15
Hubungan antara Periodontitis dan Penyakit Kardiovaskular ABSTRAK Penyakit kardiovaskular (CVD) secara umum menyebabkan banyak kejadian morbiditas dan mortalitas.Penyebab utamanya adalah pembentukan aterosklerosis.Banyak faktor risiko yang telah teridentifikasi dan ditanggulangi untuk mengurangi keparahan penyakit. Selain faktor risiko tradisional (seperti hiperlipidemia, diabetes mellitus, dan merokok), proses inflamasi sistemik juga dapat meningkatkan risiko untuk kejadian kardiovaskular, karena inflamasi merupakan proses awal aterosklerosis. Penyakit periodontal adalah penyakit kronis struktur penyokong gigi, dilaporkan memiliki prevalensi tinggi di dunia.Tahap awal penyakit ini adalah pembentukan biofilm bakteri di permukaan gigi yang selanjutnya memicu inflamasi host, secara lokal maupun sistemik.Periodontitis dapat memicu aterosklerosis karena terjadinya respon inflamasi kronis, dan merupakan faktor yang berperngaruh terhadap kejadian CVD.Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk memberikan informasi mengenai periodontitis, CVD, dan hubungan antara keduanya serta pengetahuan mengenai efek pengobatan periodontal dalam memperbaiki prognosis penyakit kardiovaskular. Kata kunci: Peridontitis, inflamasi, aterosklerosis, penyakit kardiovaskular. PENDAHULUAN Penyakit kardiovaskular menjadi perhatian utama kesehatan masyarakat karena berkonstribusi terhadap sebagian besar morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia.Berbagai macam penelitian dilakukan selama 5 dekade terkahir untuk mendapatkan pengetahuan lebih jelas mengenai patogenesisnya sehingga dapat mengurangi prognosisnya.Pada tahun 1989, korelasi antara penyakit gigi dan infark myocard akut dilaporkan.

Translate Jurnal Kak Saleh (1)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gigi mulut

Citation preview

Page 1: Translate Jurnal Kak Saleh (1)

Hubungan antara Periodontitis dan Penyakit Kardiovaskular

ABSTRAK

Penyakit kardiovaskular (CVD) secara umum menyebabkan banyak kejadian morbiditas dan mortalitas.Penyebab utamanya adalah pembentukan aterosklerosis.Banyak faktor risiko yang telah teridentifikasi dan ditanggulangi untuk mengurangi keparahan penyakit. Selain faktor risiko tradisional (seperti hiperlipidemia, diabetes mellitus, dan merokok), proses inflamasi sistemik juga dapat meningkatkan risiko untuk kejadian kardiovaskular, karena inflamasi merupakan proses awal aterosklerosis. Penyakit periodontal adalah penyakit kronis struktur penyokong gigi, dilaporkan memiliki prevalensi tinggi di dunia.Tahap awal penyakit ini adalah pembentukan biofilm bakteri di permukaan gigi yang selanjutnya memicu inflamasi host, secara lokal maupun sistemik.Periodontitis dapat memicu aterosklerosis karena terjadinya respon inflamasi kronis, dan merupakan faktor yang berperngaruh terhadap kejadian CVD.Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk memberikan informasi mengenai periodontitis, CVD, dan hubungan antara keduanya serta pengetahuan mengenai efek pengobatan periodontal dalam memperbaiki prognosis penyakit kardiovaskular.

Kata kunci: Peridontitis, inflamasi, aterosklerosis, penyakit kardiovaskular.

PENDAHULUAN

Penyakit kardiovaskular menjadi perhatian utama kesehatan masyarakat karena berkonstribusi terhadap sebagian besar morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia.Berbagai macam penelitian dilakukan selama 5 dekade terkahir untuk mendapatkan pengetahuan lebih jelas mengenai patogenesisnya sehingga dapat mengurangi prognosisnya.Pada tahun 1989, korelasi antara penyakit gigi dan infark myocard akut dilaporkan.

Di lain pihak, penyakit periodontal (PD) dilaporkan dapat meningkatkan risiko berkembangnya berbagai penyakit sistemik, seperti hipertensi, diabetes mellitus, osteoporosis, arthritis rheumatoid, dan penyakit ginjal kronis.

Penyakit Periodontal

PD adalah penyakit inflamasi dan infeksi tidak menular pada gusi dan jaringan penyokong gigi, termasuk struktur jaringan lunak dan tulang alveolar.Berdasarkan survey yang dilakukan oleh WHO, status kesehatan periodontal dinilai dengan community periodontal index (CPI); yang melaporan prevalensi tinggi PD di seluruh dunia. Di populasi usia dekade 30-40, prevalensi PD ringan (CPI:1-2) sekitar 30-50%, 20-25% untuk PD sedang (CPI:3), dan sekitar 10-15% untuk PD berat (CPI:4). Terlebih lagi, pada populasi lanjut usia dan di negara berkembang dengan akses ke pelayanan kesehatan gigi yang terbatas, prevalensinya lebih tinggi dan pada umumnya pasien memiliki PD yang lebih serius.

Page 2: Translate Jurnal Kak Saleh (1)

Patofisiologi

Penyakit ini pada umumnya memiliki progresi yang lambat. Dengan kesehatan oral yang buruk, akan terbentuk plak bakteri (biofilm) di gigi. Berbagai macam bakteri, Porphyromonas gingivalis, Treponema denticola, Prevotella intermedia, Tannerella forysthia, dan Aggregatibacter actinomycetemcomitans, teridentifikasi sebagai organisme kausatif dengan P.gingivalis menjadi organisme penyebab utama yang palings sering dipelajari.Seiring dengan berjalannya waktu, plak bakteri ini dapat menyebar dan tumbuh di bawah garis gingiva, memproduksi respon inflamasi lokal yang menyebabkan destruksi progresif di jaringan sekitar.Hal ini membuat bakteri dapat masuk ke sirkulasi darah dan mengaktivasi respon inflamasi sistemik.

Banyak faktor yang dapat mempercepat proses inflamasi periodontitis. Faktor risiko lokal yang paling penting adalah kesehatan oral yang buruk.Untuk faktor risiko non oral, merokok, diabetes mellitus, obesitas, inaktivitas fisik, dan depresi dilaporkan berpotensi menjadi risiko periodontitis dan keparahannya.

DIAGNOSIS

Sebagian besar pasien asimptomatik, apabila terdapat gejala, biasanya tidak spesifik.Secara klinis, PD dikategorikan menjadi gingivitis dan periodontitis.Gingivitis hanya melibatkan gusi dan memiliki manifestasi kemerahan, bengkak dengan perdarahan saat menggosok gigi.Gingivitis hanya superficial dan tidak berbahaya, kecuali di beberapa kasus yang dapat berkembang menjadi periodontitis jika tidak diobati.Sedangkan periodontitis lebih parah, gusi mengalami retraksi dan terpisah dari gigi membentuk poket periodontal (ruangan antara gigi dan gusi) yang menyebabkan gigi goyang, formasi abses, terkikisnya tulang alveolaris, dan lepasnya gigi sewaktu-waktu.Pasien biasanya tidak memiliki gejala infeksi seperti demam atau leukositosis.

Diagnosis PD biasanya berdasarkan pemeriksaan gigi oleh dokter gigi.Meskipun penelitian pada pasien yang memiliki gejala menunjukkan bahwa sebagian besar pasien dapat mengevaluasi status periodontal mereka dengan tepat, tetapi pemeriksaan klinis dibutuhkan untuk mengetahui informasi yang lebih lengkap dan perencanaan terapi yang tepat. Temuan fisik antara lain bukti inflamasi gusi dan lepasnya jaringan ikat di sekitar gigi. Penilaian yang paling sering dipakai sebagai parameter klinis adalah kedalaman probing poket periodontal, indeks kalkulus, clinical attachment level, dan jumlah gigi yang ada; hal-hal tersebut harus dilaporkan untuk menyediakan informasi klinis yang rinci. Gambaran radiografi polos dapat menyediakan informasi mengenai terkikisnya tulang alveolaris, yang merefleksikan durasi dan keparahan periodontitis.

TERAPI

Prinsip terapi periodontal berfokus pada resolusi inflamasi dan penyembuhan jaringan yang rusak.Gingivitis dapat diobati dengan kebersihan gigi yang cukup dan pembersihan plak bakteri

Page 3: Translate Jurnal Kak Saleh (1)

supragingiva.Pasien diberi motivasi untuk meningkatkan kebersihan oral sehingga bakteri tidak tumbuh lagi.Pengobatan periodontitis kronik tergantung pada keparahan penyakit.Selain pengambilan biofilm bakteri, antiobiotik dapat digunakan sebagai tambahan untuk mengontrol pertumbuhan bakteri yang berlebihan.Pemberian antibiotik topikal seperti obat kumur clorhexidine direkomendasikan untuk digunakan pada periodontitis sedang dan berat. Akan tetapi, pasien dengan faktor risiko lain seperti diabetes mellitus, lebih menguntungkan menggunakan antibiotik sistemik daripada yang lokal.

Terapi adjuvan lainnya adalah pemberian obat yang memodulasi host.Doksisiklin dosis rendah menghambat enzim matrix metalloproteinase (MMP), sehingga mengurangi gejala pasien dan progresi dari inflamasi.Obat ini sudah diijinkan oleh US Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan periodontitis.

Pada periodontitis lanjut, pasien mungkin memerlukan prosedur operasi untuk mendapatkan akses yang cukup untuk pengambilan plak bakteri. Ekstraksi gigi juga dilakukan di beberapa kasus untuk gigi non vital, yang bertujuan untuk terapi ataupun pencegahan komplikasi lain.

Penyakit Kardiovaskular

CVD adalah kelainan pada pembuluh darah atau jantung.Istilah ini meliputi penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, penyakit serebrovaskular (stroke), dan penyakit arteri perifer. Aterosklerosis,pembentukan plak ateromatosus dalam dinding pembuluh darah, merupakan etiologi utama CVD.

WHO menyatakan bahwa CVD adalah penyebab utama kematian secara global, yang mewakili 30% mortalitas.Selain itu, CVD termasuk 10% beban penyakit global, yang diukur dengan diability-adjusted life year.CVD yang memiliki efek kesehatan yang besar adalah CHD dan penyakit serebrovaskular. Di masa depan, dengan ekspektansi hidup yang meningkat, prevalensi CVD juga akan meningkat.

Patofisiologi Aterosklerosis

Aterosklerosis adalah proses yang tersembunyi, dimulai dari deposisi molekul lipoprotein (khususnya LDL) di tunika intima arteri. Pada matriks ekstraselular, lipoprotein ini mengalami oksidasi, melepaskan fosfolipid bioaktif yang dapat mengaktivasi sel endotel.Pada permukaan luminalnya, sel endotel yang teraktivasi mengekspresikan molekul adhesi, termasuk ICAM-1, ELAM-1, dan VCAM-1.Monosit dan limfosit yang beredar menempel pada molekul permukaan ini dan bermigrasi ke intima akibat dari respon terhadap stimulasi kemoatraktif. Hal ini disebut proses recruitment.

Di bawah pengaruh M-CSF yang diproduksi di tunika intima arteri, monosit berdiferensiasi menjadi makrofag.Aktivasi makrofag distimulasi oleh ikatan reseptor permukaan dengan partikel LDL teroksidasi, fragmen sel apoptosis, protein stres atau endotoksin bakterial. Makrofag yang

Page 4: Translate Jurnal Kak Saleh (1)

teraktivasi melepaskan agen vasoaktif, ROS, enzim proteolitik, yang kemudian beraksi seperti sel APC, yang menyediakan antigen peptida lokal [contohnya LDL teroksidasi, HSP60, dan antigen mikroba] ke sel T, sehingga menghasilkan aktivasi sel T. Makrofag terkativasi juga mengambil molekul LDL termodifikasi, sehingga mengakibatkan terakumulasinya kolesterol di sitoplasma dan pembentukan droplet lipid. Sehingga makrofag bertransformasi menjadi lipid lade foam cell, sebagai karakteristik aterosklerosis.

Foam cel akan mati sewaktu-waktu meninggalkan elemen yang kaya lipid di intima. Dengan inflamasi yang sedang terjadi, akumulasi lipid terjadi, membentuk lipid core di plak ateroma.Selanjutnya, sitokin dan kemokin terus dilepaskan, sel otot polos terstimulasi dan migrasi ke tunika intima. Mereka akan berproliferasi dan menyekresi kolagen untuk membentuk fibrous cap di plak ateromatosus. Cap tersebut berperan sebagai penghalang antara kompartemen darah, yang memiliki komposisi platelet dan faktor koagulasi, dan lipid core, yang banyak substansi thrombogenic dan proinflamasi.

Limfosit, terutama sel T, migrasi melalui endotel menuju ke tunika intima dengan mekanisme yang sama seperti monosit. Sel T merespon antigen mengikat pada molekul MHC di permukaan APC dan menjadi teraktivasi.Aktivasi sel T menyebabkan inflamasi lebih lanjut dengan lepasnya berbagai macam sitokin, seperti IFN-γ, TNF-α, dan IL-1.IFN-γ dianggap sebagai sitokin proaterogenik utama karena memicu aktivasi endotel dan makrofag dengan produksi molekul adhesi, sitokin, kemokin, radikal bebas, protease, dan faktor koagulasi.IFN-γ menghambat proliferasi sel, effluks kolesterol dari sitoplasma makrofag. Selain itu, ia juga menghambat kemampuan sel otot polos untuk menyekresikan kolagen yang dibutuhkan untuk mempertahankan integritas fibrous cap.Di samping IFN-γ, MMP terlepas dari makrofag juga menyerang kolagen, sehingga melemahkan fibrous cap.

Ketika fibrous cap pecah, darah kontak dengan material thrombogenik di liid core, khususnya faktor-faktor jaringan, dan memicu agregrasi platelet dan generasi thrombin.Thrombosis terjadi dan berujung pada oklusi arteri, yang menimbulkan tanda dan gejala iskemik.

Evaluasi Aterosklerosis Subklinikal

Faktor risiko tradisional aterosklerosis adalah hiperlipidemia, hipertensi, diabetes mellitus, obesitas, usia lanjut, dan merokok. Sekitar 10% pasien tidak memiliki faktor risiko di atas; aterosklerosis dapat berkembang sebagai hasil dari inflamasi kronis.Hipotesis aterosklerosis yang diinduksi inflamasi ini didukung oleh peningkatan insidensi aterosklerosis pada pasien dengan penyakit inflamasi kronis seperti rheumatoid arthritis, lupus eritematosus, dan infeksi kronis.

Selama dekade terakhir, banyak penelitian melaporkan korelasi yang kuat antara jumlah CRP dan perkembangan kejadian kardiovaskular.CRP adalah protein reaktan fase akut yang sebagian besar diproduksi oleh hepar sebagai respon Il-6 dan TNF-α.Pada kondisi kronis, CRP khususnya dalam jumlah sedikit dapat dideteksi dengan pemeriksaan sensitivitas tinggi yang disebut hs-CRP.CRP memfasilitasi transformasi makrofag menjadi foam cell ketika terdapat LDL

Page 5: Translate Jurnal Kak Saleh (1)

teroksidasi, sehingga memicu pembentukan plak aterosklerosis.The US Centers for Disease Control and Prevention and the American Hear Association menyusun risiko CVD berdasarkan jumlah hs-CRP: risiko rendah, <1,0 mg/L; risiko sedang, 1,0-3,0 mg/L; risiko tinggi,>3,0 mg/L. Penelitian terbaru menyatakan bahwa rosuvastatin, sebuah agen penurun LDL, secara signifikan menurunkan insidensi kejadian kardiovaskular pada subyek dengan tingkat LDL kolesterol yang lebih rendah, khususnya mereka yang memiliki tingkat hs-CRP lebih dari 2 mg/dl, membuktikan hubungan antara hs-CRP yang meningkat dengan CVD. Karena rendahnya korelasi yang spesifik dengan aterosklerosis, tidak terdapat bukti yang cukup merekomendasikan pengobatan yang bertujuan untuk mengurangi hs-CRP sebagai profilaksis CVD.

Penelitian terbaru menyarankan bahwa disfungsi endotel mengawali kejadian aterosklerosis beberapa tahun sebelumnya, dan dianggap sebagai salah satu manifestasi paling awal.Oleh karena itu, pertanda untuk disfungsi endotel telah dikembangkan untuk mendeteksi individu dengan aterosklerosis preklinik sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan segera. Biomarker endotel baru yang sedang diteliti termasuk ADMA, CPCs, EPCs, CECs, dan MPs. Pertanda ini digunakan untuk mengevaluasi bukan hanya kapasitas vasodilatasi yang bergantung endotel, tapi juga kapasitas penyembuhan sel endotel dan perannya dapam respon inflamasi sistemik. Akan tetapi, informasi lebih lanjut dibutuhkan sebelum implementasi klinis dapat direkomendasikan.

Flow-mediated dilatation (FMD) adalah tehnik non invasif yang dikenalkan baru-baru ini untuk evaluasi fungsi endotel, yang sekarang dianggap sebagai metode gold standard dalam epidemiologi vaskular. Penelitian melaporkan bahwa FMD berkurang pada subyek dengan faktor risiko kardiovaskular (diabetes mellitus, hipertensi, obesitas, atau merokok) dan aterosklerosis, sedangkan kenaikan FMD diobservasi setelah modifikasi gaya hidup dan administrasi beberapa obat (contohnya, obat hipoglikemik oral, statin atau ihibitor angiotensin-converting enzyme). Saat ini FMD digunakan secara luas di clinical trial untuk menilai perbaikan aliran darah arteri brachialis setelah intervensi, sehingga menurunkan gejala CVD.

Parameter lain yang sering digunakan untuk mengevaluasi aterosklerosis subklinis adalah ketebalan tunika media dan intima (IMT). IMT adalah pengukuran ketebalan tunika intima arteri, yang biasanya dilakukan pada arteri carotis.IMT carotis, berdasarkan banyak penelitian, berhubungan baik dengan derajat aterosklerosis arteri koroner.

Periodontitis dan CVD

Pada tahun 1989, Matilla, dkk menemukan bahwa kesehatan gigi lebih buruk pada pasien dengan infark myocard akut daripada kontrol di populasi orang Finlandia.Sejak saat itu, beberapa penelitian telah dilakukan untuk menilai hubungan antara PD dan CVD.Hasilnya sangat bervariasi, sehingga hubungan yang signifikan antara kedua kondisi tidak bisa disimpulkan. Alasan yang mendasari perbedaan di antara kedua penelitian adalah:

1. Perbedaan desain penelitian, populasi, ukuran sampel, dan durasi follow up

Page 6: Translate Jurnal Kak Saleh (1)

2. Penyesuaian faktor perancu yang telah diketahui menjadi faktor risiko independen CVD

3. Perbedaan definisi PD (di beberapa penelitian melibatkan gingivitis sedangkan yang lain tidak) dan perbedaan pada metode yang digunakan untuk menilai keparahan penyakit.

4. Perbedaan pada identifikasi kasus CVD, dengan sebagian besar penelitian fokus pada CHD, beberapa pada stroke nonhemorrhagic, sedangkan hanya sedikit yang melibatkan PAD.

Akan tetapi, meta-analisis terbaru menunjukkan hubungan yang signifikan antara PD dan CVD setelah menyesuaikan faktor risiko yang lain seperti jenis kelamin, usia, etnis, status sosial ekonomi, obesitas, merokok, hipertensi, diabetes mellitus, dan kadar lipid. Risiko relatif yang diperkirakan bervariasi dari 1,14-1,75 dan semuanya menunjukkan hubungan yang signifikan antara kedua kondisi.

Hubungan antara Periodontitis dan Penyakit Aterosklerosis

Hubungan tidak langsung antara PD dan CVD adalah mereka memiliki faktor risiko yang sama. Prevalensi PD lebih tinggi pada orang yang merokok, memiliki diabetes mellitus, hipertensi, obesitas, hiperlipidemia, dan usia lanjut. Hal ini sama dengan risiko untuk CVD dan mereka diklasifikasikan sebagai faktor risiko tradisional aterosklerosis. Akan tetapi, PD masih memiliki korelasi positif dengan CVD yang signifikan secara statistik setelah penyesuain faktor-faktor tersebut.Oleh karena itu, penelitian terbaru telah berfokus untuk menemukan mekanisme dari hubungan ini.Banyak penelitian mendemonstrasikan hubungan antara periodontitis dan peningkatan pertanda inflamasi (hs-CRP, IL-1, IL-6, dan TNF-α) dan beberapa melaporkan hubungan antara periodontitis dengan gejala dan tanda klinis CVD sebagai keluaran klinis.

Konsep tentang aterosklerosis yang diinduksi infeksi diproyeksikan.Baru-baru ini, tidak hanya organisme tunggal tetapi multipel organisme juga merupakan agen penyebab potensial untuk perkembangan penyakit aterosklerosis.Hal ini disebut infectious burden concept tetapi bukti mengenai hal tersebut belum ada.

Berbagai mekanisme telah ditawarkan untuk menghubungkan periodontitis dengan aterosklerosis.Penelitian telah menemukan bahwa pasien dengan PD (dengan atau tanpa hilang gigi) cenderung mengonsumsi lebih banyak karbohidrat dan sedikit serat, yang bisa berdampak pada hiperlipidemia. Selain itu, dengan infeksi kronis dan inflamasi, metabolisme lipid terganggu dan hasilnya adalah peningkatan kadar trigliserida. Selanjutnya, pasien ini memiliki risiko lebih untuk terkena CVD.

Ada empat mekanisme biologi utama yang menjelaskan hubungan antara PD dan CVD.Hal ini dipercaya bahwa mekanisme ini beraksi bersama-sama untuk meningkatkan inflamasi dan mengeksaserbasi aterosklerosis.

1. Inflamasi jaringan lokal: Dengan kebersihan oral yang kurang, biofilm mulai terbentuk dan terakumulasi di gigi sepanjang waktu. Bakteri patogen mulai berkembang di biofilm dan

Page 7: Translate Jurnal Kak Saleh (1)

memicu repon inflamasi jaringan gingiva.Endotel gingiva menjadi teraktivasi dan melepaskan sitokin proinflamasi.Sitokin-sitokin ini (PGE2, TNF-α, IL-1, IL-6, molekul adesi, dan MMP] menyebabkan inflamasi jaringan lokal, sehingga terjadi disfungsi endotel progresif, rekrutmen dan aktivasi sel inflamasi (utamanya adalah makrofag dan limfosit), yang berujung pada inflamasi dan destruksi jaringan periodontal di sekitarnya. Sitokin-sitokin ini juga memasuki aliran darah, sehingga meningkatkan kadar substansi penginflamasi yang bersirkulasi dan memicu inflamasi sistemik. Dengan pertumbuhan bakteri yang terus menerus, dan tubuh host tidak dapat melawan sitokin inflamasi dalam jumlah yang besar maka status inflamasi kronis tetap berlanjut.

2. Bakteremia dan respon inflamasi sistemik: Normalnya, bakteremia transient akan muncul setelah menggosok gigi dan mengunyah makanan yang keras, yang menyebabkan lesi minor pada endotel gingiva. Tetapi dengan lesi endotel yang tidak berlanjut serta flora oral non virulen, respon imun host dapat mengeliminasi bakteria ini dan bakteremia akan menghilang secara spontan. Dengan adanya PD, inflamasi berlanjut sehingga menyebabkan disfungsi endotel gingiva dan invasi bakteri ke struktur jaringan lunak yang mendasari, serta dapat memasuki sirkulasi darah. Bakteri patogenik memiliki faktor-faktor virulensi [seperti fimbria dan lipopolisakarida (LPS)] yang membantu baktri bertahan hidup dar imunitas host serta mampu memicu respon inflamasi yang lebih intens pada waktu yang sama. Fimbria membuat ikatan antara bakteri dengan sel endotel dan mengaktivasi sekresi substansi proinflamasi.LPS atau endotoksin mengikat reseptor pada membran sel makrofag, sehingga memicu aktivasi makrofag.

Penyebaran bakteri oral secara hematogen ini diperkirakan menjadi penyebab utama penyakit sistemik yang berhubungan dengan periodontitis.Diperkirakan bahwa jarak permukaan antara biofilm dam sirkulasi darah adalah sekitar 8cm2 pada PD sedang, dan sekitar 15-20 cm2 pada kasus yang berat.Pada penyakit lanjut, lebih mudah bagi bakteri untuk masuk ke aliran darah. Ketika bakteremia telah terjadi, bakteri ini akan menempel pada pembuluh darah di tempat manapun. Mereka memicu repon inflamasi sistemik dan menstimulasi pembentukan ateroma melalui jalur yang berbeda, secara langsung dengan presentasi atau produk yang dihasilkannya (contohnya material permukaan yang berkurang dan LPS), yang dapat mengaktivasi makrofag dengan berikatan pada reseptor permukaan sel.

Berbagai macam penelitian telah menemukan hubungan antara PD dan kenaikan kadar sitokin inflamasi dalam plasma. Selain itu, beberapa penelitian dapat mengisolasi bakteri periodontal dari spesimen ateroma yang didapatkan dari endarterektomi atau pengambilan melalui operasi plak, dengan hasil positif pada kultur bakteri atau dengan mendeteksi DNA bakteri tersebut.

3. Mekanisme yang dimediasi imunitas: Beberapa peptida bakteri patogen yang spesifik (antigen) mungkin hanya memiliki perbedaan sedikit pada struktur molekulernya dengan protein host, sehingga sistem imun host tidak dapat mengenali perbedaan tersebut. Fenomena ini disebut sebagai cross reactivity. Karena kemiripan molekuler antara antigen bakteri dan protein mamalia, antibody yang seharusnya berikatan dengan antigen bakteri justru berikatan dengan

Page 8: Translate Jurnal Kak Saleh (1)

protein host, yang memicu respon inflamasi. Antibodi yang melawan HSPs bakteri dapat bereaksi dengan HSP60 host pada sel endotel, sehingga memprovokasi terjadinya aterosklerosis yang diakibatkan autoimun yang diinduksi infeksi.

Seperti yang terlihat pada penyakit inflamasi kronis lainnya, respon imun hiperaktif dilaporkan pada pasien dengan periodontitis. Beberapa imun host dapat merespon rangsangan dengan melepaskan mediator proinflamasi abnormal dalam jumlah yang besar. Fenotipe ini disebut fenotipe hiperinflamasi monositik.Kelompok pasien ini cenderung memiliki PD yang lebih agresif dan berisiko tinggi terkena CVD karena paparan sitokin inflamasi yang tinggi. Imun hiperreaktif ini juga terjadi pada tipe sel polimorfonuklear, yang menyebabkan pelepasan radikal oksigen dan enzim protease yang berlebihan, peningkatan kadar pertanda inflamasi, dan menurunkan pertahanan antioksidan.

4. Aktivasi platelet: Faktor virulensi lain dari bakteri periodontal adalah gingipain, sebuah proteinase sistein. Gingipain adalah agonis poten untuk protease-activated receptor (PAR) pada membran sel platelet. Ketika ia terikat pada reseptor, ia akan memicu aktivasi dan agregasi platelet, sehingga menginisiasi tahapan koagulasi.

Normalnya, agregasi platelet diakibatkan oleh pengikatan faktor plasma [seperti vWF, fibrinogen, dan fibronectin] pada glikoprotein IIb/IIIa.Penelitian in vitro menunjukkan bahwa P. gingivalis dapat mengaktivasi agregasi platelet tanpa harus adanya vWF, fibrinogen, atau fibronectin sebagai faktor plasma.Hal ini menunjukkan bahwa P.gingivalis yang mengaktivasi platelet dapat menyekresi substansi-substansi ini.

Penelitian terbaru melaporkan bahwa agregasi platelet in vitro dalam plasma yang diinduksi P.gingivalis berlangsung beberapa menit, menunjukkan bahwa agregasi mungkin terjadi dengan cepat setelah onset bakteremia.

Efek Terapi Periodontal pada CVD

Selama lebih dari 10 tahun terakhir, sebagian besar peelitian telah berfokus pada efek terapi periodontal terhadap gejala kardiovaskular.Akan tetapi, hasilnya bervariasi antara setiap penelitian yang mungkin karena perbedaan protokol penelitian dan hasil yang dinilai.Subyek yang diteliti pada setiap penelitian memiliki penyakit pada stadium yang berbeda-beda.Terapi periodontitis terdiri atas perawatan pasien sendiri dan intervensi yang diberikan oleh dokter gigi, protokol terapi juga bervariasi pada setiap percobaan. Sebagian besar penelitian yang diterbitkan menggunakan hasil laboratorium atau biomarker sebagai hasil akhirnya. Akan tetapi, tidak terdapat bukti yang kuat untuk mengkonfirmasi bahwa terapi periodontal dapat menurunkan kejadian kardiovaskular di kemudian hari.

Hiperlipidemia secara luas diakui sebagai faktor risiko CVD yang dapat dimodifikasi. Satu meta-analisis melaporkan bahwa penurunan kadar kolesterol total dihubungkan dengan angka mortalitas yang menurun secara signifikan dari penyakit jantung iskemik. Meta-analisis lain

Page 9: Translate Jurnal Kak Saleh (1)

melaporkan bahwa dengan penurunan 1,0 mmol/L pada kolesterol LDL, kejadian CVD berkurang sekitar 22%. Banyak percobaan klinis melaporkan penurunan kadar kolesterol dan trigliserida setelah terapi periodontal. Akan tetapi, meta-analisis terbaru menyimpulkan bahwa terapi non operasi PD tidak menghasilkan penurunan marker lipid yang spesifik (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida).

Berbagai substansi proinflamasi juga telah dipelajari, termasuk TNF-α, IL-1, IL-6, MMP, molekul adesi, dan faktor hemostasis (seperti fibrinogen atau D-dimer).Substansi-substansi ini diukur dari tempat lokal (gingival crevicular fluid) atau dari sirkulasi darah. Penelitian menunjukkan hasil yang tidak konsisten, dengan beberapa bahkan melaporkan peningkatan kadar substansi-substansi ini setelah terapi dilakukan. Oleh karena itu, sulit untuk menyimpulkan bahwa terapi periodontal mengakibatkan penurunan mediator-mediator inflamasi ini.

Di lain pihak, kadar hs-CRP, pertanda inflamasi yang paling sering dipelajari, lebih tinggi 1,56 mg/L pada pasien dengan periodontitis, dibandingkan dengan populasi umum. Dengan terapi periodontal, sebagian besar penelitian melaporkan penurunan kadar hs-CRP yang signifikan, bahkan pada pasien dengan komorbiditas lain seperti diabetes melitus, atau penyakit ginjal kronis. Tunjauan sistematis dan meta-analisis melaporkan bahwa hs-CRP menurun 0,231 sampai 0,5 mg/L setelah menerima terapi periodontal non operasi.

Fungsi endotel, seperti yang diukur dengan FMD, dilaporkan lebih rendah pada pasien dengan periodontitis daripada subyek yang sehat, yang mengindikasikan risiko lebih tinggi terkena CVD.Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi efek terapi periodontal pada fungsi endotel.Sebagian besar mendemonstrasikan perbaikan FMD yang signifikan setelah menerima intervensi non operasi dan tinjauan sistematis mendukung efek konsisten terapi periodontal dalam memperbaiki disfungsi endotel. Pengukuran IMT merupakan cara lain untuk mendeteksi ateroslerosis subklinikal. Penelitian belah lintang melaporkan bahwa periodontitis dihubungkan dengan peningkatan IMT karotis.Hanya terdapat satu penelitian mengenai efek terapi periodontal pada IMT, yang menunjukkan penurunan IMT yang signifikan setelah terapi periodontal.

Kesimpulan

Setelah mempertimbangkan data dari bermacam-macam penelitian, periodontitis dapat dianggap sebagai faktor risiko independen lain untuk CVD dengan cara mencetuskan dan meningkatkan aterosklerosis. Sebagian besar percobaan intervensi mendemonstrasikan efek positif dari terapi periodontal terhadap pertanda CVD, termasuk mediator inflamasi, hs-CRP, FMD, dan IMT.Bakteri periodontal diketahui dapat menginvasi sirkulasi sistemik.Patogen oral dan mediator inflamasi (IL-1β) (TNF-α) dari lesi periodontal mencapai aliran darah dan menginduksi bakteremia kronis rendah dan reaksi inflamatori sistemik.Akan tetapi, tidak ada penelitian acak dalam skala besar yang meneliti kejadian kardiovaskular.Oleh karena itu, tidak terdapat informasi yang cukup untuk membuat rekomendasi yang kuat mengenai terapi periodontal sebagai faktor yang dapat mengurangi gejala CVD.