62
DIARY TRAVELLING SINGAPORE – MALAYSIA yalom! Setelah sempat merasakan liburan beberapa hari di negeri orang, kini saya ingin berbagi pengalaman dengan sahabat sekalian. Sebenarnya liburan ini sudah direncanakan jauh-jauh hari, kalau tidak salah bulan Januari 2014 saya sudah booking tiket pesawat dari Semarang ke Singapore lalu untuk perjalanan pulangnya saya pilih rute Singapore-Surabaya semuanya by maskapai Airasia. Awalnya kami berencana untuk berangkat bertiga (saya dan teman saya serta adiknya). Namun, karena ada salah satu teman saya dari Tuban yang ingin ikut juga, akhirnya kami jadi pergi berempat. Sejak persiapan perjalanan ini sebenarnya ada saja hal yang di luar rencana. Misalnya tiket pesawat yang sudah dibooking jauh-jauh hari, ternyata diundur jadwal penerbangannya. Semula saya membeli tiket penerbangan Airasia rute Semarang-Singapore (dapat harga promo sekitar Rp 350000,00 waktu itu) agar bisa berangkat dengan teman saya (Vina) dan adiknya (Ricko) dari Semarang. Waktu itu Vickie yang mau ikut berangkat belakangan belum membeli tiket. Saya pun mendesaknya untuk segera membeli tiket karena takutnya kehabisan atau bahkan harganya nanti malah semakin mahal. Akhirnya Vickie membeli tiket Airasia rute Yogyakarta- Singapore untuk hari keberangkatan yang sama. Tak disangka dan tak diduga, beberapa hari setelah Vickie membeli tiket penerbangan dari Yogyakarta itu, jadwal penerbangan Airasia dari Semarang diundur sehari! Tentu saja saya jadi merasa tidak enak hati karena sayalah yang mendesak Vickie untuk cepat membeli tiket..eh ternyata malah penerbangan saya diundur sehari. Akhirnya saya putuskan untuk membatalkan penerbangan dari Semarang (karena reschedule penerbangan dari Airasia jadi tiket bisa direfund full dengan dipotong biaya administrasi) dan membeli tiket penerbangan dari Yogyakarta juga supaya bisa berangkat bersama Vickie tadi. Hal yang sama terjadi pula pada tiket pulang..karena penerbangannya direschedule sehari, saya akhirnya juga membeli tiket penerbangan lain dari Singapore melalui maskapai Jetstar rute Singapore-Surabaya. Setelah urusan tiket pesawat beres, kami mulai menyusun jadwal rencana perjalanan (itinerary). Sebenarnya Vickie yang bikin sih, karena dia semangat sekali bikinnya saya Cuma komentar sedikit saja dari itinerary bikinan dia, toh itinerary itu sudah sangat detail. Karena berangkat terpisah dengan Vina dari Semarang, kami merancang jadwal sehingga kami bisa bertemu di Singapore. Nah, karena waktu liburan saya lebih lama sehari daripada Vina, saya dan Vickie memutuskan untuk mampir ke Kuala Lumpur, Malaysia. Lumayan lah mampir sehari, jadi selama liburan nanti kami bisa berkunjung ke Malaysia dan Singapore. Kami pun membooking tiket hostel di Malaysia (meskipun kami tidak menginap di sana, hanya untuk istirahat sebentar, mandi dan menitipkan barang-barang), hostel di Singapore, tiket kereta api menuju Kuala Lumpur, dan tiket bus menuju Singapore. Untuk voucher hostel di Malaysia kami memesan lewat travelhemat.com, sedangkan voucher hostel di Singapore (Beary Nice Hostel) kami pesan lewat Agoda. Untuk tiket kereta api Johor Baru-Kuala Lumpur serta tiket bus ke Singapore kami pesan online melalui website masing-masing, yaitu S

Travelling Singapore-Malay Finales

Embed Size (px)

Citation preview

  • DIARY TRAVELLING SINGAPORE MALAYSIA

    yalom! Setelah sempat merasakan liburan beberapa hari di negeri

    orang, kini saya ingin berbagi pengalaman dengan sahabat

    sekalian. Sebenarnya liburan ini sudah direncanakan jauh-jauh

    hari, kalau tidak salah bulan Januari 2014 saya sudah booking tiket

    pesawat dari Semarang ke Singapore lalu untuk perjalanan pulangnya

    saya pilih rute Singapore-Surabaya semuanya by maskapai Airasia.

    Awalnya kami berencana untuk berangkat bertiga (saya dan teman saya

    serta adiknya). Namun, karena ada salah satu teman saya dari Tuban

    yang ingin ikut juga, akhirnya kami jadi pergi berempat.

    Sejak persiapan perjalanan ini

    sebenarnya ada saja hal yang di luar rencana.

    Misalnya tiket pesawat yang sudah dibooking

    jauh-jauh hari, ternyata diundur jadwal

    penerbangannya. Semula saya membeli tiket

    penerbangan Airasia rute Semarang-Singapore

    (dapat harga promo sekitar Rp 350000,00

    waktu itu) agar bisa berangkat dengan teman

    saya (Vina) dan adiknya (Ricko) dari Semarang.

    Waktu itu Vickie yang mau ikut berangkat

    belakangan belum membeli tiket. Saya pun

    mendesaknya untuk segera membeli tiket

    karena takutnya kehabisan atau bahkan

    harganya nanti malah semakin mahal. Akhirnya

    Vickie membeli tiket Airasia rute Yogyakarta-

    Singapore untuk hari keberangkatan yang sama.

    Tak disangka dan tak diduga, beberapa hari

    setelah Vickie membeli tiket penerbangan dari

    Yogyakarta itu, jadwal penerbangan Airasia dari

    Semarang diundur sehari! Tentu saja saya jadi

    merasa tidak enak hati karena sayalah yang

    mendesak Vickie untuk cepat membeli tiket..eh

    ternyata malah penerbangan saya diundur

    sehari. Akhirnya saya putuskan untuk

    membatalkan penerbangan dari Semarang

    (karena reschedule penerbangan dari Airasia

    jadi tiket bisa direfund full dengan dipotong

    biaya administrasi) dan membeli tiket

    penerbangan dari Yogyakarta juga supaya bisa

    berangkat bersama Vickie tadi. Hal yang sama

    terjadi pula pada tiket pulang..karena

    penerbangannya direschedule sehari, saya

    akhirnya juga membeli tiket penerbangan lain

    dari Singapore melalui maskapai Jetstar rute

    Singapore-Surabaya.

    Setelah urusan tiket pesawat beres, kami mulai

    menyusun jadwal rencana perjalanan

    (itinerary). Sebenarnya Vickie yang bikin sih,

    karena dia semangat sekali bikinnya saya Cuma

    komentar sedikit saja dari itinerary bikinan dia,

    toh itinerary itu sudah sangat detail. Karena

    berangkat terpisah dengan Vina dari Semarang,

    kami merancang jadwal sehingga kami bisa

    bertemu di Singapore. Nah, karena waktu

    liburan saya lebih lama sehari daripada Vina,

    saya dan Vickie memutuskan untuk mampir ke

    Kuala Lumpur, Malaysia. Lumayan lah mampir

    sehari, jadi selama liburan nanti kami bisa

    berkunjung ke Malaysia dan Singapore. Kami

    pun membooking tiket hostel di Malaysia

    (meskipun kami tidak menginap di sana, hanya

    untuk istirahat sebentar, mandi dan menitipkan

    barang-barang), hostel di Singapore, tiket

    kereta api menuju Kuala Lumpur, dan tiket bus

    menuju Singapore. Untuk voucher hostel di

    Malaysia kami memesan lewat

    travelhemat.com, sedangkan voucher hostel di

    Singapore (Beary Nice Hostel) kami pesan lewat

    Agoda. Untuk tiket kereta api Johor Baru-Kuala

    Lumpur serta tiket bus ke Singapore kami pesan

    online melalui website masing-masing, yaitu

    S

  • www.ktmb.com.my/ untuk KA Johor Baru-KL

    serta www.easibook.com untuk pemesanan

    tiket bus KL-Singapore, dengan pembayaran

    menggunakan kartu kredit (pertama kalinya

    juga mencoba pembayaran dengan credit card,

    mana credit card nya pinjam pula..hehehe)

    Seminggu sebelum berangkat, kami

    mengajukan cuti kerja di kantor. Kebetulan

    karena sedang tidak banyak pekerjaan, kami

    diizinkan cuti meskipun sebenarnya cuti yang

    kami ajukan termasuk cukup lama (lima hari

    kerja). Kami juga mulai mempersiapkan

    boarding pass keberangkatan (untuk Airasia,

    boarding pass bisa diurus H-14 keberangkatan).

    Karena kami tidak memilih tempat duduk,

    waktu melakukan check in online lewat website

    Airasia, tempat duduk kami sudah dipilihkan.

    Puji Tuhan ternyata saya dan Vickie mendapat

    tempat duduk bersebelahan, meskipun dekat

    dengan sayap pesawat (mungkin itu risiko tiket

    promo ya..hehe).

    Kami mulai packing dan mempersiapkan

    barang-barang yang akan dibawa, termasuk

    memastikan barang-barang yang dilarang

    dibawa ke kabin karena kami tidak

    menggunakan fasilitas bagasi. Saya juga baru

    tahu kalau ternyata di kabin tidak boleh

    membawa cairan lebih dari 100 ml per botol

    dan maksimal hana boleh membawa 10 botol

    cairan.

    Kami mulai packing hari Rabu, 9 Juli 2014

    (bersamaan dengan Pilpres Indonesia) hehehe.

    Setelah packing dan memastikan berat tas

    ransel kami tidak lebih dari 7 kg, kami pun siap

    untuk memulai perjalanan kami besok sore.

    Thursday, 10 July 2014

    Hari ini sebenarnya kami masih masuk kerja.

    Syukurlah karena ini bulan puasa, jam pulang

    kantor kami dimajukan satu jam. Lumayan juga

    karena sepulang kerja kami akan langsung

    berangkat ke Surabaya sebelum ke Yogyakarta

    besok paginya. Akhirnya hari Kamis sore itu

    kami membawa semua barang yang sudah kami

    siapkan dan berangkat ke Surabaya dari Tuban

    dengan mengendarai motor. Ternyata lumayan

    juga perjalanan dari Tuban ke Surabaya, apalagi

    jalan di dalam kota Surabaya sore hari agak

    padat. Kami sampai di rumah Vickie sekitar pk

    19.00 WIB. Di sini kami disambut oleh kakak

    ipar Vickie yang sengaja dimintai tolong untuk

    menemani kami di rumah, karena sebenarnya

    rumah Vickie ini kosong karena orang tuanya

    berada di Yogyakarta. Setelah berbincang

    sebentar dengan kakak iparnya Vickie, kami pun

    beristirahat sebentar, mandi, kemudian makan

    malam. Setelah itu kami beristirahat untuk siap-

    siap berangkat ke Yogyakarta menggunakan

    kereta api besok pagi.

    Day 0~Friday, 11 July 2014

    This is my birthday!! Hahaha..kebetulan saja sebenarnya hari ini saya berulang tahun. Banyak juga

    ternyata yang ingat dan mengucapkan selamat ulang tahun kepada saya (senangnya )

    Pagi-pagi saya dan Vickie mencari sarapan walau banyak warung yang tutup karena ini masih masuk

    bulan puasa. Akhirnya kami sarapan nasi soto di dekat pasar di daerah dekat rumah Vickie itu.

    Setelah itu kami segera kembali ke rumah, mengambil barang-barang lalu naik angkutan kota

    menuju Stasiun Gubeng Surabaya.

  • My First Train Ticket on my Birthday

    Oh iya, ini juga pengalaman pertama saya naik

    kereta api lhoo...hehe makanya saya sangat

    excited. Saya sampai takut ketinggalan kereta

    dan Vickie harus berkali-kali meyakinkan saya

    bahwa kami tidak akan ketinggalan kereta.

    Memang waktu itu kereta yang akan kami naiki

    datang terlambat (saya takutnya jangan-jangan

    kami nggak sadar dan keretanya sudah

    berangkat tadi hehehe). Anyway, ternyata naik

    kereta api itu enak juga, dan seperti yang

    dikatakan Vickie, kalau merasa bosan kita bisa

    jalan-jalan di kereta, berbeda dengan di bus

    dimana kita harus duduk sepanjang perjalanan.

    Ruangan di dalam gerbong ini luas juga, jarak

    pandang juga lebih luas daripada di bus. Meski

    demikian, saya juga tidak jalan-jalan selama di

    kereta karena saya merasa ngantuk jadi saya

    putuskan untuk tidur di kereta api tersebut

    sembari menunggu sampai di Yogyakarta.

    Kereta yang kami naiki, KA Pasundan, berangkat

    sekitar pk 09.30 WIB dari Stasiun Gubeng,

    Surabaya dan sampai di Stasiun Lempuyangan,

    Yogyakarta sekitar pk 14.00 WIB. Dari stasiun

    Yogyakarta kami berjalan kaki ke rumah Vickie

    di Yogyakarta. Kebetulan rumahnya terletak

    tidak jauh dari stasiun. Setelah sampai di sana,

    kami diterima dengan ramah dan dijamu

    dengan makan siang dan snack yang lezat

    (many many thanks untuk keluarga Vickie ini!

    ). Setelah mandi, sebenarnya kami berencana

    untuk pergi ke Marlioboro, tetapi apa daya

    hujan turun sejak sore. Akhirnya kami hanya

    beristirahat dan bersantai di rumah. Malam

    harinya saya diajak mencari minuman hangat

    (bahasa Jawanya wedang). Dengan berbekal

    payung kami pun berjalan menuju warung

    wedang tersebut, tapi eh ternyata warungnya

    tidak buka . Ya sudah lah, berarti kami

    memang harus istirahat di rumah hehehe.

    Akhirnya setelah bersyukur atas tahun-tahun

    kehidupan yang telah saya lewati selama dua

    puluh lima tahun ini, serta berdoa untuk

    kelancaran liburan kami, saya pun tidur dan

    bersiap untuk berangkat ke Singapore dari

    Bandara Adisutjipto keesokan harinya.

    Day 1~Saturday, 12 July 2014

    Hari ini saya bangun pk 05.00 WIB. Setelah mandi dan sarapan, saya dan Vickie diantar oleh ayah

    Vickie ke bandara. Bandara waktu itu masih sepi dan kami menunggu sampai sekitar pk 06.00

    dimana pintu masuk untuk penerbangan internasional dibuka. Setelah membayar airport tax, kami

    menuju bagian imigrasi lalu pengecekan barang. Proses pra-keberangkatan ini cukup cepat. Hanya

    saja saat akan masuk ke ruang tunggu, saya sempat ditanya oleh petugas bandara apakah saya

  • berangkat seorang diri. Waktu saya bilang saya berangkat dengan teman saya, saya diminta untuk

    menunjukkan tiket pulang dari Singapore ke Surabaya. Awalnya saya heran mengapa hanya saya

    yang ditanya demikian, lalu setelah saya ingat-ingat lagi, kemungkinan karena status saya di paspor

    masih pelajar jadi mungkin petugas itu takut kalau saya akan lama berada di Singapore tanpa visa.

    Foto Boarding Pass Airasia YOG-SIN dan Kupon Airport tax Bandara Adisutjipto

    Suasana keberangkatan menuju pesawat Airasia rute Yogyakarta - Singapura

    Kami pun menunggu di ruang tunggu penerbangan. Karena jadwal penerbangan kami pk 07.00, kami

    menunggu sekitar empat puluh lima menit sampai diizinkan naik ke pesawat. Oh iya, kekhawatiran

    kami akan pengecekan barang yang akan memakan waktu lama ternyata tidak terjadi. Kami pun naik

    pesawat dan menduduki kursi sesuai dengan nomor seat pada tiket kami, hanya saja saya bertukar

    tempat dengan Vickie yang ingin duduk di dekat jendela, mungkin karena ingin menjajal kamera

    barunya yang sengaja dibeli sebelum liburan kami ke Singapura ini. Next...penerbangan

    Adisutjipto-Changi Airport pun dimulai...

  • Penerbangan kami berlangsung selama kurang lebih dua jam. Tidak lama setelah pesawat lepas

    landas, kami diberi kartu embarkasi yang harus kami isi dan kami tunjukkan saat pemeriksaan

    imigrasi nanti. Sempat agak bingung juga waktu pertama kali mengisi kartu ini (maklum, pertama kali

    ke luar negeri sih hehehe). Setelah membaca-baca majalah yang ada di bangku kami, saya

    memutuskan untuk tidur sementara Vickie beberapa kali memotret pemandangan yang tampak dari

    jendela pesawat (sayangnya sebagian pemandangan tertutup oleh sayap pesawat ).

    Foto-foto dari dalam pesawat, sayangnya sebagian pemandangan tertutup sayap pesawat

    Kami tiba di Changi Airport sekitar pk 12.35 waktu setempat (waktu di Singapore satu jam lebih awal

    daripada waktu Indonesia bagian barat). Setelah turun dari pesawat dan sampai di Changi Airport

    (Terminal 1), tempat pertama yang kami cari adalah: Toilet! Hehehe.. Kebetulan di depan lorong

    menuju toilet itu ada free potable water. Kami pun mengisi botol minum kosong yang sudah kami

    siapkan dengan free potable water tersebut. Walaupun agak susah mengisi botol minum kami

    sampai penuhkarena sepertinya keran potable water itu memang dirancang untuk langsung

    minum di tempat, bukan untuk isi ulang tapi kami tetap bersyukur bisa memperoleh air minum

    gratis di sini (apalagi setelah tahu harga air mineral di Singapore). Air minum di bandara ini segar

    sekali lho, bahkan menurut saya lebih segar dan nikmat daripada air mineral yang saya beli di salah

    satu foodcourt di Singapura (apa karena gratis jadi terasa lebih segar ya? Hehehe)

    Setelah merapikan diri, kami mulai mengagumi bandara yang luasnya berkali lipat luas mall yang

    pernah saya jumpai di Indonesia. Kami pun mulai mencari informasi peta bandara dan ke mana kami

    harus pergi selanjutnya. Beberapa brosur berisi wisata dan peta Singapura sempat kami ambil di

    bandara. Setelah berkeliling sebentar sambil mencari lokasi keberangkatan (untuk persiapan besok

    ketika kami pulang nanti), kami pun bertanya kepada petugas bandara ke mana kami harus pergi

    untuk menuju ke stasiun MRT terdekat. Petugas itu mengatakan supaya kami naik skytrain ke

    Terminal 2 dan kami pun segera mencari skytrain lalu menuju ke Terminal 2 Changi Airport.

  • Arrival at Changi Airport

    Sebagai sesama first-time traveller di negeri orang, saya dan Vickie sama-sama tidak tahu bahwa

    setelah tiba di bandara tujuan pun kami seharusnya pergi ke bagian imigrasi untuk pengecekan

    passport. Karena di Terminal 1 tadi kami sibuk berkeliling, kami sampai tidak sadar bahwa mungkin

    penumpang pesawat yang lain sudah pergi ke bagian imigrasi. Nah, begitu hendak mencari stasiun

    MRT barulah kami sadar bahwa kami harus melewati imigrasi. Di sini pun kami bingung karena

    bagian imigrasi ini sangat sepi. Kami sama-sama tidak tahu bagaimana prosedur pengecekan di

    negeri Singapura ini. Ketika Vickie bermaksud untuk maju mengantre, tiba-tiba ia seolah ditolak

    oleh sang petugas imigrasi. Ternyata ada garis antrean yang tidak boleh dilewati dan kami tidak

    melihatnya. Tiba-tiba petugas imigrasi yang lain memanggil saya. Saya pun berjalan menuju ke

    tempat petugas itu. Setelah passport saya diperiksa dan ditanya berapa lama saya akan stay di

    Singapura, saya pun diperbolehkan lewat. Oh iya, kartu embarkasi yang sudah saya isi tadi sebagian

    disimpan oleh bagian Imigrasi dan sebagian diselipkan di dalam paspor saya. Yang jelas, saya ingat

    wanti-wanti supaya jangan sampai kartu embarkasi itu hilang. Rupanya tidak lama kemudian, Vickie

    juga sudah selesai pengecekannya di counter lain. Saya jadi geli sendiri kalau ingat kejadian

    ini...memang sama-sama baru pertama kali ke luar negeri, tidak ada yang jadi contoh pula..jadi kami

    seperti orang cupu saja hehe.

    Setelah melewati imigrasi, kami pun mencari tempat untuk membeli EZ link card yang berfungsi

    sebagai semacam debit card untuk pembayaran transportasi di Singapura (bus maupun MRT). Kami

    mengantre di depan sebuah counter MRT, mengikuti orang-orang yang juga sepertinya mau

    membeli tiket MRT, sampai tiba-tiba seorang ibu menyapa Vickie dan mengatakan bahwa kami bisa

    membeli EZ link card di counter lain. Kami pun diantar ibu itu ke counter tsb dan ibu itu mengatakan

    kepada petugasnya bahwa kami ingin membeli EZ link card. Setelah itu kami membeli dua buah EZ

    link card seharga SGD 12 plus top up sebesar SGD 20 untuk tiap orang. Puji Tuhan ibu tadi begitu

    baik hati memberitahu kami sehingga kami tidak perlu mengantre di counter sebelumnya

    (antreannya lumayan panjang sih hehehe). Saya dan Vickie menduga, mungkin ibu itu juga orang

    Indonesia dan melihat kami tampak seperti orang yang baru pertama kali datang ke Singapura

    (Anyway, thanks a lot untuk Tante baik hati itu!)

  • EZ Link Card

    Setelah memegang EZ link card, kami pun

    menuju ke tempat keberangkatan MRT dan

    menunggu bersama penumpang lain. Oh iya,

    pertama kali akan menggunakan EZ link card ini

    saya sempat kebingungan. Sebelum masuk ke

    ruang tunggu keberangkatan, kita harus mescan

    EZ link card tsb di suatu mesin, barulah pintu

    menuju ruang tunggu akan terbuka. Nah waktu

    itu saya mencoba menscan EZ link card saya

    tapi tidak terjadi apa-apa..rupanya saya salah

    meletakkan kartu saya! Saya ternyata

    menempelkan EZ link card saya di layar monitor

    yang seharusnya menampilkan saldo EZ link

    card saya, bukan di tempat scanning

    seharusnya..what a stupid mistake..haha.

    Untunglah petugas di stasiun MRT

    memberitahu saya dan akhirnya saya pun bisa

    masuk melewati pintu itu . Oh iya, di setiap

    stasiun MRT selalu ada papan penunjuk dan

    peta MRT yang memudahkan setiap

    pengunjung untuk menentukan MRT yang akan

    dinaikinya. Ini sangat membantu lho, apalagi

    untuk pendatang pertama kali seperti kami .

    Nah kami pun menaiki MRT pertama kami dari

    Changi Airport menuju stasiun MRT Paya Lebar.

    Sesuai itinerary yang sudah dirancang, kami

    berencana untuk makan siang di Geylang Serai

    Market Food court yang lokasinya tidak begitu

    jauh dari Stasiun Paya Lebar.

    Perjalanan menggunakan MRT ternyata bukan

    hanya cepat, tapi super cepaaaaat! Ini harus

    jadi contoh untuk Indonesia..selain kendaraan

    umum yang dilengkapi AC, bersih, dan nyaman,

    ternyata selang waktu antarkedatangan MRT

    pun tidak terlalu lama. Sejauh yang kami alami,

    paling lama lima menit kami menunggu MRT

    selanjutnya datang. Kalau fasilitas transportasi

    umum di Indonesia seperti ini, saya yakin kok

    akan banyak orang yang memilih untuk naik

    kendaraan umum sehingga banyaknya jumlah

    kendaraan pribadi yang berpotensi

    meningkatkan kemacetan dan polusi pun bisa

    ditekan. Lama perjalanan antarstasiun juga

    begitu cepat, nyaris tak terasa. Rasanya baru

    sebentar duduk kok sudah sampai hehehe...ini

    juga yang membuat saya kadang-kadang malah

    agak malas duduk dan memilih untuk berdiri

    (kecuali waktu saya merasa capek) karena

    perjalanan antarstasiun rata-rata hanya 2

    menit! Benar-benar sesuai dengan namanya:

    Mass Rapid Transit, bukan hanya sekedar nama

    tapi benar-benar rapid alias cepaaat!

  • Dari stasiun MRT Changi ke Paya Lebar kami

    melewati tiga stasiun MRT. Sepanjang

    perjalanan, kami sempat melihat apartemen

    dan gedung-gedung tinggi dengan beraneka

    model. Yang menarik perhatian saya adalah

    begitu banyaknya apartemen di Singapura ini.

    Kalau di Indonesia orang lebih banyak memilih

    tinggal di rumah, ternyata di Singapura ini justru

    apartemen yang banyak peminatnya. Mungkin

    karena harga tanah yang sangat mahal ya. Coba

    saja bandingkan luas daratan Singapura dengan

    Indonesia (jadi merasa beruntung tinggal di

    Indonesia, masih bisa punya rumah dan tanah

    sendiri).

    Nah, di apartemen-apartemen yang kami lihat

    ini tampak banyak tiang jemuran. Jadi, dari

    jendela apartemen tampak sebatang tiang yang

    menjulur keluar untuk digunakan sebagai

    tempat menggantung pakaian. Lucu juga sih

    melihat teknik menjemur yang digunakan di

    rumah-rumah susun di Indonesia ternyata

    dipakai juga di negara modern seperti

    Singapura .

    Hanya dalam waktu beberapa menit, kami

    sampai di stasiun Paya Lebar. Dengan mengikuti

    Vickie yang mengikuti arah petunjuk di stasiun

    (jujur saja saya agak buta arah dan sulit

    mengingat-ingat jalan hehehe), kami pun keluar

    dari stasiun MRT dan bersiap menuju Geylang

    Serai Market.

    Perjalanan menuju Geylang Seri Market food

    court ternyata tidak semulus bayangan

    kami.Dari stasiun MRT Paya Lebar, kami

    berjalan mengikuti papan penunjuk jalan yang

    ada sambil mencari tulisan Geylang. Kami

    berjalan cukup lama sampai akhirnya kami

    merasa perjalanan kami sudah terlalu jauh.

    Kami pun bertanya kepada orang lewat..orang

    pertama yang kami tanyai ternyata sama-sama

    turis juga..lalu orang kedua yang kami tanya

    malah menyarankan kami untuk naik taksi saja

    .

    Akhirnya dengan berbekal peta hasil print dari

    Google Map, kami pun kembali menelusuri

    jalan yang sudah kami lalui tadi sambil mengira-

    ngira lokasi Geylang Serai Market tersebut. Kata

    Vickie sih, tersesat itu justru yang mewarnai

    perjalanan seorang backpacker haha

    Setelah memutari lagi suatu kompleks pasar

    rakyat, kami berhenti sejenak dan membuka

    peta Singapore yang kami ambil di bandara

    Changi tadi. Saat itu lewatlah seorang om-om

    mengendarai sepeda. Awalnya beliau berlalu

    melewati kami, tapi tiba-tiba saja beliau

    kembali lalu menghampiri kami yang sedang

    membuka peta Singapore. Beliau bertanya

    dengan ramah, Where are you going? Vickie

    pun menjawab, Geylang serai market food

    court,. Kemudian Om tadi memberi petunjuk

    arah food court yang beliau tahu. Ternyata

    lokasi yang ditunjukkan oleh Om itu sebetulnya

    sudah dekat dengan tempat yang kami lewati

    tadi..bahkan sudah dua kali kami mengitari

    daerah tersebut. Ini jadi pengalaman juga untuk

    kami agar lebih berhati-hati mencari lokasi

    lewat Google Map..hehehe. Anyway, finally

    kami pun berhasil menemukan Geylang serai

    market food court itu..What a relief!

  • Geylang Serai Market Food court

    Kami pun masuk ke food court itu dan memilih

    tempat untuk membeli makanan. Di Geylang

    Serai Market ini ada berbagai counter makanan

    yang menjual beraneka jenis masakan. Ada

    masakan ala India, melayu, Chinese food,

    bahkan ada juga masakan Indonesia. Setelah

    berkeliling, kami memutuskan untuk memesan

    nasi lemak dan nasi jenganan di kedai Sinar

    Harapan Nasi Padang (meskipun namanya nasi

    padang tapi penjualnya bukan orang Padang

    lho..hehehe). Namun, karena nasi jenganan

    tidak tersedia, saya pun beralih memesan

    kweetiauw goreng di counter Al-Rahman

    Muslim Food. Nasi lemak yang kami beli

    seharga 3 SGD sedangkan kweetiauw goreng

    seharga 3.5 SGD. Nasi lemak ini lebih mirip nasi

    rames..nasi dilengkapi sayur dan lauknya

    berupa ayam goreng. Kata Vickie sih, masih jauh

    lebih enak nasi campur di Indonesia hehehe.

    Kweetiauw goreng yang saya santap pun

    citarasanya berbeda sekali dengan kweetiauw

    goreng yang biasa saya makan di Indonesia.

    Kalau biasanya kweetiauw goreng di Indonesia

    identik dengan Chinese food, di sini penjualnya

    orang keturunan India.Tidak heran kweetiauw

    goreng yang biasanya terasa soft kini terasa

    sekali bumbu rempah-rempahnya. Lauk

    pelengkapnya pun bukan daging ayam atau

    udang seperti di Indonesia, melainkan daging

    kambing. Bagi saya yang terbiasa menyantap

    kweetiauw goreng ala Chinese food, tentu saja

    makanan ini terasa asing di lidah saya.Tapi ya

    berhubung sudah lapar dan sudah terlanjur

    pesan, akhirnya kami habiskan kedua menu

    makanan itu. Di sini saya juga membeli sebotol

    air mineral 600 ml seharga 1 SGD..cukup mahal

    ya dibandingkan dengan harga air mineral di

    Indonesia (ini yang membuat kami bergerilya

    mencari minuman murah termasuk free refill

    potable water).

    Beli nasi lemak di sini nih... Kalau beli kweetiauw nya di sini..

    Botanic Garden

    Setelah mengisi perut, kami bersiap untuk perjalanan berikutnya menuju Botanic Garden. Kami pun

    kembali ke Stasiun MRT Paya Lebar lalu naik MRT menuju Botanic Garden.Ternyata stasiun MRT

    Botanic Garden ini ada di dalam kompleks tempat wisata Botanic Garden itu sendiri. Karena untuk

    masuk ke Botanic Garden ini free of charge, kami pun langsung mulai berjalan mengelilingi taman

    Botanic ternama di Singapura itu sambil melihat-lihat lokasi yang bagus untuk berfoto .

  • Botanic Garden ini sangat luas dan butuh waktu juga untuk bisa mengitari setiap bagian dari taman

    ini. Sesuai namanya, Botanic Garden ini berisi beraneka ragam spesies tanaman. Mulai dari jenis

    lumut (saya agak kaget juga melihat bebatuan yang sengaja dijadikan habitat tumbuhnya lumut),

    bunga, hingga pepohonan. Sayangnya, karena saya bukan termasuk pecinta tumbuhan, saya pun

    hanya melewati tanaman-tanaman itu sambil lalu. Seandainya saya adalah seorang pecinta

    tanaman, mungkin saya akan sangat tertarik dengan beraneka tanaman yang ada di sini, apalagi di

    setiap bagian taman ada papan nama yang menuliskan nama tanaman tersebut.

    Selain sebagai cagar alam tumbuhan, Botanic Garden ini juga banyak dimanfaatkan wisatawan untuk

    bersantai dan bahkan berolahraga. Beberapa kali kami jumpai orang-orang yang jogging di area

    taman (mungkin karena area yang luas dan kondisi taman yang sejuk dan asri, banyak orang yang

    senang jogging di situ). Ada pula sekelompok orang yang bermain sepak bola dan soft ball. Tidak

    mengherankan, karena di Botanic Garden ini ada area seperti padang rumput yang cukup luas. Kita

    bisa bersantai tiduran di padang rumput itu sambil menggelar tikar seperti orang-orang

    camping..duduk santai sambil makan bekal dan menikmati panorama alam di sekitar. Di sini juga

    terdapat gazebo-gazebo yang dimanfaatkan pengunjung untuk berkumpul bersantai bersama. Bagi

    masyarakat Singapura yang sepertinya terbiasa hidup dengan kondisi serbacepat, Botanic Garden ini

    cocok sekali digunakan untuk refreshing di akhir pekan bersama orang-orang terkasih. Suasana yang

    nyaman dan tenang bisa membantu mendamaikan pikiran yang mungkin suntuk setelah bekerja

    selama week days. Anyway, di Botanic Garden ini saya dan Vickie hanya berjalan berkeliling sambil

    sesekali berfoto di spot-spot yang menarik.

  • Rencana kami sedikit berubah karena semula kami merancang waktu sekitar satu setengah jam

    untuk explore Botanic Garden, tetapi kenyataannya kami hanya menghabiskan waktu sekitar empat

    puluh menit saja di sini. Itu juga karena kami tidak masuk ke National Orchird Park nya (kalau masuk

    ke National Orchird Park, ada tambahan charge tiket masuk). Setelah itu kami kembali ke stasiun

    MRT untuk melanjutkan perjalanan sesuai rencana ke Holland Village.

    Holland Village

    Dalam bayangan kami, di Holland Village kami akan menemui area pemukiman yang khas dengan

    gaya Belanda seperti misalnya adanya kincir angin. Namun ternyata, Holland Village yang kami

    jumpai adalah sebuah kompleks ruko dan caf bergaya Eropa modern. Di sini kami pun hanya

    berjalan berkeliling dan mengambil beberapa foto. Oh iya, di Holland Village ini ada sebuah caf

    yang tempatnya terbuat dari kontainer lho..tempatnya dekat sekali dengan pintu masuk Holland

    Village. Setelah berkeliling dan berfoto-foto, kami pun bersiap melanjutkan perjalanan ke Chinese

    and Japanese Garden menggunakan MRT.

    Chinese Garden

    Sekali lagi, ini adalah salah satu tempat wisata

    gratis di Singapura. Namun jangan kita terapkan

    slogan ada harga ada rupa untuk tempat-

    tempat wisata di Singapura ini ya. Meskipun

    gratis, keindahan dan kebersihan di tempat

    wisata ini sungguh terjaga dengan baik.

  • Menurut saya, Chinese and Japanese Garden ini

    adalah salah satu tempat wisata yang menarik.

    Memasuki kompleks Chinese and Japanese

    Garden kita bisa memilih bagian mana dulu

    yang ingin dieksplore. Saya dan Vickie memilih

    untuk lebih dulu mengeksplore Chinese Garden

    karena saya sangat tertarik dengan Pagoda yang

    ada di sana.

    Berbeda dengan bayangan akan suasana desa

    Holland yang tidak terpenuhi di Holland Village,

    di Chinese Garden ini saya benar-benar

    terpuaskan oleh spot-spot wisata yang ada.

    Mengawali perjalanan masuk ke Chinese

    Garden, kami melewati jembatan yang dibuat

    menyerupai jembatan ala negeri Tiongkok kuno,

    khas dengan susunan kayu sebagai tempat

    pijakan dan warna merah menghiasi bagian

    pegangan jembatan. Jembatan ini dibuat

    menyeberangi sungai kecil menuju ke Pagoda

    tujuh tingkat yang menjulang di depan. Untuk

    mencapai pagoda tersebut, kami harus menaiki

    beberapa puluh anak tangga (tenang, nggak

    tinggi-tinggi amat kok). Di dalam Pagoda sendiri

    ada anak tangga melingkar yang akan

    membawa pengunjung mencapai puncak

    Pagoda. Kami sempat pesimis menaiki pagoda

    itu karena kami masih membawa ransel seberat

    tujuh kilogram di punggung kami yang sudah

    kami bawa sejak dari Changi Airport tadi.

    Akhirnya di tingkat kelima Pagoda, Vickie

    menyarankan untuk meninggalkan sementara

    tas ransel kami di sebuah sudut supaya kami

    bisa naik ke puncak pagoda dengan lebih

    leluasa. Thank God, setidaknya selama

    beberapa saat kami bisa menaiki anak tangga

    yang melingkar itu tanpa beban . Dari puncak

    Pagoda, kita bisa melihat pemandangan area

    Chinese Garden dari atas. Tatanan sungai yang

    dilengkapi jembatan dan replika kapal,

    kompleks patung tokoh-tokoh Tiongkok kuno,

    serta taman yang hijau nan asri tampak indah

    dilihat dari serambi puncak Pagoda ini. Setelah

    mengambil beberapa foto, kami pun menuruni

    kembali anak tangga di dalam Pagoda dan

    berjalan menuju kompleks patung tokoh-tokoh

    Tiongkok kuno.

    Oh iya waktu kami turun dari Pagoda ini,

    ternyata ada pasangan yang sedang berfoto

    pre-wedding di sini lho.. Pasangan koko dan cici

    yang difoto itu berbaring di lantai dasar pagoda,

    sedangkan fotografernya mengambil gambar

    dari atas, mungkin supaya kelihatan anak

    tangga pagoda yang melingkar seperti spiral.

    Kalau mendengar cara bicaranya sih sepertinya

    mereka orang Indonesia juga. Hebat amat ya,

    foto prewed saja sampai dibela-belain ke

    Singapura hehehe.

    Foto di jembatan ala Tiongkok Pagoda Tujuh Tingkat Pak Senior bisa capek juga naik Pagoda

  • Dari ketujuh patung tokoh Tiongkok kuno yang ada, saya agak kaget melihat sebuah patung

    bertuliskan Hua Mu Lan di bawahnya. Selama ini saya kira kisah Mulan hanyalah dongeng fiksi

    yang diangkat menjadi film kartun oleh Disney, tetapi ternyata di bagian bawah patung tersebut

    terdapat penjelasan singkat sejarah tentang Hua Mulan, seorang anak perempuan jendral yang

    menyamar menjadi pria demi menggantikan ayahnya untuk berperang. Sepertinya kisah Mulan ini

    juga menjadi legenda di Tiongkok.

    Foto bersama Mulan Foto di Peta Chinese and Japanese Garden dekat entrance gate

    Setelah berfoto bersama figure-figure Tiongkok

    klasik tersebut, kami melanjutkan eksplorasi

    kami ke bagian yang lebih dalam dari Chinese

    Garden ini. Tidak jauh dari kompleks patung

    Tiongkok tadi, terdapat sebuah danau dan di

    atasnya ada sebuah replika kapal ala Tiongkok

    juga. Ternyata di dekat replika kapal tersebut

    terdapat dua pagoda lagi, tetapi ukurannya

    lebih kecil daripada pagoda pertama yang kami

    masuki tadi.

    Menyeberangi danau tadi, terdapat sebuah

    jalan pendek. Jalan menyeberangi danau ini

    dilengkapi dengan atap model bangunan

    Tiongkok, jadi serasa melewati jembatan di

    istana Tiongkok yang sering kita lihat di film-film

    Mandarin seperti Putri Huang Zhou . Nah,

    setelah melewati jalan tersebut kami pun

    berjalan menuju museum kura-kura yang ada di

    dalam kompleks tersebut. Desain gedung

    museum kura-kura ini dari luar sepertinya

    meniru desain bangunan rumah ala bangsawan

    Tiongkok. Di bagian tengah terdapat kolam

    penuh dengan ikan hias (sepertinya ikan koi)

    dan di sekeliling kolam itu terdapat ruangan-

    ruangan, salah satunya adalah museum kura-

    kura. Namun, kami tidak masuk ke dalam

    museum kura-kura tersebut dan memilih untuk

    mengitari kompleks taman yang sangat asri itu.

    Dari lokasi museum kura-kura tadi ada sebuah

    jembatan besar menuju ke sisi lain taman.

    Rupanya sisi lain dari taman itu banyak

    digunakan untuk berolah raga. Kami sering

    sekali berpapasan dengan orang-orang yang

    jogging. Nah, di taman ini juga kami

  • menemukan keran potable water dan kami pun

    tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk

    mengisi persediaan air minum kami sebagai

    bekal ke Malaysia nanti malam (tahu sendiri

    harga air mineral di Singapore ini lumayan

    mahal untuk kantong orang Indonesia yang

    biasa saja seperti kami )

    Gapura menuju perbatasan taman Pemandangan Chinese Garden tampak dari atas Pagoda

    Setelah puas berkeliling, kami bermaksud

    mengakhiri wisata kami di Chinese Garden ini

    karena hari telah sore dan kami harus mengejar

    waktu agar tidak terlambat naik kereta ke Kuala

    Lumpur. Kami pun berjalan terus mencari pintu

    keluar. Semakin jauh kami berjalan, kami tidak

    juga melihat tulisan pintu keluar maupun

    petunjuk lokasi stasiun MRT. Vickie mulai curiga

    dan berkata bahwa kemungkinan Chinese

    Garden ini one way, artinya masuk dan keluar

    dari pintu yang sama. Kami coba lagi berkeliling

    dan bertanya kepada orang yang kami temui di

    jalan, tetapi sepertinya mereka juga tidak tahu

    dengan pasti jalur terdekat keluar dari taman

    tersebut menuju stasiun MRT. Kami memang

    sempat menemukan sebuah gerbang mirip

    pintu keluar, tetapi gerbang itu sudah tertutup

    dan kami tidak bisa melewati gerbang itu.

    Akhirnyatiada pilihan lain selain kembali lagi

    ke pintu masuk tadi. Padahal lokasi kami

    sekarang sudah cukup jauh dari pintu masuk.

    Dengan berbekal semangat dan energi first-time

    traveller (biasanya yang pemula-pemula itu

    semangatnya lebih tinggi ), kami pun

    bergerak cepat kembali menuju pintu masuk.

    Ternyata sepertinya dari jalur tadi kami bisa

    juga kembali ke pintu masuk deh..jadi

    seharusnya tidak perlu balik ke jalur awal tadi

    hahaha. Kalau tahunya belakangan rasanya jadi

    menyesal ya..kami pun teringat kata-kata yang

    pernah diucapkan bosnya Vickie,

    Ketidaktahuan itu mahal. Lebih baik kita tidak

    tahu kenyataannya daripada nanti malah

    menyesal.

    Sayang memang kami belum sempat

    mengunjungi Japanese Garden, tapi ya nggak

    apa-apa lah. Kami sudah cukup terpuaskan

    dengan wisata Chinese Garden yang menawan

    tadi. By the way, setelah kembali ke Indonesia

    dan saya coba cek peta Chinese&Japanese

    Garden, sepertinya benar, dari jalur kami yang

    tersesat kemarin di Chinese Garden masih bisa

    kok menuju ke Japanese Garden lalu kembali ke

    pintu masuk...ya sudah lah, untuk pengalaman

    saja...warga lokal juga belum tentu paham rute

    di negaranya sendiri (saya sendiri mungkin di

    Indonesia juga begitu hehehe).

    Finally, kembali juga kami ke Stasiun MRT.

    Ternyata perjuangan belum berakhir..hahaha.

    Saya baru tahu kalau ternyata di stasiun MRT ini

    kadang-kadang dilakukan random checking.

  • Kebetulan sore itu, saya dan Vickie cukup

    beruntung menjadi sampel random checking

    tersebut. Kami diminta untuk membuka tas

    kami untuk diperiksa isinya. Setelah dilihat

    bahwa tas kami berisi pakaian, kami pun

    dipersilakan melanjutkan perjalanan . Kami

    pun melanjutkan perjalanan ke Jurong East

    untuk makan malam.

    Jurong East

    Sesampainya di Jurong East, kami langsung mencari food court yang katanya menjual makanan

    dengan harga tidak terlalu mahal. Setelah berkeliling melihat-lihat counter makanan yang ada, Vickie

    merekomendasikan Ananas Caf, yang katanya banyak direkomendasikan oleh para traveler di blog

    mereka. Di sini kami membeli nasi plus bebek panggang (roasted duck) seharga SGD 1.5 per porsi.

    Murah sekali ya?? Kami juga terharu ternyata masih ada makanan murah di Singapore..hehe. Namun

    demikian, ya namanya murah, tentu porsinya juga kecil. Setidaknya lumayan lah untuk mengganjal

    perut kami sampai besok pagi. Yang jelas, soal rasa sih menurut saya oke kok..justru menurut kami,

    makanan ini lebih enak daripada makanan yang kami santap di Geylang Serai Market (bukan karena

    harganya murah terus jadi terasa lebih enak lhoo..hehe bener kok rasa makanan di Ananas Cafe ini

    oke punya). Karena tidak ada tempat khusus untuk makan di Ananas Cafe ini, maka kami pun

    mencari tempat yang nyaman untuk makan. Akhirnya kami memilih duduk di rerumputan tidak jauh

    dari counter-counter makanan tadi.

    Di depan kami ada sebuah panggung yang sedang menampilkan orkestra. Kami pun menikmati

    makan malam sederhana kami sambil mendengarkan alunan musik orkestra yang terlantun apik dari

    para pemainnya. Seusai makan, kami masih bersantai sejenak sembari menikmati musik orkestra

    tadi. Tiba-tiba ada sebuah lagu yang saya kenal (dari tadi lagunya nggak ada yang familiar sih

    hehehe). Lagu itu adalah instrumental dari lagu Peng You (artinya teman), salah satu lagu

    Mandarin yang cukup populer (biasanya dinyanyikan di karaoke-karaoke oleh para pecinta lagu

    mandarin tempo dulu).

    Setelah cukup beristirahat dan menikmati suasana di sekitar Jurong East, kami pun melanjutkan

    perjalanan ke MRT Jurong East. Sebelumnya kami sempat berfoto dengan background Jurong East

    Mall di malam hari. Cukup lah sebagai bukti rekam jejak kami di tempat ini sekalipun kami tidak

    sempat masuk ke mall-nya hehe. Dari stasiun MRT Jurong East, kami menuju ke Marsiling. Dari

    stasiun MRT Marsiling ini kami harus naik bus nomor 950 menuju ke Woodlands Check Point. Nah,

  • inilah pertama kalinya kami naik bus di Singapore. Kami pun mencari terminal pemberhentian bus

    tersebut dan menemukan sebuah terminal di seberang stasiun MRT. Setelah menyeberang melalui

    jembatan penyeberangan, kami pun tiba di terminal pemberhentian bus tersebut. Kami sempat agak

    bingung karena ketika kami bertanya kepada seorang yang juga menunggu bus di situ, katanya kami

    harus naik bus nomor lain untuk menuju ke Woodlands. Ternyata bus yang ditunjukkan orang tadi

    sepertinya hanya berhenti di Woodlands, sedangkan bus no. 950 yang akan kami naiki akan

    mengantar kami sampai ke Johor Baru (untung saja kami nggak naik bus yang salah hehe)

    Road to Kuala Lumpur

    Setelah menunggu beberapa saat, tampaklah

    bus no. 950 ini dan kami pun segera naik.

    Ternyata banyak juga orang yang naik di bus ini.

    Setelah sampai di imigrasi Singapore, bus ini

    berhenti dan semua penumpang bergegas naik

    eskalator menuju ke bagian imigrasi.

    Sebelumnya Vickie sempat memberitahu bahwa

    semakin cepat sampai ke imigrasi, semakin

    cepat pula kita bisa kembali ke bus untuk

    kemudian berangkat ke Johor Baru. Jangan

    sampai lah kita sampai ketinggalan bus dan

    harus menunggu lama kedatangan bus

    berikutnya. Bus yang dinaiki untuk ke Johor

    Baru nanti juga tidak harus sama dengan bus

    yang kita naiki dari Marsiling sebelumnya kok,

    yang penting sama-sama nomor 950 .

    Sesampainya di sana ternyata antrean di

    imigrasi sudah cukup panjang. Beruntunglah

    untuk warga Singapura karena untuk warga

    dengan paspor Singapura ternyata ada jalur

    khusus yang antreannya tentu tidak sepanjang

    jalur antrean untuk all passport. Untunglah

    proses di imigrasi ini juga cukup cepat. Kami

    pun bergegas kembali untuk naik bus no.950

    lagi untuk diantar ke Johor Baru (sekali lagi

    harus cepat-cepatan naik bus ini karena

    peminatnya banyak). Nah setelah sampai di

    imigrasi Malaysia, kami segera turun dari bus

    dan menuju bagian imigrasi. Sama seperti di

    keimigrasian Singapura, kami pun mengantre

    untuk proses imigrasi ini. Setelah beres

    semuanya, kami pun berjalan menuju stasiun

    kereta Johor Baru Sentral yang lokasinya dekat

    sekali dengan keimigrasian Malaysia tadi. Nah,

    setelah sampai di JB Sentral ini tenang sudah

    rasanya. Kami tiba cukup awal, sekitar pk 22.30

    waktu setempat (waktu di Singapore sama

    dengan waktu di Johor Baru Malaysia).

    Karena proses pemesanan tiket sudah kami

    lakukan secara online di Indonesia beberapa

    hari sebelumnya melalui website KTM online

    (pembayarannya dengan credit card jugayang

    sekali lagi kami pinjam dari kenalan kami hehe),

    kami tidak perlu lagi ribet membeli tiket kereta.

    Kereta yang akan kami tumpangi adalah kereta

    api malam Senandung Sutera. Vickie juga sudah

    bertanya ke bagian tiket dan memastikan

    bahwa E-tiket yang sudah kami print dan kami

    siapkan dari Indonesia tidak perlu lagi ditukar

    dengan tiket.

  • E-Ticket KA Senandung Sutera

    Awalnya kami berencana untuk numpang mandi di stasiun ini. Maklum lah, sudah sejak siang kami

    berjalan berkeliling ke sana kemari dan bekas keringat yang mengering pun menempel di badan

    kami. Seandainya bisa mandi tentu sangat menyegarkan. Vickie meminta saya menunggu di ruang

    tunggu sementara dia mencari lokasi kamar mandinya. Setelah agak lama berkeliling, Vickie pun

    kembali sambil senyum-senyum. Dia bercerita bahwa setelah berkeliling lama dan mencari tulisan

    toilet, dia tidak bisa menemukannya. Namun, dia melihat papan penunjuk dengan gambar mirip

    gambar yang biasa digunakan untuk petunjuk toilet, tetapi di situ bukan tertulis toilet melainkan

    tandas. Setelah coba dicek, ternyata benar bahwa tandas itu adalah toilet....hahaha. Ya, ini sih

    baru permulaan kami menemukan nama-nama unik dalam bahasa Melayu yang mungkin menurut

    kita sebagai orang Indonesia, terasa lucu dan janggal . Sayangnya tandas di stasiun ini tidak bisa

    dipakai mandi karena tidak ada shower atau bak mandinya, murni hanya toilet saja. Akhirnya kami

    hanya membersihkan diri seperlunya dengan tissue basah lalu menunggu kedatangan kereta yang

    akan membawa kami ke Kuala Lumpur.

    Suasana stasiun kereta JB Sentral Upper bed di Kereta Senandung Sutera menuju KL

    Sembari menunggu kereta datang, ada seorang

    wanita berhijab yang duduk di samping saya

    mengajak saya mengobrol. Kacaunya, dia

    mengajak saya ngobrol dengan bahasa Melayu.

    Untunglah dia segera sadar bahwa saya orang

    Indonesia, mungkin dari cara bicara saya ya

    hehe. Tapi tetap saja..dia mengajak bicara dan

    bertanya dengan bahasa Melayu (ampun deh!)

    Pokoknya bagi saya bahasa Melayu ini susah

    dimengerti. Meskipun dibilang mirip dengan

  • bahasa Indonesia, tetap saja saya susah

    mencerna pembicaraan dengan bahasa Melayu

    ini. Menurut saya lebih baik berkomunikasi

    dengan bahasa Inggris saja deh..haha.

    Sekitar pk 23.45 kereta pun tiba. Kami segera

    mengantre untuk pengecekan tiket sampai

    akhirnya kami masuk ke dalam kereta sesuai

    dengan gerbong yang tertera di tiket kami. Kami

    memesan coach tipe ADNS, yaitu gerbong berisi

    tempat tidur susun dengan model seperti

    bangsal. Gerbongnya sama dengan gerbong

    biasa kok, hanya saja kalau gerbong kereta api

    biasanya diisi dengan kursi, untuk coach tipe ini

    isinya adalah tempat tidur susun. Kalau mau sih

    ada juga coach yang tipe VIP, jadi satu ruangan

    berisi satu bunch bed (1 upper bed dan 1 lower

    bed) serta dilengkapi kamar mandi dalam.

    Saya dan Vickie memilih upper bed. Katanya sih

    supaya nggak terganggu dengan orang yang lalu

    lalang di gerbong. Tempat tidur di coach tipe

    ADNS ini cukup nyaman. Walau tidak luas, tapi

    cukup ruang untuk bisa tidur dengan leluasa

    (asal nggak ekstrim-ekstrim amat posisi

    tidurnya). Sayangnya di sini hanya disediakan

    kain tipis sebagai selimut. Alhasil, saya yang

    tadinya hanya mengenakan celana pendek

    akhirnya memakai celana panjang saya juga

    sebagai antisipasi kalau-kalau nanti kedinginan.

    Dengan mengenakan jaket, celana panjang, dan

    kaos kaki, saya pun bersiap untuk tidur

    sementara kereta melaju menuju ke Kuala

    Lumpur. Oh iya, soal barang bawaan tidak perlu

    khawatir, masih ada ruang kok di tempat tidur

    ini untuk tempat tas. Di sini juga disediakan

    kantong untuk tempat sepatu. Selain itu, di

    setiap tempat tidur juga dilengkapi dengan tirai,

    jadi buat yang tidur suka ngiler atau bergaya

    aneh-aneh nggak perlu khawatir jadi tontonan

    khalayak umum . Jadilah malam hari pertama

    kami di negeri asing ini kami lewatkan di dalam

    kereta api Senandung Sutera rute Johor Baru-

    Kuala Lumpur. Have a nice dream and good

    rest, prepare for tomorrows new adventure!

    Day 2~Sunday, 13 July 2014

    Pagi-pagi sekitar pk 05.00 saya terbangun.

    Sepertinya sudah alarm alami tubuh saya untuk

    bangun pk 05.00 (kebiasaan persiapan

    berangkat ke kantor). Setelah menyadari bahwa

    kami masih cukup jauh dari tujuankarena

    menurut jadwal kami seharusnya sampai di

    Kuala Lumpur sekitar pk 07.00saya pun

    memutuskan untuk kembali berbaring. Ternyata

    celana panjang yang saya pakai cukup berguna

    lho, saya jadi tidak merasa terlalu dingin.

    Semalam tadi juga sebenarnya saya tidur cukup

    nyenyak, tetapi sejak bangun saya jadi tidak

    bisa tidur lagi. Saya merasakan ketika kereta

    berhenti di stasiun-stasiun tertentu. Akhirnya

    sekitar pk 06.00 saya kembali bangun dan

    memutuskan untuk cuci muka dan gosok gigi.

    Setelah itu saya merapikan barang-barang saya

    dan kembali berbaring sambil melihat

    pemandangan di luar jendela kecil di samping

    tempat tidur saya. Sempat terdengar suara

    dengkuran dari penumpang lain (saya tidak tahu

    dari mana asalnya..jangan-jangan dari Vickie

    sendiri di bed sebelah..hehehe). Saya pikir,

    pulas sekali ya orang-orang ini. Tapi ada juga

    beberapa orang yang sudah bangun dan mulai

    berjalan-jalan di gerbong, ngobrol dengan

    sesama temannya yang sudah bangun.

    Kebanyakan orang berbicara dengan bahasa

    Mandarin, jadi saya pun tidak tahu apa yang

    mereka bicarakan sekalipun mereka berbincang

    dengan suara agak keras.

    Sekitar pukul tujuh pagi, ada pemberitahuan

    melalui speaker bahwa kereta akan segera tiba

    di stasiun KL Sentral. Saya pun bangkit dan

    membuka tirai tempat tidur saya. Saya menoleh

    ke samping dan melihat tirai tempat tidur Vickie

    masih tertutup rapi. Wah, pasti masih tidur

    pulas orang ini, pikir saya. Beberapa saat

    kemudian, seorang petugas berkeliling dan

    mengumumkan lagi bahwa kereta akan segera

    tiba di stasiun terakhir. Berhubung tidak ada

  • tanda-tanda pergerakan dari bed Vickie, dengan

    mengabaikan rasa sungkan, saya pun membuka

    sedikit tirai tempat tidur Vickie itu dan

    mengatakan bahwa kereta sudah hampir

    sampai. Ternyata benar dia baru saja

    terbangun. Akhirnya dia pun segera bangun dan

    bersiap-siap untuk turun. Eh ternyata masih

    banyak juga yang baru saja bangun..sepertinya

    memang kereta api malam dengan model bed

    ini sangat nyaman untuk perjalanan, siapa tahu

    ya bisa jadi inspirasi untuk PT KAI .

    KL Sentral Station

    Setibanya kami di stasiun KL Sentral, kami pun

    mencari tempat pembelian kartu Rapid Trans

    (mirip MRT di Singapore). Setelah diberi

    petunjuk dan mencari-cari, akhirnya kami pun

    menemukan tempat pembelian kartu tsb. Kami

    membeli kartu myRapid tersebut seharga MYR

    10 plus top up sebesar MYR 10 (total pulsa

    yang ada di dalam kartu sebesar MYR 15). Nah,

    setelah itu kami pun bersiap untuk naik

    monorail ke Stasiun Bukit Bintang. Memang ada

    perubahan jadwal dari itinerary kami karena

    kami takut terlambat ke datang ke gereja.

    Setelah menemukan stasiun monorail, kami pun

    menaiki monorail tersebut. Kami duduk santai

    di dalam monorail sembari menikmati

    pemandangan kota Kuala Lumpur yang dilewati

    sepanjang jalur monorail. Berbeda dengan MRT

    atau Rapid Trans, monorail ini melaju dengan

    kecepatan rendah.

    Foto my rapid KL (mirip EZ link card)

    Stasiun Bukit Bintang yang menjadi tujuan kami seharusnya kami capai setelah melewati Stasiun

    Hang Tuah dan Stasiun Imbi. Tanpa saya sadari, di Stasiun Hang Tuah, monorail ini ternyata berbalik

    arah kembali ke KL Sentral! Vickie bilang, semua penumpang turun di Stasiun Hang Tuah kecuali

    kami berdua. Saya sendiri malah tidak sadar. Memang kemudian monorail ini bergerak kembali ke

    arah KL Sentral. Wah..ada something wrong, nih. Apakah seharusnya kami turun di stasiun tadi lalu

    naik monorail lain menuju Bukit Bintang? Padahal di peta monorailnya terlihat bahwa seharusnya

    monorail yang kami naiki tadi juga menuju ke Bukit Bintang. Saya pun bertanya kepada seorang

    penumpang (seorang cicik-cicik yang baru saja selesai foto-foto selfie di dalam monorail). Saya

    bertanya apakah monorail ini menuju ke Bukit Bintang. Dia menjawab, katanya kami naik monorail

    yang salah, tapi sepertinya dia juga tidak terlalu tahu bagaimana menuju ke Bukit Bintang dengan

    monorail. Akhirnya kami memutuskan untuk tetap berada di dalam monorail dan nanti akan turun di

    stasiun Hang Tuah. Kami sempat turun dari monorail tadi dan melihat peta jalur monorail, kalau-

    kalau kami naik monorail yang salah dari KL sentral tadi, tapi ternyata memang monorail yang kami

    naiki sudah benar. Ya sudah, kami tunggu sampai di Hang Tuah lagi.

  • Sesampainya di stasiun Hang Tuah, ternyata benar,

    semua penumpang turun dan sopir pun berpindah

    posisi ke arah KL sentral lagi. Kami pun turun dari

    monorail dan mencari papan petunjuk monorail

    menuju Bukit Bintang. Setelah mengikuti papan

    petunjuk itu, kami pun menunggu monorail menuju

    Bukit Bintang di sisi seberang tempat kami berhenti

    tadi (harapan kami sih begitu). Ternyata setelah Vickie

    bertanya kepada seorang penumpang yang baru saja

    datang dan menunggu monorail, tempat kami

    menunggu pun akan membawa kami kembali ke KL

    Sentral! Nah lho! Haha..akhirnya kami pun bertanya kepada petugas stasiun, dan ternyata oh

    ternyata...jalur monorail dari Hang Tuah menuju Bukit Bintang sedang diperbaiki (Hang Tuah-Imbi-

    Bukit Bintang). Jika ingin ke Bukit Bintang naik monorail, kami harus berjalan kaki menuju stasiun

    Imbi lalu baru bisa naik monorail ke Bukit Bintang. Kami pun bergegas keluar dari stasiun Hang Tuah

    dan menuju ke Stasiun Imbi yang sepertinya tidak jauh dari situ. Namun, karena sepertinya

    nanggung juga kalau jalan kaki ke stasiun Imbi lalu naik monorail ke Bukit Bintang, kami memutuskan

    untuk berjalan kaki menuju Bukit Bintang.

    Dengan berbekal peta lokasi dari Google Map dan bertanya kepada beberapa orang sepanjang jalan,

    kami pun sampai di Bukit Bintang. Nah, sekarang tinggal mencari lokasi hostel kami: Serenity Hostel.

    Kami bahkan melewati gereja yang nantinya akan kami datangi untuk kebaktian. Vickie bilang,

    seharusnya hostel kami tidak jauh dari situ. Setelah berjalan cukup lama dan bertanya ke sana sini,

    kami pun menemukan alamat hostel tersebut (saya sih hanya mengikuti Vickie saja, karena seperti

    sudah saya sebutkan, saya agak buta arah soal jalan hehe). Vickie mengingat alamat hostel itu ada di

    daerah Changkat, Bukit Bintang, nomor 60. Namun, ternyata di alamat tersebut tidak terdapat

    Serenity hostel. Kami pun terus berjalan sampai akhirnya kami memutuskan untuk beristirahat

    sebentar sambil Vickie mengecek peta dan alamat Serenity Hostel tersebut. Betapa terkejutnya kami

    karena ternyata alamatnya bukan nomor 60, melainkan nomor 20..hahaha. Saya langsung tertunduk

    lemas. Saya sudah tidak merasa kesal atau marah karena salah alamat itu...sepertinya karena lelah

    berjalan jadi sudah tidak ada lagi energi untuk marah atau kesal, malah bisa bikin tambah capek saja

    hehehe. Vickie pun menyemangati saya untuk meneruskan perjalanan kembali mencari si Serenity

    Hostel ini dan finally...kami pun berhasil menemukannya.

  • Sesampainya di Serenity Hostel, kami

    bermaksud untuk menitipkan barang dan

    numpang mandi sebelum kami ke gereja. Waktu

    itu sudah sangat mepet dengan jadwal

    kebaktian, jadi ya sudah bisa dipastikan kami

    terlambat datang ke kebaktian nanti. Tapi ya

    sudah lah, mau gimana lagi. Setelah Vickie

    bernegoisasi dengan si pengurus hostel, kami

    pun diizinkan untuk numpang mandi dan

    menitipkan barang-barang kami, meskipun kami

    belum bisa check in karena jadwal check in nya

    adalah pukul satu siang. Kami pun segera mandi

    dan bersiap untuk pergi ke gereja yang kami

    lewati tadi. Untunglah lokasi gereja itu dekat

    dengan hostel kami. Dengan berjalan kaki, kami

    pun menuju ke gereja. Dalam perjalanan

    menuju gereja, saya akui mood saya agak jelek,

    mungkin pengaruh capek juga berjalan tadi dan

    karena sudah tahu akan terlambat datang

    kebaktian. Di situ Vickie sempat menyindir,

    katanya saya tidak cocok berwisata ala

    backpacker. Dalam hati saya kesal juga..ya

    gimana lagi, orang memang capek juga, dan

    entah kenapa sejak pagi napas saya juga tidak

    bisa los, seperti tertahan begitu, makanya saya

    juga tidak bisa jalan cepat-cepat mengimbangi

    dia.

    Akhirnya kami pun tiba di gereja. Rupanya

    bukan kami saja yang baru saja datang, padahal

    kami sudah terlambat setengah jam dari jadwal

    kebaktian. Namun, kami tetap diizinkan masuk.

    Ini pertama kalinya saya mengikuti kebaktian di

    gereja Kristen. Memang sangat berbeda ya

    dengan perayaan ekaristi dalam gereja Katolik

    yang saya ikuti setiap Minggu yang sarat

    dengan ritual dan tata perayaan liturgi yang

    baku. Di sini kebaktian berlangsung dengan

    bahasa Inggris (untunglah, bukan bahasa

    Melayu hehehe). Nah, waktu pertama kali

    datang, kami disambut oleh seorang usher. Dia

    menanyakan apakah kami baru pertama kali

    datang ke gereja itu dan saya mengiyakan.

    Kemudian kami diminta untuk mengisi formulir,

    mungkin setiap orang yang baru pertama kali

    datang memang diminta mengisi formulir

    tersebut (saya memberikan form itu kepada

    Vickie supaya dia saja yang mengisi ).

    Puji Tuhan setelah tiba di gereja, mood saya

    pun membaik (memang saya sering berubah-

    ubah mood sih hehehe) Kami pun mengikuti

    kebaktian yang berlangsung: mendengarkan

    khotbah, berdoa, dan menyanyikan pujian.

    Seusai kebaktian, kami didatangi lagi oleh usher

    yang menyambut kami. Kami pun diantar untuk

    menuju kafetaria. Di situ kami dipertemukan

    dengan beberapa orang yang juga baru

    pertama kali datang ke gereja itu. Ada seorang

    pemuda keturunan India dan seorang gadis

    keturunan Tionghoa bersama ibunya. Pemuda

    keturunan India ini pindah ke Kuala Lumpur

    untuk bekerja, sedangkan gadis keturunan

    Tionghoa tadi ternyata warga Singapore yang

    kebetulan sering berkunjung ke Malaysia untuk

    urusan pekerjaan. Selanjutnya kami

    dipertemukan dengan seorang Om,

    kemungkinan seorang pengurus gereja. Dia

    menanyakan beberapa hal tentang biodata

    kami seperti nama, asal, pekerjaan, dan apa

    yang kami lakukan di Bukit Bintang. Karena saya

    dan Vickie ini cuma turis, kami hanya diberi

    sedikit info tentang tempat wisata di Kuala

    Lumpur, sedangkan dua orang lainnya diberi

    informasi mengenai kegiatan-kegiatan gereja di

    luar kebaktian. Kami disuguhi segelas kopi

    panas (benar-benar panas lho), lumayan juga

    untuk sedikit melepas dahaga. Akhirnya setelah

    berbincang sebentar dan sempat berfoto

    bersama, kami pun pulang ke tempat masing-

    masing. Saya dan Vickie yang belum sarapan

    sejak pagi pun berjalan menuju Pecinan di

    daerah Alor untuk mencari sarapan .

  • Foto dengan jemaat gereja Baptist Church, KL Suasana Pecinan (Alor) siang hari

    Pada siang hari, di pinggir jalan sepanjang Alor banyak restoran menawarkan masakannya. Setelah

    melewati beberapa rumah makan, kami pun menjatuhkan pilihan pada sebuah kedai yang

    menyediakan layanan prasmanan. Jadi kami bisa memilh sendiri menu yang akan kami makan. Di

    situ terdapat berbagai macam pilihan makanan. Kami pun mulai memilih sendiri menu kami. Seperti

    halnya restoran Chinese food di Singapura, restoran di sini juga tidak segan menawarkan masakan

    berbahan dasar daging babi. Banyak juga ragam masakan dari daging babi ini, seperti babi kecap,

    babi goreng, baikut, dan lain-lain jenis masakan yang saya tidak tahu namanya . Saya memilih

    menu ca sawi, babi goreng tepung, dan babi kecap. Menu makanan Vickie pun sepertinya tidak jauh

    beda...masih berkutat di seputar daging babi juga hehehe. Harga makanan ini per porsi nya MYR 8,

    cukup murah dibandingkan dengan harga makanan di Singapore. Untuk minumannya, Vickie

    membeli air mineral di Circle K yang berada tidak jauh dari tempat kami makan. Harga air mineral

    botol pun jauh lebih murah daripada di Singapura, yaitu MYR 2 untuk 1 liter air mineral. Kami pun

    menikmati makanan kami sambil bersantai sejenak. Di situ saya juga dinasihati untuk mengenakan

    penutup telinga jika merasa dingin. Kemungkinan sesak napas yang saya alami itu juga efek dari

    kedinginan. Oke, noted deh nasihat dari pak senior backpacker travelling, bisa dipraktikkan buat next

    trip .

    Menu Makan Siang di Alor Street

    Setelah mengenyangkan perut dengan masakan

    ala Chinese, kami pun kembali ke hotel sekalian

    untuk check in. Petugas hostel itu menunjukkan

    lokasi kamar mandi, toilet, dapur dan kamar

    kami. Ternyata air mineral di hostel ini tidak

    gratis . Setelah check in, kami pun bersantai

  • sejenak. Vickie juga punya kesempatan untuk

    mengisi baterai kameranya untuk persiapan di

    Batu Caves dan Petronas Tower nanti. Sekitar

    pk 14.00 kami bersiap untuk berangkat ke Batu

    Caves. Vickie menanyakan kepada penjaga

    hostel mengenai transportasi yang bisa

    digunakan menuju Batu Caves. Petugas hostel

    itu menyarankan untuk naik bus menuju ke

    Pasar Seni kemudian naik bus lagi menuju ke

    Batu Caves. Rute ini berbeda dengan rencana

    kami untuk naik monorail dari Bukit Bintang

    menuju Titiwangsa kemudian naik bus ke Batu

    Caves. Kami pun mencoba mengikuti saran dari

    petugas hostel. Setelah berjalan menuju tempat

    perhentian bus, kami naik bus untuk menuju ke

    Pasar Seni. Di sini saya sempat melakukan

    kesalahan bodoh hahaha.. Karena terbiasa scan

    kartu ketika naik bus, saya kira untuk naik bus

    ini pun kami harus scan kartu. Saya memang

    tidak melihat orang-orang yang naik sebelum

    saya scan kartu atau tidak. Nah, saya pun

    menanyakan kepada Vickie kenapa dia tidak

    menyecan kartunya. Ternyata waktu Vickie

    bermaksud untuk menyecan kartu, sopir bus

    tersebut mengatakan bahwa tidak perlu scan

    kartu karena ternyata bus yang kami naiki itu

    free of charge. Wow, enak juga ya, ada fasilitas

    bus gratis begini. Pantas saja penumpangnya

    pun berjibun. Sepertinya Vickie agak kesal

    karena kami terlihat seperti orang bingung di

    bus tadi. Dia pun berpesan, Lain kali dilihat

    dulu penumpang yang lain gimana, jangan

    kelihatan kaya orang bingung. Iya deh....

    Setelah tiba di Pasar Seni kami pun turun. Dari

    situ seharusnya kami naik bus lagi menuju Batu

    Caves. Ternyata setelah bertanya kepada

    seseorang, untuk ke Batu Caves kami

    seharusnya tidak berhenti di tempat tadi, tetapi

    di dekat gedung HSBC. Jadilah kami berjalan lagi

    ke dekat HSBC. Di situ banyak bus yang lewat,

    dan akhirnya ada bus bertuliskan Pinggiran

    Batu Cave. Kami pun menaiki bus tersebtu.

    Ternyata bus itu tidak bisa membawa kami ke

    Batu Caves, hanya ke daerah pinggirnya saja.

    Untuk ke Batu Caves sendiri kami harus naik

    bus lagi (Rapid KL Bus) menuju ke sana. Oke

    lah...namanya juga sudah terlanjur, yang

    penting kami bisa sampai ke Batu Caves. Bus

    yang kami tumpangi ini tidak jauh beda dengan

    bus-bus di Indonesia. Armada busnya yang

    sudah tidak muda lagi, bus yang sering ngetem

    sesuka hati, jalan yang macet...rasanya benar-

    benar seperti di Indonesia. Bahkan saya sempat

    mengambil gambar yang tampak seperti

    kemacetan di daerah Johar, Semarang hehehe.

    Oh iya, untuk ongkos bus (metro bus) ini kami

    membayar cash, per orang sebesar MYR 2.

    Perjalanan kami ke Batu Caves terkendala oleh

    macet. Benar-benar deh...ternyata di Malaysia

    macet juga sepertinya jadi makanan sehari-hari.

    Saya pun memutuskan untuk tidur saja sembari

    menunggu bus sampai di pemberhentian nanti.

    Akhirnya sekitar pk 15.00 kami tiba di

    pemberhentian bus untuk selanjutnya naik

    Rapid KL menuju ke Batu Caves. Sekali lagi di

    sini kami diminta untuk bersabar. Rapid KL yang

    seharusnya kami naiki memang sudah ada dan

    mesinnya pun menyala...yang kurang hanya

    sopirnya! Kami menunggu cukup lama sampai

    Rapid KL dengan nomor armada yang sama

    datang. Mungkin memang Rapid KL ini akan

    berangkat setelah armada yang lain datang.

    Benarlah, setelah sekitar setengah jam menanti,

    akhirnya kami pun berangkat menuju Batu

    Caves. Vickie sudah sempat uring-uringan

    karena para petugas Rapid KL itu tampak santai-

    santai saja membaca koran dan main catur

    sementara penumpang menunggu tanpa

    kepastian hehe. Ini juga nih yang membuat

    jadwal kami kacau. Jam empat sore kami baru

    sampai di Batu Caves, padahal seharusnya jam

    4 kami sudah kembali ke KLCC untuk foto-foto

    dengan background Petronas Tower .

  • Patung Dewa Murugan setinggi 140 kaki Di dalam gua Batu Caves setelah naik 272 anak tangga

    Finally, tiba juga kami di Batu Caves. Dari

    gerbang masuk sudah tampak patung Dewa

    Wisnu yang menjulang tinggi. Kami sudah

    sepakat untuk cepat saja di sini. Kami pun mulai

    menaiki anak tangga menuju ke gua tempat

    kuil-kuil pemujaan agama Hindu. Ternyata

    setelah tiba di atas, masih ada lagi anak tangga

    menuju ke tempat kuil pemujaan yang lain.

    Kami hanya foto-foto saja di sini dan tidak

    masuk ke kuil-kuil atau tempat pemujaan di

    situ. Setelah selesai berfoto-foto ria, kami pun

    bergegas menuruni kembali anak tangga itu

    agar tidak terlalu sore sampai di Petronas

    Tower, karena menurut Vickie, Petronas Tower

    itu bagus dijadikan background foto ketika

    langit masih terang.

    Dari Batu Caves kami berjalan menuju

    pemberhentian bus untuk naik bus jurusan

    Chow Kit. Setibanya di stasiun Chow Kit, kami

    bermaksud naik monorail menuju Bukit Nanas

    untuk kemudian jalan kaki ke KLCC. Di sini kami

    men-top up kartu rapid KL kami sebesar MYR 10

    (minimum jumlah top up). Sebetulnya sayang

    juga sih, karena setelah itu ternyata kami tidak

    menggunakan kartu rapid KL lagi (masih sisa

    saldonya nih hehehe). Nah, waktu kami

    menyecan kartu kami, berkali-kali kami coba

    kok tidak bisa juga. Memang sih sejak naik bus

    pun, kartu rapid KL ini seperti agak susah

    terdeteksi (tidak seperti EZ link card yang

    mudah sekali terdeteksi). Kami pun bertanya

    kepada petugas di stasiun monorail tersebut.

    Waktu itu beliau menanyakan sesuatu dengan

    bahasa Melayu, ...yasldfafhlfj@#$%&*#@...

    bas? Apa sih maksudnya?? Setelah berusaha

    mencerna, saya baru bisa menangkap kalau

    ternyata beliau bertanya yang intinya, Apakah

    tadi kartu ini dipakai untuk naik bus? Saya pun

    mengiyakan. Setelah disetting sesuatu, akhirnya

    kartu kami baru berhasil di-scan untuk

    membuka pintu menuju ruang tunggu monorail.

    Aih, ada-ada saja deh kejadian di Kuala Lumpur

    ini...

  • Uniknya bahasa Melayu bagi orang Indonesia

    Kami pun naik monorail menuju stasiun Bukit Nanas. Dari situ kami berjalan kaki menuju KLCC dan

    memulai foto session dengan background Petronas Tower dan sekitarnya . Sayangnya karena

    sudah terlalu sore, kami tidak sempat masuk ke Petrosains dan juga tidak sempat naik sampai

    jembatan penghubung antara Petronas Tower. Namun demikian, kami menyempatkan diri masuk ke

    mall Suria KLCC dan menginjakkan kaki sebentar ke dalam menara Petronas. Setelah itu kami

    melanjutkan menuju Petaling Street (Chinatown) dengan menggunakan LRT (Light Rail Transit).

    Background Petronas Tower dan sekitarnya Foto inside Mall Suria KLCC

    Kami berhenti di stasiun Pasar Seni lalu berjalan menuju Petaling Street. Di sini suasananya mirip

    dengan pasar malam di Pecinan (kalau di Semarang ada Pasar Semawis). Kami membeli minuman

    sari kedelai seharga MYR 1.2 per gelas. Sembari menikmati sari kedelai nan segar tadi, kami pun

    berjalan sepanjang Petaling street ini sembari melihat-lihat jajanan dan barang-barang yang dijual di

    sana. Tadinya kami berencana makan malam di sini, tetapi rencana kami berubah. Di sini kami

    membeli burger ayam dan telur untuk bekal sarapan kami besok pagi di Singapura. Vickie bertanya

    kepada seorang penjual tentang arah ke pasar rakyat dan penjual tadi pun memberikan penjelasan

    dengan bahasa Melayu. Jujur saja saya sih tidak paham apa yang dikatakannya, tapi untunglah Vickie

    ini bisa mengerti maksud perkataan Tante ini. Kami pun berjalan menuju Pasar Rakyat dan membeli

    oleh-oleh di situ. Seperti kebanyakan orang, kami pun membeli gantungan kunci sebagai oleh-oleh

    (murah meriah sih hehe). Vickie juga sempat membeli hiasan magnet dengan gambar tempat wisata

    di Malaysia. Sayangnya di Pasar Rakyat ini harganya sudah pas, tidak bisa tawar-tawaran lagi, jadi

    gagal deh mengaplikasikan ilmu tawar-menawar khas ibu-ibu hehehe . Setelah puas belanja oleh-

    oleh, kami pun kembali ke Bukit Bintang.

  • Suasana Petaling Street malam hari

    Akhirnya kami memutuskan untuk makan

    malam di Alor (lagi). Ternyata suasana malam

    hari jauh berbeda dengan siang tadi. pada

    malam hari, sepanjang jalan Alor dipenuhi

    dengan meja dan kursi untuk para pengunjung

    restoran. Kami pun memilih sebuah kedai dan

    memesan makanan di situ (coba-coba saja, toh

    juga nggak tahu yang mana yang enak hehehe).

    Kami memesan sayur kaylan yang digoreng

    garing dengan tambahan sedikit kuah serta

    daging babi lagi sebagai lauknya. Untuk

    minumannya...sekali lagi Vickie membelikan air

    mineral botol satu liter di Circle K seperti yang

    kami beli tadi pagi .

    Kami tidak bisa berlama-lama di situ karena

    harus mengejar jadwal keberangkatan bus

    menuju Singapura. Setelah makan, kami pun

    bergegas kembali ke hostel. Di sepanjang jalan

    yang penuh dengan cafe-cafe, tampak orang

    sudah mulai ramai berdatangan. Maklum lah,

    malam ini kan bertepatan dengan final World

    Cup 2014 antara Jerman vs Argentina. Sayang

    sekali kami terpaksa melewatkan pertandingan

    itu karena jadwalnya bertepatan dengan jadwal

    perjalanan bus kami menuju Singapura. Setelah

    tiba di hotel, kami pun cepat-cepat mandi dan

    berkemas. Karena waktu itu sudah sekitar pk

    22.00, kami memutuskan untuk naik taksi

    menuju ke Terminal Bersepadu Selatan. Setelah

    bertanya kepada petugas hostel, kami

    diberitahu kira-kira ongkos taksi menuju

    terminal adalah MYR 25. Angka itu pun menjadi

    patokan ketika Vickie menawar ongkos taksi.

    Setelah deal dengan ongkos MYR 25 menuju

    TBS, kami pun berangkat. Sepanjang perjalanan,

    sopir taksi yang ramah ini mengajak kami

    ngobrol. Vickie yang antusias menanggapi

    dengan sok-sok bergaya bahasa Melayu..ada-

    ada saja haha. Saya memilih untuk diam

    daripada malah merusak suasana, maklum lah

    saya tidak pandai berakting seperti Vickie

    Akhirnya kami pun tiba di terminal. Setelah

    menunjukkan tiket kepada petugas, kami pun

    masuk ke ruang tunggu dan menanti bus

    Konsortium yang akan membawa kami ke

    Singapura. Sekitar pk 24.00 bus pun datang.

    Kami segera duduk di belakang sopir sesuai

    tempat duduk yang sudah kami pesan secara

    online di Indonesia sebelumnya. Saya pun mulai

    memejamkan mata sementara bus melaju

    kencang membawa kami kembali ke Negeri

    Singa .

  • Ruang tunggu di Terminal Bersepadu Selatan Suasana di Terminal Bersepadu Selatan

    Tiket bus Konsortium Bus Konsortium KL-Singapore

    Day 3 ~ Monday, 14 July 2014

    Sekitar pk 04.00 saya dibangunkan oleh Vickie

    untuk segera menuju imigrasi Malaysia. Tidak

    terasa kami sudah sampai di Johor Baru lagi.

    Setelah melewati imigrasi Malaysia, kami segera

    kembali ke bus dan menuju ke Woodland

    Checkpoint untuk mengurus imigrasi Singapore.

    Ketika sudah mengantre dan akhirnya tiba di

    depan petugas, saya baru diberitahu bahwa

    ternyata kami harus mengisi lagi form

    embarkasi hahaha. Akhirnya jadilah saya dan

    Vickie mengisi lagi form embarkasi itu. Setelah

    selesai mengisi, kami pun kembali mengantre.

    Seusai proses di imigrasi, kami pun kembali lagi

    ke bus yang sudah menunggu di tempat

    pemberhentian bus. Dari situ kami diantar

    sampai ke Golden Mile Complex, tempat

    pemberhentian terakhir bus Konsortium

    (sepertinya juga tempat pemberhentian

    terakhir untuk bus-bus dari KL ke Singapore

    lainnya). Kami tiba sekitar pk 04.30, masih

    sangat pagi. Langit pun masih gelap..ya iya

    lah..di sini langit baru mulai terang sekitar pukul

    tujuh. Karena sarana transportasi umum di

    Singapore (kecuali taksi) baru mulai beroperasi

  • sekitar pk 06.00, kami pun harus menunggu di

    situ. Vickie sempat pergi sebentar melihat-lihat

    sekitar. Ternyata dia pergi ke kafetaria di dekat

    situ dan sempat menyaksikan akhir

    pertandingan final World Cup 2014 (katanya

    mau pergi sebentar eh ternyata pergi

    nonton..gak ngajak-ngajak haha). Setelah

    menunggu cukup lama, kami pun berjalan

    menuju tempat pemberhentian bus dan

    menunggu bus yang akan membawa kami ke

    Chinatown. Dua bus lewat dan tidak ada yang

    menuju ke Chinatown. Kami pun curiga dan

    mengecek kembali jalur bus yang lewat terminal

    tersebut. Ternyata...memang tidak ada bus

    menuju Chinatown yang lewat pemberhentian

    bus itu..hahaha. Kami pun memutuskan untuk

    berjalan kaki menuju stasiun MRT terdekat,

    yaitu stasiun Nicoll Highway. Dari situ kami naik

    MRT menuju ke Chinatown (sempat change

    jalur MRT juga di stasiun Promenade). Stasiun

    MRT Chinatown ini mungkin salah satu stasiun

    MRT terbesar yang pernah kami temui.

    Setibanya di stasiun ini, kami mengikuti papan

    penunjuk menuju ke hostel kami, Beary Nice

    Hostel di Smith Street. Tidak sulit menemukan

    Smith Street setelah kami mengecek peta.

    Namun demikian, kami tidak serta merta

    menuju ke hostel. Kami sempat mampir di

    Seven-Eleven untuk membeli Sim Card, tetapi

    ternyata mereka tidak menjualnya. Sayang

    sekali pelayanan di Seven-Eleven ini kurang

    memuaskan. Pelayannya sama sekali tidak

    ramah!

    Vickie yang tidak bisa tidur sepanjang perjalanan dari Kuala

    Lumpur ke Singapura tampak mengantuk dan kelelahan. Kami pun

    memutuskan untuk bersantai sejenak di Smith street. Di sepanjang

    Smith Street (dan juga jalan lain di Pecinan) telah dipenuhi dengan

    meja dan kursi yang ramai digunakan pengunjung ketika malam

    hari. Kami bersantai sejenak di situ sambil menikmati burger yang

    kami beli di Petaling Street kemarin malam . Sayangnya rasanya

    kurang sip..saya kira burger ayam ini menggunakan daging ayam

    filet, ternyata isinya abon ayam dan telur dadar hahaha. Ya

    setidaknya cukup lah untuk mengganjal perut kami.

    Sekitar satu jam kami bersantai di situ. Di Chinatown ini ada free

    wifi selama lima belas menit dengan login terlebih dahulu

    menggunakan nomor handphone. Saya sempat sih menggunakan

    fasilitas ini, hanya untuk sekedar membuka facebook dan whatsapp

    sebentar. Setelah merasa cukup beristirahat, kami pun melanjutkan

    perjalanan ke Beary Nice Hostel yang mestinya tidak jauh dari situ. Ketika melewati Smith Street ini

    kami tidak melihat pintu masuk Beary Nice Hostel. Ternyata setelah dilihat lagi, Beary Nice ini ada di

    lantai atas dengan pintu masuknya berada di sebelah sebuah rumah makan. Kami pun naik dan

    masuk ke Beary Nice Hostel tersebut.

    Beary Nice Hostel

    Pelayanan di Beary Nice Hostel ini menurut saya lebih baik daripada Serenity Hostel. Kami tidak perlu

    negoisasi atau membujuk petugas hostel untuk diizinkan menggunakan kamar mandi dan

    menitipkan barang-barang kami. Bahkan kami ditawari untuk breakfast (padahal seharusnya hari itu

    Ngantuk karena nggak bisa tidur

    selama di bus KL-Singapore

  • kami belum mendapatkan fasilitas breakfast). Di situ saya sekalian mengisi form check in sekaligus

    menyerahkan uang jaminan sebesar SGD 15 per orang. Meskipun belum bisa masuk ke kamar

    karena bed kami masih digunakan orang lain yang belum check out, kami diizinkan menggunakan

    fasilitas-fasilitas yang ada di situ, termasuk free wifi. Dengan ramah, petugas hostel ini juga

    menunjukkan kepada saya tempat mesin cuci yang bisa digunakan apabila saya memerlukannya.

    Kuitansi uang jaminan SGD 15 per orang Voucher Beary Nice Hostel!

    Kami sempat bersantai sejenak di hostel sambil menonton film Frozen yang tengah diputar di televisi

    waktu itu. Sementara Vickie mengupload beberapa fotonya ke Facebook, saya mandi lebih dulu lalu

    kembali duduk santai menyaksikan film tadi. Setelah Vickie selesai bersiap-siap, kami pun berangkat

    menuju ke Singapore National Museum. Dari Chinatown, kami naik MRT menuju stasiun Dhobby

    Ghaut. Oh iya, sempat ada kejadian lucu lho di stasiun MRT Chinatown ini Karena stasiun MRT

    Chinatown ini sangat luas, kami sempat bingung bagaimana menuju MRT rute Dhobby Ghout. Ketika

    kami sudah masuk melewati mesin scan card, kami malah kebingungan lalu akhirnya keluar lagi.

    Ternyata jalur yang kami lalui tadi sudah benar dan kami hanya perlu turun ke lantai bawah dengan

    eskalator (yang tidak kami lihat sebelumnya). Akhirnya kami pun masuk lagi melewati mesin scan

    kartu hahaha. Jadinya saldo di kartu kami sempat terpotong sebesar SGD 0.8 hanya karena kami

    salah jalan menuju ruang tunggu MRT .

    Singapore National Museum & Singapore Art Museum

    Dari stasiun MRT Dhobby Ghout, kami berjalan kaki menuju ke Singapore National Museum. Dengan

    berbekal peta, kami akhirnya berhasil sampai di Singapore National Museum. Dari informasi yang

    kami peroleh sebelumnya, untuk masuk dan menyaksikan isi dari museum ini, kami harus membayar

    tiket masuk sebesar sekitar SGD 10 per orang.

  • Setibanya di Singapore National Museum, kami

    sempat berfoto di depan gedung museum

    tersebut. Gedung museum ini tampak seperti

    gedung-gedung pemerintahan tempo dulu. Di

    halamannya terdapat balok-balok tulisan yang

    membentuk kata masak (entah apa artinya).

    Kami pun masuk ke dalam gedung museum ini.

    Vickie sempat agak malas masuk ke dalam, tapi

    saya sebenarnya ingin melihat isi museum itu.

    Ya masa sudah sampai di sini kita hanya foto-

    foto di luar museum saja. Bayangan saya sih

    museum ini seperti Museum Ronggowarsito

    yang ada di Semarang, isinya sangat beragam

    dan sangat informatif. Karena itu saya pun

    membujuk Vickie untuk masuk ke dalam dan

    kalau perlu membayar tiket masuk pun tidak

    masalah (sebenarnya masalah utamanya berat

    di ongkos sih hehehe). Setelah masuk ke dalam,

    pemikiran saya tadi pun berubah. Ketika masuk

    dan melihat list benda yang dipamerkan di

    setiap lantai museum, saya jadi tidak lagi

    merasa tertarik karena ternyata museum ini

    banyak berisi lukisan dan foto. Saya yang bukan

    penikmat lukisan jujur saja merasa sayang

    mengeluarkan uang SGD 10 hanya untuk

    melihat-lihat foto dan lukisan. Akhirnya kami

    putuskan untuk berkeliling di lantai dasar saja.

    Setelah puas berfoto di sini, kami pun lanjut ke

    tempat tujuan berikutnya, yaitu Singapore Art

    Museum. Nah, kalau yang satu ini, saya sudah

    bilang bahwa saya kurang tertarik masuk ke

    dalam. Selain karena harus membayar tiket

    masuk (sekitar SGD 10 per orang juga), seperti

    yang saya sampaikan tadi, saya bukan pecinta

    foto atau lukisan, sementara dari informasi

    yang saya peroleh melalui websitenya,

    Singapore Art Museum ini berisi pameran foto

    dan lukisan. Akhirnya jadilah kami hanya

    berfoto di luar gedung museum seni tersebut.

    Dari Singapore Art Museum, menurut itinerary

    kami seharusnya kami kembali ke hostel lalu

    kemudian menuju ke Orchard Road. Karena

    lokasi Orchard berdekatan dengan lokasi kami

    saat itu, rasanya nanggung juga kalau kembali

    ke hostel lalu nanti balik lagi ke sini. Akhirnya

    kami putuskan untuk langsung lanjut jalan-jalan

    ke Orchard. Kami pun berjalan kaki dari

    Singapore Art Museum tadi menuju ke Orchard

    Road. Dalam perjalanan menuju Orchard, kami

    sempat juga berfoto di depan School of Art

    Singapore (SOTA).

    Di Singapore ini banyak sekali bangunan yang

    bentuknya unik. Jadi tidak bosan rasanya

    melihat bentuk-bentuk bangunan di sini. Ini

    juga yang mungkin menjadi alasan kuat

    Singapura bisa menjadi tempat wisata kota

    yang sangat menarik.

    Orchard Road

    Kami pun berjalan menyusuri Orchard Road.

    Ternyata yang namanya Orchard Road itu

  • panjang juga ya hehe. Kami berencana untuk

    menuju ke Lucky Plaza karena saya mau

    membeli simcard untuk berkomunikasi dengan

    Vina yang berangkat dari Semarang, serta

    mencari Uncle Ice Cream yang sering disebut-

    sebut para wisatawan Singapore ketika

    berkunjung ke Orchard. Vickie sendiri sudah

    ngidam sejak dari Indonesia. Bahkan sepertinya

    buat dia yang penting bisa mencicipi Uncle Ice

    Cream ini, terserah deh makan siangnya mau

    apa. Apapun makannya, yang penting harus

    makan Uncle Ice Cream . Vickie sempat putus

    asa karena mengira hari itu sang pedagang

    Uncle Ice Cream tidak berjualan. Lalu saya

    bilang, sepertinya Uncle Ice Cream itu dijual di

    dekat Lucky Plaza. Jadilah kami semakin

    bersemangat untuk menuju Lucky Plaza.

    Sepanjang Orchard Road ini banyak sekali mall

    dan counter-counter merek ternama. Oh iya,

    salah satu hal yang sangat mengesankan dan

    menyenangkan bagi saya selama berwisata di

    Singapore ini adalah betapa ramahnya kota ini

    kepada para pejalan kaki. Hampir di setiap jalan

    raya ada lampu khusus untuk pejalan kaki yang

    dilengkapi dengan tombol untuk menyalakan

    lampu hijau. Jika lampu penyeberangan itu

    berwarna hijau artinya para pejalan kaki boleh

    menyeberang. Sebaliknya, ketika lampu

    berwarna merah, pejalan kaki tidak boleh

    menyeberang. Selain itu, setiap kendaraan

    benar-benar menghormati penyeberang yang

    melalui zebra cross. Jika ada pejalan kaki yang

    hendak menyeberang melalui zebra cross,

    kendaraan akan memperlambat lajunya dan

    mempersilakan pejalan kaki untuk

    menyeberang lebih dahulu. Hal ini sangat

    berkesan buat saya, karena di Indonesia

    kenyataan yang terjadi kontras sekali. Saya jadi

    ingat kata-kata Tante saya yang sempat

    berkunjung ke Indonesia dari Belanda. Beliau

    waktu itu berkata, Percuma saja di Indonesia

    dikasih zebra cross kalau mobil-mobil dan

    kendaraan lain nggak mau ngalah sama pejalan

    kaki,. Sayangnya, kenyataannya itulah yang

    terjadi di Indonesia. Bahkan mungkin bagi kita,

    hal itu sudah menjadi sesuatu yang wajar.

    Ketika akan menyeberang, walaupun sudah

    lewat zebra cross, bukan kendaraan yang

    mengalah pada pejalan kaki melainkan pejalan

    kaki yang harus mengalah pada kendaraan-

    kendaraan yang melaju kencang. Sungguh suatu

    hal yang sangat disayangkan menurut saya.

    Saya membayangkan jika orang-orang di

    Singapura ini berkunjung ke Indonesia dan

    menyeberang lewat zebra cross...kira-kira

    bagaimana pendapat mereka, ya?

    Foto-foto di sepanjang Orchard Road

  • Setelah berjalan cukup lama, kami pun tiba di Lucky Plaza. Waktu itu tampak sang kakek penjual

    Uncle Ice Cream sedang mempersiapkan dagangannya di dekat Lucky Plaza. Sepertinya beliau juga

    baru saja sampai di situ. Kakek dan nenek penjual Uncle Ice Cream itu menggunakan kereta mini

    dengan tulisan merek Walls, mirip dengan gerobak es krim Walls yang digunakan di Indonesia.

    Karena kami merasa sepertinya persiapan kakek ini masih agak lama sebelum kami bisa membeli es

    krim yang terkenal itu, kami pun memilih untuk masuk ke Lucky Plaza terlebih dahulu. Kami segera

    menuju ke Seven-Eleven untuk membeli simcard, tapi ternyata stok di situ sudah habis. Kami pun

    disarankan untuk membeli di counter handphone di dekat situ, tetapi ternyata setelah kami cek

    harga di counter itu mahal sekali..SGD 28 untuk simcard operator Starhub. Kami pun mencoba naik

    ke lantai dua dan melihat counter handphone lagi. Di situ saya membeli simcard Starhub seharga

    SGD 18 dengan fasilitas internet 1GB plus pulsa untuk telpon dan SMS.

    Setelah itu kami berkeliling Lucky Plaza

    sebentar sambil melihat-lihat barang-barang

    yang dijual di sana. Ternyata isinya ya nggak

    jauh-jauh beda lah dengan plaza-plaza di

    Indonesia. Pakaian, makanan, produk-produk

    rumah tangga, alat elektronik..mungkin ya yang

    namanya plaza memang seperti itu saja hehehe.

    Karena tidak berencana membeli sesuatu, kami

    pun hanya melewati toko-toko tersebut.

    Setelah itu kami berencana untuk membeli

    Uncle Ice Cream yang kami harapkan sudah

    selesai persiapannya. Ternyata...setelah kami

    kembali pun, si kakek dan nenek tadi masih

    belum selesai bersiap-siap. Akhirnya kami

    memutuskan untuk membeli minuman di Lucky

    Plaza. Kami membeli Lemon and Barley ice

    seharga SGD 1.2 per gelas. Untuk membeli

    minum ini saja kami harus mengantre

    lho..mungkin karena dibandingkan yang lain,

    counter ini yang harga minumannya lumayan

    murah. Minuman ini lumayan enak juga kok dan

    cukup lah untuk mengobati rasa haus kami.

    Setelah membeli minuman tadi, kami pun

    kembali ke dekat kakek penjual Uncle Ice

    Cream. Kali ini ternyata beliau sudah mulai

    melayani pembeli. Ketika kami datang, antrean

    sudah terbentuk. Rupanya sejak tadi pun sudah

    banyak orang yang menanti untuk bisa membeli

    Uncle Ice Cream ini. Kami pun ikut mengantre.

    Nah, dalam bayangan kami yang namanya Uncle

    Ice Cream ini hanya ada satu macam rasa saja.

    Eh ternyata...pilihan rasanya ada banyak, mulai

    dari vanilla, coklat, termasuk rasa buah-buahan.

    Vickie memilih membeli es krim rasa coklat

    sedangkan saya memilih rasa blueberry. Harga

    Uncle Ice Cream ini SGD 1.2 per potongnya.

    Rupanya si opa ini sudah punya stok es krim

    balok dengan berbagai rasa. Ketika ada yang

    membeli, beliau tinggal memotong es krim

    balok itu dengan ketebalan tertentu lalu

    menyelimuti es krim balok tersebut dengan roti

    tawar yang berwarna-warni.

  • The famous Orchard Uncle Ice Cream

    Saya dan Vickie pun mulai menikmati Uncle Ice Cream yang terkenal itu di tempat duduk di dekat

    situ. Bersama kami, banyak juga pembeli es krim yang langsung menikmati es krimnya sambil duduk-

    duduk di situ. Mulai dari anak-anak sampai om-om dan tante-tante yang sudah berumur pun tampak

    senang menikmati es krim lezat ini. Ternyata memang benar apa yang dikatakan orang-orang di blog

    mereka, Uncle Ice Cream ini nikmaaat sekali. Es krimnya yang berbentuk balok tadi ternyata lembut

    sekali ketika digigit. Rasa blueberry yang saya pilih pun sangat terasa tapi tidak berlebihan. Rasanya

    seperti bercampur dengan rasa vanilla atau susu. Roti tawar yang menyelimutinya juga enak dan

    lembut. Pokoknya tidak rugi dan tidak menyesal deh mengeluarkan SGD 1.2 untuk bisa menikmati

    Uncle Ice Cream ini..hmmm

    Sembari menunggu saya menghabiskan es krim, Vickie yang sudah lebih dulu menghabiskan es

    krimnya (ngidamnya akhirnya keturutan juga..hahaha) pergi melihat-lihat rute bus di pemberhentian

    bus dekat Lucky Plaza, mungkin sambil mengambil beberapa foto. Setelah itu kami menyusun ulang

    jadwal perjalanan kami. Seharusnya sih kami makan siang di Orchard Road lalu menuju ke City Hall

    untuk foto-foto dengan Merlion. Nah, karena waktu itu kami merasa masih punya cukup waktu,

    akhirnya kami putuskan untuk sekalian mengunjungi Little India yang sejatinya akan kami kunjungi

    besok pagi sebelum ke Universal Studio (USS). Di sana kami berencana untuk sekalian makan siang di

    Tekka Center, food court terkenal di daerah itu.

  • Little India

    Kami pun mencoba naik bus bertingkat dari

    Orchard menuju ke Little India. Vickie sempat

    menanyakan kondisi mamanya yang

    rencananya akan menjalani operasi

    pengambilan batu ginjal di Yogyakarta, dengan

    nomor yang baru kami beli di Lucky Plaza tadi.

    Rencananya operasinya akan dilakukan hari

    Rabu. Semoga semuanya lancar dan tante bisa

    sehat kembali seperti sedia kala, amiiin.

    Saya sempat bertanya kepada Vickie, kalau

    duduk di atas bagaimana kita bisa tahu kita

    sudah sampai di Little India? Nah, kebetulan di

    dekat kami duduk seorang keturunan India.

    Vickie pun berkelakar bahwa kalau orang itu

    turun, berarti kita sampai di Little India.

    Syukurlah ada papan petunjuk yang

    memudahkan kami untuk tahu bahwa kami

    sudah hampir sampai di Little India. Kami pun

    turun dari bus (ternyata orang India tadi malah

    tidak turun hahaha).

    Dengan berbekal peta, kami pun mencari Tekka

    Cente