37
Tuberculosis dalam Pengobatan dan Tuberculosis Resisten Obat 1

Tuberculosis MDR,XDR

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Drug resistance tuberculosis

Citation preview

Page 1: Tuberculosis MDR,XDR

Tuberculosis dalam Pengobatan dan

Tuberculosis Resisten Obat

Anesty Claresta

102011223

[email protected]

Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

Pendahuluan

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronik pada paru yang disebabkan oleh

hasil Mycobacterium tuberculosis, ditandai dengan pembentukan granuloma dan adanya

reaksi hipersensifitas tipe lambat.1

Penyakit TB banyak menyerang kelompok usia kerja produktif, kebanyakan dari

kelompok sosial ekonomi rendah dan berpendidikan rendah. Meningkatnya kasus Human

immunodeficiency virus (HIV) yang menurunkan daya tahan tubuh juga menyebabkan

meningkatnya kembali penyakit TB (reemerging disease) di negara-negara yang tadinya

sudah berhasil mengendalikan penyakit ini.1

Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium

tuberculosis (Mtb) dan 3 juta orang meninggal setiap tahunnya. Berdasarkan data World

Health Organization (WHO) tahun 2009, Indonesia menempati urutan ke lima untuk insidensi

kasus TB di dunia, lima negara dengan insidensi kasus TB terbanyak adalah India (1.6–2.4

juta), Cina (1.1–1.5 juta), Afrika Selatan (0.40–0.59 juta), Nigeria (0.37–0.55 juta) dan

Indonesia (0.34–0.52 juta). 1

Pembuatan diagnosis tuberkulosis paru kadang-kadang sulit, sebab penyakit

tuberkulosis paru yang sudah berat dan progresif, sering tidak menimbulkan gejala yang dapat

dilihat/dikenal; antara gejala dengan luasnya penyakit maupun lamanya sakit, sering tidak

mempunyai korelasi yang baik. Hal ini disebabkan oleh karena penyakit tuberkulosis paru

merupakan penyakit paru yang besar (great imitator), yang mempunyai diagnosis banding

hampir pada semua penyakit dada dan banyak penyakit lain yang mempunyai gejala umum

berupa kelelahan dan panas.

Walaupun penyakit ini telah lama dikenal, obat-obat untuk menyembuhkannya belum

lama ditemukan, dan pengobatan tuberkulosis paru saat ini lebih dikenal dengan sistem 1

Page 2: Tuberculosis MDR,XDR

pengobatan jangka pendek dalam waktu 6–9 bulan. Prinsip pengobatan jangka pendek adalah

membunuh dan mensterilkan kuman yang berada di dalam tubuh manusia. Obat yang sering

digunakan dalam pengobatan jangka pendek saat ini adalah isoniazid, rifampisin, pirazinamid,

streptomisin dan etambutol. Tuberkulosis masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama, dan di

Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular atau penyakit

infeksi dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit

pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.

Untuk itu pentingnya kita mengetahui diagnosis, pengobatan, serta tanggung jawab

kesehatan masyarakat sehingga pelayanan klinis yang baik kepada pasien yang menderita atau

yang diduga menderita TB akan berkontribusi kepada pengendalian penyakit tuberkulosis.

Skenario

Tn. A, usia 35 tahun datang untuk mengetahui kondisi penyakit TB parunya. Pasien

mempunyai riwayat pengobatan TB 2x. Pertama kali berobat pasien hanya minum obat

selama sekitar 1 bulan kemudian tidak melanjutkan pengobatannya lagi. Saat ini pasien

menjalani pengobatan TB yang ke-2 kalinya, pasien mengaku mendapatkan obat suntik kali

ini, dan sudah berjalan 6 bulan.

Definisi

Tuberculosis (TBC) paru adalah penyakit infeksi kronik pada paru yang disebabkan

oleh hasil mycobacterium tuberculosis, ditandai dengan pembentukan granulona dan adanya

reaksi hipersensifitas tipe lambat.1

Anamnesis

Pada pasien ditanyakan identitas seperti nama, usia, pekerjaan, dan alamat. Lalu

ditanyakan keluhan utama dari pasien. Pada kasus TBC ini, biasanya keluhan utama yang

sering ditemukan berupa batuk yang sangat menganggu. Perlu juga ditanyakan kepada pasien

sudah berapa lama ia mengalami keluhan tersebut.

Setelah keluhan utama, perlu ditanyakan riwayat penyakit sekarang. Seperti

bagaimana sifat batuknya, apakah terus menerus, atau ada waktu-waktu tertentu seperti pagi

2

Page 3: Tuberculosis MDR,XDR

saja atau malam saja kambuhnya. Selain itu ditanyakan juga apakah batuk disertai

sputum/tidak, berapa banyak volume sputum, bagaimana isi dan warna sputum.

Riwayat pengobatan juga perlu ditanyakan, apakah sudah berobat ke dokter

sebelumnya dan apakah sudah menggukan obat dan obat apa yang sudah dikonsumsi juga

apakah sudah ada perbaikan dari keluhan tersebut atau tidak. Lalu penting juga untuk

ditanyakan apakah ada keluhan lain penyerta batuk seperti sesak, nyeri dada, demam, dan

lainnya juga apakah ada keluhan lain sebagai pemberat.

Setelah itu ditanyakan kepada pasien mengenai riwayat penyakit dahulu, apakah

sebelumnya pernah menderita penyakit yang sama dan juga apakah pasien pernah dirawat di

rumah sakit oleh penyakit tertentu. Riwayat pribadi seperti kebiasaan makan, merokok,

alkohol, penggunaan obat, dan riwayat vaksinasi juga penting untuk ditanyakan untuk

mengetahui faktor pencetus keluhan tersebut. Selain itu, ditanyakan juga mengenai riwayat

sosial pasien seperti bagaimana lingkungan tempat tinggalnya, hygiene, status sosial dan

ekonomi, juga pekerjaan pasien.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan pertama terhadap keadaaan umum pasien mungkin ditemukan

konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus

atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak menunjukkan suatu

kelainan apapun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara

asimptomatik. Demikian juga bila sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit menemukan

kelainan pada pemeriksaan fisis, karena hantaran getaran/suara yang lebih dari 4cm ke dalam

paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi, dan auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan

fisis, TB paru sulit dibedakan dengan pneumonia biasa.1

Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak)

paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan

auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara napas tambahan berupa ronki

basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrat diliputi oleh penebalan pleura, suara nafasnya

menjadi vesikular melemah. Bila terdapat cavitas yang cukup besar, perkusi memberikan

suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik.

3

Page 4: Tuberculosis MDR,XDR

Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi

dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi

mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan

fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan

daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi

pulmonal) diikuti terjadinya kor pulmonal dan gagal jantung kanan. Di sini akan didapatkan

tanda-tanda kor pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardia, sianosis,

right ventricular lift, right atrial gallop, murmur Graham-Steel, bunyi P2 yang mengeras,

tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, asites, dan edema.1

Dalam tampilan klinis, TB paru sering asimtomatik dan penyakit paru dicurigai

dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin

positif

Pemeriksaan penunjang

I. Pemeriksaan Sputum

Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):

a. Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

b. Pagi ( keesokan harinya )

c. Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari berturut-

turut.

Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam

pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah

pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasilitas, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada

gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.1

Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dapat dilakukan dengan cara :

a. Pemeriksaan mikroskopik:

Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen

Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening)

lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila:

1) 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negative : BTA positif

2) 1 kali positif, 2 kali negative : ulang BTA 3 kali kecuali bila ada fasilitas foto toraks,

kemudian

o bila 1 kali positif, 2 kali negatif : BTA positif4

Page 5: Tuberculosis MDR,XDR

o bila 3 kali negatif : BTA negatif

Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi

WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :

Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif

1) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang

ditemukan.

2) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+).

3) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+).

4) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+).

Interpretasi hasil dapat juga dengan cara Bronkhorst

Skala Bronkhorst (BR) :

1) BR I : ditemukan 3-40 batang selama 15 menit pemeriksaan.

2) BR II : ditemukan sampai 20 batang per 10 lapang pandang.

3) BR III : ditemukan 20-60 batang per 10 lapang pandang.

4) BR IV : ditemukan 60-120 batang per 10 lapang pandang.

5) BR V : ditemukan > 120 batang per 10 lapang pandang.

b. Pemeriksaan biakan kuman: Kultur kuman dan pemeriksaan resistensi obat.

Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara :

1) Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh.

2) Agar base media : Middle brook.

Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat

mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis

(MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat

cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran

dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul.1

II. Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral,

top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi

gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).

Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

1. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen

superior lobus bawah.

5

Page 6: Tuberculosis MDR,XDR

2. Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular.

3. Bayangan bercak milier.

4. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif

1. Fibrotik

2. Kalsifikasi

3. Schwarte atau penebalan pleura

Gambaran ini sering ditemukan pada orang-orang lanjut usia karena lesi ini sering menetap

selama hidup pasien.

III. Uji Tuberkulin (Tes Mantoux)

Uji tuberkulin yang positif menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis. Di Indonesia

dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik

penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan

konversi, bula atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan

infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.

Working diagnosis dan Differential diagnosis

Working diagnosis : TBC dalam pengobatan

Differential diagnosis :

MDR – TB (Multiple Drug Resistance Tuberculosis)

XDR – TB (Extensively Drug Resistance Tuberculosis)

TDR – TB (Total Drug Resistance Tuberculosis)

MDR, XDR, TDR

Resistensi terhadap OAT, sudah lama menjadi salah satu kendala penting dalam pengobatan

TB. Semula diperkirakan, dengan tersedianya obat TB yang ampuh maka resistensi dapat

ditekan. Kenyataannya, tersedianya obat yang ampuh tetapi tidak diberikan secara baik

ternyata menimbulkan masalah resisten, bahkan Resistensi Ganda (RG) atau Multiple Drug

Resistance (MDR) yang artinya pasien tersebut telah terinfeksi kuman TB yang resisten

terhadap rifampisin dan INH, dengan atau tanpa resisten terhadap obat TB lainnya.

6

Page 7: Tuberculosis MDR,XDR

XDR adalah Extreme Drug Resistance atau juga Extensive Drug Resistence. XDR adalah

bentuk dari MDR yang lebih parah lagi karena penyakit TB juga sudah resisten terhadap

fluorokuinolon dan obat suntik. TDR adalah Total Drug Resistance. Istilah ini belum

diresmikan oleh WHO karena TDR berarti kuman TB sudah resisten seluruhnya terhadap

semua obat. Istilah ini belum di patenkan karena penelitian-penelitian penyakit TBC masih

terus berlanjut dan masih dapat ditemukan obat-obatan terbaru yang sensitif terhadap kuman

TB.

Etiologi

Mycobacterium tuberculosis adalah suatu jenis kuman yang berbentuk berbentuk

batang, tidak berspora dan bersifat aerobic, dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal

0,3-0,6/um, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan.2

Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian proteoglikan

dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam

alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan Mtb juga lebih tahan terhadap

gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam

keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman

berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan

menjadikan penyakit TB aktif kembali.

Ada dua macam mikobakteria penyebab tuberkulosis, yaitu tipe bovin dan tipe human.

Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita tuberkulosa, dan bila diminum, dapat

menyebabkan tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet) di

udara yang berasal dari penderita TBC terbuka.2

Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan

kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas

peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh M.tuberkulosis biasanya secara

inhalasi. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung basil

tahan asam (BTA). Pada TB kulit atau jaringan lunak penularan bisa melalui inokulasi

langsung.

Sekali batuk penderita tuberkulosis dapat menghasilkan 3000 percikan dahak.

Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang

lama (1-2 jam). Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari

langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam

7

Page 8: Tuberculosis MDR,XDR

keadaan yang gelap dan lembab. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB

ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan

dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien

tersebut.

Epidemiologi

Pada bulan Maret 1993, WHO mendeklarasikan TB sebagai global health emergency. TB

dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/4 penduduk

dunia terinfeksi oleh mikobakterium TB. Pada tahun 1998 ada 4.617.047 kasus TB yang

tercatat di seluruh dunia.1

Sebagian besar kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di Negara-negara

yang sedang berkembang. Di antara mereka 75% berada pada usia produktif yaitu 20-49

tahun. Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65% dari kasus-

kasus TB yang baru dan kematian yang muncul terjadi di Asia.

Alasan utama munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara lain

disebabkan:

1. Kemiskinan pada berbagai penduduk, tidak hanya pada Negara yang sedang berkembang

tetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu di Negara maju.

2. Adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan perubahan dari

struktur usia manusia yang hidup.

3. Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok yang rentan

terutama di negeri-negeri miskin.

4. Tidak memadainya pendidikan mengenai TB di antara para dokter.

5. Terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostic, dan pengawasan khusus TB

dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak adekuat.

6. Adanya epidemic HIV terutama di Afrika dan Asia.

Epidemiologi TB di Indonesia

8

Page 9: Tuberculosis MDR,XDR

Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China

dan India. Perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahun

1998. berdasarkan survei kesehatan rumah tangga tahun 1985 dan survey kesehatan nasional

2001, TB menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia.

Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%. Sampai sekarang angka kejadian

TB di Indonesia relative terlepas dari angka pandemic infeksi HIV karena masih relative

rendahnya infeksi HIV, tapi hal ini mungkin akan berubah di masa dating melihat semakin

meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun ketahun.1

Faktor Resiko

Faktor resiko dari tuberkulosis adalah :

o Orang-orang yang lahir di negara asing dari negara-negara yang berinsiden

tinggi

o Orang-orang miskin dan sangat miskin, terutama di kota-kota besar

o Penghuni penjara sekarang atau sebelumnya

o Orang tunawisma

o Pengguna obat injeksi

o Pekerja perawat kesehatan yang merawat penderita berisiko tinggi

o Anak yang terpajan pada orang dewasa berisiko tinggi

Penyakit Tuberkulosis bila Terinfeksi

o Koinfeksi dengan virus imunodefisiensi manusia (HIV)

o Penyakit gangguan imun lain, terutama keganasan

o Pengobatan imunosupresif

o Bayi dan anak ≤ 3 tahun.3

Patofisiologi

1. Tuberkulosis Primer

Penularan TB paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar

menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap

dalam udara bebas selama 1 - 2 jam, tergantung sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk,

dan kelembaban. Pada suasana lembab dan gelap, kuman dapat tahan berhari–hari

sampai berbulan – bulan. Bila partikel ini terhisap oleh orang sehat, maka ia akan

9

Page 10: Tuberculosis MDR,XDR

menempel pada saluran napas atau jaringan paru.3 Partikel dapat masuk ke alveolar

bila ukuran partikel < 5 mikrometer. Basil tuberkel yang mencapai permukaan

alveolus biasanya diinhalasi sebagai satu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil.

Gumpalan basil yang lebih besar cenderung lebih tertahan di saluran hidung dan

cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada di ruang

alveolus, biasanya bagian bawah lobus atas paru atau di bagian atas lobus bawah, basil

tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak

pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme

tersebut. Sesudah hari – hari pertama, leukosit digantikan oleh makrofag. Alveoli yang

terserang akan mengalami konsolidasi, dan timbul pneumonia akut.2

Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa

yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau

berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening dan menuju

kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih

panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang

dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 – 20 hari. Bila

kuman menetap dalam jaringan paru, ia akan berkembang biak dalam sitoplasma

makrofag. Dari sini ia dapat menuju ke organ - organ lainnya. Sarang tuberkulosis

primer disebut fokus ghon yang dapat terjadi di setiap jaringan paru, dan kalau

menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman juga dapat masuk

melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi

limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke

seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka

terjadi penjalaran ke seluruh jaringan paru menjadi TB millier. Dari sarang primer

akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hillus ( limfangitis lokal ), dan

juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hillus (limfadenitis regional). Sarang

primer limfangitis lokal + Limfadenitis regional = Kompleks primer ( Ranke ). Semua

proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat

menjadi:

Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. ( sebagian besar penderita )

Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis – garis fibrotik,

kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada pneumonia yang luasnya > 5 mm

10

Page 11: Tuberculosis MDR,XDR

dan ± 10 % diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang

dormant.1

Berkomplikasi dan menyebar secara :

o Perkontinuitatum ( ke sekitarnya )

o Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan ataupun pada

paru disebelahnya. Kuman juga dapat tertelan bersama sputum

dan ludah sehingga menyebar ke usus.

o Secara limfogen ke organ – organ lainnya

o Secara hematogen ke organ – organ tubuh lainnya.

2. Tuberkulosis Pasca-Primer ( Sekunder )

Kuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun – tahun

kemudian sebagai infeksi endogen menjadi TB dewasa ( tuberkulosis post primer =

TB sekunder ). Mayoritas reinfeksi menjadi 90 %. TB sekunder terjadi karena

imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, keganasan, diabetes, AIDS, gagal ginjal.

TB pasca-primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi terutama di regio atas

paru ( segmen apikal-poterior lobus superior atau lobus inferior ). Invasinya adalah ke

daerah parenkim paru dan tidak ke lobus hiler paru. Sarang dini mula – mula tampak

seperti sarang pneumonia kecil dan dalam 3 – 10 minggu sarang ini berubah menjadi

tuberkel, yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel – sel histiosit dan sel Datia

Langhans.3 Tuberkulosis pasca-primer dapat menjadi :

Direabsorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

Sarang yang mula – mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan

jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan

perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang

menghancurkan jaringan ikat di sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami

nekrosis menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju

dibatukkan keluar akan terjadi kavitas. Kavitas ini mula – mula berdinding

tipis, lama – lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas

dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik ( kronik ). Terjadinya

perkejuan dan kavitas adalah akibat hidrolisis protein lipid dan asam nukleat

oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin

dengan TNF-nya. Bentuk perkejuan lain yang jarang adalah cryptic

11

Page 12: Tuberculosis MDR,XDR

disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut.9 Kavitas

dapat mengalami :

a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi

kavitas masuk dalam pembuluh darah arteri akan terjadi TB millier.

b. Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma.

Tuberkuloma dapatmengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali

menjadi cair dan menjadi kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah

kolonisasi oleh jamur (contohnya Aspergillus ) sehingga membentuk

misetoma.

c. Menyembuh dan bersih ( open healed cavity ). Kadang – kadang

berakhir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk sebagai

bintang ( stellate shape ).

Secara keseluruhan terdapat 3 macam sarang :

1.Sarang yang sudah sembuh. ( tidak perlu pengobatan )

2.Sarang aktif eksudatif. ( perlu pengobatan lengkap dan sempurna )

3.Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang ini dapat sembuh

spontan, tapi mengingat risiko terjadi eksaserbasi, maka sebaiknya diberikan

pengobatan sempurna.1

Klasifikasi Tuberkulosis

Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang

diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat.

1. Kategori 0 : Tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negatif, tes

tuberkulin negatif.

2. Kategori I : Terpajan tuberkulosis, tetapi tidak terbukti ada infeksi. Disini riwayat

kontak positif, tes tuberkulin negatif.

3. Kategori II : Terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberkulin positif,

radiologis dan sputum negatif.

4. Kategori III : Terinfeksi tuberkulosis dan sakit.1

WHO 1991 juga mengklasifikasi berdasarkan terapi menjadi 4 kategori, yakni :

1. Kategori I, ditujukan terhadap :

a. Kasus baru dengan sputum positif

12

Page 13: Tuberculosis MDR,XDR

b. Kasus baru dengan bentuk TB berat

2. Kategori II, ditujukan terhadap :

a. Kasus kambuh

b. Kasus gagal dengan sputum BTA positif

3. Kasus III, ditujukan terhadap :

a. Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas.

b. Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori 1.

4. Kategori IV, ditujukan terhadap : TBC Kronik.1

Gejala Klinis

Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan

gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratorik

(gejala lokal sesuai organ yang terlibat).

1. Gejala respiratorik

a. Batuk-batuk lebih dari 2 minggu

b. Batuk darah

Batuk terjadi karena ada iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk

membuang keluar produk – produk radang. Karena terlibatnya bronkus pada setiap

penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam

jaringan paru yakni setelah berminggu – minggu atau berbulan – bulan sejak awal

peradangan. Sifat batuk dimulai dari batuk kering ( non-produktif ) kemudian setelah

timbul peradangan menjadi produktif ( menghasilkan sputum ). Keadaan yang lanjut

adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk

darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding

bronkus.1

Gejala TB yang sangat umum ialah batuk produktif yang tak henti-henti dan

terkadang batuk disertai darah (hemoptisis), seringkali disertai gejala sistemik seperti

demam, keringat malam, dan penurunan berat badan. Temuan lain seperti limfadenopati,

sesuai dengan TB ekstraparu yang bersamaan dapat terlihat terutama pada pasien terinfeksi

HIV.

Walaupun hampir semua pasien TB paru menderita batuk, gejala ini tidak spesifik

untuk TB; gejala ini muncul pada berbagai kondisi pernapasan, termasuk infeksi saluran

napas akut, asma dan penyakit paru obstruktif kronik. Walaupun batuk selama 2 hingga 3

13

Page 14: Tuberculosis MDR,XDR

minggu tidak spesifik, namun batuk yang berlangsung selama itu secara tradisional

digunakan sebagai kriteria dugaan TB. Studi di negara berkembang menunjukkan bahwa

di negara berkembang sekitar 4-10% orang dewasa mendatangi tempat pelayanan

kesehatan dengan keluhan batuk yang menetap selama lebih dari 2-3 minggu.1,2

Data dari India, Aljazair dan Chili umumnya menunjukkan bahwa persentase

pasien dengan sediaan apus dahak positif meningkat sejalan meningkatnya waktu batuk

dari 1-2 minggu menjadi 3-4 minggu dan lebih dari 4 minggu. Walaupun demikian, dalam

studi ini terlihat bahwa pasien dengan waktu batuk yang lebih pendek mempunyai

prevalensi TB yang cukup besar. Penilaian yang terbaru dari India menunjukkan bila

digunakan batas waktu 2 minggu atau lebih untuk mendapatkan spesimen dahak, jumlah

pasien diduga TB meningkat sebesar 61%, namun lebih penting lagi, jumlah kasus TB

yang teridentifikasi meningkat sebesar 46%, dibandingkan dengan batas waktu lebih lama

dari 3 minggu.

Memilih batas 2-3 minggu merupakan kompromi yang jelas, dan dapat diakui

bahwa walaupun memakai batas ini dapat mengurangi beban kerja klinik dan

laboratorium, beberapa kasus mungkin lolos dari temuan. Pada pasien yang menderita

batuk kronik, proporsi kasus TB akan tergantung pada prevalensi TB dalam komuniti. Di

negara dengan prevalensi TB rendah, batuk kronik lebih mungkin disebabkan oleh kondisi

selain TB. Sebaliknya di negara dengan prevalensi tinggi, diagnosis TB perlu diutamakan,

bersamaan dengan kondisi lain seperti asma, bronkitis, dan bronkiektasis, yang banyak

ditemukan.

c. Sesak napas

Jika sakit masih ringan, sesak nafas masih belum dirasakan. Sesak nafas ditemukan

pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru.9

d. nyeri dada

Hal ini jarang ditemukan. Nyeri dada dapat timbul bila infiltrasi radang sudah

sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu

pasien menarik atau melepaskan nafasnya.

2. Gejala sistemik

a. Demam

Biasanya subfebril seperti demam influenza. Tetapi kadang – kadang panas badan

dapat mencapai 40 – 41oC. Serangan demam pertama dapat sembuh sementara, tetapi

14

Page 15: Tuberculosis MDR,XDR

kemudian dapat timbul kembali. Hal ini terjadi terus menerus, sehingga pasien merasa

tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh

daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi MTB yang masuk.

b. Gejala sistemik lain: malaise

Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia ( tidak ada nafsu makan), badan

makin kurus, berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala

ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.1

3. Gejala tuberkulosis ekstra paru

Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada

limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar

getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada

pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang rongga

pleuranya terdapat cairan.

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan pada TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah

kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan

mata rantai penularan.4

Pengobatan Tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sbb:

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat. Tidak OAT

tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih

menguntungkan dan sangat dianjurkan.

Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung

(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat

(PMO).5

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif (2-3 bulan) dan

lanjutan (4-7 bulan)

Tahap intensif: obat diberikan setiap hari,dan diawasi langsung untuk

mencegah resistensi obat. Jika diberikan secara tepat, yang awalnya menular

15

Page 16: Tuberculosis MDR,XDR

bisa men jadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar

TB BTA positif menjadi BTA negatif dalam 2 bulan

Tahap lanjutan: diberikan obat lebih sedikit dengan jangka waktu yang

lama. Tahap ini penting untuk membunuh kuman persister sehingga

mencegah kekambuhan.6

Jenis OAT Sifat Dosis yang Direkomendasikan (mg/kg)

Harian 3x seminggu

Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-6) 10 (8-12)

Rifampicin (R) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12)

Pyrazinamid (Z) Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40)

Streptomycin (S) Bakterisid 15 (12-18) 15 (12-18)

Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-20) 30 (20-35)

Tabel 1. Obat Lini Pertama

Sumber : Buku ajar ilmu penyakit dalam PAPDI

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu:

Obat primer / Lini pertama: Isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol,

Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan

toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar dapat dipisahkan dengan

obat-obatan ini.

Obat sekunder / Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,

Kapreomisin, Kanamisin.1,4

Isoniazid (INH)

Efek antibakteri: bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid. Efek bakterisidnya hanya terlihat

pada kuman yang sedang tumbuh aktif. Isoniazid dapat menembus ke dalam sel dengan

mudah.

Mekanisme kerja: menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid) yang merupakan

unsur penting dinding sel mikobakterium.

16

Page 17: Tuberculosis MDR,XDR

Farmakokinetik: mudah diabsorbsi pada pemberian oral maupun parenteral. Mudah berdifusi

ke dalam sel dan semua cairan tubuh. Antar 75-95% diekskresikan melalui urin dalam waktu

24 jam dan hampir seluruhnya dalam bentuk metabolit.

Efek samping: reaksi hipersensitivitas menyebabkan demam, berbagai kelainan kulit. Neuritis

perifer paling banyak terjadi. Mulut terasa kering, rasa tertekan pada ulu hati,

methemoglobinemia, tinnitus, dan retensi urin.

Sediaan dan posologi: terdapat dalam bentuk tablet 50, 100, 300, dan 400 mg serta sirup 10

mg/mL. Dalam tablet kadang-kadang telah ditambahkan B6. biasanya diberikan dalam dosis

tunggal per orang tiap hari. Dosis biasa 5 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari. Untuk TB berat

dapat diberikan 10mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari, tetapi tidak ada bukti bahwa dosis

demikian besar lbih efektif. Anak < 4 tahun dosisnya 10mg/kgBB/hari. Isoniazid juga dapat

diberikan secara intermiten 2 kali seminggu dengan dosis 15 mg/kgBB/hari.4

R ifampicin

Aktivitas antibakteri: menghambat pertumbuhan berbagai kuman gram-positif dan gram-

negatif.

Mekanisme kerja: terutama aktif terhadap sel yang sedang tumbuh. Kerjanya menghambat

DNA-dependent RNA polymerase dari mikrobakteria dan mikroorganisme lain dengan

menekan mula terbentuknya (bukan pemanjangan) rantai dalam sintesis RNA.

Farmakokinetik: pemberian per oral menghasilakn kadar puncak dalam plasma setelah 2-4

jam. Setelah diserap dari saluran cerna, obat ini cepat diekskresi melalui empedu dan

kemudian mengalami sirkulasi enterohepatik. Penyerapannya dihambat oleh makanan.

Didistribusi ke seluruh tubuh. Kadar efektif dicapai dalam berbagai organ dan cairan tubuh,

termasuk cairan otak, yang tercermin dengan warna merah jingga pada urin, tinja, ludah,

sputum, air mata, dan keringat.

Efek samping: jarang menimbulkan efek yang tidak diingini. Yang paling sering ialah ruam

kulit, demam, mual, dan muntah.

Sediaan dan posologi: tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg dan 300 mg. Terdapat pula tablet

450 mg dan 600 mg serta suspensi yang mengandung 100 mg/5mL rifampisin. Beberapa

sediaan telah dikombinasi dengan isoniazid. Biasanya diberikan sehari sekali sebaiknya 1 jam

sebelum makan atau dua jam setelah makan. Dosis untuk orang dewasa dengan berat badan 17

Page 18: Tuberculosis MDR,XDR

kurang dari 50 kg ialah 450 mg/hari dan untuk berat badan lebih dari 50 kg ialah 60 mg/hari.

Untuk anak-anak dosisnya 10-20 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 600 mg/hari.4

Etambutol

Aktivitas antibakteri: menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel terhambat

dan sel mati. Hanya aktif terhadap sel yang tumbuh dengan khasiat tuberkulostatik.4

Farmakokinetik: pada pemberian oral sekitar 75-80% diserap dari saluran cerna. Tidak dapat

ditembus sawar darah otak, tetapi pada meningitis tuberkulosa dapat ditemukan kadar terapi

dalam cairan otak.

Efek samping: jarang. Efek samping yang paling penting ialah gangguan penglihatan,

biasanya bilateral, yang merupakan neuritis retrobulbar yaitu berupa turunnya ketajaman

penglihatan, hilangnya kemampuan membedakan warna, mengecilnya lapangan pandang, dan

skotom sentral maupun lateral. Menyebabkan peningkatan kadar asam urat darah pada 50%

pasien.

Sediaan dan posologi: tablet 250 mg dan 500 mg. Ada pula sediaan yang telah dicampur

dengan isoniazid dalam bentuk kombinasi tetap. Dosis biasanya 15 mg/kgBB, diberikan sekali

sehari, ada pula yang menggunakan dosis 25 mg/kgBB selama 60 hari pertama, kemudian

turun menjadi 15 mg/kgBB.

Pirazinamid

Aktivitas antibakteri: mekanisme kerja belum diketahui.

Farmakokinetik: mudah diserap usus dan tersebar luas ke seluruh tubuh. Ekskresinya terutama

melalui filtrasi glomerulus.

Efek samping: yang paling umum dan serius adalah kelainan hati. Menghambat ekskresi asam

urat. Efek samping lainnya ialah artralgia, anoreksia, mual, dan muntah, juga disuria, malaise,

dan demam.

Sediaan dan posologi: bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis oral 20-35 mg/kgBB sehari

(maksimum 3 g), diberikan dalam satu atau beberapa kali sehari.

Streptomisin

18

Page 19: Tuberculosis MDR,XDR

Aktivitas antibakteri: bersifat bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman TB. Mudah masuk

kavitas, tetapi relatif sukar berdifusi ke cairan intrasel.

Farmakokinetik: setelah diserap dari tempat suntikan, hampir semua streptomisin berada

dalam plasma. Hanya sedikit sekali yang masuk ke dalam eritrosit. Kemudian menyebar ke

seluruh cairan ekstrasel. Diekskresi melalui filtrasi glomerulus.

Efek samping: umumnya dapat diterima dengan baik. Kadang-kadang terjadi sakit kepala

sebentar atau malaise. Bersifat nefrotoksik. Ototoksisitas lebih sering terjadi pada pasien yang

fungsi ginjalnya terganggu.

Sediaan dan posologi: bubuk injeksi dalam vial 1 dan 5 gram. Dosisnya 20 mg/kgBB secara

IM, maksimum 1 gr/hari selama 2 sampai 3 minggu. Kemudian frekuensi berkurang menjadi

2-3 kali seminggu.4

Etionamid

Aktivitas antibakteri: in vitro, menghambat pertumbuhan M. tuberculosis jenis human pada

kadar 0.9-2.5 μg/mL.

Farmakokinetik: pemberian per oral mudah di absorpsi. Kadar puncak 3 jam dan kadar terapi

bertahan 12 jam. Distribusi cepat, luas, dan merata ke cairan dan jaringan. Ekskresi cepat

dalam bentuk utama metabolit 1% aktif.

Efek samping: paling sering anoreksia, mual da muntah. Sering terjadi hipotensi postural,

depresi mental, mengantuk dan asthenia.

Sediaan dan posologi: dalam bentuk tablet 250 mg. Dosis awaln 250 mg sehari, lalu dinaikan

setiap 5 hari dengan dosis 125 mg – 1 g/hr. Dikonsumsi waktu makan untuk mengurangi

iritasi lambung.

Paraaminosalisilat

Aktivitas bakteri: in vitro, sebagian besar strain M. tuberculosis sensitif dengan kadar 1 μ

g/mL.

Farmakokinetik: mudah diserap melalui saluran cerna. Masa paruh 1 jam. Diekskresi 80% di

ginjal dan 50% dalam bentuk asetilasi.

19

Page 20: Tuberculosis MDR,XDR

Efek samping: gejala yang menonjol mual dan gangguan saluran cerna. Dan kelianan darah

antara lain leukopenia, agranulositopenia, eosinofilia, limfositosis, sindrom mononukleosis

atipik, trombositopenia.

Sediaan dan posologi: dalam bentuk tablet 500 mg dengan dosis oral 8-12 g sehari.4

Sikloserin

Aktifitas bakteri: in vitro, menghambat M.TB pada kadar 5-20 μg/mL dengan menghambat

sintesis dinding sel.

Farmakokinetik: baik dalam pemberian oral. Kadar puncak setelah pemberian obat 4-8 jam.

Ditribusi dan difusi ke seluruh cairan dan jaringan baik. Ekskresi maksimal dalam 2-6 jam,

50% melalui urin dalam bentuk utuh.

Efek samping: SSP biasanya dalam 2 minggu pertama, dengan gejala somnolen, sakit kepala,

tremor, vertigo, konvulsi, dll.

Sediaan dan posologi: bentu kapsul 250 mg, diberikan 2 kali sehari. Hasil terapi paling baik

dalam plasma 25-30 μg/mL.

Kanamisin dan Amikasin

Menghambat sintesis protein bakteri. Efek pada M. tb hanya bersifat supresif.

Farmakokinetik: melalu suntikan intramuskular dosis 500 mg/12 jam (15mg/kgBB/hr, atau

dengan intravena selama 5 hr/mgg selama 2 bulan,dan dilanjutkan dengan 1-1.5 mg 2 atau 3

kali/mgg selama 4 bulan.

Kapreomisin

Efek samping: nefrotoksisitas dengan tanda nnaiknya BUN, menurunnya klirens kreatinin dan

albuminuria. Selain itu bisa terjadi hipokalemia, uji fungsi hati buruk, eosinogilia,

leukositosis, leukopenia, dan trombositopenia.

Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan

Tidak nafsu makan, mual,

sakit perut

Rifampisin Semua OAT diminum malam

sebelum tidur

Nyeri sendi Pirasinamid Beri Aspirin

20

Page 21: Tuberculosis MDR,XDR

Kesemutan s/d rasa

terbakar pada kaki

INH Beri Vitamin B6 (Piridoxin)

100mg/hr

Kemerahan pada air seni Rifampisin Perlu penjelasan ke pasien

Tabel 2. Efek samping ringan OAT

Sumber : Farmakologi dan terapi FKUI

Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan

Gatal dan Kemerahan Semua jenis OAT Ikuti petunjuk pelaksanaan

Tuli Streptomisin Hentikan,ganti dengan Etambutol

Gangguan Keseimbangan Streptomisin Hentikan,ganti dengan Etambutol

Ikterus tanpa sebab lain Hampir semua

OAT

Hentikan,sampai menghilang

Bingung dan muntah-

muntah

Hampir semua

OAT

Hentikan,segera tes fungsi hati

Gangguan Penglihatan Etambutol Hentikan

Purpura dan renjatan

(syok)

Rifampisin Hentikan

Tabel 3. Efek samping berat OAT

Sumber : Farmakologi dan Terapi FKUI

a) OAT kategori 1 (2HRZE/ 4H3R3)

Panduan OAT ini diberikan untuk:

o Pasien baru TB paru BTA positif

o Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

o Pasien TB ekstra paru

Berat Badan Tahap intensif tiap hari selama Tahap lanjutan 3 kali seminggu

56 hari RHZE

(150/75/400/275)

selama 16 minggu RH (150/150)

30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

≥70 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Tabel 4. Dosis panduan OAT-KDT(Kombinasi Dosis Tetap) kategori 1.6

b) OAT kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

21

Page 22: Tuberculosis MDR,XDR

Panduan OAT ini diberikan untuk BTA positif yang telah diobati sebelumnya:

o Kambuh

o Gagal

o Dengan pengobatan setelah putus berobat.6

BB Tahap intensif tiap hari RHZE

(150/75/400/275)+S

Tahap lanjutan 3 x smgg

RH (150/150)+E(400)

56 hari 28 hari 20 mgg

30-37

kg

2 tab 4KDT+750mg

streptomisin inj.

2 tab 4KDT 2 tab 2KDT+2 tab

Etambutol

38-54

kg

3 tab 4KDT+500mg

streptomisin inj.

3 tab 4KDT 3 tab 2KDT+3 tab

Etambutol

55-70

kg

4 tab 4KDT+1000mg

streptomisin inj.

4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4 tab

Etambutol

≥71 kg 5 tab 4KDT+ 1000mg

streptomisin inj.

5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5 tab

Etambutol

Tabel 5. Dosis panduan OAT-KDT kategori 2

Sumber L Farmakologi dan Terapi FKUI

Komplikasi

Penyakit tuberkuloais paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi.

Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.

Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncet’s

arthropathy

Komplikasi lanjut : Obstruksi jalan napas yaitu SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca

Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat (fibrosis paru, kor pulmonal, karsinoma

paru, sindrom gagal napas dewasa, sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.1

Prognosis

Prognosis umumnya baik jika infeksi terbatas di paru, kecuali jika disebabkan oleh

strain resisten obat atau terjadi pada pasien berusia lanjut, dengan debilitas, atau mengalami

gangguan kekebalan, yang berisiko tinggi menderita tuberkulosis milier.

Pasien TB yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan:

22

Page 23: Tuberculosis MDR,XDR

50% meninggal

25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi

25% menjadi kasus kronis yang tetap menular.1

Pencegahan

1. Sinar ultraviolet embasmi bakteri, bias digunakan di tempat-tempat dimana sekumpulan

orang dengan berbagai penyakit harus duduk bersama-sama selama beberapa jam

(misalnya di rumah sakit, ruang tunggu gawat darurat). Sinar ini bias membunuh bakteri

yang terdapat di dalam udara.1,2

2. Isoniazid sangat efektif jika diberikan kepada orang-orang dengan risiko tinggi

tuberculosis, misalnya petugas kesehatan dengan hasil tes tuberculin positif, tetapi hasil

roentgen tidak menunjukkan adanya penyakit. Isoniazid diminum setiap hari selama 6-9

bulan.1

3. Penderita tuberculosis pulmoner yang sedang menjalani pengobatan tidak perlu diisolasi

lebih dari beberapa hari karena obatnya bekerja secara cepat sehingga mengurangi

kemungkinan terjadinya penularan. Tetapi penderita yang mengalami batuk dan tidak

menjalani pengobatan secara teratur, perlu diisolasi lebih lama karena bias menularkan

penyakitnya. Penderita biasanya tidak lagi dapat menularkan penyakitnya setelah

menjalani pengobatan selama 10-14 hari.

4. Di Negara-negara berkembang, vaksin BCG digunakan untuk mencegah infeksi oleh

Mycobacterium tuberculosis.

Kesimpulan

Pada skenario ini pasien mengalami penyakit TB yang belum tuntas atau dalam masa

pengobatan. Hal ini didasarkan pada anamnesis, gejala klinis pasien, dan pemeriksaan

penunjang. Belum bisa ditentukan apakah pasien mengalami MDR, XDR, atau TDR-TB

walaupun pasien mengaku pada pengobatannya yang pertama dijalani dengan tidak tuntas.

Daftar Pustaka

1. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. Dalam : Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5 (3). Jakarta: Interna

Publishing; 2010. Hal. 2230-48.

23

Page 24: Tuberculosis MDR,XDR

2. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. Edisi ke-7 (2). Jakarta: EGC;

2012.hal.544-51

3. Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit:

Tuberkulosis Paru. Jakarta : EGC; 2006.hal.852-923.

4. Istiantoro YH, Setiabudy R. Tuberkulostatik dan leprostatik. Dalam : Gunawan SG,

editor. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Balai penerbit FKUI;2007.hal.613-

33.

5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis. Edisi ke-2. 27 Juli 2009.

6. World Health Organization. Guidelines for the Programmatic Management of Drug-

Resistant Tuberculosis: Treatment Strategies for MDR-TB. WHO; 2006.hal 40.

24