56
TRANSAKSI DENGAN PIHAK BERELASI DILIHAT DARI SUDUT PANDANG AKUNTANSI, AUDITING DAN PERPAJAKAN Disusun untuk memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Pelaporan Akuntansi Oleh : Rima Sari Pratiwi NIM : 2012200720 Kelas : JP B

Transaksi hubungan pihak berelasi

  • Upload
    rhima

  • View
    1.018

  • Download
    20

Embed Size (px)

DESCRIPTION

transaksi dengan pihak2 berelasi

Citation preview

Page 1: Transaksi hubungan pihak berelasi

TRANSAKSI DENGAN PIHAK BERELASI

DILIHAT DARI SUDUT PANDANG

AKUNTANSI, AUDITING DAN PERPAJAKAN

Disusun untuk memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Pelaporan Akuntansi

Oleh :

Rima Sari Pratiwi

NIM : 2012200720

Kelas : JP B

PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2013

Page 2: Transaksi hubungan pihak berelasi

TRANSAKSI DENGAN PIHAK BERELASI

I. Pendahuluan

Pada era globalisasi ini makin banyak perusahaan Indonesia yang go

public karena kebutuhan dana untuk ekspansi perusahaan. Jain (2003) dalam

Silviana (2012)1 menemukan bahwa perusahaan yang memutuskan go public

berada dalam fase awal pertumbuhan dan berada di lingkungan industri yang

sedang mengalami pertumbuhan cepat. Pada umumnya dana yang tersedia di

dalam perusahaan tidak mencukupi guna merealisasikan potensi pertumbuhan

yang dimiliki, sehingga perusahaan memutuskan go public untuk

mendapatkan tambahan dana dari investor. Kasus fraud yang dilakukan

Enron menyangkut transaksi dengan pihak–pihak yang berelasi membuat

masyarakat, kreditor, investor, dan lainnya menjadi lebih berhati-hati

terhadap transaksi dengan pihak–pihak yang berelasi. Masyarakat perlu

memperhatikan transaksi pihak–pihak yang berelasi dalam membuat

keputusan investasi.

Menurut Feliana (2007)2 daya informasi akuntansi Indonesia masih

tergolong rendah walau sudah mengadopsi standar akuntansi internasional.

Hal tersebut terkait dengan transparasi informasi yang disampaikan

perusahaan melalui laporan keuangan. Salah satunya mengenai penelusuran

transaksi dengan pihak–pihak yang berelasi yang diungkapkan dalam catatan

atas laporan keuangan. Kesulitan dalam penelusuran transaksi dengan pihak–

pihak yang berelasi yang duungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan

secara otomatis mengurangi keakuratan informasi yang disajikan dalam

laporan keuangan. Hal ini berpengaruh besar terhadap kualitas informasi

akuntansi yang dihasilkan mengingat bahwa transaksi dengan pihak–pihak

yang berelasi dapat dilakukan untuk tujuan opportunities atau sebagai

transaksi efisiensi.

Transaksi pihak – pihak dalam hubungan istimewa dewasa ini

mendapat perhatian yang sangat serius baik dari  dalam kalangan dunia bisnis

1 Silviana, Laurent. 2012. Pengaruh Struktur Kepemilikan Dan Transaksi Pihak Yang Berelasi Terhadap Daya Informasi Akuntansi Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bei.2 Feliana, Y.K., 2007, Pengaruh Struktur Kepemilikan Perusahaan Dan Transaksi dengan Pihak–Pihak yang Memiliki Hubungan Istimewa Terhadap Daya Informasi Akuntansi

2

Page 3: Transaksi hubungan pihak berelasi

maupun dari pihak otoritas perpajakan. Pada dasarnya transaksi antar pihak

yang mempunyai hubungan istimewa adalah suatu kesepakatan atau

pengaturan bisnis yang dilakukan oleh pihak-pihak yang saling tidak bebas

satu dengan lainnya untuk tujuan tertentu. Unsur kesepakatan dalam

menentukan harga transaksi adalah hal yang paling menjadi perhatian, karena

kesepakatan dalam penentuan harga dapat membawa dampak keuntungan

maupun kerugian bagi pihak-pihak terkait (stake holder). Stake holder yang

perlu mendapat informasi yang transparan dari transaksi  di atas antara lain,

investor, kreditor, pemegang saham (share holder).

Sejak mencuatnya kasus Enron sekitar tahun 2002, praktisi bisnis dan

akuntan baik di Indonesia maupun di dunia mulai menyoroti kelemahan aturan

di pencatatan akuntansi sehingga manipulasi laporan keuangan masih bisa

terjadi saat itu. Mengantisipasi hal yang serupa, maka aturan-aturan terkait

dengan transaksi dengan pihk berelasi mulai diperketat. Dengan penerapan

konvergensi IFRS di Indonesia sebenarnya hal ini menjadi salah satu solusi

untuk meminimalkan kecurangan seperti yang terjadi pada kasus Enron.

Dimana IFRS telah menggunakan konsep principle based yang lebih

menekankan pada pengukuran, penilaian, penyajian dan pengungkapan. Hal

ini terlihat dengan diadopsinya IAS 24 menjadi PSAK 7 : Pengungkapan

pihak-pihak berelasi dimana PSAK ini merupakan tambahan pengungkapan

yang harus dilakukan terkait standar akuntansi pada PSAK No. 4 : Laporan

Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri apabila terdapat suatu

transaksi dengan pihak-pihak berelasi. Selain itu, konsekuensi dari

diadopsinya IAS 27 menjadi PSAK No. 4, maka SIC 12 juga perlu diadopsi

menjadi ISAK No. 7 : Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus sebagai

tambahan penjelasan dari PSAK No. 4 yang belum mengatur mengenai

bagaimana konsolidasi entitas bertujuan khusus itu dilakukan.

Pada intinya, semua transaksi terkait pihak-pihak berelasi yang berada

dalam satu kendali termasuk didalamnya Entitas Bertujuan Khusus (Special

Purpose Entities) harus diungkapkan dan dilakukan konsolidasi laporan

keuangan. Sehingga semua transaksi akan disajikan dan kecurangan seperti

yang dilakukan Enron diharapkan tidak akan terjadi lagi. Selain permasalahan

3

Page 4: Transaksi hubungan pihak berelasi

dalam segi pengungkapan akuntansinya, transaksi dengan pihak berelasi juga

menimbulkan permasalahan lain yakni dalam segi perpajakan. Transaksi

dengan pihak berelasi yang dilakukan perusahaan multinasional didalam

negeri mungkin tidak akan berpengaruh besar terhadap perlakuan

perpajakannya karena masih dalam satu wilayah pabean dengan aturan

perpajakan yang sama. Namun transaksi dengan pihak berelasi yang dilakukan

perusahaan multinasional dengan anak perusahaan di luar negeri terutama

yang berada pada wilayah heaven county dapat berpotensi menimbulkan

permasalahan perpajakan yang sering disebut dengan transfer pricing.

II. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas

adalah “Bagaimana transaksi dengan pihak berelasi dilihat dari sudut pandang

akuntansi, auditing dan aspek perpajakan?”.

III. Pembahasan

1. Pengertian Transaksi dengan Pihak Berelasi

Berdasarkan PSAK3 No. 7 tentang Pengungkapan transaksi pihak berelasi,

dijelaskan bahwa :

“Transaksi Pihak berelasi adalah suatu pengalihan sumber daya, jasa atau kewajiban antara entitas pelapor dengan pihak-pihak berelasi terlepas apakah ada harga yang dibebankan.”

Pihak-pihak berelasi adalah orang atau entitas yang terkait dengan entitas

yang menyiapkan laporan keuangannya (dalam Pernyataan ini dirujuk sebagai

“entitas pelapor”).

a. Orang atau anggota keluarga dekatnya mempunyai relasi dengan entitas

pelapor jika orang tersebut :

i. Memiliki pengendalian/ pengendali bersama atas entitas pelapor.

Pengendalian adalah kekuasaan untuk mengatur kebijakan

keuangan dan operasional dari suatu entitas sehingga memperoleh

manfaat dari aktivitas entitas tersebut. Pengendalian Bersama

3 IAI. 2012. Standar Akuntansi Keuangan : per 1 Juni 2012

4

Page 5: Transaksi hubungan pihak berelasi

adalah persetujuan kontraktual untuk berbagi pengendalian terhadap

suatu aktivitas ekonomi.

ii. Memiliki pengaruh signifikan atas entitas pelapor. Pengaruh

signifikan adalah kekuasaan untuk berpartisipasi dalam keputusan

kebijakan keuangan dan operasional dari suatu entitas, tetapi tidak

mengendalikan kebijakan tersebut. Pengaruh signifikan dapat

diperoleh dari kepemilikan saham, anggaran dasar atau perjanjian.

iii. Merupakan personil manajemen kunci entitas pelapor atau entitas

induk dari entitas pelapor. Personil Manajemen kunci adalah orang-

orang yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab untuk

merencanakan, memimpin, dan mengendalikan aktivitas entitas,

secara langsung atau tidak langsung, termasuk direktur dan

komisaris (baik eksekutif maupun bukan eksekutif) dari entitas.

b. Suatu entitas berelasi dengan entitas pelapor jika memenuhi salah satu

dari hal berikut :

i. Entitas dan entitas pelapor adalah anggota dari kelompok usaha

yang sama (artinya entitas induk, entitas anak, dan entitas

berikutnya saling berelasi dengan entitas lainnya)

ii. Suatu entitas adalah entitas asosiasi atau ventura bersama dari

entitas lain (atau entitas asosiasi atau ventura bersama yang

merupakan anggota suatu kelompok usaha, yang mana entitas lain

tersebut adalah anggotanya)

5

Page 6: Transaksi hubungan pihak berelasi

iii. Kedua entitas tersebut adalah ventura bersama dari pihak ketiga

yang sama.

iv. Satu entitas adalah ventura bersama dari entitas ketiga dan entitas

yang lain adalah entitas asosiasi dari entitas ketiga.

v. Entitas tersebut adalah suatu program imbalan pascakerja untuk

imbalan kerja dari salah satu entitas pelapor atau entitas terkait

dengan entitas pelapor. Jika entitas pelapor adalah entitas yang

menyelenggarakan program tersebut, maka entitas sponsor juga

berelasi dengan entitas pelapor.

vi. Entitas yang dikendalikan atau dikendalikan bersama oleh orang

yang didefinisi dalam huruf (a).

vii. Orang yang diidentifikasi dalam huruf (a) (i) memiliki pengaruh

signifikan atas entitas atau merupakan personil manajemen kunci

entitas (atau entitas induk dari entitas)

Dijelaskan pula bahwa pihak-pihak berikut bukan sebagai pihak-pihak

yang mempunyai hubungan istimewa, yaitu :

(a) dua entitas hanya karena mereka memiliki direktur atau anggota

manajemen kunci yang sama, atau karena anggota dari manejemen

kunci dari satu entitas mempunyai pengaruh signifikan terhadap

entitas lain.

(b) dua venturer hanya karena mereka mengendalikan bersama atas

ventura bersama.

(c) (i) penyandang dana,

(ii) serikat dagang,

(iii) entitas pelayanan publik, dan

(iv) departemen dan instansi pemerintah yang tidak mengendalikan,

mengendalikan bersama atau memiliki pengaruh signifikan

terhadap entitas pelapor,

semata-mata dalam pelaksanaan urusan normal dengan entitas pelapor

(meskipun pihak-pihak tersebut dapat membatasi kebebasan suatu

entitas atau ikut serta dalam proses pengambilan keputusan).

6

Contoh pihak-pihak berelasi poin (i) & (ii)

Page 7: Transaksi hubungan pihak berelasi

(d) pelanggan, pemasok, pemegang hak waralaba (franchise), distributor,

atau perwakilan/agen umum dengan siapa entitas mengadakan

transaksi usaha dengan volume signifikan, semata-mata karena

ketergantungan ekonomis yang diakibatkan oleh keadaan.

Dalam aturan perpajakan transaksi dengan pihak berelasi masih

menggunakan istilah transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan

istimewa. Secara universal transaksi antar Wajib Pajak yang mempunyai

hubungan istimewa dikenal dengan istilah transfer pricing. Hal ini dapat

mengakibatkan terjadinya pengalihan penghasilan atau dasar pengenaan pajak

dan/ atau biaya dari satu Wajib Pajak ke Wajib Pajak lainnya, yang dapat

direkayasa untuk menekan keseluruhan jumlah pajak terhutang atas Wajib

Pajak-Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut. Menurut

UU No 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 18 ayat (4) dan UU

PPN Pasal 2 ayat (2), dijelaskan bahwa, Hubungan istimewa dianggap ada

apabila:

a. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung

paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain;

hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua

puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di

antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;

b. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib

Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun

tidak langsung; atau

c. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis

keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.

Dari ketentuan perpajakan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

hubungan istimewa dapat terjadi :

1. antara pihak-pihak yang bertempat tinggal, didirikan atau bertempat

kedudukan di Indonesia;

7

Page 8: Transaksi hubungan pihak berelasi

2. antara pihak yang bertempat tinggal, didirikan atau bertempat kedudukan

di Indonesia dengan pihak yang bertempat tinggal/kedudukan di luar

Indonesia.

2. Perlakuan Akuntansi Terhadap Pengungkapan Transaksi dengan Pihak

Berelasi

Berdasarkan PSAK No. 7, transaksi dengan pihak berelasi harus

diungkapkan sebagai berikut :

Untuk memungkinkan pengguna L/K memahami dampak dari

hubungan pihak berelasi pada suatu entitas, maka hubungan antara entitas

induk dan entitas anak harus diungkapkan terlepas dari apakah telah terjadi

transaksi antara mereka. PSAK 7 mensyaratkan adanya tambahan

pengungkapan terkait transaksi dengan pihak berelasi dalam Laporan

keuangan konsolidasian (PSAK 4).

Entitas mengungkapkan kompensasi personil manajemen kunci

secara total dan untuk masing-masing kategori berikut :

a. Imbalan kerja jangka pendek, seperti upah, gaji, dan kontribusi jaminan

social, cuti tahunan dan cuti sakit yang dibayar, bagi hasil dan bonus

(jika dibayar dalam waktu duabelas bulan setelah akhir periode) dan

imbalan non keuangan (seperti perawatan kesehatan, perumahan, mobil,

dan barang/ jasa gratis yang disubsidi) bagi karyawan saat ini.

b. Imbalan pascakerja, seperti pension, manfaat pension lain, asuransi jiwa

pascakerja dan perawatan medis pascakerja.

c. Imbalan kerja jangka panjang lainnya, termasuk cuti besar, cuti hari

raya, imbalan cacat permanen, dan bagi laba, bonus dan kompensasi

yang ditangguhkan (jika terutang seluruhnya lebih dari dua belas bulan

pada akhir periode pelaporan)

d. Pesangon pemutusan kontrak kerja, dan

e. Pembayaran berbasis saham.

Jika entitas memiliki transaksi dengan pihak-pihak berelasi selama

periode yang dicakup dalam laporan keuangan, maka entitas

mengungkapkan sifat dari hubungan dengan pihak-pihak berelasi serta

8

Page 9: Transaksi hubungan pihak berelasi

informasi mengenai transaksi dan saldo, termasuk komitmen, yang

diperlukan untuk memahami potensi dampak hubungan tersebut sebagaimana

dijelaskan sebelumnya. Sekurang-kurangnya, pengungkapan meliputi:

a. Jumlah transaksi;

b. Jumlah saldo, termasuk komitmen, dan:

(i) Persyaratan dan ketentuannya, termasuk apakah terdapat jaminan,

dan sifat imbalan yang akan diberikan, untuk penyelesaian; dan

(ii) Rincian garansi yang diberikan atau diterima;

c. Penyisihan piutang ragu-ragu terkait dengan jumlah saldo tersebut; dan

d. Beban yang di akui selama periode dalam hal pitang ragu-ragu atau

penghapusan piutang dari pihak-pihak berelasi

Pengungkapan yang disyaratkan diatas dilakukan secara terpisah

untuk masing-masing kategori berikut :

a. Entitas induk

b. Entitas dengan pengendalian bersama atau pengaruh signifikan terhadap

entitas;

c. Entitas anak;

d. Entitas asosiasi;

e. Ventura bersama dimana entitas merupakan venturer;

f. Personil manajemen kunci dari entitas atau entitas induknya; dan

g. Pihak-pihak berelasi lainnya

Apabila ada transaksi antara pihak-pihak berelasi, maka harus

dilakukan dengan dasar nilai wajar. Pengungkapan bahwa transaksi pihak-

pihak berelasi dilakukan dengan ketentuan yang setara dengan yang

berlaku dalam transaksi yang wajar dapat dilakukan hanya jika hal

tersebut dapat dibuktikan. Oleh karena itu, transaksi pihak-pihak berelasi

baik yang dilakukan dengan nilai wajar maupun dengan ketentuan yang setara

dengan nilai wajar harus dibuktikan dengan dokumen pendukung yang

lengkap yang menyatakan transaksi tersebut telah sesuai dengan standar yang

ada.

9

Page 10: Transaksi hubungan pihak berelasi

Entitas yang berelasi dengan Pemerintah

Berdasarkan PSAK No. 7, Entitas yang berelasi dengan pemerintah

adalah entitas yang dikendalikan, dikendalikan bersama, atau dipengaruhi

secara signifikan oleh pemerintah.

Entitas pelapor dikecualikan dari persyaratan pengungkapan

sebagaimana dijelaskan sebelumnya atas transaksi dengan pihak-pihak

berelasi dan saldo, termasuk komitmen dengan :

a. Pemerintah yang memiliki pengendalian, pengendalian bersama atau

pengaruh signifikan atas entitas pelapor; dan

b. Entitas lain yang merupakan pihak berelasi karena dikendalikan,

dikendalikan bersama, atau dipengaruhi secara signifikan oleh

pemerintah yang sama atas entitas pelapor dan entitas lain tersebut.

Contoh :

Pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung mengendalikan

Entitas 1 dan 2 dan Entitas A, B, C, D. Si X adalah personil manajemen

kunci Entitas 1.

Maka, dalam laporan keuangan Entitas A, pengecualian sebagaimana

dijelaskan diatas diterapkan untuk :

a. Transaksi dengan Pemerintah

b. Transaksi dengan Entitas 1 dan 2 dan Entitas B,C, dan D.

10

Page 11: Transaksi hubungan pihak berelasi

Namun pengecualian tidak berlaku untuk transaksi dengan X sebagai

manajemen kunci.

Jika entitas pelapor menerapkan pengecualian di paragraf tersebut,

maka entitas mengungkapkan mengenai transaksi dan saldo terkait, yaitu:

a. Nama departemen atau instansi pemerintah dan sifat hubungannya

dengan entitas pelapor (misalnya, pengendalian, pengendalian

bersama atau pengaruh signifikan)

b. Informasi berikut dengan rincian yang cukup yang memungkinkan

pengguna L/K memahami dampak transaksi dengan pihak-pihak

berelasi terhadap L/K :

(i) Sifat dan jumlah setiap transaksi yang secara individual

signifikan,

(ii) Untuk transaksi lainnya yang secara kolektif, tetapi tidak

individu, signifikan, indikasi secara kualitatif atau kuantitatif atau

luasnya transaksi tersebut. Jenis transaksi tersebut termasuk

contoh transaksi yang diungkapkan jika dilakukan dengan pihak

berelasi sebagai berikut:

- Pembelian dan penjualan barang (barang jadi/ setengah jadi)

- Pembelian dan penjualan property dan asset lain

- Penyediaan atau penerimaan jasa

- Sewa

- Pengalihan riset dan pengembangan

- Pengalihan dibawah perjanjian lisensi

11

Contoh Pengungkapan : untuk transaksi secara individual signifikan karena ukuran transaksinya.

Pada tahun yang berakhir pada Desember 201X, Pemerintah menyediakan Entitas A suatu utilitas yang mana Pemerintah memiliki kepemilikan secara tidak langsung sebesar 75% dari saham yang beredar, pinjaman setara dengan 50% dana yang diperlukan, dibayar secara triwulan selama lima tahun berikutnya. Bunga yang dibebankan atas pinjaman adalah 3%, nilai ini dapat diperbandingkan dengan bunga yang dibebankan atas pinjaman bank untuk Entitas A.

Page 12: Transaksi hubungan pihak berelasi

- Pengalihan dibawah perjanjian pembiayaan (termasuk

pinjaman dan kontribusi ekuitas dalam bentuk tunai atau

natura)

- Provisi atas jaminan atau agunan

- Komitmen untuk berbuat sesuatu jika peristiwa khusus terjadi

atau tidak terjadi di masa depan, termasuk kontrak

eksekutori(diakui atau tidak diakui), dan

- Penyelesaian liabilitas atas nama entitas atau pihak berelasi.

Pihak-pihak yang berelasi merupakan gejala normal dalam perniagaan

dan usaha. Misalnya, perusahaan seringkali melaksanakan kegiatannya secara

terpisah-pisah melalui anak perusahaan dan atau perusahaan afiliasi,

memperoleh kepentingan dalam perusahaan lain - untuk tujuan investasi atau

untuk alasan perniagaan - dalam proporsi yang cukup untuk mengendalikan

atau melaksanakan pengaruh yang signifikan dalam pengambilan keputusan

keuangan dan operasi perusahaan penerima investasi (investee).

Posisi keuangan dan hasil usaha dari suatu perusahaan dapat

terpengaruh oleh hubungan istimewa dengan suatu pihak walaupun tidak

terjadi sesuatu transaksi dengan pihak tersebut. Suatu hubungan istimewa

dapat mempengaruhi transaksi perusahaan pelapor dengan pihak lain. Sebagai

contoh, suatu anak perusahaan dapat mengakhiri hubungan dengan suatu

mitra dagangnya karena induk perusahaan telah mengakuisisi suatu

perusahaan lain yang berusaha dalam bidang perdagangan yang sama dengan

mitra dagang terdahulu. Di samping itu, suatu tindakan dapat tertunda karena

12

Contoh Pengungkapan : untuk transaksi yang secara kolektif signifikan

Pemerintah secara tidak langsung memiliki 75% saham beredar Entitas A. Entitas A secara signifikan melakukan transaksi dengan Pemerintah dan entitas lain yang dikendalikannya, dikendalikan bersama atau dipengaruhi secara signifikan oleh Pemerintah (suatu porsi yang besar atas penjualan barang dan pembelian bahan material) atau (50% atas penjualan barang dan 35% tas pembelian bahan material).Entitas juga memperoleh manfaat dari jaminan Pemerintah atas pinjaman bank.

Page 13: Transaksi hubungan pihak berelasi

pengaruh yang signifikan dari pihak lain. Sebagai contoh, suatu anak

perusahaan dapat diinstruksikan oleh induknya untuk tidak ikut serta dalam

riset dan pengembangan.

PSAK No. 7 ini mensyaratkan setiap perusahaan melakukan

pengungkapan semua hal terkait dengan transaksi dengan pihak berelasi

terlepas apakah ada transaksi atau tidak diantara mereka. Namun, berdasarkan

observasi hasil penelitian Febrianto (2010)4, memang tidak semua perusahaan

sampel melaporkan bahwa mereka memiliki transaksi dengan pihak-pihak

yang istimewa seperti yang dinyatakan di PSAK No. 7. Dari 450 observasi,

5,6% observasi memiliki pihak istimewa sebesar nol pihak. Namun, ketiadaan

pihak istimewa yang diungkapkan oleh perusahaan di dalam laporan

keuangan memiliki tiga kemungkinan kasus. Pertama, perusahaan memang

tidak memiliki pihak istimewa untuk perusahaan bertransaksi pada tahun

tersebut dan memang tidak ada transaksi dengan pihak istimewa yang

dilaporkan pada tahun tersebut. Kedua, perusahaan bisa saja memiliki

transaksi dengan pihak istimewa, namun mereka tidak mengungkapkan siapa

pihak istimewa tersebut walau jenis transaksi dan nilai transaksi diungkapkan.

Ketiga, perusahaan sebenarnya memiliki transaksi dengan pihak-pihak

istimewa namun sama sekali tidak mengungkapkannya di dalam laporan

keuangan.

Luas pengungkapan atas pihak-pihak istimewa dan transaksi antara

perusahaan dengan mereka dipengaruhi oleh berbagai hal, yaitu mulai dari

budaya hingga biaya pengungkapan. Selain itu, transaksi dengan pihak

istimewa bisa saja bermotif operasional dan ekonomis belaka. Artinya,

dengan pengakuan bahwa transaksi-transaksi itu dilakukan dengan syarat

yang sama dengan transaksi yang sama dengan pihak ketiga. Dengan

demikian, pengungkapan atas transaksi dengan pihak istimewa bisa saja

dipandang oleh perusahaan ataupun oleh auditor tidak ekonomis dan tidak

akan mempengaruhi nilai perusahaan. Jejaring kepemilikan antarperusahaan

yang sangat rumit membuat pengungkapan juga menjadi mahal bagi

perusahaan.

4 Febrianto, Rahmat, Erna Widyastuti. 2010. Hubungan transaksi dengan pihak-pihak yang memeliki hubungan istimewa dan kualitas auditor dengan praktik manajemen laba.

13

Page 14: Transaksi hubungan pihak berelasi

Pengakuan akuntansi suatu pengalihan sumber daya secara normal

didasarkan pada suatu harga yang disepakati pihak yang bersangkutan. Harga

yang berlaku antara pihak yang tidak berelasi adalah harga pertukaran antara

pihak yang independen (arm's length price). Pihak yang berelasi mungkin

mempunyai suatu tingkat keluwesan dalam proses penentuan harga, yang

tidak terdapat dalam transaksi antara pihak yang tidak berelasi.

PSAK No. 7 tidak mengatur secara rinci mengenai bagaimana metode

yang digunakan untuk penentuan harga wajar dalam transaksi antara pihak-

pihak berelasi, PSAK hanya mewajibkan pihak-pihak berelasi yang

melakukan transaksi harus menggunakan nilai wajar dalam transaksinya dan

melakukan pengungkapan yang memadai dalam catatan laporan keuangan

agar tidak menyesatkan pembaca laporan keuangan. Sebagai acuan penentuan

nilai wajar, pihak-pihak berelasi yang melakukan transaksi dapat

menggunakan metode penentuan nilai wajar sebagaimana diatur dalam aturan

perpajakan.

3. Prosedur Audit Transaksi antar pihak-pihak berelasi

Selain dalam hal perlakuan akuntansinya, perlu diperhatikan pula

mengenai prosedur audit transaksi antara pihak-pihak berelasi agar informasi

yang disajikan benar-benar memiliki transparansi dan keandalan yang

memadai. Auditor harus memandang transaksi antar pihak berelasi dalam

rangka pernyataan prinsip akuntansi, dengan penekanan pada cukup atau

tidaknya pengungkapannya. Di samping itu, auditor harus menyadari bahwa

substansi suatu transaksi dapat secara signifikan menjadi berbeda dari

bentuknya dan bahwa laporan keuangan harus mengidentifikasi substansi

transaksi tersebut dan bukan hanya bentuk hukumnya semata.

Suatu audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang

ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia tidak dapat diharapkan untuk

memberikan keyakinan bahwa semua transaksi antar pihak yang berelasi

dapat ditemukan. Namun, selama proses audit, auditor harus waspada akan

adanya transaksi antar pihak berelasi yang material yang dapat mempengaruhi

laporan keuangan dan kepemilikan bersama (common ownership) atau

14

Page 15: Transaksi hubungan pihak berelasi

hubungan pengendalian manajemen; yang menurut prinsip akuntansi yang

berlaku umum di Indonesia harus diungkapkan. Banyak prosedur yang

biasanya dilaksanakan dalam audit berdasarkan standar auditing yang

ditetapkan Ikatan Akuntansi Indonesia, walaupun jika auditor tidak memiliki

alasan untuk mencurigai adanya transaksi antarpihak berelasi atau adanya

hubungan pengendalian.

Dalam penentuan lingkup pekerjaan yang harus dilakukan berkenaan

dengan kemungkinan adanya transaksi antarpihak berelasi, auditor harus

memperoleh pemahaman tentang tanggung jawab manajemen dan hubungan

masing–masing bagian dari entitas secara keseluruhan. Auditor harus

mempertimbangkan pengendalaian atas aktivitas manajemen, dan ia harus

mempertimbangkan tujuan bisnis yang dilayani oleh berbagai bagian dari

entitas. Umumnya, struktur bisnis dan gaya operasi didasarkan atas

kemampuan manajemen, pertimbangan hukum dan pajak, diversifikasi

produk, dan lokasi geografis. Pengalaman menunjukkan bahwa struktur bisnis

dan gaya operasi kadang–kadang dirancang dengan sengaja untuk

mengaburkan transaksi antarpihak berelasi.

Dalam kondisi yang didalamnya tidak terdapat bukti yang sebaliknya,

transaksi antarpihak berelasi seharusnya tidak dianggap sebagai aktivitas

bisnis biasa dengan pihak luar. Namun, auditor harus waspada terhadap

kemungkinan bahwa transaksi antarpihak berelasi didorong semata – mata,

atau dalam ukuran yang lebih besar, oleh kondisi yang mirip dengan kondisi

berikut ini:

a. Tidak cukupnya modal kerja atau pinjaman untuk melanjutkan bisnis.

b. Keinginan yang mendesak untuk mencatat tingkat laba yang tinggi secara

berkelanjutan dalam upaya untuk mendukung harga saham perusahaan.

c. Prakiraan laba yang terlalu optimis.

d. Ketergantungan pada satu atau beberapa produk, customers, atau transaksi

untuk kelangsungan keberhasilan perusahaan.

e. Penurunan industry yang ditandai dengan sejumlah besar kegagalan bisnis.

f. Kelebihan kapasitas

15

Page 16: Transaksi hubungan pihak berelasi

g. Tuntutan perkara hukum yang signifikan, terutama perkara hukum antara

pemegang saham dengan manajemen.

h. Ancaman keusangan yang signifikan karena perusahaan beroperasi dalam

industry berteknologi tinggi.

Dalam ED SPA 550 tentang Pihak Berelasi yang dikeluarkan oleh

IAPI dijelaskan bahwa auditor bertanggung jawab untuk melaksanakan

prosedur audit untuk mengidentifikasi, menilai, dan merespons risiko

kesalahan penyajian material yang timbul dari kegagalan entitas untuk secara

tepat mencatat atau mengungkapkan hubungan, transaksi atau saldo pihak

berelasi sesuai dengan ketentuan kerangka penyajian laporan keuangan yang

berlaku.

Aauditor harus melakukan prosedur audit terkait hubungan dan

transaksi pihak berelasi sebagai berikut :

A. Penilaian Risiko dan Aktivitas Terkait

Auditor harus melaksanakan prosedur audit dan aktivitas terkait untuk

memperoleh informasi relevan guna mengindikasi risiko kesalahan

penyajian material yang berkaitan dengan hubungan dan transaksi

pihak berelasi.

Auditor harus mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan penyajian

material yang berkaitan dengan hubungan dan transaksi pihak berelasi

dan menentukan apakah diantara risiko tersebut menurpakan risiko

signifikan.

Jika auditor mengidentifikasi factor-faktor risiko kecurangan pada

waktu melaksanakan proses penilaian risiko dan aktivitas yang

berkaitan dalam hubungannya dengan pihak berelasi, auditor harus

mempertimbagkan informasi tersebut pada waktu mengidentifikasi

dan menilai risiko kesalahan penyajian material karena kecurangan

berdasarkan SPA 240.

B. Pemahaman atas hubungan dan transaksi pihak berelasi entitas

Auditor harus meminta keterangan dari manajemen tentang :

16

Page 17: Transaksi hubungan pihak berelasi

Identitas pihak berelasi entitas, termasuk perubahan dari periode

sebelumnya.

Sifat hubungan antara entitas dan pihak berelasi tersebut

Apakah entitas melakukan transaksi dengan pihak berelasi ini selama

periode tersebut dan jika demikian, apa jenis dan tujuan transaksi

tersebut.

Auditor harus meminta keterangan dari manajemen dan pihak lain dalam

entitas dan melaksanakan prosedur penilaian risiko lainnya yang

dipandang tepat untuk memperoleh suatu pemahaman tentang

pengendalian, jika ada, bahwa manajemen telah menetapkan untuk :

Mengidentifikasi, mencatata, dan mengungkapkan hubungan dan

transaksi pihak berelasi sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan

yang berlaku.

Mengotorisasi dan menyetujui transaksi dan pengaturan signifikan

dengan pihak berelasi.

Mengotorisasi dan menyetujui transaksi dan pengaturan signifikan

diluar bisnis normal.

C. Menjaga kewaspadaan terhadap informasi pihak berelasi pada waktu

mereviu catatan atau dokumen.

Selama audit, auditor harus tetap waspada, saat menginspeksi

catatan atau dokumen, untuk pengaturan atau informasi lain yang dapat

menunjukan adanya hubungan atau transaksi pihak berelasi yang belum

diidentifikasi dan diungkapkan sebelumnya oleh manajemen kepada

auditor.

Jika auditor mengidentifikasi pihak berelasi atau transaksi

signifikan pihak berelasi yang tidak diidentifikasi atau diungkapkan

sebelumnya oleh manajemen, maka auditor harus :

Segera mengkomunikasikan informasi relevan tersebut kepada

anggota lain tim perikatan.

17

Page 18: Transaksi hubungan pihak berelasi

Jika kerangka pelaporan keuangan yang berlaku menetapkan

ketentuan pihak berelasi :

- Meminta kepada manajemen untuk mengidentifikasi semua

transaksi dengan pihak berelasi yang baru diidentifikasi tersebut

untuk dievaluasi.

- Meminta keterangan tentang mengapa pengendalian entitas

terhadap transaksi pihak berelasi gagal untuk memungkinkan

pengidentifikasian atau pengungkapan hubungan atau transaksi

pihak berelasi.

Melaksanakan prosedur audit substantive yang tepat terhadap pihak

berelasi yang baru diidentifikasi atau transaksi pihak berelasi yang

signifikan.

Mempertimbangkan kembali risiko bahwa pihak berelasi lainnya

kemungkinan ad yang tidak diidentifikasi atau diungkapkan, dan

melaksanakan prosedur audit tambahan yang diperlukan terkait hal

tersebut.

D. Pengevaluasian terhadap Akuntansi untuk dan Pengungkapan tentang

hubungan dan transaksi pihak berelasi yang teridentifikasi

Dalam merumuskan suatu opini atas LK berdasarkan SPA 700, auditor

harus mengevaluasi :

Apakah hubungan dan transaksi pihak berelasi yang teridentifikasi

telah dicatat dan diungkapkan sesuai dengan kerangka pelaporan

keuangan yang berlaku.

Apakah dampak hubungan transaksi pihak berelasi :

- Mencegah LK dari pencapaian penyajian wajar atau

- Menyebabkan LK menyesatkan.

E. Representasi Tertulis

Auditor harus memperoleh representasi tertulis dari manajemen dan jika

relevan, pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola perusahaan

bahwa :

18

Page 19: Transaksi hubungan pihak berelasi

Mereka telah mengungkapkan kepada auditor identitas pihak berelasi

entitas dan semua hubungan dan transaksi pihak berelasi tersebut.

Mereka telah mencatata dan mengungkapkan hubungan dan transaksi

tersebut secara tepat sesuai dengan ketentuan kerangka pelaporan

keuangan yang berlaku.

F. Komunikasi dengan pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola

Auditor harus mengkomunikasikan hal-hal signifikan yang timbul selama

audit yang berkaitan dengan pihak berelasi entitas kepada pihak yang

bertanggungjawab atas tata kelola entitas.

G. Dokumentasi

Auditor harus mencantumkan dalam dokumentasi auditnya nama pihak

berelasi yang teridentifikasi dan sifat hubungan pihak berelasi tersebut.

4. Segi Perpajakan atas Transaksi dengan Pihak Berelasi

Dalam aturan perpajakan transaksi dengan pihak berelasi masih

menggunakan istilah transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan

istimewa. Secara universal transaksi antar Wajib Pajak yang mempunyai

hubungan istimewa dikenal dengan istilah transfer pricing. Transfer

pricing dapat terjadi antar Wajib Pajak Dalam Negeri atau antara Wajib Pajak

Dalam Negeri dengan pihak Luar Negeri, terutama yang berkedudukan di Tax

Haven Countries (Negara yang tidak memungut/ memungut pajak lebih

rendah dari Indonesia). Terhadap transaksi antar Wajib Pajak yang

mempunyai hubungan istimewa tersebut, undang-undang perpajakan

menganut azas materiil (substance over form rule).

Beberapa definisi mengenai transfer pricing atau transfer price yang

diutarakan beberapa ahli antara lain adalah :

a. Menurut Tsurumi dalam Gunadi (1997), dalam suatu grup perusahaan,

transfer pricing merupakan harga yang diperhitungkan untuk

pengendalian manajemen (management control) atas transfer barang dan

jasa dalam satu grup perusahaan.

19

Page 20: Transaksi hubungan pihak berelasi

b. Menurut Charles T.Horngren, George Foster dan Srikant Datar dalam

Akuntansi Biaya, harga transfer merupakan harga yang dikenakan oleh

satu sub unit (segmen, departemen, divisi dan sebagainya) untuk produk

atau jasa yang dipasok ke sub unit lain dalam organisasi yang sama.

c. Menurut Ralph Estes dalam Kamus Akuntansi, harga transfer adalah

suatu harga internal yang dibebankan oleh satu unit (seperti divisi,

perusahaan anak, atau departemen) dari suatu perusahaan pada unit

lainnya dalam perusahaan yang sama.

d. Menurut Don R.Hansen dan Maryanne M.Moven dalam Management

Accounting, harga transfer adalah harga yang ditagihkan untuk barang

yang ditransfer dari satu divisi ke divisi lainnya.

e. Menurut Sophar Lumbantoruan, harga transfer adalah penentuan harga

atau balas jasa atas suatu transaksi antar unit dalam satu perusahaan atau

antar perusahaan dalam satu grup.

Dari berbagai definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa

pada prinsipnya transfer pricing adalah harga transfer dari barang/jasa atau

aktiva tak berwujud (intangible property) yang ditransfer antar perusahaan

afiliasi dalam satu grup perusahaan atau antar divisi dalam satu perusahaan.

Semula transfer pricing digunakan untuk kepentingan penilaian tingkat

kemampu-labaan masing-masing divisi atau masing-masing perusahaan

afiliasi yang terlibat dalam transaksi afiliasi. Tetapi sejalan dengan makin

besarnya perusahaan multinasional, perbedaan tarif pajak antar negara dan

perencanaan pajak yang makin komprehensif, maka transfer pricing

digunakan sebagai alat untuk menggeser penghasilan kena pajak dari suatu

negara ke negara yang tarif pajaknya lebih rendah, atau dari perusahaan yang

berada dalam posisi laba ke perusahaan afiliasi yang masih mengalami

kerugian.

Beberapa petunjuk yang dapat digunakan sebagai indikasi awal

adanya rekayasa transfer pricing pada perusahaan di Indonesia adalah:

20

Page 21: Transaksi hubungan pihak berelasi

a. Dalam laporan audit dapat diketahui bahwa sebagian besar transaksi baik

pembelian maupun penjualan dilakukan dari dan ke perusahaan-

perusahaan lain yang mempunyai hubungan istimewa (related parties).

b. Dalam laporan audit juga dapat diketahui bahwa struktur modal,

umumnya perusahaan di Indonesia lebih banyak mengandalkan pinjaman

(baik yang berasal dari sindikasi perbankan maupun perusahaan

induknya) daripada modal sendiri. Hal ini dikenal dengan thin

capitalization (debt-equity ratio).

c. Terjadi pembayaran royalti atau imbalan jasa baik jasa teknik maupun

jasa manajemen dari perusahaan di Indonesia kepada perusahaan-

perusahaan lain yang termasuk perusahaan related parties, walaupun

perusahaan di Indonesia tersebut mengalami kerugian selama bertahun-

tahun.

d. Apabila perusahaan di Indonesia tersebut dalam operasi normal

perusahaan menghasilkan laba maka akan terjadi pembayaran dividen

dalam jumlah besar kepada para pemegang sahamnya.

e. Perusahaan tetap dapat beroperasi normal walaupun selama bertahun-

tahun menderita kerugian, karena memang perusahaan di Indonesia di

setting sebagai pusat biaya atau pusat penampungan kerugian. Hal ini

dapat terlihat dari persentase Harga Pokok Penjualan yang tinggi

terhadap Penjualan dan kecilnya Gross Profit.

f. Memanfaatkan celah pada peraturan tentang P3B yang dikenal dengan

istilah treaty shopping. Treaty shopping adalah negara ketiga

memanfaatkan suatu P3B dengan cara menggunakan penduduk dari salah

satu negara pihak pada persetujuan yang berhak menikmati treaty

protection. Transaksinya biasanya merupakan transaksi segitiga.

Berkaitan dengan transfer pricing, treaty shopping dilakukan dengan

melakukan rekayasa arus dana melalui negara mitra perjanjian untuk

mendapatkan keringanan pajak.

g. Terdapat transaksi-transaksi yang melibatkan negara-negara tax haven

countries.

21

Page 22: Transaksi hubungan pihak berelasi

h. Apabila salah satu perusahaan dalam satu grup menderita kerugian terus

menerus tetapi secara keseluruhan perusahaan tersebut memperoleh laba

maka patut dicurigai adanya praktek transfer pricing. Sebab perusahaan

yang independen tidak mau perusahaannya menderita rugi

berkepanjangan.

Perlu disadari bahwa dengan perkembangan dunia usaha yang

demikian cepat, yang sering kali bersifat transnasional dan diperkenalkannya

produk dan metode usaha baru yang semula belum dikenal dalam bidang

usaha (misalnya dalam bidang keuangan dan perbankan), maka bentuk dan

variasi transfer pricing dapat tidak terbatas. Namun demikian dengan

pengaturan lebih lanjut ketentuan tentang transaksi antar Wajib Pajak yang

mempunyai hubungan istimewa diharap dapat meminimalkan atau

mengurangi praktek penghindaran/ penyelundupan pajak dengan

rekayasa transfer pricing tersebut.

Berdasarkan PER-32/PJ/2011 Pasal 1 ayat (8), Penentuan Harga

Transfer (transfer pricing) adalah penentuan harga dalam transaksi

antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa. Transfer pricing

yang diperbolehkan menurut aturan perpajakan harus memenuhi syarat

sebagai berikut :

a. Menggunakan Harga Wajar.

Sebagaimana dijelaskan dalam PER-32/PJ/2011 Pasal 1 ayat (6)

dan PER-69/PJ/2010 Pasal 1 ayat (4), Yang dimaksud dengan Harga

Wajar atau Laba Wajar adalah harga atau laba yang terjadi dalam

transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai

Hubungan Istimewa dalam kondisi yang sebanding, atau harga atau laba

yang ditentukan sebagai harga atau laba yang memenuhi Prinsip

Kewajaran dan Kelaziman Usaha.

Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah

terjadinya penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan

istimewa. Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat

terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun

22

Page 23: Transaksi hubungan pihak berelasi

pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya. Dalam hal demikian,

Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya

penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara

para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa. Dalam

menentukan kembali jumlah penghasilan dan/atau biaya tersebut

digunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen

(comparable uncontrolled price method), metode harga penjualan

kembali (resale price method), metode biaya-plus (cost-plus method),

atau metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method)

dan metode laba bersih transaksional (transactional net margin method).

Demikian pula kemungkinan terdapat penyertaan modal secara

terselubung, dengan menyatakan penyertaan modal tersebut sebagai utang

maka Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan utang

tersebut sebagai modal perusahaan. Penentuan tersebut dapat dilakukan,

misalnya melalui indikasi mengenai perbandingan antara modal dan utang

yang lazim terjadi di antara para pihak yang tidak dipengaruhi oleh

hubungan istimewa atau berdasar data atau indikasi lainnya.

Dengan demikian, bunga yang dibayarkan sehubungan dengan

utang yang dianggap sebagai penyertaan modal itu tidak diperbolehkan

untuk dikurangkan, sedangkan bagi pemegang saham yang menerima atau

memperoleh bunga tersebut dianggap sebagai dividen yang dikenai pajak

b. Menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha

PER 32/PJ/2011 Pasal 3 ayat (1) Wajib Pajak dalam melakukan

transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dengan pihak-pihak yang

mempunyai Hubungan Istimewa wajib menerapkan Prinsip Kewajaran

dan Kelaziman Usaha.

PER-32/PJ/2011 Pasal 1 ayat (5) dan PER-69/PJ/2010 Pasal 1 ayat

(6) menjelaskan bahwa, Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (arm's

length principle/ALP) merupakan prinsip yang mengatur bahwa apabila

kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang

mempunyai Hubungan Istimewa sama atau sebanding dengan kondisi

23

Page 24: Transaksi hubungan pihak berelasi

dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai

Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding, maka harga atau laba

dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai

Hubungan Istimewa harus sama dengan atau berada dalam rentang harga

atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak

mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding.

Prinsip Kewajaran dan kelaziman usaha tidak hanya dilakukan

pada transaksi yang melibatkan barang saja, Prinsip Kewajaran dan

Kelaziman Usaha juga wajib diterapkan atas transaksi jasa yang

dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan

Istimewa. Transaksi Jasa dengan pihak istimewa dianggap memenuhi

Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sepanjang memenuhi ketentuan:

penyerahan atau perolehan jasa benar-benar terjadi;

Nilai transaksi jasa antara pihak-pihak yang mempunyai mempunyai

Hubungan  Istimewa sama dengan nilai transaksi jasa yang

dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan

Istimewa yang mempunyai kondisi yang sebanding, atau yang

dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak untuk keperluannya;

Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dilakukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

a. melakukan Analisis Kesebandingan dan menentukan pembanding;

b. menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat;

c. menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha berdasarkan

hasil

d. Analisis Kesebandingan dan metode Penentuan Harga Transfer yang

tepat ke dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan

pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa; dan

e. mendokumentasikan setiap langkah dalam menentukan Harga Wajar

atau Laba Wajar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

perpajakan yang berlaku.

24

Page 25: Transaksi hubungan pihak berelasi

Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (Arm's Length

Principle/ALP) mendasarkan pada norma bahwa harga atau laba atas

transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai

Hubungan Istimewa ditentukan oleh kekuatan pasar, sehingga transaksi

tersebut mencerminkan harga pasar yang wajar (Fair Market

Value/FMV).

Dalam prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm’s length

principle) penetapan harga dan laba transaksi haruslah sama dan

sebanding antara transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan

istimewa dengan pihak-pihak yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa.

Sama dan sebanding tidaklah dalam arti sama persis, akan tetapi terdapat

batasan-batasan rentang yang wajar.

Batasan rentang wajar memang tidak diberikan batasan yang pasti,

tapi kalau merujuk pada ketentuan umum seperti yang ditetapkan dalam

PSAK, batasan wajar dapat diartikan dalam batasan yang tidak material

(immaterial items). Batasan ini dapat juga diartikan sebagai jumlah yang

tidak signifikan terhadap keseluruhan transaksi. Peraturan Direktur

Jenderal Pajak Nomor PER – 43/PJ/2010 tanggal 6 November 2010

menetapkan batasan material adalah transaksi yang tidak melebihi Rp.

10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) tidak perlu dilakukan penerapan

prinsip penerapan kewajaran dan kelaziman usaha, tetapi cukup dengan

membukuan seperti cara biasa.

c. Harus ada Analisa Kesebandingan yang dibuat oleh WP atau Dirjen

Pajak

PER-32/PJ/2011 Pasal 1 ayat (7) dan PER-69/PJ/2010 Pasal 1 ayat

(8) dijelaskan bahwa, Analisa Kesebandingan adalah analisis yang

dilakukan oleh Wajib Pajak atau Direktorat Jenderal Pajak atas kondisi

dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang

mempunyai Hubungan Istimewa untuk diperbandingkan dengan kondisi

dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai

25

Page 26: Transaksi hubungan pihak berelasi

Hubungan Istimewa, dan melakukan identifikasi atas perbedaan kondisi

dalam kedua jenis transaksi dimaksud.

Wajib Pajak yang melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang

mempunyai Hubungan Istimewa dengan nilai seluruh transaksi tidak

melebihi Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dalam 1 (satu)

tahun pajak untuk setiap lawan transaksi, dikecualikan dari

kewajiban untuk melakukan analisis kesebandingan, cukup dengan

pencatatan dan pengungkapan biasa saja.

Terkait dengan hal ini, peraturan pajak juga telah mengatur terkait

transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa. Berdasarkan PER-

32/PJ/2011 dan PER-69/PJ/2010, Dokumen penentuan Harga Wajar atau

Laba Wajar yang harus disediakan oleh Wajib Pajak sekurang-kurangnya

mencakup:

a. gambaran  perusahaan secara rinci seperti struktur kelompok usaha,

struktur kepemilikan, struktur organisasi, aspek-aspek operasional

kegiatan usaha, daftar pesaing usaha, dan gambaran lingkungan usaha;

b. kebijakan penetapan harga dan/atau penetapan alokasi biaya;

c. hasil Analisis Kesebandingan atas karakteristik produk yang

diperjualbelikan, hasil analisis fungsional, kondisi ekonomi, ketentuan-

ketentuan dalam kontrak/perjanjian, dan strategi usaha.

d. pembanding yang terpilih;

e. catatan mengenai penerapan metode penentuan Harga Wajar atau Laba

Wajar yang dipilih oleh Wajib Pajak serta alasan penolakan metode yang

tidak dipilih.

Kendala terbesar dalam penyusunan dokumen nilai wajar adalah

biayanya yang relatif cukup besar dan memerlukan waktu yang tidak singkat,

karena diperlukan data pembanding dan analisa data serta kondisi pasar yang

ada sebagai dasar penarikan kesimpulan bahwa nilai transaksi telah dilakukan

sesuai nilai wajar. Meski demikian, dokumen ini wajib dibuat sebagai

persyaratan administrasi pajak untuk mendukung aspek kewajaran dan

kelaziman usaha dalam transaksi dengan pihak istimewa.

26

Page 27: Transaksi hubungan pihak berelasi

Dalam penentuan metode Harga Wajar atau Laba Wajar wajib

dilakukan kajian untuk menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang

paling sesuai (The Most Appropiate Method). Metode Penentuan Harga

Transfer yang dapat diterapkan adalah :

a. Metode Perbandingan Harga antara Pihak yang tidak mempunyai

Hubungan Istimewa (Comparable Uncontrolled Price/CUP);

Metode Perbandingan Harga antara Pihak yang tidak mempunyai

Hubungan Istimewa (Comparable Uncontrolled Price/CUP) adalah

metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan

membandingkan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-

pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga barang atau

jasa dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak

mempunyai Hubungan Istimewa dalam kondisi atau keadaan yang

sebanding.

Kondisi yang tepat dalam menerapkan Metode Perbandingan Harga

antara pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa (Comparable

Uncontrolled Price/CUP) antara lain adalah:

barang atau jasa yang ditransaksikan memiliki karakteristik yang

identik dalam kondisi yang sebanding; atau

kondisi transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai

Hubungan Istimewa dengan pihak-pihak yang tidak memiliki

Hubungan Istimewa Identik atau memiliki tingkat kesebandingan

yang tinggi atau dapat dilakukan penyesuaian yang akurat untuk

menghilangkan pengaruh dari perbedaan kondisi yang timbul.

b. Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM);

Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM)

adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan

membandingkan harga dalam transaksi suatu produk yang dilakukan

antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga

jual kembali produk tersebut setelah dikurangi laba kotor wajar, yang

27

Page 28: Transaksi hubungan pihak berelasi

mencerminkan fungsi, aset dan risiko, atas penjualan kembali produk

tersebut kepada pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa

atau penjualan kembali produk yang dilakukan dalam kondisi wajar.

Kondisi yang tepat dalam menerapkan Metode Harga Penjualan

Kembali (Resale Price Method/RPM) antara lain adalah:

tingkat kesebandingan yang tinggi antara transaksi antara Wajib Pajak

yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan transaksi antara Wajib

Pajak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, khususnya tingkat

kesebandingan berdasarkan hasil analisis fungsi, meskipun barang

atau jasa yang diperjualbelikan berbeda; dan

pihak penjual kembali (reseller) tidak memberikan nilai tambah yang

signifikan atas barang atau jasa yang diperjualbelikan.

c. Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method);

Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method) adalah metode Penentuan

Harga Transfer yang  dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor

wajar yang diperoleh perusahaan yang sama dari transaksi dengan pihak

yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau tingkat laba kotor wajar

yang diperoleh perusahaan lain dari transaksi sebanding dengan pihak

yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa pada harga pokok penjualan

yang telah sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.

Kondisi yang tepat dalam menerapkan Metode Biaya-Plus (Cost

Plus Method) antara lain adalah:

barang setengah jadi dijual kepada pihak-pihak yang mempunyai

Hubungan Istimewa;

terdapat kontrak/perjanjian penggunaan fasilitas bersama (joint facility

agreement) atau kontrak jual-beli jangka panjang (long term buy and

supply agreement) antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan

Istimewa; atau

bentuk transaksi adalah penyediaan jasa.

28

Page 29: Transaksi hubungan pihak berelasi

d. Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM);

Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM) adalah metode

Penentuan Harga Transfer berbasis Laba Transaksional (Transactional

Profit Method Based) yang dilakukan dengan mengidentifikasi laba

gabungan atas transaksi afiliasi yang akan dibagi oleh pihak-pihak

yang mempunyai Hubungan Istimewa tersebut dengan menggunakan

dasar yang dapat diterima secara ekonomi yang memberikan perkiraan

pembagian laba yang selayaknya akan terjadi dan akan tercermin dari

kesepakatan antar pihak-pihak yang tidak mempunyai

Hubungan Istimewa, dengan menggunakan Metode Kontribusi

(Contribution Profit Split Method) atau Metode Sisa Pembagian Laba

(Residual Profit Split Method).

Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM) secara khusus

hanya dapat diterapkan dalam kondisi sebagai berikut:

transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa

sangat terkait satu sama lain sehingga tidak dimungkinkan untuk

dilakukan kajian secara terpisah; atau

terdapat barang tidak berwujud yang unik antara pihak-pihak yang

bertransaksi yang menyebabkan kesulitan dalam menemukan data

pembanding yang tepat.

e. Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin

Method/TNMM).

Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin

method/TNMM) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang

dilakukan dengan membandingkan presentase laba bersih operasi

terhadap biaya, terhadap penjualan, terhadap aktiva, atau terhadap dasar

lainnya atas transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan

Istimewa dengan presentase laba bersih operasi yang diperoleh atas

transaksi sebanding dengan pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan

Istimewa atau persentase laba bersih operasi yang diperoleh

29

Page 30: Transaksi hubungan pihak berelasi

atas transaksi sebanding yang dilakukan oleh pihak yang tidak

mempunyai Hubungan Istimewa lainnya

Kondisi yang tepat dalam menerapkan Metode Laba Bersih

Transaksional (Transactional Net Margin Method/TNMM) antara lain

adalah:

salah satu pihak dalam transaksi Hubungan Istimewa melakukan

kontribusi yang khusus; atau

salah satu pihak dalam transaksi Hubungan Istimewa melakukan

transaksi yang kompleks dan memiliki transaksi yang berhubungan

satu sama lain.

Dalam menerapkan metode Penentuan Harga Transfer yang paling

sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), wajib diperhatikan hal-

hal sebagai berikut:

a. kelebihan dan kekurangan setiap metode;

b. kesesuaian metode Penentuan Harga Transfer dengan sifat dasar transaksi

antar pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa, yang ditentukan

berdasarkan analisis fungsional;

c. ketersediaan informasi yang handal (sehubungan dengan transaksi antar

pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa) untuk menerapkan

metode yang dipilih dan/atau metode lain;

d. tingkat kesebandingan antara transaksi antar pihak yang mempunyai

Hubungan Istimewa dengan transaksi antar pihak yang tidak mempunyai

Hubungan Istimewa, termasuk kehandalan penyesuaian yang dilakukan

untuk menghilangkan pengaruh yang material dari perbedaan yang ada.

5. Penutup

PSAK No. 7 ini mensyaratkan setiap perusahaan melakukan

pengungkapan semua hal terkait dengan transaksi dengan pihak berelasi

terlepas apakah ada transaksi atau tidak diantara mereka. Namun Budaya

(Gray, 1988; Sudarwan & Fogarty, 1996) dan lemahnya penegakan hukum di

Indonesia (La Porta et al., 1999) bisa menjadi penjelas mengapa

30

Page 31: Transaksi hubungan pihak berelasi

pengungkapan pada perusahaan-perusahaan di Indonesia buruk dan tidak

teratur. Kebanyakan perusahaan adalah perusahaan yang didirikan oleh

keluarga dan mereka. Para keluarga pendiri ini, tetap ada di dalam perusahaan

karena tidak ingin sepenuhnya kepemilikan mereka hilang. Kerahasiaan atau

pembatasan jumlah dan luas informasi yang disampaikan kepada publik

sering dipandang sebagai salah satu cara untuk mempertahankan kepemilikan

tersebut.5

Apabila ada transaksi antara pihak-pihak berelasi, maka harus

dilakukan dengan dasar nilai wajar. Pengungkapan bahwa transaksi pihak-

pihak berelasi dilakukan dengan ketentuan yang setara dengan yang berlaku

dalam transaksi yang wajar dapat dilakukan hanya jika hal tersebut dapat

dibuktikan. Oleh karena itu, transaksi pihak-pihak berelasi baik yang

dilakukan dengan nilai wajar maupun dengan ketentuan yang setara dengan

nilai wajar harus dibuktikan dengan dokumen pendukung yang lengkap yang

menyatakan transaksi tersebut telah sesuai dengan standar yang ada.

Selain dalam hal perlakuan akuntansinya, perlu diperhatikan pula

mengenai prosedur audit transaksi antara pihak-pihak berelasi agar informasi

yang disajikan benar-benar memiliki transparansi dan keandalan yang

memadai. Auditor harus memandang transaksi antar pihak berelasi dalam

rangka pernyataan prinsip akuntansi, dengan penekanan pada cukup atau

tidaknya pengungkapannya. Di samping itu, auditor harus menyadari bahwa

substansi suatu transaksi dapat secara signifikan menjadi berbeda dari

bentuknya dan bahwa laporan keuangan harus mengidentifikasi substansi

transaksi tersebut dan bukan hanya bentuk hukumnya semata.

Dalam ED SPA 550 tentang Pihak Berelasi yang dikeluarkan oleh

IAPI dijelaskan bahwa auditor bertanggung jawab untuk melaksanakan

prosedur audit untuk mengidentifikasi, menilai, dan merespons risiko

kesalahan penyajian material yang timbul dari kegagalan entitas untuk secara

tepat mencatat atau mengungkapkan hubungan, transaksi atau saldo pihak

berelasi sesuai dengan ketentuan kerangka penyajian laporan keuangan yang

berlaku.

5 Febrianto, Rahmat, Erna Widyastuti. 2010. Hubungan transaksi dengan pihak-pihak yang memeliki hubungan istimewa dan kualitas auditor dengan praktik manajemen laba.

31

Page 32: Transaksi hubungan pihak berelasi

Selain itu, transaksi antar pihak-pihak berelasi dapat menimbulkan

suatu permasalahan dalam aspek perpajakan yang disebut Transfer pricing.

Transfer pricing dapat membuat potensi penerimaan pajak suatu negara

berkurang atau hilang. Perusahaan multinasional memiliki kecenderungan

untuk menggeser kewajiban perpajakannya dari negara-negara yang memiliki

tarif pajak yang tinggi ke negara-negara yang menetapkan tarif pajak rendah.

Sehingga dengan demikian terjadi pergeseran dasar pengenaan pajak dari satu

negara ke negara lainnya. Hal inilah yang membuat masalah transfer pricing

menjadi masalah internasional karena banyak negara yang memiliki

kepentingan, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia yang dalam

transaksi yang mengandung transfer pricing menjadi negara sumber

penghasilan. Transfer pricing dapat menimbulkan distorsi penerimaan negara.

Strategi transfer pricing dengan memanfaatkan perbedaaan tarif pajak

antar negara yang bertujuan untuk melakukan penghindaran pajak (tax

avoidance) akan sangat merugikan negara-negara yang termasuk high tax

countries karena akan kehilangan potensi penerimaan pajak yang seharusnya

diperoleh. Masalah transfer pricing akan makin parah apabila dimaksudkan

untuk melakukan penggelapan pajak (tax evasion). Perusahaan multinasional

akan dianggap melakukan tindakan kriminal di bidang perpajakan. Dari sisi

hukum, penggelapan pajak karena transfer pricing telah menyimpang dari

ketentuan perpajakan yang berlaku karena secara substansi negara seharusnya

dapat memajaki perusahaan multinasional tersebut dalam jumlah yang lebih

besar. Sehingga dengan demikian akan dikenai sanksi pidana perpajakan,

untuk Indonesia sesuai dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 diatur

dalam Pasal 39 bahwa perbuatan kriminal pajak akan dikenai sanksi pidana

penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali

jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Perbedaan antara

penghindaran pajak dan penggelapan pajak sangat tipis dan dari sisi etika

bisnis, praktik transfer pricing dapat menimbulkan moral hazard karena

bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

32

Page 33: Transaksi hubungan pihak berelasi

IAI. 2012. Standar Akuntansi Keuangan : per 1 Juni 2012. Jakarta : Salemba

Empat.

IAPI. 2012. ED Standar Perikatan Audit (SPA) 550 : Pihak Berelasi. Jakarta.

Febrianto, Rahmat & Erna Widiastuty. 2010. Hubungan transaksi dengan pihak-

pihak yang memiliki Hubungan istimewa dan kualitas auditor dengan

praktik Manajemen laba. Jurnal Akuntansi dan Bisnis, 2010 -

ejournal.unud.ac.id

Nugroho, Ryan Abdi. 2011. “Transaksi dengan Pihak-pihak yang Mempunyai

Hubungan Istimewa”.  Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi.

Volume IV Nomor 12 tanggal 8 November 2011.

Peraturan DirJen Pajak No. PER - 69/PJ/2010 Tentang Kesepakatan Harga

Transfer (Advance Pricing Agreement).

Peraturan Dirjen Pajak NO. PER - 32/PJ/2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan

Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 Tentang Penerapan

Prinsip Kewajaran Dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib

Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa.

Badan Pengawas Pasar Modal. 2000. Peraturan No. VIII.G.7, pedoman Penyajian

Laporan Keuangan, http://www.bapepam.go.id

Husen, Sharifuddin. 2011. Masalah Transfer pricing dalam Perpajakan. Jurnal

Ekonomi (Kajian Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi) No.01/Th.XX/

Januari-Maret 2011 ISSN 0854-0985. Jakarta : Sekolah Tinggi Ilmu

Ekonomi Indonesia (STEI) Jakarta.

Ni Wayan Yuniasih, Ni Ketut Rasmini, Made Gede Wirakusuma. 2012. Pengaruh

Pajak Dan Tunneling Incentive Pada Keputusan Transfer pricing

Perusahaan Manufaktur Yang Listing Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal

Perpajakan Universitas Udayana

33

Page 34: Transaksi hubungan pihak berelasi

Dyanty, Vera, Sidharta Utama, Hilda Rossieta, Sylvia Veronica . Pengaruh

kepemilikan Pengendali Akhir Terhadap Transaksi Pihak Berelasi .

Jurnal Ekonomi Universitas Indonesia

Shrives, Philip J. 1997. Related Parties – Another Unresolved problem?.

Management Accounting; Jan 1997; 75, 1; ABI/INFORM Complete pg.

40 University of Northumbria at Newcastle.

Langstraat, Craig J;Plass, Richard T. 2010. Related Parties Complicate Tax Rules

For Like-Kind Exchanges. Practical Tax Strategies; May 2010; 84, 5;

ABI/INFORM Complete pg. 288

Zink, William;Stuart, Krista. 2003. Corporate related parties for reporting

purposes. The Tax Adviser; Feb 2003; 34, 2; ABI/INFORM Complete

pg. 74

Anonymous. 2006. IAASB proposes enhanced requirements for auditors to

consider related parties. Accountancy Ireland; Feb 2006; 38, 1;

ABI/INFORM Complete pg. 20.

Alharony, J., Wang, J., dan Yuan, H., (2005).”Related Party Transaction: A Real

Means of Earning Management and Tunneling during IPO Processing

China.”Working paper , University of Tel Aviv.

Chen, Mei Yu., Chu, Yang Chein. (2008). ”Monitoring Mechanism, Corporate

Governance and Related Party Transaction.”Working paper, University

of Science and Technology, Graduate Scholl of management National

Yunlin.

Farahmita, Aria (2009). “Pengaruh Praktik Corporate Governance Terhadap

Hubungan Antara Transaksi Pihak berelasi (Related Party Transaction)

Dengan Manajemen Laba.

Utama, Sidharta., Cynthia A, Utama., Rafika, Yuniasih.,(2010) “Related Party

Transaction-Efficient or Abusive: Indonesia Evidence”, Asia Pasific

Journal of Accounting and Finance, Vol.1(1).pp 77-102

34

Page 35: Transaksi hubungan pihak berelasi

Silviana, Laurent. 2012. Pengaruh Struktur Kepemilikan Dan Transaksi Pihak

Yang Berelasi Terhadap Daya Informasi Akuntansi Pada Perusahaan

Yang Terdaftar Di Bei. BERKALA ILMIAH MAHASISWA

AKUNTANSI – VOL. 1, NO. 2, MARET 2012 Fakultas Bisnis - Jurusan

Akuntansi, Unika Widya Mandala

Feliana, Yie Ke. 2007, Pengaruh Struktur Kepemilikan Perusahaan Dan

Transaksi dengan Pihak–Pihak yang Memiliki Hubungan Istimewa

Terhadap Daya Informasi Akuntansi, Simposium Nasional Akuntansi X,

Makasar.

35