48
Sudaryatno Sudirham Analisis Keadaan Mantap Rangkaian Sistem Tenaga

Transform at Or

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Transform at Or

Sudaryatno Sudirham

Analisis Keadaan Mantap

Rangkaian Sistem Tenaga

Page 2: Transform at Or

ii

Page 3: Transform at Or

BAB 2Transformator

2.1. Transformator Satu Fasa

Transformator banyak digunakan dalam teknik elektro. Dalam sistem komunikasi, transformator digunakan pada rentang frekuensi audio sampai frekuensi radio dan video, untuk berbagai keperluan. Kita mengenal misalnya input transformers, interstage transformers, output transformers pada rangkaian radio dan televisi. Transformator juga dimanfaatkan dalam sistem komunikasi untuk penyesuaian impedansi agar tercapai transfer daya maksimum.

Dalam penyaluran daya listrik banyak digunakan transformator berkapasitas besar dan juga bertegangan tinggi.Dengan transformator tegangan tinggi ini penyaluran daya listrik dapat dilakukan dalam jarak jauh dan susut daya pada jaringan dapat ditekan. Di jaringan distribusi listrik banyak digunakan transformator penurun tegangan, dari tegangan menengah 20 kV menjadi 380 V untuk distribusi ke rumah-rumah dan kantor-kantor pada tegangan 220 V. Transformator daya tersebut pada umumnya merupakan transformator tiga fasa. Dalam pembahasan ini kita akan melihat transformator satu fasa lebih dulu.

Kita telah mempelajari transformator ideal pada waktu membahas rangkaian listrik. Berikut ini kita akan melihat transformator tidak ideal sebagai piranti pemroses daya. Akan tetapi kita hanya akan membahas hal-hal yang fundamental saja, karena transformator akan dipelajari secara lebih mendalam pada pelajaran mengenai mesin- mesin listrik.

Mempelajari perilaku transformator juga merupakan langkah awal untuk mempelajari konversi energi elektromekanik. Walaupun konversi energi elektromekanik membahas konversi energi antara sistem mekanik dan sistem listrik, sedangkan transformator merupakan piranti konversi energi listrik ke listrik, akan tetapi kopling antar sistem dalam kedua hal tersebut pada dasarnya sama yaitu kopling magnetik.

2-1

Page 4: Transform at Or

2

2.2. Teori Operasi Transformator

Transformator Dua Belitan Tak Berbeban. Jika pada induktor Gb.2.5. kita tambahkan belitan ke-dua, kita akan memperoleh transformator dua belitan seperti terlihat pada Gb.2.1. Belitan pertama kita sebut belitan primer dan yang ke-dua kita sebut belitan sekunder.

I f

+

Vs E1

+ 1 2 E

Gb.2.1. Transformator dua belitan.

Jika fluksi di rangkaian magnetiknya adalah maks sin t ,maka fluksi ini akan menginduksikan tegangan di belitan primer sebesar

e d

cos t (2.1)1 1 dt

1 maks

atau dalam bentuk fasor

o 0 10 maks oE1 E10 0 ;2

E1 nilai

efektif(2.2)

Karena = 2 f maka

02 f 1E1 maks 4.44 f 1 maks

2

(2.3)

Di belitan sekunder, fluksi tersebut menginduksikan tegangan sebesar

E 2 4.44 f 2 maks

Dari (2.3) dan (2.4) kita peroleh

E1 1 a rasio

transformasi

(2.4)

(2.5)

E2 2

Page 5: Transform at Or

2-2 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

Page 6: Transform at Or

I I

Perhatikan bahwa E1 sefasa dengan E 2 karena dibangkitkan oleh

fluksi yang sama. Karena E1 mendahului dengan sudut 90o maka

E 2 juga mendahului dengan sudut 90o. Jika rasio transformasi a =

1, dan resistansi belitan primer adalah R1 , diagram fasor tegangandan arus adalah seperti ditunjukkan oleh Gb.2.2.a. Arus I f adalah

arus magnetisasi, yang dapat dipandang sebagai terdiri dari duakomponen yaitu I (90o

dibelakang

E1 ) yang menimbulkan dan

I c (sefasa dengan E1 ) guna mengatasi rugi inti. Resistansi belitan

R1 dalam diagram fasor ini muncul sebagai tegangan jatuh I f R1 .

V1I c E1 E 2

I f R1I V1f

I c

l E1 E 2I I f R1

f

jI f X l

a). tak ada fluksi bocor b). ada fluksi bocor

Gb.2.2. Diagram fasor transformator tak berbeban

Fluksi Bocor. Fluksi di belitan primer transformator dibangkitkan oleh arus yang mengalir dibelitan primer. Dalamkenyataan, tidak semua I f fluksi magnit yangdibangkitkan tersebut akan Emelingkupi baik belitan primer maupun sekunder. Selisih antara fluksi yang dibangkitkan oleh belitan primer dengan fluksi bersama (yaitu fluksi yang

Vs l1 2

Gb.2.3. Transformator tak berbeban.Fluksi bocor belitan primer.

melingkupi kedua belitan) disebut fluksi bocor. Fluksi bocor ini hanya melingkupi belitan primer saja dan tidak seluruhnya berada dalam inti transformator tetapi juga melalui udara. (Lihat Gb.2.3). Oleh karena itu reluktansi yang dihadapi oleh fluksi bocor ini praktis adalah reluktansi udara. Dengan demikian fluksi bocor tidak

2-3

Page 7: Transform at Or

mengalami gejala histerisis sehingga fluksi ini sefasa dengan arus magnetisasi. Hal ini ditunjukkan dalam diagram fasor Gb.2.2.b.

Fluksi bocor, secara tersendiri akan membangkitkan teganganinduksi di belitan primer (seperti halnya menginduksikan E1 ).

Tegangan induksi ini 90o mendahului l1 (seperti halnya

E1 90o

mendahului ) dan dapat dinyatakan sebagai suatu tegangan jatuh ekivalen, El1 , di rangkaian primer dan dinyatakan sebagai

El1 jI f X 1 (2.6)

dengan X1 disebut reaktansi bocor rangkaian primer. Hubungan tegangan dan arus di rangkaian primer menjadi

V1 E1 I1 R1 El1 E1 I1 R1

jI1 X 1

(2.7)

Diagram fasor dengan memperhitungkan adanya fluksi bocor ini adalah Gb.2.2.b.

Transformator Berbeban. Rangkaian transformator berbebanresistif, RB, diperlihatkan oleh Gb.2.4. Tegangan induksi E2 (yang

telah timbul dalam keadaan tranformator tidak berbeban) akan menjadi sumber di rangkaian sekunder dan memberikan arussekunder I 2 . Arus I

2

ini membangkitkan fluksi yang berlawanan

arah dengan fluksi bersama dan sebagian akan bocor (kita sebutfluksi bocor sekunder).

I1

Vs l1

l2

I 2

V2 RB

Gb.2.4. Transformator berbeban.

Fluksi bocor ini, l2 , sefasa dengan I 2 dan menginduksikan

tegangan El 2 di belitan sekunder yang 90o mendahului l2. Seperti

halnya untuk belitan primer, tegangan El 2 ini diganti dengan suatu

Page 8: Transform at Or

2-4 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

Page 9: Transform at Or

2I

besaran ekivalen yaitu tegangan jatuh ekivalen pada reaktansi bocor sekunder X2 di rangkaian sekunder. Jika resistansi belitan sekunder adalah R2 , maka untuk rangkaian sekunder kita peroleh hubungan

E 2 V2 I 2 R2 El 2 V2 I 2 R2 jI

2 X 2

dengan V2 adalah tegangan pada beban RB.

(2.8)

Sesuai dengan hukum Lenz, arus sekunder membangkitkan fluksi yang melawan fluksi bersama. Oleh karena itu fluksi bersama akan cenderung mengecil. Hal ini akan menyebabkan tegangan induksi di belitan primer juga cenderung mengecil. Akan tetapi karena belitan primer terhubung ke sumber yang tegangannya tak berubah, maka arus primer akan naik. Jadi arus primer yang dalam keadaantransformator tidak berbeban hanyalah arus magnetisasi I f ,

bertambah menjadi I1 setelah transformator berbeban.

Pertambahan arus ini haruslah sedemikian rupa sehingga fluksi bersama dipertahankan dan E1 juga tetap seperti semula. Dengan demikian

maka persamaan rangkaian primer (2.7) tetap terpenuhi.

Pertambahan arus primer dari I f menjadi I1 adalah untuk

mengimbangi fluksi lawan yang dibangkitkan oleh I 2dipertahankan. Jadi haruslah

1 I1 I f 2 I 2 0

sehingga

(2.9)

Pertambahan arus primer (I1 I f ) disebut arus penyeimbang yang

akan mempertahankan . Makin besar arus sekunder, makin besar pula arus penyeimbang yang diperlukan yang berarti makin besar pula arus primer. Dengan cara inilah terjadinya transfer daya dari primer ke sekunder. Dari (2.9) kita peroleh arus magnetisasi

I f I1 I 2 1 I1 a

(2.10)

2-5

Page 10: Transform at Or

2

2.3. Diagram Fasor

Dengan persamaan (2.7) dan (2.8) kita dapat menggambarkan secara lengkap diagram fasor dari suatu transformator. Penggambaran kita mulai dari belitan sekunder dengan langkah-langkah:

Gambarkan V2 dan I 2 . Untuk beban resistif, I 2 sefasa dengan

V2 . Selain itu kita dapat gambarkan I

2 I 2 /

ayaitu

besarnya arus sekunder jika dilihat dari sisi primer.

Dari V2 dan I 2 kita dapat menggambarkan E2 sesuai dengan

persamaan (2.8) yaitu

E2 V2 I 2 R2 El 2 V2 I 2 R2 jI 2 X 2

Sampai di sini kita telah menggambarkan diagram fasor rangkaian sekunder.

Untuk rangkaian primer, karena E1 sefasa dengan E2 maka

E1 dapat kita gambarkan yang besarnya E1 aE2 .

Untuk menggambarkan arus magnetisasi I f kita gambarkan

lebih dulu yang tertinggal 90o dari E1 . Kemudian kita

gambarkan I f yang mendahului dengan sudut histerisis .

Selanjutnya arus belitan primer adalah I1 I f I ' .

Diagram fasor untuk rangkaian primer dapat kita lengkapi sesuai dengan persamaan (2.7), yaitu

V1 E1 I1 R1 El1 E1 I1 R1 jI1 X

Dengan demikian lengkaplah diagram fasor transformator berbeban. Gb.2.5. adalah contoh diagram fasor yang dimaksud, yang dibuat dengan mengambil rasio transformasi 1/ 2 = a > 1

Page 11: Transform at Or

2-6 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

Page 12: Transform at Or

2

E 2 jI 2 X 2

V1 jI1 X 1

E1I1 R1

I ' I 2

V2

I 2 R2

I f

I1 Gb.2.5. Diagram fasor lengkap,

transformator berbeban resistif . a > 1

CO TOH-2.1 : Belitan primer suatu transformator yang dibuat untuk tegangan 220 V(rms) mempunyai jumlah lilitan 160. Belitan ini dilengkapi dengan titik tengah (center tap). a). Berapa persenkah besar fluksi maksimum akan berkurang jika tegangan yang kita terapkan pada belitan primer adalah 110V(rms)? b). Berapa persenkah pengurangan tersebut jika kita menerapkan tegangan 55 V (rms) pada setengah belitan primer? c). Berapa persenkah pengurangan tersebut jika kita menerapkan tegangan 110 V (rms) pada setengah belitan primer? d). Jika jumlah lilitan di belitan sekunder adalah 40, bagaimanakah tegangan sekunder dalam kasus-kasus tersebut di atas?

Penyelesaian :

a). Dengan mengabaikan resistansi belitan, fluksi maksimumm adalah

E1 2

V1 2

220 2

m 1 1 160

Jika tegangan 110 V diterapkan pada belitan primer, maka

m V1 2

110 2

1 160

Penurunan fluksi m aksimum adalah 50 %, m = m / 2.

b). Jika tegangan 55 V diterapkan pada setengah belitan primer,

m V1 2

55 2

110 2

(1 / 2) 1 80 160

2-7

Page 13: Transform at Or

Penurunan fluksi maksimum adalah 50 %, m = m / 2.

c). Jika tegangan 110 V diterapkan pada setengah belitan maka

m V1

2

110 2

220 2

(1 / 2) 1 80 160

Tidak terjadi penurunan fluksi maksimum, m

=m.

d). Dengan 1/ 2 = 160/40 = 4 maka jika tegangan primer 220V, tegangan sekunder adalah 55 V. Jika tegangan primer 110V, tegangan sekundernya 229.5 V. Jika tegangan 55 V diterapkan pada setengah belitan primer, tegangan sekunder adalah 27.5 V. Jika tegangan 110 V diterapkan pada setengah belitan primer, tegangan sekunder adalah 55 V.

CO TOH-2.2 : Sebuah transformator satu fasa mempunyai belitan primer dengan 400 lilitan dan belitan sekunder 1000 lilitan. Luas penampang inti efektif adalah 60 cm2. Jika belitan primer dihubungkan ke sumber 500 V (rms) yang frekuensinya 50 Hz, tentukanlah kerapatan fluksi maksimum dalam inti serta tegangan di belitan sekunder.

Penyelesaian :

Dengan mengabaikan resistansi belitan dan reaktansi bocor, maka

1 m 500 2V1 2

500 m 400 2 50

0.00563

weber

Kerapatan fluksi maksimum : Bm 0.00563

0.94 weber/m2

0.006

Tegangan belitan sekunder adalah V 1000 500 1250 V2

400

CO TOH-2.3 : Dari sebuah transformator satu fasa diinginkan suatu perbandingan tegangan primer / sekunder dalam keadaan tidak berbeban 6000/250 V. Jika frekuensi kerja adalah 50 Hz dan fluksi dalam inti transformator dibatasi sekitar 0.06 weber, tentukan jumlah lilitan primer dan sekunder.

Penyelesaian :

Page 14: Transform at Or

2-8 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

Page 15: Transform at Or

1 m

2

2

Pembatasan fluksi di sini adalah fluksi maksimum. Dengan mengabaikan resistansi belitan dan reaktansi bocor,

V 6000

6000 2 4501

21

2 50 0.06

2 250 450 18.75

6000

Pembulatan jumlah lilitan harus dilakukan. Dengan melakukan pembulatan ke atas, batas fluksi maksimum m tidak akan terlampaui. Jadi dapat kita tetapkan

2 20 lilitan

1 6000 20 480 lilitan

250

2.4. Rangkaian Ekivalen

Transformator adalah piranti listrik. Dalam analisis, piranti-piranti listrik biasanya dimodelkan dengan suatu rangkaian listrik ekivalen yang sesuai. Secara umum, rangkaian ekivalen hanyalah penafsiran secara rangkaian listrik dari suatu persamaan matematik yang menggambarkan perilaku suatu piranti. Untuk transformator, ada tiga persamaan yang menggambarkan perilakunya, yaitu persamaan (2.7), (2.8), dan (2.10), yang kita tulis lagi sebagai satu set persamaan (2.11).

V1 E1 I1R1

jI1X1 ;

I1 I f I '

E2 V2 I2R2 jI2 X 2

; (2.11)

dengan I ' 2 I 1

2 I2

a

Dengan hubungan E1 = aE2 dan I2 = I2/a maka persamaan ke-dua dari (2.11) dapat ditulis sebagai

2-9

Page 16: Transform at Or

I

2 2

E1 V2 a I2 R2 ja I2 X 2a

E1 aV2 I2 (a 2 R2 ) j I2 (a 2 X 2 ) V2 I 2 R2 j I2

X 2 (2.1

dengan V2

aV2

; R22) a 2

R2

; X

2 a 2 X 2

Dengan (2.12) maka (2.11) menjadi

V1 E1 I1 R1 jI1 X 1 ;

E1 aV2 I2 R2 j I2

X 2 ;(2.13)

I1 I f

'

I2

I 2 , R2 , dan X2 adalah arus, resistansi, dan reaktansi sekunder yang

dilihat oleh sisi primer. Dari persamaan (2.13) dibangunlah rangkaian ekivalen transformator seperti Gb.2.6. di bawah ini.

I1

∼ V1

R1 jX1

E1

'2

R2Z

I f

jX2B V ' aV

Gb.2.6. Rangkaian ekivalen diturunkan dari persamaan (2.13).

Pada diagram fasor Gb.2.5. kita lihat bahwa arus magnetisasi dapat dipandang sebagai terdiri dari dua komponen, yaitu Ic dan I .

Ic sefasa dengan E1 sedangkan I90o dibelakang E1. Dengan demikian maka impedansi Z pada rangkaian ekivalen Gb.2.6. dapat dinyatakan sebagai hubungan paralel antara suatu resistansi Rc dan impedansi induktif jX sehingga rangkaian ekivalen transformator secara lebih detil menjadi seperti Gb.2.7.

Page 17: Transform at Or

2-10 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

Page 18: Transform at Or

I

2

I

2

R c

I1

∼ V1

R1 jX1

E1c

'2

I f R2

I I

jXc

jX2B V2 aV2

Gb.2.7. Rangkaian ekivalen transformator lebih detil.

Rangkaian Ekivalen Yang Disederhanakan. Pada transformator yang digunakan pada tegangan bolak-balik yang konstan dengan frekuensi yang konstan pula (seperti misalnya transformator pada sistem tenaga listrik), besarnya arus magnetisasi hanya sekitar 2 sampai 5 persen dari arus beban penuh transformator. Keadaan ini bisa dicapai karena inti transformator dibangun dari material dengan permeabilitas magnetik yang tinggi. Oleh karena itu, jika If

diabaikan terhadap I1 kesalahan yang terjadi dapat dianggap cukup kecil. Pengabaian ini akan membuat rangkaian ekivalen menjadi lebih sederhana seperti terlihat pada Gb.2.8.

I1 I '

Re = R1+R2 jXe =j(X1+ X2)

∼ V1 B V2

V2'2

V1

jI ' X e

Gb.2.8. Rangkaian ekivalen transformator disederhanakan dan diagram fasornya.

2-11

Page 19: Transform at Or

2.5. Impedansi Masukan

Resistansi beban B adalah RB = V2/I2. Dilihat dari sisi primer resistansi tersebut menjadi

V aV VRB

2 2 a

2 2 a 2

RB

(2.14)

I 2 I 2 / a I 2

Dengan melihat rangkaian ekivalen yang disederhanakan Gb.2.10, impedansi masukan adalah

VZ in 1 Re a 2 RB jX e I1

2.6. Penentuan Parameter Transformator

(2.15)

Dari rangkaian ekivalen lengkap Gb.2.7. terlihat ada enam parameter transformator yang harus ditentukan, R1 , X1 , R2 , X2 , Rc

, dan X . Resistansi belitan primer dan sekunder dapat diukur langsung menggunakan metoda jembatan. Untuk menentukan empat parameter yang lain kita memerlukan metoda khusus seperti diuraikan berikut ini.

Uji Tak Berbeban ( Uji Beban ol ). Uji beban nol ini biasanya dilakukan pada sisi tegangan rendah karena catu tegangan rendah maupun alat-alat ukur tegangan rendah lebih mudah diperoleh. Sisi tegangan rendah menjadi sisi masukan yang dihubungkan ke sumber tegangan sedangkan sisi tegangan tinggi terbuka. Pada belitan tegangan rendah dilakukan pengukuran tegangan masukan Vr, arus masukan Ir, dan daya (aktif) masukan Pr. Karena sisi primer terbuka, Ir adalah arus magnetisasi yang cukup kecil sehingga kita dapat melakukan dua pendekatan. Pendekatan yang pertama adalah mengabaikan tegangan jatuh di reaktansi bocor sehingga Vr sama dengan tegangan induksi Er. Pendekatan yang kedua adalah mengabaikan kehilangan daya di resistansi belitan sehingga Pr menunjukkan kehilangan daya pada Rcr (Rc

dilihat dari sisi tegangan rendah) saja.

Page 20: Transform at Or

2-12 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

Page 21: Transform at Or

r

I

t Z R

r

I

Daya kompleks masukan : S V I ; cos BPr

r r rS r

B Pr

Vr I r

I cr I r cos

V

sin

; I r I r sin

V V

S 2 P 2

S r

V

(2.16)

Rcr r r ; X r r r

I cr I r cos

I r I r sin

Uji Hubung Singkat. Uji hubung singkat dilakukan di sisi tegangan tinggi dengan si`si tegangan rendah dihubung-singkat. Sisi tegangan tinggi menjadi sisi masukan yang dihubungkan dengan sumber tegangan. Tegangan masukan harus cukup rendah agar arus di sisi tegangan rendah masih dalam batas nominalnya. Pengukuran di belitan tegangan tinggi dilakukan seperti halnya pada uji beban nol, yaitu tegangan masukan Vt, arus masukan It, dan daya (aktif) masukan Pt. Tegangan masukan yang dibuat kecil mengakibatkan rugi-rugi inti menjadi kecil sehingga kita dapat membuat pendekatan dengan mengabaikan rugi-rugi inti. Dengan demikian kita dapat menggunakan rangkaian ekivalen yang disederhanakan Gb.2.9. Daya Pt dapat dianggap sebagai daya untuk mengatasi rugi-rugi tembaga saja, yaitu rugi-rugi pada resistansi ekivalen yang dilihat dari sisi tegangan tinggi Ret.

2

BPtPt I Ret Ret ;t

Vt I t Z et Z et

2t

V X e

t

2 2et et

(2.17)

Dalam perhitungan ini kita memperoleh nilai Ret = R1 + R2 . Nilai resistansi masing-masing belitan dapat

diperoleh dengan pengukuran terpisah sebagaimana telah disebutkan di atas.

Untuk reaktansi, kita memperoleh nilai Xet = X1 + X2 . Kita tidak dapat memperoleh informasi untuk menentukan reaktansi masing- masing belitan. Jika sekiranya nilai reaktansi masing-masing belitan diperlukan kita dapat mengambil asumsi bahwa X1

Page 22: Transform at Or

= X2 . Kondisi

2-13

Page 23: Transform at Or

I I

ini sesungguhnya benar adanya jika transformator dirancang dengan baik.

CO TOH-2.5 : Pada sebuah transformator 25 KVA, 2400/240 volt,50 Hz, dilakukan uji beban nol dan uji hubung singkat.

Uji beban nol pada sisi tegangan rendah memberikan hasil

Vr = 240 volt, Ir = 1.6 amper, Pr = 114 watt

Uji hubung singkat yang dilakukan dengan menghubung- singkat belitan tegangan rendah memberikan hasil pengukuran di sisi tegangan tinggi

Vt = 55 volt, It = 10.4 amper, Pt = 360 watt

a). Tentukanlah parameter transformator dilihat dari sisi tegangan tinggi. b). Berapakah rugi-rugi inti dan rugi-rugi tembaga pada beban penuh ?

Penyelesaian :

a). Uji beban nol dilakukan di sisi tegangan rendah. Jadi nilai Rc

dan X yang akan diperoleh dari hasil uji ini adalah dilihat dari tegangan rendah, kita sebut Rcr dan Xr.

cos P

VI

114

240 1.6

0.3 ;

sin

(240 1.6) 2 114 2

240 1.6

0.95

V Rcr c

240

I cos

240

1.6 0.3

V 500 ; X r

240

1.6 0.95

158

Jika dilihat dari sisi tegangan tinggi :

2 2400 2

Rct a Rcr

500 50 k

240

X t a 2 X r 15.8 k

Resistansi ekivalen dan reaktansi bocor ekivalen diperoleh dari uji hubung singkat. Uji hubung singkat yang dilakukan di sisi tegangan tinggi ini memberikan

Page 24: Transform at Or

2-14 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

Page 25: Transform at Or

t

Ret Pt

I t 2

360

(10.4) 2 3.33 ;

Z et V

55

I t 10.4

5.29 X et

5.29 2 3.332 4.1

b). Pada pembebanan penuh fluksi bersama dalam inti transformator hampir sama dengan fluksi dalam keadaan beban nol. Jadi rugi-rugi inti pada pembebanan penuh adalah 114Watt. Rugi-rugi tembaga tergantung dari besarnya arus. Besarnya arus primer pada beban penuh adalah sama dengan arus sisi tegangan tinggi pada percobaan hubung singkat, yaitu

I S

25000 10.4 A

P I 2

R (10.4) 2 3.33 360 W

1V1 2400 cu 1 et

Karena pada uji hubung singkat arus sisi tegangan tinggi dibuat sama dengan arus beban penuh, maka rugi-rugi tembaga adalah penunjukan wattmeter pada uji hubung singkat.

2.7. Efisiensi dan Regulasi Tegangan

Efisiensi suatu piranti didefinisikan sebagai

daya keluaran [watt]

daya masukan [watt](2.18)

Karena daya keluaran sama dengan daya masukan dikurangi rugi- rugi daya, maka efisiensi dapat dinyatakan sebagai

1 rugi - rugi daya

[watt]

daya masukan [watt]

(2.19)

Formulasi (2.19) ini lebih sering digunakan. Untuk transformator rugi-rugi daya dapat segera diperoleh melalui uji beban nol dan uji hubung singkat, yaitu jumlah rugi inti dan rugi tembaga.Regulasi tegangan transformator didefinisikan sebagai perubahan besarnya tegangan sekunder bila arus berubah dari beban penuh ke

Page 26: Transform at Or

beban nol dengan tegangan primer dijaga tetap. Jadi

2-15

Page 27: Transform at Or

V

1

−aV2

aV2

V

1

−V2V2

V2 beban nol V2 beban penuhRegulasi Tegangan V2 beban penuh (2.25)

V1 / a V2 V2

Dengan memperhatikan diagram fasor Gb.2.9. maka (2.25) menjadi

Regulasi Tegangan V2 I2

(Re

jX e ) V2 (2.26)

V2

CO TOH-2.6 : Transformator pada Contoh-5. mencatu beban 25KVA pada faktor daya 0.8. a). Hitunglah efisiensinya. b). Hitunglah regulasi tegangannya.

Penyelesaian :Total rugi daya : Pccu 114 360 474 W 0.474 KW

a). Daya keluaran : Po 25000 0.8 20 KW

Efisiensi : 1 0.474

0.97620

atau 97.6 %

b). Mengambil V2 sebagai referensi : V2 = 10240 = 24000

o

V.

I2 I 2 / a (25000 / 240) / 10 cos 1 0.8 10.4 36.8o

24000 o 10.4 36.8 o (3.33 j 4.1) 2400Reg. Tegangan

0.022 atau 2.2 %2400

2.8. Konstruksi Transformator

Dalam pembahasan transformator, kita melihat transformator dengan satu inti dua belitan. Belitan primer digulung pada salah satu kaki inti dan belitan sekunder digulung pada kaki inti yang lain. Dalam kenyataan tidaklah demikian. Untuk mengurang fluksi bocor, belitan primer dan sekunder masing-masing dibagi menjadi dua bagian dan digulung di setiap kaki inti. Belitan primer dan sekunder digulung secara konsentris dengan belitan sekunder berada di dalam belitan primer. Dengan cara ini fluksi bocor dapat ditekan sampai

Page 28: Transform at Or

2-16 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

Page 29: Transform at Or

hanya beberapa persen dari fluksi bersama. Pembagian belitan seperti ini masih mungkin dilanjutkan untuk lebih menekan fluksi bocor, dengan beaya yang sudah barang tentu lebih tinggi.

R / 2 R / 2 T / T /

a). tipe inti. a). tipe sel.

R / 4 T / 2 R / 2 T / 2 R / 4

Gb.2.9. Dua tipe konstruksi transformator. T : jumlah lilitan tegangan tinggi R : jumlah lilitan tegangan rendah.

Dua tipe konstruksi yang biasa digunakan pada transformator satu fasa adalah core type (tipe inti) dan shell type (tipe sel). Gb.2.9.a. memperlihatkan konstruksi tipe inti dengan belitan primer dan sekunder yang terbagi dua. Belitan tegangan rendah digulung dekat dengan inti yang kemudian dilingkupi oleh belitan tegangan tinggi. Konstruksi ini sesuai untuk tegangan tinggi karena masalah isolasi lebih mudah ditangani. Gb.2.9.b. memperlihatkan konstruksi tipe sel. Konstruksi ini sesuai untuk transformator daya dengan arus besar. Inti pada konstruksi ini memberikan perlindungan mekanis lebih baik pada belitan.

2-17

Page 30: Transform at Or

2.9. Transformator Pada Sistem Tiga Fasa

Pada sistem tiga fasa, penaikan dan penurunan tegangan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :

(a) menggunakan tiga unit transformator satu fasa,

(b) menggunakan satu unit transformator tiga

fasa.

Transformator tiga fasa mempunyai inti dengan tiga kaki dan setiap kaki mendukung belitan primer dan sekunder. Untuk penyaluaran daya yang sama, penggunaan satu unit transformator tiga fasa akan lebih ringan, lebih murah dan lebih efisien dibandingkan dengan tiga unit transformator satu fasa. Akan tetapi penggunaan tiga unit transformator satu fasa juga mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan satu unit transformator tiga fasa. Misalnya beaya awal yang lebih rendah, jika untuk sementara beban dapat dilayani dengan dua unit saja dan unit ketiga ditambahkan jika penambahan beban telah terjadi. Terjadinya kerusakan pada salah satu unit tidak mengharuskan pemutusan seluruh penyaluran daya. Pemilihan cara mana yang lebih baik, tergantung dari berbagai pertimbangan keadaan-khusus. Pada dasarnya kedua cara adalah sama. Berikut ini kita akan melihat hubungan primer-sekunder transformator, dengan melihat pelayanan sistem tiga fasa melalui tiga unit transformator satu fasa.

Hubungan . Pada waktu menghubungkan tiga transformator satu fasa untuk melayani sistem tiga fasa, hubungan sekunder harus diperhatikan agar sistem tetap seimbang. Diagram hubungan ini diperlihatkan pada Gb.2.10. Fasa primer disebut dengan fasa U-V-W sedangkan fasa sekunder disebut fasa X-Y-Z. Fasor tegangan fasa primer kita sebut VUO , VVO , VWO dengan nilai VFP , dan tegangan fasa sekunder kita sebut VXO , VYO , VZO dengan nilai VFS. Nilai tegangan saluran (tegangan fasa-fasa) primer dan sekunder kita sebut VLP dan VLS . Nilai arus saluran primer dan sekunder masing- masing kita sebut ILP dan ILS sedang nilai arus fasanya IFP dan IFS . Rasio tegangan fasa primer terhadap sekunder VFP /VFS a . Dengan

mengabaikan rugi-rugi untuk hubungan - kita peroleh :

Page 31: Transform at Or

2-18 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

Page 32: Transform at Or

VLP

VLS

VFP

VFP

a ;

I LP

I LS

I FP

I FS

3

1

3 a(2.27)

U XVUO VXO

V Y

VVO VYO

W Z

VWO VZO

VUV = VUOVXY = VXO

Gb.2.10. Hubungan -.

Hubungan -Y. Hubungan ini diperlihatkan pada Gb.2.11. Tegangan fasa-fasa pimer sama dengan tegangan fasa primer, sedangkan tegangan fasa-fasa sekunder sama dengan 3 kali tegangan fasa sekunder dengan perbedaan sudut fasa 30o. Dengan mengabaikan rugi-rugi kita peroleh

VLP VFP a

; I LP

I FP 3

3(2.28)

VLS VFS 3 3 I LS I FS a

Fasor tegangan fasa-fasa sekunder mendahului primer 30o.

2-19

Page 33: Transform at Or

U

VUO VXOV

VVO VYOW

VWO VZO

VZO

X

Y

Z

VXYVUV = VUO

VXO

VYO

Gb.2.11. Hubungan -Y

Hubungan Y-Y. Hubungan ini diperlihatkan pada Gb.2.12. Tegangan fasa-fasa pimer sama dengan 3 kali tegangan fasa primer dengan perbedaan sudut fasa 30o, tegangan fasa-fasa sekunder sama dengan 3 kali tegangan fasa sekunder dengan perbedaan sudut fasa30

o. Perbandingan tegangan fasa-fasa primer dan sekunder adalah

VLP

VLS

VFP

VFS

3 a ;

3

I LP

I LS

I FP

1

I FS a

(2.29)

Antara fasor tegangan fasa-fasa primer dan sekunder tidak terdapat perbedaan sudut fasa.

2-20 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

Page 34: Transform at Or

U XVUO VXO

V YVVO VYO

W ZVWO VZO

VWO

VUO

VUV VZOVXY

VXO

VVO VYO

Gb.2.12. Hubungan Y-Y

Hubungan Y-. Hubungan ini terlihat pada Gb.2.13.Tegangan fasa-fasa pimer sama dengan 3 kali tegangan fasa primer dengan perbedaan sudut fasa 30o, sedangkan tegangan fasa-fasa sekunder sama dengan tegangan fasa sekunder. Dengan mengabaiakan rugi-rugi diperoleh

VLP

VLS

VFP 3 a 3

;VFS

I LP

I LS

I FP

1

I FS 3 a 3(2.30)

Fasor tegangan fasa-fasa primer mendahului sekunder 30o.

2-21

Page 35: Transform at Or

U XVUO VXO

V Y

VVO VYO

WZ

VWO VZO

VWO

VVO

VUO

VUV

VZO

VXY = VXO

VYO

Gb.2.13. Hubungan Y-

CO TOH-2.7 : Sebuah transformator penurun tegangan 3 fasa, tegangan primernya dihubungkan pada sumber 6600 V dan mengambil arus 10 A. Jika rasio transformasi adalah 12, hitunglah tegangan saluran sekunder, arus saluran sekunder dan daya keluaran untuk hubungan-hubungan berikut : (a) - ; (b) Y-Y ; (c) -Y ; (d) Y- .

Penyelesaian :

a). Untuk hubungan - :

V V

VFP

VLP 6600

550 V ;LS FS

a a 12II LS I

FS

3 aI FP

3 a LP

33 12 10 120 A.

b). Untuk hubungan Y-Y :

2-22 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

Page 36: Transform at Or

FPL

L

V V

V V3 3

3

6600 550 V ;

LS FSa 3 a 12

I LS I FS aI FP aI LP 12 10 120 A.

c). Untuk hubungan -Y :

VLS VFS

3 VFP

a3

VLP

a3

6600

123 953 V ;

I LS I FS

I aI FP a

3 12

10 69,3 A.

3

d) Untuk hubungan Y- :

V V

VFP 1 VLP 1

6600 318 V ;

LS FS a a 3 12 3

I LS I

FS

3 aI

FP

3 aI

LP

3 12 10

3 208 A .

Dengan mengabaikan rugi-rugi daya keluaran sama dengan daya masukan.

S keluaran S

masukan

VLP I

LP

3 6,6 10

3 114,3 kVA.

Page 37: Transform at Or

2-23