukum Adat Indonesia, Cet.

Ketiga, Jakarta, 1986.

Sopyan, Yayan, Islam-Negara Tranformasi Hukum Perkawinan Islam dalam

Hukum Nasional.

Sopyan, Yayan, Buku Ajar Pengantar Metode Penelitian, Ciputat: Buku Ajar,

2010

Sudirman, Rahmat, Konstruksi Seksualitas Islam dalam Wacana Sosial,

Yogyakarta: CV Adipura, 1999.

Suganda, Her, Kampung Naga Mempertahankan Tradisi, Bandung: PT.

Kiblat Buku Utama, 2006.

Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana,

2006.

Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh, Cet. Kelima, Jakarta: Prenada Media Group,

2009.

Page 72: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

63

Umar Anshori, Fiqih Wanita (terjemahan), Semarang: Asy-Syifa’, 1986.

Page 73: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

64

LAMPIRAN

Interview Pribadi dengan Usup, Petani, Kampung Naga, 20 September 2018.

Interview Pribadi dengan Surya, Pembimbing Wisata, Kampung Naga 20

September 2018

Page 74: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

65

Interview Pribadi dengan Ma’un, Punduh, Kampung Naga: 20 September

2018.

Page 75: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

66

HASIL WAWANCARA

Peneliti : Bagaimana pendapat bapak sebagai ulama mengenai nincak

endog pengantin menurut hukum Islam?

Responden : Salah satu tokoh Kampung Naga, Bapak Henhen selaku ulama

(lebe), mengungkapkan bahwa “Ajaran Islam mengakui adanya

hukum adat asalkan tidak menyimpang dari ajaran agama Islam

dan tidak melanggar syariat. Nincak endog pengantin

diperbolehkan dalam ajaran Islam dan sah saja selama tidak

bertentangan dan melanggar syariat Islam. Hal ini dikarenakan

dalam praktik nincak endog mengandung makna dan filosofis

yang bisa diambil hikmah bagi pasangan pengantin, keluarga, dan

masyarakat yang hadir.

Peneliti : Bagaimana asal-muasal diadakannya Nincak Endog pengantin di

Desa Neglasari (kampung Naga)

Responden : Bapak Surya berpendapat tidak tahu pasti asal muasal

diadakannya praktik nincak endog di Kampung Naga ini. Akan

tetapi, telah dicontohkan dan dipraktikkan oleh para leluhur

Kampung Naga hingga akhirnya turun temurun hingga saat ini.

Dalam praktiknya sama seperti yang dilaksanakan di daerah lain,

yaitu diawali setelah proses saweran, pengantin wanita masuk ke

rumah dan di luar rumah telah disediakan harupat yang sudah

dibakar oleh api. Kemudian harupat itu didekatkan ke ibu jari kaki

kanan pengantin pria oleh pemandu nincak endog dan

disampaikan juga beberapa nasehat olehnya. Sebelum masuk ke

dalam rumah, pengantin pria menginjak telur terlebih dahulu dan

disambut oleh pengantin wanita. Kemudian pengantin wanita

membersihkan kaki pengantin pria dengan air hingga bersih

Peneliti : Bahan-bahan seperti apakah yang di gunakan dalam tradisi

Nincak endog?

Page 76: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

67

Responden : Menurut Bapak Ma’un selaku Punduh Kampung Naga

mengatakan, “Nincak endog merupakan adat Sunda yang sudah

ada sejak zaman dulu dan sudah dipraktikkan oleh nenek moyang

mereka. Di dalam praktiknya pun tidak menimbulkan mudharot,

melainkan maslahat bagi masyarakat. Bahan-bahan yang

digunakan dalam prosesi nincak endog menggunakan telur,

harupat, pelita (lilin), kendi berisi air, dan batu pipisan. Pada

umumnya praktik nincak endog di Kampung Naga ini sama

dengan di daerah Tasik lainnya, yaitu pelaksanaannya di tempat

kediaman pengantin perempuan

Peneliti : Makna apakah yang terkandung dalam Nincak Endog pengantin?

Responden : Menurut Ketua RT 01, Bapak Ujen, “Nincak endog itu artinya

telur ayam yang diinjak oleh mempelai pria. Terdiri dari satu butir

telur ayam kampung yang diinjak oleh kaki kanan hingga pecah

dan memiliki makna sebagai kerelaan seorang wanita yang

diambil keperawanannya untuk melayani suaminya dengan jalan

yang halal dan sah atau telah menjadi suami istri dengan tujuan

memberikan kepuasan batin dan kasih sayang hingga menjadi

keluarga sakinah, mawaddah dan rohmah

Peneliti : Apa keunikan yang terdapat dalam tradisi nincak endog

pengantin?

Responden : Bapak Otoy mengungkapkan bahwa terdapat keunikan dari

praktik nincak endog ini. Pertama, menggunakan telur ayam

kampung dan tidak menggunakan telur ayam negeri karena

dikhawatirkan telur itu telah disuntik oleh obat-obatan. Harupat

(ijuk) yang dibakar oleh api kemudian didekatkan kepada ibu jari

hingga menempel kulit. Hal itu menandakan seberapapun

rintangan yang dilalui, akan tetap kuat dan pantang menyerah

dalam menjalin rumah tangga. Tetesan keringat dalam mencari

nafkah menandakan keseriusan untuk membahagiakan keluarga.

Page 77: TRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44723/1/ARIS MUZAYYIN-FSH.pdfTRADISI NINCAK ENDOG PENGANTIN PERKAWINAN

68

Peneliti : Apa harapan bapak untuk Desa Neglasari dalam pelaksanaa

resepsi pernikahan?

Responden : Menurut Ade Suherlin selaku kuncen Kampung Naga

mengungkapkan bahwa nincak endog pengantin rutin

dilaksanakan. Hal ini merupakan kebanggaan tersendiri karena

masih dipraktikan dari dulu sampai sekarang. Harapannya adalah

setiap pernikahan di Kampung Naga, Desa Neglasari ini selalu

mempraktikkan nincak endog pengantin supaya tetap terjaga

kemurnian adat Sunda hingga tidak punah nantinya dan agar

generasi mudanya tetap mengetahui nincak endog sebagai ciri

khas perkawinan adat Sunda. Jika dilihat dari isinya, nincak endog

banyak mengandung nilai-nilai positif, terutama nasihat untuk

kedua pasangan pengantin.