439

EPrintseprints.unpam.ac.id/3024/1/buku_zam-zam.pdf · TRANSFORMASI IDEOLOGI DAN BAHASA : Studi Kompetensi dan Perfo rmansi Sayyid Qutb Penulis : Zamzam Nurhuda Editor : Zahrul Athriah

  • Upload
    others

  • View
    19

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • TRANSFORMASI IDEOLOGI DAN BAHASA

    (Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb)

    Zamzam Nurhuda

  • TRANSFORMASI IDEOLOGI DAN BAHASA : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb Penulis : Zamzam Nurhuda Editor : Zahrul Athriah Desain Sampul : Numay Layout : Imam Zafu

    ISBN: 978-602-6902-83-2

    Penerbit Cinta Buku Media

    Redaksi: Alamat : Jl. Musyawarah, Komplek Pratama A1 No.8 Kp. Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan Hotline CBMedia 0858 1413 1928 e_mail: [email protected] Cetakan: Ke-1 Maret 2017 All rights reserverd Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit.

  • iii

    Kata Pengantar

    Penulis mengucapkan rasa syukur yang sebesar-besarnya

    kepada Allah SWT yang telah memberikan jalan atas penulisan

    disertasi ini. Dengan Rahmat dan Inayah-Nya lah disertasi ini dapat

    diselesaikan. Juga kepada Nabi Muhammad SAW yang telah

    membawa penerangan bagi umat, sehingga Islam telah sampai

    kepada umat sebagai pembawa kabar gembira.

    Penulis juga menyampaikan banyak rasa terimaksih kepada

    segenap pimpinan dan civitas Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta:

    Prof. Dr. Dede Rosyada, MA (Rektor); Prof. Dr. Masykuri Abdullah

    (Direktur); Prof. Dr. Didin Saefudin, MA (Ketua Program Doktor);

    dan Dr. JM Muslimin, MA (Ketua Program Magister); yang telah

    memberikan banyak bimbingan kepada penulis baik secara kognitif,

    afektif dan psikomotorik dalam dunia akademik.

    Penulis juga sampaikan terimakasih kepada dosen-dosen

    Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Prof. Dr.

    AzyumardiAzra, MA; Prof. Dr. Suwito, MA; Prof. Dr. Ahmad Thib

    Raya MA; Prof. Dr. Syukron Kamil, MA; Dr. Yusuf Rahman, MA;

    Prof. Dr. Abudinata, MA; Prof. Dr. Yunan Yusuf, MA; Prof. Dr.

    Abudinn Nata, MA; Dr. Fuad Jabali, MA; Dr. Muhbib Abdul

    Wahab, MA; Dr. Ahmad Dardiri, MA; Prof, Dr. Bambang Pranowo,

    MA; Prof. Dr. Yunasril Ali, MA serta segenap dosen SPs UIN

    Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, sehingga

    penulis mendapatkan banyak menerima keilmuan tertentu, baik dalam matakuliah maupun dalam penulisan makalah-makalah

    (Tugas Akhir Semester) dan penulisan disertasi ini. Khususnya

    kepada Prof. Dr. Suwito, MA dan Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA;

    selaku dosen pembimbing yang sangat membantu dan telah

    memberikan banyak saran, sehingga disertasi ini dapat diselesaikan.

    Rasa terimakasih juga penulis sampaikan kepada segenap karyawan

    SPs UIN Jakarta kang Arif Mahmudi, kang Adam Mahesa, bu Imah,

    Ba Fenny, kang Rofiq dan yang lainnya yang telah memberikan

    banyak bantuan selama penulis studi di SPs UIN Jakarta.

  • iv

    Penulis juga sampaikan rasa terimakasih yang sebesar-

    besarnya kepada keluarga: Bapak Aceng Sohih Bukhari dan Ibu Ade

    Mariah (Orang tua) yang telah memberikan banyak dukungan

    kepada penulis baik material maupun spiritual (Allahumagfirli >waliwa>liday>a warh}}amhuma> kama>rabaya>ni> s}aghi>ra), kepada Istri tercinta (Anggi Lestari, Amd. Keb) dan anak tercinta (Tsaqiefah

    Qiewamunnajah) yang senantiasa memberikan dukungan dan

    sebagai penyemangat penulis dalam menyelesaikan disertasi ini.

    Kepada teh Sofa Marwah dan Pak Gayadi, Teh Isnani Arafah dan A

    Agus (kakak-kakak) yang telah banyak memberikan motivasi

    kepada penulis.

    Kepada teman-teman satu perjuangan di Sekolah Pascasarjana

    (Dr. Adzan Noer Bakhri, MA.Ek; Dr. Arsyad Abrar, MA.Hum;

    Syamsul Arifin, M.Ag), teman-teman diskusi terkait penulisan

    ilmiah (Ridwan Effendi, M.Ag; Nur Hamim, M.Ag), rekan-rekan

    kerja (Muhammad Wildan, M.A; Djasminar Anwar, BA., Pg., Dipl,

    MA), Misbach Priagung Nur salim, M.Pd; Tri Pujiati, M.M.,

    M.Hum; Suyatno, M.Pd; Rai Bagus Triyadi, M.Pd; Rerin Maulida,

    M.Pd dan rekan-rekan kerja yang lainnya yang tidak bisa disebutkan

    satu persatu) dan semua orang yang turut memberikan banyak

    pembelajaran hidup bagi penulis.

    Semoga disertasi ini banyak memberikan manfaat baik secara

    teoretis maupun secara praktis baik bagi kalangan akademisi dan

    masyarakat pada umumnya. Penulis menyadari bahwa tulisan ini

    begitu banyak kekurangan “yang salah datang dari penulis, dan yang

    benar datang dari Allah SWT”. Waalla>h a‘lam bi al-s}awa>b. Wa al-‘afwminkum.

    Ciputat, 17 Desember 2016

    Penulis,

    Zamzam Nurhuda

  • v

    Abstrak

    Kesimpulan disertasi ini menunjukkan bahwa semakin kuat

    kompetensi ideologi seseorang, akan semakin berpengaruh terhadap

    aktualisasi performansi bahasanya. Kesimpulan ini berbeda dengan

    Eric Lennerberg (1969) yang menyatakan bahwa manusia menerima

    warisan biologi asli berupa kemampuan berkomunikasi dengan

    menggunakan bahasa yang khusus untuk manusia dan tidak ada

    hubungannya dengan kecerdasan dan pemikiran. Juga didukung oleh

    Leonard Bloomfield (1983) dalam aliran behaviorisme (al-Madhhab al-Sulu>ki>). Aliran ini menyatakan bahwa bahasa merupakan suatu kebiasaan (habit) yang bersifat alamiah. Fenomena alamlah yang

    berpengaruh terhadap perkembangan bahasa seseorang. Aliran ini

    menolak bentuk pengetahuan atau proses mental dalam bahasa

    manusia.

    Kesimpulan ini mempertegas pendapat Noam Chomsky

    (2002) yang terkenal dengan teori transformasi generatifnya, yang

    menyatakan bahwa bahasa terdiri dari kompetensi dan performansi.

    Kompetensi merupakan deep structure (bahasa yang masih berada dalam ide atau pikiran), sedangkan performansi merupakan surface structure (bahasa yang bersifat aplikasi). Dalam proses generatif ini sebenarnya semantik menciptakan sintaksis-sintaksis yang

    berbentuk bunyi. Juga didukung oleh konsep Chomsky dalam aliran

    mentalisme (al-Madhhab al-‘Aqla>ni)>. Aliran ini menyatakan adanya bentuk pengetahuan atau proses mental dalam bahasa manusia.

    Selanjutnya juga didukung oleh Andreu Bauzà Sastre (2000), J.

    Trevor Morley (2004), Paul Kroskrity (2006), Ruth Wodak (2007),

    A Jacqueline H. E. Messing (2009), yang menyatakan terkait

    pentingnya mengenal bahasa dalam dimensi ideologis yang

    bertujuan untuk kegiatan pembaharuan dan pengambangan bahasa.

    Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode padan intralingual dan padan ekstralingual.

    Penelitin ini menggunakan pendekatan psikologi dan linguistik.

    Pendekatan psikologi dalam linguistik merupakan bahasa yang

    bersifat internal atau bahasa yang berhubungan dengan ide atau

  • vi

    daerah abstrak (bahasa dalam atau bahasa yang tidak diucapkan

    hanya dipikirkan saja), daerah abstrak tersebut (ide) menjadi sumber

    di mana bahasa itu dapat berwujud dalam bentuk bunyi (fonologi)

    dan nyata dalam fenomena kehidupan masyarakat dan budaya.

    Selanjutnya, pendekatan linguistik mengkaji bentuk-bentuk atau

    struktur-struktur bahasa itu sendiri, sehingga muncul klasifikasi

    fonologi, sintaksis, dan semantik.

    Sumber primer dalam disertasi ini adalah data kebahasaan

    yang bersumber dari karya-karya Sayyid Qutb, seperti Tafsi>r fi Z{ila>l al-Qur’a>n (1992), Ma‘a>lim fi> al-T{a>riq (1979), Ma‘rakatuna> Ma‘ al-Yahu>d (1993), Lima>dha>’ A’dumu>ni>? (1980) dan al-‘Ada>lah al-Ijtima>‘iy>ah fi> al-Isla>m (1995). Ada pun objek disertasi ini adalah fakta kebahasaan dalam tulisan-tulisan karya seorang Sayyid Qutb.

  • vii

    Pedoman Transliterasi

    Pedoman transliterasi Arab - Latin yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah ALA–LC ROMANIZATION TABLES yaitu

    sebagai berikut :

    T{ Vokal Pendek ط ’ ء Z{ — A ظ B ب U — ‘ ع T ت Gh — I غ Th ث F Vokal Panjang ف J ج ww (u> pada akhir kata — و Y ي {D ض

  • viii

    Cara penulisan nama orang, tempat, organisasi, dan judul buku

    berbahasa selain Arab ditulis sebagaimana adanya, misalnya:

    1. Ikhwanul Muslimin tidak ditulis Ikhwa>n al-Muslimi>n; Nahdatul Ulama tidak ditulis Nahd{a>h al-‘Ulama>’.

    2. Komarudin Hidayat tidak ditulis Qamar al-Di>n al-Hida>yah atau Muhammad Ainin tidak ditulis Muh}ammad ‘Aini>n.

    3. Judul buku Paradigma Dakwah Sayyid Quthub tidak ditulis Paradigma Da‘wah Sayyid Q}ut}b.

  • ix

    Daftar Isi

    Kata Pengantar ............................................................................. iii

    Abstrak ........................................................................................ v

    Transliterasi ................................................................................. vii

    Daftar Isi ...................................................................................... ix

    Daftar Gambar ............................................................................. xii

    Daftar Singkatan .......................................................................... xiv

    BAB I

    Pendahuluan ................................................................................. 1

    A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1 B. Identifikasi Masalah .......................................................... 16 C. Pembatasan Masalah ......................................................... 17

    D. Rumusan Masalah ............................................................. 17 E. Tujuan Penelitian .............................................................. 18 F. Manfaat Penelitian ............................................................ 18 G. Penelitian Terdahulu yang Relevan .................................. 19 H. Metodologi Penelitian ....................................................... 24 I. Sistematika Pembahasan ................................................... 26

    BAB II

    Ideologi Sebagai Kompetensi Bahasa dan Fonologi

    Sebagai Performansi Bahasa ....................................................... 31

    A. Ideologi sebagai Kompetensi Bahasa (Internal Speech) ... 35 B. Fonologi sebagai Performansi Bahasa (External Speech) . 52 C. Hubungan Internal Speech dan External Speech ............... 58 D. Transformasi Kompetensi (Internal Speech) Terhadap .....

    Performansi (External Speech) .......................................... 64 1. Strukturalisme (Ferdinand de Saussure) ............................ 68 2. Strukturalisme Amerika (Leonard Bloomfiled)................. 70 3. Transformalisme (Noam Chomsky) .................................. 72

  • x

    BAB III

    Sayyid Qutb, Kondisi Psikologi dan Kehidupan Sosial .............. 81

    A. Riwayat Hidup Sayyid Qutb .............................................. 81 B. Kondisi Psikologi dan Kehidupan Sosial Sayyid Qutb .... 86

    1. Masa Kecil ......................................................................... 87 2. Masa Remaja ..................................................................... 89 3. Masa Di Amerika ............................................................... 92 4. Masa Di Ikhwanul Muslimin ............................................. 94 5. Masa Di Penjara ................................................................. 96

    C. Karya-karya Sayyid Qutb ................................................. 97

    BAB IV

    Kompetensi Ideologi Seorang Sayyid Qutb ............................... 101

    A. Kompetensi Sebagai Komprehensi Bahasa Sayyid Qutb .. 104 B. Perkembangan Kompetensi Ideologi

    Seorang Sayyid Qutb ......................................................... 109

    1. Tokoh-tokoh yang Berpengaruh Terhadap Ideologi Sayyid Qutb ......................................................... 118

    2. Tokoh-tokoh yang Dipengaruhi Ideologi Sayyid Qutb .... 141 3. Lembaga yang Dipengaruhi Qurb ..................................... 155

    BAB V

    Performansi Bahasa Seorang Sayyid Qutb .................................. 173

    A. Performansi Sebagai Produksi Bahasa Sayyid Qutb ......... 179

    B. Performansi Bahasa Qutb, Kaitannya

    dengan Bentuk Lingual ...................................................... 184

    a. Performansi Sayyid Qutb dalam Bentuk Fonologi dan Morfologi ............................. 188

    b. Performansi Sayyid Qutb dalam Bentuk Frasa ................. 223 c. Performansi Sayyid Qutb dalam Bentuk Sintaksis ........... 254

    BAB VI

    Relevansi Kompetensi Ideologi dan Performansi

    Bahasa Sayyid Qutb ..................................................................... 273

    A. Kompetensi Ideologi Sebagai Internalisasi Bahasa Sayyid Qutb .......................................................... 273

    B. Internalisasi Bahasa Sayyid Qutb,

  • xi

    Kaitannya Pemerolehan Bahasa ........................................ 278

    1. Sulu>kiy>ah .......................................................................... 278 2. ‘Aqla>niy>ah ......................................................................... 280

    C. Performansi Bahasa Sebagai Eksternalisasi Bahasa Sayyid Qutb ........................................................... 288

    D. Eksternalisasi Bahasa Kaitannya dengan Semantik .......... 300 1. al-Jiha>d (H{arakah Difa>‘iy‘) ................. 305 2. Niz}a>mal-Isla>m (al-Niz}a>m al-Tasyri>’, Niza>m Fa>sid) ......... 314 3. al-Qiya>dah (Qiya>dah Syar‘iy>ah, Qiya>dah Ja>hiliy>ah) ........ 320 4. H{a>kimiy>ah (al-H{a>kimiy>ah al-‘Ulya>,

    al-H{a>kimiy>ah al-Basyar) ................................................... 324 5. al-Ja>hiliyah (al-Ja>hiliy>ah al-Hadi>thah,

    al-Ja>hiliy>ah al-U’) ........................................................... 329 6. al-Da‘wah (Amr bi al-Ma‘ru>f, Nahyi> ‘an al-Munkar) ....... 358 7. al-Ma’rakah (al-H{arb, al-Qita>l, al-Ma‘rakah) .................... 342 8. al-Mujtama‘ (al-Mujtama‘ al-Isla>m,

    al-Mujtama‘ al-Ja>hiliy>ah) .................................................. 347 9. al-H{izb (H{izb Alla>h, H{izb al-Syait}a>n) .............................. 352 10. al-Istisyhad Fi> Sabi>lilla>h) ............................ 357

    BAB VII

    Penutup .................................................................................... 369

    A. Kesimpulan ........................................................................ 369 B. Saran ................................................................................... 371

    Daftar Pustaka ............................................................................. 373

    Glosari ......................................................................................... 393

    Indeks .......................................................................................... 413

    Biodata Penulis............................................................................. 423

  • xii

    Daftar Gambar

    Gambar 1. Struktur Dalam dan Struktur Luar Bahasa ............... 12

    Gambar 2. Satuan Bahasa ........................................................... 46

    Gambar 3. Piramida Bahasa ........................................................ 53

    Gambar 4. Proses Komunikasi .................................................... 56

    Gambar 5. Dimensi Tas}wi>t dan Fikrah ....................................... 63 Gambar 6. Produksi Dan Resepsi ................................................ 64

    Gambar 7. Proses Kompetensi dan Performasni ......................... 107

    Gambar 8. Tipologi Kompetensi ................................................. 110

    Gambar 9. Perkembangan Kompetensi Qutb .............................. 169

    Gambar 10. Perbandingan Kompetensi dan Performansi ........... 175

    Gambar 11. Perubahan Bentuk Bahasa ........................................ 186

    Gambar 12. Internal Speech dan External Speech ...................... 190 Gambar 13. Proses Morfologis .................................................... 195

    Gambar 14. Performansi Bahasa dalam Bentuk Fonologi dan

    Morfologi Pada Ma’a>lim fi> al-T}ari>q ............................................ 198 Gambar 15. Performansi Bahasa dalam Bentuk Fonologi dan

    Morfologi Pada Ma‘rakatuna>’ Ma‘ al-Yahu>d ............................. 203 Gambar 16. Performansi Bahasa dalam Bentuk Fonologi dan

    Morfologi Pada al-‘Ada>lah al-Ijtima>‘iy>ah fi al-Isla>m .................. 208 Gambar 17. Performansi Bahasa dalam Bentuk Fonologi dan

    Morfologi Pada Lima>dha>’ A’dumu>ni> .......................................... 213 Gambar 18. Performansi Bahasa dalam Bentuk Fonologi dan

    Morfologi Pada Tafsi>r Fi> Z{ila>l al-Qu’ra>n .................................... 219 Gambar 19. Jenis-Jenis Frasa ...................................................... 224

    Gambar 20. Performansi Bahasa dalam Bentuk Frasa

    Pada karya Ma‘a>lim fi> al-T}ari>q ................................................... 226 Gambar 21. Performansi Bahasa dalam Bentuk Frasa Pada

    Ma‘rakatuna>’ Ma‘ al-Yahu>d ....................................................... 233 Gambar 22. Performansi Bahasa Bentuk Frasa

    dalam Lima>dha>’ A‘dumu>ni>. ......................................................... 239 Gambar 23. Performansi Bahasa Bentuk Frasa

    dalam karya al-‘Ada>lah al-Ijtima>‘iy>ah ........................................ 244 Gambar 24. Performansi Bahasa Bentuk Frasa

  • xiii

    dalam karya Tafsi>r fi> Z{ila>l al-Qur’a>n .......................................... 250 Gambar 25. Performansi Bahasa Bentuk Sintaksis pada karya

    Ma‘a>lim fi> al-T{ari>q ...................................................................... 257 Gambar 26. Performansi Bahasa Bentuk Frasa

    dalam Ma’rakatuna>’ Ma‘ al-Yahu>d ............................................ 259 Gambar 27. Performansi Bahasa Bentuk Sintaksis dalam karya

    Lima>dha>’ A‘dumu>ni> ..................................................................... 262 Gambar 28. Performansi Bahasa Bentuk Sintaksis

    dalam al-‘Ada>lah al-Ijtima>‘iy>ah .................................................. 265 Gambar 29. Performansi Bahasa Bentuk Sintaksis

    dalam Tafsi>r fi> Z{ila>l al-Qur’a>n ..................................................... 268 Gambar 30. Sulu>ki> dan ‘Aqla>ni> .................................................... 286 Gambar 31. Hubungan Antara Konsep, Lambang dan Acuan .... 301

    Gambar 32. Proses Performansi Bahasa ...................................... 302

    Gambar 33. Hubunagn Antara Makna, Bentuk dan Referen ....... 303

    Gambar 34. Pembagian Makna ................................................... 304

    Gambar 35. Performansi Bahasa Qutb ......................................... 364

  • xiv

    Daftar Singkatan

    AS : Amerika Serikat

    B1 : Bahasa Ibu

    B2 : Bahasa Kedua

    CC : Cognitive Competence

    CDA : Critical Discourse Analyis

    CS : Concept Sounding Age

    DDII : Dewan Dakwah Islam Indonesia

    FAdj : Frasa Adjektival

    Fadv : Frasa Adverbial

    FC : Functional Competence

    FN : Frasa Numerial

    FNV : Frasa non Verbal

    FP : Frasa Preposisional

    FV : Frasa Nominal

    FV : Frasa Verbal

    GDK : Gerakan Dakwan Kampus

    HMI : Himpunan Mahasiswa Islam

    HT : Hijb al-Tah}ri>r

    IM : Ikhwanul Muslimin

    IRJAH : International Research Journal Of Arts And Humanities

    LA : Los Angeles

    MC : Meta Cognitive

    PERSIS : Persatuan Islam

    PF :Penanda Frasa

    PICA :Publication in Contemporary Affairs

    PKS : Partai Keadilan Sejahtera

    SC :Social Competence

    SR : Stimulus Respon

    USA : United State America

    WTC : Word Trade Center

  • BAB I

    Pendahuluan

    A. Latar Belakang Masalah

    Salah satu fungsi bahasa yang sudah banyak dikenal orang

    adalah sebagai alat untuk mengkomunikasikan suatu ide atau

    gagasan kepada orang lain. Setiap ide atau gagasan seseorang tidak

    akan bisa diketahui oleh orang lain bila tidak dikomunikasikan

    dalam bentuk bahasa.1 Bahasa merupakan bentuk kongkrit dari

    sebuah ide yang bersifat abstrak. Tidak heran sekarang ini banyak

    yang mengkaji secara mendalam kaitan antara bahasa dengan

    pikiran, sehingga muncul suatu disiplin ilmu baru dari dua disiplin

    ilmu yang saling berintegrasi, yaitu antara ilmu psikologi dan ilmu

    bahasa (linguistik). Sekarang integrasi keilmuan tersebut lebih

    dikenal dengan istilah psikolinguistik. 2

    Menurut seorang linguis dunia Ferdinand de Saussure,

    hubungan bahasa dengan penutur tidak lepas dari seorang yang

    berbicara dengan perkataan yang dipergunakan masing-masing

    bahasa. Hal tersebut juga berhubungan dengan bahasa yang bersifat

    alamiah. Menurutnya, kata-kata yang dipergunakan itu terdiri dari

    dua sisi yang saling berkaitan, yaitu ide dan maksud yang ada dalam

    1 Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa Mengungkap Hakikat Bahasa,

    Makna, dan Tanda (Bandung: PT Remaja Rosyda Karya, 2009), 30.

    2 Saat ini, ada tiga konteks keilmuan populer yang berafiliasi dengan

    lingusitik, yaitu antropolinguistik, sosiolinguistik, dan psikolinguistik.

    Antropoinguistik membahas hubungan bahasa dengan kebudayaan, sedangkan

    sosiolinguistik menghubungkan bahasa dengan masyarakat, dan psikolinguistik

    menghubungkan bahasa dengan kondisi kognitif internal seseorang.

  • 2 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb

    ide tersebut yang diaplikasikan melalui bahasa.3 Sementara itu,

    menurut ‘Abd S{abu>r Sya>hin perkembangan pikiran manusia

    berhubungan dengan perkembangan bahasanya. Sebab, pikiran

    diibaratkan sebagai memori dan bahasa lah yang mengatur masuk

    dan keluarnya data dalam memori tersebut. Manusia tidak akan

    mampu berpikir dan mencurahkan apa yang dipikirkannya tanpa

    melalui fenomena bahasa.4

    Apa yang dijelaskan di atas, sangatlah relevan dengan ‘Abdul

    Maji>d Sayyid Ah}mad Mans}ur dalam ‘Ilm al-Lughah al-Nafsi>.

    Menurutnya, sudah menjadi hal yang musbit bahwa perkembangan

    bahasa seseorang berkaitan dengan perkembangan akal atau ide

    seseorang. Eksistensi bahasa juga berkaitan dengan berpikir. Bahasa

    merupakan alat untuk mencurahkan atau mengekspresikan perasaan

    seseorang kepada orang lain. Bahasa lah yang mempermudah dan

    membantu kinerja akal.5

    Pengetahuan adalah kunci untuk

    revitalisasi bahasa. Antara bahasa dengan akal merupakan satu

    kesatuan yang saling bersinergi dan tidak dapat terpisahkan.6

    Franz Magnis Suseno memperkuat hubungan bahasa dengan

    pikiran. Menurutnya, kerancuan dalam berbahasa Indonesia di

    kalangan para pejabat akibat dari malas berfikir.7

    Pernyataan

    tersebut juga selaras dengan Dardowidjodjo, menurutnya

    amburadulnya berbahasa sebagai cerminan pola pikir yang

    3H{as{a>d al-Qarni, al-Munjiza>t al-‘Alamiy>ah wa al-Insa>niy>ah fi> al-Qarn al-

    ‘Isyri>n: al-Adab wa al-Naqd wa al-Funu>n (AIRP: 2008), 120.

    4 ‘Abd S{abu>r Sya>hin, Fi ‘Ilm al-Lughah al-‘Alah, 1984), 94.

    5‘Abdul Maji>d Sayyid Ah}mad Mansu>r, ‘Ilm al-Lughah al-Nafsi> (Riya>dh: Ja>mi‘ah Mulu>k Su‘u>di>, 1982), 102.

    6A Jacqueline H. E. Messing, “Ambivalence and Ideology Among Mexicano

    Youth in Tlaxcala Mexico”, University of South Florida: Journal of Language, Identity & Education, Taylor and France Group (2009): 361.

    7 A. Chaedar Alwasilah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosyda Karya, 2008), 178.

  • Pendahuluan 3

    amburadul. Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa logika atau nalar

    tidak ada dalam bahasa, logika terketak pada pemakai bahasa.8

    Yang menurut aliran strukturalisme, logika merupakan bahasa yang

    termasuk dalam wilayah bahasa dalam (internal speech).9

    Menurut Vygotsky, antara internal speech dan external

    speech terjadi adanya internalisasi bahasa didasarkan pada adanya

    tiga bentuk yang berbeda dari kegiatan berbahasa, yaitu external

    speech (bahasa sosial) bahasa egosentris (bahasa pribadi) dan

    internal speech (bahasa logika). Vygotsky melihat tiga bentuk

    bahasa tersebut sebagai struktur yang berbeda. Bahasa eksternal

    menjadi faktor linguistik utama dalam komunikasi. Vygotsky

    melihat bahasa egosentris sebagai penghubung antara bahasa

    eksternal dengan bahasa internal secara matang. Bahasa sosial

    adalah bahasa yang disuarakan dan diintelektualitaskan dari bahasa

    logika menuju bahasa sosial.10

    Berdasarkan konsep bahasa logika, Russel menjelaskan

    kesepadanan antara dunia bahasa dan dunia realitas, atau antara

    8 A. Chaedar Alwasilah, Filsafat Bahasa Dan Pendidikan, 178. Banyak

    pertanyaan muncul tentunya bila kita berbicara tentang bahasa dan pikiran.

    Berpotensi banyak pertanyaan tentunya, di antaranya: Apakah kita memakai

    pikiran saat kita berbahasa? Dapatkah kita berbahasa tanpa pikiran; atau

    sebaliknya, dapatkah kita berpikir tanpa bahasa? Apakah bahasa mempengaruhi

    cara kita berpikir? Ataukah cara kita berpikir menentukan bahasa? Lihat Soenjono

    Dardjowodjodjo, Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia ( Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), 282.

    9Inner speech adalah fungsi bahasa yang sepenuhnya unik, independen, khas, dan benar-benar berbeda dari bahasa eksternal. Inner speech adalah pesawat internal pemikiran yang bersifat verbal dan menengahi hubungan secara dinamis

    antara pikiran dan kata. Sedangkan bahasa eksternal adalah proses yang

    melibatkan transformasi pemikiran ke dalam kata, yang melibatkan materialisasi

    dan objektivitas pemikiran. Lihat Lev Semenovich Vygotskiĭ, The Essential Vygotsky (Springer, 2004), 104.

    10Peter E. Jones, “From ‘External Speech’ To ‘Inner Speech’ In Vygotsky: A Critical Appraisal And Fresh Perspectives, Language & Communication” Communication Studies, Sheffield Hallam University, City Campus, United Kingdom (2009): 169.

  • 4 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb

    struktur bahasa dan struktur masyarakat. Seluruh pengetahuan akan

    dapat dimengerti apabila diungkapkan dalam bentuk bahasa logika.

    Oleh karena itu, analisis yang benar, yakni analisis yang didasarkan

    pada bahasa logika akan menghasilkan pengetahuan yang benar

    tentang realitas dan hakikat sesuatu di dunia.11

    Inilah yang menurut

    penulis konsep logika atau pikiran sering disebut juga dengan ide.

    Oleh karena itu, ketika seseorang atau suatu kelompok tertentu

    mengekspersikan idenya dengan gaya bahasa yang bersifat

    tendensius, maka sering disebut dengan bahasa ideologi.12

    Ideologi dalam bahasa merupakan ide tentang bahasa dalam

    suatu lingkungan sosial.13

    Interpretasi ideologi terhadap bahasa

    merupakan salah satu hal ambigu yang signifikan dalam literatur

    humaniora. Mitchell, membahas ambiguitas ini dalam istilah berikut

    “pandangan yang masih bersifat ortodoks adalah yang berpandangan

    bahwa ideologi merupakan kesadaran palsu, ideologi merupakan

    sistem representasi simbolis yang mencerminkan situasi sejarah

    dominasi kelas tertentu, yang berfungsi untuk menyembunyikan

    karakter historis dan variasi kelas yang bersistem, masih bersifat

    abstrak dan universal”.14

    Makna lain dari ideologi adalah simbol identitas yang

    terstruktur dengan nilai-nilai dan kepentingan yang

    menginformasikan setiap representasi yang bersumber dari realitas.

    11A. Chaedar Alwasilah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan, 52.

    12Silverstein dalam Mihyon Jeon, mendefinisikan bahwa “ideologi bahasa”

    sebagai set keyakinan tentang bahasa yang diartikulasikan oleh pengguna sebagai

    rasionalisasi atau pembenaran struktur yang dirasakan dalam penggunaan

    klasifikasi pemikiran seseorang yang diinterpretasikan melalui bahasa. Lihat

    Mihyon Jeon, “Korean Heritage Language Maintenance and Language Ideology,” York University: Heritage Language Journal 6, No. 2 (2008): 55.

    13John B. Haviland, “Ideologis of language: Some Reflections on Language

    and US Law,” American Antropologist Journal 105, No. 4 (2003):764.

    14 Renâe Dirven, Language and Ideology (Amsterdam: John Benjamins Publishing, 2001), 27.

  • Pendahuluan 5

    Dengan makna tersebut timbul pertanyaan “apakah representasi ini

    benar adanya dalam realitas?” Dalam formulasi ini, tidak ada hal

    yang dapat merepresentasikan posisi di luar ideologi, bahkan yang

    paling kritis adalah ideologi harus diakui sebagai salah satu

    pemahaman yang menempati beberapa posisi nilai dan kepentingan,

    sosialisme (misalnya) adalah merupakan salah satu representasi dari

    ideologi kapitalisme.15

    Ideologi berarti ilmu tentang ide, selaras dengan Drucker (The

    Political Uses of Ideology) dalam Renâe Dirven, Dia menyebut

    “koreksi ide tentang masyarakat”. Asal-muasalnya, Larrain

    mengatakan, “ideologi merupakan suatu istilah yang memiliki

    konotasi positif,” yaitu sebagai ilmu yang ketat dari ide-ide yang

    terdapat dalam kepala manusia "ideologi dapat berfungsi sebagai

    dasar baru untuk pendidikan politik", Napoleon lah yang

    menggunakan konsep ideologi sebagai alat melawan temannya

    tersebut, dengan demikian ideologi memberikan konotasi negatif.

    Karl Marx menangkap ideologi lebih jauh memberikan karakter

    negatif dan kritis.16

    Namun, penelitian ini bukan merupakan

    pembahasan yang mengkaji ideologi dari perspektif positif atau

    negatifnya, melainkan penelitian ini bersifat mengafiliasikan kaitan

    antara ideologi dengan bahasa.

    Thompson adalah salah satu tokoh linguistik yang mengkaji

    secara mendalam kaitan antara ideologi dengan bahasa. Thompson

    melihat bahwa ideologi berhubungan dengan bahasa. Selama ini,

    ketika berbicara tentang ideologi maka kita membayangkan seperti

    mega di langit ketika musim panas, dan kilauan cahaya dan petir di

    saat hujan. Namun dengan adanya bahasa, maka ideologi bisa masuk

    dalam dunia sosial sebagai ucapan, ekspresi dan kata-kata yang

    mengesankan. Di sini, bahasa bukan sekedar struktur yang bisa

    15Renâe Dirven, Language and Ideology , 27.

    16N.D. Arora, Political Science for Civil Services Main Examination (Tata McGraw-Hill Education), 296.

  • 6 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb

    dipergunakan sebagai alat komunikasi dan pertunjukkan, tetapi

    tepatnya sebagai fenomena sejarah sosial yang melibatkan konflik

    manusia.17

    Semenjak itu, ideologi masuk dalam diskursus yang

    mengandung simbol dan mitos, serta termanifestasikan dalam

    bentuk bahasa. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa untuk

    menerjemahkan sesuatu hal yang bersifat abstrak, diperlukan

    standar terhadap makna yang hadir dalam tanda tersebut. Maka,

    bahasa lah yang dapat diartikan sebagai tanda yang memiliki

    standar yang fleksibel dan dapat membuka peluang yang cukup luas

    untuk diinterpretasikan.18

    Ideologi ketika masih dirumuskan dalam tataran ide dalam

    bentuk tujuan, maka belum ada problem empirik. Namun ketika

    dirumuskan dalam bentuk bahasa yang tujuan akhirnya adalah untuk

    mencapai tujuan yang diinginkan dalam kerangka praktis yang

    berbenturan dengan bahasa ideologi lain, maka akan memunculkan

    konflik berupa pertarungan antar ideologi. Ketika Thompson

    melihat bahwa ideologi sebagai pelembagaan dari sesuatu yang riil,

    maka ideologi bukan lagi sebagai bayangan tertentu dari dunia

    sosial, tetapi dia menjadi bagian dari dunia itu sendiri. Hal inilah

    yang dieksplorasi oleh Thompson lewat tulisan Cornelius

    Castoriadis dan Claude Lefort. Untuk mempelajari ideologi, John B.

    Thompson, mempelajari cara-cara di mana arti (atau signifikansi)

    berfungsi untuk mempertahankan hubungan dominasi.19

    Ideologi bila dihubungkan dengan linguistik, dibahas dalam

    psikolinguistik. Dalam ilmu psikolinguistik dibahas hubungan

    antara struktur dalam dan struktur luar bahasa. Dalam disiplin inilah

    bagaimana bahasa bisa dipelajari dari suatu yang bersifat abstrak,

    17 Ideologi Sosial, Artikel Diakses Pada Tanggal 05 April 2013 dari

    http://viagra-bahagia.blogspot.com/2009/10/ideologi-sosial.html

    18 Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi (Yayasan Obor Indonesia, 2008), 103.

    19Terry Eagleton, Ideology: An Introduction (Verso London, 1991), 51-52.

  • Pendahuluan 7

    sehingga menjadi sesuatu yang kongkrit. Disambungkan dengan

    ideologi, tentunya sangat berafiliasi. Sebuah ide, tidak akan bisa

    dipahami tanpa melalui proses berbahasa. Bahasa merupakan jalur

    utama sebuah ide bisa ditransformasikan terhadap fenomena

    kehidupan, sehingga ada saling ketergantungan antara bahasa dan

    pikiran dalam perkembangan berbahasa.20

    Ide setiap orang tentunya berbeda-beda, perbedaan tersebut

    tentunya tidak akan diketahui jika tidak direpresentasikan dalam

    bentuk yang kongkrit. Keadaan tersebut menyebabkan tidak dapat

    diketahuinya masing-masing ide manusia yang biasanya terbagi

    kepada radikal, moderat dan fundamental. Atau klasifikasi cerdas,

    pintar, kurang pintar dan memiliki gangguan pada alat berfikir

    (otak) itu juga salah satunya diketahui oleh bahasa. Hal tersebut

    juga berkaitan dengan kepribadian setiap manusia atau kelompok

    tertentu. Kepribadian bisa dilihat dari gerak badan dan tingkah laku.

    Sedangkan sebuah ide, tidak akan terdeteksi apa itu termasuk

    pemikiran yang radikal, moderat, atau fundamental, tanpa

    ditransformasikan dalam bentuk bahasa (linguistik).21

    20Carol A. Miller, “Developmental Relationships Between Language and

    Theory of Mind.” The Pennsylvania State University, University Park American Journal of Speech-Language Pathology 15 ( 2006): 151-152.

    21 Para filsuf kontemporer menghubungkan analisis pemikiran yang

    berfaedah bagi sebagian kata atau ungkapan-ungkapan dalam bentuk bahasa, di

    antaranya: Antara kedua hal tersebut dapat terdapat perbedaan pendapat anatara

    ahli bahasa dengan filsuf, menurut ahli bahasa antara kedua istilah tersebut jelas

    merupakan dua hal yang berbeda. Sedangkan menurut para filsuf masih

    mengusahakan dengan ijtihad. Kalau para ahli bahasa membedakan antara sebuah

    perilaku manusia dengan sifat, bahasa dan perbuatannya. Sedangkan para ahli filsuf

    berpendapat antara sebuah perilaku, sifat dan bahasanya merupakan suatu kesatuan

    yang tidak dapat dibedakan. Ahli filsuf wajib membedakan antara bentuk bahasa

    dengan bentuk pemikirannya, sebagaimana contoh terdapat dua jumlah kalimat

    yang sama tapi timbul dari dua pemikiran yang berbeda. Atau sebaliknya tertdapat

    dua kalimat yang berbeda yang dihasilkan dari dua pemikiran yang sama. Lihat

    Mah}mu>d Fahmi> Zaira>ni, Fi> Falsafah al-Lughah (Bairu>t: Da>r al-Nahd}ah al-‘Arabi>, 1985), 25-27.

  • 8 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb

    Dengan bahasa pula (salah satunya), seseorang atau suatu

    kelompok tertentu dapat dipahami tingkat bahasa yang masuk

    dalam keras, tegas dan tajam dapat dikategorikan berasal dari

    sebuah ide dari seseorang yang radikal. Sedangkan bahasa yang

    damai penuh dengan toleransi, berasal dari sebuah ide atau

    pemikiran yang moderat. Bahasa yang lemah lembut dan penuh

    dengan kasih sayang, dideskripsikan dari ide seseorang atau

    kelompok yang lemah lembut dan suka akan ketentraman.

    Allah SWT Berfirman dalam Q.S al-Rah}ma>n (1-4):

    نمَسانََُُخَلقَُ(2ُ)ُالمق رمَآنََُُعلَّمَُ(1ُ)ُالرَّْحمَنُ (4ُُ)ُالمبَ َيانََُُعلََّمهُ (3ُ)ُاْلمِ “(Tuhan) yang Maha pemurah Yang Telah mengajarkan Al Quran. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara”22

    Dalam tafsir Jalalain, frasa “pandai berbicara” adalah dapat

    berbicara.23

    Menurut penulis, ayat tersebut merupakan salah satu

    bukti yang membedakan manusia dengan mahluk lainnya adalah

    bahasa. Bahasa manusia adalah bahasa komunikasi karena manusia

    dapat berbicara satu sama lain, berbicara tentunya menggunakan

    akal sebagai mediasi yang turut menentukkan kualitas pembicaraan

    seseorang. Berbeda dengan hewan misalnya, yang memang ada

    beberapa hewan yang dapat menggunakan bahasa manusia. Tetapi,

    peristiwa tersebut tidak bisa masuk dalam kategori berbicara,

    karena hewan hanya menggunakan instingnya untuk mengikuti

    kata-kata yang diucapkan manusia. Bukan melalui mediasi akal

    yang memang mereka tidak miliki.

    Ideologi merupakan suatu pemahaman yang selalu menyertai

    manusia, tidak ada mahluk lainnya di dunia ini yang disertai dengan

    22QS. al-Rah}ma>n (55): 1- 4.

    23Jalaludin as-Syuyuthi dan Jalaludin Muhammad Ibn Ahmad Almahally,

    Tafsir Jalalain (Tasikmalaya: Persatuan Islam).

  • Pendahuluan 9

    kata “ideologi”. Hewan, tumbuhan, tidaklah disertai dengan istilah

    ideologi. Nampaknya jelas, bahwa istilah ideologi tumbuh dan

    berkembang dari sebuah ide, sedangkan ide tumbuh dari sebuah

    akal. Oleh karena itu, kata ideologi sebenarnya merupakan

    penjelmaan dari sebuah akal. Itulah yang membedakan manusia

    dengan mahluk lainnya yang berada di alam semesta ini.

    Sebagaimana dalam pepatah Arab: ُُالناطقُحيوانُاْلنسان

    “Manusia adalah mahluk yang berfikir”

    Itulah kenapa dalam ayat al-Qur’an Allah seringkali

    memerintahkan manusia untuk berfikir.24

    Fenomena tersebut

    bukanlah merupakan suatu hal yang tidak dapat dibuktikan

    kebenaranya. Banyak bukti-bukti yang real dan menunjukkan bahasa

    seseorang akan menunjukkan kepribadian idenya atau karakteristik

    pemikirannya.25

    Ketika manusia berbicara dengan bahasa yang

    24Lihat QS. al-Baqarah: 4 “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan)

    kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?, QS. al-Imra>n: 7 “Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal”, QS. al-Baqarah: 219 "Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah:"Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”, QS. al-‘Ara>f: 176 “Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir”, QS. al-Ra‘du: 4 “Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir” dan masih banyak lagi ayat-yata lainnya yang terdapat kaitannya antara manusia dengan akal atau pikiran.

    25Seperti yang terjadi pada zaman Seoharto. Orde baru menyadari benar

    peranan bahasa sebagai sarana politik yang sangat efektif untuk mendukung segala

    aktifitasnya. Sifat bahasa yang arbitrer dimanfaatkan secara penuh dengan

    memainkan makna-makna dari kata secara manasuka. Bahasa sebagai arena yang

    tidak memiliki sifat netral telah dijadikan alat untuk mendominasi wacana

    kekuasaan. Oleh karena itu, penciptaan makna dengan mengembangkan konotasi-

  • 10 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb

    mengevaluasi stigma kesepakatan dengan ideologi yang berasal dari

    bahasa standar, mereka sendiri menjadi terlibat dalam propagasi

    terhadap diri mereka, kepentingan dan identitas mereka. Ketika

    seorang individu tidak dapat menemukan penerimaan sosial untuk

    bahasanya di luar komunitas, dia mungkin datang untuk

    merendahkan bahasa sendiri, bahkan saat dia terus

    menggunakannya. Ideologi sebagai bahasa standar menyediakan

    jaringan argumentasi akal di mana pembicara dari bahasa non-

    mainstream dapat terjerat di setiap kesempatan.26

    Tingkat analisis itu penting, di antaranya untuk memahami

    bagaimana ideologi dijelaskan dalam berbagai model yang pada

    dasarnya berpandangan bahwa teks, terutama tercermin melalui

    bahasa, bukanlah suatu hal yang bersifat netral, tetapi mengandung

    misrepresentasi dalam ideologi tertentu. Roger Fowler dan kawan-

    kawan dalam Eriyanto, di antaranya berpandangan bahwa ideologi

    itu tercermin lewat pemakaian kata, kalimat, dan tata bahasa yang

    digunakan. Sebuah kata, kalimat atau tata bahasa tertentu dapat

    menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain yang secara

    langsung menggambarkan bagaimana pertarungan sosial di antara

    kelompok-kelompok yang terlibat dalam masyarakat. Di sini, bahasa

    yang digunakan dalam teks dianggap pencerminan langsung dari

    konotasi yang dibuat untuk mengukuhkan kekuasaanya merupakan suatu hal yang

    praktis. Namun, di sisi lain mahasiswa yang pada zaman orde baru memiliki

    kekuatan atas nama rakyat, juga mengembangkan strategi yang sama untuk

    melakukan perlawanan terhadap rejim orde baru. Kesadaran menggunakan arena

    bahasa politik, juga dimainkan oleh mahasiswa dengan menggunakan asosiasi

    tanda-tanda dengan menegaskan konotasi-konotasi yang telah dibangun oleh orde

    baru sebelumnya. Lebih lanjut lihat Murdian S. Widjojo, Bahasa Negara Versus Bahasa Gerakan Mahasiswa: Kajian Semiotik atas Teks-teks Pidato Presiden Soeharto dan Selebaran Gerakan Mahasiswa (Jakarta: LIPI Press, 2003), 130.

    26Charles Albert Ferguson, Shirley Brice Heath, Language in the USA: Themes for the Twenty-first Century (Cambridge University Press, 2004), 296.

  • Pendahuluan 11

    pemakaian bahasa. Atau dalam bahasa yang sering dipakai Fowler\,

    bahasa adalah ideologi itu sendiri.27

    Bagi Theo van Leeuwen dalam Eriyanto, bahasa juga

    tercermin dari sebuah ideologi, sehingga dengan mempelajari bahasa

    yang tercermin dalam teks, ideologi dapat seseorang atau kelompok

    tertentu dibongkar. Titik perhatian Van Leeuwen terutama

    didasarkan pada bagaimana peristiwa dan aktor-aktor sosial

    digambarkan dalam teks. Apakah ada peristiwa tertentu atau pihak

    tertentu yang dimarjinalkan dengan penggambaran tertentu melalui

    sebuah teks. Penggambaran itu sendiri mencerminkan bagaimana

    pertarungan ideologi dalam dunia sosial yang mempengaruhi

    struktur masyarakat pada umumnya. Masing-masing kelompok

    saling menonjolkan basis penafsirannya sendiri dan memunculkan

    bahasanya sendiri.28

    Menurut seorang psikolog Rusia Vigotsky

    terdapat ujaran yang bersifat egosentris, yaitu suatu ujaran yang

    mengalami transformasi genetik dan berubah dari bahasa yang

    kongkrit (external speech) manjadi bahasa yang abstrak (inner

    speech). Inner speech tersebut mempunyai hubungan dengan

    external speech. Inner speech masih tetap merupakan suatu ujaran,

    namun ujaran yang bersifat abstrak atau bahasa yang masih ada

    dalam pikiran dan belum terwujud dalam bahasa ujaran. Sedangkan

    bahasa yang sudah diwujudkan dalam bentuk ujaran, maka hal

    tersebut sudah masuk dalam wilayah external speech. 29

    Setiap tata bahasa menurut linguistik transformatif

    generatif30

    dibangun oleh tiga buah komponenen, yaitu komponen

    27Eriyanto, Analisis wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Yogyaka: PT

    LKiS Pelangi Aksara, 2001), 347.

    28Eriyanto, Analisis wacana: Pengantar Analisis Teks, 347-348.

    29Soenjono Dardjo Widjojo, Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia (Jakarta: Yayasan Obor Jakarta, 2008), 283-284.

    30 Transformatif generatif adalah sebagaimana menurut pendapat Noam

    Chomsky yang mengatakan bahwa semua bahasa-bahasa yang ada di dunia adalah

  • 12 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb

    sintaksis, komponen semantik (kedua komponen tersebut masuk

    dalam wilayah internal speech), dan komponen fonologi (komponen

    yang masuk dalam wilayah internal dan eksternal speech). Untuk

    memahami ketiga komponen tersebut simak gambar berikut:

    Gambar 1

    Strukur Dalam dan Struktur Luar Bahasa

    sama, karena didasari oleh sebuah sistem yang bersifat universal. Menurutnya,

    tingkat persamaan tersebut hanyalah pada tingkat dalamnya saja, yang dalam

    linguistik disebut dengan istilah struktur dalam (deep structure). Sedangkan pada tingkat luar (surface structure) bahasa-bahasa itu berbeda-beda. Pada tingkat dalam itulah terdapat rumus-rumus tata bahasa yang mengatur proses-proses untuk

    memungkinkan aspek-aspek kreatif bahasa bekerja. Dan apa yang Noam Chomsky

    disebut dengan transformatif generatif terletak pada tingkat dalam ini. Lihat dalam

    Abdul Chaer, Psikolinguistik Kajian Teoritik (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 53.

    Representasi fonetik

    (bunyi)

    Rumus-rumus Fonologi

    PF Struktur Luar

    Rumus-rumus

    Transformasi

    PF struktur dalam

    Leksikon Rumus-rumus Struktur Frase

    (mu

    lut)

    Str

    uk

    tur

    luar

    bu

    ny

    i

    (ota

    k)

    Str

    uk

    tur

    Dal

    am

    Ko

    mp

    on

    en s

    inta

    ksi

    s

    Ko

    mp

    on

    en

    Fo

    no

    log

    i

    Ko

    mp

    on

    en s

    eman

    tik

    Refresentasi

    Semantik

    Rumus-rumus

    Semantik

  • Pendahuluan 13

    Dari gambar tersebut kita bisa memahami antara internal

    speech dan external speech. Komponen sintaksis dan komponen

    semantik merupakan struktur internal speech, karena berada dalam

    wilayah struktur dalam (dalam otak). Sedangkan komponen fonologi

    sebagian berada dalam struktur dalam (rumus-rumus fonologi) dan

    sebagian berada dalam struktur luar (represantasi fonetik). Selain

    itu, tampak jelas bahwa struktur dalam berada dalam otak dan

    struktur luar berada dalam mulut.31

    Dengan melihat komponen bahasa tersebut, kita bisa

    mengetahui bagaimana sebenarnya manusia bicara, gurauan pada

    orang-orang yang dikatakan “asal omong” sebenarnya secara

    neurobiologis tidak benar. Menurut Steven Pinker, kemampuan

    berbahasa adalah adaptasi biologis otak dan kemampuan berbahasa

    merupakan suatu hal yang bersifat instingtif.32

    Maka dari itu,

    seseorang yang mengalami gangguan otak akan berpengaruh

    terhadap bahasanya. Dalam lingusitik dikenal dengan istilah afasia

    dan poliglot. Kedua istilah tersebut merupakan istilah yang

    bertentangan secara makna. Afasia merupakan fenomena hilangnya

    bahasa karena disfungsi dalam mekanisme pusat otak. Ada juga

    istilah lain yang mencakup terhadap gangguan yang sama disebut

    31 Abdul Chaer, Psikolinguistik Kajian Teoritik, 38. Psikolog Rusia

    Vygotsky berpandangan bahwa bahasa mengalamai transformasi genetik dan

    berubah menjadi apa yang dinamakan dengan inner speech. Hubungan antara internal speech dan external speech tidak boleh tidak harus memanfaatkan dalam bentuk bunyi karena bahasa hanya dapat terwujud dengan bunyi fonetik. Namun,

    ini tidak berarti bahwa inner speech hanyalah wujud batin dari extrenal speech. Inner speech masih tetap suatu ujaran, yakni pikiran yang berkaitan dengan kata. Bedanya adalah pada external speech pikiran itu diwujudkan dalam kata, sedangkan dalam internal speech kata-kata itu lenyap pada saat pikiran terbentuk. Lihat Soenjono Dardjowodjodjo, Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia ( Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), 282.

    32Etty Indriati, Kesulitan Bicara dan Berbahasa pada Anak: Terapi dan Strategi Orang Tua (Jakarta: Pranada Media Group, 2011), 90-92.

  • 14 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb

    dispasia.33

    Seorang afasia akan mengalami gangguan berbicara,

    mendengar, membaca dan menulis. Pemahaman pendengaran

    mereka sangat terbatas. Oleh karena itu, produksinya pun hanya

    sedikit ucapan-ucapan yang dapat dimengerti.

    Sedangkan poliglot atau multilingualisme sangat bervariasi.

    Seseorang dikatakan poliglot atau multibahasa jika fasih dalam

    empat bahasa atau lebih.34

    Poliglot atau multilingualisme

    merupakan kemampuan berbicara lebih dari dua bahasa,

    multilingualisme biasa tidak dibedakan dengan bilingualisme.

    Karena walaupun seseorang yang multilingual (menguasai lebih dari

    dua bahasa) banyak pilihan untuk bertutur sapa, tetapi yang

    kemungkinan terjadi adalah tercampurnya serpihan-serpihan baik

    fonem, kata, frasa, morfologi dan sintaksis antara dua bahasa. Untuk

    itu, pembahasan bilingualisme lebih populer dari pada

    multilingualisme.

    Adanya kedua istilah yang bertentangan di atas, memperkuat

    pandangan penulis bahwa seseorang yang memiliki kekurangan

    afasia dalam bahasanya tentu disebabkan dengan kelainan-kelainan

    yang ada dalam otaknya, sehingga berpengaruh terhadap pemikiran

    dan bahasanya. Begitu juga sebaliknya, seseorang yang memiliki

    kelebihan poliglot karena memang mempunyai kelebihan dalam

    otaknya yang juga berpengaruh terhadap pemikiran dan bahasanya.

    Begitu juga dengan bahasa-bahasa yang diproduksi oleh Sayyid

    Qutb, tentunya sangat berkaitan dengan ide atau pikiran yang ada

    kompetensi ideologinya. Ideologi seorang Sayyid Qutb dapat eksis

    di dunia sosial, salah satunya dilihat dari performansi bahasa yang

    digunakan.

    33Abha Gupta dan Gaurav Singhal, “Understanding Aphasia in a Simplified

    Manner”, Journal Indian Academy of Clinical Medicine 12, No. 1 (2011): 33.

    34Kató Lomb’s, Polyglot: How I Learn Languages (Hungarian: Így tanulok nyelveket, 1995), 7.

  • Pendahuluan 15

    Penulis memilih lima alasan untuk menganalisis performansi

    bahasa yang berkaitan dengan kompetensi ideologi seorang Sayyid

    Qutb. Yaitu:

    Pertama, antara bahasa dan pikiran, manakah yang lebih

    dahulu ada, bahasa atau pikiran, pikirankah, bahasakah, atau

    keduanya hadir bersamaan.

    Kedua, banyak orang yang hanya mengenal bahasa dari segi

    fonologi saja, mereka beranggapan bahwa bahasa itu adalah apa

    yang diucapkan oleh mulut. Padahal jika ditinjau secara

    psikolinguistik ternyata bahasa yang menentukan fasih tidaknya

    adalah bahasa dalam (internal speech). Jika bahasa dalam tidak

    dapat dikuasai oleh seseorang, maka bahasa luar pun tidak akan

    dapat diucapkan dengan lancar.

    Ketiga, pemilihan kompetensi ideologi dan performansi

    bahasa pada seorang Sayyid Qutb sebagai objek penelitian

    berdasarkan asumsi bahwa Sayyid Qutb dikenal memiliki ide yang

    keras, tegas, dan berani dalam menjalankan aktivitas dakwah di

    jalan Islam.

    Keempat, di dalam komunikasi terdapat variasi bahasa,

    variasi bahasa yang di maksud adalah bahasa dalam bentuk fonologi,

    semantik dan sintaksis. Penelitian ini akan membuktikan perbedaan

    variasi bahasa yang keluar dari kompetensi ideologi seorang Sayyid

    Qutb dalam peristiwa linguistik.

    Kelima, banyak dari para linguis dan psikolog yang

    membicarakan tentang hubungan bahasa dan ide. Mereka berbeda

    pendapat tentang hubungan keduanya. Apakah bahasa dan ide dari

    sebuah pemikiran merupakan dua buah sistem yang berasingan, atau

    saling mempengaruhi atau struktur ide pemikiran mempengaruhi

    struktur bahasa, yang jelas dalam penelitian ini akan dibahas tokoh-

    tokoh dan aliran-aliran yang ikut dalam perdebatan tentang bahasa

    dan ide dalam sebuah pikiran.

  • 16 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb

    B. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan rumusan masalah di atas, banyak sekali

    kemungkinan-kemungkinan masalah yang muncul dalam penelitian

    ini. Masalah-masalah tersebut akan dieksplorasi dalam identifikasi

    masalah, dan menjadi tolak ukur bagi pembatasan dan perumusan

    masalah. Berikut kemungkinan-kemungkinan masalah yang muncul

    dalam penelitian ini:

    1. Ideologi berhubungan dengan sisi psikologi penutur dan

    bahasa berhubungan dengan sisi mikrolinguistik.

    2. Hubungan antara bahasa (linguistik) dengan ide pikiran

    (psikologi). Pendapat tokoh-tokoh psikolingistik tentang

    bahasa dan ideologi.

    3. Kompetensi bahasa dan performansi bahasa yang

    disederhanakan oleh para psikolinguis dengan struktur dalam

    (internal speech) dan struktur luar (external speech).

    4. Proses produktif dan proses reseftif bahasa yang merupakan

    simbol masuknya bahasa dalam memori otak (kompetensi)

    dan keluarnya bunyi-bunyi bahasa yang telah dicerna otak

    (performansi).

    5. Hubungan kompetensi sebagai proses internalisasi bahasa dan

    performansi sebagai eksternalisasi bahasa.

    6. Hubungan otak dengan bahasa, fasih berbicara yang

    disebabkan oleh kecerdasan otak dan gangguan berbicara

    yang diakibatkan oleh cedera otak.

    7. Fasih atau kurang fasih dalam berbicara (fenomena bahasa)

    berhubungan dengan kondisi bahasa dalam seseorang (internal

    speech).

    8. Terdapat faktor lain yang menyebabkan kondisi kempetensi

    ideologi seseorang bersifat ideologis (selain otak), yaitu

    faktor biologis dan faktor lingkungan sosial.

  • Pendahuluan 17

    C. Pembatasan Masalah

    Batasan masalah dalam penelitian ini memfokuskan pada

    bahasa yang berhubungan dengan ideologi seorang Sayyid Qutb,

    faktor-faktor internal, dan faktor-faktor eksternal yang

    mempengaruhi ideologinya. Penelitian ini juga memfokuskan aspek-

    aspek kebahasaan yang digunakan seorang Sayyid Qutb dalam

    tulisan-tulisannya. Aspek-aspek kebahasaan Qutb tersebut, dibatasi

    dalam karya-karya Qutb pada masa politik dan pemikiran. Karya-

    karya tersebut Qutb tulis antara tahun 1950-1965. Berikutnya,

    dalam penelitian ini dibahas proses internalisasi dan proses

    eksternalisasi bahasa yang kedua proses tersebut ditentukan oleh ide

    seorang Sayyid Qutb. Berikut terjadinya proses internalisasi dan

    eksternalisasi dalam arti proses eksternal bahasa diinternalisasikan

    dan proses internal bahasa dieksternalisasikan.

    Alasan penulis dalam memilih batasan masalah di atas karena

    Sayyid Qutb dikatakan sebagai seorang yang berideologi

    fundamental dan memiliki pemikiran yang radikal. Ideologi dan

    pikiran Sayyid Qutb dikenal sebagai salah satu aktor utama yang

    mengenalkan ide-ide atau pemikiran-pemikiran yang keras, tajam

    dan berani dan menjadi bagian aspek kognitifnya. Aspek kognitif

    Sayyid Qutb tersebut, salah satunya diekspresikan juga dengan

    gaya bahasa yang radikal dan tendensius. Ekspresi dan gaya bahasa

    Qutb yang radikal dan tendensius diwujudkan dalam tulisan-

    tulisannya.

    D. Perumusan Masalah

    Berdasarkan pembatasan masalah yang penulis jelaskan di

    atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini

    sebagai berikut: Bagaimana proses pembentukan kompetensi

    ideologi seorang Sayyid Qutb? Bagaimana proses pembentukan

    performansi bahasa Sayyid Qutb? Bagaimana relevansi antara

    kompetensi ideologi dan performansi bahasa Sayyid Qutb?

  • 18 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb

    E. Tujuan Penelitian

    Tujuan dalam penelitian ini sebagaimana yang terdapat dalam

    rumusan masalah, yaitu untuk menemukan proses pembentukan

    kompetensi ideologi seorang Sayyid Qutb, menemukan proses

    pembentukan performansi bahasa seorang Sayyid Qutb dan

    menemukan relevansi antara kompetensi ideologi dengan

    penggunaan performansi bahasanya. Tujuan tersebut sebagaimana

    tujuan utama penelitian dalam penulisan karya ilmiah pada umunya,

    yaitu menemukan teori baru, baik yang bersifat memperkuat,

    memperbaiki, atau mengganti konsep-konsep atau teori yang sudah

    ada.35

    Begitu pula dengan penelitian disertasi ini, dalam penulisan

    disertasi ini, peneliti berusaha menemukan teori baru yang bersifat

    memperkuat teori-teori yang sudah ada sebelumnya. Dengan kata

    lain, bahasa terbagi pada dua dimensi, yaitu dimensi internal speech

    dan external speech. Bahasa yang paling penting sebenarnya bukan

    bahasa dalam dimensi external speech, tetapi bahasa dalam dimensi

    internal speech.

    F. Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

    baik secara teoretis ataupun secara praktis, manfaat yang bisa

    diambil dari penelitian ini di antaranya:

    1. Penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan transformasi

    bahasa, baik yang bersifat internalisasi dan eksternalisasi

    dalam pemikiran yang menjadi cikal bakal sebuah ideologi.

    2. Penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa sebagai

    bahan bacaan referensi untuk memahami teori psikolinguistik

    35 Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian (Bandung: Pustaka Setia

    Bandung, 2008), 161. Menurut Prof. Dr. Suwito dalam perekuliahan Seminar

    Proposal Disertasi mengatakan bahwa mode-model penelitian mencakup

    menemukan yang baru, mengembangkan yang sudah ada atau membantah dan

    merevisi yang sudah ada.

  • Pendahuluan 19

    yang berkaitan dengan kompetensi dan performansi,

    khususnya mahasiswa jurusan bahasa (linguistik).

    3. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan

    kesadaran pada masyarakat bahwa yang menentukan bahasa

    kita lancar, tersendu-sendu, terbata-bata adalah bahasa dalam

    kita (pikiran).

    4. Memberikan kesadaran terhadap semua warga negara

    Indonesia bahwa ideologi atau kepribadian seseorang tidak

    akan terungkap tanpa ditransformasikan dalam bentuk bahasa.

    Seseorang yang pemarah, penyabar, radikal, toleran, dan

    fundamental dapat diungkapkan oleh bahasa.

    5. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu

    referensi terkait geneologi tokoh-tokoh Islam fundamental

    yang memberikan stimulus bagi Sayyid Qutb dan merespon

    ideologinya.

    6. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman

    terkait performansi bahasa Sayyid Qutb yang menjadi

    rerefrensi dan kata kunci bagi kelompok Islam fundamental,

    militan dan tendensius.

    G. Penelitian Terdahulu yang Relevan dengan Tema Penelitian

    Penulis mendapatkan banyak tema-tema penelitian terdahulu

    yang relevan dengan tema penelitian yang sedang diteliti, di

    antaranya: James Costa, Occasional Paper: Language, Ideology and

    the ‘Scottish Voice (International Journal Of Scottish Literature,

    2010),36 Dalam tulisannya, dia mengambil titik awal dua pengantar

    untuk koleksi puisi-puisi dan cerita-cerita pendek di Skotlandia,

    dengan menguraikan pertanyaan yang berhubungan dengan

    sosiolinguistik tertentu yang saat ini menempati perdebatan

    36James Costa, “Occasional Paper: Language, Ideology and the ‘Scottish

    Voice,” International Journal Of Scottish Literature (2010).

  • 20 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb

    ideologis. Pertanyaan tersebut belum terpecahkan, dan terjawab,

    pertanyaan “Siapa yang berbicara di Skotlandia?” Mungkin juga

    menjadi pertanyaan pilihan ideologis. Tapi cara yang unik di mana

    perdebatan tersebut menjadikan Skotlandia sebagai tempat yang

    sangat penting untuk belajar bagi sarjana ideologi.

    Ruth Wodak, Language and Ideology – Language in Ideology

    (Lancaster University: Journal of language and Poilitics, John

    Benjamin Publishing Company, 2007).37

    Makalah dalam jurnal ini

    semua membedakan berbagai aspek potensi ideologi dan politik

    bahasa dalam berbagai konteks dan jenis kelamin, persamaan

    sederhana, seperti semua bahasa bersifat ideologis atau setiap

    bahasa penggunaan melayani tujuan ideologis atau politik tertentu,

    terbukti salah. Hal tersebut, karena kekuatan bahasa bisa

    disejajarkan dengan kekuatan senjata yang dapat menimbulkan

    ledakan yang besar.

    Paul V. Kroskrity, Language Renewal as Sites of Language

    Ideological Struggle The Need for “Ideological Clarification”

    (University of California at Los Angeles), yang memperjelas dan

    memperkuat gagasan tentang “klarifikasi ideologis” dan

    menyarankan relevansinya dengan ahli bahasa dan aktivis yang

    tertarik dalam pembaharuan bahasa di Amerika. Mengikat gagasan

    dan klarifikasi ideologis lebih erat dengan teori bahasa ideologis,

    tidak hanya merupakan latihan dalam menjaga teori, melainkan

    menyediakan alat bukti kerangka konseptual yang lebih baik untuk

    mengantisipasi, memahami, dan memecahkan berbagai macam

    masalah yang tampak.38

    37Ruth Wodak, “Language and Ideology–Language in Ideology,” Lancaster

    University: Journal of language and Poilitics, John Benjamin Publishing Company, ( 2007).

    38Paul V. Kroskrity, Language Renewal as Sites of Language Ideological

    Struggle The Need for “Ideological Clarification” (University of California at Los

    Angeles).

  • Pendahuluan 21

    Kent Jonson, On The Systematicity Of Language And

    Thought (University of California: The Journal Of Philosophy

    Volume Ci, No. 3, March 2004),39

    yang menjelsakan bahwa

    meskipun semua kesulitan bahasa dan pikiran dihubungkan secara

    sistematis, masih mungkin untuk berakhir dengan catatan positif

    (hubungan antara keduanya). Kita telah melihat bahwa ada

    permasalahan yang kompleks dan menantang antara hubungan

    bahasa dan pikiran yang secara langsung menyangkut sifat bahasa

    manusia dalam pikiran serta sifanya secara sistematis. Masalah ini

    adalah bagian dari pertanyaan tentang hubungan bahasa dengan

    lingkungan (alam sekitar), dan bagaimana hubungan keduanya dapat

    terorganisir secara sistematis.

    A Jacqueline H. E. Messing, Ambivalence and Ideology

    Among Mexicano Youth in Tlaxcala, Mexico (University of South

    Florida: Journal of Language, Identity & Education, Taylor and

    France Group, 2009),40

    untuk pengamat luar, ambivalensi adalah

    pusat ideologi bahasa-bahasa remaja dengan identitas mereka,

    namun ideologi yang mengatur pergeseran bahasa dapat berubah

    dari waktu ke waktu. Perhatian lebih lanjut perlu diberikan pada

    remaja-remaja yang muncul dalam praktik sosialisasi bahasa dan

    peran pergeseran ideologi bahasa individu. Pengetahuan ini adalah

    kunci untuk revitalisasi bahasa, karena jika orientasi ideologis dapat

    berubah dari waktu ke waktu, maka remaja-remaja tersebut dapat

    mengaktifkan pengetahuan pasif linguistik mereka.

    Carol A. Miller, Developmental Relationships Between

    Language and Theory of Mind (The Pennsylvania State University,

    University Park American Journal of Speech-Language Pathology

    39 Kent Jonson, “On The Systematicity Of Language And Thought,”

    University of California: The Journal Of Philosophy, No. 3, (2004).

    40 A Jacqueline H. E. Messing, “Ambivalence and Ideology Among

    Mexicano Youth in Tlaxcala Mexico,” University of South Florida: Journal of Language, Identity & Education, Taylor and France Group (2009).

  • 22 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb

    Vol. 15 _ 142–154, 2006),41

    artikel ini berfungsi sebagai pengantar

    untuk penelitian tentang bahasa dan teori pikiran, dan menekankan

    adanya saling ketergantungan antara bahasa dan pikiran dalam

    perkembangan “berbahasa”. Implikasi dari hubungan antara teori

    pikiran dan pengembangan bahasa untuk penilaian bahasa pikiran

    memiliki intervensi terhadapnya, dan argumen yang dibuat bahwa

    mengambil teori pikiran memperhitungkan akan membantu dalam

    meningkatkan hubungan komunikasi dan perkembangan bahasa.

    Nighat Shakur, Perspectives on Language and Thought: A

    Critique (International Research Journal of Arts & Humanities

    (IRJAH) Vol. 37 ISSN: 1016-9342),42

    tulisan ini bertujuan untuk

    menyoroti beberapa perspektif besar pada kontroversi yang sedang

    berlangsung antara bahasa dengan pemikiran. Berdasarkan

    penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa hubungan antara bahasa

    dan pikiran sangatlah mendalam. Bahasa dan pikiran memerlukan

    suatu organisasi antara resepsi bahasa dengan produksi bahasa.

    Bahasa menempatkan urutan dalam pikiran dan pemikiran

    memungkinkan organisasi yang dibutuhkan oleh bahasa.

    J. Trevor Morley, Power And Ideology In Everyday

    Discourse: The Relevance Of Critical Discourse Analysis In

    Pragmatic Linguistics Today (Seminar of English Linguistics,

    2004),43

    penelitian ini fokus dalam mengeksplorasi hubungan antara

    bahasa, konsep ideologi dan kekuasaan dalam praktik linguistik

    masyarakat kontemporer melalui kritik dari analisis wacana kritis

    (CDA). Pendekatan untuk penyelidikan linguistik, sebagaimana

    41Carol A. Miller, “Developmental Relationships Between Language and

    Theory of Mind,” The Pennsylvania State University, University Park American Journal of Speech-Language Pathology 15, (2006).

    42Nighat Shakur, “Perspectives on Language and Thought: A Critique”,

    International Research Journal of Arts & Humanities, vol. 37.

    43 J. Trevor Morley, “Power And Ideology In Everyday Discourse: The

    Relevance Of Critical Discourse Analysis In Pragmatic Linguistics Today,”

    Seminar of English Linguistics, (2004).

  • Pendahuluan 23

    dibuktikan dalam studi dan peninjauan singkat dari salah satu

    praktisi utama, Norman Fairclough. Analisis kritik wacana

    merupakan suatu hal yang penting dalam menggunakan pendekatan

    linguistik lainnya yang ditekankan dalam mengeksplorasi dan

    menjelaskan basis sosial dari dimensi ideologis serta kekuasaan

    yang mendukung wacana di masyarakat.

    Andreu Bauzà Sastre, Language Planning And Political

    Ideology: A Crosscomparison Between Catalonia, Valencia And

    The Balearic Islands On The Reintroduction Of Catalan (A

    Dissertation University Of Southampton, Faculty Of Arts Sc,

    2000),44

    mencoba menunjukkan hubungan yang signifikan antara

    perencanaan bahasa dan ideologi politik. Dia memberikan beberapa

    definisi awal mengenai konsep politik ideologi dan perencanaan

    bahasa, dan selanjutnya membahas hubungan potensial, beberapa

    tokoh terkemuka telah menetapkan konsep tersebut, terutama dalam

    kaitannya dengan doktrin nasionalisme. Aplikasi praktis dari

    hipotesis awal tersebut dicapai dengan cara studi kasus: kegiatan

    perencanaan bahasa dalam kaitannya dengan Catalan di Catalonia,

    Valencia dan Kepulauan Balearic sejak pemulihan demokrasi di

    Spanyol di Midseventies. Setelah karakterisasi linguistik, sosial,

    sejarah dan politik, berikutnya terdapat analisis rinci dan

    komprehensif dari perencanaan bahasa di masing-masing wilayah

    tersebut. Penelitian ini mengungkapkan bagaimana pengaruh politik

    yang berbeda ideologi di wilayah Catalan berbahasa telah menjadi

    faktor utama dalam pelaksanaan proses perencanaan bahasa yang

    berbeda .

    Tema-tema dalam penelitian di atas merupakan sebagian

    tema yang mempunyai relevansi dengan tema penelitian yang

    44 Andreu Bauzà Sastre, “Language Planning And Political Ideology: A

    Crosscomparison Between Catalonia, Valencia And The Balearic Islands On The

    Reintroduction Of Catalan,” A Dissertation University Of Southampton, Faculty Of Art, (2000).

  • 24 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb

    sedang ditulis. Dengan adanya penelitian-penelitian tersebut, dapat

    memperjelas posisi penulisan disertasi dan perbedaan dengan

    penelitian-penelitian sebelumnya. Telah dituliskan di awal, bahwa

    tema dalam penelitian ini berhubungan dengan bahasa dan ideologi

    (Transformasi ideologi dan Bahasa: Studi Kompetensi dan

    Performansi Sayyid Qutb). Sudah jelas tema tersebut berbeda

    dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Letak perbedaannya

    adalah penelitian ini fokus kepada perubahan bahasa dalam (internal

    speech) yang tidak dapat didengar dan dibaca menjadi bahasa luar

    (external speech) yang dapat didengar dan dibaca. Sedangkan objek

    penelitian disertasi ini adalah fakta kebahasaan seorang Sayyid

    Qutb.

    H. Metodologi Penelitian

    Penelitian45

    ini merupakan penelitian kualitatif dengan

    menggunakan metode padan intralingual dan padan ekstralingual.46

    Penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan

    psikologi dan linguistik. Psikologi dalam linguistik merupakan

    bahasa-bahasa yang bersifat internal atau bahasa-bahasa yang

    45Hasil akhir kajian pustaka selain merumuskan landasan teori yang akan

    digunakan dalam penelitian juga harus merumuskan hipotesis dan

    mengidentifikasikan variabel-variabel utama yang akan diteliti. Lalu dalam

    persiapan metodologis untuk menguji hipotesis, sekali lagi harus diidentifikasikan

    variabel apa saja yang akan dilibatkan dalam penelitian. Variabel-variabel itu pun

    perlu diklasifikasikan dan diidentifikasikan secara operasional. Secara umum,

    variabel itu sendiri berarti sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek

    penelitian; atau faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan

    diteliti. Lihat Abdul Chaer, Kajian Bahasa: Struktur Internal, Pemakaian, dan Pemelajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), 32.

    46 Metode intralingual adalah sebuah metode analisis dengan cara

    menghubung-bandingkan unsur-unsur yang bersifat lingual, baik yang terdapat

    dalam satu bahasa maupun dalam beberapa bahasa yang berbeda. Sedangkan

    metode padan ekstralingual adalah sebuah metode yang menghubungkan masalah

    bahasa dengan masalah di luar bahasa. Lihat Masun M.S, Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekhniknya (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), 119-120.

  • Pendahuluan 25

    berhubungan dengan daerah-daerah abstrak (bahasa dalam atau

    bahasa yang tidak diucapkan dan hanya dipikirkan saja), daerah

    abstrak tersebut (pikiran) menjadi sumber di mana bahasa itu dapat

    berwujud dalam bentuk bunyi (fonologi) dan nyata dalam fenomena

    kehidupan masyarakat atau budaya tertentu, sedangkan linguistik

    mengkaji bentuk-bentuk atau struktur-struktur bahasa itu sendiri,

    sehingga muncul klasifikasi bahasa yang dikenal dengan fonologi,

    sintaksis, dan semantik.

    Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua sumber yaitu

    sumber primer dan sekunder. 47

    Sumber primer adalah data

    kebahasaan yang bersumber dari karya-karya seorang Sayyid Qutb,

    seperti Tafsi>r fi Z{ila>l al-Qur’a>n (1992), Ma‘a>lim fi> al-T{a>riq (1979),

    Ma‘rakatuna> Ma‘al-Yahu>d (1993), Lima>dha>’ A’dumu>ni>? dan al-

    ‘Ada>lah al-Ijtima>‘iy>ah fi> al-Isla>m (1995). Data tersebut adalah

    fonem atau kata yang diinternalisasikan dan dieksternalisasikan oleh

    seorang Sayyid Qutb dari bahasa yang bersifat internal yaitu

    bahasa-bahasa dalam bentuk morfologi, farsa, sintaksis dan

    semantik, menjadi bahasa yang dapat didengar dan dipahami yaitu

    bahasa dalam bentuk fonologi. Kemudian dilanjutkan dengan

    pengumpulan dan pengkalsifikasian data, setelah data tersebut

    terkumpul dan terklasifikasi, maka dilanjutkan dengan menganalisa

    data, kemudian didukung dengan sumber-sumber sekunder yaitu

    buku-buku atau jurnal-jurnal yang berhungan dengan seputar

    ideologi dan bahasa seperti buku-buku yang bertemakan

    psikolinguistik, dengan tokoh-tokohnya seperti Noam Chomsky,

    Ferdinand De Saussaure, ‘Abdul Maji>d Sayyid Ahmad Mansur,

    47Menurut Muhammad Ainin, sumber primer adalah tempat atau gudang

    penyimpan yang orisinil dari data yang dibutuhkan, sumber primer merupakan

    sumber-sumber dasar dalam sebuah penelitian. Sementara sumber sekunder,

    merupakan sumber yang kedua atau adanya catatan tentang adanya suatu peristiwa

    ataupun catatan-catatan yang jaraknya jauh dari sumber orisinil. Lihat Muhammad

    Ainin Metodologi Bahasa Arab (Malang: Hilal Pustaka, 2007), 65-66.

  • 26 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb

    Abdul Chaer, dan yang lainnya. Ada pun objek penelitian48

    dalam

    penelitian ini adalah fakta kebahasaan dalam karya-karya seorang

    Sayyid Qutb.

    I. Sistematika Pembahasan

    Sistematika dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    Bab I. Pendahuluan. Pada bab pendahulan, penelitian ini

    mencakup latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan

    dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

    tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika

    pembahasan.

    Bab II. Ideologi sebagai kompetensi bahasa dan fonologi

    sebagai performansi bahasa. Bab ini membahas hubungan ide

    dengan internal speech dan hubungan bahasa dengan external

    speech, banyak orang yang tahu bahasa adalah sebagaimana yang

    terdengar dari mulut ke mulut, padahal kalau ditinjau secara

    psikologi bahasa bukan saja yang berwujud dalam kata-kata, akan

    tetapi terdapat bahasa dalam yang sebenarnya sangat berperan atas

    kelancaran bahasa yang berwujud kata-kata. Sebelum bahasa

    diproduksi dalam kata-kata, terlebih dahulu bahasa tersebut

    dibentuk dalam pikiran. Oleh karena itu, sub-bab berikutnya

    dilanjutkan dengan hubungan internal speech dan external speech.

    External speech dapat berwujud karena ada faktor-faktor internal

    speech yang mendukung, sehingga dengan faktor-faktor tersebut

    muncul perubahahan bentuk yang penulis istilahkan dengan

    transformasi ideologi (Interrnal Speech) terhadap fonologi

    (External Speech), yaitu represntasi sintaksis dan semantik terhadap

    fonologi.

    48Fenomena lingual yang menjadi objek penelitian objek bahasa itu adalah

    berupa bunyi tutur yang berhubungan dengan fenomena yang benar-benar hidup

    dalam pemakaian bahasa. Lihat Masun M.S, Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekhniknya, 2-3.

  • Pendahuluan 27

    Bab III. Sayyid Qutb, kehidupan sosial dan kondisi

    psikologisnya. Bab ini menjelaskan hal-hal berikut: Riwayat hidup

    seorang Sayyid Qutb, berikut pemahamannya seputar kehidupannya,

    kondisi psikologis dan kondisi lingkungan sosial Qutb.

    Permasalahan-permasalahan yang timbul dalam ruang lingkup

    kehidupan sekitarnya, kategorisasi dan faktor-faktor yang

    berpengaruh terhadap pemikirannya. Setelah pembahasan riwayat

    hidup, agama, pendidikan dan kondisi sosial dibahas secara

    gamblang, kemudian pada tahap selanjutnya dibahas tentang

    karakteristik dan kehidupan pribadinya. Oleh krena itu, pada sub

    bab berikutnya akan dibahas tentang faktor-faktor internal yang

    menimbulkan karakteristik yang berbeda dalam idenya seorang

    Sayyid Qutb. Sehingga, performansi bahasanya memiliki produksi

    yang dapat dibaca dari segi kompetensinya.

    Bab IV. Kompetensi ideologi seorang Sayyid Qutb. Bab ini

    membahas hal-hal berikut: Kompetensi ideologi seorang Sayyid

    Qutb yang dikenal sebagai bahasa dalam seseorang dan kaitannya

    dengan internalisasi bahasa. Setelah kompetensi, kemudian

    dilanjutkan dengan performansi bahasa yang kita kenal sebagai

    bahasa luar dan kaitannya dengan internalisasi bahasa. Pada bab ini

    dilanjutkan dengan klasifikasi internal yang banyak dipengaruhi

    oleh ideolog-ideolog Islam pada seorang Sayyid Qutb, seperti Qutb

    Ibrahim dan Fatimah Husain Usman, Abbas Mahmud al-‘Aqqad,

    Hasan al-Banna, Ibnu Taimiyah, dan Abu A’la al-Maududi. Tokoh-

    tokoh tersebut merupakan tokoh-tokoh yang banyak membentuk

    ideologi Sayyid Qutb dan memperjelas bahasa dalam (kompetensi)

    dan bahasa luar (performansi) Sayyid Qutb. Setelah itu, akan

    dibahas pula tokoh-tokoh Islam yang banyak dipengaruhi ideologi

    Sayyid Qutb, seperti Omar Abdel Rahman, Imam Samudra, Osma

    bin Laden, Zawahiri dan Muhammad al-Faraz. Genealogi ide-ide

    tersebut berhubungan dengan istilah-istilah bahasa Arab yang

    digunakan dalam performasni Sayyid Qutb dan berhubungan dengan

  • 28 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb

    bahasa dan berbahasa yang memiliki perbedaan makna. Setelah

    diklasifikasikan hubungan kompetensi ideologi dengan performansi

    bahasa Qutb, kemudian dilanjutkan dengan internalisasi bahasa pada

    seorang Sayyid Qutb yang mencakup: Internalisasi bahasa dari

    fonologi menjadi bentuk sintaksis dan internalisasi bahasa dari

    bentuk fonologi menjadi bentuk semantik.

    BAB V. Performansi bahasa seorang Sayyid Qutb. Bab ini

    membahas hal-hal berikut: Kompetensi ideologi seorang Sayyid

    Qutb yang dikenal sebagai bahasa dalam seseorang dan kaitannya

    dengan eksternalisasi bahasa. Setelah kompetensi, kemudian

    dilanjutkan dengan performansi bahasa yang kita kenal sebagai

    bahasa luar dan kaitannya dengan eksternalisasi bahasa. Pada bab

    ini dilanjutkan dengan klasifikasi eksternal dalam bentuk fonologi,

    morfologi, frasa, sintaksis dan semantik pada seorang Sayyid Qutb,

    yang memperjelas perbedaan antara bahasa dalam dan bahasa luar.

    Antara fonologi, morfologi, frasa, dan sintaksis merupakan istilah-

    istilah bahasa Arab yang berhubungan dengan bahasa dan berbahasa

    yang memiliki perbedaan makna. Setelah diklasifikasikan perbedaan

    antara fonologi, morfologi, frasa, dan sintaksis. Kemudian

    dilanjutkan dengan proses eksternalisasi yang mencakup:

    Eksternaslisasi bahasa dari bentuk sintaksis menjadi bentuk fonologi

    dan eksternaslisasi bahasa dari bentuk semantik menjadi bentuk

    fonologi. Proses eksternalisasi ini tentunya bisa diproses karena ada

    proses internalisasi (reseptif) dalam peristiwa tutur. Oleh karena itu,

    perlu adanya keseimbangan antara proses internalisasi dengan

    proses eksternalisasi. Artinya, eksternalisasi bahasa seseorang

    dipengaruhi ketika kepribadiannya berada di lingkungan sosial dan

    budaya tertentu.

    Bab VI. Relevansi kompetensi ideologi dan performansi

    bahasa Sayyid Qutb. Bab ini membahas hal-hal berikut: Kompetensi

    ideologi sebagai internalisasi bahasa Sayyid Qutb, sub bab ini

    menjelaskan bahwa kompetensi sebagai wilayah bahasa yang dapat

  • Pendahuluan 29

    menerima dan menentukan bahasa-bahasa sosial budaya dan

    menjadi referensi bagi performansi bahasanya. Kemudian

    dilanjutkan dengan pembahasan yang dihubungkan dengan aliran

    dalam psikolinguistik, dalam hal ini dikaitkan dengan intermalisasi

    bahasa menurut pandangan dalam aliran psikolinguistik, seperti

    aliran behaviorisme dan rasionalisme. Pembahasan selanjutnya

    adalah tentang performansi bahasa sebagai eksternalisasi bahasa

    Sayyid Qutb, bagian ini menjelaskan performansi yang dibentuk

    oleh kompetensi sebagai proses pengeluaran atau eksternalisasi

    bahasa Sayyid Qutb, yang selanjutnya akan dibahas hubungan

    eksternalisasi bahasa Sayyid Qutb kaitannya dengan semantik,

    yang mencakup tentang al-jiha>d (Jihad), niz}a>m al-Isla>m (Sistem

    Islam), al-qiya>dah (Pemimpin), h}a>kimiy>ah (Kedaulatan), al-ja>hiliy>ah

    (Jahiliyah), al-da‘wah (Dakwah), al-ma’rakah (Peperengan), al-

    mujtama‘ al-Isla>m (masyarakat Islam), al-h}izb (golongan), dan al-

    istisyha>d (syahid).

    Bab VII. Penutup, mencakup kesimpulan dan saran.

  • 30 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb

  • 31

    BAB II

    Ideologi Sebagai Kompetensi Bahasa dan Fonologi

    Sebagai Performansi Bahasa

    ebelum memahami gagasan bahasa dan ideologi,1 penulis

    merasa perlu adanya beberapa konsep yang harus

    diklarifikasi. Terutama kaitannya dengan kenapa ideologi itu bisa

    dihubung-hubungkan dengan bahasa atau sebaliknya, kenapa bahasa

    bisa menjadi salah satu elemen yang masuk dalam pembahasan

    ideologi atau bahasa merupakan salah satu perangkat yang

    membawa ideologi eksis dalam dunia sosial. Dalam Oxford

    Dictionary, ideologi didefinisikan sebagai “sistem ide dan cita-cita,

    terutama salah satu yang menjadi dasar teori dan kebijakan ekonomi

    atau politik.” Ideologi merupakan seperangkat ide atau harapan

    yang diusulkan oleh kelas dominan dalam masyarakat, atau cara

    1 Perlu dibedakan antara ideologi dengan pikiran. Menurut Bertram F.

    Malle, teori pikiran mengacu pada kemampuan untuk mewakili, konsep kerangka

    kerja konseptual-domain tertentu yang memperlakukan masukan persepsi tertentu

    sebagai tindakan, keyakinan dan lain sebagainya. Teori pikiran bisa dikatakan

    sebagai suatu hal yang mendasari semua kesadaran kognisi dan kesadaran perilaku

    manusia, sehingga menyerupai sistem kategori dalam persepsi sosial, yaitu konsep

    dasar yang digunakan dalam memahami realitas sosial. Lihat Bertram F. Malle,

    “The Relation Between Language and Theory of Mind in Development and

    Evolution” Institute of Cognitive and Decision Sciences & Department of Psychology, University of Orego (2002): 4. Sedangkan menurut Gerald M. Platt and Rhys H. Williams, ideologi berkaitan dengan ranah hidup, atau yang dialami,

    bukan dari berpikir. Ideologis dapat juga diartikan sebagai bentuk kesadaran dan

    kebenaran, ontologis kebenaran dalam arti menggambarkan realitas yang terpisah

    dari konstruksi sosial. Lihat Gerald M. Platt and Rhys H. Williams, “Ideological

    Language and Social Movement Mobilization: A Sociolinguistic Analysis of

    Segregationists Ideologies” Journal Source: Sociological Theory 20, No. 3 ( 2002): 5.

    S

  • 32 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb

    berpikir dalam menilai hal-hal lain yang timbul dari sudut pandang

    pribadi, kelompok dan golongan tertentu.2

    Abbas Zaidi menyatakan bahwa ideologi merupakan suatu

    gagasan yang kompleks. Dikatakan kompleks disebabkan ideologi

    ada karena timbul dari gejala sosial yang beraneka ragam.

    Keanekaragaman yang didukung oleh lingkungan sekitar yang

    diinterpretasikan oleh pikiran seseorang, golongan atau suatu

    kelompok tertentu menjadi suatu pemahaman yang mendalam dan

    mendasar bagi arah ke mana sebuah ide tersebut dibawa. Oleh

    karena itu, wajar bila pikiran seseorang, golongan atau kelompok

    tertentu selalu dihubungkan dengan gagasan atau ideologi itu

    sendiri.3

    Hal tersebut disebabkan karena ide atau gagasan

    merupakan salah satu alat untuk berpikir dan menentukan ke mana

    arah pikiran seseorang akan berlabuh.

    Perlu diketahui, sebenarnya adanya perbedaan ideologi

    merupakan watak atau karakteristik dari sosio-historis dan sosio-

    kultural yang beragam. Menurut Fais}a>l Darra>j, kajian ideologi

    terungkap dari perbedaan yang bersumber dari pemahaman yang

    tidak syarat dengan daya nalar, akan menimbulkan berbagai macam

    bentuk interpretasi, seperti perbedaan situasi dan kondisi sosial,

    perbedaan keyakinan, perbedaan visi misi dan kehendak gagasan

    individu atau kelompok tertentu, pengasingan atau pengucilan dari

    lingkungan sosial ter