Upload
muhammad-yunus
View
119
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Bagaimana mengelola budaya menulis bagi kalangan akademik/perguruan tinggi. Budaya menulis dalam bidang akademik membutuhkan sebuah komitmen dari pihak pimpinan universitas.
Citation preview
Transformasi Budaya Menulis dalam budaya Akademik
Muhammad Yunus, S.E
1. Latar Belakang
Perguruan tinggi adalah bagian tidak terpisahkan dalam kerangka menciptakan kecerdasan
berbangsa dan bernegara. Perguruan tinggi dengan tri dharma perguruan tinggi yakni Pendidikan,
Penelitian dan Pengabdian masyarakat. Menjadi kekuatan untuk melahirkan alumni-alumni yang
memiliki kompetensi atau skill, sikap dan pengetahuan yang mampu bermanfaat dalam dunia kerja
maupun masyarakat banyak. Tujuan dan arah pendidikan Tinggi di Indonesia seperti yang tertuang pada
Bab II pasal 2. Keputusan Menteri Pendidikan No.232/U/2000 adalah menyiapkan peserta didik untuk
menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dalam menerapkan,
mengembangkan, dan/atau memperkaya kasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian, serta
menyebarluaskan dan mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan dan
memperkaya kebudayaan nasional.
Perguruan tinggi sebagai sebuah organisasi menciptakan dan memiliki budaya tersendiri dan
khas. Budaya merupakan istilah deskriptif sebagai system yang dianut bersama atau penciptaan nilai
yang disepakati bersama menetapkan tapal batas. Budaya perguruan tinggi memiliki perbedaan dengan
budaya organisasi perusahaan yang memiliki orientasi penciptaan laba.
Salah satu nilau utama dari budaya akademik adalah budaya menulis. Budaya menulis (lectary)
berbeda dengan budaya bicara (oral). Budaya menulis dalam ruang lingkup perguruan tinggi
menghasilkan produk berupa jurnal, skripsi, makalah. Namun bukan kualitas produk ini mengalami
stagnasi yang menjadi rutinitas kehilangan makna. Banyak karya ilmiah menjadi kuburan dalam makam
bernama perpustakaan. Dibutuhkan sebuah transformasi budaya menulis untuk mendorong lahirnya
karya ilmiah yang bisa membumi yang bermanfaat bagi stakeholder perguruan tinggi.
Mencermati budaya menulis dalam lingkungan perguruan tinggi dengan ini penulis tertarik
untuk menelaah tentang bagaimana melakukan transformasi budaya menulis dalam budaya akademik.
2. Defenis budaya
Budaya Perguruan tinggi dengan core aktivitas dalam intelektual melahirkan budaya akademik.
Budaya adalah ”the complex whole which includes knowledge, belief, art, morals, law, custom,
and any other capabilities and habits acquired by man as a member of society” (sekumpulan
pengetahuan, keyakinan,seni, moral, hukum, adat, kapabilitas, dan kebiasaan yang diperoleh
seseorang sebagai anggota sebuah perkumpulan atau komunitas tertentu)1. Sedangkan Budaya
menurut Djoyodiguno yang di kutip oleh Notowidagdo adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa
dan rasa2. Perguruan tinggi sebagai sebuah produk penciptaan budaya memiliki pengetahuan yang
menjadi landasan dalam aktivitas akademik, hukum-hukum sebagai aturan bagi pimpinan, dosen dan
karyawan. Budaya yang tercipta di perguruan tinggi memiliki perbedaan antara satu perguruan tinggi
dengan perguruan tinggi lainnya. Faktor internal meliputi tentang kurikulum, tenaga pengajar, visi dari
pemimpin. Sedangkan pembentuk budaya secara ekternal adalah perubahan dalam bidang pendidikan,
ekonomi, social dan politik.
2.1 Budaya menulis
Menulis adalah tingkatan terakhir dari 4 (empat) kemampuan manusia dalam berbahasa..
Pertama adalah mendengar, kedua menyimak, ketiga berbicara dan terakhir adalah menulis. Menulis
adalah kegiatan mental dalam menciptakan ide dan gagasan yang mempunyai nilai dan manfaat. Budaya
menulis merupakan nilai utama budaya akademik. Dimana terdapat aktivitas budaya akademik lain yang
menjadikan nilai utama sebuah perguruan tinggi. Sebuah fakta sebagaimana disampaikan oleh Prof. Ir.
Amrinsyah Nasution M.E.S.E.,Ph.D bahwa budaya menulis kalangan dosen di Indonesia masih sangat
rendah dibandingkan dengan dosen di luar negeri. Dari 1.200 dosen yang ada di Institut Teknologi
Bandung (ITB), hanya sekitar 400 orang atau 30% yang mempunyai kemampuan menulis. Salah satu
kelemahan budaya menulis kalangan dosen di Indonesia, yakni para dosen Indonesia kurang memiliki
kemampuan dalam menuangkan buah pikiran melalui sarana pendidikan 3 Di kalangan intelektual,
seperti para akademisi Perguruan Tinggi, gagasan lebih sering disampaikan secara lisan melalui
seminar atau diskusi, yang seringkali tidak disertai dengan bahan tulisan. Membuat karya tulis
1 Brown, Andrew. 1998. Organizational Culture. Harlow. Pearson Education Limited.2 Drs. H. Rohiman Notowidagdo, Ilmu budaya dasar berdasarkan Alquran dan hadits. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 1997.3 http://akatelsp.ac.id/2009/01/09/akatel/rendah-budaya-menulis-dosen-indonesia/diakses pada 6/5/2011
ilmiah masih merupakan pekerjaan yang dipandang berat bagi sebagian orang, termasuk para
mahasiswa dan dosen Perguruan Tinggi.4
2.2 Budaya akademik
Budaya akademik berarti apa yang dipelajari oleh mahasiswa selama periode waktu
tertentu dari Universitas, Fakultas atau Jurusannya. Pengembangan budaya akademik ini
didasarkan atas dua tantangan yang selalu dihadapi oleh pendidikan tinggi dalam penyelenggaraan
pendidikannya yaitu tantangan yang bersifat internal dan eksternal5. Budaya menulis dalam ruang
lingkup budaya akademik perguruan tinggi berkaian dengan aktivitas-akativitas seluruh stakeholder
perguruan tinggi, yakni dosen sebagai staf pengajar, guru besar, mahasiswa sebagai pelajar yang siap
mempelajari berbagai ilmu pengetahuan dan terakhir adalah karyawan sebagai penunjang dari kegiatan
perguruan tinggi.
Melihat budaya menulis di perguruan tinggi dapat diukur dengan beberapa variable yang saling
mempengaruhi satu sama lain. Budaya menulis dalam budaya akademik dipengaruhi oleh berbagai
variabel utama
a. Budaya membaca,
Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa bangsa Indonesia berada jauh di bawah Jepang,
Amerika dan Inggris dalam tingkat membaca buku. Taufik Ismail pernah menyampaikan
sebuah kalimat yang menggambarkan kegeliasauan beliau tentang budaya membaca bangsa
Indonesia, khusus pelajar, mahasiswa, dosen dengan istilah bangsa rabun membaca dan
buta menulis. Hal ini bisa dilihat secara kasat mata dalam lingkungan kampus jarang dilihat
mahasiswa, atau dosen melakukan membaca buku, berdiskusi tentang suatu topik. Namun
lebih banyak melakukan aktivitas berkumpul untuk bercirita dan mengobrol.
b. Metode pengajaran
Proses belajar mengajar antara dosen dengan mahasiswa merupakan factor utama yang
mempengaruhi budaya menulis di perguruan tinggi. Metode pembelajaran dosen lebih
banyak menekankan kepada penyampaian ceramah tentang mata kuliah, sedangkan
mahasiswa adalah pendengar ceramah dari apa yang disampaikan oleh dosen. Untuk
4 Supriadi, dalam makalah Khairudin Kurniawan. Membangun budaya akademik perguruan tinggi5 Tjipto Atmoko, drs,SU. Makalah disampaikan pada Disampaikan pada acara ‘studium general’ mahasiswa baruProgram Ekstensi FISIP UNPAD, 6 September 2005
beberapa mata kuliah efektif untuk menjelaskan beberapa mata kuliah, namun tidak efektif
untuk beberapa mata kuliah dan program studi. Beban mahasiswa untuk menulis dari satu
mata kuliah dengan mengikuti kaidah ilmiah jarang ada.
c. Sistem Penghargaan
Setelah budaya membaca dan metode pengajaran sebagai variabel utama mempengaruhi
budaya akademik. Maka sistem penghargaan sebagai bentuk apresiasi atas prestasi dari
dunia tulis menulis tidak ada. Keberadaan jurnal internal kampus kehilangan penulis yang
diisi oleh para staf pengajar. Koran kampus hanya terbit sekali setahun dan aktivitas lainnya.
Sistem penghargaan memberikan daya dorong untuk dosen, karyawan dan mahasiswa
untuk melahirkan ide, pikiran dalam bentuk tulis menulis. Sistem penghargaan memberikan
dampak kuat bagi motivasi. Mengacu pada hiriearki kebutuhan maslow salah satunya adalah
penghargaan atas hasil kerja. Begitu juga dengan menciptakan budaya menulis dalam
lingkungan akademik.
d. Perpustakaan
Perpustakaan sebagai tempat pemeliharaan ilmu pengetahuan yang terdiri dari berbagai
buku dan jurnal memberikan pilar keempat variabel budaya menulis. Kesan perpustakaan
angker, kusam dan tidak terawat turut memberikan andil untuk pengunjung enggan datang.
Ketersediaan literature terbaru dan kemudahan untuk mengakses yang ditandai dengan
sistem pelayanan perpustakaan ikut andil untuk menciptakan budaya menulis dalam
kalangan akademik Perguruan Tinggi.
3. Transformasi budaya
Memulai sebuah transformasi atau perubahan memulai dari tujuan akhir 6 Tujuan akhir adalah
sebuah bentuk pencapaian terstruktur dan sistematis dari transformasi yang meliputi berbagai aspek
organisasi, SDM, Managemen, Gaya kepemimpinan. Keberhasilan organisasi pendidikan dibutuhkan core
value and concepts yang dapat mendorong untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Suatu organisasi
memiliki 10 komponen yang harus dipenuhi untuk melakukan transformasi budaya
3.1 Visionary leadership (visi kepemimpinan)
6 Stephen R. Covey, The 8th habit, melampaui efektivitas menggapai keagungan, gramedia pustaka utama, copyright 2005, cet 3 2008
Perguruan tinggi harus memiliki pemimpin yang memiliki visi untuk menyiapkan arah organisasi
dan menempatkan nilai maupun strategi yang dapat dijadikan pedoman bagi semua kegiatan. Memberi
motivasi dan inspirasi untuk mendorong keterlibatan semua bagian dalam rangka mensukseskan tugas,
dan pemimpin harus dapat menjamin agar proses berjalan baik. Faktor kepemimpinan perguruan tinggi
memberikan kekuatan dan daya dorong. Dalam hal ini kepemimpinan sebuah tindakan kolektivitas
unsur pimpinan. Kepemimpinan tidak pernah merupakan tindakan perseorangan. Kepemimpinan selalu
merupakan kegiatan sosial, atau kelompok yang melibatkan orang-orang lain untuk melakukan hal-hal
yang tepat7.
3.2 Academic-driven quality (pengendalian kualitas akademik)
Kualitas adalah hal yang penting bagi sebuah perguruan tinggi untuk dilirik oleh mahasiswa,
dosen dan karyawan yang memiliki kualitas terbaik untuk berkontribusi. Dalam transformasi budaya
menulis hasil penulisan dari dosen, mahasiswa dan karyawan harus memiliki kualitas unggul yakni
memiliki nilai lebih dari perguruan tinggi lainnya. Untuk mendapatkan kualitas akademik dalam bidang
menulis dibutuhkan kontribusi tentang menetapkan standar mutu, proses pengendalian, umpan balik
sebagai bentuk evaluasi. Menetapkan standar mutu memberikan jaminan kualitas secara keseluruhan
aspek-aspek pengelolaan perguruan tinggi.
3.3 Innovation focus (memfokuskan pada inovasi/penemuan baru)
Memfokuskan pikiran pada upaya menjadi budaya menulis terdepan dengan dimensi baru dan
berkemampuan tinggi, dan membuat agar melakukan inovasi dijadikan sebagai bagian dari budaya dan
falsafah organisasi. Inovasi lahir dari sebuah ruang kebebasan dan dukungan untuk menciptakan hal-hal
baru, penemuan baru yang didukung dari visi kepemimpinan perguruan tinggi. Inovasi memberikan
sesuatu hal yang baru dalam proses transformasi. Inovasi mampu melahirkan standar baru yang
membedakan dengan standar lama sebelum transforamasi budaya dilakukan. Dalam bidang dunia
penulisan lahir inovasi tentang melahirkan karya, model atau penemuan baru dalam bidang akademik
yang menjadi trend setter terbaru. Perguruan tinggi Jepang menjadikan inovasi sebagai trend setter
untuk melahirkan ilmuan baru yang ditupang oleh budaya menulis yang inovatif dan sistematis.
3.4 Organizational and personal learning (belajar secara organisasi dan perorangan)
7James o’toole, Leadership A to Z a guide for the appropriately ambitious panduan berambisi secara positif, alih bahasa neneng natalina. Editor nurcahyo mahanani, Jakarta erlangga 2003 hal. 10
Pelaku dari perguruan Tinggi harus selalu belajar secara terus menerus mengenai segala hal
yang berkaitan dengan proses belajar mengajar, serta menanamkan semangat belajar orang perorang
sebagai investasi. Pembelajaran organisasi didukung oleh pembelajaran secara individu. Pembelajaran
secara individu didukung dengan ketersediaan ruang untuk berkerjasama sekaligus berkompetisi dalam
organisasi perguruan tinggi. Dalam budaya menulis tercipta kerjasama sekaligus kompetisi bagi dosen,
karyawan dan mahasiswa untuk terus belajar, melakukan riset yang menghasilkan karya-karya tulisan
aplikasi bagi stakeholder perguruan tinggi.
3.5 Valuing people and partners (menghargai anggota dan rekan dari lembaga)
Perguruan tinggi memiliki komitmen untuk selalu memberikan kepuasan kepada dosen,
karyawan dan mahasiswa dalam mengembangkan dan memaksimalkan kemampuan budaya menulis.
Selain memperhatikan kualitas tulisan, namun juga sistem kesejahteraan atas hasil tulisan dari dosen,
mahasiswa dan karyawan. Sistem penghargaan meliputi faktor instrinsik dan ekstrinsik bagi budaya
menulis. Budaya saling menghargai menciptakan kenyamanan bagi anggota untuk melahirkan karya
tulisan. Terjadi sebuah daya dorong secara ekstrinsik berupa penghargaan yang tersistem dan
terstruktur dari pihak pimpinan.
3.6 Agility (Ketangkasan)
Menciptakan ketangkasan dalam transformasi budaya menulis dalam budaya akademik
membutuhkan ketangkasan dari dosen, karyawan dan mahasiswa. Ketangkasan ini berupa kemampuan
untuk menghasilkan karya tulisan. Ketangkasan ini tercipta dari pelatihan terstruktur, sistem
penghargaan yang mendukung. Ketangkasan dari pelaku budaya akdemik mampu dan terampil dalam
merespon segala hal yang harus dipenuhi maupun merespon tuntunan perubahan.
3.7 Knowledge-driven system (pengetahuan untuk mengendalikan sistem)
Perguruan tinggi harus mampu menggunakan secara efektif dan maksimal data, informasi dan
pengetahuan dosen, karyawan dan mahasiswa untuk menguatkan budaya menulis untuk menunjang
budaya akademik unggul. Perguruan tinggi sebagai institusi berbasis pengetahuan. Bergerak atas ilmu
pengetahuan yang dapat menghasilkan karya tulisan terbaik. Memiliki manfaat dalam proses belajar
mengajar di perguruan tinggi. Pengetahuan menjadi penggerak utama dari dosen, karyawan dan
mahasiswa yang ditupang sistem penghargaan. Ketika pengetahuan tidak menjadi penggerak untuk
melakukan transformasi akan tercipta konflik yang pada akhirnya merusak proses transformasi budaya
menulis.
3.8 Society responsibility (Tanggung Jawab terhadap masyarakat sekitar)
Menciptakan hubungan baik dengan masyarakat sekitar kampus dengan menghasilkan karya
yang bisa membantu memperbaiki kualitas masyarakat. Dalam melakukan transformasi budaya
perguruan tinggi ikut menyertakan masyarakat sebagai laboratorium perubahan. Masyarakat sebagai
wadah mewujudkan kebermanfaatan dari hasil budaya kampus. Kampus tidak menjadi menara gading
melahirkan praktisi yang tidak bisa bermanfaat bagi masyarakat. Melakukan perubahan budaya dalam
bidang akademik berakar dari kebutuhan masyarakat dengan program pengabdian masyarakat yang
termasuk dalam tridarma perguruan tinggi.
3.9 Result orientation (berorientasi pada hasil)
Memfokuskan pada hasil tulisan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dan
memonitor proses penciptaan tulisan. Melakukan perubahan budaya menulis menekan pada hasil yang
dapat dicapai berupa output tulisan. Bentuk output tersebut adalah buku, jurnal, esai hasil dari kajian
tersistem dan terstruktur. Sedangkan dalam bentuk lain munculnya hasil riset yang mampu disebar
lewat berbagai media online dan offline.
Orientasi pada hasil dengan komitmen pimpinan perguruan tinggi menghadirkan gerakan
bersama dari dosen dengan menghasilkan tulisan jurnal yang mampu menembus jurnal internasional.
Tulisan mahasiswa yang mampu berprestasi pada pekan ilmiah mahasiswa yang rutin dilakukan setiap
tahun. Berorientasi pada hasil menumbuhkan kompetisi sehat dan banyak metode untuk mencapai hal
hasil yang diinginkan.
3.10 System perspective (perspektif sistem)
Yaitu menyetarakan antara budaya menulis dan struktur dengan tujuan perguruan tinggi yang
dibantu oleh keputusan dan kebijakan dari tingkat pimpinan perguruan tinggi. Dalam upaya untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan menjaga kualitas budaya menulis dalam budaya akademik,
ke depan menetapkan ‘standar mutu’ untuk mengukur kualitas dari budaya menulis dalam budaya
akademik. Pencapaian peningkatan mutu dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang saling
berhubungan mulai dari perencanaan/disain sampai pada pemeliharaan budaya menulis yang telah
dicanangkan. Pencapaian mutu tulisan yang diinginkan ini memerlukan kesepakatan dan partisipasi
seluruh anggota kampus, yang dimulai dari pimpinan, karyawan, dosen dan mahasiswa. Tanggung jawab
manajemen mutu ada pada pimpinan puncak suatu perguruan tinggi.
Terciptanya tulisan berkualitas dari dosen, karyawan dan mahasiswa adalah indikator suksesnya
secara sistem dalam transformasi budaya organisasi.
4. Kesimpulan dan Rekomendasi
Proses transformasi budaya menulis dalam budaya akademik melahirkan banyak
manfaat bagi dosen, karyawan dan mahasiswa serta masyarakat. Namun disatu sisi juga
memiliki hambatan dan kendala untuk mewujudkan transformasi budaya menulis. Proses
transforamasi bukan sebuah proses dalam waktu cepat, namun membutuhkan proses yang
panjang dan berkelanjutan. Komitmen dari pihak pimpinan perguruan tinggi adalah kunci
utama melakukan transformasi budaya menulis untuk menciptakan perguruan tinggi unggul
dan berprestasi. Sebagai wujud dari proses transformasi yang didukung oleh pemimpin dapat
dilaksanakan beberapa kegiatan bernama “Penghargaan Akademik” dengan ketentuan:
1. Mengakomodir seluruh civitas akademika, dosen, mahasiswa, karyawan
2. Kegiatan tahunan yang disandingkan dengan kegiatan wisuda setiap tahun.
3. Mempersiapkan infrastruktur secara manajemen dan juga sumberdaya manusia
yang dapat inklut dalam satu divisi atau masuk dalam divisi SDM.
4. Pelatihan dan media publikasi bagi civitas akademika.
Daftar Pustaka
O’toole, James. 2003. Leadership A To Z A Guide For The Appropriately Ambitious: panduan berambisi
secara positif, alih bahasa Neneng Natalina. Editor Nurcahyo Mahanani, Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Covey, Stephen R. 2008. The 8th Habit, Melampaui Efektivitas Menggapai Keagungan, Jakarta: Penerbit
Gramedia Pustaka Utama.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Belajar Mahasiswa
Brown, Andrew. 1998. Organizational Culture, Jakarta: Penerbit Pearson Education Limited.
Notowidagdo, Rohiman. 1997. Ilmu budaya dasar berdasarkan Alquran dan hadits. Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada.
Nasution, Amrinsyah. 2009. http://akatelsp.ac.id/2009/01/09/akatel/rendah-budaya-menulis-dosen-indonesia/diakses pada 6/5/2011
Kurniawan, Khairudin.2010. Membangun budaya akademik perguruan tinggi, makalah tidak dipublikasikan.
Atmoko, Tjipto. 2005. Makalah disampaikan pada Disampaikan pada acara ‘studium general’ mahasiswa baruProgram Ekstensi FISIP UNPAD