39
URGENSI DIMASUKKANNYA PERUSAHAAN TRANSNASIONAL SEBAGAI SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL 1 Ivone Melissa Perez 2 Abstrak Perusahaan transnasional adalah perusahaan yang dalam kegiatan operasionalnya melintasi batas-batas kedaulatan suatu negara di mana perusahaan tersebut pertama didirikan untuk membentuk anak perusahaan di negara lain yang dalam operasionalnya dikendalikan oleh perusahaan induknya. Dewasa ini perusahaan transnasional menjadi perdebatan yang menarik di kalangan ahli hukum internasional, sebagian ahli menyatakan perusahaan transnasional sebagai subjek hukum internasional dan sebagian lagi mengatakan tidak. Globalisasi dan perkembangan ilmu teknologi khususnya di bidang komunikasi dan sarana transportasi mengakibatkan perkembangan perkembangan yang cukup pesat dalam dunia internasional. Sekarang bukan hanya negara yang menjadi entitas dalam hubungan internasional, tetapi terdapat beberapa entitas non-negara yang memenuhi kapasitas sebagai personalitas hukum internasional. Meskipun entitas non- negara tidak memiliki hak dan kewajiban penuh layaknya negara, entitas non-negara ini diakui dan dapat melaksanakan hak dan kewajiban sesuai kapasitasnya dalam dunia internasional. Perusahaan transnasional dapat dijadikan 1 Artikel ilmiah ini adalah tugas akhir mata kuliah Hukum Internasional sebagai syarat untuk mengikuti Ujian Akhir Semester dan di bawah bimbingan dosen Hukum Internasional Universitas Padjadjaran: Irawati Handayani, S.H., LL.M dan Imam Mulyana, S.H., M.H. 2 Penulis merupakan mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran dengan Nomor Pokok Mahasiswa 110110130310

Transnational sebagai Subjek HI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Artikel

Citation preview

Page 1: Transnational sebagai Subjek HI

URGENSI DIMASUKKANNYA PERUSAHAAN TRANSNASIONAL SEBAGAI SUBJEK HUKUM

INTERNASIONAL1

Ivone Melissa Perez2

Abstrak

Perusahaan transnasional adalah perusahaan yang dalam kegiatan

operasionalnya melintasi batas-batas kedaulatan suatu negara di mana perusahaan

tersebut pertama didirikan untuk membentuk anak perusahaan di negara lain yang

dalam operasionalnya dikendalikan oleh perusahaan induknya. Dewasa ini perusahaan

transnasional menjadi perdebatan yang menarik di kalangan ahli hukum internasional,

sebagian ahli menyatakan perusahaan transnasional sebagai subjek hukum internasional

dan sebagian lagi mengatakan tidak. Globalisasi dan perkembangan ilmu teknologi

khususnya di bidang komunikasi dan sarana transportasi mengakibatkan perkembangan

perkembangan yang cukup pesat dalam dunia internasional. Sekarang bukan hanya

negara yang menjadi entitas dalam hubungan internasional, tetapi terdapat beberapa

entitas non-negara yang memenuhi kapasitas sebagai personalitas hukum internasional.

Meskipun entitas non-negara tidak memiliki hak dan kewajiban penuh layaknya negara,

entitas non-negara ini diakui dan dapat melaksanakan hak dan kewajiban sesuai

kapasitasnya dalam dunia internasional. Perusahaan transnasional dapat dijadikan salah

satu entitas non-negara dengan beberapa alasan yuridis dan teoritis. Perusahaan

transnasional belakangan ini dianggap sebagai subjek hukum internasional karena

beebrapa alasan yaitu telah ada peraturan internasional yang mengatur mengenai

kewajiban-kewajiban perusahaan transnasional, sering terjadi pelanggaran-pelanggaran

yang dilakukan perusahaan transnasional, serta tidak adanya pengadilan internasional

yang pasti untuk menyelesaikan sengketa perusahan internasional.

A. Pendahuluan

Hukum internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur

hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara negara dengan negara,

1 Artikel ilmiah ini adalah tugas akhir mata kuliah Hukum Internasional sebagai syarat untuk mengikuti Ujian Akhir Semester dan di bawah bimbingan dosen Hukum Internasional Universitas Padjadjaran: Irawati Handayani, S.H., LL.M dan Imam Mulyana, S.H., M.H.

2 Penulis merupakan mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran dengan Nomor Pokok Mahasiswa 110110130310

Page 2: Transnational sebagai Subjek HI

negara dengan subjek hukum lain bukan negara, atau subjek hukum bukan negara satu

sama lain.3 Herodotus mengemukakan bahwa metode hubungan internasional sendiri

sudah muncul sekitar abad ke 6 SM yang dimulai oleh bangsa Chartaginians dengan

salah-satu suku di Afrika dengan melakukan pertukaran secara diam-diam “Silent

Trading”.4 Hubungan Internasional muncul dari adanya bermacam kebutuhan-

kebutuhan masyarakat di suatu negara yang tidak dapat dipenuhi sendiri sehingga

negara-negara melakukan hubungan-hubungan dengan negara lainnya untuk dapat

memenuhi kebutuhan masing-masing. Namun dalam melakukan hubungan antar negara

tidak jarang terjadi ketidak sesuaian paham akibat setiap negara memiliki aturan

hukumnya masing-masing, sehingga dirasa perlu ada suatu aturan yang baku dalam

melakukan hubungan-hubungan internasional dan akhirnya negara-negra sepakat untuk

membuat suatu Hukum Internasional yang berlaku secara universal.

Kapan hukum internasional muncul? Itulah pertanyaan yang sering terlintas bila

membahas hukum internasional. Jika hukum internasional yang dimaksud hanya

mencerminkan metode hubungan internsional (seperti silent trading), maka hukum

internasional muncul sebelum sejarah dimulai. Jika hukum internasional yang dimaksud

merupakan peraturan yang berlaku untuk bangsa-bangsa maka periode akhir zaman

kuno dan abad pertengahan adalah kelahirannya. Jika diartikan sebagai pengundangan

peraturan-peraturan dan keputusan pengadilan dari pemerintah dunia maka

kelahirannya berada di suatu tempat dimasa depan. Jika kita mengambil definisi paling

sempit kita dapat menemukan bukti dari hukum internasional muncul pada tiga wilayah

di Euroasia Kuno, negara-negara tersebut adalah Mesopotamia, India bagian Utara, dan

Yunani Kuno. Ketiga negara ini saling berhubungan dengan berbagi agama dan nilai-nilai

kebudayaan.5 Seiring dengan kemajuan peradaban manusia dengan berkembangnya

ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang komunikasi serta sarana

transportasi yang membuat jarak antar negara bahkan belahan dunia semakin sempit,

hubungan antar subjek-subjek hukum internasional semakin pesat. Hal inilah yang

menyebabkan kajian terhadap hukum internasional semakin banyak dan dibutuhkan

untuk menyelesaikan berbagai kerancuan dalam hubungan-hubungan internasional.

3 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, P.T. Alumni, Bandung, 2003, hlm. 4.4 Stephen C Neff, A Short History Of International Law, Oxford University Press, London, 2010,

hlm. 32.5 Stephen C. Neff, Loc.cit.

Page 3: Transnational sebagai Subjek HI

Yang dapat melakukan hubungan internasional adalah subjek-subjek hukum

internasional. Dalam arti yang sebenarnya subjek hukum internasional adalah pemegang

(segala) hak dan kewajiban menurut hukum internasional. Negara merupakan subjek

hukum internasional penuh.6 Di samping itu, dalam arti yang lebih luas dan lebih luwes

(flexible) pengertian subjek hukum internasional ini mencakup pula keadaan bahwa yang

dimiliki itu hanya hak dan kewajiban yang terbatas. Contoh subjek hukum internasional

dalam arti terbatas adalah orang perorangan (individu).7 Selain negara dan individu ada

beberapa subjek hukum internasional yang diakui. Menurut Mochtar Kusumaatmadja

subjek hukum internasional adalah negara, Takhta Suci, Palang Merah Internasional,

organisasi internasional, orang perorangan (individu), pemberontak dan pihak dalam

sengketa (belligerent).

Diatas telah disebutkan bahwa yang dapat melakukan hubungan internsional

adalah subjek-subjek hukum internasional, belakangan ini muncul sebuah isu yang

marak diperbincangkan di kalangan masyarakat internasional mengenai perusahaan

transnasional sebagai subjek hukum internasional. Perusahaan transnasional menurut

Helga Hernes dalam satu tulisannya tentang perusahaan transnasional menyatakan

bahwa perusahaan multinasional merupakan suatu organisasi yang mempunyai

kekuatan, di mana manajemennya menyatu di bawah satu kontrol, dapat

mempengaruhi pasar dan dapat mentransfer teknologi dari negara maju ke negara yang

ditempati beroperasinya perusahaan transnasional, serta alat untuk membangun suatu

negara.8 Kekuatan ekonomi yang dimiliki perusahaan transnasional membuat

perusahaan ini dapat membuat perjanjian dan kontrak dengan negar-negara lain tempat

perusahaan transnasional ini menempatkan cabang-cabang perusahaannya.

Hukum internasional klasik tidak mengakui perusahaan transnasional sebagai

subjek hukum internasional. Pada awalnya untuk menuntut dan dituntut perusahaan

transnasional harus diwakili oleh negaranya. Seiring perkembangan zaman melalui

Konvensi Washington 1964 yang memberikan wewenang kepada perusahaan

transnasional untuk akses forum tanpa harus diwakili negaranya, hal inilah yang

melatarbelakangi perusahaan transnasional personalitas hukum internasional. Karena

perusahaan transnasional memiliki hak dan kewajiban di mata hukum internasional.

6 Mochtar Kusumaatmadja, Op.cit, hlm. 97.7 Ibid.8 Juajir Sumardi, Hukum Perusahaan Transnasional dan Franchise, Arus Timur (Kelompok Pustaka Refleksi), Makasar, 2012, hlm. 11.

Page 4: Transnational sebagai Subjek HI

Namun hingga saat ini permasalahan perusahaan transnasional sebagai subjek hukum

internasional masih menimbulkan pro dan kontra dikalangan para ahli. Menurut penulis,

perusahaan transnasional yang memiliki modal yang sangat besar dan mendirikan

cabang-cabang perusahaan di berbagai negara dapat mempengaruhi perekonomian

bahkan permasalahan politik di negara host state juga memiliki hak-hak serta kewajiban-

kewajiban yang dapat dipertahankan di muka hukum.

Perkembangan dalam ranah internasional memperlihatkan bahwa negara

tidak lagi menjadi entitas utama dalam aktivitas-aktivitas internasional. Peran negara

dalam pergaulan antar bangsa semakin diinfiltrasi dengan adanya entitas-entitas baru

yang tidak dinyatakan sebagai negara di bawah hukum internaisonal, entitas-entitas ini

disebut aktor non-negara (non-state actor)9. Entitas ini mulai tampil dalam ranah

internasional dan dikonsiderensikan sebagai aktor non-negara, organisasi internasional,

perusahaan transnasional, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (Non-Govermental

Organization). Globalisasi serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang

transportasi dan komunikasi merupakan alasan terjadinya peningkatan mobilitas

populasi dan keuangan global, kebergantungan antara masyarakat dan ekonomi, serta

kapasitas untuk menggunakan kekuatan militer, dimana hal-hal diatas secara tradisional

hanya dimiliki oleh negara.

Aktor non-negara semakin lama semakin menjadi aktor yang mencolok dalam

pergaulan masyarakat internasional. Hukum internasional tidak lagi bisa melihat realitas

perubahan kekuasaan yang terjadi dalam ranah internasional dengan kacamata

tradisional. Maka dari itu dibutuhkan penyesuaian dalam sistem hukum internasional

untuk mengatasi perubahan-perubahan yang terjadi. Penulis tertarik untuk menulis

artikel mengenai pembahasan ini agar kita mengetahui kedudukan perusahaan

transnasional. Serta agar kita memahami apa tugas beserta kewajiban perusahaan

transnasional dalam menjalankan aktifitas usahanya. Perusahaan transnasional memang

memberikan dampak positif bagi negara-negara host state khusunya bagi negara

berkembang. Namun juga memiliki dampak negatif terhadap negara-negara host sate

seperti pelanggaran HAM serta pencemaran lingkungan. Hukum nasional yang

diterapkan oleh pemerintah negara berkembang yang mengatur aktifitas perusahaan

transnasional tidaklah cukup untuk melindungi kepentingan warganya, justru 9 A. Clapham, Human Rights Obligation of Non-State Actors (Collected Courses of the Academy of European Law) Vol.15 Book 1, Oxford University Press, Oxford, 2006, hlm. 35-56.

Page 5: Transnational sebagai Subjek HI

kebanyakan negara berkembang telah melonggarkan peraturan untuk menarik investasi

yang lebih banyak lagi.

B. Subjek Hukum Internasional

Subjek hukum merupakan sebuah pokok yang mendasar dalam sistem hukum

manapun. Suatu entitas harus mempunyai status sebagai subjek hukum untuk dapat

melakkukan tindakan hukum (legal action) di lingkungan hukum tertentu.10 Begitu juga

dengan hukum internasional, sistem hukum ini mempunyai himpunan peraturan dan

ketentuan yang mengikat serta mengatur antara subjek hukum yang satu dengan subjek

hukum yang lainnya dalam kehidupan masyarakat internasional.11 Pembahasan

mengenai subjek hukum internasional telah menjadi topik yang sering dibahas dan

banyak menjadi perdebatan di kalangan para ahli hukum internasional. Sistem hukum

internasional yang tidak memiliki badan legislatif internasional yang berwenang untuk

membuat ketentuan-ketentuan hukum internasional yang menyebabkan subjek hukum

internasional tidak memiliki pengaturan atau sumber hukum yang pasti sebagai

landasan kriteria untuk menetapkan siapa saja yang berhak diberikan status sebagai

subjek hukum internasional. Oleh karena itu, ahli-ahli hukum internasional mencoba

mendefinisikan sendiri apa saja subjek hukum internasional dengan melihat

perkembangan hukum internasional dan fenomena hukum yang terjadi di dalam

pergaulan internasional.

Bila dibandingkan dengan subjek hukum nasional yang sudah jelas yaitu

manusia (natuurlijke persoon) dan badan hukum (rechtperson). Menentukan subjek

hukum internasional yang tidak memiliki batas-batas yang tegas cenderung lebih sulit

untuk dilakukan. Subjek hukum internasional menurut Martin Dixon adalah a body or

entity which is capable of processing and exercising rights and duties under international

law. Yang artinya badan atau entitas yang mampu memproses dan melaksanakan hak

dan kewajiban di bawah hukum internasional. Subjek-subjek hukum internasional

tersebut seharusnya memiliki kecakapan-kecakapan hukum internasional utama (the

main international law capacities) untuk mewujudkan kepribadian hukum internasional

10 Jhon O’Brein, International Law, Routledge-Cavandish, London, 2001, hlm. 137.11 D.W. Greig, International Law, Butterworth, London, 1976, hlm. 62-63.

Page 6: Transnational sebagai Subjek HI

(international legal personality). Kecakapan hukum yang dimaksud adalah sebagai

berikut:12

1. Mampu untuk menuntut hak-haknya di depan pengadilan internasioana (dan

nasional);

2. Menjadi subjek dari beberapa atau semua kewajiban yang diberikan oleh hukum

internasional;

3. Mampu membuat perjanjian internasional yang sah dan mengikat dalam hukum

internasional;

4. Memiliki imunitas dari yuridiksi pengadilan pengadilan domestik.

Dalam praktik hanya negara dan organisasi internasional tertentu seperti PBB yang

memiliki semua kecakapan hukum diatas

Broenline, Lauterpach dan O’Connell mendefinisikan subjek hukum

internasional sebagai sebuah entitas yang diberikan hak dan kewajiban dalam hukum

internasional dan mempunyai kapasitas untuk mempertahaknak haknya dengan

mengajukan klaim internasional. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, subjek hukum

internasional dapat diartikan sebagai pemegang segala hak dan kewajiban menurut

hukum internasional. Dengan kata lain dapat disebut sebagai subjek hukum

internasional secara penuh. Mengenai siapa yang menjadi subjek hukum internasional,

dapat dilihat melalui dua pendekatan:

1. Pendekatan dari Segi Teoritis

a. Subjek hukum internasional yang sebenarnya hanyalah negara.

b. Individulah merupakan subjek hukum internasional yang sebenarnya.

2. Pendekatan dari Segi Praktis

Pendekatan ini berpangkal tolak dari kenyataan yang ada, baik kenyataan mengenai

keadaan masyarakat internasional masa sekarang maupun hukum yang mengaturnya.

Kenyataan yang ada tersebut timbul karena sejarah, desakan kebutuhan perkembangan

masyarakat hukum internasional, maupun memang diadakan oleh hukum itu sendiri.

Subjek hukum internasional tersebut adalah:

12 Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm 102.

Page 7: Transnational sebagai Subjek HI

Negara (State)

Telah dijelaskan bahwa negara pada awalnya merupakan satu-satunya entitas yang

memiliki karakter dan memegang status sebagai subjek hukum internasional penuh.

Dalam Konvensi Montevideo, disebutkan unsur-unsur apa saja yang harus ada pada

sesuatu yang dapat disebut sebagai negara untuk dapat dijadikan sebagi subjek hukum

internasional. Unsur-unsur tersebut adalah:

a. Penduduk yang tetap (a permanent population)

b. Wilayah yang pasti (a defined territory)

c. Pemerintah (goverment)

d. Kemempuan untuk mengadakan hubungan dengan negara-negara lain (capacity

to enter into relations with the other state)

Negara juga bisa disebut sebagi organisasi kekuasaan yang berdaulat, menguasai

wilayah tertentu, dan yang kehidupannya didasarkan pada system hukum tertentu.

Organisasi Internasional (International Organization)

Organisasi internasional yang dimaksud disini adalah organisasi yang dibentuk

oleh dua negara atau lebih dan didasarkan pada sebuah perjanjian dengan fungsi yang

jelas. Organisasi internasional memiliki dampak yang luas terhadap perkembangan

sistem hukum internasional dengan menunjukkan bahwa mereka dapat melewati batas-

batas kapasitas pemerintah negara untuk mengatasi masalah-masalah yang bersifat

transnasional. Kasus Reparation for Injuries Suffered in the Service of United Nation 1949

menjadi salah satu peristiwa hukum internasional yang memberikan definisi baru

terhadap terminologi subjek hukum internasional. Implikasi dari keputusan khusus ini

adalah bahwa hukum internasional memberikan ruang kepada entitas non-negara yaitu

PBB untuk mengambil bagian dalam sistem hukum internasional sebagai subjek hukum

internasional.13

Klasifikasi organisasi internasional menurut Theodore A Couloumbis dan James H. Wolfe:

13 Malcom Shaw, International Law 6th ed., Cambrige University Press. Cambridge, 2008, hlm. 1296-1299.

Page 8: Transnational sebagai Subjek HI

a. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan

maksud dan tujuan yang bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan Bangsa

Bangsa ;

b. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan

tujuan yang bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank,

UNESCO, International Monetary Fund, International Labor Organization, dan

lain-lain;

c. Organisasi internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan

tujuan global, antara lain: Association of South East Asian

Nation (ASEAN), Europe Union.

Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross)

Sebenarnya Palang Merah Internasional, hanyalah merupakan salah satu jenis

organisasi internasional. Namun karena faktor sejarah, keberadaan Palang Merah

Internasional di dalam hubungan dan hukum internasional menjadi sangat unik dan di

samping itu juga menjadi sangat strategis. Pada awal mulanya, Palang Merah

Internasional merupakan organisasi dalam ruang lingkup nasional, yaitu Swiss, didirikan

oleh lima orang berkewarganegaraan Swiss, yang dipimpin oleh Henry Dunant dan

bergerak di bidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Palang

Merah Internasional mendapatkan simpati dan meluas di banyak negara, yang kemudian

membentuk Palang Merah Nasional di masing-masing wilayahnya. Palang Merah

Nasional dari negara-negara itu kemudian dihimpun menjadi Palang Merah

Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC) dan berkedudukan di

Jenewa, Swiss. Saat ini Palang Merah Internasional secara umum diakui sebgai organisasi

internasional yang memiliki kedudukan sebagai subjek hukum internasional walaupun

dengan ruang lingkup yang sangat terbatas.14

Tahta Suci (Holy See)

Tahta Suci yang berada di Vatikan diakui sebagai subyek hukum internasional

berdasarkan Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan

Tahta Suci mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut

pada sisi lain dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci

14 Mochtar Kusumaatmadja, Op.cit. hlm 101.

Page 9: Transnational sebagai Subjek HI

sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan

kewenangannya, tidak seluas tugas dan kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada

bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga hanya memiliki kekuatan moral saja,

namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik sedunia,

sudah diakui secara luas di seluruh dunia. Oleh karena itu, banyak negara membuka

hubungan diplomatik dengan Tahta Suci, dengan cara menempatkan kedutaan besarnya

di Vatikan dan demikian juga sebaliknya Tahta Suci juga menempatkan kedutaan

besarnya di berbagai negara.

Kaum Pemberontak dan pihak dalam sengketa (Belligerents)

Menurut hukum perang, pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak

sebagai pihak yaang bersengketa (belligerent) dalam beberapa keadaan tertentu. Kaum

belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam negeri suatu

negara berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan negara

yang bersangkutan. Namun apabila pemberontakan tersebut bersenjata dan terus

berkembang, seperti perang saudara dengan akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan

meluas ke negara-negara lain, maka salah satu sikap yang dapat diambil oleh adalah

mengakui eksistensi atau menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri

sendiri, walaupun sikap ini akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh

pemerintah negara tempat pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti

bahwa dari sudut pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberontak menempati

status sebagai pribadi atau subyek hukum internasional.

Individu

Pertumbuhan dan perkembangan kaidah-kaidah hukum internasional yang

memberikan hak dan membebani kewajiban serta tanggungjawab secara langsung

kepada individu semakin bertambah pesat, terutama setelah Perang Dunia II. Lahirnya

Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights)

pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensi

hak asasi manusia di berbagai kawasan, dan hal ini semakin mengukuhkan eksistensi

individu sebagai subyek hukum internasional yang mandiri.

Page 10: Transnational sebagai Subjek HI

C. Konsep Personalitas Hukum Internasional

Pembahasan mengenai subjek hukum internasional akan membawa kepada

suatu konsep yang berkaitan, yaitu personalitas hukum internasional (international legal

personality). Terminologi ini menurut banyak buku teks ilmu hukum internasional,

merupakan suatu hal yang memiliki definisi yang sama (interchangeable) dengan subjek

hukum internasional.15 Konsep personalitas hukum internasional timbul seiring dengan

perkembangan hukum internasional dimana terjadinya pertambahan aktor atau subjek

dalam aktifitas masyarakat internasional. Penggunaan konsep ini dimulai sejak adanya

keputusan Mahkamah Internasional (International Court of Justice) terhadap kasus

Reparation for Injuries 1949 yang menyatakan bahwa PBB sebagai Organisasi

Internasional yang dinyatakan sebagai persona internasional (international person).

Seiring dengan terus bertambahnya entitas yang diakui sebagai subjek hukum

internasional, konsep ini terus digunakan untuk menentukan apakah entitas tersebut

memiliki kapasitas untuk memiliki hak serta kewajiban dan mengajukan gugatan

internasional.16 O’Connell mendefinisikan bahwa persona hukum merupakan aktor yang

diatur oleh hukum untuk mempunyai hak-hak tertentu untuk melakukan tindakan

hukum.17 Brownlie menjabarkan 4 indikasi suatu personalitas hukum:18

1. Memiliki kapasitas untuk membuat perjanjian;

2. Memiliki kapasitas untuk mengajukan gugatan internasional dengan

menggunakan prosedur diplomatik atau dalam bentuk lain yang diakui dalam

hukum internasional;

3. Dapat bertanggung jawab apabila terjadi pelanggaran terhadap hukum

internasional;

4. Mempunyai hak-hak istimewa dan imunitas dalam hubungannya terhadap

yuridiksi negara (nasional).

Brownlie menambahkan, bahwa untuk sebutan entitas yang memiliki personalitas

hukum, entitas tersebut tidak diharuskan untuk memenuhi keempat hal diatas.

15 Peter Malanczuk, Akuherst’s Modern Introduction to International Law 7th ed., hlm. 10416 Roland Portman, Legal Personality in International Law, CSCIL, Cambridge, hlm. 112.17 O’ Connell, International Law, Steven & Sons, London, 1970, hlm. 80.18 Ian Brownlie, The Rule of Law in International Affairs, Kluwer Law International, Netherland, 1998, hlm. 36.

Page 11: Transnational sebagai Subjek HI

Selain indikasi yang dijabarkan oleh Brownlie, penentuan personalitas hukum

juga melibatkan pengujian beberapa konsep dalam ranah hukum seperti status,

kapasitas, kompetensi, beserta sifat dasar, dan luas hak serta kewajiban suatu entitas.19

Personalitas yuridis yang dimiliki sebuah entitas dapat membantu mengindikasi bahwa

entitas tersebut dapat menjadi persona hukum.

Banyak ahli hukum internasional menganalisa setiap pembentukan atau

manifestasi hukum yang terjadi di sekitar konsep personalitas hukum internasional dan

mengklasifikasikan pemberian konsep personalitas tersebut. Portman menjabarkan

mengenai klasifikasi yang tersiri dari konsep negara (state conception), konsep

pengakuan (recognition conception), konsep individu (individualistic conception), konsep

formal (formal conception), dan konsep aktor (actor conception).20

1. Konsep Negara (state conception)

Konsep negara menyatakan bahwa hanya negara sebagai satu-satunya yang

diakui sebagai persona hukum internasional, bisa disebut juga dengan pandangan

state-centric atau aliran klasik. Konsepsi ini banyak diformulasikan oleh ahli-ahli

hukum seperti Heinrich Triepel, Lessa Oppenheim, dan Dionioso Arzilloti.21 Yang

menjadi dasar konsep ini adalah bahwa konsep personalia hukum internasional

berangkat dari hukum bangsa-bangsa (thye law of nations). Negara-negara beradab

dan setiap negara dari hukum bangsa-bangsa disebut juga dengan persona

internasional.22

2. Konsep Pengakuan (Recognition Conception)

Konsep pengakuan dimotori oleh Karl Strupp, Avvirgo Cevglieri, dan George

Schwarzenberger menyatakan bahwa subjek hukum utama yaitu negara berdaulat

dan merupakan subjek hukum asli meskipun bukan satu-satunya aktor atau subjek

hukum internasinal.23 Negaralah yang dapat memberikan pengakuan atas kehendak

negara-negara terhadap suatu entitas non-negara. Pengakuan negara-negara

menyebabkan entitas non-negara tersebut mendapatkan status sebagai persona

19 Shaw, Op.cit, hlm. 195.20 Roland Portman, Op.cit, hlm.13.21 Ibid, hlm. 42.22 Ibid, hal. 43.23 Portman, Op.cit, hlm.80.

Page 12: Transnational sebagai Subjek HI

hukum internasional. Konsep ini menjelaskan bahwa negara dapat menerima dan

mengakui entitas lain sebagai aktor yang mempunyai personalitas internasional.24

Negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam hukum internasional dapat

menganugrahkan suatu entitas non-negara personalitas hukum berdasarkan

kehendak bersama antar negara. Penganugrahan tersebut dilakukan dengan

memberikan pengakuan terhadap entitas yang bersangkutan. Schwarzenberger

menitikberatkan bahwa efek dari pengakuan yang diberikan adalah personalitas

hukum terbatas mengingat negara tetap menjadi satu-satunya entitas yang

mempunyai personalitas penuh. Kapasitas personalitas tersebut disesuaikan dengan

parameter yang didefinisikan dalam tindakan pengakuan oleh negara. Kekontrasan

kapasitas terlihat dalam hak-hak dan kewajiban-kewajiban atau gugatan yang dapat

diajukan oleh entitas non-negara yang diberikan pengakuan.

3. Konsep Individu (Individualistic Conception)

Konsep individu menyatakan bahwa pemberian status personalitas hukum

internasional tidak ditentukan oleh kehendak negara. Konsep ini beranggapan bahwa

negara hanyalah sebagai entitas fungsional dan diatur oleh individu yang merupakan

subjek terhadap aturan hukum. Lauterpacht menyatakan bahwa individu merupakan

persona hukum internasional yang hadir jauh sebelum negara dan di dalam fungsinya

individu dapat mempunyai hak dan kewajiban dalam hukum internasional.25

4. Konsep Formal (Formal Conception)

Konsep formal mengutarakan tidak adanya pembatasan tertentu terhadap

entitas mana yang dapat diberikan status persona hukum internasional. Kelsen

berpendapat bahwa personalitas hukum adalah konsep terbuka dimana personalitas

hukum bukan suatu persyaratan tetapi konsekuensi karena dialamatkan oleh norma

hukum internasional.26

5. Konsep Aktor (Actor Conception)

24 Ibid.25 Ibid, hlm. 4426 Hans Kelsen, General Theory of Law and State, The Law book exchange Ltd, New Jersey, 2009, hlm 342.

Page 13: Transnational sebagai Subjek HI

Menurut Rosaylm Higgins, terminologi subjek atau objek dalam hukum

internasional tidak berlaku dalam hukum internasional, yang ada hanya istilah

partisipan (participant). Konsepsi ini beranggapan bahwa semua entitas yang

menunjukkan kekuatan effektif dalam proses pembuatan keputusan dapat dianggap

mempunyai personalitas hukum internasional.

D. Perusahaan Transnasional

I. Pengertian

Sebagai pelaku utama dalam bisnis internasional saat ini perusahaan

transnasional berjumlah kurang lebih 63.000 perusahaan induk dan memiliki afiliasi

800.000 perusahaan di seluruh dunia dan secara ekonomi perusahaan-perusahaan

transnasional ini memiliki aset sekira 2 trilyun dolar dan menguasai hampir seluruh

kegiatan ekonomi dunia dan hampir semua perusahaan-perusanaan transnasional

tersebut berasal dari negara maju. Perusahaan transnasional adalah istilah yang

diberikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hal ini dapat terlihat dalam draft yang

dibuat oleh PBB dengan judul Draft United Nations Code of Conduct on Transnational

Corporations, yang dengan jelas menggunakan istilah Transnational Corporation atau

perusahaan transnasional. Para pakar ekonomi lebih sering menggunakan istilah Multi

National Enterprise atau perusahaan multi nasional, sebagaimana pernyataannya dalam

meeting OECD sebagai berikut:

Multinational Enterprise usually corporise of companies or other entities whose

ownership is private, state, or mixed, established in different countries and so

linked that one or more of them may be able to exercise a significant influence

over the activities of others and in particular, to share knowledge and resources

with the others.

Dengan memperhatikan draft yang dibuat oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan

hasil meeting OECD, tampaknya terdapat dua istilah terhadap objek yang sama, yaitu

perusahaan transnasional dan perusahaan multinasional.

Beberapa pengertian perusahaan transnasional:27

27 Juajir Sumardi, Loc.cit.

Page 14: Transnational sebagai Subjek HI

a. Robert L. Hulbroner, yang dimaksud dengan perusahaan multinasional adalah

perusahaan yang mempunyai cabang dan anak perusahaan yang terletak di

berbagai negara.

b. J. Panglaykim, menyatakan bahwa perusahaan transnasional adalah suatu jenis

perusahaan yang terdiri dari bermacam-macam kelompok perusahaan yang

bekerja dan didirikan di berbagai negara, tetapi semuanya diawasi oleh satu

pusat perusahaan.

c. Sumantoro, perusahaan transnasional pada dasarnya mengacu pada sifat

melampaui batas-batas negara, baik dalam pemilikan, maupun dalam kegiatan

usahanya.

d. Helga Hernes, menyatakan dalam salah satu tulisannya tentang perusahaan

transnasional ini sebagai berikut:

Multinational corporations are powerful organizations by virtue of their

integrated management, their control over large resources, their

influence...the market, their role as employer, their role in the transfer of

technology and their role as agents of development.

Apa yang dipaparkan Helga Hernes tersebut jelas melukiskan bahwa perusahaan

multinasional merupakan suatu organisasi yang mempunyai kekuatan, di mana

manajemennya menyatu, di bawah satu kontrol, dapat mempengaruhi pasar

dan dapat mentransfer teknologi dari negara maju ke negara yang ditempati

beroperasinya perusahaan transnasional, serta alat untuk membangun suatu

negara.

Dengan memperhatikan pengertian yang dikemukakan oleh beberapa penulis

seperti tersebut di atas, penulis menyimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan

perusahaan transnasional adalah perusahaan yang dalam kegiatan operasionalnya

melintasi batas-batas kedaulatan suatu negara di mana perusahaan tersebut pertama

didirikan untuk membentuk anak perusahaan di negara lain yang dalam operasionalnya

dikendalikan oleh perusahaan induknya. Sebenarnya belum ada suatu pengertian baku

mengenai perusahaan transnasional, itu sebabnya para ahli mencoba mendefinisikannya

sendiri-sendiri.

II. Ciri-ciri Perusahaan Transnasional

Ciri – ciri perusahaan transnasional antara lain :

Page 15: Transnational sebagai Subjek HI

1. Lingkup kegiatan income generating (perolehan pendapatan) perusahaan

transnasional melampau batas-batas negara.

2. Perdagangan dalam perusahaan transnasional kebanyakan terjadi di dalam

lingkup perusahaan itu sendiri, walaupun antarnegara.

3. Kontrol terhadap pemakaian teknologi dan modal sangat diutamakan mengingat

kedua factor tersebut merupakan keuntungan kompetitif perusahaan

multinasional.

4. Pengembangan system managemen dan distribusi yang melintasi batas-batas

negara terutama sitem modal ventura, lisensi dan franchise.

III. Manfaat dan Kerugian adanya perusahaan transnasional

Manfaat dari adanya perusahaan transnasional, antara lain:

1. Pengelolaan sumber potensial kekayaan alam, perusahaan multinasional

tertentu yang bergerak pada pemanfaatsan sumber kekayaan alam di negara

host state akan memberikan manfaat bagi dunia karena akan tersedianya

sumber-sumber kekayaan alam bagi kebutuhan masyarakat dunia, yang jika

tidak ada perusahaan multinasional beserta teknologinya mungkin kekayaan

alam tersebut tidak akan dikelola.

2. Membuka lapangan usaha, dengan masuknya perusahaan multi nasional di

berbagai negara akan menciptakan lapangan usaha tersendiri bagi pihak-pihak

yang dapat memanfaatkan kesempatan.

3. Meningkatkan kegiatan ekonomi moderen, perusahaan transnasional adalah

salah satu bukti kegiatan perekonomian moderen saat ini. Dimana kegiatan

ekonomi sudah melampaui batas satu negara dan merambak ke negara-negara

yang lain.

4. Alih teknologi, hal ini akan sangat dirasakan oleh negara host state karena

perusahaan multinasional akan menempatkan teknologi-teknologi moderen

dalam melakukan usahanya sehingga negara host state akan lebih mengetahui

dan merasakan teknologi moderen yang dibawa oleh perusahaan multinasional.

Page 16: Transnational sebagai Subjek HI

5. Tersedianya lapangan pekerjaan, bagi negara host state masuknya perusahaan

transnasional dapat dijadikan sarana ketersediaan lapangan pekerjaan dan

mengurangi tingkat pengangguran di negaranya.

6. Investasi akan membawa keuntungan, hal ini akan sangat dirasakan oleh negara

dengan masuknya investasi serta penerimaan pajak dari perusahaan

multinasional, maka pemasukan negara semakin bertambah.

Kerugian yang ditimbulkan dari adanya perusahaan transnasional:

Masalah utama yang ditimbulkan oleh perusahaan transnasional yaitu dengan

maraknya isu pelanggaran hak asasi manusia serta pencemaran lingkungan. Selain itu

perusahaan transnasional juga dapat mempengaruhi politik suatu negara.

a. Pelanggaran HAM

Beberapa instrumen seperti OECD Guidelines, ILO Tripatride Declaration U.N.

Farmwork, The International Bill of Rights, Global Compact, juga norms of the

Responsibilities of Transnational Corporations and Other Business Enterprises with

Regard to Human Rights 2003 memang mengatur mengenai pelanggaran HAM yang

dilakukan perusahaan transnasional, namun demikian instrumen-instrumen tersebut

banyak memperoleh kendala dalam penegakkannya. Kendala yang dimaksud antara lain

bahwa kewajiban-kewajiban yang dibebankan oleh instrumen-instrumen tersebut

tersebut tidak pada perusahaan secara langsung , tetapi pada negara. Dengan demikian,

jika terjadi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh perusahaan transnasional yang diatur

oleh instrumen-instrumen tersebut negaralah pihak yang dimintai pertanggungjawaban

berdasarkan hukum internasional, bukan perusahaannya.28

Beberapa kasus nyata pelanggaran HAM oleh TNC yang dapat dikemukakan

antara lain adalah yang dilakukan perusahaan minyak Shell di Nigeria. Perusahaan

minyak ini dalam mengeksploitasi minyak di kawasan Ogoniland telah mengabaikan dan

melanggar hak-hak kesehatan, lingkungan, hak-hak akan makanan, dan hak komunitas

lokal yang berakibat pada rusaknya sendi-sendi kehidupan di Ogoniland. Kasus lain

adalah Unocal Incorporation yang bersama-sama dengan Myanmar Oil Gas Enterprise di

Myanmar diduga melakukan kerja paksaan eksploitasi buruh anak, serta memaksa

28 Sefriani, Tanggung Jawab Perusahaan Transnasional terhadap Pelanggaran HAM dalam Prespektif Hukum Internasional Vol.XXX, Lembaga Penelitian UII,2007, hlm 2-3.

Page 17: Transnational sebagai Subjek HI

penduduk lokal untuk pindah. Selanjutnya, kasus terbakarnya pabrik mainan Zhili di

Shenzhen pada tahun 1993. Kebakaran ini menewaskan 87 pekerja serta melukai 47

lainnya pada tahun 1993. Pabrik yang memproduksi mainan “Chicco” itu ternyata tidak

dilengkapi alat pemadam kebakaran dan tertutup. Dalam kasus ini tidak ada kompensasi

bagi keluarga pekerja yang tewas. Yang luka bakar pun tidak mendapat pengobatan yang

memadai.

Adapun kasus yang terjadi di Indonesia antara lain kasus pelanggaran HAM oleh

PT Freeport.di Papua serta Exxon Mobile di Aceh. Kedua perusahaan ini diduga telah

mengucurkan dana yang cukup besar pada aparat keamanan Indonesia untuk

meniadakan gangguan dan menjaga fasilitas produksi mereka. Exxon Mobile

menyediakan dana juga fasilitas gedung yang digunakan aparat Indonesia untuk

melakukan kekerasan, pembunuhan massal, pemerkosaan, penyiksaan, penghilangan

secara paksa terhadap penduduk lokal yang dicurigai bekerjasama dengan GAM

mengganggu kegiatan perusahaan tersebut.

Meskipun dalam praktek sudah banyak dibuktikan adanya pelanggaran HAM

yang dilakukan berbagai perusahaan transnasional namun pada umumnya hanya sedikit

yang bisa ditindaklanjuti atau diproses secara hukum. Pada umumnya penduduk lokal

yang dirugikan tidak dapat menuntut perusahaan-perusahaan transnasional tersebut di

pengadilan nasional mereka karena perusahaan-perusahaan raksasa tersebut senantiasa

dilindungi oleh pemerintah host state. Perusahaan-perusahaan tersebut dapat terus

beroperasi bahkan memperpanjang kontraknya dengan pemerintah setempat.

Bentuk-bentuk Pelanggaran HAM Perusahaan Transnasional

Berdasarkan temuan pelanggaran HAM oleh perusahaan transnasional di

lapangan, Universitas Hardvard telah melakukan pengkategorian pelanggaran HAM yang

dilakukan perusahaan transnasional. Pengkategorian ini lebih menekankan pada ruang

lingkup atau jenis pelanggaran HAM. Pengkateorian yang dimaksud sebagaimana dimuat

dalam Harvard Law Review adalah sebagai berikut:

a. Pelanggaran terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Dapat dicontohkan

misalnya pelanggaran terhadap the enjoyment of just and favourable conditions

of work” – misalnya: fair wages and equal remuneration for work of equal

value”, “safe and healthy working conditions”, pay exceedingly low wages, use

forced labor, atau force employees to work under hazardous conditions without

Page 18: Transnational sebagai Subjek HI

adequate safeguards. Demikian halnya perusahaan yang merusak habitat

penduduk asli adalah melanggar the right of all peoples to “freely pursue their

economic, social and cultural development,” including the right not to be

deprived of their own means of subsistence.

b. Pelanggaran hak-hak sipil dan politik. Dalam kasus Wiwa v. Royal Dutch

Petroleum Co. penggugat menuduh Royal Dutch/Shell telah menggunakan

militer Nigeria untuk menekan kelompok oposisi yang menentang eksplorasi

minyak perusahaan tersebut di Nigeria. Perusahaan memberikan uang, senjata

dan logistik pada militer untuk menangkap, memenjarakan dan menyiksa aktivis

Nigeria yang vokal. Perusahaan telah melanggar rights to life, freedom from

torture, freedom from arbitrary arrest and detention, juga hak untuk

mendapatkan a fair trial.

c. Pelanggaran terhadap hak-hak yang dilindungi oleh hukum humaniter

internasional. Pelanggaran yang dimaksud adalah genocide, crimes against

humanity, and war crimes, yang secara umum terjadi dalam konteks kekerasan

massal dan sistematis. Sebagai contoh pelanggaran terhadap ketentuan

larangan memproduksi senjata yang dilarang oleh hukum humaniter

internasional seperti biological weapons, untuk menyerang tentara musuh dan

penduduk sipil. Pelanggaran lain yang dilaukan perusahaan seperti

memperkerjakan slave labor di pabrik-pabrik mereka saat perang. Perusahaan

juga sering melibatkan diri mereka sendiri dalam war crime. Perusahaan-

perusahaan keuangan khususnya banyak berpartisipasi dalam a state’s “plunder

of public or private property” dengan cara melakukan pencucian uang atau

prosesproses semacam itu.

Jika Universitas Harvard mendasarkan pada ruang lingkup atau jenis

pelanggaran HAM, maka beberapa pakar hukum internasional maupun HAM juga

lembaga-lembaga internasional membuat pengkategorian berdasarkan cara maupun

tingkat keterlibatan perusahaan transnasional terhadap pelanggaran HAM yang terjadi.

Surya Deva misalnya, mengemukakan bahwa dalam praktek, pelanggaran-pelanggaran

HAM yang dilakukan perusahaan transnasional dapat terjadi dalam berbagai macam

cara seperti directly violating human rights, assisting in violations, failing to prevent

violations, remaining silent about violations, or even operating in a state that violates

human rights. Adapun Anita Ramasastri seorang peneliti dari Myanmar (Birma)

Page 19: Transnational sebagai Subjek HI

mengemukakan bahwa Pelanggaran HAM yang dilakukan perusahaan transnasional

dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu:

a. Pelanggaran HAM yang melibatkan perusahaan secara langsung (direct

complicity).

b. Pelanggaran HAM yang melibatkan perusahaan secara tidak langsung (indirect

complicity).

Perusahaan dikatakan terlibat secara langsung dalam suatu pelanggaran HAM

manakala perusahaan “decides to participate through assistance in the commission of

human rights abuses and that assistance contributes to the commission of the human

rights abuses by another.” Dalam keterlibatan langsung ini tidak diperlukan syarat

bahwa hasil kejahatan diinginkan oleh perusahaan tetapi cukup bahwa seharusnya

perusahaan mengetahui akibat yang mungkin muncul dari bantuan yang ia berikan.

Perusahaan-perusahaan Jepang dan Jerman yang menggunakan forced labor selama

perang Dunia II masuk kategori terlibat secara langsung dalam pelanggaran HAM. Dalam

banyak kasus perusahaaanperusahaan tersebut mencari atau menyetujui pemanfaatan

tenaga kerja paksa untuk melancarkan operasional bisnis mereka serta mengetahui

konsekwensi dari apa yang mereka lakukan.

Keterlibatan perusahaan secara tidak langsung (indirect corporate complicity) sering

juga disebut dengan keterlibatan untuk memperoleh keuntungan (beneficiary corporate

complicity) . Dalam kategori ini bukanlah perusahaan yang melakukan sendiri secara

langsung kejahatan internasional yang dimaksud (perperator), tetapi perusahaan

memperoleh keuntungan dari pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara tuan rumah

(host state). Masuk kategori ini umumnya adalah perusahaan-perusahaan yang memiliki

kontrak kerjasama (partnership or joint ventures) dengan pemerintah tuan rumah (host

government) dan bahwa pelanggaran HAM yang dilakukan dalam rangka proyek-proyek

tertentu yang merupakan kerjasama perusahaan dengan pemerintah tuan rumah.

Contoh yang banyak ditemukan dalam praktek adalah penggunaan aparat militer tuan

rumah untuk menjaga fasilitas –fasilitas milik perusahaan juga untuk melakukan

tindakantindakan represif terhadap para demonstran yang memprotes aktifitas

perusahaan. Hubungan antara Unocal dengan pemerintah Mynmar dalam

pembangunan pipa minyak yang mendapat protes warga setempat adalah contoh kasus

keterlibatan secara tidak langsung perusahaan .

Page 20: Transnational sebagai Subjek HI

b. Pencemaran Lingkungan

Dalam Preambule UNCTD (United Nations Commission on Trade and

Development) ditegaskan tujuan penyusunan Code of conduct untuk memaksimalkan

kontribusi perusahaan transnasional untuk pembangunan dan memperkecil akibat

buruk yang ditimbulkan oleh berdirinya perusahaan transnasional. Masalah

perlindungan terhadap lingkungan hidup diatur dalam pasal 41 yang menyatakan bahwa

perusahaan transnasional harus mematuhi hukum nasional yang berkaitan dengan

pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup dan memperhatikan standar-standar

internasional yang berlaku dan apabila dalam aktivitasnya telah menyebabkan

pencemaranndan kerusakan lingkungan maka perusahaan transnasional tersebut wajib

mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk merehabilitasi lingkungan dengan

menggunakan dan menerapkan teknologi yang tepat untuk memperbaiki pencemaran

lingkungan tersebut.

Menurut OECD Guidelines Multinational Corporation 2011 yang berisi

rekomendasi bagi perusahaan-perusahaan transnasional atas usul negara-negara

anggota OECD. Guidelines ini berisi prinsip-prinsip dan standar-standar yang tidak

mengikat untuk menjalankan bisnis yang bertanggung jawab (responsible bisnis).29

Guidelines ini dibuat untuk mempromosikan kontribusi positif dari perusahaan-

perusahaan transnasional untuk kesejahteraan. Guidelines juga menerapkan beberapa

General Police yaitu kebijakan perusahaan yang harus dipertahankan dan diterapkan

oleh perusahaan-perusahaan transnasional antara lain harus dapat memberikan

kontribusi ekonomi dengan selalu memperhatikan lingkungan hidup dan perkembangan

berkelanjutan.

Secara umum perusahaan transnasional harus mematuhi hukum yang berlaku di host

country dan dalam melakukan aktivitasnya harus memperhatikan pembangunan yang

berkelanjutan. Sedangkan secara khusus perusahaan transnasional memiliki kewajiban:

1. Membangun dan menyusun sistem manajemen lingkungan yang disesuaikan

dengan visi perusahaan antara lain dengan melakukan evaluasi informasi

yang berkaitan dengan lingkungan hidup, masyarakan dan keselamatan

publik serta dampak yang timbul terhadap lingkungan selama perusahaan

29 http://www.oecd.org/dataoecd/43/29/48004323.pdf, diakses pada tanggal 10 Juni 2015.

Page 21: Transnational sebagai Subjek HI

beroperasi, menyusun tujuan perusahaan serta melakukan pemantauan dan

verivikasi terhadap kondisi lingkungan hidup, kesehatan masyarakat, dan

kesehatan publik.

2. Harus melindungi para pegawainya dan masyarakat setempat dalam

melakukan operasinya termasuk resiko-resiko yang mungkin akan timbul

3. Secara berkala memperbaiki penanganan lingkungan hidup melalui corporate

environment performance.

Salah satu kasus pencemaran lingkunganyang dilakukan oleh perusahaan transnasional

PT Newton Minahasa Raya (PT NMR) yang merupakan anak perusahaan dari perusahaan

transnasional Amerika Serikat (Kantor Pusat di Denver, Colorado) berdiri sejak tahun

1921 yang bergerak dalam bidang tambang mas yang telah beroperasi di beberapa

negara seperti Australia, Peru, Indonesia, Ghana, new Zeland dan Mexico.30 PR NMR

melakukan operasi tambang emas di Teluk Buyut, Desa Ratatok Selatan, Kabupaten

Minahasa Selatan sejak tahun 1996 dan dalam proses produksinya dianggap telah

melakukan pencemaran lingkungan dengan membuang limbah tailing yang mengandung

zat-zat berbahaya seperti sianida, merkuri, dan arsen.31 Namun keputusan PN Manado

menyatakan bahwa PT NMR tidak terbukti menyebabkan pencemaran sehingga

dibebaskan dari semua dakwaan dan tuntutan.

IV. Penyelesaian sengketa perusahaan multinasional saat ini.

Saat ini kebanyakan klaim yang diajukan kepada anak cabang perusahaan dilakukan

melalui pengadilan negara dimana anak cabang perusahaan tersebut berada. Meskipun

dalam praktek sudah banyak pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan

transnasional, namun pada umumnya hanya sedikit yang bisa ditindaklanjuti dan dapat

diproses secara hukum. Pada umumnya penduduk lokal yang dirugikan tidak dapat

menuntut perusahaan-perusahaan transnasional tersebut di pengadilan nasional

mereka karena perusahaan-perusahaan raksasa senantiasa dilindungi oleh pemerintah

host state. Perusahaan-perusahaan tersebut dapat terus beroperasi bahkan

memperpanjang kontraknya.

30 http://www.newmor.com/about, diakses pada tanggal 14 Agustus 2015 pukul 22.2331 Putusan Pengadilan Negeri Manado, Nomor: 284/Pid.B/2005/PN Manado

Page 22: Transnational sebagai Subjek HI

Selain itu untuk mengajukan tuntutan secara internasional belum ada

pengadilan yang khusus yang diberikan wewenang untuk menindaklanjuti klaim atas

perusahaan transnasional tidak jarang melakukan pelanggaran-pelanggaran dalam skala

yang cukup besar khususnya dalam bidang pencemaran lingkungan dan pelanggaran

ham. Namun baru-baru ini pengadilan Amerika telah mulai mengadili tanggung jawab

perdata untuk ganti rugi yang dimintakan dan kejahatan yang berada di bawah Alien

Tort Claims Act (ATCA). ATCA diadopsi pada tahun 1789 sebagai bagian dari tindakan

yuridiksi asli (Original Judiciary Act). Ini menegaskan bahwa ATCA merupakan pengadilan

distrik yang memiliki yuridiksi asli dari setiap tindakan sipil oleh orang asing untuk

gugatan yang melanggar hukum negara atau perjanjian Amerika. Saat ini ATCA dapat

mengadili perilaku pihak swasta asalkan perilaku mereka berada di bawah otoritas

negara atau melanggar norma hukum internasional. Sejak tahun 1980 , pengadilan telah

menafsirkan undang-undang ATCA untuk memungkinkan warga negara asing untuk

mencari solusi di pengadilan AS atas pelanggaran hak asasi manusia untuk melakukan

yang dilakukan di luar Amerika Serikat. Sehingga perusahaan transnasional dapat

digugat ke ATCA meskipun tidak berada dalam yuridiksi Amerika.

E. Dapatkah Perusahaan Transnasional Dijadikan Subjek Hukum Internasional?

Bila melihat kondisi pada saat ini, banyak aturan-aturan yang dibuat untuk

penyelengaraan perusahaan transnasional yang berisikan kewajiban-kewajiban dari

perusahaan transnasional dalam melaksanakan aktivitasnya sudah menunjukan bahwa

sebenarnya perusahaan transnasional sudah diakui sebagai personalitas hukum

internasional. Berdasarkan pernyataan Brownline indikasi dari personalia hukum

internasional telah terpenuhi sebagian, diantaranya:

1. Perusahaan transnasional saat ini telah memiliki kapasitas untuk

membuat perjanjian dengan pemerintahan suatu negara, meskipun dalam

bidang hukuminternasional keperdataan.

2. Perusahaan transnasional memiliki kapasitas untuk mengajukan gugatan

internasional dengan menggunakan prosedur diplomatik atau dalam

bentuk lain yang diakui dalam hukum internasional;

3. Perusahaan nasional dapat bertanggung jawab apabila terjadi

pelanggaran terhadap hukum internasional;

Page 23: Transnational sebagai Subjek HI

Bila melihat dari konsep pengakuan (Recognation Conception) dalam

Personalitas Hukum Internasional dimana konsep ini menjelaskan bahwa negara dapat

menerima dan mengakui entitas lain sebagai aktor yang mempunyai personalitas

internasional.32 Negara-negara dapat saja bersama-sama mengahui perusahaan

transnasional sebagai personalitas hukum internasional terbatas.

Fenomena keberadaan dan pengaruh aktor non-negara dalam sistem hukum

internasional, membuat hukum internasional secara perlahan bergantung pada teori

liberalisme yang merupakan salah satu teori hubungan internasional. Teori ini

mempunyai pandangan bahwa aktor non-negara yang terdiri dari aktor sosial, seperti

individu-kelompok sosial domestik ataupun internasional, merupakan aktor-aktor

penting dalam menentukan interaksi strategis yang terjadi dalam ranah internasional

bersama-sama dengan negara.33 Teori ini melihat bahwa negara dapat membentuk

ikatan kebergantungan dengan entitas lain melalui perdagangan dan kerjasama yang

melembaga yang mana hal tersebut dapat menentukan preferensi dan kebijakan negara.

Kaitannya pandangan ini dengan personalitas hukum aktor non-negara adalah aktor non

negara yang merupakan bagian dari aktor sosial yang mempunyai pengaruh dalam

pembuatan kebijakan negara. Pada saat negara memberikan pengaturan secara

langsung, disitulah personalitas hukum aktor non-negara timbul. Dari penjelasan ini

terdapat beberapa poin penting untuk disoroti terhadap isu personalitas hukum

internasional dalam pandangan interdisipliner yang menggunakan teori liberalisme.

Pertama, aktor utama adalah aktor sosial yang terdiri dari individu dan kelompok sosial

domestik-transnasional yang dapat dikategorikan sebagai aktor non-negara. Kedua,

kebergantungan antara negara dengan aktor sosial didasarkan pada preferensi sosial

yang berdampak pada preferensi dan tingkah laku negara, dapat mempengaruhi

kebijakan luar negri suatu negara. Teori ini tetap melihat negara sebagai aktor utama

dan lembaga perwakilan pengakomodir kepentingan domestik-transnasional dengan

keadaan negara tetap menjadi aktor dengan personalitas penuh.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat ditarik beberapa elemen yang dapat

dijadikan dasar untuk menganalisa permasalahan status perusahaan transnasional

sebagai subjek hukum internasional. Teori pengakuan menitik beratkan kepada

32 Portman, Op.cit, hlm.80.33 Andrew Morevcsik, Liberalism and International Relations Theory, Center for International Affairs Working Paper Series 92-6, Harvard University, 1993, hlm. 11.

Page 24: Transnational sebagai Subjek HI

pengakuan entitas perusahaan transnasional dengan melihat dari 2 hal, yaitu diakuinya

fungsi entitas oleh masyarakat internasional dan berdasarkan pengakuan tersebut suatu

entitas diatur secara spesifik dalam perjanjian internasional. Entitas dapat diakui

berdasarkan fungsi atau peran yang mempunyai kontribusi signifikan terhadap

perkembangan masyarakat. Teori Liberalisme juga menjadi poin-poin yang dapat

dijadikan dasar klasifikasi, yaitu apabila entitas tersebut bersama negara mempunyai

kemampuan untuk menentukan interaksi strategis pada tingkatan internasional dan

menjadi daya penggerak terhadap terjadinya atau berlakunya kebijaakan suatu negara.

Entitas yang terlibat merupakan hasil dari pengaturan yang didasarkan pada

kepentingan negara yang didasarkan pada kepentingan negara yang pengaturannya

secara langsung dari negara terhadap kapasitas hukumnya.

F. Urgensi disahkannya perusahaan transnasional sebagai subjek hukum

internasional.

Apa yang menjadi urgensi diperlukannya pengakuan para ahli terhadap perusahaan

transnasional sebagai subjek gukum internasiona? Agar mekanisme hukum internasional

ditegakkan dengan tepat. Karena saat ini tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh

perusahaan transnasional telah banyak diatur dalam berbagai ketentuan hukum

internasional, hal ini yang menyebakan perlunya dibuat suatu penetapan tentang status

perusahaan transnasional sebgai subjek hukum internasional agar seimbang antara

status hukum dan kewajiban-kewajiban perusahaan transnasional. Selanjutnya menurut

penulis peradilan internasional perlu diberi wewenang untuk mengadili sengketa

perusahaan transnasional yang menyangkut pelanggaran-pelanggaran yang sering

dilakukan, demi terciptanya keadilan serta kepastian hukum yang mengikat karena bisa

kita lihat pengadilan nasional saat ini khususnya di negara berkembang belum cukup

kuat untuk melakukan peradilan terhadap perusahaan tranasnasional.

G. Penutup

Kesimpulan

Perusahaan transnasional merupakan aktor non-negara dalam hukum internasional

dengan sifat personalitas hukum terbatas. Perusahaan transnasional memiliki peranan

yang penting dalam arus ekonomi global maupun ekonomi nasional suatu negara.

Page 25: Transnational sebagai Subjek HI

Pembentukan konvensi-konvensi serta perjanjian internasional menunjukkan bahwa

perusahaan transnasional memiliki pengaruh dan kekuatan untuk menekan aktor hukum

internasional klasik dalam menentukan beberapa kebijakan yag berhubungan dengan

kegiatan internasional. Hal ini yang membuktikan bahwa perusahaan transnasional

memiliki kapasitas sebagai subjek hukum internasional. Selain itu syarat sebagai

persolanitas hukum internasional juga telah dimiliki oleh perusahaan transnasional

diantaranya memiliki kapasitas untuk membuat perjanjian, memiliki kapasitas untuk

mengajukan gugatan internasional, serta dapat bertanggung jawab apabila terjadi

pelanggaran terhadap hukum internasional.

Ada beberapa urgensi yang mendasari perlunya perusahaan transnasional dijadikan

subjek hukum internasional, beberapa diantaranya adalah agar mekanisme hukum

internasional ditegakkan dengan tepat, peradilan internasional perlu diberi wewenang

untuk mengadili sengketa perusahaan transnasional yang menyangkut pelanggaran-

pelanggaran yang sering dilakukan, demi terciptanya keadilan serta kepastian hukum.

Saran

Perlu diberikannya akuntabilitas terhadap perusahaan transnasional, karena

perusahaan transnasional memiliki kekuatan ekonomi yang cukup besar yang

dikhawatirka akan melakukan pelanggaran-pelanggaran dan kesewenang-wenangan

dalam melaksanakan aktivitasnya seperti mengenai isu perburuhan, HAM, pencemaran

lingkungan, sampai mempengaruhi politik di suatu negara.

Perlu adanya akuntabilitas, satu cara memberikan akuntabilitas pada

perusahaan transnasional adalah dengan dibuatnya sebuah konvensi atau perjanjian

terhadap perusahaan transnasional yang mengakui status perusahaan transnasional

sebagi subjek hukum internasional terbatas, serta memberikan hak-hak dan

memaksakan suatu kewajiban tertentu pada perusahaan transnasional. Selain itu perlu

adanya pe yediaan mekanisme dan lembaga untuk menegakkan kewajiban terhadap

perusahaan transnasional yang diatur dalam perjanjian tersebut. Terakhir perjanjian ini

ditujukan kepada subjek hukum internasional lainnya, khususnya negara, agar

menggunakan perjanjian yang telah dibuat dalam bekerjasama dengan perusahaan

transnasional.

Page 26: Transnational sebagai Subjek HI

Daftar Pustaka

Buku

A. Clapham, A. 2006. Human Rights Obligation of Non-State Actors (Collected Courses of the Academy of European Law) Vol.15 Book 1. Oxford: Oxford University Press.

Brownlie, Ian. 1998. The Rule of Law in International Affairs. Netherland: Kluwer Law International.

Greig, D.W. 1976. International Law. London: Butterworth.Kelsen, Hans. 2009. General Theory of Law and State. New Jersey: The Law book

exchange Ltd.Kusumaatmadja, Mochtar. Pengantar Hukum Internasional, Bandung: P.T. Alumni,

2003.Malanczuk, Peter. 1997. Akuherst’s Modern Introduction to International Law 7th

ed., New York: Rotlage.Morevcsik, Andrew. 1993. Liberalism and International Relations Theory. Harvard

University. Center for International Affairs Working Paper Series 92-6.Neef, Stephen C. A Short History Of International Law. Oxford University Press,

London, 2010.O’ Connell. 1970. International Law. London: Steven & Sons.O’Brein, Jhon. 2001. International Law. London: Routledge-Cavandish.Portman, Roland. Legal Personality in International Law. Cambridge: CSCIL.Sefriani. 2014. Hukum Internasional Suatu Pengantar. Jakarta: PT. RajaGrafindo

PersadaSefriani. 2007. Tanggung Jawab Perusahaan Transnasional terhadap Pelanggaran

HAM dalam Prespektif Hukum Internasional Vol.XXX. Yogyakarta. Lembaga Penelitian UII.

Shaw, Malcolm N. International Law, New York: Camrbridge University Press.2008.Sumardi, Juajir. 2012. Hukum Perusahaan Transnasional dan Franchise. Makasar:

Arus Timur (Kelompok Pustaka Refleksi).

Dokumen Lain

Rambisa, Lila Sitha. Kedudukan dan Tanggung Jawab Perusahaan Multinasional (MNC) Dalam Hukum Internasional. http://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/viewFile/6737/5124 diakses pada tanggal 28 Mei 2015 pukul 23.05

Wouters, Jan. Multinational Corporations In International Law, https://ghum.kuleuven.be/ggs/publications/working_papers/new_series/wp121-130/wp129-wouters-chane.pdf diakses pada tanggal 01 Juni 2015 pukul 16.20

Bridgemant, Natalie L, Human Rights Litigation Under the ATCA as a Proxy For Environmental Claims http://www.law.yale.edu/documents/pdf/LawJournals/bridgeman.pdf diakses pada tanggal 04 Juni 2015 pukul 16.40

Page 27: Transnational sebagai Subjek HI

Alvarez, Jhose E. Are Corporations “Subjects” of International Law? http://www.law.nyu.edu/sites/default/files/ECM_PRO_069097.pdf diakses pada tanggal 04 Juni 2015 pukul 16,49

http://www.oecd.org/dataoecd/43/29/48004323.pdf, diakses pada tanggal 10 Juni 2015.

Dokumen Hukum Lain

Putusan Pengadilan Negeri Manado, Nomor: 284/Pid.B/2005/PN Manado