21
BAB I PENDAHULUAN Transient visual loss (TVL) adalah kehilangan penglihatan mendadak, baik parsial atau komplit, pada kedua mata atau sebelah mata yang yang berlangsung selama beberapa detik atau beberapa menit, namun kurang dari 24 jam. Penyebab tersering berasal dari kelainan vaskuler yang bersifat sementara ataupun kelainan pada jalur afferent visual di otak. (1, 2) Pada orang dewasa, TVL seringkali disebabkan oleh proses iskemik, yang antara lain disebabkan giant cell arteritis, iskemia serebrovaskular, emboli arteri retina dan Amaurosis Fugax Syndrome. Transient visual loss dapat merupakan pertanda adanya gangguan penglihatan serius yang memerlukan investigasi dan terapi segera, atau dapat juga hanya gejala ringan yang menyertai migren. TVL pada anak jarang terjadi, dan biasanya menyertai keluhan migraine atau bersamaan dengan gejala epilepsi. (3) Penentuan TVL terjadi monokular atau binokular penting untuk mengetahui lokasi lesi. Pada kelainan yang monokular, permasalahan sering terjadi di daerah prekiasma, sementara kelainan binokular kelainan terjadi di daerah kiasma atau retrokiasma. Persepsi monokular atau binokular sering diragukan dengan 1

Transient Visual Loss

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah

Citation preview

Page 1: Transient Visual Loss

BAB I

PENDAHULUAN

Transient visual loss (TVL) adalah kehilangan penglihatan mendadak, baik

parsial atau komplit, pada kedua mata atau sebelah mata yang yang berlangsung

selama beberapa detik atau beberapa menit, namun kurang dari 24 jam. Penyebab

tersering berasal dari kelainan vaskuler yang bersifat sementara ataupun kelainan

pada jalur afferent visual di otak. (1, 2)

Pada orang dewasa, TVL seringkali disebabkan oleh proses iskemik, yang

antara lain disebabkan giant cell arteritis, iskemia serebrovaskular, emboli arteri

retina dan Amaurosis Fugax Syndrome. Transient visual loss dapat merupakan

pertanda adanya gangguan penglihatan serius yang memerlukan investigasi dan

terapi segera, atau dapat juga hanya gejala ringan yang menyertai migren. TVL

pada anak jarang terjadi, dan biasanya menyertai keluhan migraine atau

bersamaan dengan gejala epilepsi.(3)

Penentuan TVL terjadi monokular atau binokular penting untuk

mengetahui lokasi lesi. Pada kelainan yang monokular, permasalahan sering

terjadi di daerah prekiasma, sementara kelainan binokular kelainan terjadi di

daerah kiasma atau retrokiasma. Persepsi monokular atau binokular sering

diragukan dengan homonymous visual loss. Apabila pasien mengatakan

kehilangan pandangan di daerah temporal hanya pada sebelah mata,

pertimbangkan bahwa defisit yang terjadi adalah transient homonymous

hemianopia yang terjadi disebelah mata.(1, 4)

TVL baik monokular atau binokular merupakan sekelompok kelainan

dengan gejala bervariasi. Anamnesa mendalam dan pemeriksaan fisik penting

untuk menentukan lokasi kelainan di jalur visual pathway, menentukan etiologi,

dan jika ada indikasi melakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi

dan menyingkirkan diagnosa diferensial. Pada makalah ini akan dibahas mengenai

anatomi dan fisiologi visual pathway, TVL monokular dan binokular, serta

pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa.(5)

1

Page 2: Transient Visual Loss

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI VISUAL PATHWAY

Visual pathway bermula di retina dan berakhir pada area kortikal. Ada

tujuh bagian yang dilewati oleh impuls visual, yaitu retina, nervus optikus,

chiasma optikum, traktus optikus, badan genikulatum lateral, radiasio optik, dan

kortex visual (Gambar 1,2).(6, 7)

Gambar 1. Komponen Visual Pathway.1

2

Page 3: Transient Visual Loss

Gambar 2. Skema Visual Pathway dan komponen persyarafannya.(8)

2.1. Retina

Retina merupakan lapisan terdalam dari bola mata, terletak di antara

koroid dan vitreous. Pada retina terdapat makula di polus posterior yang berguna

dalam penglihatan sentral dan penglihatan warna. Retina meluas dari pinggir

nervus optikus ke ora serrata. Ketebalan retina kira-kira 0,12 mm pada ora serata

dan 0,56 mm di sekeliling papil nervus optik. (9-11)

Lapisan retina pada potongan melintang tersusun dalam sepuluh lapisan

yaitu : epitel pigmen retina, fotoreseptor yaitu sel batang dan kerucut, membrana

limitans eksterna, lapisan nuklear luar, lapisan pleksiform luar, lapisan nuklear

dalam, lapisan pleksiform dalam, lapisan sel ganglion, lapisan serabut saraf, dan

membrana limitans interna. (12-14)

Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama

pembiasan cahaya, hal ini terjadi apabila cahaya melalui perantara yang berbeda

kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu kornea, aquous humor, lensa dan

3

Page 4: Transient Visual Loss

vitreous. Kedua, akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi cembung atau

cekung, tergantung pada objek yang dilihat itu dekat atau jauh. Ketiga, konstriksi

pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat di retina sehingga

penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila cahaya yang terlalu terang

melewatinya dan ini penting untuk melindungi mata dari paparan cahaya yang

tiba-tiba atau terlalu terang. Keempat, pemfokusan yaitu pergerakan bola mata

sedemikian rupa sehingga kedua bola mata terfokus ke arah objek yang sedang

dilihat. (2,8)

2.2. Nervus Optikus

Nervus optikus merupakan bagian dari Sistem Saraf Pusat (SSP) yang

memiliki lebih sedikit sel neuron dan terisolasi dari sel lain yang umumnya berada

di otak. Nervus optikus terdiri dari akson sel ganglion retina dan sel glia. Jumlah

akson cenderung tetap, sedangkan jumlah sel glia dan mielin relatif bervariasi di

berbagai tempat dibandingkan akson. Nervus optikus membentang dari retina

melewati foramen sklera posterior hingga ganglion genikulatum lateral di

thalamus.(15)

Pada manusia, panjang nervus optikus yang terbentang dari belakang bola

mata hingga kiasma optikum adalah sekitar 50 mm dan terdiri dari empat

bagian(15):

1) Bagian intraokuler (head nervus optikus) memiliki panjang sekitar 1 sampai

1.5 mm dengan diameter transversal terhadap sklera sebesar 1,5 mm.

2) Bagian intraorbital dimulai dari bagian posterior permukaan sklera, memiliki

panjang sekitar 30-40 dan diameter 3-4 mm. Bagian ini memiliki sinous course

sehingga tetap memungkinkan gerakan excursi bola mata. Sekitar 8-15 mm

dibelakang bola mata, a.centralis retina berpenetrasi kedalam nervus optikus.

3) Bagian intrakanalikuler yang memiliki panjang sekitar 5-8 mm terfiksasi erat di

dalam kanalis optikus.

4) Bagian intrakranial memiliki panjang sekitar 10 mm dan bergabung dengan

nervus kontralateral membentuk kiasma optikum. Karena merupakan bagian

dari SSP, bagian intarorbita nervus optikus diselubungi pula oleh lapisan

piamater, araknoid, dan duramater.

4

Page 5: Transient Visual Loss

2.3. Kiasma Optikum

Kiasma optikum berlokasi di depan hipotalamus, di atas ventrikel tiga,

membentang di daerah circle of Willis, mempunyai lebar 12 mm, panjang 8 mm,

dan tebal 4 mm. Kiasma optikum disuplai oleh cabang kecil arteri serebri anterior

proksimal dan arteri komunikata anterior. Nervus Optikus bertemu di kiasma

optikum yang terletak di anterior hipofise. Di kiasma, serat saraf dari bagian nasal

satu mata bertemu dengan serat saraf dari bagian temporal mata lain, dan

kemudian bersama-sama masuk ke traktus optikus.(9, 15)

2.4. Traktus Optikus

Traktus optikus merupakan suatu bundel serat syaraf berbentuk silindris

yang berjalan keluar dari kiasma optikum ke arah posterolateral. Masing-masing

traktus optikus berisi serat saraf dari retina bagian temporal dan retina bagian

nasal dari mata yang berlawanan. Di posterior mata, masing-masing serabut ini

berakhir di badan genikulatum lateral. Serat saraf yang membawa impuls reflek

pupil melewati area nukleus pretektal di midbrain, yang masuk sampai ke daerah

brachuim superior, dan beberapa serat berakhir di colliculus superior.(7)

2.5. Badan Genikulatum Lateral (BGL)

Merupakan suatu struktur berbentuk oval, yang terletak di bagian posterior

talamus. Masing-masing badan genikulatum terdiri dari enam lapisan saraf grey

matter yang diselingi lapisan white matter yang dibentuk oleh serat optik.

Informasi dari semua sistem sensoris kecuali dari olfaktori, berjalan melewati

thalamus sebelum ditransfer ke kortek serebri, kemudian informasi visual diproses

di BGL selanjutnya di teruskan ke area kortikal yang lebih tinggi.(7, 16, 17)

2.6. Radiasio Optik

Radiasio optik membentang dari badan genikulatum lateral ke arah kortek

visual, yang berlokasi di sebelah medial lobus oksipital, diatas dan di bawah

fissura calcarina. Radiasio optik mengandung akson dari neuron ke tiga visual

pathway yang berasal dari badan genikulatum lateral.(16, 17)

5

Page 6: Transient Visual Loss

2.7. Kortek Visual

Kortek visual mempunyai ketebalan sekitar 2mm, terletak didaerah medial

dari lobus oksipital, diantara fissura Calcarina. Kortek visual termasuk dalam area

visuosensory (striate area 17), yang menerima serabut saraf dari radiasio optik,

dan dikelilingi area visuopsychic (peristriate area 18 dan parastriate

area 19).(16, 17)

6

Page 7: Transient Visual Loss

BAB III

TRANSIENT VISUAL LOSS

2.1. Transient Monocular Visual Loss (TMVL)

Penyebab tersering dari transient Monocular Visual Loss antara lain adalah

penyebab okular, orbital, dan kelainan sistemik. (Tabel 1)(9)

Tabel 1. Penyebab Transient Monocular Visual Loss.(1)

a. Okular

Pasien dengan blefarospasme yang tidak dapat membuka matanya dapat

mengalami kehilangan penglihatan sesaat, yang disebabkan irregulariti permukaan tear

film kornea. Pada pemeriksaan slit lamp dapat ditemukan permukaan tear film dan kornea

yang abnormal, dengan tear breakup time memendek dan punctate keratopathy mengarah

ke keratitis sicca, pemeriksaan schirmer dapat mengkonfirmasi produksi tear film yang

inadekuat. Inflamasi atau perdarahan juga dapat berhubungan dengan penurunan visus.

7

Page 8: Transient Visual Loss

TMVL yang diikuti melihat cahaya terang (sunlight) mengindikasikan adanya

gangguan pada makula, seperti detachment atau age related macula degeneration atau

iskemia okular. Transient visual loss yang diikuti melihat halo dan nyeri harus selalu

dilakukan pemeriksaan gonioskopi untuk mencari kemungkinan glaukoma sudut tertutup.

Kadang, pasien dengan papiledem mengeluh melihat bayangan abu-abu atau bayangan

hitam, yang berlangsung selama 10 detik, yang sering dipengaruhi perubahan posisi.(2, 4, 9)

b. Orbital

Pasien dengan massa di orbital, seperti hemangioma atau meningioma, dapat

mengalami obstruksi penglihatan sementara didaerah tertentu. Obstruksi ini disebabkan

penyumbatan pembuluh darah di posisi tertentu, dan merupakan petunjuk adanya

keterlibatan orbital.(9, 18)

c. Sistemik

Pada TMVL, jika faktor penyebab okular dan orbital telah disingkirkan, maka

penyebab retinovaskular atau kardiovaskular perlu dipertimbangkan. Amaurosis fugax

merupakan jenis TMVL yang disebabkan iskemia atau insufisiensi vaskular, dengan

gejala mendadak, tidak ada rasa nyeri, kehilangan penglihatan temporer selama 2-30

menit, diikuti oleh pemulihan sempurna. Pemeriksaan anatomi mata dapat normal atau

ditemukan kelainan di vaskular retina.(2, 4)

d. Emboli

Pada tahun 1950, Miller Fisher mengadakan penelitian untuk melihat material

emboli yang melewati sirkulasi retina, yang hasilnya emboli retina merupakan penyebab

signifikan TMVL. Emboli yang menjadi penyebab TMVL selalu berjalan didalam

pembuluh darah yang mensuplai nervus optikus,retina atau keduanya, dan kemudian

menetap disana. Emboli dapat diperiksa dengan jelas menggunakan oftalmoskop,

sehingga kemungkinan lokasi emboli tersebut dapat menjadi petunjuk untuk evaluasi

pasein.(1, 18)

Ada tiga tipe emboli tersering yang ditemukan yaitu colesterol, platelet fibrin

dan kalsium. Penyebab emboli lainnya bervariasi, yaitu cardiac tumor (myxoma), lemak

(fraktur tulang panjang, pakreatitis), sepsis, udara, silikon dan deposit obat

(kortikosteroid). Pembentukan ateroma sering ditemukan di bifurkasio arteri karotis

internal dan eksternal. Ateroma bersifat statis, berkembang menjadi fibrin, ulserasi,

progresif, dan menyebabkan lumen pembuluh darah menjadi sempit dan tersumbat.

8

Page 9: Transient Visual Loss

Hipertensi, diabetes, hiperkolesterol dan merokok juga merupakan faktor resiko yang

dapat dicegah.(1, 3, 10)

e. Vaskulitis

TMVL pada pasien usia tua (selalu diatas 50 tahun) dapat disebabkan Giant Cell

Arteritis, oleh karena itu pemeriksaan diagnostik harus mencakup pemeriksaan

sedimentasi westergen dan C-reaktif protein. Pada anamnesa pasien harus di tanyakan

apakah ada keluhan sakit kepala, rambut rontok, penurunan berat badan penurunan nafsu

makan, nyeri sendi proksimal. Gejala koroidal hipoperfusi atau perubahan pada

pemeriksaan fluorescein angiography dapat merupakan petunjuk adanya vaskulitis.

Namun walaupun telah dilakukan pengobatan dini dengan kortikosteroid, Giant Cell

Areritis yang didahului dengan TMVL kadang-kadang dapat berkembang menjadi

kehilangan penglihatan permanen.(1, 8)

f. Hipoperfusi

Hipoperfusi dapat menyebabkan TMVL pada beberapa situasi. Pertama pada

pasien dengan penyakit oklusi sistem vena retina. Beberapa pasien dengan oklusi vena

retina sentral mengeluhkan gangguan penglihatan selama beberapa detik hingga beberapa

menit, dan kemudian kembali ke visus normal.(9)

Kondisi kedua adalah penurunan penglihatan perifer, pasien dapat mengalami

kehilangan penglihatan selama 1-2 menit. Keluhan TMVL dapat dicetuskan oleh

perubahan posisi dari duduk ke berdiri. Hipoperfusi juga dapat disebabkan aritmia

kardiak atau stenosis pembuluh darah besar yang berat. Kondisi ketiga pasien dengan

TMVL yang disebabkan hipoperfusi adalah sindrom iskemik okular, dengan karakteristik

hipotensi, iskemik retinopati dengan tekanan arteri retina yang rendah, perfusi yang tidak

baik dan retinopati area mid perifer.(9)

2.2. Transient Binocular Visual Loss

Penyebab tersering transient binocular vision loss antara lain migren,

massa di oksipital (tumor, malformasi arterio-vena), iskemia oksipital (emboli,

vaskulitis, hipoperfusi), dan kejang oksipital.(19)

a. Migren

9

Page 10: Transient Visual Loss

Penyebab tersering transient binocular vision loss adalah defek

homonymus hemianopsia yang disebabkan oleh migren. Kadang-kadang kejadian

ini dapat berlanjut menjadi defek lapangan pandang yang progresif dan

diklasifikasikan sebagai komplikasi migren.(19, 20)

b. Massa di oksipital

Pada pasien dengan keluhan sakit kepala episodik dan visual loss, jika

serangan selalu terjadi pada sisi yang sama atau jika keluhan visual diikuti oleh

onset sakit kepala, harus dicurigai adanya suatu lesi di kepala, yang biasanya

adalah malformasi arterio-vena oksipital atau tumor. Pasien sebaiknya dianjurkan

untuk melakukan pemeriksaan MRI kepala dengan kontras dan jika

memungkinkan melakukan angiografi kepala.(16, 19, 21)

c. Iskemia oksipital

Biasanya saat pasien dengan migren beranjak dewasa intensitas sakit

kepala akan berkurang atau sakit kepala terjadi setelah gejala visual. Dilema untuk

menegakkan diagnosa terjadi jika jika pasien yang mengalami migren untuk

pertama kalinya adalah orang dewasa. Membedakan antara vasospasme migren

dan insufisiensi vertebrobasilar sulit. Pasien harus melakukan beberapa

pemeriksaan seperti MRI dan MRA untuk mengevaluasi sirkulsi kepala, jika

hasilnya negatif, maka biasanya prognosis adalah baik.(3, 19)

Transient reccurent bilateral visual blurring merupakan gejala tersering

dari insuf vertebrobasilar. Sistem vertebrobasilar yang terdiri dari arteri serebral

posterior, vertebral dan basilar mensuplai area kortex oksipital, brainstem dan

serebelum. Pasien dengan insufisiensi vertebrobasilar biasanya akan menunjukkan

gejala oftalmologi, yaitu keluhan gangguan visual dan keluhan okular motor.(3, 9)

d. Kejang Oksipital

Kejang oksipital biasanya menghasilkan sebuah fenomena visual, seperti

penglihatan berwarna, cahaya berputar-putar, yang biasanya terjadi selama 1-2

menit. Pada orang dewasa, kejang oksipital biasanya menunjukkan adanya

struktural lesi seperti tumor, trauma, atau malformasi arteri-vena, sementara pada

10

Page 11: Transient Visual Loss

anak-anak, kejang biasanya merupakan proses yang jinak. Pemeriksaan penunjang

yang dilakukan antaralain elektroensefalogram (EEG), dan pengobatan yang

diberikan adalah terapi antikonvulsi.(7, 16)

2.3. Pemeriksaan

Setiap pasien dengan transient visual loss, penting untuk diketahui status sistem

visualnya. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan untuk mengetahui

status refraksi, analisis sistem visual ekstra fovea (perimetri), dan identifikasi defek

aferen pupil. Pemeriksaan funduskopi juga penting untuk memeriksa kelainan di optik

disk seperti drusen nervus optikus, coloboma, atrofi optik, atau tanda-tanda oklusi

vaskular (cotton woll spot, hemoragi, penipisan vaskular) (Gambar 2). (1, 21)

Pemeriksaan radiologi non invasif sering digunakan untuk screening. Ada tiga

jenis pemeriksaan yang sering dilakukan yaitu Ultrasonografi Karotis (duplex scanning),

Magnetic Resonance Angiography (MRA), dan Computed Tomographic Arteriography

(CTA). Ultrasonografi merupakan pemeriksaan sensitif untuk mendeteksi plak ulseratif.

MRA dan CTA bermanfaat untuk memprediksi tingkat stenosis, yang kemudian di

bandingkan dengan pemeriksaan angiografi konvensional.(1, 21)

11

Page 12: Transient Visual Loss

Gambar 3. Alur Diagnostik Transient Visual Loss.(8)

12

Page 13: Transient Visual Loss

BAB IV

KESIMPULAN

1. Transient visual loss (TVL) adalah kehilangan penglihatan mendadak, parsial

atau komplit, pada kedua mata atau sebelah mata yang yang berlangsung

selama beberapa detik atau beberapa menit, namun kurang dari 24 jam.

2. Pada kelainan yang monokular, permasalahan sering terjadi di daerah

prekiasma, sementara kelainan binokular kelainan terjadi di daerah kiasma atau

retrokiasma.

3. Penyebab tersering dari Transient Monocular Visual Loss antara lain adalah penyebab

okular, orbital, dan kelainan sistemik.

4. Penyebab tersering Transient Binocular Vision Loss antara lain migren, massa

di oksipital (tumor, malformasi arterio-vena), iskemia oksipital (emboli,

vaskulitis, hipoperfusi), dan kejang oksipital

5. Anamnesa mendalam dan pemeriksaan fisik penting untuk menentukan lokasi

kelainan di jalur visual pathway, menentukan etiologi, dan pemeriksaan radiologi

non invasif sering digunakan untuk screening, yaitu Ultrasonografi Karotis (duplex

scanning), Magnetic Resonance Angiography (MRA), dan Computed Tomographic

Arteriography (CTA).

Jmm nj

13

Page 14: Transient Visual Loss

DAFTA

nnnnnnnnnR PUSTAKA

1. Gregory L. Skuta LBC, Jayne S. Weiss. The Patient With Transient Visual Loss. San Francisco: American Academy of Ophthalmology; 2011-2012. p. 173-86.

2. Grant T. Liu NJV, Steven L. Galetta. Transient Visual Loss. Neuro-Ophthalmology, Diagnosis and Management. Philadelphia: Saunders; 2010. p. 363-74.

3. Tatham AJ. Transient Loss of Vision. . wwwmedscapecom/public. 2015.4. Amick A, Caplan LR. Transient monocular visual loss. Comprehensive

ophthalmology update. 2007;8(2):91-8; discussion 9-100.5. Syndee Givre GPVS. Amaurosis fugax (transient monocular or binocular

visual loss). http://www.uptodate.com/; 2014.6. Amar Agarwal AA. Visual Pathway. Manual of NeuroOpthalmology. India:

Jaypee Brothers Medical Publisher; 2008. p. 73-103.7. Khurana A. Neuro-ophthalmology Comprehensive Opthalmology. India:

New Age Publisher; 2007. p. 287-312.

8. Ulrich Schifer HW, William Hart. Functional Anatomy of Human Visual Pathway. Clinical Neuro-Opthalmology. New York: Springer; 2007. p. 19.

9. Skuta GL CL. The Eye Fundamental and Principles of Ophthalmology. Singapore: American Academi Ophthalmology,; 2011-2012.

10. Lang GK. n, : :. Edition textbook atlas. Ophtalmology pocket. Germany: Appl Aprinta Druk; 2006. p. 305-10.

11. Kincaid MC GW. Anatomy of The Vitreous, Retina and Choroid. Vitreoretinal Disease The Essentials. New York: Thieme; 1995.

12. JM M. Ocular Embryology and Anatomy. Retina. 4th ed. Philadelpia: Elservier Mosby 2006.

13. DM K. Anatomic Correlates of The Retina. In: Tasman W JE, editor. Duane`s Clinical Ophthalmology. 3: Lippincott-Raven; 1997.

14. Crick RP KP. A Textbook of Clinical Ophthalmology. Singapore: Word Scientific Publishing; 2003.

15. Monkhouse S. The Optic Nerve. Cranial Nerve, Functional Anatomy. New York: Cambridge University Press; 2006. p. 115-20.

16. Kansky JJ. Neuropothalmology. In: Edward R, editor. Clinical Opthalmology. USA: Elsevier; 2007. p. 785-836.

17. Remington LA. Visual Pathway. Clinical Anatomy of the Visual System. USA: Elsevier; 2012. p. 230-40.

18. Chan JW. Ischemic Optic Neuropathies. Optic Nerve Disorders. USA: Springer; 2007. p. 30-60.

14

Page 15: Transient Visual Loss

19. Asbury V. Neuro-Opthalmology. In: Paul Riordan-Eva JPW, editor. General Ophthalmology London: Lange; 2007.

20. Gerhard K. Lang M. Disorders of the Visual Pathway. Ophthalmology, A Pocket Textbook Atlas. New York: Thieme; 2006. p. 404-8.

15