24
PENGARUH SUHU TERHADAP PERUBAHAN MIKROBIOLOGIS SUSU SAPI SEGAR TUGAS TERSTRUKTUR FISIOLOGI PASCA PANEN Nurestu Hidyatiasih A1M011085

TS. Fisiologi Pascapanen Susu (Nurestu Hidyatiasih)

Embed Size (px)

Citation preview

PENGARUH SUHU TERHADAP PERUBAHAN MIKROBIOLOGIS SUSU SAPI SEGAR

TUGAS TERSTRUKTUR FISIOLOGI PASCA PANEN

Nurestu HidyatiasihA1M011085

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGILEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKATUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPURWOKERTO2015I. PENDAHULUANA. Latar BelakangPerkembangan zaman yang sangat pesat dan modern meningkatkan pola pikir serta kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi makanan atau minuman yang sehat. Semakin banyak masyarakat yang sadar bahwa aspek gizi dalam makanan atau minuman merupakan hal yang penting, sehingga perusahaan pangan berlomba-lomba untuk menghasilkan produk pangan yang sehat dan berkualitas. Hal ini sama halnya dengan perusahaan susu.Zat gizi yang terkandung dalam susu cukup tinggi seperti air, lemak, protein, dan laktosa atau gula susu. Susu juga mengandung substansi beragam seperti enzim, vitamin, dan phospholipid atau substansi dengan bahan seperti lemak. Vitamin dalam susu cair yang paling dikenal adalah vitamin A, B1, B2, C, dan D yang berfungsi untuk membantu pertumbuhan dan menjaga kesehatan tubuh (Rahman, 2008).Pertumbuhan mikroba dapat merusak dan merubah mutu dan keamanan pangan susu yang ditandai oleh perubahan rasa, aroma, warna, dan penampakan (konsistensi). Oleh karena itu, susu segar yang telah didapatkan dari hasil perah harus langsung ditangani dengan benar. Salah satunya adalah dengan mengatur suhu penyimpanan susu.Penanganan pasca panen berperan penting dalam mempertahankan sifat dan kualitas susu setelah diperah karena perubahan fisiologis dan mikrobiologis. Proses perubahan mikrobiologis yang mempengaruhi kualitas susu tersebut akan dibahas secara rinci pada bab selanjutnya.B. TujuanTujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui proses-proses fisiologi apa saja yang secara langsung berpengaruh pada penurunan kualitas susu segar. Selain itu bertujuan untuk memberikan solusi dalam penanganannya guna meminimalkan kehilangan kandungan gizi pada susu segar.

II. STUDI PUSTAKAA. Susu Sapi SegarSusu segar menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 3141.1:2011 adalah cairan yang berasal dari ambing (kelenjar susu) sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya (BSN, 2011).Susu sapi mengandung sedikit sekali zat besi, mineral yang berfungsi penting dalam pembentukan sel darah merah dan pertumbuhan. Susu sapi disebut juga darah putih bagi tubuh karena mengandung banyak vitamin dan berbagai macam asam amino yang baik bagi kesehatan tubuh. Pemberian susu sapi sepanjang tahun pertama, meningkatkan resiko anemia akibat defisiensi zat besi yang berhubungan dengan kelambatan perkembangan mental dan fisik sehingga tidak dianjurkan untuk dikonsumsi oleh bayi (Khanza et al., 2011). Komposisi kimia dari susu dapat dilihat pada Tabel 1.Tabel 1. Komposisi kimia susu sapiKomponen giziJumlah (%)

Air87,5

Total Solid12,5

Lemak3,8

Solid non fat8,7

Laktosa4,6

Abu dan Vitamin0,8

Protein3,1

Sumber : Suryahadi et al. (2003)

Komponen penting dalam air susu adalah protein, lemak, vitamin, mineral, laktosa serta enzim-enzim dan beberapa jenis mikroba yang bermanfaat bagi kesehatan sebagai probiotik (Usmiati dan Abubakar, 2009). Komposisi susu dapat sangat beragam tergantung pada beberapa faktornya seperti jenis sapi, waktu pemerahan, urutan pemerahan, keragaman akibat musim, umur sapi, penyakit dan pakan ternak, sementara faktor-faktor lain dari luar, misalnya pemalsuan dengan cara menambahkan air atau bahan lain, kegiatan mikroba (bakteri), kurangnya homogenisasi dalam pengambilan contoh dan lain-lain (Muchtadi, 2009). B. Sifat Fisik dan Kimia Susu Segar1. Sifat Fisika. WarnaWarna susu sapi dikatakan normal jika tidak mengalami perubahan dari warna normal susu sapi segar. Warna susu yang normal adalah putih kekuningan sampai putih kebiruan. Warna putih disebabkan refleksi cahaya matahari dengan adanya butiran/ globula lemak, protein, kalsium kaseinat, koloid fosfat, dan garam-garam dalam susu. Warna kuning merupakan cerminan warna karoten dalam susu. (Hading, 2013 dan Mirdhayati et al., 2008).b. AromaSusu sangat mudah menyerap bau dari sekitarnya, seperti bau hewan asal susu perah. Susu sapi segar memiliki aroma khas. Aroma (bau) khas susu disebabkan oleh beberapa senyawa yang mempunyai aroma spesifik dan sebagian bersifat volatil. Oleh sebab itu, beberapa jam setelah pemerahan atau setelah penyimpanan, aroma khas susu banyak berkurang (Amran, 2013). Penyimpangan aroma pada susu dapat disebabkan karena gangguan kesehatan pada sapi, pakan ternak, absorpsi bau dari sekitar sapi ke dalam susu sapi, dekomposisi komponen susu akibat pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri, dan perubahan karena reaksi kimia (Soeparno, 1992).c. RasaSyarat rasa susu segar masih dikatakan normal jika tidak menyimpang dari rasa khas susu segar yaitu sedikit gurih yang disebabkan oleh klorida dan rasa manis yang disebabkan oleh laktosa. Adanya rasa asam mengindikasi bahwa susu sapi sudah mengalami kerusakan karena aktivitas mikroorganisme. (Amran, 2013).d. Titik Didih dan Titik BekuMenurut Saleh (2004), pada Codex air susu dicantumkan bahwa titik beku air susu adalah 0,50o C. Akan tetapi untuk Indonesia telah berubah menjadi 0,52o C. Titik beku air adalah 0o C. Apabila terdapat pemalsuan air susu dengan penambahan air, maka dengan mudah dapat dilakukan pengujian dengan uji penentuan titik beku. Campuran air susu dengan air akan memperlihatkan titik beku yang lebih besar dari air dan lebih kecil dari air susu. Selain itu, titik didih air susu juga akan mengalami perubahan jika terjadi pemalsuan yaitu mendekati titik didih air 100C. Sementara titik didih air susu adalah 100,16C.

e. Berat JenisSusu lebih berat dari air karena susu merupakan sistem koloid yang kompleks, yakni terdispersinya garam-garam, gula, dan senyawa lain dalam media air. Berat jenis susu bervariasi antara 1,0260 - 1,0320 pada suhu 20oC. Keragaman ini disebabkan karena perbedaan kandungan lemak dan padatan lain selain lemak (Muchtadi, 2009). Semakin banyak lemak susu semakin rendah berat jenisnya, semakin banyak persentase bahan padat bukan lemak, maka semakin berat susu tersebut (Muchtadi et al., 2010). Menurut Putri (2013), semakin besar berat jenis pada susu semakin bagus karena komposisi atau kandungan dari susu tersebut masih pekat dan kadar air dalam susu adalah kecil.f. ViskositasViskositas atau kekentalan susu merupakan faktor penting untuk menentukan pemisahan krim, perpindahan massa dari panas, serta kondisi aliran dalam proses penanganan dan pengolahan susu. Viskositas susu sering dinyatakan dalam satuan sentri poise (cP) yang nilainya sama dengan 1/100 P. Viskositas susu yang normal besarnya adalah sekitar 1,5 2,0 cP. Besarnya viskositas dipengaruhi oleh suhu dan komponen-komponen bahan padat di dalam susu (Legowo, 2002).2. Sifat Kimiaa. Potensial Hidrogen (pH)Pembentukan asam dalam susu diistilahkan sebagai masam, dan rasa masam susu disebabkan karena adanya asam laktat. Pengasaman susu ini disebabkan oleh aktivitas bakteri yang memecah laktosa membentuk asam laktat. Persentase asam dalam susu dapat digunakan sebagai indikator umum dalam penanganan susu. Keasaman susu dapat dinyatakan dengan dua cara yaitu asam titrasi dan pH (pH susu normal 6,6 6,8). Penetapan keasamaan susu segar dengan cara titrasi alkali sebenarnya tidak menggambarkan jumlah asam laktat karena susu segar tidak mengandung asam laktat. Terdapat komponen-komponen dalam susu yang bersifat asam dapat bereaksi (Hading, 2013).b. LemakLemak mempunyai nilai gizi tinggi hal ini terkait dengan jumlah kalori yang dikandungnya. Tiap 100 gram susu sapi mengandung kalori 61 Kkal yang sekitar 49% diperoleh dari lemak, 30% dari karbohidrat, dan 21% dari protein. Selain itu, lemak juga mengandung nutrien lain yang penting seperti vitamin- vitamin dan asam- asam lemak esensial. Lemak juga memegang peranan dalam penentuan rasa, bau, tekstur serta konstituen yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia (Adnan, 1984 dan Khanza et al., 2011)c. ProteinStandar kadar protein minimum susu adalah 2,7%. Protein yang terkandung dalam susu terbagi atas dua bagian besar, yaitu kasein sebanyak 80% yang terdiri dari empat macam komponen, yaitu s1 kasein, s2 kasein, - kasein, dan k- kasein, sedangkan sisanya merupakan protein whey yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu - laktoglobulin (- lg) dan laktalbumin ( la) (Chairunnisa, 1997). Kasein merupakan protein yang dapat diendapkan oleh asam dan enzim rennin. Sedangkan protein whey adalah protein yang mudah terdenaturasi oleh panas dengan suhu sekitar 65oC. Perubahan protein whey merupakan suatu indikasi terjadinya denaturasi protein akibat proses pengolahan. Protein whey mudah berubah akibat perlakuan panas, alkohol, dan pelarut organik polar (Chairunnisa, 1997 dan Buckle et al., 1987).C. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Kerusakan Susu Sapi SegarSusu segar merupakan produk yang sangat mudah rusak apabila penanganannya kurang baik, sehingga mempunyai masa simpan relatif singkat. Salah satu penanganan kelemahan dari produk susu adalah dengan mengawetkan susu untuk memperpanjang masa simpan melalui proses pengolahan (Usmiati dan Abubakar, 2009).Mikroorganisme ada di dalam susu mulai saat pemerahan. Sewaktu di dalam ambing, susu hampir tidak mengandung mikroba, kecuali pada sapi yang terinfeksi atau sakit. Kontaminasi paling awal terjadi pada saluran putting terutama oleh bakteri Micrococcus dan Streptococcus. Adanya mikroba pada saluran putting inilah yang kemudian dapat menyebar ke dalam ambing. Kontaminasi selanjutnya bersumber dari kulit ternak, tangan atau bagian tubuh pemerah, udara, serta peralatan untuk pemerahan dan penanganan susu (Legowo, 2002).Mikroba hanya dapat tumbuh pada kondisi yang sesuai. Pengertian tumbuh bagi mikroba adalah hidup dan memperbanyak diri dengan menghasilkan sel-sel baru yang jumlahnya bertambah secara eksponensial. Fase pertumbuhan mikroba berhubungan dengan tingkat kesegaran susu. Pada susu segar yang baru diperoleh dari pemerahan, sebagian besar kontaminan mulai menyesuaikan diri. Dalam hal ini fase pertumbuhan mikroba memasuki fase adaptasi. Apabila susu dibiarkan terbuka pada suhu kamar, maka berangsur-angsur mikroba melakukan reproduksi dan saat reproduksi mencapai maksimum akan ditunjukkan dengan pertambahan jumlah mikroba secara logaritmik. Dengan demikian fase pertumbuhan mikroba memasuki fase logaritmik. Apabila setelah pemerahan susu didinginkan, maka sebagian besar mikroba tidak dapat tumbuh sehingga fase adaptasi mikroba tersebut mengalami perpanjangan. Setelah susu tidak didinginkan, maka mikroba mulai tumbuh dan berkembang biak sehingga memasuki fase logaritmik. Pada fase logaritmik, susu mengalami kerusakan yang ditandai dengan terbentuknya gumpalan serta timbulnya bau dan rasa asam. Pertumbuhan mikroba di dalam susu atau bahan pada umumnya dipengaruhi oleh banyak. Faktor. Beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba yaitu ketersediaan air, ketersediaan nutrien, ada atau tidak adanya oksigen, keasaman, suhu, senyawa penghambat pertumbuhan, dan radiasi sinar ultra violet (Legowo, 2002).Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap kerusakan susu adalah suhu penyimpanan karena berhubungan langsung dengan suhu dimana mikroba dapat tumbuh dan berkembang biak. Mikroba dapat tumbuh dan melakukan reproduksi (memperbanyak diri) secara optimal pada suhu tertentu yang disebut sebagai suhu optimum. Di luar suhu tersebut, mikroba masih dapat tumbuh pada kisaran suhu dari suhu minimum hingga suhu maksimum. Berbagai jenis mikroba menunjukkan variasi suhu pertumbuhan dengan kisaran yang relatif besar. Pada umumnya bakteri dapat tumbuh pada suhu 0-70oC, sedangkan yeast dan jamur dapat tumbuh baik pada kisaran 20-40oC. berdasarkan suhu optimum untuk pertumbuhannya, mikroba dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori yaitu: 1) Psikrofilik (suhu optimum sekitar 4 s/d 6oC dan kisaran suhu pertumbuhan 0 s/d 20oC); 2) Mesofilik (suhu optimum sekitar 25 s/d 35oC dan kisaran suhu pertumbuhan 10 s/d 45oC); dan Termofilik (suhu optimum sekitar 50oC dan kisaran suhu pertumbuhan 30 s/d 80oC) (Legowo, 2002).Suhu maksimum merupakan suhu tertinggi bagi suatu mikroba untuk tumbuh. Pada suhu maksimum reproduksi mikroba akan terhenti. Pemanasan pada suhu di atas suhu maksimum pertumbuhan akan mematikan bakteri tersebut. Prinsip ini diterapkan pada proses pemanasan susu dengan cara pasteurisasi dan sterilisasi, serta peralatan untuk penanganan dan pengolahan susu.Suhu minimum menunjukkan batas suhu terendah suatu jenis mikroba masih dapat melakukan reproduksi. Di bawah suhu minimum mikroba tidak mampu melakukan reproduksi. Secara umum mikroba di dalam susu mempunyai kisaran suhu pertumbuhan sekitar 5-60oC. Kisaran suhu ini sering disebut sebagai wilayah berbahaya (danger zone), yang berarti pada kisaran suhu tersebut mikroba di dalam susu dapat tumbuh dan berkembang biak. Oleh sebab itu, sebaiknya susu segar disimpan dan didistribusikan dengan pendinginan pada suhu di bawah 5oC. Pendinginan susu hingga mencapai titik beku air (0oC) atau titik beku susu (-0,522oC) tidak diperlukan karena tidak dapat mematikan mikroba kecuali hanya merusak dinding sel mikroba secara perlahan-lahan. Di samping itu, pendinginan pada suhu titik beku tersebut juga memerlukan energi dan biaya tambahan. Jadi suhu ideal yang disarankan untuk pendinginan susu segar adalah 3-4oC (Legowo, 2002).Susu pasteurisasi yang disimpan pada suhu dingin, lama kelamaan akan mengalami penurunan pH, yang menunjukkan bahwa tingkat keasaman semakin tinggi. Bahkan semakin lama penyimpanan pada suhu dingin juga menunjukkan peningkatan derajat keasaman susu pasteurisasi (Umar, et al., 2014). Meningkatnya tingkat keasaman susu pasteurisasi disebabkan oleh aktivitas bakteri pembusuk asam laktat seperti Streptococcus thermophilus, Lactobacillus laktis, dan Lactobacillus thermophilus. Asam laktat dibentuk oleh bakteri asam laktat dari bentuk laktosa yang diubah menjadi asam laktat dan menyebabkan turunnya pH susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Buckle et al. (1987), bahwa bakteri pembusuk asam laktat adalah Steptococcus thermophillus, Lactobacillus laktis, dan Lactobacillus thermophillus. Tingginya nilai pH karena pembentukan asam laktat laktosa dan menyebabkan turunnya pH susu. Selain itu, adanya bakteri asam laktat juga menyebabkan perubahan cita rasa pada susu. Bersamaan dengan pembentukkan asam laktat oleh bakteri asam laktat, terjadi pula produksi gas. Bakteri pembentuk gas pada susu contohnya bakteri asam laktat heterofermentatif, yeast, dan bakteri propionate. Menurut Umar, et al. (2014), bahwa penyimpanan susu pasteurisasi pada suhu dingin sampai selama 14 hari masih menunjukkan hasil pH yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI ) tahun 1998 bahwa derajat keasaman (pH ) susu yaitu berkisar 6-7. Kerusakan protein pada susu pasteurisasi yang dikarenakan aktivitas protease dari bakteri psikotrof mengakibatkan perubahan secara biokimiawi dan mikrobiologi pada protein susu (degradasi protein susu) dan pada senyawa volatile dari susu yang menyebabkan timbulnya rasa pahit pada susu. Aktivitas protease dari Pseudomonas fluorescens yang menghasilkan proteinase (enzim pemecah protein), mendegradasi protein pada susu pasteurisasi pada waktu penyimpanan (Khusniati, T. dan Nurmalia, 2010). Degradasi protein pada susu perlakuan, hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan pada suhu rendah maka semakin tinggi degradasi protein pada susu. Hal ini kemungkinan dikarenakan pada waktu penyimpanan 12 hari, pertumbuhan Pseudomonas fluorescens mencapai jumlah yang tertinggi dibandingkan pada waktu penyimpanan lainnya. Sebagai hasil, aktivitas protease dari Pseudomonas fluorescens yang tertinggi adalah pada waktu penyimpanan 12 hari dibandingkan pada waktu penyimpanan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan, maka semakin tinggi pertumbuhan Pseudomonas fluorescens dan semakin tinggi pula aktivitas protease pada susu pasteurisasi (Khusniati, T. dan Nurmalia, 2010).Berdasarkan penjabaran di atas, maka penentuan suhu dan lama penyimpanan susu sapi segar sangat diperlukan untuk meminimalisir kerusakan susu akibat pertumbuhan mikroba.

III. PENUTUPA. KesimpulanBerdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa :1. Pertumbuhan mikroba merupakan penyebab utama dari kerusakan susu atau perubahan susu baik secara fisiologis maupun mikrobiologis.2. Untuk meminimalkan kerusakan susu akibat mikroba adalah dengan mengatur suhu dan lama penyimpanan susu agar tepat. Sebagai contoh, suhu penyimpanan susu baik pada suhu 3-4oC dan lama penyimpanan maksimal 14 hari untuk susu pasteurisasi.B. SaranBerdasarkan pokok permasalahan makalah ini, sebaiknya penanganan susu sapi segar yang tepat adalah dengan penyimpanan pada suhu rendah (3-4oC) agar mutu fisik dan mutu gizinya dapat dipertahankan serta mampu menghambat pertumbuhan mikroba penyebab kerusakan susu.

DAFTAR PUSTAKAAdnan, M. 1984. Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu. Andi Offset, Yogyakarta.Amran, M. U. 2013. Produksi Dan Karakteristik Fisik Susu Sapi Perah Dengan Pemanfaatan Bahan Baku Lokal Berupa Umbi Ubi Jalar (Ipomoea batatas) Sebagai Pakan Alternatif. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Flees dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan oleh Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit UI Press, Sukabumi. 365 Hal.Chairunnisa, H. 1997. Isolasi dan Modifikasi Protein Susu dalam Rangka Pemanfaatan Susu Sapi Substandar. Disertasi. Program Pasca Sarjana. IPB, Bogor.Hading, I. 2013. Produksi Dan Kualitas Fisik Susu Sapi Perah Fries Holsteindengan Pemberian Pakan Komplit Berbasis Limbah Bahan Baku Lokal Di Kabupaten Enrekang. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.Khanza, B., Tristia, D., Ayu, N., Mahmudah, U., dan Alvian, Z. 2011. Kerusakan Bahan Pangan pada Susu Segar yang Berkhasiat Tinggi. Makalah. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. (On-line). http://www.docstoc.com/docs/152615883/KERUSAKAN-BAHAN-PANGAN-PADA-SUSU-SEGAR. diakses tanggal 6 April 2015.Khusniati, T., dan Nurmalia. 2010. Aktivitas Protease Pseudomonas fluorescens dalam Mendegradasi Protein pada Susu Pasteurisasi Selama Penyimpanan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Institut Pertanian Bogor, Bogor.Legowo, A. 2002. Sifat Kimiawi, Fisik, dan Mikrobiologis Susu. Diktat Kuliah. Universitas Diponegoro, Semarang.Mirdhayati, I. J., Handoko. K.U., dan Putra. 2008. Mutu Susu Segar di UPT Ruminansia Besar Dinas Peternakan Kabupaten Kampar provinsi Riau. Jurnal peternakan. Vol. 5. No.1.Muchtadi, D. 2009. Prinsip Teknologi Pangan Sumber Protein. Alfabeta, Bandung.Muchtadi, T. R., Ayustaningwarno, dan Sugiyono. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Alfabeta, Bandung.Putri, L. K. 2013. Produksi Dan Kualitas Fisik Susu Sapi Perah Friesian Holstein (Fh) Dengan Pemberian Pakan Komplit Berbasis Bahan Baku Lokal Limbah Pertanian. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin, Makassar.Saleh, E. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.SNI 01-3950:1998. 1998. Susu Ultra High Temperature. Badan Standarisasi Nasional.SNI 3141.1:2011. 2011. Susu Segar. Badan Standarisasi Nasional.Suryahadi, B., Bakrie, A., Lotulong B. V., dan R. Laside. 2003. Kajian Teknik Suplementasi Terpadu untuk Meningkatkan Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah di DKI Jakarta. Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian Bogor.Rahman, A. 2008. Analisis Kepuasan Konsumen Produk Susu Ultra Milk. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.Soeparno. 1992. Prinsip Kimia dan Teknologi Susu. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.Umar, Razali, dan Novita, A. 2014. Derajat Keasaman dan Angka Reduktase Susu Sapi Pasteurisasi Dengan Lama Penyimpanan Yang Berbeda. Jurnal Medika Veterinaria. Vol. 8 No. 1. Hlm 43-46.Usmiati, S. dan Abubakar. 2009. Teknologi Penanganan dan Pengamanan Susu Segar dan Olahannya. Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.