32
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN NAMA : ADRIANIE MARICELLA NIM : 070100195 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Jaras penglihatan terdiri dari serial sel dan sinaps yang membawa informasi visual dari lingkungan hingga ke otak untuk kemudian diproses. Terdiri dari retina, saraf optik, optik kiasma, traktus optik, nukleus geniculatum lateral (LGN), radiasi optik, dan korteks striae. 1 Traumatic Optic Neuropathy (TON) merupakan suatu cedera akut pada saraf optik oleh karena trauma. Akson-akson saraf optik dapat rusak secara langsung maupun tidak langsung dan kehilangan penglihatan dapat parsial hingga komplit. Cedera tidak langsung pada saraf optik terjadi akibat adanya transmisi tekanan ke kanal optik pada saat trauma tumpul. Sebaliknya, cedera langsung yang mengakibatkan kerusakan anatomis saraf optik terjadi pada luka tusuk orbital, adanya fragmen tulang dalam kanal optik, atau hematoma pada pembungkus saraf. 2 Penyebab TON tersering adalah kecelakaan kendaraan bermotor dan sepeda, diikuti oleh jatuh dan tindak kekerasan. TON terjadi sebanyak 1.5-5% pasien dengan trauma kepala tertutup dan terjadi kerusakan pada jaras penglihatan (4-6/100.000 populasi/tahun. Laki-laki 1

Traumatic Optic Neuropathy

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Traumatic Optic Neuropathy

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : ADRIANIE MARICELLANIM : 070100195

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Jaras penglihatan terdiri dari serial sel dan sinaps yang membawa informasi

visual dari lingkungan hingga ke otak untuk kemudian diproses. Terdiri dari retina,

saraf optik, optik kiasma, traktus optik, nukleus geniculatum lateral (LGN), radiasi

optik, dan korteks striae.1

Traumatic Optic Neuropathy (TON) merupakan suatu cedera akut pada saraf

optik oleh karena trauma. Akson-akson saraf optik dapat rusak secara langsung

maupun tidak langsung dan kehilangan penglihatan dapat parsial hingga komplit.

Cedera tidak langsung pada saraf optik terjadi akibat adanya transmisi tekanan ke

kanal optik pada saat trauma tumpul. Sebaliknya, cedera langsung yang

mengakibatkan kerusakan anatomis saraf optik terjadi pada luka tusuk orbital, adanya

fragmen tulang dalam kanal optik, atau hematoma pada pembungkus saraf. 2

Penyebab TON tersering adalah kecelakaan kendaraan bermotor dan sepeda,

diikuti oleh jatuh dan tindak kekerasan. TON terjadi sebanyak 1.5-5% pasien dengan

trauma kepala tertutup dan terjadi kerusakan pada jaras penglihatan (4-6/100.000

populasi/tahun. Laki-laki penderita terkait TON mencapai 60-95% kasus (4:1

dibandingkan dengan wanita), dan banyak pada dekade pertama hingga kedua usia

hidup mereka. Di Amerika Serikat terjadi sebanyak 0,5-5% pada pasien dengan

trauma kepala tertutup dan 2.5% pada pasien dengan fraktur midfasial. Angka

kejadian TON oleh karena trauma kraniofasial dilaporkan sekitar 0.5-1.5%.

Prevalensi internasional terhadap angka kejadian TON bervariasi di setiap negara,

tergantung pada angka kejadian kecelakaan atau tindak kekerasan.2,3,4

Kebanyakan kasus (hingga 60%) terkait dengan kehilangan penglihatan yang

berat. Pada suatu studi dinyatakan bahwa pasien usia 40 tahun keatas memiliki

prognosis penglihatan yang lebih buruk. 2,4

1

Page 2: Traumatic Optic Neuropathy

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : ADRIANIE MARICELLANIM : 070100195

1.2 TUJUAN

Penulisan paper yang berjudul “Traumatic Optic Neuropathy” ini bertujuan untuk:

1. Membahas mengenai definisi, etiologi, patofisiologi, diagnosis,

pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, prognosis TON.

2. Menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik senior di Departemen Ilmu

Penyakit Mata RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.3 MANFAAT

Manfaat penulisan paper ini adalah:

1. Dapat menambah pemahaman mengenai anatomi saraf optik.

2. Dapat menambah pemahaman mengenai jaras penglihatan.

3. Dapat menambah pemahaman mengenai definisi, etiologi, patofisiologi,

diagnosis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, prognosis TON

2

Page 3: Traumatic Optic Neuropathy

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : ADRIANIE MARICELLANIM : 070100195

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI SARAF OPTIK

Serabut saraf retina membentuk sudut 90 derajat pada diskus optik dan keluar

sebagai saraf optik. Saraf ini terdiri dari serabut penglihatan, 90% diantaranya

berjalan ke nukleus genikulatum lateral, sementara 10% sisanya ke area yang

mengontrol respon pupil atau siklus sirkadian. Jumlah serabut saraf optik bervariasi

dari 1 juta hingga 2.22 juta, dengan ukuran diameter kecil hingga serabut saraf

berdiameter besar.1

Saraf optik memiliki panjang 5-6 cm dan dibagi menjadi 4 segmen

berdasarkan lokasinya : intraocular (0.7-1mm) : akson tanpa myelin yang berjalan

melalui lamina kribrosa kemudian menjadi bermielin; intraorbital (3 cm): memiliki

lapisan meningeal dura mater, arachnoid, rongga sub arachnoid, dan pia mater;

intrakanalikular (6-10 mm) : saraf optik masuk ke forame optik dan berjalan di

sepanjang kanal optik dalam lesser wing sphenoid; dan intrakranial (10-16 mm) :

saraf optik berjalan naik ke posterior dan medial pada optik kiasma.1,5

Saraf optik dikelilingi oleh tiga lapisan meningeal; lapisan paling luar yaitu

duramater, berupa jaringan ikat padat yang keras yang mengandung serabut elastis.

Lapisan berikutnya merupakan membran arachnoid, membran kolagen tipis dengan

banyak trabekula yang menghubungkan dengan lapisan paling dalam, pia mater.

Ketiga lapisan ini bersatu didalam sklera dan periorbita. 1,5

3

Page 4: Traumatic Optic Neuropathy

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : ADRIANIE MARICELLANIM : 070100195

Gambar 2.1 Anatomi Mata

2.2 FISIOLOGI PENGLIHATAN

Saraf optik merupakan indera khusus untuk penglihatan. Cahaya dideteksi

oleh sel-sel batang dan kerucut di retina, yang dapat dianggap sebagai end-organ

sensorik khusus untuk penglihatan. Badan sel dari reseptor-reseptor ini mengeluarkan

tonjolan (prosesus) yang bersinaps dengan sel bipolar, neuron kedua di jalur

penglihatan. Sel-sel bipolar kemudian bersinaps dengan sel-sel ganglion retina.

Akson-akson sel ganglion membentuk lapisan serat saraf pada retina dan menyatu

membentuk saraf optikus. Saraf keluar dari bagian belakang bola mata dan berjalan

ke posterior di dalam kerucut otot untuk masuk ke dalam rongga tengkorak melalui

kanal optik.

Di dalam tengkorak, dua saraf optikus menyatu membentuk kiasma optikum. Di

kiasma, lebih dari separuh serat mengalami dekusasio dan menyatu dengan serat-serat

temporal yang tidak menyilang dari saraf optikus sisi lain untuk membentuk traktus

optikus. Masing-masing traktus optikus berjalan ke nukleus genikulatum lateral.

Dengan demikian, semua serat yang menerima impuls dari separuh kanan lapang

4

Page 5: Traumatic Optic Neuropathy

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : ADRIANIE MARICELLANIM : 070100195

pandang masing-masing mata membentuk traktus optikus kiri dan berproyeksi ke

hemisfer serebrum kiri dan separuh kiri lapang pandang berproyeksi ke hemisfer

serebrum kanan. Dua puluh persen serat di traktus melayani fungsi pupil. Serat-serat

ini menuju ke nukleus pretektalis otak tengah, sementara serat lainnya bersinaps di

nukleus genikulatum lateral membentuk traktus genikulo-kalkarina. Traktus ini

berjalan melalui tungkai posterior kapsula interna dan kemudian menyebar ke dalam

radiasi optikus yang melintasi lobus temporalis dan parietalis dalam perjalanan ke

korteks oksipitalis (korteks kalkarina).6

Gambar 2.2. Jaras Penglihatan1

5

Page 6: Traumatic Optic Neuropathy

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : ADRIANIE MARICELLANIM : 070100195

2.3 TRAUMATIC OPTIC NEUROPATHY

2.3.1 Defenisi

Traumatic Optic Neuropathy (TON) merupakan suatu bentuk neuropati

optikus oleh adanya kerusakan pada saraf optik yang menyebabkan kerusakan pada

fungsi visual diikuti dengan defek pupil aferen relative (Marcus-Gunn pupil).4

2.3.2 Etiologi

TON dikaitkan dengan kecelakaan dengan momentum tinggi dan trauma

wajah. Kecelakaan sepeda motor, kekerasan, luka tumpul, luka tusuk, luka tembak,

dan pembedahan endoskopi sinus merupakan penyebab TON. Luka tumpul umumnya

terjadi akibat deselerasi cedera pada region antefrontal kepala. Keparahan trauma

tidak selalu terkait dengan derajat penurunan penglihatan.4

2.3.3 Klasifikasi

Cedera saraf optik dapat diklasifikasikan menjadi cedera langsung dan tidak

langsung berdasarkan jenis cedera.

a. Cedera Tidak Langsung Saraf Optik

Cedera tidak langsung terjadi pada trauma tertutup pada kepala, menyebabkan

timbulnya tekanan yang kemudian menekan saraf optik. Pada pemeriksaan, tidak

terdapat perubahan cepat pada pemeriksaan fundus. Diskus optik dapat normal

hingga 3-5 minggu setelahnya dan berubah pucat seiring atrofi diskus terjadi.4,7

b. Cedera Langsung Saraf Optik

Cedera langsung saraf optik terjadi akibat dari avulsi saraf atau akibat adanya

penetrasi pada orbita, penetrasi fragmen tulang dan mengenai saraf optik

menyebabkan neuropati optikus parsial atau komplit pada pembungkus saraf

optikus. Perdarahan didalam dan sekitar saraf optik juga dapat terjadi. 8,9

6

Page 7: Traumatic Optic Neuropathy

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : ADRIANIE MARICELLANIM : 070100195

Tidak seperti cedera tidak langsung, cedera langsung menyebabkan perubahan

segera pada fundus yang merangsang oklusi arteri retina sentralis, oklusi vena retina

sentralis atau iskemia anterior neuropati optik.4,10

2.3.4 Patofisiologi

TON terjadi secara multifaktorial, beberapa penelitian menyimpulkan adanya

mekanisme primer dan sekunder dari cedera yang terjadi. Cedera langsung terjadi

pada trauma tajam, fraktur orbita dengan fraktur midfasial. Cedera tidak langsung

umumnya disebabkan oleh adanya gaya tekanan pada cedera kepala yang

ditransmisikan hingga ke saraf optik. Baik cedera langsung maupun tidak langsung

menyebabkan kerusakan mekanis ataupun iskemia pada saraf optik. Terkadang

cedera okuli sangat kecil hingga tidak terlihat adanya penyebab eksternal. Edema

pada rongga tertutup, nekrosis akibat kontusio, robekan serabut saraf, dan infark oleh

karena thrombus dan spasme berpotensial menyebabkan cedera saraf optik. 2,10

a. Primer

Mekanisme primer menyebabkan kerusakan permanen pada akson saraf optik

pada saat terjadinya cedera. Kontusio pada akson saraf optik menyebabkan

iskemia dan edema lokal saraf optik, selanjutnya menyebabkan kompresi neural

dalam rongga kanal optik. Abnormalitas axon fokal terangsang, dengan

karakteristik gangguan transpor aksonal, hingga terjadi apoptosis sel. Robekan

pada mikrovaskular dan cedera akson menyebabkan terjadinya perdarahan dalam

saraf optik dan pembungkusnya.4,7,9

b. Sekunder

Mekanisme sekunder menyebabkan pembengkakan saraf optik setelah terjadi cedera

akut. Gangguan homeostasis selular disekitar area kerusakan saraf optik yang

ireversibel, melalui mekanisme yang berbeda namun saling berhubungan yang

7

Page 8: Traumatic Optic Neuropathy

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : ADRIANIE MARICELLANIM : 070100195

menyebabkan kerusakan akson. Meskipun nantinya pembengkakan atau kontusio

pada saraf dapat membaik, kerusakan pada akson merupakan kerusakan permanen.4,11

Mekanisme ini antara lain :

1. Iskemia dan cedera reperfusi - iskemia parsial oleh karena berkurangnya

aliran darah. Tetapi reperfusi pada area iskemik transien menyebabkan

peroksidasi lipid membran sel dan pelepasan radikal bebas yang menyebabkan

kerusakan jaringan.

2. Bradikinin : diaktivasi setelah terjadinya trauma, dan menyebabkan pelepasan

asam arakhidonat dari neuron. Prostaglandin yang dihasilkan dari

metabolisme asam arakhidonat, radikal bebas dan lipid peroksidase

menyebabkan edema pada kanal optik.

3. Ion kalsium : setelah terjadinya iskemia saraf optik, ion kalsium masuk ke

intraselular. Meningkatnya konsentrasi kalsium intrasel berperan menjadi

toksin metabolik dan menyebabkan kematian sel.

4. Proses inflamasi : sel polimorfonuklear (PMN) banyak pada 2 hari pertama

setelah trauma, kemudian digantikan oleh makrofag dalam 5-7 hari. PMN

menyebabkan kerusakan yang cepat, sementara makrofag menunda kerusakan

jaringan, demielinasi dan gliosis.2,4,9

2.3.5 Gambaran Klinis

TON posterior terkadang sulit dinilai terutama pada pasien dengan cedera

multipel, terutama pada pasien tidak sadarkan diri. Pemeriksaan teliti harus dilakukan

secepat mungkin, kemungkinan hanya diperoleh defek aferen pupil pada

pemeriksaan. Defisit penglihatan bervariasi dari penglihatan normal dengan defek

lapangan pandang hingga kehilangan total terhadap persepsi cahaya.3

8

Page 9: Traumatic Optic Neuropathy

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : ADRIANIE MARICELLANIM : 070100195

2.3.6 Diagnosis

Diagnosis TON berdasarkan klinis, dengan adanya trauma kepala dan wajah

yang menyebabkan gangguan penglihatan. Pasien mengalami kehilangan penglihatan

yang mendadak, berat, dan unilateral. Kondisi ini dapat bermanifestasi segera atau

dalam hitungan jam hingga hari setelah trauma. Riwayat penyakit perlu ditanyakan

apakah adanya defisit penglihatan sebelum trauma, riwayat penyakit sebelumnya,

obat-obatan dan alergi obat.2,4

Pemeriksaan Klinis

Pada situasi akut, dimana pasien dalam keadaan tidak sadar dan penilaian

ketajaman penglihatan tidak dapat dilakukan, penegakan diagnosis TON dapat

terhambat. Pada pasien sadar, dapat dilakukan berbagai tes untuk membantu

penegakan diagnosis , antara lain:

1. Ketajaman penglihatan. Diperiksa dengan menggunakan Snellen's chart atau

kartu baca jarak dekat. Angka kejadian tidak respon cahaya bervariasi

tergantung pada kejadian trauma. Harus diingat bahwa kurang dari 10% kasus

terjadi penurunan penglihatan akibat cedera saraf optik sekunder.

Bagaimanapun tajam penglihatan harus dinilai kembali setelah 24 jam.

2. Relative afferent pupillary defect (RAPD) : dinilai dengan swinging flashlight

test. Cahaya yang masuk ke mata normal akan merangsang pupil konstriksi

dan juga merangsang pupil mata lain ikut berkonstriksi. Terjadi penurunan

stimulasi pupilomotor yang mencapai batang otak ketika cahaya masuk ke

mata pada cedera saraf optik dibandingkan pada bagian yang tidak cedera,

sehingga respon pupil menurun. RAPD tidak ada pada TON bilateral.

9

Page 10: Traumatic Optic Neuropathy

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : ADRIANIE MARICELLANIM : 070100195

3. Penglihatan warna. Pasien diminta untuk melihat objek berwarna merah

dengan sebelah mata. Objek akan dipersepsikan berwarna hitam, coklat, atau

merah buram pada mata yang cedera.

4. Lapangan pandang. Meskipun tidak ada tanda patognomonic defek lapangan

pandang dalam mendiagnosa trauma saraf optik, lapangan pandang harus

dinilai pada pasien sadar dan kooperatif sebagai informasi kemungkinan

lokasi kerusakan saraf optik.

5. Optalmoskopi. Optalmoskopi dilakukan dengan bantuan agen midriatik kerja

pendek pada semua pasien stabil. Evaluasi sirkulasi retinal dan koroidal,

morfologi saraf optik. Adanya perdarahan berbentuk cincin didekat kepala

saraf optik menunjukkan adanya avulsi parsial atau komplit saraf optik.

Neuropati optik anterior menyebabkan gangguan sirkulasi berakibat obstruksi

arteri dan vena dan pembengkakan diskus optikus. Atrofi optik pada trauma

kepala akut dengan neuropati optikus menunjukkan gangguan saraf optik

sudah ada sebelum trauma. Kerusakan pada saraf optik distal pada orbita,

kanal optik, atau rongga intrakranial tidak menunjukkan perubahan tampilan

selama 3-5 minggu

Gambar 2.3. Disc pallor from trauma

10

Page 11: Traumatic Optic Neuropathy

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : ADRIANIE MARICELLANIM : 070100195

Gambar 2.4 Left optic nerve has a pinkish rim surrounding a white center. The right

optic nerve looks much paler in comparison

Gambar 2.5 Atrofi Optik

6. Adneksa okuli. Pemeriksaan dapat menunjukkan fraktur tepi atau dinding

orbita, edema orbita, proptosis atau enopthalmus, atau disfungsi otot ekstra

okuli.

11

Page 12: Traumatic Optic Neuropathy

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : ADRIANIE MARICELLANIM : 070100195

7. Tekanan intraokuli. Tonometri harus dilakukan pada orbita yang intak.

Peningkatan tekanan intraokuli dapat bersamaan pada hematom orbital,

perdarahan orbital, emfisema orbital, atau edema jaringan lunak.4,9

Pemeriksaan Penunjang

1. Visual evoked potential (VEP)

Karena sulitnya penilaian neuro-oftalmologi pada fungsi jaras visual

pada pasien cedera berat atau selama rekonstruksi kraniomaksilofasial, VEP

dan elektroretinogram (ERG) diyakini sebagai metode elektrofisiologis untuk

mengumpulkan informasi apakah fungsi penglihatan intak ataupun patologis.

VEP juga digunakan sebagai alat diagnostik pada pasien yang diduga cedera

saraf optik bilateral.

Evaluasi elektrofisiologi dengan multiplanar CT penting pada

identifikasi segera pada trauma saraf optik. Hasil evaluasi memberikan

informasi apakah dibutuhkan intervensi bedah dan/atau terapi konservatif

untuk mencegah kerusakan sekunder saraf optik.4

2. Imaging

Pada pasien politrauma dengan penurunan kesadaran, CT scan dengan

eksplorasi klinis merupakan metode penting untuk menilai TON pada keadaan

darurat yang akut. Hasil pemeriksaan dapat menunjukkan tanda patologi saraf

optik, berupa hematoma pembungkus saraf optik, fraktur pada greater atau

lesser wing sphenoid, hematoma superiosteal, perdarahan hingga apeks

orbital, sinus ethmoid dam sphenoid, dan pneumoencephalus. 3,4

2.3.7 Penatalaksanaan

Berbagai kontroversial muncul dalam penanganan TON. Sebagian besar

penanganan pada TON meliputi observasi, steroid dan dekompresi bedah.

12

Page 13: Traumatic Optic Neuropathy

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : ADRIANIE MARICELLANIM : 070100195

1. Medikamentosa.

Selama beberapa decade, kortokosteroid diyakini dapat menstabilisasi

membran lipid, mengurangi spasme, meningkatkan pemasokan darah, dan

mengurangi edema jaringan neural dan nekrosis. Penanganan medikamentosa TON

dengan steroid mega-dose dilakukan oleh National Acute Spinal Cord Injury StudyII

(NASCIS II) yang dievaluasi pada pasien cedera tulang belakang akut. Pada studi ini,

pasien diterapi dengan plasebo, metilprednisolone, atau naloxone. Secara

farmakologis, terapi metilprednisolone dosis besar atau megadosis terkait dalam

stabilisasi sirkulasi mikrovaskular dan homeostasis kalsium.

Pada kasus TON dimana tidak terdapat kontraindikasi pemberian

kortikosteroid, dosis awal metilprednisolone diberikan sebanyak 30mg/kg/IV,

dilanjutkan 15mg/kgBB pada 2 jam kemudia, dan 15 mg/kgBB setiap 6 jam. Jika

terdapat perbaikan visual, dosis steroid dilanjutkan hingga hari ke-5, kemudian

diturunkan secara cepat. Jika tidak terdapat perbaikan dalam 48-72 jam, pemberian

steroid langsung dihentikan tanpa penurunan dosis sebelumnya. Pemberian

kortikosteroid mega dosis dalam 8 jam pertama setelah cedera kemungkinan dapat

memperbaiki pembengkakan saraf optik. Apakah terapi metilprednisolone memiliki

efek yang sama dibandingkan hanya observasi dalam penatalaksanaan TON belum

terbukti, dan keterlambatan penanganan terapi dan derajat kehilangan penglihatan

belum jelas terbukti mempengaruhi prognosis.3,4,7,12

2. Pembedahan

Dekompresi bedah optik kanal dan pembungkus saraf optik digunakan sebagai

terapi TON indirek. Tetapi tidak terdapat konsensus waktu optimum untuk intervensi

optimum. Peningkatan tekanan intrakanalikuli dapat menyebabkan gangguan

vaskular dengan iskemia hingga kebutaan, dan dekompresi saraf optik secara teori

membebaskan strangulasi dan memngembalikan fungsi saraf. Prosedur ini ditambah

dengan pemberian steroid untuk mengurangi inflamasi dan edema. Berbagai metode

13

Page 14: Traumatic Optic Neuropathy

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : ADRIANIE MARICELLANIM : 070100195

bedah yang digunakan berupa kraniotomi trans nasalis, extra-nasal trans-ethmoidalis,

trans-nasal trans-ethmoidalis, lateral fasial, sublabial, dan endoskopi.4,10

Pada hematoma pembungkus saraf optik dapat dievakuasi dengan orbiotomi

medial atau lateral tergantung pada letak hematoma. Kriteria intervensi bedah pada

pasien dengan TON antara lain :

1. Kontraindikasi absolut pembedahan

a. Adanya avulsi saraf optik pada pemeriksaan CT.

2. Kontraindikasi relative pembedahan

a. Pasien dalam keadaan tidak sadarkan diri.

b. Hilang total fungsi penglihatan dan respon pupil.

3. Indikasi relative pembedahan

a. Jika penurunan fungsi penglihatan meskipun dengan terapi steroid.

b. Jika terjadi penurunan fungsi penglihatan pada pengurangan dosis

steroid.

c. Jika terdapat fraktur kanal optik disertai dengan adanya penekanan

oleh fragmen tulang.

d. Jika terdapat hematoma pada pembungkus saraf.

e. Jika respon visual evoked potential (VEP) memburuk seiring waktu.3

Pada dasarnya, pencapaian penanganan TON dapat diurutkan sebagai berikut :

1. Pada keadaan tidak terdapat kontraindikasi, pasien dapat diberikan

kortikosteroid sistemik, metilprednisolone 30mg/kg sebagai loading dose,

5,4mg/kg/jam sebagai maintanance selama 48 jam.

2. Kegagalan perbaikan keadaan.

3. Pasien yang membaik dapat dilakukan pengurangan dosis yang bertahap.

14

Page 15: Traumatic Optic Neuropathy

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : ADRIANIE MARICELLANIM : 070100195

4. Jika keadaan pasien relaps ketika kortiosteroid dihentikan, pertimbangkan

bedah dekompresi.

5. Pada umunya, pasien dengan ketajaman penglihatan 20/40 atao lebih buruk

membutuhkan dekompresi bedah.

6. Pasien tidak sadar tidak seharusnya dilakukan bedah dekompresi kecuali

bersangkutan dengan prosedur operasi lain.

7. Kombinasi steroid intervensi awal bedah dapat dipertimbangkan pada anak-

anak. 4,8,13

Perbaikan fungsi visual setelah TON dapat dinilai dengan penilaian

berkesinambungan fungsi visual. Follow up harian harus dilakukan selama fase akut

setelah trauma, segera setelah terapi bedahm dan selama periode pemberian terapi

kortikosteroid mega-dosis. Observasi jangka panjang dilakukan 3 bulan atau lebih

sejak terjadinya cedera untuk menilai keadaan final fungsi visual.4

2.3.8 Prognosis

Secara umum cedera langsung memiliki prognosis yang lebih buruk

dibandingkan dengan cedera tidak langsung saraf optik. Berdasarkan studi, ada 4

variabel yang dianggap sebagai faktor prognosis yang buruk untuk perbaikan fungsi

visual, antara lain :

1. Adanya darah dalam rongga ethmoid posterior

2. Usia diatas 40 tahun

3. Kehilangan kesadaran diikuti dengan TON

4. Tidak adanya perbaikan setelah 48 jam pemberian terapi steroid.3,4,14

Selain itu, fraktur orbita posterior menyebabkan penglihatan yang lebih buruk

dibandingkan dengan fraktur anterior. Pasien dengan tidak adanya persepsi terhadap

cahaya kemungkinan besar tidak akan terjadi perbaikan dalam kemampuan melihat.

15

Page 16: Traumatic Optic Neuropathy

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : ADRIANIE MARICELLANIM : 070100195

Hingga saat ini, terdapat berbagai konsensus menyatakan pilihan terapi terbaik TON

adalah cukup observasi tanpa terapi saja. Perbaikan penglihatan dapat terjadi

meskipun dengan perbaikan yang minimal, dan rata-rata perbaikan secara spontan

berkisar antara 20-57% pada berbagai studi. 2,4,11

16

Page 17: Traumatic Optic Neuropathy

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : ADRIANIE MARICELLANIM : 070100195

BAB 3

PENUTUP

Traumatic Optic Neuropathy merupakan kasus yang jarang tetapi sangat

signifikan dalam menyebabkan kehilangan penglihatan. Cedera langsung dan tidak

langsung dengan mekanisme primer dan sekunder, keduanya menyebabkan kerusakan

akson saraf optik, yang kemudian mengakibatkan gangguan penglihatan.

Dokumentasi klinis yang cermat pada pasien dengan keadaan sadarkan diri dalam

penilaian ketajaman penglihatan, fungsi pupil, hingga CT-scan perlu dilakukan untuk

menilai adanya abnormalitas struktural seperti avulsi saraf optik, hematoma

pembungkus saraf, hematoma orbital, atau fraktur kanal optik.

Berdasarkan data dari International Optik Nerve Trauma, pilihan penangan

berupa observasi tanpa intervensi. Pemberitahuan kepada pasien dan keluarga penting

terkait dengan terapi kortikosteroid mega-dosis. Jika ketajaman penglihatan menurun,

dapat dipertimbangkan pemberian kortikosteroid. Jika ditemui kelainan struktural

yang dapat menyebabkan gangguan fungsi saraf optik (hematoma atau fragmen

tulang), atau tajam penglihatan memburuk pada terapi kortikosteroid, dapat

dipertimbangkan tindakan dekompresi kanal optik. Penanganan untuk kelainan ini

masih kontroversial. Keikutsertaan dokter ahli lain dan diskusi dengan keluarga

penting dilakukan untuk memaksimalkan perbaikan fungsi penglihatan. Hingga saat

ini, terdapat berbagai konsensus menyatakan pilihan terapi terbaik TON adalah cukup

observasi tanpa terapi saja. Perbaikan penglihatan dapat terjadi meskipun dengan

perbaikan yang minimal, dan rata-rata perbaikan secara spontan berkisar antara 20-

57% pada berbagai studi.

Cedera langsung umumnya memiliki prognosis yang lebih buruk

dibandingkan dengan cedera tidak langsung. Prognosis buruk muncul pada keadaan

dimana tidak ada persepsi cahaya dan pada pasien-pasien dengan berbagai faktor

resiko lainnya, seperti adanya darah dalam rongga ethmoid, usia diatas 40 tahun,

17

Page 18: Traumatic Optic Neuropathy

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : ADRIANIE MARICELLANIM : 070100195

kehilangan kesadaran diikuti TON, dan tidak respon terhadap terapi kortikosteroid

setelah 48 jam.

18

Page 19: Traumatic Optic Neuropathy

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : ADRIANIE MARICELLANIM : 070100195

DAFTAR PUSTAKA

1. Remington, Lee Ann. 2005. Visual Pathway. In: Remington, Lee Ann.

Clinical Anatomy Of The Visual System, Second Edition. USA: Elsevier.

P:232-253.

2. Zoumalan, Christopher. 2012. Traumatic Optic Neuropathy. Available in :

[http://emedicine.medscape.com/article/868129-overview]. Accessed at

September 24, 2012.

3. Cockerham, Kimberly. 2005. Traumatic Optic Neuropathy. In: Thach, Allen

B. Ophthalmic Care Of The Combat Casualty. Washington: Office Of The

Surgeon General at TMM Publications. P: 395-403.

4. Srinivasan, Renuka, Chaitra. Traumatic Optik Neuropathy [TON] – A Review.

Available in : [ksos.in/ksosjournal/jounalsub/jounal_article_11_138.pdf].

Accessed at September 24, 2012.

5. Tsai, et al. 2011. Neuro-Ophthalmology. In : Oxford American Handbook of

Ophthalmology. Oxford:University Press. P:514-521.

6. Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. 2000. Neuro-Oftalmologi. In : Vaughan,

Daniel G. Asbury, Taylor. Oftalmologi umum (General Ophthalmology) edisi

14. EGC: Jakarta: Widya Medika.

7. Awan, Ayyaz Hussain. 2007. Traumatic Optic Neuropathy. Available in:

[www.pjo.com.pk]. Accessed at September 25, 2012.

8. Liesegang, et al. 2007. Optic Neuropathy. In : Neuro-Ophthalmology,

American Academy of Ophthalmology. San Francisco : AAO, The Eye MD

Association. P:153-155.

19

Page 20: Traumatic Optic Neuropathy

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : ADRIANIE MARICELLANIM : 070100195

9. Girkin, Christopher A dan Kline, Lanning B. 2002. Optic Nerve and Visual

Pathway. In: Kuhn, Ferenc. Ocular Trauma, Principles and Practice.

Italy:Thieme. P:392-404

10. Sarkies, N. 2003. Traumatic Optic Neuropathy. Available in :

[http://www.nature.com/eye/journal/v18/n11/full/6701571a.html]. Accessed

at September 24,2012.

11. Boughton, Barbara. 2009. Traumatic Optik Neuropathy:Previous Therapies

Now Questioned or Shelved. Available in:

[http://www.aao.org/publications/eyenet/200911/trauma.efm]. Accessed at

September 24,2012.

12. Man, Yu Wai dan Griffiths. 2011. Steroids for Traumatic Optic Neuropathy.

Available in : [www.ncni.nlm.nih.gov/pubmed/21249673]. Accessed at

September 24, 2012.

13. Yogiantoro, Siti Moesbadiany. 2005. Traumatic Optik Neuropathy In The

Division Of Neuro-Ophthalmology, Department of Ophthalmology, Dr.

Soetomo Teaching Hospital, Surabaya. Available in:

[journal.unair.ac.id/filerpdf/FMI-41-1-09.pdf]. Accessed at September 24,

2012.

14. Carta et al. 2003. Visual Prognosis After Indirect Traumatic Optik

Neuropathy. Available in : [jnnp.bmj.com › Volume 74, Issue 2]. Accessed at

September 24, 2012.

20

Page 21: Traumatic Optic Neuropathy

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : ADRIANIE MARICELLANIM : 070100195

21

Page 22: Traumatic Optic Neuropathy

1 Remington, Lee Ann. 2005. Visual Pathway. In: Remington, Lee Ann. Clinical Anatomy Of The Visual System, Second

Edition. USA: Elsevier. P:232-253

2 Zoumalan, Christopher. 2012. Traumatic Optik Neuropathy. Available in :

[http://emedicine.medscape.com/article/868129-overview]. Accessed at September 24, 2012.

3 Cockerham, Kimberly. 2005. Traumatic Optik Neuropathy. In: Thach, Allen B. Ophthalmic Care Of The Combat

Casualty. Washington: Office Of The Surgeon General at TMM Publications. P: 395-403.

4 Srinivasan, Renuka, Chaitra. Traumatic Optik Neuropathy [TON] – A Review. Available in

[ksos.in/ksosjournal/jounalsub/jounal_article_11_138.pdf]. Accessed at September 24, 2012.

5 Tsai, et al. 2011. Neuro-Ophthalmology. In : Oxford American Handbook of Ophthalmology. Oxford:University Press.

P:514-521.

6 Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. 2000. Neuro-Oftalmologi. In : Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. Oftalmologi

umum (General Ophthalmology) edisi 14. EGC: Jakarta: Widya Medika.

7 Awan, Ayyaz Hussain. 2007. Traumatic Optik Neuropathy. Available in :[www.pjo.com.pk]. Accessed at September

25, 2012.

8 Liesegang, et al. 2007. Optik Neuropathy. In : Neuro-Ophthalmology, American Academy of Ophthalmology. San

Francisco : AAO, The Eye MD Association.

9 Girkin, Christopher A dan Kline, Lanning B. 2002. Optik Nerve and Visual Pathway. In: Kuhn, Ferenc. Ocular Trauma,

Principles and Practice. Italy:Thieme.

10 Sarkies, N. 2003. Traumatic Optik Neuropathy. Available in :

[http://www.nature.com/eye/journal/v18/n11/full/6701571a.html]. Accessed at September 24,2012.

11 Boughton, Barbara. 2009. Traumatic Optik Neuropathy:Previous Therapies Now Questioned or Shelved. Available in:

[http://www.aao.org/publications/eyenet/200911/trauma.efm]. Accessed at September 24,2012.

12 Man, Yu Wai dan Griffiths. 2011. Steroids for Traumatic Optik Neuropathy. Available in :

[www.ncni.nlm.nih.gov/pubmed/21249673]. Accessed at September 24, 2012.

13 Yogiantoro, Siti Moesbadiany. 2005. Traumatic Optik Neuropathy In The Division Of Neuro-Ophthalmology,

Department of Ophthalmology, Dr. Soetomo Teaching Hospital, Surabaya. Available in:

[journal.unair.ac.id/filerpdf/FMI-41-1-09.pdf]. Accessed at September 24, 2012.

14 Carta et al. 2003. Visual Prognosis After Indirect Traumatic Optik Neuropathy. Available in : [jnnp.bmj.com › Volume

74, Issue 2]. Accessed at September 24, 2012.