Trans Ge Nik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

transgenik

Citation preview

Tanaman tahan serangga (hama)Bacillus thuringiensis (Bt) adalah bakteri gram positif yang berbentuk batang, aerobik dan membentuk spora. Banyak strain dari bakteri ini yang menghasilkan protein yang beracun bagi serangga. Sejak diketahui potensi dari protein Kristal atau cry Bt sebagai agen pengendali serangga, berbagai isolasi Bt mengandung berbagai jenis protein kristal. Dan sampai saat ini telah diidentifikasi protein kristal yang beracun terhadap larva dari berbagai ordo serangga yang menjadi hama pada tanaman pangan dan hortikultura. Kebanyakan dari protein kristal tersebut lebih ramah lingkungan karena mempunyai target yang spesifik yaitu tidak mematikan serangga dan mudah terurai sehingga tidak menumpuk dan mencemari lingkungan (Agus Krisno,, 2011). Oleh karena itu Bakteri Bacillus thuringiensis (Bt) banyak digunakan sebagai alternatif tanaman yang resisten terhadap hama. Bacillus thuringiensis dapat memproduksi dua jenis toksin, yaitu toksin kristal (Crystal, Cry) dan toksin sitolitik (cytolytic, Cyt). Toksin Cyt dapat memperkuat toksin Cry sehingga banyak digunakan untuk meningkatkan efektivitas dalam mengontrol insekta. Lebih dari 50 gen penyandi toksin Cry telah disekuens dan digunakan sebagai dasar untuk pengelompokkan gen berdasarkan kesamaan sekuens penyusunnya.

Gambar 3. Salah satu contoh tanaman pokok yang memanfaatkan gen Bt yaitu Tebu Bt.Gambar 4. Perbandingan hasil tanaman Bt dan non Bt pada tanaman jagungDampak Peranan Bacillus thuringiensis dalam Ketahanan Pangan di Indonesia Adapun kajian dari studi gen Bt dalam ketahanan pangan antara lain, sebagai berikut :Dampak positif peranan Bacillus thuringiensis1. Hasil produksi menigkat sehingga akan mengatasi kelaparan.2. Dapat menekan penggunaan pestisida, sehingga menurunkan biaya produksi.3. Ketahanan tanaman terhadap hama dan jamur toksin dari Fusarium penyebab pembusukan, dibandingkan dengan tanaman non-Bt yang mengalami kerusakan berat.

Dampak negatif peranan Bacillus thuringiensis1. Dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan pada konsumen akibat adanya bahan kimia yang terdapat dalam tanaman transgenik.2. Menimbulkan gangguan pada keseimbangan ekosistem lingkungan yang terdapat tanaman transgenik.3. Terjadi persaingan harga tanaman jagung transgenik dan tanaman jagung biasa.

Ketahanan terhadap herbisida Gulma bersaing dengan tanaman dalam mendapatkan air, zat hara, sinar matahari dan ruangan. Gulma tersebut juga merupakan tempat bagi serangga dan hama penyakit, mengurangi kualitas tanaman dan menyisakan benih gulma pada tanaman yang dipanen. Para petani mengendalikan gulma dengan membajak atau mengolah tanah, menggunakan herbisida atau kombinasi keduanya. Kegiatan olah tanah membuat permukaan tanah mudah terkena erosi akibat angin atau air. Melalui perakitan tanaman tahan herbisida tertentu, petani dapat menggunakan herbisida secara bijaksana untuk mengontrol gulma tanpa merusak tanaman. Hal ini merupakan hasil peningkatan penggunaan herbisida yang ramah lingkungan dan mengurangi pengolahan tanah. Beberapa perakitan tanaman transgenik tahan herbisida ditujukan untuk mengurangi pemakaian herbisida glyfosate, asulam (methyl (4-aminobenzenesul phonyl)-carbamate), atrazine (2-chloro-4-(ethylamine)-6-(isopropylamino)-s-triazine), sulphonyl urea dan chlorsulphuron (Mullineaux, 1992). Beberapa tanaman transgenik tahan herbisida yang telah ditanam secara luas antara lain kanola, jagung, kapas, kedelai dan tomat. Meskipun terdapat kontroversi tentang tanaman transgenik, area tanaman transgenik secara global terus meningkat, seperti ditunjukkan pada Tabel 2 di bawah ini. Pada tahun 2000, area tanaman transgenik mencapai 8,30 juta hektar (James 1998; 2000). Tanaman transgenik tidak hanya ditanam di negara-negara maju, namun juga di beberapa negara berkembang seperti Argentina, Cina, Meksiko dan Indonesia. Di Indonesia, pada tahun 2000 telah dicoba menanam kapas transgenik Bollgard di Sulawesi Selatan seluas 5.000 ha. Menurut Makkarasang (2001), keuntungan yang diperoleh petani kapas tersebut mencapai Rp. 3-4 juta/ha/musim tanam.