Upload
others
View
19
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TRANSFORMASI IDEOLOGI DAN BAHASA
(Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb)
Zamzam Nurhuda
TRANSFORMASI IDEOLOGI DAN BAHASA : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb Penulis : Zamzam Nurhuda Editor : Zahrul Athriah Desain Sampul : Numay Layout : Imam Zafu
ISBN: 978-602-6902-83-2
Penerbit Cinta Buku Media
Redaksi: Alamat : Jl. Musyawarah, Komplek Pratama A1 No.8 Kp. Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan Hotline CBMedia 0858 1413 1928 e_mail: [email protected] Cetakan: Ke-1 Maret 2017 All rights reserverd Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit.
iii
Kata Pengantar
Penulis mengucapkan rasa syukur yang sebesar-besarnya
kepada Allah SWT yang telah memberikan jalan atas penulisan
disertasi ini. Dengan Rahmat dan Inayah-Nya lah disertasi ini dapat
diselesaikan. Juga kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa penerangan bagi umat, sehingga Islam telah sampai
kepada umat sebagai pembawa kabar gembira.
Penulis juga menyampaikan banyak rasa terimaksih kepada
segenap pimpinan dan civitas Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta:
Prof. Dr. Dede Rosyada, MA (Rektor); Prof. Dr. Masykuri Abdullah
(Direktur); Prof. Dr. Didin Saefudin, MA (Ketua Program Doktor);
dan Dr. JM Muslimin, MA (Ketua Program Magister); yang telah
memberikan banyak bimbingan kepada penulis baik secara kognitif,
afektif dan psikomotorik dalam dunia akademik.
Penulis juga sampaikan terimakasih kepada dosen-dosen
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Prof. Dr.
AzyumardiAzra, MA; Prof. Dr. Suwito, MA; Prof. Dr. Ahmad Thib
Raya MA; Prof. Dr. Syukron Kamil, MA; Dr. Yusuf Rahman, MA;
Prof. Dr. Abudinata, MA; Prof. Dr. Yunan Yusuf, MA; Prof. Dr.
Abudinn Nata, MA; Dr. Fuad Jabali, MA; Dr. Muhbib Abdul
Wahab, MA; Dr. Ahmad Dardiri, MA; Prof, Dr. Bambang Pranowo,
MA; Prof. Dr. Yunasril Ali, MA serta segenap dosen SPs UIN
Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, sehingga
penulis mendapatkan banyak menerima keilmuan tertentu, baik dalam matakuliah maupun dalam penulisan makalah-makalah
(Tugas Akhir Semester) dan penulisan disertasi ini. Khususnya
kepada Prof. Dr. Suwito, MA dan Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA;
selaku dosen pembimbing yang sangat membantu dan telah
memberikan banyak saran, sehingga disertasi ini dapat diselesaikan.
Rasa terimakasih juga penulis sampaikan kepada segenap karyawan
SPs UIN Jakarta kang Arif Mahmudi, kang Adam Mahesa, bu Imah,
Ba Fenny, kang Rofiq dan yang lainnya yang telah memberikan
banyak bantuan selama penulis studi di SPs UIN Jakarta.
iv
Penulis juga sampaikan rasa terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada keluarga: Bapak Aceng Sohih Bukhari dan Ibu Ade
Mariah (Orang tua) yang telah memberikan banyak dukungan
kepada penulis baik material maupun spiritual (Allahumagfirli >waliwa>liday>a warh}}amhuma> kama>rabaya>ni> s}aghi>ra), kepada Istri tercinta (Anggi Lestari, Amd. Keb) dan anak tercinta (Tsaqiefah
Qiewamunnajah) yang senantiasa memberikan dukungan dan
sebagai penyemangat penulis dalam menyelesaikan disertasi ini.
Kepada teh Sofa Marwah dan Pak Gayadi, Teh Isnani Arafah dan A
Agus (kakak-kakak) yang telah banyak memberikan motivasi
kepada penulis.
Kepada teman-teman satu perjuangan di Sekolah Pascasarjana
(Dr. Adzan Noer Bakhri, MA.Ek; Dr. Arsyad Abrar, MA.Hum;
Syamsul Arifin, M.Ag), teman-teman diskusi terkait penulisan
ilmiah (Ridwan Effendi, M.Ag; Nur Hamim, M.Ag), rekan-rekan
kerja (Muhammad Wildan, M.A; Djasminar Anwar, BA., Pg., Dipl,
MA), Misbach Priagung Nur salim, M.Pd; Tri Pujiati, M.M.,
M.Hum; Suyatno, M.Pd; Rai Bagus Triyadi, M.Pd; Rerin Maulida,
M.Pd dan rekan-rekan kerja yang lainnya yang tidak bisa disebutkan
satu persatu) dan semua orang yang turut memberikan banyak
pembelajaran hidup bagi penulis.
Semoga disertasi ini banyak memberikan manfaat baik secara
teoretis maupun secara praktis baik bagi kalangan akademisi dan
masyarakat pada umumnya. Penulis menyadari bahwa tulisan ini
begitu banyak kekurangan “yang salah datang dari penulis, dan yang
benar datang dari Allah SWT”. Waalla>h a‘lam bi al-s}awa>b. Wa al-‘afwminkum.
Ciputat, 17 Desember 2016
Penulis,
Zamzam Nurhuda
v
Abstrak
Kesimpulan disertasi ini menunjukkan bahwa semakin kuat
kompetensi ideologi seseorang, akan semakin berpengaruh terhadap
aktualisasi performansi bahasanya. Kesimpulan ini berbeda dengan
Eric Lennerberg (1969) yang menyatakan bahwa manusia menerima
warisan biologi asli berupa kemampuan berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa yang khusus untuk manusia dan tidak ada
hubungannya dengan kecerdasan dan pemikiran. Juga didukung oleh
Leonard Bloomfield (1983) dalam aliran behaviorisme (al-Madhhab al-Sulu>ki>). Aliran ini menyatakan bahwa bahasa merupakan suatu kebiasaan (habit) yang bersifat alamiah. Fenomena alamlah yang
berpengaruh terhadap perkembangan bahasa seseorang. Aliran ini
menolak bentuk pengetahuan atau proses mental dalam bahasa
manusia.
Kesimpulan ini mempertegas pendapat Noam Chomsky
(2002) yang terkenal dengan teori transformasi generatifnya, yang
menyatakan bahwa bahasa terdiri dari kompetensi dan performansi.
Kompetensi merupakan deep structure (bahasa yang masih berada dalam ide atau pikiran), sedangkan performansi merupakan surface structure (bahasa yang bersifat aplikasi). Dalam proses generatif ini sebenarnya semantik menciptakan sintaksis-sintaksis yang
berbentuk bunyi. Juga didukung oleh konsep Chomsky dalam aliran
mentalisme (al-Madhhab al-‘Aqla>ni)>. Aliran ini menyatakan adanya bentuk pengetahuan atau proses mental dalam bahasa manusia.
Selanjutnya juga didukung oleh Andreu Bauzà Sastre (2000), J.
Trevor Morley (2004), Paul Kroskrity (2006), Ruth Wodak (2007),
A Jacqueline H. E. Messing (2009), yang menyatakan terkait
pentingnya mengenal bahasa dalam dimensi ideologis yang
bertujuan untuk kegiatan pembaharuan dan pengambangan bahasa.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode padan intralingual dan padan ekstralingual.
Penelitin ini menggunakan pendekatan psikologi dan linguistik.
Pendekatan psikologi dalam linguistik merupakan bahasa yang
bersifat internal atau bahasa yang berhubungan dengan ide atau
vi
daerah abstrak (bahasa dalam atau bahasa yang tidak diucapkan
hanya dipikirkan saja), daerah abstrak tersebut (ide) menjadi sumber
di mana bahasa itu dapat berwujud dalam bentuk bunyi (fonologi)
dan nyata dalam fenomena kehidupan masyarakat dan budaya.
Selanjutnya, pendekatan linguistik mengkaji bentuk-bentuk atau
struktur-struktur bahasa itu sendiri, sehingga muncul klasifikasi
fonologi, sintaksis, dan semantik.
Sumber primer dalam disertasi ini adalah data kebahasaan
yang bersumber dari karya-karya Sayyid Qutb, seperti Tafsi>r fi Z{ila>l al-Qur’a>n (1992), Ma‘a>lim fi> al-T{a>riq (1979), Ma‘rakatuna> Ma‘ al-Yahu>d (1993), Lima>dha>’ A’dumu>ni>? (1980) dan al-‘Ada>lah al-Ijtima>‘iy>ah fi> al-Isla>m (1995). Ada pun objek disertasi ini adalah fakta kebahasaan dalam tulisan-tulisan karya seorang Sayyid Qutb.
vii
Pedoman Transliterasi
Pedoman transliterasi Arab - Latin yang digunakan dalam
penelitian ini adalah ALA–LC ROMANIZATION TABLES yaitu
sebagai berikut :
T{ Vokal Pendek ط ’ ء Z{ — A ظ B ب U — ‘ ع T ت Gh — I غ Th ث F Vokal Panjang ف J ج ww (u> pada akhir kata — و Y ي {D ض
viii
Cara penulisan nama orang, tempat, organisasi, dan judul buku
berbahasa selain Arab ditulis sebagaimana adanya, misalnya:
1. Ikhwanul Muslimin tidak ditulis Ikhwa>n al-Muslimi>n; Nahdatul Ulama tidak ditulis Nahd{a>h al-‘Ulama>’.
2. Komarudin Hidayat tidak ditulis Qamar al-Di>n al-Hida>yah atau Muhammad Ainin tidak ditulis Muh}ammad ‘Aini>n.
3. Judul buku Paradigma Dakwah Sayyid Quthub tidak ditulis Paradigma Da‘wah Sayyid Q}ut}b.
ix
Daftar Isi
Kata Pengantar ............................................................................. iii
Abstrak ........................................................................................ v
Transliterasi ................................................................................. vii
Daftar Isi ...................................................................................... ix
Daftar Gambar ............................................................................. xii
Daftar Singkatan .......................................................................... xiv
BAB I
Pendahuluan ................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1 B. Identifikasi Masalah .......................................................... 16 C. Pembatasan Masalah ......................................................... 17
D. Rumusan Masalah ............................................................. 17 E. Tujuan Penelitian .............................................................. 18 F. Manfaat Penelitian ............................................................ 18 G. Penelitian Terdahulu yang Relevan .................................. 19 H. Metodologi Penelitian ....................................................... 24 I. Sistematika Pembahasan ................................................... 26
BAB II
Ideologi Sebagai Kompetensi Bahasa dan Fonologi
Sebagai Performansi Bahasa ....................................................... 31
A. Ideologi sebagai Kompetensi Bahasa (Internal Speech) ... 35 B. Fonologi sebagai Performansi Bahasa (External Speech) . 52 C. Hubungan Internal Speech dan External Speech ............... 58 D. Transformasi Kompetensi (Internal Speech) Terhadap .....
Performansi (External Speech) .......................................... 64 1. Strukturalisme (Ferdinand de Saussure) ............................ 68 2. Strukturalisme Amerika (Leonard Bloomfiled)................. 70 3. Transformalisme (Noam Chomsky) .................................. 72
x
BAB III
Sayyid Qutb, Kondisi Psikologi dan Kehidupan Sosial .............. 81
A. Riwayat Hidup Sayyid Qutb .............................................. 81 B. Kondisi Psikologi dan Kehidupan Sosial Sayyid Qutb .... 86
1. Masa Kecil ......................................................................... 87 2. Masa Remaja ..................................................................... 89 3. Masa Di Amerika ............................................................... 92 4. Masa Di Ikhwanul Muslimin ............................................. 94 5. Masa Di Penjara ................................................................. 96
C. Karya-karya Sayyid Qutb ................................................. 97
BAB IV
Kompetensi Ideologi Seorang Sayyid Qutb ............................... 101
A. Kompetensi Sebagai Komprehensi Bahasa Sayyid Qutb .. 104 B. Perkembangan Kompetensi Ideologi
Seorang Sayyid Qutb ......................................................... 109
1. Tokoh-tokoh yang Berpengaruh Terhadap Ideologi Sayyid Qutb ......................................................... 118
2. Tokoh-tokoh yang Dipengaruhi Ideologi Sayyid Qutb .... 141 3. Lembaga yang Dipengaruhi Qurb ..................................... 155
BAB V
Performansi Bahasa Seorang Sayyid Qutb .................................. 173
A. Performansi Sebagai Produksi Bahasa Sayyid Qutb ......... 179
B. Performansi Bahasa Qutb, Kaitannya
dengan Bentuk Lingual ...................................................... 184
a. Performansi Sayyid Qutb dalam Bentuk Fonologi dan Morfologi ............................. 188
b. Performansi Sayyid Qutb dalam Bentuk Frasa ................. 223 c. Performansi Sayyid Qutb dalam Bentuk Sintaksis ........... 254
BAB VI
Relevansi Kompetensi Ideologi dan Performansi
Bahasa Sayyid Qutb ..................................................................... 273
A. Kompetensi Ideologi Sebagai Internalisasi Bahasa Sayyid Qutb .......................................................... 273
B. Internalisasi Bahasa Sayyid Qutb,
xi
Kaitannya Pemerolehan Bahasa ........................................ 278
1. Sulu>kiy>ah .......................................................................... 278 2. ‘Aqla>niy>ah ......................................................................... 280
C. Performansi Bahasa Sebagai Eksternalisasi Bahasa Sayyid Qutb ........................................................... 288
D. Eksternalisasi Bahasa Kaitannya dengan Semantik .......... 300 1. al-Jiha>d (H{arakah Difa>‘iy‘) ................. 305 2. Niz}a>mal-Isla>m (al-Niz}a>m al-Tasyri>’, Niza>m Fa>sid) ......... 314 3. al-Qiya>dah (Qiya>dah Syar‘iy>ah, Qiya>dah Ja>hiliy>ah) ........ 320 4. H{a>kimiy>ah (al-H{a>kimiy>ah al-‘Ulya>,
al-H{a>kimiy>ah al-Basyar) ................................................... 324 5. al-Ja>hiliyah (al-Ja>hiliy>ah al-Hadi>thah,
al-Ja>hiliy>ah al-U’) ........................................................... 329 6. al-Da‘wah (Amr bi al-Ma‘ru>f, Nahyi> ‘an al-Munkar) ....... 358 7. al-Ma’rakah (al-H{arb, al-Qita>l, al-Ma‘rakah) .................... 342 8. al-Mujtama‘ (al-Mujtama‘ al-Isla>m,
al-Mujtama‘ al-Ja>hiliy>ah) .................................................. 347 9. al-H{izb (H{izb Alla>h, H{izb al-Syait}a>n) .............................. 352 10. al-Istisyhad Fi> Sabi>lilla>h) ............................ 357
BAB VII
Penutup .................................................................................... 369
A. Kesimpulan ........................................................................ 369 B. Saran ................................................................................... 371
Daftar Pustaka ............................................................................. 373
Glosari ......................................................................................... 393
Indeks .......................................................................................... 413
Biodata Penulis............................................................................. 423
xii
Daftar Gambar
Gambar 1. Struktur Dalam dan Struktur Luar Bahasa ............... 12
Gambar 2. Satuan Bahasa ........................................................... 46
Gambar 3. Piramida Bahasa ........................................................ 53
Gambar 4. Proses Komunikasi .................................................... 56
Gambar 5. Dimensi Tas}wi>t dan Fikrah ....................................... 63 Gambar 6. Produksi Dan Resepsi ................................................ 64
Gambar 7. Proses Kompetensi dan Performasni ......................... 107
Gambar 8. Tipologi Kompetensi ................................................. 110
Gambar 9. Perkembangan Kompetensi Qutb .............................. 169
Gambar 10. Perbandingan Kompetensi dan Performansi ........... 175
Gambar 11. Perubahan Bentuk Bahasa ........................................ 186
Gambar 12. Internal Speech dan External Speech ...................... 190 Gambar 13. Proses Morfologis .................................................... 195
Gambar 14. Performansi Bahasa dalam Bentuk Fonologi dan
Morfologi Pada Ma’a>lim fi> al-T}ari>q ............................................ 198 Gambar 15. Performansi Bahasa dalam Bentuk Fonologi dan
Morfologi Pada Ma‘rakatuna>’ Ma‘ al-Yahu>d ............................. 203 Gambar 16. Performansi Bahasa dalam Bentuk Fonologi dan
Morfologi Pada al-‘Ada>lah al-Ijtima>‘iy>ah fi al-Isla>m .................. 208 Gambar 17. Performansi Bahasa dalam Bentuk Fonologi dan
Morfologi Pada Lima>dha>’ A’dumu>ni> .......................................... 213 Gambar 18. Performansi Bahasa dalam Bentuk Fonologi dan
Morfologi Pada Tafsi>r Fi> Z{ila>l al-Qu’ra>n .................................... 219 Gambar 19. Jenis-Jenis Frasa ...................................................... 224
Gambar 20. Performansi Bahasa dalam Bentuk Frasa
Pada karya Ma‘a>lim fi> al-T}ari>q ................................................... 226 Gambar 21. Performansi Bahasa dalam Bentuk Frasa Pada
Ma‘rakatuna>’ Ma‘ al-Yahu>d ....................................................... 233 Gambar 22. Performansi Bahasa Bentuk Frasa
dalam Lima>dha>’ A‘dumu>ni>. ......................................................... 239 Gambar 23. Performansi Bahasa Bentuk Frasa
dalam karya al-‘Ada>lah al-Ijtima>‘iy>ah ........................................ 244 Gambar 24. Performansi Bahasa Bentuk Frasa
xiii
dalam karya Tafsi>r fi> Z{ila>l al-Qur’a>n .......................................... 250 Gambar 25. Performansi Bahasa Bentuk Sintaksis pada karya
Ma‘a>lim fi> al-T{ari>q ...................................................................... 257 Gambar 26. Performansi Bahasa Bentuk Frasa
dalam Ma’rakatuna>’ Ma‘ al-Yahu>d ............................................ 259 Gambar 27. Performansi Bahasa Bentuk Sintaksis dalam karya
Lima>dha>’ A‘dumu>ni> ..................................................................... 262 Gambar 28. Performansi Bahasa Bentuk Sintaksis
dalam al-‘Ada>lah al-Ijtima>‘iy>ah .................................................. 265 Gambar 29. Performansi Bahasa Bentuk Sintaksis
dalam Tafsi>r fi> Z{ila>l al-Qur’a>n ..................................................... 268 Gambar 30. Sulu>ki> dan ‘Aqla>ni> .................................................... 286 Gambar 31. Hubungan Antara Konsep, Lambang dan Acuan .... 301
Gambar 32. Proses Performansi Bahasa ...................................... 302
Gambar 33. Hubunagn Antara Makna, Bentuk dan Referen ....... 303
Gambar 34. Pembagian Makna ................................................... 304
Gambar 35. Performansi Bahasa Qutb ......................................... 364
xiv
Daftar Singkatan
AS : Amerika Serikat
B1 : Bahasa Ibu
B2 : Bahasa Kedua
CC : Cognitive Competence
CDA : Critical Discourse Analyis
CS : Concept Sounding Age
DDII : Dewan Dakwah Islam Indonesia
FAdj : Frasa Adjektival
Fadv : Frasa Adverbial
FC : Functional Competence
FN : Frasa Numerial
FNV : Frasa non Verbal
FP : Frasa Preposisional
FV : Frasa Nominal
FV : Frasa Verbal
GDK : Gerakan Dakwan Kampus
HMI : Himpunan Mahasiswa Islam
HT : Hijb al-Tah}ri>r
IM : Ikhwanul Muslimin
IRJAH : International Research Journal Of Arts And Humanities
LA : Los Angeles
MC : Meta Cognitive
PERSIS : Persatuan Islam
PF :Penanda Frasa
PICA :Publication in Contemporary Affairs
PKS : Partai Keadilan Sejahtera
SC :Social Competence
SR : Stimulus Respon
USA : United State America
WTC : Word Trade Center
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu fungsi bahasa yang sudah banyak dikenal orang
adalah sebagai alat untuk mengkomunikasikan suatu ide atau
gagasan kepada orang lain. Setiap ide atau gagasan seseorang tidak
akan bisa diketahui oleh orang lain bila tidak dikomunikasikan
dalam bentuk bahasa.1 Bahasa merupakan bentuk kongkrit dari
sebuah ide yang bersifat abstrak. Tidak heran sekarang ini banyak
yang mengkaji secara mendalam kaitan antara bahasa dengan
pikiran, sehingga muncul suatu disiplin ilmu baru dari dua disiplin
ilmu yang saling berintegrasi, yaitu antara ilmu psikologi dan ilmu
bahasa (linguistik). Sekarang integrasi keilmuan tersebut lebih
dikenal dengan istilah psikolinguistik. 2
Menurut seorang linguis dunia Ferdinand de Saussure,
hubungan bahasa dengan penutur tidak lepas dari seorang yang
berbicara dengan perkataan yang dipergunakan masing-masing
bahasa. Hal tersebut juga berhubungan dengan bahasa yang bersifat
alamiah. Menurutnya, kata-kata yang dipergunakan itu terdiri dari
dua sisi yang saling berkaitan, yaitu ide dan maksud yang ada dalam
1 Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa Mengungkap Hakikat Bahasa,
Makna, dan Tanda (Bandung: PT Remaja Rosyda Karya, 2009), 30.
2 Saat ini, ada tiga konteks keilmuan populer yang berafiliasi dengan
lingusitik, yaitu antropolinguistik, sosiolinguistik, dan psikolinguistik.
Antropoinguistik membahas hubungan bahasa dengan kebudayaan, sedangkan
sosiolinguistik menghubungkan bahasa dengan masyarakat, dan psikolinguistik
menghubungkan bahasa dengan kondisi kognitif internal seseorang.
2 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb
ide tersebut yang diaplikasikan melalui bahasa.3 Sementara itu,
menurut ‘Abd S{abu>r Sya>hin perkembangan pikiran manusia
berhubungan dengan perkembangan bahasanya. Sebab, pikiran
diibaratkan sebagai memori dan bahasa lah yang mengatur masuk
dan keluarnya data dalam memori tersebut. Manusia tidak akan
mampu berpikir dan mencurahkan apa yang dipikirkannya tanpa
melalui fenomena bahasa.4
Apa yang dijelaskan di atas, sangatlah relevan dengan ‘Abdul
Maji>d Sayyid Ah}mad Mans}ur dalam ‘Ilm al-Lughah al-Nafsi>.
Menurutnya, sudah menjadi hal yang musbit bahwa perkembangan
bahasa seseorang berkaitan dengan perkembangan akal atau ide
seseorang. Eksistensi bahasa juga berkaitan dengan berpikir. Bahasa
merupakan alat untuk mencurahkan atau mengekspresikan perasaan
seseorang kepada orang lain. Bahasa lah yang mempermudah dan
membantu kinerja akal.5
Pengetahuan adalah kunci untuk
revitalisasi bahasa. Antara bahasa dengan akal merupakan satu
kesatuan yang saling bersinergi dan tidak dapat terpisahkan.6
Franz Magnis Suseno memperkuat hubungan bahasa dengan
pikiran. Menurutnya, kerancuan dalam berbahasa Indonesia di
kalangan para pejabat akibat dari malas berfikir.7
Pernyataan
tersebut juga selaras dengan Dardowidjodjo, menurutnya
amburadulnya berbahasa sebagai cerminan pola pikir yang
3H{as{a>d al-Qarni, al-Munjiza>t al-‘Alamiy>ah wa al-Insa>niy>ah fi> al-Qarn al-
‘Isyri>n: al-Adab wa al-Naqd wa al-Funu>n (AIRP: 2008), 120.
4 ‘Abd S{abu>r Sya>hin, Fi ‘Ilm al-Lughah al-‘Alah, 1984), 94.
5‘Abdul Maji>d Sayyid Ah}mad Mansu>r, ‘Ilm al-Lughah al-Nafsi> (Riya>dh: Ja>mi‘ah Mulu>k Su‘u>di>, 1982), 102.
6A Jacqueline H. E. Messing, “Ambivalence and Ideology Among Mexicano
Youth in Tlaxcala Mexico”, University of South Florida: Journal of Language, Identity & Education, Taylor and France Group (2009): 361.
7 A. Chaedar Alwasilah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosyda Karya, 2008), 178.
Pendahuluan 3
amburadul. Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa logika atau nalar
tidak ada dalam bahasa, logika terketak pada pemakai bahasa.8
Yang menurut aliran strukturalisme, logika merupakan bahasa yang
termasuk dalam wilayah bahasa dalam (internal speech).9
Menurut Vygotsky, antara internal speech dan external
speech terjadi adanya internalisasi bahasa didasarkan pada adanya
tiga bentuk yang berbeda dari kegiatan berbahasa, yaitu external
speech (bahasa sosial) bahasa egosentris (bahasa pribadi) dan
internal speech (bahasa logika). Vygotsky melihat tiga bentuk
bahasa tersebut sebagai struktur yang berbeda. Bahasa eksternal
menjadi faktor linguistik utama dalam komunikasi. Vygotsky
melihat bahasa egosentris sebagai penghubung antara bahasa
eksternal dengan bahasa internal secara matang. Bahasa sosial
adalah bahasa yang disuarakan dan diintelektualitaskan dari bahasa
logika menuju bahasa sosial.10
Berdasarkan konsep bahasa logika, Russel menjelaskan
kesepadanan antara dunia bahasa dan dunia realitas, atau antara
8 A. Chaedar Alwasilah, Filsafat Bahasa Dan Pendidikan, 178. Banyak
pertanyaan muncul tentunya bila kita berbicara tentang bahasa dan pikiran.
Berpotensi banyak pertanyaan tentunya, di antaranya: Apakah kita memakai
pikiran saat kita berbahasa? Dapatkah kita berbahasa tanpa pikiran; atau
sebaliknya, dapatkah kita berpikir tanpa bahasa? Apakah bahasa mempengaruhi
cara kita berpikir? Ataukah cara kita berpikir menentukan bahasa? Lihat Soenjono
Dardjowodjodjo, Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia ( Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), 282.
9Inner speech adalah fungsi bahasa yang sepenuhnya unik, independen, khas, dan benar-benar berbeda dari bahasa eksternal. Inner speech adalah pesawat internal pemikiran yang bersifat verbal dan menengahi hubungan secara dinamis
antara pikiran dan kata. Sedangkan bahasa eksternal adalah proses yang
melibatkan transformasi pemikiran ke dalam kata, yang melibatkan materialisasi
dan objektivitas pemikiran. Lihat Lev Semenovich Vygotskiĭ, The Essential Vygotsky (Springer, 2004), 104.
10Peter E. Jones, “From ‘External Speech’ To ‘Inner Speech’ In Vygotsky: A Critical Appraisal And Fresh Perspectives, Language & Communication” Communication Studies, Sheffield Hallam University, City Campus, United Kingdom (2009): 169.
4 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb
struktur bahasa dan struktur masyarakat. Seluruh pengetahuan akan
dapat dimengerti apabila diungkapkan dalam bentuk bahasa logika.
Oleh karena itu, analisis yang benar, yakni analisis yang didasarkan
pada bahasa logika akan menghasilkan pengetahuan yang benar
tentang realitas dan hakikat sesuatu di dunia.11
Inilah yang menurut
penulis konsep logika atau pikiran sering disebut juga dengan ide.
Oleh karena itu, ketika seseorang atau suatu kelompok tertentu
mengekspersikan idenya dengan gaya bahasa yang bersifat
tendensius, maka sering disebut dengan bahasa ideologi.12
Ideologi dalam bahasa merupakan ide tentang bahasa dalam
suatu lingkungan sosial.13
Interpretasi ideologi terhadap bahasa
merupakan salah satu hal ambigu yang signifikan dalam literatur
humaniora. Mitchell, membahas ambiguitas ini dalam istilah berikut
“pandangan yang masih bersifat ortodoks adalah yang berpandangan
bahwa ideologi merupakan kesadaran palsu, ideologi merupakan
sistem representasi simbolis yang mencerminkan situasi sejarah
dominasi kelas tertentu, yang berfungsi untuk menyembunyikan
karakter historis dan variasi kelas yang bersistem, masih bersifat
abstrak dan universal”.14
Makna lain dari ideologi adalah simbol identitas yang
terstruktur dengan nilai-nilai dan kepentingan yang
menginformasikan setiap representasi yang bersumber dari realitas.
11A. Chaedar Alwasilah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan, 52.
12Silverstein dalam Mihyon Jeon, mendefinisikan bahwa “ideologi bahasa”
sebagai set keyakinan tentang bahasa yang diartikulasikan oleh pengguna sebagai
rasionalisasi atau pembenaran struktur yang dirasakan dalam penggunaan
klasifikasi pemikiran seseorang yang diinterpretasikan melalui bahasa. Lihat
Mihyon Jeon, “Korean Heritage Language Maintenance and Language Ideology,” York University: Heritage Language Journal 6, No. 2 (2008): 55.
13John B. Haviland, “Ideologis of language: Some Reflections on Language
and US Law,” American Antropologist Journal 105, No. 4 (2003):764.
14 Renâe Dirven, Language and Ideology (Amsterdam: John Benjamins Publishing, 2001), 27.
Pendahuluan 5
Dengan makna tersebut timbul pertanyaan “apakah representasi ini
benar adanya dalam realitas?” Dalam formulasi ini, tidak ada hal
yang dapat merepresentasikan posisi di luar ideologi, bahkan yang
paling kritis adalah ideologi harus diakui sebagai salah satu
pemahaman yang menempati beberapa posisi nilai dan kepentingan,
sosialisme (misalnya) adalah merupakan salah satu representasi dari
ideologi kapitalisme.15
Ideologi berarti ilmu tentang ide, selaras dengan Drucker (The
Political Uses of Ideology) dalam Renâe Dirven, Dia menyebut
“koreksi ide tentang masyarakat”. Asal-muasalnya, Larrain
mengatakan, “ideologi merupakan suatu istilah yang memiliki
konotasi positif,” yaitu sebagai ilmu yang ketat dari ide-ide yang
terdapat dalam kepala manusia "ideologi dapat berfungsi sebagai
dasar baru untuk pendidikan politik", Napoleon lah yang
menggunakan konsep ideologi sebagai alat melawan temannya
tersebut, dengan demikian ideologi memberikan konotasi negatif.
Karl Marx menangkap ideologi lebih jauh memberikan karakter
negatif dan kritis.16
Namun, penelitian ini bukan merupakan
pembahasan yang mengkaji ideologi dari perspektif positif atau
negatifnya, melainkan penelitian ini bersifat mengafiliasikan kaitan
antara ideologi dengan bahasa.
Thompson adalah salah satu tokoh linguistik yang mengkaji
secara mendalam kaitan antara ideologi dengan bahasa. Thompson
melihat bahwa ideologi berhubungan dengan bahasa. Selama ini,
ketika berbicara tentang ideologi maka kita membayangkan seperti
mega di langit ketika musim panas, dan kilauan cahaya dan petir di
saat hujan. Namun dengan adanya bahasa, maka ideologi bisa masuk
dalam dunia sosial sebagai ucapan, ekspresi dan kata-kata yang
mengesankan. Di sini, bahasa bukan sekedar struktur yang bisa
15Renâe Dirven, Language and Ideology , 27.
16N.D. Arora, Political Science for Civil Services Main Examination (Tata McGraw-Hill Education), 296.
6 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb
dipergunakan sebagai alat komunikasi dan pertunjukkan, tetapi
tepatnya sebagai fenomena sejarah sosial yang melibatkan konflik
manusia.17
Semenjak itu, ideologi masuk dalam diskursus yang
mengandung simbol dan mitos, serta termanifestasikan dalam
bentuk bahasa. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa untuk
menerjemahkan sesuatu hal yang bersifat abstrak, diperlukan
standar terhadap makna yang hadir dalam tanda tersebut. Maka,
bahasa lah yang dapat diartikan sebagai tanda yang memiliki
standar yang fleksibel dan dapat membuka peluang yang cukup luas
untuk diinterpretasikan.18
Ideologi ketika masih dirumuskan dalam tataran ide dalam
bentuk tujuan, maka belum ada problem empirik. Namun ketika
dirumuskan dalam bentuk bahasa yang tujuan akhirnya adalah untuk
mencapai tujuan yang diinginkan dalam kerangka praktis yang
berbenturan dengan bahasa ideologi lain, maka akan memunculkan
konflik berupa pertarungan antar ideologi. Ketika Thompson
melihat bahwa ideologi sebagai pelembagaan dari sesuatu yang riil,
maka ideologi bukan lagi sebagai bayangan tertentu dari dunia
sosial, tetapi dia menjadi bagian dari dunia itu sendiri. Hal inilah
yang dieksplorasi oleh Thompson lewat tulisan Cornelius
Castoriadis dan Claude Lefort. Untuk mempelajari ideologi, John B.
Thompson, mempelajari cara-cara di mana arti (atau signifikansi)
berfungsi untuk mempertahankan hubungan dominasi.19
Ideologi bila dihubungkan dengan linguistik, dibahas dalam
psikolinguistik. Dalam ilmu psikolinguistik dibahas hubungan
antara struktur dalam dan struktur luar bahasa. Dalam disiplin inilah
bagaimana bahasa bisa dipelajari dari suatu yang bersifat abstrak,
17 Ideologi Sosial, Artikel Diakses Pada Tanggal 05 April 2013 dari
http://viagra-bahagia.blogspot.com/2009/10/ideologi-sosial.html
18 Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi (Yayasan Obor Indonesia, 2008), 103.
19Terry Eagleton, Ideology: An Introduction (Verso London, 1991), 51-52.
Pendahuluan 7
sehingga menjadi sesuatu yang kongkrit. Disambungkan dengan
ideologi, tentunya sangat berafiliasi. Sebuah ide, tidak akan bisa
dipahami tanpa melalui proses berbahasa. Bahasa merupakan jalur
utama sebuah ide bisa ditransformasikan terhadap fenomena
kehidupan, sehingga ada saling ketergantungan antara bahasa dan
pikiran dalam perkembangan berbahasa.20
Ide setiap orang tentunya berbeda-beda, perbedaan tersebut
tentunya tidak akan diketahui jika tidak direpresentasikan dalam
bentuk yang kongkrit. Keadaan tersebut menyebabkan tidak dapat
diketahuinya masing-masing ide manusia yang biasanya terbagi
kepada radikal, moderat dan fundamental. Atau klasifikasi cerdas,
pintar, kurang pintar dan memiliki gangguan pada alat berfikir
(otak) itu juga salah satunya diketahui oleh bahasa. Hal tersebut
juga berkaitan dengan kepribadian setiap manusia atau kelompok
tertentu. Kepribadian bisa dilihat dari gerak badan dan tingkah laku.
Sedangkan sebuah ide, tidak akan terdeteksi apa itu termasuk
pemikiran yang radikal, moderat, atau fundamental, tanpa
ditransformasikan dalam bentuk bahasa (linguistik).21
20Carol A. Miller, “Developmental Relationships Between Language and
Theory of Mind.” The Pennsylvania State University, University Park American Journal of Speech-Language Pathology 15 ( 2006): 151-152.
21 Para filsuf kontemporer menghubungkan analisis pemikiran yang
berfaedah bagi sebagian kata atau ungkapan-ungkapan dalam bentuk bahasa, di
antaranya: Antara kedua hal tersebut dapat terdapat perbedaan pendapat anatara
ahli bahasa dengan filsuf, menurut ahli bahasa antara kedua istilah tersebut jelas
merupakan dua hal yang berbeda. Sedangkan menurut para filsuf masih
mengusahakan dengan ijtihad. Kalau para ahli bahasa membedakan antara sebuah
perilaku manusia dengan sifat, bahasa dan perbuatannya. Sedangkan para ahli filsuf
berpendapat antara sebuah perilaku, sifat dan bahasanya merupakan suatu kesatuan
yang tidak dapat dibedakan. Ahli filsuf wajib membedakan antara bentuk bahasa
dengan bentuk pemikirannya, sebagaimana contoh terdapat dua jumlah kalimat
yang sama tapi timbul dari dua pemikiran yang berbeda. Atau sebaliknya tertdapat
dua kalimat yang berbeda yang dihasilkan dari dua pemikiran yang sama. Lihat
Mah}mu>d Fahmi> Zaira>ni, Fi> Falsafah al-Lughah (Bairu>t: Da>r al-Nahd}ah al-‘Arabi>, 1985), 25-27.
8 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb
Dengan bahasa pula (salah satunya), seseorang atau suatu
kelompok tertentu dapat dipahami tingkat bahasa yang masuk
dalam keras, tegas dan tajam dapat dikategorikan berasal dari
sebuah ide dari seseorang yang radikal. Sedangkan bahasa yang
damai penuh dengan toleransi, berasal dari sebuah ide atau
pemikiran yang moderat. Bahasa yang lemah lembut dan penuh
dengan kasih sayang, dideskripsikan dari ide seseorang atau
kelompok yang lemah lembut dan suka akan ketentraman.
Allah SWT Berfirman dalam Q.S al-Rah}ma>n (1-4):
نمَسانََُُخَلقَُ(2ُ)ُالمق رمَآنََُُعلَّمَُ(1ُ)ُالرَّْحمَنُ (4ُُ)ُالمبَ َيانََُُعلََّمهُ (3ُ)ُاْلمِ “(Tuhan) yang Maha pemurah Yang Telah mengajarkan Al Quran. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara”22
Dalam tafsir Jalalain, frasa “pandai berbicara” adalah dapat
berbicara.23
Menurut penulis, ayat tersebut merupakan salah satu
bukti yang membedakan manusia dengan mahluk lainnya adalah
bahasa. Bahasa manusia adalah bahasa komunikasi karena manusia
dapat berbicara satu sama lain, berbicara tentunya menggunakan
akal sebagai mediasi yang turut menentukkan kualitas pembicaraan
seseorang. Berbeda dengan hewan misalnya, yang memang ada
beberapa hewan yang dapat menggunakan bahasa manusia. Tetapi,
peristiwa tersebut tidak bisa masuk dalam kategori berbicara,
karena hewan hanya menggunakan instingnya untuk mengikuti
kata-kata yang diucapkan manusia. Bukan melalui mediasi akal
yang memang mereka tidak miliki.
Ideologi merupakan suatu pemahaman yang selalu menyertai
manusia, tidak ada mahluk lainnya di dunia ini yang disertai dengan
22QS. al-Rah}ma>n (55): 1- 4.
23Jalaludin as-Syuyuthi dan Jalaludin Muhammad Ibn Ahmad Almahally,
Tafsir Jalalain (Tasikmalaya: Persatuan Islam).
Pendahuluan 9
kata “ideologi”. Hewan, tumbuhan, tidaklah disertai dengan istilah
ideologi. Nampaknya jelas, bahwa istilah ideologi tumbuh dan
berkembang dari sebuah ide, sedangkan ide tumbuh dari sebuah
akal. Oleh karena itu, kata ideologi sebenarnya merupakan
penjelmaan dari sebuah akal. Itulah yang membedakan manusia
dengan mahluk lainnya yang berada di alam semesta ini.
Sebagaimana dalam pepatah Arab: ُُالناطقُحيوانُاْلنسان
“Manusia adalah mahluk yang berfikir”
Itulah kenapa dalam ayat al-Qur’an Allah seringkali
memerintahkan manusia untuk berfikir.24
Fenomena tersebut
bukanlah merupakan suatu hal yang tidak dapat dibuktikan
kebenaranya. Banyak bukti-bukti yang real dan menunjukkan bahasa
seseorang akan menunjukkan kepribadian idenya atau karakteristik
pemikirannya.25
Ketika manusia berbicara dengan bahasa yang
24Lihat QS. al-Baqarah: 4 “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan)
kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?, QS. al-Imra>n: 7 “Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal”, QS. al-Baqarah: 219 "Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah:"Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”, QS. al-‘Ara>f: 176 “Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir”, QS. al-Ra‘du: 4 “Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir” dan masih banyak lagi ayat-yata lainnya yang terdapat kaitannya antara manusia dengan akal atau pikiran.
25Seperti yang terjadi pada zaman Seoharto. Orde baru menyadari benar
peranan bahasa sebagai sarana politik yang sangat efektif untuk mendukung segala
aktifitasnya. Sifat bahasa yang arbitrer dimanfaatkan secara penuh dengan
memainkan makna-makna dari kata secara manasuka. Bahasa sebagai arena yang
tidak memiliki sifat netral telah dijadikan alat untuk mendominasi wacana
kekuasaan. Oleh karena itu, penciptaan makna dengan mengembangkan konotasi-
10 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb
mengevaluasi stigma kesepakatan dengan ideologi yang berasal dari
bahasa standar, mereka sendiri menjadi terlibat dalam propagasi
terhadap diri mereka, kepentingan dan identitas mereka. Ketika
seorang individu tidak dapat menemukan penerimaan sosial untuk
bahasanya di luar komunitas, dia mungkin datang untuk
merendahkan bahasa sendiri, bahkan saat dia terus
menggunakannya. Ideologi sebagai bahasa standar menyediakan
jaringan argumentasi akal di mana pembicara dari bahasa non-
mainstream dapat terjerat di setiap kesempatan.26
Tingkat analisis itu penting, di antaranya untuk memahami
bagaimana ideologi dijelaskan dalam berbagai model yang pada
dasarnya berpandangan bahwa teks, terutama tercermin melalui
bahasa, bukanlah suatu hal yang bersifat netral, tetapi mengandung
misrepresentasi dalam ideologi tertentu. Roger Fowler dan kawan-
kawan dalam Eriyanto, di antaranya berpandangan bahwa ideologi
itu tercermin lewat pemakaian kata, kalimat, dan tata bahasa yang
digunakan. Sebuah kata, kalimat atau tata bahasa tertentu dapat
menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain yang secara
langsung menggambarkan bagaimana pertarungan sosial di antara
kelompok-kelompok yang terlibat dalam masyarakat. Di sini, bahasa
yang digunakan dalam teks dianggap pencerminan langsung dari
konotasi yang dibuat untuk mengukuhkan kekuasaanya merupakan suatu hal yang
praktis. Namun, di sisi lain mahasiswa yang pada zaman orde baru memiliki
kekuatan atas nama rakyat, juga mengembangkan strategi yang sama untuk
melakukan perlawanan terhadap rejim orde baru. Kesadaran menggunakan arena
bahasa politik, juga dimainkan oleh mahasiswa dengan menggunakan asosiasi
tanda-tanda dengan menegaskan konotasi-konotasi yang telah dibangun oleh orde
baru sebelumnya. Lebih lanjut lihat Murdian S. Widjojo, Bahasa Negara Versus Bahasa Gerakan Mahasiswa: Kajian Semiotik atas Teks-teks Pidato Presiden Soeharto dan Selebaran Gerakan Mahasiswa (Jakarta: LIPI Press, 2003), 130.
26Charles Albert Ferguson, Shirley Brice Heath, Language in the USA: Themes for the Twenty-first Century (Cambridge University Press, 2004), 296.
Pendahuluan 11
pemakaian bahasa. Atau dalam bahasa yang sering dipakai Fowler\,
bahasa adalah ideologi itu sendiri.27
Bagi Theo van Leeuwen dalam Eriyanto, bahasa juga
tercermin dari sebuah ideologi, sehingga dengan mempelajari bahasa
yang tercermin dalam teks, ideologi dapat seseorang atau kelompok
tertentu dibongkar. Titik perhatian Van Leeuwen terutama
didasarkan pada bagaimana peristiwa dan aktor-aktor sosial
digambarkan dalam teks. Apakah ada peristiwa tertentu atau pihak
tertentu yang dimarjinalkan dengan penggambaran tertentu melalui
sebuah teks. Penggambaran itu sendiri mencerminkan bagaimana
pertarungan ideologi dalam dunia sosial yang mempengaruhi
struktur masyarakat pada umumnya. Masing-masing kelompok
saling menonjolkan basis penafsirannya sendiri dan memunculkan
bahasanya sendiri.28
Menurut seorang psikolog Rusia Vigotsky
terdapat ujaran yang bersifat egosentris, yaitu suatu ujaran yang
mengalami transformasi genetik dan berubah dari bahasa yang
kongkrit (external speech) manjadi bahasa yang abstrak (inner
speech). Inner speech tersebut mempunyai hubungan dengan
external speech. Inner speech masih tetap merupakan suatu ujaran,
namun ujaran yang bersifat abstrak atau bahasa yang masih ada
dalam pikiran dan belum terwujud dalam bahasa ujaran. Sedangkan
bahasa yang sudah diwujudkan dalam bentuk ujaran, maka hal
tersebut sudah masuk dalam wilayah external speech. 29
Setiap tata bahasa menurut linguistik transformatif
generatif30
dibangun oleh tiga buah komponenen, yaitu komponen
27Eriyanto, Analisis wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Yogyaka: PT
LKiS Pelangi Aksara, 2001), 347.
28Eriyanto, Analisis wacana: Pengantar Analisis Teks, 347-348.
29Soenjono Dardjo Widjojo, Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia (Jakarta: Yayasan Obor Jakarta, 2008), 283-284.
30 Transformatif generatif adalah sebagaimana menurut pendapat Noam
Chomsky yang mengatakan bahwa semua bahasa-bahasa yang ada di dunia adalah
12 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb
sintaksis, komponen semantik (kedua komponen tersebut masuk
dalam wilayah internal speech), dan komponen fonologi (komponen
yang masuk dalam wilayah internal dan eksternal speech). Untuk
memahami ketiga komponen tersebut simak gambar berikut:
Gambar 1
Strukur Dalam dan Struktur Luar Bahasa
sama, karena didasari oleh sebuah sistem yang bersifat universal. Menurutnya,
tingkat persamaan tersebut hanyalah pada tingkat dalamnya saja, yang dalam
linguistik disebut dengan istilah struktur dalam (deep structure). Sedangkan pada tingkat luar (surface structure) bahasa-bahasa itu berbeda-beda. Pada tingkat dalam itulah terdapat rumus-rumus tata bahasa yang mengatur proses-proses untuk
memungkinkan aspek-aspek kreatif bahasa bekerja. Dan apa yang Noam Chomsky
disebut dengan transformatif generatif terletak pada tingkat dalam ini. Lihat dalam
Abdul Chaer, Psikolinguistik Kajian Teoritik (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 53.
Representasi fonetik
(bunyi)
Rumus-rumus Fonologi
PF Struktur Luar
Rumus-rumus
Transformasi
PF struktur dalam
Leksikon Rumus-rumus Struktur Frase
(mu
lut)
Str
uk
tur
luar
bu
ny
i
(ota
k)
Str
uk
tur
Dal
am
Ko
mp
on
en s
inta
ksi
s
Ko
mp
on
en
Fo
no
log
i
Ko
mp
on
en s
eman
tik
Refresentasi
Semantik
Rumus-rumus
Semantik
Pendahuluan 13
Dari gambar tersebut kita bisa memahami antara internal
speech dan external speech. Komponen sintaksis dan komponen
semantik merupakan struktur internal speech, karena berada dalam
wilayah struktur dalam (dalam otak). Sedangkan komponen fonologi
sebagian berada dalam struktur dalam (rumus-rumus fonologi) dan
sebagian berada dalam struktur luar (represantasi fonetik). Selain
itu, tampak jelas bahwa struktur dalam berada dalam otak dan
struktur luar berada dalam mulut.31
Dengan melihat komponen bahasa tersebut, kita bisa
mengetahui bagaimana sebenarnya manusia bicara, gurauan pada
orang-orang yang dikatakan “asal omong” sebenarnya secara
neurobiologis tidak benar. Menurut Steven Pinker, kemampuan
berbahasa adalah adaptasi biologis otak dan kemampuan berbahasa
merupakan suatu hal yang bersifat instingtif.32
Maka dari itu,
seseorang yang mengalami gangguan otak akan berpengaruh
terhadap bahasanya. Dalam lingusitik dikenal dengan istilah afasia
dan poliglot. Kedua istilah tersebut merupakan istilah yang
bertentangan secara makna. Afasia merupakan fenomena hilangnya
bahasa karena disfungsi dalam mekanisme pusat otak. Ada juga
istilah lain yang mencakup terhadap gangguan yang sama disebut
31 Abdul Chaer, Psikolinguistik Kajian Teoritik, 38. Psikolog Rusia
Vygotsky berpandangan bahwa bahasa mengalamai transformasi genetik dan
berubah menjadi apa yang dinamakan dengan inner speech. Hubungan antara internal speech dan external speech tidak boleh tidak harus memanfaatkan dalam bentuk bunyi karena bahasa hanya dapat terwujud dengan bunyi fonetik. Namun,
ini tidak berarti bahwa inner speech hanyalah wujud batin dari extrenal speech. Inner speech masih tetap suatu ujaran, yakni pikiran yang berkaitan dengan kata. Bedanya adalah pada external speech pikiran itu diwujudkan dalam kata, sedangkan dalam internal speech kata-kata itu lenyap pada saat pikiran terbentuk. Lihat Soenjono Dardjowodjodjo, Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia ( Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), 282.
32Etty Indriati, Kesulitan Bicara dan Berbahasa pada Anak: Terapi dan Strategi Orang Tua (Jakarta: Pranada Media Group, 2011), 90-92.
14 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb
dispasia.33
Seorang afasia akan mengalami gangguan berbicara,
mendengar, membaca dan menulis. Pemahaman pendengaran
mereka sangat terbatas. Oleh karena itu, produksinya pun hanya
sedikit ucapan-ucapan yang dapat dimengerti.
Sedangkan poliglot atau multilingualisme sangat bervariasi.
Seseorang dikatakan poliglot atau multibahasa jika fasih dalam
empat bahasa atau lebih.34
Poliglot atau multilingualisme
merupakan kemampuan berbicara lebih dari dua bahasa,
multilingualisme biasa tidak dibedakan dengan bilingualisme.
Karena walaupun seseorang yang multilingual (menguasai lebih dari
dua bahasa) banyak pilihan untuk bertutur sapa, tetapi yang
kemungkinan terjadi adalah tercampurnya serpihan-serpihan baik
fonem, kata, frasa, morfologi dan sintaksis antara dua bahasa. Untuk
itu, pembahasan bilingualisme lebih populer dari pada
multilingualisme.
Adanya kedua istilah yang bertentangan di atas, memperkuat
pandangan penulis bahwa seseorang yang memiliki kekurangan
afasia dalam bahasanya tentu disebabkan dengan kelainan-kelainan
yang ada dalam otaknya, sehingga berpengaruh terhadap pemikiran
dan bahasanya. Begitu juga sebaliknya, seseorang yang memiliki
kelebihan poliglot karena memang mempunyai kelebihan dalam
otaknya yang juga berpengaruh terhadap pemikiran dan bahasanya.
Begitu juga dengan bahasa-bahasa yang diproduksi oleh Sayyid
Qutb, tentunya sangat berkaitan dengan ide atau pikiran yang ada
kompetensi ideologinya. Ideologi seorang Sayyid Qutb dapat eksis
di dunia sosial, salah satunya dilihat dari performansi bahasa yang
digunakan.
33Abha Gupta dan Gaurav Singhal, “Understanding Aphasia in a Simplified
Manner”, Journal Indian Academy of Clinical Medicine 12, No. 1 (2011): 33.
34Kató Lomb’s, Polyglot: How I Learn Languages (Hungarian: Így tanulok nyelveket, 1995), 7.
Pendahuluan 15
Penulis memilih lima alasan untuk menganalisis performansi
bahasa yang berkaitan dengan kompetensi ideologi seorang Sayyid
Qutb. Yaitu:
Pertama, antara bahasa dan pikiran, manakah yang lebih
dahulu ada, bahasa atau pikiran, pikirankah, bahasakah, atau
keduanya hadir bersamaan.
Kedua, banyak orang yang hanya mengenal bahasa dari segi
fonologi saja, mereka beranggapan bahwa bahasa itu adalah apa
yang diucapkan oleh mulut. Padahal jika ditinjau secara
psikolinguistik ternyata bahasa yang menentukan fasih tidaknya
adalah bahasa dalam (internal speech). Jika bahasa dalam tidak
dapat dikuasai oleh seseorang, maka bahasa luar pun tidak akan
dapat diucapkan dengan lancar.
Ketiga, pemilihan kompetensi ideologi dan performansi
bahasa pada seorang Sayyid Qutb sebagai objek penelitian
berdasarkan asumsi bahwa Sayyid Qutb dikenal memiliki ide yang
keras, tegas, dan berani dalam menjalankan aktivitas dakwah di
jalan Islam.
Keempat, di dalam komunikasi terdapat variasi bahasa,
variasi bahasa yang di maksud adalah bahasa dalam bentuk fonologi,
semantik dan sintaksis. Penelitian ini akan membuktikan perbedaan
variasi bahasa yang keluar dari kompetensi ideologi seorang Sayyid
Qutb dalam peristiwa linguistik.
Kelima, banyak dari para linguis dan psikolog yang
membicarakan tentang hubungan bahasa dan ide. Mereka berbeda
pendapat tentang hubungan keduanya. Apakah bahasa dan ide dari
sebuah pemikiran merupakan dua buah sistem yang berasingan, atau
saling mempengaruhi atau struktur ide pemikiran mempengaruhi
struktur bahasa, yang jelas dalam penelitian ini akan dibahas tokoh-
tokoh dan aliran-aliran yang ikut dalam perdebatan tentang bahasa
dan ide dalam sebuah pikiran.
16 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, banyak sekali
kemungkinan-kemungkinan masalah yang muncul dalam penelitian
ini. Masalah-masalah tersebut akan dieksplorasi dalam identifikasi
masalah, dan menjadi tolak ukur bagi pembatasan dan perumusan
masalah. Berikut kemungkinan-kemungkinan masalah yang muncul
dalam penelitian ini:
1. Ideologi berhubungan dengan sisi psikologi penutur dan
bahasa berhubungan dengan sisi mikrolinguistik.
2. Hubungan antara bahasa (linguistik) dengan ide pikiran
(psikologi). Pendapat tokoh-tokoh psikolingistik tentang
bahasa dan ideologi.
3. Kompetensi bahasa dan performansi bahasa yang
disederhanakan oleh para psikolinguis dengan struktur dalam
(internal speech) dan struktur luar (external speech).
4. Proses produktif dan proses reseftif bahasa yang merupakan
simbol masuknya bahasa dalam memori otak (kompetensi)
dan keluarnya bunyi-bunyi bahasa yang telah dicerna otak
(performansi).
5. Hubungan kompetensi sebagai proses internalisasi bahasa dan
performansi sebagai eksternalisasi bahasa.
6. Hubungan otak dengan bahasa, fasih berbicara yang
disebabkan oleh kecerdasan otak dan gangguan berbicara
yang diakibatkan oleh cedera otak.
7. Fasih atau kurang fasih dalam berbicara (fenomena bahasa)
berhubungan dengan kondisi bahasa dalam seseorang (internal
speech).
8. Terdapat faktor lain yang menyebabkan kondisi kempetensi
ideologi seseorang bersifat ideologis (selain otak), yaitu
faktor biologis dan faktor lingkungan sosial.
Pendahuluan 17
C. Pembatasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini memfokuskan pada
bahasa yang berhubungan dengan ideologi seorang Sayyid Qutb,
faktor-faktor internal, dan faktor-faktor eksternal yang
mempengaruhi ideologinya. Penelitian ini juga memfokuskan aspek-
aspek kebahasaan yang digunakan seorang Sayyid Qutb dalam
tulisan-tulisannya. Aspek-aspek kebahasaan Qutb tersebut, dibatasi
dalam karya-karya Qutb pada masa politik dan pemikiran. Karya-
karya tersebut Qutb tulis antara tahun 1950-1965. Berikutnya,
dalam penelitian ini dibahas proses internalisasi dan proses
eksternalisasi bahasa yang kedua proses tersebut ditentukan oleh ide
seorang Sayyid Qutb. Berikut terjadinya proses internalisasi dan
eksternalisasi dalam arti proses eksternal bahasa diinternalisasikan
dan proses internal bahasa dieksternalisasikan.
Alasan penulis dalam memilih batasan masalah di atas karena
Sayyid Qutb dikatakan sebagai seorang yang berideologi
fundamental dan memiliki pemikiran yang radikal. Ideologi dan
pikiran Sayyid Qutb dikenal sebagai salah satu aktor utama yang
mengenalkan ide-ide atau pemikiran-pemikiran yang keras, tajam
dan berani dan menjadi bagian aspek kognitifnya. Aspek kognitif
Sayyid Qutb tersebut, salah satunya diekspresikan juga dengan
gaya bahasa yang radikal dan tendensius. Ekspresi dan gaya bahasa
Qutb yang radikal dan tendensius diwujudkan dalam tulisan-
tulisannya.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang penulis jelaskan di
atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini
sebagai berikut: Bagaimana proses pembentukan kompetensi
ideologi seorang Sayyid Qutb? Bagaimana proses pembentukan
performansi bahasa Sayyid Qutb? Bagaimana relevansi antara
kompetensi ideologi dan performansi bahasa Sayyid Qutb?
18 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini sebagaimana yang terdapat dalam
rumusan masalah, yaitu untuk menemukan proses pembentukan
kompetensi ideologi seorang Sayyid Qutb, menemukan proses
pembentukan performansi bahasa seorang Sayyid Qutb dan
menemukan relevansi antara kompetensi ideologi dengan
penggunaan performansi bahasanya. Tujuan tersebut sebagaimana
tujuan utama penelitian dalam penulisan karya ilmiah pada umunya,
yaitu menemukan teori baru, baik yang bersifat memperkuat,
memperbaiki, atau mengganti konsep-konsep atau teori yang sudah
ada.35
Begitu pula dengan penelitian disertasi ini, dalam penulisan
disertasi ini, peneliti berusaha menemukan teori baru yang bersifat
memperkuat teori-teori yang sudah ada sebelumnya. Dengan kata
lain, bahasa terbagi pada dua dimensi, yaitu dimensi internal speech
dan external speech. Bahasa yang paling penting sebenarnya bukan
bahasa dalam dimensi external speech, tetapi bahasa dalam dimensi
internal speech.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
baik secara teoretis ataupun secara praktis, manfaat yang bisa
diambil dari penelitian ini di antaranya:
1. Penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan transformasi
bahasa, baik yang bersifat internalisasi dan eksternalisasi
dalam pemikiran yang menjadi cikal bakal sebuah ideologi.
2. Penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa sebagai
bahan bacaan referensi untuk memahami teori psikolinguistik
35 Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian (Bandung: Pustaka Setia
Bandung, 2008), 161. Menurut Prof. Dr. Suwito dalam perekuliahan Seminar
Proposal Disertasi mengatakan bahwa mode-model penelitian mencakup
menemukan yang baru, mengembangkan yang sudah ada atau membantah dan
merevisi yang sudah ada.
Pendahuluan 19
yang berkaitan dengan kompetensi dan performansi,
khususnya mahasiswa jurusan bahasa (linguistik).
3. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan
kesadaran pada masyarakat bahwa yang menentukan bahasa
kita lancar, tersendu-sendu, terbata-bata adalah bahasa dalam
kita (pikiran).
4. Memberikan kesadaran terhadap semua warga negara
Indonesia bahwa ideologi atau kepribadian seseorang tidak
akan terungkap tanpa ditransformasikan dalam bentuk bahasa.
Seseorang yang pemarah, penyabar, radikal, toleran, dan
fundamental dapat diungkapkan oleh bahasa.
5. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu
referensi terkait geneologi tokoh-tokoh Islam fundamental
yang memberikan stimulus bagi Sayyid Qutb dan merespon
ideologinya.
6. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman
terkait performansi bahasa Sayyid Qutb yang menjadi
rerefrensi dan kata kunci bagi kelompok Islam fundamental,
militan dan tendensius.
G. Penelitian Terdahulu yang Relevan dengan Tema Penelitian
Penulis mendapatkan banyak tema-tema penelitian terdahulu
yang relevan dengan tema penelitian yang sedang diteliti, di
antaranya: James Costa, Occasional Paper: Language, Ideology and
the ‘Scottish Voice (International Journal Of Scottish Literature,
2010),36 Dalam tulisannya, dia mengambil titik awal dua pengantar
untuk koleksi puisi-puisi dan cerita-cerita pendek di Skotlandia,
dengan menguraikan pertanyaan yang berhubungan dengan
sosiolinguistik tertentu yang saat ini menempati perdebatan
36James Costa, “Occasional Paper: Language, Ideology and the ‘Scottish
Voice,” International Journal Of Scottish Literature (2010).
20 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb
ideologis. Pertanyaan tersebut belum terpecahkan, dan terjawab,
pertanyaan “Siapa yang berbicara di Skotlandia?” Mungkin juga
menjadi pertanyaan pilihan ideologis. Tapi cara yang unik di mana
perdebatan tersebut menjadikan Skotlandia sebagai tempat yang
sangat penting untuk belajar bagi sarjana ideologi.
Ruth Wodak, Language and Ideology – Language in Ideology
(Lancaster University: Journal of language and Poilitics, John
Benjamin Publishing Company, 2007).37
Makalah dalam jurnal ini
semua membedakan berbagai aspek potensi ideologi dan politik
bahasa dalam berbagai konteks dan jenis kelamin, persamaan
sederhana, seperti semua bahasa bersifat ideologis atau setiap
bahasa penggunaan melayani tujuan ideologis atau politik tertentu,
terbukti salah. Hal tersebut, karena kekuatan bahasa bisa
disejajarkan dengan kekuatan senjata yang dapat menimbulkan
ledakan yang besar.
Paul V. Kroskrity, Language Renewal as Sites of Language
Ideological Struggle The Need for “Ideological Clarification”
(University of California at Los Angeles), yang memperjelas dan
memperkuat gagasan tentang “klarifikasi ideologis” dan
menyarankan relevansinya dengan ahli bahasa dan aktivis yang
tertarik dalam pembaharuan bahasa di Amerika. Mengikat gagasan
dan klarifikasi ideologis lebih erat dengan teori bahasa ideologis,
tidak hanya merupakan latihan dalam menjaga teori, melainkan
menyediakan alat bukti kerangka konseptual yang lebih baik untuk
mengantisipasi, memahami, dan memecahkan berbagai macam
masalah yang tampak.38
37Ruth Wodak, “Language and Ideology–Language in Ideology,” Lancaster
University: Journal of language and Poilitics, John Benjamin Publishing Company, ( 2007).
38Paul V. Kroskrity, Language Renewal as Sites of Language Ideological
Struggle The Need for “Ideological Clarification” (University of California at Los
Angeles).
Pendahuluan 21
Kent Jonson, On The Systematicity Of Language And
Thought (University of California: The Journal Of Philosophy
Volume Ci, No. 3, March 2004),39
yang menjelsakan bahwa
meskipun semua kesulitan bahasa dan pikiran dihubungkan secara
sistematis, masih mungkin untuk berakhir dengan catatan positif
(hubungan antara keduanya). Kita telah melihat bahwa ada
permasalahan yang kompleks dan menantang antara hubungan
bahasa dan pikiran yang secara langsung menyangkut sifat bahasa
manusia dalam pikiran serta sifanya secara sistematis. Masalah ini
adalah bagian dari pertanyaan tentang hubungan bahasa dengan
lingkungan (alam sekitar), dan bagaimana hubungan keduanya dapat
terorganisir secara sistematis.
A Jacqueline H. E. Messing, Ambivalence and Ideology
Among Mexicano Youth in Tlaxcala, Mexico (University of South
Florida: Journal of Language, Identity & Education, Taylor and
France Group, 2009),40
untuk pengamat luar, ambivalensi adalah
pusat ideologi bahasa-bahasa remaja dengan identitas mereka,
namun ideologi yang mengatur pergeseran bahasa dapat berubah
dari waktu ke waktu. Perhatian lebih lanjut perlu diberikan pada
remaja-remaja yang muncul dalam praktik sosialisasi bahasa dan
peran pergeseran ideologi bahasa individu. Pengetahuan ini adalah
kunci untuk revitalisasi bahasa, karena jika orientasi ideologis dapat
berubah dari waktu ke waktu, maka remaja-remaja tersebut dapat
mengaktifkan pengetahuan pasif linguistik mereka.
Carol A. Miller, Developmental Relationships Between
Language and Theory of Mind (The Pennsylvania State University,
University Park American Journal of Speech-Language Pathology
39 Kent Jonson, “On The Systematicity Of Language And Thought,”
University of California: The Journal Of Philosophy, No. 3, (2004).
40 A Jacqueline H. E. Messing, “Ambivalence and Ideology Among
Mexicano Youth in Tlaxcala Mexico,” University of South Florida: Journal of Language, Identity & Education, Taylor and France Group (2009).
22 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb
Vol. 15 _ 142–154, 2006),41
artikel ini berfungsi sebagai pengantar
untuk penelitian tentang bahasa dan teori pikiran, dan menekankan
adanya saling ketergantungan antara bahasa dan pikiran dalam
perkembangan “berbahasa”. Implikasi dari hubungan antara teori
pikiran dan pengembangan bahasa untuk penilaian bahasa pikiran
memiliki intervensi terhadapnya, dan argumen yang dibuat bahwa
mengambil teori pikiran memperhitungkan akan membantu dalam
meningkatkan hubungan komunikasi dan perkembangan bahasa.
Nighat Shakur, Perspectives on Language and Thought: A
Critique (International Research Journal of Arts & Humanities
(IRJAH) Vol. 37 ISSN: 1016-9342),42
tulisan ini bertujuan untuk
menyoroti beberapa perspektif besar pada kontroversi yang sedang
berlangsung antara bahasa dengan pemikiran. Berdasarkan
penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa hubungan antara bahasa
dan pikiran sangatlah mendalam. Bahasa dan pikiran memerlukan
suatu organisasi antara resepsi bahasa dengan produksi bahasa.
Bahasa menempatkan urutan dalam pikiran dan pemikiran
memungkinkan organisasi yang dibutuhkan oleh bahasa.
J. Trevor Morley, Power And Ideology In Everyday
Discourse: The Relevance Of Critical Discourse Analysis In
Pragmatic Linguistics Today (Seminar of English Linguistics,
2004),43
penelitian ini fokus dalam mengeksplorasi hubungan antara
bahasa, konsep ideologi dan kekuasaan dalam praktik linguistik
masyarakat kontemporer melalui kritik dari analisis wacana kritis
(CDA). Pendekatan untuk penyelidikan linguistik, sebagaimana
41Carol A. Miller, “Developmental Relationships Between Language and
Theory of Mind,” The Pennsylvania State University, University Park American Journal of Speech-Language Pathology 15, (2006).
42Nighat Shakur, “Perspectives on Language and Thought: A Critique”,
International Research Journal of Arts & Humanities, vol. 37.
43 J. Trevor Morley, “Power And Ideology In Everyday Discourse: The
Relevance Of Critical Discourse Analysis In Pragmatic Linguistics Today,”
Seminar of English Linguistics, (2004).
Pendahuluan 23
dibuktikan dalam studi dan peninjauan singkat dari salah satu
praktisi utama, Norman Fairclough. Analisis kritik wacana
merupakan suatu hal yang penting dalam menggunakan pendekatan
linguistik lainnya yang ditekankan dalam mengeksplorasi dan
menjelaskan basis sosial dari dimensi ideologis serta kekuasaan
yang mendukung wacana di masyarakat.
Andreu Bauzà Sastre, Language Planning And Political
Ideology: A Crosscomparison Between Catalonia, Valencia And
The Balearic Islands On The Reintroduction Of Catalan (A
Dissertation University Of Southampton, Faculty Of Arts Sc,
2000),44
mencoba menunjukkan hubungan yang signifikan antara
perencanaan bahasa dan ideologi politik. Dia memberikan beberapa
definisi awal mengenai konsep politik ideologi dan perencanaan
bahasa, dan selanjutnya membahas hubungan potensial, beberapa
tokoh terkemuka telah menetapkan konsep tersebut, terutama dalam
kaitannya dengan doktrin nasionalisme. Aplikasi praktis dari
hipotesis awal tersebut dicapai dengan cara studi kasus: kegiatan
perencanaan bahasa dalam kaitannya dengan Catalan di Catalonia,
Valencia dan Kepulauan Balearic sejak pemulihan demokrasi di
Spanyol di Midseventies. Setelah karakterisasi linguistik, sosial,
sejarah dan politik, berikutnya terdapat analisis rinci dan
komprehensif dari perencanaan bahasa di masing-masing wilayah
tersebut. Penelitian ini mengungkapkan bagaimana pengaruh politik
yang berbeda ideologi di wilayah Catalan berbahasa telah menjadi
faktor utama dalam pelaksanaan proses perencanaan bahasa yang
berbeda .
Tema-tema dalam penelitian di atas merupakan sebagian
tema yang mempunyai relevansi dengan tema penelitian yang
44 Andreu Bauzà Sastre, “Language Planning And Political Ideology: A
Crosscomparison Between Catalonia, Valencia And The Balearic Islands On The
Reintroduction Of Catalan,” A Dissertation University Of Southampton, Faculty Of Art, (2000).
24 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb
sedang ditulis. Dengan adanya penelitian-penelitian tersebut, dapat
memperjelas posisi penulisan disertasi dan perbedaan dengan
penelitian-penelitian sebelumnya. Telah dituliskan di awal, bahwa
tema dalam penelitian ini berhubungan dengan bahasa dan ideologi
(Transformasi ideologi dan Bahasa: Studi Kompetensi dan
Performansi Sayyid Qutb). Sudah jelas tema tersebut berbeda
dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Letak perbedaannya
adalah penelitian ini fokus kepada perubahan bahasa dalam (internal
speech) yang tidak dapat didengar dan dibaca menjadi bahasa luar
(external speech) yang dapat didengar dan dibaca. Sedangkan objek
penelitian disertasi ini adalah fakta kebahasaan seorang Sayyid
Qutb.
H. Metodologi Penelitian
Penelitian45
ini merupakan penelitian kualitatif dengan
menggunakan metode padan intralingual dan padan ekstralingual.46
Penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan
psikologi dan linguistik. Psikologi dalam linguistik merupakan
bahasa-bahasa yang bersifat internal atau bahasa-bahasa yang
45Hasil akhir kajian pustaka selain merumuskan landasan teori yang akan
digunakan dalam penelitian juga harus merumuskan hipotesis dan
mengidentifikasikan variabel-variabel utama yang akan diteliti. Lalu dalam
persiapan metodologis untuk menguji hipotesis, sekali lagi harus diidentifikasikan
variabel apa saja yang akan dilibatkan dalam penelitian. Variabel-variabel itu pun
perlu diklasifikasikan dan diidentifikasikan secara operasional. Secara umum,
variabel itu sendiri berarti sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek
penelitian; atau faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan
diteliti. Lihat Abdul Chaer, Kajian Bahasa: Struktur Internal, Pemakaian, dan Pemelajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), 32.
46 Metode intralingual adalah sebuah metode analisis dengan cara
menghubung-bandingkan unsur-unsur yang bersifat lingual, baik yang terdapat
dalam satu bahasa maupun dalam beberapa bahasa yang berbeda. Sedangkan
metode padan ekstralingual adalah sebuah metode yang menghubungkan masalah
bahasa dengan masalah di luar bahasa. Lihat Masun M.S, Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekhniknya (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), 119-120.
Pendahuluan 25
berhubungan dengan daerah-daerah abstrak (bahasa dalam atau
bahasa yang tidak diucapkan dan hanya dipikirkan saja), daerah
abstrak tersebut (pikiran) menjadi sumber di mana bahasa itu dapat
berwujud dalam bentuk bunyi (fonologi) dan nyata dalam fenomena
kehidupan masyarakat atau budaya tertentu, sedangkan linguistik
mengkaji bentuk-bentuk atau struktur-struktur bahasa itu sendiri,
sehingga muncul klasifikasi bahasa yang dikenal dengan fonologi,
sintaksis, dan semantik.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua sumber yaitu
sumber primer dan sekunder. 47
Sumber primer adalah data
kebahasaan yang bersumber dari karya-karya seorang Sayyid Qutb,
seperti Tafsi>r fi Z{ila>l al-Qur’a>n (1992), Ma‘a>lim fi> al-T{a>riq (1979),
Ma‘rakatuna> Ma‘al-Yahu>d (1993), Lima>dha>’ A’dumu>ni>? dan al-
‘Ada>lah al-Ijtima>‘iy>ah fi> al-Isla>m (1995). Data tersebut adalah
fonem atau kata yang diinternalisasikan dan dieksternalisasikan oleh
seorang Sayyid Qutb dari bahasa yang bersifat internal yaitu
bahasa-bahasa dalam bentuk morfologi, farsa, sintaksis dan
semantik, menjadi bahasa yang dapat didengar dan dipahami yaitu
bahasa dalam bentuk fonologi. Kemudian dilanjutkan dengan
pengumpulan dan pengkalsifikasian data, setelah data tersebut
terkumpul dan terklasifikasi, maka dilanjutkan dengan menganalisa
data, kemudian didukung dengan sumber-sumber sekunder yaitu
buku-buku atau jurnal-jurnal yang berhungan dengan seputar
ideologi dan bahasa seperti buku-buku yang bertemakan
psikolinguistik, dengan tokoh-tokohnya seperti Noam Chomsky,
Ferdinand De Saussaure, ‘Abdul Maji>d Sayyid Ahmad Mansur,
47Menurut Muhammad Ainin, sumber primer adalah tempat atau gudang
penyimpan yang orisinil dari data yang dibutuhkan, sumber primer merupakan
sumber-sumber dasar dalam sebuah penelitian. Sementara sumber sekunder,
merupakan sumber yang kedua atau adanya catatan tentang adanya suatu peristiwa
ataupun catatan-catatan yang jaraknya jauh dari sumber orisinil. Lihat Muhammad
Ainin Metodologi Bahasa Arab (Malang: Hilal Pustaka, 2007), 65-66.
26 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb
Abdul Chaer, dan yang lainnya. Ada pun objek penelitian48
dalam
penelitian ini adalah fakta kebahasaan dalam karya-karya seorang
Sayyid Qutb.
I. Sistematika Pembahasan
Sistematika dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I. Pendahuluan. Pada bab pendahulan, penelitian ini
mencakup latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan
dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika
pembahasan.
Bab II. Ideologi sebagai kompetensi bahasa dan fonologi
sebagai performansi bahasa. Bab ini membahas hubungan ide
dengan internal speech dan hubungan bahasa dengan external
speech, banyak orang yang tahu bahasa adalah sebagaimana yang
terdengar dari mulut ke mulut, padahal kalau ditinjau secara
psikologi bahasa bukan saja yang berwujud dalam kata-kata, akan
tetapi terdapat bahasa dalam yang sebenarnya sangat berperan atas
kelancaran bahasa yang berwujud kata-kata. Sebelum bahasa
diproduksi dalam kata-kata, terlebih dahulu bahasa tersebut
dibentuk dalam pikiran. Oleh karena itu, sub-bab berikutnya
dilanjutkan dengan hubungan internal speech dan external speech.
External speech dapat berwujud karena ada faktor-faktor internal
speech yang mendukung, sehingga dengan faktor-faktor tersebut
muncul perubahahan bentuk yang penulis istilahkan dengan
transformasi ideologi (Interrnal Speech) terhadap fonologi
(External Speech), yaitu represntasi sintaksis dan semantik terhadap
fonologi.
48Fenomena lingual yang menjadi objek penelitian objek bahasa itu adalah
berupa bunyi tutur yang berhubungan dengan fenomena yang benar-benar hidup
dalam pemakaian bahasa. Lihat Masun M.S, Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekhniknya, 2-3.
Pendahuluan 27
Bab III. Sayyid Qutb, kehidupan sosial dan kondisi
psikologisnya. Bab ini menjelaskan hal-hal berikut: Riwayat hidup
seorang Sayyid Qutb, berikut pemahamannya seputar kehidupannya,
kondisi psikologis dan kondisi lingkungan sosial Qutb.
Permasalahan-permasalahan yang timbul dalam ruang lingkup
kehidupan sekitarnya, kategorisasi dan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap pemikirannya. Setelah pembahasan riwayat
hidup, agama, pendidikan dan kondisi sosial dibahas secara
gamblang, kemudian pada tahap selanjutnya dibahas tentang
karakteristik dan kehidupan pribadinya. Oleh krena itu, pada sub
bab berikutnya akan dibahas tentang faktor-faktor internal yang
menimbulkan karakteristik yang berbeda dalam idenya seorang
Sayyid Qutb. Sehingga, performansi bahasanya memiliki produksi
yang dapat dibaca dari segi kompetensinya.
Bab IV. Kompetensi ideologi seorang Sayyid Qutb. Bab ini
membahas hal-hal berikut: Kompetensi ideologi seorang Sayyid
Qutb yang dikenal sebagai bahasa dalam seseorang dan kaitannya
dengan internalisasi bahasa. Setelah kompetensi, kemudian
dilanjutkan dengan performansi bahasa yang kita kenal sebagai
bahasa luar dan kaitannya dengan internalisasi bahasa. Pada bab ini
dilanjutkan dengan klasifikasi internal yang banyak dipengaruhi
oleh ideolog-ideolog Islam pada seorang Sayyid Qutb, seperti Qutb
Ibrahim dan Fatimah Husain Usman, Abbas Mahmud al-‘Aqqad,
Hasan al-Banna, Ibnu Taimiyah, dan Abu A’la al-Maududi. Tokoh-
tokoh tersebut merupakan tokoh-tokoh yang banyak membentuk
ideologi Sayyid Qutb dan memperjelas bahasa dalam (kompetensi)
dan bahasa luar (performansi) Sayyid Qutb. Setelah itu, akan
dibahas pula tokoh-tokoh Islam yang banyak dipengaruhi ideologi
Sayyid Qutb, seperti Omar Abdel Rahman, Imam Samudra, Osma
bin Laden, Zawahiri dan Muhammad al-Faraz. Genealogi ide-ide
tersebut berhubungan dengan istilah-istilah bahasa Arab yang
digunakan dalam performasni Sayyid Qutb dan berhubungan dengan
28 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb
bahasa dan berbahasa yang memiliki perbedaan makna. Setelah
diklasifikasikan hubungan kompetensi ideologi dengan performansi
bahasa Qutb, kemudian dilanjutkan dengan internalisasi bahasa pada
seorang Sayyid Qutb yang mencakup: Internalisasi bahasa dari
fonologi menjadi bentuk sintaksis dan internalisasi bahasa dari
bentuk fonologi menjadi bentuk semantik.
BAB V. Performansi bahasa seorang Sayyid Qutb. Bab ini
membahas hal-hal berikut: Kompetensi ideologi seorang Sayyid
Qutb yang dikenal sebagai bahasa dalam seseorang dan kaitannya
dengan eksternalisasi bahasa. Setelah kompetensi, kemudian
dilanjutkan dengan performansi bahasa yang kita kenal sebagai
bahasa luar dan kaitannya dengan eksternalisasi bahasa. Pada bab
ini dilanjutkan dengan klasifikasi eksternal dalam bentuk fonologi,
morfologi, frasa, sintaksis dan semantik pada seorang Sayyid Qutb,
yang memperjelas perbedaan antara bahasa dalam dan bahasa luar.
Antara fonologi, morfologi, frasa, dan sintaksis merupakan istilah-
istilah bahasa Arab yang berhubungan dengan bahasa dan berbahasa
yang memiliki perbedaan makna. Setelah diklasifikasikan perbedaan
antara fonologi, morfologi, frasa, dan sintaksis. Kemudian
dilanjutkan dengan proses eksternalisasi yang mencakup:
Eksternaslisasi bahasa dari bentuk sintaksis menjadi bentuk fonologi
dan eksternaslisasi bahasa dari bentuk semantik menjadi bentuk
fonologi. Proses eksternalisasi ini tentunya bisa diproses karena ada
proses internalisasi (reseptif) dalam peristiwa tutur. Oleh karena itu,
perlu adanya keseimbangan antara proses internalisasi dengan
proses eksternalisasi. Artinya, eksternalisasi bahasa seseorang
dipengaruhi ketika kepribadiannya berada di lingkungan sosial dan
budaya tertentu.
Bab VI. Relevansi kompetensi ideologi dan performansi
bahasa Sayyid Qutb. Bab ini membahas hal-hal berikut: Kompetensi
ideologi sebagai internalisasi bahasa Sayyid Qutb, sub bab ini
menjelaskan bahwa kompetensi sebagai wilayah bahasa yang dapat
Pendahuluan 29
menerima dan menentukan bahasa-bahasa sosial budaya dan
menjadi referensi bagi performansi bahasanya. Kemudian
dilanjutkan dengan pembahasan yang dihubungkan dengan aliran
dalam psikolinguistik, dalam hal ini dikaitkan dengan intermalisasi
bahasa menurut pandangan dalam aliran psikolinguistik, seperti
aliran behaviorisme dan rasionalisme. Pembahasan selanjutnya
adalah tentang performansi bahasa sebagai eksternalisasi bahasa
Sayyid Qutb, bagian ini menjelaskan performansi yang dibentuk
oleh kompetensi sebagai proses pengeluaran atau eksternalisasi
bahasa Sayyid Qutb, yang selanjutnya akan dibahas hubungan
eksternalisasi bahasa Sayyid Qutb kaitannya dengan semantik,
yang mencakup tentang al-jiha>d (Jihad), niz}a>m al-Isla>m (Sistem
Islam), al-qiya>dah (Pemimpin), h}a>kimiy>ah (Kedaulatan), al-ja>hiliy>ah
(Jahiliyah), al-da‘wah (Dakwah), al-ma’rakah (Peperengan), al-
mujtama‘ al-Isla>m (masyarakat Islam), al-h}izb (golongan), dan al-
istisyha>d (syahid).
Bab VII. Penutup, mencakup kesimpulan dan saran.
30 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb
31
BAB II
Ideologi Sebagai Kompetensi Bahasa dan Fonologi
Sebagai Performansi Bahasa
ebelum memahami gagasan bahasa dan ideologi,1 penulis
merasa perlu adanya beberapa konsep yang harus
diklarifikasi. Terutama kaitannya dengan kenapa ideologi itu bisa
dihubung-hubungkan dengan bahasa atau sebaliknya, kenapa bahasa
bisa menjadi salah satu elemen yang masuk dalam pembahasan
ideologi atau bahasa merupakan salah satu perangkat yang
membawa ideologi eksis dalam dunia sosial. Dalam Oxford
Dictionary, ideologi didefinisikan sebagai “sistem ide dan cita-cita,
terutama salah satu yang menjadi dasar teori dan kebijakan ekonomi
atau politik.” Ideologi merupakan seperangkat ide atau harapan
yang diusulkan oleh kelas dominan dalam masyarakat, atau cara
1 Perlu dibedakan antara ideologi dengan pikiran. Menurut Bertram F.
Malle, teori pikiran mengacu pada kemampuan untuk mewakili, konsep kerangka
kerja konseptual-domain tertentu yang memperlakukan masukan persepsi tertentu
sebagai tindakan, keyakinan dan lain sebagainya. Teori pikiran bisa dikatakan
sebagai suatu hal yang mendasari semua kesadaran kognisi dan kesadaran perilaku
manusia, sehingga menyerupai sistem kategori dalam persepsi sosial, yaitu konsep
dasar yang digunakan dalam memahami realitas sosial. Lihat Bertram F. Malle,
“The Relation Between Language and Theory of Mind in Development and
Evolution” Institute of Cognitive and Decision Sciences & Department of Psychology, University of Orego (2002): 4. Sedangkan menurut Gerald M. Platt and Rhys H. Williams, ideologi berkaitan dengan ranah hidup, atau yang dialami,
bukan dari berpikir. Ideologis dapat juga diartikan sebagai bentuk kesadaran dan
kebenaran, ontologis kebenaran dalam arti menggambarkan realitas yang terpisah
dari konstruksi sosial. Lihat Gerald M. Platt and Rhys H. Williams, “Ideological
Language and Social Movement Mobilization: A Sociolinguistic Analysis of
Segregationists Ideologies” Journal Source: Sociological Theory 20, No. 3 ( 2002): 5.
S
32 Transformasi Ideologi dan Bahasa : Studi Kompetensi dan Performansi Sayyid Qutb
berpikir dalam menilai hal-hal lain yang timbul dari sudut pandang
pribadi, kelompok dan golongan tertentu.2
Abbas Zaidi menyatakan bahwa ideologi merupakan suatu
gagasan yang kompleks. Dikatakan kompleks disebabkan ideologi
ada karena timbul dari gejala sosial yang beraneka ragam.
Keanekaragaman yang didukung oleh lingkungan sekitar yang
diinterpretasikan oleh pikiran seseorang, golongan atau suatu
kelompok tertentu menjadi suatu pemahaman yang mendalam dan
mendasar bagi arah ke mana sebuah ide tersebut dibawa. Oleh
karena itu, wajar bila pikiran seseorang, golongan atau kelompok
tertentu selalu dihubungkan dengan gagasan atau ideologi itu
sendiri.3
Hal tersebut disebabkan karena ide atau gagasan
merupakan salah satu alat untuk berpikir dan menentukan ke mana
arah pikiran seseorang akan berlabuh.
Perlu diketahui, sebenarnya adanya perbedaan ideologi
merupakan watak atau karakteristik dari sosio-historis dan sosio-
kultural yang beragam. Menurut Fais}a>l Darra>j, kajian ideologi
terungkap dari perbedaan yang bersumber dari pemahaman yang
tidak syarat dengan daya nalar, akan menimbulkan berbagai macam
bentuk interpretasi, seperti perbedaan situasi dan kondisi sosial,
perbedaan keyakinan, perbedaan visi misi dan kehendak gagasan
individu atau kelompok tertentu, pengasingan atau pengucilan dari
lingkungan sosial ter