59
LBM 1 Step 1 Step 2 1. Mengapa pasien pusing, pegal-pegal, tidak mau makan-minum? 2. Mengapa pasien mengeluh perut sakit serta muntah jika makan? 3. Apa hubungan antara pasien dengan tetangga pasien yang menderita keluhan sama? 4. Apa penyebab demam naik kembali setelah diberi obat penurun panas? 5. Apa patofisiologi dari demam? 6. Apa saja klasifikasi dari demam? 7. Apa saja pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk penyakit di scenario? 8. Apa diagnosis banding dan diagnosis dari scenario? 9. Apa etiologi dari scenario? 10. Bagaimana transmisi virus pada scenario? 11. Bagaimana imunogenesis virus pada scenario? 12. Apa saja manifestasi klinis dari diagnose kasus pada scenario? 13. Bagaimana penatalaksanaan dari kasus pada scenario? 14. Apa saja koplikasi yang dapat timbul dari penyakit pada scenario? AURORA_Modul Tropis 1 1

tropis 1 ram

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: tropis 1 ram

LBM 1

Step 1

Step 2

1. Mengapa pasien pusing, pegal-pegal, tidak mau makan-minum?2. Mengapa pasien mengeluh perut sakit serta muntah jika makan?3. Apa hubungan antara pasien dengan tetangga pasien yang menderita keluhan

sama?4. Apa penyebab demam naik kembali setelah diberi obat penurun panas?5. Apa patofisiologi dari demam?6. Apa saja klasifikasi dari demam?7. Apa saja pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk

penyakit di scenario?8. Apa diagnosis banding dan diagnosis dari scenario?9. Apa etiologi dari scenario?10. Bagaimana transmisi virus pada scenario?11. Bagaimana imunogenesis virus pada scenario?12. Apa saja manifestasi klinis dari diagnose kasus pada scenario?13. Bagaimana penatalaksanaan dari kasus pada scenario?14. Apa saja koplikasi yang dapat timbul dari penyakit pada scenario?

AURORA_Modul Tropis 1 1

Page 2: tropis 1 ram

Step 3

1. Mengapa pasien pusing, pegal-pegal, tidak mau makan-minum?a. Tidak mau makan dan minum

Demam: pirogen (apa saja yang menginduksi produksi mediator inflamasi? Pirogen endogen dan eksogen apakah hanya karena produksi toksin?) mediator inflamasi (histamine, TNF, IFN, IL-1) leptin meningkat oleh sel adipose feedback negative pada hipotalamus penurunan nafsu makan

b. Pusing dan pegal-pegal (?): IFN menginduksi makrofag yang poten hambat replikasi virus ; sel B membentuk antibodyHistamin vasoaktif vasokonstriksi pembuluh darah di otak tekanan intracranial naik pusing (saraf mana yang terangsang nyeri???)Pegal-pegal: saraf???

*Fungsi tiap Interleukin?

2. Mengapa pasien mengeluh perut sakit serta muntah jika makan?a. Nafsu makan yang menurun karena pelepasan leptin berlebih tidak ada

intake makanan yang masuk di lambung asam lambung meningkat nyeri perut

b. Reseptor 5HT3 menginduksi rasa ingin muntah (???)

3. Apa hubungan antara pasien dengan tetangga pasien yang menderita keluhan sama?- Virus dengue: naik saat musim pancaroba- Transmisi virus: setelah nyamuk menghisap darah yang mengandung virus

dengue menggigit/menusuk orang lain tertular- Mengapa banyak penderita DBD anak-anak (usia 4-9 tahun): usia anak bermain

di luar- Penderita dewasa ???

4. Apa penyebab demam naik kembali setelah diberi obat penurun panas?- Obat penurun panas: antipiretik yang menurunkan prostaglandin 2 produksi

lewat jalur COX-2- Demam naik lagi karena virus masih ada dan terus bereplikasi

5. Apa patofisiologi dari demam? IL-1 (preoptik hipotalamus anterior) masuk ke ???

6. Apa saja klasifikasi dari demam?a. Kontinyu: 3 hari terus-menerus tanpa turun ke suhu normal (biasanya malam

hari) pada keadaan apa?

AURORA_Modul Tropis 1 2

Page 3: tropis 1 ram

b. Intermitten: naik turun dalam beberapa jam (pada 1 hari) pada keadaan apa?c. Remitten: naik-turun, tanpa kembali ke suhu normal pada keadaan apa?d. Siklik: Naik beberapa hari, normal beberapa hari pada keadaan apa?e. Septik: Hipertermi malam hari; turun pada pagi hari pada keadaan apa?

*Demam akibat infeksi virus masuk ke klasifikasi mana???*Jenis demam (menggigil, dll) bisa mengarah/curiga ke diagnosis penyakit tertentu

7. Apa saja pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk penyakit di scenario?

8. Apa diagnosis banding dan diagnosis dari scenario?a. DBD- Anamnesis:

Tipe demam (demam siklik ? )- Px fisik:- Px penunjang:b. Chikungunya- Anamnesis:

Tipe demam (demam … )- Px fisik:- Px penunjang:c. Zika:- Anamnesis:- Px fisik:- Px penunjang:

9. Apa etiologi dari scenario?10. Bagaimana transmisi virus pada scenario?11. Bagaimana imunogenesis virus pada scenario?12. Apa saja manifestasi klinis dari diagnose kasus pada scenario?13. Bagaimana penatalaksanaan dari kasus pada scenario?14. Apa saja koplikasi yang dapat timbul dari penyakit pada scenario?

**Reaksi imunologi terhadap virus dengue (DEN-?):

- Virus epidermis dan dermis keratinosit dan langerhans limfe- Virus pembuluh darah monosit/makrofag meluas sel hati, limpa,

sumsum tulang VIREMIA PRIMER mempengaruhi homeostasis tubuh dan mengaktifkan imun nekrosis zat toksik fibrinolitik dan koagulasi naik trombositopenia

AURORA_Modul Tropis 1 3

Page 4: tropis 1 ram

- VIREMIA PRIMER mempengaruhi homeostasis tubuh dan mengaktifkan imun apoptosis

**Infeksi primer virus dengue (DEN-?):

- Virus difagosit oleh makrofag (makrofag sebagai APC) aktifkan CD 4 (mengaktifkan monosit lain) dan CD 8 (menghancurkan makrofag yang sudah fagositosis virus) sel B hasilkan antibody netralisir sembuh

**Infeksi sekunder lebih parah karena ‘antbody non netralisir’(tidak spesifik saat serotip virus berbeda)

Step 7

EPIDEMIOLOGI

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik barat dan Karibia.Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus Aedes (terutama A. aegyepti dan A. albopictus).Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu: 1).Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vector di lingkungan, transportasi vector dari satu tempat ke tempat lain; 2). Penjamu : terdapatnya penderita di lingkungan / keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3).Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.

SUmber : IPD

1. Mengapa pasien pusing, pegal-pegal, tidak mau makan-minum?1) Patogenesis

- Patogenesis

Pathogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.

AURORA_Modul Tropis 1 4

Page 5: tropis 1 ram

Respon imum yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah : a). Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolosis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE) ; b). Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interfon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10; c). Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibody. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; d). Selin itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary hetrologous infectionyang menyatakan DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang berbeda.Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibody sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.

Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang me-fagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper da T sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-6, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamine yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1). Supresi sumsum tulang, dan 2).Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme komponen terhadap trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibody VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati da sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi.

Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada demem berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui jalur aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor

AURORA_Modul Tropis 1 5

Page 6: tropis 1 ram

pathway).Jalur intrinsic juga berperan melalui aktivasi factor Xia nemun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1 –inhibitor).

AURORA_Modul Tropis 1 6

Page 7: tropis 1 ram

Sumber : IPD

2) Patofisiologi- Patofisiologi berdasarkan klasifikasi

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar–kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DD disebabkan oleh kongesti pembuluh darah dibawah kulit.

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DD dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilatoksin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskular. Berakibat berkurangnya volum plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi pleura dan renjatan. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan mencapai puncaknya saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%.

Adanya kebocoran plasma ke daerah ektravaskular dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan

AURORA_Modul Tropis 1 7

Page 8: tropis 1 ram

hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.

Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi. Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit dalam sistem retikuloendotelial. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis dengan terdapatnya sistem koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terganggu oleh aktivitasi sistem koagulasi.

DIC secara potensial dapat juga terjadi pada pasien DHF tanpa renjatan. Pada awal DHF pernah DIC tidak menonjol dibanding dengan perembesan plasma, tetapi bila penyakit memburuk dengan terjadinya asidosis dan renjatan, maka akan memperberat DIC sehingga perannya akan menonjol.

2. Mengapa pasien mengeluh perut sakit serta muntah jika makan?

AURORA_Modul Tropis 1 8

Page 9: tropis 1 ram

3. Apa hubungan antara pasien dengan tetangga pasien yang menderita keluhan sama?

4. Apa penyebab demam naik kembali setelah diberi obat penurun panas?Kurva suhu demam dengue

AURORA_Modul Tropis 1 9

Page 10: tropis 1 ram

5. Apa patofisiologi dari demam?

AURORA_Modul Tropis 1 10

Page 11: tropis 1 ram

Demam atau febris merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan suhu tubuh, dimana suhu tersebut melebihi dari suhu tubuh normal.

Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat toksin yang masuk kedalam tubuh. Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme) kedalam tubuh kita. Mikroorganisme (MO) yang masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan mengeluarkan senjata, berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen

AURORA_Modul Tropis 1 11

Page 12: tropis 1 ram

(khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil ( pergerakan otot rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Dan terjadilah demam. (Ref : Fisiologi Sheerwood)

Kurva suhu DHF

Kurva suhu demam dengue

AURORA_Modul Tropis 1 12

Page 13: tropis 1 ram

1. DemamDemam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.demam pelana kuda

Sumber : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran , Ed. 11.EGC dan Dr. Suryo Wibowo, MKK, SpOk

AURORA_Modul Tropis 1 13

Page 14: tropis 1 ram

ciri-ciri demam dbd atau demam pelana kudaHari 1-3 demam tinggiDemam mendadak tinggi, disertai sakit kepala hebat,sakit dibelakang mata badan ngilu,nyeri mual muntah kadang di sertai bercak merah dikulit.hari ke 4-5 fase kritisfase demam turun drastic sering mengecoh seolah terjadi kesembuhan.namun ini fase kritis kemungkinan terjadi “dengue shock syndrome”fase 6-7 hari fase masa penyembuhanfase demam tinggi sebagian dari reaksi fase penyembuhanhttp://www.ultimatepropolis.com/kenali-demam-berdarah-atau-demam-pelana-kuda/

6. Apa saja klasifikasi dari demam?Tipe Demam

Demam septic, Suhu badan berangsur naik ke tingkat tinggi pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Sering di sertai keluhan menggil dan berkeringat. Bila demam turun ke suhu normal di sebut demam heptik.

Demam remiten, Demam dengan suhu badan yang dapat turun setiap hari namun tidak mencapai suhu normal. Perbedaan suhu sekitar 2 oC.

Demam intermiten, Suhu badan turun ke tingkat normal selama beberapa jam daolam satu hari. Bila demam ini terjadi setiap 2 hari sekali di sebut Tertiana. Bila terjadi 2 hari bebas diikuti 2 hari demam di sebut Kuartana.

Demam kontinyu, Terjadi variasi suhu sepanjang hari tidak lebih dari 1oC. Pada demam yang terus menerus meninggi tiap hari di sebut hiperpireksia.

Demam siklik, Terjadi kenaikan suhu selama beberapa hari yang diikuti periode bebas demam selama bebrapa hari kemudian diikuti kenaiakan suhu seperti semua.

AURORA_Modul Tropis 1 14

Page 15: tropis 1 ram

( Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III Edisi IV )

Pola demam Penyakit

Kontinyu Demam tifoid, malaria falciparum malignan

Remitten Sebagian besar penyakit virus dan bakteri

Intermiten Malaria, limfoma, endokarditis

Hektik atau septik

Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik

Quotidian Malaria karena P.vivax

Double quotidian

Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid arthritis, beberapa drug fever (contoh karbamazepin)

Relapsing atau periodik

Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis

Demam rekuren

Familial Mediterranean fever

Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi derajat suhu selama periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus demam, dan respons terapi. Gambaran pola demam klasik meliputi:1,2,6-8

Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.

Gambar 1. Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi relatif)

AURORA_Modul Tropis 1 15

Page 16: tropis 1 ram

Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu (Gambar 2.). Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh proses infeksi.

Gambar 2. Demam remiten

Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan puncaknya pada siang hari (Gambar 3.). Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis.

Gambar 3. Demam intermiten

Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.

Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang terjadi setiap hari.

Demam quotidian ganda (Gambar 4.)memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam)

Gambar 4. Demam quotidian

Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.

AURORA_Modul Tropis 1 16

Page 17: tropis 1 ram

Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi saluran nafas atas.

Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ multipel.

Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda (camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue, demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).

Relapsing fever dan demam periodik:o Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval

regular atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4) (Gambar 5.)dan brucellosis.

Gambar 5. Pola demam malaria

o Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh kutu (louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).

Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)

Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-tiba berlangsung selama 3 – 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan durasi yang hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai 40,6oC pada tick-borne fever dan 39,5oC pada louse-borne. Gejala penyerta meliputi myalgia, sakit kepala, nyeri perut, dan perubahan kesadaran. Resolusi tiap episode demam dapat disertai

AURORA_Modul Tropis 1 17

Page 18: tropis 1 ram

Jarish-Herxheimer reaction (JHR) selama beberapa jam (6 – 8 jam), yang umumnya mengikuti pengobatan antibiotik. Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan endotoxin saat organisme dihancurkan oleh antibiotik. JHR sangat sering ditemukan setelah mengobati pasien syphillis. Reaksi ini lebih jarang terlihat pada kasus leptospirosis, Lyme disease, dan brucellosis. Gejala bervariasi dari demam ringan dan fatigue sampai reaksi anafilaktik full-blown.o Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus dan

Streptobacillus moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 – 10 minggu sebelum awitan gejala merupakan petunjuk diagnosis.

o Demam Pel-Ebstein (Gambar 7.), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887, pada awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit pasien dengan penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif untuk LH. Pola terdiri dari episode rekuren dari demam yang berlangsung 3 – 10 hari, diikuti oleh periode afebril dalam durasi yang serupa. Penyebab jenis demam ini mungkin berhubungan dengan destruksi jaringan atau berhubungan dengan anemia hemolitik.

Gambar 7. Pola demam penyakit Hodgkin (pola Pel-Ebstein). Demam paroksimal berbeda untuk keempat spesies tergantung dari lama maturasi skizonnya. Serangan demam disebabkan pecahnya eritrosit sewaktu fase skizogoni-eritrisitik dan masuknya merozoit ke dalam sirkulasi darah. Demam menyebabkan terjadinya vasodilatasi perifer yang mungkin juga disebabkan oleh bahan vasoaktif yang diproduksi oleh parasit. Setelah merozoit masuk dan menginfeksi eritrosit yang baru, demam turun dengan cepat sehingga penderita merasa kepanasan dan berkeringat banyak.

7. Apa saja pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk penyakit di scenario?PEMERIKSAAN FISIK1. Keadaan umum:

- Tampak sakit ringan atau berat tampak kurang aktif, lemah atau sangat lemah - Kesadaran: komposmentis, apatis, somnolen, gelisah - Perdarahan spontan: petekia, ekimosis, purpura, epistaksis, perdarahan gusi - Distres respirasi: sesak napas, sianosis - Kejang atau tidak - Ruam makulopapuler - Tampak sangat pucat ?

2. Tanda vital:

AURORA_Modul Tropis 1 18

Page 19: tropis 1 ram

- tekanan darah: tekanan nadi menyempit, hipotensi (tekanan sistole menurun spi 80 mmHg)- nadi: takikardi (nadi cepat) dan teraba lembut (lemah) atau tidak teraba Penyembuhan: bradikardi, aritmia - Respiratory Rate: takipneu - suhu: panas tinggi (> 38,5°C)

- rektal anak (usia < 2 tahun)- aksiler

3. Kepala - muka: kemerahan (flushed face)- mata: konjungtiva anemis, perdarahan konjungtiva, bengkak pada kelopak mata - hidung: epistaksis, napas cuping hidung, sekresi hidung - bibir: sianosis, perdarahan gusi - tenggorokan: faring hiperemis

4. Kelenjar limfe:- pembesaran kelenjar limfe: pre-aurikuler, post-aurikuler, sub-occipital, submaksilla, submental, servikalis posterior,supraklavikula

5. Dada:

- inspeksi: retraksi suprasternal, substernal, interkostal - palpasi: stem fremitus menurun - perkusi: redup atau pekak - suara napas: suara dasar vesikuler menurun, heart rate meningkat

6. Abdomen:

- inspeksi: tampak cembung - auskultasi: peristaltik normal atau menurun - perkusi: pekak - palpasi: pembesaran hepar (anak Blank-Hart, dewasa: bawah arkus kosta), nyeri tekan ulu hati

7. Ekstremitas - perdarahan kulit: petekia, ekimosis, purpura - kulit teraba dingin dan lembab - akral dingin - sianosis

AURORA_Modul Tropis 1 19

Page 20: tropis 1 ram

- cappilary refill (normal: < 2 detik)- Penyembuhan: ruam petekia menyeluruh dengan bagian kulit sehat berupa bercak putih di sekitarnya pada tungkai, kaki, tangan atau muka

Diagnosis

Diagnosis DHF dapat dibuat secara klinis dengan memenuhi kriteria klinis dan laboratoris tertentu (WHO 1975).Kriteria Klinis

1. Demam tingi yang timbul mendadak, terus menerus selama 2-7 hari.2. Manifestasi perdarahan, paling tidak test tourniquet positip sampai didapatnya

perdarahan spontan, yang dapat berupa petechiae, echimosis, epistaxis, perdarahan gusi dan hematemesis melena.

3. Pembesaran hepar.4. Shock yang ditandai oleh nadi cepat dan lemah disertai penyempitan tekanan nadi (

20 mmHg) atau adanya hypotensi dengan disertai adanya kulit yang teraba dingin dan lembab, penderita menjadi gelisah.

Kriteria Laboratoris

1. Thrombocytopenia ( 100.000).2. Hemoconcentrasi, hematocrite meningkat 20% dari harga normal.

Ditemukannya dua atau tiga kriteria klinis pertama disertai thrombocytopenia dan hemoconcentrasi sudah cukup untuk secara klinis membuat diagnosis DHF.

Ternyata pembuatan diagnosis atas dasar cara ini mempunyai ketepatan sampai 90% apabila dibandingkan dengan diagnosis berdasar serologis.

AURORA_Modul Tropis 1 20

Page 21: tropis 1 ram

8. Apa diagnosis banding dan diagnosis dari scenario?-CHF (chikungunya hemorrhagic fever)-Zika virus

Definisi

Demam dengue merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue & disebarkan melalui perantara nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang telah terinfeksi dengan virus dengue tersebut. Demam dengue sendiri terbagi menjadi 2 yaitu demam dengue (DD) & demam berdarah dengue (DBD). Demam berdarah dengue merupakan bentuk yang lebih parah dari demam dengue, dimana pendarahan & syok terkadang dapat terjadi yang berakibat pada kematian.

http://medicastore.com/artikel/297/Bahaya_Demam_Dengue_DD_&_Demam_Berdarah_Dengue_DBD.html

AURORA_Modul Tropis 1 21

Page 22: tropis 1 ram

Etiologi

Dengue is caused by Dengue virus (DENV), a mosquito-borne flavivirus. DENV is an single stranded RNA positive-strand virus of the family Flaviviridae, genus Flavivirus. This genus includes also the West Nile virus, Tick-borne Encephalitis Virus, Yellow Fever Virus, and several other viruses which may cause encephalitis. DENV causes a wide range of diseases in humans, from a self limited Dengue Fever (DF) to a life-threatening syndrome called Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) or Dengue Shock Syndrome (DSS).

There are four antigenically different serotypes of the virus:

DENV-1 DENV-2 DENV-3 DENV-4

Infection induces long-life protection against the infecting serotype, but it gives only a short time cross protective immunity against the other types. The first infection cause mostly minor disease, but secondary infections has been reported to cause severe diseases (DHF or DSS) in both children and adults. This fenomenon is called Antibody-Dependent Enhancement.

AURORA_Modul Tropis 1 22

Page 23: tropis 1 ram

DENV is a 50-nm virus enveloped with a lipid membrane (see figure 1). There are 180 identical copies of the envelope (E) protein attached to the surface of the viral membrane by a short transmembrane segment. The virus has a genome of about 11000 bases that encodes a single large polyprotein that is subsequently cleaved into several structural and non-structural mature peptides. The polyprotein is divided into three structural proteins, C, prM, E; seven nonstructural proteins, NS1, NS2a, NS2b, NS3, NS4a, NS4b, NS5; and short non-coding regions on both the 5' and 3' ends (see figure 2). The structural proteins are the capsid (C) protein, the envelope (E) glycoprotein and the membrane (M) protein, itself derived by furine-mediated cleavage from a prM precursor. The E glycoprotein is responsible for virion attachment to receptor and fusion of the virus envelope with the target cell membrane and bears the virus neutralization epitopes. In addition to the E glycoprotein, only one other viral protein, NS1, has been associated with a role in protective immunity. NS3 is a protease and a helicase, whereas NS5 is the RNA polymerase in charge of viral RNA replication.

AURORA_Modul Tropis 1 23

Page 24: tropis 1 ram

http://www.denguevirusnet.com/dengue-virus.html

Patogenesis

Hingga kini sebagian besar sarjana masih menganut the secondary heterologous infection/sequential infection hypothesis yang menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seorang setelah infeksi dengue pertama mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan dalam jangka waktu tertentu yang diperkirakan berkisar antara 6 bulan sampai 5 tahun.

Penyelidikan sistem komplemen mengungkapkan keterangan lebih jelas mengenai mekanisme DBD dan DSS. Terjadinya aktivitas sistem komplemen dan konsumsi C3 dapat dibuktikan, baik pada DBD primer maupun sekunder.

Adanya kompleks imun diduga atas dasar ditemukannya virus dengue datt antibodi dalam serum darah penderita pada waktu bersamaan, di samping itu disokong oleh adanya konsumsi C l , juga dengan ditemukannya IgG, antigen dengue dan deposit C3 dalam ginjal penderita pada masa konvalesen.

Ikeuchi dkk., berhasil menemukan adanya kompleks imun yangbersirkulasi (circulating immune complex) baik pada penderita DBD derajat ringan maupun berat.

AURORA_Modul Tropis 1 24

Page 25: tropis 1 ram

Menurunnya kadar komplemen pada penderita DBD terutama melibatkan C3, C3 praaktivator, C4 dan C5. Kadar komplemen dalam serum ternyata menurun sejajar dengan berat penyakit. Penelitian mutakhir memperlihatkan bahwa produk aktivitas komplemen C3a ditemukan meningkat dengan puncak sesuai dengan masa akut yang kemudian diikuti penurunan.

Akibat aktivasi komplemen ialah dilepaskannya peptida dengan berat molekul rendah, yaitu anafilatoksin C3a dan C5a berturut-turut akibat aktivasi C3 dan C5. Kedua peptida ini membebaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan berperan dalam terjadinya renjatan. Walaupun plasma mengandung inaktivator ampuh terhadap kedua peptida tersebut, namun agaknya peranan dalam proses terjadinya renjatan ialah mendahului inaktivasi.

Akibat infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respons antibodi anamnestik yang terjadi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformas limfosit irnun dengan menghasilkan antibodi IgG anti dengue titer tinggi. Di samping itu replikasi virus dengue terjadi juga dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini semuanya akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang selanjutnya akan mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Pada penderita renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari pada 30% dan berlangsung selama 24=48 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik, dan kematian.

Fenomen patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DBD dari demam dengue ialah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopeni dan diatesis hemoragik.

Pada kasus' berat, renjatan terjadi secara akut; nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit pada penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke darah ekstra vaskular melaluikapiler yang rusak dengan mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningginya nilai hematokrit.

Bukti yang mendukung dugaan ini ialah :

a) Ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard yang pada otopsi ternyata jauh melebihi cairan yang diberikan melalui infus.

AURORA_Modul Tropis 1 25

Page 26: tropis 1 ram

b) Ditemukannya efusi pleura atau bendungan pembuluh darah pada foto rontgen toraks.

c) Hemokonsentrasi.

d) Hiponatremia.

Penyelidikan volume plasma pada penderita DBD dengan menggunakan I labelled human albumin sebagai indikator membuktikan bahwa plasma merembes selama perjalanan penyakit dimulai dengan permulaan masa demam untuk mencapai puncaknya pada masa renjatan.

Pada penderita dengan renjatan berat volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat mengakibatkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Pada sebagian besar penderita, plasma yang rnenghilang dapat diganti secara efektif dengan memberikan plasma atau ekspander plasma. Pada masa dini dapat diberikan cairan yang mengandung elektrolit. Renjatan yang terjadi secara akut dan perbaikan klinis secara cepat dan drastis, sedangkan pada otopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang bersifat destruktif atau akibat radang menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah agaknya disebabkan oleh mediator farmakologis yang bekerja secara cepat.

Sumarmo . Aspek Klinis dan Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakartahttp://www.kalbe.co.id/printed-cdk/190/demam-berdarah-bagian-i.html

Manifestasi Klinis & Patofisiologi

Bentuk ringan demam Dengue menyerang segala golongan umur dan bermanifestasi lebih berat pada orang dewasa dari pada anak. Bayi dan anak yang diserang penyakit ini menderita demam ringan disertai timbulnya ruam (rash) makulopapular. Pada anak besar dan orang dewasa dikenal sindrom trias yang berupa demam tinggi, nyeri pada anggota badan (kepala, bola mata, punggung dan sendi) dan timbulnya ruam makulopapular.

Penyakit demam dengue biasanya tidak menyebabkan kematian, penderita sembuh tanpa gejala sisa. Kasus DBD ditandai oleh empat manifestasi klinis, yaitu demam tinggi, manifestasi perdarahan terutama perdarahan kulit, hepatomegali dan kegagalan peredaran darah (circulatory failure).

Pada tahun 1975 WHO menyusun patokan dalam mem-buat diagnosis klinis pada penderita yang tersangka DBD, yaitu:

1) Demam tinggi dengan mendadak dan terus menerus se-lama 2-7 hari.

AURORA_Modul Tropis 1 26

Page 27: tropis 1 ram

2) Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji Tourniquet positif dan salah satu bentuk lain seperti petekia, purpura, ekimosis, epitaksis, perdarahan gusi, hematemesis atau melena.

3) Pembesaran hati.

4) Tanpa/disertai renjatan.

5) Trombositopenia (100.000/ul atau kurang).

6) Hemokonsentrasi yang dapat ditafsirkan dengan meningginya nilai hematokrit sebanyak 20°% atau lebih dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa konvalesen.

Demam

DBD didahului oleh demam mendadak disertai gejala klinik yang tidak spesifik seperti anoreksi, lemah, nyeri pada punggung, tulang, sendi dan kepala. Demam sebagai gejala utama terdapat pada semua penderita. Lama demam sebelum dirawat berkisar antara 2—7 hari.

Alasan mengapa orang tua membawa anaknya ke rumah sakit dan/atau dokter ialah oleh karena mereka khawatir akan keadaan anak yang demam, menjadi gelisah dan teraba dingin pada kaki dan tangan; gejala-gejala ini sebenarnya mencerminkan keadaan pra-renjatan; atau oleh karena demam dan manifestasi perdarahan di kulit menjadi nyata.

Manifestasi perdarahan

Sebagai telah diterangkan, manifestasi perdarahan yang paling sering ditemukan pada DBD ialah perdarahan kulit, uji Tourniquet positif, memar dan perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Petekia halus yang tersebar di anggota gerak, wajah, aksila seringkali ditemukan pada masa dini demam. Harus diingat juga bahwa perdarahan dapat terjadi di setiap organ tubuh. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang dijumpai, sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih sering lagi dan biasanya timbul setelah renjatan yang tidak dapat diatasi.

Uji Tourniquet sebagai manifestasi perdarahan kulit paling ringan dapat dinilai sebagai uji presumtif oleh karena tes ini positif pada hari-hari pertama demam pada 53% penderita DBD tanpa renjatan yang dirawat di Bagian Anak Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta dalam tahun 1985—1986. Petekia merupakan manifestasi perdarahan yang paling sering dijumpai, yaitu pada 51% penderita

AURORA_Modul Tropis 1 27

Page 28: tropis 1 ram

Di daerah endemis DBD, uji Tourniquet merupakan pemeriksaan penunjang presumtif bagi diagnosis DBD apabila dilakukan pada anak yang menderita demam lebih dari 2 hari tanpa sebab yang jelas. Uji Tourniquet seyogyanya dilakukan sesuai dengan ketentuan WHO sebagai berikut

Pemeriksaan ini dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan darah anak. Selanjutnya diberikan tekanan di antara sistolik dan diastolik pada alat pengukur yang dipasang pada lengan di atas siku; tekanan ini diusahakan menetap selama percobaan.

Setelah. dilakukan tekanan selama 5 menit diperhatikan timbulnya petekia di kulit lengan bawah bagian medial pada sepertiga bagian proksimal. Uji dinyatakan positif apabila pada satu inci persegi (2,8 x 2,8 cm) didapat lebih dari 20 petekia (WHO, 1975).

Pada penderita DBD, uji Tourniquet pada umumnya memberikan hasil positif. Pemeriksaan ini dapat memberikan basil negatif atau positif lemah Mama masa renjatan berat.

Apabila pemeriksaan diulangi setelah renjatan ditanggulangi, pada umumnya akan di dapat basil positif, bahkan positif kuat.

Pembesaran hati

Hati yang membesar pada umumnya dapat diraba pada permulaan penyakit dan pembesaran hati ini tidak sejajar dengan berat penyakit; nyeri tekan seringkali ditemukan tanpa disertai ikterus. Hati pada anak berumur 4 tahun dan/atau lebih dengan gizi baik biasanya tidak dapat diraba. Kewaspadaan perlu ditingkatkan pada anak yang hatinya semula tidak dapat diraba pada saat masuk rumah sakit kemudian selama perawatan hatinya membesar dan/atau pada anak yang sudah ada pembesaran hati pada waktu masuk runrah sakit dan selama perawatan hati menjadi lebih besar dan kenyal, oleh karena keadaan ini rnenunjukkan ke arah terjadinya renjatan.

Pembesaran hati ditemukan pada 64,4% dari 744 penderita DBD yang dirawat di Bagian Anak Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta dalam tahun 1985 -1986.

Renjatan

Manifestasi renjatan pada anak terdiri atas AURORA_Modul Tropis 1 28

Page 29: tropis 1 ram

(1)kulit pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan dan hidung sedangkan kuku menjadi biru. Hal ini disebabkan oleh sirkulasi yang insufisien yang menyebabkan peninggian aktivitas simpatikus secara refleks;

(2)anak yang semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya menurun menjadi apatis, sopor dan koma. Hal ini disebabkan kegagalan sirkulasi serebral;

(3)perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi cepat dan lembut sampai tidak dapat diraba oleh karena kolaps sirkulasi;

(4)tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang;

(5)tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 80 mmHg atau kurang; dan

(6)oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi arteri renalis.

Pada kira-kira sepertiga penderita DBD setelah demam berlangsung beberapa hari, keadaan umum penderita tibatiba memburuk. Hal ini terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu di antara hari ke-3 dan ke-7 sakit.

Pada penderita ditemukan tanda kegagalan peredaran darah yaitu kulit yang teraba lembab dan dingin, sianosis sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan lembut dan akhirnya penurunan tekanan darah.

Penderita kelihatan lesu, gelisah dan secara cepat masuk dalam fase kritis dari renjatan. Penderita seringkali mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum renjatan timbul. Fabie mengemukakan bahwa nyeri perut hebat seringkali mendahului perdarahan gastrointestinal, sedangkan Lim dkk. berpendapat bahwa nyeri di daerah retrosternal tanpa sebab yang dapat dibuktikan, memberikan petunjuk terdapatnya perdarahan gastrointestinal yang hebat. Renjatan yang terjadi selama periode demam, biasanya mempunyai prognosis buruk. Penatalaksaaan mengatasi renjatan sangat diperlukan secara tepat, oleh karena bila tidak, penderita dapat masuk dalam renjatan berat (profound shock), tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak dapat diraba. Lama renjatan singkat; penderita oapat meninggal dalam waktu 12—24 jam atau menyembuh.

Penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat akan menimbulkan komplikasi asidosis metabolik, hipoksi, perdarahan gastrointestinal hebat dengan prognosis buruk. Sebaliknya, dengan pengobatan tepat, begitu pula pada kasus renjatan berat, masa penyembuhan nampak cepat sekali dan seringkali tidak kelihatan. Penderita menyembuh dalam waktu 2—3 hari. Selera makan yang bertambah merupakan petunjuk prognosis baik.

Gejala klinis lain

AURORA_Modul Tropis 1 29

Page 30: tropis 1 ram

Nyeri abdomen seringkali menonjol pada anak besar yang menderita DSS. Ditemukannya gejala ini pada penderita DSS, merupakan canang bahaya oleh karena kemungkinan besar merupakan terjadinya perdarahan gastrointestinal. Terjadinya kejang dengan hiperpireksi disertai penurunan kesadaran pada beberapa kasus seringkali mengelabui sehingga ditegakkan diagnosis kemungkinan ensefalitis.

Trombositopeni

Trombositopeni di bawah 100.000/ul biasanya ditemukan di antara hari ke tiga sampai hari ke tujuh sakit baik pada,penderita DBD yang disertai renjatan maupun tidak. Persentase penderita DBD yang dirawat di Bagian Anak Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta tahun 1985 — 1986 yang mempunyai trombosit kurang dari 100.000/ul ialah 64%.

Penelitian yang di lakukan membuktikan pentingnya menghitung jumlah trombosit sebagai patokan untuk memperkuat diagnosis pada penderita yang tersangka DBD.

Hemokonsentrasi

Kenaikan hematokrit 20% atau lebih dari nilai hematokrit dalam stadium konvalesen ditemukan pada 58% penderita DBD yang dirawat di Bagian Anak Rumah Sakit Dr. Ciptq Mangunkusumo Jakarta 1985 — 1986.

Sumarmo . Aspek Klinis dan Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakartahttp://www.kalbe.co.id/printed-cdk/190/demam-berdarah-bagian-i.html

AURORA_Modul Tropis 1 30

Page 31: tropis 1 ram

Diagnosis

Pembagian derajat DBD menurut WHO (1986) :

Derajat 1 : Demam dan uji turniket positip.

Derajat 2 : Demam dan perdarahan spontan, pada umumnya di kulit dan atau perdarahan lain.

Derajat 3 : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun ( 20 mmHg) atau hipotensi disertai ekstremitas dingin dan anak gelisah.

Derajat 4 : Renjatan hebat (nadi tak teraba dan tekanan darah tak terukur).

Dalam pelaksanaan sehari-hari diagno sis klinik DBD dapat ditegakkan kalau didapatkan :

1) Demam. 2) Manifestasi perdarahan. 3) Trombositopeni. 4) Hemokonsentrasi atau tanda-tanda kebocoran plasma lainnya seperti efusi pleura,

asites dan hipoalbuminemi.

Adanya renjatan disertai Ht yang tinggi dan trombositopeni menyokong diagnosa DSS.

Indra Susanto. Demam Berdarah Dengue di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Sumber Waras Tatang Kustiman SamsiBagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, , Jakartahttp://www.kalbe.co.id/printed-cdk/193/demam-berdarah-bagian-ii.html

AURORA_Modul Tropis 1 31

Page 32: tropis 1 ram

DIAGNOSIS BANDING

Demam pada fase akut mencakup spektrum infeksi bakteri dan virus yang luas. Pada hari-hari pertama diagnosis DBD sulit dibedakan dari morbili dan idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP) yang disertai demam. Pada hari ke 3—4 demam, kemungkinan diagnosis DBD akan lebih besar, apabila gejala klinis lain seperti manifestasi perdarahan dan pembesaran hati menjadi nyata.

Kesulitan akan kadang-kadnang dialami dalam membedakan renjatan pada DBD dengan renjatan karena sepsis; dalam hal ini trombositopeni dan hemokonsentrasi di samping penilaian gejala klinis lain seperti tipe dan lama demam dapat membantu.

Sumarmo . Aspek Klinis dan Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakartahttp://www.kalbe.co.id/printed-cdk/190/demam-berdarah-bagian-i.html

9. Apa etiologi dari scenario?

10. Penyebab utama penyakit demam berdarah adalah virus dengue, yang merupakan virus dari famili Flaviviridae.Terdapat 4 jenis virus dengue yang diketahui dapat menyebabkan penyakit demam berdarah.Keempat virus tersebut adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.Gejala demam berdarah baru muncul saat seseorang yang pernah terinfeksi oleh salah satu dari empat jenis virus dengue

AURORA_Modul Tropis 1 32

Page 33: tropis 1 ram

mengalami infeksi oleh jenis virus dengue yang berbeda.Sistem imun yang sudah terbentuk di dalam tubuh setelah infeksi pertama justru akan mengakibatkan kemunculan gejala penyakit yang lebih parah saat terinfeksi untuk ke dua kalinya.Seseorang dapat terinfeksi oleh sedikitnya dua jenis virus dengue selama masa hidup, namun jenis virus yang sama hanya dapat menginfeksi satu kali akibat adanya sistem imun tubuh yang terbentuk.

11. Virus dengue dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan vektor pembawanya, yaitu nyamuk dari genus Aedes seperti Aedes aegypti betina danAedes albopictus. Aedes aegypti adalah vektor yang paling banyak ditemukan menyebabkan penyakit ini.Nyamuk dapat membawa virus dengue setelah menghisap darah orang yang telah terinfeksi virus tersebut.Sesudah masa inkubasi virus di dalam nyamuk selama 8-10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat mentransmisikan virus dengue tersebut ke manusia sehat yang digigitnya.Nyamuk betina juga dapat menyebarkan virus dengue yang dibawanya ke keturunannya melalui telur (transovarial).Beberapa penelitian menunjukkan bahwa monyet juga dapat terjangkit oleh virus dengue, serta dapat pula berperan sebagai sumber infeksi bagi monyet lainnya bila digigit oleh vektor nyamuk.

12. Tingkat risiko terjangkit penyakit demam berdarah meningkat pada seseorang yang memiliki antibodi terhadap virus dengue akibat infeksi pertama.Selain itu, risiko demam berdarah juga lebih tinggi pada wanita, seseorang yang berusia kurang dari 12 tahun, atau seseorang yang berasal dari ras Kaukasia.

Etiologi

Dengue is caused by Dengue virus (DENV), a mosquito-borne flavivirus. DENV is an single stranded RNA positive-strand virus of the family Flaviviridae, genus Flavivirus. This genus includes also the West Nile virus, Tick-borne Encephalitis Virus, Yellow Fever Virus, and several other viruses which may cause encephalitis. DENV causes a wide range of diseases in humans, from a self limited Dengue Fever (DF) to a life-threatening syndrome called Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) or Dengue Shock Syndrome (DSS).

There are four antigenically different serotypes of the virus:

DENV-1 DENV-2 DENV-3 DENV-4

Infection induces long-life protection against the infecting serotype, but it gives only a short time cross protective immunity against the other types. The first infection cause mostly minor disease, but secondary infections has been reported to cause severe diseases (DHF or DSS) in both children and adults. This fenomenon is called Antibody-Dependent Enhancement.

AURORA_Modul Tropis 1 33

Page 34: tropis 1 ram

DENV is a 50-nm virus enveloped with a lipid membrane (see figure 1). There are 180 identical copies of the envelope (E) protein attached to the surface of the viral membrane by a short transmembrane segment. The virus has a genome of about 11000 bases that encodes a single large polyprotein that is subsequently cleaved into several structural and non-structural mature peptides. The polyprotein is divided into three structural proteins, C, prM, E; seven nonstructural proteins, NS1, NS2a, NS2b, NS3, NS4a, NS4b, NS5; and short non-coding regions on both the 5' and 3' ends (see figure 2). The structural proteins are the capsid (C) protein, the envelope (E) glycoprotein and the membrane (M) protein, itself derived by furine-mediated cleavage from a prM precursor. The E glycoprotein is responsible for virion attachment to receptor and fusion of the virus envelope with the target cell membrane and bears the virus neutralization epitopes. In addition to the E glycoprotein, only one other viral protein, NS1, has been associated with a role in protective immunity. NS3 is a protease and a helicase, whereas NS5 is the RNA polymerase in charge of viral RNA replication.

AURORA_Modul Tropis 1 34

Page 35: tropis 1 ram

http://www.denguevirusnet.com/dengue-virus.html

13. Bagaimana transmisi virus pada scenario?

Patogenesis

Hingga kini sebagian besar sarjana masih menganut the secondary heterologous infection/sequential infection hypothesis yang menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seorang setelah infeksi dengue pertama mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan dalam jangka waktu tertentu yang diperkirakan berkisar antara 6 bulan sampai 5 tahun.

Hubungan DBD dengan infeksi dengue heterolog sekunder di Thailand menimbulkan dugaan bahwa proses imunologik memegang peranan dalam patogenesis penyakit ini.

Bukti yang menyokong konsep ini ialah :

a) Menghilangnya virus dengue cepat dari, peredaran darah dan jaringan.

b) Respons pembentukan antibodi secara anamnestik dengan terbentuknya antibodi IgG anti dengue dalam peredaran darah pada masa dini penyakit.

AURORA_Modul Tropis 1 35

Page 36: tropis 1 ram

c) Menurunnya komplemen serum terutama C3 pada fase renjatan

Penyelidikan sistem komplemen mengungkapkan keterangan lebih jelas mengenai mekanisme DBD dan DSS. Terjadinya aktivitas sistem komplemen dan konsumsi C3 dapat dibuktikan, baik pada DBD primer maupun sekunder.

Adanya kompleks imun diduga atas dasar ditemukannya virus dengue datt antibodi dalam serum darah penderita pada waktu bersamaan, di samping itu disokong oleh adanya konsumsi C l , juga dengan ditemukannya IgG, antigen dengue dan deposit C3 dalam ginjal penderita pada masa konvalesen.

Ikeuchi dkk., berhasil menemukan adanya kompleks imun yangbersirkulasi (circulating immune complex) baik pada penderita DBD derajat ringan maupun berat. Menurunnya kadar komplemen pada penderita DBD terutama melibatkan C3, C3 praaktivator, C4 dan C5. Kadar komplemen dalam serum ternyata menurun sejajar dengan berat penyakit. Penelitian mutakhir memperlihatkan bahwa produk aktivitas komplemen C3a ditemukan meningkat dengan puncak sesuai dengan masa akut yang kemudian diikuti penurunan.

Akibat aktivasi komplemen ialah dilepaskannya peptida dengan berat molekul rendah, yaitu anafilatoksin C3a dan C5a berturut-turut akibat aktivasi C3 dan C5. Kedua peptida ini membebaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan berperan dalam terjadinya renjatan. Walaupun plasma mengandung inaktivator ampuh terhadap kedua peptida tersebut, namun agaknya peranan dalam proses terjadinya renjatan ialah mendahului inaktivasi.

Bukti bahwa anafilatoksin ini secara cepat diinaktivasi dan menghilang dari sirkulasi ialah penyembuhan dramatis seorang penderita renjatan apabila ditanggulangi secara adekuat.

Patogenesis terjadinya renjatan berdasarkan hipotesis infeksi heterolog sekunder dicoba dirumuskan oleh Suvatte dan dapat dilihat pada gambar Lis

Akibat infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respons antibodi anamnestik yang terjadi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformas limfosit irnun dengan menghasilkan antibodi IgG anti dengue titer tinggi. Di samping itu replikasi virus dengue terjadi juga dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini semuanya akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang selanjutnya akan mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Pada penderita renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari pada 30% dan berlangsung selama 24=48 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik, dan kematian. AURORA_Modul Tropis 1 36

Page 37: tropis 1 ram

Fenomen patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DBD dari demam dengue ialah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopeni dan diatesis hemoragik.

Pada kasus' berat, renjatan terjadi secara akut; nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit pada penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke darah ekstra vaskular melaluikapiler yang rusak dengan mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningginya nilai hematokrit.

Bukti yang mendukung dugaan ini ialah :

e) Ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard yang pada otopsi ternyata jauh melebihi cairan yang diberikan melalui infus.

f) Ditemukannya efusi pleura atau bendungan pembuluh darah pada foto rontgen toraks.

g) Hemokonsentrasi.

h) Hiponatremia.

Penyelidikan volume plasma pada penderita DBD dengan menggunakan I labelled human albumin sebagai indikator membuktikan bahwa plasma merembes selama perjalanan penyakit dimulai dengan permulaan masa demam untuk mencapai puncaknya pada masa renjatan.

Pada penderita dengan renjatan berat volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat mengakibatkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Pada sebagian besar penderita, plasma yang rnenghilang dapat diganti secara efektif dengan memberikan plasma atau ekspander plasma. Pada masa dini dapat diberikan cairan yang mengandung elektrolit. Renjatan yang terjadi secara akut dan perbaikan klinis secara cepat dan drastis, sedangkan pada otopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang bersifat destruktif atau akibat radang menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah agaknya disebabkan oleh mediator farmakologis yang bekerja secara cepat.

AURORA_Modul Tropis 1 37

Page 38: tropis 1 ram

Sumarmo . Aspek Klinis dan Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

14. Bagaimana imunogenesis virus pada scenario?15. Apa saja manifestasi klinis dari diagnose kasus pada scenario?

Manifestasi berdasarkan klasifikasi

AURORA_Modul Tropis 1 38

Page 39: tropis 1 ram

AURORA_Modul Tropis 1 39

Page 40: tropis 1 ram

16. Bagaimana penatalaksanaan dari kasus pada scenario?

AURORA_Modul Tropis 1 40

Page 41: tropis 1 ram

AURORA_Modul Tropis 1 41

Page 42: tropis 1 ram

AURORA_Modul Tropis 1 42

Page 43: tropis 1 ram

Penatalaksanaan

SIKAP DAN TINDAKAN PADA RAWAT JALAN

Dalam menentukan sikap dan tindakan terhadap penderita tersangka DBD diperhatikan beberapa patokan yaitu :

1) Kriteria diagnosis klinis dan diagnosis penyakit menurut WHO.

AURORA_Modul Tropis 1 43

Page 44: tropis 1 ram

2) Anak berumur < 5 tahun cenderung menderita penyakit yang lebih berat.

3) Keluhan nyeri abdomen pada penderita ≥ 5 tahun berkaitan dengan derajat penyakit lebih berat.

4) Nilai Ht pada pemeriksaan pertama ≥ 40% dipertimbangkan untuk observasi lebih ketat.

5) Letupan penyakit/insiden DBD di daerah tempat tinggal.

6) Pengertian dan kerjasama dari orang tua penderita.

Bagan di bawah ini menggambarkan sikap dan tindakan terhadap penderita tersangka DBD.

AURORA_Modul Tropis 1 44

Page 45: tropis 1 ram

AURORA_Modul Tropis 1 45

Page 46: tropis 1 ram

Pengelolaan DBD bersifat suportif dan simtomatik dengan tujuan utama untuk memperbaiki sirkulasi/mengatasi hipovolemi serta mencegah terjadinya DIC dan renjatan.

Pengobatan DBD di Bagian Anak RS Sumber Waras meliputi:

Derajat I:

Pengobatan simtomatik, minum cukup dan makanan seimbang serta pemantauan yang teratur dan ketat.

Derajat II:

1) Hipovolemi

Untuk mengatasi hipovolemi diberikan cairan kristaloid (Dextrose 5% – NaCl 0,45%) sesuai dengah kebutuhan. Pada umumnya berkisar antara 100 ml – 200 ml/kgbb/hari sesuai dengan umur penderita.

2) Pencegahan DIC13

Sejak tahun 1977 diberikan kombinasi asetosal dan dipiridamol (10 mg/kgbb/hari) untuk mencegah timbulnya DIC. Kombinasi ini diberikan pula pada penderita DBD derajat I.

Dipiridamol (DPM) mempunyai khasiat anti agregasi trombosit dan asetosal (ASA) dalam dosis rendah berpengaruh secara selektif pada siklooksigenase di trombosit dengan akibat mencegah pembentukan pro agregating tromboxane A2 sehingga memperkuat khasiat dipiridamol dalam pencegahan pembentukan trombus.

Meskipun belum dilakukan studi perbandingan akan tetapi sampai saat ini belum ditemukan pengaruh yang buruk, sehingga kombinasi tersebut masih diberikan pada penderita DBD.

3) Pengobatan DIC14

Karena DIC merupakan penyulit pada DBD maka pada tahun 1973 heparin diberikan dalam pengobatan DBD dengan DIC14. Dosis heparin ½ – 1 mg/kgbb/4 jam I.V. selama 24 – 48 jam. (Sejak tahun 1984 praktis heparin jarang lagi dipergunakan dalam pengobatan standar).

4) Komponen Darah

Pemberian suspensi trombosit dan atau darah lengkap sesuai dengan kebutuhan.

DSS (DBD III/IV)

AURORA_Modul Tropis 1 46

Page 47: tropis 1 ram

1) Tindakan utama bertujuan untuk mengatasi renjatan dengan pemberian kristaloid (dextrose 5% – NaCl 0.45%) berjumlah 20 – 40 ml/kgbb/1 jam. Bila renjatan belum dapat diatasi diberikan plasma darah (fresh frozen plasma) atau plasma expander. (Lihat bagan)

2) Memperbaiki gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.

3) Pemberian komponen darah atau darah lengkap atas indikasi.

4) Pengobatan terhadap DIC.

5) Pemberian obat inotropik bila renjataan belum teratasi.

6) Pengawasan terhadap pemberian cairan, untuk mencegah overload yang disebabkan reabsorpsi cairan yang telah ke luar dari sistim vaskuler.

7) Pemberian albumin bila terdapat hipoalbuminemia disertai efusi cairan di rongga tubuh (pleura dan abdomen).

8) Antibiotik atas indikasi.

9) Menghindarkan perawatan/tindakan invasif yang berlebihan.

AURORA_Modul Tropis 1 47

Page 48: tropis 1 ram

Indra Susanto. Demam Berdarah Dengue di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Sumber Waras Tatang Kustiman SamsiBagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, , JakartaAURORA_Modul Tropis 1 48

Page 49: tropis 1 ram

http://www.kalbe.co.id/printed-cdk/193/demam-berdarah-bagian-ii.html

Pencegahan

Saat ini, metode utama yang digunakan untuk mengontrol & mencegah terjadinya demam berdarah dengue adalah dengan melakukan pemberantasan terhadap nyamuk Aedes aegypti sebagai penyebar virus dengue.

Nyamuk Aedes aegypti ini dapat berada di dalam rumah ataupun luar rumah. Di dalam rumah biasanya nyamuk tersebut suka bersembunyi di tempat yang gelap seperti di lemari, gantungan baju, di bawah tempat tidur dll. Sedangkan apabila di luar rumah nyamuk Aedes aegypti tersebut menyukai tempat yang teduh & lembab. Nyamuk betinanya biasanya akan menaruh telur-telurnya pada wadah air di sekitar rumah, sekolah, perkantoran dll, dimana telur tersebut dapat menetas dalam waktu 10 hari.

Oleh sebab itu gerakan 3 M (menguras bak air, menutup tempat-tempat yang berisi air & mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi genangan air) sangat penting untuk dilakukan, bukan hanya oleh pemerintah saja melainkan oleh semua anggota masyarakat supaya nyamuk Aedes aegypti tersebut dapat dibatasi keberadaannya.

http://medicastore.com/artikel/297/Bahaya_Demam_Dengue_DD_&_Demam_Berdarah_Dengue_DBD.html

Sistim vaskulerPatofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yangmengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi.(6) Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler, menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja singkat. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS melibatkan 3 faktor: perubahan vaskuler, trombositopeni dan kelainan koagulasi. Hampir semua penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni, dan banyak diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal.

Sistim respon imunSetelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam selretikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain anti netralisasi, antihemaglutinin, anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada meningkat (booster effect).

AURORA_Modul Tropis 1 49

Page 50: tropis 1 ram

Fever Rapid Strip IgG dan IgM, 2004)Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5,meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa diniinfeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat.(7)

Manifestasi klinis

DD DBD

Dijumpai trias syndroma:- Demam tinggi- Nyeri pd anggota

badan- Timbulnya ruam

(Rash) tidak disertai syok Demam dengue selalu

infeksi primer Definisi kasus

- Tersangka: Demam mendadak tinggi

dengan 2 atau lebih manifesatsi di bawah ini:

Sakit kepala Nyeri retro-orbita Mialgia Artralgia/ nyerin otot Ruam Manifestasi perdarahan

(uji Tourniquet, petekie, epistaksis)

Leukopeni HI >1280 atau IgM/IgG

serum konvalesen Pada KLB:

• Demam tinggi• Tourniquet positif atau

petekie

Dijumpai 4 manfes klinis:- Demam tinggi- Perdarahan- Perdarahan kulit- Hepatomegali- Kgagalan peredaran drh

(circulatory failure) Definisi kasus

– Dua kriteria klinis dan 2 kriteria lab:• Demam

mendadak tinggi 2-7 hari

• Manifestasi perdarahan (min. positif tourniquet test)

• Trombosit < 100.000

• Hemokonsentrasi

Kriteria klinis– Demam mendadak

tinggi 2-7 hari– Manifestasi

perdarahan(min.tourniquet positif)

– Pembesaran hati– Ganguan

sirkulasi/syok

AURORA_Modul Tropis 1 50

Page 51: tropis 1 ram

• Leukopenia (<5000) Kriteria laboratorium– Trombosit < 100.000– Hemokonsentrasi

(kenaikan HT >20%) atau bukti kebocoran plasma lain< seperti asites pleural efusi, penurunan serum protein/albumin/kolesterol)

17. Apa saja koplikasi yang dapat timbul dari penyakit pada scenario?

3.4 Komplikasi DBD

Pada DD tidak terdapat komplikasi berat namun anak dapat mengeluh lemah / lelah (fatigue) saat fase pemulihan.

Penyebab kematian pada deman berdarah dengue:

Syok berkepanjangan (Prolonged shock) Kelebihan cairan Perdarahan masif Manifestasi yang jarang :

Ensefalopati dengue Gagal ginjal akut

AURORA_Modul Tropis 1 51

Page 52: tropis 1 ram

Ensefalopati DBD

Diduga akibat disfungsi hati, udem otak, perdarahan kapiler serebral atau kelainan metabolik Ditandai dengan kesadaran menurun dengan atau tanpa kejang, baik pada DBD

dengan atau tanpa syok Ketepatan diagnosis

Bila ada syok, harus diatasi dulu Pungsi lumbal setelah syok teratasi, hati-hati trombosit < 50000/ul Transaminase, PT/PTT, gula darah, analisa gas darah, elektrolit, amoniak

darah

Sumber : IPD

AURORA_Modul Tropis 1 52